• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sosialisasi Emosi Dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah Pada Keluarga Perdesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sosialisasi Emosi Dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah Pada Keluarga Perdesaan"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SOSIALISASI EMOSI DAN KECERDASAN

EMOSI TERHADAP PERILAKU AGRESI ANAK USIA

SEKOLAH PADA KELUARGA PERDESAAN

MEILIA RACHMAWATI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Sosialisasi Emosi dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Perdesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

MEILIA RACHMAWATI. Pengaruh Sosialisasi Emosi dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Perdesaan. Dibimbing oleh ALFIASARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosialisasi emosi dan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi anak usia sekolah. Lokasi penelitian terletak di Desa Ciasmara dan Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Contoh penelitian ini adalah keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah. Sebanyak 100 anak dipilih dengan menggunakan teknik acak proporsional, pada dua sekolah terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi emosi berhubungan positif dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi memiliki hubungan negatif signifikan dengan perilaku agresi. Hasil lain menunjukkan bahwa dimensi penerimaan pada sosialisasi emosi, dimensi kesadaran diri dan pengaturan diri pada kecerdasan emosi berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku agresi anak usia sekolah pada keluarga perdesaan.

Kata kunci: Anak usia sekolah, kecerdasan emosi, keluarga perdesaan, perilaku agresi, sosialisasi emosi

ABSTRACT

MEILIA RACHMAWATI. The Influence of Emotional Socialization and Emotional Intelligence on Aggression Behavior among School-Aged Children of Rural Family. Supervised by ALFIASARI

The aim of this research was to analyze the effect of emotional socialization and emotional intelligence on aggression of school-age children. This research was conducted at Ciasmara and Ciasihan Village, Pamijahan Sub District, Bogor Regency. Design of this research was cross sectional study. The samples of this research were intact family who had school-aged children. Hundreds students were selected by proportional random sampling in the two selected school. Result showed that there were significant positive correlation between emotional socialization and emotional intelligence. Emotional intelligence was significant negatively correlated with aggression behavior. Other result found that acceptance dimension of emotional socialization, awareness and self-regulation of emotional intelligence had significant influences on aggression behavior among school-aged children of rural family.

(6)

iv

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PENGARUH SOSIALISASI EMOSI DAN KECERDASAN

EMOSI TERHADAP PERILAKU AGRESI ANAK USIA

SEKOLAH PADA KELUARGA PERDESAAN

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Sosialisasi Emosi dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Perdesaan Nama : Meilia Rachmawati

NIM : I24110049

Disetujui oleh

Alfiasari, S.P., M.Si Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sosialisasi Emosi dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Perdesaan”. Penulis mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini dengan baik khususnya kepada:

1. Alfiasari, S.P., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing, membantu, serta memberikan kritik dan saran selama proses penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sejak semester awal hingga akhir masa kuliah.

3. Nur Islamiyah, S.Psi, M.Psi selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan kritik atas makalah dan seminar yang telah dilaksanakan.

4. Dr. Ir. Diah K. Pranadji, M.S. dan Dr. Megawati Simanjuntak, S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran bagi penulis untuk menyempurnakan skripsi.

5. Pihak Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan yang telah bekerjasama dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Yusuf Gunawan dan Ibu Hj. Eti Suherti serta adik penulis Rachmat Tri Satria atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.

7. Dwi Kurniati Putri, Erni Widyaningsih, Iva Ayu Farihatun Nisa, M.S Ramdhan atas kebersamaan dan dukungan selama kuliah hingga penyelesaian skripsi, teman-teman satu bimbingan skripsi (Adelia Ratih Indrawati, Melinda Yani Juanianti, Nayla Humaeda, Risa Umasyah) dan teman-teman penelitian HIKOM atas kritik, saran dan kerja samanya, serta seluruh teman-teman IKK angkatan 48 yang telah memberikan dukungan.

Demikian ucapan terima kasih yang dapat disampaikan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 5

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 5

Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11

Karakteristik Anak 11

Karakteristik Keluarga 12

Sosialisasi Emosi 14

Kecerdasan Emosi 15

Perilaku Agresi 16

Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Sosialisasi Emosi, Kecerdasan Emosi, dan Perilaku Agresi 17

Hubungan Sosialisasi Emosi dengan Kecerdasan Emosi 19

Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Agresi 19

Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Sosialisasi Emosi, dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi 20

Pembahasan 22

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

(12)

x

DAFTAR TABEL

1 Pengolahan data pada variabel sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan

perilaku agresi 7

2 Sebaran anak berdasarkan usia dan jenis kelamin 11 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga dan jenis kelamin anak

(%) 12

4 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (%) 13 5 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan orang tua (%) 13 6 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita (%) 13 7 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi indeks

sosialisasi emosi dan dimensinya 14

8 Sebaran kategori sosialisasi emosi ibu berdasarkan jenis kelamin anak

(%) 15

9 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi indeks

kecerdasan emosi dan dimensinya 16

10 Sebaran anak berdasarkan kategori kecerdasan emosi (%) 16 11 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi indeks

perilaku agresi dan dimensinya 17

12 Sebaran anak berdasarkan kategori perilaku agresi (%) 17 13 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga

dengan sosialisasi emosi dan kecerdasan emosi 18

14 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga

dengan perilaku agresi 18

15 Koefisien korelasi antara sosialisasi emosi dengan kecerdasan emosi 19 16 Koefisien korelasi antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi 20 17 Hasil analisis regresi linier berganda pada karakteristik anak,

karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi terhadap

perilaku agresi 21

18 Hasil analisis regresi linier berganda pada karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi 22

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Kerangka penarikan contoh 5

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keluarga yang tinggal di perdesaan rata-rata memiliki pendapatan yang rendah dan hal ini memengaruhi kemampuan orang tua di dalam melakukan pengasuhan pada anaknya (Swenson 2008). Anak yang berada pada keluarga yang memiliki pendapatan rendah memiliki kerentanan dan resiko pada perkembangannya. Menurut Eamon (2001), anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami masalah perkembangan sosial emosi. Anak yang tidak memiliki emosi yang baik sulit beradaptasi dan dapat membuat berperilaku antisosial salah satunya agresi (Goleman 1995). Agresi akan merusak kehidupan sosial karena individu yang agresif tidak dapat menguraikan situasi sehingga melakukan kekerasan atau terisolasi (Calvete dan Orue 2010). Hasil penelitian Liau et al. (2003) menunjukkan kecerdasan emosi berkorelasi negatif dengan agresi dan kenakalan anak-anak, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah agresi dan kenakalan yang dilakukan anak begitupun sebaliknya. Palmer et al. (2002) dalam Masum dan Khan (2014) menemukan bahwa kecerdasan emosi yang lebih tinggi merupakan prediksi bagi kepuasan hidup dan mengurangi agresi.

Emosi adalah respon yang diberikan individu atas suatu stimulus dari dalam dirinya dan dari luar dirinya (Scherer 2005). Emosi yang ada pada diri anak dapat mendorong untuk berperilaku baik atau buruk. Anak yang dapat memahami emosi yang dirasakannya dapat mencegah untuk berperilaku agresif terhadap teman ataupun orang lain di dalam lingkungannya, mudah beradaptasi dan akan merasa nyaman, baik ketika sekolah maupun terhadap kehidupan sosialnya (Hughes et al. 1998 dalam Ulutas dan Omeglu 2008). Perkembangan emosi pada anak usia sekolah sudah mencapai kesadaran akan terjadinya dua jenis emosi secara bersamaan, kesadaran akan emosi yang dapat terjadi secara simultan, dan kesadaran bahwa suatu kejadian akan menimbulkan perasaan tertentu (Keenan dan Evans 2009).

