SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
YESSICA TRI ANGELINE SITUMORANG
100200135
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ii
IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH
PERUSAHAAN JASA PENILAI
TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
YESSICA TRI ANGELINE SITUMORANG
100200135
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
(Windha S.H., M.Hum.) NIP. 197501122005012002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution S.H., M.Hum Dr. Mahmul Siregar S.H., M.Hum
NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
iii
Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana
ABSTRAK
Yessica Tri Angeline Situmorang Bismar Nasution**
Mahmul Siregar***
Prinsip transparansi (keterbukaan) oleh perusahaan jasa penilai dalam penawaran saham perdana merupakan hal yang penting bagi investor untuk mengambil keputusan apakah akan membeli suatu Efek atau tidak dari perusahaan go public berdasarkan atas laporan yang disampaikan oleh perusahaan jasa penilai dari hasil penilaiannya terhadap harta perusahaan tersebut yang dilampirkan dalam dokumen propektus secara transparan. Keterbukaan ini juga menjadi sangat penting dikarenakan sebagian besar calon investor tidak cukup paham mengenai cara membaca dan menganalisis prospektus sebelum mengambil keputusan. Hal inilah yang kemudian menimbukan pertanyaan mengenai penerapan prinsip keterbukaan, hingga mengenai pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam penawaran saham perdana. Namun, seiring dengan pelaksanaan tugas penilaian oleh profesi penilai yang seringkali mengabaikan prinsip transparansi, kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab hukum penilai dalam implementasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.
iv
usaha jasa penilai dan profesi penilai, sehingga diharapkan Pemerintah dapat segera membentuk dan memberlakukan Undang-Undang tersebut. Selain penerapan prinsip transparansi, dalam melaksanakan tugasnya profesi penilai juga harus berpedoman pada standar-standar penilaian dan kode etiknya. Kemudian, apabila dalam melaksanakan tugasnya ditemukan adanya pelanggaran baik disengaja maupun akibat suatu kelalaian dapat dikenakan sanksi pidana, perdata, maupun sanksi administratif.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis
bisa menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar.
Penulisan Skripsi yang berjudul: Implementasi Prinsip Transparansi
Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana adalah
guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan
kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik
tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan
berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.
Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua Penulis yang telah membesarkan, mendidik, dan
mendukung Penulis hingga bisa menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu
(S1) ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I
vi
3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
4. Bapak OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
5. Ibu Windha, S. H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan
Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi
ini.
6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen
Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah
diberikan dalam perkuliahan.
7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum., Dosen Hukum Ekonomi
dan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi
penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi
dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala
bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan
bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
9. Prof. Dr. Tan Kamello S.H., M.S., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih
sebesar-besarnya atas segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa sampai
vii
10. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu
Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Ayah dan Ibuku tercinta, E. P. Situmorang, S.E. dan Elderisma R.M.L.
Tobing, yang telah memberikan doa, cinta kasihnya, dan semangat yang tiada
hentinya bagi saya.
12. Kakak2 dan adikku, Pratiwi Prima Ekasari Situmorang, S.E. Ak., M. Ak.,
Sawitania Christiany Dwi Utami Situmorang, S.P., dan Simon Jeffri
Halomoan Kurniawan Situmorang, yang telah menjadi semangat bagi Penulis
dan setia mengiringi dengan doa-doanya.
13. Teman-teman seperjuanganku, Theodorus Hutasoit, Defina, Dessy, Melissa,
dan seluruh IMAHMI serta rekan-rekan stambuk 2010. Tetap semangat dan
sukses selalu buat kita semua.
14. Sahabat terkasihku Hasnita Sihombing, Yuni Damanik, dan Alm. Nurmawati
Pakpahan, Novika, Kastro, Dina, Michael, Liandyka, Fiona, Juliani, Advend.
Tetap setia berpegang pada firman Tuhan, “Pengkhotbah 3:11”
15. KMK FH USU, PKK ku Kak Yenni, dan adik-adikku KK Eucharist: Delima,
Dikson, Octry, Riska, dan Yola atas support kepada kakak dan semoga cepat
menyusul kakak, ya.
Medan, 16 April 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… ………...i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN……… ………ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 11
D. Keaslian Penulisan ... 12
E. Tinjauan Kepustakaan ... 14
F. Metode Penulisan ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM PERDANA ... 23
A. Tujuan Prinsip Keterbukaan ... 23
B. Proses Penawaran Saham Perdana ... 33
a. Langkah-langkah Penawaran Saham Perdana ... 35
b. Masa Penawaran ... 42
c. Masa Pencatatan ... 44
d. Kewajiban Setelah Go Public ... 45
C. Pelaksanaa Prinsip Keterbukaan Sebelum Pernyataan Pendaftaran Menjadi Efektif ... 47
D. Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan Pada Perdagangan Saham di Pasar Perdana Oleh Profesi Penunjang Pasar Modal ... 50
a. Akuntan Publik ... 51
b. Konsultan Hukum ... 52
c. Notaris ... 54
d. Penilai ... 55
E. Prospektus ... 57
1. Pengertian Prospektus ... 57
2. Membaca Prospektus ... 66
ix
A. Profesi Penilai... 69
1. Pengertian Profesi Penilai ... 69
2. Bentuk-bentuk Usaha Jasa Penilai ... 71
3. Transisi Bentuk Usaha dan Problematikanya ... 74
B. Peraturan Jasa Penilai Berdasarkan Ketentuan Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) ... 80
1. Peraturan Nomor VIII.C.1 Tentang Pendaftaran Penilai Yang Melakukan Kegiatan Di Pasar Modal ... 80
2. Peraturan Nomor VIII.C.2 Tentang Independensi Pendaftaran Penilai Yang Melakukan Kegiatan Di Pasar Modal ... 86
3. Peraturan Nomor X.J.4 Tentang Laporan Berkala Kegiatan Penilai 88 C. Ruang Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai Dalam Kegiatan Di Pasar Modal ... 89
1. Tinjauan Umum ... 89
2. Lingkup Penugasan Penilai Berdasarkan Standar Penilaian Indonesia ... 92
3. Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian ... 95
BAB IV IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA ... 120
A. Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai ... 120
1. Berdasarkan Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) 2013 ... 120
2. Berdasarkan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013 ... 126
B. Pelaksanaan Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai ... 127
C. Tanggung Jawab Hukum Penilai Terhadap Pelaksanaan Kegiatannya di Pasar Modal ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 148
A. Kesimpulan ... 148
B. Saran ... 150
iii
Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana
ABSTRAK
Yessica Tri Angeline Situmorang Bismar Nasution**
Mahmul Siregar***
Prinsip transparansi (keterbukaan) oleh perusahaan jasa penilai dalam penawaran saham perdana merupakan hal yang penting bagi investor untuk mengambil keputusan apakah akan membeli suatu Efek atau tidak dari perusahaan go public berdasarkan atas laporan yang disampaikan oleh perusahaan jasa penilai dari hasil penilaiannya terhadap harta perusahaan tersebut yang dilampirkan dalam dokumen propektus secara transparan. Keterbukaan ini juga menjadi sangat penting dikarenakan sebagian besar calon investor tidak cukup paham mengenai cara membaca dan menganalisis prospektus sebelum mengambil keputusan. Hal inilah yang kemudian menimbukan pertanyaan mengenai penerapan prinsip keterbukaan, hingga mengenai pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam penawaran saham perdana. Namun, seiring dengan pelaksanaan tugas penilaian oleh profesi penilai yang seringkali mengabaikan prinsip transparansi, kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab hukum penilai dalam implementasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer, data sekunder, dan data tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.
iv
usaha jasa penilai dan profesi penilai, sehingga diharapkan Pemerintah dapat segera membentuk dan memberlakukan Undang-Undang tersebut. Selain penerapan prinsip transparansi, dalam melaksanakan tugasnya profesi penilai juga harus berpedoman pada standar-standar penilaian dan kode etiknya. Kemudian, apabila dalam melaksanakan tugasnya ditemukan adanya pelanggaran baik disengaja maupun akibat suatu kelalaian dapat dikenakan sanksi pidana, perdata, maupun sanksi administratif.
