PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.
SUMMARY
Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.
The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.
The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.
The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.
It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).
Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.
RINGKASAN
Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.
Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.
Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan
PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari
Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006
Menyetujui Bogor, Juli 2006
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.
2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.
5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.
7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.
9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.
10. Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.
11. Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.
12. Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. ARANG AKTIF ... 3
B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6
C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9
D. PROSES ADSORBSI ... 11
E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12
F. MINYAK GORENG ... 15
G. PEMURNIAN ………..…………. 18
III. METODOLOGI ………... 20
A. BAHAN DAN ALAT ... 20
B. METODE PENELITIAN ... 21
1. Penelitian Pendahuluan ... 21
2. Penelitian Utama ... 22
PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Irham Rasjiddin. F34102010. The Production of Activated Charcoal From production of Cashew Nut Shell As An Adsorbent on Bleaching After Frying Oil. Under Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Gustan Pari. 2006.
SUMMARY
Cashew nut shell is a by product from production of Cashew nuts. Cashew nut shell is a potential source for activated charcoal, because its charcoal contains 73,65 – 81,70 % of fixed carbon. Activated charcoal is an adsorptive carbon that can adsorbs anion, cation, organic and anorganic mollecules in liquid and gas form.
The aims of this research are to make activated charcoal from Cashew nut shell, to identified the activated charcoal characteristic and to compare with the comercial activated charcoal, to find the best concentration of phosforic acid, activation temperature, and duration of steam in activated charcoal that used in purifying of waste frying oil.
The analysis toward activated charcoal were yield, moisture content, volatile matter, ash, fixed carbon, iodine, benzene, metanol, chloroform, carbon tetrachlorida, and formaline adsorption while the analysis toward bleached oil ware oil clearness, free faty acid (FFA), and peroxide number.
The charcoal was first made from cashew nut shell by carbonizing it in a retort at 500 oC for 5 hours. The charcoal must be submerged with H3PO4 5 % for 24 hours. Afterwards, the charcoal was activated in a retort at 850 oC for 4 hours. During the activation, the vapor of H2O was introduced passed into the retort. Afterwards, purification on waste frying oil was performed by using the activated charcoal at dosages of 2 %.
It was found that good quality of charcoal from cashew nut shell was obtained with H3PO4 at 5 %, activated at 850 oC for 4 hours with duration of steam was 1 hours (A1B1S1). The yield of activated charcoal at this condition was 34,30 – 70,67 %, moisture content (3,50 – 10,88 %), volatile matter (8,73 – 19,52 %), ash content (5,61 – 9,46 %), carbon content (73,27 – 83,56 %), adsorptive capacity of iodine (472,85 – 839,52 mg/g), adsorptive capacity of Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Carbon Tetrachlorida (8,79 – 19,46 %), and Formalin (19,08 – 29,91 %).
Irham Rasjiddin. F34102010. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Gustan Pari.
RINGKASAN
Tempurung biji jambu mede merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede. Tempurung biji jambu mede memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut menjadi arang aktif karena arangnya mengandung memiliki kandungan karbon terikat sebesar 73,27 – 83,56 %. Arang aktif adalah karbon yang bersifat adsorbtif dan mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede, mengidentifikasi karakteristik arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial, mendapatkan konsentrasi asam fosfat, suhu aktifasi, dan lamanya waktu steam yang terbaik dalam proses pembuatan arang aktif dan digunakan pada proses pemurnian minyak goreng bekas.
Analisa yang dilakukan pada arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iod, daya serap terhadap Benzene, Metanol, Chloroform, Karbon Tetraclorida, dan formalin. Analisa yang dilakukan pada minyak pucat meliputi kejernihan, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
Sebelum dibuat arang aktif , terlebih dahulu bahan baku dibuat arang pada suhu 500 oC selama 5 jam di dalam retort, selanjutnya arang yang dihasilkan dibuat arang aktif yang dilakukan dalam retort yang terbuat dari baja tahan karat dengan alat pemanas listrik pada suhu 850 oC selama 4 jam. Apabila telah mencapai suhu tersebut maka dilakukan proses aktifasi dengan mengalirkan uap air (H2O). Arang aktif yang dihasilkan di uji cobakan untuk memurnikan minyak goreng bekas dengan konsentrasi 2 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji jambu mede yang terbaik adalah arang aktif yang dibuat pada konsentrasi H3PO4 5 %, suhu aktifasi 850 oC selama 4 jam dengan lama waktu steam selama 1 jam (A1B1S1). Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 34,30 – 70,67 %, kadar air berkisar antara 3,50 – 10,88 %, kadar zat terbang 8,73 – 19,52 %, kadar abu 5,61 – 9,46 %, kadar karbon terikat 73,27 – 83,56 %, daya serap iod 472,85 – 839,52 mg/g, daya serap Benzene (12,27 – 18,02 %), Metanol (9,98 – 17,87 %), Chloroform (18,12 – 22,70 %), Karbon Tetraklorida (8,79 – 19,46 %), dan Formalin (19,08 – 29,91 %).
