• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Jaringan Distribusi Daging Sapi Di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Jaringan Distribusi Daging Sapi Di Kota Bogor"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

EFISIENSI JARINGAN DISTRIBUSI RANTAI PASOK

DAGING SAPI DI KOTA BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Jaringan Distribusi Daging Sapi di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

NADYA MEGAWATI RACHMAN. Efisiensi Jaringan Distribusi Daging Sapi di Kota Bogor. Dibimbing oleh EKO RUDDY CAHYADI dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

Pasar dan perdagangan merupakan dua aspek yang saling terkait dan saling mengisi. Peluang pasar hanya dapat dimanfaatkan secara maksimal jika didukung oleh sistem perdagangan yang efisien. Efisiensi kegiatan distribusi komoditas dipengaruhi oleh panjang mata rantai distribusi dan besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai distribusi. Bogor sebagai kota jasa membutuhkan pasokan dari daerah lain dalam proses pemenuhan berbagai kebutuhan, terutama kebutuhan akan komoditas pangan. Jika terjadi hambatan dalam proses pasokan dalam jaringan distribusi, maka dapat dipastikan akan terjadi kelangkaan yang menyebabkan naiknya harga daging sapi yang harus dibayar oleh konsumen. Tingginya permintaan daging sapi yang terjadi di Kota Bogor mendorong para pelaku distribusi seperti pedagang besar dan pedagang pengecer selaku perantara yang berhubungan langsung dengan konsumen untuk mengoptimalkan rantai pasokan daging sapi.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah memetakan jaringan distribusi daging sapi di Kota Bogor, menganalisis biaya transaksi, nilai tambah dan efisiensi pemasaran dalam saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogort dan menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pedagang daging sapi di Kota Bogor dalam melakukan pemilihan saluran pemasaran. Penelitian dilakukan di Kota Bogor. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan non-probability sampling. Teknik penarikan snow ball sampling digunakan untuk mengetahui seberapa panjang rantai distribusi yang terjadi pada pemasaran daging sapi. Value Stream Mapping digunakan untuk memetakan jaringan distribusi rantai pasok daging sapi, biaya transaksi dianalisis dengan metode hayami, analisis saluran distribusi dan margin pemasaran dan analisis efisiensi pemasaran dan regresi logistik biner digunakan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pedagang daging sapi dalam memilih saluran pemasaran.

Berdasarkan hasil pemetaan jaringan distribusi dengan menggunakan Value Stream Mapping terdapat 9 alternatif saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogor. Rasio nilai tambah tertinggi (22.24%) diperoleh dari hasil pemotongan sapi hidup menjadi karkas yang didapatkan oleh PBDS I. Biaya transaksi dalam proses pasokan jaringan distribusi hanya berkisar 3-5%, biaya yang mendominasi adalah biaya dalam membeli pasokan daging sapi yang mencapai 60%. Saluran yang memiliki nilai efisiensi pemasaran tertinggi (0.80) dan Biaya transaksi terendah (IDR 694/Kg) adalah saluran 7 yaitu ( Feedloter – PBDS I – Konsumen). Berdasarkan hasil analisis regresi logistik biner, faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan pemilihan saluran pemasaran adalah pengalaman berdagang, volume pasokan dan biaya transaksi.

(6)

SUMMARY

NADYA MEGAWATI RACHMAN. Beef Supply Chain Distribution Network Efficiency at Bogor City. Supervised by EKO RUDDY CAHYADI and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.

Markets and trade are interrelated and complementary. Market opportunities can fully utilize if supported by an efficient trading system. The efficiency of commodity distribution is strongly influenced by the length of the distribution chain and the magnitude of the profit margin set by each of the distribution chain. Bogor as city of services needs supplies from other regions in the process of meeting all needs, especially needs for food commodities. If there is a bottleneck in the supply process in the distribution network, then certainly there will be scarcity leading to higher beef prices paid by consumers. The high demand for beef that occurred in the Bogor City encourages perpetrators of distribution such as wholesalers and retailers as intermediaries who deal directly with customers to optimize the beef supply chain.

The purpose of this study were mapping the distribution network of beef supply chain at Bogor city, analyzing the transaction costs, value added and marketing efficiency in the marketing channels of beef supply chain at Bogor city and analyzing the influencing factors of beef marketing channels choices at Bogor City. Sampling method was done by non-probability sampling, which snow ball sampling technique was used to analyze how long distribution channel of beef at Bogor City. Value stream mapping used to analyze distribution channel of beef supply chain. Hayami method used to analyze transaction cost, value added and marketing efficiency. Binary logistic regression used to analyze butcher preferences to choice marketing channel.

The result showed there were 9 alternative distribution channel of beef marketing at Bogor city. The biggest value added gained by PBDS I (22.24%) from slaughtered activities. Transaction cost in supply chain process only 3-5 % from total cost. The dominating cost were the cost that pay for buy beef supply it self (60%). The most efficient and has highest benefit channel were channel 7 (Feedloter – PBDS I – Consumen) with marketing efficiency score 0.80%. Based on binary logistic regression analysis, explanatory variable that significantly influenced the response variable on binary logistic function were experience of butcher, volume of supply and transaction cost.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

EFISIENSI JARINGAN DISTRIBUSI RANTAI PASOK

DAGING SAPI DI KOTA BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

3F-HL6M3R@;-1R

@D4F4R"-E*4=*4?0R

BR:@R BR'BJB4F)R R

?00@H'R

-HM'R

-K'R!B@0B'=R$GL,3R ;DNR'?'8.=-?R

BRBR @?@R R M?'?,'BR$+R

%'?00';R&93'?RL;3R

4:-I'1L3R@;-2R

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah manajemen rantai pasok, dengan judul Efisiensi Jaringan Distribusi Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM. dan Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA. atas bimbingannya yang telah banyak memberikan inspirasi dan pencerahan dalam setiap diskusi singkat namun melekat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc. selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan perbaikan sehingga menjadi suatu pembelajaran yang berharga bagi penulis. Serta ucapan terimakasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Jono M. Munandar M,Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak drh. R. Arief Mukti Wibawa, MM dan drh. Dollik dari UPTD Rumah Pemotongan Hewan Kota Bogor, serta seluruh narasumber sebagai responden ahli dari Dinas pertanian dan peternakan Kota Bogor, Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor dan PD. Pasar Pakuan Jaya yang telah membantu dan memberikan informasi selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Abdul Rohmat, Ibu Heni Heryati tercinta dan juga adik-adik tersayang Widya Riski Febrianti dan Fatya Zahra Aulia serta Kakek Sidik Sodikin (almarhum) dan Nenek Euis Oom Komiasih atas doa dan kasih sayang serta dukungan yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Terima Kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Alim Setiawan Selamet, S.TP, M.Si. atas masukan, perbaikan dan motivasi yang diberikan kepada penulis semenjak menempuh pendidikan sarjana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Siti Chaakimah, S.KPM, Rinny Saputri, M.Si, Rezika Meliza,M.Si, Intan Dewi Puspita,M.Si, Aldrian Kuswadi, S.TP, Melia Inosa, S.TP dan Reza Ahda Sabilla, M.Si serta teman-teman Pasca Sarjana Ilmu Manajemen 2013 atas persahabatan yang akan menjadi kenangan yang dirindukan, kisah suka dan duka dalam menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Michael Delpopi, M.Si atas percikan dari cahaya nuansa manisnya hidup dalam menjalani masa-masa akhir dalam menyelesaikan studi. May Allah SWT. give them all a bunch of blessed, love and happiness like they gave to me. May we can achieve our dreams and have a meaningful life.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Rantai Pasok 5

