• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

ANAL

LISIS PE

FAKUL

IN

ERSEPSI

KELINC

HE

DEPART

LTAS EK

NSTITUT

KONSUM

CI DI KO

SKRIP

ENGKI AG H34070

TEMEN A

KONOMI

T PERTA

BOGO

2011

MEN TER

OTA BOG

PSI

GUSTIAN 014

AGRIBIS

DAN MA

ANIAN BO

OR

1

RHADAP

GOR

SNIS

ANAJEM

OGOR

P DAGIN

MEN

(2)

RINGKASAN

HENGKI AGUSTIAN Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI).

  Peternakan merupakan salah satu subsector pertanian penyuplai protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun saat ini kebutuhan tersebut sebagian besar masih dipenuhi dengan cara mengimpor. Oleh sebab itu perlu dikembangkan ternak lokal yang dapat membantu dalam penyediaan protein hewani. Salah satu potensi ternak lokal yang bisa dikembangkan adalah kelinci. Kelinci mempunyai banyak keunggulan untuk dikembangkan. Namun pada kenyataannya daging kelinci belum terlalu dikenal di Kota Bogor.Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya masalah psikologis yang dihadapi masyarakat saat mengkonsumsi daging kelinci. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor (2) mengetahui persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci, (3) menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor, (4) mengetahui konsumen potensial daging kelinci, dan (5) memberikan rekomendasi bauran pemasaran produk daging kelinci di Kota Bogor.

Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor selama bulan Mei 2011. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 responden yang dipilih dengan metode convenience. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi logistik biner.

Karakteristik konsumen konsumen daging kelinci yang ada di Kota Bogor dapat dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran. Berdasarkan usia, mayoritas konsumen berada pada usia produktif, yaitu antara 31-40 tahun sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah pada kelompok usia 51-65 tahun. Konsumen tersebut mayoritas berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi yang didominasi oleh sarjana. Adapun pekerjaan sebagian besar dari konsumen daging kelinci adalah pegawai swasta. Untuk tingkat pengeluaran, sebagian besar konsumen berada pada kisaran antara Rp 1.620.000,00 hingga Rp 2.700.000,00.

Persepsi konsumen dari aspek budaya adalah sangat baik ditinjau dari adat istiadat dan agama konsumen. Dari aspek sosial, konsumen memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci. Untuk aspek psikologis konsumen juga memberikan persepsi yang baik, hal ini berarti masalah psikologis bagi konsumen yang mengkonsumsi daging kelinci, tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan aspek bauran pemasaran mendapatkan persepsi tidak baik dari konsumen, terutama dalam hal promosi. Untuk persepsi keseluruhan, konsumen memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci.

(3)

Pasar potensial dari daging kelinci inilah adalah para konsumen wanita golongan ekonomi menengah ke atas dengan menonjolkan aspek kesehatan yang ditawarkan oleh daging kelinci.

(4)

ANALISIS PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP DAGING

KELINCI DI KOTA BOGOR

Hengki Agustian H34070014

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan untuk skripsi atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Curup pada tanggal 10 Agustus 1988 dalam keluarga yang sederhana. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Ramli Sianipar dan Dahliana Silalahi. Penulis memulai pendidikan di SD Xaverius 20 Curup dari tahun 1995-2001. Lalu pada tahun 2001 hingga 2004 penulis melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Curup. Kemudian pada tahun 2001 hingga 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Curup. Dari SD hingga SMA penulis mendapatkan beasiswa prestasi dari sekolah. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007 dan mengikuti Tahap Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB). Setelah selesai melalui program TPB, Penulis melanjutkan pendidikan pada Mayor Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dan mengambil minor Agronomi dan Hortikultura.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Skripsi berjudul “Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci di Kota Bogor” bertujuan untuk memberi informasi kepada para konsumen daging kelinci, calon pengusaha, dan pemerintah daerah yang akan mengembangkan ternak kelinci mengenai persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci. Di samping itu, skripsi ini memberi rekomendasi alternatif bauran pemasaran berdasarkan analisis persepsi konsumen terhadap bauran pemasaran daging kelinci di Kota Bogor.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2011

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat, hidayah, dan karunia, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selama penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Febriantina Dewi SE, MM, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Dr.Ir.Rita Nurmalina,MS selaku dosen penguji utama yang bersedia meluangkan waktunya serta berkenan memberikan segala bentuk saran dan kritik demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

3. Dr.Amzul Rifin,SP,MA selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

4. Dr.Wahyu Budi Priatna selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama Penulis kuliah.

5. Orang tua tercinta (Ramli Sianipar dan Dahliana Silalahi), abang (Herianto dan Rudi Susanto), serta adik-adikku tercinta (Lestari dan Erni) yang selalu mendoakan, mendidik, memberi semangat dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini. Juga buat tulang dan uda yang sudah banyak berkontribusi dalam bentuk moril dan materil dalam pendidikan yang dijalani Penulis.

6. Anisa Apriyani yang selalu memberikan semangat, dorongan serta doanya sehingga penulis bisa menghadapi tantangan yang ada dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

8. Aristi Pramadita yang sudah turut membantu penulis dalam banyak hal selama proses penyelesaian skripsi ini.

9. Seluruh staff pengajar dan staff pendidikan di Departemen Agribisnis, FEM IPB.

10. Sahabat-sahabat penulis, teman berekspresi, dan sumber inspirasi: Hatta, Felicia, Citra, Keluarga Osa, Keluarga Delahoya, dan Keluarga Biboki serta Biboka.

11. Teman-teman di Agribistic dan D’Cabs Band, semoga musik selalu menjadi bagian dari napas kita.

12. Teman-teman gladikarya yang sudah menjadi keluarga selama dua bulan: Ayu, Ungki, Tari dan Amel.

13. Seluruh teman-teman Agribisnis 44 yang selalu bersama-sama membuat kenangan indah selama kuliah.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian Penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan pahala atas kebaikan kalian.

Bogor, Agustus 2011

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv

I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1Latar Belakang ………... 1

1.2Perumusan Masalah ………... 6

1.3Tujuan Penelitian ………... 7

1.4Manfaat Penelitian ………. 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci ……… 9

2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci ………. 8

2.3 Karakteristik dan Kandungan Gizi Daging Kelinci ………. 11

2.4Penelitian Terdahulu ………. 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ……… 15

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ………... 15

3.1.1 Perilaku Konsumen dan Konsumen ……… 15

3.1.2 Persepsi ………... 16

3.1.2.1 Elemen Persepsi ……… 17

3.1.2.2 Dinamika Persepsi ……… 17

3.1.2.3 Proses Persepsi ………. 19

3.2Kerangka Pemikiran Operasional ……….... 20

VI METODE PENELITIAN ………... 24

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 24

4.2 Metode Penentuan Sampel ……….. 24

4.3 Data dan Instrumentasi ………... 25

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….... 26

4.4.1 Metode Analisis Deskriptif ... 26

4.4.2 Analisis Regresi Logistik ... 28

4.4.2.1 Evaluasi Model Logistik ... 28

4.4.2.2 Nilai Odds ratio ... 28

4.4.3 Skala Likert ... 32

4.5 Definisi Operasional ... 33

V Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

5.1 Letak Geografis Kota Bogor ... 35

(11)

5.3 Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) Kota Bogor ... 39

VI Hasil dan Pembahasan ... 40

6.1 Karakteristik Umum Konsumen ... 40

6.1.1 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Usia ... 40

6.1.2 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin .. 41

6.1.3 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Pendidikan... 42

6.1.4 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Pekerjaan ... 42

6.1.5 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Pengeluaran ... 44

6.1.6 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Suku Bangsa.... 45

6.1.1 Karakteristik Umum Konsumen Berdasarkan Variabel Agama ... 45

6.2 Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci ... 46

6.2.1 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Budaya ... 46

6.2.2 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Sosial ... 49

6.2.3 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Psikologis ... 52

6.2.4 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Bauran Pemasaran ... 53

