UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S-1 EKSTENSI MEDAN
SKRIPSI
PERANAN PENGAWASAN INTERN PIUTANG PADA PT. SUCOFINDO (PERSERO) CABANG MEDAN
OLEH :
Nama : DODY PRAWIRA ATMAJA
NIM : 050522009
Departemen : AKUNTANSI
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
“Peranan Pengawasan Intern Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan” Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud
belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks
penulisan skripsi level Program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas,
benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari penyataan ini tidak benar, saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.
Medan, 04 Juni 2009 Yang Membuat Pernyataan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan sistem pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan. Pengawasan merupakan fungsi dari pengendalian yang penting bagi perusahaan dalam mengurangi atau mencegah piutang macet, serta kunci dasar dalam menentukan besar dan kecilnya keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan. Dengan adanya pengendalian yang dilakukan khususnya dibagian piutang maka dapat mengurangi atau mencegah piutang macet yang muncul dalam perusahaan.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yang berbentuk deskriptif yaitu dengan menguraikan sifat-sifat dan keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Jenis data yang dipakai adalah data kualitatif dan data kuantitaif yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data ini diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan penulis. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun data, menginterprestasikan serta menganalisanya sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti.
Sistem informasi akuntansi yaitu pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai dengan teori. Perusahaan telah mempunyai standar pengawasan intern piutang dan memiliki divisi Satuan Pengawasan Intern (SPI) sehingga dalam perputaran piutang setiap periode akuntansi dapat mengurangi piutang macet dan mencegah piutang macet.
ABSTRACT
This research aim to to know how far applying of system internal control of applied by receivable is company. Observation represent function of operation which necessary for company in lessening or preventing receivable stuck, and also elementary key in determining big and the so small obtained by profit or advantage is company. With existence of conducted operation specially part of receivable hence can lessen or prevent receivable stuck which emerge in company..
The research method in this thesis was the research that have the shape of deskriftif that is by analysing the characteristics and the situation in fact from the object that was researched. The data kind that was used was the qualitative data and the data kuantitaif that consisted of the primary data and the secondary data. This data was received by means of observation, the interview and the documentation that were carried out by the writer. The data that was gathered was analysed by using the method deskriftif that is by gathering the data, compiled the data, menginterprestasikan as well as analysed him so as to be received the picture concerning the problem that was researched.
Accountancy information system that is internal control of applied by receivable is company have been executed effectively as according to theory. Company have had standard internal control of receivable and have division Set of Internal Control (SPI) so that in receivable turn over each;every accounting period can lessen receivable stuck and prevent receivable stuck.
Keyword : Accountancy information system, operation or observation, useful information.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN... ... i
KATA PENGANTAR ... ... ii
ABSTRAK ... ... iv
ABSTRACT...v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... . viii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... ... 4
D. Manfaat Penelitian ... ... 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Piutang ... ... 6
B. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca... ... 7
C. Pencatatan dan Penilaian Piutang... ... 12
D. Pengawasan Piutang 1. Kebijakan dalam Penjualan Kredit ... ... 27
2. Prosudur Penjualan Kredit dan Penagihan Piutang ... 30
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... ... 49
B. Jenis dan Sumber Penelitian... ... 49
C. Teknik Pengumpulan Data ... 50
D. Metode Analisis Data ... ... 50
E. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... ... 50
BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... ... 51
I. Gambaran Umum Perusahaan ... ... 51
II. Jenis dan Sumber Piutang... ... 58
III. Penyajian Piutang di Neraca ... ... 60
IV. Pencatatan dan Penilaian Piutang ... ... 61
V. Pengawasan Piutang ... ... 63
B. Analisis Hasil Penelitian I. Gambaran Umum dan Struktur Organisasi Perusahaan.. . 72
II. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca .. ... 73
III. Pencatatan dan Penilaian Piutang ... ... 74
IV. Pengawasan Piutang ... ... 77
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... 82
B. Saran ... ... 84
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 48
Gambar 2.1 Flowchart Bagan Alir Dokumen sistem Penjualan Kredit
dengan Kartu Kredit Perusahaan ……….... 38
Gambar 2.2 Flowchart Sistem Penerimaan Kas dari Piutang
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Skedul umur piutang ……….. ... 23
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan sistem pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan. Pengawasan merupakan fungsi dari pengendalian yang penting bagi perusahaan dalam mengurangi atau mencegah piutang macet, serta kunci dasar dalam menentukan besar dan kecilnya keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan. Dengan adanya pengendalian yang dilakukan khususnya dibagian piutang maka dapat mengurangi atau mencegah piutang macet yang muncul dalam perusahaan.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yang berbentuk deskriptif yaitu dengan menguraikan sifat-sifat dan keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Jenis data yang dipakai adalah data kualitatif dan data kuantitaif yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data ini diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan penulis. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun data, menginterprestasikan serta menganalisanya sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti.
Sistem informasi akuntansi yaitu pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai dengan teori. Perusahaan telah mempunyai standar pengawasan intern piutang dan memiliki divisi Satuan Pengawasan Intern (SPI) sehingga dalam perputaran piutang setiap periode akuntansi dapat mengurangi piutang macet dan mencegah piutang macet.
ABSTRACT
This research aim to to know how far applying of system internal control of applied by receivable is company. Observation represent function of operation which necessary for company in lessening or preventing receivable stuck, and also elementary key in determining big and the so small obtained by profit or advantage is company. With existence of conducted operation specially part of receivable hence can lessen or prevent receivable stuck which emerge in company..
The research method in this thesis was the research that have the shape of deskriftif that is by analysing the characteristics and the situation in fact from the object that was researched. The data kind that was used was the qualitative data and the data kuantitaif that consisted of the primary data and the secondary data. This data was received by means of observation, the interview and the documentation that were carried out by the writer. The data that was gathered was analysed by using the method deskriftif that is by gathering the data, compiled the data, menginterprestasikan as well as analysed him so as to be received the picture concerning the problem that was researched.
Accountancy information system that is internal control of applied by receivable is company have been executed effectively as according to theory. Company have had standard internal control of receivable and have division Set of Internal Control (SPI) so that in receivable turn over each;every accounting period can lessen receivable stuck and prevent receivable stuck.
Keyword : Accountancy information system, operation or observation, useful information.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari kegiatan
perdagangan yaitu penyerahan suatu produk baik barang maupun jasa kepada
konsumen. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh pendapatan guna
menjalankan aktivitas perusahaan. Kegiatan ini sering disebut dengan aktivitas
penjualan.
Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan semakin ketatnya
persaingan maka banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk menarik
pelanggan agar mau membeli produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan fasilitas kredit yang
memudahkan konsumen dalam memperoleh barang atau jasa tersebut. Dengan
kata lain perusahaan selain melakukan penjualan tunai juga melakukan penjualan
kredit. Dengan demikian perusahaan juga dapat menjaring konsumen yang kurang
potensial dalam arti bahwa konsumen tersebut belum memiliki kemampuan
khususnya dana untuk membeli suatu barang atau jasa secara tunai.
