• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.

SUMMARY

Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.

The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.

The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.

The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.

It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).

(3)

Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.

Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).

(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan

(5)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari

Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006

Menyetujui Bogor, Juli 2006

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.

2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.

5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.

(8)

7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.

9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.

10. Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.

11. Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.

(9)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. ARANG AKTIF ... 3

B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6

C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9

D. PROSES ADSORBSI ... 11

E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12

F. MINYAK GORENG ... 15

G. PEMURNIAN ………..…………. 18

III. METODOLOGI ………... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan ... 21

2. Penelitian Utama ... 22

(11)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.

SUMMARY

Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.

The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.

The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.

The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.

It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).

(13)

Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.

RINGKASAN

Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.

Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).

(14)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan

(15)

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN

MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

IRHAM RASJIDDIN F34102010

Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari

Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006

Menyetujui Bogor, Juli 2006

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.

2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.

5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.

(18)

7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.

9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.

10. Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.

11. Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.

(19)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. ARANG AKTIF ... 3

B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6

C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9

D. PROSES ADSORBSI ... 11

E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12

F. MINYAK GORENG ... 15

G. PEMURNIAN ………..…………. 18

III. METODOLOGI ………... 20

A. BAHAN DAN ALAT ... 20

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan ... 21

2. Penelitian Utama ... 22

(21)

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 27

D. ANALISA ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 29

B. PENELITIAN UTAMA ... 31

1. Rendemen Arang Aktif ... 31

2. Kadar Air ... 33

3. Kadar Abu ... 34

4. Kadar Zat Terbang ... 36

5. Kadar Karbon Terikat ... 38

6. Daya Serap Iod ... 40

7. Daya Serap Gas ... 42

8. Pemurnian Minyak Goreng ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. KESIMPULAN ... 53

B. SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 58

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data ekspor arang aktif 1996 – 2004 ... 1

Tabel 2. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-95 ... 6

Tabel 3. Pemanfaatan arang aktif dalam dunia industri ... 10

(23)

DAFTAR GAMBAR

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa ... 59

Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil penelitian pendahuluan ... 64

Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil penelitian utama ... 65

Lampiran 4. Rekapitulasi data daya serap gas ... 66

Lampiran 5. Rekapitulasi data analisa pengujian minyak goreng bekas .. 67

Lampiran 6. Perhitungan statistik kadar air arang aktif ... 68

Lampiran 7. Perhitungan statistik kadar zat terbang arang aktif ... 69

Lampiran 8. Perhitungan statistik kadar abu arang aktif ... 70

Lampiran 9. Perhitungan statistik kadar karbon terikat arang aktif ... 71

Lampiran 10. Perhitungan statistik daya serap iod arang aktif ... 72

Lampiran 11. Perhitungan statistik daya serap Benzene ... 73

Lampiran 12. Perhitungan statistik daya serap Metanol ... 73

Lampiran 13. Perhitungan statistik daya serap Chloroform ... 73

Lampiran 14. Perhitungan statistik daya serap Karbon Tetraclorida... 74

Lampiran 15. Perhitungan statistik daya serap Formalin ... 74

Lampiran 16. Kurva daya serap gas ... 75

(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Arang aktif merupakan arang yang telah diaktifkan oleh suatu zat sehingga memiliki daya adsorbsi dengan daya serap mencapai 3-7 kali daya serap arangnya. Arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas sehingga digunakan sebagai adsorben polutan berkadar rendah pada produk-produk industri (Pari, 1996).

Dewasa ini arang aktif banyak dimanfaatkan oleh pihak industri untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan. Arang aktif biasanya dimanfaatkan oleh pihak industri dalam proses pemurnian, seperti pemurnian gula, minyak dan lemak, kimia, farmasi, dan penjernihan air untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan (Djatmiko et al., 1985).

Kebutuhan arang aktif diperkirakan akan meningkat sejalan dengan perkembangan dunia industri. Menurut catatan Departemen Perdagangan dan Industri, Indonesia berhasil mengekspor arang aktif ke beberapa negara seperti Jepang, Korea, China, India, Mesir, Australia dan Inggris. Data ekspor arang aktif dari tahun 1996-2004 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data ekspor arang aktif

Tahun Berat (kg) Nilai (US $) 1996

1997 1998 1999 2000 2003 2004

12.324.954 8.435.420 6.576.109 11.282.723 10.204.634 12.436.620 10.570.693

11.462.683 8.251.697 12.645.537

(26)

Untuk meningkatkan produksi arang aktif Indonesia perlu dilakukan pencarian proses yang baik dan bahan baku alternatif lokal dalam jumlah yang cukup. Proses produksi dan bahan baku yang baik akan menghasilkan arang aktif berkualitas dengan nilai jual yang tinggi.

Peningkatan kualitas arang aktif dapat dilakukan dengan menggunakan aktivator untuk merendam arang sebelum proses aktifasi. Hal ini bertujuan untuk mengikat senyawa karbon, mengeluarkan bahan volatil dan merangsang pembentukan pori (Pari, 1996). Salah satu aktivator yang dapat digunakan adalah H3PO4 yang merupakan bahan kimia yang cukup baik dan umum digunakan dalam industri arang aktif (Jankowska, 1991).

Bahan baku alternatif yang dapat digunakan antara lain adalah tempurung biji jambu mede yang merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede yang dijadikan sumber konsumsi makanan. Kandungan karbon yang cukup tinggi pada tempurung biji jambu mede sekitar 73,65 – 81,70 % dapat membuka peluang untuk memanfaatkannya menjadi arang aktif. Pemanfaatan tempurung biji jambu mede menjadi arang aktif diharapakan dapat meningkatkan nilai ekonomis bahan.

Arang aktif dapat dibuat dari semua jenis bahan yang mengandung banyak unsur karbon, seperti kayu, batu bara, tulang, tempurung kelapa, tempurung biji-bijian dan bahan lainnya. Industri arang aktif di Indonesia mulai berkembang sejak periode tahun 1980-an, dengan menggunakan bahan baku berupa tempurung kelapa (Pari, 1996).

