• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

132 DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009

Amal, Iclashul. Teori-teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1996.

Balandier, Georges(1996); Antropologi Politik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Budiardjo, Miriam(2002); Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.

Claessen,H.J.M(1988);Antropologi Politik suatu Orientasi. Jakarta: Erlangga.

Herry. B-Priyono. 2003. ANTHONY GIDDENS SUATU PENGANTAR, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

H. Anto Djawamaku; “Percehan Partai Politik, Pemberantasan Korupsi dan Berbagai Masalah Politik Lainnya”; dalam Jurnal Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal, Jakarta, Vol. 34, No.2, 2005, hal 126- 127.

Irawan,prasetya(1999);Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Repro International

(2)

133

Koentjaraningrat (1990); Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan.Jakarta : Rineka Cipta

(1998); Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia,

Margono, S. (2007); Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Mulyana, Edy. Aceh Menembus Batas. Banda Aceh : Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007.

Panitia Pekan Kebudayaan Aceh Timur. Deskripsi Daerah Kabupaten Aceh

Timur-Selayang Pandang. Langsa, 1978.

Prihatmoko, Joko J. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia, Pustaka Belajar, 2005.

Riduwan (2004;) Metode Riset. Jakarta:PT.Rineka Cipta

Saifuddin,Achmad.F (2005);Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta: Kencana.

Sarwono, Jonathan. (2006;)Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers, 2012.

Soelaeman,M. Munandar.(1987); Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama.

(3)

134

Soyomukti,Nuraini (2008); MetodePendidikan Marxis Sosialis. Jogjakarta; Ar-Ruzz Media.

Spradley, James. (1979); The Ethnographic Interview. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Sufi, Rusdi. Sejarah Kabupaten Aceh Timur dari Masa Kolonial hingga

Kemerdekaan. Banda Aceh : Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. 2008.

Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Suyanto, Bagong dan Sutinah (2005);Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana.

Sumber Skripsi

Saragih, Okta Vina. 2014. Skripsi : Resistensi Masyarakat Terhadap

Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok). Fisip USU: Okta Vina Saragih Departemen

Sosiologi Fisip USU.NIM 080901035. Abstrak.

Sumber-sumber dari internet:

• Aceh dalam Sejarah, 28 Oktober 2009. Sejarah Kerajaan Tamiang.

(4)

135

• Partai Aceh, 29 Februari 2012. Sejarah Partai Aceh.

diakses

22 Juni 2015

• The Aceh Traffic Media, 16 April 2012. Pasangan “Luruskan MoU??”

Menangkan 6Pasangan Bupati/Walikota.

http://www.acehtraffic.com/2012/04/pasangan-lusruskan-mou-menangkan- 6.html diakses 28 Juni 2015

Data Lain-lain :

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tamiang

Badan Pusat Statistik Aceh Tamiang

(5)

58

BAB III

PARTAI ACEH

Dalam ilmu Antropologi Ruang lingkup atau batasan yang menjadi "ruang sentuhan" antara disiplin antropologi dan ilmu politik. Pengertian dasar mengenai kedua disiplin ini akan memudahkan perumusan mengenai ruang lingkup antropologi politik. Pendekatan-pendekatan antropologi politik melalui pemahaman atas kedua aspek ini, suatu kajian dapat secara subyektif menyatakan diri memakai pendekatan antropologi politik atau secara obyektif ke dalam subdisiplin ini.

Secara tersirat dari istilah yang dipergunakan yaitu antropologi politik, subdisiplin ini menempati wilayah kajian yang menjembatani disiplin antropologi dengan ilmu politik. Ruang jembatan tersebut diisi dengan titik-titik persentuhan dalam teori, konsep maupun metodologi dan pendekatan yang dipergunakan. Dalam hal teori dan konsep, hubungan tersebut dapat berupa "hubungan antara struktur dan masyarakat dengan struktur dan tebaran kekuasaan dalam masyarakat" tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa jika antropologi merupakan kajian atas struktur masyarakat dan pranata sosial, dan ilmu politik secara umum memfokuskan kajiannya dalam aspek kekuasaan, maka kajian antropologi politik berusaha menghubungkan kedua ilmu tersebut menjadi satu wilayah kajian.

(6)

59

sarjana ilmu politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial “dari dan dalam” masyarakat yang menjadi obyek penelitiannya.

Pembahasan dalam antropologi politik bisa berisi beraneka macam persoalan yang berkaitan dengan deskripsi dan analisa tentang sistem (struktur, proses, dan perwakilan) yang terdapat dalam masyarakat yang dianggap "primitif". Lebih jauh lagi, dapat didefninisikan bahwa antropologi politik merupakan pendekatan antropologi dalam mempelajari proses-proses dan struktur-struktur politik yang dilakukan melalui metode kajian kasus yang intensif maupun melalui kajian perbandingan lintas budaya.8

3.1 PARTAI ACEH

Kajian inilah yang membuka ruang berpikir saya membahas tentang Kekalahan Partai Aceh Perspektif Masyarakat dan Birokrasi Partai Aceh.

Gambar 4

(7)

60

Sejarah pendirian partai ini sangat panjang, jauh sebelum MOU Helsinki dan tsunami beberapa aktivis di Aceh telah ada diskursus awal sebagai strategi perjuangan untuk membebaskan Aceh dari kondisi yang ambiguitas.Keterlibatan rakyat secara langsung dalam politik sangat penting dalam rangka memutuskan mata dan eksploitasi pada pemilu.Partai politik lokal saat ini bukan lagi sekedar wacana umum dalam perpolitikan kita, sebenarnya sudah muncul beberapa tahun silam.

Munculnya partai politik lokal ini merupakan hasil kesepakatan perdamain di Aceh yang merupakan rangkaian penyelesaian konflik Aceh dengan pemerintah Indonesia. Adanya partai politik lokal merupakan upaya unutuk mengembangkan insentif bagi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan masyrakat Aceh berpartisipasi dalam proses politik di Aceh. Eksistensi partai poltitik lokal di harapkan menjadi jalan bagi perubahan Aceh dan tranformasi bagi tujuan politik GAM serta terbukanya ruang demokrasi dalam proses politik sehinnga tetap dalam lingkaran Negara kesatuan Republik Indonesia.9

Munculnya partai politik lokal merupakan bagian dari aspirasi daerah untuk mengiring partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik. Ini merupakan langkah strategis bagi penguatan eksistensi daerah terhadap pusat, yang nantinya dapat membangun hubungan politik yang berkesinambungan antara pusat dan daerah dalam menyalurkan aspirasi dan percepatan pembangunan, pasalnya partai politik yang bersifat nasional tidak mungkin dapat menampung mengaregesikan kepentingan rakyat di daerah yang begitu multikultural. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri partai politik lokal dapat menimbulkan dampak atau pengaruh yang besar

(8)

61

terhadap perkembangan perpolitikan di tanah air ini.

Kenyataannya perubahan terjadi di Aceh, MoU Helsinki memberikan jalan baru menuju terbukanya gerbang demokratisasi politik implementasi MoU yang melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007, telah merubah kondisi Aceh. Transisi politik akan terjadi dalam sistem politik pemerintahan yaitu kompetisi antara partai politik nasional dan lokal serta elit politik dalam mengkonstruksi masa depan Aceh selanjutnya yang lebih damai, aman dan makmur.

3.1.1 Sejarah Terbentuknya Partai Aceh10

Sejarah Partai Aceh tidaklah lepas dari perjuangan rakyat Aceh yang terlebih dahulu dikenal dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam catatan sejarah, Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang tidak pernah lepas dari konflik. Pasca kemerdekaan Indonesia, konflik antara Aceh dan Pemerintah Pusat pertama kali terjadi pada saat gerakan Darul Islam (DI/TII) Pimpinan Tengku Daud Beureueh diproklamirkan pada 1953.11

10

Wawancara dengan beberapa tokoh Partai Aceh di kantor DPW PA,Kuala Simpang

Pemberontakan ini dipicu oleh peleburan Provinsi Aceh ke dalam Provinsi Sumatra Utara yang menyebabkan timbulnya kekecewaaan masyarakat Aceh terhadap kebijakan tersebut. Sementara itu jika di kaji sejarah Aceh, merupakan daerah yang tidak tersentuh Belanda karena rakyat Aceh masih berjuang melakukan perlawanan sampai Soekarno meminta bantuan Pesawat kepada rakyat

11

(9)

62

Aceh dan dijanjikan menjadi Negara sendiri pada saat itu. Kenyataannya berbanding terbalik dengan janji Soekarno.12

Kondisi tersebut mendorong tokoh masyarakat Aceh untuk bereaksi keras terhadap kebijakan pusat sehingga timbulah pemberontakan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik ini kemudian dapat diredakan dengan diberikannya status istimewa bagi Aceh dengan otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan pendidikan pada 1959.13

Setelah beberapa saat mengalami masa damai, konflik antara Aceh dan Pemerintah Pusat kembali terjadi pada saat Hasan Tiro memproklamasikan kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. Pemicu Konflik ini adalah kemarahan atas penyelenggaraan Pemerintahan Aceh yang didominasi orang Jawa dan ekploitasi atas kekayaan alam Aceh yang tidak memberikan hasil yang adil bagi masyarakat Aceh. Legitimasi kekuasaan Orde Baru banyak disandarkan pada kemampuan Pemerintah dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi pada angka yang tinggi. Dalam prakteknya, usaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi ini mengorbankan aspek keadilan dan kurang memerhatikan aspek keberlanjutan. Eksploitasi sumber daya alam yang terjadi secara besar-besaran serta kurang memerhatikan kepentingan masyarkat lokal kemudian menjadi tak terhindarkan.14

12

Wawancara langsung dengan Petuah Aceh Bapak Tengku Amir Hamzah

13

Moch. Nurhasim dkk, Konflik Aceh: Analisis Atas Sebab-Sebab Konflik, Aktor Konflik,Kepentingan dan Upaya Penyelesaian (Jakarta: Proyek Pengembangan Riset Unggulan/Kompetitif LIPI, 2003), hlm . 22.