1
Dewasa ini perkembangan perekonomian dunia yang sangat pesat telah
mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk
ditandai dengan berbagai peristiwa internasional, seperti dibentuknya Organisasi
Perdagangan Internasioal (World Trade Organization/WTO), blok-blok
perdagangan regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), maupun Asia
Pasific Economy Cooperation (APEC), dan sebagainya.1
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif
melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah barang
tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Melihat potensi perkembangannya,
pemerintah Indonesia bertekad akan mengurangi peranan bantuan luar negeri
sebagai sumber pembiayaan pembangunan.2 Dalam pelaksanaan pembangunan
ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah
maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa
mendatang akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan
dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan
lainnya.3
1
Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 1.
2
Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 2
3
Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung: Alumni, 2007), hal. 1.
Pada Bab IV dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 ditegaskan mengenai masalah
Pembangunan Ekonomi. Dalam Butir A.7 dari Bab IV tersebut disebutkan :
“Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung
kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa
merugikan kepentingan nasional”.4
“Mengembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, dan efektfitas, untuk menambah penerimaan negara dan menurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Sektor swasta akan mengambil peran yang lebih besar melalui penciptaan dan pengembangan berbagai alternatif sumber pembiayaan tidak hanya melalui sistem perbankan tetapi juga melalui sistem lainnya termasuk pasar modal”.
Selanjutnya Butir B.7 dari GBHN Bab IV menyebutkan :
5
Dengan demikian, maka pasar modal sebagai salah satu alternatif
pembiayaan pembangunan, harus dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi
pasar. Dalam hubungan ini swasta akan menjadi motor dalam kegiatan ekonomi
(private sector leads growth economy).6 Kesulitan yang menimpa perekonomian
Indonesia mungkin tidak terjadi apabila, antara lain, dunia usaha secara
sungguh-sungguh melaksanakan prinsip-prinsip manajemen keuangan perusahaan yang
sehat yakni dengan menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa
sehingga keperluan jangka pendek benar-benar dapat dibiayai dari sumber-sumber
pembiayaan jangka panjang.7
4
Bab IV Butir A.7 dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004
5
Butir B.7 Bab IV Garis-garis Besar Haluan Negara
6
Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 2.
7
Ibid., hal. 3.
Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan struktur permodalan adalah
pencerminan dari pertimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri
dari suatu perusahaan. Perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan
keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan memperokoh daya saing perusahaan
dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era
globalisasi. Untuk itu, sumber pembiayaan jangka panjang seperti yang
disediakan oleh pasar modal merupakan suatu keharusan bagi pembangunan
nasional.8
“ Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum, dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan Efek.”
Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, berbunyi :
9
8
Ibid.
9
Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar modal (capital market)
adalah pasar yang terorganisir, yakni sarana bertemunya penawar (emiten) dan
peminta dana jangka menengah maupun panjang dalam bentuk efek, termasuk
bank-bank komersil, lembaga-lembaga, dan semua perantara di bidang keuangan
maupun surat berharga suatu perusahaan. Kemudian penawar dan peminta modal
jangka panjang tersebut dapat melakukan transaksinya dan mencapai kata sepakat
Kalau diamati perkembangan pasar modal di negara-negara maju, ternyata
pasar modal mempunyai peran yang sangat penting, baik dari sisi permintaan
modal oleh perusahaan, yang biasa disebut emiten atau dalam bahasa Ingggris-nya
issuer, maupun isi penawaran oleh pemilik modal, yaitu masyarakat yang biasa disebut investor. Sepertinya, keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan
sehingga pasar modal dapat terus berkembang. Bahkan, pasar modal dijadikan
tolak ukur kemodernan. Artinya, suatu bangsa atau negara baru berhak
menyandang predikat modern kalau pasar modalnya maju.10
Salah satu kelebihan pasar modal adalah kemampuannya menyediakan
modal dalam jangka panjang dan tanpa batas. Dengan demikian, untuk membiayai
investasi pada proyek-proyek jangka panjang dan memerlukan modal yang besar,
sudah selayaknya para pengusaha menggunakan dana-dana dari pasar modal.
Sedangkan untuk membiayai investasi jangka pendek, seperti kebutuhan modal
kerja, dapat digunakan dana-dana (misalnya kredit) dari perbankan.
11
10
Sarwidji Widoatmodjo, (1) Pasar Modal Indonesia : Pengantar dan Studi Kasus, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2009, hal. 4.
11
Ibid.
Banyak
negara yang menyadari bahwa pasar modal merupakan suatu sarana yang bernilai
positif dan produktif guna mendorong perekonomian negaranya masing-masing.
Negara yang menganut paham sosialispun seperti RRC, dalam kehidupan
perekonomiannya sudah mengarah pada praktik yang umum terdapat di negara
kapitalis. Di samping itu, pasar modal merupakan alternatif baru bagi para
telah ada seperti perbankan, properti, dan komoditi para pemodal dapat
melakukan pilihan investasi secara tepat serta memberikan manfaat terbaik.12
Di samping kelebihan seperti tersebut di atas, pasar modal juga masih
memiliki manfaat lain. Pasar modal dapat menjadi sarana pengalihan resiko (risk
diversification), dimana pengalihan resiko ini merupakan salah satu strategi investasi untuk menekan resiko, baik dari pihak issuer maupun pihak pemodal
tetapi tetap berpotensi menghasilkan keuntungan yang cukup bagi para pihak. Ada
pula fungsi lainnya, yakni fungsi pasar modal dalam mekanisme alokasi modal
dan pemantauan korporasi, serta sebagai sarana bagi pemerintah untuk
melaksanakan ekonomi pasar disamping memanfaatkan baik kebijakan fiskal
maupun moneter.13
Hal-hal lain yang sangat penting adalah telah berlaku efektifnya
Undang-Undang Pasar Modal, yakni Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 1995. Di dalam UU
No. 8 Tahun 1995 secara tegas mewajibkan setiap perusahaan yang menawarkan
efeknya melalui pasar modal atau disebut emiten untuk mengungkapkan seluruh
informasi mengenai keadaan usahanya, termasuk keadaan keuangan, aspek
hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan (full disclosure) kepada
masyarakat karena pada prinsipnya membeli suatu barang janganlah seperti
‘membeli kucing dalam karung’. Tetapi barang yang dibeli haruslah jelas
wujudnya.14
Namun demikian, untuk yang namanya tindakan membeli efek, maka sektor
hukum mensyaratkan untuk keterbukaan (disclosure) lebih dari yang berlaku
12
Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 3.
13
Ibid., hal 3-4.
