• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pengawasan Intern Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Pengawasan Intern Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S-1 EKSTENSI MEDAN

SKRIPSI

PERANAN PENGAWASAN INTERN PIUTANG PADA PT. SUCOFINDO (PERSERO) CABANG MEDAN

OLEH :

Nama : DODY PRAWIRA ATMAJA

NIM : 050522009

Departemen : AKUNTANSI

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

“Peranan Pengawasan Intern Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan” Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud

belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks

penulisan skripsi level Program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas,

benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari penyataan ini tidak benar, saya

bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 04 Juni 2009 Yang Membuat Pernyataan

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan sistem pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan. Pengawasan merupakan fungsi dari pengendalian yang penting bagi perusahaan dalam mengurangi atau mencegah piutang macet, serta kunci dasar dalam menentukan besar dan kecilnya keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan. Dengan adanya pengendalian yang dilakukan khususnya dibagian piutang maka dapat mengurangi atau mencegah piutang macet yang muncul dalam perusahaan.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yang berbentuk deskriptif yaitu dengan menguraikan sifat-sifat dan keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Jenis data yang dipakai adalah data kualitatif dan data kuantitaif yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data ini diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan penulis. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun data, menginterprestasikan serta menganalisanya sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti.

Sistem informasi akuntansi yaitu pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai dengan teori. Perusahaan telah mempunyai standar pengawasan intern piutang dan memiliki divisi Satuan Pengawasan Intern (SPI) sehingga dalam perputaran piutang setiap periode akuntansi dapat mengurangi piutang macet dan mencegah piutang macet.

(4)

ABSTRACT

This research aim to to know how far applying of system internal control of applied by receivable is company. Observation represent function of operation which necessary for company in lessening or preventing receivable stuck, and also elementary key in determining big and the so small obtained by profit or advantage is company. With existence of conducted operation specially part of receivable hence can lessen or prevent receivable stuck which emerge in company..

The research method in this thesis was the research that have the shape of deskriftif that is by analysing the characteristics and the situation in fact from the object that was researched. The data kind that was used was the qualitative data and the data kuantitaif that consisted of the primary data and the secondary data. This data was received by means of observation, the interview and the documentation that were carried out by the writer. The data that was gathered was analysed by using the method deskriftif that is by gathering the data, compiled the data, menginterprestasikan as well as analysed him so as to be received the picture concerning the problem that was researched.

Accountancy information system that is internal control of applied by receivable is company have been executed effectively as according to theory. Company have had standard internal control of receivable and have division Set of Internal Control (SPI) so that in receivable turn over each;every accounting period can lessen receivable stuck and prevent receivable stuck.

Keyword : Accountancy information system, operation or observation, useful information.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

ABSTRAK ... ... iv

ABSTRACT...v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... . viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 4

D. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Piutang ... ... 6

B. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca... ... 7

C. Pencatatan dan Penilaian Piutang... ... 12

D. Pengawasan Piutang 1. Kebijakan dalam Penjualan Kredit ... ... 27

2. Prosudur Penjualan Kredit dan Penagihan Piutang ... 30

(6)

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... ... 49

B. Jenis dan Sumber Penelitian... ... 49

C. Teknik Pengumpulan Data ... 50

D. Metode Analisis Data ... ... 50

E. Jadwal dan Lokasi Penelitian ... ... 50

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... ... 51

I. Gambaran Umum Perusahaan ... ... 51

II. Jenis dan Sumber Piutang... ... 58

III. Penyajian Piutang di Neraca ... ... 60

IV. Pencatatan dan Penilaian Piutang ... ... 61

V. Pengawasan Piutang ... ... 63

B. Analisis Hasil Penelitian I. Gambaran Umum dan Struktur Organisasi Perusahaan.. . 72

II. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca .. ... 73

III. Pencatatan dan Penilaian Piutang ... ... 74

IV. Pengawasan Piutang ... ... 77

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... ... 82

B. Saran ... ... 84

(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 48

Gambar 2.1 Flowchart Bagan Alir Dokumen sistem Penjualan Kredit

dengan Kartu Kredit Perusahaan ……….... 38

Gambar 2.2 Flowchart Sistem Penerimaan Kas dari Piutang

(8)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Skedul umur piutang ……….. ... 23

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan sistem pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan. Pengawasan merupakan fungsi dari pengendalian yang penting bagi perusahaan dalam mengurangi atau mencegah piutang macet, serta kunci dasar dalam menentukan besar dan kecilnya keuntungan atau laba yang diperoleh perusahaan. Dengan adanya pengendalian yang dilakukan khususnya dibagian piutang maka dapat mengurangi atau mencegah piutang macet yang muncul dalam perusahaan.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yang berbentuk deskriptif yaitu dengan menguraikan sifat-sifat dan keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Jenis data yang dipakai adalah data kualitatif dan data kuantitaif yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data ini diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan penulis. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data, menyusun data, menginterprestasikan serta menganalisanya sehingga diperoleh gambaran mengenai masalah yang diteliti.

Sistem informasi akuntansi yaitu pengawasan intern piutang yang diterapkan perusahaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai dengan teori. Perusahaan telah mempunyai standar pengawasan intern piutang dan memiliki divisi Satuan Pengawasan Intern (SPI) sehingga dalam perputaran piutang setiap periode akuntansi dapat mengurangi piutang macet dan mencegah piutang macet.

(10)

ABSTRACT

This research aim to to know how far applying of system internal control of applied by receivable is company. Observation represent function of operation which necessary for company in lessening or preventing receivable stuck, and also elementary key in determining big and the so small obtained by profit or advantage is company. With existence of conducted operation specially part of receivable hence can lessen or prevent receivable stuck which emerge in company..

The research method in this thesis was the research that have the shape of deskriftif that is by analysing the characteristics and the situation in fact from the object that was researched. The data kind that was used was the qualitative data and the data kuantitaif that consisted of the primary data and the secondary data. This data was received by means of observation, the interview and the documentation that were carried out by the writer. The data that was gathered was analysed by using the method deskriftif that is by gathering the data, compiled the data, menginterprestasikan as well as analysed him so as to be received the picture concerning the problem that was researched.

Accountancy information system that is internal control of applied by receivable is company have been executed effectively as according to theory. Company have had standard internal control of receivable and have division Set of Internal Control (SPI) so that in receivable turn over each;every accounting period can lessen receivable stuck and prevent receivable stuck.

Keyword : Accountancy information system, operation or observation, useful information.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari kegiatan

perdagangan yaitu penyerahan suatu produk baik barang maupun jasa kepada

konsumen. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh pendapatan guna

menjalankan aktivitas perusahaan. Kegiatan ini sering disebut dengan aktivitas

penjualan.

Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan semakin ketatnya

persaingan maka banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk menarik

pelanggan agar mau membeli produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan fasilitas kredit yang

memudahkan konsumen dalam memperoleh barang atau jasa tersebut. Dengan

kata lain perusahaan selain melakukan penjualan tunai juga melakukan penjualan

kredit. Dengan demikian perusahaan juga dapat menjaring konsumen yang kurang

potensial dalam arti bahwa konsumen tersebut belum memiliki kemampuan

khususnya dana untuk membeli suatu barang atau jasa secara tunai.