Berkembangnya cara penjulan ini membawa pengaruh terhadap kegiatan
pengelolaan perusahaan karena penjualan kredit tidak segera dihasilkan
penerimaan kas tetapi menimbulkan perkiraan piutang bagi perusahaan. Semakin
besar proporsi penjualan barang atau jasa secara kredit maka semakin besar
resiko yang cukup besar yaitu kemungkinan tidak tertagih. Hal ini disebabkan
para pelanggan sering tidak melunasi hutangnya tepat pada waktunya atau
menunda pelunasan hutangnya yang telah jatuh tempo sehingga saldo piutang
perusahaan menumpuk dari waktu ke waktu. Oleh karena itu diperlukan
penanganan yang serius dan penting mengenai keberadaan piutang, yakni melalui
pengawasan (pengendalian) intern terhadap piutang usaha itu sendiri.
Piutang merupakan unsur aktiva lancar yang cukup material dalam
perusahaan. Bila ditinjau secara likuiditas perusahaan, piutang dapat dikatakan
sebagai alat pembayaran yang cukup tinggi tingkat likuiditasnya setelah kas dan
investasi jangka pendek pada surat berharga. Disamping peranan piutang diatas,
piutang juga mengakibatkan timbulnya biaya-biaya seperti biaya piutang tidak
tertagih, biaya administrasi, biaya dana yang diinvestasikan dalam piutang dan
opportunity cost yang perlu dipertimbangkan
PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan adalah salah satu Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki modal dari kekayaan Negara,
bergerak pada bidang jasa yang meliputi bidang inspeksi, supervisi, pengkajian
dan pengujian yang independen dengan tekad memenuhi kepuasan pelanggan,
dengan tujuan melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program
pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta
pembangunan dibidang jasa superintending, mutu dan teknologi pada khususnya
dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. Oleh karena itu
pengawasan piutang sangat berpengaruh terhadap perputaran modal kerja dan
Untuk mengurangi resiko tertahannya sebagian besar modal kerja pada
perkiraan piutang, maka diperlukan suatu prosudur pengelolaan piutang dan
pengawasan piutang yang baik. Pengawasan piutang diperlukan untuk menjamin
penagihan piutang yang tepat pada waktunya sehingga resiko kerugian piutang
tidak tertagih dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali dan untuk
menghindari terjadinya kesalahan atau kecurangan yang terjadi.
Berdasarkan uraian diatas, penulis memandang bahwa pengawasan
piutang usaha sangat penting bagi setiap perusahaan, sehingga tujuan perusahaan
dapat tercapai dan juga mengingat pentingnya pengawasan intern pada piutang
untuk mengurangi resiko kemacatan piutang, maka penulis menyusun tulisan
ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul : “ Peranan Pengawasan Intern
Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan”.
B. Perumusan Masalah
Piutang merupakan salah satu unsur modal kerja didalam suatu
perusahaan, terutama perusahaan yang memberikan jasa kepada para pelanggan
yang meliputi bidang inspeksi, supervisi, pengkajian dan pengujian yang
independen. Mengingat besarnya modal kerja yang tertanam dalam piutang
tersebut, maka diperlukan pengelolaan piutang dan pengawasan piutang yang baik
untuk mencegah resiko karena timbulnya piutang tidak tertagih dan untuk
mencegah penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi. Untuk itu
1. Apakah prosedur pengawasan intern piutang yang dilakukan oleh PT.
Sucofindo (Persero) Cabang Medan sudah efisien dan efektif ?
2. Bagaimana PT. Sucofindo (Persero) Cabang Medan mengawasi dan
mengatasi kemacetan pembayaran piutang usaha ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian adalah :
a. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengawasan
piutang pada perusahaan khususnya piutang yang tidak tertagih
dengan menggunakan metode penyisihan, dengan melihat apa yang
terjadi di dalam praktek dan membandingkannya dengan teori-teori
yang telah dipejari selama perkulihaan maupun dari sumber-sumber
yang lain.
b. Untuk mengatahui bagaimana cara pengawasan piutang yang
diterapkan perusahaan pada khususnya dalam mengawasi piutang
yang tidak tertagih.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengembangkan wawasan pengetahuan penulis yang telah
diperoleh selama perkuliahan, khususnya mengenai pengawasan
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran yang mungkin berguna
bagi manajemen perusahaan, setelah membandingakn teori dengan
praktek yang telah diterapkan, khususnya mengenai pengawasan
piutang.
c. Sebagai bahan acuan bagi penulis lainnya yang akan melakuka n
penelitian ataupun yang akan melanjutkan penelitian sesuai dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Piutang
Perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, aktivitas akhirnya adalah
menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Penjualan barang dan jasa dapat
dilakukan dengan tunai dan kredit. Jika penjualan dilakukan secara kredit, maka
akan menimbulkan perkiraan piutang pada perusahaan.
Bagi kebanyakan perusahaan, piutang merupakan suatu pos penting yang
selalu menunjukkan suatu bagian besar harta likuid perusahaan. Oleh karena itu,
penting artinya untuk menetapkan kebijakan kredit yang efektif dan prosedur
penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan
mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih. Pengendalian intern yang sehat
dan akuntansi yang layak atas piutang dapat berpengaruh penting pada
kemampuan operasi untuk mencapai laba.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian piutang
tersebut, dikemukakan beberapa definisi piutang menurut beberapa penulis.
Menurut C. Warren, (et.all) (2005 : 392) : “Piutang (receivable) meliputi
semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”.
Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 358) pengertian piutang adalah
sebagai berikut : “piutang (receivable) berlaku untuk semua klaim terhadap
istilah ini umumnya digunakan didalam pengertian yang lebih sempit untuk merancang klaim agar ditempatkan dengan kuitansi kas”.
Selanjutnya menurut Henry Simamora (2000 : 228) sebagai berikut :
“piutang (receivable) merupakan klaim yang muncul dari penjualan barang dagangan, penyerahan jasa, pemberian pinjaman dana, atau jenis transaksi lainnya yang membentuk suatu hubungan dimana satu pihak berhutang kepada pihak lainnya”.
Dari beberapa pengertian piutang diatas dapat disimpulkan bahwa piutang
merupakan tagihan kepada pihak lain yang timbul karena adanya transaksi antara
pihak lain tersebut dengan perusahaan dimana transaksi yang paling umum adalah
penjualan barang atau jasa secara kredit sebagai kegiatan usaha normal
perusahaan. Pihak lain yang dimaksud adalah orang atau badan usaha di luar
perusahaan yang mempunyai hubungan transaksi dengan perusahaan. Sehubungan
dengan tujuan akuntansi, pengertian piutang dapat dipersempit yaitu tagiahan
yang diharapkan dapat diselesaikan dalam bentuk penerimaan kas di masa yang
akan datang.
B. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca 1. Jenis Piutang
Adapun pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan
pencatatan atas transaksi yang mempengaruhi piutang. Piutang dapat
diklasifikasikan atas piutang dagang dan piutang non dagang yang dilaporkan
“Dalam mengklasifikasikan piutang, perlu dibuat perbedaan yang penting antara piutang dagang dan piutang non dagang (trade and non trade receivable)”.
a. Piutang Dagang (Trade Receivables)
Piutang dagang merupakan jumlah tagihan perusahaan kepada pelanggan yang
timbul dari penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal
perusahaan. Piutang dagang merupakan tipe piutang yang paling lazim
ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar. Piutang
dagang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Piutang Usaha (Accounts Receivable)
Piutang usaha merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar
barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha biasanya dapat ditagih dalam
waktu 30 sampai 60 hari dan merupakan akun terbuka yang berasal dari
pelunasan kredit jangka pendek. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan
informal antara penjual dan pembeli yang didukung dengan
dokumen-dokumen perusahaan, seperti faktur pesanan penjulan dan kontrak penyerahan.
2. Piutang Wesel (Notes Receivable)
Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 361) “Piutang wesel
merupakan piutang yang dibuktikan janji tertulis formal untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu”. Dengan
demikian piutang wesel memiliki kelebihan dibanding piutang usaha yang
tidak didukung oleh janji tertulis. Piutang wesel ini dapat didiskontokan jika
Apabila tiba waktunya wesel tersebut jatuh tempo maka pemegang wesel akan
menagih pembayaran kepada pihak yang mengeluarkan wesel. Piutang wesel
juga sering disebut dengan wesel tagih. Wesel tagih ini dapat digolongkan atas
dua jenis yaitu, wesel tagih berbunga dan wesel tagih tanpa bunga. Pada wesel
tagih dengan bunga, dinyatakan berapa persen bunganya, nilai nominal serta
berapa jangka waktu pelunasannya. Bila tiba waktunya piutang wesel tersebut
jatuh tempo, maka pihak yang mengeluarkan wesel tersebut harus membayar
sejumlah nominal wesel ditambah dengan bunga yang terutang. Sedangkan
pada wesel tagih tanpa bunga, dinyatakan jumlah yang harus dibayar dengan
jangka waktu pelunasannya dan pada tanggal jatuh tempo yang mengeluarkan
wesel hanya membayar sejumlah nilai nominal.
b. Piutang Non Dagang
Piutang non dagang merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau
pihak-pihak lain yang timbul dari transaksi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang non dagang
meliputi seluruh tipe piutang lainnya dan sering disebut sebagai piutang
lain-lain. Piutang non dagang ini muncul dari berbagai macam transaksi, seperti :
1. Uang muka kepada staf dan karyawan.
2. Uang muka kepada anak perusahaan.
3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerusakan atau kerugian.
4. Deposito sebagai jaminan pelaksanaan kerja atau pembayaran.
5. Piutang dividen dan bunga.
a. Perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungkan.
b. Tergugat dalam perkara hukum.
c. Lembaga pemerintah untuk pengembalian pajak.
d. Perusahaan pengangkutan untuk barang yang rusak atau hilang.
e. Kreditor untuk barang yang dikembalikan, rusak atau hilang.
f. Pelanggan untuk barang-barang yang dapat dikembalikan.
Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 386) piutang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Untuk tujuan laporan keuangan piutang diklasifikasikan baik sebagai lancar (jangka pendek) atau tak lancar (jangka panjang). Piutang lancar diperkirakan dapat ditagih dalam waktu satu tahun atau dalam satu siklus operasi, mana yang lebih panjang. Semua piutang lainnya diklasifikasikan sebagai tak lancar.
2. Penyajian Piutang di Neraca
Semua piutang yang diperkirakan akan terealisasi menjadi kas dalam
setahun disajikan pada seksi aktiva lancar di neraca. Aktiva lancar ini disajikan
menurut urutan likuiditasnya. Ukuran likuiditas mencerminkan seberapa cepat
aktiva tersebut dapat dikonversi menjadi kas dalam operasi normal perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 1.07-08) memberikan pedoman
mengenai aktiva lancar sebagai berikut :
Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut : 1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau
2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau
3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Di dalam neraca, piutang disajikan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi
dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Dengan demikian, maka untuk
melaporkan piutang di dalam neraca adalah sebesar jumlah yang akan
direalisasikan yaitu jumlah yang diharapkan dapat ditagih.
Penyajian piutang di neraca dapat dilihat seperti contoh dibawah ini :
PT. X
NERACA
Per 31 Desember 20XX
Aktiva
Aktiva Lancar :
Kas Rp. xxx
Piutang dagang Rp. xxx
Dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu (Rp. xxx) Rp. xxx
C. Pencatatan dan Penilain Piutang a. Pencatatan Piutang
Pada umumnya, piutang usaha timbul dari transaksi penjualan secara
kredit, sehingga pengakuan terhadap piutang senantiasa berkaitan erat dengan
pengakuan pendapatan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh K. Fred Skousen,
Stice (2001:359) bahwa “pengakuan piutang usaha bertalian dengan
pengakuan pendapatan”. Karena pendapatan pada umumnya dicatat ketika
proses menghasilkan laba telah selesai dan kas terealisasi atau dapat direalisasi,
maka piutang yang berasal dari penjualan barang umummya diakui pada waktu
hak milik atas barang beralih ke pembeli. Karena saat peralihan hak dapat
bervariasi sesuai dengan syarat-syarat penjualan, maka lazimnya piutang diakui
pada saat barang dikirim kepada pelanggan.
Piutang tidak boleh diakui untuk barang dagang yang telah dikirimkan
apabila ada perjanjian bahwa pihak pengirim tetap memegang hak atas barang itu
sampai ada tanda terima resmi, atau untuk barang yang dikirimkan atas dasar
konsinyasi dimana pengirim barang tetap memegang hak atas barang itu sampai
barangnya terjual oleh konsinye (consignee). Piutang usaha yang timbul dari
transaksi penyerahan jasa kepada pelanggan harus diakui pada saat seluruh
kegiatan pengadaan jasa diselesaikan.
Piutang yang timbul dari penjulan barang atau jasa secara kredit dicatat
Penjualan/Pendapatan Jasa seperti yang tampak pada ayat jurnal dibawah ini :
Piutang Usaha xxx
Penjualan/Pendapatan Jasa xxx
( untuk mencatat transaksi penjualan secara kerdit)
Kemudian pada saat piutang itu tertagih atau diterimanya pembayaran kas
dari debitur, dibuat ayat jurnal dengan mendebet rekening Kas atau Bank dan
mengkredit Piutang Usaha seperti di bawah ini :
Kas xxx
Piutang Usaha xxx
(Untuk mencatat penerimaan kas dari debitur)
Adapun pencatatan penjualan kredit dilakukan dari dokumen-dokumen
asli perusahaan atau dari faktur penjualan kredit. Kemudian faktur ini akan dicatat
ke dalam buku harian yang selanjutnya diposting ke dalam buku besar dan buku
pembantu piutang.
Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 387) : ”Dalam banyak
transaksi piutang, jumlah yang akan diakui adalah harga pertukaran diantara kedua belah pihak”. Harga pertukaran adalah jumlah yang merupakan
hutang dari yang berhutang (pelanggan atau peminjam) dan umumnya dibuktikan
dengan beberapa jenis dokumen bisnis, seringkali berupa faktur. Ada beberapa
faktor yang memperumit dalam pengukuran harga pertukaran, yaitu :
1. Diskon Dagang (Trade Discounts)
Diskon dagang adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual dari
harga faktur untuk barang-barang yang dijual. Diskon dagang ini biasanya
diberikan dalam kaitannya dengan kuantitas atau volume penjualan, dan hubungan
baik antara penjual dengan pembeli atau pelanggan.
Diskon dagang merupakan alat atau sarana yang tepat bagi produsen,
distributor atau penyalur untuk menentukan harga jual produk atau barang
dagangnya. Penggunaan diskon ini memungkinkan perusahaan untuk merevisi
harga jual produk atau barang dagangannya secara periodik, tanpa harus mencetak
ulang dan mempublikasikan kembali daftar harga atau katalognya, untuk
menetapkan harga jual netto yang berbeda kepada masing-masing pelanggan atau
kelompok konsumen dan pada berbagai volume atau kuantitas pejualan.
Contoh :
PT. ABS menjual barang dagangannya kepada PT. ABC seharga Rp. 5.000 per
unit dengan diskon 20% karena melakukan pembelian melebihi 1.000 unit yaitu
sebanyak 1.500 unit. Maka PT. ABS akan membuat harga faktur perunit adalah
sebesar Rp. 4.000 dengan total harga faktur sebesar Rp.6.000.000 (Rp. 4.000 x
1.500). Ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan barang dagang tersebut
adalah :
Piutang Usaha Rp. 6.000.000
Diskon Dagang Rp. 1.500.000
Penjualan Rp. 7.500.000
2. Diskon Tunai (Cash Discounts)
Diskon tunai merupakan pengurang dari harga faktur yang ditawarkan
mendorong pelanggan untuk membayar lebih cepat, dan meningkatkan
kemungkinan penagihan.
Diskon atau potongan tunai ini biasanya dinyatakan dalam bentuk syarat
pembayara,misalnya 2/10, n/30. Syarat pembayaran 2/10, n/30 artinya jika si
pembeli melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari setelah tanggal faktur, maka
si pembeli akan mendapat diskon tunai sebesar 2% dari harga faktur. Tetapi jika
pembeli tidak melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari dari periode potongan
tersebut, maka si pembeli harus membayar sebesar harga faktur dalam waktu 30
hari terhitung sejak tanggal faktur. Pada umumnya, para pelanggan senatiasa
berusaha untuk dapat memanfaatkan diskon tunai yang ditawarkan oleh penjual
karena menguntungkan bagi pelanggan. Untuk mencatat pengaruh diskon tunai
terhadap piutang dan pendapatan atau hasil penjualan terdapat dua metode
akuntansi yang dapat digunakan, yaitu :
a. Metode Bruto
Dalam metode bruto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat sebesar harga
faktur bruto sebelum dikurangi diskon tunai yang ditawarkan kepada pembeli.
Diskon atau potongan tunai hanya diakui apabila pelanggan melakukan
pembayaran dalam periode diskon.
Contoh :
PT. Nusantara menjual barang dagangannya kepada PT. Abadi dengan harga
faktur Rp 20.000.000 dengan syarat pembayaran 2/10, n/30. PT. Abadi
melakukan pembayaran dalam waktu 10 hari dengan harga setelah dipotong
Rp 19.600.000. dalam hal ini berarti Rp. 19.600.000 adalah harga tunai dari
barang yang dibeli.
Ayat jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut :
Piutang Dagang Rp 20.000.000
Penjualan Rp 20.000.000
(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)
Kas Rp 19.600.000
Diskon Penjualan Rp 400.000
Piutang Dagang Rp 20.000.000
(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)
Jika PT. Abadi melakukan pembayaran lewat dari peeriode diskon, maka
ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :
Kas Rp 20.000.000
Piutang dagang Rp 20.000.000
b. Metode Neto
Pada metode neto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat atau diakui
dalam jumlah yang sama dengan harga tunai dari barang yang terjual. Dengan
kata lain, metode neto menunjukkan piutang dagang dalam jumlah yang sama
dengan nilai realisasi netonya, dan hasil penjualan dalam jumlah yang sama
dengan pendapatan yang memang diperoleh pada saat itu.
Berdasarkan data dari contoh sebelumnya pada metode bruto, maka ayat
jurnal yang diperlukan jika menggunakan metode neto adalah sebagai
Piutang dagang Rp 19.600.000
Penjualan Rp 19.600.000
(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)
Kas Rp 19.600.000
Piutang dagang Rp 19.600.000
(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)
Kas Rp 20.000.000
Piutang Dagang Rp 19.600.000
Diskon penjualan yang tidak diambil Rp 400.000
(Untuk mencatat pembayaran yang diterima setelah periode diskon)
3. Retur Penjualan dan Pengurangan Harga (Sales Return and Allowances)
Dalam kegiatan usaha normal perusahaan yaitu penjualan barang, ada
kemungkinan bahwa barang yang dijual akan dikembalikan oleh pelanggan
karena adanya faktor-faktor seperti kerusakan barang selama pengiriman, barang
yang busuk, atau barang yang tidak sempurna, kesalahan pengiriman barang baik
dalam jumlah maupun tipenya. Pengembalian barang dagangan ini dinamakan
dengan retur penjualan. Sedangkan penyisihan penjualan adalah pengurangan
harga yang dilakukan untuk mendorong pelanggan tetap membeli barang
walaupun tidak sesuai dengan kemauannya atau sedikit cacat. Adapun retur dan
penyisihan penjualan mengurangi baik piutang dagang maupun penjualan bersih.
Contoh :
PT. Bahari menjual barang dagangannya kepada PT. Raksana seharga Rp
mengembalikan setengah dari jumlah barang tersebut yatu sebesar Rp 2.500.000.
maka pengembalian barang tersebut dicatat sebagai berikut :
Retur penjualan dan pengurangan harga Rp 2.500.000
Piutang Dagang Rp 2.500.000
Persediaan Barang dagang Rp. 500.000
Harga Pokok Penjualan Rp. 500.000
b. Penilaian Piutang
Penentuan jumlah piutang yang akan dilaporkan di neraca sebagai aktiva
adalah penting karena sejumlah piutang kadangkala tidak dapat ditagih atau
dilunasi oleh pelanggan. Dalam rangka memastikan bahwa piutang tidak dinilai
terlalu tinggi (overstated) pada neraca, piutang tersebut disajikan pada nilai
realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah jumlah bersih
dari piutang dagang yang diharapkan akan diterima dalam bentuk kas. Nilai
realisasi bersih mengeluarkan jumlah yang diperkirakan oleh perusahaan tidak
akan tertagih.