Manajemen Rantai Pasok 5

Pemasaran 6

Lembaga dan Saluran Distribusi 6

Pilihan Saluran Pemasaran 7

Margin Pemasaran 8

Konsep Nilai Tambah 9

Biaya Transaksi 10

Ternak Sapi Potong 10

Karkas Daging Sapi 12

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu 13

METODE PENELITIAN 15

Kerangka Pemikiran Penelitian 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Metode Pengumpulan Data 15

Metode Penentuan Responden 16

Metode Pengolahan dan Analisis Data 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Analisis Jaringan Distribusi Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Bogor 23

Analisis Biaya Transaksi pada Rantai Pasok 29

Analisis Pemilihan Saluran Pemasaran Daging Sapi di Kota Bogor 34

Implikasi Manajerial 38

SIMPULAN DAN SARAN 41

SIMPULAN 41

SARAN 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 45

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian 45

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Data Produksi dan Konsumsi Sapi di Indonesia 1

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian 15

Gambar 3 Pemetaan metode penentuan responden 16

Gambar 4 VSM Saluran Pemasaran Daging Sapi di Kota Bogor 24 Gambar 5 Hasil survey terhadap pemilihan saluran pemasaran daging sapi di Kota

Bogor 36

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi potongan daging sapi 12

Tabel 2 Penelitian Terdahulu 13

Tabel 3 Analisis biaya transaksi dan nilai tambah dengan menggunakan Metode

Hayami 20

Tabel 4 Jumlah pedagang daging di Kota Bogor 26

Tabel 5 Margin Pemasaran dan Biaya Transaksi Saluran Pemasaran Daging Sapi 30 Tabel 6 Perhitungan rata-rata nilai tambah dengan metode hayami 32

Tabel 7 Hasil Uji Regresi Logistik Biner 37

Tabel 8 Rekomendasi langkah-langkah strategis dalam optimalisasi kinerja rantai

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging sapi mempunyai peranan strategis dalam memenuhi kebutuhan protein hewani di Indonesia. Masyarakat sebagai konsumen berharap mendapatkan harga daging yang wajar serta terjangkau. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia diekspresikan oleh tingkat pendapatan perkapita yang terus meningkat. Hal tersebut secara langsung merubah pola konsumsi pangan penduduk ke arah protein hewani seperti daging, telur, dan susu. Perubahan struktur permintaan terhadap komoditas ternak berpengaruh terhadap kebijaksanaan penyediaan pangan, harga, serta proyeksi permintaan dari komoditas tersebut.

Berdasarkan data produksi dan konsumsi sapi Direktorat Pangan dan Pertanian 2014, peningkatan produksi daging sapi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi yang juga terus meningkat. Nilai konsumsi selalu lebih tinggi dibandingkan dengan produksi. Kesenjangan tersebut akhirnya ditutupi dengan cara impor. Data produksi dan konsumsi sapi nasional disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 1.

Gambar 1 Data Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Indonesia (ekor/tahun)

Sumber : Direktorat Pertanian dan Pangan 2014

Kondisi tersebut menyebabkan kerentanan terjadinya fluktuasi harga, yang dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan daging sapi yang beredar di pasar. Saat ini aspek pemasaran daging sapi menjadi permasalahan pembangunan sektor peternakan di Indonesia. Pada satu pihak, insentif pemasaran bagi produsen (peternak) perlu diperhatikan, di pihak lain harga daging sapi perlu disesuaikan dengan daya beli konsumen. Harga daging sapi yang tinggi ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan peternak secara signifikan. Sehingga terdapat suatu indikasi permasalahan yang membuat margin keuntungan dalam tata niaga daging sapi tidak terdistribusi dengan baik.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dipahami pelaku dalam rantai pasok daging sapi serta mengetahui sejauh mana kompleksitas dari rantai pasok. Permasalahan daging sapi nasional dialami juga oleh Kota Bogor. Permintaan daging sapi yang terus meningkat, namun disisi lain Bogor merupakan Kota Jasa. Kota ini bukan merupakan sentra produksi atau penghasil utama komoditas

222,656 213,477

349,967

410,698 425,495 395,244 413,087 440,774

488,931

544,896

2008 2009 2010 2011 2012

(18)

2

tertentu dan membutuhkan bantuan pasokan dari daerah lain dalam proses pemenuhan berbagai kebutuhan, terutama kebutuhan akan komoditas pangan. Selain untuk kebutuhan konsumsi masyarakat sehari-hari, Bogor juga membutuhkan pasokan komoditas daging untuk memenuhi kebutuhan konsumsi untuk wisatawan yang datang ke Bogor. Berbagai olahan daging yang disajikan di hotel, restaurant maupun usaha kecil dan menengah yang menggunakan daging sapi sebagai salah satu komposisi dari produk yang dihasilkan. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tingkat konsumsi daging per kapita yang cukup tinggi, yaitu 2.2 kg/tahun (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bogor 2015).

Pasar dan perdagangan merupakan dua aspek yang saling terkait dan saling mengisi. Peluang pasar hanya dapat dimanfaatkan secara maksimal jika didukung oleh sistem perdagangan yang efisien. Efisiensi kegiatan distribusi komoditas sangat dipengaruhi oleh panjang mata rantai distribusi dan besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai distribusi. Semakin pendek mata rantai distribusi dan semakin kecil selisih margin keuntungan antar pelaku pasokan, maka kegiatan distribusi tersebut semakin efisien. Harga daging di tingkat pengecer atau konsumen sangat ditentukan oleh harga pokok (di tingkat produsen), biaya penambahan nilai, biaya transaksi, keuntungan lembaga yang terlibat dan keseimbangan permintan dan penawaran (Gong et al. 2006) Efisiensi kegiatan distribusi tentunya berpengaruh pada harga dari daging sapi yang harus dibayar oleh konsumen, namun hingga saat ini penelitian mengenai besarnya biaya transaksi disepanjang rantai pasok masih terbatas.

Bogor sebagai kota jasa membutuhkan pasokan dari daerah lain dalam proses pemenuhan berbagai kebutuhan, terutama kebutuhan akan komoditas pangan. Populasi sapi potong di Kota Bogor pada tahun 2010-2014 berkisar antara 177-200 ekor (PUSDATIN 2015). Sementara itu, jumlah sapi yang dipotong di RPH milik pemerintah di Kota Bogor mencapai 1500-2000 ekor per bulan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar sapi yang dipotong di RPH Kota Bogor merupakan sapi yang berasal dari daerah lain. Saat ini pasokan sapi potong yang masuk ke Kota Bogor berasal dari wilayah Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan Lampung (DITJEN PKH 2013). Jika terjadi hambatan dalam proses pasokan dalam jaringan distribusi, maka dapat dipastikan akan terjadi kelangkaan yang menyebabkan naiknya harga daging sapi yang harus dibayar oleh konsumen. Biaya transaksi menjadi salah satu faktor penting yang perlu diketahui, karena selain berpengaruh pada pilihan saluran pemasaran juga berpengaruh terhadap harga yang harus dibayar oleh konsumen.

(19)

dapat ditingkatkan dengan cara menganalisis biaya transaksi dan nilai tambah dalam sepanjang rantai pasok daging sapi, sehingga rantai pasok akan berjalan dengan lebih efisien.

Berdasarkan penelitian Pangatur (2013), daging sapi di Indonesia memiliki berbagai macam saluran pemasaran. Daging sapi dijual ke hotel, restaurant dan katering (HOREKA), industri besar olahan daging sapi dan industri kecil menengah. Daging sapi juga dijual kembali ke pedagang eceran di pasar tradisional dan pasar modern sebelum akhirnya sampai ditangan konsumen akhir. Perlu diketahui apakah kelangkaan daging sapi terjadi disemua saluran pemasaran atau hanya terjadi disaluran pemasaran tertentu dan berbagai macam faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pemasok daging sapi untuk memilih saluran pemasaran. Biaya transaksi menjadi salah satu faktor penting yang perlu diketahui, karena selain berpengaruh pada pilihan saluran pemasaran juga berpengaruh terhadap harga yang harus dibayar oleh konsumen. Tingginya permintaan daging sapi yang terjadi di Kota Bogor mendorong para pelaku distribusi seperti pedagang besar dan pedagang pengecer selaku perantara yang berhubungan langsung dengan konsumen untuk mengoptimalkan rantai pasokan daging sapi.

