• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

RESISTENSI MASYARAKAT TERHADAP ORGANISASI

KEPEMUDAAN

(Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

D I S U S U N OLEH:

OKTA VIRNA SARAGIH

080901035

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok). Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena terjadinya pergeseran nilai dan orientasi pada organisasi kepemudaan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, sehingga masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan tersebut. Pada dasarnya organisasi kepemudaan merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan kualitas diri, kelompok, dan juga masyarakat serta mengamalkan kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok dan masyarakat sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi diri anggota serta lingkungannya.

Metode dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah 11 orang yang menetap lebih dari 15 tahun serta mengalami konflik antara masyarakat dengan anggota organisasi Pemuda Pancasila.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat Bukit Lawang terhadap Organisasi Pemuda Pancasila adalah perlawanan terbuka. Munculnya perlawanan ini karena masyarakat mulai merasa resah dan tidak nyaman akan keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila pada saat itu melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat dan juga pengunjung yang datang ke Bukit Lawang, seperti adanya rencana membuat tarif parif dihitung perjamnya, pungutan liar, pemberian kong (pajak getah), anggota organisasi PP yang terkesan premanisme, sering terjadi bentrokan, juga bentrokan yang terjadi antara anggota organisasi PP dengan anggota organisasi kepemudaan yang lainnya. Namun hal yang fatal adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap masyarakat, masyarakat saat itu sangat terkejut dan untungnya tidak ada korban. Puncaknya adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan pertemuan di salah satu penginapan Bukit Lawang, masyarakat yang mendengar hal tersebut berkumpul dan langsung menyerang anggota organisasi PP bermaksud untuk mengusir mereka dari Bukit Lawang. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila bersembunyi di penginapan tersebut dan tidak berani keluar mengingat jumlah mereka yang tidak seimbang dengan masyarakat. Beberapa jam kemudian akhirnya bantuan dari aparat pun datang untuk meredakan masyarakat ini. Penyelesaian konflik dilakukan dengan kesepakatan antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP yang saat itu juga diikuti oleh aparat sebagai orang ketiga. Kesepakatan bersama tersebut adalah Organisasi Pemuda Pancasila tidak diijinkan lagi berdiri di Bukit Lawang Anggota organisasi Pemuda Pancasila (PP) bisa menerima keputusan itu karena memang anggota organisasi Pemuda Pancasila lah yang memulai konflik dengan masyarakat.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok), disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini menjelaskan mengenai penyebab terjadinya penolakan organisasi kepemudaan dan bagaimana bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di Bukit Lawang.

(4)

Purba, L. Hutapea, M. Marpaung juga ketiga keponakan Andre, Yoland, dan Pauline, terima kasih atas dukungan dan doanya.

Melalui penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai ketua penguji ujian meja hijau penulis yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si sebagai penguji dalam ujian seminar proposal serta ujian meja hijau penulis yang selalu memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen pembimbing sekaligus dosen wali penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. 5. Segenap dosen, staf dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(5)

6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat Sosiologi 2008 (“Nalar Cepat, Mental Kuat”) yang sangat penulis sayangi buat Riama Siringo S.Sos, Belman Siagian S.Sos, Shanty J.V.N, Vanny Virgita S.Sos, Nari Boang Manalu S.Sos, Robby Surya Sitompul S.Sos, Frisillia Pardosi, Fitri Aprillia, Richard Rajagukguk S.Sos, Bresman Simamora S.Sos, Desi R.P.M S.Sos, Lenny Nababan S.Sos, Sondang F.Y.H S.Sos, Heberlin Tinambunan, Hendra Hutagalung, Amos Pasaribu S.Sos, Alexander Giovanni Simamora, Ricky, Radja Bako, Arman Silalahi, Yan Berlianta S.Sos, Salmen S.Sos, Eninta S.Sos dan banyak lagi yang belum penulis sebutkan yang selalu bersama-sama selama perkuliahan hingga sampai saat ini dan masa yang akan datang.

7. Pak Tua S. Ginting dan Mak Tua B. Pakpahan atas nasehat, motivasi juga doa kepada penulis selama ini.

8. Sepupuku Nita, Bang Jalich, Kak Yuni, May, Bang Edwin, William, Gina, Kak Lia, Bang Echo, Kak Ona, Windi, Della, Tina dan adik tersayang Odi atas dukungan, motivasi dan doanya kepada penulis selama ini.

9. Sahabat dan teman-teman penulis Santrie Pakpahan, Gustina Manurung, Tien, Mericurie yang selalu memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Para informan, yaitu masyarakat Bukit Lawang yang telah bersedia memberikan waktu dan kesempatan untuk memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

(6)

saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, 14 April 2014 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis... 7

1.4.2 Manfaat Praktis... 7

1.5 Definisi Konsep... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Kepemudaan... 10

2.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan di Masyarakat... 12

2.3 Prasangka……... 14

2.4 Konflik dalam Kelompok Sosial……….. 16

2.5 Bentuk-Bentuk Resistensi Masyarakat……….... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 22

3.2 Lokasi Penelitian... 22

(8)

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 24

3.5 Interpretasi Data... 25

3.6 Jadwal Kegiatan... 26

3.7 Keterbatasan Penelitian... 27

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 28

4.1.1 Keadaan Geografis... 29

4.1.2 Jumlah Penduduk………... 30

4.1.3 Mata Pencaharian Masyarakat………... 32

4.1.4 Sarana dan Prasarana………... 33

` 4.1.5 Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila…. 40

4.2 Profil Informan... 32

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA 5.1 Pandangan Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan... 79

5.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan Sebelum Konflik………… 81

5.3 Konflik Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan Pemuda Pancasila………. 83

5.3.1 Faktor-Faktor Penolakan Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Pemuda Pancasila)……….…. 87

5.3.2 Penyelesaian Konflik………. 96

(9)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan... 103 6.2 Saran... 103 DAFTAR DUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian……….. 26

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Bukit Lawang……….. 30

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama……….. 31

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/Etnis………. 31

Tabel 4.4 Komposisi Mata Pencaharian……… 32

Tabel 4.5 Jumlah Sarana dan Prasaran Kesehatan……… 35

Tabel 4.6 Jumlah Sarana dan Prasarana Olah Raga……….. 37

(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok). Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena terjadinya pergeseran nilai dan orientasi pada organisasi kepemudaan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, sehingga masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan tersebut. Pada dasarnya organisasi kepemudaan merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan kualitas diri, kelompok, dan juga masyarakat serta mengamalkan kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok dan masyarakat sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi diri anggota serta lingkungannya.

