• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering pg takalar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering pg takalar"

Copied!
273
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ALAT DAN MESIN

DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA

PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR

IQBAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

IQBAL. Study of Farm Machinery inSugarcane Litter Management on Dry Land

Sugarcane Plantation PG Takalar. Under the direction of TINEKE MANDANG, E. NAMAKEN SEMBIRING and M.A. CHOZIN.

Agricultural waste in form of sugarcane litter is an organic material that can be reused as compost. To process sugarcane litter into compost take several technology that can facilitate the process. The objectives of this research were; 1) to determine the potential of sugarcane litter and to determine the machinery requirement for sugarcane litter management in PG Takalar, 2) to design an applicator for compost made of sugarcane litter that can be used for a plant cane and ratoon in dry land, 3) to identify the quality of sugarcane litter compost and to analyze the influence of the compost to soil physical and mechanical properties, soil fertility, and ratoon crop growth, 4) to analyze the benefit and feasibility of sugarcane litter management on dry land, and 5) to develop model of sugarcane litter management in determining the number of machinery used and analyzing sugarcane litter management cost, by using dynamic model. Average availability potential of sugarcane litter in PG Takalar was 19.96% or 20% from each stem of sugarcane in total, with 4 186 ha area of PG Takalar, the potential of sugarcane litter was 32 860 ton/year. The number of machinery needed to support the mechanization of sugarcane litter management were 48 units of tractor, 13 units of trash rake, 31 units of trailer, 4 units of applicator, 18 units of chopper, 3 units of truck, 3 units of composting turner and 3 units of loader. The compost produced was appropriate with SNI 2004, Agriculture Ministry Regulation No. 2/2006 and No. 28/2009. The compost application in the sugarcane plantation will reduce production cost. The use of sugarcane litter compost in 15 ton/ha dosage was equivalent with 48 kg of N. Thus, compare with urea fertilizing dosage of 600 kg/ha, the use of 15 ton/ha of compost will reduce urea fertilizer up to 17.8%. The application of compost will reduce production cost and will increase the level of C and N organics, respectively by 8% and 21% within 4 months used of compost. It is also found that, compost positively affect the soil physical and mechanical properties. Based on the growth of high and diameter stem. The feasibility analyze showed that the mechanization of sugarcane litter management through sugarcane litter management unit in each district was feasible to be developed.

(6)
(7)

RINGKASAN

IQBAL. Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG, E. NAMAKEN SEMBIRING dan M.A. CHOZIN

Luas perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 434 257 hektar (Ditjenbun 2011) dengan produksi gu la 2 694 227 ton. Tanaman tebu menghasilkan produk sampingan antara lain pucuk tebu, daun tebu, blotong, tetes, dan bagas. Serasah sisa tebangan ini terdiri atas daun tebu, pucuk tebu, dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik. Serasah tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik. Menurut Toharisman (1991) berat serasah tebu hasil tebangan di lahan mencapai 20-25 ton/ha. Potensi ini belum dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produksi gula.

Serasah tebu mengganggu proses pengolahan lahan dan pengeprasan, oleh karena itu perkebunan tebu melakukan pembakaran dan ini dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Pembakaran dilakukan karena di perkebunan tebu tidak terdapat unit pengelolaan serasah tebu. Unit pengelola serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi, karena kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di tempat pengomposan. Mekanisasi ini terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu.

Tujuan umum penelitian ini adalah merancang model pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: 1) menganalisis potensi dan pengelolaan serasah tebu serta menghitung jumlah kebutuhan teknologi atau alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering; 2) merancang aplikator kompos atau pupuk organik yang berasal dari serasah tebu; 3) menganalisis pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu. 4) menganalisis manfaat dan kelayakan ekonomi pengelolaan serasah tebu secara mekanis; 5) membuat model dinamik pengelolaan serasah tebu.

Metode yang diterapkan adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data primer yang dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka. Tahapan penelitian diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan kegiatan pengelolaan serasah tebu.

(8)

traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk 3 unit dan loader 3 unit.

Prototipe aplikator yang dibuat telah dapat berfungsi dengan baik, terutama bagian penjatahan yang menggunakan tipe belt conveyor dan dapat mengaplikasikan kompos dalam dosis yang besar (15 ton/ha). Semakin tinggi persentase bukaan pintu maka akan semakin besar laju pengeluaran kompos yang diaplikasikan.

Kualitas kompos yang dihasilkan dari serasah tebu telah memenuhi SNI 2004 dan Permentan nomor 2 tahun 2006 serta Permentan nomor 28 tahun 2009 dari aspek nisbah C/N. Pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan, penggunaan pupuk dan tenaga mesin akan lebih efisien. Penggunaan kompos serasah tebu dengan dosis 15 ton/ha setara dengan 48 kg N. Dengan dosis pemupukan 600 kg/ha urea, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat penggunaan pupuk urea hingga 17.8 %. Pemanfaatan kompos serasah tebu akan meningkatkan kadar C dan N organik masing-masing sebesar 8% dan 21% dalam kurun waktu 4 bulan penggunaan kompos. Penggunaan kompos serasah tebu berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan mekanik tanah maupun pertumbuhan tanaman tebu. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata pertumbuhan tanaman tebu yang diberi kompos serasah tebu lebih baik daripada yang tidak diberi kompos dari aspek pertumbuhan tinggi dan diameter batang.

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(10)
(11)

KAJIAN ALAT DAN MESIN

DALAM PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA

PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING PG TAKALAR

IQBAL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng 2. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS

(13)

Judul Disertasi : Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar

Nama : Iqbal

NIM : F164070011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Ketua

Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Keteknikan Pertanian

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan baik. Disertasi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan di PG Takalar kabupaten Takalar Sulawesi Selatan dengan judul ” Kajian Alat dan Mesin dalam Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar ”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS selaku ketua komisi pembimbing, atas teladan, bimbingan, arahan, perhatian dan nasehat yang telah dicurahkan selama pendidikan di program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP), mendesain penelitian, melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi in i selesai.

2. Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS dan Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr selaku anggota komisi yang telah dengan sabar dan menyediakan waktu dan mencurahkan pikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan sejak mendesain penelitian, melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi in i selesai.

3. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya dan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan disertasi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Mursalim dan Dr. Ir. Desrial, M.Eng, selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah menyediakan waktu untuk menguji dan memberikan arahan dalam perbaikan penulisan disertasi ini.

5. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS, atas bimbingan dan ilmunya dalam penyelesaian disertasi ini.

(16)

7. Rektor UNHAS dan Dekan Fakultas Pertanian UNHAS yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

8. Ketua program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan arahan dan bantuan pelayanan administrasi kepada penulis selama mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

9. Pengelola Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Pendidikan Tinggi KEMDIKBUD atas bantuan beasiswa yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

10.Orang tua yang tercinta Ayahanda H. Salim Nursalim dan H. Ambo Tuwo serta Ibunda Hj. Suhaedah Abdullah dan Hj. Maemunah, atas doa, perhatian dan limpahan kasih sayangnya yang tiada terputus bagi kesuksesan penulis. Kakak-kakak tercinta Ir. Chaeroni, Ir. Erna Sylviana, Muh Adnan S.Ag, Sitti Arhami S.Ag, Sitti Ni’mah S.Ag dan Muh. Asrar S.Ag dan Adik-adik tersayang Fajriansyah ST, Asmaul Husna SE, Sitti Mahyan SPT, SPd, Fitriah SKM dan Wifdawati SPd, atas doa dan kasih sayangnya.

11.Istri dan anak-anak penulis tercinta, terkasih dan tersayang, Sitti Ma’wah STP, Riyanni Puteri Iqbal, Nayla Ulfiyah Iqbal dan Afdhal Farghali Iqbal, yang senantiasa penuh kesabaran dan kesetian memberikan doa dan motivasi yang penuh kerelaan untuk ditinggalkan beberapa saat selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

12.Seluruh Staf Pengajar program studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) IPB Bogor.

13.Segenap teman sejawat Dr. Moch Anwar, Dr. Dedy WS, Dr. Yanto, Dr. Budi H, M Tahir S, MSi, Pandu Gunawan, Irriwad Puteri, A Roni A, dll.