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale).

2. Mendapatkan konsentrasi H3PO4 yang baik pada proses aktifasi. 3. Mendapatkan suhu aktifasi dan waktu steam arang aktif yang baik.

4. Mengidentifikasi sifat arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Arang Aktif

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil

pembakaran bahan yang mengandung karbon. Sebagian pori-pori yang

terdapat pada arang tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik

lainnya. Komponen arang adalah karbon terikat, abu, air, nitrogen dan sulfur

(Djatmiko et al., 1985).

Arang aktif adalah arang yang diaktifkan dengan cara perendaman

dalam bahan kimia atau dengan cara mengalirkan uap panas ke dalam bahan

sehingga pori bahan menjadi lebih terbuka dengan luas permukaan berkisar

antara 300 sampai 2000 m2/g. Permukaan arang aktif yang semakin luas

berdampak pada semakin tingginya daya serap bahan terhadap gas atau cairan

(Kirk dan Othmer, 1964).

Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan

dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Roy

(1985), arang aktif berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang

pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menyerap

gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi

dalam cairan melalui aktifasi. Setiap kristal terdiri dari 3-4 lapisan atom

karbon dengan 20-30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et

al., 1991).

Bahan baku untuk pembuatan arang aktif adalah segala jenis bahan

organik padat yang mengandung karbon terutama bahan yang berpori. Di

dalam proses karbonasi pada suhu 400-500 OC terjadi penguraian komponen

organik yang mudah terbang dengan meninggalkan residu arang. Pada proses

ini terjadi perubahan fisik bahan baku yang menyebabkan permukaan pori

menjadi lebih luas. Selanjutnya pada proses aktifasi, senyawa hidrokarbon, ter

dan destilat yang masih tersisa pada permukaan arang akan akan bereaksi

dengan bahan pengaktif sehingga pori arang akan bertambah terbuka dengan

(28)

arang aktif banyak digunakan sebagai penyerap dan pemutih. Sampai saat ini

telah diketahui ada 27 jenis industri yang menggunakan arang aktif.

Aktifasi arang menggunakan uap air atau bahan kimia akan

menghasilkan arang aktif yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori

yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Pari (1996), arang aktif

adalah karbon yang mampu mengadsorbsi anion, kation, dan molekul dalam

bentuk senyawa organik dan anorganik, baik sebagai larutan maupun gas.

Arang aktif mempunyai sifat penyerapan yang selektif, yaitu lebih menyukai

bahan-bahan non polar dari pada bahan polar. Pada bahan-bahan dalam satu

deret homolog, biasanya daya serap arang aktif meningkat dengan

meningkatnya titik didih. Kemampuan daya serap bertambah dengan

meningkatnya tekanan dan menurunnya temperatur.

Menurut Hassler (1974), arang aktif bersifat higroskopis, tidak

berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, basa, asam, dan pelarut organik

serta tidak rusak karena perubahan pH, suhu atau komposisi limbah. Arang

aktif merupakan padatan amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar yang disusun

oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi

heksagonal.

Struktur arang aktif digambarkan sebagai jaringan berpilin dari

lapisan datar karbon yang tidak sempurna, yang dihubungkan secara silang

oleh grup jembatan alifatik. Luas permukaan, dimensi dan distribusi arang

aktif tergantung dari bahan baku, kondisi karbonasi dan proses aktifasi.

Ukuran pori arang aktif dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Mikropori (diameter <2 nm)

2. Mesopori (diameter 2-50 nm)

3. Makropori (diameter > 50 nm)

(29)

Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif

Sumber : Yoshizawa (1999)

Setyaningsih (1995) membedakan arang aktif menjadi dua

berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Arang Penjerap Gas (Gas Adsorben Carbon)

Arang ini digunakan untuk menjerap kotoran atau cemaran berupa gas.

Mikropori arang dapat dilewati oleh molekul gas tapi tidak dapat dilewati

oleh molekul cairan. Karbon jenis ini dapat ditemukan pada karbon

tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, batu bara dan kayu keras

dengan berat jenis tinggi.

2. Arang Fasa Cair (Liquid-Phase Carbon)

Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak

diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori karbon ini adalah makropori

yang dapat dimasuki oleh molekul ukuran besar. Arang jenis ini biasanya

berasal batu bara dan selulosa.

Kualitas arang aktif ditentukan oleh sifat fisiko kimia terutama daya

serap terhadap larutan dan gas. Standar kualitas arang aktif menurut SNI

(30)
[image:30.612.168.481.98.379.2]

Tabel 2. Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-95

Uraian Syarat Kualitas

Butiran Serbuk Kadar zat terbang (%)

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Bagian tak mengarang

Daya serap terhadap I2 (mg/g)

Karbon aktif murni (%)

Daya serap terhadap benzen (%)

Daya serap terhadap biru metilen (mg/g)

Bobot jenis curah (g/ml)

Lolos mesh

Jarak mesh (%)

Kekerasan (%) Maks 15 Maks 4,5 Maks 2,5 0 Min 750 Min 80 Min25 Min 60 0,45-0,55 - 90 80 Maks 25 Maks 15 Maks 10 0 Min 750 Min 65 - Min 120 0,3-0,35 Min 90 - -

(Sumber : SNI 06-3730-1995)

B. Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung

karbon baik yang berasal dari tumbuhan, binatang dan barang tambang.

Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, serbuk gergajian kayu, batu bara,

tempurung kelapa, tempurung biji-bijian, sekam padi, tulang binatang dan

lain-lain (Pari, 1996).

Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses

karbonasi bahan baku dan proses aktifasi bahan terkarbonasi pada temperatur

tinggi. Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi

unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur non karbon yang berlangsung pada

suhu 600-700OC (Kienle, 1986). Pari (1991) melakukan proses karbonasi

(31)

Proses aktifasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon

yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang

(Cooney, 1980 dan Guerrero et al., 1970). Proses aktifasi arang dapat dibagi

menjadi dua macam, yaitu proses aktifasi gas dan proses aktifasi kimia.