Metode dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah 11 orang yang menetap lebih dari 15 tahun serta mengalami konflik antara masyarakat dengan anggota organisasi Pemuda Pancasila.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat Bukit Lawang terhadap Organisasi Pemuda Pancasila adalah perlawanan terbuka. Munculnya perlawanan ini karena masyarakat mulai merasa resah dan tidak nyaman akan keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila pada saat itu melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat dan juga pengunjung yang datang ke Bukit Lawang, seperti adanya rencana membuat tarif parif dihitung perjamnya, pungutan liar, pemberian kong (pajak getah), anggota organisasi PP yang terkesan premanisme, sering terjadi bentrokan, juga bentrokan yang terjadi antara anggota organisasi PP dengan anggota organisasi kepemudaan yang lainnya. Namun hal yang fatal adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap masyarakat, masyarakat saat itu sangat terkejut dan untungnya tidak ada korban. Puncaknya adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan pertemuan di salah satu penginapan Bukit Lawang, masyarakat yang mendengar hal tersebut berkumpul dan langsung menyerang anggota organisasi PP bermaksud untuk mengusir mereka dari Bukit Lawang. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila bersembunyi di penginapan tersebut dan tidak berani keluar mengingat jumlah mereka yang tidak seimbang dengan masyarakat. Beberapa jam kemudian akhirnya bantuan dari aparat pun datang untuk meredakan masyarakat ini. Penyelesaian konflik dilakukan dengan kesepakatan antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP yang saat itu juga diikuti oleh aparat sebagai orang ketiga. Kesepakatan bersama tersebut adalah Organisasi Pemuda Pancasila tidak diijinkan lagi berdiri di Bukit Lawang Anggota organisasi Pemuda Pancasila (PP) bisa menerima keputusan itu karena memang anggota organisasi Pemuda Pancasila lah yang memulai konflik dengan masyarakat.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan masyarakatnya yang memiliki banyak suku, bahasa, agama, etnis, dan ras. Keberagaman latar belakang itu merangsang tumbuhnya kelompok-kelompok di dalam masyarakat. Selain itu timbulnya kepentingan masyarakat yang sama serta jiwa gotong royang yang kuat juga menyebabkan masyarakat membentuk kelompok atau badan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut secara gotong royong. Di antara keberagaman latar belakang ini tumbuhlah organisasi-organisasi untuk menyatukan orang-orang yang mempunyai paham atau pandangan hidup yang sama. Selanjutnya, secara resmi menjelma menjadi sebuah organisasi yang mempunyai visi dan misi tertentu. Basis organisasi ini ada yang di kampus, di kampung, di kecamatan, di gereja, di tempat kerja, dan di tempat-tempat lainnya. Ragam asas yang ada dalam organisasi pun ada yang berdasarkan agama, keyakinan, suku, ras, lingkup kerja, sudut pandang, gender, ketokohan, dan lain-lain.

(13)

muda adalah kelompok manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung. Pemuda juga dapat diartikan sebagai generasi yang memiliki tanggung jawab yang besar. Dan pada dirinya dibebani berbagai macam-macam harapan, terutama dari generasi sebelumnya. Posisi generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa, masa depan suatu bangsa ini terletak pada generasi muda sebab generasi muda yang nantinya menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa.

Salah satu wadah untuk mengembangkan dan membentuk pemuda yang

berkarakter adalah melalui organisasi kepemudaan. Pemuda yang diharapkan oleh

masyarakat adalah pemuda yang inovatif dan kreatif, melalui organisasi kepemudaan,

pemuda dapat membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Organisasi kepemudaan adalah organisasi atau golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung. Organisasi kepemudaan sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, organisasi ini berfungsi untuk mengatur aspirasi pemuda dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Kedudukan organisasi pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap

Tuhan Yang maha Esa

April

(14)

Organisasi kepemudaan di Sumatera Utara cukup diterima masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya organisasi kepemudaan yang berkembang dan memiliki cabang di berbagai daerah di Sumatera Utara. Salah satu contoh bukti dari berkembangnya organisasi kepemudaan dapat dilihat dari perkembangan organisasi Pemuda Pancasila yang akhir-akhir ini berkembang pesat dan membuat organisasi Pemuda Pancasila dikenal di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di bawah naungan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) sebagai induk organisasi kepemudaan di Indonesia, begitu juga di Sumatera Utara. Organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara banyak membantu masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dan organisasi ini juga dianggap sebagai motor penggerak di setiap kegiatan di masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).

(15)

pencaharian sebagai pedagang juga banyak dilakukan oleh masyarakat, yaitu sebagai pedagang makanan, pedagang kelontong, dan pedagang di pasar. Selain itu mata pencaharian di bidang pertanian, baik itu petani dan juga buruh tani. Serta mata pencaharian lain seperti, guru sekolah, pengrajin, buruh bangunan dan penjahit.

Sebagian besar pemuda di Bukit Lawang aktivitasnya adalah sebagai pemandu wisata dan juga sebagai asisten pemandu wisata yang membantu pemandu wisata dalam melayani wisatawan, seperti mengangkat barang-barang wisatawan. Beberapa pemuda Bukit Lawang biasanya menghabiskan waktu luangnya dengan berkumpul bersama dan melakukan kegiatan olahraga bersama seperti bermain tenis meja. Hal ini terjadi hampir setiap sore sampai malam hari. Selain itu, setiap Sabtu biasanya para pemuda menghadiri acara live music di salah satu cafe di Bukit Lawang, yaitu Cafe Indra Valley. Disini mereka mempertunjukkan bakat musik mereka, mereka juga membentuk sebuah band. Masyarakat Desa Bukit Lawang juga mengikuti organisasi, antara lain organisasi PKK, KUD, HPI. Namun yang paling menonjol adalah organisasi HPI. HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) adalah kumpulan pemandu wisata yang ada di Desa Bukit Lawang. HPI merupakan organisasi yang didominasi oleh pemuda-pemudi setempat yang berupaya menciptakan kelestarian lingkungan melalui bidang pariwisata..

(16)

Dalam penerapannya nilai-nilai organisasi sering tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. Organisasi juga terkadang mengalami banyak pergeseran nilai dan orientasi karena makin berkurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai visi dan misi organisasi tersebut. Keadaan ini membuat sebagian masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan.

Di Desa Bukit Lawang tidak ditemukan adanya organisasi kepemudaan, hal ini karena adanya anggapan dari masyarakat, bahwa organisasi kepemudaan yang mereka kenal tidak bersahabat dengan masyarakat. Padahal organisasi ini berperan penting terhadap pembangunan yang berkarakter (character building) bagi masyarakat di Desa Bukit Lawang, terutama bagi pemuda. Organisasi kepemudaan adalah sebagai wadah tuntutan dan penyaluran aspirasi generasi muda. Namun, walaupun organisasi kepemudaan seperti ini tidak ada, masyarakat Bukit Lawang tetap berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti gotong rotong.

Keindahan dan keunikan panorama Bukit Lawang sempat terusik dengan adanya konflik yang terjadi di Bukit Lawang pada tahun 2001. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan organisasi kepemudaan dan antar organisasi kepemudaan. Kondisi inilah yang pada saat itu membuat pariwisata Bukit Lawang mengalami kendala dalam mengembangkan dan memajukan pariwisata di daerah tersebut.

(17)

berprofesi sebagai pedagang di kawasan wisata itu merasa keberatan dengan kutipan yang harus diberikan kepada PP, yang memang menguasai keamanan dan lahan parkir di kawasan itu. Namun, peringatan itu tidak digubris panitia penyelenggara musdalub. Akibatnya, penduduk setempat marah dan mengepung lokasi tersebut. Tidak sekadar mengepung, warga yang dibakar emosi itu kemudian membakar kendaraan, sedikitnya tiga mobil peserta”. (http ://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/07/16/DH/mbm.20010 20.45 WIB)

Hal diatas memperlihatkan bahwa masyarakat pernah menolak adanya organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang. Sampai sekarang pun di Desa Bukit Lawang tidak ditemukan adanya organisasi kepemudaan. Berdasarkan latar belakang masalah inilah peneliti tertarik untuk melihat persoalan mengenai penolakan masyarakat terhadap organisasi kepemudaan.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengapa terjadi penolakan pada organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang?

b. Bagaimana bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di desa Bukit Lawang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

b. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi.

c. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu informasi yang berisikan tentang penolakan masyarakat Bukit Lawang terhadap organisasi kepemudaan, dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat dan pemerintah.