14.Teman-teman di program studi Keteknikan Pertanian Unhas Makassar.

Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bagi perkebunan tebu.

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Wonomulyo Polewali Mandar (Pol-Man), Sulawesi Barat pada tanggal 25 Desember 1978 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan ayah bernama H. Salim Nursalim dan Ibu bernama Hj. Suhaedah Abdullah. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Inpres 045 Sidodadi, Wonomulyo Pol-Man lulus tahun 1991. SLTP di SMPN 1 Wonomulyo Pol-Man, lulus tahun 1994. SLTA di SMUN 5 Makassar Sulawesi Selatan, lulus tahun 1997. Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Teknik Pertanian, jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar, lulus tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa S2 program studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada tahun 2006. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada program studi Teknik Pertanian, jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan. Selama mengikuti pendidikan S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) dan International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) serta aktif mengikuti seminar nasional maupun internasional yang berkaitan dengan masalah keteknikan pertanian.

Publikasi :

a. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA. 2012. Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu Menjadi Kompos dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Tebu Ratoon. Jurnal Agritechno Volume 5 No. 1 tahun 2012. Unhas. Makassar.

b. Iqbal, Mandang T. Sembir ing EN dan Chozin MA. 2012. Pemanfaatan Limbah Perkebunan Tebu dalam Mereduksi Efek Pemadatan Tanah Akibat Lintasan Roda Traktor. Jurnal Agrotechno Volume 11 Januari-Juni 2012. Politeknik Jember. Jember.

(18)

Compaction, Weeds and Surface Run-Off . Disampaikan pada Simposium Internasional ISSAAS. IICC 9 November 2011. Bogor. Indonesia.

d. Iqbal, Mandang T. Sembiring EN dan Chozin MA. 2011. Development Of Sugarcane Litter Management Model In Dry Land Sugarcane Plantation. Disampaikan pada Simposium Internasional ISSAAS. IICC 9 November 2011. Bogor. Indonesia.

(19)

MOTTO

(20)
(21)

DAFTAR ISI

II. POTENSI DAN ASPEK TEKNOLOGI PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PG TAKALAR ... 13

III. RANCANGBANGUN APLIKATOR KOMPOS UNTUK TEBU LAHAN KERING ... 49

IV. PENGARUH KOMPOS SERASAH TEBU TERHADAP SIFAT KIMIA DAN FISIK MEKANIK TANAH SERTA KERAGAAN TEBU RATOON 87 Abstrak ... 87

V. ANALISIS MANFAAT DAN KELAYAKAN PENGELOLAAN SERASAH TEBU PADA PERKEBUNAN TEBU LAHAN KERING ... 117

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

2.4. Traktor sedang menarik trailer ... 24 2.5. Alat pencacah serasah tebu... 25 2.6. Tempat pengomposan ... 26 2.7. Alat pencampur kompos ... 26 2.8. Pengaduk kompos/composting turner (Focus Technology 2012) ... 27 2.9. Aplikator kompos... 27 2.10. Komposisi biomassa pada tanaman tebu (King et al. 1969) ... 31 2.11. Model pengelolaan serasah tebu di PG Takalar ... 36

2.12. Serasah tebu yang sudah kering siap untuk dibakar (a) dan yang telah dibakar (b) ... 37

(24)
(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun 1989-2011 ... 15 2.2. Dampak Mulsa Pada Produktivitas Tebu Di Afrika Selatan ... 20 2.3. Komposisi tanaman tebu PG Takalar tahun 1994-2011 ... 32 2.4. Hasil pengukuran potensi serasah tebu PG Takalar ... 32 2.5. Potensi serasah tebu ratoon PG Takalar tahun 1994-2011 ... 33 2.6. Hasil analisis kandungan bahan organik pada lahan PG Takalar ... 38 2.7. Kapasitas kerja teknologi pengelolaan serasah tebu ... 43 2.8. Jumlah kebutuhan alat dan mesin pengelolaan serasah tebu ... 43 3.1. Fungsi dari tiap komponen aplikator ... 63 3.2. Volume rencana bak penampung kompos aplikator ... 65 3.3. Rencana susunan transmisi ... 68 3.4. Laju pengeluaran kompos pada beberapa tinggi bukaan pintu ... 84 4.1. Sifat dan kandungan kimia beberapa jenis bahan organik ... 93 4.2. Hasil analisis kandungan hara kompos serasah tebu ... 99 4.3. Hasil analisis kandungan hara tanah pada awal penelitian di PG

Takalar ... 102 4.4. Hasil analisis kandungan hara tanah pada akhir penelitian di PG

Takalar ... 102 4.5. Kadar air tanah pada PG Takalar (%) ... 103 4.6. Bulk density tanah PG Takalar (g/cc) ... 105 4.7. Tahanan penetrasi tanah (kgf/m2) PG Takalar (g/cc) pada akhir

perlakuan ... 108 4.8. Kadar air tanah pada saat pengukuran tahanan penetrasi ... 108 4.9. Pertumbuhan rata-rata bulanan tanaman tebu ... 110 5.1. Beberapa Asumsi yang digunakan dalam analisis ekonomi ... 128 5.2. Perkiraan pendapatan perusahaan akibat pemanfaatan kompos di

lahan ... 134 5.3. Pendapatan dari unit pengelolaan serasah tebu selama 12 tahun ... 137 5.4. Nilai sisa beberapa barang pada akhir kegiatan model alternatif

(26)

5.19. Biaya composting turner untuk proses pengadukan kompos... 150 5.20. Biaya pokok aplikasi kompos ... 151 6.1. Pendapaan bersih, biaya total dan pendapatan kotor pengelolaan

serasah tebu dari tahun ke-1 sampai tahun ke-20 ... 171 6.2. Lama waktu (hari) tiap kegiatan dan berat bahan (kg) pada

(27)

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Luas perkebunan tebu di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 434 257 hektar (Ditjenbun 2011) dengan produksi gula mencapai 2 694 227 ton, selain menghasilkan gula, tanaman tebu juga menghasilkan produk sampingan antara lain pucuk tebu, daun tebu, blotong, tetes, dan bagas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Toharisman (1991) berat serasah tebu hasil tebangan di lahan dapat mencapai 20-25 ton/ha. Serasah sisa tebangan ini terdiri atas daun tebu, pucuk tebu, dan batang tebu yang tidak terangkut ke pabrik.Potensi ini belum dimanfaatkan oleh perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produksi gula. Serasah tebu merupakan limbah yang kaya bahan organik, dapat diolah menjadi pupuk dan mulsa organik yang berperan dalam siklus produksi tebu karena bermanfaat bagi tanah dan tanaman dalam hal memperbaiki struktur, pH tanah, serta meningkatkan kehidupan mikroba, meningkatkan unsur makro dan mikro tanah.

Pengelolaan serasah di beberapa perkebunan tebu belum memperhatikan kelestarian lingkungan. Ini terlihat dengan adanya pembakaran serasah tebu yang dilakukan oleh pihak perkebunan karena dapat mengganggu pengoperasian alat berat pada saat penyiapan lahan dan pengeprasan. Pengelolaan serasah pada perkebunan tebu lahan kering perlu menerapkan mekanisasi karena kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang berat baik di lahan maupun di tempat pengomposan. Mekanisasi merupakan pemanfaatan teknologi atau alat dan mesin yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat berguna bagi tanah dan tanaman tebu.

(28)

mencampurkan sisa-sisa pembakaran serasah dengan tanah sampai tercipta kondisi tanah yang siap tanam.

Teknologi pengelolaan serasah tebu berupa peralatan mekanis akan sangat membantu pihak perkebunan dalam usahanya untuk memanfaatkan potensi limbah organik menjadi kompos. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos membutuhkan beberapa tahap kegiatan dan peralatan mekanis yang memudahkan proses tersebut. Tahapan kegitan tersebut meliputi pengumpulan serasah tebu dengan menggunakan traktor, trash rake, pengangkutan serasah tebu menggunakan trailer atau menggunakan truk, pencacahan menggunakan chopper, proses fermentasi atau pengomposan, composting turner untuk pengadukan, loader untuk pencampuran dan untuk aplikasi di lahan digunakan aplikator kompos.