14

(10)

63

Di awal Pemerintahan tahun 1966, Soeharto memperoleh dukungan kalangan elit dan membentuk partai Golongan Karya (Golkar). Pemerintahan yang sentralistik ini dikuasai sepenuhnya oleh militer. Kepemimpinan Soeharto menimbulkan kekecewaan terutama di kalangan elit Aceh. Pada era Soeharto, Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional dengan kontribusi 14% dari GDP nasional.15

Tahun 1980-an, Hasan Tiro dan pengikutnya hengkang ke Swedia dengan kondisi Aceh tetap tidak aman. Rezim Soeharto bertindak semakin tegas dengan mendeklarasikan Aceh Menjadi Daerah Oprasi Militer (DOM) pada 1989. Hal ini terjadi setelah mengetahui bahwa pasukan GAM yang mengikuti latihan militer di Libya telah berada di hutan-hutan aceh melanjutkan perang gerilya.Aceh Sumatra National Liberation Front (ASLNF), Front Nasional Pembebasan Aceh Sumatra, melakukan serangkaian penyerangan terhadap pos polisi dan militer di Pidie untuk merampas amunisi dan lusinan senjata otomatis. Pelaksanaan DOM yang melibatkan puluhan batalion pasukan elit untuk menangkap sekitar 5.000 anggota GAM merupakan kampanye kontra pemberontakan terbesar sejak 1960.

Sebagian besar hasil kekayaan Aceh diambil oleh pembentuk kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada 1970-an dan 1980-an dengan nilai 1,3 milliar dolar Amerika tidak memperbaiki kehidupan sosial masyarakat Aceh. Sebagian besar dari pendapatan di Aceh diserap oleh petinggi Pemerintahan di Jakarta.

GAM kembali menjadi perhatian publik dan Pemerintah Pusat setelah mereka menegaskan kembali keberadaan mereka di tengah krisis mutidimensi yang dialami

15

(11)

64

Indonesia sejak pertengahaan 1997 dengan melakukan perlawanan bersenjata yang semakin meningkat. Kebangkitan gerakan ini tentu saja merisaukan pemerintah lokal maupun pusat, apalagi ketika gerakan ini semakin membesar dan sulit untuk di padamkan. Pada periode ini GAM mengalami pertumbuhan yang semakian pesat baik dari segi organisasi, jumlah anggota maupun kekutan senjata. Bahkan, selain melakukan modernisasi organisasi dan kepemimpinan, GAM pun berhasil melakukan gangguan keamanan yang lebih luas secara terus-menerus.

Berbagai pendekatan yang diambil oleh Pemerintahan transisisi sejak masa B.J. Habibie, Abdurahman Wahid, hingga Megawati Soekarno Putri pada akhirnya mengalami jalan buntu, sehingga penyelesaian masalah separatisme di Aceh pun menjadi berlarut-larut. Namun, satu hal yang penting perlu untuk dicatat dari upaya penyelesaian konflik pada masa transisi ini adalah disertakannya aspek diplomasi, meskipun tataran operasional masih kental dengan penggunaan kekuatan bersenjata.

(12)

65

Penyelesaian masalah Aceh dengan menggunakan kekuatan militer secara besar-besaran ke Aceh juga tidak dapat meredam konflik secara keseluruhan. Pendekatan kekuatan militer yang di tempuh oleh Presiden Megawati tersebut sempat membuat kekecewaan yang mendalan pada masyarakat Aceh. Namun kebijakan ini juga memiliki nilai positif bagi masyarkat di mana mulai pulihnya keadaan perekonomian, pemerintahan, dan hukum. Namun secara keseluruhan penyelesaian permasalahan Aceh belum selesai secara tuntas karena GAM masih melakukan pemberontakannya walaupun sekalanya lebih mengecil.

(13)

66

amnesti dan upaya reintegrasi mantan anggota GAM ke dalam masyarakat, pengaturan keamanan, pembentukan misi monitoring Aceh dan mekanisme penyelesaian perselisihan dalam tahap implementasi kesepakatan di lapangan.

3.1.2 Perundingan Damai GAM dengan Indonesia16

Dalam catatan sejarah Indonesia, konflik begitu panjang terjadi di Bumi Serambi Mekah inilah yang mengawali terbentuknya partai politik lokal di Aceh. Rentetan panjang konflik ini terjadi dari masa Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Mega Wati, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Untaian konflik yang begitu panjang dan memakan banyak korban ini mengawali terbentuknya partai politik lokal di Provinsi paling ujung Sumatra ini.Akan tetapi, yang patut menjadi catatan kita partai politik lokal yang terbentuk ini bukan merupakan tuntutan dari konflik yang begitu panjang yang terjadi selama ini. Namun ini adalah sebuah kesepakatan akhir dari perundingan damai antar Pemerintah RI dan GAM dimana wacana partai politik lokal mulai bergulir dalam kesepakatan yang di tandatangani oleh kedua belah pihak di Helsinki.

Dengan kata lain partai politik lokal mulai muncul kepermukaan ketika pihak GAM memberikan opsi kepada Pemerintah RI untuk memberikan kebebasan bagi masyarakat Aceh untuk dapat membentuk partai politik sendiri. Jadi partai politik lokal ini merupakan produk yang dihasilkan pada saat pejanjian damai antara pihak GAM dan Pemerintah RI. Ini merupakan tuntutan atau syarat yang diajukan kepada Pemerintah RI untuk menuju kepada perdamaian di Aceh Terlepas pro-kontra yang

16

(14)

67

menyertai, proses dan MoU yang dihasilkan dari rangkaian pembicaraan di Helsinki ini merupakan sebuah terobosan dalam menyelesaikan masalah konflik di Aceh.

Terobosan yang dimaksud adalah dengan memunculkan pendekatan yang lebih menekankan pada cara-cara dialog dan pemberian pengampunan dalam mewujudkan perdamaian menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat bagi semua pihak. Dalam poin ketiga MoU Helsinki diatur mengenai pemberian amnesti dan upaya reintegrasi mantan anggota GAM dan tahanan politik kedalam masyarakat.

Untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan proses tranformasi ini, pada tanggal 11 Maret 2006 dibentuklah Badan Reintegrasi Aceh (BRA), yang kemudian berubah nama menjadi Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRDA). BRA mengemban misi antara lain: mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan antar lembaga pemerintah dan non-pemerintah, baik domestik maupun asing untuk melaksanakan program pemberdayaan ekonomi; melaksanakan program dan kegiatan yang berkaitan dengan reintegrasi Aceh menuju perdamaian yang berkelanjutan di Aceh; mengakomodasi dan memantau pelaksanaan pemberdayaan di kabupten/kota agar realisasi program sejalan dengan upaya pemenuhan kesepakatan MoU.

(15)

68

proses reintegrasi, upaya untuk mendorong peran aktif pemangku kepentingan lokal dalam mentransformasikan mantan anggota GAM politik menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan. Keterlibatan pemegang kepentingan lokal ini, khususnya pemerintah daerah dan pihak GAM mutlak di perlukan. Inpres Nomor 15 Tahun 2005 secara eksplisit memberikan tanggung jawab yang besar kepada pemerintah Provinsi dalam mengimplementasikan isi MoU, antara lain untuk merencanakan dan melaksanakan reintegrasi dan pemberdayaan setiap orang yang terlibat dalam GAM ke dalam masyarakat mulai dari penerimaan, pembekalan, pengembalian ke kampung halaman dan penyiapan pekerjaan.

(16)

69

3.1.3 Arah Menuju Tranformasi Politik Di Aceh Pasca MoU Helsinki Dari banyaknya mantan anggota GAM yang menduduki jabatan-jabatan politik di Aceh ini menandakan proses transformasi politik telah berjalan dengan cukup baik walaupun masih ada rintangan-rintangan kecil. Partai politik lokal memang belum terbentuk namun mantan anggota GAm bisa ikut berpartisipasi dalam Pilkada dan ini semua sudah di atur dalam MoU Helsinki dan mantan anggota GAM sudah mendapatkan hak politiknya sebagai mana warga Indonesia lainya walaupun saluran resmi yang di atur Oleh Undang-Undang Negara republik Indonesia melalui partai politik belum bisa di laksanakan di Aceh. Ini semua masih terikat dengan perjanjian dalam MoU Helsinki yang memperbolehkan mantan anggota GAM untuk maju dalam Pilkada.Hal ini yang bisa menjadi payung hukum bagi mantan anggota GAM untuk ikut terlibat dalam kehidupan politik di Aceh.

Namun hal ini hanya berlaku sementara sampai partai politik lokal terbentuk dan setelah itu mereka dapat maju menjadi kepala daerah hanya melalui mekanisme partai politik seperti daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Kebijakan ini hanya berlaku untuk sementara menunggu partai politik lokal terbentuk sehingga mantan anggota GAM meminta mekanisme yang cepat untuk dapat maju menjadi calon kepala daerah. Akhirnya keluarlah kebijakan dari pemerintah yang memperbolehkan mantan Anggota GAM maju tanpa melalui partai politik.