14
untuk membeli barang biasa. Cukup banyak pemikiran telah dicurahkan dan
cukup banyak aturan main yang telah digulirkan hanya untuk menjain agar unsur
transparansi tersebut benar-benar muncul ke permukaan. Begitu pentingnya
eksistensi dan kedudukan unsur keterbukaan (disclosure) dalam pasar modal
sehingga kalau belum bisa menjamin unsur keterbukaan ini, maka hukum pasar
modal tersebut dianggap masih belum apa-apa. Dalam hal inilah diperlukannya
keterbukaan (disclosure) informasi di pasar modal karena informasi itu harus
dijamin kebenarannya sehingga masyarakat pemodal dapat memahami keadaan
perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli atau tidak membeli
efek. 15
Di dalam pengertian keterbukaan (disclosure), Bacelius Ruru menyebutkan
bahwa keterbukaan (disclosure) adalah kewajiban perusahaan atau emiten untuk
menyampaikan laporan perusahaan, baik dalam bentuk laporan keuangan berkala
maupun laporan kejadian penting lainnya. Informasi tersebut harus akurat, tepat
waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan.16
“ Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang
dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya.”
Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal :
17
15
Ibid.
16
Bacelius Ruru, “Pasar Modal Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990”, Makalah Dalam Seminar Nasional Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990, Yogyakarta, 22 Januari 1994, hal. 16.
17
Dalam proses penawaran umum (go public), emiten harus menyerahkan
prospektus perusahaannya. Menurut Pasal 1 ayat 26 UU No. 8 Tahun 1995, yang
dimaksud dengan prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan
penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. Artinya,
prospektus tersebut merupakan iklan yang berisi tentang pernyataan dan atau
informasi yang dicetak dalam bentuk dokumen dan dipergunakan untuk
mempengaruhi calon pemodal, sehingga ia tertarik untuk membeli efek tersebut.
Prospektus merupakan dokumen yang sangat penting bagi suatu perusahaan yang
baru pertama kali go public, dikarenakan masyarakat (calon investor) hanya dapat
memperoleh informasi tentang perusahaan go public tersebut dari prospektus yang
dikeluarkan oleh emiten.
Karena itulah, prospektus akan dibuat semenarik mungkin, baik desain dan
mutu bahan percetakannya maupun substansi isi informasi yang ingin
disampaikan kepada investor. Meskipun prospektus tampak sangat menarik, tidak
ada yang menjamin kebenaran isi prospektus tersebut. Karena itulah Bapepam-LK
(Otoritas Jasa Keuangan) selalu dan perlu menyatakan dalam setiap prospektus
yang dikeluarkan emiten bahwa Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak
menjamin kebenaran isi prospektus.18 Prospektus harus menyajikan paling tidak
hal-hal berikut19
1. Jadwal proses go public
.
2. Sejarah singkat perusahaan
3. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
18
Sarwidji Widoatmodjo, Op.cit., hal. 62.
19
4. Para pengelola (komisaris dan direksi)
5. Struktur organisasi
6. Pendapat dari konsultan hukum
7. Pendapat dari penilai
8. Laporan keuangan, yang sudah diaudit akuntan publik :
a. Neraca
b. Laporan laba/rugi
c. Laporan perubahan modal
9. Proyeksi, yang dirinci per tahun
10. Kebijaksanaan deviden yang akan diambil emiten
11. Risiko, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan perusahaan
tidak berhasil mencapai proyeksi sehingga menyebabkan investor akan
merugi.
Jika dicermati hal-hal yang harus disajikan dalam prospektus diatas,
beberapa informasi yang disajikan dalam dokumen prospektus merupakan hasil
kerja dari profesi penunjang dalam pasar modal, khususnya dalam hal penawaran
umum perdana (initial public offering). Bagi perusahaan yang hendak go public,
profesi penunjang pasar modal menjadi sangat penting karena profesi penunjang
pasar modal ini akan membantu emiten dalam proses penawaran umum. Profesi
penunjang pasar modal tersebut, yaitu:
1. Akuntan Publik
2. Konsultan Hukum
4. Notaris
Informasi yang disajikan oleh institusi dan profesi penunjang pasar modal
tentang keadaan perusahaan (emiten/calon emiten) merupakan hal yang sangat
fundamental di pasar modal, mengingat informasi tersebut merupakan sarana bagi
investor untuk mengambil keputusan bagi investasinya.20
Pada hakikatnya, Usaha Jasa Penilai adalah badan usaha yang berpredikat
sebagai lembaga kepercayaan, wajib memberikan penilaian yang independen.
21
Perusahaan Penilai sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal mempunyai
kedudukan yang cukup penting, karena lembaga ini berperan dalam menentukan
nilai wajar dan harta milik perusahaan. Nilai ini diperlukan sebagai bahan
informasi bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu
tolok ukur yang dipergunakan untuk menilai keadaan perusahaan go public adalah
dengan mengetahui seberapa jauh nilai harta tetap perusahaan bersangkutan.
Neraca juga mencerminkan harta kekayaan perusahaan baik harta tetap maupun
aktiva lancar, tetapi nilainya didasarkan pada nilai buku. Nilai ini kiranya belum
mencerminkan nilai harta kekayaan sebagaimana dikehendaki oleh para investor
di pasar modal. Umumnya, para investor menginginkan pengetahuan mengenai
nilai wajar perusahaan sebagai usaha yang berkelanjutan (going concern).22 Peran
penilai antara lain23
20
Jusuf Anwar, Op. cit., hal. 153.
21
Pasal 67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64.
22
Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 151.
23
Sarwidji Widoatmodjo, (2) Jurus Jitu Go Public, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), hal. 79.
a. Penilai berperan menilai keberadaan suatu barang/benda secara fisik dan
non fisik. Secara fisik berarti menilai berapa nilai barang tersebut jika
dirupiahkan.
b. Dalam bentuk fisiknya, harta kekayaan dapat berupa harta tetap, harta tidak
tetap maupun yang tidak berwujud. Semua itu menjadi tanggung jawab
penilai.
Aset merupakan harta kekayaan dari emiten sehingga perlu diberikan
penilaian yang objektif dan terbuka. Sebab bagian inilah yang dibeli dan dibayar
oleh pemodal, atau yang dapat dijadikan agunan terhadap pinjaman dari pemodal.
Dengan demikian, penilai bisa menentukan seberapa besar nilai kekayaan emiten.
Selanjutnya nilai kekayaan ini akan menentukan harga saham atau obligasi.
Karena itu emiten sangat erat kaitannya dengan keberadaan penilai.24
Hasil dari penilaian tersebut akan dilampirkan dalam dokumen prospektus
emiten, untuk selanjutnya dijadikan bahan informasi oleh calon investor. Oleh
karena itulah profesi penilai diharapkan dapat bekerja secara transparan dan
memberikan penilaian yang independen. Penilaian yang independen ini
diperlukan untuk menghindari tindakan penipuan informasi bagi calon investor
oleh perusahaan yang akan go public , karena umumnya dalam mekanisme
penawaran umum perdana, emiten ingin menarik minat calon investor melalui
nilai harta dan aset perusahaan yang besar. Padahal, pemodal menginginkan suatu
penilaian yang independen dan objektif atas aset-aset perusahaan, sehingga
mereka merasa yakin bahwa mereka berinvestasi di perusahaan yang potensial.
