• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pemasaran Daging Sapi Ke Rumah Makan Di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pemasaran Daging Sapi Ke Rumah Makan Di Kota Bogor"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

Oleh:

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

Dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1986

di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 2 Februari 2009

Menyetujui,

Bogor, 2 Februari 2009

Ir. Faqih Udin, MSc Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc

(4)

FIMA FIRDAUS FIRMAN. F34104042. Strategi Pemasaran Daging Sapi ke Rumah Makan di Kota Bogor. Di bawah bimbingan Faqih Udin dan Jono M. Munandar. 2009

RINGKASAN

Bahan pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah Cina,India, dan AS tentunya memiliki kebutuhan pangan yang sangat besar. Salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dan termasuk komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis adalah daging sapi. Rumah makan sebagai konsumen bisnis yang menggunakan bahan baku daging sapi, memiliki tingkat kebutuhan daging sapi yang lebih besar dan kontinu dibanding konsumen rumah tangga biasa sehingga sangat potensial untuk dijadikan target pemasaran daging sapi.

Kota Bogor merupakan salah satu wilayah penunjang Ibukota Negara (Jakarta) yang memiliki letak strategis untuk menunjang perkembangan kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa. Penduduk Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi pangan yang cukup tinggi dan merupakan tingkat konsumsi terbesar ke-3 di Provinsi Jawa Barat dengan tingkat konsumsi daging sapi yang cukup tinggi pula. Trend dan gaya hidup masyarakat perkotaan khususnya di Kota Bogor menuntut waktu dan tenaga yang lebih besar terutama untuk melakukan pekerjaan. Hal ini menjadikan masyarakat cenderung memiliki kebiasaan untuk makan di luar rumah, seperti rumah makan. Jumlah rumah makan di Kota Bogor sendiri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Sementara itu, di Kota Bogor, terdapat banyak pasar tradisional dan hanya satu pasar pejagalan (Rumah Pemotongan Hewan/RPH) sebagai tempat utama suplai daging bagi rumah makan. Dalam beberapa tahun terakhir bermunculan pasar-pasar modern yang turut menambah persaingan dalam bisnis daging sapi. Namun, munculnya isu-isu mengenai daging sapi tradisional seperti isu daging sapi busuk dan daging sapi gelonggongan yang dijual di pasaran dapat mempengaruhi persepsi konsumen (rumah makan) terhadap kualitas daging sapi yang dijual di ketiga tempat penjualan tesebut dan membuat konsumen lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian daging sapi. Pengetahuan mengenai apa yang dipikirkan konsumen mengenai kualitas suatu produk merupakan hal yang sangat penting. Persepsi konsumen terhadap suatu produk akan turut menentukan apakah konsumen akan membeli produk atau tidak.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik rumah makan dan proses pengambilan keputusan dan pembelian daging sapi oleh rumah makan; menganalisis persepsi rumah makan terhadap daging sapi yang dijual di pasar pejagalan, pasar tradisional, dan pasar modern; menyusun strategi produk, harga, promosi dan distribusi pemasaran daging sapi ke rumah makan di Kota Bogor.

(5)

sampel dipilih karena berada pada tempat dan waktu yang tepat, serta berdasarkan kesediaannya menjadi responden. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60 rumah makan. Data dalam penelitian ini berupa data pimer yaitu kuisioner serta hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari buku, majalah, internet, penelitian terdahulu, instansi terkait dan sumber-sumber lain. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik dan perilaku pengambilan keputusan pembelian responden; uji koefisien korelasiRank Spearman untuk uji validitas kuesioner; ujiCronbach alfa untuk uji reliabilitas kuesioner; serta Multidimension Scaling (MDS) untuk menentukan persepsi responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah makan di Kota Bogor memiliki beberapa karakteristik umum yaitu termasuk ke dalam jenis Rumah Makan Padang, telah berusaha selama lebih dari tujuh tahun, memiliki pendapatan rata-rata per bulan di atas Rp10.000.000, dan membuat olahan daging sapi berupa rendang.

Dalam proses pengambilan keputusan, sebagian besar rumah makan melakukan pembelian daging sapi karena dipicu oleh rangsangan internal yaitu karena kehabisan persediaan daging sapi (bahan baku). Atribut daging sapi yang paling dipertimbangkan rumah makan dalam melakukan pembelian daging sapi adalah atribut kelengkapan bagian daging, tingkat kesegaran, dan harga. Daging sapi yang biasa digunakan sebagian besar rumah makan merupakan jenis daging segar dan bagian daging has. Sebagian besar rumah makan mendapatkan sumber informasi berdasarkan pengalaman pribadi dan langsung dari penjual. Hampir semua rumah makan membeli daging sapi di pasar tradisional, terutama di Pasar Bogor dan Pasar Anyar dengan alasan karena sudah lama berlangganan. Sebagian besar rumah makan melakukan pembelian setiap hari dengan jumlah pembelian sebanyak satu sampai lima kilogram setiap kali membeli. Hampir semua rumah makan melakukan pembelian dengan cara langsung datang ke penjual dan melakukan pembayaran secara tunai.

Berdasarkan analisis persepsi rumah makan, daging sapi yang dijual di pasar pejagalan memiliki tingkat kesegaran yang baik, ketersediaan daging yang lengkap, semuanya merupakan daging sapi segar dan berasal dari dalam negeri (lokal). Daging sapi yang dijual di pasar tradisional dinilai memiliki tingkat kesegaran yang baik, tingkat kekenyalan yang baik, ketersediaan daging yang lengkap, serta harga yang murah. Sedangkan daging sapi yang dijual di pasar modern dianggap tidak memiliki keunggulan apapun dibandingkan kedua jenis pasar lainnya. Namun, daging sapi yang dijual di pasar modern masih dapat mencapai tingkat lemak, tingkat serat, dan kejelasan sertifikasi yang cukup baik. Daging sapi yang dijual di pasar pejagalan dan pasar tradisional saling bersaing satu sama lain. Persaingan terutama terjadi dalam hal harga, tingkat kesegaran, tingkat kekenyalan, tingkat lemak, tingkat serat, dan kejelasan sertifikasi. Bagi para pendatang baru yang akan merintis bisnis daging sapi ke rumah makan, pesaing utamanya adalah pasar tradisional.

(6)
(7)

FIMA FIRDAUS FIRMAN. F34104042. Marketing Strategy of Beef to Restaurants in Bogor City. Supervised by Faqih Udin and Jono M. Munandar. 2009

SUMMARY

Food is a fundamental need for human being. Indonesia as the 4th biggest of density population in the world after China, India, and USA surely has highly level of food consumptions. One of them that is mostly important is a beef. A restaurant as business community has higher beef consumption and continuity than household consumption, so that is potential to be a purpose of beef marketing. Bogor city is a region that has economically strategic location near to Jakarta as the capital city, especially in service aspect. Bogor has highly level of food consumption and become the 3rd biggest of its consumption level in West Java with the beef consumption as high as. The trend and life style of its society especially in the cities have a big portion to do work more in their time and energy. So they have a habit to buy food outside home, like restaurant. The number of restaurants in Bogor city has been increasing year after year. In Bogor city, there are many traditional market and has mainly one butchery marketplace (Butchery House) for restaurants beef supply. At the latest year, modern market has been emerging in Bogor. But, the issues of putrescent beef and nubbling beef in traditional market can affect perception of consumers to the beef quality. The information make consumers more aware to the product. The knowledge of consumer perception of the quality is important. It also determine whether buy the product or not. The purpose of this research are to analyze restaurants and the decision making process in buying beef by the restaurants in Bogor city; to analyze perception of restaurants in Bogor city to the beef sold at butchery house, traditional market, and modern market; to arrange product, price, promotion, and distribution of beef to the restaurants in Bogor city.