Berkembangnya cara penjulan ini membawa pengaruh terhadap kegiatan

pengelolaan perusahaan karena penjualan kredit tidak segera dihasilkan

penerimaan kas tetapi menimbulkan perkiraan piutang bagi perusahaan. Semakin

besar proporsi penjualan barang atau jasa secara kredit maka semakin besar

(12)

resiko yang cukup besar yaitu kemungkinan tidak tertagih. Hal ini disebabkan

para pelanggan sering tidak melunasi hutangnya tepat pada waktunya atau

menunda pelunasan hutangnya yang telah jatuh tempo sehingga saldo piutang

perusahaan menumpuk dari waktu ke waktu. Oleh karena itu diperlukan

penanganan yang serius dan penting mengenai keberadaan piutang, yakni melalui

pengawasan (pengendalian) intern terhadap piutang usaha itu sendiri.

Piutang merupakan unsur aktiva lancar yang cukup material dalam

perusahaan. Bila ditinjau secara likuiditas perusahaan, piutang dapat dikatakan

sebagai alat pembayaran yang cukup tinggi tingkat likuiditasnya setelah kas dan

investasi jangka pendek pada surat berharga. Disamping peranan piutang diatas,

piutang juga mengakibatkan timbulnya biaya-biaya seperti biaya piutang tidak

tertagih, biaya administrasi, biaya dana yang diinvestasikan dalam piutang dan

opportunity cost yang perlu dipertimbangkan

PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan adalah salah satu Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki modal dari kekayaan Negara,

bergerak pada bidang jasa yang meliputi bidang inspeksi, supervisi, pengkajian

dan pengujian yang independen dengan tekad memenuhi kepuasan pelanggan,

dengan tujuan melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program

pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta

pembangunan dibidang jasa superintending, mutu dan teknologi pada khususnya

dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. Oleh karena itu

pengawasan piutang sangat berpengaruh terhadap perputaran modal kerja dan

(13)

Untuk mengurangi resiko tertahannya sebagian besar modal kerja pada

perkiraan piutang, maka diperlukan suatu prosudur pengelolaan piutang dan

pengawasan piutang yang baik. Pengawasan piutang diperlukan untuk menjamin

penagihan piutang yang tepat pada waktunya sehingga resiko kerugian piutang

tidak tertagih dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali dan untuk

menghindari terjadinya kesalahan atau kecurangan yang terjadi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis memandang bahwa pengawasan

piutang usaha sangat penting bagi setiap perusahaan, sehingga tujuan perusahaan

dapat tercapai dan juga mengingat pentingnya pengawasan intern pada piutang

untuk mengurangi resiko kemacatan piutang, maka penulis menyusun tulisan

ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul : “ Peranan Pengawasan Intern

Piutang Pada PT. SUCOFINDO (Persero) Cabang Medan”.

B. Perumusan Masalah

Piutang merupakan salah satu unsur modal kerja didalam suatu

perusahaan, terutama perusahaan yang memberikan jasa kepada para pelanggan

yang meliputi bidang inspeksi, supervisi, pengkajian dan pengujian yang

independen. Mengingat besarnya modal kerja yang tertanam dalam piutang

tersebut, maka diperlukan pengelolaan piutang dan pengawasan piutang yang baik

untuk mencegah resiko karena timbulnya piutang tidak tertagih dan untuk

mencegah penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi. Untuk itu

(14)

1. Apakah prosedur pengawasan intern piutang yang dilakukan oleh PT.

Sucofindo (Persero) Cabang Medan sudah efisien dan efektif ?

2. Bagaimana PT. Sucofindo (Persero) Cabang Medan mengawasi dan

mengatasi kemacetan pembayaran piutang usaha ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian adalah :

a. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengawasan

piutang pada perusahaan khususnya piutang yang tidak tertagih

dengan menggunakan metode penyisihan, dengan melihat apa yang

terjadi di dalam praktek dan membandingkannya dengan teori-teori

yang telah dipejari selama perkulihaan maupun dari sumber-sumber

yang lain.

b. Untuk mengatahui bagaimana cara pengawasan piutang yang

diterapkan perusahaan pada khususnya dalam mengawasi piutang

yang tidak tertagih.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengembangkan wawasan pengetahuan penulis yang telah

diperoleh selama perkuliahan, khususnya mengenai pengawasan

(15)

b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran yang mungkin berguna

bagi manajemen perusahaan, setelah membandingakn teori dengan

praktek yang telah diterapkan, khususnya mengenai pengawasan

piutang.

c. Sebagai bahan acuan bagi penulis lainnya yang akan melakuka n

penelitian ataupun yang akan melanjutkan penelitian sesuai dengan

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Piutang

Perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, aktivitas akhirnya adalah

menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Penjualan barang dan jasa dapat

dilakukan dengan tunai dan kredit. Jika penjualan dilakukan secara kredit, maka

akan menimbulkan perkiraan piutang pada perusahaan.

Bagi kebanyakan perusahaan, piutang merupakan suatu pos penting yang

selalu menunjukkan suatu bagian besar harta likuid perusahaan. Oleh karena itu,

penting artinya untuk menetapkan kebijakan kredit yang efektif dan prosedur

penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan

mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih. Pengendalian intern yang sehat

dan akuntansi yang layak atas piutang dapat berpengaruh penting pada

kemampuan operasi untuk mencapai laba.

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian piutang

tersebut, dikemukakan beberapa definisi piutang menurut beberapa penulis.

Menurut C. Warren, (et.all) (2005 : 392) : “Piutang (receivable) meliputi

semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”.

Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 358) pengertian piutang adalah

sebagai berikut : “piutang (receivable) berlaku untuk semua klaim terhadap

(17)

istilah ini umumnya digunakan didalam pengertian yang lebih sempit untuk merancang klaim agar ditempatkan dengan kuitansi kas”.

Selanjutnya menurut Henry Simamora (2000 : 228) sebagai berikut :

“piutang (receivable) merupakan klaim yang muncul dari penjualan barang dagangan, penyerahan jasa, pemberian pinjaman dana, atau jenis transaksi lainnya yang membentuk suatu hubungan dimana satu pihak berhutang kepada pihak lainnya”.

Dari beberapa pengertian piutang diatas dapat disimpulkan bahwa piutang

merupakan tagihan kepada pihak lain yang timbul karena adanya transaksi antara

pihak lain tersebut dengan perusahaan dimana transaksi yang paling umum adalah

penjualan barang atau jasa secara kredit sebagai kegiatan usaha normal

perusahaan. Pihak lain yang dimaksud adalah orang atau badan usaha di luar

perusahaan yang mempunyai hubungan transaksi dengan perusahaan. Sehubungan

dengan tujuan akuntansi, pengertian piutang dapat dipersempit yaitu tagiahan

yang diharapkan dapat diselesaikan dalam bentuk penerimaan kas di masa yang

akan datang.

B. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca 1. Jenis Piutang

Adapun pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan

pencatatan atas transaksi yang mempengaruhi piutang. Piutang dapat

diklasifikasikan atas piutang dagang dan piutang non dagang yang dilaporkan

(18)

“Dalam mengklasifikasikan piutang, perlu dibuat perbedaan yang penting antara piutang dagang dan piutang non dagang (trade and non trade receivable)”.

a. Piutang Dagang (Trade Receivables)

Piutang dagang merupakan jumlah tagihan perusahaan kepada pelanggan yang

timbul dari penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal

perusahaan. Piutang dagang merupakan tipe piutang yang paling lazim

ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar. Piutang

dagang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Piutang Usaha (Accounts Receivable)

Piutang usaha merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar

barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha biasanya dapat ditagih dalam

waktu 30 sampai 60 hari dan merupakan akun terbuka yang berasal dari

pelunasan kredit jangka pendek. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan

informal antara penjual dan pembeli yang didukung dengan

dokumen-dokumen perusahaan, seperti faktur pesanan penjulan dan kontrak penyerahan.

2. Piutang Wesel (Notes Receivable)

Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 361) “Piutang wesel

merupakan piutang yang dibuktikan janji tertulis formal untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu”. Dengan

demikian piutang wesel memiliki kelebihan dibanding piutang usaha yang

tidak didukung oleh janji tertulis. Piutang wesel ini dapat didiskontokan jika

(19)

Apabila tiba waktunya wesel tersebut jatuh tempo maka pemegang wesel akan

menagih pembayaran kepada pihak yang mengeluarkan wesel. Piutang wesel

juga sering disebut dengan wesel tagih. Wesel tagih ini dapat digolongkan atas

dua jenis yaitu, wesel tagih berbunga dan wesel tagih tanpa bunga. Pada wesel

tagih dengan bunga, dinyatakan berapa persen bunganya, nilai nominal serta

berapa jangka waktu pelunasannya. Bila tiba waktunya piutang wesel tersebut

jatuh tempo, maka pihak yang mengeluarkan wesel tersebut harus membayar

sejumlah nominal wesel ditambah dengan bunga yang terutang. Sedangkan

pada wesel tagih tanpa bunga, dinyatakan jumlah yang harus dibayar dengan

jangka waktu pelunasannya dan pada tanggal jatuh tempo yang mengeluarkan

wesel hanya membayar sejumlah nilai nominal.

b. Piutang Non Dagang

Piutang non dagang merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau

pihak-pihak lain yang timbul dari transaksi yang tidak secara langsung

berhubungan dengan kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang non dagang

meliputi seluruh tipe piutang lainnya dan sering disebut sebagai piutang

lain-lain. Piutang non dagang ini muncul dari berbagai macam transaksi, seperti :

1. Uang muka kepada staf dan karyawan.

2. Uang muka kepada anak perusahaan.

3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerusakan atau kerugian.

4. Deposito sebagai jaminan pelaksanaan kerja atau pembayaran.

5. Piutang dividen dan bunga.

(20)

a. Perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungkan.

b. Tergugat dalam perkara hukum.

c. Lembaga pemerintah untuk pengembalian pajak.

d. Perusahaan pengangkutan untuk barang yang rusak atau hilang.

e. Kreditor untuk barang yang dikembalikan, rusak atau hilang.

f. Pelanggan untuk barang-barang yang dapat dikembalikan.

Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 386) piutang dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Untuk tujuan laporan keuangan piutang diklasifikasikan baik sebagai lancar (jangka pendek) atau tak lancar (jangka panjang). Piutang lancar diperkirakan dapat ditagih dalam waktu satu tahun atau dalam satu siklus operasi, mana yang lebih panjang. Semua piutang lainnya diklasifikasikan sebagai tak lancar.

2. Penyajian Piutang di Neraca

Semua piutang yang diperkirakan akan terealisasi menjadi kas dalam

setahun disajikan pada seksi aktiva lancar di neraca. Aktiva lancar ini disajikan

menurut urutan likuiditasnya. Ukuran likuiditas mencerminkan seberapa cepat

aktiva tersebut dapat dikonversi menjadi kas dalam operasi normal perusahaan.

Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 1.07-08) memberikan pedoman

mengenai aktiva lancar sebagai berikut :

Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut : 1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau

(21)

2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau

3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.

Di dalam neraca, piutang disajikan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi

dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Dengan demikian, maka untuk

melaporkan piutang di dalam neraca adalah sebesar jumlah yang akan

direalisasikan yaitu jumlah yang diharapkan dapat ditagih.

Penyajian piutang di neraca dapat dilihat seperti contoh dibawah ini :

PT. X

NERACA

Per 31 Desember 20XX

Aktiva

Aktiva Lancar :

Kas Rp. xxx

Piutang dagang Rp. xxx

Dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu (Rp. xxx) Rp. xxx

(22)

C. Pencatatan dan Penilain Piutang a. Pencatatan Piutang

Pada umumnya, piutang usaha timbul dari transaksi penjualan secara

kredit, sehingga pengakuan terhadap piutang senantiasa berkaitan erat dengan

pengakuan pendapatan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh K. Fred Skousen,

Stice (2001:359) bahwa “pengakuan piutang usaha bertalian dengan

pengakuan pendapatan”. Karena pendapatan pada umumnya dicatat ketika

proses menghasilkan laba telah selesai dan kas terealisasi atau dapat direalisasi,

maka piutang yang berasal dari penjualan barang umummya diakui pada waktu

hak milik atas barang beralih ke pembeli. Karena saat peralihan hak dapat

bervariasi sesuai dengan syarat-syarat penjualan, maka lazimnya piutang diakui

pada saat barang dikirim kepada pelanggan.

Piutang tidak boleh diakui untuk barang dagang yang telah dikirimkan

apabila ada perjanjian bahwa pihak pengirim tetap memegang hak atas barang itu

sampai ada tanda terima resmi, atau untuk barang yang dikirimkan atas dasar

konsinyasi dimana pengirim barang tetap memegang hak atas barang itu sampai

barangnya terjual oleh konsinye (consignee). Piutang usaha yang timbul dari

transaksi penyerahan jasa kepada pelanggan harus diakui pada saat seluruh

kegiatan pengadaan jasa diselesaikan.

Piutang yang timbul dari penjulan barang atau jasa secara kredit dicatat

(23)

Penjualan/Pendapatan Jasa seperti yang tampak pada ayat jurnal dibawah ini :

Piutang Usaha xxx

Penjualan/Pendapatan Jasa xxx

( untuk mencatat transaksi penjualan secara kerdit)

Kemudian pada saat piutang itu tertagih atau diterimanya pembayaran kas

dari debitur, dibuat ayat jurnal dengan mendebet rekening Kas atau Bank dan

mengkredit Piutang Usaha seperti di bawah ini :

Kas xxx

Piutang Usaha xxx

(Untuk mencatat penerimaan kas dari debitur)

Adapun pencatatan penjualan kredit dilakukan dari dokumen-dokumen

asli perusahaan atau dari faktur penjualan kredit. Kemudian faktur ini akan dicatat

ke dalam buku harian yang selanjutnya diposting ke dalam buku besar dan buku

pembantu piutang.

Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 387) : ”Dalam banyak

transaksi piutang, jumlah yang akan diakui adalah harga pertukaran diantara kedua belah pihak”. Harga pertukaran adalah jumlah yang merupakan

hutang dari yang berhutang (pelanggan atau peminjam) dan umumnya dibuktikan

dengan beberapa jenis dokumen bisnis, seringkali berupa faktur. Ada beberapa

faktor yang memperumit dalam pengukuran harga pertukaran, yaitu :

1. Diskon Dagang (Trade Discounts)

Diskon dagang adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual dari

(24)

harga faktur untuk barang-barang yang dijual. Diskon dagang ini biasanya

diberikan dalam kaitannya dengan kuantitas atau volume penjualan, dan hubungan

baik antara penjual dengan pembeli atau pelanggan.

Diskon dagang merupakan alat atau sarana yang tepat bagi produsen,

distributor atau penyalur untuk menentukan harga jual produk atau barang

dagangnya. Penggunaan diskon ini memungkinkan perusahaan untuk merevisi

harga jual produk atau barang dagangannya secara periodik, tanpa harus mencetak

ulang dan mempublikasikan kembali daftar harga atau katalognya, untuk

menetapkan harga jual netto yang berbeda kepada masing-masing pelanggan atau

kelompok konsumen dan pada berbagai volume atau kuantitas pejualan.

Contoh :

PT. ABS menjual barang dagangannya kepada PT. ABC seharga Rp. 5.000 per

unit dengan diskon 20% karena melakukan pembelian melebihi 1.000 unit yaitu

sebanyak 1.500 unit. Maka PT. ABS akan membuat harga faktur perunit adalah

sebesar Rp. 4.000 dengan total harga faktur sebesar Rp.6.000.000 (Rp. 4.000 x

1.500). Ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan barang dagang tersebut

adalah :

Piutang Usaha Rp. 6.000.000

Diskon Dagang Rp. 1.500.000

Penjualan Rp. 7.500.000

2. Diskon Tunai (Cash Discounts)

Diskon tunai merupakan pengurang dari harga faktur yang ditawarkan

(25)

mendorong pelanggan untuk membayar lebih cepat, dan meningkatkan

kemungkinan penagihan.

Diskon atau potongan tunai ini biasanya dinyatakan dalam bentuk syarat

pembayara,misalnya 2/10, n/30. Syarat pembayaran 2/10, n/30 artinya jika si

pembeli melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari setelah tanggal faktur, maka

si pembeli akan mendapat diskon tunai sebesar 2% dari harga faktur. Tetapi jika

pembeli tidak melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari dari periode potongan

tersebut, maka si pembeli harus membayar sebesar harga faktur dalam waktu 30

hari terhitung sejak tanggal faktur. Pada umumnya, para pelanggan senatiasa

berusaha untuk dapat memanfaatkan diskon tunai yang ditawarkan oleh penjual

karena menguntungkan bagi pelanggan. Untuk mencatat pengaruh diskon tunai

terhadap piutang dan pendapatan atau hasil penjualan terdapat dua metode

akuntansi yang dapat digunakan, yaitu :

a. Metode Bruto

Dalam metode bruto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat sebesar harga

faktur bruto sebelum dikurangi diskon tunai yang ditawarkan kepada pembeli.

Diskon atau potongan tunai hanya diakui apabila pelanggan melakukan

pembayaran dalam periode diskon.

Contoh :

PT. Nusantara menjual barang dagangannya kepada PT. Abadi dengan harga

faktur Rp 20.000.000 dengan syarat pembayaran 2/10, n/30. PT. Abadi

melakukan pembayaran dalam waktu 10 hari dengan harga setelah dipotong

(26)

Rp 19.600.000. dalam hal ini berarti Rp. 19.600.000 adalah harga tunai dari

barang yang dibeli.

Ayat jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut :

Piutang Dagang Rp 20.000.000

Penjualan Rp 20.000.000

(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)

Kas Rp 19.600.000

Diskon Penjualan Rp 400.000

Piutang Dagang Rp 20.000.000

(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)

Jika PT. Abadi melakukan pembayaran lewat dari peeriode diskon, maka

ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :

Kas Rp 20.000.000

Piutang dagang Rp 20.000.000

b. Metode Neto

Pada metode neto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat atau diakui

dalam jumlah yang sama dengan harga tunai dari barang yang terjual. Dengan

kata lain, metode neto menunjukkan piutang dagang dalam jumlah yang sama

dengan nilai realisasi netonya, dan hasil penjualan dalam jumlah yang sama

dengan pendapatan yang memang diperoleh pada saat itu.

Berdasarkan data dari contoh sebelumnya pada metode bruto, maka ayat

jurnal yang diperlukan jika menggunakan metode neto adalah sebagai

(27)

Piutang dagang Rp 19.600.000

Penjualan Rp 19.600.000

(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)

Kas Rp 19.600.000

Piutang dagang Rp 19.600.000

(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)

Kas Rp 20.000.000

Piutang Dagang Rp 19.600.000

Diskon penjualan yang tidak diambil Rp 400.000

(Untuk mencatat pembayaran yang diterima setelah periode diskon)

3. Retur Penjualan dan Pengurangan Harga (Sales Return and Allowances)

Dalam kegiatan usaha normal perusahaan yaitu penjualan barang, ada

kemungkinan bahwa barang yang dijual akan dikembalikan oleh pelanggan

karena adanya faktor-faktor seperti kerusakan barang selama pengiriman, barang

yang busuk, atau barang yang tidak sempurna, kesalahan pengiriman barang baik

dalam jumlah maupun tipenya. Pengembalian barang dagangan ini dinamakan

dengan retur penjualan. Sedangkan penyisihan penjualan adalah pengurangan

harga yang dilakukan untuk mendorong pelanggan tetap membeli barang

walaupun tidak sesuai dengan kemauannya atau sedikit cacat. Adapun retur dan

penyisihan penjualan mengurangi baik piutang dagang maupun penjualan bersih.

Contoh :

PT. Bahari menjual barang dagangannya kepada PT. Raksana seharga Rp

(28)

mengembalikan setengah dari jumlah barang tersebut yatu sebesar Rp 2.500.000.

maka pengembalian barang tersebut dicatat sebagai berikut :

Retur penjualan dan pengurangan harga Rp 2.500.000

Piutang Dagang Rp 2.500.000

Persediaan Barang dagang Rp. 500.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 500.000

b. Penilaian Piutang

Penentuan jumlah piutang yang akan dilaporkan di neraca sebagai aktiva

adalah penting karena sejumlah piutang kadangkala tidak dapat ditagih atau

dilunasi oleh pelanggan. Dalam rangka memastikan bahwa piutang tidak dinilai

terlalu tinggi (overstated) pada neraca, piutang tersebut disajikan pada nilai

realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah jumlah bersih

dari piutang dagang yang diharapkan akan diterima dalam bentuk kas. Nilai

realisasi bersih mengeluarkan jumlah yang diperkirakan oleh perusahaan tidak

akan tertagih.

Dalam kegiatan oprasional perusahaan, beberapa piutang akan tidak dapat

ditagih atau tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan karena beberapa

pelanggan tidak sanggup membayar atau tidak akan melunasi hutang mereka.