Perumusan Masalah

Penelitian terdahulu telah menunjukan bahwa terdapat berbagai permasalahan dan isu dalam rantai pasok sapi yang perlu dikaji sebagai salah satu upaya mencapai target pemerintah untuk melaksanakan swasembada daging. Lemahnya koordinasi, sinergi dan efektivitas dalam kebijakan agribisnis komoditas peternakan, kurangnya pemahaman karakteristik dan kinerja pasar konvensional dan modern, serta relatif terbatasnya informasi mengenai kinerja kelembagaan rantai pasok juga menjadi penyebab terciptanya suatu jaringan rantai pasok yang tidak efisien.

Kementerian Pertanian (2010) dalam Peraturan Menteri Pertanian mengenai Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014 memiliki sasaran untuk meningkatkan produksi daging dalam negeri sebesar 10,4% setiap tahunnya dan penurunan impor sapi hingga mencapai 10% kebutuhan konsumsi Indonesia. Perbedaan jumlah konsumsi dan jumlah produksi lokal daging sapi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mencapai program swasembada daging sapi. Peningkatan produksi daging sapi harus didukung dengan suatu jaringan distribusi yang mampu menyebarkan pasokan daging sapi secara efektif dan efisien agar ketersediaan pasokan berkesinambungan dan mudah untuk dijangkau oleh masyarakat, baik dari segi lokasi penjualan maupun dari segi harga terutama bagi wilayah yang bukan merupakan sentra produksi daging sapi sehingga membutuhkan pasokan daging sapi dari wilayah lain.

(20)

4

mengetahui komponen biaya yang dibutuhkan dalam pemenuhan pasokan daging sapi di wilayah Kota Bogor. Setelah dipetakan dan dianalisis biaya transaksi dalam jaringan distribusi rantai pasok daging sapi, diperlukan juga analisis mengenai perilaku aktor dalam rantai pasok untuk memilih saluran pemasaran, terkait dengan tingkat biaya transaksi yang harus dipenuhi serta berbagai pertimbangan lain dalam melakukan penjualan dari satu rantai pasokan ke rantai pasokan berikutnya. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimana pemetaan jaringan distribusi sapi di Kota Bogor? (2) Bagaimana analisis biaya transaksi pasokan daging sapi di Kota Bogor? (3) Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pilihan saluran pemasaran pedagang daging sapi di Kota Bogor?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah : (1) Memetakan jaringan distribusi daging sapi di Kota Bogor (2) Menganalisis biaya transaksi, nilai tambah dan efisiensi pemasaran dalam saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogor (3) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran pedagang daging sapi di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi mengenai jaringan distribusi pasokan daging sapi di Kota Bogor, seperti pihak peternak, pedagang besar, pedagang eceran, konsumen. Bagi anggota rantai pasok daging sapi, diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan informasi yang bermanfaat terutama dalam hal penyempurnaan jaringan distribusi rantai pasok, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh anggota rantai pasok.

Bagi pemerintah khususnya Dinas Peternakan dan Dinas Ketahanan Pangan Kota Bogor, diharapkan hasil penelitian ini akan dijadikan salah satu sumber informasi dalam mengembangkan berbagai program yang terkait dengan jaringan distribusi pasokan daging sapi. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sumber informasi serta pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya yang relevan.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Rantai Pasok

Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk suatu physical distribution (Marimin dan Maghfiroh 2010).

Bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya manufacture menyampaikan informasi tersebut pada supplier. Rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen (Siagian 2005).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan komposisi pasar. Kedua hal tersebut akan menentukan kelangsungan mekanisme rantai pasok. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang berkualitas, dan memperluas pangsa pasar yang ada.

Menurut Simchi-Levi et al. (2000), masalah kunci yang terkait dalam pengelolaan rantai pasokan terdiri dari konfigurasi jaringan distribusi, pengendalian inventori, kontrak pemasokan, strategi distribusi, integrasi rantai pasokan dan kemitraan strategis, strategi perantaraan (procurement) dan outsourcing, desain produk, teknologi informasi dan sistem penunjang keputusan serta penilaian pelanggan. Pengelolaan rantai pasokan tidak hanya dilakukan agar seluruh bagian sistem memberikan kinerja keseluruhan yang efektif, tetapi juga efisien.

Manajemen Rantai Pasok

Istilah manajemen rantai pasokan dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajer sebagai kebijakan strategis perusahaan. Hal ini juga didasari adanya kesadaran bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok bahan baku, pabrik, distributor, retail dan konsumen akhir.

(22)

6

lainnya secara efisien. Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi.

Suatu rantai pasokan merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan di mana organisasi mempertahankan dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam mendistribusikan kepada konsumen. Tujuan yang ingin dicapai dari setiap rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan. Rantai pasokan yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan dari rantai pasokan tersebut (Tunggal 2009).

Tujuan pengelolaan rantai pasokan adalah memasok produk siap pakai secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat biaya dan yang terpenting, tepat mutu, dengan cara yang paling efisien (Probowati 2011). Manajemen rantai pasokan merupakan sebuah pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan aktivitas pemasok, penjual, pengolah, pergudangan dan pengguna/konsumen agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dan pada tempat yang tepat dengan sasaran akhir meminimalkan keseluruhan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada konsumen (Chopra dan Meindel 2007).

Pemasaran

Menurut Kotler dan Keller (2008) pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari berbagai pengaruh faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Pemasaran juga merupakan suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingan.

Rangkuti (2005) menjelaskan bahwa pemasaran akan terjadi karena hal-hal berikut : (1) tingkat kebutuhan yang mendesak, (2) tingkat komersialisasi produsen, (3) keadaan harga yang menguntungkan dan (4) peraturan. Segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara terpisah. Kotler dan Keller (2008) menegaskan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk memahami dan mengetahui pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa tersebut cocok dengan pelanggan atau dengan kata lain memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang menguntungkan.

Lembaga dan Saluran Distribusi

Saluran pemasaran (marketing channel) adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir. Menurut Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunya hubungan dengan badan usaha atau individu lain.

(23)

atau pengguna dan (3) saluran layanan yaitu untuk melakukan transaksi dengan calon pembeli.

Menurut FAO (2007) secara umum prinsip saluran distribusi produk pertaian yang berasal dari perusahaan pertanian (agribusinesses farmers) melewati empat rantai pemasaran yaitu (1) pemasaran langsung (direct sales), (2) pengecer (retailer) (3) grosir (wholesaler) dan (4) agen dan broker. Selain pemasaran secara langsung dari perusahaan pertanian ke lembaga pemasar, dapat juga terjadi pemasaran berantai dari mulai agen dan broker kemudian ke grosir selanjutnya ke pengecer.

Pilihan Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan fungsinya dengan memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu penting sebagai upaya dalam mengatasi kesenjangan waktu,tempat dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya (Cristovao 2015).

Pilihan saluran pemasaran merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam memasarkan produk. Saluran pemasaran yang berbeda memberikan tingkat keuntungan dan biaya yang berbeda pula. Selain itu saluran pemasaran yang dipilih dan digunakan oleh pedagang dalam memasarkan komoditas daging sapi memiliki pengaruh terhadap keuntungan yang akan diterima, sehingga pedagang akan memilih saluran yang lebih menguntungkan baginya. Kemudahan dalam melakukan transaksi, harga jual, lokasi pemasaran, kuantitas produksi, dan ketersediaan informasi pasar seringkali menjadi pertimbangan utama bagi pedagang dalam memilih saluran pemasaran (Chalwe 2011).