(17)

70

Provinsi. Menurut beberapa narasumber dari unsur GAM, KPA merupakan wadah bagi mantan kombatan GAM agar mereka memiliki keterikatan yang kuat didalamnya. Melalui wadah ini, dimaksudkan agar mantan GAM atau kombatan tetap dalam kendali. Dalam konteks reintegrasi, data yang diberikan KPA sangat menbantu dalam menginformasikan orang-orang mantan GAM yang perlu mendapat santunan dan lain-lain.

Dengan melihat posisi KPA dalam struktur organisasi sosial di Aceh, adalah jelas bahwa KPA ini lebih mengutamakan kepentingan para mantan GAM atau kombatan. Demikian juga dalam kaitanya dengan proses tranformasi, KPA menempatkan diri sebagai wadah penampungan mantan Anggota GAM sebelum bertranformasi menjadi Paratai Aceh. Jadi KPA dengan kata lain merupakan wadah perkumpulan para mantan anggota GAM dan kombatan sebelum bertranformasi kedalam Partai Aceh.

Setelah berlangsungnya proses tranformasi para mantan anggota GAM baru lah pemerintah mengesahkan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahaan Aceh. Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan jelas tentang diperbolehkannya masyarakat di Aceh untuk membentuk partai politik lokal di Aceh. Sebagaimana Undang-Undang tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007, baik pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 maupun pasal 1 Butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 memberikan batasan pengertian yang sama mengenai istilah partai politik lokal. Menurut kedua peraturan itu, bahwa:

(18)

71 berdomisili di Aceh secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan Negara melalui pemilihan anggota Dewan Perwakilan rakyat Aceh (DPRA)/Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota(DPRK), gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota”.17

Pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, akhirnya kesepakatan antara Republik Indonesia dengan GAM mencapai kesepakatan perdamaian. Dan pembentukan partai lokal di aceh telah di tetapkan dalam poin-poin MoU Helsinki yang berbunyi :

Poin 1.2. Partisipasi Politik

1.2.1. Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut.

1.2.2. Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan memiliki hak menentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April 2006 dan selanjutnya.

1.2.3. Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada bulan April 2006

17

Lihat dalam www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d...f=pp20-2007 dan

(19)

72 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun 2009.

1.2.4. Sampai tahun 2009 legislatif (DPRD) Aceh tidak berkewenangan untuk mengesahkan peraturan perundang-undangan apa pun tanpa persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.

1.2.5. Semua penduduk Aceh akan diberikan kartu identitas baru yang biasa sebelum pemilihan pada bulan April 2006.

1.2.6. Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia.

1.2.7. Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar.

1.2.8. Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye.

Hal ini yang melahirkan terbentuknya Partai Aceh, sebagai partai yang mengusung dari poin-poin MoU Helsinki. Pada tanggal 4 Juni 2007 partai Aceh di deklarasikan di Banda Aceh, Partai Aceh dulunya di kenal dengan Partai GAM, karena melanggar kesepakatan Helsinki, yang mengatur bahwa anggota GAM tidak akan memakai seragam atau menunjukkan simbol-simbol militer setelah penandatanganan MoU, pada tanggal 29 April 2007 kumudian partai ini resmi berganti nama menjadi Partai Aceh (PA).

3.1.4 Partai Aceh dan Pendirinya18

Partai Aceh adalah salah satu partai lokal yang ada di Aceh. Pendiri partai Aceh merupakan eks Militan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), kaum intelektual,

18

(20)

73

kaum muda yang progresif, kaum perempuan, para korban pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), petani, nelayan, kaum miskin kota serta berbagai kelompok masyarakat Aceh lainnya

Pada tanggal 4 juni 2007 partai ini berdiri di Banda Aceh dengan pendirinya; Jahja Teungku Mua’ad, Adnan Bereunsyah, Tarmidi, Hasanuddin, Muhammad yasir.sebagai pendiri dan mewakili pendiri partai Aceh. Ketua umum Partai Aceh Muzakir Manaf, dan Muhammad Yahya sebagai Sekjen, yang di pilih pada kongres perdana Partai Aceh yang juga mantan militant Gerakan Aceh Merdeka.

3.1.5 Dasar pemikiran Pembentukan Partai Aceh

(21)

74

Sentralisme dalam segala aspek kehidupan ketika Rezim Orde Baru yang otoriter berkuasa adalah kata kunci dalam masalah Aceh. Segala sesuatunya ditentukan oleh pusat. Intervensi pusat terhadap daerah begitu kuat. Lihat saja bagaimana sumber daya alam Acehmenjadi bahagian eksploitasi dan kerakusan sistem sentralisasi. Bukan saja itu, ketika Rezim Orde Baru berkuasa dengan gaya sentralisasi yang ditopang oleh kekuatan militer semua daerah tidak berdaya dibuatnya. Demokrasi mati suri dan otoriterisme berkuasa. Kondisi ini membuat krisis multidimensional dalam tatanan kehidupan sosial yang menyebakan terjadinya korups, kolusi dan nepotisme, diberbagai aspek dan birokrasi. Fenomena membuat Indonesia terjebak dalam krisis moneter dan bergulirnya reformasi di tahun 1998.

(22)

75

menyelesaikan konflik di Aceh. Semua gerakan sosial atau gerakan perlawanan terhadap Indonesia staknan dan mati suri, tetapi bukan berarti perjuangan ini selesai. Mereka menyiapkan strategi baru untuk menjawab kebuntuhan politik di Aceh. Bagi mereka persoalan Aceh adalah persoalan politik dan harus diselesaikan dengan politik, untuk itu menurut Rusman (Sekertaris Jendral DPW PA), untuk menyelesaikan dan merubah Aceh kitaharus masuk dalam sistem. Seperti pendapat Rusman yang menyatakan bahwa dasar pemikiran pembentukan PA adalah :

“ada dua hal yang menjadi ide dasar pembentukan partai lokal di Aceh. Pertama, kondisi Aceh baik dalam tatanan sosial, ekonomi, politik dan militer yang menurut saya masalah ini belum selesai, dan kami harus melanjutkan perjuangan yang belum selesai ini. Karna saya dan banyak kader PA percaya bahwa perjuangan Aceh belum selesai. Rakyat Aceh belum “merdeka”secara hakiki. Merdeka dalam makna membebaskan Aceh dari keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan berbagai bentuk penindasan. Kedua, ini merupakan suatu bentuk perlawanan yang berbeda dari gerakan pembebasan rakyat Aceh dulu. Kalau dulu kita di luar sisitem, sekarang kita harus masuk kedalam sistem untuk melakukan perubahan, harus memiliki imajinasi perjungan.

Jadi ya,melanjutkan perjuangan yang belum selesai”

Jadi sebenarnya ide pembentukan partai ini merupakan telah lama muncul sejak dibawah koftasi Jakarta. Hal ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni Negara di Masa Orde Baru dan Reformasi 1998 dengan tujuan menumbuhkan kesadaran berpolitik bagi rakyat Aceh, dimana Aceh adalah sebuah entitas kebangsaan dan identitas politik yang telah terintegrasi dalam sejarahnya.

(23)

76

jalan kepada mereka untuk masuk dalam sistem melalui partai politik lokal. Artinya parlemen merupakan bagian dari cita-cita generasi muda bagi proses perubahan Aceh dalam kontek politik disamping membangun gerakan sosial dan gerakan politik untuk meningkatkan peran civil society sebagai control terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

3.1.6 Struktur dan Bentuk Partai Aceh

Partai Aceh adalah partai politik lokal yang berbentuk piramida dimana struktur paling tinggi atas diduduki oleh ketua umum.Ketua umum sebagai pemangku jabatan tertinggi bersifat tunggal artinya dia terpilih dalam bentuk formatur tunggal. Dan media dalam penentiunya adalah kongres ditingkat provinsi, konferensi di daerah atau Kabupaten/ Kota. Pola stuktur partai ini jelas garis instuksinya bersifat top-down, artinya wewenang yang paling besar berada pada ketua dan pelaksana tugas sehari-hari atau jalannya partai adalah sekertaris jendral dibantu oleh ketua-ketua bidang sampai kebawah. Penentuan struktur Partai Aceh (PA) ditentukan kedalam enam bidang dan tiga divisi. Pola stuktur partai ini dapat dilihat pada lampiran AD/ART Partai Aceh.

(24)

77

untuk mewujudkan kesetaraan ekonomi, politik dan sosial budaya bagi seluruh rakyat Aceh.

Gambar 5

Bagan Struktur Partai Aceh

Dewan Pimpinan Wilayah meliputi seluruh kabupaten/kota yang berada di Provinsi Aceh.Partai Aceh langsung terbentuk setelah berdiri di Aceh dan merembes sampai pada tataran Kabupaten/kota yang berada di Aceh.

