• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat Dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: yang bukan adonan bolu yaitu

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Pengambilan Darah Subjek

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Adya, R. 2011. Serba Serbi Diet Sehat Kumpulan Metode Diet Pilihan yang Mudah dan Praktis. Jakarta : Bukune

Afriwanti MD. 2008. Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvezii) terhadap Karakteristik Fisik Surimi Ikan Nila (Oreochromis sp). Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Aini, Nur. 2004. Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produk – Produknya untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Artikel Penelitian

Afiantori, S, Mutaqin, Z. 2006. Pengolahan Rumput Laut. Bandung : Sinergi Pustaka Indonesia

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Andriani. 2012. Studi Pembuatan Bolu Kukus Tepung Pisang Raja. Skripsi. Ilmu

dan Teknologi Pangan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Anonim. 2011. Proses Pengeringan Rumput Laut. Diakses tanggal 25 Januari 2016. http://suksesmina.wordpress.com/2016/01/25/proses-pengeringan-rumput-laut/

Antarlina S. S.,dan Utomo, J.S. 2002. Tepung Instant Ubi Jalar untuk Pembuatan Roti Tawar. Pangan. 38 : 54-60

Aslan, L.M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius

Astawan, Made. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Solo : Tiga Serangkai

Astawam, Made. 2008. Khasiat Warna – Warni Makanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Raraswati, B.A. 2015. Eksperimen Pembuatan Bolu Zebra Bahan Dasar Tepung Terigu Komposit Tepung Ubi Jalar Kuning. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.

Bryer-Ash, Michael. 2012. 100 Tanya-Jawab Mengenai Diabetes. Jakarta : PT Indeks

(10)

Cakrawati, D dan Mustika NH. 2012. Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta cv

Chandalia, M., A. Garg, D. Lutjohann, K. Bergmann, S.M. Grundy, dan L.J Brinkley. 2000. Beneficial Effects of High Dietary Fiber Intake in Patients

with Type 2 Diabetes Mellitus.

http://content.nejm.org/cgi/content/full/342/19/1392. Diakses tanggal 10 Maret 2016

Courtney, Mary. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta : Hipokrates

Direktorat Gizi Depkes RI. 1993. Kandungan Gizi dalam 100 gram Ubi Jalar. Jakarta : Bhratara Karya Aksara

Direktorat Jenderal Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Meski

Melimpah Rumput Laut Indonesia Kurang Serapan.

http://www.Jurnalmaritim.com. Diakses 12 Desember 2015

Djami, S.A. 2007. Prospek Pemasaran Tepung Ubi Jalar ditinjau dari Potensi Permintaan Industri Kecil di Wilayah Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor

FAO/WHO. 1998. Carbohydrates in Human Nutrition. www.fao.org . Diakses tanggal 2 April 2016

Ferawati, Fenny. 2014. Bolu Kukus Karakter. Surabaya : Tiara Aksa

Hardinsyah, 2000. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Pergizi Pangan Indonesia, PAPTI, IPB dan Proyek CHN-3. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.

_________. 2012. Angka Kecukupan Gizi. WNPG 2012. Pergizi Pangan Indonesia

Hasan, Liki. 2014. Karakteristik Organoleptik Kue Tradisional Semprong Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii. Universitas Negeri Gorontalo. Artikel Penelitian

Heriyanto dan A. Winarto. 1998. Prospek Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Industri Pangan. Makalah disampaikan pada lokakarya nasional pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai bahan substitusi terigu. Balai Penelitian Tanaman Kacang – kacangan dan Umbi –umbian. Malang

(11)

Jawi, et al. 2008. Ubi Jalar Ungu Menurunkan Kadar MDA dalam Darah dan Hati Mencit setelah Aktivitas Fisik Maksimal. Jurnal Veteriner, 9 (2), 65 – 72

Juanda, D & Cahyono, B. 2000. Budidaya dan Analisa Usaha Tani Ubi Jalar. Yogyakarta : Kanisius

Jenkins, D. J. A, C.W.C, Kendall, L. S. A Augustin, S. Franceschi, M. Hamidi, A. Marchie, A. L. Jenkins and M. Axelseb. 2002. Glycemic Index : Overview of Implications in Health and Disease, AmJ, Clin Nutr, Vol. 76 : 266S-273S

Karimah, I. 2011. Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Pati Singkong dan Bubur Instan Pati Resisten Singkong. Institut Pertanian Bogor, Skripsi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI, 2013

Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Larasati, AS. 2013. Analisis Kandungan Zat Gizi Makro dan Indeks Glikemik Snack Bar Beras Warna sebagai Makanan Selingan Penderita Nefropatidiabetik. Universitas Diponegoro. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran. Artikel Penelitian

Magee, Elaine. 2014. Nutrisi Sehat Bagi Penderita Diabetes. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Mahesa. 2004. Produksi Pangan Ubi – Ubian. Yogyakarta : UGM

Margareth J. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 sebagai Bahan Dasar Produk Olahan Goreng Serta Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya (Skripsi). Bogor : Institut Pertanian Bogor

Maulana, B. 2012. Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Indeks Glikemik (IG) Ubi Jalar (Ipomoea Batatas) Cilembu. Institut Pertanian Bogor. Skripsi Nofalina, Yesi. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Terigu Terhadap Daya

Terima, Kadar Karbohidrat dan Kadar Serat Kasar Kue Prol Bonggol Pisang. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember

(12)

Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ningrum, D.R. 2013. Indeks Glikemik dan Beban Glikemik Sponge Cake Sukun. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada.

Olva, Radita. 2016. Kandungan Gizi dan Indeks Glikemik Bubur Jagung dan Kacang Hijau. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

PERMENKES RI., 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. No. 75. Jakarta.

Ratnawati. 2012. The Effect of Gelatin Addition Toward The Level of Preference, Fiber, Content and Glycemic Index of White Rice. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin.

Rimbawan dan A Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan : Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta : Penebar Swadaya

Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi Jalar : Budi Daya dan Pasca Panen. Yogyakarta : Kanisius

Rusilanti. 2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Melitus. Jakarta : Kawan Psutaka

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jurnal. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, UNWIDHA : Klaten

Sari, Trisna Ratna. 2016. Pengukuran Indeks Glikemik Roti Tawar Bengkuang. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

Setyawan, Budi. 2015. Budidaya Umbi – Umbian Padat Nutrisi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Santoso, J., Yurniko, Y., Takeshi, S. 2003. Mineral, Patty Acid dan Dietary Fiber Compositions in Several Indonesian Seaweeds. Jurnal Ilmu & Perairan dan Perikanan Indonesia. 11 : 45-51

(13)

Sedarnawati Yasni dan Sri Widowati. 2010. Formulasi Cookies dengan Substitusi Pati Lambat Cerna (50%) atau Pasta (75) dari Ubi Jalar Ungu, serta Pengaruhnya terhadap Penurunan Kadar Glukosa dan Kolesterol Darah. Institus Pertanian Bogor. Ilmu Teknologi Pangan. Artikel Penelitian

Septiyani,I. 2012. Indeks Glikemik berbagai Produk Tiwul Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crants) pada Orang Normal. Institut Pertanian Bogor. Departemen Gizi Masyarakat. Skripsi

Siagian, A. 2005. Pengaruh Indeks Glikemik, Komposisi, dan Cara Pemberian Pangan terhadap Profil Lipid Plasma. Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jurnal Penelitian, 8-17

Soeryoko, Hery. 2011. 25 Tanaman Obat Ampuh Penakluk Diabetes Melitus. Yogyakarta : CV Andi OFFSET

Soeryoko, Hery. 2013. 20 Tanaman Obat Terbaik untuk Maag, Typus, dan Liver. Yogyakarta : Rapha Publishing

Sudarmoko, Arief . 2010. Tetap Tersenyum Melawan Diabetes. Yogyakarta : Atma Media Press

Sundari, D.F. 2014. Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Cookies Tepung Talas Belitung (Xanthosoma Sagittifolum). Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi

Suparni Ibunda dan Ari Wulandari. 2012. Herbal Nusantara : 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia. Yogyakarta : Rapha Publishing

Tandra, Hans. 2007, Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Verdayanti, T.E. 2009. Uji Efektifitas Jus Buah Kersen (Muntingia calabura L) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Malang : Universitas Muhammadiyah Malang. From : Undergraduate Theses from JIPTUMMPP/ 2009-04-22 16 : 47 : 40, Biologi

Waspadji, S., dan Sukardji. 2003 Pengkajian Status Gizi Studi Epidemiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

WHO. 2012. Noncommunicable Disease (online). www.who.int/mediacentre/en. Diakses pada tanggal 19 Januari 2016

(14)

Winarno, F.G. 1990. Teknik Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Winarno, F.G dan Surono. 2002. GMP : Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor : M-Brio Press

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini dimulai setelah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (Ethical Clearance). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah desain variable tunggal, one shot case study (studi kasus satu tembakan). Pada desain penelitian eksperimen ini terdapat suatu kelompok yang diberi perlakuan (treatment) dan selanjutnya observasi hasilnya. Dalam eksperimen ini subjek disajikan dengan beberapa jenis perlakuan lalu diukur hasilnya.

(16)

glikemik dilakukan dengan cara menggunakan rumus, setelah itu didapatkan nilai indeks glikemik pangan uji. Proses lengkap untuk alur penelitian eksperimen ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

Gambar 3.1 Proses Alur Penelitian Eksperimen 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Proses pembuatan tepung ubi jalar ungu, tepung rumput laut, dan bolu kukus dilakukan di Laboratorium Gizi FKM USU. Pengujian zat gizi karbohidrat, protein, betakaroten dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, kadar lemak di Balai Riset&Standardisasi Industri Medan, dan kadar serat kasar di Laboratorium FMIPA USU. Pemberian pangan uji dan pangan acuan serta pengambilan darah

Pencarian relawan dan ditanyakan kesediaannya untuk berperan serta dalam penelitian ini

Pembuatan bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu 50%, tepung terigu 47,5%, tepung rumput laut 2,5%,

Analisis kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar betakaroten, dan kadar serat kasar kue kukus ubi jalar dan rumput laut

Pemberian pangan acuan berupa roti putih kepada relawan dan diambil sampel darahnya Selang waktu 1 minggu berikutnya, dilakukan pemberian pangan uji berupa kue kukus tersebut kepada relawan dan

diambil sampel darahnya Pengukuran indeks glikemik dilakukan menggunakan rumus Didapatkan nilai IG bolu kukus ubi

(17)

relawan untuk dilihat kadar glukosa darahnya dilakukan di Laboratorium Gizi FKM USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bulan Mei sampai Oktober 2016 3.3 Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

Pemilihan subyek pada penelitian ini dengan metode purposive sampling. Penarikan subyek dengan metode purposive dilakukan dengan alasan kemudahan dalam penelitian. Berdasarkan Siagian (2005) subjek dalam penelitian indeks glikemik adalah 8 orang.

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKM USU yaitu terdiri dari delapan orang yang harus memenuhi beberapa kriteria antara lain: subyek berusia 18-30 tahun, dalam keadaan sehat, memiliki indeks masa tubuh normal antara 18,5-24,9 kg/m2, tidak memliki riwayat DM, tidak sedang mengalami gangguan pencernaan, tidak sedang menjalani pengobatan, tidak menggunakan obat-obatan terlarang dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol serta bersedia menjadi relawan.

Subyek dalam penelitian ini mendapatkan penjelasan rinci mengenai penelitian, yaitu subyek diharuskan puasa ± 10 jam (kecuali air), sampel darah finger-prick capillary blood diambil pada menit ke 0 (saat subyek masih puasa

(18)

mendapatkan pergantian biaya transport serta berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian. Selain itu, subyek juga diminta untuk menandatangi formulir informed consent sebagai bukti bersedia menjadi relawan.

3.3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah bolu kukus yang biasa terbuat dari 100% tepung terigu disubstitusikan dengan tepung ubi jalar ungu dan ditambahkan dengan tepung rumput laut. Jenis rumput laut yang digunakan adalah Eucheuma Cottonii.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data diri subjek penelitian yang memenuhi persyaratan penelitian didapatkan melalui metode wawancara dan data kandungan gizi bolu kukus didapatkan melalui analisis proksimat

3.4.2 Data Sekunder

Data diri mahasiswa FKM USU yang didapatkan melalui Bagian Pendidikan FKM USU

3.5 Definisi Operasional

1. Tepung ubi jalar ungu adalah umbi ubi jalar ungu yang telah dikupas, dipotong tipis – tipis, dikeringkan, digiling, kemudian diayak hingga menjadi tepung

(19)

3. Bolu kukus adalah adalah kue berbahan dasar tepung ubi jalar ungu, tepung rumput laut, dan bahan tambahan lain yang mana kemudian dikukus

4. Kandungan gizi adalah kandungan karbohidrat, kadar betakaroten, kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat kasar.

5. Indeks glikemik bolu kukus adalah nilai seberapa cepat menaikkan kadar gula darah setelah 2 jam mengonsumsi bolu kukus.

3.6 Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen merupakan langkah – langkah yang ditentukan dalam melaksanakan percobaan pembuatan kue kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan tepung rumput laut. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen meliputi alat dan bahan serta tahapan penelitian.

3.6.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Peralatan pembuatan kue kukus yaitu pengaduk bolu (mixer), baskom, sendok, timbangan, cetakan bolu kukus, paper cup, kukusan, panci, dan kompor

2. Peralatan mengukur glukosa darah berupa glukometer One Touch Ultra TM, strip analisis glukosa, lancet, kapas, alkohol 70%.

(20)

3.6.2 Bahan

Penggunaan bahan kue kukus di dalam eksperimen ini dipilih dari bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik dan bermutu.

1. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar ungu adalah ubi jalar ungu yang segar dan tidak busuk

2. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung rumput laut adalah rumput laut yang segar

3. Bahan yang digunakan untuk membuat bolu kukus terdiri dari : tepung ubi jalar ungu, tepung rumput laut, tepung terigu, dan bahan tambahan lainnya 4. Bahan pereaksi yang digunakan untuk melakukan penelitian kadar serat,

protein,kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar betakaroten

5. Roti tawar yang digunakan sebagai pangan acuan, mengandung 50 g karbohidrat. Alasan menggunakan roti tawar sebagai pangan acuan didasari atas kelaziman mengkonsumsi roti tawar dibandingkan dengan glukosa murni. Selain itu juga karena roti tawar lebih mencerminkan mekanisme fisiologis dan metabolik dari daripada glukosa murni (Miller et al,1997 dalam Siagian, dkk, 2005).