1. Aktifasi Gas

Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas CO2

kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan

kedalam tungku aktifasi lalu dipanaskan pada suhu 800-1000oC. Uap air atau

gas CO2 dialirkan selama pemanasan. Pada suhu dibawah 800oC, oksidasi

berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000OC dapat terjadi

kerusakan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi :

H2O + C CO + H2 ΔH = + 117 kJ

2H2O + C CO2 + 2H2 ΔH = + 75 kJ

CO2 + C 2CO ΔH = + 157 kJ

Reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm, sehingga aktifasi yang

terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk berkurang. Salah

satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membakar

gas-gas yang terbentuk (Kienle, 1986).

CO2 + 1/2O2 CO2 ΔH = -285 kJ

H2 + 1/2O2 H2O ΔH = -238 kJ

Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit

yang tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan

kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas pengaktif yang lembam

dapat mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan

senyawa lain, yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk

mendesak residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada

(32)

2. Aktivasi Kimia

Prinsip dasar aktifasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa

kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktifasi

selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900OC selama

1-2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela

lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup

sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Kienle, 1986). Bahan

pengaktif mempengaruhi proses pirolisis sehingga pembentukan tar dibatasi

sampai tingkat minimum dan jumlah fase cairnya lebih sedikit dari jumlah

karbonasi normal (Hasani, 1996).

Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3,

HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, K2S, ZnCl2, CaCl2, dan

MgCl2 (Kienle, 1986 dan Sudradjat, 1994). Aktifasi kimia dengan H3PO4 lebih

banyak dilakukan karena arang aktif yang dihasilkan biasanya memiliki pori

yang lebih baik dengan rendemen tinggi. Aktifasi menggunakan kombinasi

H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et al.,

1997).

Konsentrasi H3PO4 yang biasa digunakan adalah 5-20 %. Pada

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haryato dan Pari (1993) untuk

membuat arang aktif dari tempurung kelapa, digunakan H3PO4 dengan

konsentrasi 5, 10, dan 20 % dengan suhu aktifasi 900-1000OC dan waktu

aktifasi 105, 120, dan 135 menit. Nopiyanti (2002) juga menggunakan H3PO4

dengan konsentrasi 5, 10, dan 15 % dengan suhu aktifasi 750 dan 850OC dan

waktu aktifasi 30, 60, dan 90 menit untuk membuat arang aktif dari kulit kayu

(33)

C. Kegunaan Arang Aktif

Arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap, pembersih atau

pemurni dan sebagai katalisator dalam jumlah kecil. Arang aktif banyak

digunakan oleh industri yang bergerak pada sektor pemurnian, seperti

industri gula, minyak dan lemak, kimia dan farmasi, industri pemurnian air

dan lain-lain (Azah dan Rudyanto, 1984). Pemanfaatan arang aktif secara

(34)
[image:34.612.129.525.128.677.2]

Tabel 3. Pemanfaatan arang Aktif dalam Dunia Industri

Maksud/Tujuan Pemakaian Untuk Gas

1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap.

2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah.

3. Katalisator Katalisator reaksi atau pengangkut vinil klorida dan vinil asetat.

4. Lain-lain Menghilangkan bau pada kamar pendingin dan mobil

Untuk Zat Cair

1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak pada makanan. 2. Minuman ringan, minuman keras Menghilangkan warna dan bau

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat

pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat/penyulingan air

5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat 6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna 7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa

metanol, etil asetat dan lain-lain Lain-lain

1. Pengolahan pulp Pemurnian, penghilangan bau 2. Pengolahan pupuk Pemurnian

3. Pengolahan emas Pemurnian

4. Penyaringan minyak makan dan glukosa Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak

(35)

D. Proses Adsorbsi

Adsorbsi adalah suatu proses dimana suatu partikel "menempel" pada

suatu permukaan akibat dari adanya "perbedaan" muatan lemah diantara

kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu

lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan tersebut. Absorpsi

merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap kedalam struktur

suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.

Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang

dipengaruhi oleh specific affinity atau reaksi kimia antara bahan pengadsorp

(adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat) (Cheremisinoff dan Morresi,

1978). Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorp, dan adsorbat

adalah padatan, cairan atau gas yang diserap sebagai molekul, atom atau ion

(Anonim, 1982). Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan,

gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan

dengan padatan. Penggunaan adsorben karbon aktif dan alumina dalam

penyaringan minyak goreng bekas termasuk dalam adsorpsi antara cairan

dengan padatan. Adsorpsi dengan padatan tergantung dari luas permukaan

padatan.

Proses adsorbsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar,

yaitu :

1. Zat terjerap pada arang bagian luar

2. Zat menuju pori-pori arang

3. Zat terjerap pada dinding bagian dalam arang

Mekanisme peristiwa adsorbsi :

1. Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar

adsorben (disebut difusi eksternal).

2. Sebagian ada yang teradsorbsi di permukaan luar.

3. Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (disebut difusi

(36)

4. Bila kapasitas adsorbsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorbsi dan

terikat dipermukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati

jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi :

ƒ Terbentuk lapisan adsorbsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang

telah terikat dipermukaan. Gejala ini disebut adsorbsi multi layer.

ƒ Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang

belum teradsorbsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida.

Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physiosorption)

dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Kedua metode ini terjadi bila

molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan suatu fase padat

sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben),

mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan

(adsorbat) (Cheremisinoff dan Moressi, 1978).

Menurut Anonim (1982) adsorpsi secara fisik adalah adsorpsi yang

reversibel dengan interaksi lemah, energi untuk adsorpsi secara fisik besarnya

kurang dari 63-84 kj/mol. Sedangkan dalam adsorpsi secara kimia interaksi

antara adsorben dan adsorbatnya lebih kuat karena terjadi reaksi antara

permukaan adsorben dengan adsorbatnya, energi untuk adsorpsi secara kimia

biasanya lebih besar dari 84-126 kJ/mol.