Dewan Pimpinan

Pusat

Pengurus Partai Ketua Umum

Komisaris

Politik

Manager

Politik

(25)

78

3.1.7 Visi dan Misi Partai Aceh

Sebagai partai politik tentunya memiliki visi dan misi untuk mewujudkan suatu cita-cita yang ingin dicapai berdasarkan konsep perjungan partai. Visi dan misi ini sangat menentukan arah sebuah partai untuk mencapai tujuannya. Landasan dasar dari visi dan misi Partai Aceh adalah kondisi rakyat Aceh sebelum dan sesudah reformasi baik itu konflik maupun tsunami, untuk menjadikan Aceh baru, modern, damai dan mandiri. Hal ini sesuai dengan MoU Helsinki. Untuk itu yang menjadi visi dan misi Partai Aceh adalah :

a Visi

Membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai negara kesatuan republik indoensia serta melaksanakan mekanisme partai sesuai aturan Negara kesatuan Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditanda tangani pada tanggal 15 agustus 2005 antara pemerintah Republik Indonesia dan gerakan Aceh Merdeka.

b Misi

Mentransformasikan dan atau membangun wawasan berfikir masyarakat Aceh dari citra revolusi party menjadi citra development party dalam tatanan transparansi untuk kemakmuran hidup rakyat Aceh khususnya dan bangsa Indonesia umunya.

3.1.8 Azas dan Tujuan Partai Aceh

a. Azas :Partai Aceh berazaskan UUD 1945, Pancasila dan Qanun Meukuta alam Al-asyi.19

19

(26)

79

b. Tujuan :

1. Mewujudkan cita-ciata rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan martabat bangsa dan agama.

2. Memperjuangkan implementasi MoU Helsinki yang ditandatangani oleh RI-GAM pada tanggal 15 Agustus 2005.20

3. Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata, materil dan spiritual bagi seluruh rakyat Aceh.

4. Mewujudkan kedaultan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan masyarakat yang menjungjung tinggi dan menghormati kebenaran, keadilan, hukum dan hak asasi manusia.

3.1.9 Program Kerja Partai Aceh A.Bidang Pemerintahan

1. Pemerintahan yang Berorientasi pada Kesejahteraan Rakyat adalah pemerintahan yang mendedikasikan seluruh aktivitasnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ini merupakan tujuan utama dan tanggungjawab utama pemerintahan.

2. Pemerintahan yang Modern adalah pemerintahan yang mendorong penggunaan alat-alat produksi yang berteknologi dalam setiap sector produksi untuk meningkatkan hasil produksi, begitu juga dalam mempercepat pelayanan

mengembangkan tata kelola pemerintahan dan kemasyarakatan yang mandiri dan beradab yang disinergikan dengan konstitusi Indonesia dan perkembangan peradaban dunia

(27)

80

terhadap rakyat juga menggunakan sistem modern (tegnologi) agar pelayanan tepat dan cepat.

3. Pemerintahan yang Demokratis dan Partisifatif adalah pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan, dan terbuka dalam menjalankan semua keputusan.

4. Pemerintahan yang Bebas Korupsi adalah Pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, akan terwujud bila tingkat produktifitas bias ditingkatkan dan control public berjalan dengan baik. Untuk itu pemerintah akan berusaha untuk meningkatkan produktifitas rakyat dengan cara membuka lapangan kerja dan meningkatkan control public dengan cara mendorong rakyat untuk berkumpul dan berserikat dalam berbagai bentuk organisasi.

5. Pemerintahan yang Internasionaladalah pemerinthan yang bersolidaritas terhadap perjuangan rakyat tertindas diseluruh dunia.

B.Bidang Ekonomi

(28)

81

industri milik pemerintah keuntungannya untuk pemerintah dan akan mampu melahirkan pemerataan ekonomi di rakyat.

2. Melindungi Industri Dalam Negeri, Pemerintah dalam kebijakan ekonominya harus melindungi industri-industri dalam negeri baik melakukan pembatasan terhadap produk impor dan melakukan peningkatan terhadap produk dalam negeri. Hal ini penting untuk menyelamatkan industri dalam negeri dari persaingan bebas dengan perusahaan raksasa dari luar negeri yang cenderung menggusur industri dalam negeri.

(29)

82

harus dikelola secara mandiri (kepemilikan) oleh pemerintah Aceh, untuk menjawab persoalan sumber daya manusianya maka pemerintah Aceh cukup membeli teknologinya saja. Bukan membiarkan sumber daya energinya tersebut dikuasai sepenuhnya oleh pihak perusahaan asing, multi coorporaation. Sehingga kepemilikan sahamnya dalam perusahaan eksploitasi tersebut dimiliki secara mayoritas oleh negara. Sementara yang terjadi selama ini kekayaan alam yang terkandung didalam perut bumi Aceh, hanya dinikmati oleh segelintir elit politik Aceh dan pemilik modal dari asing. Rakyat Aceh tidak pernah menikmati hasil dari sumberdaya alam Aceh.

4. Upah Minimum sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Perhitungannya dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang merupakan lembaga Tripartit. Selain untuk menaikkan tingkat upah yang layak dan kesejahteraan bagi kaum buruh juga bertujuan agar kesenjangan perkembangan industri, kesenjangan pendapatan, kesenjangan desa dan kota, kesenjangan konsentrasi capital, kesenjangan konsentrasi penduduk dapat dikurangi. Sehingga tenaga kerja di pedesaan atau kota-kota kecil tidak perlu melakukan urbanisasi ke kota-kota besar tertentu untuk mendapatkan pekerjaan, dengan tingkat upah yang lebih tinggi.

(30)

83

menjadi milik pemerintah Aceh. Dan ini merupakan suatu bentuk kompromisme yang saling menguntungkan dalam hal investasi di Aceh kedepan.

6. Memberikan Modal Bergulir pada Sektor Riil RakyatUntuk meningkatkan produktivitas rakyat dalam mengelola sector riil (seperti pertanian, nelayan dan lain-lain) pemerintah harus memberikan modal bergulir kepada rakyat. Selama ini nelayan atau petani tidak pernah menikmati hasil gas alam di Aceh yang dikuras habis puluhan tahun. Maka kedepan hasil dari pertambangan (sumber daya energi) akan disubsidi secara bergulir kepada sector riil rakyat. Sehingga dalam melakukan aktivitas produksi rakyat akan mampu bersaing dengan kekuatan produksi lainnya, karena telah mampu membeli teknologi. C.Bidang Pendidikan

1. Pendidikan Gratis dan Berkualitas

(31)

84

juga terus ditingkatkan, sekaligus negara menjamin taraf kesejahteraan mereka.

Maka pendidikan gratis juga harus disertai dengan kualitas pendidikan itu sendiri. Selain itu pendidikan gratis bukan hanya gratis dalam hal SPP saja namun juga harus ada persediaan buku yang berkualitas di perpustakaan sehingga pelajar tidak perlu mengeluarkan uang untuk beli buku lagi. Begitu juga dengan persoalan transportasi untuk sekolah dasar smpai SMU harus dimasifkan agar siswa tidak perlu sekolah secara jauh, atau juga harus disubsidi oleh peperintah , bukan malah memotong subsidi pendidikan.

2. Mereformasi Sistem, Kurikulum Manajemen, dan Pengelolaan Pendidikan yang Menghasilkan Sifat Kritis, Mandiri dan Aspiratif.

Melihat sistem pendidikan Indonesia yang masih belum terfokus, maka perlunya dilakukan reformasi dalam hal sistem tersebut. Agar kurikulum pendidikan bias melahirkan sumberdaya manusia yang memang handal dalam bidangnya. Dan sistem ini juga harus mampu melahirkan sikap kritis dari pelajar dan guru.

3. Pemberantasan Buta Huruf

Dengan pendidikan gratis dan berkualitas diharapkan akan mampu memberantas buta huruf yang masih sangat tinggi di Aceh.

4. Mempertegas Tanggung jawab Pemerintah dalam Menciptakan Rakyat Aceh yang Cerdas dan Memiliki Keahlian (Skill).

(32)

85

D.Bidang Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan Gratis dan Berkualitas untuk Rakyat

Dalam program kesehatan gratis, semua golongan harus digratiskan dari biaya rawat inap, konsultasi dan jasa dokter atau medis dan obat-obatannya. Program belas kasihan dengan dalih menggratiskan untuk yang miskin saja hanyalah menciptakan sumber penyelewengan dan korupsi baru. Ditengah standarisasi ukuran kemiskinan yang beranekaragam dan syarat kepentingan polotis adalah jauh lebih sulit menghitung jumlah orang miskin ketimbang orang kaya. Sehingga yang terjadi adalah orang miskin justru dijadikan industri dan komoditi oleh kaum pemodal dan biraokrat korup untuk berbagai macam program belas kasihan; BLT/SLT (Bantuan Langsung Tunai/Subsidi Langsung Tunai), minyak tanah bersubsidi, solar bersubsidi, beras miskin (raskin), dan sebagainya. Disetiap kecamatan minimal harus ada satu poliklinik, dan setiap desa/ kelurahan minimal terdapat satu puskesmas. Memassalkan, meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta menggratiskannya adalah syarat bagi peningkatan sumberdaya manusia yang mutlak diperlukan oleh program industrialisasi nasional. Selain itu juga harus ada kebijakan untuk melarang pembukaan praktek swasta terhadap dokter ahli, karena tindakan ini bias menjadi spirit bagi dokter ahli untuk tidak masuk ke rumah sakit. Akibatnya pasien akan terhambat atau kesulitan dalam mendapat akses atau konsultasi kesehatan dengan dokter ahli, karena dokter ahli lebih banyak memilih masuk ke praktek swasta daripada tinggal din rumah sakit.

(33)

86

Sistem pelayanan kesehatan yang selama ini terjadi Aceh secara tidak langsung lebih memprioritaskan orang kaya, dan bagi orang miskin akan mendapat giliran terakhir. Kesadaran tenaga kesehatan (medis) untuk nenolong orang sakit terlebih dahulu seakan telah hilang begitu saja dari tenaga medis. Sehingga separah apapun sakit apabila belum ada yang bertanggungjawab untuk membayarnya maka proses pengobatan tidak dilakukan.