Emosi merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dari manusia. Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosi menyumbang 80 persen bagi keberhasilan hidup di masa dewasa karena itulah perkembangan emosi menjadi salah satu elemen yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Kecerdasan emosi seseorang akan menentukan kemampuan seseorang dalam beradaptasi. Kecerdasan emosi merupakan kecerdasan yang terdiri dari penilaian emosi diri, penilaian terhadap emosi orang lain, penggunaan emosi dan pengaturan emosi. Kecerdasan emosi merupakan sumber daya yang penting untuk belajar, sukses, bersikap, berkemampuan akademik baik, dan berkesejahteraan psikologis (Wong, Wong, dan Chau 2001).

(14)

2

Saat ini, salah satu yang menjadi perhatian adalah cara orang tua dapat melakukan sosialisasi emosi pada anak. Sosialisasi emosi pada anak dan perilaku emosi yang berkaitan dengan orang tua diantaranya reaksi orang tua terhadap emosi anak-anak, diskusi antara orang tua dengan anak mengenai emosi, dan ekspresi orang tua terhadap emosi anak (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998). Sosialisai penting dilakukan karena seseorang berkembang bukan hanya dari faktor bawaan (gen) tetapi juga faktor lingkungan sehingga penting adanya suatu sosialisasi agar faktor bawaan yang ada pada diri seseorang dapat secara optimal berkembang. Ekspresi sedih, takut, marah adalah emosi dasar seseorang yang diidentikan dengan emosi negatif seseorang sehingga membutuhkan sosialisasi emosi yang tepat agar dapat mengidentifikasi diri, memahami emosi orang lain dan mengontrol perilaku (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998).

Orang tua merupakan model yang dapat melakukan sosialisasi dengan melatih emosi anak sehingga anak akan memiliki hubungan pertemanan yang lebih baik, memiliki masalah yang lebih sedikit dan cenderung lebih sedikit melakukan kekerasan (Gottman dan DeClaire 1997). Berdasarkan uraian mengenai keadaan keluarga di perdesaan, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi serta perilaku agresi pada anak usia sekolah penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara sosialisasi emosi yang dilakukan orang tua, kecerdasan emosi anak terhadap perilaku agresi yang mungkin dilakukan oleh anak usia sekolah pada keluarga di perdesaan.

Perumusan Masalah

Masalah finansial erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan akan berdampak pada keluarga, salah satunya terhadap sosialisasi yang dilakukan orang tua terhadap anak. Orang tua yang hidup dalam kemiskinan akan menerapkan pengasuhan yang negatif, seperti mudah marah, kasar, sewenang-wenang, penerapan disiplin yang tidak konsisten, dan lainnya (Papalia, Olds, dan Fieldman 2009). Perilaku tersebut akan berdampak pada perkembangan emosi anak. Perkembangan emosi yang kurang, yang sering kali ditunjukkan dengan emosi negatif anak, dapat membuat anak sulit beradaptasi dan berperilaku yang akan merugikan dirinya dan merugikan orang lain. Perkembangan emosi seorang anak perlu mendapatkan dukungan dari orang tua sejak dini karena apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan dalam membangun emosi akan mengarahkan anak untuk berperilaku agresi, cenderung antisosial dan cenderung menyebabkan anak berorientasi memberikan sanksi (sanction-oriented) terhadap pelanggaran yang dilakukan orang lain (Sodikin, Yulistiani, dan Asiandi 2005).

Saat ini, perilaku agresi sudah sampai pada kekerasan dan kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh remaja tetapi juga oleh anak usia sekolah.

Catatan Komnas Perlindungan Anak, tahun 2013 terdapat 3 339 kasus

pelanggaran hak anak, sebanyak 16 persen kasus merupakan kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak dan pada semester awal tahun (Januari-Juni 2013), sebanyak 1 626 kasus pelecehan anak, dengan 26 persen kasus kekerasan

dilakukan anak-anak dan meningkat 10 persen dibandingkan dengan tahun lalu1.

Perilaku agresi yang dilakukan anak dapat melekat dan akan dilakukan kembali ketika remaja. Hasil penelitian terbaru oleh Departemen Pelayanan Keluarga dan Masyarakat New South Wales, Australia menunjukkan hasil yang

1

(15)

sama dengan temuan sebelumnya bahwa sekitar 67 persen dari anak-anak berusia dua tahun yang berada pada resiko gangguan perilaku akan melakukan perilaku yang tidak teratur pada usia lima dan enam tahun; dan hampir sepertiga dari anak berusia lima tahun yang agresif akan tetap agresif di usia 14. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran melakukan sosialisasi emosi dan memfasilitasi bagi perkembangan emosi anak. Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi dan perilaku agresi anak laki-laki dan perempuan pada keluarga perdesaan?

2. Bagaimana hubungan antarvariabel penelitian yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi anak usia sekolah pada keluarga perdesaan ?

3. Seberapa besar pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi dan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi anak usia sekolah pada keluarga perdesaan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membandingkan karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi dan perilaku agresi anak laki-laki dan perempuan pada keluarga di perdesaan.

2. Menganalisis hubungan antarvariabel penelitian yaitu yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi anak usia sekolah pada keluarga perdesaan.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi dan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi anak usia sekolah pada usia sekolah pada keluarga di perdesaan.

Manfaat Penelitian

(16)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Sosialisasi emosi menjadi bagian penting agar anak dapat menyalurkan emosinya dengan tepat dan mencegah perilaku negatif yang dilakukan anak. Dalam penelitian ini, sosialisasi emosi dibangun dari konsep Sims (2005) yang membagi sosialisasi emosi ke dalam tiga dimensi yaitu kesadaran, penerimaan dan pelatihan. Sosialisasi emosi dipengaruhi oleh karakteristik anak seperti usia dan jenis kelamin, selain itu, karakteristik keluarga, budaya, dan konteks situasi (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998). Karakteristik keluarga dapat berupa kesejahteraan keluarga, suku keluarga, besar keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, usia orang tua, dan pekerjaan orang tua (Hurlock 1980). Sosialisasi emosi anak akan memengaruhi kecerdasan emosi anak, yaitu pengalaman emosi, ekspresi emosi dan emosi yang orang lain rasakan (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998). Sosialisasi yang kurang dilakukan orang tua diduga akan berpengaruh pada penyesuaian diri anak serta kompetensi sosial anak, yang mana orang tua yang memberikan respon negatif kepada ekspresi emosi anak akan berdampak pada masalah perilaku salah satunya agresi yang dilakukan anak (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998). Goleman (1995) menyebutkan bahwa kecerdasan emosi seseorang dapat dibangun dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi dan keterampilan sosial. Selanjutnya, penelitian ini menduga kecerdasan emosi berpengaruh terhadap perilaku agresi yang dilakukan anak. Anak yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan memengaruhi penurunan perilaku agresi. Perilaku agresi memiliki empat dimensi yang terdiri dari agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan (Buss dan Perry 1992).

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 1.

(17)

METODE

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain cross sectional study. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung Hibah Kompetensi dengan judul Model Pendidikan Karakter pada Keluarga Perdesaan melalui Family and School Partnership yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan beranggotakan Alfiasari, S.P., M.Si. Pemilihan lokasi dipilih secara purposive. Penyusunan proposal penelitian dimulai pada bulan Desember hingga Maret 2014, pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2015, sedangkan pengolahan data hingga penyusunan laporan dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus 2015.

Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah yang tinggal di Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Kerangka contoh berjumlah 357 keluarga yang anaknya bersekolah di SDN X dan SDN Y yang berada di kelas 4 dan 5. Sebanyak 100 siswa dipilih yang ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (1996).

Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah teknik acak proporsional (proportional random sampling). Teknik acak proporsional ditentukan berdasarkan jumlah anak di masing-masing sekolah dan didasarkan pada jumlah kerangka contoh berdasarkan jenis kelamin. Kerangka contoh diacak secara proporsional sehingga terpilih 40 siswa dari SDN X dengan proporsi laki-laki 21 anak dan perempuan 19 anak. Sebanyak 60 siswa diacak dari SDN Y dengan proporsi laki-laki sebanyak 34 anak dan perempuan sebanyak 26 anak. Kerangka penarikan contoh ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka penarikan contoh

n = 100 anak

Proportional random sampling

Sekolah Dasar di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor

SDN X (142 anak) L: 74 P: 68

purposive

purposive

SDN Y (215 anak) L: 121 P: 94

(18)

6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi yang diperoleh melalui wawancara kuesioner kepada ibu dan anak. Sosialisasi emosi diukur dengan menggunakan alat ukur yang diacu dari Sims (2005) dan telah dimodifikasi dari 33 pernyataan menjadi 26 pernyataan. Dimensi yang diukur diantaranya kesadaran emosi yang terdiri dari 9 pernyataan, penerimaan yang terdiri dari 13 pernyataan yang kemudian dimodifikasi menjadi 10 pernyataan dan pelatihan yang terdiri dari 11 pertanyaan yang dimodifikasi menjadi 7 pernyataan. Penyataan tersebut mengandung tiga emosi dasar yaitu sedih, marah, dan takut yang ditanyakan pada masing-masing pernyataan.

Kecerdasan emosi diukur dengan instrumen yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan emosional Goleman (1995) yang terbagi pada lima dimensi yaitu kesadaran diri (9 pernyataan), pengaturan diri (6 pernyataan), motivasi (6 pernyataan), empati (4 pernyataan), dan keterampilan sosial (5 pernyataan) sehingga total 30 pernyataan.

Perilaku agresi diukur dengan memodifikasi instrumen Buss dan Perry (1992) yang terdiri dari empat jenis perilaku agresi yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan. Pernyataan mengenai agresi fisik berjumlah 9 pernyataan yang dimodifikasi menjadi 7 pernyataan, agresi verbal berjumlah 5 pernyataan, kemarahan berjumlah 7 pernyataan dan permusuhan berjumlah 8 pernyataan sehingga total 27 butir pernyataan.

Seluruh pernyataan pada instrumen sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi dijawab dengan menggunakan skala jawaban Likert yang terdiri dari Selalu (SL) yang diberi skor 4, Sering (SR) yang diberi skor 3, Jarang (JR) yang diberi skor 2 dan Hampir Tidak Pernah (HTP) yang diberi skor 1.

Pengolahan dan Analisis Data

Instrumen yang telah selesai disusun kemudian dibuat buku kodenya untuk proses pengolahan data. Data yang diperoleh kemudian diolah melalui proses editing, coding, scoring, entering, cleaning dan analyzing. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensial dengan menggunakan program SPSS dan Microsoft Excel. Hasil uji reliabilitas pada instrumen setiap variabel sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi menunjukkan instrumen dapat diandalkan untuk digunakan dengan nilai Cronbach’s alpha 0.965 pada instrumen sosialisasi, sebesar 0.775 pada instrumen kecerdasan emosi dan sebesar 0.834 pada instrumen perilaku agresi. Hasil uji validitas juga menunjukkan seluruh instrumen valid untuk digunakan.

(19)

Tabel 1 Pengolahan data pada variabel sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi

Variabel Subvariabel Keterangan pengolahan data

Sosialisasi

Hasil scoring data dijumlahkan pada

masing-masing subvariabel sehingga diperoleh skor total yang kemudian ditransformasikan ke dalam indeks melalui rumus:

Kemudian, indeks dikategorikan dengan cut-off

point*) **):

Rendah : 0-<60 Sedang : 60-<80 Tinggi : >80-100

*) Semakin tinggi indeks menunjukkan semakin baiknya sosialisasi emosi yang dilakukan orang tua dan semakin baik kecerdasan emosi yang dimiliki anak. **) Semakin tinggi skor indeks yang diperoleh

maka semakin tinggi perilaku agresi yang dilakukan anak.

Analisis data yang digunakan pada setiap variabel telah disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu:

1. Analisis statistika deskriptif seperti jumlah, persentase, nilai rataan, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi.

2. Uji korelasi Pearson dengan menggunakan SPSS digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel-variabel yang diteliti yaitu variabel karakteristik anak dengan sosialisasi emosi, kecerdasan emosi dan perilaku agresi; karakteristik keluarga dengan sosialisasi emosi, kecerdasan emosi dan perilaku agresi; variabel sosialisasi emosi dengan kecerdasan emosi; dan variabel sosialisasi emosi, dan kecerdasan emosi dengan perilaku agresi. Variabel sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi yang diuji dengan jenis kelamin dilakukan Uji Beda Independet Sample T-Test.

(20)

8

a. Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β10X11 + β10X12 + β10X13 + β10X14 + β10X15+ β10X16 + e

Keterangan :

Y = Perilaku agresi (indeks) X1 = Usia anak (tahun)

X2 = Jenis kelamin (dummy 0= perempuan; 1= laki-laki) X3 = Usia ibu (tahun)

X4 = Usia ayah (tahun)

X5 = Lama pendidikan ibu (tahun) X6 = Lama pendidikan ayah (tahun) X7 = Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) X8 = Besar keluarga (orang)

X9 = Dimensi kesadaran (indeks) X10 = Dimensi penerimaan (indeks) X11 = Dimensi pelatihan (indeks) X12 = Dimensi kesadaran diri (indeks) X13 = Dimensi pengaturan diri (indeks) X14 = Dimensi motivasi (indeks) X15 = Dimensi empati (indeks)

X16 = Dimensi keterampilan sosial (indeks) β = Koefisien regresi

α = Konstanta e = Galat

b. Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β10X11 + β10X12 + β10X13 + e

Keterangan :

Y = Perilaku agresi (indeks) X1 = Usia anak (tahun)

X2 = Jenis kelamin (dummy 0= perempuan; 1= laki-laki) X3 = Usia ibu (tahun)

X4 = Usia ayah (tahun)

X5 = Lama pendidikan ibu (tahun) X6 = Lama pendidikan ayah (tahun) X7 = Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) X8 = Besar keluarga (orang)

X9 = Dimensi kesadaran diri (indeks) X10 = Dimensi pengaturan diri (indeks) X11 = Dimensi motivasi (indeks) X12 = Dimensi empati (indeks)

X13 = Dimensi keterampilan sosial (indeks) β = Koefisien regresi

(21)

c. Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 + β10X10 + β10X11 + e

Keterangan :

Y = Kecerdasan emosi (indeks) X1 = Usia anak (tahun)

X2 = Jenis kelamin (dummy 0= perempuan; 1= laki-laki) X3 = Usia ibu (tahun)

X4 = Usia ayah (tahun)

X5 = Lama pendidikan ibu (tahun) X6 = Lama pendidikan ayah (tahun) X7 = Pendapatan per kapita (rupiah/bulan) X8 = Besar keluarga (orang)

X9 = Dimensi kesadaran (indeks) X10 = Dimensi penerimaan (indeks) X11 = Dimensi pelatihan (indeks) β = Koefisien regresi

α = Konstanta e = Galat

Definisi Operasional

Contoh adalah keluarga lengkap yang memiliki anak usia sekolah yang bersekolah di SDN terpilih.

Responden adalah ibu dan anak dari keluarga contoh.