Menurut Cookson (1978), beberapa faktor yang mempengaruhi

adsorpsi antara lain ialah :

1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran pori-pori,

komposisi kimia.

2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu antara lain ukuran molekul, polaritas

molekul, komposisi kimia.

3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair (larutan).

4. Sifat fase cair, seperti pH dan temperatur.

5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan

bila mempunyai daya adsorbsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan

persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat

(37)

permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben. Pengecilan

ukuran tidak boleh terlalu kecil karena dapat menyebabkan adsorben terbawa

oleh aliran fluida. Pada umumnya arang yang terbentuk dihancurkan sampai

berukuran 0,3-0,5 cm (Setyaningsih, 1995).

E. Jambu mede (Anacardium occidentale)

1. Uraian Tanaman

Tanaman Jambu mede biasa tumbuh di hutan-hutan dan

ladang-ladang (di daerah kering, panas) pada ketinggian 1200 m di atas

permukaan laut. Tetapi ada juga yang ditanam di halaman sebagai

tanaman buah-buahan. Jambu mede termasuk tumbuhan berkeping biji

dua (tumbuhan berbiji belah). Diklasifikasikan sebagai tumbuhan yang

berdaun lembaga dua atau dikotil.

Gambar 2. Tanaman Jambu mede

Jambu mede memiliki cabang dan ranting serta tumbuh dengan

tinggi 9 - 12 m. Batang pohonnya tidak rata dan berwarna coklat tua.

Daunnya bertangkai pendek, berbentuk lonjong dengan tepian berlekuk

dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berhulu, terkumpul

dalam bentuk malai dan daun tunjangnya lebar. Daun mahkota berwarna

putih. Bagian buah yang membesar berdaging lunak, berair dan berwarna

kuning kemerahan merupakan tangkai buah yang membesar. Sedangkan

(38)

berkeping dua terbungkus kulit yang mengandung getah. Kulit buah

berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Tumbuhan ini tidak termasuk

golongan jambu melainkan golongan mangga.

2. Kandungan kimia

Kandungan biji jambu mede mentah berisi biji dan kulit biji yang

tipis, kedua bagian ini berturut-turut sebanyak 20-30% dan 23% dari berat

biji kotor; 70-75% sisanya adalah cangkangnya. Berat biji medenya 4-8 g,

tetapi kadang-kadang mencapai 15 g. Bijinya berisi 21% protein dan

35-45% minyak. Minyaknya mengandung 60-74% asam oleat dan 20-28%

asam linoleat. CNSL-nya berisi 90% asarn anakardat (anacardic acid) dan

10% kardol (cardyl).

Jambu mede mengandung senyawa kimia seperti tanin, anacardic

acid dan cardol yang bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti septik. Daun

jambu mede yang masih muda mempunyai komposisi antara lain: Vitamin

A sebesar 2689 SI per 100 g, Vitamin C sebesar 65 g per 100 g, kalori 73

g per 100 g, protein 4,6 g per 100 g, lemak 0,5 g per 100g, hidrat arang

16,3 g per 100 g, kalsium 33 mg per 100 g, fosfor 64 mg per 100 g, besi

8,9 mg dan air 78 g per 100 g. Sari buah-semu jambu mede banyak

mengandung riboflavin (vitamin B2), asam askorbat (vit. C), dan kalsium

3. Kandungan dan manfaat :

Tumbuhan obat-obatan ini dipergunakan di ±23 negara dan

termasuk dalam daftar prioritas WHO mengenai tumbuhan obat-obatan

yang paling banyak dipakai didunia. Diperkirakan bahwa jambu mede

dapat mengontrol pusat otak yang terganggu (hilang ingatan, kelelahan

kerja, gangguan seks, halusinasi, mundur ingatan dan lain sebagainya).

Kulit buahnya berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Kulit buah

(39)

Efek sampingannya mungkin berupa dermatitis. Kulitnya sepat rasanya

dan dipakai sebagai obat untuk menciutkan pembuluh darah.

Tanaman ini mengandung tanin, yang dapat menyebabkan

gatal-gatal pada kulit, dan air perasan kulit buah menjadi hitam jika terkena

udara, selain itu tanaman ini juga mengandung minyak berwarna kuning

muda yang rasanya manis (minyak acayu), terdiri atas 4O-50% kardol

(tannin beracun) dan asam anakardia. Minyak ini menyebabkan kulit

terbakar atau menggelembung. KuIit buahnya juga mengandung gliserida,

asam-asam linolein, palmitin, stearin dan lignoserin, serta sitosterin.

Kayunya mengandung katechin dan pada seluruh bagian

tumbuh-tumbuhan menghasilkan asam gallus. Daunnya dapat dipakai sebagai obat

Iuar untuk mengobati penyakit kulit (misaInya pemphigus neonatorum)

dan luka bakar. Air perasan kulit buah yang berminyak bisa dipakai

sebagai obat luar untuk mengobati borok dan kutil yang menahun pada

kulit. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap reaksi yang mengandung

racun akibat cara pengobatan tua itu. Akarnya dipakai sebagai obat

mencret dan kulitnya sebagai obat kumur (terhadap seriawan) dan obat

jerawat. Beberapa obat resen adalah: 1.Tinktur (campuran alkohol) dari

kulit buah digunakan sebagai obat cacing. 2. Minyak kulit buah sebagai

cardolum vesicans (menyebabkan gelembung di atas kulit) 3. Ekstrak

campuran air teIah dipaten sebagai obat pelawan tekanan darah tinggi.