Pemupukan merupakan salah satu hal penting untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang dominan dalam produksi pertanian. Penggunaan pupuk anorganik yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, telah mencemaskan pakar lingkungan hidup karena dampak polusi yang ditimbulkannya. Sampai akhir abad ke-20 pemupukan merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi karena belum ada alternatif lain untuk menggantikannya (Rosmarkam dan Yuwono 2002).

(29)

satu cara untuk mengefisienkan penggunaan pupuk adalah dengan penggunaan bahan organik.

Penggunaan kompos dapat memberikan manfaat bagi tanah dan tanaman. Muller-Samann dan Kotschi (1997) menyimpulkan empat fungsi penting kompos, yaitu:

1. Menyediakan nutrisi, nutrisi yang disimpan diubah menjadi bahan organik, jaringan mikroorgan isme, produk sisanya, dan humus. Ko mpos adalah pupuk yang la mbat tersedia (slo w release), hara yang dihasilkan tergantung pada bahan dasar dan metode pengomposan yang digunakan.

2. Memperba iki struktur tanah, yaitu mela lui peningka tan persentase bahan organik yang meningkatkan stuktur tanah.

3. Meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah. Kompos juga meningkatkan kemampuan mengikat air dan agregat tanah, meningkatkan infiltrasi, menghalangi terjadinya erosi dan menunjang penyebaran dan penetrasi akar tanaman.

4. Memperkuat daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk kompos lebih tahan terhadap hama dibandingkan tanaman yang tidak diberi kompos maupun yang tidak dipupuk.

(30)

dikembangkan oleh perusahaan perkebunan tebu dan perlu dianalisis tingkat kelayakannya.

Sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering cukup kompleks karena menggabungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sistem tersebut antara lain; kondisi lahan, ketersedian alat dan mesin (alsin) pengumpul serasah (trash rake), alat pengangkut (trailer atau truk), unit pengomposan (pencacah, loader, composting turner, dan tempat fermentasi), aplikator kompos, dan sumberdaya manusia. Keberhasilan penerapan sistem ini menuntut adanya pemahaman yang mendalam tentang komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, serta interaksi antara komponen tersebut. Interaksi antar komponen tersebut, atau dengan kata lain interaksi antara tanaman, tanah dan alsin, merupakan satu aspek yang tidak mudah dikaji. Pengkajian proses interaksi melalui percobaan lapangan membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama. Cakupan studi atau percobaan yang masih terbatas, serta keragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Untuk mempermudah pengkajian sistem pengelolaan serasah tebu di perkebunan lahan kering yang cukup kompleks dibuat model pengelolaan serasah tebu.

Model merupakan penjabaran sederhana dari berbagai bentuk hubungan dan interaksi antar komponen dalam suatu sistem. Bila bentuk hubungan ini d iketahui dengan baik, maka dapat disusun menjad i suatu persamaan matematis untuk men jabarkan berbagai asu msi yang ada. Hasil dari pendugaan model umumnya masih berupa hipotesis yang harus diuji kebenarannya pada dunia yang nyata. Rancangan model pengelolaan serasah tebu ini akan memberikan masukan dan informasi kepada perusahan perkebunan tebu. Model ini merupakan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam usahanya untuk menambah memanfaatkan limbah perkebunan tebu.

(31)

lahan kering termasuk perancangan prototipe aplikator kompos pada perkebunan tebu lahan kering.

Peluang pengembangan penelitian ini adalah dilihat dari aspek originalitas bahwa sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kajian alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu lahan kering secara kontinu dengan peralatan mekanis termasuk disain aplikator pupuk organik pada budidaya tanaman tebu lahan kering yang ditinjau dari parameter kapasitas kerja. Penelitian perancangan dan pengujian aplikator pupuk organik seperti ini belum pernah dilakukan khususnya pada perkebunan tebu, sehingga keaslian konsep ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuatan dan pengembangan konsep alat dan mesin budidaya pertanian di masa mendatang.

Penelitian ini dilakukan di perkebunan tebu PG Takalar, dimana terdapat permasalahan pembakaran serasah tebu di lapangan yang menyebabkan polusi udara bagi lingkungan sekitar dan degradasi lahan dalam bentuk perubahan sifat fisik, kesuburan tanah, mematikan biota tanah, membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan, dan global warming. Hasil penelitian Erawan (2006) menunjukkan bahwa sesaat setelah lahan mengalami kebakaran bulk density mengalami kenaikan sebesar 0.25 g/cc yang diakibatkan oleh pengembangan koloid-koloid tanah sehingga tanah menjadi padat. Persentase ruang pori mengalami penurunan sebesar 9.33% karena adanya partikel-partikel abu sisa pembakaran yang masuk dan mengisi ruang pori, serta adanya pengembangan koloid yang mempersempit ruang pori tanah. Air yang tertahan pada pori tanah mengalami penguapan akibat pembakaran sehingga menurunkan persentase jumlah air tersedia sebesar 0.72%.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah merancang suatu model pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering berdasarkan sumberdaya yang terdapat pada PG Takalar .

(32)

1. Menganalisis potensi dan pengelolaan serasah tebu serta menghitung kebutuhan teknologi atau alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan tebu lahan kering.

2. Merancang prototipe aplikator kompos yang berasal dari serasah tebu.

3. Menganalisis pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu.

4. Menganalisis manfaat dan kelayakan pengelolaan serasah tebu secara mekanis.

5. Membuat model dinamik pengelolaan serasah tebu.

Keterkaitan Antar Bab

Bab 1. Pendahuluan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, masalah-masalah yang berada di lahan perkebunan tebu terutama yang berkaitan dengan sisa hasil tebangan tanaman tebu.

Bab 2. Potensi dan Aspek Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu pada PG Takalar. Bab ini membahas gambaran PG Takalar secara umum, bagaimana PG dalam mengatasi masalah serasah tebu dan dilakukan analisis potensi ketersedian serasah tebu, mengidentifikasi beberapa alat dan mesin yang dapat digunakan pada pengelolaan serasah tebu. Hasil ini menjadi acuan dalam menghitung jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dalam luasan tertentu. Hasil yang diharapkan pada bab ini adalah diperoleh data potensi serasah tebu yang terdapat pada PG Takalar dan kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu.

Bab 3. Rancangbangun Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering. Bab ini membahas peran aplikator kompos dalam pengelolaan serasah tebu, melakukan analisis parameter dan teknik serta dimensi untuk merancang prototipe aplikator, kemudian melakukan uji statis terhadap aplikator tersebut. Hasil yang diharapkan adalah sebuah prototipe aplikator kompos yang mampu mengaplikasikan kompos 15 ton/ha dalam waktu 2.5 jam (6 ton/jam) untuk tanaman tebu ratoon dan tebu baru (PC).

(33)

kompos tersebut di laboratorium. Selanjutnya kompos diaplikasikan pada tanaman tebu ratoon. Hasil yang diharapkan pada bab ini adalah bagaimana pengaruh kompos terhadap sifat kimia, fisik dan mekanik tanah dan terhadap keragaan tanaman tebu ratoon.

Bab 5. Analisis Manfaat dan Kelayakan Pengelolaan Serasah Tebu pada Perkebunan Tebu Lahan Kering. Bab ini memaparkan analisis terhadap pemanfaatan kompos serasah tebu untuk lahan tebu dan selanjutnya dilakukan analisis biaya dan kelayakan terhadap kegiatan pengelolaan serasah tebu.

Bab 6. Model Pengelolahan Serasah Tebu Secara Mekanis. Membahas tentang perancangan suatu model dinamik yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan alat dan mesin yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu. Model ini juga dapat menghitung biaya pokok dan keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan pengelolaan serasah tebu secara mekanis.

Bab 7. Pembahasan Umum. Bab ini membahas secara umum hasil dari bab 3-6.