24
Karena apabila seorang pemodal berinvestasi di perusahaan yang laporan
penilaian asetnya tidak dapat dijamin transparansi dan independensinya, maka hal
ini akan menimbulkan kerugian yang besar dikemudian hari bagi pihak investor.
Oleh karena itu sangat ditekankan penerapan prinsip transparansi oleh perusahaan
jasa penilai dalam melaksanakan tugasnya.
Atas dasar itulah, penulis merasa perlu membahas lebih lanjut mengenai
Penerapan Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran
Saham Perdana.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat
merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi
ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham
perdana?
2. Bagaimana pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan penawaran
saham perdana?
3. Bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implemetasi prinsip
transparansi di penawaran saham perdana?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Mengetahui penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham
perdana berdasarkan peraturan-peraturan pasar modal Indonesia.
2. Mengetahui pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan
penawaran saham perdana.
3. Mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implementasi
prinsip transparansi di penawaran saham perdana.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap
penerapan prinsip transparansi oleh Profesi Penunjang Pasar Modal,
khususnya Perusahaan Jasa Penilai dalam kegiatan Penawaran Saham
Perdana oleh perusahaan go public.
2. Secara Praktis
Penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis mengenai
perusahaan jasa penilai, khususnya mengenai penerapan prinsip transparansi
dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan kegiatan penawaran
saham perdana di pasar modal kepada Almamater Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan
mahasiswa.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan
dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perusahaan jasa
penilai, pelaksanaan kegiatan penilaian di penawaran saham perdana, maupun
peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau
media cetak maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi
ini, telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan melalui internet untuk membuktikan bahwa judul skripsi
tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera
Utara atau ditempat lainnya.
Namun terdapat tulisan mengenai “Aspek Hukum Kedudukan Penjamin
Emisi dalam Rangka Penawaran Umum Penjual Saham Perdana” yang ditulis
oleh Poppy Dian Ariany S. dengan mengangkat rumusan permasalahan sebagai
berikut:
1. Perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder dan bursa pararel
2. Proses penjualan saham di pasar perdana
3. Aspek hukum kedudukan penjamin emisi dalam rangka penawaran umum
penjualan saham perdana
4. Pembagian kategori penjamin emisi yang melakukan pelanggaran dalam
peroses penawaran saham pada pasar perdana atau IPO.
Dan Merliana Lepita S. menulis tentang “ Transparansi pada Perseroan
Terbuka sebagai Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di Pasar
1. Penerapan prinsip transparansi pada perseroan terbuka sebagai implementasi
good corporate governance di pasar modal.
2. Ketentuan sanksi atas pelanggaran prinsip transparansi di pasar modal.
Dan skripsi ini ditulis dengan permasalahan dan pembahasan yang berbeda
sehingga bisa dipandang sebagai tulisan yang asli. Apabila dikemudian hari,
ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk
skripsi sebelum skripsi ini dibuat maka hal tersebut dapat diminta
pertanggungjawaban dikemudian hari.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pasal 64 Ayat 1 Huruf c UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
menyebutkan bahwa profesi penunjang pasar modal antara lain terdiri dari penilai.
Profesi penilai sesungguhnya memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional, baik sektor publik maupun privat.25 Penilai adalah pihak yang
menerbitkan dan menandatangani laporan penilaian atas nilai aktiva, yang disusun
berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian dari penilai.26
25
Doli D. Siregar, Breakthrough Profesionalisme Penilai Indonesia, (Jakarta: Masyarakat Profesi Penilai Indonesia, 2013), hal. 51.
26
Sarwidji Widoatmodjo, (2), Op.cit., hal. 78.
Penilai yang melakukan
kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam
(Otoritas Jasa Keuangan) untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar Profesi
Penunjang Pasar Modal untuk Penilai. Peranan perusahaan penilai sebagai salah
satu profesi penunjang pasar modal cukup menentukan di pasar modal karena
Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi para investor di dalam
mengambil keputusan investasi.27
Ditinjau dari berbagai sisi, usaha jasa penilai serta profesi penilai di
Indonesia memang masih menyimpan banyak problematikanya sendiri. Pertama,
dari segi jumlah saja, misalnya ketersediaan tenaga penilai masih jauh jika
dibandingkan dengan kebutuhan dan tuntutan pasar yang cenderung terus
meningkat dan berkembang. Ketua umum MAPPI Hamid Yusuf memiliki
perkiraan, tahun 2011 jumlah tenaga penilai hanya sekitar 2000 orang, padahal
dengan wilayah yang demikian luas dan perkembangan ekonomi yang sangat
pesat, Indonesia sedikitnya membutuhkan sekitar 10 ribu tenaga penilai.28 Kondisi
tersebut tidak bisa dilepaskan dari permasalahan kedua yang masih melilit industri
jasa dan profesi penilai di Indonesia, yaitu soal pendidikan. Dengan intensitas
pendidikan dan tingkat kelulusan peserta pendidikan jasa penilai yang tidak
melampaui angka 50 persen, sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan jasa penilai
sesuai permintaan dan tuntutan pasar yang kian besar.29 Pendek kata, dengan
kondisi ketersediaan dan penyelenggaraan pendidikan yang masih terbatas,
pertumbuhan jumlah penilai, baik dalam pengertian tenaga penilai atau penilai
publik, akan terbatas pula.30
Masalah ketiga adalah persoalan kompetensi profesionalitas, dan integritas
dari profesi penilai. Diakui atau tidak, masih adanya persoalan tentang
kompetensi, profesionalitas, dan integritas dari profesi penilai tersebut terbaca
27
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 30.
28
Kompas, 30 September 2010.
29
Media Penilai, Edisi Maret/TH.VII/2012, hal. 26.
30
pada diterbitkannya aturan mengenai standar imbalan jasa (fee) minimum yang
dikeluarkan oleh Pengurus Pusat MAPPI. Keluarnya kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya praktek persaingan yang tidak sehat
di kalangan penilai. Tentu saja, persaingan tidak sehat ini muncul lantaran para
penilai telah mempertaruhkan kompetensi, profesionalitas, dan integritas mereka.
Artinya, dalam praktek kegiatan penilaian, banyak terjadi pengabaian terhadap
Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), yang
secara gambling mewujud dalam “perang tarif” guna berebut klien atau pasar.
Praktek yang demikian tentu saja semakin menjauhkan peran profesi penilai dari
misi awalnya guna turut serta membangun perekonomian nasional yang
transparan, efisien, akuntabel, berkeadilan, dan kokoh. Dan, ironisnya, hal itu
bukan terjadi belakangan ini. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang
dosen dari Universitas Jayabaya Jakarta, RA Thajibah KY pada 2007
menunjukkan bahwa praktek penilaian di Indonesia belum mendukung
terbangunnya Good Corporate Governance (GCG)31
Salah satu temuan dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa banyak
penilai publik yang dengan sadar bertindak tidak independen alias mau disetir
oleh klien atau pemberi tugas demi mendapatkan imbalan jasa yang tak
sepantasnya. Jika ini terjadi, sudah dapat dipastikan bahwa hasil kegiatan
penilaiannya tidak akan sesuai dengan standar profesionalitas dan standar
kompetensi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, selain karena
faktor integritas pribadi-pribadi para penilai, juga disebabkan oleh belum adanya
31
regulasi yang mampu menjamin terbangunnya sistem dan praktek penilaian yang
mengacu pada penerapan prinsip-prinsip GCG. Dan memang itulah salah satu
persoalan mendasar yang dihadapi profesi penilai hingga saat ini. Inilah masalah
keempat bagi profesi penilai di Indonesia : belum ada payung hukum setingkat undang-undang (UU) yang secara khusus mengatur usaha jasa penilai dan profesi
penilai di Indonesia. Jika dibandingkan dengan profesi penunjang kegiatan
ekonomi lainnya, seperti akuntan, notaris, advokat, hanya penilai yang belum
memiliki UU sendiri. Sejak pertama kali profesi ini diatur, hingga saat ini regulasi
yang mengatur penilai hanyalah produk hukum setingkat peraturan menteri.