Di Brazil, Mozambik, dan Indonesia, jambu mede juga penting;

bijinya dimakan segar atau dicampur dalam rujak buah, serta semacam

minuman dibuat dari sari buahnya. Anggur jambu mede (sari buah yang

agak terfermentasi) dinikmati pada masa panen dan dapat didestilasi untuk

dijadikan minuman berkandungan alkohol tinggi. Hasil sampingannya

berupa kulit biji dan cangkangnya. Kulit bijinya digunakan sebagai pakan

unggas. Cairan cangkang buah jambu mede (CNSL) dapat dipakai dalam

industri dan digunakan sebagai bahan pengawet, misalnya untuk

mengawetkan peralatan kayu dan jala penangkap ikan. Ampas

cangkangnya seringkali digunakan sebagai bahan bakar di pabrik ekstraksi

(40)

perkakas berkualitas rendah. Kulit batangnya mengandung tanin. Pohon

yang dilukai akan mengeluarkan semacam gom yang dapat digunakan

untuk perekat (untuk kayu kusen, kayu lapis, penjilidan buku), mungkin

[image:40.612.168.472.198.379.2]

kurang-lebih disebabkan oleh adanya sifat insektisida.

Gambar 3. Pohon Industri Tanaman Jambu mede

F. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses

pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi.

Secara umum komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak

adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun

stabilitas minyak (Djatmiko, 1974).

Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai

stabilitas yang berbeda pula. Karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain derajat ketidakjenuhan asam lemak yang

dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap dan bahan-bahan pembantu yang

dapat mempercepat atau menghambat proses kerusakan, dimana bahan

pembantu tersebut terdapat secara alami ataupun sengaja ditambahkan

(41)

Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia

(jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai,

kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan

biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan

lain-lain). Proses pemurnian minyak nabati untuk menghasilkan minyak

goreng tersebut meliputi beberapa tahap yaitu degumming, netralisasi,

pemucatan, dan deodorisasi.

Tidak semua minyak nabati dapat digunakan untuk menggoreng.

Menurut Ketaren (1986) minyak yang termasuk golongan setengah mengering

(semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji

kapas, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan

sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika

kontak dengan udara pada suhu tinggiakan mudah tereoksidasi sehingga

berbau tengik. Minyak yang dipakai untuk menggoreng adalah minyak yang

tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan

membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, termasuk di

dalamnya adalah minyak sawit.

Menurut Winarno (1992) mutu minyak goreng ditentukan oleh titik

asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami

pemanasan yang berlebihan, bagian molekulnya yaitu gliserol akan

mengalami kerusakan dan kehancuran dan minyak tersebut segera

mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata.

Molekul-molekul gliserol tersebut menjadi kering dan terbentuklah aldehida

yang tidak jenuh yang disebut akrolein. Titik asap suatu minyak goreng

tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Semakin tinggi titik asapnya,

semakin baik mutu minyak goreng tersebut.

Dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium

penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan sumber

kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Syarat mutu minyak goreng

(42)
[image:42.612.262.389.77.176.2] [image:42.612.128.425.209.448.2]

Gambar 4. Minyak Goreng Bekas Tahu Sumedang

Tabel 4. Syarat mutu minyak goreng

Komponen Kadar Maksimum

Keadaan :

Bau

Rasa

Normal

Normal

Air Maks. 0,30 % b/b

Asam lemak bebas (dihitung sebagai

asam laurat)

Maks. 0,30 % b/b

Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100 g

Cemaran logam :

Besi (Fe)

Timbal (Pb)

Negatif

Negatif

Sumber : SNI 01-3741-1995

Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu

diperhatikan yaitu :

1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.

2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3. Memilliki kualitas yang seragam.

4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih

mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.

5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah

digunakan untuk menggoreng.

6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk

yang digoreng.

7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan efek greasy

(43)

Menurut Pokorny (1999), dalam proses perubahan sifat fisiko kimia

minyak ada tiga hal utama yang mempercepat proses perubahan tersebut

yaitu; (1) keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng

yang dapat menyebabkan reksi hidrolisis minyak, (2) oksigen dari atmosfer

yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak dan (3) suhu proses yang

sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses kerusakan minyak.

Menurut Perkins dan Erickson (1996), proses pemanasan minyak pada

suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam

lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak, seperti asam oleat dan

linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan

warna, kenaikan kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas,

kenaikan bilangan peroksida, dan kenaikan kandungan urea adduct forming

esters. Selain itu dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan

penurunan kandungan asam lemak tak jenuh.

Menurut Lawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses

penggorengan akan mengalami 4 perubahan besar yang terjadi yaitu; (1)

perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi dan (4) hidrolisis.

Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak yang

telah digunakan selama proses penggorengan.

a) Perubahan Warna Minyak Goreng

Semua bahan pangan yang digoreng mengandung bahan-bahan,

seperti gula, pati, protein, phospat, komponen sulfur dan berbagai mineral

yang akan larut atau tertinggal di dalam minyak goreng. Berbagai material

ini akan bereaksi, terpapar suhu yang tinggi dan selanjutnya mengendap

yang akan menyebabkan perubahan warna pada minyak goreng.

Kecepatan perubahan warna pada minyak berbeda-beda tergantung sekali

oleh bahan pangan yang digoreng. Produk daging seperti olahan ayam

memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam merubah warna gelap

minyak dibandingkan denga kentang. Kemampuan protein dalam

membentuk browning lebih baik dibandingkan dengan pati. Bahan-bahan

(44)

dipeaki dalam pembuatan produk ayam olehan juga turut mempercepat

pembentuka warna gelap minyak (Lawson, 1995).

Menurut Ketaren (1986), perubahan warna minyak yang

digunakan dalam proses penggorengan juga disebabkan oleh reaksi

oksidasi. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya

bergabung dengan pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses

oksidasi. Oksidasi karoten akan mulai terjadi pada periode induksi.

Perubahan warna pada minyak selama proses menggoreng

menjadi lebih gelap merupakan indikator proses awal dari oksidasi

minyak. Komponen-komponen yang tak tersabunkan, berbagai jenis

gums, lecithin dapat mempercepat proses penggelapan warna minyak.