Faktor eksternal seperti perjanjian kontraktual dalam pemasaran produk dan perolehan kegiatan pendampingan dalam kelompok peternak juga mempengaruhi pilihan saluran pemasaran. Adanya perjanjian kontraktual yang ditetapkan menjadikan feedloter memilih untuk memasarkan produknya ke saluran tertentu selama periode yang disepakati antara feedloter dengan lembaga pemasaran (Xaba dan Masuku 2013; Jari 2009).

Faktor internal seperti karakteristik sosial ekonomi juga memberi pengaruh dalam menentukan saluran pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian Gebreeyesus dan Sonobe (2009), Xaba dan Masuku (2013), Chalwe (2011), Gong et al (2006) dan Anteneh et al. (2011) usia mempengaruhi pemilihan saluran pemasaran. Selain faktor usia, karakteristik sosial ekonomi yang juga mempengaruhi pilihan saluran pemasaran yaitu luas lahan (Gebreeyesus dan Sonobe 2009; Zivenge dan Karavina 2012), tingkat pendidikan (Xaba dan Masuku 2013; Anteneh et al. 2011), status kepemilikan lahan (Gebreeyesus dan Sonobe 2009), dan pengalaman (Jari 2009; Gebreeyesus dan Sonobe 2009).

(24)

8

lebih besar karena biaya transaksi yang lebih rendah dan menjamin kualitas dan keamanan dari produk.

Sebagai tambahan terhadap studi mengenai biaya transaksi yang terkait dengan koordinasi vertikal, para peneliti dalam bidang ekonomi pertanian juga mengadakan penelitian mengenai perilaku dari pelaku dalam jaringan distribusi suatu komoditas. Poole et al. (1998) melakukan penelitian terhadap sistem pemasaran jeruk di Spanyol dan menemukan bahwa ketidakpastian harga dan pembayaran menjadi pertimbangan yang penting terkait keputusan dalam pemilihan saluran pemasaran. Dalam survey 13 Provinsi di China, Guo dan Jiang (2005) menemukan bahwa partisipasi kontrak produksi secara positif berhubungan dengan spesialisasi dan komersialisasi dari produk yang dihasilkan. Dalam kasus penelitian pada sektor peternakan Zhou dan Dai (2005) menganalisis hubungan dan kontrak dari peternak babi di Provinsi Jiangsu di Cina dan menemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap keputusan peternak untuk melakukan forward contracting adalah skala peternakan, produksi non farm, debt situation dan regional discrepancies.

Dalam komoditas daging sapi, terdapat beberapa karakteristik yang menentukan sistem koordinasi vertikal diantara produsen dan prosesor, mulai dari keputusan untuk menjual di traditional spot market atau dengan membuat kontrak, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan penelitian terkait biaya transaksi dan pemilihan saluran pemasaran daging sapi di Cina yang dilakukan oleh Gong et al. (2006), variabel yang berpengaruh terhadap keputusan pemilihan saluran pemasaran daging sapi di Cina adalah fluktuasi harga, akses informasi, biaya transportasi dan ukuran dari jumlah daging sapi yang akan dijual. Variabel pengalaman tidak menunjukan hubungan yang kuat terhadap variabel dependen dalam matriks korelasi. Namun variabel pengalaman tetap disertakan dalam model tersebut, karena pengalaman secara umum dipercaya berpengaruh penting terhadap pemilihan saluran pemasaran. Biaya transaksi yang termasuk dalam analisis tersebut adalah : Ada atau tidaknya inspeksi kualitas daging sapi, waktu tunggu pembayaran setelah menjual sapi, kekuatan posisi tawar-menawar ketika menjual sapi, biaya transportasi, ketidakpastian grade sapi yang dibutuhkan, farm specialization, dan farm services received. Terdapat beberapa variabel sosial ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap variabel dependen. Variabel tersebut adalah tingkat investasi pada sapi, jumlah sapi yang terjual, tingkat pendidikan, feed conversion ratio, usia dari peternak sapi dan struktur kepemilikan. Penelitian tersebut menunjukan bahwa biaya transaksi berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran secara signifikan. Menurut Hobbs (1996) Biaya transaksi digolongkan menjadi tiga kelompok biaya, yaitu biaya informasi, biaya negosiasi dan biaya monitoring (enforcement).

Margin Pemasaran

(25)

selisih antara harga yang diterima produsen baik petani maupun peternak dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Margin pemasaran dapat didefinisikan antara lain : (1) merupakan perbedaan antara yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima peternak dan (2) merupakan biaya-biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran.

Margin pemasaran atau tataniaga komoditas pertanian adalah selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan di tingkat pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen. Rahim dan Hastuti (2008) menyatakan bahwa margin pemasaran adalah perbedaan harga ditingkat konsumen yaitu harga yang terjadi karena perpotongan kurva permintaan primer (primary demand curve) dengan kurva penawaran turunan (derived supply curve) dengan harga ditingkat produsen yaitu harga yang terjadi karena perpotongan kurva penawaran primer (primary supply) dengan permintaan turunan (derived demand).

Apabila tataniaga atau pemasaran suatu komoditi melalui banyak lembaga perantara, maka margin pemasaran merupakan penjumlahan margin-margin diantara lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sepanjang saluran pemasaran tersebut. Adapun share atau bagian yang diyerima petani atau petenak dapat dilihat keterkaitannya antara pemasaran dengan proses produksi. Jika proses produksi tidak efisien maka bagian yang diterima petani (farmers share) akan kecil.

Konsep Nilai Tambah

Nilai tambah dapat didefinisikan sebagai pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditas karena komoditas tersebut mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi (Coltrain et al. 2000). Bunte (2006) menyatakan bahwa distribusi biaya dan keuntungan yang tidak merata sepanjang rantai pasok agroindustri membahayakan kelangsungannya, karena menghambat upaya-upaya modernisasi pertanian tersebut yang pada gilirannya akan menghambat kemajuan industri tersebut.

Pada setiap bisnis, nilai tambah diperlukan agar pengusaha atau penanam modal mendapatkan tingkat keuntungan atau nilai tambah yang menarik, yaitu melebihi tingkat pendapatan pada investasi yang aman seperti deposito di bank atau investasi lain. Distribusi nilai tambah atau keuntungan sepanjang suatu rantai pasok haruslah adil dan disepakati semua anggota rantai pasok untuk menjaga kerjasama dan keberlangsungannya (Li dan Yuanyuan 2005). Salah satu atau sekelompok anggota dapat saja menjadi dominan didalam rantai pasok tersebut dan berperan sebagai pemimpin serta mengambil porsi yang lebih besar dari keuntungan pelaku yang lain. Untuk mengatasi dominasi itu harus dilakukan kerjasama antara para pelaku rantai pasok. Daya tarik bagi investor atau pengusaha untuk bergerak dalam usaha apapun termasuk usaha agroindustri adalah adanya pengaturan yang seimbang antara risiko dan imbalan (keuntungan) (Preckel et al. 2004).

(26)

10

yang mengalir dari hulu ke hilir, yang berawal dari peternak dan berakhir pada konsumen akhir. Dalam perjalanan tersebut, komoditas daging sapi mendapat berbagai perlakuan, seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaaan atau menimbulkan nilai tambah.

Menurut Hayami et al (1987), terdapat dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain.

Biaya Transaksi

Secara sederhana, biaya transaksi merupakan biaya yang ditimbulkan ketika mengadakan suatu pertukaran, baik antar perusahaan di suatu pasar atau perpindahan sumber daya antara satu tingkatan dengan tingkatan yang lain dalam suatu perusahaan yang terintegrasi secara vertikal. Biaya transaksi dibagi dalam tiga klasifikasi utama, yaitu: biaya informasi, biaya negosiasi dan biaya pengawasan (monitoring cost/enforcement) (Hobbs 1996).