Karena itu, dalam konteks bernegara, peraturan menteri yang mengatur profesi
penilai ini tidak bisa mengikat para pihak di luar kewenangan kementerian yang
menerbitkan peraturan tersebut. Lebih jauh lagi, dengan demikian, seluruh hasil
kegiatan penilaian yang dilakukan penilai berupa opini nilai sesungguhnya tidak
memiliki kekuatan hukum di depan tata peradilan nasional. 32
Seperti dilaporkan Majalah Media Penilai, sebagai Ketua Umum MAPPI,
Hamid Yusuf menyadari akan pentingnya payung UU bagi profesi penilai. Sebab,
jika belum dipayungi peraturan perundang-undangan setingkat UU, segala upaya
dan terobosan yang dilakukan guna mengembangkan profesi penilai di Tanah Air
akan lebih sering membentur tembok.33
32
Ibid., hal. 46-47.
33
Media Penilai, Edisi September / TH.VI/2011, hal. 16.
Namun sesungguhnya problematika
tersebut tidak bisa dijadikan alasan atau pembenar bagi seorang penilai untuk abai
menyandang profesi penilai. Sebab tugas dan tanggung jawab penilai sebagai
profesi melekat pada pribadi.34
F. Metode Penulisan
Dari sekian banyak permasalahan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan
penilai tersebut, penerapan prinsip transparansi oleh penilai dalam menjalankan
kegiatan penilaian menjadi permasalahan yang cukup penting untuk dijelaskan.
Hal ini mengingat, masyarakat sebagai calon investor merupakan salah satu
subjek yang terpenting untuk dilindungi dari berbagai macam bentuk kerugian
akibat trindakan-tindakan profesi penilai yang tidak transparan. Terlebih apabila
suatu perusahaan baru pertama kali go public, maka informasi yang didapatkan
oleh calon investor hanya berdasarkan kepada apa yang disajikan oleh emiten
dalam prospektus. Sehingga, apabila prospektus tersebut tidak dibuat berdasarkan
profesionalitas, kompetensi, dan integritas, maka akibatnya akan sangat
merugikan bagi investor.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan meninjau masalah
yang diteliti dari segi ilmu hukum dan melakukan analisis terhadap norma-norma
hukum dan peraturan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan
berdasarkan bahan primer, sekunder, dan tersier untuk mendapatkan kesimpulan
dari data-data yang diperoleh selama penelitian.
34
2. Sumber Data
Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1994-2004, Kitab
undang Hukum Perdata, Kitab undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kode Etik Penilai
Indonesia (KEPI) 2013, Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013, Peraturan
Nomor VIII.C.1 tentang Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di
Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.2 tentang Independensi Pendaftaran
Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor
VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian
Usaha di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.4 tentang Pedoman
Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal,
Peraturan Nomor VIII.C.5 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian
Laporan Penilaian Aset Tak Berwujud di Pasar Modal, dan Peraturan
Nomor X.J.4 Tentang Laporan Berkala Kegiatan Penilai.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya:
RUU, jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah
hukum, dan sebagainya.
c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara studi pustaka (library Research) atau
disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder, berupa
perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari
surat kabar, majalah maupun media elektronik yangs emua itu dimaksudkan untuk
memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian.
4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam
tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Analisis
data dilakukan dengan:35
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan
yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum/doktrin yangs esuai dengan penelitian.
c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau pasal atau doktrin
yang ada.
d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :
35
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM
PERDANA
Berisikan tentang Tujuan Prinsip Keterbukaan, Proses Penawaran
Saham Perdana, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan sebelum
Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif, Pelaksanaan Prinsip
Keterbukaan pada Perdagangan Saham di Pasar Perdana oleh
Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Prospektus.
BAB III : PELAKSANAAN PEKERJAAN PROFESI PENILAI DALAM
KEGIATAN PENAWARAN SAHAM PERDANA
Berisikan tentang Profesi Penilai, Peraturan Jasa Penilai
Berdasarkan Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, dan Ruang
Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai dalam Kegiatan di Pasar Modal.
BAB IV : IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH
PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN
SAHAM PERDANA
Berisikan tentang Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip
Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai, dan Tanggung jawab
BAB V : PENUTUP
23
BAB II
PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM PERDANA
A. Tujuan Prinsip Keterbukaan
Transparansi merupakan terminologi yang sangat penting dan prinsip yang
fundamental dalam pasar modal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, transparansi
diartikan sebagai : (1) sifat yang tembus cahaya; (2) nyata; (3) jelas, atau secara
umum memberikan arti tembus pandang. Transparansi, berlaku secara universal,
dalam pasar modal internasional adalah merupakan suatu hal yang sangat mutlak
untuk dapat dilakukan oleh semua pihak. Berbeda dengan sektor perbankan
dimana prinsip kerahasiaan bank adalah hal yang mutlak untuk ditaati, sektor
pasar modal menerapkan hal sebaliknya, disclosure atau keterbukaan adalah
mutlak. 36 Penerapan prinsip keterbukaan dilakukan untuk mempertahankan
potensi pasar modal yang menjadi salah satu sumber pembiayaan kegiatan
pembangunan dan menjadi alternatif investasi. Dengan adanya pengaturan
mengenai prinsip keterbukaan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
investor . Perusahaan secara institusional mempunyai tanggung jawab terhadap
setiap informasi yang diberikannya kepada masyarakat sejak memperoleh izin
melakukan penawaran umum.37
Dalam kegiatan pasar modal adalah kewajiban pihak-pihak dalam suatu
penawaran umum untuk memerhatikan dan memenuhi prinsip keterbukaan
36
M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, dan Adiwarman,
Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 225.
37
Menurut UUPM Pasal 1 angka 25 disebutkan, yang dimaksud dengan
keterbukaan (disclosure) adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten,
perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi
material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap
keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.38
Informasi atau fakta material adalah informasi ataupun fakta penting yang relevan
mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek
pada bursa dan atau keputusan pemodal/calon pemodal atau pihak lain yang
berkepentingan atas informasi ataupun fakta tersebut.39
Emiten, perusahaan publik, atau pihak lain yang terkait wajib
menyampaikan informasi penting yang berkaitan dengan tindakan atau efek
perusahaan tersebut pada waktu yang tepat kepada masyarakat dalam bentuk
laporan berkala atau laporan peristiwa penting (UUPM Pasal 86 Ayat 1). Emiten
wajib menyampaikan informasi secara lengkap dan akurat. Dikatakan lengkap
kalau informasi yang disampaikan itu utuh, tidak ada yang tertinggal atau
disembunyikan, disamarkan, atau tidak menyampaikan apa-apa atas fakta
material. Dikatakan akurat jika informasi yang disampaikan mengandung
kebenaran dan ketepatan. Kalau tidak memenuhi syarat tersebut, maka informasi
dikatakan sebagai informasi yang tidak benar atau menyesatkan (UUPM pasal 80
Ayat 1). Setiap pihak yang terkait diwajibkan untuk mempertanggungjawabkan
kerugian yang ditimbulkan akibat penyampaian informasi tersebut. UUPM pasal
38
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 98.