Terbentuknya warna gelap pada minyak disebabkan karena keberadaan

komponen phenolik. Kecepatan perubahan warna minyak juga sangat

tergantung dari proses oil turnover system. Banyaknya minyak yang

diserap oleh produk yang digoreng harus segera digantikan oleh minyak

baru yang berarti juga penghambatan terhadap proses perubahan warna

pada minyak goreng.

b) Oksidasi Minyak Goreng

Menurut Ketaren (1986) kerusakan minyak selama proses

penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan

yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi

akan menghasilkan makanan gorengan dengan rupa yang tidak menarik

dan rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dan asam

lemak essensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan akibat oksidasi

bahan pangan berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama

disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen yang disusul denga tahap

kedua yang merupakan kelanjutan dari reaksi tahap pertama yang

prosesnya dapat berupa proses oksidasi maupun non oksidasi. Proses

oksidasi umumnya dapat terjadi pada setiap jenis lemak misalnya lemak

babi, mentega putih, minyak goreng, minyak salad dan bahan pangan

(45)

Selama proses penggorengan berlangsung, oksigen yang ada

diudara akan bereaksi dengan minyak yang ada dalam fryer. Beberapa

produk hasil reaksi ada yang langsung menguap dan ada yang tertinggal

dalam minyak. Pada suhu kamar biasanya proses oksidasi berjalan sangat

lambat dan mulai mangalami peningkatan ketika proses sedang berjalan

terutama pada suhu penggorengan yang tinggi (≥177 oC).

Beberapa faktor disamping suhu yang turut berpengaruh terhadap

kecepatan proses oksidasi antara lain ; (1) kecepatan penyerapan minyak

oleh produk dan sistem regenerasi minyak baru, (2) luas permukaan dari

minyak yang terpapar oksigen, (3) keberadaan ion logam seperti tembaga

yang bersifat prooksidan, (4) keberadan dari antioksidan tahan suhu tinggi

seperti methyl silikon dan (5) kualitas dari minyak yang digunakan selama

proses (Lawson 1995)

Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan

mengalami degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi

yang akan menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang

mempunyai peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada

minyak. Reaksi yang kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton

serta reaksi yang ketiga adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang

membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang mempunyai

peran dalam meningkatkan kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi

NAF (Non Urea Adduct Forming). Polimer-polimer yang ada dalam

minyak merupakan suatu petunjuk adanya NAF (Perkins dan Erickson,

1996).

c) Polimerisasi

Proses oksidasi yang berlanjut pada minyak goreng akan

menyebabkan terbentuknya polimer-polimer yang dapat digolongkan

dalam Non Volatile Decomposition Product (NVDP) dan Volatile

Decomposition Product (VDP) (Suhadi, 1968). Senyawa-senyawa yang

bersifat volatil termasuk di dalamnya peroksida, mono dan disliserida,

(46)

volatil termasuk komponen polar, monomer (siklik dan non siklik), dimer,

trimer dan komponen lain yang memiliki bobot molekul besar (Lawson,

1995).

Menurut Djatmiko dan Enie (1985) ada 3 macam reaksi utama

yang menyokong terbentuknya senyawa-senyawa NVDP ini.

Reaksi-reaksi tersebut ialah autooksidasi, thermal polimerization dan thermal

oxidation. Terbentuknya senyawa polimer dapat ditandai dengan

meningkatnya kekentalan minyak goreng. Hubungan antara kenaikan

kandungan senyawa yang molekulnya tinggi dengan nilai gizi minyak

yang telah dipanaskan dapat memberikan efek penurunan keseshatan pada

tikus percobaan.

d) Hidrolisis

Hidrolisis merupakan reaksi yang terbentuk antara air dari produk

dengan minyak goreng yang dapat membentuk asam lemak bebas.

Menurut Lawson (1995), kecepatan pembentukan asam lemak bebas

sangat tergantung dari beberapa faktor di bawah ini :

1. Jumlah air yang terkandung dalam produk maupun jumlah air yang

masih tersisa pada ketel sehabis proses cleaning.

2. Suhu penggorengan yang digunakan selama proses. Semakin tinggi

suhu yang digunakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas

semakin meningkat.

3. Kecepatan dari oil turnover system.

4. Jumlah partikel/remah-remah rontokan dari produk yang digoreng.

5. Bilangan heating / cooling cycles dari minyak.

Menurut Winarno (1999) minyak yang digunakan lebih dari sekali

menggoreng akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah.

Minyak seharusnya dipanaskan tidak lebih tinggi dan tidak lebih lama dari

yang diperlukan untuk menjaga agar proses hidrolisis hanya terjadi secara

minimal. Permukaan wajan atau ketel pemanas juga mempengaruhi titik

asap. Semakin kecil diameter ketel aka menyebabkan lebih cepat menjadi

(47)

Keberadaan asam lemak bebas sebagai hasil dari reaksi hidrolisis

juga memberikan pengaruh terhadap penurunan titik asap minyak goreng

disamping juga keberadaan dari partikel-partikel atau remah-remah dari

rintokan bahan yang digoreng yang juga ikut membentuk asam sewaktu

proses penggorengan berlangsung. Hasil penelitian dari Pantzaris (1999)

menunjukkan hasil bahwa titik asap minyak akan semakin menurun

seiring dengan frekuensi pemakaian minyak dan peningkatan kandungan

asam lemak bebas di dalam minyak.

G. Pemurnian

Pemurnian minyak goreng dengan cara degguming, netralisasi,

pemucatan, deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna dan

kandungan zat lain yang tidak diiginkan. Hal ini bertujuan untuk

mempermudah proses pengolahan minyak selanjutnya dan untuk

memperpanjang umur simpan minyak.