6.2.4.1 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Produk ... 54

6.2.4.1 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Harga ... 55

6.2.4.1 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Tempat ... 56

6.2.4.1 Persepsi Konsumen Ditinjau Dari Aspek Promosi ... 58

6.3 Analisis Variabel yang Mempengaruhi Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci ... 60

6.5 Rekomendasi Bagi Pengusaha Daging Kelinci di Kota Bogor ... 70

VII Kesimpulan dan Saran ... 69

7.1 Kesimpulan ... 69

7.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Angka Kecukupan Gizi (Energi dan Protein)

Rata-Rata yang Dianjurkan untuk Usia 7-19

Tahun (per orang per hari) ... 1 2. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita

Menurut Kelompok Makanan2005 – 2009 ... 3

3. Perbandingan Komposisi Kimia Daging Kelinci

Dengan Ternak Lainnya ... 4

4. Perbandingan Populai Beberapa Hewan Ternak

Di kabupaten Bogor ... 6

5. Jumlah Responden pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor ... 25 6. Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk

Berdasarkan Wilayah Kecamatan Di Kota Bogor

Pada Tahun 2010 ... 35

7. PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan (2000)

Tahun 2005-2009 (Jutaan Rupiah) ... 37 8. PDRB Perkapita Kota Bogor 2005-2009 (Rupiah) hal 37 ... 37 9. Karakteristik Konsumen Daging Kelinci

di Kota Bogor Berdasarkan Variabel Usia ... 39 10. Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin ... 40 11.Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Tingkat

Pendidikan ... 41 12.Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Pekerjaan ... 42 13.Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Pengeluaran ... 44 14.Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Suku Bangsa ... 45 15.Karakteristik Konsumen Daging Kelinci di Kota

Bogor Berdasarkan Variabel Agama ... 45 16.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Budaya ... 47 17.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Budaya

(13)

18.Sebaran Responden Berdasarkan Skor Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Sosial

(Keluarga) ... 49 19.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Sosial

(Kelompok atau komunitas) ... 50 20.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Psikologis

(Proses Pemotongan) ... 51 21. Bentuk Olahan Daging Kelinci yang pernah

Dikonsumsi Responden ... 52 22.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Produk

(Rasa) ... 53 23.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Produk

(Tekstur) ... 53 24.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Produk

(Bau) ... 54 25.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Harga ... 55 26. Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Lokasi

Penjualan ... 56 27.Sebaran Responden Berdasarkan Skor

Rata-Rata Persepsi Konsumen dari Aspek Lokasi

Penjualan ... 56 28.Rataan Keseluruhan Aspek dan Sub Aspek

Analisis Persepsi Konsumen ... 57 29.Hasil Estimasi Regresi Logistik Terhadap

Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Responden untuk Memiliki Persepsi Baik

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Kuesioner Karakteristik Konsumen ... 79

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan perekonomian Indonesia. Bidang peternakan memiliki kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia yaitu sebagai komoditas utama penghasil daging, telur, susu, maupun produk sampingan berupa kotoran. Peternakan juga berkontribusi dalam menyediakan sumber protein dalam bentuk protein hewani. Protein hewani merupakan bagian yang sangat penting bagi tubuh manusia karena sifatnya yang sulit digantikan dan merupakan pembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi dan sangat berperan dalam proses perkembangan kecerdasan manusia dan pembangunan bangsa.

Indonesia, pada saat ini cukup banyak mengalami masalah kesehatan berupa malnutrisi protein yang cukup besar. Sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari Departemen Kesehatan, konsumsi ideal protein untuk orang Indonesia dewasa rata-rata sebesar 55,14 gram/hari. Dari Tabel 1 dapat dilihat kebutuhan rata-rata protein masyarakat Indonesia.

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi (Energi dan Protein) Rata-Rata yang Dianjurkan untuk Usia 7-19 Tahun (per orang per hari)

Umur Berat Badan

(Kg)

Tinggi Badan (Cm) Energi (Kkal) Protein (g)

7-9 tahun 25 120 1800 45

Pria : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 35 46 55 138 150 160 2050 2400 2600 50 60 65 Wanita : 10-12 tahun 13-15 tahun 16-19 tahun 37 48 50 145 153 154 2050 2350 2200 50 57 50

Sumber: Departemen Kesehatan (2004)

(17)

kontribusi serealia menjadi sangat besar. Pada Tabel 2 disajikan Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan.

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok Makanan (2005 – 2009)

No. Komoditi 2005 2006 2007 2008 2009

1 Padi-padian 23.69 23.33 22.43 22.75 22.06

2 Umbi-umbian 0.45 0.41 0.4 0.42 0.33

3 Ikan 8.02 7.49 7.77 7.94 7.28

4 Daging 2.61 1.95 2.62 2.4 2.22

5 Telur dan susu 2.71 2.51 3.23 3.05 2.96

6 Sayur-sayuran 2.52 2.66 3.02 3.01 2.58

7 Kacang-kacangan 6.31 5.88 6.51 5.49 5.19

8 Buah-buahan 0.43 0.39 0.57 0.52 0.41

9 Minyak dan lemak 0.48 0.45 0.46 0.39 0.34

10 Bahan minuman 1.08 1 1.13 1.06 0.98

11 Bumbu-bumbuan 0.82 0.81 0.76 0.73 0.68

12 Konsumsi lainnya 1.03 0.95 1.43 1.37 1.21

13 Makanan jadi 6,44 5.83 7,33 8,36 8,10

Jumlah 55.27 53.65 57.66 57.49 54.35

Sumber: BPS (2010)

Pada Tabel 2 dapat dilihat rata-rata konsumsi protein per kapita penduduk Indonesia sebagian besar masih bergantung pada beras-berasan yang kandungan proteinnya hanya berkisar antara dua hingga delapan gram, dibandingkan dengan daging dan telur yang kandungan proteinnya masing-masing berkisar antara 14 sampai 55 gram dan 10 sampai 17 gram. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya kemampuan Indonesia dalam mencukupi sumber protein hewani yang berupa daging, telur, dan susu melalui hasil dari ternak lokal. Padahal dalam kurun waktu lima tahun ke depan, kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia belum dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan hasil pemotongan ternak lokal, baik ruminansia maupun nonruminansia (Balitnak, 2008). Untuk memenuhi kebutuhan protein asal ternak tersebut, pemerintah melakukan impor ternak bakalan dan daging dari negara tetangga.

(18)

ternak. Sementara nilai ekspor yang masih jauh lebih kecil dibandingkan impor menyebabkan Indonesia mengalami deficit dalam neraca ekspor impor ternak seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Neraca Ekspor-Impor Komoditi Peternakan Tahun 2003-2007 (US$ 000) No

.

Uraian Tahun/ Year

2003 2004 2005 2006 2007 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Ekspor

/ Export

336.492,6 356.370,1 354.644,8 288.784,9 377.671,9

2 Impor/ Import

512.753.0 694.099,1 817.668,2 886.754,4 1.386.482,8

3 Neraca / Balanc e

(176.260,4 )

(337.729,0 )

(463.023,4 )

(597.969,5 )

(1.008.810,9 )

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan (2010)

Tahun 2003 nilai impor keseluruhan ternak, belum termasuk bahan baku pakan dan hasil-hasilnya berjumlah US$ 512.753.000 yang identik Rp 4,7 triliun. (kurs rupiah ekuvalen Rp 9.200). Kemudian pada tahun 2007 ini meningkat menjadi US$ 1.386.482,8 ribu atau menyedot devisa senilai Rp12,8 triliun, Tetapi nilai impor tahun 2007 akan semakin membengkak apabila kita memasukkan nilai impor bahan baku pakan unggas yang bernilai US$ 1.102.373.548,52 atau berjumlah Rp. 10,2 triliun sehingga nilai impor keseluruhan peternakan untuk tahun 2007 menjadi berjumlah Rp. 22,9 triliun (Ditjennak 2010). Melihat nilai impor tehadap hewan ternak yang terus mengalami peningkatan, sudah seharusnya dikembangkan sumber daya yang ada di negara kita sendiri, misalnya dengan mengembangkan ternak lokal yang potensial.