Tidak ada suatu ketentuan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan

suatu piutang menjadi tidak tertagih. Bangkrutnya debitor adalah salah satu

petunjuk yang paling signifikan mengenai tidak tertagihnya sebagian atau seluruh

piutang. Indikasi lainnya adalah penutupan bisnis debitur dan gagalnya upaya

(29)

karena tidak tertagihnya piutang dinamakan beban piutang tak tertagih

(uncollectible accounts expense), beban piutang macet (bad debt expense), atau

beban piutang tak tertagih (doubtful accounts expense).

Terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan

tidak akan tertagih yaitu :

1. Metode penyisihan (Allowance Method)

Metode penyisihan membuat suatu estimasi yang menyangkut perkiraan

piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang

beredar. Estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurang tak langsung

dalam piutang dagang (melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan) dalam

periode dimana penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat

dalam periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan pencocokan yang

tepat atas beban dan pendapatan dan untuk mendapatkan nilai pencatatan yang

tepat untuk piutang dagang. Walaupun melibatkan estimasi, persentase dari

piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu,

kondisi pasar sekarang, dan analisa atas saldo yang beredar.

Dalam menggunakan metode penyisihan, jumlah piutang yang

diestimasikan tidak akan tertagih dicatat dengan mendebit Beban Piutang Tak

Tertagih dan mengkredit Penyisihan Piutang Tak Tertagih. Ayat jurnal yang

dibuat sebagai penyesuaian pada akhir periode adalah seperti di bawah ini :

Beban Piutang Tak Tertagih xxx

(30)

(Untuk memcatat estimasi piutang yang tak tertagih pada periode yang

bersangkutan)

Selanjutnya beban tersebut akan dilaporkan sebagai beban penjualan atau

beban umum dan administrasi, dan perkiraan penyisihan akan ditunjukkan sebagai

pengurang atas piutang usaha, sehingga piutang akan dilaporkan pada jumlah

bersih yang dapat direalisasikan.

Apabila tersedia bukti positif mengenai ketidaktertagihan sebagian atau

seluruh piutang, maka piutang tersebut dihapus dengan mendebit perkiraan

Penyisihan Piutang Tak Tertagih dan mengkredit Piutang Usaha. Ayat jurnal

untuk menghapus piutang adalah :

Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx

Piutang Usaha xxx

Adakalanya piutang yang telah dihapuskan sebagai piutang tak tertagih

secara tak terduga ternyata dapat ditagih kembali dan diterima pembayarannya.

Disini diperlukan ayat jurnal untuk membalikkan ayat semula dan mencatat

jumlah yang tertagih tersebut. Ayat jurnal untuk menimbulkan kembali piutang

yang telah dihapuskan adalah sebagai berikut :

Piutang Usaha xxx

Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx

(untuk mencatat pelunasan piutang kurang dari satu tahun)

Piutang Usaha xxx

Laba ditahan xxx

(31)

Jurnal untuk mencatat hasil penagihan piutang adalah :

Kas / Bank xxx

Piutang Usaha xxx

Untuk menentukan estimasi piutang tak tertagih dengan menggunakan

metode penyisihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase penjualan.

Estimasi untuk piutang tak tertagih dapat didasarkan pada penjualan untuk

periode yang bersangkutan atau jumlah piutang yang beredar pada akhir

periode. Apabila penjualan digunakan sebagai dasar, maka persentasenya

dihitung berdasarkan piutang tak tertagih pada masa lalu yang dikaitkan

dengan jumlah penjualan bersangkutan. Penjualan yang dimaksud adalah

penjualan kredit saja, karena penjualan kredit yang menimbulkan piutang dan

sekaligus membawa resiko tidak tertagihnya piutang. Olah karena itu, jumlah

penjualan kredit selama suatu periode dapat digunakan untuk mengestimasi

persentase piutang tak tertagih. Persentase ini dapat diubah dengan

memperhatikan situasi pada masa berjalan.

Contoh :

PT. Maju Terus berdasarkan pengalaman yang lalu mengestimasikan bahwa

5% dari penjualan kredit tidak akan tertagih. Jika penjualan kredit selama

periode tersebut berjumlah Rp. 100.000.000, maka ayat jurnal penyusaian

untuk mencatat beban piutang tak tertagih pada akhir periode adalah :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 5.000.000

(32)

b. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang usaha.

Selain menggunakan persentase penjualan untuk mengestimasi piutang tak

tertagih, perusahaan dapat mendasarkan estimasi mereka pada persentase total

piutang yang beredar. Metode ini menekankan hubungan antara saldo Piutang

Usaha dan Penyisihan untuk Piutang tak tertagih.

Contoh :

Pada akhir tahun buku diketahui total piutang usaha sebesar Rp. 50.000.000

dan diestimasikan bahwa 3% dari piutang itu tidak akan tertagih, maka

perkiraan penyisihan akan mempunyai saldo sebesar Rp. 1.500.000 (3% x Rp.

50.000.000). Jika Perkiraan penyisihan telah mempunyai saldo kredit sebesar

Rp. 500.000, maka yang menjadi biaya sebesar Rp. 1.000.000 (Rp. 1.500.000

– Rp. 5.00.000).

Jurnal penyesuaian untuk periode berjalan adalah :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000

Penyisihan Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000

Selain itu, metode yang paling lazim digunakan untuk menetapkan penyisihan

berdasarkan piutang usaha yang beredar adalah melalui penetapan umur

piutang (aging the receivables). Titik awal dalam menentukan umur piutang

adalah tanggal jatuh tempo piutang tersebut.

Skedul umur piutang terdiri dari kolom-kolom yang memperlihatkan

jumlah piutang dalam masing-masing kelompok umur. Masing-masing

piutang dianalisis untuk menetapkan piutang mana yang belum dan mana

(33)

menurut berapa lama piutang tersebut telah jatuh tempo. Saldo-saldo yang

telah jatuh tempo dapat dievaluasi secara tersendiri untuk mengestimasikan

ketertagihan setiap pos sebagai dasar untuk mengembangkan estimasi secara

keseluruhan.

Contoh :

WILSON & CO

Skedul Umur Piutang

Nama Pelanggan

Saldo

31 Des

Dibawah

60 hari

61 – 90

hari

91 – 120

hari

Diatas

120 hari

Western Stainless Stell Corp.

Brockway Steel Company

Freeport Sheet & Tube Co.

Allegheny Iron Work

$ 98,000

$ 320,000

$ 55,000

$ 74,000

$ 80,000

$ 320,000

$ 60,000

$ 18,000

$ 14,000

$ 55,000

Total $ 547,000 $ 460,000 $ 18,000 $ 14,000 $ 55,000

Ikhtisar

Umur Jumlah

Persentase Estimasi Tak Tertagih Saldo yang Diperlukan dalam Penyisihan

Dibawah 60 hari $ 460,000 4 % $ 18,400

61-90 hari 18,000 15 % 2,700

91-120 har 14,000 20 % 2,800

Di atas 120 hari 55,000 25 % 13,750

$ 37,650

(34)

Jumlah sebesar $ 37, 650 akan menjadi beban piutang tak tertagih yang harus

dilaporkan untuk tahun berjalan dengan mengasumsikan bahwa tidak ada saldo

dalam akun penyisihan. Jika diasumsikan akun penyisihan memiliki saldo kredit

sebesar $ 800 sebelum penyisihan, maka jumlah yang harus ditambahkan ke

dalam akun penyisihan adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K)

Penyisihan piutang tak tertagih 800 (K)

Beban piutang tak tertagih $ 36,850 (K)

Ayat jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :

Beban Penyisihan Tak Tertagih $ 36,850

Penyisihan Piutang Tak Tertagih $ 36,850

Apabila akun penyisihan memiliki saldo debit sebesar $ 200 sebelum

penyesuaian, maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan

adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K)

Penyisihan piutang tak tertagih 200 (D)

Beban piutang tak tertagih tahun ini $ 37,850 (K)

Ayat jurnal adalah sebagai berikut :

Beban Piutang Tak Tertagih $ 37,850

(35)

2. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)

Berdasarkan metode ini, kerugian piutang tak tertagih tidak diestimasi.

Beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai piutang tersebut diputuskan tidak

akan tertagih lagi. Oleh karena itu, akun penyisihan dan ayat jurnal penyesuaian

tidak diperlukan pada akhir periode. Metode penghapusan langsung secara teoritis

mempunyai kekurangan karena biasanya tidak membandingkan biaya dengan

pendapatan periode yang bersangkutan, ataupun menghasilkan piutang yang

ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasikan di neraca. “Karenanya,

pemakaian metode penghapusan langsung tidak dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih tidak material” (Kieso dan Weygandt, 2002

: 391).

Dalam metode penghapusan langsung, pada saat piutang usaha dianggap

tidak tertagih, maka kerugian dibebankan kepada Beban Piutang Tak Tertagih.

Sebagai contoh, PT. Sahaja pada tanggal 4 April 2002 memutuskan untuk

menghapus piutang usaha yang tak tertagih atas nama CV. Bintang sebesar Rp.

15.000.000. Ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat penghapusan piutang tak

tertagih adalah sebagai berikut :

Apabila piutang yang telah dihapukan ternyata dapat ditagih kembali pada

periode yang sama, maka piutang harus ditimbulkan kembali dengan membalik 4 April 2002 :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000

Piutang Usaha `Rp. 15.000.000

(36)

ayat jurnal penghapusan sebelumnya. Dengan menggunakan contoh sebelumnya,

asumsikan bahwa piutang usaha yang sudah dihapuskan pada tanggal 4 April

diatas ternyata dapat ditagih pada tanggal 10 Agustus di tahun yang sama. Ayat

jurnal untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan adalah sebagai

berikut :

10 Agustus 2002 :

Piutang Usaha Rp. 15.000.000

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000

(Untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan sebelumnya)

D. Pengawasan Piutang

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen perusahaan yang

sangat penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pengawasan berupaya

agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai sebagaimana mestinya.

Pengawasan ini juga dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya

penyelewengan yang merugikan perusahaan yang akan menjauhkan diri dari

proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Sofyan Safri (2001 : 10) mendefinisikan pengawasan sebagai berikut :

(37)

Pengawasan dapat dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, sedang

dilaksanakan atau sesudah selesai dilaksanakan. Pengawasan dapat dilaksanakan

dengan beberapa cara, yaitu :

a. Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pribadi,

karyawan atau pimpinan perusahaan.

b. Pengawasan tidak langsung, yaitu yang disebut dengan pegawasan intern.

1. Kebijakan dalam Penjualan Kredit

Disamping menjual barang – barang dan jasanya secara tunai, perusahaan

juga menjualnya secara kredit dalam rangka menaikkan total penjualan dan laba

atau keuntungannya. Namun perusahaan yang menjual barang dan jasanya secara

kredit harus menanggung resiko bahwa tidak seluruh piutang dapat ditagih atau

diterima pembayarannya. Jika piutang tak dapat ditagih, perusahaan menderita

suatu kerugian yang disebut dengan kerugian piutang. Oleh karena itu,

pengawasan piutang seharusnya dimulai sebelum adanya persetujuan atas

penjualan kredit kepada pelanggan.

Untuk mengurangi kerugian akibat adanya piutang yang tak tertagih,

pimpinan perusahaan atau manajemen perlu membuat kebijakan dalam pemberian

kredit kepada pelanggan. Kebijakan kredit merupakan suatu bentuk kriteria

persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelanggan sebelum ia melakukan

pembelian secara kredit.

Menurut Weston dan Brigham (1994 : 474) kebijakan dalam penjualan

(38)

a. Periode Kredit b. Diskon

c. Standar Kredit

d. Kebijakan mengenai penagihan Ad. a Periode Kredit

Periode kredit adalah jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan

perusahaan kepada para pelanggannya untuk membayar. Misalnya, jangka

waktu kredit bisa 30, 60, atau 90 hari. Pada umumnya, periode kredit

tersebut disesuaikan dengan jangka waktu yang diperlukan oleh pelanggan

untuk menjual persediaan yang dibelinya dari perusahaan.

Ad. b Diskon

Diskon atau potongan tunai merupakan pengurangan dari harga faktur

yang diberikan kepada para pelanggan untuk mendorong pembayaran yang

lebih cepat. Diskon atau potongan tunai biasanya dinyatakan dalam bentuk

syarat pembayaran, misalnya : 2/10, n/30 atau 2/10. EOM (End of Month).

Syarat pembayaran 2/10, n/30 berarti diskon sebesar 2% akan diberikan

kepada debitur yang membayar dalam tempo 10 hari terhitung sejak

tanggal faktur. Debitur yang tidak membayar dalam tempo 10 hari (masa

potongan) harus membayar sebesar harga faktur dalam 30 hari terhitung

sejak tanggal faktur.

Ad. c Standar Kredit

Standar kredit mengacu pada layak tidaknya seseorang pelanggan untuk

(39)

minimum dari calon pelanggan agar dapat memperoleh pembelian secara

kredit. Standar kredit digunakan oleh banyak perusahaan untuk

memutuskan pelanggan mana yang pantas mendapat kredit dan seberapa

besar kredit yang dapat mereka terima. Secara tradisional, penilaian

kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan atas 5K. Masing – masing

dari K tersebut akan dijelaskan secara singkat berikut ini :

1) Karakter, mengacu pada probabilitas bahwa pelanggan akan

memenuhi kewajiban – kewajibannya. Karakter mencerminkan

kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki

pelanggan untuk menghormati utang.

2) Kapasitas, mengacu pada kemampuan pelanggan untuk membayar.

Manajer kredit menilai factor ini dengan mengkaji ulang catatan

pembayaran pelanggan di masa lalu, pengetahuan umum mengenai

bisnis pelanggan, dan barangkali observasi fisik atas operasi

pelanggan.

3) Kapital, mengacu pada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang

diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya

memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas

serta rasio – rasio lain seperti rasio modal kerja dan rasio lancar.

4) Kolateral, mengacu pada aktiva – aktiva yang ingin diberikan

pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Kolateral bisa berbentuk

(40)

5) Kondisi, mengacu kepada trend – trend ekonomi nasional dan regional

yang bisa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar.

Sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi, manajer kredit

biasanya memperketat standar – standar kredit sebagai antisipasi

terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar.