Proses pemurnian dapat menurunkan kadar sabun 5-10 ppm,

menurunkan kadar logam secara lambat sebesar 0,001-1 ppm dan akan

mengurangi pembentukan peroksida sebagai hasil oksidasi minyak, sedangkan

(48)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale) yang diperoleh dari limbah padat pengolahan biji jambu mede asal Muna, Sulawesi Tenggara. Bahan yang digunakan untuk aktifasi arang adalah H3PO4 dengan berbagai konsentrasi.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa mutu arang aktif adalah benzena, metanol, kloroform (CHCl3), karbon tetraklorida (CCl4), formalin larutan iod 0,1 N (dalam KI), Natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, akuadest, larutan kanji 1 % dan arang aktif komersial. Bahan untuk aplikasi arang aktif adalah minyak goreng bekas. Bahan yang digunakan untuk menguji minyak antara lain adalah KOH 0,1 N, alkohol netral 95 %, pereaksi hanus, air suling KI jenuh, Na2S2O3 0,1 N, pfenolfthalein, asam asetat glasial dan kloroform (3:2).

(49)
[image:49.612.334.497.77.209.2]

Gambar 5. Tungku Pengarangan Gambar 6. Tungku Aktifasi (Retort)

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam fosfat terbaik sebagai aktivator arang yang akan digunakan pada penelitian utama. Pada awal penelitian pendahuluan dilakukan analisa sifat fisiko kimia tempurung dan arang tempurung biji jambu mede yang meliputi rendemen (berat kering), kadar air, kadar abu, zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iodium, daya serap terhadap benzen, metanol, chloroform, karbon tetraklorida, dan formalin dengan mengikuti metode SNI 06-3730-1995 dan metode ASTM 1999.

Pada penelitian pendahuluan digunakan 5 jenis konsentrasi H3PO4 untuk merendam arang aktif yaitu 1, 5, 10, 15 dan 20 %. Aktifasi arang dilakukan pada suhu ± 650, 750 dan 850OC. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan perlakuan, maka dibuat kontrol dari arang yang tidak direndam dalam larutan H3PO4 untuk masing-masing suhu aktifasi.

[image:49.612.132.293.78.210.2]
(50)

2. Penelitian Utama

Sebanyak kurang lebih 2500 gram bahan baku dikarbonasi pada suhu 500oC selama 5 jam. Arang yang dihasilkan diaktifkan secara gas dan kimia yaitu dengan cara merendam arang dalam larutan H3PO4 5 % selama 24 jam. Arang yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam kawat kasa berbentuk silinder untuk kemudian diaktifkan pada suhu ± 850OC dan disemprot dengan uap panas pada tungku aktifasi (retort) dengan variasi penyemprotan selama 1, 2 dan 3 jam. Uap panas yang digunakan memiliki suhu ± 125OC, laju ± 0,27 kg/jam dan tekanan 0,025 mbar. Diagram alir pembuatan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 10.

Arang aktif yang dihasilkan dihaluskan hingga lolos saringan 100 mesh dan selanjutnya dianalisa untuk mengetahui sifat fisiko-kimianya. Analisa sifat fisiko kimia juga dilakukan pada arang aktif komersial sebagai pembanding. Analisa yang dilakukan pada arang aktif sama dengan analisa yang dilakukan pada arang.

Sampel yang memiliki nilai analisa sifat fisiko kimia terbaik diuji kemampuannya untuk memurnikan minyak goreng bekas. Sebelum digunakan untuk memucatkan minyak, arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air hangat sampai pH-nya netral kemudian ditiriskan, dihaluskan hingga lolos saringan 80 mesh dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu ± 105OC selama 3 jam.

(51)

3. Tata Laksana Penelitian

Tata laksana penelitian berisi tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian. Diagram alir tahap penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.

[image:51.612.168.503.158.675.2]

Gambar 9. Diagram Alir Tahapan Penelitian Penentuan Tujuan Penelitian

Tinjauan Pustaka

Penentuan variabel-variabel penelitian, teknik rancangan percobaan

Pengujian kualitas minyak goreng bekas yang telah dimurnikan

Pengolahan dan pembahasan data penelitian Pembuatan arang aktif

Penentuan sampel penelitian

Pengujian kualitas arang aktif

Rekomendasi hasil penelitian Pemurnian minyak goreng bekas

(52)
[image:52.612.150.501.67.640.2]

Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan arang aktif serbuk dari tempurung biji jambu mede

Tempurung biji jambu mede

Arang

Arang aktif serbuk Karbonasi (± 500OC, 5 jam)

Penirisan

Perendaman dalam H3PO4 (1, 5, 10, 15, 20 %)

Pengaktifan

(650OC, 750OC, 850OC, 60 menit)

Pendinginan

Analisa mutu Pengayakan Penggilingan

Arang aktif Steam

(53)
[image:53.612.108.525.75.634.2]

Gambar 11. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Menggunakan Arang Aktif

Arang aktif

Minyak pucat Arang aktif serbuk

Minyak goreng bekas Penggilingan

Pengendapan

Pemanasan dan pengadukan (±80OC, 1 jam) Pengayakan

Pencampuran (arang aktif 2 % (b/b))

Penyaringan

Analisa Pencucian

(sampai air cucian netral)

Penirisan

Pengeringan Oven

(± 105OC, 3 jam) Pemanasan (± 80O

(54)
[image:54.612.243.395.99.231.2]

Gambar 12. Pencampuran Arang Aktif dengan Minyak Goreng Bekas

Gambar 13. Penyaringan Minyak Goreng Bekas

(55)

C. Rancangan Percobaan Pembuatan Arang Aktif (Sudjana, 1994)

Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial menggunakan dua faktor perlakuan yaitu faktor perendaman dengan H3PO4 (A) dan lama waktu steam (S) dengan dua kali ulangan untuk masing-masing taraf perlakuan. Faktor A terdiri dari dua taraf dan faktor B terdiri dari tiga taraf. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Ai +Sj + ASij +

ε

ijk

Dimana :

Yijk = Variabel yang diukur.

μ = Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya). Ai = Pengaruh perendaman H3PO4 pada taraf ke-i. Sj = Pengaruh waktu steam pada taraf ke-j.