(19)

memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan daging di Indonesia. Selain itu daging kelinci juga lebih sehat, kandungan kolesterolnya rendah, kandungan proteinnya lebih baik dibandingkan ayam, babi, domba, dan sapi, serta kotorannya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik sebagai salah satu solusi dalam mencegah pemanasan global yang saat ini menjadi perhatian dunia. Perbandingan komposisi kimia antara kelinci dengan ternak lain disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Komposisi Kimia Daging Kelinci dan Ternak Lainnya Jenis Energi

(kkal/kg)

Sodium

(mg/g)

Lemak Jenuh

(mg/g)

Kadar Air

(%)

Protein

(%)

Lemak

(%)

Kelinci 160 40 37 70 21 8

Ayam 200 70 67 19.5 12

Sapi 380 65 41.3 49 15.5 35

Domba 345 75 55.4 53 15 31

Babi 330 70 38.6 54.5 15 29.5

Sumber: Sarwono (2001)

Komposisi gizi kelinci yang sehat tersebut membuat ternak ini cocok untuk dijadikan menu diet. Daging kelinci bisa diolah menjadi berbagai produk turunan, seperti abon, bakso, dendeng, dan sate kelinci. Selain untuk menu diet, daging kelinci juga bisa mencegah kanker dan menolong penderita asma. Hal ini dikarenakan kelinci mengandung niasin (8,43 mg/100 gr bahan, setara dengan 42% dari total kebutuhan harian), vitamin B12 (8,3 µg/100 gr bahan), dan selenium (Se) dengan kadar 38,5 µg/100 gr bahan, suatu jumlah yang dapat menutupi sekitar 55 persen kebutuhan harian tubuh akan unsur ini dan daging kelinci juga mengandung ketotifen, yaitu kandungan kimia organik yang mampu membantu meredakan asma.1

Dari keunggulan-keunggulan tersebut, kelinci sudah seharusnya mampu menjadi salah satu penyumbang protein nasional yang sangat potensial. Namun pada kenyataanya masyarakat sendiri secara psikologis masih belum nyaman mengkonsumsi daging kelinci. Hal ini dikarenakan kelinci umumnya dianggap sebagai hewan kesayangan yang lucu dan menggemaskan. Bahkan ada yang menganggap kelinci mirip dengan kucing sehingga tidak tega untuk

(20)

mengkonsumsinya. Hal ini membuat daya terima masyarakat terhadap daging kelinci juga menjadi sangat rendah.

Bogor merupakan salah satu wilayah yang mulai mengembangkan kelinci sebagai komoditas hias dan pangan. Pertumbuhan populasi ternak kelinci di Kabupaten Bogor, yang merupakan lokasi terdekat penghasil daging kelinci bagi Kota Bogor, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2008 hingga 2009, yaitu mencapai 24 persen di mana pada tahun 2008 jumlah populasi kelinci di Kabupaten Bogor sebanyak 11.362 menjadi 14.165 pada tahun 2008 (Disnakan 2010). Hal ini diikuti dengan mulai menjamurnya usaha pengolahan daging kelinci di kawasan puncak dan sekitarnya. Namun para pengusaha pengolah daging kelinci tersebut mengeluhkan antusiasme dari warga Bogor yang masih sangat rendah dalam mengkonsumsi daging kelinci. Sehingga pertumbuhan usaha mereka terkesan lambat. Kebanyakan dari masyarakat sekitar masih awam dengan daging kelinci untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kelinci merupakan hewan kesayangan yang lucu dan sangat menggemaskan sehingga menimbulkan hambatan psikologis untuk mengkonsumsinya.

Daging kelinci merupakan produk baru di Kota Bogor yang sangat prospektif dikembangkan namun belum mendapatkan penerimaan dari masyarakat luas, maka perlu dilakukan analisis mengenai konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Adapun analisis yang akan dilakukan adalah mengenai persepsi konsumen dan penjabaran mengenai karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor. Hal ini sangat penting dilakukan agar para pengusaha maupun calon pengusaha yang akan masuk ke dalam industri pangan olahan berbahan baku daging kelinci memiliki gambaran mengenai konsumen yang akan menjadi sasaran mereka sehingga pemasaran yang dilakukan bisa lebih efektif. Selain itu, dari persepsi konsumen yang sudah mengkonsumsi daging kelinci tersebut, bisa menjadi acuan bagi konsumen lain yang belum pernah mengkonsumsi daging kelinci, sehingga diharapkan mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap daging kelinci.

1.2 Rumusan Masalah

(21)

Bogor sendiri populasi kelinci mengalami peningkatan sebesar 24,67 persen dimana tahun 2008 populasi kelinci sebanyak 11,362 ekor menjadi 14,165 ekor pada tahun 2009. Pertumbuhan ini dikarenakan pemerintah Bogor mulai gencar menggalakkan pengembangan ternak kelinci di wilayah Bogor, salah satunya melalui pembentukan kampong kelinci. Pemerintah daerah Bogor membagikan bantuan dalam bentuk ternak kelinci kepada kelompok tani dan masyarakat miskin di wilayah Bogor untuk dikembangkan menjadi usaha kelompok maupun keluarga.

Pertumbuhan populasi kelinci di kawasan Bogor ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa ternak seperti ayam petelur, itik, sapi potong, kerbau, dan kambing non PE. Perbandingan tingkat pertumbuhan populasi beberapa hewan ternak tersebut disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Populasi Beberapa Hewan Ternak di Kabupaten Bogor (2008-2009)

No. Jenis Ternak Tingkat Pertumbuhan Populasi

(%) 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Kelinci Ayam Petelur Itik

Sapi Potong Kerbau

Kambing Non PE

24,67 11 4,27 -3,98

0,89 5,29

Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2010)

(22)

Kehalalan daging kelinci telah terjamin dengan terbitnya Fatwa MUI pada tanggal 12 Maret 1983 M yang menetapkan bahwa memakan daging kelinci hukumnya halal (Balitnak, 2010).

Kurang populernya daging kelinci di masyarakat kemungkinan pada adanya kebiasaan makan (food habit) yang susah dirubah karena manusia biasanya memiliki ikatan batin, loyalitas dan sensitifitas terhadap kebiasaan makannya, meskipun dalam jangka waktu yang lama dapat ditembus pula pola kebiasaan makan tersebut, disamping itu efek psikologis sangat mendominasi kebiasaan makan daging kelinci dan sementara pihak ada yang beranggapan bahwa daging kelinci mempunyai rasa khas yang belum tentu dapat diterima oleh semua orang (Suradi, 2003).

Fannani (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan usaha sate kelinci di Kota Bogor, berjalan dengan sangat lambat. Hal itu bisa dilihat dari kuantitas produsen olahan daging kelinci yang bisa ditemui oleh penulis. Beberapa faktor yang menyebabkan perkembangan usaha ini terhambat seperti: pasokan daging kelinci yang cukup sulit dan mahal, serta persepsi konsumen yang masih awam terhadap kelinci.

Dari pemaparan di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor?

2. Bagaimana persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor?

3. Apa saja variabel yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor?

4. Apa saja yang dapat dilakukan dalam menjalankan usaha daging kelinci di Kota Bogor?

1.3 Tujuan

1. Menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor. 2. Mengetahui persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci.

(23)

4. Memberikan rekomendasi kepada pihak pengusaha yang baru akan memulai usaha daging kelinci atau yang akan mengembangkan usaha daging kelinci di Kota Bogor.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi mahasiswa, penelitian ini menjadi sarana untuk menambah wawasan dan aplikasi dari teori yang didapatkan diperkuliahan. Diharapkan pula penelitian ini bisa menjadi referensi bagi mahasiswa lain untuk penelitian lainnya.

2. Bagi para pengusaha produk olahan daging kelinci, penelitian ini bermanfaat dalam memberikan data mengenai pasar potensial dan konsumen sasaran dari produk turunan daging kelinci.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci

Kelinci semula merupakan hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai hewan percobaan. Hampir setiap negara di dunia memiliki ternak kelinci karena kelinci mempunyai daya adaptasi tubuh yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di hampir seluruh dunia. Kelinci dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi, Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut trewelu dan sebagainya. Adapun menurut Kartadisastra (1994) domestikasi kelinci pertama kali dilakukan oleh bangsa romawi yang menginginkan sumber pangan yang mudah. Domesitikasi dilakukan dari kelinci-kelinci hutan yang liar, proses domestikasi ini pun untuk selanjutnya menyebar ke wilayah eropa tengah dan wilayah eropa timur.