Karakteristik anak adalah identitas dan ciri khas yang dimiliki oleh anak yang terdiri atas usia dan jenis kelamin.

Usia anak adalah usia lengkap anak dari tahun kelahirannya sampai pada saat pengambilan data penelitian (Mei 2015).

Jenis kelamin adalah pengelompokan identitas yang terbagi menjadi laki-laki dan perempuan.

Karakteristik keluarga adalah identitas dan ciri khas yang dimiliki oleh keluarga yang terdiri atas usia ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga.

Usia ayah dan ibu adalah usia ayah dan ibu anak saat pengambilan data.

Pendidikan ibu adalah lama pendidikan yang ditempuh oleh ibu.

Pendidikan ayah adalah lama pendidikan yang ditempuh oleh ibu.

Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan yang dilakukan ibu untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga.

Pekerjaan ayah adalah jenis pekerjaan yang dilakukan ayah untuk memperoleh pendapatan bagi keluarga

Pendapatan keluarga adalah adalah penghasilan per bulan yang diperoleh ayah dan ibu serta anggota keluarga lain dalam keluarga yang dinilai dengan rupiah.

(22)

10

Sosialisasi emosi adalah proses menurunkan nilai-nilai orang tua kepada anak yang menekankan pada bagaimana orang tua dapat menyadari, menerima dan mampu melatih emosi negatif anak (sedih, marah, dan takut).

Kesadaran adalah kemampuan orang tua untuk mengenali ekspresi emosi sedih, marah dan takut anak.

Penerimaan adalah kemampuan orang tua untuk menerima ekspresi emosi sedih, marah dan takut yang ditunjukkan oleh anak.

Pelatihan adalah kemampuan orang tua untuk menunjukkan perhatian dan melatih anak sehingga dapat mengekspresikan emosi sedih, marah dan takut secara baik.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan anak untuk mengelola emosi dalam dirinya melalui kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial yang dimiliki.

Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan-perasaan yang dimiliki oleh diri sendiri.

Pengaturan emosi adalah kemampuan untuk mengatur dan menangani perasaan-perasaan yang dimiliki.

Motivasi adalah dorongan yang terjadi dari dalam diri untuk melakukan suatu tindakan.

Empati adalah memahami perasaan orang lain atas apa yang terjadi pada perilaku orang lain.

Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk membina hubungan dengan lingkungan.

Perilaku agresi adalah bagian dari perilaku antisosial pada anak dengan melakukan suatu tindakan terhadap orang lain diantaranya agresi fisik, agresi verbal, marah, permusuhan.

Agresi fisik adalah penyerangan yang dilakukan kepada orang lain yang melibatkan fisik.

Agresi verbal adalah penyerangan yang dilakukan kepada orang lain dengan menggunakan kata-kata.

Kemarahan adalah ekspresi emosi yang menunjukkan ketidaksenangan terhadap sesuatu.

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Ciasmara merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, dengan luas 626 ha, di atas permukaan laut 700-900 m, dan tinggi curah hujan 120 m3, yang terbagi dalam 3 Dusun, 11 Rukun Warga dan 30 Rukun Tetangga. Jumlah Penduduk Desa Ciasmara sampai dengan Bulan November 2011 adalah sebanyak 7 691 Jiwa dan seluruhnya beragama Islam. Desa Ciasmara memiliki pertanian yang luas. Hal tersebut terlihat dari mayoritas penduduk yang bekerja pada sektor pertanian seperti petani pemilik dan buruh tani. Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciasmara sebagian besar tamat SD/ sederajat. Desa Ciasmara memiliki satu Sekolah Dasar Negeri yaitu SDN Ciasmara 1 yang terletak di depan kantor desa. SDN Ciasmara 1 merupakan sekolah dengan jumlah murid terbanyak dibandingkan dengan sekolah dasar lain di desa yang berbatasan dengan Desa Ciasmara. Batas wilayah utara Desa Ciasmara yaitu Desa Ciasihan. Desa Ciasihan merupakan desa pemekaran pada tahun 1998. Desa Ciasihan mempunyai luas wilayah 665 274 ha terbagi atas 3 dusun dan terdiri dari 9 RW dan 52 Rukun Tetangga, dengan jumlah penduduk 10 536 jiwa. Sebagian besar penduduk Desa Ciasihan bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat pendidikan penduduk Desa Ciasihan yaitu tamat SMP/Sederajat. Fasilitas sekolah dasar di Desa Ciasihan sebanyak 8 sekolah.

Karakteristik Anak

Karakteristik anak dibagi menjadi dua yaitu jenis kelamin dan usia anak. Anak laki-laki pada penelitian ini separuh dari total jumlah anak. Usia anak berkisar antara 9 sampai 13 tahun yang duduk di bangku kelas 4 dan 5 SD. Rata-rata usia anak yaitu usia 11 tahun. Usia anak terbanyak yaitu 11 tahun dengan persentase 50 persen dari total anak sedangkan paling sedikit dengan usia 9 tahun sebesar 1 persen. Karakteristik anak akan ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran anak berdasarkan usia dan jenis kelamin

(24)

12

Karakteristik Keluarga

Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2005). Kategori keluarga kecil berjumlah kurang dari atau sama dengan 4 orang, kategori keluarga sedang berjumlah 5-7 orang dan kategori keluarga besar adalah keluarga dengan jumlah anggota lebih dari 7 orang. Hasil pada Tabel 3 menunjukkan sebanyak 5 dari 10 keluarga berada pada kategori keluarga sedang, kemudian diikuti dengan keluarga kecil dan paling sedikit berada pada kategori keluarga besar. Jika dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, baik anak laki-laki maupun anak perempuan separuhnya berada pada kategori keluarga sedang.

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga dan jenis kelamin anak (%)

Besar keluarga Laki-Laki Perempuan Total

Keluarga kecil (≤4 orang) 40.0 28.9 35.0

Keluarga sedang (5-7 orang) 50.9 57.8 54.0

Keluarga besar (>7 orang) 9.1 13.3 11.0

Total 100.0 100.0 100.0

Usia orang tua dikategorikan menjadi tiga beradasarkan Papalia, Olds, dan Feldman (2008) yaitu dewasa muda (20-40 tahun), dewasa madya (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Gambar 3 menunjukkan, usia ayah separuhnya berada pada kategori dewasa madya dan paling sedikit berada pada kategori dewasa lanjut. Usia ibu lebih dari separuhnya berada pada kategori dewasa muda. Kategori usia ibu paling sedikit berada pada kategori dewasa lanjut yaitu sebesar 1 persen dan sebanyak 37 persen sisanya berada pada kategori dewasa madya. Rata-rata usia ayah yaitu 44.03 tahun dan Rata-rata-Rata-rata usia ibu yaitu 38.19 tahun.

Gambar 3 Sebaran keluarga berdasarkan usia orang tua

(25)

pendidikan ayah adalah 6.12 tahun dan rata-rata lama pendidikan ibu selama 5.79 tahun.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (%)

Tingkat pendidikan Ayah Ibu

Tidak bersekolah

Pekerjaan ayah mayoritas adalah sebagai wirausaha atau pedagang. Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak tiga dari sepuluh ayah bekerja sebagai buruh. Mayoritas ibu tidak bekerja, artinya sebagian besar ibu sebagai ibu rumah tangga. Jumlah ibu yang bekerja terbanyak sebagai petani buruh harian dan sebagai wirausaha atau pedagang.