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemucatan Minyak Goreng Bekas” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.
Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan
PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN
MINYAK GORENG BEKAS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
IRHAM RASJIDDIN F34102010
Dilahirkan di Kendari, 27 Oktober 1984 Di Kendari
Tanggal kelulusan : 30 Juni 2006
Menyetujui Bogor, Juli 2006
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul ”Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu mede (Anacardium occidentale) sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, Msi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah sampai penyusunan skripsi.
2. Dr. Gustan Pari, Msi APU., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi., selaku dosen penguji atas masukkan yang telah diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengambangan Hasil Hutan Bogor, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium kimi dan energi.
5. Bapak Salim, Bapak Mahfudin, dan Bapak Dadang selaku pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan yang telah sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitiannya.
7. Bapak Gani, Rekan Tuti dan Rekan Alif atas kebersamaan dan pengertiannya selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
8. Teman-teman TIN 39 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya selama ini.
9. Rekan Dina dan keluarga atas persahabatan dan dukungan serta doanya selama ini.
10. Rekan Inggrid, Ajeng, Vony, Nita, Dewi, Mira, Eci dan keluarga atas dukungan dan doanya selama ini.
11. Rekan Danto atas bantuan printer dan fasilitas PC-nya selama penulisan skripsi ini.
12. Teman-teman GIBOL atas kesediaan waktu dan partisipasinya setiap pagi dan sore, salut buat semuanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. ARANG AKTIF ... 3
B. PEMBUATAN ARANG AKTIF ... 6
C. KEGUNAAN ARANG AKTIF ... 9
D. PROSES ADSORBSI ... 11
E. JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) ... 12
F. MINYAK GORENG ... 15
G. PEMURNIAN ………..…………. 18
III. METODOLOGI ………... 20
A. BAHAN DAN ALAT ... 20
B. METODE PENELITIAN ... 21
1. Penelitian Pendahuluan ... 21
2. Penelitian Utama ... 22
C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 27
D. ANALISA ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 29
B. PENELITIAN UTAMA ... 31
1. Rendemen Arang Aktif ... 31
2. Kadar Air ... 33
3. Kadar Abu ... 34
4. Kadar Zat Terbang ... 36
5. Kadar Karbon Terikat ... 38
6. Daya Serap Iod ... 40
7. Daya Serap Gas ... 42
8. Pemurnian Minyak Goreng ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. KESIMPULAN ... 53
B. SARAN ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 58
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Data ekspor arang aktif 1996 – 2004 ... 1
Tabel 2. Standar kualitas arang aktif menurut SNI 06-3730-95 ... 6
Tabel 3. Pemanfaatan arang aktif dalam dunia industri ... 10
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa ... 59
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil penelitian pendahuluan ... 64
Lampiran 3. Rekapitulasi data hasil penelitian utama ... 65
Lampiran 4. Rekapitulasi data daya serap gas ... 66
Lampiran 5. Rekapitulasi data analisa pengujian minyak goreng bekas .. 67
Lampiran 6. Perhitungan statistik kadar air arang aktif ... 68
Lampiran 7. Perhitungan statistik kadar zat terbang arang aktif ... 69
Lampiran 8. Perhitungan statistik kadar abu arang aktif ... 70
Lampiran 9. Perhitungan statistik kadar karbon terikat arang aktif ... 71
Lampiran 10. Perhitungan statistik daya serap iod arang aktif ... 72
Lampiran 11. Perhitungan statistik daya serap Benzene ... 73
Lampiran 12. Perhitungan statistik daya serap Metanol ... 73
Lampiran 13. Perhitungan statistik daya serap Chloroform ... 73
Lampiran 14. Perhitungan statistik daya serap Karbon Tetraclorida... 74
Lampiran 15. Perhitungan statistik daya serap Formalin ... 74
Lampiran 16. Kurva daya serap gas ... 75
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Arang aktif merupakan arang yang telah diaktifkan oleh suatu zat sehingga memiliki daya adsorbsi dengan daya serap mencapai 3-7 kali daya serap arangnya. Arang aktif mampu menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik berupa larutan dan gas sehingga digunakan sebagai adsorben polutan berkadar rendah pada produk-produk industri (Pari, 1996).
Dewasa ini arang aktif banyak dimanfaatkan oleh pihak industri untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan. Arang aktif biasanya dimanfaatkan oleh pihak industri dalam proses pemurnian, seperti pemurnian gula, minyak dan lemak, kimia, farmasi, dan penjernihan air untuk mengadsorbsi bau, warna, gas dan logam yang tidak diinginkan (Djatmiko et al., 1985).