Peternakan kelinci sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1837 yang konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai kelinci hias. Kelinci pada awalnya merupakan hewan kesayangan yang dimiliki oleh tuan tanah. Progam pengembangan kelinci ditujukan untuk mengurangi rawan gizi telah dilakukan pemerintah pada tahun 1980, selanjutnya pada Tahun 1990 pemerintah sudah menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya mendorong perkembangan budidaya kelinci di masyarakat. Namun sampai saat ini perkembangannya mengalami hambatan karena perbedaan tujuan produksi dalam pengembangannya (Balitnak, 2010).

2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci

(25)

Sementara Kartadisastra (1994) membagi genus kelinci menjadi kelompok yang lebih spesifik, antara lain: Lepus (Genuine Hare) , Orictalagos (European Rabbit), Sylvilagus (Cooton Tail Rabbit), Pronolagus (Red Hare), Bunolagus (Bushman Hare), Pentalagus (Riu,Kiu Rabbit), Caprolagus (Brietle Rabbit), Poelagus (African Rabbit), Nesolagus (Sumatera Rabbit), Romerolagus (Volcano Rabbit), dan Brachyalgus (Dwarft Rabbit).

Lebas et al. (1986), diacu dalam Balitnak (2010) mengelompokkan kelinci menjadi kelinci besar, kelinci medium, kelinci ringan dan kelinci kecil berdasarkan ukuran tubuh dewasa, pertumbuhan rata-rata, dan umur mulai dewasa.

1. Kelinci besar adalah kelinci dengan bobot dewasa lebih dari 5.0 kg, potensi pertumbuhan bangsa ini dapat dieksploitasi terutama untuk persilangan. Termasuk kelompok ini adalah kelinci Bouscat Giant White, French Lop, Flemish Giant dan French Giant Papillon. Bangsa ini secara genetik dapat memperbaiki pertumbuhan pada bangsa lain.

2. Kelinci medium adalah kelinci dengan bobot dewasa 3.5-4.5 kg, kelinci ini merupakan kelinci yang dapat dipelihara secara intensif untuk produksi daging. Kelinci ini memilki nilai productivitas unggul yaitu fertilitas yang tinggi, pertumbuhan cepat, perkembangan perototan yang bagus, kualitas daging yang baik. Bangsa kelinci yang termasuk kedalam bangsa ini adalah English Silver, German Silver, Champagne d’Argent, New Zealand Red, New Zealand White dan Grand Chinchilla.

3. Kelinci ringan adalah kelinci dengan bobot dewasa 2.5-3.0 kg, kelinci tipe ringan dapat berkembang dengan sangat cepat dan merupakan induk yang baik. Konsumsi pakan lebih sedikit daripada kelinci tipe besar dan medium, dan bisa disilangkan untuk menghasilkan tipe ringan dengan berat karkas 1.0-1.2 kg. Tipe ini terdiri atas Himalaya, Small Chinchilla, Dutch, dan French Havana.

4. Kelinci kecil (kerdil) adalah kelinci dengan bobot dewasa 1 kg, kelinci jenis ini banyak digunakan sebagai kelinci pertunjukkan dan sebagai hewan kesenangan. Kelinci tipe ini diantaranya adalah Netherland Dwarf dan Polish Dwarf.

(26)

New Zealand Red, White dan Black, Rex Amerika. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari dari Eropa yang telah bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi. Jenis New Zealand White dan Californian sangat baik untuk produksi daging, sedangkan Angora baik untuk bulu.

2.3 Karakteristik dan Kandungan Gizi Daging Kelinci

Karakteristik daging kelinci diantaranya : berwarna putih, serat halus dan pendek seperti daging ayam dan juga rasa selezat daging ayam, warna sedikit pucat, lemak rendah, glikogen tinggi, kalori rendah, kolesterol rendah, Natrium rendah, mudah dikunyah, kadar air rendah, asam lemak tak jenuh dalam daging kelinci lebih banyak dibanding daging lainnya dan asam lemak jenuhnya lebih sedikit . Seperti kita ketahui bahwa asam lemak tidak jenuh tidak akan membentuk kolesterol dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Selain itu daging kelinci (yang disebut juga sebagai daging putih) memiliki tingkat keempukan yang lebih baik dibandingkan dengan daging merah. Hal ini dikarenakan seratnya yang lebih halus dan lebih besar dibandingkan dengan daging merah (Balitnak, 2010).

Daging kelinci memiliki kandungan protein tinggi, rendah lemak dan rendah kolesterol, sehingga dapat disebut sebagai ‘daging sehat’ (Yono dan Ridwan 2004; Kusmayadi 2005). Daging kelinci diketahui memilki kandungan kolesterol yang rendah sehingga baik bagi kesehatan dan juga dapat digunakan dalam program diet.

(27)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap konsumen daging kelinci masih sangat jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan perkembangan daging kelinci sebagai produk pangan masih tergolong baru. Hal ini menyebabkan sebagian besar pustaka diambil dari penelitian mengenai persepsi konsumen.

Fannani (2006) menganalisis mengenai respon dan kepuasan konsumen terhadap sate kelinci Kedai Daci di Kelurahan Ciparigi, Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Responden diambil secara Convenient Sampling, dimana responden adalah konsumen yang sedang membeli sate kelinci di Kedai Daci. Ditentukan pula responden merupakan warga yang benar-benar tinggal di Ciparigi. Dari data responden yang didapatkan oleh peneliti dapat dilihat bahwa, 51 persen responden berasal dari Keluarga Sejahtera II, 26 persen dari Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III Plus sebanyak 23 persen. Namun jika kita bandingkan secara langsung antara jumlah responden dari masing-masing kelas sosial dengan jumlah masyarakat dari masing-masing kelas sosial di atas, maka persentase terbesar dari responden yang berbelanja ke Kedai Daci adalah berasal dari Keluarga Sejahtera III yaitu sebesar 4,98 persen, dikuti oleh Keluarga Sejahtera III Plus dan Keluarga Sejahtera I, masing-masing sebesar 4,82 dan 2,44 persen.

Jika dilihat dari tingkat pendidikan responden, mayoritas konsumen sate kelinci di Kedai Daci berpendidikan di atas SLTA dengan rincian sebagai berikut: sarjana/S1, D3, Pasca Sarjana, SLTA, dan SLTP masing-masing sebesar 41, 17, 13, 17, dan 1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen daging kelinci adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Dan hal ini berkorelasi dengan alasan para responden membeli sate daging kelinci, dimana mayoritas (39 persen) mengonsumsi sate kelinci karena proteinnya yang tinggi.

(28)

tersebut terhadap keinginan untuk mengonsumsi daging kelinci serta bagaimana signifikansi dari karakteristik tersebut.

Sementara itu, Wicaksena (2006) menganalisis persepsi konsumen terhadap kopi bubuk torabika di Jakarta Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi konsumen atas harga, merek, dan kualitas kopi bubuk torabika dibandingkan dengan produk pesaing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, diagram ular, dan perceived quality analysis. Analisis deskriftif digunakan untuk menilai karakteristik responden dan persepsi konsumen terhadap harga kopi bubuk Torabika dan Kapal Api. Diagram ular digunakan untuk mengetahui bagaimana persepsi merek kopi bubuk Torabika terhadap kopi bubuk Kapal Api, sedangkan perceived quality analysis digunakan untuk mengukur apakah kopi bubuk Torabika memberikan nilai yang sesuai dengan harapan konsumen. Adapun untuk perolehan responden digunakan sampel fraction dari sepuluh kecamatan di Jakarta timur berdasarkan populasinya. Persamaan antara penelitian yang akan peneliti lakukan dan yang telah dilakukan Wicaksena terdapat pada metode perolehan sampel yang telah disebutkan di atas. Hal ini dikarenakan peneliti memiliki kesamaan dalam hal lingkup geografis yang akan diteliti yaitu satu wilayah kota dengan jumlah populasi yang tidak diketahui. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada komoditi yang dianalisis, lokasi penelitian, dan metode analisis.