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan orang tua (%)

Pekerjaan Ayah Ibu

Pendapatan per kapita pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp271 970/kapita/bulan (BPS 2014). Kategori dibagi menjadi dua yaitu keluarga miskin dengan tidak miskin. Separuh keluarga pada penelitian ini (54%) berada di atas garis kemiskinan Kabupaten Bogor artinya keluarga tersebut digolongkan tidak miskin (Tabel 6). Rata-rata pendapatan per kapita keluarga perdesaan pada penelitian ini yaitu sebesar Rp359 000/kapita/bulan.

Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan per kapita (%)

Pendapatan per kapita %

Di bawah garis kemiskinan Kabupaten Bogor (<271 970) 46

Di atas garis kemiskinan Kabupaten Bogor (>271 970) 54

(26)

14

Sosialisasi Emosi

Sosialisasi emosi menurut Sims (2005) terdiri dari kesadaran, penerimaan dan pelatihan. Kesadaran adalah kemampuan orang tua untuk mengenali ekspresi emosi sedih, marah dan takut anak. Penerimaan adalah kemampuan orang tua untuk menerima ekspresi emosi sedih, marah dan takut yang ditunjukkan oleh anak. Pelatihan adalah kemampuan orang tua untuk menunjukkan perhatian dan melatih anak sehingga dapat mengekspresikan emosi sedih, marah dan takut secara baik. Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan rata-rata indeks capaian pada dimensi penerimaan merupakan yang paling tinggi baik pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan. Selanjutnya, dimensi kesadaran berada pada peringkat kedua baik pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan. Sementara itu, dimensi pelatihan merupakan dimensi yang pencapaiannya paling rendah. Sosialisasi emosi orang tua kepada anak laki-laki dan perempuan secara keseluruhan berada pada kategori rendah.

(27)

Hasil selanjutnya dari capaian sosialisasi emosi mengacu pada kategorisasi yang dibagi menjadi tinggi, sedang, dan rendah (Tabel 8). Jika dilihat per dimensi, sosialisasi emosi yang dilakukan orang tua pada anak laki-laki maupun anak perempuan untuk dimensi kesadaran dan pelatihan berada pada kategori rendah. Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar orang tua masih belum dapat menyadari dan melatih emosi negatif yang dimiliki oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Orang tua jarang bahkan hampir tidak pernah menyadari emosi negatif anak dan jarang bahkan hampir tidak pernah melatih ekspresi emosi negatif yang ditunjukkan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Pada dimensi penerimaan, baik pada anak laki-laki maupun perempuan, separuhnya berada pada kategori sedang, artinya orang tua memiliki intensitas jarang hingga sering dapat menerima emosi negatif yang dimiliki anak ketika anak menunjukkannya.

Tabel 8 Sebaran kategori sosialisasi emosi ibu berdasarkan jenis kelamin anak (%)

Dimensi Laki-Laki Perempuan

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Sosialisasi emosi

(28)

16

Keterampilan sosial 26.7 100.0 73.33±14.87 40.0 100.0 71.26±14.83

Capaian kecerdasan emosi dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Hasil pada Tabel 10 menunjukkan, kecerdasan emosi pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan separuhnya berada pada kategori sedang. Anak laki-laki dan anak perempuan memiliki capaian yang rendah pada dimensi empati. Anak cenderung jarang bahkan hampir tidak pernah menyadari emosi dan rasa empati di dalam dirinya. Selanjutnya, capaian pada dimensi keterampilan sosial lebih dari separuhnya berada pada kategori sedang. Anak laki-laki maupun anak perempuan cenderung memiliki keterampilan sosial pada intensitas yang jarang hingga sering. Sebanyak 6 dari 10 anak sudah mencapai kategori tinggi pada dimensi pengaturan diri yang artinya anak laki-laki maupun anak perempuan sering bahkan selalu dapat mengatur emosi di dalam dirinya. Perbedaan kategori pada anak laki-laki dan perempuan terdapat pada dimensi kesadaran diri dan motivasi. Pada dimensi kesadaran diri, 4 dari 10 anak laki-laki berada pada kategori sedang sedangkan anak perempuan berada pada kategori rendah. Sebaliknya, pada dimensi motivasi empat persepuluh anak laki-laki berada pada kategori rendah sedangkan anak perempuan berada pada kategori sedang.

Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan kategori kecerdasan emosi (%)

Dimensi Laki-Laki Perempuan

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

(29)

memiliki rata-rata indeks yang lebih tinggi dibandingkan pada anak laki-laki. Selanjutnya, agresi fisik, agresi verbal serta kemarahan pada anak laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada anak perempuan. Hasil dari penilaian perilaku agresi menunjukkan bahwa seluruh dimensi rendah dengan nilai rata-rata indeks pada laki-laki lebih tinggi 1.76 poin dibandingkan rata-rata indeks pada anak perempuan. Uji beda yang dilakukan menunjukkan tidak ditemukannya perbedaan perilaku agresi secara keseluruhan pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan (p>0.05).

Tabel 11 Nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi indeks

Beradasarkan Tabel 12, masih terdapat perilaku permusuhan pada anak laki-laki yang berada pada kategori tinggi. Sementara itu, untuk perilaku agresi verbal dan kemarahan, pada anak laki-laki dan anak perempuan masih ada yang berada pada kategori sedang. Hasil juga menunjukkan pada dimensi tersebut anak perempuan yang terkategori sedang lebih tinggi (2.2%) dibandingkan pada anak laki-laki (1.8%).

Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan kategori perilaku agresi (%)

Laki-Laki Perempuan

Dimensi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Perilaku agresi

Hubungan Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga dengan Sosialisasi Emosi, Kecerdasan Emosi, dan Perilaku Agresi

(30)

18

emosi, yang memiliki makna semakin bertambah usia ibu, maka berhubungan nyata dengan semakin menurunnya sosialisasi emosi pada anak. Hasil uji hubungan karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan kecerdasan emosi serta seluruh dimensinya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan. Tabel 13 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga

dengan sosialisasi emosi dan kecerdasan emosi

Variabel Sosialisasi emosi Kecerdasan emosi

Karakteristik Anak

Usia -0.304** -0.005

Karakteristik Keluarga

Usia Ayah -0.152 0.059

Lama pendidikan ayah 0.042 0.092

Usia ibu -0.220* 0.115

Lama pendidikan ibu 0.148 0.004

Pendapatan per kapita 0.130 0.128

Besar keluarga -0.139 0.032

Keterangan

*=signifikan pada p<0.05, **=signifikan pada p<0.01

Hasil uji hubungan karakteristik anak dan keluarga dengan perilaku agresi serta seluruh dimensinya (Tabel 14) menunjukkan bahwa usia anak berhubungan negatif signifikan dengan dimensi permusuhan, yang mengandung arti semakin bertambahnya usia anak akan berhubungan nyata dengan semakin menurunnya perilaku permusuhan pada anak.

Tabel 14 Koefisien korelasi antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan perilaku agresi

Variabel Perilaku agresi

1 2 3 4 Total

Karakteristik Anak

Usia 0.053 -0.046 -0.071 -0.249* -0.135

Karakteristik Keluarga

Usia Ayah 0.041 -0.155 -0.059 0.084 -0.010

Lama pendidikan ayah -0.151 -0.046 0.009 -0.080 -0.089

Usia ibu 0.028 -0.082 -0.006 0.085 0.023

Lama pendidikan ibu 0.038 -0.008 -0.044 -0.084 -0.045

Pendapatan per kapita -0.043 -0.049 -0.196 -0.046 -0.110

Besar keluarga -0.028 -0.059 -0.033 -0.038 0.052

Keterangan

(31)

Hubungan Sosialisasi Emosi dengan Kecerdasan Emosi

Hasil uji korelasi pada sosialisasi dan emosi seperti yang tersaji pada Tabel 15, menunjukkan dimensi kesadaran memiliki hubungan positif signifikan dengan dimensi kesadaran diri pada variabel kecerdasan emosi, artinya semakin tinggi kesadaran orang tua akan emosi yang dimiliki anak, maka berhubungan dengan semakin meningkatnya kesadaran emosi pada diri anak. Hasil lain menunjukkan sosialisasi emosi ibu secara keseluruhan memiliki hubungan yang positif signifikan terhadap kecerdasan emosi anak. Semakin baik sosialisasi emosi yang dilakukan ibu, maka akan berhubungan dengan semakin meningkatnya kecerdasan emosi anak.