39
80 Ayat 1 menyebutkan pihak-pihak yang bisa dimintakan pertanggungjawaban
sebagai liable person atas Pernyataan Pendaftaran adalah :40
1. Pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran
2. Direktur atau komisaris emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran
dinyatakan efektif.
3. Penjamin Pelaksana Emisi Efek.
4. Profesi Penunjang Pasar Modal atau pihak lain yang memberikan pendapat
atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan
Pendaftaran.
Profesi penunjang pasar modal mempunyai peranan yang penting dalam
pembuatan prospektus. Setiap informasi yang ada di dalam prospektus
membutuhkan penanggung jawab secara profesional.41
Pelanggaran terhadap pelaksanaan prinsip keterbukaan, Bapepam (Otoritas
Jasa Keuangan) akan mengenakan sanksi administratif dan pidana.
42
Prinsip keterbukaan (disclosure principle) meliputi dua fase, yaitu masa
sebelum listing dan masa sesudah listing. Fase sebelum listing di mulai pada saat
perusahaan ingin melakukan go public, dan proses go public itu sendiri sudah
mengharuskan emiten terbuka. Keterbukaan masa sebelum listing umumnya
tercermin dari prospektusnya.43
Prinsip-prinsip tersebut belum mendapat komitmen yang tegas dari
Bapepam (Otoritas Jasa Keuangan) sehingga muncul banyak lubang untuk
40
Ibid.
41
Ana Rokhmatussa’dyah, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Sinar Grafika, Jakarta, 2009), hal. 178.
42
Ibid.
43
diselewengkan oleh emiten. Prospektus bukan lagi merupakan sarana transparansi,
tetapi lebih merupakan ajang untuk promosi, yang kecenderungannya adalah
memperindah informasi. Dipandang dari sudut format pengungkapan, yang
seharusnya dilarang secara tegas adalah (1) keterangan yang salah, (2) keterangan
setengah benar, dan (3) sama sekali diam terhadap fakta material. Sedangkan yang
dilarang dalam undang-undang pasar modal pada umumnya adalah pemalsuan dan
penipuan, pernyataan tidak benar atau menyembunyikan fakta, manipulasi pasar,
insider traiding, dan larangan yang bersangkutan dengan reksa dana.44
Memberikan informasi yang salah dan setengah benar berkaitan dengan
kualitas informasi. Artinya, informasi yang disampaikan tidak akurat atau tidak
benar atau menyesatkan, yang semata-mata ditujukan sebagai kejahatan korporasi.
Informasi demikian tidak akan memberikan gambaran dan penilaian yang
memadai bagi investor untuk mengambil keputusan melakukan pembelian atau
penjualan saham. Penyampaian informasi yang tidak lengkap berkaitan dengan
kuantitas informasi. Informasi yang tidak lengkap tidak bisa dijadikan pedoman
bagi investor untuk mengambil keputusan jual atau beli. Sedangkan sikap tidak
menyampaikan informasi apa-apa atas fakta material merupakan sikap yang tidak
informatif dari emiten. Karena emiten menolak untuk memberikan penjelasan
mengenai peristiwa material.45
Prinsip keterbukaan (transparansi) banyak mendapat benturan dengan
budaya Indonesia, baik budaya yang tidak memberikan landasan yang kuat bagi
keterbukaan ataupun budaya korporasi Indonesia yang umumnya merupakan
44
Ibid.
45
perusahaan tertutup yang dimiliki antara bapak dan anak, adik-beradik dan
mertua-menantu yang biasanya anti keterbukaan.46
Keterbukaan pada masa setelah listing tercermin dalam laporan berkala
yang wajib disampaikan oleh perusahaan publik kepada Bapepam (Otoritas Jasa
Keuangan) dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarakat. Di samping
itu, perusahaan publik juga wajib menyampaikan laporan secara insidentil kasus
demi kasus kepada Bapepam (Otoritas Jasa Keuangan) dan mengumumkan
kepada masyarakat tentang adanya peristiwa material yang dapat memengaruhi
harga efek selambat-lambatnya pada akhir kerja kedua setelah terjadinya peristiwa
tersebut. Jadi, setiap perusahaan publik memang harus membuat laporannya.
Walaupun demikian, terdapat pengecualian mengenai keterbukaan ini, yaitu : (1)
jatuhnya laba perusahaan yang diyakini hanya bersifat sementara dan tidak
signifikan, (2) informasi yang diduga keras dapat misleading, dan (3) kontrak
yang oleh pihak mitra mensyaratkan ketertutupan untuk periode tertentu.
Beberapa ciri atau karakteristik dari prinsip keterbukaan (transparansi) adalah (1)
prinsip ketinggian derajat akurasi informasi, (2) prinsip kelengkapan informasi,
serta (3) prinsip keseimbangan antara faktor positif dan faktor negatif.47
Sebagai jiwa Pasar Modal, keterbukaan informasi tidak saja diwajibkan
pada waktu perusahaan tersebut menawarkan efeknya kepada masyarakat pertama
kali, tetapi juga selama efek perusahaan tersebut diperdagangkan di pasar
46
Adrian Sutedi, Loc.cit., hal. 98.
47
sekunder.48
Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar
modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya
berbagai masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan
tersebut. Jika diperhatikan secara mendalam, ternyata beberapa peraturan yang
terdapat dalam UUPM masih bersifat sumir atau tidak cukup terperinci.
Undang-undang itu tidak mengatur secara terperinci mengenai standar penentuan informasi
yang mengandung fakta material.
Hal ini penting sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk
mengambil keputusan.
49
Setidak-tidaknya ada tiga fungsi keterbukaan dalam pasar modal. Pertama,
prinsip keterbukaan berfungsi untuk memelihara kepercayaan publik terhadap
pasar. Tidak adanya keterbukaan dalam pasar modal membuat investor tidak
percaya terhadap mekanisme pasar. Sebab prinsip keterbukaan mempunyai
peranan penting bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk melakukan
investasi karena melalui keterbukaan bisa terbentuk suatu penilaian (judgement)
terhadap investasi, sehingga investor secara optimal dapat menentukan pilihan
terhadap portofolio mereka. Makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan
investor untuk melakukan investasi makin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau
kekurangan serta ketertutupan informasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi
investor, dan konsekuensinya menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam
melakukan investasi melalui pasar modal.50
48
Ibid., hal. 99.
49
Ibid., hal. 101.
50
Kedua, prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien. Filosofi ini didasarkan pada konstruksi pemberian informasi secara
penuh sehingga menciptakan pasar modal yang efisien, yaitu harga saham
sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang tersedia.
Dengan demikian prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan supply
informasi yang benar, agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Hal ini
menjadi penting karena berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga keuangan
yang beroperasi bedasarkan informasi. Tanpa informasi peserta pasar tidak dapat
mengevaluasi produk-produk lembaga keuangan. Kalau informasi mengenai
saham sedikit, maka investor yang melakukan investasi relatif kecil. Bisa juga
terjadi bahwa suatu saham yang kualitasnya baik akan tetapi mempunyai harga
yang rendah dari semestinya. Hal ini dapat terjadi apabila informasi mengenai
saham tersebut tidak tersedia secara luas dan akurat. Dengan perkataan lain,
informasi saham yang mutunya rendah dapat mengakibatkan harga saham itu
menjadi lebih rendah dari semestinya. Karena itu, untuk menjual saham pada
pasar primer dan pasar sekunder, manajemen perusahaan harus menjaga pasar.