Dalam kegiatan oprasional perusahaan, beberapa piutang akan tidak dapat
ditagih atau tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan karena beberapa
pelanggan tidak sanggup membayar atau tidak akan melunasi hutang mereka.
Tidak ada suatu ketentuan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan
suatu piutang menjadi tidak tertagih. Bangkrutnya debitor adalah salah satu
petunjuk yang paling signifikan mengenai tidak tertagihnya sebagian atau seluruh
piutang. Indikasi lainnya adalah penutupan bisnis debitur dan gagalnya upaya
karena tidak tertagihnya piutang dinamakan beban piutang tak tertagih
(uncollectible accounts expense), beban piutang macet (bad debt expense), atau
beban piutang tak tertagih (doubtful accounts expense).
Terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan
tidak akan tertagih yaitu :
1. Metode penyisihan (Allowance Method)
Metode penyisihan membuat suatu estimasi yang menyangkut perkiraan
piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang
beredar. Estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurang tak langsung
dalam piutang dagang (melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan) dalam
periode dimana penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat
dalam periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan pencocokan yang
tepat atas beban dan pendapatan dan untuk mendapatkan nilai pencatatan yang
tepat untuk piutang dagang. Walaupun melibatkan estimasi, persentase dari
piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu,
kondisi pasar sekarang, dan analisa atas saldo yang beredar.
Dalam menggunakan metode penyisihan, jumlah piutang yang
diestimasikan tidak akan tertagih dicatat dengan mendebit Beban Piutang Tak
Tertagih dan mengkredit Penyisihan Piutang Tak Tertagih. Ayat jurnal yang
dibuat sebagai penyesuaian pada akhir periode adalah seperti di bawah ini :
Beban Piutang Tak Tertagih xxx
(Untuk memcatat estimasi piutang yang tak tertagih pada periode yang
bersangkutan)
Selanjutnya beban tersebut akan dilaporkan sebagai beban penjualan atau
beban umum dan administrasi, dan perkiraan penyisihan akan ditunjukkan sebagai
pengurang atas piutang usaha, sehingga piutang akan dilaporkan pada jumlah
bersih yang dapat direalisasikan.
Apabila tersedia bukti positif mengenai ketidaktertagihan sebagian atau
seluruh piutang, maka piutang tersebut dihapus dengan mendebit perkiraan
Penyisihan Piutang Tak Tertagih dan mengkredit Piutang Usaha. Ayat jurnal
untuk menghapus piutang adalah :
Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx
Piutang Usaha xxx
Adakalanya piutang yang telah dihapuskan sebagai piutang tak tertagih
secara tak terduga ternyata dapat ditagih kembali dan diterima pembayarannya.
Disini diperlukan ayat jurnal untuk membalikkan ayat semula dan mencatat
jumlah yang tertagih tersebut. Ayat jurnal untuk menimbulkan kembali piutang
yang telah dihapuskan adalah sebagai berikut :
Piutang Usaha xxx
Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx
(untuk mencatat pelunasan piutang kurang dari satu tahun)
Piutang Usaha xxx
Laba ditahan xxx
Jurnal untuk mencatat hasil penagihan piutang adalah :
Kas / Bank xxx
Piutang Usaha xxx
Untuk menentukan estimasi piutang tak tertagih dengan menggunakan
metode penyisihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase penjualan.
Estimasi untuk piutang tak tertagih dapat didasarkan pada penjualan untuk
periode yang bersangkutan atau jumlah piutang yang beredar pada akhir
periode. Apabila penjualan digunakan sebagai dasar, maka persentasenya
dihitung berdasarkan piutang tak tertagih pada masa lalu yang dikaitkan
dengan jumlah penjualan bersangkutan. Penjualan yang dimaksud adalah
penjualan kredit saja, karena penjualan kredit yang menimbulkan piutang dan
sekaligus membawa resiko tidak tertagihnya piutang. Olah karena itu, jumlah
penjualan kredit selama suatu periode dapat digunakan untuk mengestimasi
persentase piutang tak tertagih. Persentase ini dapat diubah dengan
memperhatikan situasi pada masa berjalan.
Contoh :
PT. Maju Terus berdasarkan pengalaman yang lalu mengestimasikan bahwa
5% dari penjualan kredit tidak akan tertagih. Jika penjualan kredit selama
periode tersebut berjumlah Rp. 100.000.000, maka ayat jurnal penyusaian
untuk mencatat beban piutang tak tertagih pada akhir periode adalah :
Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 5.000.000
b. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang usaha.
Selain menggunakan persentase penjualan untuk mengestimasi piutang tak
tertagih, perusahaan dapat mendasarkan estimasi mereka pada persentase total
piutang yang beredar. Metode ini menekankan hubungan antara saldo Piutang
Usaha dan Penyisihan untuk Piutang tak tertagih.
Contoh :
Pada akhir tahun buku diketahui total piutang usaha sebesar Rp. 50.000.000
dan diestimasikan bahwa 3% dari piutang itu tidak akan tertagih, maka
perkiraan penyisihan akan mempunyai saldo sebesar Rp. 1.500.000 (3% x Rp.
50.000.000). Jika Perkiraan penyisihan telah mempunyai saldo kredit sebesar
Rp. 500.000, maka yang menjadi biaya sebesar Rp. 1.000.000 (Rp. 1.500.000
– Rp. 5.00.000).
Jurnal penyesuaian untuk periode berjalan adalah :
Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000
Penyisihan Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000
Selain itu, metode yang paling lazim digunakan untuk menetapkan penyisihan
berdasarkan piutang usaha yang beredar adalah melalui penetapan umur
piutang (aging the receivables). Titik awal dalam menentukan umur piutang
adalah tanggal jatuh tempo piutang tersebut.
Skedul umur piutang terdiri dari kolom-kolom yang memperlihatkan
jumlah piutang dalam masing-masing kelompok umur. Masing-masing
piutang dianalisis untuk menetapkan piutang mana yang belum dan mana
menurut berapa lama piutang tersebut telah jatuh tempo. Saldo-saldo yang
telah jatuh tempo dapat dievaluasi secara tersendiri untuk mengestimasikan
ketertagihan setiap pos sebagai dasar untuk mengembangkan estimasi secara
keseluruhan.
Contoh :
WILSON & CO
Skedul Umur Piutang
Nama Pelanggan
Saldo
31 Des
Dibawah
60 hari
61 – 90
hari
91 – 120
hari
Diatas
120 hari
Western Stainless Stell Corp.
Brockway Steel Company
Freeport Sheet & Tube Co.