(21)

Tabel 3.1 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Kue Kukus

Bahan Kelompok Eksperimen

Tepung ubi jalar ungu (gr) 100

Tepung terigu (gr) 95

Tepung rumput laut (gr) 5

Susu Cair (ml) 180

Telur (butir) 5

Baking Powder (sdt) ½

Emulsifier ( sdt ) ½

Gula pasir (gr) 200

Vanili (sdt) ½

3.6.3 Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu

Pembuatan tepung ubi jalar ini menggunakan jenis ubi jalar ungu dengan langkah pertama yaitu penyortiran ubi jalar ungu. Penyortiran dilakukan pada ubi jalar ungu dengan memilih ubi jalar ungu dalam kondisi yang baik atau tidak busuk, dan segar. Langkah selanjutnya adalah pengupasan atau pemisahan kulit ubi jalar ungu dengan daging ubi jalar ungu. Daging ubi jalar ungu dipotong tipis

– tipis atau disawut dengan pisau atau alat pemotong lainnya. Chips kemudian

dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering dengan suhu maksimum 60°C selama 18 jam kemudian digiling. Selanjutnya diayak sehingga menjadi tepung ubi jalar ungu

(22)

Gambar 3.2 Alur Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu 3.6.4 Proses Pembuatan Tepung Rumput Laut

Pembuatan tepung rumput laut ini menggunakan jenis rumput laut nori dengan langkah pertama yaitu penyortiran rumput laut. Penyortiran dilakukan pada rumput laut dengan memilihnya dalam kondisi yang baik dan segar. Rumput laut yang sudah disortir kemudian direndam dengan air beras untuk menghilangkan bau karang selama satu hari. Dilakukan pencucian rumput laut dalam wadah berisi air, kemudian kembali dicuci dengan air mengalir sampai bersih, pencucian ini berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput laut kemudian ditiris. Setelah itu pengecilan ukuran dengan menggunakan blender, pengecilan ukuran rumput laut bertujuan untuk mempermudah dalam pengeringan kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60°C. Selanjutnya, rumput laut kering diggiling atau dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi bubuk halus, kemudian diayak sehingga

Dibersihkan atau dikupas

Pengecilan ukuran

Dikeringkan dengan suhu 50°C selama 5 jam dengan menggunakan oven

Penggilingan menggunakan blender dengan kecepatan sedang dan pengayakan 60 mesh selama 20 menit

(23)

diperoleh hasil berupa tepung yang halus. Garis besar proses pengolahan tepung ubi jalar dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3.3 Alur Pembuatan Tepung Rumput Laut 3.6.5 Proses Pembuatan Bolu Kukus

Pembuatan bolu kukus mengacu pada resep Ferawati (2014). Namun Proses pembuatan bolu kukus ini tidak menggunakan 100% tepung terigu. Proses pembuatan bolu kukus yaitu diawali dengan mengaduk telur, gula, dan emulsifier menggunakan mixer. Setelah adonan mengembang dan berwarna putih, tambahkan tepung ubi jalar ungu 50%, tepung terigu 47,5%, tepung rumput laut 2,5%, susu cair , vanili, dan baking powder sambil diaduk dengan menggunakan mixer selama 15 menit . Proses selanjutnya adalah menuangkan adonan yang telah

diaduk secara merata ke dalam cetakan dan dikukus selama 15 menit dengan suhu Rumput laut segar

Direndam didalam air beras selama satu hari

Dibersihkan atau pencucian

Dikeringkan dengan suhu 60°C di oven selama 5 jam

Pengecikan ukuran

Penggilingan menggunakan blender dengan kecepatan sedang dan pengayakan 60 mesh selama 20 menit

(24)

100°C. Sehingga jadilah bolu kukus . Berikut ini merupakan diagram pembuatan bolu kukus tersebut :

Gambar 3.4 Alur Pembuatan Kue Kukus Ubi Jalar dan Rumput Laut 3.7 Analisis Kandungan Gizi

Analisis zat gizi yang dilakukan berupa analisa kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, serat kasar, dan kadar betakaroten. Analisa proksimat ini dilakukan untuk mengetahui berat bolu kukus yang harus disajikan setara dengan kandungan 50 gram karbohidrat.

3.7.1 Uji Kadar Serat Metode Gravimetri

Timbang 2 gram sampel kemudian masukkan dalam erlenmeyer 500 ml, tambahkan 50 ml H2SO4 1,25% panaskan dan reflux selama 30 menit. Sampel yang telah dipanaskan disaring panas-panas dengan menggunakan kertas saring

Telur 5 butir, Gula 200 gram, Emulsifier 1/2 sdt dicampurkan dan digiling menggunakan mixer sampai mengembang dengan kecepatan

sedang

Sambil pengadukan dengan kecepatan sedang, tambahkan tepung ubi jalar ungu 100 gr, tepung terigu 95 gram, tepung rumput laut 5 gr, baking powder 1/2 sdt,

vanili 1/2 sdt dan susu cair 180 ml selama 15 menit pengadukan.

Adonan dimasukkan kedalam cetakan dan dikukus selama 15 - 20 menit dengan suhu

100°C

(25)

Whatman 42 yang telah diketahui bobotnya. Setelah disaring, lalu sampel dicuci

dengan 50 ml H2SO4 125% dan 50 ml alkohol 36%, kemudian endapkan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C dan timbang sampai bobot konstan.

%Serat kasar = {(a-b)/} x 100% Keterangan:

a = berat kertas saring ditambah sampel yang telah dikeringkan (g) b = berat kertas saring (g)

c = berat sampel (g)

3.7.2 Uji Kadar Betakaroten, Metode MPOB p.2.6

Analisis betakaroten dilakukan menggunakan instrumentasi HPLC menurut Biranti dkk (2009). Sebelum dilakukan analisis betakaroten, sampel diekstraksi terlebih dahulu. Sebanyak 30 ml sampel dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 15 ml n-heksana. Sampel dikocok perlahan – lahan kemudian didiamkan sampai terbentuk dua fasa. Setelah terbentuk dua fasa, diambil fasa organiknya yang terdapat pada lapisan atas. Sampel diekstraksi kembali sampai tidak terbentuk fasa organik yang berupa larutan berwarna kuning. Fasa organik kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum evaporator

Ekstraksi yang diperoleh diuji dengan menggunakan instrumen HPLC. Kolom yang digunakan adalah kolom Princeton Omni C18 . Detektor yang digunakan adalah defektor UV dengan fasa gera. Kadar betakaroten dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Kadar betakaroten = Luas area sampel x konsentrasi standar

(26)

3.7.3 Uji Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995)

Sejumlah kecil sampel (1-2 gram) ditimbang dan dimasukkan dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml

H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensator diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus :

Ml HCL sampel – ml HCL blanco x N x 14.007 x 100 mg sampel

Kadar Protein (%bb) = %N x faktor konveksi (6,25)

3.7.4 Uji Karbohidrat (AOAC, 1995)

Uji karbohidrat dilakukan dengan dua metode yaitu metode by difference dan metode Luff Schroll. Uji karbohidrat dengan metode by difference dihitung dengan membandingkan antara jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100.

(27)

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (protein + lemak + abu + air)

Metode pengukuran karbohidrat dengan metode luff Schrooll yaitu timbang sampel sebanyak 3 gram dalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan HCl 3% sebanyak 200 ml. hubungkan dengan kondensator selama 3 jam. Netralkan dengan NaOH 4 N. Kemudian tambahkan 1 ml asam asetat, encerkan dalam labu ukur 250 ml, saring. Lalu pipet 10 ml kedalam erlenmeyer. Tambahkan 25 ml larutan luff dan 15 ml air didihkan selama tepat 10 menit. Setelah itu tambahkan 10 ml larutan KI 30% dan 25 ml larutan H2SO4 4 N. Gunakan larutan kanji sebagai indicator. Untuk larutan blanko gunakan 25 ml larutan luff dan 10 ml air destilasi.

Perhitungan:

1. Untuk mengetahui ml larutan tio menjadi 0,1 N = {(b-a) x Ntio)/0,1}= z ml 2. z ml larutan tio 0,1 N = y mg glukosa

3. kadar pati = {(y x pengenceran x 0,95)/ bobot sampel}x 100%

% Amilosa = {( x. Faktor pengenceran) / (berat sampel (mg)} x 100%

3.7.5 Uji Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 1100C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut (dietil eter atau heksana). Refluks dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu

(28)

dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :

berat lemak (g)

berat sampel (g)

3.8 Uji Indeks Glikemik

Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan dengan membandingkan luas area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan uji dibandingkan dengan luas area dibawah kurva respon glukosa darah terhadap pangan acuan. Pengukuran glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Glukometer One Touch Ultra TM. Sampel darah diperoleh pada permukaan kulit setelah sedikit perlukaan kecil dengan menggunakan lancet (alat penusuk) khusus, kemudian darah pada pembuluh kapiler subyek disentuhkan pada celah sensor di ujung strip uji yang telah terpasang pada detektor digital (glukometer) sedemikian sehingga kadar glukosa darah sampel terbaca.