1.5 Definisi Konsep

Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan topik permasalahan yang diangkat alam penelitian ini maka dapat diambil batasan dalam konseptul, yaitu sebagai berikut:

(19)

berasal dari kata resist + ance adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya paham yang jelas tanggal 12 Juli 2012, pukul 19.25 WIB).

2. Masyarakat

Yaitu sekumpulan orang atau manusia yang hidup berkelompok dan bertempat tinggal dalam satu wilayah tetap dan saling berinteraksi. Masyarakat juga merupakan suatu sistem dan kebiasaan, dan tata cara demi wewenang dan kerja sama atau kelompok dan penggolongan demi pengawasan tingkah laku serta kebiasaan manusia.

3. Organisasi

Yaitu unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Sobirin, 2007:5).

4. Organisasi kepemudaaan

(20)

diri, dan cita-cita pemuda. Organisasi kepemudaan yaitu organisasi atau golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung.

5. Konflik

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Organisasi Kepemudaan

Kata “organisasi” mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu kumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dimana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien (Handoko 2000: 167). Menurut James A.F. Stoner (1996: 6), organisasi adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Jadi organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja sama dengan sistem tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.

(22)

Dengan jumlahnya yang mencapai 62,92 juta jiwa, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda memiliki posisi yang strategis bagi bangsa Indonesia. Dengan jumlah sebesar itu, pemuda terbagi dalam berbagai organisasi, baik organisasi kepemudaan seperti KNPI yang telah tersusun rapi dari tingkat pusat hingga ke daerah maupun yang lainnya (Sholehuddin 2008: 10).

Organisasi kepemudaan adalah lembaga nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda (karang taruna) dan sebagainya (Warastuti, 2006). Pengertian lain menyatakan organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.

Organisasi kepemudaan diorientasikan untuk menjadi organisasi pelayanan kemanusiaan penyelenggara usaha kesejahteran sosial yang memiliki pendekatan dan standar pada pendekatan pekerja sosial yang memadai 20.05 WIB).

(23)

yang diakui. Dalam organisasi juga tercantum suatu tujuan yang harus dicapai sesuai dengan bentuk organisasi tersebut bergerak pada bidang apa dan bagaimana cara kerjanya.

Bila dilihat dari tujuan organisasi kepemudaan yang ada pada saat awal kemerdekaan, suatu organisasi pemuda hanya bergerak dalam pendidikan dan seni budaya dan tidak terlalu jauh dari pada itu. Seperti halnya pada organisasi Boedi Oetomo yang direkrut sebagai angota hanya terbatas dalam suatu wilayah. Namun seiring dengan berjalanya waktu suatu oraganisasi berubah dan berkembang tujuannya dan terbuka mengenai hal-hal yang mersifat umum, namun suatu oraganisasi di tuntut untuk sangat peka terhadap lingkungan, kebijakan pemerintah, aparatur Negara, sosial dan keagamaan.

2.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan di Masyarakat

Secara umum organisasi kepemudaan mempunyai tujuan sebagai berikut :

1.Merangkul setiap pemuda untuk bersatu.

2.Memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempererat persaudaraan.

3.Mengembangakan pola pikir para pemuda untuk peka terhadap segala hal, baik itu lingkungan secara fisik maupun nonfisik.

4.Melatih dan mempersiapkan skil para pemuda.

5.Ikut membantu dan mengoreksi setiap kebijakan pemerintah.

Sedangkan secara khusus organisasi kepemudaan mempunyai tujuan tersendiri yaitu tujuan untuk kepentingan organisasi itu sendiri seperti:

(24)

3.Mendapatkan pengakuan dari pemerintah dan masyarakat (http://e nggangborneor WIB).

Organisasi kepemudaan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat, wadah untuk memberdayakan potensi dan mendukung kepentingan nasional, serta sebagai wadah untuk mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.

(25)

2.3 Prasangka

Prasangka (prejudice) merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin. Prae berarti sebelum dan Judicium berarti keputusan. Prasangka merupakan sikap negatif terhadap sesuatu, yang lebih berada pada taraf individual. Disebut individual karena pada dasarnya yang berprasangka itu adalah manusia individu, dan bukan manusia sebagai kelompok. Namun bila semakin banyak orang dalam kelompok dihinggapi prasangka yang sama, atau dengan kata lain, prasangka tadi semakin meluas di kalangan masyarakat, maka prasangka tadi disebut prasangka sosial (Atoshoki, 2002: 166). Prasangka (prejudice) ialah stereotip negatif dan ketidaksukaan atau kebencian yang kuat dan tidak rasional terhadap suatu kelompok (Wade 2008: 314). Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan konflik.

Pada umumnya prasangka itu bersifat negatif. Yang menjadi korban adalah individu atau kelompok yang dikenai prasangka. Orang tidak begitu saja secara otomatis berprasangka terhadap orang lain. Tetapi ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan ia berprasangka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka yaitu:

a. Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.

(26)

c. Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan superior. Perbedaan disini bias meliputi:

- Perbedaan fisik/biologis, ras. - Perbedaan lingkungan/geografis. - Perbedaan kekayaan.

- Perbedaan status sosial.

- Perbedaan kepercayaan/agama. - Perbedaan norma sosial.

d. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha, seseorang mengalami kegagalan atau kelemahan. Sebab dari kegagalan itu tidak dicari pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain. Orang lain inilah yang dijadikan kambing hitam sebagai sebab kegagalannya.

e. Orang berprasangka, karena memang ia sudah dipersiapkan dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka (Ahmadi, 2007: 195).

(27)

Jarak sosial melahirkan prasangka, dan prasangka melahirkan jarak sosial, begitu seterusnya. Salah satu contoh masih adanya jarak sosial yang tinggi antar kelompok adalah masih mudah ditemui adanya keengganan orangtua bila anak-anaknya menikah dengan orang yang berbeda kelompok, misalnya berbeda kelompok etnik 15 April 2012, pukul 20.00 WIB).

Robert Park dan Ernst Burgess mendefinisikan jarak sosial sebagai kecenderungan untuk mendekat atau menjauhkan diri pada suatu kelompok. Apabila individu anggota kelompok menaruh simpati terhadap suatu kelompok (misalnya kelompok A) maka kelompok A ini akan ditempatkan dalam posisi yang dekat dengannya, sedangkan kelompok B dimana tidak dikenal simpati tetapi bahkan antipati maka kelompok B ini akan ditempatkan pada posisi yang jauh darinya. Semakin bertentangan atau bermusuhan bahkan saling membenci di antara 2 kelompok itu maka makin jauh jarak sosial. Apabila situasi ini berlangsung cukup lama, jarak sosial ini akan menjadi norma di dalam kelompok. Jarak sosial yang sudah menjadi norma di dalam kelompok akan dapat menimbulkan suatu kejadian bahwa orang berprasangka tanpa bergaul dulu dengan individu atau kelompok yang dikenai prasangka itu (Ahmadi, 2007: 197).

2.4 Konflik dalam Kelompok Sosial

(28)

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. 3. Terdapat suatu faktor yang dimilki bersama oleh anggota-anggota kelompok

itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, ideologi yang sama dan lain-lain.

Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok tadi dapat menambahkan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya yang baru di dalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya (Soekanto, 2003:115). Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara individu-individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk nonfisik, tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasan, dan tidak berbentuk kekerasan.

(29)

dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi, perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya

Menurut Karl Marx, didalam masyarakat senantiasa ada konflik. Konflik ini adalah gejala yang melekat dan bersifat kekal pada masyarakat. Setiap masyarakat disusun berdasarkan diferensiasi sosial atau sistem bertingkat-tingkat (sistem kelas-kelas). Kondisi tersebut memungkinkan munculnya perbedaan-perbedaan yang dapat melahirkan kepentingan yang berbeda kelas antar kelas (Doyle, 1986 : 122). Dahrendorf dalam Johnson (1986:194) menjelaskan bahwa: 1. Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan; perubahan

sosial ada di mana-mana.

2. Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik; konflik sosial ada dimana-mana.

3. Setiap elemen dalam masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan. 4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas

orang lain.

(30)

associtations). Beda antara kekuasaan dan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat (Soekanto, 2003:266).

Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasai. Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi dimana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status-quo sedangan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap unsur.

(31)

Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual (Ritzer, edisi keenam 2008:156). Konflik yang terjadi menyebabkan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba (Ritzer, edisi keenam 2008:157).

2.5 Bentuk-Bentuk Resistensi Masyarakat

Scott mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim (misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan tersebut menjadi dua bagian yaitu:

a. Perlawanan tertutup atau tersembunyi (hidden transcript) b. Perlawanan terbuka atau publik (public transcript)

Kedua kategori tersebut oleh Scott dibedakan atas artikulasi perlawanan; bentuk, karakteristik, wilayah sosial dan budaya (http://www.scribd.com/doc/76690453/6/

(32)

seperti gossip, fitnah, penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan kepada masyarakat, dan penarikan kembali rasa hormat kepada pihak penguasa (Scott, 1993: 303). Perlawanan tertutup dapat dicirikan sebagai perlawanan yang bersifat: a) tidak terorganisasi, tidak sistematis dan individual, b) bersifat untung-untungan dan ‘berpamrih’ (nafsu akan kemudahan), c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan/ atau d) dalam maksud dan logikanya mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominasi yang ada (Scott, 1993: 305). Perwujudan dari perlawanan tertutup yaitu kejahatan-kejahatan seperti pencurian kecil-kecilan, hujatan, makian, bahkkan pura-pura patuh (tetap di belakang membangkang).

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Yin, studi kasus merupakan suatu strategi penelitian empiris yang dipilih berkenaan pertanyaan “bagaimana” atau mengapa sedang diajukan, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003:1)

Pendekatan kualitatif adalah (Moleong, 2006:3) prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sementara itu Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

3.2 Lokasi Penelitian

(34)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1998:2). Unit analsis masalah kualitatif tediri dari tingkat yang sangat mikro, yaitu pikiran dan tindakan individu, sampai dengan konteks yang paling makro. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa Bukit Lawang.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh peneliti. Informan merupakan orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007: 108).

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: Informan Kunci :

- Perangkat desa - Tokoh-tokoh agama - Tokoh-tokoh pemuda - Ketua-ketua lembaga - Tokoh-tokoh adat - Pengusaha setempat

Informan Biasa :

(35)

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 11 orang. Informan kunci berjumlah 7 orang yaitu MS, HT, PBS, JPM, GR, LW, MPA. Jumlah informan biasa ada 4 orang yaitu JN, DL, AS, VC.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer adalah dengan cara:

a. Wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, denngan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2007: 110).

b. Observasi merupakan suatu bentuk pengamatan dari obejk penelitian dimana peneliti hanya menjadi pengamat yang pasif. Observasi dilakukan untuk memperoleh data pendukung hasil wawancara.

2. Data sekunder

(36)

3.5 Interpretasi Data

(37)

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra proposal 

2. ACC penelitian 

3. Penyusunan proposal

penelitian

 

4. Seminar proposal penelitian 

5. Revisi proposal penelitian 

6. Penelitian lapangan    

7. Pengumpulan data dan analisa data

   

8. Bimbingan skripsi    

9. Penulisan laporan akhir  

(38)

3.7 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan tentang metode ilmiah dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan. Peneliti sering kali tidak tepat waktunya bagi informan ketika mewawancarai informan tersebut, ini disebabkan karena aktivitas informan yang tidak memiliki jadwal pasti. Jadi peneliti menyiasatinya dengan melakukan penelitian ketika informan sedang beristirahat di warung-warung.

(39)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTEPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

a. Letak

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, merupakan daerah yang berada di wilayah Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Letak geografis desa ini adalah 2˚55’ -4˚05’ LU dan 98˚30’BT. Ketinggian Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah 108 m di atas permukaan laut. Secara geogarafis Desa Perkebunan Bukit Lawang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Air Tenang. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Bungara. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Timbang Lawan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan T.N.G.L.

b. Luas Wilayah

(40)

Perkebunan Bukit Lawang adalah lahan perkebunan, pertanian, hutan dan sebagian yang lain adalah adalah sungai dan pemukiman.

Jarak Desa Perkebunan Bukit Lawang dengan ibukota Kecamatan Bahorok 12 Km yang dapat ditempuh selama 20 menit perjalanan. Jarak dengan ibukota Kabupaten Langkat 88 Km yang dapat ditempuh dengan ± 3 jam dengan menggunakan angkutan. Sedangkan dengan ibukota Provinsi Sumatera Utara 98 Km yang dapat ditempuh 3 jam dengan menggunakan bus atau angkutan kota. Sistem pemerintahan Desa Perbukitan Bukit Lawang dikepalai oleh Kepala Desa yang dijabat oleh Bapak Suratna dan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris Desa yaitu Bapak Muis.

4.1.2 Jumlah Penduduk

(41)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Bukit Lawang

DUSUN JLH KK L P JLH

Dusun I Pondok Bawah 77 137 145 282

Dusun II Pondok Atas 96 189 183 372

Dusun III Pondok Enam 40 74 67 141

Dusun IV Pondok Sepuluh 60 118 110 228 Dusun V Gotong Royong 97 148 154 302 Dusun VI Kampung Seberang 30 56 60 116 Dusun VII Perumahan Wisata 312 574 591 1165

JUMLAH 712 1296 1310 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

Komposisi penduduk Bukit Lawang dapat dibagi berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut:

a. Komposisi Penduduk Menurut Agama

(42)

Tabel 4.2

Komposisi penduduk berdasarkan Agama

NO. Agama Jumlah

1. Islam 2467

2. Kristen 139

Jumlah Total 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

b. Komposisi Penduduk Menurut Suku

Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah desa yang memiliki beraneka ragam suku. Perbedaan suku di desa ini tidak pernah membuat penduduk bermasalah ataupun bertengkar, penduduk Bukit Lawang menjalani kehidupan dengan saling menghargai dan menghormati.

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/Etnis

No. Suku Jumlah

1. Jawa 2064

2. Melayu 138

3. Karo 59

4. Batak 223

5. Padang 28

6. Lain-lain 94

Jumlah Total 2606

(43)

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari total keseluruhan penduduk yang ada di Desa Perkebunan Bukit Lawang, penduduk yang bersuku jawa sangat mendominasi dibanding suku yang lainnya. Di urutan kedua ada suku batak dengan jumlah penduduk 223, suku melayu sebanyak 138 jiwa, suku karo ada 59 jiwa, dan suku padang sebesar 28 jiwa, serta suku yang lainnya sebanyak 94 jiwa.