Tabel 15 Koefisien korelasi antara sosialisasi emosi dengan kecerdasan emosi

Variabel Kecerdasan emosi

1 2 3 4 5 Total

Sosialisasi emosi 0.174 0.008 0.193 0.103 0.109 0.216*

Kesadaran 0.244* -0.053 0.158 0.110 0.141 0.240*

Penerimaan 0.055 0.082 0.184 0.137 0.085 0.173

Pelatihan 0.116 0.015 0.163 0.005 0.035 0.136

Keterangan:

1= Kesadaran diri; 2= Pengaturan diri; 3= Motivasi; 4= Empati; 5= Keterampilan sosial

Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Agresi

Hasil uji korelasi antara dimensi kecerdasan emosi dengan dimensi perilaku agresi (Tabel 16) menunjukkan hubungan negatif signifikan antara dimensi kesadaran diri dengan kemarahan anak. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran diri atas emosi yang dimiliki maka berhubungan dengan semakin menurunnya perilaku marah pada anak.

Dimensi lain yang memiliki hubungan negatif signifikan yaitu dimensi pengaturan diri dengan seluruh dimensi pada perilaku agresi. Hal ini dapat dimaknai semakin tinggi pengaturan diri pada anak maka berhubungan nyata dengan menurunnya perilaku agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan.

Dimensi motivasi pada kecerdasan emosi juga memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan agresi fisik. Hasil tersebut dapat dimaknai semakin tinggi motivasi yang dimiliki anak maka akan berhubungan dengan menurunnya perilaku agresi fisik pada anak.

(32)

20

Tabel 16 Koefisien korelasi antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi

Variabel Perilaku agresi

1 2 3 4 Total

Kecerdasan emosi -0.262** -0.168 -0.284** -0.194** -0.301**

Kesadaran diri -0.017 -0.034 -0.261* -0.151 -0.169

Pengaturan diri -0.408** -0.249* -0.358** -0.387* -0.477**

Motivasi -0.238* -0.040 -0.031 0.032 -0.073

Empati -0.127 -0.267** -0.101 0.009 -0.136

Keterampilan sosial -0.091 0.035 0.036 -0.040 -0.023

Keterangan

1= Agresi fisik; 2=Agresi verbal; 3=Kemarahan; 4= Permusuhan *=signifikan pada p<0.05, **=signifikan pada p<0.01

Pengaruh Karakteristik Anak, Karakteristik Keluarga, Sosialisasi Emosi, dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Agresi

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun maka penelitian ini menduga bahwa sosialisasi emosi orang tua memengaruhi perilaku agresi secara langsung maupun secara tidak langsung melalui kecerdasan emosi. Oleh karenanya, penelitian ini menguji tiga model regresi. Pertama menguji pengaruh karakteristik anak dan keluarga beserta sosialisasi emosi orang tua dan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi. Kedua, menguji pengaruh karakteristik anak dan keluarga beserta kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi. Ketiga, menguji pengaruh karakteristik anak dan keluarga beserta sosialisasi emosi terhadap kecerdasan emosi. Model kedua dan ketiga dilakukan untuk menganalisis apakah sosialisasi emosi memengaruhi perilaku agresi secara tidak langsung melalui kecerdasan emosi. Hanya saja dalam penelitian ini pengujian pada model ketiga tidak menemukan adanya model yang regresi yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi emosi dalam penelitian ini hanya ditemukan berpengaruh secara langsung, bersama dengan kecerdasan emosi, terhadap perilaku agresi (Tabel 17). Secara konsisten, tanpa sosialisasi emosi, kecerdasan emosi juga tetap memberikan pengaruh yang nyata terhadap perilaku agresi (Tabel 18).

(33)

0.325 poin. Nilai Adjusted R-square dari model regresi yaitu 0.286 yang mengandung arti, sebesar 28.6% perilaku agresi dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam penelitian sedangkan 71.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas lain di luar penelitian. Hasil uji regresi linier berganda ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil analisis regresi linier berganda pada karakteristik anak, karakteristik keluarga, sosialisasi emosi, kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi

*=signifikan pada p<0.05, **=signifikan pada p<0.01

(34)

22

satu satuan indeks pada dimensi pengaturan diri anak maka akan meningkatkan perilaku agresi sebesar 0.332 poin. Nilai Adjusted R-square dari model regresi yaitu 0.237 yang mengandung arti, sebesar 23.7% perilaku agresi dipengaruhi oleh variabel-variabel di dalam penelitian sedangkan 76.3% sisanya dipengaruhi oleh variabel bebas lain di luar penelitian.

Tabel 18 Hasil analisis regresi linier berganda pada karakteristik anak, karakteristik keluarga, kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi

Variabel Bebas

*=signifikan pada p<0.05, **=signifikan pada p<0.01

Pembahasan

(35)

salah satunya yaitu sosialisasi emosi. Sosialisasi adalah salah satu cara bagi orang tua untuk menurunkan dan mengajarkan nilai-nilai kepada anak.

Sosialisasi emosi mencakup pemahaman seseorang tentang emosinya sendiri dan orang lain, kecenderungan untuk menampilkan emosi dalam situasional dan budaya dengan cara yang tepat, dan kemampuan untuk menghambat pengalaman dan menyatakan emosi dan emosional terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai tujuan dengan cara yang dapat diterima secara sosial (Eisenberg, Cumberland, dan Spinard 1998). Sosialisasi emosi menurut Sims (2005) dibagi menjadi kesadaran orang tua, penerimaan orang tua, dan pelatihan yang orang tua berikan kepada anak.

Pada penelitian ini, emosi yang dilihat yaitu emosi negatif dasar pada anak seperti sedih, marah, dan takut karena emosi tersebut merupakan emosi dasar pada manusia. Saat ini, masih banyak keluarga terutama orang tua yang belum dapat menerapkan sosialisasi emosi terutama berkaitan dengan emosi negatif pada anak. Orang tua masih beranggapan jika emosi negatif merupakan hal yang tidak baik dan tidak dapat diterima. Padahal, emosi negatif perlu untuk diekspresikan dengan cara yang tepat agar anak memiliki kecerdasan emosi yang baik serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan sosialisasi emosi yang dilakukan orang tua kepada anak laki-laki, maupun kepada anak perempuan masih berada pada kategori rendah. Jika diuraikan berdasarkan tiga emosi negatif pada anak, orang tua menyadari emosi marah pada anak dibandingkan dengan emosi sedih dan takut terhadap anak namun orang tua lebih menerima emosi sedih dan takut dibandingkan dengan emosi marah. Orang tua juga lebih sedikit melakukan pelatihan pada emosi marah anak dibandingkan dengan emosi sedih dan takut yang dirasakan oleh anak.

Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sims (2005) yang menyatakan bahwa orang tua lebih menyadari emosi marah dibandingkan dengan emosi takut anak, lebih banyak melakukan pelatihan dan merespon ketakutan atau kesedihan anak dibandingkan dengan kemarahan anak. Jika dikaitkan dengan karakteristik keluarga di perdesaan, hal tersebut berkaitan karena orang tua di perdesaan umumnya masih menggunakan kekerasan di dalam melampiaskan emosi negatif yang ditunjukkan anak terutama emosi marah. Emosi marah masih dianggap emosi yang tidak baik sehingga orang tua cenderung tidak dapat menerima yang kemarahan yang disampaikan oleh anak dan masih kesulitan untuk melakukan pelatihan terhadap kemarahan anak. Orang tua menanggapi kemarahan anak dengan memarahinya atau bertindak kasar terhadap anak. Sementara itu, orang tua memandang takut dan sedih sebagai sesuatu yang berbeda dengan marah. Orang tua dapat menerima emosi sedih dan takut dan menganggap emosi tersebut wajar dimiliki oleh anak usia sekolah.

(36)

24

satu mediator yang dapat membuat seseorang melakukan kekerasan karena agresi akan lebih mudah dilakukan oleh seseorang yang memiliki rasa permusuhan yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perilaku permusuhan yang merupakan bagian dari perilaku agresi tertinggi pada anak, apabila tidak mendapatkan pendampingan maka anak di perdesaan akan terpicu untuk berperilaku agresi.

Hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang dilakukan orang tua ketika melakukan sosialisasi emosi anak. Menurut Sims (2005) tidak ada perbedaan kesadaran dan pelatihan ibu terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan. Hasil lainnya juga menunjukkan kecerdasan emosi anak dan perilaku agresi anak tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Das dan Tripathy (2015) bahwa perempuan cenderung memiliki kecerdasan emosi yang lebih baik dan laki-laki cenderung memiliki perilaku agresi yang lebih tinggi.

Hasil uji hubungan antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan sosialisasi emosi menunjukkan usia anak dan usia ibu berhubungan negatif signifikan dengan sosialisasi emosi yang dilakukan terhadap anak. Usia ibu yang semakin tua semakin sulit untuk menyadari emosi anak dan semakin berkurang untuk melakukan pelatihan emosi kepada anak. Menurut Dougan-Klimes et al. (2007) semakin bertambahnya usia ibu maka dukungan dan fasilitas yang diberikan ibu akan semakin berkurang terhadap emosi yang ditunjukkan anak. Hasil uji hubungan lainnya antara karakteristik anak dan karakteristik keluarga menunjukkan usia anak berhubungan negatif signifikan dengan dimensi permusuhan. Menurut Henderson (1991) dalam Imtaz, Yasin dan Yaseen (2010) semakin muda usia seseorang cenderung semakin agresif dan seiring bertambahnya usia maka agresi akan berkurang.

Sosialisasi emosi pada dimensi kesadaran yang dilakukan oleh orang tua berhubungan positif dengan kecerdasan emosi pada dimensi kesadaran diri pada anak. Menurut Sims (2005), beberapa komponen dari sosialisasi emosi memiliki hubungan dengan emosi pada anak. Sosialisasi emosi secara keseluruhan juga berhubungan positif dengan kecerdasan emosi anak, yang berarti semakin tinggi sosialisasi emosi yang dilakukan oleh orang tua maka kecerdasan emosi anak akan semakin meningkat. Hasil tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Denham, Zinsser, dan Bailey (2011) yang menyatakan bahwa melakukan sosialisasi emosi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan emosi anak, orang tua yang dapat memberikan tanggapan positif terhadap emosi yang ditunjukkan anak akan menghasilkan emosi dan kompetensi sosial yang positif.

(37)

Penelitian Masum dan Khan (2014) menunjukkan kecerdasan emosi berhubungan negatif dengan perilaku agresi.

Hasil uji regresi berganda dilakukan dengan menguji karakteristik keluarga, karakteristik anak dan dimensi pada variabel sosialisasi dan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresi. Hasil pengujian karakteristik menunjukkan usia ibu berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku agresi. Menurut Farrington (1998) dalam Imtaz, Yasin, dan Yaseen (2010) terdapat faktor keluarga yang memengaruhi perilaku agresi salah satunya usia ibu. Penambahan usia ibu akan memengaruhi penurunan kemampuan ibu dalam mengawasi perilaku yang dilakukan oleh anak. Penguraian variabel menjadi beberapa dimensi menunjukkan dimensi penerimaan berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku agresi. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eisenberg, Cumberland, dan Spinard (1998) yang menyatakan bahwa penerimaan pada emosi negatif anak akan berpengaruh pada penyaluran emosi negatif anak.

Dimensi kesadaran diri dan pengaturan diri berpengaruh negatif terhadap perilaku agresi anak. Hal tersebut dikarenakan kesadaran diri dan pengaturan diri merupakan dimensi awal yang langsung berkaitan dengan perilaku agresi anak. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Mayer, Roberts dan Barsade (2008) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosi dapat memengaruhi perilaku sosial. Kecerdasan emosi yang tinggi akan menurunkan perilaku agresi. Seseorang yang dapat menyadari emosi yang dirasakan akan memudahkan untuk beradaptasi dan menghindari seseorang untuk berperilaku negatif karena dapat mengatasi apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dilakukan terhadap emosi yang dirasakan (Roberton, Daffen, dan Bucks 2012). Selain itu, pengaturan diri akan memengaruhi kehidupan seseorang terhadap kehidupan sosial, pengaturan diri yang baik akan mengurangi perilaku agresi (Cole et al. 2004 dalam Mayer, Roberts, dan Barsade 2008).

Hasil lainnya menunjukkan, sosialisasi emosi tidak berpengaruh langsung terhadap perilaku agresi melalui kecerdasan emosi. Menurut Goleman (1995), keluarga memiliki peran dalam memberikan pembelajaran emosi namun bukan satu-satunya yang berperan dalam membentuk kecerdasan emosi karena kecerdasan emosi anak dapat juga dibentuk melalui dukungan guru dan materi pembelajaran di sekolah.

(38)

26

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia anak yaitu 11 tahun. Kategori usia ayah separuhnya berada pada kategori dewasa madya sedangkan kategori usia ibu separuhnya berada pada kategori dewasa muda. Sosialisasi emosi yang dilakukan orang tua masih rendah. Kecerdasan emosi anak berada pada kategori sedang. Perilaku agresi yang paling sering dilakukan oleh anak yaitu permusuhan. Hasil uji hubungan menunjukkan kecerdasan emosi yang dimiliki anak akan semakin baik jika ibu melakukan sosialisasi emosi dengan baik. Kecerdasan emosi yang baik pada anak berhubungan dengan semakin menurunnya perilaku agresi yang dilakukan oleh anak. Hasil uji pengaruh menunjukkan usia ibu, dimensi penerimaan pada sosialisasi emosi, dimensi kesadaran diri dan pengaturan diri pada kecerdasan emosi berpengaruh terhadap perilaku agresi anak. Pengaruh variabel pada penelitian ini sebesar 28.6 persen terhadap perilaku agresi yang dilakukan oleh anak usia sekolah pada keluarga di perdesaan.

Saran

Orang tua masih jarang bahkan hampir tidak pernah melakukan sosialisasi emosi kepada anak. Kesadaran, penerimaan serta pelatihan pada sosialisasi emosi terhadap emosi negatif anak masih rendah. Padahal melakukan sosialisasi emosi merupakan hal yang penting agar anak dapat mengekspresikan emosi negatif yang dirasakannya. Orang tua sebaiknya mulai memberikan perhatian pada emosi negatif anak agar dapat menyadari, lebih menerima serta melakukan pelatihan emosi kepada anak sejak dini agar kecerdasan emosi anak meningkat dan mencegah perilaku agresi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis lebih dalam mengenai sosialisasi emosi yang dilakukan oleh orang tua, kecerdasan emosi serta perilaku agresi, untuk dapat memperjelas hubungan sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi maka perlu juga menambahkan dengan keluarga pada latar belakang ekologi berbeda dan pada rentang usia yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Baker JK, Fenning RM, Crnic KA. 2011. Emotion socialization by mothers and fathers: coherence among behaviors and associations with parent attitudes and children social competence. Soc. Dev. 20(2):412-430. doi: 10.1111/j.1467-9507.2010.00585.x.