3. Meningkatkan Kesadaran Rakyat Terhadap Hak-hak Kesehatan.

Penting juga untuk meningkatkan kesadaran rakyat terhadap hak-hak kesehatannya, agar mall praktek tidak terus-terusanterjadi, karena dianggap hal yang biasa (karena rakyat tidak tahu akan hak-haknyadalam hal kesehatan).

E.Bidang Perempuan

a. Memperjuangkan Kebebasan Perempuan sepenuhnya dan Anti Diskriminasi Terhadap Perempuan

(34)

87

b. Memperjuangkan Kesetaraan Gender disemua Aspek dalam Bermasyarakat dan Bernegara

c. Meningkatkan Partisipasi Politik Perempuan

d. Menjamin Akses Pendidikan Seluas-luasnya Terhadap Perempuan e. Memproteksi Perempuan Terhadap Kekerasan.

F.Bidang Hukum dan Akses Keadilan

a. Memperjuangkan lahirnya produk-produk hukum yang berpihak kepada Rakyat Kecil

b. Meningkatkan Kesadaran Hukum masyarakat

G.Bidang Sosial Budaya

1. Membangun Kesadaran Kritis terhadap sejarah Aceh dalam bentuk solidaritas, pluralis dan kolektif.

2. Mengembelikan Peran Lembaga-Lembaga Adat dalam Menyelesaikan kasus-kasus masyarakat sebagai salah satu alternative.

3.2 Partai Aceh Dewan Pimpinan Wilayah Aceh Tamiang

3.2.1 Sejarah PAW Aceh Tamiang

(35)

88

Partai Aceh dulunya di kenal dengan Partai GAM, karena melanggar kesepakatan Helsinki, yang mengatur bahwa anggota GAM tidak akan memakai seragam atau menunjukkan syimbul-syimbul militer setelah penandatanganan MoU, pada tanggal 29 April 2007 kumudian partai ini resmi berganti nama menjadi Partai Aceh (PA).

Setelah terbentuknya Partai Aceh maka sesuai AD/ART untuk dapat menguasai pertarungan politik memperebutkan kekuasaaan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maka Partai Aceh di bentuk sampai pada semua tingkatan sehingga terbentuklah Partai Aceh Wilayah Aceh Tamiang.

PA Dewan Pimpinan Wilayah Aceh Tamiang merupakan salah satu cabang Partai Aceh yang berada di tingkat Kabupaten yang berfungsi memenangkan pertarungan politik di tingkat Kabupaten. Pemilihan Ketua PAW Tamiang dinilai dari proses perjuangan perang saat berada di GAM (eks kombatan GAM).

3.2.2 Struktur Kepengurusan Partai Aceh Wilayah Tamiang

Struktur kepengurusan Partai adalah Orang-orang yang tersusun berdasarkan kesepakatan dan hak perogatif seorang Ketua Umum menunjuk Kader Partai untuk membantu menjalankan amanah satu periodesasi Partai tersebut.

TABLE 6

STRUKTUR PARTAI ACEH KABUPATEN ACEH TAMIANG

No Nama Jabatan

(36)

89

2 Ir. Rusman Sekretaris

3 H. Abdus Samad Bendahara

4 Muhammad Hasan Wakil Ketua Wilayah

5 Muhammad Nizar Wakil Sekretaris

6 Bukhari. SE Wakil Bendahara

7 Tgk Subhan Manyak Payed

Jurusan Organisasi Dan Kelembagaan

8 Adi Telaga Meuku Jurusan Pendidikan dan Kaderisasi

9 Waked Jurusan Keuangan dan Logistik

10 Joel Vikar Jurusan Ekonomi dan Perdagangan

11 Juanda Jurusan Komunikasi dan Informasi

12 Kamarruddin P. Awe Jurusan Hukum dan HAM

13 Zulkarnaen Jurusan Sosial dan Masyarakat

14 M. Yusri Jurusan Perhubungan

15 Dr. Fauzi SpB Jurusan Kesehatan

16 Siddiq Pramana Jurusan Pertanian

(37)

90

18 Ghazali Jurusan Adab

19 Darmansyah SH Kordinator Kecamatan I

20 Anwar Ahmad Kordinator Kecamatan II

21 Miswanto Kordinator Kecamatan III

22 Husain SPdi Kordinator Kecamatan IV

3.2.3 Internal Partai Aceh Wilayah Tamiang

Dalam teori elite dikatakan bahwa ada sirkulasi elit. Karena di setiap masyarakat, yang berbentuk apapun senantiasa muncul dua kelas, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Maka akan muncul konflik dengan sendirinya, antara pihak yang memiliki kekuasaan dan hendak mempertahankannya, dengan pihak lain yang menghendaki kekuasaan atau pihak yang diperintah. Karena pada dasarnya, hasrat akan kepemilikan kekuasan merupakan watak yang ada dalam diri setiap manusia. Sebagai konsekuensi dari kepemilikan kekuasaan, karena dengan kekuasaan setiap orang dapat melakukan setiap fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan memperoleh semua keuntungan yang timbul karena kekuasaannya, yang kadang-kadang bersifat legal, arbitrer, dan keras.

(38)

91

dari masyarakat bawah, karena logika demokrasi adalah logika mayoritas masyarakat yang kemudian menjadi konsesus. Inilah memecah konstalasi partai aceh karena berdirinya kubu Irwandi yang menggunting di dalam lipatan, membuat partai aceh menjadi 2 kubu yaitu kubu Irwandi dan kubu Muzakkir Manaf yang sangat berimbas kepada daerah daerah sekitar Aceh.

Hal inilah yang terjadi ketika Pilkada 2012 di daerah Aceh Tamiang, kemenangan besar di tahun 2009 mengakibatkan kinerja partai ini merasa partai besar bukan sebagai partai pendatang baru. Inilah yang mengakibatkan Partai Aceh mengalami kekalahan. Para pejabat Partai tersebut merasa partai ini partai besar. Seperti yang di ungkapkan Ir. Rusman :

“ Ir Ruman mengungkapkan bahwa Partai Aceh adalah Partai yang baru berdiri dan langsung memenangkan Pileg dengan angka mutlah di setiap daerah Aceh tahun 2009. Akan tetapi perasaan inilah yang akan menjadi boomerang ke depannya jika kawan-kawan kepengurusan tidak menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat. “21

Sehingga keadaan inilah yang mempengaruhi kondisi internal kepengurusan sehingga dalam hal menjaga hubungan kemasyarakat tidak sesuai dengan grand

scenario Partai Aceh Kabupaten Aceh Tamiang.

21

(39)

92

BAB IV

ANALISIS KEKALAHAN PARTAI ACEH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Berbicara mengenai Pilkada, Antropologi dengan kajian Kualitatif yang bersifat partisipasi sehingga Antropolog yang melakukan penelitian ini biasanya terjun langsung serta pernah terlibat langsung dengan Pilkada tersebut. Sebagai seorang warga dari Kabupaten Tamiang, saya terlibat langsung dengan pilkada yang ada di daerah tersebut.

Masyarakat Indonesia sendiri telah memasuki babak baru dalam berdemokrasi sejak kebijakan desentralisasi digulirkan. Kebijakan ini diyakini mampu membawa perubahan yang lebih baik, karena setiap warga di daerah mulai bebas untuk mengatur kehidupannya setelah sekian lama tidak berkutik di bawah rezim otoriter. Jika dulu selalu dikontrol dan diawasi, sekarang mereka bisa mandiri. Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah telah memberikan peluang yang besar bagi warga daerah untuk membangun daerahnya sendiri. Dalam hal ekonomi, mereka bisa menikmati SDA mereka sendiri tanpa harus dibagi dengan daerah lain, sementara dalam berpolitik masyarakat juga bebas menyalurkan aspirasi politiknya.

(40)

93

kepala daerahnya, dengan demikian peran rakyat dalam rekrutmen politik diharapkan dapat ditingkatkan.

Pilkada secara langsung dimaksudkan untuk meminimalisir praktek money

politic yang dipercaya terjadi secara meluas pada sistem pemilihan melalui lembaga

perwakilan, dengan asumsi money politic akan lebih sulit dilakukan karena pemegang hak suara adalah semua warga negara yang memiliki hak pilih. Keterlibatan masyarakat luas secara langsung diharapkan membawa semangat baru dalam kehidupan demokrasi dan akan melahirkan pemerintahan yang lebih baik dan berkualitas. Sebagaimana halnya pada pemilihan umum kepala daerah Aceh Tamiang 2012 yang diharapkan dapat berjalan secara demokratis dimana nilai-nilai demokrasi senantiasa diterapkan oleh seluruh elemen masyarakat dan juga para elit politiknya, karena yang kita ketahui sebelumnya bahwa pelaksanaan pilkada di Aceh selalu sarat akan kekerasan dan konflik yang membuat wilayah ini di anggap jauh dari nilai-nilai demokrasi.