4.1.3 Mata Pencaharian Masyarakat Bukit Lawang

Mata pencaharian adalah sumber pendapatan penduduk berupa pekerjaan yang dilakukan secara rutin untuk memenuhi kebutuhan. Beragam pekerjaan dilakukan oleh masyarakat Desa Perkebunan Bukit Lawang. Namun yang paling mayoritas adalah jenis pekerjaan sebagai karyawan, petani/buruh dan guide (pemandu wisata). Berikut daftar mata pencaharian Desa Perkebunan Bukit Lawang :

Tabel 4.4

Komposisi Mata Pencaharian No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1. Karyawan 265

2. Petani/ Buruh 155

3. Pedagang 86

4. Peternak sapi 57

5. Guide 125

6. Pengrajin 2

(44)

8. TNI/ POLRI 12

9. PNS 19

10. Dokter 2

11. Perawat 6

12. Lain-lain 1836

Jumlah Total 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Secara umum, sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan public, karena apabila kedua hal ini tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.

a. Sarana dan Prasarana Transportasi

(45)

Lawang merupakan daerah pariwisata di Sumatera Utara yang sering dikunjungi oleh wisatawan, bukan hanya dari wisatawan dalam negeri tetapi juga wisatawan asing dan jalan adalah salah satu hal yang penting dalam menunjang pariwisata. Keadaan desa ini secara umum baik dan desa ini juga telah terhubung dengan daerah lain melalui jalan yang beraspal.

Sepeda motor adalah sarana transportasi yang cukup banyak digunakan oleh masyarakat. Selain itu tersedia juga transportasi umum seperti bus, mikrolet, becak motor. Becak motor cukup banyak ditemukan di desa ini, masyarakat banyak mengandalkan transportasi ini menjadi alat untuk mencari nafkah. Dari terminal Gotong Royong ke lokasi pariwisata dengan menggunakan becak motor membutuhkan tarif Rp.3000,- perorang.

b. Sarana dan Prasarana Penerangan dan Air Bersih

Sarana penerangan berupa PLN (Perusahaan Listrik Negara) telah tersedia di Desa Perkebunan Bukit Lawang. Semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sejauh ini sumber daya listrik sudah didistribusikan dengan baik dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di samping untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri, juga telah dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan wisawatan. Ada juga beberapa masyarakat yang menggunakan gengset sebagai sarana penerangan, khususnya bagi masyarakat yang mempunyai pemukiman atau penginapan di areal hutan.

(46)

beberapa rumah tangga juga semakin banyak yang menggunakan pompa listrik untuk mengambil air dari sumur tersebut. Secara umum kualitas aie yang tersedia dan dikonsumsi masyarakat baik yang bersumber dari pegunungan maupun dari sumur bor cukup baik.

c. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Jika pada suatu daerah tidak terdapat sarana dan prasarana kesehatan atau tenaga medis, maka masyarakat di daerah tersebut tidak dapat memperoleh kesehatan yang memadai. Desa Perkebunan Bukit Lawang memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang cukup memadai.

Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah 1 unit Rumah Sakit Umum, 2 unit puskesmas, 1 unit balai pengobatan, 1 unit toko obat dan 1 unit tempat praktek dokter, serta 1 orang bidan desa. Selain itu, masyarakat juga memiliki 1 tempat dukun terlatih atau lebih dikenal dengan dukun patah. Saat ini, di desa Bukit Lawang juga terdapat 4 unit posyandu untuk kesehatan anak-anak.

Tabel 4.5

Jumlah Sarana dan Prasaran Kesehatan

No. Jenis Jumlah

1. Rumah sakit 1

2. Puskesmas 2

3. Posyandu 4

(47)

5. Toko Obat 1

6. Praktek Dokter 1

7. Praktek Bidan 1

8. Dukun terlath (Dukun patah) 1

Jumlah Total 12

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

d. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci utama untuk merubah sistem nilai, sikap, sekaligus faktor pendorong bagi peningkatan sumber daya manusia dalam melaksanakan pembangunan. Semakin maju pendidikan akan membawa pengaruh positif bagi masa depan. Salah faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih.

(48)

e. Sarana dan Prasarana Olahraga

Sarana prasarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis bangunan/tanpa bangunan yang digunakan untuk perlengkapan olah raga. Sarana prasarana olahraga yang baik dapat menunjang pertumbuhan masyarakat yang baik. Prasarana olahraga yang tersedia di Desa Perkebunan Bukit Lawang yaitu:

Tabel 4.6

Jumlah Sarana dan Prasarana Olah Raga No. Prasarana Olahraga Jumlah 1. Lapangan bola kaki 2

2. Lapangan volley 4

3. Lapangan bulu tangkis 5 4. Lapangan sepak takraw 5

Jumlah Total 16

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

f. Sarana dan Prasarana Ibadah

(49)

Tabel 4.7

Jumlah Sarana dan Prasarana Ibadah No. Prasarana Tempat Ibadah Jumlah (Unit)

1. Mesjid 5

2. Langgar/Musholla 1

3. Gereja 1

Jumlah Total 7

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

Masyarakat Desa Perkebunan Bukit Lawang yang beragama Islam dapat memenuhi sholat di masjid yang telah tersedia, ada 5 unit masjid dan 1 unit mushola. Dan bagi masyarakat yang beragama kristen dapat beribadah di gereja adat yang terdapat di Gotong Royong. Dari sarana ibadah yang terdapat di Desa Perkebunan Bukit Lawang menunjukkan kebenaran bahwa mayoritas penduduk beragama Islam.

g. Sarana dan Prasarana Rekreasi

(50)

Kegiatan wisata yang dapat dilakukan wisatawan antara lain, berenang, mengikuti arus sungai dengan menggunakan ban (rafting dan tubing), melakukan perjalanan ke dalam hutan melalui jalur-jalur yang sudah ada dengan didampingi oleh guide atau pemandu wisata, camping di dalam hutan maupun di pinggiran sungai, menjelajahi gua serta menemui habitat asli orang utan. Untung mendukung kegiatan wisata, masyarakat Bukit Lawang memberikan penawaran wisata seperti penyediaan penginapan, restoran, warung makan, souvenir shop, pondok-pondok peristirahatan di tepi sungai, penyewaan ban, dan jasa guide atau pemandu.

(51)

h. Sistem Telekomunikasi

Sistem telokomunikasi dan media komunikasi sangat diperlukan di daerah pariwisata. Dengan adanya persaingan di antara operator telepon seluler sangat menguntungkan konsumen. Demikian halnya di daerah objek wisata yaitu Bukit Lawang. Sistem telekomunikasi di daerah ini sudah tersedia baik telepon kabel maupun telepon tanpa kabel sudah tersedia dan lengkap. Fungsi lain media komunikasi misalnya internet, sekarang ini lebih banyak digunakan sebagai media promosi dan memperoleh informasi secara online. Bukit Lawang juga sudah memiliki akses untuk menggunakan internet, hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk lebih memperkenalkan dan mengembangkan objek wisata Bukit Lawang.

4.3 Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila

Organisasi Pemuda Pancasila berdiri pada tanggal 28 Oktober 1959 yang berkedudukan dalam Wilayah Kesatuan Republik Indonesia. Organisasi Pemuda Pancasila berazaskan Pancasila dan bertujuan untuk melestarikan NKRI dan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera materiil dan sprituil yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga mewujudkan ide dasar perjuangan wujud manifestasi peran serta Organsisai Pemuda Pancasila dalam pembangunan bangsa dan menetapkan arah/target kebijakan umum program, sasaran dan pola implementasi salam mewujudkan pengabdian lima tahun ke depan.