Metode pemeriksaan glukosa oleh glukometer yaitu chronoampherometric (electrochemical method) dimana apabila darah dimasukkan pada celah sensor diujung strip uji yang telah terpasang pada detector digital, kadar glukosa darah dapat terbaca. Hal ini terjadi karena celah sensor pada strip uji glukosa berisi reagent berupa enzim glucose oksidase dan kalium ferrisianida. Prinsip keja sensor strip uji pada glukometer yaitu glukosa yang terdapat dalam darah akan diubah menjadi glukonolakton oleh enzim glucose oksidase. Enzim tersebut akan direoksidasi oleh ion ferrisianida menghasilkan ion

(29)

ferrosianida. Ferrosianida yang dihasilkan akan terdeteksi secara elektrokimia. Muatan listrik yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel (Barkit et al, 2003 dalam Hasan, 2011).

Prosedur pengukuran indeks glikemik mengacu pada Miller, dkk, 1996 dalam Rimbawan dan Siagian (2004) :

a. Malam sebelum penelitian, 6 orang subyek berpuasa selama ± 10 jam (kecuali air putih) mulai pukul 22.0-08.00 WIB dan pagi harinya sebelum jam 08.00 WIB subjek yang bertindak sebagai relawan harus berada di tempat penelitian.

b. Subyek yang masih dalam keadaan masih berpuasa kemudian diambil darah kapiler subyek untuk mengukur kadar glukosa darah puasa.

c. Subyek diberi pangan acuan yaitu roti tawar yang mengandung 50 gr karbohidrat.

d. Sampel darah subyek diambil setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam ke-2. (menit ke 15, 30, 45, 60, 90, dan ke 120) dan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan glukometer. Selama penelitian, subyek diminta untuk tidak melakukan aktifitas berat dan tidak merokok.

e. Satu minggu kemudian dilakukan pengujian pangan uji berupa bolu kukus yang terbuat dari ubi jalar dan rumput laut dengan prosedur yang sama.

(30)

g. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan.

3.9 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Metode Pengolahan Data

Data hasil analisis zat gizi yang mencakup kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar betakaroten dicantumkan dalam bentuk tabel. Hasil respon glukosa darah subyek pada setiap waktu pegambilan dirata-ratakan kemudian ditebarkan dalam sumbu x (waktu) dan sumbu y (kadar glukosa darah) menggunakan kertas grafik. Dengan demikian akan diperoleh sebuah kurva yang menunjukkan respon glukosa darah terhadap pangan yang diberikan untuk masing-masing subyek.. Indeks glikemik ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Luas daerah di bawah kurva respon glukosa darah

setelah 2 jam terhadap pangan uji yaitu bolukukus x100% Luas daerah di bawah kurva respons glukosa darah tubuh setelah 2 jam terhadap pangan acuan yaitu roti tawar

(31)

persamaan polinom yang dihasikan kurva tidak signifikan. Sehingga, perhitungan luas daerah dibawah kurva sebaiknya dihitung secara manual dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas bangun. Luas area dibawah kurva diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas bangun

3.9.2 Metode Analisis Data

(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium departemen gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara untuk meneliti indeks glikemik pada pangan uji bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut.

4.2 Karakteristik Subyek

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siagian (2005), subyek dalam penelitiannya tersebut berjumlah 8 orang. Subyek dalam penelitian ini yaitu terdiri dari tujuh orang perempuan dan satu orang laki – laki yang merupakan mahasiswa aktif FKM USU dengan status kesehatan normal (sehat). Sehat yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah subyek memiliki status gizi baik (IMT normal 18,5-24,9 kg/m2). Subyek juga tidak memiliki riwayat DM, tidak sedang dalam pengobatan, tidak dalam pengaruh obat narkotika dan minuman beralkohol. Karakteristik subyek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Karakteristik Subyek

(33)

Berdasarkan data karakteristik responden diatas, umur rata-rata subyek adalah 21,75 tahun. Berat badan rata subyek 49,881 kg dan tinggi badan rata subyek adalah 155 cm. Semua subyek memiliki status gizi baik dengan rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 20,71 kg/m2.

4.3 Karakteristik Tepung Ubi Jalar Ungu yang Dihasilkan

Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari pengeringan ubi ungu dengan

menggunakan oven dan pembuatan tepung dengan menggunakan blender masih

kasar, untuk mendapatkan tepung ubi jalar ungu yang lebih halus dilakukan

pengayakan menggunakan ayakan tepung. Berdasarkan hasil penelitian dalam 1 kg

ubi jalar ungu kupas menghasilkan 280 gram ubi jalar ungu kering yang telah

diiris-iris membentuk Chips dan dari 280 gram ubi jalar kering menghasilkan 200 gram

tepung ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan bewarna ungu muda

dan memiliki aroma yang khas

Gambar 4.1 Tepung Ubi Jalar Ungu 4.4 Karakteristik Tepung Rumput Laut

(34)

diperoleh berat tepung rumput laut sebesar 85 gram. Tepung rumput laut yang dihasilkan berwarna putih dan memiliki aroma yang khas.

Gambar 4.2 Tepung Rumput Laut

4.5 Karakteristik Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

Bolu kukus yang dibuat dengan menggunakan perbandingan tepung ubi jalar ungu 50%, tepung terigu 47,5%, dan tepung rumput laut 2,5% . Bolu kukus tersebut memiliki tesktur yang lembut, namun tidak selembut bolu kukus yang terbuat dari 100% tepung terigu. Warna yang dihasilkan dari bolu kukus tersebut yaitu warna ungu. Rasa yang dimiliki bolu kukus yaitu manis ubi jalar. Bolu kukus memiliki aroma yang tidak jauh berbeda dari aroma bolu kukus pada umumnya, hanya saja aroma ubi jalar masih tercium namun tidak mendominasi.

(35)

4.6 Analisis Kandungan Zat Gizi pada Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

Hasil analisis kandungan gizi yang berupa kadar karbohidrat, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar betakaroten bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar 50%, tepung terigu 47,5%, dan tepung rumput laut 2,5% yang dianalisis di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, kadar lemak di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, dan kadar serat kasar di Laboratorium FMIPA USU dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Serat Kasar, dan Betakaroten pada Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar Ungu dan Tepung Rumput Laut

No Komposisi Zat Gizi per 100 gram Hasil Kandungan Gizi

1 Karbohidrat 49,78 % penelitian produk olahan yang ada seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Kandungan Serat dari Beberapa Penelitian

No Produk Penelitian Kandungan Serat

1 Nasi Ubi Jalar Orange 0,44 gram

2 Cookies Tepung Talas Belitung 0,54 gram

3 Roti Tawar Bengkuang 3,24 gram

4 Roti tawar putih 1 gram

5 Cookies Tepung Rimpang Bunga Tasbih dan Ikan Patin

(36)

Jumlah porsi = 50 gram x 100

4.7 Pengukuran Indeks Glikemik Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar dan Tepung Rumput Laut

Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU pada tanggal dengan nomor tanggal 2 September 2016 dengan nomor 1033/IX/SP/2016. Penentuan indeks glikemik dilakukan menggunakan subyek manusia. Hal ini dikarenakan metabolisme tubuh manusia sangat rumit sehingga sulit ditiru secara in vitro (Ragnhild et al. 2004 dalam Sundari 2014).

4.7.1 Penentuan Jumlah Porsi Pangan Uji

Masing – masing pangan uji yang diberikan setara dengan 50 gram karbohidrat tersedia (available carbohydrate). Jumlah pangan uji yang harus dikonsumsi oleh subjek disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Jumlah Pangan Uji Setara dengan 50 gram Karbohidrat

Pangan Uji Karbohidrat

(37)

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah porsi roti tawar yang mengandung 50 gram karbohidrat yaitu 312,5 gram, jumlah porsi bolu kukus yang mengandung 50 gram karbohidrat yaitu 101,44 gram

4.7.2 Respon Glukosa Darah terhadap Pangan Acuan dan Pangan Uji

Pada penelitian ini, pangan yang akan dinilai indeks glikemiknya adalah bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut serta pangan acuan roti tawar (roti putih). Bahan pangan yang diberikan kepada subyek harus mengandung 50 gram karbohidrat (Miller, dkk., 1996 dalam Rimbawan dan Siagian, 2004).