Pilkada aceh tamiang melalui 2 putaran dalam menentukan pemenangnya, pada putaran pertama pasangan yang di usung oleh partai PKS, PBR, PAN, PBA, yaitu H.Handan Sati, ST yang berpasangan dengan Drs. Iskandar Zulkarnain, MAP berhasil unggul di posisi pertama dengan memperoleh 15,25% suara sedang kan pasangan yang di usung oleh partai Aceh yaitu Agus salim yang berpasangan dengan Abdus samad SE hanyan memperoleh 15% suara,

(41)

94

Hasil lengkap perolehan suara Pilkada Aceh Tamiang putaran 2 untuk masing-masing kecamatan sebagai berikut :

TABLE 7 No Kecamatan H.Hamdan Sati,ST /

Dra.Iskandar Zulkarnain, MAP

Agus salim / H.Abdus Samad, SE

1 Kota Kuala Simpang 4.140 3.103

2 Rantau 9.628 5.552

3 Sekrak 1.852 1.277

4 Seruway 6.479 5.410

5 Karang Baru 11.007 6.228

6 Kejuruan Muda 7.955 6.174

7 Tamiang Hulu 5.073 3.137

8 Bandar Pusaka 2.972 2.750

9 Bendahara 5.334 4.381

10 Banda Mulia 2.671 2.537

11 Tenggulun 3.093 3.826

12 Manyak Payed 4.584 8.172

Diperoleh dari : suara-tamiang.com

4.1 Gambaran Umum Pemilihan Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012

(42)

95

Putaran kedua dari Pilkada di Aceh Tamiang yang berlangsung pada tanggal 12 September 2012 merupakan tahap penyelesaian dari Pilkada putaran pertama yangdilaksanakan pada tanggal 9 April 2012. Kedua putaran Pilkada tersebut mengokohkan komitmen rakyat Aceh untuk menyebarluaskan dan memperkuat proses perdamaian. Hari pemilihan berlangsung dengan damai dan teratur, dimana para pemilih berpartisipasi dalam jumlah yang cukup baik meski dalam putaran kedua terjadi penurunan jumlah pemilih, ditandai dengan tidak adanya pelaporan masalah yang begitu besar di Aceh Tamiang. Karena yang diketahui sebelumnya bahwa saat penyelenggaraan pilkada terdapat intervensi dari elemen-elemen militer serta tuduhan intimidasi oleh kedua kandidat menjelang hari pemungutan suara.

Masyarakat Aceh Tamiang kembali mengunjungi tempat-tempat pemungutan suara pada 12 September 2012 untuk memilih wakilnya, para pemilih telah kembali untuk memasukkan kartu pemilihan ke dalam kotak suara untuk memilih Bupati dan wakil Bupati yang pada putaran pertama tidak berhasil meraih kuota 30 % untuk dapat memimpin di Pilkada putaran pertama. Proses pemilihan yang telah berlangsung secara damai dan tertib di kabupaten tersebut semakin memperkuat anggapan bahwa rakyat Aceh Tamiang telah sepakat untuk menciptakan perdamaian dan demokrasi di provinsi Aceh, setelah dilanda 30 tahun lebih konflik yang meninggalkan ribuan korban, gempa bumi yang dahsyat dan tsunami.

(43)

96

menjelang Pilkada telah membawa kembali kenangan pahit akan konflik yang telah berakhir. Seperti keluhan masyarakat di Aceh Tamiang tentang adanya intimidasi dari GAM selama persiapan Pilkada dan masa kampanye. Seperti ancaman yang terjadi di daerah-daerah pedalaman yakni kecamatan Tenggulun, Sekrak, Tamiang Hulu dan Bandar Pusaka oleh oknum tak dikenal, memaksa masyarakat untuk memilih calon yang diusung dari salah satu Partai yang bertarung (Partai Aceh), demikian pula pengaduan dari sejumlah masyarakat yang berdomisili di Desa Paya Raja Kecamatan Banda Mulia yang mengaku diancam oleh pendukung salah satu partai yang berkompetisi agar memilih calon yang mereka usung, jika tidak memilihnya maka keselamatan keluargalah dijadikan sebagai taruhannya. Hal ini di ungkapkan langsung oleh Saudara Muhammad Arifin :

Sebelum pemilihan kepala daerah yang dulu bang, saya sering dapat sms terror yang mengatakan usahakan keluargamu memilih partai aceh kalau tidak keselamatan keluargamu ada di tanganmu selain itu bang sering kali orang luar datang ke kampung kami beramai-ramai mengancam masyarakat sini bang.22

Bentuk ancaman seperti itu memang sering terjadi jika musim pilkada digelar, seperti halnya pilkada yang berlangsung disejumlah daerah lainnya di Aceh. Kekerasan serta intimidasi seolah tak berujung menyelimuti kabupaten Aceh Utara, Aceh Tengah, Aceh Timur dsb, saat menjelang pemilihan bupati/walikota tahun 2012 lalu, begitu pula saat pemilihan gubernur Aceh yang juga berlangsung tahun 2012. Banyaknya kasus kekerasan dan penembakan oleh orang tak dikenal kepada simpatisan pendukung Irwandi Yusuf, Irwandi sendiri merupakan peserta calon gubernur dari jalur independen yang telah mengundurkan diri dari Partai Aceh.

22

(44)

97

Terlepas dari hal itu, jika berbicara tentang pilkada Aceh maka masyarakat akan berpandangan bahwa bukan Aceh namanya jika tidak ada konflik. Seolah konflik dan kekerasan akan selalu melekat pada pemilu Aceh menyebabkan daerah ini dinyatakan gagal dalam menjalankan demokrasi yang sebagaimana semestinya.

Begitu pula halnya yang terjadi pada penyelenggaraan pilkada Aceh Tamiang, meski ancaman dan intimidasi terjadi di daerah ini. Akan tetapi tidak terlalu berat jika dibanding dengan daerah lainnya, artinya bahwa bentuk ancaman dan intimidasi masih bisa ditangani atau diatasi oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Aceh Tamiang sehingga tidak sampai kepada tindak pidana yang harus diselesaikan hingga ke Mahkamah Konstitusi, begitulah penuturan mantan ketua KIP Aceh Tamiang, Ir. Izuddin.

Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa pelaksanaan pilkada Aceh Tamiang berjalan dengan baik, meski ancaman dan teror bermunculan disana sini namun tidak menghalangi jalannya pelaksanaan pilkada saat itu, jika dibanding dengan pilkada tahun 2006 tentunya pilkada kali ini jauh lebih baik. Hal tersebut dikerenakan pada saat pilkada tahun 2006 terjadi pelanggaran di salah satu TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang terdapat di Kecamatan Kejuruan Muda, dimana terjadi pembongkaran kotak suara sebelum pelaksanaan pilkada berlangsung sehingga menyebabkan pilkada harus ditunda dalam beberapa waktu, belum lagi bencana alam (banjir bandang) yang menimpa daerah ini dipenghujung tahun 2006.

(45)

98

diprediksi akan menang saat pilkada, adalah seorang pengusaha terkenal dengan wakilnya yang merupakan pensiunan Pertamina sehingga nama mereka cukup dikenal baik oleh masyarakat Tamiang, selain itu ada pasangan nomor urut 11 (Drs. H. Jamaluddin T. Muku, Msi dan Drs. Suaib Arabi, MAP) yang juga merupakan seorang pengusaha yang eksistensinya begitu baik dimata masyarakat membuat namanya juga tidak dapat disepelekan, adapula wakil bupati periode 2007-2012 yang kembali ikut bertarung yakni pasangan nomor urut 7 (H. Awaluddin, SH, SpN, MH-Ir. Saiful Anwar), tentu masyarakat sudah mengetahui bagaimana kinerjanya sehingga calon tersebut juga tidak dapat dikesampingkan. Begitu pula dengan pasangan nomor urut 5 (H. T.Yusni-Ismail) yang merupakan calon dari koalisi partai Golkar, PPP, PDIP, dan PNBK sehingga namanya cukup dikenal baik oleh masyarakat tamiang.

Namun demikian hasil pemilu tetaplah harus dihormati, siapa-siapa yang akan menang tentu masyarakat harus bisa menerima karena prediksi hanyalah sebuah perkiraan, belum tentu yang diperkirakan bisa terjadi seperti yang diharapkan. Karena itulah 2 pasangan yang terpilih untuk maju ke putaran kedua ini juga tidak dapat diremehkan begitu saja, keduanya juga memiliki citra yang cukup baik ditengah masyarakat dan memiliki pendukung yang tak sedikit pula.

(46)

99

a. Politik Hamdan Sati

Beberapa langkah strategi politik Hamdan Sati sebelum Pemilihan Putaran kedua yaitu isu pengunduran diri pada putaran kedua merupakan suatu permainan yang dilakukan untuk membuat masyarakat yang mendukungnya menyatu dan juga menguatkan massa pendukungnya. Kejadian ini dimuat oleh koran lokal setempat, hal tersebut sempat membuat nuansa memanas kala Hamdan ingin mengundurkan diri, karena secara otomatis Agussalimlah yang mutlak dinyatakan menang, sementara masyarakat masih menimbang-nimbang akankah daerah ini nantinya akan dipimpin oleh calon yang berasal dari Partai Aceh? Hal ini diresahkan oleh pemimpin komunitas jawa bapak Suripto yang mengatakan :

Bagaimanalah nasib masyarakat jawa di Aceh tamiang ini jika bapak Hamdan mengundurkan diri sementara kami dahulu sudah pernah diusir GAM yang sekarang berganti nama menjadi Partai Aceh? 23

Kekhawatiran tersebut juga dirasakan oleh seorang tokoh masyarakat Aceh Tamiang Bapak Ahmad Effendi menjelaskan bahwa saat ini PA (Partai Aceh) seperti berada di atas angin saat Irwandi Yusuf menduduki jabatannya sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012, ketika Irwandi memutuskan untuk keluar dari PA dan memilih jalur independen pada pilkada Aceh 2012 seolah tak membuat PA gentar sehingga mereka kembali mengusung calon dari petinggi GAM yakni Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, ditambah lagi kemenangan yang diraih mereka pada pemilu tersebut semakin mengukuhkan bahwa PA adalah partai lokal yang kuat. Karena itulah mereka ingin membangun massa yang lebih banyak lagi diseluruh Aceh agar di setiap daerah diharapkan dapat dipimpin oleh calon yang mereka usung, tak terkecuali

23

(47)

100

pada pilkada Aceh Tamiang, melihat hal itu masyarakat justru semakin khawatir akan keberadaan PA yang saat ini semakin berkembang dengan pesat.