Allegheny Iron Work
$ 98,000
$ 320,000
$ 55,000
$ 74,000
$ 80,000
$ 320,000
$ 60,000
$ 18,000
$ 14,000
$ 55,000
Total $ 547,000 $ 460,000 $ 18,000 $ 14,000 $ 55,000
Ikhtisar
Umur Jumlah
Persentase Estimasi Tak Tertagih Saldo yang Diperlukan dalam Penyisihan
Dibawah 60 hari $ 460,000 4 % $ 18,400
61-90 hari 18,000 15 % 2,700
91-120 har 14,000 20 % 2,800
Di atas 120 hari 55,000 25 % 13,750
$ 37,650
Jumlah sebesar $ 37, 650 akan menjadi beban piutang tak tertagih yang harus
dilaporkan untuk tahun berjalan dengan mengasumsikan bahwa tidak ada saldo
dalam akun penyisihan. Jika diasumsikan akun penyisihan memiliki saldo kredit
sebesar $ 800 sebelum penyisihan, maka jumlah yang harus ditambahkan ke
dalam akun penyisihan adalah :
Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K)
Penyisihan piutang tak tertagih 800 (K)
Beban piutang tak tertagih $ 36,850 (K)
Ayat jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :
Beban Penyisihan Tak Tertagih $ 36,850
Penyisihan Piutang Tak Tertagih $ 36,850
Apabila akun penyisihan memiliki saldo debit sebesar $ 200 sebelum
penyesuaian, maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan
adalah :
Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K)
Penyisihan piutang tak tertagih 200 (D)
Beban piutang tak tertagih tahun ini $ 37,850 (K)
Ayat jurnal adalah sebagai berikut :
Beban Piutang Tak Tertagih $ 37,850
2. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)
Berdasarkan metode ini, kerugian piutang tak tertagih tidak diestimasi.
Beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai piutang tersebut diputuskan tidak
akan tertagih lagi. Oleh karena itu, akun penyisihan dan ayat jurnal penyesuaian
tidak diperlukan pada akhir periode. Metode penghapusan langsung secara teoritis
mempunyai kekurangan karena biasanya tidak membandingkan biaya dengan
pendapatan periode yang bersangkutan, ataupun menghasilkan piutang yang
ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasikan di neraca. “Karenanya,
pemakaian metode penghapusan langsung tidak dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih tidak material” (Kieso dan Weygandt, 2002
: 391).
Dalam metode penghapusan langsung, pada saat piutang usaha dianggap
tidak tertagih, maka kerugian dibebankan kepada Beban Piutang Tak Tertagih.
Sebagai contoh, PT. Sahaja pada tanggal 4 April 2002 memutuskan untuk
menghapus piutang usaha yang tak tertagih atas nama CV. Bintang sebesar Rp.
15.000.000. Ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat penghapusan piutang tak
tertagih adalah sebagai berikut :
Apabila piutang yang telah dihapukan ternyata dapat ditagih kembali pada
periode yang sama, maka piutang harus ditimbulkan kembali dengan membalik 4 April 2002 :
Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000
Piutang Usaha `Rp. 15.000.000
ayat jurnal penghapusan sebelumnya. Dengan menggunakan contoh sebelumnya,
asumsikan bahwa piutang usaha yang sudah dihapuskan pada tanggal 4 April
diatas ternyata dapat ditagih pada tanggal 10 Agustus di tahun yang sama. Ayat
jurnal untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan adalah sebagai
berikut :
10 Agustus 2002 :
Piutang Usaha Rp. 15.000.000
Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000
(Untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan sebelumnya)
D. Pengawasan Piutang
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen perusahaan yang
sangat penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pengawasan berupaya
agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai sebagaimana mestinya.
Pengawasan ini juga dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyelewengan yang merugikan perusahaan yang akan menjauhkan diri dari
proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Sofyan Safri (2001 : 10) mendefinisikan pengawasan sebagai berikut :
Pengawasan dapat dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, sedang
dilaksanakan atau sesudah selesai dilaksanakan. Pengawasan dapat dilaksanakan
dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pribadi,
karyawan atau pimpinan perusahaan.
b. Pengawasan tidak langsung, yaitu yang disebut dengan pegawasan intern.
1. Kebijakan dalam Penjualan Kredit
Disamping menjual barang – barang dan jasanya secara tunai, perusahaan
juga menjualnya secara kredit dalam rangka menaikkan total penjualan dan laba
atau keuntungannya. Namun perusahaan yang menjual barang dan jasanya secara
kredit harus menanggung resiko bahwa tidak seluruh piutang dapat ditagih atau
diterima pembayarannya. Jika piutang tak dapat ditagih, perusahaan menderita
suatu kerugian yang disebut dengan kerugian piutang. Oleh karena itu,
pengawasan piutang seharusnya dimulai sebelum adanya persetujuan atas
penjualan kredit kepada pelanggan.
Untuk mengurangi kerugian akibat adanya piutang yang tak tertagih,
pimpinan perusahaan atau manajemen perlu membuat kebijakan dalam pemberian
kredit kepada pelanggan. Kebijakan kredit merupakan suatu bentuk kriteria
persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelanggan sebelum ia melakukan
pembelian secara kredit.
Menurut Weston dan Brigham (1994 : 474) kebijakan dalam penjualan
a. Periode Kredit b. Diskon
c. Standar Kredit
d. Kebijakan mengenai penagihan Ad. a Periode Kredit
Periode kredit adalah jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan
perusahaan kepada para pelanggannya untuk membayar. Misalnya, jangka
waktu kredit bisa 30, 60, atau 90 hari. Pada umumnya, periode kredit
tersebut disesuaikan dengan jangka waktu yang diperlukan oleh pelanggan
untuk menjual persediaan yang dibelinya dari perusahaan.
Ad. b Diskon
Diskon atau potongan tunai merupakan pengurangan dari harga faktur
yang diberikan kepada para pelanggan untuk mendorong pembayaran yang
lebih cepat. Diskon atau potongan tunai biasanya dinyatakan dalam bentuk
syarat pembayaran, misalnya : 2/10, n/30 atau 2/10. EOM (End of Month).
Syarat pembayaran 2/10, n/30 berarti diskon sebesar 2% akan diberikan
kepada debitur yang membayar dalam tempo 10 hari terhitung sejak
tanggal faktur. Debitur yang tidak membayar dalam tempo 10 hari (masa
potongan) harus membayar sebesar harga faktur dalam 30 hari terhitung
sejak tanggal faktur.
Ad. c Standar Kredit
Standar kredit mengacu pada layak tidaknya seseorang pelanggan untuk
minimum dari calon pelanggan agar dapat memperoleh pembelian secara
kredit. Standar kredit digunakan oleh banyak perusahaan untuk
memutuskan pelanggan mana yang pantas mendapat kredit dan seberapa
besar kredit yang dapat mereka terima. Secara tradisional, penilaian
kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan atas 5K. Masing – masing
dari K tersebut akan dijelaskan secara singkat berikut ini :
1) Karakter, mengacu pada probabilitas bahwa pelanggan akan
memenuhi kewajiban – kewajibannya. Karakter mencerminkan
kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki
pelanggan untuk menghormati utang.
2) Kapasitas, mengacu pada kemampuan pelanggan untuk membayar.