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini difokuskan pada kajian alat dan mesin serta perancangan model pengelolaan serasah tebu pada lahan kering. Perancangan model meliputi model dinamik dan model fisik dengan merancang aplikator kompos serta menentukan teknologi yang terdiri dari alat dan mesin yang berfungsi mengumpulkan dan mencacah serasah tebu. Pemilihan alsin dilakukan untuk unit pengumpul serasah, pencacah serasah, sedangkan untuk aplikator kompos di kebun tebu dilakukan perancangan dengan mendisain prototipenya.

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Lingkup utama penelitian ini adalah pengamatan di lapangan untuk mengetahui karakteristik lahan, sifat dan karakteristik serasah tebu, perkembangan tanaman tebu lahan kering, serta menentukan teknologi yang mendukung pembuatan model pengelolaan serasah tebu secara mekanis.

(34)

model pengelolaan serasah tebu secara mekanis serta menganalisis karakteristik lahan dan serasah tebu lahan kering untuk menentukan teknologi pengelolaan serasah tebu yang tepat.

Bagian kedua ditujukan untuk melakukan uji pendahuluan terhadap kinerja pengumpul serasah tebu, pencacah serasah tebu, dan melakukan disain serta pengujian mekanisme kerja dari prototipe aplikator kompos untuk tanaman tebu.

(35)

Gambar 1.1. Lingkup penelitian Rumusan Masalah

Serasah tebu merupakan sisa panen tanaman tebu berupa daun dan pucuk tebu serta batang tebu yang tidak sempat dipanen. Serasah ini merupakan sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan produktivitas tanaman tebu di lahan kering. Serasah tebu yang berserakan di lapang akan mengganggu pengoperasian alat saat pengolahan lahan.

(36)

Pembakaran serasah tebu di lahan perkebunan dapat menimbulkan menimbulkan efek negatif. Menurut Sumantri (2007) gangguan sebagai akibat pembakaran lahan adalah terganggunya hidro-orologis dan kesuburan tanah, terganggunya transportasi darat, perubahan iklim mikro maupun global, munculnya berbagai penyakit, baik terhadap manusia maupun makhluk hidup lain dan pencemaran udara, global warming, polusi udara yang dapat mengganggu lingkungan sekitar dan membahayakan pemukiman penduduk sekitar perkebunan.

Penggunaan peralatan mekanis seperti traktor secara intensif dalam budidaya tebu dapat menyebabkan terjadinya pemadatan tanah yang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman tebu sehingga menurunkan produksi tebu. Pemanfaatan serasah tebu selain sebagai pupuk organik yang berguna bagi tanah dan tanaman dalam budidaya tanaman tebu juga dapat mengurangi terjadinya pemadatan tanah akibat penggunaan peralatan mekanis di lahan perkebunan.

Permasalahan yang dapat dirumuskan merupakan akibat dari pengelolaan serasah tebu di perkebunan antara lain :

1. Bagaimana perkebunan menangani serasah tebu di lapang dan berapa besar potensi serasah tebu yang merupakan sumber bahan organik yang dimiliki pabrik gula?

2. Teknologi apa yang digunakan dalam pengelolaan serasah tebu di perkebunan? 3. Bagaimana pengaruh kompos serasah tebu terhadap sifat kimia, fisik dan

mekanik tanah?

4. Bagaimana manfaat pengelolaan serasah tebu terhadap perusahaan perkebunan tebu lahan kering?

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diharapkaan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Mendapatkan data dasar tentang karakteristik budidaya tanaman tebu dan potensi serasah tebu pada budidaya tanaman tebu di lahan kering.

(37)

3. Mendapatkan rancangan model pengelolaan serasah tebu yang tepat bagi perkebunan untuk diterapkan sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya.

Kebaruan Penelitian (Novelty)

Ada beberapa kebaruan (novelty) pada penelitian ini antara lain:

1. Model pengelolaan serasah tebu secara kontinu dengan penerapan peralatan mekanis di perkebunan tebu lahan kering.

2. Disain prototipe aplikator kompos atau pupuk organik yang berasal dari serasah tebu untuk tanaman tebu.

(38)
(39)

II.

POTENSI DAN ASPEK TEKNOLOGI PENGELOLAAN

SERASAH TEBU PADA PG TAKALAR

(The Potential and Technological Aspect of Sugarcane Litter Management In PG Takalar)

Abstrak

PG Takalar adalah salah satu pabrik gula yang terdapat di Sulawesi Selatan dan memiliki potensi serasah tebu yang besar. Serasah tebu merupakan limbah yang kaya bahan organik yang bisa diolah menjadi pupuk organik berupa kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan mesin pada pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar . Hasil penelitian menunjukkan bahwa PG Takalar memilik i rata-rata potensi ketersediaan serasah tebu pada PG Takalar adalah 19.96% atau 20% dari setiap batang tanaman tebu. Dengan luas lahan 4 186 ha, maka total potensi serasah tebu adalah 32 860 ton/tahun. Hingga saat ini pengelolaan serasah tebu pada PG Takalar masih dilakukan secara konvensional dengan membakar serasah tebu tersebut di lahan perkebunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan 4 186 ha membutuhkan jumlah alat dan mesin untuk mendukung kegiatan mekanisasi pada pengelolaan serasah tebu adalah traktor 48 unit, trash rake 13 unit, trailer besar 31 unit, aplikator 4 unit, pencacah 18 unit, truk 3 unit, pengaduk 3 unit, dan loader 3 unit

Kata kunci : potensi, mekanisasi, pengelolaan, serasah tebu, tanaman tebu

Abstract

PG Takalar is one of sugar factory in South Sulawesi which has enormous potential of sugarcane litter. Sugarcane litter is organic waste that could be processed into organic fertilizer in form of compost. The objectives of this study were to determine the potential of sugarcane litter and to determine the machinery requirement for sugarcane litter management in PG Takalar. The result showed that the average availability potential of sugarcane litter in PG Takalar was 19.96% or 20% from each stem of sugarcane. In total, with 4 186 ha area of PG Takalar, the potential of sugarcane litter was 32 860 ton/year. Nowadays, in PG Takalar, the management of sugarcane litter is done conventionally by burning the litter in the field. It is also found from the study that to manage the sugarcane litter in 4 186 ha area, the number of machinery needed to support the mechanization of sugarcane litter management were 48 units of tractor, 13 units of trash rake, 31 units of trailer, 4 units of applicator, 18 units of chopper, 3 units of truck, 3 units of composting turner, and 3 units of loader.

(40)

Pendahuluan

Pabrik gula (PG) Takalar terletak di desa Pa’rappunganta, Kecamatan Polombangkeng Utara, kabupaten Takalar, provinsi Sulawesi Selatan. PG Takalar didirikan dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk swasembada gula dan pengambil alihan pengelola proyek gula dari PT Madu Takalar dengan ganti rugi menjadi PG Takalar yang dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 668/Kpts/Org/8/1981 tanggal 11 Agustus 1981.

PG Takalar dibangun dengan kapasitas giling 3 000 ton tebu per hari (TTH) dan ditingkatkan menjadi 4 000 TTH. Tanah merupakan bekas hutan sekunder dan persawahan, umumnya berjenis tanah mediteran dan grumosol. Kondisi iklim dengan rata-rata 5 – 6 bulan kering dan bulan basah 5 – 6 bulan, sumber daya manusia sejumlah 892 karyawan dengan kesediaan tenaga tebang ± 3 000 orang yang diserap dari daerah setempat dan daerah lainnya.

Areal PG Takalar terdiri dari Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 181.93 ha dan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 9 967.04 ha yang tersebar pada 3 (tiga) kabupaten yaitu : kabupaten Gowa 1 996.86 ha, kabupaten Takalar 6 550.21 ha dan kabupaten Jeneponto 1 419.97 ha. PG Takalar memiliki lahan perkebunan yang berada pada ketinggian antarat 45 m – 125 m di atas permukaan laut.