(29)

ibu rumah tangga yang diambil kemudian dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas bawah, menengah, dan atas.

(30)

III Kerangka Pemikiran

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Beberapa teori yang digunakan sebagai bahan acuan meliputi teori konsumen dan perilaku konsumen,teori persepsi, baik elemen-elemen persepsi maupun dinamika persepsi, dan teori sikap konsumen.

3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen

Menurut Undang-Undang Nomor 8 mengenai perlindungan konsumen, konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dengan kata lain konsumen dapat didefinisikan sebagai orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000).

Konsumen memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan atau memutuskan mengonsumsi suatu barang. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dan alami, sehingga kebutuhan tidak bisa diciptakan melainkan oleh konsumen itu sendiri. Namun dalam praktiknya, kebutuhan dapat ditimbulkan melalui stimuli yang diciptakan oleh pemasar.

Perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1995) adalah "consumer behaviour may be defined as decision process and physical motivity indivials image in when evaluating, acquiting, using or disposing of goods and service". (perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang dan jasa).

(31)

mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya (waktu, uang, usaha) untuk memperoleh barang atau jasa yang diinginkan.

3.1.2 Persepsi

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengonsumsi yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologis. Sebuah proses internal yang dinamakan persepsi, yang bermanfaat sebagai sebuah alat penyaring (filter) dan sebagai metode untuk mengorganisasi stimuli yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi tersebut menyediakan mekanisme melalui seleksi stimuli dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti. Akibatnya adalah bahwa kita lebih dapat memahami gambaran mengenai lingkungan yang diwakili oleh stimuli tersebut.

Persepsi merupakan aktivitas penting yang menghubungkan konsumen individual dengan kelompok, situasi dan pengaruh pemasar (Hawkins et al 1996). Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasi dan mengiterpretasikan stimuli ke dalam gambaran yang mempunyai arti dan masuk akal sehingga dapat dimengerti. Menurut Kotler (2001) persepsi merupakan proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan mengintepretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman. Jika informasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui seseorang, maka informasi tersebut akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai suatu informasi dapat berupa pengertian tentang suatu obyek tersebut.

(32)

3.1.2.1 Elemen Persepsi

Persepsi terdiri dari beberapa elemen yang terdiri dari sensasi, ambang mutlak, ambang diferensial, dan persepsi subliminal. Sensasi adalah jawaban atau tanggapan langsung dari organ sensorik, seperti mata, telinga, mulut, dan kulit terhadap stimuli yang sederhana. Sedangkan stimuli adalah unit input produk terhadap indera manusia, seperti produk, kemasan, merek, dan iklan. Sensasi sangat tergantung pada faktor seberapa efektif stimuli terjadi.

Ambang mutlak adalah batas minimum yang menyebabkan konsumen dapat merasakan sensasi. Hal ini dapat digambarkan sebagai keadaan di mana konsumen dapat merasakan perbedaan antara ada dan tidaknya suatu stimuli. Ambang diferensial adalah perbedaan minimum yang dapat dideteksi antara dua stimuli yang serupa. Ambang diferensial memberikan gambaran bahwa semakin besar stimuli awal mengharuskan stimuli berikutnya lebih besar untuk menarik sensasi konsumen. Persepsi subliminal adalah kondisi dimana stimuli berada di bawah ambang, sehingga menyebabkan tidak timbulnya sensasi secara optimal bagi konsumen.

3.1.2.2 Dinamika Persepsi

Persepsi yang dihasilkan individu tidak akan pernah serupa untuk realitas yang sama. Setiap perubahan lingkungan yang terjadi akan diterima oleh sensor manusia dengan sensasi yang berbeda-beda. Persepsi setiap individu memiliki keunikan yang menyebabkan berbeda satu sama lain karena perbedaan individu dalam memiliki harapan, kebutuhan, keinginan, dan pengalaman sebelumnya dalam mengonsumsi suatu produk.

(33)

harapan, pengalaman sebelumnya, motif pembelian, dan pengenalan kebutuhan. Faktor personal inilah yang menyebabkan perceptual selection setiap individu berbeda.

Individu tidak langsung menyerap stimuli yang berasal dari lingkungan. Setiap stimuli yang ada di lingkungan sekitar akan diadakan pengorganisasian secara utuh dan menyatu, bukan secara terpisah-pisah. Pengorganisasian terhadap stimuli disebut perceptual organization. Perceptual organization dilakukan berdasarkan tiga prinsip, yaitu figure dan latar belakang (figure and ground), pengelompokan (grouping), dan penyelesaian (closure). Stimuli yang mudah diingat adalah stimuli yang memberikan sensasi berbeda kepada individu.

Perceptual interpretation adalah proses memberikan arti kepada stimuli sensoris. Interpretasi juga memiliki keunikan tersendiri dari setiap individu karena dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kejelasan informasi, dan motif individu. Stimuli terkadang begitu ambigu bagi konsumen. Namun, pengalaman sebelumnya serta cara berinteraksi individu terhadap lingkungannnya dapat membantu untuk mendefinisikan stimuli. Ketika stimuli berada pada taraf ambiguitas maksimum, maka individu menginterpretasikan stimuli secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan, harapan, dan motif mereka masing-masing. Jauh dekatnya interpretasi individu dengan realitas tergantung pada kejelasan stimuli, pengalaman masa lalu serta motivasi dan minat individu tersebut saat pembentukan persepsi.

Persepsi melekat pada benak konsumen dalam jangka waktu yang lama. Konsumen akan memandang suatu produk secara berbeda tergantung persepsinya. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen memandang berdasarkan citra (image) produk. Produk yang tidak memiliki citra berarti di mata konsumen belum mampu mendapatkan persepsi yang konsisten dalam waktu yang lama. Karena persepsi menyangkut citra produk, maka riset tentang persepsi sama dengan riset citra produk atau merek (brand image).

3.1.2.3 Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

(34)

dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada. Persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut, antara lain:

1) Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.

2) Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensorik.

3) Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.

4) Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yang berupa tanggapan dan perilaku.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:

1) Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.

2) Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.

3) Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu.

Menurut Newcomb diacu dalam Arindita (2003), ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi yaitu:

1) Konstansi (menetap): di mana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.

(35)

kemampuan perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.

3) Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.

3.1.3 Strategi Pemasaran dan Bauran Pemasaran

Menurut Kotler (2006) strategi pemasaran adalah logika pemasaran dimana perusahaan berharap untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang menguntungkan. Dengan dipandu oleh strategi pemasaran tersebut perusahaan merancang bauran pemasaran terintegrasi yang terdiri dari beberapa faktor dibawah kendalinya, yaitu produk (product), harga (price), tempat (plce), dan promosi (promotion) atau yang lebih dikenal dengan istilah Empat P (4P).

Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. Adapun komponen dari produk meliputi ragam, kualitas, desain, fitur, nama merek, layanan, dan kemasan.

Harga adalah jumlah yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk. Harga menjadi salah satu elemen yang paling penting dalam menentukan pangsa pasar dan keuntungan suatu perusahaan. Adapun elemen dari harga antara lain, daftar harga, diskon, potongan harga, periode pembayaran, persyaratan kredit, dan lain-lain. Penetapan harga dapat dipertimbangkan melalui pendekatan nilai dan pendekatan biaya.

Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. Tempat ini meliputi saluran, cakupan, pemilahan, lokasi, persediaan, transportasi, dan logistik.

Komponen terakhir bauran pemasaran adalah promosi. Promosi berarti aktifitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya. Promosi dapat dilakukan dalam bentuk iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(36)

dipelihara dengan skala pemeliharaan yang kecil maupun besar, sehingga diharapkan dalam waktu singkat dapat menyediakan daging untuk memenuh kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia yang setiap tahunnya meningkat.