Manajer kredit menilai factor ini dengan mengkaji ulang catatan
pembayaran pelanggan di masa lalu, pengetahuan umum mengenai
bisnis pelanggan, dan barangkali observasi fisik atas operasi
pelanggan.
3) Kapital, mengacu pada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang
diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya
memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas
serta rasio – rasio lain seperti rasio modal kerja dan rasio lancar.
4) Kolateral, mengacu pada aktiva – aktiva yang ingin diberikan
pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Kolateral bisa berbentuk
5) Kondisi, mengacu kepada trend – trend ekonomi nasional dan regional
yang bisa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar.
Sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi, manajer kredit
biasanya memperketat standar – standar kredit sebagai antisipasi
terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar.
Ad. d Kebijakan Penagihan
Kebijakan penagihan merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan
untuk menagih piutang. Misalnya, surat tagihan bisa dikirim kepada setiap
pelanggan yang menunggak 10 hari, surat teguran, yang diikuti lewat
pembicaraan telepon, bisa dilakukan jika pembayaran belum diterima
dalam 30 hari. Proses penagihan itu mungkin akan memakan biaya besar
dan memperburuk hubungan usaha, namun ada baiknya perusahaan
mengambil sikap tegas guna mencegah pengulur – uluran waktu
pembayaran serta kerugian yang akan diderita. Keseimbangan biaya dan
manfaat harus selalu diperhitungkan dalam menetapkan kebijakan
penagihan yang akan dijalankan.
2. Prosedur Penjualan Kredit dan Penagihan Piutang
Untuk menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan
lancar dan dilaksanakan dengan baik, maka perlu diciptakan prosedur untuk
kegiatan tersebut. Prosedur ini sekaligus juga memuat dasar-dasar umum
pengawasan intern yang dapat menghindari kecurangan dan untuk meningkatkan
Adapun yang dimaksud dengan prosedur di sini adalah suatu urutan
kegiatan kerja yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih
yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi
perusahaan yang terjadi. Prosedur pengawasan piutang tidak terlepas dari
prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang, atau dengan kata lain
prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang adalah bagian dari
prosedur pengawasan piutang.
a. Prosedur Penjualan Kredit
Prosedur penjualan kredit adalah serangkaian kegiatan administrasi yang
dilakukan oleh beberapa orang untuk melakukan transaksi penjualan kredit
kepada pelanggan.
Menurut Mulyadi (2000 : 211) fungsi yang terkait dengan penjualan kredit
adalah :
a. Fungsi Penjualan b. Fungsi Kredit c. Fungsi Gudang d. Fungsi Pengiriman e. Fungsi Penagihan
f. Fungsi Akuntansi Ad. a Fungsi Penjualan
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk
menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti
spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit,
menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana akan dikirim, dan
Ad. b Fungsi Kredit
Fungsi ini bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan
memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Karena hampir
semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan
kredit, maka sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus terlebih dahulu
diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. Jika penolakan
pemberian kredit seringkali terjadi, pengecekan status kredit perlu
dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surat order penjualan. Untuk
mempercepat pelayanan kepada pelanggan, surat order pengiriman dikirim
langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh
otorisasi kredit dari fungsi kredit. Namun, tembusan kredit harus
dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari
fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan, fungsi
penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman
barang kepada pelanggan.
Ad. c Fungsi Gudang
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan,
serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.
Ad. d Fungsi Pengiriman
Fungsi ini beranggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat
order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini
dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini
dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi
pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur
pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/
pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi.
Ad. e Fungsi Penagihan
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta
menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan
oleh fungsi akuntansi.
Ad. f Fungsi Akuntansi
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari
transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan
piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Disamping
itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok
persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.
Selanjutnya Mulyadi (2000 : 219) juga mengemukakan jaringan prosedur
yang membentuk sistem penjualan kredit, yaitu :
a. Prosedur order penjualan b. Prosedur persetujuan kredit c. Prosedur pengiriman
d. Prosedur penagihan
e. Prosedur pencatatan piutang f. Prosedur distribusi penjualan
g. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan
menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi
penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan
mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan
fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
Ad 2) Prosedur Persetujuan Kredit
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan
kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.
Ad 3) Prosedur Pengiriman
Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada
pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order
pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan.
Ad 4) Prosedur Penagihan
Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan
mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan
dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini
membuat surat order pengiriman.
Ad 5) Prosedur Pencatatan Piutang
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan
ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu
mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai
Ad 6) Prosedur Distribusi Penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan
menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.
Ad 7) Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga
pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
b. Prosedur Penagihan Piutang
Prosedur penjualan kredit tidak terlepas dari prosedur penagihan piutang,
karena sumber penerimaan kas bagi perusahaan yang melakukan penjualan secara
kredit berasal dari pelunasan piutang dari debitur atau pelanggan.
Menurut Mulyadi (2000: 487) fungsi yang terkait dalam system penerimaan
kas dari piutang terdiri dari :
a. Fungsi Sekretariat b. Fungsi Penagihan c. Fungsi Kas
d. Fungsi Akuntansi
e. Fungsi Pemeriksa Intern
Ad. a Fungsi Sekretariat
Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi secretariat bertanggung
jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan (remittance advice)
melalui pos dari para debitur perusahaan. Fungsi secretariat bertugas untuk
membuat daftar surat pemberitahuan atas dasar surat pemberitahuan yang
Ad. b Fungsi Penagihan
Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada debitur
melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk
melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar
piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.
Ad. c Fungsi Kas
Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi secretariat
(jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui pos) atau dari
fungsi penagihan (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui
penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk menyetorkan
kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam
jumlah penuh.
Ad. d Fungsi Akuntansi
Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas
dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke
dalam kartu piutang.
Ad. e Fungsi Pemeriksa Intern
Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksa intern
bertanggung jawab dalam melaksanakan perhitungan kas yang ada
ditangan fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa
Intern bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk
mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi
Adapun prosedur penagihan piutang melalui penagih perusahaan dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih
kepada bagian penagihan
b. Bagian penagihan mengirimkan penagih, yang merupakan karyawan
perusahaan untuk melakukan penagihan kepada debitur.
c. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan
(remittance advice) dari debitur.
d. Bagian penagihan menyerahkan cek kepada bagian kas
e. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian
piutang untuk keperntingan posting ke dalam kartu piutang.
f. Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur
g. Bagian kas menyetorkan cek ke bank, setelah dilakukan endorsemen atas
cek tersebut oleh pejabat yang berwenang.
h. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.
3. Pengendalian Intern atas Piutang
Agar penerapan pengawasan lebih baik, maka dibuat dalam suatu sistem
yang disebut pengawasan intern atau pengendalian intern. Berikut ini
dikemukakan beberapa definisi mengenai pengendalian intern.