Biaya informasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengetahui berbagai informasi yang terkait dengan proses transaksi, seperti informasi mengenai harga, spesifikasi komoditas yang diinginkan oleh konsumen, kebijakan pemerintah dan biaya lain yang ditimbulkan karena upaya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Biaya negosiasi timbul dari kegiatan fisik dari transaksi seperti biaya perumusan kontrak, (biaya dalam hal keahlian manajerial, mempekerjakan pengacara), atau membayar untuk jasa perantara untuk transaksi (Seperti lelang atau broker). Proses negosiasi juga berpengaruh terhadap waktu tunda pembayaran, posisi tawar-menawar (bargaining position), serta biaya transportasi yang dibutuhkan dalam proses perpindahan barang dari satu mata rantai ke rantai yang lain. Biaya pengawasan timbul setelah transaksi dinegosiasikan, seperti pemantauan kualitas barang dari pemasok atau memantau perilaku pemasok atau pembeli untuk memastikan bahwa semua persetujuan dalam transaksi terpenuhi (Hobbs 1996).

Ternak Sapi Potong

(27)

di Indonesia adalah Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Ongol dan Sapi Peranakan Ongol (Sapi PO). Jenis sapi murni impor adalah Sapi Hereford, Sapi Shorthorn, Sapi Aberdenangus, Sapi Charolais dan Sapi Brahman. Jenis sapi hasil persilangan antara lain : Sapi Santa Gertrudis, Sapi Breef Master, Sapi Brangus, Sapi Charbray (Siregar 2001).

Hampir semua jenis-jenis sapi lokal tersebut terdapat di seluruh Indonesia, tetapi ada pula yang hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja. Jenis sapi tersebut antara lain:

1. Sapi Bali, merupakan sapi keturunan dari Bos Banteng. Sapi Bali mempunyai bentuk dan karakteristik yang sama dengan Banteng dan tergolong sapi yang cukup subur, sehingga Sapi Bali sangat cocok sebagai ternak bibit yang potensial. Sapi Bali mempunyai fertilitas 83-86% (Siregar 2001).

2. Sapi Peramalam Ongol (PO), dikenal juga sebagai Sumba Ongol merupakan hasl persilangan Sapi Ongol asal India dengan Sapi Madura secara grading up (keturunan hasil perkawinan yang dikawinkan kembali dengan Sapi Ongol). Sapi ini berwarna putih dan berpunuk. Sapi PO jantan dewasa mencapai bobot badan kurang dari 600 Kg dan Sapi PO betina dewasa kurang dari 450 Kg. Keunggulan sapi PO memiliki pertumbuhan yang relatif cepat.

3. Sapi Madura, merupakan sapi lokal yang mirip Sapi Bali. Perbedaan yang siginifikan antara Sapi Bali dan Sapi Maduran terletak pada keberadaan punuk, sapi Bali tidak berpunuk sedangkan Sapi Madura berpunuk. Bobot sapi jantan dewasa 300 Kg dan sapi betina dewasa 250 Kg. Pertambahan bobot badan 0.25-0.6 Kg/ekor/hari. Persentase karkas 48-63%.

Adapun jenis sapi non-lokal yang biasa diternakan di Indonesia, antara lain : 1. Sapi Charolais, merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus dan

banyak dikembangbiakan di Amerika. Warna tubuhnya krem muda atau keputih-putihan. Postur tubuhnya besar dan padat, tetapi kasar denga bobot badan jantan dewasa dapat mencapai 1000 Kg, sedangkan betina dewasa sekitar 750 Kg.

2. Sapi Limousin, merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus yang berhasil dikembangkan dikembangkan di Perancis. Bentuk tubuhnya memanjang penuh daging dan sangat padat. Berat badan Sapi Limousin betina bisa mencapai rata 650 Kg, sedangkan jantan mencapai rata-rata 850 Kg. Sapi jenis Limousin merupakan salah satu jenis sapi yang merajai pasar-pasar sapi di Indonesia dan menjadi primadona untuk sapi yang akan digemukkan.

3. Sapi Brahman, merupakan sapi yang termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi ini banyak disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan menghasilkan Sapi Brahman Cross (Peranakan Amerika Brahman) dimana jenis sapi Brahman mempunyai pertambahan bobot badan harian yang cukup tinggi yaitu 0.8-1.2 Kg per hari. Jenis sapi Brahman umumnya diimpor dari Australia dan Selandia Baru dalam bentuk bakalan untuk digemukkan kembali.

(28)

12

Skotlandia. Umur dewasa sapi ini adalah 2 tahun, memiliki persentase karkas tinggi (60%) dengan mutu daging sangat baik dan lemak menyebar baik dalam daging.

5. Sapi Simental, berasal dari Swiss namun sekarang lebih cepat berkembang lebih cepat di benua Amerika, Australia dan Selandia Baru. Sapi Simental merupakan sapi tipe besar, sapi jantan dewasa mampu mencapai berat badan 1150 Kg sedangkan betina dewasa mencapai 800 Kg. Pertambahan bobot badan 1.6-1.8 Kg/ekor/hari.

6. Sapi Ongol, merupakan keturunan sapi liar Bos Indicus yang berhasil dijinakkan di India. Ciri khas Sapi Ongol berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, dan berleher pendek. Sapi Ongol tergolong lambat dewasa. Bobot maksimal sapi jantan dewasa 600 Kg dan sapi betina dewasa 400 Kg. Persentase karkas 45-58 %.

Beternak sapi potong sangat menguntungkan, selain menghasilkan karkas yang mencapai 45-58%, keuntungan lain yang didapat adalah sebagai sumber penghasil pupuk, menghasilkan kulit, tulang dan lain-lain. Di beberapa daerah sapi juga dijadikan sebagai sumber tenaga kerja dengan memperkerjakan sapi untuk membajak sawah petani (Siregar 2001).

Karkas Daging Sapi

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk asil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan esehatan bagi yang memakannya (Faturrokhman 2015). Karkas merupakan hasil potongan ternak setelah dikurangi kepala, kulit, cakar, darah dan isi perut. Badan Standarisasi Nasional/ SNI No. 3932:2008 (2008) menyatakan bahwa karkas adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal sesuai dengan CAC-GL 24-1997 telah dikuliti, telah dikeluarkan jeroannya, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambih, ekor serta lemak yang berlebih.

Berdasarkan pada BSN (2014) penyusunan standarisasi karkas daging perlu dilakukan untuk menjaga mutu daging. Standarisasi karkas daging tercantum dalam SNI No 3932:2008 diklasifikasikan dalam tiga kelas, seperti yang ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi potongan daging sapi

(29)

Golongan Potongan Daging Daging Iga (rib meat)

Samcan (thin flank)

Sandung lamur (brisket)

Sumber: BSN 2008

Golongan I merupakan bagian daging yang paling berkualitas dan paling mahal, bagian tenderloin dan sirloin biasanya dijadikan steak, sukiyaki, yakiniku atau shabu-shabu sedangkan bagian lamusir (cube roll) bahan daging untuk dipanggang, dibakar (grill) dan sup. Golongan II merupakan bagian-bagian yang secara kualitas dan harga berada dibawah Golongan I. Bagian-bagian pada Golongan II ini biasanya dijadikan masakan empal, dendeng, rendang, bakso, abon dan lain-lain. Golongan III adalah bagian daging sapi yang secara kualitas dan harga berada di bawah di bawah Golongan I dan II. Pada Golongan III in biasanya dibuat untuk kornet, rollade, rawon, sop, sate, daging giling dan oseng-oseng.