Banyak keunggulan yang diperoleh dari mengonsumsi daging kelinci, yaitu kandungan protein yang tinggi dan rendah kolesterol, sehingga daging kelinci dapat dipromosikan sebagai daging sehat, selain itu kulit dan kotorannya masih mempunyai nilai ekonomis, khususnya kulit bulu (fur) dari ternak kelinci Rex dan Satin mempunyai nilai komersiil yang tinggi sebagai bahan garmen yang dapat menggantikan fur dari binatang buas yang semakin langka. Penampilan ternak kelinci yang jinak dan lucu menjadikan ternak ini sebagai hewan kesayangan bagi penyayang binatang, disamping itu kemajuan industri farmasi yang pesat sangat membutuhkan ternak ini sebagai kelinci percobaan.

Salah satu wilayah yang saat ini mulai serius dalam mengembangkan kelinci sebagai ternak lokal yang potensial adalah Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Melalui kelompok-kelompok tani, pihak pemerintah menyalurkan bantuan-bantuan berupa ternak kelinci bagi kelompok rumah tangga miskin untuk dijadikan salah satu sumber mata pencaharian. Selain itu pemerintah Kabupaten Bogor juga membentuk kampung kelinci sebagai daerah percontohan untuk menjadi sentra penghasil kelinci. Adanya upaya yang serius dari pemerintah inilah yang menyebabkan populasi kelinci di wilayah Bogor mengalami peningkatan dari 11.362 ekor pada tahun 2008 menjadi 14.165 ekor pada tahun 2009.

Pada kenyataannya pengembangan ternak kelinci sebagai penyedia daging sampai saat ini masih menemui banyak kendala karena daging dari ternak ini belum populer dan diterima oleh sebagian masyarakat sehingga sulit dalam pemasarannya. Kesulitan pemasaran lebih banyak disebabkan oleh faktor kebiasaan makan (food habit) dan efek psikologis yang menganggap bahwa kelinci sebagai hewan hias atau kesayangan yang tidak layak untuk dikonsumsi dagingnya. Hal ini menyebabkan usaha penjualan daging kelinci olahan menjadi sepi pelanggan, salah satunya adalah Café Kelinci yang ada di wilayah Bogor.

(37)

konsumsi daging yang rendah lemak. Namun faktanya daging kelinci masih belum bisa diterima oleh masyarakat luas untuk dikonsumsi.

(38)

176.260,4

Keterangan:

[image:38.595.51.568.27.732.2]

Lingkup Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Hambatan Psikologis Bagi Beberapa Orang Untuk Mengkonsumsi Daging

Kelinci

Persepsi Konsumen Terhadap Daging Kelinci

Karakteristik Konsumen Yang Mengkonsumsi Daging Kelinci Dilihat dari:

- Tingkat Pendidikan - Tingkat Pengeluaran - Usia

- Pekerjaan - Jenis kelamin

Konsumen Potensial Yang Menjadi Target Pemasaran

Produk Olahan Daging Keunggulan Daging Kelinci Sebagai Sumber

Pangan Baru Sumber Protein Hewani: - Makanan sehat yang mengandung protein

tinggi namun rendah lemak dan kolesterol. - Dapat mencegah Kanker dan

menyembuhkan penyakit asma

Daging Kelinci Dipopulerkan Sebagai Pangan Alternatif Sumber Protein

Hewani di Kota Bogor

Rekomendasi bagi pihak pemasar yang akan atau telah menjalankan usaha pengolahan daging kelinci di

(39)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kota Bogor merupakan kota berpenduduk padat di provinsi Jawa Barat dengan tingkat pendapatan per kapita yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga memungkinkan adanya potensi pemasaran daging kelinci yang cukup baik. Selain itu letak Kota Bogor sangat strategis, yaitu di tengah-tengah Kabupaten Bogor dan merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian, dimana terdapat pasar induk yang menjual berbagai komoditas termasuk kelinci. Pengumpulan data di lapang dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan, yaitu dimulai pada awal bulan Mei 2011.

4.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang sudah pernah mengonsumsi daging kelinci dan berusia di atas 18 tahun serta berdomisili di Kota Bogor. Adapun teknik pemilihan responden yang digunakan adalah metode convenience sampling yaitu responden dipilih berdasarkan kemudahan ditemui dan kesediaan responden untuk mengisi kuisioner. Secara keseluruhan responden diambil dari enam kecamatan yang terdapat di Kota Bogor yaitu kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Utara, dan Tanah Sareal.

Dengan pertimbangan waktu dan biaya, maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 50 responden. Responden akan diambil dari setiap kecamatan yang ada di Kota Bogor melalui pendekatan sample fraction yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dimasing-masing kecamatan terhadap jumlah seluruh penduduk Kota Bogor.

Menurut Nazir (2005), penentuan sampel dalam setiap kecamatan menggunakan metode alokasi sampel berimbang melalui pendekatan sample fraction dihitung dengan rumus:

n1 = dimana:

(40)

N1= jumlah populasi dalam tiap kecamatan N = jumlah populasi penduduk Kota Bogor n = besarnya ukuran sampel (50 orang)

[image:40.595.113.507.188.471.2]

Berdasarkan perhitungan diperoleh sebaran responden dalam setiap kecamatan yang terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Responden pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor Kecamatan

Jumlah Penduduk

(N)

sample frame

(N1/N) Jumlah penduduk X sample frame

Jumlah responden per

kecamatan (n1) Bogor

Selatan 180.745 0.190445132 9.522256619 10 Bogor Timur 94.572 0.099647443 4.982372143 5 Bogor Utara 170.32 0.179460649 8.973032434 9 Bogor

Tengah 102.203 0.10768798 5.384398978 5 Bogor Barat 210.45 0.221744325 11.08721627 11 Tanah sareal 190.776 0.201014471 10.05072355 10

Total 949.066 50 50

4.3 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari konsumen melalui wawancara langsung dan melalui pengisian kuesioner sebagai panduan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas-dinas dan instansi terkait , seperti Badan Pusat Statistik Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta referensi kepustakaan lainnya.

(41)

Adapun pengumpulan data primer menggunakan kuesioner terbagi menjadi beberapa jenis pertanyaan, yaitu:

1) Pertanyaan tertutup (close ended question), adalah pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan terlebih dahulu sehingga responden hanya dapat memilih jawaban yang telah disediakan dalam pertanyaan tersebut.

2) Pertanyaan terbuka (open ended question), merupakan pertanyaan dengan jawaban yang bersifat bebas sehingga responden dapat mengisi pertanyaan yang diajukan sesuai dengan pendapat pribadinya.

3) Pertanyaan kombinasi, yaitu pertanyaan dengan jawaban yang telah ditentukan serta diikuti dengan adanya jawaban yang tidak ditentukan terlebih dahulu, sehingga responden bebas untuk memberikan jawaban.

4.4 Metode Pengolahan Data

Analisis data konsumen dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel, tulisan, diagram, atau grafik. Selanjutnya untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik responden, dalam penelitian digunakan metode analisis regresi logistik yang dikaitkan dengan persepsi responden terhadap konsumsi daging kelinci.

4.4.1 Metode Analisis Deskriptif

Metode deskriptif merupakan metode analisis yang dirancang untuk mendeskripsikan, menggambarkan, dan melukiskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1988). Teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pertama adalah pemberian kuesioner kepada responden, mentabulasikan semua jawaban responden berdasarkan kuesioner, dan melakukan analisis berdasarkan hasil yang diperoleh dari pentabulasian. Metode ini akan memberikan keluaran berupa data karakteristik responden.

4.4.2 Metode Regresi Logistik

(42)

variabel bebasnya bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang diskontinyu 1 dan 0.

Menurut Harmini (2011) model analisis regresi logistik digunakan untuk pemodelan masalah, yang melibatkan satu variabel respon, berupa kategorik, dipengaruhi oleh satu atau lebih dari satu variabel independent, yang mencapai pengukuran metrik atau gabungan metrik dan nonmetrik. Tidak dibutuhkan asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Banyaknya kategori variabel respon bisa hanya dua kategori saja (binary logistic regression), namun bisa pula lebih dari dua kategori (multinomial logistic regression). Pada penelitian ini yang digunakan adalah binary logistic regression karena variabel respon hanya terdiri dari dua kategori kemungkinan, yaitu persepsi baik (1) dan persepsi buruk (0).