Artinya semua informasi yang relevan mengenai apa yang ada dan akan ada harus
dikemukakan. Jika tidak mereka akan kehilangan kesempatan menjual
sahamnya.51
Ketiga, prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sangat baik untuk dipahami ungkapan yang pernah diungkapkan Barry A.K.
Rider : “sun light is the best disinfectant and electric light the best policeman.”
51
Dengan perkataan lain, Rider menyatakan bahwa “ more disclosure will
inevitably discourage wrongdoing and abuse.”52. Selanjutnya dia menyatakan bahwa dalam pasar keuangan pendapat tersebut tidak perlu lagi dibuktikan, tetapi
lebih banyak bergantung pada informasi apa yang harus diungkapkan dan kepada
siapa informasi itu disampaikan.53
Menurut Bismar Nasution, setidaknya ada tiga tujuan keterbukaan
(disclosure) dalam pasar modal, yang antara lain adalah sebagai berikut.54
1. Memelihara kepercayaan publik (investor) terhadap pasar
Pelaksanaan prinsip keterbukaan guna meningkatkan kepercayaan investor
atau publik terhadap pasar modal sangat penting untuk diperhatikan. Karena
apabila terjadi “krisis kepercayaan” atau “ketidakpercayaan” investor
terhadap pasar modal dan perekonomian, maka investor menarik modal
mereka dari pasar. Akibatnya pasar dan perekonomian akan rusak secara
keseluruhan. Dalam hal ini, kepercayaan investor sangat relevan ketika
munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal yang pada
gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara
besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal
(bursa saham).
2. Menciptakan mekanisme pasar yang efisien
Pasar yang efisien berkaitan dengan sistem keterbukaan wajib. Sistem
keterbukaan wajib berusaha menyediakan informasi teknis bagi anggota
52
Ibid., hal.9.
53
Ibid.
54
saham dan profesional pasar. Hal ini wajar karena mereka merupakan daya
penggerak pasar yang efisien.
3. Memberi perlindungan terhadap investor
Dengan adanya keterbukaan maka secara tidak langsung akan memberi
perlindungan kepada investor, yang apabila dalam membuat perjanjian
pembelian saham oleh investor, kemudian terdapat penipuan dalam bentuk
perbuatan yang menyesatkan, misalnya pernyataan (misreperesentation)
informasi, maka perlindungan investor tersebut dilihat dari sisi ketentuan
perjanjian sebagai mana diatur dalam KUHPerdata hanya sebatas
pembatalan perjanjian transaksi saham. Pencapaian tujuan prinsip
keterbukaan untuk perlindungan investor tersebut dapat terpenuhi,
sepanjang informasi yang disampaikan kepada investor mengandung
kelengkapan data keuangan emiten dan informasi lainnya yang mengandung
fakta material. Dengan penyampaian informasi yang demikian kepada
investor berguna untuk menghindarkan investor dari benuk-bentuk penipuan
atau manipulasi.
UUPM Pasal 75 Ayat 1 menyebutkan bahwa Bapepam (Otoritas Jasa
Keuangan) wajib mempertahankan kelengkapan, kecukupan, objektivitas,
kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen pernyataan pendaftaran
memenuhi prinsip keterbukaan. Pasal-pasal lain yang mendukung keterbukaan
adalah Pasal 40, 72, 78, 79, 80, 81, 83, 84, 86, dan 87. Selanjutnya dalam UUPM
Pasal 75 Ayat 2, disepakati bahwa Bapepam (Otoritas Jasa Keuangan) tidak
evaluation). Oleh karenanya pada kulit muka dari setiap prospektus, harus dinyatakan bahwa : “Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetujui atau
tidak menyetujui efek ini, tidak juga menyatakan kebenaran atau kecukupan isi prospektus. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan hal-hal tersebut adalah perbuatan melanggar hukum.” (Peraturan Nomor IX.C.2). Emiten dan Penjamin Pelaksana Emisi (managing underwriter) yang bertanggung jawab sepenuhnya
atas kebenaran semua informasi atau fakta material serta kejujuran pendapat yang
tercantum dalam prospektus. Demikian juga Lembaga dan Profesi Penunjang
Pasar Modal dalam rangka penawaran umum turut pula bertanggung jawab atas
kebenaran semua data dan keterangan atau laporan yang disajikan dalam
prospektus. Misalnya, akuntan publik atas laporan keuangan emiten, konsultan
hukum atas legal opinion yang disajikan dalam prospektus, appraisal atas
penilaian terhadap aktiva tetap emiten. Penjamin Pelaksana Emisi ataupun Profesi
Penunjang Pasar Modal tidak dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang diderita
pemodal, apabila mereka telah melakukan penilaian atau memberikan
pendapatnya secara profesional berdasarkan norma pemeriksaan, prinsip-prinsip
dan kode etik masing-masing profesi, yang telah diberikan secara independen.
Pada saat seorang investor membeli saham di pasar modal, dia sudah harus
mengetahui dengan pasti segala sesuatu tentang saham yang bersangkutan.
Terutama yang harus diketahuinya adalah tentang segala sesuatu yang penting
berkenaan dengan perusahaan penerbit saham tersebut, yang disebut juga
“emiten”, karena dari situlah pihak investor dapat memprediksi apakah saham
tidak jika dibeli. Oleh karenanya, hukum menempatkan kewajiban disclosure ini
menjadi kewajiban yuridis, bahkan sering kali hal tersebut menjadi salah satu titik
fokus utama dari aturan-aturan hukum yang berkenaan dengan suatu pasar modal
yang baik dan tertib.55
Keterbukaan wajib harus ditegakkan sesuai dengan peraturan pasar modal
yang mengatur keterbukaan harus dilaksanakan dengan prinsip ketinggian derajat
akurasi informasi dan derajat kelengkapan informasi secara fair. Sebaliknya
peraturan pasar modal melarang penipuan atas pemberian informasi yang salah,
kebenaran yang tidak lengkap dan diam sama sekali terhadap informasi.
Pelarangan terhadap pemberian informasi yang tidak akurat tersebut bertujuan
agar informasi tidak menyesatkan investor dan tidak merusak harga saham. Harga
saham yang akurat berkaitan dengan keakuratan informasi yang diterima investor
pada saat pengambilan keputusan dalam perdagangan saham.56
B. Proses Penawaran Saham Perdana
Istilah go public cukup populer di kalangan masyarakat, bahkan pernah
menjadi mode, menjelang berakhirnya dekade 1980-an, yaitu ketika pasar modal
menunjukkan awal kebangkitannya. Istilah go public sebenarnya mempunyai arti
perusahaan menjual saham biasa atau saham preferen, atau obligasi yang
merupakan modal perusahaan (ekuitas dan utang jangka panjang) untuk pertama
kalinya” kepada masyarakat luas. Istilah yang lebih tepat digunakan adalah initial
public offering (IPO). IPO atau penawaran umum perdana hanya terjadi satu kali dalam perjalanan sejarah perusahaan yang melakukan go public, sedangkan go
55
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 105.