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu yang menjadi referensi bagi peneliti dalam mengembangkan analisis agar penelitian ini lebih terarah. Adapun hasil penelitian terdahulu disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Topik Penelitian

Faturrokhman (2015)

Menjelaskan tingkat efisiensi, rantai nilai dan elastisistas transmisi harga antara sapi potong ditingkat peternak dengan harga karkas dan harga daging sapi ditingkat jagal dan pengecer di Wilayah DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa saluran pemasaran sapi potong dan daging di Jakarta masih belum optimal, diperlukan strategi pendekatan kearah industrialisasi peternakan sapi dan modernisasi dalam saluran distribusi. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mempelajari tingkat efisiensi dari saluran pemasaran daging sapi, sedangkan perbedaannya dalam penelitian tersebut tidak dianalisis faktor yang mempengaruhi pedagang daging sapi dalam menentukan pilihannya dalam memilih saluran pemasaran.

Emhar et al

(2014)

Mempelajari dan menjelaskan bahwa lembaga-lembaga pemasar memiliki nilai margin yang berbeda-beda dan dapat membandingkan nilai margin keuntungan dan margin biaya. Selain itu dalam penelitian tersebut dilakukan analisa tingkat efisiensi pemasaran antar saluran pemasaran. Dalam penelitian yang dilakukan margin antar lembaga pemasaran serta distribusinya juga dianalisis setelah sebelumnya dilakukan pemetaan saluran pemasaran dengan menggunakan Value Stream Mapping.

(30)

14

Peneliti Topik Penelitian

Sumitra et al.

(2013)

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif mempelajari pola saluran pemasaran, margin pemasaran, gross margin dan margin share.

Selain itu dalam penelitian ini dianalisa kebijakan saluran pemasaran, kebijakan harga dan kebijakan gross margin, sedangkan penelitian yang dilakukan berfokus pada pemetaan saluran pemasaran, analisis biaya transaksi dan nilai tambah serta efiiensi saluran pemasaran serta faktor yang mempengaruhi keputusan pedagang daging sapi dalam memilih saluran pemasaran.

Francis et al.

(2008)

Penelitian ini mempelajari rantai nilai daging sapi di Inggris pada sektor jasa makanan dengan pendekatan VCA (Value Chain Analysis). Dari hasil analisis VCA tersebut teridentifikasi sektor jasa makanan yang mendapatkan keuntungan besar dan keuntungan kecil. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah aliran nilai dianalisis dengan menggunaan VSM (Value Stream Mapping) yang mampu memetakan aliran pasokan dan membedakan aliran yang memiliki nilai tambah dan aliran yang tidak memberikan nilai tambah serta waktu yang dibutuhkan dalam proses pasokan mulai dari produsen dan konsumen. Mahbubi (2014) Permasalahan yang menjadi topik dalam penelitian ini adalah Madura

Sebagai Pulau Sapi (P2MPS) perlu segera dibenahi guna mewujudkan Madura sebagai pulau sapi dan mendukung swasembada daging nasional. Hasil penelitian menunjukan bahwa swasembada bisa tercapai melalui serangkaian pendekatan yang terintegrasi pada setiap komponen sepanjang rantai pasok mulai dari breeder, peternak, pedagang atau distributor, rumah potong hewan, industri daging sapi dan olahannya serta konsumen akhir baik rumah tangga maupun industri dengan memperhatikan keberlanjutan baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan.

(31)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Peningkatan produksi daging sapi harus didukung dengan rantai pasok yang efektif dan efisien agar mampu terdistribusi dengan baik sehingga komoditas daging sapi dapat terjangkau oleh masyarakat. Rantai pasok yang efisien dapat terlihat dari selisih margin antara satu mata rantai dengan mata rantai lainnya, semakin kecil selisih margin, rantai pasok semakin efisien. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana pemetaan distribusi pasokan daging sapi yang masuk ke wilayah Kota Bogor, lalu akan dilakukan analisis biaya transaksi serta faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran oleh pedagang daging sapi yang berawal dari RPH hingga ke konsumen akhir di Kota Bogor. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berawal dari Rumah Pemotongan Hewan yang berada di Kota Bogor, kemudian ditelusuri pasokan yang berasal dari RPH hingga ke tujuh pasar tradisional yang terdapat di Kota Bogor, yaitu Pasar Anyar, Pasar Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Sukasari, Pasar Gunung Batu, Pasar Merdeka dan Pasar Padasuka. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni 2015 – Oktober 2015.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah metode survey dengan melakukan observasi langsung dan wawancara yang dipandu oleh kuesioner kepada pedagang besar dan pengecer daging sapi. Hal ini bertujuan

Faktor yang berpengaruh dalam pemilihan saluran pemasaran

Analisis Regresi Logistik Biner

Implikasi Manajerial untuk Stakeholders

Biaya transaksi pemasaran daging sapi

Pilihan saluran pemasaran

Value Stream Mapping

Analisis Margin dan Nilai tambah

(32)

16

untuk memperoleh gambaran jaringan distribusi rantai pasok daging sapi dari RPH hingga sampai ke konsumen di Kota Bogor. Kuesioner tidak diberikan langsung kepada responden, peneliti menggunakan kuesioner pada saat mewawancarai responden agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan pertanyaan lebih tersusun dengan baik.

Metode Penentuan Responden

Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama, yaitu membuat pemetaan terkait jaringan distribusi rantai pasok daging sapi di Kota Bogor, responden ditentukan dengan cara purposive sampling. Responden yang ditentukan dengan purposive sampling adalah seseorang yang dinilai memiliki kapabilitas dan informasi mengenai jaringan distribusi daging sapi di Kota Bogor. Responden ahli dalam penelitian ini adalah Kepala RPH Kota Bogor dan staf ahli yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan melaksanakan kegiatan operasional di RPH Kota Bogor, Dinas Peternakan dan Pertanian Pemerintah Kota Bogor, Dinas Ketahan Pangan Kota Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor dan PD. Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor. Setelah melakukan wawancara mendalam dengan responden ahli, peneliti mengikuti alur saluran pemasaran dari pedagang daging sapi di Kota Bogor dengan cara snowball sampling. Penelitian dimulai dari pedagang daging sapi yang telah terdaftar menjadi pengguna jasa RPH Kota Bogor. Responden pada penelitian ini terdiri atas 45 orang pedagang daging sapi yang tersebar di 7 pasar tradisional di Kota Bogor, yaitu Pasar Anyar, Pasar Bogor, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Jambu Dua, Pasar Gunung Batu dan Pasar Padasuka. Pemetaan metode penentuan responden dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pemetaan metode penentuan responden

Penelitian dimulai dari pedagang daging sapi yang telah terdaftar menjadi pengguna jasa RPH Kota Bogor. Pedagang daging sapi, baik pedagang besar maupun pedagang pengecer tersebar di 7 Pasar yang berada di Kota Bogor. Penentuan responden dilakukan dengan cluster sampling, yaitu populasi dibagi ke dalam kelompok kewilayahan kemudian memilih wakil tiap-tiap kelompok. Jumlah responden didalam suatu kelompok ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah populasi pedagang daging di masing-masing pasar. Responden

(33)

pedagang besar akan diwawancarai untuk menganalisis biaya transaksi, nilai tambah dan faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran. Biaya transaksi akan dianalisis mulai dari pedagang besar, pedagang pengecer hingga sampai ke saluran pemasaran yang dipilih oleh pedagang tersebut.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pemetaan jaringan distribusi daging sapi di wilayah Kota Bogor dianalisis dengan metode Value Stream Mapping (VSM) (Hines et al. 1999). Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis (1) efisiensi pemasaran, (2) nilai tambah dalam rantai pasokan, dan (3) biaya transaksi. Faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran yang dilakukan oleh pedagang daging sapi akan dianalisis dengan menggunakan regresi logistik biner. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data adalah Microsoft Excel 2010 dan SPSS 21.