Nilai variabel tak bebas dari model logistik antara 0 dan 1, bentuk fungsi dari model logistik adalah: Ln [P/1-P] = α + βx + µ

P adalah nilai peluang dari variabel tak bebas yang nilainya biner yaitu 0 dan 1, nilai P diperoleh dari: Y= Prob (Y=1) = µ

Sebaran peluang yang digunakan dalam digunakan dalam fungsi logit adalah sebaran logistik, sehingga nilai harapan bersyarat Y jika diketahui X adalah:

E (Y│X) = π (X) = dengan g (X)= Ln [π(X)/ 1-π(X)]

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel respon adalah persepsi konsumen terhadap daging kelinci yang dibagi menjadi dua kategori yaitu, konsumen mengonsumsi daging kelinci (1) dan konsumen tidak ingin mengonsumsi daging kelinci (0).

(43)

1) Usia sebagai karakteristik demografi konsumen yang memiliki pengaruh terhadap cara berperilaku, bertindak, dan berpikir konsumen. Variabel usia dikategorikan menjadi:

a) 17-23 tahun (0) b)24-30 tahun (1) c) 31-40 tahun (2) d) 41-50 tahun (3) e) 51-65 tahun (4)

2) Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang menentukan persepsi konsumen terhadap suatu produk. Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan produk yang dikonsumsinya. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua kategori yaitu, laki-laki (0) dan perempuan (1).

3) Tingkat pendidikan, dikategorikan menjadi: rendah (0), sedang (1), dan tinggi (2). Tingkat pendidikan akan terkait dengan banyaknya informasi dan pada akhirnya menentukan keputusan seseorang dalam melakukan pembelian dan mempengaruhi persepsi konsumen.

a) Rendah (Tamat SD dan SMP) b) Sedang (Tamat SMA/Sederajat)

c) Tinggi (Tamat Diploma sampai dengan Pasca Sarjana)

4) Pekerjaan responden yang dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan profesi atau pekerjaan sehari-hari, yaitu: pegawai (1) dan nonpegawai (0). Tingkat pendidikan akan mempengaruhi jenis pekerjaan seseorang. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan suatu pekerjaan, tingkat pendidikan menjadi salah satu ukuran pertimbangan. Adapun jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang dan kemudian mempengaruhi pola konsumsi dan proses keputusan seseorang.

a) Pegawai (Pegawai negeri, swasta, maupun wiraswasta) b) Non pegawai (tidak memiliki pekerjaan dan buruh kasar)

(44)

satunya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang terkait dengan daya beli konsumen. Adapun interval untuk setiap kategori pendapatan, adalah:

a) bawah ( <540000)

b) menengah 1 (540.000-1.080.000) c) menengah 2 (1.080.001-1.620.000) d) menengah 3 (1.620.001-2.700.000) e) menengah 4 (2.700.000-5.400.000) f) atas (>5.400.000)

6) Persepsi dikategorikan menjadi persepsi baik (1) dan persepsi buruk (0) yang dibagi sebaran rataan.

Dengan demikian model regresi logistik yang didapatkan pada penelitian ini adalah:

Pi= .…

Setelah ditransformasikan kedalam logit menjadi: Logit (Pi) = Ln [Pi / (1- Pi)]

=

=β β usia β jenis kelamin β tingkat pendidikan β pekerjaan

β tingkat pengeluaran

Dimana:

β0 = intercept X1 = Usia X2 = Jenis kelamin X3 = Tingkat pendidikan X4 = Pekerjaan

X5 = Tingkat pengeluaran

4.4.2.1 Evaluasi Model Dugaan

Menurut Harmini (2011), perlu dilakukan uji signifikansi model regresi logistic dugaan dan uji signifikansi masing-masing variabel independent untuk memeriksa apakah model secara statistik signifikan, serta variabel independent apa saja yang berpengaruh signifikan terhadapa variabel dependent.

(45)

Untuk menyimpulkan apakah model signifikan, dilakukan melaui uji hipotesa statistic, yang dinyatakan sebagai,

H0: β1=β2=…= βj=…= βk=0 (model dugaan tidak signifikan)

H1: Minimal ada satu βj 0 (model dugaan signifikan)

Untuk menguji hipotesa tersebut, digunakan statistic uji likehood ratio berikut ini,

H

H

Dimana, Ln adalah logaritma dengan basis bilangan natural (e).

Statistik G menyebar mengikuti sebaran Chi-square (X2) dengan derajat bebas=df=k. Pada output computer tersaji pula nilai P, dimana P=Peluang (X2df=dk>G). Apabila P<α atau G>X2(df=k)αmaka disimpulkan tolak H0 pada taraf

nyata α.

2) Uji Signifikansi Masing-masing Variabel Independent (Xj)

Apabila dari uji sebelumnya, disimpulkan bahwa model dugaan signifikan, maka perlu ditelusuri lebih lanjut variabel independent mana yang pengaruhnya signifikan terhadap variabel dependent. Untuk itu, dilakukan melalui uji hipotesa statistik berikut ini,

H0: βj=0 (variabel Xj tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel respon)

H1: βj 0 (variabel Xj berpengaruh signifikan terhadap variabel respon)

Statistik uji Wald di bawah ini, digunakan untuk menguji hipotesa tersebut.

Wj=[ ]

Dimana,

bj = Koefisien model dugaan untuk variabel independent Xj SECoef (bj) = Simpangan baku koefisien Xj

Statistik Wj menyebar mengikuti sebaran normal baku (Z). Jika P<α atau | | >

Zα/2 maka disimpulkan tolak H0 pada tarafnyata α. 4.4.2.2 Nilai Odds Ratio

Ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas dalam model logistic adalah nilai odds ratio (Ψ). Adapun nilai odds ratio untuk predictor Xj adalah sebagai berikut:

(46)

Odds ratio untuk Xj = =

=

Artinya, peluang sukses kategori Xj=1 besarnya kali lipat dibandingkan Xj=0, cateris paribus.

2) Untuk Xj dalam bentuk matriks

Odds ratio untuk Xj = =

=

Artinya, bila Xj bertambah satu satuan Xj,maka peluang suksesnya kali lipat dibandingkan sebelumnya, cateris paribus.

Nilai odds ratio berkisar antara nol hingga tak hingga. Adapun nilai odds ratio dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu:

a) Bila bj bertanda positif, maka odds ratio akan bernilai lebih dari satu, yang artinya Xj berpengaruh positif terhadap variabel respon sukses.

b) Bila bj bertanda negatif, maka odds ratio akan bernilai antara satu dan nol, yang artinya Xj berpengaruh negatif terhadap variabel respon sukses.

c) Bila bj bernilai nol, maka odds ratio akan bernilai satu, yang artinya Xj tidak berpengaruh terhadap variabel respon sukses.

4.4.3 Skala Likert

(47)

Setelah didapatkan data dari setiap pernyataan konsumen terhadap suatu isu atau objek tersebut, maka langkah berikutnya adalah menghitung skor akhir dari setiap item pernyataan. Skor akhir ini didapatkan dengan cara menghitung total skor dari setiap pernyataan dan dibagi dengan jumlah responden. Untuk interpretasi maka skor ini dikelompok menjadi beberapa rentang nilai. Rentang atau interval tersebut dihitung dengan cara: nilai tertinggi, yaitu 5 dikurangi nilai terendah, yaitu 1 lalu dibagi dengan banyaknya kelompok interval yang diinginkan. Pada penelitian ini kelompok interval dibagi menjadi lima kelompok, sehingga cara menghitungnya adalah: (5-1)/5 = 0,8 (Durianto et al 2003). Rentang skala tersebut digunakan untuk menginterpretasikan persepsi konsumen berdasarkan masing-masing pernyataan. Adapun rentang skala tersebut adalah sebagai berikut:

0,8 – 1,6 = Sangat tidak baik 1,7 – 2,5 = Tidak baik

2,6 – 3,4 = Netral/ sedang/ biasa saja 3,5 – 4,2 = Baik

4,3 – 5,0 = Sangat baik.