(41)

Tabel 2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun 1989 - 2011

Luas Rend. Produksi

Tahun Areal (Ton/ha) Total Tebu (%) Gula

(ha) (Ton) (Ton) kandungan bahan organik di kebun pabrik gula (PG) Subang kira-kira hanya 2%. Limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula adalah bahan potensial untuk pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Pada saat giling limbah dari pabrik gula antara lain: 32% ampas (persen terhadap bobot tebu), 3.64% blotong pada pabrik gula sulfitasi, dan 7.5% pada pabrik gula karbonasi, serta 0.3% abu ketel. Di lahan tebu dapat dihasilkan serasah 20-25 ton/ha (Toharisman 1991).

(42)

molases untuk pabrik penyedap rasa, blotong, dan abu ketel untuk pupuk organik. Limbah yang belum banyak dimanfaatkan adalah serasah tebu, perkebunan cenderung membakarnya di areal tebu, karena lebih praktis, cepat, dan murah.

Gambar 2.1. Serasah tebu di perkebunan PG Takalar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kebutuhan alat dan mesin (alsin) pada pengelolaan serasah tebu di PG Takalar .

Tinjauan Pustaka

Tanaman dan Serasah Tebu

(43)

Morfologi tebu terdiri dari batang, daun, bunga dan akar. Pada saat bibit mulai tumbuh, maka bakal akar pada buku ruas tumbuh menjadi akar adventif. Fungsi akar ini segera digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh dari pangkal tunas. Pada tanah yang cukup aerasi, akar tebu dapat tumbuh panjang sampai mencapai 1-2 meter. Susunan akar tebu tidak berbeda dengan tumbuhan monokotil lainnya, hanya akar muda yang pada ujung akar terdapat rambut akar. Selain untuk menegakkan tanaman, akar berfungsi untuk mengabsorpsi larutan hara (Sudiatso 1982).

Gambar 2.2 menunjukkan tanaman tebu dan bagian-bagiannya seperti daun batang dan pucuk tebu.

Gambar. 2.2. Tanaman tebu

Barnes (1964) dalam Sudiatso (1982) menyatakan bahwa iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas di tropika dan subtropika di sekitar khatulistiwa sampai garis isotherem 20oC, yakni kurang lebih di antara 39o LU sampai 35o LS. Menurut Miller (1960) dalam Sudiatso (1982), rata-rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu antara 1 800-2 500 mm. Bagi daerah-daerah yang curah hujannya rendah, kebutuhan air dapat digantikan dengan irigasi.

Pucuk tebu

Daun tebu

(44)

Masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air. Sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Apabila hujan terus menerus turun, mengakibatkan kesempatan masak terus tertunda sehingga rendemen rendah. Pertumbuhan tebu menghendaki adanya perbedaan nyata antara musim hujan dan musim kemarau. Di daerah pertanaman tebu di Jawa umumnya memiliki musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan dari bulan Nopember sampai bulan April.

Tanaman tebu dapat dibudidayakan setelah panen pertama tanpa harus melakukan penanaman tanaman tebu baru dengan melakukan pemeliharaan terhadap tanaman tebu keprasan (ratoon). Pengeprasan merupakan pekerjaan memotong sisa-sisa tunggul tebu yang dilakukan secara tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan (Koswara 1989). Sedangkan tanaman keprasan merupakan hasil tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang (Barnes 1964).

Keprasan, pada budidaya tebu memilik i beberapa keuntungan. Menurut Oezer (1993) tunas-tunas tebu keprasan dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki daya saing yang tinggi. Djojosoewardho (1988) menyatakan bahwa melalui pengeprasan kegiatan pengolahan tanah semakin berkurang, kelestarian tanah dapat dipertahankan, dan biaya produksi pada tiap satuan hasil menjadi lebih rendah. Widodo (1991) mengemukakan bahwa, dengan keprasan pemakaian bibit semakin hemat, tebu yang tumbuh sudah beradaptasi dengan lingkungan, dan kelestarian alam dapat terjaga.

Kerugian dari tebu keprasan adalah memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pertamanya. Arifin (1989) melaporkan bahwa hasil tebu keprasan di lahan kering Sumber Lumbu, Kediri hanya mencapai 67% dari hasil tanaman pertamanya. Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu keprasan satu (R1) di lahan sawah hak guna usaha (HGU) PG Jatiroto mengalami

penurunan 19.3%, sedangkan pada keprasan kedua (R2) sebesar 27.1%.

(45)

kemudian meningkat 56.71% pada tahun giling 1990, dan naik menjadi 59.30% pada tahun giling 1991 (Rusli dan Soemitro 1990, 1991).

Batang tebu yang telah ditebang akan diangkut ke pabrik gula, sehingga tertinggal sisa-sisa daun yang sudah tua ditandai warna hijau daun yang agak menguning berserakan di lapangan. Sisa-sisa daun tebu yang menutupi permukaan tanah sesungguhnya sumber bahan organik yang dapat berfungsi sebagai mulsa dan pupuk organik. Serasah tebu merupakan limbah yang masih sangat kaya akan bahan organik dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Serasah tebu merupakan limbah yang bisa diolah menjadi mulsa dan pupuk organik berupa kompos yang akan sangat berperan dalam siklus produksi tebu karena bermanfaat bagi tanah dan tanaman dalam hal memperbaiki struktur dan pH tanah, serta meningkatkan kehidupan mikroba dan unsur mikro tanah. Penggunaan pupuk organik akan dapat menekan biaya pembelian pupuk dan tidak tergantung pada pupuk kimia (Disbunjatim 2009).

Mulsa dan pupuk organik serasah akan berpengaruh terhadap kesuburan kimia tanah. Dengan mulsa dan pupuk organik serasah maka terjadi daur ulang unsur-unsur hara tersebut sehingga pupuk N dapat dikurangi setelah aplikasi mulsa serasah selama 2 tahun. Kesuburan fisika tanah akan mengalami perubahan pola karena dekomposisi serasah meningkatkan bahan organik tanah, aktivitas biologi, memperbaiki aerasi, dan meningkatkan infiltrasi. Mu lsa dan pupuk organik juga akan membantu mencegah erosi (Disbunjatim 2009).

Pengelolaan Serasah Tebu

(46)

teknologi atau beberapa alat dan mesin (alsin) yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat berguna bagi tanah dan tanaman tebu.

Penyiapan lahan dilakukan dengan cara burning atau pembakaran sisa-sisa panen berupa serasah tebu yang dilanjutkan dengan pembersihan. Kegiatan selanjutnya adalah pengeprasan untuk tanaman ratoon atau pengolahan tanah untuk tanaman baru (plant cane) yang bertujuan untuk menghancurkan dan mencampurkan sisa-sisa pembakaran serasah dengan tanah sampai tercipta kondisi tanah yang siap tanam (Anonim 2010).

Pengelolaan serasah tebu dapat dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku mulsa dan pupuk organik. Pemanfaatan serasah tebu sebagai mulsa telah dilakukan. Bengtson (2006) menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah menghasilkan tebu yang paling rendah jika dibandingkan dengan perlakuan pembakaran serasah dan tanpa serasah. Jiuhao (2004) menyatakan bahwa perlakuan mulsa serasah tebu dapat meningkatkan kadar sukrosa tebu, tetapi memiliki produksi tebu paling rendah jika dibanding perlakuan tanpa mulsa dan mulsa film.