This research held in Bogor city with the respondent are restaurants. The place determination is deliberately determined by the author, considering to potential beef market in Bogor and also its consumption are continuous and high. This research was carried out on April 2008 till July 2008. Sample was put by Convenience Sampling technique that is at represented location and time, and also its availability of respondents. The sample used are 60 samples. Data of this research are primary data (questioner and interview) and secondary data (literatures, magazines, internet, latest research journal, and else). The tools of its analysis are descriptive analysis to describe respondents behavioral and characteristic in buying beef; Spearman Rank test to examine questioners validity; Cronbach Alfa test to examine reliability of the questioner; and Multidimensional Scaling (MDS) to determine respondents perception.

This research result that restaurants in Bogor city have some common characteristics, they are Padang Restaurant that have been going on 7 years, had mean of income per month over Rp 10.000.000,- and processed them in rendang.

(8)

Pasar Bogor and Pasar Anyar in reason by they had intently bought them there. Almost restaurants bought beef as much 1 to 5 kilograms in every bought. Almost restaurants directly bought beef to the seller and in cash paid.

Respondent percept that beef sold at Butchery House had the best freshness, completely part of beef, and also they all fresh and came from domestic farm. The beef sold at traditional market percept by respondent were having good freshness, completely part of beef, good toughness, and also the low price. Meanwhile the beef sold at modern market percept by respondent were not having any special quality than other market. But they still can reach some achievement in fat, smooth fiber, halal label and clearly admission from Health Department. The beef sold at Butchery House market generally more superior than traditional market and modern market. But the beef sold at traditional market can still compete that superiority, particularly in price, freshness, toughness, fat level, fibre level, and clear sertification.

(9)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul: STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 10 Februari 2009

Fima Firdaus Firman

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fima Firdaus Firman, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1986 sebagai anak kedua dari empat bersaudara keluarga Bapak Firman Dolly dan Ibu Nenti Rizawati Romli. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Gunung Batu 2 Bogor (1992-1994) dan SDN Pengadilan 3 Bogor (1994-1998). Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor (1998-2001). Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).

Selama di IPB, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN), asisten praktikum Mata Kuliah Penerapan Komputer (2006), dan mendapatkan beasiswa Student Equity (BATCH) (2004-2008). Kegiatan Praktek Lapang dilakukan penulis pada tahun 2007 di PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat untuk mempelajari aspek QFD (Quality Functional Deployment) dalam penanganan bunga pot dan sayuran segar.

(11)

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

Oleh:

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FIMA FIRDAUS FIRMAN

F34104042

Dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1986

di Bogor, Jawa Barat

Tanggal Lulus: 2 Februari 2009

Menyetujui,

Bogor, 2 Februari 2009

Ir. Faqih Udin, MSc Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc

(14)

FIMA FIRDAUS FIRMAN. F34104042. Strategi Pemasaran Daging Sapi ke Rumah Makan di Kota Bogor. Di bawah bimbingan Faqih Udin dan Jono M. Munandar. 2009

RINGKASAN

Bahan pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah Cina,India, dan AS tentunya memiliki kebutuhan pangan yang sangat besar. Salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dan termasuk komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis adalah daging sapi. Rumah makan sebagai konsumen bisnis yang menggunakan bahan baku daging sapi, memiliki tingkat kebutuhan daging sapi yang lebih besar dan kontinu dibanding konsumen rumah tangga biasa sehingga sangat potensial untuk dijadikan target pemasaran daging sapi.

Kota Bogor merupakan salah satu wilayah penunjang Ibukota Negara (Jakarta) yang memiliki letak strategis untuk menunjang perkembangan kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang jasa. Penduduk Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi pangan yang cukup tinggi dan merupakan tingkat konsumsi terbesar ke-3 di Provinsi Jawa Barat dengan tingkat konsumsi daging sapi yang cukup tinggi pula. Trend dan gaya hidup masyarakat perkotaan khususnya di Kota Bogor menuntut waktu dan tenaga yang lebih besar terutama untuk melakukan pekerjaan. Hal ini menjadikan masyarakat cenderung memiliki kebiasaan untuk makan di luar rumah, seperti rumah makan. Jumlah rumah makan di Kota Bogor sendiri mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Sementara itu, di Kota Bogor, terdapat banyak pasar tradisional dan hanya satu pasar pejagalan (Rumah Pemotongan Hewan/RPH) sebagai tempat utama suplai daging bagi rumah makan. Dalam beberapa tahun terakhir bermunculan pasar-pasar modern yang turut menambah persaingan dalam bisnis daging sapi. Namun, munculnya isu-isu mengenai daging sapi tradisional seperti isu daging sapi busuk dan daging sapi gelonggongan yang dijual di pasaran dapat mempengaruhi persepsi konsumen (rumah makan) terhadap kualitas daging sapi yang dijual di ketiga tempat penjualan tesebut dan membuat konsumen lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian daging sapi. Pengetahuan mengenai apa yang dipikirkan konsumen mengenai kualitas suatu produk merupakan hal yang sangat penting. Persepsi konsumen terhadap suatu produk akan turut menentukan apakah konsumen akan membeli produk atau tidak.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik rumah makan dan proses pengambilan keputusan dan pembelian daging sapi oleh rumah makan; menganalisis persepsi rumah makan terhadap daging sapi yang dijual di pasar pejagalan, pasar tradisional, dan pasar modern; menyusun strategi produk, harga, promosi dan distribusi pemasaran daging sapi ke rumah makan di Kota Bogor.

(15)

sampel dipilih karena berada pada tempat dan waktu yang tepat, serta berdasarkan kesediaannya menjadi responden. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60 rumah makan. Data dalam penelitian ini berupa data pimer yaitu kuisioner serta hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari buku, majalah, internet, penelitian terdahulu, instansi terkait dan sumber-sumber lain. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik dan perilaku pengambilan keputusan pembelian responden; uji koefisien korelasiRank Spearman untuk uji validitas kuesioner; ujiCronbach alfa untuk uji reliabilitas kuesioner; serta Multidimension Scaling (MDS) untuk menentukan persepsi responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah makan di Kota Bogor memiliki beberapa karakteristik umum yaitu termasuk ke dalam jenis Rumah Makan Padang, telah berusaha selama lebih dari tujuh tahun, memiliki pendapatan rata-rata per bulan di atas Rp10.000.000, dan membuat olahan daging sapi berupa rendang.

Dalam proses pengambilan keputusan, sebagian besar rumah makan melakukan pembelian daging sapi karena dipicu oleh rangsangan internal yaitu karena kehabisan persediaan daging sapi (bahan baku). Atribut daging sapi yang paling dipertimbangkan rumah makan dalam melakukan pembelian daging sapi adalah atribut kelengkapan bagian daging, tingkat kesegaran, dan harga. Daging sapi yang biasa digunakan sebagian besar rumah makan merupakan jenis daging segar dan bagian daging has. Sebagian besar rumah makan mendapatkan sumber informasi berdasarkan pengalaman pribadi dan langsung dari penjual. Hampir semua rumah makan membeli daging sapi di pasar tradisional, terutama di Pasar Bogor dan Pasar Anyar dengan alasan karena sudah lama berlangganan. Sebagian besar rumah makan melakukan pembelian setiap hari dengan jumlah pembelian sebanyak satu sampai lima kilogram setiap kali membeli. Hampir semua rumah makan melakukan pembelian dengan cara langsung datang ke penjual dan melakukan pembayaran secara tunai.

Berdasarkan analisis persepsi rumah makan, daging sapi yang dijual di pasar pejagalan memiliki tingkat kesegaran yang baik, ketersediaan daging yang lengkap, semuanya merupakan daging sapi segar dan berasal dari dalam negeri (lokal). Daging sapi yang dijual di pasar tradisional dinilai memiliki tingkat kesegaran yang baik, tingkat kekenyalan yang baik, ketersediaan daging yang lengkap, serta harga yang murah. Sedangkan daging sapi yang dijual di pasar modern dianggap tidak memiliki keunggulan apapun dibandingkan kedua jenis pasar lainnya. Namun, daging sapi yang dijual di pasar modern masih dapat mencapai tingkat lemak, tingkat serat, dan kejelasan sertifikasi yang cukup baik. Daging sapi yang dijual di pasar pejagalan dan pasar tradisional saling bersaing satu sama lain. Persaingan terutama terjadi dalam hal harga, tingkat kesegaran, tingkat kekenyalan, tingkat lemak, tingkat serat, dan kejelasan sertifikasi. Bagi para pendatang baru yang akan merintis bisnis daging sapi ke rumah makan, pesaing utamanya adalah pasar tradisional.