Berdasarkan hasil pengukuran glukosa darah yang dilakukan dengan menggunakan alat glukometer Easy Touch diperoleh respon glukosa darah responden terhadap pemberian pangan acuan (roti tawar). Respon glukosa darah subyek terhadap pemberian pangan acuan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.5 Respon Glukosa Darah Terhadap Roti Tawar

(38)

Pemberian roti tawar menaikkan kadar glukosa darah dari kondisi puasa

(t’0) yaitu 75,87 mg/dL menjadi 108,12 mg/dL pada menit ke 15’. Pada hasil

pengukuran tersebut, mengalami kenaikan sebesar 32,25 mg/dL atau 42,50 %. Respon glukosa darah rata – rata subjek cenderung mengalami penurunan pada menit

ke-45 hingga menit ke-120. Sedangkan hasil pengambilan sampel darah para subyek

untuk respon glukosa darah subyek yang diambil sampel darahnya terhadap pemberian pangan uji berupa kue kukus yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.6 Respon Glukosa Darah Terhadap Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu dan Rumput Laut

Pemberian bolu kukus tersebut menaikkan kadar glukosa darah dari

kondisi puasa (t’0) yaitu 71,62 mg/dL menjadi 101,12 mg/dL pada menit ke 15.

Pada hasil pengukuran tersebut, mengalami kenaikan sebesar 29,5 mg/dL atau 41,18 %. Respon glukosa darah rata – rata subjek cenderung mengalami

Subjek

Respon Glukosa Darah Terhadap Pangan Uji (Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar Ungu

(39)

Data dari hasil pengukuran glukosa darah pada subyek terhadap pangan acuan (roti tawar/roti putih) dan pangan uji (bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut) ditebarkan dalam sumbu X (waktu) dan sumbu Y (kadar glukosa darah). Dengan demikian, akan diperoleh sebuah kurva yang menunjukan respon glukosa darah terhadap pangan yang diberikan. Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa subyek, rata-rata respons glikemik subyek penelitian dapat dilihat pada gambar grafik berikut ini :

Gambar 4.4 Kurva Roti Tawar dan Bolu Kukus

Kurva respon glukosa darah diatas menggambarkan bahwa peningkatan glukosa darah tertinggi pada pangan acuan dan pangan uji terjadi pada menit ke-15

(40)

secara manual dengan cara menarik garis horizontal dan membuat garis vertikal berdasarkan waktu pengambilan darah sehingga kurva membentuk luas area segitiga dan trapesium. Interval diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing luas area.

4.7.3 Pengukuran Indeks Glikemik

(41)

Gambar 4.5 Kurva Interval Roti Tawar

Berdasarkan kurva perhitungan interval roti tawar diatas, diperoleh hasil perhitungan untuk 6 subinterval (bangunan segitiga dan trapesium) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Perhitungan Interval Roti Tawar

Area

Sisi

Luas Area Alas / Garis

Sejajar Tinggi

I 15 32.20 240,97

II 32,13 dan 27,13 15 444,45

III 27,13 dan 26,13 15 399,45

IV 26,13 dan 21,13 15 354,45

V 21,13 dan 25,13 30 693,90

VI 25,13 dan 21,43 30 694,95

Luas Total 2828,17

(42)

Sedangkan interval bolu kukus yang diteliti dibagi menjadi 6 subinterval. Perhitungan interval bolu kukus yang diteliti dapat dilihat pada kurva berikut ini:

Gambar 4.6 Kurva Interval Bolu Kukus

Berdasarkan kurva perhitungan interval bolu kukus diatas, diperoleh hasil perhitungan untuk 6 subinterval (bangunan segitiga dan trapesium) adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Perhitungan Interval Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar dan Rumput Laut

Area

Sisi

Luas Area Alas / Garis

Sejajar Tinggi

I 15 29,50 221.25

II 29,5 dan 17,38 15 351,60

III 17,38 dan 22,4 15 298,35

IV 22,4 dan 16,38 15 290,85

V 16,38 dan 7,38 30 356,4

VI 7,38 dan 4,38 30 176,4

Luas Total 1694,85

(43)

Nilai indeks glikemik pangan uji diperoleh dari hasil rata-rata nilai indeks glikemik individu delapan orang subjek penelitian. Nilai indeks glikemik pangan uji dihitung berdasarkan rumus :

Indeks Glikemik = IAUC Bolu Kukus Penelitian x 100 % IAUC Roti Tawar

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh nilai indeks glikemik yaitu 59,9. Jika dibandingkan dengan beberapa penelitian yang pernah ada mengenai indeks glikemik, maka dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Beberapa Penelitian Mengenai Indeks Glikemik

No Produk Penelitian Nilai IG Kategori

1 Nasi Ubi Jalar Orange 83 Tinggi

2 Cookies Tepung Talas Belitung 79,9 Tinggi

3 Tiwul Instan Tinggi Protein 71,92 Tinggi

4 Bubur Kacang Hijau dan Jagung 70 Sedang

5 Beras Warna 68,50 Sedang

(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Gizi pada Bolu Kukus yang Terbuat dari Tepung Ubi Jalar Ungu dan Rumput Laut

Berdasarkan hasil analisis zat gizi pada bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut dilakukan di Laboratorium dalam 100 gram bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan tepung rumput laut mengandung 49,78% karbohidrat, 5,24% serat kasar, 4,51% lemak, 11,48% protein, dan 44,22 ppm betakaroten.

Karbohidrat merupakan sumber kalori. Jumlah kalori yang dihasilkan dari 1 gram karbohidrat yaitu 4 kkal. Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat pada 100 gram bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut yaitu 49,78%. Kadar karbohidrat bolu kukus yang menggunakan bahan tepung ubi jalar ungu dan rumput laut ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nisviaty (2006) yang meneliti kadar karbohidrat dari bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu sebesar 54,33%/bb.

(45)

tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nisviaty (2006) yang meneliti kadar lemak dari bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu sebesar 4,93%/bb. Adanya perbedaan kadar protein ketiga bolu kukus tersebut dapat disebabkan karena perbedaan pada proses pemasakan bolu kukus yang dilakukan oleh peneliti dan perbedaan persentase tepung terigu yang digunakan.

Lemak memberikan nilai energi lebih besar daripada karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gram. Berdasarkan hasil analisis, kadar protein pada 100 gram bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut yaitu 4,51 %. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2015) yaitu 17,55. Produk dari penelitian tersebut yaitu bolu kukus yang terbuat dari tepung pisang raja dan tepung terigu. Kadar lemak bolu kukus yang menggunakan bahan tepung ubi jalar ungu dan rumput laut ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Nisviaty (2006) yang meneliti kadar lemak dari bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 yaitu sebesar 1,45 %/bb.

(46)

penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016) terhadap roti tawar bengkuang yaitu sebesar 3,24%. Menurut Chandalia et al.(2000), peningkatan konsumsi serat pangan, terutama serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol plasma, dan meningkatkan kontrol glikemik

Betakaroten merupakan sumber antioksidan yang diperlukan dalam terapi penderita Diabetes Melitus untuk mencegah terjadinya stres oksidatif dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan dengan meningkatkan aktivitas kerja enzim. Kadar betakaroten pada 100 gram bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut yaitu 44,22 mg. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Ayu (2015) terhadap bolu kukus yang

terbuat dari tepung terigu dan tepung ubi jalar kuning yaitu 602, 9 цg. Hal ini

disebabkan karena jenis ubi jalar ungu mengandung betakaroten yang lebih tinggi dibandingkan jenis ubi jalar kuning.