Seakan mengingatkan kembali kenangan pahit akan konflik di masa lalu, jika daerah ini juga dipimpin oleh calon dari PA maka kemungkinan hal tersebut bisa saja kembali terjadi, karena seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa belum setahun Zaini Abdullah-Muzakir Manaf menjabat sebagai gubernur, rakyat Aceh sudah diresahkan oleh pembentukan bendera Aceh yang mengandung pro dan kontra dikarenakan logo dalam bendera tersebut yang mirip dengan lambang GAM, belum lagi ketika pilkada disejumlah daerah di Aceh mulai digelar. Masyarakat selalu diresahkan oleh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal, ditambah lagi kasus penembakan pekerja asal Jawa di Banda Aceh tahun lalu. Sudah pasti hal tersebut menyebabkan masyarakat yang bersuku Jawa semakin khawatir jika daerah ini akan dikuasai PA, sementara hampir sebagian besar jumlah penduduk di Aceh Tamiang adalah masyarakat bersuku bangsa jawa.

(48)

101

Terlepas dari hal itu tentu keresahan masyarakat mendapatkan relevansinya. Mantan ketua KIP menyatakan bahwa tidak semudah itu calon yang telah ditetapkan untuk maju ke putaran kedua lalu mengundurkan diri dikarenakan alasan politik yang tidak begitu jelas, bisa jadi itu adalah isu yang dikembangkan sebagai bentuk strategi pemenangannya untuk menguji publik apakah masyarakat akan merelakan dia mengundurkan diri begitu saja atau malah sebaliknya.

Sementara setelah hasil putaran kedua diumumkan yang menunjukkan bahwa Hamdan Sati-Iskandar Zulkarnain diputuskan sebagai pemenangnya, terjadilah demonstrasi di depan kantor DPRD Aceh Tamiang oleh pendukung PA dan masyarakat lainnya terkait ketidakpuasan mereka atas terpilihnya pasangan Hamdan Sati dan Iskandar Zulkarnain sebagai bupati/wakil bupati Aceh Tamiang, dikarenakan dugaan atas keterlibatan aparat keamanan (TNI/Polri) dalam proses pilkada, yang dilakukan oleh Hamdan Sati dengan mem-blockade sejumlah daerah terpencil dan melakukan intimidasi oleh masyarakat setempat, Hamdan Sati juga diduga telah melakukan praktik money politic dalam proses pilkada. Dalam hal ini, ditinjau berdasarkan fakta yang ada isu terkait hal tersebut dapat dikatakan tidaklah benar.

(49)

102

Hal tersebut mungkin saja terjadi mengingat apa yang dilakukan calon yang diusung PA adalah sebagian dari bentuk strategi politik agar dapat memenangkan pilkada, hanya saja strategi yang dimaksud tidaklah sejalan dengan prinsip demokrasi, karena sudah tentu hal tersebut termasuk melanggar hukum. Karena pada dasarnya pilkada harus terbuka dimana calon-calon yang bersaing tidak dibenarkan untuk saling menjatuhkan.

Kebebasan sipil dapat dikatakan sebagai masyarakat sipil (civil society) yang mempunyai kebebasan dalam menentukan dan ikut serta dalam membangun Negara. Dengan kata lain kebebasan sipil sifatnya lebih mengarah pada makna keterbukaan, yang mengandung maksud bahwa akses pada pilkada harus terbuka dan bebas bagi setiap warga Negara atau hak pilih universal, bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki hak yang diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat.

Hak-hak tersebut dimiliki manusia tanpa perbedaan bangsa, ras, agama dan kelamin, karenanya bersifat azasi dan universal, yang menyangkut hak hidup, hak hidup tanpa adanya perasaan takut dilukai atau dibunuh orang lain, hak untuk bebas dan hak untuk memilih sesuatu. Kriteria ini lebih diarahkan pada makna analisis terhadap kebebasan warga dalam menentukan hak pilihnya, pemilih bebas menentukan pilihan sesuai hati nurani tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

(50)

103

serius. Salah satu kekhawatiran itu ditandai dengan adanya porsi atas kebebasan warga untuk memilih berbagai alternatif politik, sehingga tidak mengurangi kapabilitas terhadap hal yang akan mengurangi kadar demokrasi yang dimaksudkan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sudah menjadi rahasia umum jika pilkada di Aceh selalu sarat akan kekerasan dan intimidasi, pemaksaan terhadap masyarakat agar memilih calon yang mereka usung, belum lagi memberi ancaman akan keselamatan keluarganya jika mereka tidak memilih calon yang dimaksud, atau bahkan kekerasan fisik sering ditemui disejumlah daerah di Aceh kala pilkada menjelang, begitu pula halnya yang terjadi di Aceh Tamiang. Keluhan masyarakat akan tindakan intimidasi memang sering terjadi baik dari pihak Hamdan Sati (Koalisi Partai) maupun dari pihak Agussalim (Partai Aceh), tidak diketahui secara jelas kubu mana yang memang benar-benar salah soal mengintimidasi masyarakat namun penelusuran di lapangan yang dilakukan oleh penulis dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bentuk intimidasi dari pendukung PA benar adanya namun tidak begitu berat sehingga mengakibatkan hal tersebut tidak perlu diproses secara hukum.

Di sisi lain, masyarakat sempat dibuat bingung oleh fenomena kecurangan yang dilakukan bupati terpilih Hamdan Sati saat ia dinyatakan menang oleh KIP Aceh Tamiang, berita tersebut semakin berkembang kala pendukung dari PA semakin menggencarkan isu politik tersebut sampai ke Mahkamah Konstitusi, mereka menganggap bahwa proses pilkada putaran kedua berlangsung dengan sangat tidak demokratis dikarenakan adanya tekanan dan tindakan depresik aparat keamanan di lapangan.

(51)

104

warga kala mereka berdemonstrasi di depan kantor DPRD Aceh Tamiang, ternyata dalam hal kelanjutan gugatan yang dilayangkan mereka ke Mahkamah tidak dapat dipertanggungjawabkan, secara perlahan mereka mencabut gugatan tersebut karena tidak dapat menjelaskan bukti-bukti nyata akan kecurangan yang dilakukan oleh rivalnya tersebut.

Melihat hal ini, tentu masyarakat dapat menilai sendiri bagaimana kualitas calon pemimpin daerah yang akan mereka pilih, sebuah ancaman tidak menjadi persoalan karena pada faktanya masyarakat sudah jelas menentukan pilihan pada calon terpilih 2012 lalu. Jika benar pihak Hamdan Sati melakukan kecurangan tentu masyarakat tidak akan mau memilihnya. Secara tidak langsung pendewasaan akan kehidupan berdemokrasi di Aceh Tamiang sudah mulai terlihat, ditandai oleh keberanian masyarakat untuk menentang bentuk penindasan atau ancaman tersebut, mereka tidak takut akan ancaman yang menghampiri karena pada dasarnya mereka menyadari bahwa mereka adalah masyarakat politik yang bebas dalam menentukan hak pilihnya, kepada siapa mereka akan memilih orang lain tidak berhak mengintervensinya, dengan kata lain pemilih bebas menentukan pilihan sesuai hati nurani tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

(52)

105

kembali kenangan pahit akan konflik yang berkepanjangan di bumi Serambi Mekkah ini. Karena dugaan akan keberadaan aparat keamanan yang lebih memihak pada calon terpilih Hamdan Sati meskipun pada faktanya mereka berfungsi untuk mengamankan jalannya pilkada dari pergerakan GAM yang bisa saja berulah.Sudah pasti imbasnya pada masyarakat itu sendiri, karena dibingungkan oleh opini-opini publik yang tak beralasan, namun menyikapi kasus tersebut ternyata masyarakat mulai menyadari bahwa sudah saatnya mereka bangkit dari keterpurukan sejak konflik berkepanjangan melanda daerah ini, dengan bermodalkan keberanian dan tekad yang kuat untuk bebas dari segala bentuk penindasan adalah solusinya. Agar mewujudkan sistem yang demokratis di tingkat daerah sebagai wujud nyata pendemokratisasian di era reformasi yang sejalan pada UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dimana tujuan dari penetapan UU tersebut adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem NKRI yang dilaksanakan secara efektif, efisien dan bertanggung jawab.

Selain itu merupakan perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” rakyat dalam memilih pemimpin di daerah.Dengan begitu, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa adanya intervensi.Untuk itulah, pelaksanaan pilkada langsung yang bebas dianggap sebagai sebuah peningkatan demokrasi ditingkat lokal, dengan adanya demokrasi dalam sebuah negara, berarti dalam Negara tersebut menjalankan demokrasi yang menjunjung tinggi aspirasi, kepentingan dan suara rakyatnya.