(52)
(53)

Profil Informan

1. Nama : MS Umur : 51

Suku/Agama : Mandailing/Islam Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Sekdes/Wiraswasta Pendidikan : SLTA

Pak MS merupakan sekretaris desa di Bukit Lawang, beliau juga merupakan orang yang dituakan di desa ini. Selain menjabat sebagai sekdes, beliau juga membuka usaha warung yang membantu perekonomiannya. Sifat beliau yang ramah dan menyenangkan memudahkan untuk mendapat informasi tentang Bukit Lawang. Beliau sangat antusias ketika diwawancarai dan banyak informasi yang saya dapat dari beliau.

Pak MS bukan karena tidak setuju dengan adanya organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK ada di Bukit Lawang, tetapi daripada menimbulkan keributan antara masyarakat dengan anggota kepemudaaan tersebut, beliau berpendapat lebih baik organisasi kepemudaan tersebut tidak ada di Bukit Lawang. Semenjak organisasi kepemudaan seperti IPK atau PP tidak ada, kondisi Bukit Lawang lebih aman dan tenang. Kalau dulu sewaktu organisasi kepemudaan tersebut masih ada, setiap malam minggu sering terjadi kegaduhan, sering ribut antara anggota dengan masyarakat.

(54)

organisasi PP dengan masyarakat namun puncaknya sekitar jam 5, pada saat itu Pak MS dengan mengenakan pakaian dinasnya masih berada di kantor. Mendengar keributan, beliau keluar dari kantor dan melihat polisi menembak ke arah atas bermaksud untuk memisahkan anggota PP dengan masyarakat yang saling melempar dan gebuk-gebukan. Untung pada saat itu Pak MS memakai pakaian dinas, jika tidak mungkin beliau menjadi sasaran lemparan oleh anggota PP. Anggota Koramil berdatangan untuk mengamankan sampai pada saat kejadian tersebut lampu dipadamkan. Namun untung kejadian ini masih bisa diredam.

Kejadian kedua terjadi di hari yang sama dengan kejadian pertama namun pada jam 10 malam, anggota PP yang saat itu membawa kelewang menyerang masyarakat Bukit Lawang yang saat itu juga siap menghadang, ada yang pakai batu, pakai drum, beratus-ratus botol dipecahkan. Menurut beliau perkelahian ini sangat menegangkan bahkan ada yang menggunakan panah beracun. Polisi sampai kalang kabut yang kebetulan pos polisi dekat dengan tempat kejadian. Bukan hanya itu saja, anggota organisasi PP juga ada yang bawa bensin berencana untuk membakar terminal dan motor-motor yang terparkir. Jumlah anggota organisasi PP yang banyak dibanding dengan masyarakat pada saat itu, sempat membuat masyarakat menjadi resah. Bahkan ada niat anggota organisasi PP untuk membakar Bikit Lawang saat itu. Namun untung saja tidak terjadi bakar-membakar tersebut, perang masih dapat diredam dan dikendalikan.

(55)

Melihat aula milik Pak DL cocok untuk kegiatan tersebut, mereka meminta izin dengan Pak DL. Pak DL menerimanya, maksud beliau menyewakan aula tersebut adalah baik mengingat tujuan organisasi tersebut untuk tempat pelantikan anggotanya, bukan karena kesempatan. Mendengar ada pelantikan di aula Pak DL, seluruh masyarakat Bukit Lawang berkumpul di penginapan Pak DL dan mengusir anggota organisasi PP. Perang pun terjadi dan tidak terelakkan dan pelantikan PP juga batal. Banyak korban berjatuhan sampai korban yang merupakan salah satu masyarakat Kecamatan Bahorok tertembak pun ada di kantor polisi.

(56)

Menurut beliau, alasan masyarakat mengusir anggota PP adalah karena ribut bukan karena alasan yang lain. Bolak-balik gaduh antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP menyebabkan masyarakat mengusir organisasi PP. Setelah kejadian tersebut Bukit Lawang menjadi aman dan tenteram, tidak pernah adalagi keributan seperti dahulu yang terjadi hampir tiap minggu. Dari kejadian ini, masyarakat akhirnya menyepakati untuk menolak adanya organisasi PP ataupun organisasi kepemudaan yang seperti itu di Bukit Lawang. Beliau juga menolak adanya organisasi PP di Bukit Lawang, menurutnya bukan hanya beliau dan masyarakat saja, mungkin Pak Camat maupun Pak Kapolsek atau Pak Kapolres juga pasti menolak organisasi ini daripada keributan terus terjadi di Bukit Lawang. Masyarakat Bukit Lawang yang sempat menjadi anggota PP akhirnya membubarkan diri dari pada ribut kembali. Tidak ada perlakuan berbeda bagi masyarakat bekas anggota.

(57)

2. Nama : H.T Umur : 33 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/Agama : Jawa/Islam

Pekerjaan : Wiraswasta/ Pramuwisata Pendidikan : SLTA

HT adalah salah satu pemuda Bukit Lawang yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Dia adalah pengusaha penginapan “Yusman Guest” dan juga menjadi pemandu wisata di Bukit Lawang. Kepribadiannya yang ramah, baik, suka menolong, dan mudah bergaul menjadi hal yang membuat masyarakat menyukainya. Bukan hanya masyarakat setempat saja, bahkan wisatawan lokal maupun asing yang mengenalnya saat di Bukit Lawang masih menjalin hubungan baik walau wisatawan tersebut tidak di Bukit Lawang lagi. HT juga memiliki orang tua dan saudara angkat di Swiss, dia pernah berkunjung dan tinggal beberapa tahun di rumah keluarga tersebut di Swiss. Bahkan keluarga angkatnya tersebut juga menganggap bahwa Bukit Lawang sudah seperti kampung halamannya, mereka sering berkunjung ke Bukit Lawang bukan sebagai wisatawan tapi menganggap bahwa Bukit Lawang sebagai rumah kedua mereka. Saat diwawancarai Bang HT terlihat santai, ini bukan pertama kali dia diwawancarai, sudah banyak mahasiswa yang melakukan penelitian sebelumnya di Bukit Lawang memilih BTuntuk diwawancarai. Hal ini dikarenakan sifat Bang HT yang peduli.

(58)

menurutnya organisasi ini identik dengan premasnisme. Bukit Lawang merupakan daerah pariwisata dan organisasi kepemudaan seperti itu kurang cocok berada di Bukit Lawang. Organisasi PP merupakan organisasi yang sudah resmi, namun menurutnya oknumnya yang melenceng dari peran organisasi tersebut, seperti memanfaatkan seragam mereka untuk menjadi penguasa. Mereka seperti mengandalkan baju organisasi namun dengan kelakuan seperti preman dan kelakuan anggota PP yang tidak baik ini pun sudah terpublikasi. Mereka tidak disenangi masyarakat karena menurut masyarakat kelakuan anggota PP sudah melampaui batas.