The Committee on Auditing Procedures mendefinisikan pengendalian intern
(Internal Control) sebagai berikut :
Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan harta, mengecek kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan memastikan pentaatan pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan manajemen. Definisi tersebut mungkin lebih luas daripada pengertian yang kadang – kadang diberikan untuk istilah ini. Definisi ini mengakui bahwa suatu “sistem” pengendalian intern bukan saja terbatas pada hal – hal yang langsung berhubungan dengan fungsi – fungsi dari departemen akuntansi dan keuangan (Wilson dan Campbell, 1996 : 122).
Kemudian SAS (Statement on Auditing Standard) No. 48 mendefinisikan
pengawasan intern sebagai berikut :
a. Pengawasan Administrasi
b. Pengawasan Akuntansi
Ad. a Pengawasan Administrasi
Pengawasan administrasi tidak hanya terbatas pada struktur organisasi,
prosedur dan catatan yang berhubungan dengan proses pengambilan
keputusan untuk melaksanakan transaksi yang diotorisasi manajemen.
Otorisasi ini merupakan fungsi manajemen yang langsung menyangkut
merupakan awal dalam melaksanakan pengawasan akuntansi (accounting
control) atas transaksi perusahaan.
Ad. b Pengawasan Akuntansi
Pengawasan akuntansi meliputi struktur organisasi serta prosedur dan
catatan yang berhubungan dengan usaha untuk menjaga keamanan aktiva
dan dipercayainya catatan keuangan perusahaan, oleh karenanya sistem
pengawasan ini disusun sehingga memberi keyakinan bahwa :
1) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan perintah dan otorisasi
manajemen
2) Transaksi dicatat untuk memenuhi :
a) Penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang lazim
b) Pengendalian pertanggung jawaban atas aktiva.
3) Pemakaian aktiva hanya dibenarkan dengan persetujuan atau otorisasi
manajemen
4) Catatan mengenai aktiva tadi dapat dibandingkan dengan aktiva itu
secara fisik dalam waktu – waktu tertentu. Dan apabila terdapat
perbedaan dapat diambil tindakan koreksi dengan segera.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 319.2) pengendalian intern
terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan yakni :
a. Lingkungan pengendalian b. Penaksiran resiko
Ad.a Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu
organisasi dan mempengaruhi kesadaran personil organisasi tentang
pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua
komponen atau unsur pengendalian intern, yang membentuk lingkungan
pengendalian dalam suatu entilitas antara lain :
1) Nilai integritas dan etika
2) Komitmen terhadap kompetensi
3) Dewan komisaris dan komite audit
4) Filosofi dan gaya operasi manajemen
5) Struktur organisasi
6) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab
7) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
Ad.b Penaksiran resiko
Penaksiran resiko untuk tujuan laporan keuangan adalah identifikasi,
analisis dan pengelolaan resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan
laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia.
Ad.c Informasi dan Komunikasi
Sistem akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, menggolongkan,
menganalisis, mencatat dan melaporkan transaksi suatu entitas serta
menyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang entitas
dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau
terjadi adalah :
1) Sah
2) Telah diotorisasi 3) Telah dicatat
4) Telah dinilai secara wajar 5) Telah digolongkan secara wajar
6) Telah dicatat dalam periode yang seharusnya
7) Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar
Komunikasi mencakup penyampaian informasi terhadap semua personil
yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas
mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam
maupun di luar organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan
penyimpangan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas. Pedoman
kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun dan
memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi
dalam pengendalian intern.
Ad.d Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk
memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen
dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur memberikan keyakinan bahwa
tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi resiko
dalam pencapaian tujuan entitas.
Ad.e Pemantauan
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern
melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun
pengoperasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk menentukan
apakah pengendalian intern tersebut telah memerlukan perubahan karena
terjadinya perubahan keadaan.
Pengendalian intern terhadap piutang sangat penting karena tanpa
pengawasan yang baik perusahaan akan menanggung resiko akibat piutang yang
tidak tertagih maupun penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi yang
dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya pengendalian intern ini diharapkan
dapat mencegah atau mengurangi kerugian yang timbul karena piutang.
Oleh karena itu, pengendalian intern piutang seharusnya diawali dari
penerima penjualan, persetujuan oleh bagian kredit, pengiriman barang,
penerbitan faktur dengan penagihan piutang. Satu hal yang pokok dalam
pengendalian intern piutang ialah dengan memisahkan bagian yang bertanggung
jawab atas pengiriman barang, penagihan kepada pelanggan serta penerimaan
pembayaran dari pelanggan. Karyawan yang bertanggung jawab menangani
penjualan harus dipisahkan dari karyawan yang menangani akuntansi untuk
piutang dan persetujuan kredit. Karyawan yang menangani akuntansi untuk
piutang tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Menyangkut fungsi-fungsi
akuntansi, fungsi-fungsi yang berkaitan seharusnya dipisahkan. Karyawan yang
menyimpan buku pembantu piutang hendaknya tidak memiliki akses ke
penerimaan kas. Karyawan yang menangani penerimaan kas seharusnya tidak
mempunyai otoritas untuk menerbitkan memo kredit atau mengotorisasi
diharapkan dapat mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan atau
penyalahgunaan dana.
Pengendalian intern piutang tidak terlepas kaitannya dengan pengawasan
terhadap penjualan kredit dan penagihan piutang. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan atau penyelewengan terhadap piutang, maka perlu dirancang
unsur-unsur pengendalian intern yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit
dan penagihan piutang.
Menurut Mulyadi (2001 : 221) unsur pokok pengendalian intern dalam
sistem penjualan kredit terdiri dari :
Organisasi
1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.
2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.
3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.
4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fumgsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tertentu.
Sistem Otorosasi dan Prosedur Pencatatan
5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.
6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).
7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.
8. Penetapan harga jual, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.
11.Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yang Sehat
12.Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
13.Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.
14.Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
15.Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
Selanjutnya unsur pengendalian intern dalam sistem penerimaan kas dari
piutang terdiri dari :
Organisasi
1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan kas.
2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
3. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara pemindahbukuan (giro bilyet).
4. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi. 5. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi
(Bagian Piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.
Praktik yang sehat
6. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor penuh ke bank dengan segera.
7. Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insurance).
E. Kerangka Konseptual
Untuk menyelesaikan masalah yang tertuang dalam skripsi ini, penulis
akan menguraikan alur berfikir penulis dalam permasalahan sebagai berikut :
Gbr. 2.1 Kerangka Konseptual
COLLECTOR KASIR DAN BANK
SATUAN PENGAWASAN INTERN ( SPI )
PT. SUCOFINDO (PERSERO) CABANG MEDAN
PENJUALAN JASA SECARA TUNAI PENJUALAN JASA
SECARA KREDIT
PIUTANG
PENCATATAN DAN PENAGIHAN
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam kegiatan pengumpulan data yang relevan, dalam penyusunan
skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian dengan metode deskriptif yaitu
suatu penelitian yang menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari
objek penelitian dengan studi kasus pada PT. SUCOFINDO (Persero) Medan.
B. Jenis dan Sumber Penelitian
Jenis dan sumber penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini