• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN

PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN

ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

SARA ENDARWATI

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Sara Endarwati

(4)
(5)

ABSTRAK

SARA ENDARWATI. Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI.

Modal sosial merupakan hal penting yang ada di masyarakat. Modal sosial digunakan untuk saling membantu ketika berada dalam kesulitan, termasuk kesulitan untuk mempertahankan keadaan pangan rumahtangga. Modal sosial terdiri dari kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Ketahanan pangan merupakan keadaan pangan dalam rumahtangga yang tercukupi dari segi ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan survey terhadap 60 rumahtangga petani sayuran. Ketahanan pangan rumahtangga petani di desa ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani yang diukur dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Rumahtangga petani memanfaatkan modal sosial untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dapat membantu menjaga ketahanan pangan rumahtangga.

Kata kunci: modal sosial, ketahanan pangan, petani sayur

ABSTRACT

SARA ENDARWATI. The Impact of Social Capital on Horticultural Farmer Household Food Security in Ciaruteun Ilir Village Cibungbulang sub-district Bogor Regency. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.

Social capital is an important component in a community. Social capital is used to help each other when in need, such as the need to secure food sufficiency in a household. Social capital consists of trust, networks, and social norms. Household food security is defined as a condition of food suffiency in one household in terms of availability, accesibility and consumability. This study aims to analyze the roles of social capital in household food security in Ciaruteun Ilir village, Cibungbulang subdistrict at Bogor Regency. The data collection was conducted

by using a survey on 60 horticultural farmer houselds. The farmer’s household

food security is determined by socio economic level, spending level and the number of household members. Farmers use the capital social to get employed to generate income to buy food.

(6)
(7)

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN

PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DESA CIARUTEUN

ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

SARA ENDARWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)

Judul Skripsi : PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN PANGAN PETANI DI DESA CIARUTEUN ILIR KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR

Nama : Sara Endarwati NIM : I34100155

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul

“Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga disusun untuk mengembangkan wawasan penulis mengenai modal sosial dan ketahanan pangan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepad Ibu Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan, dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta, Sudarsono dan Endang Juwarni, serta adik tercinta Fahjri Dwi Utami yang selalu mendoakan, mengingatkan, memberi semangat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhingga. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada sahabat-sahabat saya di departemen KPM Lathiffida Noor Jaswandi, Fika Fatia Qandhi, Idah Faujiati Rosidah, Annisa Maghfirah, Dinna Amalia Rahmah, Wulandari, Sari Lestari, Anjas Rafsan P, Nazar Kusumawijaya, dan teman satu bimbingan Meziriati Hendri serta teman-teman KPM 47 yang telah memberikan semangat dan dukungan dari awal sampai akhir. Terima kasih juga kepada sahabat sekaligus saudara-saudara saya Sari Wasmana, Novi Luthfiana Putri, Maya Ramadhayanti, Wening Rizkiana, Lisa Adiyanti, dan Mastha Tarida Sitinjak serta teman-teman di Kost Windy yang telah memberikan semangat dan keceriaan serta dukungannya. Terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Modal Sosial 5

Bentuk-Bentuk Modal Sosial 6

Pemanfaatan Modal Sosial 10

Konsep Ketahanan Pangan 11

Konsep Kedaulatan Pangan 12

Komponen Ketahanan Pangan 15

Kerangka Pemikiran 17

Hipotesis 18

Definisi Operasional 18

PENDEKATAN LAPANGAN 21

Metode Penelitian 21

Lokasi dan Waktu 21

Teknik Sampling 22

Teknik Pengumpulan Data 22

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 Kondisi Geografis Desa Ciaruteun Ilir 27 Potensi Sumberdaya Manusia di Desa Ciaruteun Ilir 28 Kondisi Sarana dan Prasarana di Desa Ciaruteun Ilir 29 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir 30

ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

DESA CIARUTEUN ILIR 33

Tingkat Pendapatan 33

Tingkat Pengeluaran 37

Jumlah Anggota Rumahtangga 43

ANALISIS PEMANFAATAN MODAL SOSIAL RUMAHTANGGA

(15)

ANALISIS STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA CIARUTEUN ILIR 51

PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA

CIARUTEUN ILIR 57

PENGARUH PEMANFAATAN MODAL SOSIAL TERHADAP STATUS KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DESA

CIARUTEUN ILIR 63

Pengaruh Kepercayaan Terhadap Status Ketahanan Pangan 63 Pengaruh Jaringan Terhadap Status Ketahanan Pangan 66 Pengaruh Norma Terhadap Ketahanan Pangan 68

PENUTUP 71

Kesimpulan 71

Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 73

LAMPIRAN 77

(16)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan 13 2 Luas dan persentase lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010 27 3 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan jenis

kelamin tahun 2012 28

4 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok

umur Tahun 2012 28

5 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok

umur tahun 2012 29

6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan tahun

2012 31

7 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat

pendapatan rumahtangga 34

8 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat pengeluaran pangan rumahtangga 38 9 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat

pengeluaran nonpangan rumahtangga 39 10 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan tingkat

pengeluaran total rumahtangga 41 11 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan jumlah

anggota rumahtangga 44

12 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan asal

mendapatkan pekerjaan 47

13 Jumlah dan persentase rumahtangga petani berdasarkan status

ketahanan pangan 52

14 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran pangan, tingkat pengeluaran nonpangan, jumlah anggota rumahtangga, dan status

ketahanan pangan 58

15 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan 58 16 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir

menurut asal mendapatkan pekerjaan usahatani dan status ketahanan

pangan 64

17 Jumlah dan persentase rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menurut asal mendapatkan pekerjaan nonusahatani dan status

ketahanan pangan 65

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka sistem ketahanan pangan 12

2 Kerangka pemikiran 17

(17)

4 Tingkat pengeluaran pangan rumahtangga petani 38 5 Tingkat pengeluaran nonpangan rumahtangga petani 40 6 Tingkat pengeluaran rumahtangga petani 41 7 Jumlah anggota rumahtangga petani 44 8 Status ketahanan pangan rumahtangga petani 52 9 Strategi menjaga ketahanan rumahtangga petani 54 10 Jaringan pemasaran hasil panen petani 66 11 Jumlah tengkulak pada jaringan pemasaran sayuran rumahtangga

petani 67

12 Lahan sayuran petani 85

13 Desa Ciaruteun Ilir 85

14 Responden penelitian 85

15 Responden penelitian 85

16 Kuli pengikat sayuran 85

17 Mobil pengangkut sayuran 85

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian Desa Ciaruteun Ilir 79 2 Tabel pelaksanaan penelitian 79 3 Daftar rumahtangga petani penelitian 81 4 Pengolahan data (uji statistik) 83

5 Dokumentasi penelitian 85

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama khususnya di pedesaan. Sektor pertanian saat ini tidak lagi menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat di pedesaan. Kebutuhan yang terus meningkat tidak diikuti oleh pendapatan untuk memenuhi ketiga kebutuhan sandang, pangan, dan papan mengakibatkan kemiskinan terus terjadi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2012 terdapat 28,59 juta atau 11,66 persen jumlah penduduk miskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskin ini lebih banyak terjadi di pedesaan. BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan sampai dengan bulan September 2012 sebanyak 18.08 juta orang atau 14,70 persen sedangkan di perkotaan jumlah penduduk miskin sebanyak 10,51 juta jiwa atau 8,60 persen. Penduduk miskin di pedesaan tersebut kebanyakan petani gurem dan buruh tani.

Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan adalah masalah pangan. Pangan menjadi bahasan pokok untuk menyelesaikan kemiskinan karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Pangan merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh manusia demi kelangsungan hidupnya. Masalah pangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di berbagai dunia. Organisasi Pangan Dunia (FAO) belum lama ini melaporkan indeks harga pangan dunia naik pada September 2012 menjadi 215,8 poin dibanding 212,8 poin pada Agustus 2012 (Santosa 2013). FAO menyatakan bahwa meskipun terjadi kenaikan harga karena kurangnya pasokan, namun bukan berarti akan terjadi krisis pangan dalam waktu dekat. Apabila masalah pangan tersebut tidak ditangani dengan baik maka dalam jangka panjang masalah pangan ini dapat menjadi masalah yang berat untuk ditangani.

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia merupakan langkah untuk menyelesaikan masalah pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang tidak memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno 1998 dalam Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumahtangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya.

(19)

melalui empat komponen, diantaranya kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan.

Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui modal sosial, yaitu berupa usaha mandiri dan solidaritas kolektif dalam menghadapi problem kemiskinan dan lemahnya ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto 2012). Lebih lanjut lagi Sinaga dan Rudiyanto (2012) menjelaskan bahwa modal sosial menekankan pada jaringan hubungan sosial (network) yang diikat antara lain oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai serta saling mendukung. Modal sosial juga menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri individu yang terlibat dalam interaksi sosial sebagai kemampuan orang untuk bekerja bersama untuk satu tujuan bersama di dalam grup dan organisasi. Kerjasama yang dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma dan Jaringan yang merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu (Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa rasa saling percaya tercermin dari bagaimana satu individu dan lainnya mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang lain. Kepercayaan tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor norma atau nilai yang eksis di antara individu tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor yang terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan budaya, agama dan institusi dan sebagainya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat (Inayah 2012). Saat ini, modal sosial diperlukan untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Pemanfaatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial untuk menjaga komponen ketahanan pangan. Melalui kepercayaan, jaringan, dan norma sosial masyarakat pedesaan khususnya petani dapat memanfaatkan hal tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Pemanfaatan modal sosial yang baik dapat mewujudkan ketahanan pangan dengan melihat komponen kecukupan ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan dalam konsumsi pangan. Ketika pencapaian ketahanan pangan sudah baik dan maksimal maka pemanfaatan modal sosial oleh masyarakat petani secara optimal digunakan semua.

(20)

rumahtangga. Tingkat ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir salah satunya dipengaruhi oleh modal sosial. Namun, analisis modal sosial terhadap ketahanan pangan belum dibahas secara penuh sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh modal sosial terhadap ketahanan pangan rumahtangga.

Masalah Penelitian

Rumahtangga memiliki cara-cara untuk mempertahankan keadaan pangan mereka melalui modal sosial yang dimiliki oleh setiap rumahtangga. Pemanfaatan modal sosial yang dapat digunakan oleh rumahtangga antara lain kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Oleh karena itu, bagaimana pemanfaatan modal sosial rumahtangga dalam hal kepercayaan, jaringan, dan norma sosial di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?

Ketahanan pangan rumahtangga juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir. Keadaan sosial ekonomi rumahtangga terdiri dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. ketahanan pangan rumahtangga akan semakin baik ketika mereka memiliki pendapatan, pengeluaran, dan besaran rumahtangga yang baik. Oleh karena itu, bagaimana pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap status ketahanan pangan rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?

Berkurangnya produksi pangan lokal Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan rumahtangga memiliki cara-cara sendiri untuk mempertahankan kondisi ketahanan pangannya. Modal sosial diperlukan oleh rumahtangga Desa Ciaruteun Ilir untuk mempertahankan kondisi pangan masing-masing rumahtangga. Modal sosial yang berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial perlu dimanfaatkan dengan baik untuk mempertahankan ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan konsumsi pangan rumahtangga. Oleh karena itu,

bagaimana pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pemanfaatan modal sosial rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

(21)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian modal sosial dan ketahanan pangan. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :

1. Bagi akademisi.

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani.

2. Bagi pembuat kebijakan.

Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam menganalisis pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumahtangga petani untuk membuat kebijakan terkait ketahanan pangan nasional.

3. Bagi masyarakat.

(22)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Modal Sosial

Modal sosial merupakan hal penting yang dimiliki oleh masyarakat dalam mencapai tujuan hidupnya. Modal sosial menjadi konsep penting dalam pembangunan manusia karena masyarakat menjadi penentu arah pembangunan. Modal sosial sebagai salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan, ide, rasa saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Coleman (1990) menjelaskan bahwa modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama di dalam kelompok dan organisasi. Fungsi yang dapat diidentifikasi dari modal sosial adalah nilai dari aspek struktural untuk memanfaatkan sumberdaya agar dapat mencapai tujuan anggota kelompok. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Putnam dalam Lawang (2005) menjelaskan modal sosial sebagai kepercayaan (trust), jaringan (network), dan norma (norm).

Dalam tulisan Alfiasari et al. (2009) dijelaskan bahwa modal sosial merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjalin di antara sesama anggota masyarakat. Konsep ini mengacu pada konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Bordieau. Bordieau mendefinisikan modal sosial sebagai keseluruhan sumber daya baik aktual maupun potensial yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari jaringan hubungan secara kelembagaan yang terpelihara dengan baik. Modal sosial tidak terbentuk secara alami melainkan melalui investasi strategi individu dan kelompok untuk menghasilkan hubungan sosial secara langsung. Hubungan sosial yang terjalin dalam penelitian yang telah dilakukan adalah basis pertetanggaan dan kekerabatan. Hubungan kekerabatan dijelaskan dari suami, istri, atau keduanya berasal dari lingkungan dimana saat ini mereka tinggal. Basis pertetanggaan dan kekerabatan memudahkan rumahtangga menghadapi kesulitan karena mereka merasa memiliki investasi yang dapat digunakan ketika mendapatkan kesulitan. Mekanisme modal sosial bekerja dalam hubungan antar rumahtangga melalui nilai harapan dan kewajiban sebagai hasil dari hubungan kekerabatan dan pertetanggan.

(23)

pendapatan yang tidak mencukupi adalah dengan meminjam, meminta kepada saudara atau anak, menjual atau menggadaikan barang yang dimiliki.

Penelitian Humaira (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Konsep kerjasama yang dikemukakan oleh peneliti sama dengan konsep yang digunakan oleh Mustofa (2012). Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang paling besar seperti negara. Modal sosial juga merupakan sumberdaya yang dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia). Kerjasama yang dilandasi kepercayaan akan terjadi apabila dilandasi dengan kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara anggota kelompok warga masyarakat. Pihak luar komunitas akan memberikan dukungan, bantuan, dan kerjasama kepada kelompok apabila kelompok tersebut bisa dipercaya, artinya kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk membangun jaringan kemitraan dengan pihak luar.

Konsep modal yang dimukakan oleh Alfiasari et al. (2009) berbeda dengan konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Mustofa (2012) dan Humaira (2011). Alfiasari et al. lebih menekankan pada hubungan sosial yang terjalin sesuai dengan konsep Bodeau. Mustofa (2012) dan Humaira (2011) lebih menekankan modal sosial sebagai kerja sama yang dilandasi rasa percaya antar individu dan adanya aturan masyarakat. Namun ketiga peneliti menjelaskan bahwa modal sosial yang ada dibangun oleh masyarakat bukan timbul secara alami yang dapat langsung digunakan. Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal sosial merupakan modal yang berasal dari manusia yang berupa kerjasama berlandaskan rasa saling percaya dan aturan untuk membentuk suatu hubungan sosial.

Bentuk-Bentuk Modal Sosial

a. Kepercayaan (Trust)

(24)

Dalam penelitian Humaira (2011) dijelaskan bahwa kepercayaan (trust) merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan ada pada masyarakat karena masih memegang teguh nilai kebersamaan yang termanifestasi dalam nilai kejujuran. Kejujuran sebagai nilai universal menjadi aspek yang membentuk kepercayaan diantara warga dalam melakukan hubungan sosial. Rasa curiga dan keterbukaan merupakan sikap yang menjelaskan kepercayaan masyarakat. Tingginya kepercayaan antar masyarakat membuat rasa saling curiga rendah bahkan tidak ada dan mereka saling terbuka.

Penelitian Sunandang (2012) menjelaskan bahwa bentuk kepercayaan sosial yang dilakukan dalam pembangunan jalan pedesaan berupa tanggung jawab, kepercayaan dalam kerja sama, dan keadilan. Tanggung jawab diberikan oleh kepala desa atau pemerintah kepada masyarakatnya sehingga masyarakat merasa memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan untuk pembangunan jalan pedesaan. Kepercayaan dalam bekerja sama dilakukan oleh masyarakat baik sesama masyarakat ataupun kepada pemerintah (Ketua RT, RW) saat pembangunan jalan dilakukan tanpa ada rasa saling curiga. Keadilan yang dilakukan berupa ketika salah seorang warga tidak terlibat secara fisik dalam pembangunan maka bantuan finansial maupun fisik datang untuk membantu melancarkan pembangunan. Sunandang (2012) menambahkan keadilan sebagai komponen yang ada dalam kepercayaan. Konsep tersebut berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh Humaira (2011) sebelumnya yang lebih menekankan kepada nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan.

Menurut Lawang (2005), Alfiasari et al. (2009), Humaira (2011) dan Sunandang (2012) kepercayaan timbul dalam masyarakat melalui suatu hubungan sosial yang terjalin. Hubungan tersebut membentuk suatu kepercayaan tanpa ada rasa curiga, adanya kejujuran, dan keadilan melalui interaksi sosial yang terjadi. Hubungan sosial yang jujur, adil, dan tanpa ada rasa curiga diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan dan memudahkan rumahtangga mengakses pangan. Kepercayaan ini berfungsi membantu masyarakat mencapai stabilitas pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Apabila kepercayaan digunakan untuk membantu memenuhi pangan maka stabilitas pangan rumahtangga akan semakin baik. Begitu pula dengan aksesibilitas pangan, rumahtangga memiliki akses yang cukup untuk memenuhi pangan serta konsumsi pangan rumahtangga menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kepercayaan yang dapat digunakan untuk membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan dan memudahkan mengakses pangan adalah kepercayaan yang berlandaskan kejujuran, keadilan, dan tanpa ada rasa curiga.

b. Jaringan (Network)

(25)

keterkaitan antara individu dan kelompoknya, yang dalam hal ini adalah masyarakat. Jaringan sosial yang terjadi antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat berupa pengelolaan sumberdaya yang mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan timbal balik. Jaringan juga dapat memfasilitasi adanya komunikasi dan interaksi yang menumbuhkan kepercayaan dan memperkuat kerjasama.

Penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa modal sosial dapat dipandang sebagai sumberdaya baik yang potensial maupun aktual yang timbul dari adanya hubungan sosial, berupa hubungan ketetanggaan, kekerabatan karena jarak tempat tinggal yang dekat. Jaringan sosial yang dimiliki rumahtangga yang berupa sistem ketetanggaan dan kekerabatan yang hangat dan kuat memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Basis pertetanggaan memegang peranan penting dalam hubungan sosial antar rumahtangga, dengan menjaga hubungan baik dengan tetangga merupakan investasi sosial bagi suatu rumahtangga di masa depan. Rumahtangga akan saling membantu melalui hubungan sosial agar tetap tahan pangan meskipun keadaan finansial yang kurang. Sumarti (2012) menjelaskan peranan modal sosial dalam rumahtangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Organisasi tersebut adalah arisan dan pengajian. Melalui arisan dan pengajian, banyak rumahtangga yang mencukupi kebutuhan pangan dengan dibantu oleh organisasi tersebut. Organisasi yang bukan asli tumbuh dari masyarakat kurang memberikan manfaat kepada rumahtangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga melalui kerja sama dengan organisasi luar desa. Jaringan sosial yang dibentuk menurut Sumarti (2012) lebih menekankan kepada keikutsertaan rumahtangga dalam organisasi di lingkungan tempat tinggal.

Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan jaringan sosial rumahtangga dapat dilihat dalam banyaknya asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga. Ketika banyak asosiasi lokal yang diikuti oleh rumahtangga akan membuka kesempatan menambah jaringan sosial. Asosiasi lokal bermanfaat bagi rumahtangga untuk dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumahtangga. Namun hal tersebut harus diikuti dengan keaktifan rumahtangga dalam mengikuti kegiatan asosiasi lokal masyarakat. Penelitian Humaira (2011) juga menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam sejumlah asosiasi membangun jaringan melalui berbagai hubungan akan sangat berpengaruh dalam menentukan kuat atau tidaknya modal sosial yang terbentuk.

(26)

hubungan kekerabatan dari interaksi yang sering dilakukan dapat membentuk jaringan sosial masyarakat, sama dengan konsep yang dijelaskan oleh Alfiasari et al. (2009).

Dari beberapa konsep jaringan sosial yang dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya, jaringan sosial dibentuk dari hubungan sosial melalui hubungan pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumahtangga dalam suatu kelompok atau organisasi. Jaringan sosial berfungsi untuk membantu rumahtangga dalam pemenuhan kebutuhan pangan agar ketahanan pangan dapat terwujud. Aksesibilitas pangan sangat berkaitan erat dengan jaringan sosial. Melalui hubungan pertetanggaan atau kekerabatan dan asosiasi yang dibentuk oleh masyarakat maka hubungan-hubungan sosial baru banyak terbentuk. Apabila hubungan sosial semakin banyak akan membentuk jaringan-jaringan baru yang berguna membantu rumahtangga memenuhi kebutuhan pangan. Akses rumahtangga menjadi semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan karena banyak jaringan sosial yang dapat dimanfaatkan. Akses rumahtangga yang semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan akan membantu mewujudkan ketahanan pangan.

c. Norma (Norm)

Norma merupakan aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat baik formal maupun informal. Keberadaan norma dapat mengatur bagaimana masyarakat bersikap dan berperilaku. Norma sosial tidak dapat terpisah dari kepercayaan dan jaringan sosial. Norma sosial dapat berupa aturan-aturan tidak tertulis dalam hubungan antar rumahtangga di dalam komunitas, nilai-nilai tradisional yang sudah ada turun temurun, dan nilai-nilai agama yang diyakini dalam menjalin hubungan sosial (Alfiasari et al. 2009). Agar dapat tercipta kerjasama, maka harus ada norma-norma yang mengatur. Norma-norma yang ada dapat terbentuk secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda.

Dalam penelitian Sunandang (2012) dijelaskan bahwa hubungan kekerabatan yang erat dan kepercayaan yang terjalin cukup baik akan memunculkan kontrol pada diri sendiri sehingga terpelihara nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama yang dibentuk oleh masyarakat. Ada aturan-aturan yang mengikat pada masyarakat yang tidak dibentuk oleh aturan formal. Kebersamaan, gotong royong, dan kerja sama memiliki aturan-aturan masing-masing yang dipegah teguh oleh masyarakat dalam berperilaku. Berbeda dengan konsep yang dikemukakan Sunandang (2012), Alfiasari et al. (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa norma-norma yang ada pada masyarakat tidak tertulis (aturan tidak tertulis) ketika saling membantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan rumahtangga. Norma tersebut berupa kesadaran untuk saling membantu antar tetangga karena masih saudara atau kerabat yang harus tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumahtangga tidak memiliki sumberdaya pangan maka dengan sukarela rumahtangga lain akan membantu memenuhi sumberdaya pangan tersebut.

(27)

telah diberikan antar rumahtangga dan jaringan yang telah dibangun memerlukan aturan tertulis ataupun tidak tertulis untuk membatasi perilaku rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Stabilitas pangan tercukupi dengan tindakan rumahtangga yang sesuai dengan aturan sosial yang berlaku. Aksesibilitas pangan rumahtangga semakin mudah dengan batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh rumahtangga. Konsumsi pangan rumahtangga juga harus menggunakan norma-norma sosial sebagai batasan-batasan dalam berperilaku memenuhi konsumsi pangan.

Pemanfaatan Modal Sosial

Pemanfaatan modal sosial merupakan cara-cara rumahtangga memanfaatkan kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dalam menjalankan kehidupannya. terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan. Seperti pada penelitian Alfiasari et al. (2009) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan modal sosial dapat dilihat dari hubungan ketetanggaan dan kekerabatan karena jarak tempat tinggal yang dekat untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Selain itu, pemanfaatan modal sosial dalam ketahanan pangan rumahtangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih mampu dalam mendukung rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan rumahtangga melalui kerja sama dengan organisasi luar desa (Sumarti 2012). Kedua peneliti saling menjelaskan pemanfaatan modal sosial dalam memenuhi kebutuhan pangan dengan menggunakan kepercayaan dan organisasi sosial untuk membangun jaringan sosial antar rumahtangga.

Dalam penelitian Mustofa (2012), pemanfaatan modal sosial untuk mencukupi kebutuhan adalah dengan strategi mencari tambahan penghasilan, pinjam, minta saudara/anak, menjual/menggadaikan barang yang dimiliki. Strategi yang dilakukan memanfaatkan jaringan sosial yang telah dibentuk sebelumnya. Konsep yang dikemukakan Mustofa (2012) lebih menekankan pada pemanfaatan jaringan sosial untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama, dan kekuatan jaringan yang merupakan bagian dari pemanfaatan modal sosial, sesuai dengan pernyataan Rendanikusuma (2012). Lebih lanjut Rendanikusuma menjelaskan bahwa bentuk kekuatan jaringan adalah banyaknya orang yang dikenal oleh masyarakat, kemudahan dalam mendapatkan informasi sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk memenuhi kebutuhan.

Manfaat asosiasi dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumahtangga (Suandi dan Napitupulu 2012). Asosiasi tersebut didukung oleh karakter masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan asosiasi untuk mengatasi masalah rumag tangga. Humaira (2011) dalam penelitiannya menambahkan kepercayaan yang digunakan berkaitan dengan nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan tersebut. Orang lain percaya kepada kita dengan menguji kejujuran dalam memanfaatkan kepercayaan yang telah diberikan.

(28)

pangan. Pemanfaatan modal sosial berupa kepercayaan yang ada dalam asosiasi atau organisasi yang telah dibentuk sehingga menciptakan suatu hubungan sosial yang erat dan ada norma yang mengikat. Stabilitas pangan rumahtangga terpenuhi apabila kepercayaan timbul dan digunakan untuk saling membantu antar rumahtangga. Jaringan sosial semakin kuat apabila rumahtangga menggunakannya untuk memudahkan rumahtangga dalam akses terhadap pangan. Apabil norma sosial dipatuhi dengan baik maka konsumsi pangan rumahtangga juga akan semakin baik.

Konsep Ketahanan Pangan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Undang-undang tersebut juga telah menyatakan bahwa pengembangan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani merupakan kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Ketahanan pangan bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumahtangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Suryana (2003) menjelaskan bahwa GBHN 1999-2004 telah mengarahkan bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. World Bank

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses semua orang pada setiap saat terhadap pangan yang mencukupi untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat (Indaryanti 2003 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011). World Conference on Human Right tahun 1993 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya setempat (Saliem 2005 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011).

Penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah tingkat pendidikan pengelola rumahtangga, tingkat pendapatan rumahtangga, dan struktur rumahtangga. Nasution (2012) juga menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh pendapatan yang merupakan nilai ekonomi yang berpengaruh secara signifikan, jumlah anggota rumahtangga, dan pengeluaran rumahtangga. Pendapatan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli rumahtangga sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Pendapatan rumahtangga diperoleh melalui pekerjaan pergi keluar negeri sebagai TKI. Penguasaan lahan juga menjadi faktor yang menentukan ketahanan pangan rumahtangga. Dalam penelitian Fathonah dan Prasodjo (2011), Mustofa (2012), Suandi dan Napitupulu (2012) dijelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dilihat dari ketersediaan pangan bagi rumahtangga, aksesibilitas pangan dilihat dari distribusi pangan, konsumsi pangan rumahtangga.

(29)

Gambar 1 Kerangka sistem ketahanan pangan

Ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan memanfaatkan modal sosial yang tersedia dalam masyarakat. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan melalui modal sosial seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dapat membantu rumahtangga menyelesaikan masalah pangan rumahtangga. Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan masyarakat karena modal ini merupakan jaringan atau hubungan keluarga terhadap dunia luar baik bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat termasuk masalah pangan rumahtangga. Dengan kata lain, modal sosial merupakan bentuk jaringan kerja sosial dan ekonomi di masyarakat yang terjadi antara individu dan kelompok yang bermanfaat dan menguntungkan.

Konsep Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan negara untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan produk pangan lokal untuk kebutuhan sendiri serta melarang praktik perdagangan pangan secara dumping (Pramono 2005 dalam Nasution 2012). Serikat Petani Indonesia (SPI) juga menjelaskan konsep kedaulatan pangan sebagai hak setiap

Input

Fasilitasi pemerintah bagi kecukupan pangan, harga yang wajar, terjangkau masyarakat. pengaturan, pengawasan menuju iklim usaha yang jujur, bertanggung jawab, pangan yang aman dan bergizi cukup. Fasilitasi bagi pemberdayaan dan kemandirian masyarakat.

(30)

bangsa secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan, tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Ada tujuh prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, antara lain 1) pembaruan agraria, 2) adanya hak akses rakyat terhadap pangan, 3) penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, 4) pangan untuk pangan dan tidak sekedar komoditas untuk diperdagangkan, 5) pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, 6) melarang penggunaan pangan sebagai senjata, 7) pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.

Konsep kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Perbandingan indikator kedaulatan pangan dan ketahanan pangan yang dikemukakan oleh Hariyadi (2012) tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1 Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan

Perbandingan Ketahanan Pangan Kedaulatan Pangan Definisi Ketahanan pangan

(31)

Pangan (intake)

Indikator Kedaulatan - Tingkat

keanekaragaman

(32)

Komponen Ketahanan Pangan

a. Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, impor-ekspor, dan cadangan pangan. Ketersediaan pangan juga berarti bahwa bagaimana pangan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terutama rumahtangga untuk mempertahankan kehidupannya. Pada tingkat rumahtangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan sendiri dan membeli pangan yang tersedia di pasar (Braun et al. 1992 dalam Fathonah dan Prasodjo 2011).

Ketersediaan pangan juga berarti terpenuhinya pangan yang cukup bukan hanya beras tetapi mencakup pengan yang berasal dari tanaman, ternak, ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat (Suryana 2001 dalam Nasution 2012). Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Maleha dan Sutanto 2011).

Mustofa (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan ketersediaan pangan dalam rumahtangga mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Hal ini diperkuat dengan penelitian Suandi dan Napitupulu (2012) yang menyebutkan bahwa ketersediaan pangan tersebut dilihat dari tersedianya bahan pangan terutama beras dalam memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga. Ketiga peneliti menjelaskan ketersediaan pangan sebagai tersedianya pangan yang cukup untuk kebutuhan konsumsi pangan rumahtangga. Namun, Nasution (2012) menjelaskan lebih detail mengenai ketersediaan pangan yang tidak hanya mencakup beras tetapi juga karohidrat selain beras, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Ketersediaan pangan berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk menyediakan pangan secara terus menerus dalam rumahtangga, baik kebutuhan pangan yang berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Upaya yang dilakukan rumahtangga untuk menyediakan pangan adalah dengan kepercayaan antar rumahtangga. Kepercayaan antar rumahtangga membantu rumahtangga mendapatkan pangan yang berasal dari rumahtangga lain selain usaha pokok. Ketersediaan pangan ini juga tersedia melalui jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Jaringan sosial yang semakin banyak akan sangat membantu rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

b. Aksesibilitas Pangan

(33)

Akses pangan rumahtangga mencakup kestabilan harga pangan dan aksesibilitas pangan antarwaktu dan antarwilayah. Aksesibilitas pangan termasuk ke dalam distribusi pangan yang mencakup aspek fisik dan ekonomi. Mustofa (2012) menjelaskan bahwa aksesibilitas pangan dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, kepemilikan lahan, dan cara memperoleh pangan. Stabilitas ketersediaan pangan berupa kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumahtangga dalam sehari. Apabila rumahtangga memiliki akses yang rendah terhadap pangan maka ketahanan pangan rumahtangga jug sulit untuk diwujudkan.

Aksesibilitas pangan juga berkaitan dengan adanya kepercayaan rumahtangga terhadap rumahtangga lain dalam pemenuhan kebutuhan baik pangan maupun nonpangan. Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumahtangga didapatkan melalui modal sosial yang dimiliki rumahtangga. Ketahanan pangan yang dilakukan rumahtangga akan semakin baik ketika kepercayaan semakin tinggi. Hal tersebut akan meyebabkan banyak rumahtangga yang memiliki akses pangan melalui kepercayaan yang terjalin.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, aksesibilitas pangan berarti akses rumahtangga dalam mendapatkan pangan yang didapatkan dengan adanya kepercayaan rumahtangga lain dan jaringan yang telah terbentuk. Aksesibilitas pangan juga sangat berkaitan erat dengan jaringan sosial. Rumahtangga semakin mudah mendapatkan akses kebutuhan pangan dengan jaringan sosial yang semakin kuat. Aksesibilitas pangan berupa kemampuan rumahtangga mengakses sumberdaya pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumahtangga memiliki banyak jaringan maka semakin memudahkan rumahtangga tersebut mengakses pangan saat mereka dalam kesulitan pangan ataupun ekonomi.

c. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan rumahtangga mencakup kecukupan konsumsi dalam jumlah, keragaman, mutu gizi atau nitrisi, dan keamanan (Suryana 2003). Maleha dan Sutanto (2006) lebih lanjut menjelaskan bahwa konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Penelitian Maleha dan Sutanto (2006) lebih menekankan pada keamanan dan gizi dalam konsumsi pangan.

Penelitian Mustofa (2012) menjelaskan bahwa kualitas atau keamanan pangan melihat jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi

yang dilihat dari “ada” atau “tidaknya” bahan makanan. Ada atau tidaknya bahan

(34)

(2012) lebih mementingkan keamanan pangan dalam konsumsi pangan rumahtangga. Dari penelitian Maleh dan Sutanto (2006) dan Mustofa (2012), konsumsi pangan yang dimaksud adalah kecukupan pangan dalam rumahtangga yang terkait dengan gizi, nutrisi, dan keamanan pangan.

Kerangka Pemikiran

(35)

Keterangan :

: mempengaruhi : berhubungan

Hipotesis

1. Semakin tinggi kondisi sosial ekonomi rumahtangga maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

2. Semakin tinggi pemanfaatan modal sosial rumahtangga maka semakin tinggi status ketahanan pangan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Masing-masing variabel diberi batasan terlebih dahulu agar dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kondisi sosial ekonomi adalah kondisi rumahtangga yang diukur dari tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga.

a. Tingkat pendapatan rumahtangga adalah pemasukan dalam rumahtangga sebagai hasil dari pekerjaan yang dilakukan dalam satuan rupiah. Variabel ini diukur dari kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani (kegiatan upah, usaha keluarga, remittan atau kiriman, dan lain-lain). Indikator untuk mengukur tingkat pendapatan rumahtangga adalah

1. Pendapatan rumahtangga petani sebagai petani (kegiatan usahatani) satu minggu terakhir.

2. Pendapatan rumahtangga petani selain menjadi petani (kegiatan nonusahatani) satu minggu terakhir.

Berdasarkan jumlah indikator yang digunakan, tingkat pendapatan rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu

Rendah : P1 ≤ x ≤ P2

Sedang : P2 < x ≤ P3

Tinggi : P3 < x ≤ P41

b. Tingkat pengeluaran rumahtangga adalah banyaknya uang yang dikeluarkan rumahtangga untuk membayar barang atau jasa dalam satu periode waktu. Variabel ini diukur dari pengeluaran pangan, nonpangan, dan lainnya (hutang, mengirim, arisan, dan zakat). Indikator untuk mengukur tingkat pengeluaran rumahtangga adalah

1

Keterangan : P1 = Pendapatan minimal rumahtangga, P2 = P1 ditambah dengan rata-rata

pendapatan total, P3 = P2 ditambah dengan rata-rata pendapatan total, P4 = P3 ditambah dengan

(36)

1. Pengeluaran rumahtangga petani berupa pangan dalam satu minggu terakhir.

2. Pengeluaran rumahtangga petani berupa pengeluaran nonpangan dalam satu minggu terakhir.

3. Pengeluaran rumahtangga petani selain pangan dan nonpangan (hutang, mengirim, arisan, dan zakat) dalam satu minggu terakhir. Berdasarkan jumlah indikator yang digunakan, tingkat pengeluaran rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu

Rendah : K1 ≤ x ≤ K2

Sedang : K2 < x ≤ K3

Tinggi : K3 < x ≤ K42

c. Jumlah anggota rumahtangga adalah jumlah individu yang tinggal atau menetap bersama dalam satu atap dan hidup dalam penghasilan yang sama. Variabel ini diukur dari jumlah orang yang tinggal dalam satu atap pada rumahtangga petani. Data jumlah anggota rumahtangga didapatkan dari penelitian di lapang atau data emik. Jumlah anggota rumahtangga dibedakan menjadi tiga kategori sesuai dengan jawaban responden, yaitu Kecil : J1 ≤ x ≤ J2

Sedang : J2 < x ≤ J3

Besar : J3 < x ≤ J43

2. Modal Sosial adalah nilai-nilai yang ada pada masyarakat untuk membangun interaksi sosial, diukur dari tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, dan pengaruh norma sosial.

a. Tingkat kepercayaan adalah hasil interaksi antar rumahtangga yang berlandaskan kejujuran, hubungan tanpa ada rasa curiga, dan keadilan. Variabel ini diukur dari asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan baik pada kegiatan usahatani maupun kegiatan nonusahatani. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan adalah asal rumahtangga petani mendapatkan pekerjaan, di antaranya saudara, tetangga, teman, orang lain, dan anak.

b. Kekuatan jaringan adalah hasil hubungan sosial yang dibentuk dari hubungan pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumahtangga dalam organisasi atau lembaga. Variabel ini diukur dari keberadaan organisasi atau asosiasi baik yang berkaitan dengan pertanian maupun tidak dan keikutsertaan rumahtangga petani pada organisasi tersebut. Indikator untuk mengukur kekuatan jaringan adalah

1. Adanya organisasi petani atau organisasi lainnya di Desa Ciaruteun Ilir.

2. Keikutsertaan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir dalam organisasi tersebut.

2

Keterangan : K1 = Pengeluaran minimal rumahtangga, K2 = K1 ditambah dengan rata-rata

pengeluaran total, K3 = K2 ditambah dengan rata-rata pengeluaran total, K4 = K3 ditambah dengan

rata-rata pengeluaran total.

3

Keterangan : J1 = jumlah anggota rumahtangga minimal, J2 = J1 ditambah dengan rata-rata jumlah

anggota rumahtangga total, J3 = J2 ditambah dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga total, J4

(37)

3. Jumlah dari organisasi yang diikuti oleh rumahtangga petani di Desa Ciaruteun Ilir.

c. Pengaruh norma sosial adalah aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dijalankan rumahtangga, berupa tolong-menolong dan gotong royong. Variabel yang digunakan adalah norma-norma yang ada di masyarakat Desa Ciaruteun Ilir dalam menjalankan pekerjaan di bidang kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani. Indikator untuk mengukur pengaruh norma sosial adalah bagaimana rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir menjalankan norma sosial yang ada di dalam masyarakat.

3. Pemanfaatan Modal Sosial adalah cara-cara rumahtangga menggunakan modal sosial untuk memenuhi kebutuhan pangan. Variabel yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan modal sosial adalah tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, dan pengaruh norma sosial. Indikator yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan modal sosial adalah cara rumahtangga petani memanfaatkan modal sosial yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usahatani ataupun kegiatan nonusahatani sehari-hari.

4. Status Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan rumahtangga. Variabel ini diukur dari ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Pengukuran variabel tersebut melalui sebelas pertanyaan kuesioner dengan masing-masing pertanyaan mencakup ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan.

a. Ketersediaan pangan adalah persediaan beras dalam rumahtangga untuk mencukupi kebutuhan pangan, dilihat dari waktu persediaan beras, cara mendapatkan pangan, harga besar di pasar, dan tersedianya uang untuk membeli beras.

b. Aksesibilitas pangan adalah akses rumahtangga dalam mendapatkan pangan berdasarkan adanya kepercayaan rumahtangga lain dan jaringan yang telah terbentuk.

c. Konsumsi pangan adalah kecukupan pangan dalam rumahtangga yang terkait dengan gizi, nutrisi, dan keamanan pangan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur status ketahanan pangan adalah 1. Ketersediaan beras di Desa Ciaruteun Ilir dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari rumahtangga petani.

2. Akses rumahtangga petani dalam memenuhi kebutuhan beras dan kebutuhan pangan lain.

3. Kecukupan konsumsi beras dan pangan lainnya dalam rumahtangga.

Pertanyaan pada kuisioner berjumlah sebelas dengan masing-masing pertanyaan memiliki nilai yang berbeda. Perhitungan skor pada pertanyaan kuisioner adalah dengan menjumlahkan semua nilai skor dari pertanyaan kuisioner yang telah dijawab oleh responden. Status ketahanan pangan rumahtangga petani dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu

(38)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Menurut Singarimbun (1989), penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesa atau penelitian penjelasan (explanatory research) yang tergolong dalam metode penelitian survei. Penelitian pengujian hipotesa merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun 1989).

Pedekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Singarimbun (1989) menyatakan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan pemanfaatan modal sosial rumahtangga di Desa Ciaruteun Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, mendeskripsikan kondisi pangan rumahtangga di Desa Ciaruteun Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menganalisis hubungan kondisi sosial ekonomi rumahtangga terhadap status ketahanan pangan, menganalisis hubungan pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan pangan rumahtangga. Pendekatan penelitian kualitatif dan kualitatif digunakan untuk memperoleh data primer.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei dan menggunakan instrumen berupa kuisioner yang ditujukan kepada rumahtangga petani. Kuisioner yang diberikan kepada rumahtangga petani mengenai kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani yang berupa tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga. Selain itu, kuisioner tersebut diberikan kepada rumahtangga petani untuk mengetahui modal sosial yang berupa tingkat kepercayaan, kekuatan jaringan, pengaruh norma sosial, dan status ketahanan pangan rumahtangga yang berupa ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan konsumsi pangan. Pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan. Panduan wawancara mendalam yang digunakan terkait dengan pemanfaatan modal sosial, dan status ketahanan pangan rumahtangga petani.

Lokasi dan Waktu

(39)

dilakukan. Selain itu, sebagian besar penduduk masih menjadikan pertanian sebagai lahan utama mencari nafkah.

Pengambilan data sekunder dilakukan pada bulan September 2013. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan November 2013, pengolahan data dilakukan pada bulan November 2013. Analisis data dan penulisan dilakukan pada bulan Desember 2013. Kegiatan penelitian meliputi peyusunan proposal penelitian, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Unit analisis penelitian adalah rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Rumahtangga petani merupakan petani yang menggunakan lahan pertanian untuk menanam sayur-sayuran. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan rumahtangga petani Desa Ciaruteun Ilir.

Teknik sampling adalah suatu teknik atau cara dalam mengambil sampel yang representatif dari populasi (Rianse dan Abdi 2009). Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sampel yang diambil secara acak. Langkah-langkah metode pengambilan sampel yang digunakan adalah :

a. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari sekretaris desa, RW dengan penduduk yang paling banyak memiliki pekerjaan sebagai petani adalah RW 01, RW 02, RW 03, RW 06, dan RW 07.

b. Pada masing-masing RW ditentukan jumlah rumahtangga petani yang akan diwawancarai dan diberikan kuisioner penelitian. Rumahtangga petani yang dibutuhkan sebagai responden adalah 60 rumahtangga dengan lima wilayah RW yang telah ditentukan. Perhitungan jumlah rumahtangga pada masing-masing RW adalah = 12. Jadi, masing-masing RW diperlukan 12 rumahtangga petani untuk diwawancarai dan diberikan kuisioner.

c. Pada masing-masing RW, rumahtangga petani dipilih awalnya melalui data yang diberikan oleh ketua RW dan memilih secara acak rumahtangga petani tersebut. Kemudian, pemilihan responden selanjutnya ditentukan berdasarkan informasi yang telah diberikan oleh responden sebelumnya.

Teknik Pengumpulan Data

(40)

diberikan kepada rumahtangga petani terdiri dari tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah modal sosial, kondisi sosial ekonomi rumahtangga berupa tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga, dan status ketahanan pangan rumahtangga. Wawancara mendalam diberikan kepada rumahtangga petani dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan dan diikuti dengan pemikiran rumahtangga petani yang berhubungan dengan pertanyaan. Wawancara tersebut digunakan untuk mengetahui pemanfaatan modal sosial bagi rumahtangga di Desa Ciaruteun Ilir dan informasi-informasi lain mengenai ketahanan pangan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini terbagi ke dalam 3 tahap. Pertama, setelah data diambil di lapangan, data tersebut dimasukkan ke dalam buku kode responden sebelum diolah menggunakan SPSS. Buku kode rumahtangga petani dibuat menggunakan Microsoft Excel 2007

dengan memberikan kode-kode terhadap setiap pertanyaan kuesioner yang diberikan kepada responden. Setelah buku kode dibuat, jawaban setiap pertanyaan dari rumahtangga petani dimasukkan ke buku kode tersebut sebelum diolah. Kedua, setelah semua jawaban dari rumahtangga petani dimasukkan ke buku kode responden, data tersebut diperiksa kembali untuk mendapatkan jawaban yang seragam. Jawaban yang terdapat di kuesioner sangat beragam sehingga perlu disamakan agar nantinya mudah diolah lebih lanjut. Tahap ini masih menggunakan microsoft excel 2007. Ketiga, pengolahan data menggunakan SPSS 16.0 dengan menggunakan tabulasi silang dan uji analisis regresi linear berganda. Uji analisis regresi linear bergandadigunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar dua variabel, yaitu variabel kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani dan status ketahanan pangan petani.

Proses perhitungan pendapatan, pengeluaran, dan ketahanan pangan rumahtangga petani adalah sebagai berikut :

1. Langkah-langkah perhitungan pendapatan rumahtangga petani adalah

a. Pendapatan petani diambil dari mata pencaharian yang berupa kegiatan usahatani dan kegiatan nonusahatani. Kegiatan usahatani yang dimaksud adalah pekerjaan petani sayuran yang sehari-hari dilakukan. Pendapatan petani sayuran ini diambil dari kegiatan tani selama satu minggu terakhir. b. Setelah mendapatkan data hasil pendapatan petani ini, data tersebut

dimasukkan ke buku kode rumahtangga petani yang telah dibuat di

Microsoft Excel 2007.

c. Ukuran pendapatan petani disamakan dari pendapatan per minggu per rumahtangga petani menjadi pendapatan per bulan per rumahtangga petani.

(41)

e. Setelah disamakan semua pendapatan dalam per bulan, hasil pendapatan tersebut dijumlahkan yang menghasilkan pendapatan total dari setiap rumahtangga.

f. Penggolongan tinggi, sedang, dan rendah pada pendapatan rumahtangga ini berdasarkan rata-rata pendapatan rumahtangga petani dengan

perhitungan sebagai berikut : ( )4.

g. Setelah mendapatkan nilai rata-rata pendapatan, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai pendapatan maksimum dan minimum sehingga diperoleh range pendapatan tinggi, sedang, dan rendah.

2. Langkah-langkah perhitungan pengeluaran rumahtangga petani adalah

a. Pengeluaran rumahtangga petani diambil dari pengeluaran pangan, nonpangan, dan lainnya seperti arisan. Pengeluaran rumahtangga ini diambil dalam satu minggu terakhir dari masing-masing pengeluaran. b. Setelah mendapatkan jawaban dari masing-masing rumahtangga dari

pertanyaan kuesioner, selanjutnya jawaban tersebut dimasukkan ke buku responden yang telah dibuat.

c. Pengeluaran rumahtangga tersebut kemudian disamakan jawabannya dengan dibuat pengeluaran dalam per bulan.

d. Setelah disamakan semua pengeluaran dalam per bulan, hasil pengeluaran tersebut dijumlahkan yang menghasilkan pengeluaran total dari setiap rumahtangga.

e. Penggolongan tinggi, sedang, dan rendah pada pengeluaran rumahtangga ini berdasarkan rata-rata pengeluaran rumahtangga petani dengan

perhitungan sebagai berikut : ( )5.

f. Setelah mendapatkan nilai rata-rata pengeluaran, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai pengeluaran maksimum dan minimum sehingga diperoleh range pengeluaran tinggi, sedang, dan rendah.

3. Langkah-langkah perhitungan jumlah anggota rumahtangga petani adalah a. Perhitungan jumlah anggota rumahtangga berdasarkan jawaban responden

mengenai jumlah orang yang tinggal dalam satu atap.

b. Keseluruhan jawaban kuesioner tersebut memiliki jawaban yang beragam sehingga jumlah anggota rumahtangga terendah adalah 2 dan jumlah anggota rumahtangga tertinggi adalah 11.

c. Selanjutnya mencari rata-rata jawaban tersebut dengan penjabaran sebagai

berikut : Rata-rata jumlah anggota rumahtangga = ( )6

d. Setelah mendapatkan nilai rata-rata jumlah anggota rumahtangga, selanjutnya nilai rata-rata tersebut dijumlahkan dengan nilai maksimum dan minimum sehingga diperoleh range jumlah anggota rumahtangga besar, sedang, dan kecil.

4. Langkah-langkah perhitungan status ketahanan pangan rumahtangga petani adalah

e. Perhitungan status ketahanan pangan rumahtangga petani berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang berjumlah 11 yang ada pada kuesioner

4

Keterangan : P adalah Pendapatan

5

Keterangan : K adalah Pengeluaran

6

(42)

penelitian. Jawaban pertanyaan kuesioner diberikan nilai pada masing-masing pertanyaan seperti strategi rumahtangga untuk mempertahankan keadaan pangan (tidak ada, hutang, pinjam, dan dicukupkan), tempat membeli pangan (warung, pasar), dan alternatif pangan dalam rumahtangga petani (ubi, singkong).

f. Keseluruhan pertanyaan kuesioner tersebut memiliki nilai yang beragam sehingga nilai terendah adalah 11 dan nilai tertinggi adalah 22.

g. Selanjutnya mencari rata-rata nilai tersebut dengan penjabaran sebagai

berikut : Rata-rata nilai = ( )7

h. Setelah mendapatkan nilai rata-rata ketahanan pangan, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan dengan nilai maksimum dan minimum sehingga diperoleh range status ketahanan pangan tinggi, sedang, dan rendah.

7

(43)
(44)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis Desa Ciaruteun Ilir

Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang. Desa ini terletak di sebelah barat Kabupaten Bogor dengan ketinggian ± 460 meter di atas permukaan laut. Batas geografis Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cikodom Kecamatan Rumpin Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang

Sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciampea Kecamatan Ciampea Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung Kecamatan Cibungbulang Jarak Desa Ciaruteun Ilir ke ibukota kecamatan kurang lebih 6 km dengan waktu tempuh 30 menit. Luas Desa Ciaruteun Ilir adalah 360 hektar, yang terdiri atas 200 hektar persawahan yang ditanami padi dan sayuran, 105 hektar pemukiman, 42 hektar ladang dan empang, dan 13 hektar untuk penggunaan lainnya (Tabel 2).

Tabel 2 Luas dan persentase lahan di Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010

No Uraian Luas (Ha) Persentase (%) 1 Luas persawahan 200 55,56 2 Luas pemukiman 105 29,17

3 Ladang 15 4,17

4 Hutan rakyat 25 6,94

5 Empang 2 0,56

6 Lainnya 13 3,60

Total 360 100,00

Desa Ciaruteun Ilir terdiri dari 4 dusun, yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan Dusun IV. Desa ini terbagi dalam 10 rukun warga dan 35 rukun tetangga yang dikelompokkan dalam 11 kampung. Sebelas kampung tersebut yaitu :

Kampung Pabuaran yang berada di RW 01 Kampung Tegal Salam berada di RW 02 Kampung Ciaruteun Ilir berada di RW 03 Kampung Munjul berada di RW 04

Kampung Tutul, Kampung Rumput, dan Kampung Muara Jaya berada di RW 05

Kampung Wangun Jaya berada di RW 06 dan RW 07 Kampung Cikarang berada di RW 08

(45)

Potensi Sumberdaya Manusia di Desa Ciaruteun Ilir

Jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan data desa tahun 2012 (Tabel 3) adalah 10.259 orang, terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 5.232 orang dan perempuan sebanyak 5.027 orang. Jumlah kepala keluarga (KK) tahun 2012 sebanyak 2.705 KK dengan kepadatan penduduk sebesar 0,0028 jiwa per m2.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan jenis kelamin tahun 2012

No Uraian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 5.232 50,99

2 Perempuan 5.027 49,01

Total 10.259 100,00

Dilihat dari sebaran umur (Tabel 4), jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir paling banyak berada pada usia 15 sampai dengan 39 tahun, yaitu 3.260 jiwa. Menurut ilmu kependudukan, usia 15 sampai dengan 64 tahun merupakan usia produktif sehingga apabila merujuk pada sebaran umur tersebut maka dapat dikatakan bahwa penduduk Ciaruteun Ilir tergolong produktif. Berikut jumlah dan persentase Penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur secara keseluruhan.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Ciaruteun Ilir berdasarkan kelompok umur Tahun 2012

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0-14 3.203 30,42

2 15-39 3.260 31,78

3 40-58 2.070 20,18

4 >58 1.726 17,62

Total 10.259 100,00

Gambar

Tabel pelaksanaan penelitian
Gambar 1 Kerangka sistem ketahanan pangan
Tabel 1 Perbandingan indikator ketahanan pangan dan kedaulatan pangan
Gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sahabat, menilik sejarah masa lalu nyatanya berkat umat islam menguasai berbagai ilmu menjadikan islam sebagai negara super power ketika masa dinasti bani Abbasiyah.. Itu

2. Post- test ini diberikan sebagai data hasil belajar siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes ini untuk mengetahui sejauh mana hasil

Metode kanguru adalah suatu metode yang dilakukan untuk perawatan bayi baru lahir khususnya bayi prematur yang pelaksanaannya dilakukan dengan kontak langsung antara

Pada rencana asuhan kala IV menurut Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus (2004), yaitu periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit

Sumber pengendapan sedimen di muara umumnya berasal dari lahan tanah di daerah hulu yang telah menyerap 210 Pb unsupported dengan partikel penyusun tanah yang

Dengan menggunakan kriteria taraf keberhasilan tindakan, dapat diketahui rata-rata aktivitas siswa dalam pelaksanaan tindakan pada pertemuan 1 berada dalam

Fase pembungaan tanaman nenas baik yang tumbuh pada lahan gambut maupun lahan aluvial terjadi pada pengamatan IV, yaitu pada bulan Nopember, dan setelah 100-150 hari setelah itu

Rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah apakah pemberian dosis pupuk kandang kotoran ayam pada tanah gambut pedalaman berpengaruh