(16)
(17)

FIMA FIRDAUS FIRMAN. F34104042. Marketing Strategy of Beef to Restaurants in Bogor City. Supervised by Faqih Udin and Jono M. Munandar. 2009

SUMMARY

Food is a fundamental need for human being. Indonesia as the 4th biggest of density population in the world after China, India, and USA surely has highly level of food consumptions. One of them that is mostly important is a beef. A restaurant as business community has higher beef consumption and continuity than household consumption, so that is potential to be a purpose of beef marketing. Bogor city is a region that has economically strategic location near to Jakarta as the capital city, especially in service aspect. Bogor has highly level of food consumption and become the 3rd biggest of its consumption level in West Java with the beef consumption as high as. The trend and life style of its society especially in the cities have a big portion to do work more in their time and energy. So they have a habit to buy food outside home, like restaurant. The number of restaurants in Bogor city has been increasing year after year. In Bogor city, there are many traditional market and has mainly one butchery marketplace (Butchery House) for restaurants beef supply. At the latest year, modern market has been emerging in Bogor. But, the issues of putrescent beef and nubbling beef in traditional market can affect perception of consumers to the beef quality. The information make consumers more aware to the product. The knowledge of consumer perception of the quality is important. It also determine whether buy the product or not. The purpose of this research are to analyze restaurants and the decision making process in buying beef by the restaurants in Bogor city; to analyze perception of restaurants in Bogor city to the beef sold at butchery house, traditional market, and modern market; to arrange product, price, promotion, and distribution of beef to the restaurants in Bogor city.

This research held in Bogor city with the respondent are restaurants. The place determination is deliberately determined by the author, considering to potential beef market in Bogor and also its consumption are continuous and high. This research was carried out on April 2008 till July 2008. Sample was put by Convenience Sampling technique that is at represented location and time, and also its availability of respondents. The sample used are 60 samples. Data of this research are primary data (questioner and interview) and secondary data (literatures, magazines, internet, latest research journal, and else). The tools of its analysis are descriptive analysis to describe respondents behavioral and characteristic in buying beef; Spearman Rank test to examine questioners validity; Cronbach Alfa test to examine reliability of the questioner; and Multidimensional Scaling (MDS) to determine respondents perception.

This research result that restaurants in Bogor city have some common characteristics, they are Padang Restaurant that have been going on 7 years, had mean of income per month over Rp 10.000.000,- and processed them in rendang.

(18)

Pasar Bogor and Pasar Anyar in reason by they had intently bought them there. Almost restaurants bought beef as much 1 to 5 kilograms in every bought. Almost restaurants directly bought beef to the seller and in cash paid.

Respondent percept that beef sold at Butchery House had the best freshness, completely part of beef, and also they all fresh and came from domestic farm. The beef sold at traditional market percept by respondent were having good freshness, completely part of beef, good toughness, and also the low price. Meanwhile the beef sold at modern market percept by respondent were not having any special quality than other market. But they still can reach some achievement in fat, smooth fiber, halal label and clearly admission from Health Department. The beef sold at Butchery House market generally more superior than traditional market and modern market. But the beef sold at traditional market can still compete that superiority, particularly in price, freshness, toughness, fat level, fibre level, and clear sertification.

(19)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul: STRATEGI PEMASARAN DAGING SAPI

KE RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

adalah hasil karya saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 10 Februari 2009

Fima Firdaus Firman

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fima Firdaus Firman, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1986 sebagai anak kedua dari empat bersaudara keluarga Bapak Firman Dolly dan Ibu Nenti Rizawati Romli. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Gunung Batu 2 Bogor (1992-1994) dan SDN Pengadilan 3 Bogor (1994-1998). Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor (1998-2001). Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan).

Selama di IPB, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN), asisten praktikum Mata Kuliah Penerapan Komputer (2006), dan mendapatkan beasiswa Student Equity (BATCH) (2004-2008). Kegiatan Praktek Lapang dilakukan penulis pada tahun 2007 di PT. Saung Mirwan, Bogor, Jawa Barat untuk mempelajari aspek QFD (Quality Functional Deployment) dalam penanganan bunga pot dan sayuran segar.

(21)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya, sahabatnya, hingga pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi yang berjudul Strategi Pemasaran Daging Sapi ke Rumah Makan di Kota Bogor ini merupakan pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi informasi mengenai perilaku dan persepsi rumah makan di Kota Bogor terhadap daging sapi khususnya yang dijual di pasar pejagalan, pasar tradisional, dan pasar modern, serta rekomendasi bauran pemasaran yang dapat dilakukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, ada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Faqih Udin, MSc dan Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu di sela-sela kesibukan beliau dan selalu sabar dalam memberi bimbingan, masukan dan dorongan yang berharga bagi penulis.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng sebagai dosen penguji yang telah memberikan kontribusi pemikiran dan masukan untuk perbaikan skripsi penulis menjadi lebih baik.

3. Papa, Mama, Mang Ujang, dan Mang Iwan yang telah bersedia membagi wawasannya mengenai kualitas, penjualan, dan pengolahan daging sapi. 4. Rizki Amelia, SP yang telah membantu penulis secara aktif mulai dari awal

hingga akhir penelitian.

(22)

“Tak ada gading yang tak retak” sehingga penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga diperlukan saran untuk perbaikan agar menjadi lebih baik. Semoga hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, 10 Februari 2009

(23)

DAFTAR ISI

halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ...iii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 5 C. Kegunaan Penelitian ... 5 D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging Sapi

1. Definisi dan Jenis Daging... 7 2. Kualitas Daging ... 7 3. Penanganan Pasca Pemotongan Sapi ... 9 B. Pasar

1. Pasar Pejagalan ... 12 2. Pasar Tradisional ... 12 3. Pasar Modern ... 13 C. Rumah Makan ... 14 D. Konsumen Bisnis

1. Ciri-ciri Konsumen Bisnis ... 14 2. Proses Keputusan Pembelian Konsumen Bisnis... 16 E. Persepsi ... 17 F. Multidimensional Scaling (MDS) ... 17 G. Bauran Pemasaran

(24)

H. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Mengenai Daging Sapi ... 21 2. Penelitian Mengenai Perilaku Konsumen

Serta Bauran Pemasaran ... 22 III. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran ... 26 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27 C. Jenis dan Sumber Data ... 27 D. Metoda Pengambilan Sampel ... 27 E. Analisis Pengolahan Data

1. Analisis Deskriptif ... 28 2. Uji Koefisien KorelasiRank Spearman ... 29 3. UjiCronbach Alfa ... 29 4. Multidimension Scaling (MDS) ... 30 F. Tahapan Penelitian ... 32 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR ... 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Umum Rumah Makan ... 37 B. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Daging Sapi Oleh Rumah

Makan ... 39 C. Analisis Persepsi Rumah Makan Terhadap Daging Sapi ... 47 D. Bauran Pemasaran

1. Produk ... 50 2. Harga ... 55 3. Disribusi ... 56 4. Promosi... 57 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

(25)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Pangan Tahun 1999, 2002-2006 (kkal)... 1 Tabel 2. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Untuk Kelompok Barang

Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007 ... 3 Tabel 3. Data Perkembangan Rumah Makan di Kota Bogor 2002-2008 ... 3 Tabel 4. Perkembangan Jumlah Pasar di Kota Bogor Tahun 2001-2004 ... 4 Tabel 5. Tipe-tipe Pembelian Oleh Konsumen Bisnis ... 16 Tabel 6. Bobot Evaluasi Nilai Stress ... 33 Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota Bogor Per Kecamatan Tahun 2007 ... 38 Tabel 8. Jenis Rumah Makan ... 37 Tabel 9. Rentang Waktu Usaha Rumah Makan ... 38 Tabel 10. Pendapatan per Bulan Rumah Makan ... 38 Tabel 11. Olahan Daging yang Biasa Dibuat Rumah Makan ... 39 Tabel 12. Alasan Pembelian yang Dilakukan Responden ... 39 Tabel 13. Fokus Atribut Daging Sapi yang Dipertimbangkan Oleh Responden

(26)

DAFTAR GAMBAR

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran 1. Bagian Daging Sapi... 69 Lampiran 2. Kuisioner Penelitian ... 70 Lampiran 3. Validitas Kuesioner ... 74 Lampiran 4. Reliabilitas Kuesioner ... 75 Lampiran 5. Koordinat Sumbu X MDS per Responden ... 76 Lampiran 6. Koordinat Sumbu Y MDS per Responden ... 78 Lampiran 7. Rata-rata Koordinat Sumbu X dan Y, Nilai Stress,

(28)

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Berbagai macam bahan pangan yang berasal dari hewan maupun tumbuhan telah dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan gizi dan energi agar dapat bertahan hidup.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta orang, kebutuhan pangan penduduk Indonesia tentu saja sangat besar. Berdarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat konsumsi penduduk Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang terlihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Pangan Tahun 1999, 2002-2006 (kkal)1

No Komoditas Tahun 1999 (kkal) 2002 (kkal) 2003 (kkal) 2004 (kkal) 2005 (kkal) 2006 (kkal) 1 Padi-padian 1 066,50 1 039,91 1 035,07 1 024,08 1 009.13 992,93 2 Umbi-umbian 60,73 55,43 55,62 66,91 56,01 51,08 3 Ikan 36,04 42,53 46,91 45,05 47,59 44,56

4 Daging 20,07 35,01 41,71 39,73 41,45 31,27

5 Susu dan telur 24,39 39,63 37,83 40,47 47,17 43,35 6 Sayuran 32,28 37,44 40,95 38,8 38,72 40,2 7 Kacang-kacangan 52,4 71,66 63,93 62,24 69,97 64,42 8 Buah-buahan 32,71 40,75 42,75 41,61 39,85 36,95 9 Minyak dan Lemak 205,9 246,66 241,7 236,67 241,87 234,5 10 Bahan minuman 103,35 120 115,54 114,75 110,73 103,69 11 Bumbu-bumbuan 15,42 18,28 15,89 16,41 19,25 18,81 12 Pangan dan minuman

lain

28,76 41,66 39,6 40,16 52,84 48,14

13 Pangan dan minuman jadi

170,78 198,09 212,31 219,09 233.08 *) 216.83 *)

14 Minuman beralkohol 0,04 0,09 0,09 0,09 -

-15 Tembakau dan Sirih - - -

-TOTAL 1 849,36 1 987,13 1 989,89 1 986,06 2 007.65 1 926.74

Ketetrangan: *) Termasuk minuman beralkohol

1

(29)

Salah satu bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah daging sapi. Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian2, meskipun saat ini rata-rata konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia masih relatif rendah (sekitar 1,75 kg/kapita/tahun), namun konsumsi daging sapi (<2 kg/kapita/tahun) masih belum dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Hal ini disebabkan laju peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan populasi ternak sapi. Dengan jumlah penduduk tahun 2005 mencapai sekitar 220 juta jiwa, total kebutuhan daging sapi domestik berarti mencapai 384,81 ribu ton. Sementara itu, total produksi daging sapi dalam negeri hanya mencapai 271,84 ribu ton, sehingga masih ada kekurangan sekitar 112,97 ribu ton atau 29,36 persen dari total kebutuhan dalam negeri. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah memasukkan komoditas daging sapi sebagai salah satu produk yang dikembangkan dalam Rencana Aksi Ketahanan Pangan 2005-2010. Hal ini mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan yang mendukung agribisnis daging sapi, mulai dari subsistem hulu hingga sub sistem hilir. Salah satu kegiatan operasionalnya adalah meningkatkan efisiensi, higienitas, dan daya saing dalam pegolahan daging sapi dan jerohan berdasarkan preferensi permintaan dan keinginan konsumen. Salah satu wujud kegiatannya adalah dengan mengembangkan pemasaran daging sapi berdasarkan keinginan dan preferensi konsumen baik konsumen akhir ataupun konsumen bisnis.

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat terutama masyarakatnya. Sebagai salah satu kota penopang DKI Jakarta yang merupakan ibu kota Negara, Bogor terus mengalami perkembangan terutama dalam hal trend dan gaya hidup masyarakat yang tentu saja menyebabkan perubahan tingkat dan pola konsumsi penduduk Kota Bogor. Dalam hal tingkat konsumsi, penduduk Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi dibandingkan kota atau kabupaten lain di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 2, bahwa Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi pangan terbesar ke tiga di provinsi Jawa Barat setelah Kota Sukabumi dan Kota Depok.

2

(30)

Tabel 2. Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Sebulan Untuk Kelompok Barang Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007 (Rupiah)

Kabupaten/Kota Pangan

Kota Sukabumi 255558

Kota Depok 250414

Kota Bogor 249624

Kota Cimahi Kabupaten Bekasi

245556 235745

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2008

[image:30.595.107.514.414.535.2]

Trend dan gaya hidup masyarakat khususnya di perkotaan menuntut waktu dan tenaga yang lebih besar terutama untuk melakukan pekerjaan. Hal ini menjadikan masyarakat cenderung memiliki kebiasaan untuk makan di luar rumah, seperti rumah makan. Rumah makan merupakan salah satu industri jasa penyedia makanan yang menggunakan daging sapi sebagai salah satu bahan baku untuk membuat masakan. Perkembangan jumlah rumah di Kota Bogor mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Perkembangan Rumah Makan di Kota Bogor 2002-2008

Tahun Jumlah Unit Rumah Makan

2002* 161

2003* 178

2004* 124

2005* 2007** 20083

136 175 264

Sumber: * BPS Kota Bogor, 2006

** Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor Tahun 2007

Rumah makan memiliki tingkat konsumsi bahan pangan daging sapi yang lebih besar dan kontinu dibanding konsumen rumah tangga. Rumah makan juga merupakan suatu konsumen bisnis yang tentunya memiliki perilaku yang berbeda dari konsumen rumah tangga. Pola konsumsi, pengambilan keputusan, dan kebutuhan rumah makan juga berbeda dengan konsumen rumah tangga.

Di Kota Bogor, terdapat tiga tempat pembelian daging sapi yang umumnya dikenal masyarakat, yaitu pasar pejagalan (Rumah Pemotongan Hewan/RPH), pasar tradisional, dan pasar modern. Dalam beberapa tahun

3

(31)
[image:31.595.113.513.162.219.2]

terakhir, jumlah pasar modern terus bertambah banyak, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Pasar di Kota Bogor Tahun 2001-20044

Jenis Pasar Tahun

2001 2002 2003 2004

Pasar Tradisional 11 12 13 11

Pasar Modern 8 11 8 24

Saat ini, mulai bermunculan pula isu-isu mengenai daging sapi yang dijual di pasar pejagalan dan pasar tradisional seperti isu daging sapi busuk dan daging sapi gelonggongan. Semua hal tersebut akan mempengaruhi persepsi para pengelola rumah makan terhadap daging sapi yang dijual di kedua tempat penjualan tersebut. Pengetahuan mengenai apa yang dipikirkan konsumen mengenai suatu produk merupakan hal yang sangat penting. Persepsi konsumen terhadap suatu produk akan turut menentukan apakah konsumen akan membeli produk atau tidak. Oleh karena itu, analisis persepsi rumah makan terhadap daging sapi sangat penting dilakukan untuk menentukan suatu strategi pemasaran daging sapi yang sesuai kepada rumah makan.

Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut, dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana karakteristik rumah makan dan proses pengambilan keputusan pembelian daging sapi oleh rumah makan di Kota Bogor?

2. Bagaimana persepsi rumah makan di Kota Bogor terhadap daging sapi yang dijual di pasar pejagalan, pasar tradisional, dan pasar modern?

3. Berdasarkan perilaku pengambilan keputusan dan persepsi rumah makan terhadap daging sapi, bauran pemasaran daging sapi apa yang sesuai untuk memasarkan daging sapi kepada rumah makan di Kota Bogor?

4

(32)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis karakteristik rumah makan dan proses pengambilan keputusan dan pembelian daging sapi oleh rumah makan di Kota Bogor.

2. Menganalisis persepsi rumah makan di Kota Bogor terhadap daging sapi yang dijual di pasar pejagalan, pasar tradisional, dan pasar modern.

3. Menyusun strategi produk, harga, promosi dan distribusi pemasaran daging sapi ke rumah makan di Kota Bogor berdasarkan analisis perilaku pengambilan keputusan pembelian dan persepsi rumah makan terhadap daging sapi.

C. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi para pedagang daging sapi sebagai sumber informasi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun suatu strategi pemasaran daging sapi kepada rumah makan di Kota Bogor.

2. Bagi peneliti, sebagai sarana pengembangan wawasan dan wadah latihan dalam memahami serta menerapkan teori-teori ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah, khususnya tentang pemasaran. Bagi peneliti lain, sebagai referensi dan studi perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

(33)
(34)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Daging sapi

Daging sapi merupakan bahan pangan asal hewan yang diperoleh dari pemotongan hewan sapi. Sapi adalah hewan ternak dari familia Bovidae dan subfamilia Bovinae5. Berdasarkan jenis produk utama yang dihasilkannya, sapi digolongkan menjadi dua, yaitu sapi perah dan sapi potong. Sapi perah merupakan sapi yang diternakkan untuk menghasilkan susu. Sedangkan sapi potong merupakan sapi yang diternakkan untuk dimanfaatkan dagingnya.

1. Definisi dan Jenis Daging

Menurut Lawrie (2003), daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Daging seringkali disalahartikan dengan karkas, padahal keduanya memiliki definisi yang berbeda. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas merupakan daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Daging yang dimaksud di sini adalah daging hewan yang dapat dimakan, seperti daging sapi, domba, kelinci, kerbau, dan lain-lain. Daging sapi (Bahasa Inggris: beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang umum digunakan untuk keperluan konsumsi pangan. Astawan (2006) menjelaskan bahwa berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan. Seekor sapi, terdiri dari berbagai macam jenis bagian daging berdasarkan potongannya. Bagian-bagian daging dan letaknya pada sapi dapat dilihat dalam Lampiran 1.

2. Kualitas Daging

Daging merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi. Oleh karena itu, kualitas daging sapi merupakan faktor utama yang diperhatikan dalam proses pengembangbiakan ternak sapi hingga proses pengolahan daging sapi. Menurut

5

(35)

Astawan (2006), kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum (antemortem) dan setelah (postmortem) pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Kualitas daging juga dapat dinilai dari penampakannya yang mengkilap dan tidak pucat (tingkat kesegaran), tidak berbau asam atau busuk, daging elastis atau sedikit kaku (tidak lembek). Jika dipegang, masih terasa basah, tetapi tidak lengket di tangan.

Salah satu indikator kualitas daging sapi lainnya adalah warna. Menurut Lawrie dalam Nurwahid (1996), banyak faktor yang mempengaruhi warna daging termasuk pakan, spesies, jenis hewan, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktifitas dan tipe otot), pH, dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat menjadi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Astawan (2006) menambahkan bahwa warna daging sapi yang baru diiris biasanya merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena oksigen. Perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat reversible(dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi cokelat dan bersifatirreversible.

(36)

mortis (otot daging yang panjang dan kaku yang terjadi saat glikolisis pascamati) belum selesai dan daging terlanjur dibekukan, maka akan terjadi penurunan kualitas daging. Penurunan kualitas tersebut adalah daging mengalami proses cold-shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor (kekakuan akibat pencairan daging) pada saat thawing. Hal ini akan menyebabkan daging menjadi tidak empuk (alot).

3. Penanganan Pasca Pemotongan Sapi

[image:36.595.223.389.353.573.2]

Setelah sapi dipotong, dilakukan berbagai aktivitas penanganan daging sapi untuk mempertahankan kualitasnya. Penanganan pasca pemotongan yang umum dilakukan adalah pemotongan karkas, pelayuan (aging), pengawetan, pengemasan dan penyimpanan, serta pengolahan daging sapi. Berikut ini merupakan diagram alir penanganan pasca pemotongan sapi.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Penanganan Pasca Pemotongan Sapi

(37)

bagian-bagian dari karkas tersebut dihitung dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:

Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan adalah edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).

Pelayuan (Aging).Menurut Astawan (2006), pelayuan adalah penanganan daging segar setelah pemotongan dengan cara menggantung atau menyimpan daging selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Buckle, et. al (1985) menambahkan bahwa pelayuan biasanya dilakukan pada temperatur 32o-38oF (0-3oC). Astawan (2006) menjelaskan bahwa tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) agar tingkat keempukan daging optimum dan memiliki cita rasa khas.

Pengawetan. Buckle, et al (1985) menyatakan bahwa daging dapat menjadi lebih awet dengan cara didinginkan pada suhu rendah dalam kisaran 1oC sampai 3,5oC atau dibekukan pada suhu dibawah –15oC. Daging yang dibekukan mengalami kerusakan yang lambat selama penyimpanan beku. Selain didinginkan dan dibekukan daging juga dapat diawetkan dengan cara diasinkan. Produk-produk yang diperoleh dengan cara diasinkan antara lain frankrut, saveloys, bologna, sosis kering, roti daging, luncheon meat, dan pasta daging. Selain itu, pengawetan juga biasanya dilakukan dalam bentuk bahan olahan setengah jadi seperti abon, dendeng, sosis,corned beef, lidah asin, ham dan bakso.

Pengemasan. Menurut Lawrie (2003) beberapa metode pengemasan daging yang dapat dipakai antara lain:

• Pengemasan vakum. Pengemasan ini digunakan agar tidak ada O2 yang

terserap oleh daging sehingga menghentikan pertumbuhan mikroba aerob. Oksigen yg terserap daging dapat menghambat terbentuknya metmioglobin

% 100 karkas

berat

recahan berat

jumlah karkas

recahan

(38)

yang menyebabkan daging rusak dan berwarna coklat. Namun pengemasan ini akan mendorong laju pertumbuhan mikroba anaerob.

Modified Atmosphere Packaging (MAP) O2 tinggi (80% O2, 20 % CO2).

Dengan pengemasan ini, atmosfer kemasan dikendalikan dengan menaikkan kadar O2 sehingga oksimioglobin (hemoglobin yang berikatan dengan oksigen)

meningkat serta menurunkan kadar CO2. Hal ini akan menekan pertumbuhan

mikroba anaerob namun mendorong pertumbuhan mikroba aerob.

• MAP oksigen rendah. Pengemasan ini mengendalikan kadar O2 agar tetap

rendah sehingga menghambat tumbuhnya bakteri pembusuk (terutama mikroba aerob). Namun jenis pengemasan ini tidak menjaga warna daging dan dapat menyebabkan pertumbuhanClostridium botulinum dalam produk terkemas.