Adanya organisasi kepemudaan ini di Bukit Lawang menyebabkan konflik antara anggota dengan masyarakat setempat. Menurutnya pemicu konflik awalnya terjadi karena perebutan wilayah antara organisasi PP dengan organisasi kepemudaan lainnya, namun karena organisasi PP di Bukit Lawang saat itu lebih besar dan lebih mengatasnamakan organisasinya menyebabkan organisasi PP lebih mendominasi. Semakin lama organisasi PP semakin melenceng dari peran sebenarnya, bahkan sudah merambat ke penduduk-penduduk kecil seperti meminta pajak, menguasai lahan parkir, membuat keributan bahkan adanya rencana mereka membuat tarif parkir kira perjam. Hal ini menyebabkan masyarakat Bukit Lawang mengeluh, masyarakat merasa tidak ada kenyamanan lagi di Bukit Lawang.

(59)

Untung saja panah beracun tidak sampai mengenai masyarakat karena di jalan sudah banyak pecahan botol yang menyebabkan anggota PP sulit untuk maju menyerang. Masyarakat pantang untung mundur, karena menurutnya jika mereka mundur, Bukit Lawang bisa hancur bahkan mungkin habis terbakar mengingat jumlah penyerang lebih banyak dibanding masyarakat pada saat itu. Akhirnya anggota PP tersebut mundur mengingat mereka tidak dapat maju menyerang dan alat menyerang masyarakat Bukit Lawang semakin bertambah. Saat pertikaian selesai, bukan hanya panah beracun saja yang ditemukan oleh masyarakat bahkan parang bergeletakan di jalan-jalan. Mulai dari pertikaian ini, masyarakat mulai melakukan razia di Bukit Lawang. Pendatang yang datang mulai diperiksa identitasnya, bahkan pemeriksaan ini dimulai dari Bahorok. Bila pendatang tersebut merupakan salah satu anggota PP dan terdapat membawa senjata tajam, masyarakat Bahorok akan memberitahukan dengan masyarakat Bukit Lawang. Jika anggota tersebut lewat dari Bahorok, bagi masyarakat orang tersebut masuk ‘kandang’ dan masyarakat akan menyerangnya.

(60)

Bukan hanya karena hal ini saja yang menjadi pemicunya, sebelumnya masyarakat Bukit Lawang tidak setuju adanya organisasi PP di Bukit Lawang mengingat penyerangan yang dilakukan oleh anggota organisasi PP sebelumnya sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap anggota organisasi tersebut.

Penyerangan ini dimulai dari sore hingga pagi, dan HT juga turut serta dalam penyerangan tersebut. Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang yang berjenis kelamin laki-laki saja yang turut dalam penolakan organisasi ini. Ibu-Ibu juga turut dalam penyerangan ini, mereka memasakan nasi untuk para laki-laki yang berperang. Amarah masyarakat yang tidak bisa dikendalikan, akhirnya BRIMOB dipanggil untuk melerai. Sebelumnya polisi sudah ada yang melerai, namun tidak cukup untuk mengendalikan masyarakat yang membabi buta. Konflik ini bukan hanya menyebabkan korban luka-luka, tapi juga menyebabkan korban meninggal.

(61)

Menurut HT, jika organisasi PP datang ke Bukit Lawang tidak masalah bagi masyarakat. Anggota organisasi PP pernah melakukan acara di Bukit Lawang dan masyarakat Bukit Lawang menerimanya. Menurutnya itu merupakan organisasi resmi dan masyarakat menghargainya. Namun jika organisasi tersebut berdiri di Bukit Lawang, masyarakat jelas tidak menyetujuinya. Karena jika organisasi ini berdiri di Bukit Lawang, akan menjadi bumerang bahkan bisa menimbulkan konflik. Dari tahun 2001 (saat konflik terjadi) sampai sekarang, organisasi PP atau organisasi sejenisnya tidak ada di Bukit Lawang.

(62)

3. Nama : P.B.S Umur : 39 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Agama : Batak Toba/Islam Pekerjaan : Mocok-mocok Pendidikan : SMA

Walau beliau tidak turut dalam penyerangan tersebut, tapi beliau tahu tentang penyerangan tersebut. Beliau juga salah satu masyarakat Bukit Lawang yang menolak dengan kehadiran organisasi berbentuk kepemudaan di Bukit Lawang. Beliau adalah informan pertama yang saya wawancarai, walau hanya dengan perkenalan yang cukup singkat namun beliau memberikan informasi yang saya butuhkan dengan baik. Beliau adalah sosok yang tegas dan cukup humoris, pertanyaan yang saya lontarkan dijawab dengan serius namun juga diselingi lawakan-lawakan yang dilontarkan oleh beliau. Saat itu, beliau tidak punya banyak waktu ketika saya wawancara mengingat ada acara yang harus beliau hadiri. Namun dari pertemuan yang singkat ini, beliau memberi informasi yang cukup untuk saya.

(63)

masyarakat Bukit Lawang atas organisasi PP. Organisasi PP sangat mengganggu perekonomian masyarakat Bukit Lawang karena mereka meminta saham, adanya kutipan-kutipan liar yang dilakukan anggota organisasi PP di Bukit Lawang sangat mengganggu. Intimidasi berbentuk ucapan maupun tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi PP terhadap masyarakat adalah yang menjadi permasalahan yang sangat besar.

Menurut beliau organisasi PP sifatnya harus berazaskan pancasila dan etika harus dijunjung tinggi namun pada prakteknya bertolak belakang dan ini sangat disayangkan. Sebelum pertikaian terjadi, pernah juga ada kontaminasi anggota organisasi PP dengan anggota organisasi lain. Kejadian itu terjadi spontanitas, sama sekali tidak direncanakan. Pada tahun 2001, anggota organisasi PP mengadakan pertemuan di Bukit Lawang. Sebelumnya hubungan masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP tidak baik, sudah sering terjadi perkelahian di antara kedua belah pihak. Mendengar kalau ada pertemuan di Bukit Lawang, masyarakat tidak menerima dan masyarakat berkumpul untuk melakukan penyerangan. Pertikaian yang terjadi sangat menegangkan sampai banyak polisi turun tangan untuk menyelesaikan. Senjata tajam digunakan juga pada saat pertikaian dan ada korban, salah satunya masyarakat Bahorok yang terkena peluru tajam. Beberapa transportasi milik anggota organisasi PP juga dibakar oleh masyarakat.

(64)

Namun kalau dikordinir pasti masyarakat melakukan perlawanan yang maksimal. Sejak kejadian itu, organisasi PP di Bukit Lawang tidak ada lagi dan Bukit Lawang merasakan ketenangan kembali. Reaksi masyarakat saat melihat salah satu anggota atau beberapa anggota organisasi PP datang berkunjung ke Bukit Lawang tidak masalah, selagi mereka tidak mengganggu masyarakat juga tidak akan bertindak. Sampai saat ini masyarakat Kecamatan Bahorok berkomitmen tidak menerima satu unsur OKP (Oganisasi Kepemudaan) terkecuali organisasi profesi.

4. Nama : J.P.M Umur : 37 Tahun

Suku/Agama : Batak Toba/Islam Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani Pendidkan : SMA

(65)

yang berlaku. Organisasi kepemudaan semuanya bersifat mengayomi masyarakat dan hal ini juga menguntungkan masyarakat, namun sangat disayangkan beliau karena wewenang tersebut disalahgunakan oleh anggota organisasi PP.