5.2 Indeks Glikemik

(47)

Indeks glikemik bolu kukus yang diteliti lebih tinggi dibandingkan dengan indeks glikemik umbi ubi jalar ungu yaitu 54. Hal ini diduga karena pada proses pembuatan bolu kukus yang diteliti, dilakukan pengilingan terhadap ubi jalar ungu untuk menghasilkan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan pembuatan bolu kukus.. Tepung ubi jalar ungu memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan umbi ubi jalar ungu utuh. Hal ini menyebabkan struktur bolu kukus menjadi lebih lembut, mudah untuk dicerna dan diserap.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pangan diantaranya adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004).

(48)

Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa bolu kukus yang diteliti memiliki kadar protein tinggi (11,48%). Tingginya kadar protein pada bolu kukus karena bahan lain yang digunakan untuk membuat bolu kukus seperti telur, susu cair, dan tepung terigu termasuk sumber protein yang cukup tinggi. Menurut Fernandes et al. (2005) dalam Septiyani (2012), kadar protein tidak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap indeks glikemik walaupun mempunyai potensi untuk menurun nilai indeks glikemik pangan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiyani (2012), tiwul instan tinggi protein dengan kadar protein 23,45% memiliki nilai indeks glikemik yang masih tergolong tinggi yaitu 71,92

Hasil analisis kadar serat kasar pada bolu kukus yang diteliti yaitu 5,24%. Serat kasar mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam saluran pencernaan. Hal ini memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat pergerakan enzim. Kadar serat kasar bolu kukus yang diteliti tergolong cukup tinggi, hal ini dapat mempengaruhi indeks glikemiknya.

(49)

laut indeks glikemik sebesar 60, sedangkan bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 sebesar 53.

Bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar ungu dan rumput laut dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2013) yaitu sponge cake sukun dalam takaran saji 100gr, bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi

jalar ungu dan rumput laut memiliki nilai indeks glikemik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan sponge cake sukun. Bolu kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar ungu dan rumput laut indeks glikemik sebesar 60, sedangkan sponge cake sukun 59,7.

Bolu kukus yang diteliti ini juga dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Sekar (2013) yang membuat beras warna memiliki nilai indeks glikemik 68,50. Nilai indeks glikemik ini lebih tinggi dibandingkan nilai indeks glikemik dari bolu kukus yang diteliti yaitu 60. Keduanya berada dalam kategori indek glikemik sedang (55-70)

Penelitian yang dilakukan Olva (2016) dengan bubur kacang hijau dan jagung memiliki nilai indeks glikemik sebesar 70. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan bolu kukus yang diteliti, dimana nilai indeks glikemiknya 60. Kedua makanan tersebut termasuk dalam kategori indeks glikemik sedang (55-70).

(50)

dibandingkan makanan dengan nilai indeks glikemik tinggi, namun juga tidak selambat dengan makanan yang memiliki indeks glikemik rendah

5.3 Nilai Ekonomis Bolu Kukus dan Asupan Gizi Bolu Kukus

Sebagai makanan selingan untuk satu buah bolu kukus (25 gram) kandungan menyumbangkan energi total sebesar 71 kkal per buah dengan karbohidrat 12,4 gram, protein 2,9 gram, lemak 1,13 gram dan serat 1,31 gram. Pemenuhan kebutuhan dianjurkan mengkonsumsi makanan selingan pada dua kali sela makan utama. Konsumsi makanan selingan pada umumnya memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian atau sekitar 15% dari kebutuhan gizi harian dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif dan cerdas dengan kadar tidak lebih dari 300- 400 kkal (Hardinsyah, 2012). Berdasarkan pada pemenuhan energi menurut pada AKG (Angka Kecukupan Gizi PERMENKES RI NO. 75 Tahun 2013) maka menurut kelompok usia konsumsi bolu kukus yang dapat dianjurkan per hari yaitu; dewasa (19-29 tahun) untuk pria sebanyak 6 buah dan wanita sebanyak 4 buah.

(51)

diabetes melitus. Hal ini untuk mencegah komplikasi diabetes melitus tipe 1 menjadi diabetes melitus tipe 2

Betakaroten merupakan provitamin A, zat antidiabetes, dan zat antioksidan. Oleh sebab itu, bolu kukus yang diteliti ini baik untuk dikonsumi untuk anak – anak yang rentan terhadap penyakit infeksi.

Kadar serat bolu kukus yang diteliti mempunyai nilai sebesar 5,24%. Satu buah bolu kukus (25 gram) menyumbangkan serat total sebesar 1,31 gram Pola makan umumnya terdiri dari tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Konsumsi makanan selingan pada umumnya memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian atau sekitar 15% dari kebutuhan gizi harian (Hardinsyah, 2012). Berdasarkan pada pemenuhan serat menurut pada AKG (Angka Kecukupan Gizi PERMENKES RI NO. 75 Tahun 2013) maka menurut kelompok dewasa (19-29 tahun) untuk pria yang membutuhkan serat 38 gram per hari maka anjuran untuk mengonsumsi bolu kukus sebagai makanan selingan adalah sebanyak 4 buah dengan total serat 5,3 gram dan wanita yang membutuhkan serat 30 gram per hari maka anjuran untuk mengonsumsi bolu kukus sebagai makanan selingan adalah sebanyak 3 buah dengan total serat yang disumbangkan bolu kukus sebanyak 4 gram. Bolu kukus ini juga cocok dikonsumsi untuk diet bagi orang dengan obesitas, diabetes melitus, dan pencegahan penyakit degeneratif lainnya.

(52)
(53)

6.1 Kesimpulan

1. Kandungan zat gizi yang diunggulkan pada bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar dan rumput laut ini adalah serat kasar sebanyak 5,24 gram dan betakaroten 44,22 ppm.

2. Bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar dan rumput laut ini memiliki indeks glikemik sedang (55-70) yaitu sebesar 59,9

6.2 Saran

1. Bolu kukus yang terbuat dari tepung ubi jalar ungu dan rumput laut ini mengandung betakaroten yang tinggi, sehingga dapat menjadi salah satu alternatif makanan dalam terapi diet penderita diabetes melitus dan dapat menjadi jajanan sehat bagi anak - anak

(54)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Jalar ( Ipomoea Batatas L )

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, menyatakan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara – negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang – orang spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (Setyawan, 2015).

Di wilayah Asia kontributor utama di dominasi oleh negara – negara seperti Cina, Indonesia, Vietnam, India, Jepang, dan Filipina. Negara Cina selama kurun 2008 – 2012 selalu mendominasi kontribusi pasokan ubi jalar bagi wilayah Asia dengan rata – rata produksi per tahunnya mencapai 75.489.600 ton atau menyumbang sekitar 90,82 persen dari rata – rata produksi wilayah Asia, yang diikuti oleh negara Indonesia pada posisi dua dengan rata – rata produksi per

tahun 2.132.322 ton (2,57 persen terhadap rata – rata produksi Asia) (FAOSTAT, 2013)

Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

(55)

4. Panjang batang tipe tegak : 1 m – 2 m, sedangkan tipe merambat : 2 m – 3 m

Menurut Juanda dan Cahyono (2000), berdasarkan warna ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :

1. Ubi jalar putih, yakni jenis ubi jalar yang dagingnya berwarna putih

2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning, kuning muda, atau kekuning – kuningan

3. Ubi jalar orange, yakni ubi jalar dengan warna daging berwarna orange 4. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging yang berwarna

ungu hingga ungu muda

Ada beberapa produk yang dapat diolah dari umbi ubi jalar, yaitu gaplek ubi jalar, tepung ubi jalar, keripiki ubi jalar, french fries ubi jalar, kue ubi jalar ( dodol, cookies, dan cheese stick ), dan manisan kering ubi jalar. Jika produk di atas diolah secara baik, kemungkinan besar banyak masyarakat akan menyukainya karena harganya cukup murah dan rasanya cukup enak (Hasbullah, 2010).