(53)

106

Tamiang dikatakan relatif baik, artinya masyarakat tamiang telah mengokohkan komitmen untuk menyebarluaskan dan memperkuat proses perdamaian guna menciptakan sistem yang demokratis pasca reformasi diterapkan di negeri ini. Mereka mulai menyadari bahwa kebebesan sipil sangat diprioritaskan dalam hal memilih, masyarakat tidak perlu takut akan adanya bentuk intimidasi dan tekanan dari PA karena pada dasarnya masyarakat memiliki kebebasan dalam menentukan hak pilihnya, pemilih bebas menentukan pilihan sesuai hati nurani tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

Sementara jika ditinjau dari pengawasan keamanan, pilkada Aceh Tamiang 2012 lalu dapat dikatakan efektif dikarenakan panitia pengawas pemilu (panwaslu) telah mengoptimalkan kinerjanya dalam mensukseskan pilkada pada saat itu, ditandai oleh tidak adanya pelaporan khusus mengenai tindakan kekerasan fisik yang biasanya sering terjadi di pilkada Aceh lainnya. Hal tersebut karena diuntungkan pula olehkeberadaan aparat keamanan (TNI/Polri) yang pada saat pilkada digelar selalu siaga mengendalikan keadaan untuk menciptakan keamanan dan perdamaian selama proses pilkada berlangsung. Meskipun pada awalnya TNI/Polri dianggap tidak netral karena pengamanan yang dilakukan TNI/Polri dikampung-kampung diindikasi melahirkan intimidasi terhadap anggota Partai Aceh.

(54)

107

umum kepala daerah yang lebih kondusif dengan mengedepankan suasana yang aman dan tentram.

Dalam hal ini, posisi aparat keamanan disini juga diharapkan dapat mengekang pergerakan GAM yang seolah-olah bisa saja berulah seperti halnya yang terjadi disejumlah daerah lainnya di Provinsi Aceh, seperti kasus penembakan di Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur, sehingga untuk mencegah hal itu terjadi maka pengawasan keamanan oleh aparat keamanan di daerah ini haruslah diperketat.

Pengawasan keamanan pada pilkada Aceh Tamiang sejatinya memang telah berjalan secara efektif meski ancaman dan intimidasi kerap terjadi oleh salah satu kandidat dalam hal ini panwaslu dan aparat keamanan saling bahu membahu mengatasi serta mengantisipasi agar kerusuhan dan konflik yang kerap terjadi pada pilkada sebelumnya tidak terjadi lagi pada pilkada 2012. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keefektifan pemilukada bisa ditandai dengan adanya pengawasan keamanan yang baik oleh tim pelaksanaan pemilu, ditandai oleh sarana dan prasarana yang memadai tentu akan menciptakan interaksi antara sistem pelaksanaan demokrasi dan kehidupan demokrasi yang baik pula, dengan demikian hal tersebut dapat meningkatkan partisipasi politik warga untuk berpartisipasi dalam pemilukada, dan jika tujuan daripada berdemokrasi telah terwujud maka dengan sendirinya kebebasan sipil masyarakat akan terealisasikan.

b. Prosedur Pemilihan

(55)

108

yang merujuk pada 2 hal yakni proses dan output, proses artinya pelaksanaan pilkada berjalan sesuai prosedur/UU yang berlaku, sementara output adalah hasil yang diinginkan pemerintah dengan menciptakan pemimpin yang tepat.

Jika dilihat secara keseluruhan dari pelaksanaannya tentu pilkada Aceh Tamiang 2012 lalu dapat dikatakan berjalan dengan baik ditandai oleh tidak adanya pelaporan kecurangan yang diterima KIP dari 610 TPS yang tersebar di 12 kecamatan tersebut seperti yang pernah terjadi saat pilkada tahun 2006 lalu dimana terdapat pelanggaran di salah satu TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang terdapat di Kecamatan Kejuruan Muda, dengan terjadinya pembongkaran kotak suara sebelum pelaksanaan pilkada berlangsung sehingga menyebabkan pilkada harus ditunda dalam beberapa waktu. Dengan kata lain pelaksanaan pilkada 2012 ini dapat dikatakan “tepat” sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh panitia pelaksana pemilu dapat terealisasikan secara baik dan kecurangan-kecurangan yang pernah terjadi di pilkada sebelumnya tidak terjadi pada tahun 2012 tersebut.

(56)

109

c. Kefektifan Pemilu

Makna keefektifan pemilu yang merujuk pada kriteria bahwa sistem pilkada langsung harus mampu untuk menerjemahkan preferensi pemilih menjadi kursi, hal itu juga mengukur tingkat disproporsionalitas sistem pilkada langsung. Dengan kata lain, keefektifan pemilukada dapat ditandai dengan pengawasan keamanan, merupakan analisis terhadap interaksi antara sistem pelaksanaan demokrasi dan kehidupan demokrasi. Artinya bahwa kinerja sistem dalam mencapai tujuan demokrasi, mekanisme dan aturan partisipasi politik warga memfasilitasi warga untuk berpartisipasi, serta sarana dan prasarana mendukung kebebasan sipil. Dalam hal ini tindakan partisipasi politik individu dalam pemilukada juga menjadi faktor kunci dalam kehidupan berdemokrasi, yang ditandai dengan keikutsertaan masyarakat dalam proses pemilihan umum kepala daerah.

d. Partisipasi Politik

Pelaksanaan pilkada langsung di Aceh Tamiang tahun 2012 ini sudah tentu tidak terlepas dari pentingnya partisipasi politik rakyat. Partisipasi seperti yang kita ketahui bersama bahwa merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok, sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya. Dengan demikian, didalam partisipasi terdapat komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dan antar sesama anggota masyarakat. Sementara yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses kegiatan politik.

(57)

110

mempengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam partisipasi politik tidak ada batasan yang jelas bahwa jumlah pemilih yang menggunakan haknya secara sah sebagai indikator keberhasilan pemilu tersebut, namun kita bisa melihat derajat partispasi politik sebagai respon atas pentingnya rekrutmen politik elit daerah.

Banyak batasan yang diberikan oleh ahli-ahli politik dalam literatur-literaturnya.Salah satu definisi Partisipasi politik yang berkaitan dengan pilkada langsung ini dapat dilihat dari pendapatnya Miriam Budiardjo yang menyatakan bahwa kegiatan individu atau kelompok secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pemimpin dan terlibat dalam mempengaruhi kebijakan publik sebagai batasan dari partisipasi politik.

e. Ikut Memilih dalam Pemilu

(58)

111

Tabel 8

Hasil Perhitungan Suara Pemilih dan Penggunaan Hak pada Pilkada 2012 Putaran I

No Data Pemilih dan Jenis Kelamin Jumlah

Penggunaan Hak Laki-laki Perempuan

1 Jumlah pemilih dalam salinan 91.756 92.072 183.828 daftar pemilih tetap (DPT)

2 Jumlah pemilih dalam salinan 59.394 59.376 120.770 DPT yang menggunakan hak

Pilih

3 Jumlah pemilih dalam salinan 32.362 30.696 64.058 DPT yang tidak

menggunakan hak pilih

Sumber : Komisi Independen Pemilihan Aceh Tamiang 2012

Dari jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang berjumlah 251.914 jiwa, telah ditetapkan 183.828 penduduk sebagai daftar pemilih tetap (DPT). Pemilu dilaksanakan pada hari selasa dimulai pukul 08.00-12.00 wib, sebanyak 120.770 penduduk datang ke 610 TPS yang terbagi di 12 kecamatan pada 9 April 2012, sementara tingkat partisipasi masyarakat tamiang pada saat pilkada putaran pertama tergolong masih rendah karena sedikitnya jumlah pemilih yang datang ke TPS dengan presentase 65.69 % yang ikut memilih dan sekitar 34.84 % dinyatakan tidak memberikan hak suaranya. Sementara KIP Aceh menargetkan setidaknya tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada 2012 lalu harus menempati presentasi sekitar 70%.

Gambar

Gambar 4
Gambar 5  Bagan Struktur Partai Aceh
TABLE 6 STRUKTUR PARTAI ACEH KABUPATEN ACEH TAMIANG
Tabel 8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaannya, Pemilukada di Provinsi Aceh tahun 2012 tidak hanya diikuti oleh partai politik nasional saja, tetapi juga diikuti oleh partai politik lokal..

Pada awal pembentukan Partai Aceh muncul kecurigaan bahwa perjuangan dari GAM di lanjutkan dalam bentuk Partai Politik hal ini dapat dilihat pada Pemilihan Umum Legeslatif 2009

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi atau kedudukan dari partai politik lokal di Provinsi Aceh dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang

Kategori paham ini karena masyarakat merasakan dan mengalami serta memahami peran partai politik meliputi peran partai politik dalam Sosialisasi calon kepala daerah

Partai politik lokal di Aceh didirikan dalam kerangka kekhususan yang diberikan pemerintah pada Aceh, oleh karena itu ke- hadiran partai politik lokal merupakan hal yang sah

PEROLEHAN SUARA PEMOHON (PARTAI POLITIK LOKAL) MENURUT PIHAK TERKAIT (PARTAI POLITIK LOKAL) DI PROVINSI ACEH UNTUK PENGISIAN KEANGGOTAAN DPRA Pihak Terkait (Partai

Dibandingkan dengan pilkada 2006 tentu pilkada kali ini jauh lebih baik, mantan ketua KIP Aceh Tamiang menuturkan tingkat partisipasi masyarakat pada pilkada 2006 masih sangat

Helsinki merupakan harapan baru bagi masyarakat Aceh pasca konflik berkepanjangan, sehingga masyarakat Aceh Tamiang khususnya memberi harapan pada Partai Aceh dengan