Bukit Lawang adalah daerah pariwisata, wisatawan akan malas berkunjung jika tempat yang dikunjunginya tidak terasa nyaman. Jika masyarakat terlihat tidak welcome akan kedatangan wisatawan, wisatawan pasti tidak datang berkunjung. Inilah yang terjadi di Bukit Lawang, masyarakat seolah-olah terlihat takut akibat bentrokan yang sering terjadi dan tak jarang terpaksa menutup usahanya. Masyarakat merasa bahwa mengapa mereka harus takut dan menyianyiakan hasil yang seharusnya mereka dapat. Wisatawan datang ke Bukit Lawang juga untuk menghabiskan duit, sudah ditentukan wisatawan budget yang akan dikeluarkannya saat berada di Bukit Lawang. Namun saat wisatawan tersebut merasakan ketidaknyamanan di Bukit Lawang, budget yang ditentukan wisatawan yang hendak dihabiskan selama beberapa hari berwisata akan dibawa kembali pulang mengingat waktu berwisata mereka dipersingkat.

(66)

Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang saja saat itu yang menolak, masyarakat satu kecamatan yaitu juga Kecamatan Bahorok sangat menolak organisasi tersebut. Masyarakat sekecamatan bersatu untuk membekukan organisasi kepemudaan. Beliau bercerita bahwa pertempuran tersebut berlangsung 3 hari lamanya, sekitar 2 malam para anggota organisasi PP terjebak di aula tersebut. Beberapa korban luka-luka ada dari anggota organisasi PP tersebut. Beliau ikut juga dalam penyerangan tersebut. Senjata yang digunakan masyarakat saat itu banyak jenisnya, mengingat emosi masyarakat yang tinggi benda apapun digunakan mereka sebagai senjatanya. Saat penyerangan tersebut, para ibu di Bukit Lawang memasak nasi dan lauk untuk masyarakat yang berperang. Bantuan dari polisi pun datang untuk menghentikan konflik, masyarakat emosi saat melihat bantuan polisi, sampai-sampai kantor polisi hendak dibakar oleh masyarakat namun hal tersebut tidak jadi. Saat itu masyarakat yang jadi korban tembak juga ada, juga korban luka-luka.

(67)

meresahkan masyarakat pasti diterima. Beliau sendiri setuju organisasi PP ditolak di Bukit Lawang, tidak ada keuntungan bagi masyarakat saat organisasi ini berdiri di Bukit Lawang, yang ada hanya keresahan yang dirasakan masyarakat. Setelah organisasi PP tidak ada lagi di Bukit Lawang, dampak positifnya sangat banyak, salah satunya Bukit Lawang menjadi nyaman, masyarakat tenang kembali dan wisatawan tidak merasa resah jika berkunjung ke Bukit Lawang.

Organisasi kepemudaan yang sempat ada di Bukit Lawang yaitu PP, IPK dan juga AMPI. Namun yang paling memberikan trauma bagi masyarakat yaitu organisasi PP. Beliau bercerita bahawa perlakuan berbeda dari masyarakat terhadap bekas anggota organisasi PP yang juga merupakan masyarakat Bukit Lawang sendiri awal-awalnya ada. Tetapi seiring waktu, perlakuan berbeda tersebut tidak ada lagi, mereka masih satu kampung juga masih memiliki hubungan kekeluargaan. Hanya beliau berharap sifat-sifat seperti itu tidak terulang kembali.

(68)

5. Nama : GR Umur : 41 Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/Agama : Padang/Islam Pekerjaan : Karyawan PTPN II Pendidikan : SMU

Pak GR adalah masyarakat Bukit Lawang yang bekerja sebagai karyawan di PTPN II, selain sebagai karyawan beliau juga memiliki usaha warung yang buka 24 jam. Usaha warung ini terletak di depan rumahnya dan berada di depan kantor HPI dan tepat di samping kantor kepala desa. Beliau berserta isterinya yang menjaga warung secara bergantian, bila malam tiba beliau menggantikan isteri menjaga warung. Bapak ini memiliki selera humor yang tinggi, sesekali beliau bergurau dan sering melemparkan senyum saat diwawancarai. Beliau dikarunia 3 orang anak laki-laki, namun sayang anak laki-laki pertama beliau telah meninggal akibat banjir bandang yang terjadi 9 tahun lalu tepatnya tanggal 2 Nopember 2003. Anak kedua beliau masih duduk di bangku SMA kelas IX, dan yang bungsu masih duduk di bangku kelas 1 SD.

(69)

menggunakan kerenda dan plang-plangnya dicabut. Apalagi sebelumnya semenjak ada organisasi PP di Bukit Lawang, masyarakat merasa sangat terganggu bukan hanya dalam mencari nafkah saja, tapi juga tidak adanya ketenangan yang dirasakan masyarakat lagi. Beberapa penyebab ini yang membuat masyarakat memberontak organiasasi PP. Pertikaian ini terjadi mulai sore dekat magrib, pertikaian pun terjadi antara masyarakat dengan anggota organisasi PP. Pertikaian ini terjadi di depan kantor kepala desa, saat itu usaha dan rumah beliau masih di dekat sungai.

(70)

Peristiwa selanjutnya yang menjadi puncak penolakan masyarakat terhadap organisasi PP adalah terjadi pada saat organisasi PP mengadakan seminar di salah satu penginapan milik masyarakat Bukit Lawang. Menurut beliau, acara ini dihadiri oleh banyak anggota organisasi PP yang mungkin saja satu Kabupaten Langkat turut serta dalam seminar tersebut. Masyarakat yang mendengar hal ini langsung menyerang. Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang saja yang turut dalam penyerangan tersebut, masyarakat sekecamatan Bahorok juga turut dalam penyerangan ini. Beliau bercerita bahwa anggota organisasi PP yang diundang, dimana beberapa dari mereka tidak tahu mengenai permasalahan masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP sebelumnya pun menjadi sasaran amukan masyarakat.

Melihat penyerangan ini, pemilik penginapan menyembunyikan anggota organisasi PP di aula yang ada di tengah-tengah kolam miliknya demi keselamatan mereka. Jalan masuk dipalang oleh beliau dan hal ini menyebabkan masyarakat terhalang melakukan hal yang lebih parah lagi terhadap anggota organisasi PP. Saat itu, pemilik penginapan memohon kepada masyarakat agar anggota organisasi PP tidak diserang karena menurutnya mereka adalah tamunya dan dia bertanggung jawab atas keselamatan mereka. Dari malam sampai pagi masyarakat Bukit Lawang menunggu anggota organisasi PP tersebut keluar dari kolam tersebut.

Gambar

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah permainan Ular Tangga dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa kelas V MI Matholiul Huda Srikandang Bangsri

Selama bulan April 2013, sebanyak dua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks harga yang mengakibatkan deflasi di Kota Kupang. Kelompok bahan makanan

Pemuliaan telah dilakukan pada bebagai tanaman hortikultura (tanaman penghasil bahan pangan pokok, buah, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat), tanaman pakan ternak dan

Menyatakan bahwa naskah Karya Tulis Ilmah ini dengan judul Ekstrak Bunga Kamboja ( Plumeria acuminata ) Pada Larva Aedes aegypti (Studi Di Wilayah Kecamatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses reproduksi dan konstruksi Tradisi Jawa oleh kelompok teater remaja di Kota Solo.. Berdasarkan pada survey yang

tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam mengajar baik.. secara terpisah maupun secara terkombinasi,

Setelah pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan dosis 400, 800 dan 1600 mg/mL pada mencit (Mus musculus L.) selama 36 hari terdapat

Berikut ini rincian biaya depresiasi peralatan dan biaya pajak peralatan setiap bulan yang dikeluarkan oleh PT Vitrama Properti untuk kegiatan peledakan berdasarkan