(56)

Umbinya dimakan setelah direbus atau dibakar atau diolah lebih lanjut untuk bahan industri tepung alkohol, sari karotin, bahkan perekat atau sirup. Zat patinya merupakan salah satu bahan dalam pembuatan tekstil atau kertas. Daun bersama batang mudanya digunakan untuk sayuran. Juga dipakai sebagai bahan makanan ternak. Di Indonesia tanaman ubi jalar sangat disenangi oleh petani karena mudah pengelolaannya dan tahan terhadap kekeringan, di samping itu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah (Setyawan, 2015).

2.1.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar

Keistimewaan tanaman ubi jalar yaitu sebagai salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang keempat setelah padi. Ubi jalar dalam hal kandungan gizinya mempunyai keistimewaan terutama pada kandungan betakaroten yang cukup tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya, yaitu mencapai 7100 lU, terutama pada varietas ubi jalar yang warna daging ubinya jingga kemerah – merahan (Setyawan, 2015).

Menurut American Heart Association, ubi jalar adalah salah satu makanan yang kaya akan kalium. Kalium memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga tekanan darah. Selain itu, kalium juga berperan dalam pengendalian otot dan fungsi serat. Rata – rata orang dewasa membutuhkan asupan kalium sebanyak 4.700 miligram setiap harinya, dan satu buah ubi manis ukuran besar mengandung 300 miligram kalium, bahkan lebih (Setyawan, 2015).

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mary Ann Lila dan Mary Grace dari North Carolina State’s Plants for Human Health Institute menemukan

(57)

mengandung karbohidrat, protein, lemak, asam fenolat, vitamin, serat, beta karoten, dan antosianin. Betakaroten dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A yang baik untuk kesehatan mata. Ubi jalar mengandung tiga jenis phytochemical yaitu asam fenolat, karatenoid dan antosianin (hanya dalam ubi ungu) (Waspada Online, 2015).

Menurut Hidayat dan Napitupulu (2015), bagian yang dimanfaatkan dari ubi jalar adalah bagian umbi dan daunnya. Kandungannya adalah Vitamin A, C, E, betakaroten, magnesium, kalium, dan kaya oksidan. Bisa mencegah atau mengurangi risiko diabetes melitus, jantung, kanker usus, sembelit, kanker, radang jantung, dan nyeri sendi arthitis. Konsentrasi betakaroten yang tinggi serta fosfor sangat baik bagi kesehatan mata dan kardiovaskular.

Menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh North Carolina Sweet Potato Commission, dari 58 jenis sayuran yang diteliti, ditemukan fakta bahwa

ubi jalar merupakan makanan yang terbaik di daftar tersebut. Sayuran yang menjadi runner up setelah ubi jalar adalah wortel mentah. Ubi jalar merupakan makanan dengan rasa manis yang bebas lemak dan mengandung 769 % dari nilai harian Vitamin A dan 65 % kebutuhan vitamin C dalam satu porsi ( kurang lebih

satu cup ). Bahkan, makanan super ini juga mengandung 4 gram protein per porsi (Setyawan, 2015 ).

(58)

kandungan dalam ubi jalar ini membuat ubi jalar menjadi sebuah makanan yang mampu melawan infeksi (Setyawan, 2015).

Berat kering umbi adalah 16 – 40 % berat basah. Sebanyak 75 – 90% dari berat kering adalah karbohidrat ( pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin ). Disamping karbohidrat, ubi jalar mengandung protein, lemak, dan mineral dapat dilihat pada Tabel 2.1, sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar

(59)

2.1.2 Ubi Jalar Ungu

Saat ini, pamor ubi jalar ungu atau dalam Bahasa Jawa sering disebut teko ungu tengah naik daun. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan pasar akan produk ini semakin meningkat. Hal ini disebabkan selain karena warnanya yang menarik, rasa yang enak, ubi ungu menjadi makanan sehat yang diincar oleh orang – orang yang sangat memperhatikan kesehatan. Ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin, yakni suatu pigmen yang memiliki manfaat sebagai antioksidan, antibakteri, dan senyawa ini berfungsi untuk mencegah penyakit kanker, jantung, dan stroke. Beberapa zat penting lain yang terkandung di dalam ubi jalar ungu adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B1, zat besi, kalsium, lemak, protein, serat kasar, fosfor, dan riboflavin. Senyawa antosianin yang tinggi pada umbi ini memiliki tingkatan kestabilan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan umbi atau bahkan sumber makanan lain (Setyawan, 2015 ).

Ubi ungu diketahui memiliki kandungan betakaroten dalam jumlah yang cukup banyak. Keistimewaan dari ubi jalar ungu inilah selama proses pengolahan dengan cara direbus hingga matang, kadar betakaroten yang rusak hanya sekitar 10 % dari total keseluruhan. Apabila dimasak dengan cara digoreng atau

(60)

dipanggang, kadar betakaroten yang terkandung dalam ubi ungu hanya rusak sekitar 20%. Kerusakan paling banyak, yakni dengan jumlah 50% didapatkan ketika dilakukan penjemuran hingga kering (Setyawan, 2015).

2.1.3 Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu

Di Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan dan sedikit untuk bahan baku industri pangan. Umur simpan ubi jalar yang terbatas jugga menjadi kendala dalam pengolahannya. Namun saat ini telah ada upaya untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung untuk lebih memperpanjang umur simpannya. Penggunaan tepung ubi jalar dan produk olahannya masih terbatas pada penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan menjadi bermacam – macam produk pangan seperti roti, mie, biskuit, dan lain – lain. Tepung ubi jalar berpotensi sebagai pengganti tepung terigu terutama karena bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat mengurangi penggunaan gula dalam pengolahannya (Aini, 2004).

Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain : 1) lebih luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, 2) lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, 3) memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan serta meningkatkan mutu produk (Herlyanto&Winarto, 1999).

(61)

dengan suhu maksimum 60°C selama 18 jam kemudian digiling. Tepung bisa dimasukkan kantung plastik atau toples kaleng tertutup rapat yang tahan disimpan dalam waktu enam bulan. Untuk menghasilkan tepung berkualitas baik, sawut atau irisan umbi sebelum dijemut atau dikeringkan direndam terlebih dahulu dalam larutan natrium meta bisulfit (Heriyanto et al, 2001).

Garis besar proses pengolahan tepung ubi jalar dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Proses Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu

Bagi pembuatan kue – kue kering ( cookies ), tepung ubi jalar juga dapat digunakan sebagai bahan baku. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan kue bisa mencapai 100 persen. Pada pembuatan cake dan cookies, penggunaan ubi jalar bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 persen.

Ubi jalar ungu segar

Dibersihkan atau dikupas

Pengecilan ukuran

Dikeringkan dengan suhu 50°C selama 5 jam dengan menggunakan oven

Penggilingan dan pengayakan selama 45 menit

(62)

2.2 Rumput Laut ( Glacilaria sp. )

Rumput laut atau seaweeds yang dalam dunia ilmu pengetahuan dikenal dengan istilah alga atau ganggang merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang, dan daun. Tanaman ini hidup secara fitobentos (menancap dan melekat di dasar laut dan karang) dan banyak tumbuh di sepanjang pantai dari daerah pasang surut sampai sedalam tembusan sinar matahari. Bahkan, di perairan jernih daerah tropis atau subtropis, rumput laut dapat tumbuh di kedalaman sampai 400 meter (Astawan, 2004).

Rumput laut mempunyai bentuk seperti krokot. Namun tumbuhan ini tumbuh di dalam air laut. Bila mendapat tempat untuk merambat, rumput laut akan berkembang secara cepat. Rumput laut telah berkembang menjadi tanaman industri. Tanaman ini banyak dikembangkan di seluruh Indonesia. Penanaman rumput laut menggunakan tali sebagai tempat mengikat dan merambat rumput laut (Soeryoko, 2013).