Value Stream Mapping (VSM)

Value Stream Mapping (VSM) memeriksa nilai tambah dari setiap langkah dalam proses rantai pasok (supply chain). Value Stream Mapping (VSM) adalah sebuah prinsip yang pada intinya hampir sama dengan basic flowchart (diagram alir dasar), yang membedakan adalah VSM menemukan dan memetakan kegiatan yang memiliki nilai tambah (value added work) dan kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah (non-value added work). Secara langsung VSM menyumbang keuntungan bagi perusahaan dengan mengurangi non-value added work (Rother et al. 1999).

VSM menganut konsep lean manufacturing, yang bertujuan untuk meminimalisir waste dan menciptakan nilai tambah yang lebih bagi pelanggan. Nilai didefinisikan sebagai sesuatu yang berupa proses atau kegiatan yang akan menimbulkan keinginan bagi konsumen untuk membayarnya. Konsep lean (ramping) pada saat ini didefinisikan sebagai suatu cara pandang terhadap segala kegiatan dalam proses pasokan dengan memetakan aktifitas yang terjadi dalam proses pasokan dan menghilangkan waste yang terdapat dalam aktifitas tersebut (Colgan et al. 2013). Kunci utama dalam menerapkan konsep VSM adalah untuk melihat setiap proses kegiatan dalam pasokan adalah bagian dari aliran nilai dan mencari nilai yang dihasilkan dari aktifitas tersebut serta mengoptimalkan nilai yang terdapat pada sepanjang rantai pasokan.

VSM dibuat berdasarkan Five principles of Lean thinking (Womack dan Jones 2003) yaitu :

1. Value in the eye of the customer (nilai yang terlihat di mata konsumen). Nilai yang terlihat pada mata konsumen merupakan titik awal dari konsep lean. Dalam membuat suatu VSM hal yang pertama dilakukan adalah mampu memahami makna dari nilai yang diinginkan oleh konsumen. Nilai yang diinginkan merupakan suatu visi dari sebuah VSM. Mulai dari proses produksi produk dan metode yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan konsumen.

(34)

18

3. Maximize the flow and pull (maksimisasi aliran dan tarikan), aliran produk, informasi dan keuangan yang mengalir tanpa henti dengan mengeliminasi waste dalam antrian, pergerakan, proses transportasi, persediaan, produk cacat, kelebihan produksi dan proses-proses yang tidak dibutuhkan. Semakin cepat produk sampai ke tangan konsumen semakin rendah biaya yang dikeluarkan.

4. Empower the people in the stream (memberdayakan pelaku dalam aliran), merupakan tugas utama dari stakeholder yang mengatur jalannya aliran nilai. Setiap proses harus mempunyai standarisasi agar kualitas yang dihasilkan seragam. Pengelolaan yang baik memungkinkan untuk pengambilan keputusan di tingkat yang lebih rendah, memberikan pelatihan untuk mencari akar permasalahan dan menyelesaikannya bagi setiap pelaku dalam pasokan. Serta, memberdayakan pelaku pasokan untuk melakukan lean improvement pada setiap melakukan kegiatan dalam proses pasokan. 5. Continue lean improvement until every process is 100% value add

(melanjutkan lean improvement hingga setiap proses menghasilkan nilai). Konsep lean merupakan strategi bisnis jangka panjang, bukan merupakan suatu inisiatif taktis dalam menghemat biaya. Lean improvement dihasilkan dari setiap perubahan kecil yang dilakukan setiap proses pasokan menuju aliran nilai yang lebih optimal. Konsep Plan – do – check – act merupakan metode ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan dan perbaikan.

Analisis Efisiensi Pemasaran

Pengujian ini dapat dilakukan dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran dimana efisiensi pemasaran merupakan perbandingan antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, sehingga dapat dirumuskan (Soekartawi, 1989):

�� = �� ×

Keterangan : EP : Efisiensi Pemasaran (%) TB : Total Biaya (Rp) TNP : Total Nilai Produk (Rp)

Penarikan kesimpulan dapat dilihat berdasarkan perbandingan nilai efisiensi pemasaran (EP) dimana rantai pasokan yang memiliki tingkat efisiensi pemasaran lebih tinggi adalah rantai pasokan yang memiliki nilai efisiensi pemasaran (EP) lebih kecil. Langkah selanjutnya untuk mengetahui efisiensi pemasaran dapat dilihat berdasarkan nilai distribusi margin pemasaran pada rantai pasokan daging sapi. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis margin pemasaran dan distribusi margin. Berikut adalah rumus untuk perhitungan margin pemasaran dan distribusi margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007):

1. Rumus margin pemasaran sapi potong hidup

� = �� − �

Keterangan :

MP : margin pemasaran (rupiah per ekor)

(35)

2. Rumus margin pemasaran daging sapi

� = �� − �

Keterangan :

MP : margin pemasaran (rupiah per kg)

Pr : harga di tingkat konsumen daging (rupiah per kg) Pf : harga di tingkat pengusaha daging (rupiah per kg)

3. Rumus distribusi margin pemasaran sapi potong - Share biaya

SBij= [Cij / (Pr – Pf)] x 100%

- Share keuntungan

SKj= [Pij/(Pr-Pf)] x 100%

Pij = HJj-HBj-Cij

Keterangan :

SBij : persentase biaya transaksi ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (%).

Cij : biaya transaksi ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

SKj : persentase keuntungan lembaga pemasaran ke-j (%)

Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

HJj : harga jual lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

HBj : harga beli lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

4. Rumus distribusi margin pemasaran daging sapi - Share biaya

SBij= [Cij / (Pr – Pf)] x 100%

- Share keuntungan

SKj= [Pij/(Pr-Pf)] x 100%

Pij = HJj-HBj-Cij

Keterangan :

SBij : persentase biaya transaksi ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (%).

Cij : biaya transaksi ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

SKj : persentase keuntungan lembaga pemasaran ke-j (%)

Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

HJj : harga jual lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

HBj : harga beli lembaga pemasaran ke-j (rupiah per ekor)

Nilai margin pemasaran digunakan untuk mengetahui nilai share biaya dan share keuntungan setiap mata rantai. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat shared value yang berkaitan dengan penerimaan nilai sebagai timbal balik dari kontribusi yang diberikan setiap mata rantai (Emhar et al. 2014).

Analisis Nilai Tambah

(36)

20

Konversi Harga Produk (kg) = Penjualan Produk Harga 1 kg daging sapi

Nilai tambah diperoleh dari nilai output dikurangi dengan harga bahan baku dan harga input lain. Disamping itu, nilai tambah adalah nilai yang terdiri dari pendapatan tenaga kerja dan keuntungan yang diperoleh, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:

VA = Nilai Output – Nilai Input Atau

VA = Biaya TK + π

Keterangan :

VA : value added atau nilai tambah pada hasil pemotongan sapi hidup menjadi primary product dan side product (Rp/kg)

Nilai output: nilai penjualan primary product dan side product (Rp/kg)

Nilai input : nilai bahan baku dan nilai input lain (tidak termasuk biaya tenaga kerja) yang menunjang proses pemotongan sapi (Rp/kg)

π : keuntungan yang diterima dari proses pemotongan (Rp/kg)

Biaya TK : pendapatan tenaga kerja langsung pada proses pemotongan (Rp/kg)

Nilai margin pemasaran digunakan untuk mengetahui nilai share biaya dan share keuntungan setiap mata rantai. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat shared value yang berkaitan dengan penerimaan nilai sebagai timbal balik dari kontribusi yang diberikan setiap mata rantai (Emhar et al. 2014). Metode Hayami digunakan untuk menganalisis biaya transaksi dan nilai tambah pada rantai pasok. Adapun prosedur perhitungan analisis nilai tambah dengan metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Analisis biaya transaksi dan nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga

1. Output (Kg) (a)

2. Input Bahan Baku (Kg) (b)

3. Input Tenaga Kerja (HOK) (c)

4. Faktor Konversi (d) = (a)/(b)

5. Koefisien TKL (HOK/Kg) (e) = (c)/(b)

6. Harga Output (IDR/Kg) (f)

7. Rata-rata upah tenaga kerja (IDR/HOK) (g)

Penerimaan dan keuntungan (IDR/Kg Bahan Baku)

8. Harga Input (IDR/Kg) (h)

9. Sumbangan Input lain (Biaya Transaksi)

(37)

No Variabel Nilai

Biaya RPH (IDR/Kg)

Biaya Retribusi Pasar (IDR/Kg)

Biaya Listrik (IDR/Kg)

Biaya Sewa Kios/hari (IDR/Kg)

Biaya Lain-lain (IDR/Kg)

Total Biaya Transaksi (IDR/Kg) (i)

10. Nilai Output (IDR/Kg) (j) = (d) x (f)

11. Nilai Tambah (IDR/Kg) (k) = (j) – (i) – (h)

Rasio Nilai Tambah (l) = (k)/(j)

12. Pendapatan Tenaga Kerja (m) = (e) x (g)

Imbalan Tenaga Kerja (n) = (m) / (k)

13. Keuntungan (o) = (k) – (m)

Tingkat Keuntungan (p) = (o) / (j)

Balas Jasa Faktor Produksi (IDR/Kg Bahan Baku)

14. Marjin (IDR/Kg) (q) = (j) – (h)

Pendapatan TKL (%) (r) = (m)/(q)

Sumbangan input lain (%) (s) = (i)/(q)

Keuntungan perusahaan (%) (t) = (o)/(q)

Sumber: Hayami dalam Emhar et al. 2014

Analisis Pilihan Saluran Pemasaran Daging Sapi

Analisis ini digunakan untuk melihat kecenderungan saluran pemasaran yang dipilih oleh pedagang dalam menjual daging sapi. Keputusan memilih saluran pemasaran merupakan keputusan penting dalam manajemen, termasuk manajemen rantai pasok. Teori saluran pemasaran memberikan insentif baik kepada upstream actors (sebagai contoh peternak) maupun downstream actors (sebagai contoh pedagang pengumpul dan pedagang lainnya) untuk membangun komunikasi dan hubungan untuk mengurangi ketidakpastian pasar dan berpeluang untuk merespon perubahan permintaan konsumen (Dilana 2013). Analisis pilihan saluran pemasaran pada daging sapi di Kota Bogor dilakukan dengan metode analisis regresi logistik biner.

Regresi logistik biner adalah analisis statistika yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara peubah respon yang berskala kategori biner dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategori atau kontinu. Pada model regresi logistik tidak diperlukan adanya pengujian asumsi (Hosmer & Lemeshow 2000) yaitu uji normalitas dan uji asumsi klasik. Hosmer dan Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa model regresi logistik dibentuk dengan menyatakan nilai E

(Y=1|x) sebagai π(x), dimana π(x) dinotasikan sebagai berikut:

(38)

22

Fungsi regresi di atas berbentuk non linier sehingga untuk membuatnya menjadi fungsi linier dilakukan transformasi logit sebagai berikut (Agresti 1990):

� � [� � ] = � [ − � � ] = �� �

Pengujian Parameter

Pengujian terhadap parameter model dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa peranan peubah penjelas yang ada di dalam model. Menurut Hosmer & Lemeshow (2000), untuk mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara simultan dapat digunakan statistik uji-G. Hipotesis yang diuji adalah:

H0: 1= 2=…= p =0

H1: paling sedikit ada satu i ≠0, i=1,2,…,p Statistik uji-G didefinisikan sebagai:

� = − � [ ]

dimana L0 adalah fungsi kemungkinan maksimum tanpa peubah penjelas,

dan Lp merupakan fungsi kemungkinan maksimum dengan p peubah penjelas. Hipotesis nol ditolak jika G > X2p(α) (Hosmer & Lemeshow 2000). Uji nyata

parameter secara parsial yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik uji Wald. Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut:

� = � �

Hipotesis nol ditolak jika �> Zα/2 Interpretasi Koefisien

Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik adalah dengan melihat rasio oddsnya. Rasio odds (Ψ) adalah rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah penjelas terhadap peubah respon. Koefisien model logit ( ) mencerminkan perubahan nilai fungsi logit g(x) untuk perubahan satu unit peubah penjelas x. Rasio odds dapat didefinisikan sebagai:

� �

− � � = exp[ + �] �

misalnya x1=1 dan x2=0 merupakan nilai dari x, maka:

Ψ = exp[ � − � ]

dimana rasio odds Ψ = exp( i) ketika x1=1 dan x2=0.

Rasio odds untuk peubah kategorik menjelaskan bahwa kategori x=1

memiliki kecenderungan untuk terjadi y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan kategori

x=0. Sedangkan jika peubahnya berskala numerik, maka interpretasinya setiap kenaikan satu satuan pada peubah x maka kecenderungan untuk terjadinya y=1

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Jaringan Distribusi Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Bogor

Struktur jaringan distribusi daging sapi pada umumnya memiliki beberapa karakteristik yang sama. Pola aliran dalam jaringan distribusi rantai pasokan daging sapi menunjukkan ada tiga aliran yang ada dalam pola tersebut yaitu berupa aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi. Aliran produk mengalir dari hulu hingga hilir yaitu dari peternak sapi potong hingga konsumen daging sapi. Aliran keuangan mengalir dari hilir ke hulu yaitu dari konsumen akhir daging sapi ke peternak sapi potong. Aliran informasi mengalir pada mata rantai secara timbal balik. Jaringan distribusi daging sapi yang terdapat di Kota Bogor umumnya mengikuti pola seperti yang ditunjukan dalam Value Stream Mapping yang disajikan pada Gambar 4.

Aliran Produk Pada Jaringan Distribusi Daging Sapi

(40)

24

Pedagang Besar Daging Sapi I | 550-600 kg/hari/orang

Harga Jual Sapi/kg:

Pedagang Pengecer Daging Sapi | 45-60 kg/hari/orang

Pasar Merdeka |

Pedagang Besar Daging Sapi II| 200-250 kg/hari/orang

Rumah Tangga

Gambar 4VSM Saluran Pemasaran Daging Sapi di Kota Bogor

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi potongan daging sapi
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3.
Gambar 4 VSM Saluran Pemasaran Daging Sapi di Kota Bogor
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, jika dilihat dari alur distribusi daging RPH dalam hasil penelitian menunjukan faktor yang mempengaruhi penyediaan daging sapi di

Selain aspek produksi, diduga sistem distribusi yang tidak efisien dan keterbatasan moda transportasi ternak sapi, berkontribusi terhadap mahalnya harga daging sapi produk

Sistem informasi manajemen rantai pasok ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pihak-pihak yang terkait dengan distribusi daging sapi untuk melakukan transaksi

Saluran pemasaran daging sapi yang paling efisien dari PD RPH Kota Makassar ke konsumen adalah saluran I yaitu dari pengusaha jagal ke pallembara kemudian ke konsumen

Sistem informasi manajemen rantai pasok ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pihak-pihak yang terkait dengan distribusi daging sapi untuk melakukan transaksi

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dintepretasikan pengaruh variabel bebas yaitu pendapatan, produksi, harga daging sapi dan harga daging ayam terhadap konsumsi daging sapi di

menunjukkan Ho ditolak atau H1 diterima, yaitu variabel kenaikkan harga daging sapi ditingkat produsen (Y), yaitu harga beli bahan baku (X1), biaya penunjang (X2),

Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis harga daging sapi di Pasar Srimangunan Kota Sampang, sehingga dapat diketahui berapa marjin harga dan nilai efisiensi daging sapi