56
public bisa berkali-kali.Misalnya, satu tahun setelah go public dengan IPO, emiten kembali menjual saham dalam bentuk right issue. Kemudian, setelah berjalan dua
tahun, emiten kembali go public dengan menerbitkan obligasi.57
Bagi perusahaan, menjual saham kepada masyarakat berarti mendapat
pilihan lain dalam mendapatkan modal, guna meningkatkan omset perusahaan.
Modal perusahaan ada dua jenis, yaitu utang dan ekuitas. Bila tidak go public,
permodalan perusahaan hanya bersumber dari perbankan, yaitu kredit. Berarti,
struktur modal perusahaan lebih banyak utangnya. Karena bunga kredit harus
selalu dibayar oleh perusahaan secara rutin (tidak bisa ditunda) dan sering suku
bunga kredit sangat tinggi, berarti perusahaan mendapat modal dengan biaya yang
mahal.58
Penawaran umum mencakup kegiatan-kegiatan berikut
Bagi investor, membeli saham perusahaan yang melakukan penawaran
umum akan memberikan alternatif lain dalam memperoleh penghasilan. Selama
ini, penghasilan pemilik uang yang paling populer hanya berasal dari bunga
tabungan di bank. Dengan membeli saham atau obligasi, pemodal akan mendapat
penghasilan dari sumber lain, yaitu dari dividen, capital gain, dan bunga obligasi.
59
1. Periode Pasar Perdana, yaitu ketika efek ditawarkan kepada investor oleh
Penjamin Emisi melalui para Agen Penjual yang ditunjuk; :
2. Penjatahan Saham, yaitu pengalokasian efek pesanan para investor sesuai
dengan jumlah efek yang tersedia;
57
Sarwidji Widoatmodjo , (1), Op.cit., hal. 52.
58
Sarwidji Widoatmodjo ,(2), Op.cit., hal. 123.
59
Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Pasar Modal Di Indonesia : Pendekatan
3. Pencatatan Efek di Bursa, yaitu saat efek tersebut mulai diperdagangkan di
bursa.
Masa Penawaran Umum sekurang-kurangnya tiga hari kerja (yaitu masa di
mana masyarakat mengisi formulir pemesanan dan penyerahan uang untuk
diserahkan ke agen penjual). Periode Penawaran Umum berlaku saat efek
ditawarkan kepada investor oleh Penjamin Emisi melalui para agen penjual yang
ditunjuk (dikenal juga sebagai Pasar Perdana - Primary Market). 60
a. Langkah-langkah Penawaran Saham Perdana
Proses penawaran umum atas saham dapat dikelompokkan menjadi empat
tahap utama, yaitu :61
1. Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan tahapan awal dalam rangka mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses penawaran umum. Pada tahap paling awal,
perusahaan yang akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan rapat umum
pemegang saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham
dalam rangka penawaran umum saham. Setelah mendapat persetujuan,
selanjutnya emiten melakukan penunjukan penjamin emisi efek (underwriter),
lembaga penunjang pasar modal (biro administrasi efek dan bank kustodian), dan
profesi penunjang pasar modal (akuntan publik, penilai, konsultan hukum,
notaris).62
60
Ibid., hal. 74.
61
Iswi Hariyani dan R. Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal : Strategi tepat
Investasi Saham, Obligasi, Warrant, Right, Opsi, Reksadana, dan Produk Pasar Modal Syariah,
(Jakarta: Visi Media, 2010), hal. 295.
62
Penjamin emisi efek (underwriter) merupakan pihak yang banyak terlibat
membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. Beberapa kegiatan yang
dilakukan penjamin emisi efek adalah menyiapkan berbagai dokumen, membantu
menyiapkan prospektus, dan memberikan penjaminan atas penerbitan. Akuntan
publik (auditor independen) bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas
laporan keuangan calon emiten. Penilai bertugas melakukan penilaian terhadap
aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut.
Konsultan hukum bertugas memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion).
Notaris bertugas membuat akta-akta perubahan anggaran dasar, akta
perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum, dan juga notula-notula rapat.63
Pada masa persiapan ini, setidaknya ada sembilan langkah yang harus
ditempuh64
a. Manajemen – dewan komisaris dan direksi – perusahaan
memutuskan akan merencanakan mencari dana dari masyarakat
(go public) untuk menambah modal perusahaan :
b. Mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) di
antara pemilik saham sebelum go public. Pada RUPS ini,
agendanya hanya dua, yaitu permintaan persetujuan rencana go
public dan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) perusahaan.
c. Setelah semua pemegang saham setuju untuk go public, maka
dimulailah menjadi penjamin emisi, lembaga penunjang (wali
63
Ibid.
64
amanat, penanggung, biro administrasi efek) dan profesi
penunjang (akuntan publik, notaris, konsultan hukum,
perusahaan penilai) untuk membantu proses go public.
1. Penjamin Emisi diperlukan untuk menjamin lakunya
penjualan saham atau obligasi.
2. Wali Amanat diperlukan bagi perusahaan yang akan menjual
obligasi, yaitu sebagai wakil pemegang obligasi pada RUPO
(Rapat Umum Pemegang Obligasi).
3. Penanggung juga diperlukan oleh perusahaan yang akan
menjual obligasi, yaitu sebagai penanggung jika di tengah
jalan ternyata perusahaan tidak bisa memenuhi kewajibannya,
misalnya tidak sanggup membayar bunga.
4. Biro Administrasi Efek diperlukan untuk membantu
mengadministrasikan saham, misalnya dalam hal pembayaran
dividen.
5. Akuntan Publik diperlukan untuk mengaudit laporan
keuangan sehingga benar-benar layak untuk go public.
6. Notaris sangat penting dalam proses go public, yaitu untuk
mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perusahaan.
7. Konsultan Hukum diperlukan untuk memberikan pendapat
dari segi hukum mengenai dokumen perusahaan.
riil atas aktiva perusahaan.
d. Mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
perusahaan
e. Mempersiapkan kelengkapan dokumen emisi. Adapun
dokumen-dokumen yang harus disiapkan adalah sebagai berikut.
1. Surat pengantar pernyataan pendaftaran
2. Prospektus lengkap, iklan, brosur, edaran, dan dokumen
lain yang diwajibkan yang berhubungan dengan proses go
public
3. Rencana jadwal emisi
4. Konsep surat efek
5. Laporan Keuangan
6. Rencaan penggunaan dana (dirinci pertahun)
7. Proyeksi, jika dicantumkan dalam prospektus
8. Legal audit (pendapat dari akuntan publik)
9. Legal opinion (pendapat dari konsultan hukum0
10. Riwayat hidup komisaris dan direksi
11. Perjanjian penjamin emisi
12. Perjanjian agen penjualan
13. Perjanjian perwaliamanatan
14. Perjanjian dengan bursa efek
15. Kontrak pengelolaan saham
laporan yang diwajibkan oleh UU no. 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal
17. Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) dapat meminta
keterangan lain yang bukan merupakan bagian dari
pernyataan pendaftaran, seperti NPWP dan KTP komisaris
dan direksi
f. Penandatanganan perjanjian-perjanjian emisi.
g. Khusus penawaran obligasi atau efek lain yang bersifat utang,
harus mendapat peringkat dari lembaga pemeringkat terlebih
dahulu (pemeringkatan ini bisa dimintakan ke PT Pefindo –
Pe