Penyimpanan.Metode penyimpanan daging yang biasa diterapkan adalah dengan cara didinginkan pada suhu rendah dalam kisaran 1o sampai 3,5oC atau dibekukan pada suhu dibawah –15oC. Pembekuan harus cepat agar tekstur daging tidak rusak. Daging yang dibekukan akan mengalami kerusakan yang lambat selama penyimpanan beku (Lawrie, 2003). Dikatakan pula bahwa pendinginan pada temperatur 0 derajat celsius diberlakukan pada karkas sejak dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan potongan daging dalam kemasan kantong plastik Dengan metode ini, kualitas daging dapat dipertahankan hingga kurang lebih 4 minggu. Pembekuan umumnya disimpan sebagai daging beku seperti karkas, potongan daging dan daging giling6.

Pengolahan Daging Sapi.Selain dalam bentuk segar (empal, semur, sate, rawon, rendang, bistik), daging juga dapat dikonsumsi dalam berbagai produk olahan. Misalnya, daging kornet (corned beef), daging asap (smoked ham), dendeng (dried meat), sosis (sausage), bakso (meat ball), dan lain-lain. Untuk itu, biasanya dilakukan berbagai pengolahan daging melakukan berbagai teknik dan cara memasak ataupun pengolahan daging kalengan.

6

(39)

B. Pasar

Dalam arti sempit, pasar adalah tempat dimana permintaan dan penawaran (barang dan jasa) bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas, pasar adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran (barang dan jasa), dalam hal ini lebih condong ke arah pasar modern7.

1. Pasar Pejagalan

Pasar pejagalan merupakan pasar yang didirikan di dekat pejagalan atau Rumah Potong Hewan sebagai tempat penjualan daging sapi langsung dari pejagalan. Menurut SNI 01-6159-1999, Rumah Potong Hewan adalah kompleks bangunan dan konstruksi khusus yang memenuhi syarat teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat8. Rumah pemotongan hewan merupakan titik awal industri daging yang mengambil persediaan bahan baku dari peternakan yang kemudian masuk ke rantai pangan. Standarisasi dan peraturan yang mengatur mengenai Rumah Pemotongan Hewan bervariasi di seluruh dunia, begitu juga dengan proses pemotongan hewannya. Namun satu hal yang pasti, syarat-syarat dan higienitas mulai dari penyediaan bahan baku hewan potong hingga proses penanganan pasca pemotongan dilakukan dengan ketat dan hati-hati karena berhubungan dengan kesehatan dan kemanan pangan masyarakat9.

2. Pasar Tradisional

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007, “pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan

7

www.id.wikipedia.org/pasar.htm (diakses tanggal 30 desember 2007)

8

http://agribisnis.deptan.go.id/layanan_info/view.php?file=STANDARD-MUTU/Standard-Nasional-Indonesia/SNI_Ternak/Alat+Panen/16.pdf&folder=MUTU-STANDARDISASI (diakses tanggal 30 Desember 2007)

9

(40)

dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar”10. Definisi lain pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang ditandai proses transaksi penjual pembeli secara langsung yang disertai proses tawar-menawar Bangunan tempat penjualan biasanya terdiri dari kios, gerai, los atau dasaran terbuka yang dibuka oleh pedagang maupun pengelola pasar. Kebanyakan pedagang menjual kebutuhan sehari-hari seperti ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian, barang elektronik, jasa dan lain-lain. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar11.

3. Pasar Modern

Berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan Nomor 07/MPP/Kep/2/1998, “pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mal, Supermaket, Departement Store, dan Shopping Centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan menajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 420/MPP/Kep/10/1997”12. Definisi lain menjelaskan bahwa pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, kecuali tidak terjadi transaksi langsung antara penjual dan pembeli karena pembeli langsung membeli barang berlabel harga pasti (barcode) yang tercantum dalam barang tersebut, Bentuk dan pelayanan jual beli dalam pasar modern dilakukan secara mandiri (modern) atau dilayani oleh pramuniaga. Sebagian besar barang yang dijual di pasar modern merupakan bahan pangan (buah, sayuran, daging, dan lain-lain) serta barang-barang lain yang dapat bertahan lama.13

10

www.scribd.com/doc/4430611/Perpres-112-of-2007-Indonesia-Traditional-and-Modern-Markets (diakses tanggal 30 Desember 2007)

11

www.id.wikipedia.org/Pasar.htm (diakses tanggal 30 Desember 2007)

12

http://ilmea.depperin.go.id/sk/skmpp10798.pdf. (diakses tanggal 30 Desember 2007)

13

(41)

C. Rumah Makan

Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi yang menjual hidangan kepada masyarakat beserta penyediaan tempat untuk menyantap hidangannnya. Rumah makan biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis pangan yang dijual, misalnya Rumah Makan Padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant) dan sebagainya14. Menurut Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor (2007), “rumah makan adalah setiap usaha komersial yang lingkup kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk umum di tempat usahanya, termasuk cafeteria, kantin, warteg, dan lain sebagainya”. Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) menyatakan bahwa restoran/rumah makan/warung makan adalah jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan tetap (tidak berpindah-pindah), yang menyajikan dan menjual pangan dan minuman di tempat usahanya baik dilengkapi maupun tidak dengan perlengkapan dan peralatan untuk proses pembuatan maupun penyimpanan dan belum mendapatkan ijin dan surat keputusan dari instansi yang membinanya .

D. Konsumen Bisnis

Pasar konsumen antara atau pasar bisnis sering disebut pasar produsen, pasar industrial, atau pasar organisasional. Konsumen bisnis adalah pasar yang membeli barang dan jasa bukan untuk dikonsumsi sendiri. Mereka membeli barang untuk dijual atau diproses menjadi barang lain dan dijual kembali. Menurut Kotler (2005), pasar bisnis terdiri dari semua organisasi yang memperoleh barang dan jasa untuk digunakan kembali guna memproduksi barang dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kepada pihak lain.

1. Ciri-ciri Konsumen Bisnis

Pasar bisnis memiliki beberapa ciri yang berbeda dengan pasar konsumen. Ciri-ciri konsumen bisnis antara lain (Budiyanto, 1993):

a) Pembelinya lebih sedikit. Pemasar bisnis biasanya menangani lebih sedikit pembeli dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pasar konsumen.

14

(42)

b) Hubungan pemasok-pelanggan erat. Para pemasok sering diharapkan dapat menyesuaikan tawaran pelanggan dengan masing-masing kebutuhan pelanggan bisnis karena jumlah pelanggannya sedikit dan tingkat kepentingan serta kekuatan pelanggannya lebih besar.

c) Permintaan turunan. Permintaan atas barang-barang bisnis benar-benar berasal dari permintaan atas barang konsumsi sehingga para pemasar bisnis harus secara dekat memantau pola pembelian konsumen akhir.

d) Permintaanya tidak elastis. Permintaan terhadap barang bisnis tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan harga. Permintaan bersifat sangat tidak elastis dalam jangka pendek karena para produsen tidak dapat secara cepat mengubah metode produksi mereka.

e) Permintaan berfluktuasi. Permintaan atas barang dan jasa bisnis cenderung lebih mudah berubah-ubah dibandingkan permintaan atas barang dan jasa konsumsi. Persentase peningkatan permintaan konsumen dapat menyebabkan permintaan yang jauh lebih besar atas pabrik dan peralatan yang diperlukan untuk memproduksi output tambahan.

f) Pembelian profesional. Pembelian dilakukan berdasarkan kontrak atau perjanjian yang mengikat untuk pembelian tunai, berhutang, ataupunlesing. g) Beberapa pengaruh pembelian. Umumnya pemberi pengaruh terhadap

pembelian bisnis lebih banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian pasar industrial (Kotler, 2005) adalah:

• Lingkungan: tingkat permintaan, situasi ekonomi, tingkat perubahan teknologi, politik dan peraturan pemerintah, kondisi persaingan, perhatian pada tanggung jawab sosial.

• Organisasi: tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi, dan sistem. • Antar Pribadi: minat, wewenang, status, empati, daya bujuk, dan.

hubungan antara pembelian dengan pemasok potensial: relasi antara pemasok, investor, masyarakat, dan perusahan

• Pribadi: umur, pendapatan, pendidikan, jabatan, kepribadian, sikap terhadap risiko,dan budaya.

(43)
[image:43.595.114.503.162.236.2]

i) Pembelian barang lebih periodik dan kontinu. Pembelian oleh pelaku bisnis memiliki tipe seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Tipe-tipe Pembelian Oleh Konsumen Bisnis

New task Modified Rebuy Straight Rebuy

Waktu yang diperlukan Pengaruh yang kompleks Kajian kembali pemasok Kebutuhan informasi Banyak Banyak Banyak Banyak Sedang Beberapa Beberapa Beberapa Sedikit Sedikit Tidak ada Sedikit

Sumber: Budiyanto (1993)

2. Proses Keputusan Pembelian Konsumen Bisnis

Proses keputusan pembelian konsumen bisnis juga berbeda dari konsumen rumah tangga. Proses keputusan pembelian konsumen bisnis adalah sebagai berikut (Kotler, 2005):

a) Pengenalan Masalah. Proses pembelian dimulai saat pembeli menyadari adanya masalah atau kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan memperoleh barang atau jasa. Pengenalan masalah dapat dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Contoh rangsangan internal adalah habisnya persediaan bahan baku yang menyebabkan pembeli harus melakukan pembelian. Contoh rangsangan eksternal adalah pembeli mungkin menemukan ide baru di pameran dagang, melihat produk yang lebih baik atau harga yang lebih murah.

b) Perumusan Kebutuhan dan Spesifikasi Produk Umum. Pembeli akan menetapkan karakteristik umum dan kuantitas barang yang dibutuhkan. Misalnya untuk produk daging pembeli akan menentukan atribut daging yang dibutuhkan seperti tingkat kesegaran, tingkat lemak, harga, dan lain-lain. c) Pencarian Pemasok.Pada tahap ini, pembeli akan berusaha mengidentifikasi

pemasok yang paling sesuai. Pembeli dapat meneliti daftar perusahaan, melakukan pencarian langsung, bertanya kepada pihak lain untuk minta rekomendasi, dan lain-lain.

(44)

menarik. Selain itu, dalam tahap ini juga diputuskan jumlah pemasok yang akan digunakan. Banyak perusahaan yang menganggap bahwa dengan pemasok yang lebih banyak akan menjamin pasokan selalu tersedia.

e) Spesifikasi Rutinitas Pesanan. Setelah memilih pemasok, pembeli memutuskan jumlah yang dibutuhkan, cara pembelian, cara pembayaran, waktu penyerahan barang, kebijakan pengembalian, dan lain-lain.

f) Evaluasi Kinerja Pemasok. Kemudian pembeli akan mengkaji ulang kinerja pemasok yang dipilih. Evaluasi ini dapat menyebabkan pembeli meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan hubungannya dengan pemasok tersebut.

E. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses, dimana seseorang menerima, menyeleksi, dan menginterpretasi stimuli untuk membentuk gambaran yang menyeluruh dan berarti tentang dunia (Simamora, 2005). Proses persepsi berlangsung dalam benak konsumen sehingga sifatnya abstrak. Sekali pun individu yang memberikan persepsi dapat memberikan deskripsi, tetapi persepsi yang dibayangkan tidaklah objektif, melainkan subjektif.

F. Multidimensional Scaling (MDS)

(45)

G. Bauran Pemasaran

[image:45.595.167.459.335.473.2]

Menurut Kotler (2000), perencanaan dan pelaksanaan strategi pemasaran tergantung pada empat komponen, yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Dari keempat komponen tersebut, dapat disusun suatu bauran pemasaran (gabungan strategi produk, penetapan harga, promosi, dan distribusi) yang digunakan untuk memasarkan produk-produk. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. McCarthy15 mengklasifikasikan alat-alat pemasaran menjadi 4 kelompok yang luas yang disebut empat-P (4-P) dalam pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion), dan saluran distribusi/tempat (place).

Gambar 2. Tujuh Komponen dalam Bauran Pemasaran

Sumber: Kotler (2000)

1. Produk

Dalam Kotler (2000) dijelaskan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen. Produk yang dipasarkan dapat berupa barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa, orang, tempat, properti, organisasi, dan ide/gagasan. Produk menurut Swastha (1995) adalah suatu sifat kompleks yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba, mencakup bungkus, warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer, pelayanan perusahaan dan pengecer, yang diterima oleh pembeli untuk

15

McCarthy, J. 1996.Marketing for Small Business: an Overview. Marketing Series. U.S.Small Business Administration. http://www.sba.gov/library/pubs/mt-2.pdf [diakses tanggal 10 April 2008]

Bauran Pemasaran Harga

Produk

Proses

Personel Promosi

(46)

memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Kotler (2007), sebelum menawarkan produk, pemasar harus memahami lima tingkatan produk, yaitu:

a) manfaat inti (core benefit) adalah manfaat mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan.

b) produk dasar (core basic) yaitu pengembangan manfaat menjadi produk standar.

c) produk yang diharapkan (expected product) merupakan beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika membeli produk.

d) produk yang ditingkatkan (augmented product) yaitu produk yang melampaui harapan. Pada tingkatan ini terjadi peningkatan biaya dan perubahan menjadi produk yang diharapkan.

e) calon produk (potential product) adalah segala kemungkinan peningkatan dan penambahan yang mungkin akan dialami produk di masa depan.

2. Harga

(47)

pricing), penetapan harga umum (going rate pricing), dan penetapan harga tipe lelang (auction type pricing).

3. Tempat/Distribusi

Saluran distribusi adalah seperangkat lembaga yang melaksanakan semua kegiatan atau fungsi yang digunakan untuk memungkinkan produk atau jasa yang dikonsumsi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran adalah jenis dan sifat produk, sifat konsumen potensial, sifat persaingan dan sifat saluran pemasaran yang ada (Kotler, 2005). Saluran pemasaran yang digunakan akan menentukan jumlah tingkat perantara. Saluran pemasaran bisa berupa 0-tingkat, 1-tingkat, 2-tingkat, 3-tingkat, dan seterusnya (Kotler, 2007).

4. Promosi

Menurut Kotler (2007), terdapat enam bauran promosi atau komunikasi pemasaran yaitu:

a) Iklan, yaitu setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang dan berupa promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan.

b) Promosi penjualan, yaitu berbagai jenis insentif jangka pendek untuk mendorong orang mencoba atau membeli produk atau jasa.

c) Acara khusus, yaitu perusahaan mensponsori kegiatan dan program-program yang dirancang untuk menciptakan produk atau interaksi yang berkaitan dengan merek.

d) Hubungan masyarakat.

e) Pemasaran langsung (direct marketing), yaitu penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, atau internet untuk berkomunikasi langsung atau meminta tanggapan atau berdialog dengan pelanggan tertentu dan calon pelanggan. f) Hubungan personal (personal selling), yaitu interaksi tatap muka dengan satu

(48)

Dari keenam komponen itu dapat dipilih salah satu atau digabungkan keenamnya untuk menentukan strategi promosi yang tepat. Promosi yang optimal akan lebih melancarkan arus informasi dari perusahaan kepada pengunjung.

H. Penelitian Terdahulu

Berikut ini merupakan penelitian-penelitian terdahulu mengenai daging sapi, persepsi dan perilaku konsumen, serta bauran pemasaran.

1. Penelitian Mengenai Daging Sapi

(49)

sapi di pasar modern atau di pasar tradisional adalah pendidikan, usia, dan frekuensi pembelian.