Ad. d Kebijakan Penagihan

Kebijakan penagihan merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan

untuk menagih piutang. Misalnya, surat tagihan bisa dikirim kepada setiap

pelanggan yang menunggak 10 hari, surat teguran, yang diikuti lewat

pembicaraan telepon, bisa dilakukan jika pembayaran belum diterima

dalam 30 hari. Proses penagihan itu mungkin akan memakan biaya besar

dan memperburuk hubungan usaha, namun ada baiknya perusahaan

mengambil sikap tegas guna mencegah pengulur – uluran waktu

pembayaran serta kerugian yang akan diderita. Keseimbangan biaya dan

manfaat harus selalu diperhitungkan dalam menetapkan kebijakan

penagihan yang akan dijalankan.

2. Prosedur Penjualan Kredit dan Penagihan Piutang

Untuk menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan

lancar dan dilaksanakan dengan baik, maka perlu diciptakan prosedur untuk

kegiatan tersebut. Prosedur ini sekaligus juga memuat dasar-dasar umum

pengawasan intern yang dapat menghindari kecurangan dan untuk meningkatkan

(41)

Adapun yang dimaksud dengan prosedur di sini adalah suatu urutan

kegiatan kerja yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih

yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi

perusahaan yang terjadi. Prosedur pengawasan piutang tidak terlepas dari

prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang, atau dengan kata lain

prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang adalah bagian dari

prosedur pengawasan piutang.

a. Prosedur Penjualan Kredit

Prosedur penjualan kredit adalah serangkaian kegiatan administrasi yang

dilakukan oleh beberapa orang untuk melakukan transaksi penjualan kredit

kepada pelanggan.

Menurut Mulyadi (2000 : 211) fungsi yang terkait dengan penjualan kredit

adalah :

a. Fungsi Penjualan b. Fungsi Kredit c. Fungsi Gudang d. Fungsi Pengiriman e. Fungsi Penagihan

f. Fungsi Akuntansi Ad. a Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk

menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk

menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti

spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit,

menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana akan dikirim, dan

(42)

Ad. b Fungsi Kredit

Fungsi ini bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan

memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Karena hampir

semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan

kredit, maka sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus terlebih dahulu

diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. Jika penolakan

pemberian kredit seringkali terjadi, pengecekan status kredit perlu

dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surat order penjualan. Untuk

mempercepat pelayanan kepada pelanggan, surat order pengiriman dikirim

langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh

otorisasi kredit dari fungsi kredit. Namun, tembusan kredit harus

dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari

fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan, fungsi

penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman

barang kepada pelanggan.

Ad. c Fungsi Gudang

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk

menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan,

serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.

Ad. d Fungsi Pengiriman

Fungsi ini beranggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat

order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini

(43)

dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini

dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi

pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur

pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/

pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi.

Ad. e Fungsi Penagihan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk

membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta

menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan

oleh fungsi akuntansi.

Ad. f Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari

transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan

piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Disamping

itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok

persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.

Selanjutnya Mulyadi (2000 : 219) juga mengemukakan jaringan prosedur

yang membentuk sistem penjualan kredit, yaitu :

a. Prosedur order penjualan b. Prosedur persetujuan kredit c. Prosedur pengiriman

d. Prosedur penagihan

e. Prosedur pencatatan piutang f. Prosedur distribusi penjualan

g. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan

(44)

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan

menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi

penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan

mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan

fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.

Ad 2) Prosedur Persetujuan Kredit

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan

kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.

Ad 3) Prosedur Pengiriman

Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada

pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order

pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan.

Ad 4) Prosedur Penagihan

Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan

mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan

dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini

membuat surat order pengiriman.

Ad 5) Prosedur Pencatatan Piutang

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan

ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu

mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai

(45)

Ad 6) Prosedur Distribusi Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan

menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.

Ad 7) Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga

pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

b. Prosedur Penagihan Piutang

Prosedur penjualan kredit tidak terlepas dari prosedur penagihan piutang,

karena sumber penerimaan kas bagi perusahaan yang melakukan penjualan secara

kredit berasal dari pelunasan piutang dari debitur atau pelanggan.

Menurut Mulyadi (2000: 487) fungsi yang terkait dalam system penerimaan

kas dari piutang terdiri dari :

a. Fungsi Sekretariat b. Fungsi Penagihan c. Fungsi Kas

d. Fungsi Akuntansi

e. Fungsi Pemeriksa Intern

Ad. a Fungsi Sekretariat

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi secretariat bertanggung

jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan (remittance advice)

melalui pos dari para debitur perusahaan. Fungsi secretariat bertugas untuk

membuat daftar surat pemberitahuan atas dasar surat pemberitahuan yang

(46)

Ad. b Fungsi Penagihan

Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada debitur

melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk

melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar

piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.

Ad. c Fungsi Kas

Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi secretariat

(jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui pos) atau dari

fungsi penagihan (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui

penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk menyetorkan

kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam

jumlah penuh.

Ad. d Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas

dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke

dalam kartu piutang.

Ad. e Fungsi Pemeriksa Intern

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksa intern

bertanggung jawab dalam melaksanakan perhitungan kas yang ada

ditangan fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa

Intern bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk

mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi

(47)

Adapun prosedur penagihan piutang melalui penagih perusahaan dapat

dilakukan sebagai berikut :

a. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih

kepada bagian penagihan

b. Bagian penagihan mengirimkan penagih, yang merupakan karyawan

perusahaan untuk melakukan penagihan kepada debitur.

c. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan

(remittance advice) dari debitur.

d. Bagian penagihan menyerahkan cek kepada bagian kas

e. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian

piutang untuk keperntingan posting ke dalam kartu piutang.

f. Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur

g. Bagian kas menyetorkan cek ke bank, setelah dilakukan endorsemen atas

cek tersebut oleh pejabat yang berwenang.

h. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.

(48)
(49)
(50)
(51)

3. Pengendalian Intern atas Piutang

Agar penerapan pengawasan lebih baik, maka dibuat dalam suatu sistem

yang disebut pengawasan intern atau pengendalian intern. Berikut ini

dikemukakan beberapa definisi mengenai pengendalian intern.

The Committee on Auditing Procedures mendefinisikan pengendalian intern

(Internal Control) sebagai berikut :

Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan harta, mengecek kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan memastikan pentaatan pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan manajemen. Definisi tersebut mungkin lebih luas daripada pengertian yang kadang – kadang diberikan untuk istilah ini. Definisi ini mengakui bahwa suatu “sistem” pengendalian intern bukan saja terbatas pada hal – hal yang langsung berhubungan dengan fungsi – fungsi dari departemen akuntansi dan keuangan (Wilson dan Campbell, 1996 : 122).

Kemudian SAS (Statement on Auditing Standard) No. 48 mendefinisikan

pengawasan intern sebagai berikut :

a. Pengawasan Administrasi

b. Pengawasan Akuntansi

Ad. a Pengawasan Administrasi

Pengawasan administrasi tidak hanya terbatas pada struktur organisasi,

prosedur dan catatan yang berhubungan dengan proses pengambilan

keputusan untuk melaksanakan transaksi yang diotorisasi manajemen.