Penelitian di Afrika Selatan pada kebun tebu dengan curah hujan 750–1300 mm/tahun memberikan hasil berat tebu pada perlakuan non mulsa sekitar 72 ton/ha dengan berat hablur 9.4 ton/ha, sedangkan pada perlakuan mulsa serasah 79 ton/ha dengan berat hablur mencapai 13.3 ton/ha (Tabel 2.2). Hasil penelitian lain di tempat yang sama (Afrika Selatan) yang membandingkan perlakuan sebagian serasah dibakar dan penggunaan total mulsa (trash blanket). Penggunaan total mulsa di Afrika Selatan menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibanding perlakuan mulsa dibakar atau non mulsa. Berat tebu pada perlakuan non mulsa sekitar 59 ton/ha, sedangkan pada perlakuan mulsa eks bakar dan total mulsa masing-masing 63 dan 69 ton/ha. Rata-rata berat hablur pada penambahan total mulsa mencapai 9.0 ton/ha, sedangkan pada perlakuan non mulsa dan mulsa eks bakar berturut-turut sekitar 7.7 dan 8.2 ton/ha hablur (Disbunjatim 2009). Tabel 2.2. Dampak mulsa terhadap produktivitas tebu di Afrika Selatan

Produktivitas Non Mulsa Mulsa Serasah

Berat tebu per ha (ton) 72 79

Berat hablur per ha (ton) 9.4 13.3

(47)

Penelitian pemaanfaatan serasah tebu sebagai mulsa di daerah basah Kolombia menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara perlakuan mulsa dan non mulsa. Petak mulsa mampu menghasilkan produktivitas tertinggi, karena curah hujan pada tahun tersebut relatif kurang. Pemberian mulsa dengan berbagai metoda diamati pada tanaman ratoon I dan II. Pemberian mulsa dapat meningkatkan tinggi batang, berat tebu dan berat hablur baik pada tanaman R1 maupun R2 (Disbunjatim 2009).

Hasil percobaan yang dilakukan di Fiji memberikan gambaran bahwa pemberian mulsa dapat menurunkan laju aliran permukaan dan erosi. Efek mulsa dalam menekan erosi akan semakin baik bila dibarengi dengan budidaya tebu yang sesuai kaidah konservasi. Pemberian mulsa yang dibarengi dengan penanaman tebu searah kontur bisa menekan erosi hingga 90% (Disbunjatim 2009).

Penelitian pemanfaatan kompos yang berasal dari limbah padat industri gula telah dicoba pada tanaman tebu di berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu di PG Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu. Bobot tebu yang diberi kompos blotong dan ampas pada tanaman pertama, berturut-turut lebih tinggi 26.5 dan 8.1 ton/ha dibanding kontrol.

(48)

memberikan kontribusi pendapatan yang sangat besar. Pemberian kompos limbah pabrik gula rata-rata meningkatkan bobot kristal antara 20% hingga 40% dibanding kontrol. Kenaikan yang sangat nyata terutama terjadi pada lahan tegalan. Pada beberapa lokasi, pemberian kompos bahkan bisa meningkatkan produktivitas gula hingga 50%. Pengaruh kompos yang signifikan pada lahan tegalan memang sangat masuk akal. Dengan karakteristik yang miskin hara dan berkadar bahan organik rendah, maka lahan tegalan akan memberikan efek yang sangat responsif terhadap pengomposan.

Teknologi Pengelolaan Serasah Tebu

Aplikasi mesin-mesin dalam bidang pertanian di negara-negara maju seperi Amerika Serikat dan Jepang, telah berkembang sangat pesat sejak abad yang lalu, dan hasilnya terlihat pada berbagai aspek kehidupan di negara-negara tersebut. Beban berat pekerjaan di bidang pertanian dikurangi dan produktivitas kerja meningkat. Mekanisasi pertanian telah melepaskan berjuta-juta pekerja di bidang pertanian untuk beralih ke bidang industri sehingga mendorong pengembangan industri dan meningkatkan standar hidup (Daywin et al. 1993).

Mekanisasi sangat dibutuhkan dalam sistem pengelolaan serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Mekanisasi yang dimaksud adalah berupa penggunaan teknologi yang dapat mendukung kegiatan pengelolan serasah tebu. Teknologi tersebut diperlukan mulai dari proses pengumpulan serasah tebu sampai pada aplikasi kompos serasah tebu di lapang. Pengelolaan serasah tebu menjadi kompos memerlukan beberapa alat dan mesin mekanis dan tempat pengomposan seperti; traktor, trash rake, trailer, composting turner, loader, truk, pencacah serasah tebu, dan rumah kompos. Beberapa alat dan mesin yang dapat mendukung kegiatan pengelolaan serasah tebu pada pabrik gula adalah :

(49)

serasah tebu tenaga traktor sangat dibutuhkan sebagai sumber tenaga penarik bagi peralatan mekanis seperti trash rake, trailer, dan aplikator kompos.

Pengumpul serasah tebu (Trash rake). Peralatan yang menyerupai sisir atau garpu yang berfungsi untuk menarik dan mengumpulkan serasah atau sisa panen di lahan tebu yang digandeng oleh traktor sebagai tenaga penariknya. Kapasitas kerja dari trash rake ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan traktor dan operator yang mengendalikan pengoperasian traktor serta ukuran dimensi (panjang, lebar, dan tinggi) dari trash rake. Trash rake yang digunakan pada penelitian ini memiliki dimensi ukuran sebagai berikut : panjang 300 cm, lebar 145 cm, tinggi/panjang tine 50 cm (Gambar 2.3).

Peran trash rake menjadi sangat penting karena untuk menarik serasah tebu yang berada di tengah-tengah lahan perkebunan dan mengumpulkannya di tepi atau pinggir lahan perkebunan merupakan kegiatan yang berat dan tidak mungkin dilakukan secara manual. Proses pengumpulan ini akan sangat membantu pada saat pemuatan serasah tebu ke atas trailer atau truk untuk diangkut ke tempat pengelolaan serasah tebu.

Gambar 2.3. Trash rake

(50)

atau truk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : ukuran dimensi dan kecepatan traktor penarik atau truk.

Gambar 2.4. Traktor sedang menarik trailer (Anonim 2011)

Hasil pengamatan dan pengukuran di lapang trailer memiliki panjang 600 cm, lebar 300 cm dan tinggi 100 cm. Volume angkut untuk trailer besar adalah 18 m3 (Gambar 2.4). Alat pengangkut serasah tebu memerlukan pengaturan, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat angkut, seperti jadwal pengumpulan serasah, kapasitas pengumpulan serasah, kecepatan alat angkut, waktu muat dan bongkar, serta waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah. Untuk melakukan analisis sistem pengangkutan serasah tebu, diperlukan komponen waktu yang menyusun sistem transportasi serasah tebu. Komponen waktu ini meliputi waktu pemuatan serasah tebu, waktu perjalanan dari dan ke unit pengelolaan serasah, dan waktu pembongkaran serasah tebu di unit pengelolaan.

(51)

Gambar 2.5. Alat pencacah serasah tebu (Anonim 2011)

Proses pencacahan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembuatan kompos di unit pengelolaan serasah. Waktu pengomposan akan dipengaruhi oleh ukuran atau panjang partikel bahan baku kompos, serasah tebu yang berbentuk memanjang 1-2.5 meter membutuhkan waktu yang sangat lama untuk berubah menjadi kompos. Kapasitas kerja alat pencacah dipengaruhi oleh luas lubang pemasukan (feeding) dan panjang pisau pencacah.

Tempat Pengomposan (Composting Pad). Sesuatu yang penting dalam proses pengomposan atau masa fermentasi kompos. Tempat ini berfungsi sebagai untuk melakukan proses pengomposan dimana terdapat beberapa alat yang digunakan dalam proses pengomposan seperti pencacah serasah, penggiling kompos, pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk atau membolak-balikkan kompos yang sedang difermentasi, karung fermentasi, bak fermentasi, pengayak kompos dan tempat penyimpanan kompos sementara.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada bangunan tempat pengomposan antara lain bukaan untuk sirkulasi udara, pintu masuk maupun keluar dan tata letaknya (Gambar 2.6).

(52)

Gambar 2.6. Tempat fermentasi (www.bae.uky.edu 2012)

Pencampur bahan (Loader). Alat yang berfungsi untuk membalik atau mencampur bahan dasar kompos sebelum dilakukan fermentasi atau pengomposan. Proses ini diperlukan untuk mencampur serasah tebu dan bahan tambhan berupa kotoran ternak sebelum pengomposan. Loader digunakan karena mampu mengangkat dan menuangkan kompos dengan cepat. Gambar 2.7 menunjukkan alat pencampur/pengangkat (bucket loader) dan proses pencampuran kompos.

Gambar 2.7. Alat pencampur kompos (NRAES-54 1992)

(53)

sirkulasi udara dan panas pada saat pengomposan. Composting turner digunakan karena mampu mengaduk kompos dengan cepat. Gambar 2.8 menunjukkan alat pengaduk dan proses pengadukan atau pembalikan kompos pada saat fermentasi.