Sedangkan untuk mengkategorikan nilai persepsi akhir yang merupakan gabungan dari skor setiap pernyataan, maka digunakan pendekatan seperti diatas, yaitu (Total skor tertinggi – total skor terendah)/ 2 karena persepsi pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu, persepsi baik dan persepsi buruk.

4.5 Definisi Operasional

1. Konsumen adalah masyarakat yang tinggal di Kota Bogor dan yang sudah mengonsumsi daging kelinci serta berusia di atas 18 tahun.

2. Daging Kelinci adalah semua produk turunan seperti: sate dan gulai.

3. Karakterisitik Konsumen adalah gambaran sosial yang melekat pada konsumen dalam hal ini meliputi: tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi, pekerjaan responden, status kelas ekonomi, dan jenis kelamin.

(48)

5. Tingkat Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara pribadi maupun keluarga.

6. Usia merupakan masa hidup responden yang diukur dari kelahiran responden hingga waktu penelitian ini dilaksanakan.

7. Pekerjaan adalah aktifitas responden dalam rangka memenuhi perekonomian keluarga atau individu.

(49)

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5. 1. Letak Geografis Kota Bogor

Kota Bogor secara geografis terletak diantara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 6°30’30”LS - 6°41’00”LS, serta mempunyai rata-rata ketinggian minimal 190 meter dan maksimal 350 meter dengan batas-batas wilayahnya semua berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Jarak antara Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dengan Kota Bogor sekitar 60 kilometer, sehingga Kota Bogor termasuk daerah penyangga (buffer zone) DKI Jakarta. Posisi Kota Bogor yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Ibu Kota Jakarta, memungkinkan Kota ini dijadikan sebagai Kota Internasional. Dalam Keppres tentang rencana tata ruang wilayah Jabotabek dan Depok, Kota Bogor difungsikan sebagai sebuah Counter magnet bagi perkembangan DKI Jakarta. Daerah Kota Bogor ini diarahkan sebagai pusat kegiatan wilayah yang memiliki kegiatan utama sebagai kota perdagangan regional, jasa, pemukiman, dan industri. Parameter sebuah kota internasional antara lain ditandai oleh peruntukan sebagaian besar lahan untuk mendukung fungsi kota tersebut sebagai kota pemukiman, jasa, perdagangan regional, industri dan wisata ilmiah.

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,570 km2 dan mengalir beberapa sungai yang letak permukaan airnya jauh di bawah letak permukaan Kota. Sungai tersebut seperti sungai Cilliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Cipangi, dan Cibalok. Kondisi Kota Bogor yang terletak jauh di atas permukaan air beberapa sungai tersebut, membuat Kota Bogor relative aman dari bahaya banjir.

Batas Wilayah Kota Bogor dibatasi oleh beberapa kecamatan yang ada di Bogor. Batas sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, sedangkan untuk bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

(50)

tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kedudukan topografis dokumen Kota Bogor yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan Ibu Kota Negara merupakan potensi yang strategis untuk pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi. Adanya Kebun Raya, yang didalamnya terdapat Istana Bogor di pusat Kota merupakan tujuan wisata yang menarik wisatawan dan dapat mendatangkan pendapatan bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

Kota Bogor dengan ketinggian dari laut minimal 190 meter dan maksimal 350 meter, disebut pula sebagai kota hujan dengan keadaan cuaca dan udara yang sejuk. Suhu udara rata-rata tiap bulannya adakah 26°C dengan kelembapan udara sekitar 70% dan suhu udara terendah 21,8°C dengan jumlah terbesar pada bulan Desember dan Januari. Arah mata angin sebagian besar dipengaruhi oleh angin muson, dan untuk bulan Mei sampai dengan Maret dipengaruhi oleh angin muson barat.

Berdasarkan struktural pemerintahan, Kota Bogor terbagi atas enam kecamatan yang mencakup 68 Kelurahan terdiri dari 722 Rukun Warga dan 3.214 Rukun Tetangga. Enam kecamatan tersebut adalah Bogor Selatan, Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Kecamatan Tanah Sareal.

5.2 Keadaan Demografi

Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Bogor sementara adalah 949.066 orang, yang terdiri atas 484.648 laki-laki dan 464.418 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut masih tampak bahwa penyebaran/distribusi penduduk Kota Bogor masih bertumpu di Kecamatan Bogor Barat yakni sebesar 22,17 persen, kemudian diikuti oleh Kecamatan Tanah Sareal sebesar 20,10 persen, sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya di bawah 20 persen.

(51)

oleh 949.066 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Bogor adalah sebanyak 8.494 orang per kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Bogor Tengah yakni sebanyak 12.791 orang per kilometer persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Bogor Selatan yakni sebanyak 5.880 orang per kilometer persegi.

Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk Berdasarkan Wilayah Kecamatan Di Kota Bogor Pada Tahun 2010

Kecamatan

Jenis Kelamin Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Sex Ratio Luas Wilayah (km2) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal 93. 203 47. 984 74.975 86. 915 107. 072 97. 268 87.542 46.588 83.405 49.997 103.378 93.508 180.745 94.572 170.320 102.203 210.450 190.776 106 103 104 104 104 104 28.61 10.15 17.72 8.33 32.62 21.07

Kota Bogor 484. 648 464.418 949.066 104 118.50

Sumber: BPS Kota Bogor 2010

Penduduk Kota Bogor terus bertambah dari waktu ke waktu. Pada tahun 1961, ketika sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka, jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 154,1 ribu jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Kota Bogor sebanyak 195,9 ribu jiwa, tahun 1980 sebanyak 246,9 ribu jiwa, tahun 1990 sebanyak 271,7 ribu jiwa, tahun 2000 sebanyak 750,8 ribu jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 949,1 ribu jiwa. Kenaikan yang cukup tinggi dalam kurun waktu 1990 – 2000 disebabkan wilayah Kota Bogor bertambah 46 kelurahan dari kabupaten Bogor berdasarkan PP No. 2/1995. Pertambahan jumlah penduduk di Kota Bogor tersebut merupakan salah satu indikasi pangsa pasar dari industri yang bergerak di sektor pangan juga mengalami peningkatan.

5. 3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor

(52)

Selain untuk melihat perkembangan ekonomi di Kota Bogor, besaran PDRB (per kecamatan) juga digunakan sebagai bahan pembanding tingkat pembangunan antar kecamatan. Dengan demikian dapat diketahui posisi masing-masing kecamatan berdasarkan aktivitas pembangunan, karena angka PDRB ini dapat mencerminkan hasil pembangunan. Angka PDRB ini dapat juga digunakan sebagai indikator ekonomi yang bermanfaat diantaranya: pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian, tingkat kesejahteraan rakyat, dan tingkat inflasi dan deflasi.

Ditinjau Atas Dasar Harga Berlaku, PDRB Kota Bogor tahun 2009 secara umum seluruh sektor lapangan usaha mengalami

Gambar

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Menurut Kelompok  Makanan (2005 – 2009)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 6. Jumlah Responden pada Setiap Kecamatan di Kota Bogor
Tabel 9.  PDRB Perkapita Kota Bogor 2005-2009 (Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan harga dan permintaan daging sapi di Kota Medan; dan untuk menganalisis pengaruh faktor- faktor harga daging sapi,

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen mahasiswa A Mild Sampoerna di kota Bogor, menganalisis besarnya kontribusi masing-masing elemen

Karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dengan kelinci lokal mempunyai perbedaaan yang signifikan terhadap bobot foreleg (potongan komersial),

Dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen memiliki pengaruh terhadap peningkatan loyalitas konsumen Surat Kabar Jurnal Bogor, namun hasil uji hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik responden minuman probiotik jenis yoghurt, menganalisis sikap dan preferensi konsumen terhadap atribut,

Dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen memiliki pengaruh terhadap peningkatan loyalitas konsumen Surat Kabar Jurnal Bogor, namun hasil uji hipotesis

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis preferensi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk madu di Kota Blitar dan bertujuan untuk mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap hutan kota yang ada di wilayahnya serta pengaruh karakteristik