(39)

Buss AH, Perry MP. 1992. The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 63: 452-459.

Calvete E, Orue I. 2010. Cognitive schemas and aggressive behavior in adolescents: The mediating role of social information processing. The Spanish Journal of Psychology. 13(1): 190-201.

Chambers R, Gullone E, Allen NB. 2009. Mindful emotion regulation: An integrative review. Clinical Psychology Review. 29(6): 560–572.

Das PPP, Tripathy S. 2015. Role of emotion intelligence on aggression: a comparison between adolescent boys and girls. Journal of Psycology dan Bahavioral Sciences. 4(1):29-35. doi: 10.1164/j.pbs.20150401.15.

Denham SA, Zinsser K, Bailey CS. 2011. Emotional intelligence in the first five years of life.Encyclopedia on early childhood development. George Manson University, USA.

Dougan-Klimes B, Brand AE, Zahn-Waxler C, Usher B, Hastings PD, Kendziora K, Garside B. 2007. Parental emotion Socialization in adolescence: differences in sex, age, and problem status. Journal of Social Development. 16(2). doi: 10.1111/j.1467-9507.2007.00387.x.

Eamon MK. 2001. The effects of poverty on children’s socioemotional development: An ecological systems analysis. Social work. 46(3): 256- 266.

Eisenberg N, Cumberland A, Spinard TL. 1998. Parental socialization of emotion. Psycol Inq. 9 (4): 241-273.

[FCDNHW] Family and Community Development New South Wales. 2013. The Development of Aggressive Behaviour in Children and Young People: Implications for Social Policy, Service Provision, and Further Research. New South Wales, Australia.

Gentile DA, Lynch PJ, Linder JR, Walsh DA. 2004. The effect of violent video game habbits on adolescent hostility aggressive behaviors, and school performance. Journal of Adolescence 24: 5-22.

Goleman D. 2005. Kecerdasan Emosi. T Hermaya, Penerjemah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Emotional Intelligence. Gottman J, DeClaire J. 1997. The Heart of Parenting. British: Bloomsbury

Publishing.

Gross JJ. 2002. Emotion regulation: Affective, cognitive, and social consequences. Psychophysiology. 39: 281–291.

Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Imtaz R, Yasin G, Yaseen A. 2010. Sociological study of factors affecting the aggressive behavior among youth. PJSS 30(1): 99-108.

Ioannidou F, Konstantikaki V. 2008. Empathy and emotional intelligence: what is it really about?. International Journal of Caring Sciences. 1(3):118-123. Keenan T, Evans S. 2010. An Introduction to Child Development. Edisi kedua.

United States Of America: Sage Publications.

(40)

28

Masumi R, Khan I. 2014. Examining the relationship between emotional intelligence and aggression among undergraduate students of Karachi. Journal of Educational Research International. 3(3).

Mayer JD, Roberts RD, Barsade SG. 2008. Human abilities: Emotional intillegence. Annu. Rev. Psycol. 59: 507-536.

Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2009. Human Development (Perkembangan Manusia). Marswendy B, penerjemah; Widyaningrum R, editor. Ed ke- 10. Jakarta (ID): Salemba Humanika.

Roberton T, Daffern M, Bucks RS. 2012. Emotional regulation and aggression. Journal of Aggression and Violent Behavior. 17 : 78-82.

Sims NC. 2005. Emotional Socializations practices among low-income African American mothers. Graduate faculty of the university of Georgia in partial fulfillment of the requirements for the degree [tesis]. Athens, Georgia.

Sodikin, Yulistiani M, Asiandi. 2005. Pengaruh karakteristik anak, keberadaan orang tua, dan pola asuh orang tua terhadap perkembangan sosial, emosional, dan moral pada anak usia sekolah wilayah kota dan desa di Kabupaten Banyumas. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Swenson K. 2008. “Child Care arrangements in rural and urban areas”. Department of Health and Human Services [internet]. [Diunduh 2015 Feb 12]. Tersedia pada: http://aspe.hhs.gov/hsp/08/cc-urban-rural

Sherer KR. 2005. What are emotions? And how can they be measured?. Journal of Social Science Information. 44(4): 695-729. doi: 10.1177/0539018405058216.

Ulutas I, Omeroglu. 2008. Determining methods of mother support their children’s emotion. Humanity & Social Sciences Journal. 3 (2): 151-157. Warhol JG. 1998. Facilitating and encouraging healthy emotional development.

Pediatrics. 102(5): 1330-1331.

Wong C, WongP, Chau S. 2001. Emotional intelligence, students’ attitude towards life and the attainment of education goals: an exploratory study in Hong Kong. New Horizons in education. Journal of education, Hong Kong teachers Association, 44: 1-11.

(41)

RIWAYAT HIDUP

Meilia Rachmawati, lahir di Bogor 17 Mei 1993. Penulis merupakan anak kedua pasangan H. Yusuf Gunawan dan Hj. Eti Suherti. Pendidikan penulis dimulai di TK Darul Ihya (1997-1999). Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SDN Panarangan 3. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Bogor hingga tahun 2008 dan di tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor. Tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas dan saat ini, penulis sedang menempuh pendidikan jenjang S1 di Departemen Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama perkuliahan penulis aktif berorganisasi di dalam maupun di luar kampus. Penulis merupakan Sekretaris 2 Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama pada tahun 2011-2012; Sekretaris pada organisasi Dewan Keluarga Alumni PMR SMAN 5 Bogor pada tahun 2011-2012; Sekretaris 2 Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen pada tahun 2012-2013; Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen pada tahun 2013-2014; Divisi Media Desain dan Informasi IPB Mengajar pada tahun 2013-2014.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Kerangka penarikan contoh
Tabel 1  Pengolahan data pada variabel sosialisasi emosi, kecerdasan emosi, dan perilaku agresi
Tabel 2  Sebaran anak berdasarkan usia dan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut buku Bimbingan khusus bagi Anak Tunalaras (1992) di dalam kurikulum SLB-E dijelaskan bahwa : Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi

Melalui buku cerita yang disajikan dengan bahasa yang sederhana berikut gambar yang menarik, anak dapat dilatih untuk mengenal emosi, baik emosi yang timbul dalam

Kondisi karakter anak di perdesaan khususnya periode anak usia sekolah, pengasuhannya pun masih menerapkan pengasuhan yang penuh penerimaan atau kehangatan kepada

Berdasarkan korban bullying , hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anak laki-laki yang menjadi korban bullying fisik lebih tinggi daripada anak perempuan,

Semakin tinggi kesadaran orang tua untuk mengetahui kemampuan anak mereka dalam mengendalikan emosi menjadi alasan untuk membuat sistem yang mampu menganalisis

Semakin tinggi kesadaran orang tua untuk mengetahui kemampuan anak mereka dalam mengendalikan emosi menjadi alasan untuk membuat sistem yang mampu menganalisis

Berdasarkan korban bullying, hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase anak laki-laki yang menjadi korban bullying fisik lebih tinggi daripada anak perempuan,

Berdampak negatif bagi anak karena anak yang telah mengenal gadget anak jadi marah-marah ke orangtua jika orang tua meminta berhenti main gadget, anak marah jika tidak di pinjamkan