Otorisasi ini merupakan fungsi manajemen yang langsung menyangkut

(52)

merupakan awal dalam melaksanakan pengawasan akuntansi (accounting

control) atas transaksi perusahaan.

Ad. b Pengawasan Akuntansi

Pengawasan akuntansi meliputi struktur organisasi serta prosedur dan

catatan yang berhubungan dengan usaha untuk menjaga keamanan aktiva

dan dipercayainya catatan keuangan perusahaan, oleh karenanya sistem

pengawasan ini disusun sehingga memberi keyakinan bahwa :

1) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan perintah dan otorisasi

manajemen

2) Transaksi dicatat untuk memenuhi :

a) Penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi

yang lazim

b) Pengendalian pertanggung jawaban atas aktiva.

3) Pemakaian aktiva hanya dibenarkan dengan persetujuan atau otorisasi

manajemen

4) Catatan mengenai aktiva tadi dapat dibandingkan dengan aktiva itu

secara fisik dalam waktu – waktu tertentu. Dan apabila terdapat

perbedaan dapat diambil tindakan koreksi dengan segera.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 319.2) pengendalian intern

terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan yakni :

a. Lingkungan pengendalian b. Penaksiran resiko

(53)

Ad.a Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu

organisasi dan mempengaruhi kesadaran personil organisasi tentang

pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua

komponen atau unsur pengendalian intern, yang membentuk lingkungan

pengendalian dalam suatu entilitas antara lain :

1) Nilai integritas dan etika

2) Komitmen terhadap kompetensi

3) Dewan komisaris dan komite audit

4) Filosofi dan gaya operasi manajemen

5) Struktur organisasi

6) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab

7) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Ad.b Penaksiran resiko

Penaksiran resiko untuk tujuan laporan keuangan adalah identifikasi,

analisis dan pengelolaan resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan

laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di

Indonesia.

Ad.c Informasi dan Komunikasi

Sistem akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, menggolongkan,

menganalisis, mencatat dan melaporkan transaksi suatu entitas serta

menyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang entitas

(54)

dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau

terjadi adalah :

1) Sah

2) Telah diotorisasi 3) Telah dicatat

4) Telah dinilai secara wajar 5) Telah digolongkan secara wajar

6) Telah dicatat dalam periode yang seharusnya

7) Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar

Komunikasi mencakup penyampaian informasi terhadap semua personil

yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas

mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam

maupun di luar organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan

penyimpangan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas. Pedoman

kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun dan

memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi

dalam pengendalian intern.

Ad.d Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk

memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen

dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur memberikan keyakinan bahwa

tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi resiko

dalam pencapaian tujuan entitas.

Ad.e Pemantauan

Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern

(55)

melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun

pengoperasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk menentukan

apakah pengendalian intern tersebut telah memerlukan perubahan karena

terjadinya perubahan keadaan.

Pengendalian intern terhadap piutang sangat penting karena tanpa

pengawasan yang baik perusahaan akan menanggung resiko akibat piutang yang

tidak tertagih maupun penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi yang

dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya pengendalian intern ini diharapkan

dapat mencegah atau mengurangi kerugian yang timbul karena piutang.

Oleh karena itu, pengendalian intern piutang seharusnya diawali dari

penerima penjualan, persetujuan oleh bagian kredit, pengiriman barang,

penerbitan faktur dengan penagihan piutang. Satu hal yang pokok dalam

pengendalian intern piutang ialah dengan memisahkan bagian yang bertanggung

jawab atas pengiriman barang, penagihan kepada pelanggan serta penerimaan

pembayaran dari pelanggan. Karyawan yang bertanggung jawab menangani

penjualan harus dipisahkan dari karyawan yang menangani akuntansi untuk

piutang dan persetujuan kredit. Karyawan yang menangani akuntansi untuk

piutang tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Menyangkut fungsi-fungsi

akuntansi, fungsi-fungsi yang berkaitan seharusnya dipisahkan. Karyawan yang

menyimpan buku pembantu piutang hendaknya tidak memiliki akses ke

penerimaan kas. Karyawan yang menangani penerimaan kas seharusnya tidak

mempunyai otoritas untuk menerbitkan memo kredit atau mengotorisasi

(56)

diharapkan dapat mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan atau

penyalahgunaan dana.

Pengendalian intern piutang tidak terlepas kaitannya dengan pengawasan

terhadap penjualan kredit dan penagihan piutang. Untuk mencegah terjadinya

penyimpangan atau penyelewengan terhadap piutang, maka perlu dirancang

unsur-unsur pengendalian intern yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit

dan penagihan piutang.

Menurut Mulyadi (2001 : 221) unsur pokok pengendalian intern dalam

sistem penjualan kredit terdiri dari :

Organisasi

1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.

2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.

3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.

4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fumgsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tertentu.

Sistem Otorosasi dan Prosedur Pencatatan

5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.

6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).

7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.

8. Penetapan harga jual, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.

9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.

(57)

11.Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yang Sehat

12.Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.

13.Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.

14.Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.

15.Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.

Selanjutnya unsur pengendalian intern dalam sistem penerimaan kas dari

piutang terdiri dari :

Organisasi

1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan kas.

2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

3. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara pemindahbukuan (giro bilyet).

4. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi. 5. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi

(Bagian Piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.

Praktik yang sehat

6. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor penuh ke bank dengan segera.

7. Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insurance).

(58)

E. Kerangka Konseptual

Untuk menyelesaikan masalah yang tertuang dalam skripsi ini, penulis

akan menguraikan alur berfikir penulis dalam permasalahan sebagai berikut :

Gbr. 2.1 Kerangka Konseptual

COLLECTOR KASIR DAN BANK

SATUAN PENGAWASAN INTERN ( SPI )

PT. SUCOFINDO (PERSERO) CABANG MEDAN

PENJUALAN JASA SECARA TUNAI PENJUALAN JASA

SECARA KREDIT

PIUTANG

PENCATATAN DAN PENAGIHAN

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam kegiatan pengumpulan data yang relevan, dalam penyusunan

skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian dengan metode deskriptif yaitu

suatu penelitian yang menguraikan sifat-sifat dan keadaan yang sebenarnya dari

objek penelitian dengan studi kasus pada PT. SUCOFINDO (Persero) Medan.

B. Jenis dan Sumber Penelitian

Jenis dan sumber penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara merupakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh vektor predisposisi (tingkat pengetahuan, sikap, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anak, kepercayaan),

• Within one growing season after the prescribed bum at stand age 19, grass coverage averaged 44% higher (P = 0.0003) on commercially thinned plots compared with unmanaged

Biro perjalanan Wisata (BPW) Mutiara Holidays menjadi salah satu bagian dari industry pariwisata Sumatera Utara yang memiliki peran menciptakan suatu kegiatan wisata yang

Pendaftaran dapat dilakukan melalui tempat pelayanan atau seksi Pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat wajib pajak melakukan kegiatan. Apabila telah memenuhi

[r]

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengungkap nilai-nilai kepemimpinan Sunda yang selanjutnya ditransformasikan kepada generasi muda sejak dini

PEKERJAAN : Pem buat an Auning Pasar Talang Banj ar.. NI LAI HPS :