Gambar 2.8. Pengaduk kompos/composting turner (Focus Technology 2012)

Aplikator Kompos. Alat ini terdiri atas beberapa bagian seperti, belt conveyor, bak kompos, pintu, dan auger penyalur kompos (Gambar 2.9). Alat ini berfungsi untuk mengaplikasikan kompos di lahan perkebunan tebu baik tanaman tebu baru (plant cane) maupun tanaman tebu kepras (ratoon).

Gambar 2.9. Aplikator kompos

(54)

sebagai tenaga penarik. Belt conveyor akan bergerak dengan tenaga yang bersumber dari putaran poros roda aplikator.

Penelitian Pengelolaan Serasah Tebu yang Telah dilakukan

Penelitian tentang pengelolaan serasah tebu sudah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti pemanfaatan serasah tebu untuk bahan baku mulsa dan pupuk organik. Yadav et al. (2006) melakukan penelitian yang memanfaatkan serasah tebu untuk menjaga ketersedian bahan organik bagi keberlanjutan hasil tanaman tebu ratoon yang dilakukan di India. Cahaya dan Nugroho (2008) melakukan penelitian yang memanfaatkan limbah padat pabrik tebu untuk diolah menjadi kompos. Jiuhao (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh pemanfaatan serasah tebu sebagai mulsa organik terhadap produksi gula di daerah Guangdong Guangzhou China. Bengtson (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh cara pengelolaan serasah tebu yang dimanfaatkan sebagai mulsa terhadap erosi tanah dan produksi tanaman di daerah bagian selatan Baton Rouge Los Angeles USA. Goenadi (2006) melakukan penelitian pengelolaan serasah tebu yang dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos.

Metode Penelitian

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Oktober 2011, bertempat di perkebunan tebu PG Takalar kabupaten Takalar dan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku kabupaten Gowa provinsi Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Traktor 4 roda dan seperangkat teknologi pengelola serasah tebu yang terdiri dari trash rake, trailer, pencacah serasah, cangkul, parang, dan sekop. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah tebu tanaman tebu ratoon 4 (R4) varietas TK 386 dan bahan tambahan pembuat kompos.

Metode Penelitian

Metode Pengumpulan Data

(55)

di lapang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bagian Riset dan Pengembangan PG Takalar dan dari berbagai pihak yang menyangkut masalah penelitian melalui studi pustaka.

Metode Analisis Data

Penelitian ini diawali dengan analisis atau mempelajari keadaan umum lokasi meliputi sistem budidaya tanaman tebu lahan kering, kegiatan mekanisasi budidaya tebu lahan kering, sistem pengelolaan serasah tebu yang dilakukan saat ini, kebutuhan alat dan mesin dalam pengelolaan serasah tebu dan analisis kelayakan ekonomi kegiatan pengelolaan serasah tebu.

Analisis Potensi Serasah Tebu

Analisis potensi serasah tebu di PG Takalar dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa berat serasah tebu (daun dan pucuk tebu) yang diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lapang dengan menimbang berat tanaman tebu yang telah dipanen kemudian dipotong pucuknya dan menimbang kembali sehingga dapat diketahui berat pucuk atau serasahnya. Data sekunder diperoleh dari bagian Risbang PG Takalar .

Berat serasah tebu (daun dan pucuk tebu) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

BST = BTTT-BTTP……….(2.1)

Dimana : BST = berat serasah tebu (kg), BTTT = berat total tanaman tebu (kg) BTTP = berat tebu tanpa pucuk (kg).

Potensi serasah tebu (daun dan pucuk tebu) dihitung dengan persamaan : PST = % BST * BTTT………(2.2)

Dimana : PST = potensi serasah tebu (kg), BTTT = berat total tanaman tebu (kg) % BST = persentase berat serasah tebu (%).

Prosedur Penelitian

Menghitung berat serasah tebu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Menebang beberapa batang tanaman tebu dan mengikatnya menjadi satu 2. Menimbang ikatan batang tebu tersebut

(56)

6. Menghitung berat serasah dengan persamaan 2.1

7. Menghitung potensi serasah tebu PG Takalar tahun 1994-2011 dengan persamaan 2.2

Analisis Mekanisasi Pengelolaan Serasah Tebu

Analisis data pengelolaan serasah tebu dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan. 1) Model alternatif satu, analisis data pengelolaan serasah tebu dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan 2) model alternatif dua, analisis data dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon.

Analisis kebutuhan alat dan mesin pengelolaan serasah tebu akan dilakukan dengan dua model alternatif pengelolaan. Model alternatif satu, analisis kebutuhan alat dan mesin dengan unit pengelolaan serasah tebu dilakukan secara terpusat pada satu tempat dan model alternatif dua, analisis kebutuhan alat dan mesin dengan unit pengelolaan serasah tebu dibangun di tiga tempat berbeda pada setiap rayon.

Analisis dimulai dengan mengidentifikasi alat dan mesin yang terdapat di lokasi penelitian. Ini berguna dalam proses pemilihan alat dan mesin yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan serasah tebu. Kegiatan ini perlu dilakukan dengan menerapkan sistem mekanisasi karena ini merupakan kegiatan berat. Mekanisasi in i terdiri dari teknologi yang berfungsi mengelola serasah tebu menjadi kompos sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman tebu. Pada analisis ini dilakukan pengujian terhadap kapasitas kerja alat yang telah dipilih. Pengujian ini berguna untuk menentukan berapa banyak jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan dalam pengelolaan serasah tebu. Persamaan yang digunakan dalam penentuan jumlah alat dan mesin yang dibutuhkan adalah :

Ka Lg Ls

Ut   ………(2.3)

Keterangan :

Ut = Jumlah kebutuhan alat dan mesin (unit)

(57)

Hasil dan Pembahasan

Analisis Ketersedian Serasah Tebu di PG Takalar

Tebu merupakan sumber biomas yang sangat besar. Biomas dalam tebu tersebar di dalam pucuk, batang, daun, dongkelan, sogolan dan akar. Bila produksi tebu giling per ha mencapai 100 ton/ha dan semua serasah dibakar serta pucuk diangkut, maka tebu akan menyumbangkan bahan organik tanah dalam bentuk akar yang tertinggal sekitar 16.2 ton (King et al. 1969).

Gambar 2.10 menunjukkan komposisi biomassa tebu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh King et al. (1969), terlihat bahwa serasah tebu yang berupa pucuk memilik i potensi 15% dan daun 21%. Ini merupakan potensi yang besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik atau kompos.

Tabel 2.3 menunjukkan bahwa komposisi tanaman keprasan (ratoon) pada PG Takalar memiliki komposisi yang lebih besar daripada tanaman tebu baru (plant cane). Dari tahun 1994-2011 rata-rata komposisi tanaman ratoon PG Takalar mencapai 85% dan tanaman plant cane hanya 15%. Komposisi tanaman ratoon pada tahun 2001 mencapai 97%. Ini menunjukkan bahwa PG Takalar sangat bergantung pada tanaman ratoon dalam memproduksi gula ataupun produk lainnya seperti molases atau tetes.

(58)

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di India oleh Yadav et al. (1987) dalam Yadav (1994) yang menyatakan bahwa jumlah serasah tebu yang tertinggal di lahan setelah pemanenan tebu mencapai 10-20% dari berat tanaman tebu.

Tabel 2.3. Komposisi tanaman tebu PG Takalar tahun 1994-2011

Tahun Plant Cane (ha) Ratoon (ha) Jumlah (ha) PC (%) Ratoon (%)

Pengukuran potensi serasah tebu dilakukan pada serasah tebu yang berasal dari tanaman tebu yang baru beberapa saat dipanen atau ditebang. Serasah tersebut terdiri atas pucuk tebu dan daun tebu baik yang sudah menguning maupun yang masih hijau.

Tabel 2.4. Hasil pengukuran potensi serasah tebu ratoon PG Takalar

Ulangan berat tanaman (kg) berat batang (kg) % berat batang % berat serasah

(59)

Hasil pengamatan dan pengukuran yang diperoleh pada Tabel 2.4 dapat digunakan untuk menghitung potensi ketersedian serasah tebu ratoon pada PG Takalar dari panen tahun 1994 sampai panen terakhir tahun 2011.

Tabel 2.5. Potensi serasah tebu ratoon PG Takalar tahun 1994-2011

Tahun Produktivitas

Sumber : Anonim 2011 (data sekunder setelah diolah)

(60)

unggul yang ditanam pada PG Takalar adalah ROC 10 dengan produktivitas mencapai 87.6 ton/ha.

Potensi serasah tebu pada PG Takalar dihitung berdasarkan asumsi hasil pengukuran berat serasah tebu ratoon pada musim giling 2011. Hasil ini dapat digunakan untuk memperkirakan potensi serasah tebu dari tanaman ratoon. Perhitungan ini tidak berlaku untuk tanaman baru (plant cane/PC) karena potensi serasah tebu untuk tanaman PC akan lebih besar. Ini disebabkan produksi tebu untuk tanaman PC lebih besar dari tanaman ratoon. Arifin (1989) melaporkan bahwa hasil tebu ratoon (keprasan) di lahan kering hanya mencapai 67% dari hasil tanaman pertamanya (PC). Pada tahun giling 1992 hasil tanaman tebu keprasan satu (R1) di lahan sawah hak guna usaha (HGU) PG Jatiroto mengalami

penurunan 19.3%, sedangkan pada keprasan kedua (R2) sebesar 27.1%.

(61)

air hujan sebagai sumber air yang utama sehingga akan mengalami kekurangan air saat musim kering. Kekurangan air pada fase pembentukan tunas dan fase pertumbuhan vegetatif akan berdampak pada produktivitas persatuan luas mencapai 40% (Hartanto et al. 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan dengan mengolah serasah tebu menjadi kompos dan dicampur dengan bahan organik kotoran sapi sebanyak 25% dari berat serasah tebu, maka berat campuran tersebut akan susut sekitar 56% sehingga potensinya untuk menjadi kompos adalah 44% dari berat bahan dasar. Dari data produksi tahun 2011, maka PG Takalar memiliki potensi kompos sebanyak 18 073 ton.

Serasah tebu yang telah menjadi kompos dapat diaplikasikan ke lahan perkebunan tebu. Dengan dosis kompos 15 ton/ha, maka lahan tebu pada PG Takalar yang bisa diberi pupuk kompos adalah 1 205 ha atau sekitar 29% dari luas tanam 2011 yaitu 4 186 ha. Hal ini tentu saja belum mencukupi, akan tetapi pemberian kompos dari tahun ke tahun akan mengalami penurunan dosis karena sifat dari kompos tidak mudah tercuci oleh air sehingga residunya terakumulasi di dalam tanah dan berefek jangka panjang. Sehingga dalam waktu sekitar tiga setengah tahun seluruh lahan dapat diberi kompos yang berasal dari serasah tebu atau dengan cara lain yaitu mengurangi dosis kompos dan mencampurkannya dengan pupuk anorganik.

Sistem Pengelolaan Serasah Tebu di PG Takalar

Serasah tebu merupakan sisa panen yang belum dimanfaatkan sebagai bahan baku mulsa atau pupuk organik oleh perkebunan tebu PG Takalar, bahkan pihak perkebunan tebu sering membakarnya beberapa hari setelah panen tebu, hal ini dilakukan karena serasah tebu dianggap mengganggu pengoperasian alat pada saat dilakukan pengolahan tanah dan pengeprasan tebu.

(62)

tumbuhan dengan tanah hingga lambat laun terjadi pembusukan sehingga tercipta kondisi tanah yang siap tanam. Gambar 2.11 menunjukkan skema kegiatan pengelolaan serasah tebu secara konvensional yang dilakukan oleh PG Takalar .

Gambar 2.11. Model pengelolaan serasah tebu di PG Takalar Kebun yang akan dikepras harus bersih dari kotoran bekas tebangan yaitu serasah tebu. Oleh karena itu, harus dilakukan pembakaran serasah. Serasah tebu tersebut dibakar karena PG Takalar belum memanfaatkan alat dan mesin yang ada untuk mengelola serasah tebu. Pihak perkebunan di PG Takalar melakukan pembakaran serasah 3-6 hari setelah tebang atau dilakukan sebelum tunas tanaman tumbuh. Waktu pelaksanaan pembakaran yang dilakukan oleh pihak perkebunan di PG Takalar adalah pukul 17.00 - 19.00 agar api dapat lebih terkendali dan panas api tidak berlebihan sehingga tidak mematikan akar tanaman. Sebelumnya dilakukan isolasi kebun untuk keamanan areal. Gambar 2.12a menunjukkan serasah tebu yang telah kering dan siap untuk dibakar sedang pada Gambar 2.12b memperlihatkan lahan yang serasah tebunya telah dibakar. Setelah pembakaran serasah, lakukan pembersihan lahan yang bertujuan untuk membersihkan kebun dari kotoran, sisa gulma dan serasah yang telah dibakar sehingga tidak menggangu pekerjaan mekanis selanjutnya. Pembersihan kebun dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat tine atau trash rake, sedangkan secara manual dilakukan untuk membersihkan kebun dari gulma berkayu atau sisa tebu yang masih berdiri. Setelah pembersihan lahan baru dilakukan pengeprasan. Secara teknis kepras bertujuan untuk memacu pertumbuhan tunas-tunas yang berada di bawah permukaan tanah. Kegiatan

Tanaman Tebu Panen Tebu

Tebu

Serasah Tebu

Penumpukan serasah tebu

(63)

kepras dilaksanakan paling lambat 2 minggu setelah tebang agar diperoleh pertumbuhan tunas yang memadai dalam jumlah maupun mutunya.

Gambar 2.12. Serasah tebu yang sudah kering siap untuk dibakar (a) dan yang telah dibakar (b)

Kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan pembakaran serasah tebu dengan model pengelolaan yang dilakukan oleh PG Takalar adalah sebagai berikut ini. 1. Kehilangan potensi sumber bahan organik atau sumber bahan baku mulsa dan

pupuk organik.

2. Membahayakan pemukiman penduduk di sekitar lahan perkebunan dan menyebabkan pencemaran atau polusi udara bagi lingkungan sekitar akibat dari asap pembakaran. Menurut Rumajomi (2006) secara umum dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung. Sebagian dapat disebutkan antara lain pada aspek kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas, dan pencemaran udara), emisi gas rumah kaca yang selanjutnya menimbulkan permanasan global dan perubahan iklim

Gambar

Gambar 1.1.  Lingkup penelitian
Tabel 2.1. Kinerja giling PG Takalar tahun 1989 - 2011
Gambar 2.1. Serasah tebu di perkebunan PG Takalar
Gambar. 2.2. Tanaman tebu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengatasi Sibling rivalry, beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi Sibling rivalry sehingga anak dapat bergaul dengan baik, anatara lain :

Sedangkan rata- rata sikap ibu hamil tentang pemilihan penolong persalinan saat pretest sebesar 84,65 dan saat postest 88,89 yang artinya ada peningkatan sebesar

Kalau kita melihat tema yaitu bagaimana Mewujudkan Kota Jayapura Sebagai Toleransi Di Tanah Papua, kalau kita melihat beberapa pekan terakhir sebelum melaksanakan

Penelitian ini di lakukan di wilayah Pasar Blimbing Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dengan tujuan utama adalah untuk mengetahui Potensi Pasar Tradisional Blimbing

To recapitulate, what emerges out of the discussion so far about the Japanese constructions that are considered to involve overt operator movement is that Attract is not involved as

Kami pula mengadakan praktik pendirian tenda yang akan kami lakukan pada halaman sekolah yang luas,kami harapkan agar para siswa dapat mandiri dan mendapatkan dasar-dasar dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna pada kerusakan tubulus seminiferus, jumlah spermatosit primer, dan viabilitas sperma antara kelompok

Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara umum terdapat beberapa mutasi patogenik mtDNA, tetapi bukan semuanya.Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA normal