Purba (2006) menganalisis tingkat kepuasan konsumen rumah tangga dalam pembelian daging sapi segar. Responden merupakan konsumen rumah tangga yang membeli daging sapi segar di Marketplace, Ekalokasari Plaza, Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen rumah tangga dalam pembelian daging sapi segar; mengidentifikasi prioritas perbaikan manajemen berdasarkan tingkat kepeningan dan kepuasan konsumen; serta mengetahui hubungan antara kinerja dengan karakteristik konsumen dan frekuensi pembelian. Tingkat kepuasan konsumen dan tingkat kinerja Marketplace dianalisis menggunakan Importance-Performance Analysis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kualitas produk dan pelayanan Market Place dinilai belum memenuhi harapan konsumennya, namun secara keseluruhan tingkat kinerja perusahaan dinilai cukup baik. Variabel yang dinilai sangat penting oleh konsumen rumah tangga yang membeli daging sapi segar adalah etos kerja, sertifikat daging, kemampuan karyawan dalam menjelaskan spesifikasi daging, tanggung jawab pemotongan daging yang salah, dan dekorasi serta tata letak di ruang pelayanan. Selain itu, dalam hasil penelitian juga diketahui bahwa kepuasan konsumen tidak ada hubungannya dengan frekuensi pembelian daging sapi dan karakteristik konsumen daging sapi di Market Place.

2. Penelitian Mengenai Persepsi dan Perilaku Konsumen serta Bauran

Pemasaran

(50)

arah Friedman. Sedangkan tanggapan konsumen terhadap kinerja dan atribut-atribut Warung Kebun Cempaka Tantri dianalisis menggunakan Importance-Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik konsumen di Warung Kebun Cempaka Tantri umumnya berusia 31-45 tahun, berjenis kelamin perempuan, sudah menikah, pendidikan terakhir sarjana, asal Bogor, pekerjaan karyawan swasta dengan tingkat penghasilan Rp 1.000.000,00 – Rp 3.000.000,00. Umumnya, konsumen memilih Warung Kebun Cempaka Tantri karena suasananya yang nyaman, dengan tujuan mencari hiburan, dan direncanakan pada hari libur. Berdasarkan CSI, konsumen dinilai berada pada kriteria puas terhadap Warung Kebun Cempaka Tantri. Dimensi bauran pemasaran yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah tingkat kebersihan sedangkan yang terendah adalah kemudahan menghubungi lewat telepon. Sedangkan dimensi bauran pemasaran yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah variasi menu dan terendah adalah kecepatan melayani konsumen.

(51)

adalah kemudahan akses angkutan umum, sedangkan kinerja yang paling tidak baik adalah ketersediaan sarana hiburan. Berdasarkan hasil MDS, terlihat bahwa masing-masing PPM memiliki posisi yang cukup berjauhan. Namun jika dicermati, terdapat tiga PPM yang masing-masing memiliki posisi berdekatan yaitu Botani Square, Ekalokasari Plaza, dan Pangrango Plaza. Kedekatan posisi tersebut mengartikan bahwa Botani Square adalah pesaing langsung Ekalokasari Plaza dan Pangrango Plaza. Percepetual map juga menunjukkan bahwa Ekalokasari Palza memiliki positioning yang paling baik, karena memiliki kedekatan yang paling dominan dengan dua dimensi, yatu dimensi fasilitas pendukung dan kelengkapan variasi.

(52)

Untuk penelitian terdahulu mengenai daging sapi terdapat perbedaan bahasan utama yang dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu membahas mengenai penentuan lokasi pembelian, preferensi, dan tingkat kepuasan pelanggan terhadap pembelian daging sapi. Sedangkan pada penelitian ini, dilakukan penelitian mengenai persepsi rumah makan terhadap daging sapi. Namun dalam prosesnya, penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan penelitian saat ini, yaitu ditelitinya pola konsumsi dan perilaku pengambilan keputusan pembelian daging sapi.

(53)

III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

[image:53.595.85.518.200.712.2]

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pemasaran

Multidimensional Scaling (MDS)

Uji Rank Spearman

(Validasi Data Atribut)

Analisis Deskriptif Karakteritik

Konsumen

Perilaku Pengambilan

Keputusan Pembelian

Atribut-atribut yang mempengaruhi pengambilan keputusan

pembelian Masalah Utama

Makin banyaknya pasar modern yang berdiri di Kota Bogor

Bermunculannya isu-isu daging busuk dan daging gelonggongan

Fenomena

Tingginya tingkat konsumsi makanan jadi di Indonesia khususnya di Kota Bogor

Dukungan pemerintah terhadap pengembangan agribisnis daging sapi

(54)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan target responden rumah makan. Pemilihan lokasi dilakukan secara terrencana dengan mempertimbangkan potensi Kota Bogor yang besar sebagai tempat pemasaran daging sapi. Rumah makan sebagai konsumen bisnis tentunya memiliki pola konsumsi yang besar dan berlangsung kontinu. Penelitian dilakukan pada bulan April 2008 hingga Juli 2008.

C. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa data pimer yaitu kuisioner serta hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari buku, majalah, internet, studi penelitian terdahulu, instansi terkait dan sumber-sumber lain. Data primer berupa hasil penyebaran kuisioner dan wawancara yang dilakukan terhadap 60 rumah makan yang membeli dan menggunakan daging sapi dalam proses produksinya. Selain itu, rumah makan yang diteliti setidaknya pernah mengkonsumsi daging sapi yang dijual di pasar tradisional, pasar modern, dan pasar pejagalan. Hal ini dimaksudkan agar para responden dapat mempersepsikan masing-masing daging sapi yang dijual di ketiga tempat tersebut dengan baik. Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian seperti studi penelitian terdahulu, koran, internet, dan buku, serta instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Bogor, dan Departemen Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor.

D. Metoda Pengambilan Sampel

(55)

pasar modern. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor, terdapat 264 unit rumah makan di Kota Bogor. Namun rumah makan yang membeli dan menggunakan daging sapi dalam proses produksinya hanya sebanyak 150 unit rumah makan. Dengan memasukkan jumlah 150 sebagai banyaknya populasi dan persen error 10% maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 60 rumah makan. Jumlah responden diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin, dengan persenerror sebesar 10 %:

Dimana : n = ukuran sampel (orang) N = ukuran populasi (orang) e = persenerror (%)

E. Analisis Pengolahan Data

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik dan perilaku pengambilan keputusan pembelian responden; uji koefisien korelasi Rank Spearman untuk uji validitas; uji Cronbach Alfa untuk uji reliabilitas; serta Multidimension Scaling (MDS) untuk menentukan persepsi responden.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan analisis ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serat hubungan antar fenomena yang diseli

Gambar

Tabel 1.  Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Sehari Menurut KelompokPangan Tahun 1999, 2002-2006 (kkal)1
Tabel 3.  Data Perkembangan Rumah Makan di Kota Bogor 2002-2008
Tabel 4. Perkembangan Jumlah Pasar di Kota Bogor Tahun 2001-20044
Gambar 1.  Diagram Alir Proses Penanganan Pasca Pemotongan Sapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai Lex Generalis dari Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Konsumen menjamin perlindungan yang diberikan kepada nasabah

Pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah yang merantau ke Jakarta mulanya membangun usaha kecil- kecilan di Ibukota tercinta dengan tekad dan kemauan yang luar biasa,

Persamaan linear yang didapatkan dari setiap kurva digunakan untuk menentukan IC 50. Hasil penentuan IC 50 disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel 5, besarnya

The researcher also found out the factors that influence the five difficulties are: students’ factors: students’ likeness toward English lesson is not high, most of students

Hukum Hibah adalah harus (Al-Baqarah: 177) dan ianya tidak boleh ditarik balik atau membatalkannya setelah berlaku al-Qabd (penerimaan). Pengecualian bagi kes menarik balik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan ubi jalar ungu dengan air memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap pH, total asam (%), total padatan terlarut ( o Brix),

Komputer yang digunakan sebagai server memiliki spesifikasi yang lebih handal dari komputer client yang terhubung dalam satu jaringan, dimana diharapkan komputer client

Sub 赔enu Pemkimssn Unite bemisiksn inform赔ssi krde unite ysng hsnys digunsksn psds unite kemjs sesusi dengsn pilihsn unite psds ssste lrgin begiteu puls unteuk sub 赔enu Jumnsl dsn