ASij = Pengaruh interaksi perendaman H3PO4 taraf ke-i dengan waktu steam taraf ke-j.

ε

ijk = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan j pada ulangan ke-k.

Perlakuan terdiri dari :

a. Perendaman H3PO4 (A), dengan taraf faktor : A0 = Tanpa perendaman dengan H3PO4 A1 = Dengan perendaman H3PO4 b. Waktu steam (B), dengan taraf faktor :

S1 = Steam selama 1 jam S2 = Steam selama 2 jam S3 = Steam selama 3 jam

(56)

D. ANALISA

(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan penjemuran kulit biji jambu mede

di ruang terbuka dengan terik sinar matahari selama 3 hari untuk mengurangi

kandungan air pada kulit biji jambu mede serta zat-zat yang tidak diinginkan

dalam proses pembuatan arang aktif. Pada analisa awal, diperoleh kadar air pada

kulit biji jambu mede berkisar antara 5,95 – 23,5 % dengan rata-rata sebesar

17,9 %. Besarnya rentang kisaran kadar air pada kulit biji jambu mede ini

disebabkan karena tidak semua zat-zat yang terkandung dalam kulit biji jambu

mede ini dapat menguap dengan hanya panas sinar matahari.

Kulit biji jambu mede selanjutnya dikarbonasi menjadi arang pada suhu ±

500

o

C selama 5 jam. Pada proses karbonasi ini digunakan tungku pengarangan

dengan sistem tertutup dengan memanfaatkan panas dari aliran listrik. Dengan

pengarangan sistem tertutup ini kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil

sekali karena tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Jika

ada yang menjadi abu berarti suhu yang dipakai sudah mencapai 1000

o

C. Pada

proses karbonasi terjadi proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon

dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon. Pada prores karbonasi ini kulit biji

jambu mede yang dimasukkan sebanyak 2500 gr dan rendemen yang dihasilkan

setelah proses karbonasi berkisar antara 20,08 – 22,12 % dengan rata-rata

21,27 %.

Pada proses karbonasi ini, juga dihasilkan campuran antara cairan

destilat/asap cair dan minyak mete (ter) sebanyak 1391,94 gr. Asap cair diperoleh

dari hasil pengkondendasian asap yang memiliki komponen utama berupa asam,

fenol, dan karbonil. Pada proses karbonasi kulit biji jambu mede ini minyak mede

(ter) yang dihasilkan lebih banyak daripada cairan destilatnya. Banyaknya minyak

(58)

minyak mete tidak mudah menguap begitu saja mengingat minyak mete tergolong

minyak yang sukar menguap pada suhu penjemuran. Pada umumnya, minyak

mete ini akan menguap ketika pada proses karbonasi suhunya telah mencapai ±

300

o

C. Menguapnya minyak mete dan cairan destilat biasanya ditandai dengan

munculnya asap pada tabung penampungan yang berarti di dalam bahan yang

akan diarangkan masih mengandung komponen-komponen air dan minyak yang

dapat mengganggu kemampuan arang dalam menyerap gas atau cairan.

Dari hasil proses karbonasi, diperoleh kandungan karbon terikat arang

kulit biji jambu mede berkisar antara 73,65 – 81,70 %. Hal ini menunjukkan

bahwa arang kulit biji jambu mede berpotensi untuk dijadikan sebagai arang aktif

(

activated charcoal

). Menurut Djatmiko

et al.

(1985), arang dapat dikonversi

menjadi arang aktif bila mengandung kadar karbon terikat yang cukup tinggi

yaitu sekitar 70 – 80 %.

Daya serap arang ditingkatkan dengan proses aktifasi pada suhu tinggi

dan penambahan bahan pengaktif. Menurut Cooney (1980), proses aktifasi dapat

menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat

meningkatkan porositas arang.

Aktifasi arang dilakukan dengan merendam arang sebanyak 300 gr pada

H

3

PO

4

1, 5, 10, 15, dan 20 % selama 24 jam kemudian diaktifasi dengan

pemanasan pada suhu ± 650, 750, dan 850

o

C selama 4 jam yang diselingi dengan

pemberian

steam

panas selama 1 jam. Sehingga diperoleh rendemen rata-rata

sebesar 69,59 %. Hasil analisa fisiko kimia penelitian pendahuluan dapat dilihat

pada Lampiran 2.

Hasil analisa fisiko kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa sampel

yang diaktifasi dengan suhu 850

o

C memiliki nilai daya serap terhadap iod yang

lebih tinggi yakni berkisar antara 606,25 – 839,52 mg/g. Nilai ini jauh lebih besar

bila dibandingkan dengan sampel yang diaktifasi dengan suhu 650

o

C yakni

hanya berkisar antara 1

Gambar

Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif  ..........................................
Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif
Tabel 2. Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-95
Tabel 3. Pemanfaatan arang Aktif dalam Dunia Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa arang aktif terbaik adalah arang aktif yang dihasilkan dari perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi 120 menit

PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PEMBUATAN BRIKET ARANG TEMPURUNG KELAPA DENGAN PEREKAT DAUN JAMBU METE MUDA (Anacardium occidentale L.) TERHADAP NILAI KALOR..

Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui waktu yang paling baik dari antara range waktu yang digunakan untuk proses adsorbsi minyak goreng bekas dengan menggunakan arang

Goreng Bekas Dari KFC Dengan Mengggunakan Adsorben Karbon Aktif..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas arang aktif kulit singkong sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas, sehingga dalam penelitian ini akan

Telah diperiksa dan disetujui sesuai dengan hasil ujian Tugas Akhir pada tanggal 16 Juli 2008 , untuk Tugas Akhir yang berjudul “ PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JARAK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif tanpa aktivasi kimia terbaik berdasarkan daya jerap iodin adalah arang yang diaktivasi pada suhu 800 °C selama 60 menit,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, atas Rahmat dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesakan karya ilmiah berjudul Karakteristik Arang Aktif Tempurung