Rumput laut sudah dikenal oleh masyarakat Cina sekitar tahun 2700 SM sebagai bahan sayuran dan obat – obatan. Tahun 65 SM bangsa Romawi telah

(63)

menggunakan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik. Teknologi pemanfaatan rumput laut terus berkembang seiring dengan kemajuan bidang teknologi pangan. Spanyol, Prancis, dan Inggris menggunakan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan gelas, sedangkan Irlandia, Norwegia, dan Skotlandia mengolahnya menjadi puput tanaman (Astawan, 2004).

Rumput laut memiliki kemampuan menghasilkan senyawa fungsional, terutama polisakarida yaitu agar – agar, karaginan, dan alginat. Berdasarkan kemampuan tersebut, rumput laut dikelompokkan menjadi 3, yaitu agarofit sebagai penghasil agar – agar, karaginofit sebagai penghasil karaginan, dan alginofit sebagai penghasil alginat. Agarofit dan karaginofit dikenal pula sebagai rumput laut merah ( Rhodophyceae ), sedangkan alginofit dikenal sebagai rumput laut cokelat ( Phaeophyceae). Jenis agarofit potensial di antaranya adalah Gacilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiella spp. Jenis karaginofit potensial

diantaranya dari marga Eucheuma. Sementara itu, alginofit potensial di antaranya Sargassum spp dan Turbinaria spp (Wibowo,dkk. 2014).

(64)

Dalam industri makanan, rumput laut lebih banyak digunakan untuk memperbaiki tekstur karena sifatnya sebagai stabilizer, emulsifier, thickening, filling untuk pie, pembuatan jelly, dan campuran pengalengan daging&ikan (Rachmat,1999). Dalam penelitian Wibowo (2013), rumput laut dimanfaatkan dalam pembuatan serbuk minuman instan. Sedangkan dalam Hasan (2014), rumput laut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue semprong.

2.2.1 Kandungan Gizi Rumput Laut

Komposisi gizi rumput laut sangat bervariasi bergantung pada spesies, tempat tumbuh, dan musim. Kandungan utama rumput laut segar adalah air yang mencapai 80 – 90 %, sedangkan kadar protein dan lemak sangat kecil. Walaupun kadar lemak pada rumput laut sangat rendah, tetapi susunan asam lemaknya sangat penting bagi kesehatan. Lemak rumput laut mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 dalam jumlah yang cukup tinggi. Kedua asam lemak ini merupakan asam lemak yang penting bagi tubuh terutama sebagai pembentuk membran jaringan otak, syaraf, retina mata, plasma darah, dan organ reproduksi. Dalam 100 gram rumput laut kering mengandung asam lemak omega-3 antara 128 – 1.629 mg dan asam lemak omega-6 berkisar antara 188 – 1.704 mg

(Astawan, 2004).

(65)

Sumber gizi rumput laut mengandung karbohidrat ( gula atau vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa

natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa kabohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemilulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori (Suwandi,dkk. 2002).

Komposisi zat gizi rumput laut dapat dilihat pada tabel 2.2: Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Rumput Laut

Sumber : Santoso,dkk.(2006)

Rumput laut mengandung berbagai jenis mineral makro dan mikro dalam perbandingan yang baik untuk nutrisi. Winarno (1990) menyatakan bahwa kandungan gizi terpenting dari rumput laut terletak pada traceelement. Sumbangan gizi yang cukup bermakna dari rumput laut, terutama jenis merah dan cokelat adalah kandungan mineral ( traceelement ), seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan yodium.

(66)

mengandung kabohidrat kompleks. Karbohidrat jenis ini membutuhkan waktu yang lambat untuk diserap ke dalam sistem tubuh. Proses penyerapan karbohidrat yang lambat ini dapat menghindari terjadinya peningkatan drastis pada kadar gula

darah, sehingga kadar gula darah di dalam tubuh relatif terjaga dan stabil (Sitiatava Rizema, 2013).

Komponen serat pada rumput laut memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan, seperti : membantu memperlancar pencernaan, menghambat pertumbuhan sel kanker, membantu menurunkan kadar kolesterol, dan membantu memperlambat proses penuaan pada kulit

2.2.2 Pengelompokkan Rumput Laut

Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan ke dalam empat kelas, yaitu :

1) Rhodophyceae ( ganggang merah ) 2) Phaeophyceae ( ganggang cokelat ) 3) Chlorophyceae ( ganggang hijau )

4) Cyanophyceae ( ganggang biru ) (Anggadiredja dkk, 2006 ) 2.2.3 Proses Pengolahan Tepung Rumput Laut

Pengolahan rumput laut menjadi tepung akan membuat produk ini menjadi tahan lama dan penganekaragaman dalam pengolahan makanannya. Menurut Afriwanti (2008), proses pengolahan tepung rumput laut adalah :

1. Penyortiran

(67)

2. Pencucian

Dilakukan pencucian rumput laut dalam wadah berisi air, kemudian kembali dicuci dengan air mengalir sampai bersih, pencucian ini berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada rumput laut

3. Perendaman

Rumput laut yang sudah disortir kemudian direndam dengan air beras untuk menghilangkan bau karang selama satu hari

4. Pengecilan ukuran

Pengecilan ukuran dengan menggunakan alat grinder atau blender Pengecilan ukuran rumput laut bertujuan untuk mempermudah dalam pengeringan

5. Pengeringan

(68)

Rumput laut kering diggiling atau dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi bubuk halus

7. Pengayakan

Pengayakan merupakan tahap untuk memisahkan butiran kasar dan butiran halus. Untuk mendapatkan tepung halus menggunakan ayakan ukuran 60 mesh

2.3 Bolu Kukus

Pada umumnya bolu adalah kue berbahan dasar tepung biasanya menggunakan tepung terigu, gula dan telur. Kue bolu umumnya dimatangkan dengan 2 cara dipanggang di dalam oven dan dikukus. Faktor keberhasilan dalam pembuatan bolu kukus adalah dalam cara mengocok adonan dan mengukus adonan, misalnya mengocoknya terlalu lama atau terlalu sebentar ataupun pengukusannya tidak sempurna bisa membuat bolu kukus tidak jadi (bantat).

Bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2 jenis. Pertama jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah tepung, telur, dan susu. Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan bolu kukus empuk yaitu gula dan air soda

a. Telur

Gambar

Gambar 3.1 Proses Alur Penelitian Eksperimen
Tabel 3.1    Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Kue Kukus
Gambar 3.2 Alur Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu
Gambar 3.3 Alur Pembuatan Tepung Rumput Laut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran indeks glikemik nasi ubi jalar orange dengan menggunakan pangan acuan berupa roti tawar menunjukkan

Pada uji jumlah total mikrobia menunjukkan hasil bahwa substitusi tepung ubi ungu tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah total mikrobia bolu kukus dengan nilai p=

Tujuan: Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh substitusi tepung ubi ungu dan lama penyimpanan terhadap kadar air dan jumlah total mikrobia bolu

Hasil : Hasil penelitian pengaruh lama penyimpanan menunjukkan bolu kukus dengan jenis substitusi tepung ubi ungu memiliki jumlah total mikroorganisme tertinggi

Kue nastar substitusi tepung ubi jalar kuning dengan isian selai rumput laut memiliki kualitas sensori yang disukai oleh panelis. Kue nastar memiliki warna,

Bolu gulung dari tepung ubi jalar pada perlakuan A3 (tepung ubi jalar 50% dan tepung terigu 50%) yaitu bolu gulung dengan perlakuan terbaik yang disukai oleh panelis dari hasil

Data dari hasil pengukuran glukosa darah pada subyek terhadap pangan acuan (roti tawar) dan pangan uji (bolu tepung talas) ditebarkan dalam sumbu X (waktu) dan sumbu Y

Manfaaat penelitian ini adalah Menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan masyarakat tentang pembuatan bolu kukus dengan tepung ubi jalar orange sehingga dapat menambah daya guna ubi