Kebutuhan arang aktif diperkirakan akan meningkat sejalan dengan perkembangan dunia industri. Menurut catatan Departemen Perdagangan dan Industri, Indonesia berhasil mengekspor arang aktif ke beberapa negara seperti Jepang, Korea, China, India, Mesir, Australia dan Inggris. Data ekspor arang aktif dari tahun 1996-2004 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Data ekspor arang aktif
Tahun Berat (kg) Nilai (US $) 1996
1997 1998 1999 2000 2003 2004
12.324.954 8.435.420 6.576.109 11.282.723 10.204.634 12.436.620 10.570.693
11.462.683 8.251.697 12.645.537
Untuk meningkatkan produksi arang aktif Indonesia perlu dilakukan pencarian proses yang baik dan bahan baku alternatif lokal dalam jumlah yang cukup. Proses produksi dan bahan baku yang baik akan menghasilkan arang aktif berkualitas dengan nilai jual yang tinggi.
Peningkatan kualitas arang aktif dapat dilakukan dengan menggunakan aktivator untuk merendam arang sebelum proses aktifasi. Hal ini bertujuan untuk mengikat senyawa karbon, mengeluarkan bahan volatil dan merangsang pembentukan pori (Pari, 1996). Salah satu aktivator yang dapat digunakan adalah H3PO4 yang merupakan bahan kimia yang cukup baik dan umum digunakan dalam industri arang aktif (Jankowska, 1991).
Bahan baku alternatif yang dapat digunakan antara lain adalah tempurung biji jambu mede yang merupakan produk samping dari pengolahan biji jambu mede yang dijadikan sumber konsumsi makanan. Kandungan karbon yang cukup tinggi pada tempurung biji jambu mede sekitar 73,65 – 81,70 % dapat membuka peluang untuk memanfaatkannya menjadi arang aktif. Pemanfaatan tempurung biji jambu mede menjadi arang aktif diharapakan dapat meningkatkan nilai ekonomis bahan.
Arang aktif dapat dibuat dari semua jenis bahan yang mengandung banyak unsur karbon, seperti kayu, batu bara, tulang, tempurung kelapa, tempurung biji-bijian dan bahan lainnya. Industri arang aktif di Indonesia mulai berkembang sejak periode tahun 1980-an, dengan menggunakan bahan baku berupa tempurung kelapa (Pari, 1996).
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Membuat arang aktif dari tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale).
2. Mendapatkan konsentrasi H3PO4 yang baik pada proses aktifasi. 3. Mendapatkan suhu aktifasi dan waktu steam arang aktif yang baik.
4. Mengidentifikasi sifat arang aktif yang dihasilkan dan membandingkannya dengan arang aktif komersial.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Arang Aktif
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon. Sebagian pori-pori yang
terdapat pada arang tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik
lainnya. Komponen arang adalah karbon terikat, abu, air, nitrogen dan sulfur
(Djatmiko et al., 1985).
Arang aktif adalah arang yang diaktifkan dengan cara perendaman
dalam bahan kimia atau dengan cara mengalirkan uap panas ke dalam bahan
sehingga pori bahan menjadi lebih terbuka dengan luas permukaan berkisar
antara 300 sampai 2000 m2/g. Permukaan arang aktif yang semakin luas
berdampak pada semakin tingginya daya serap bahan terhadap gas atau cairan
(Kirk dan Othmer, 1964).
Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan
dan jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Roy
(1985), arang aktif berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang
pori-porinya telah mengalami proses pengembangan kemampuan untuk menyerap
gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi
dalam cairan melalui aktifasi. Setiap kristal terdiri dari 3-4 lapisan atom
karbon dengan 20-30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et
al., 1991).
Bahan baku untuk pembuatan arang aktif adalah segala jenis bahan
organik padat yang mengandung karbon terutama bahan yang berpori. Di
dalam proses karbonasi pada suhu 400-500 OC terjadi penguraian komponen
organik yang mudah terbang dengan meninggalkan residu arang. Pada proses
ini terjadi perubahan fisik bahan baku yang menyebabkan permukaan pori
menjadi lebih luas. Selanjutnya pada proses aktifasi, senyawa hidrokarbon, ter
dan destilat yang masih tersisa pada permukaan arang akan akan bereaksi
dengan bahan pengaktif sehingga pori arang akan bertambah terbuka dengan
arang aktif banyak digunakan sebagai penyerap dan pemutih. Sampai saat ini
telah diketahui ada 27 jenis industri yang menggunakan arang aktif.
Aktifasi arang menggunakan uap air atau bahan kimia akan
menghasilkan arang aktif yang mempunyai luas permukaan dan jumlah pori
yang sangat banyak (Baker et al., 1997). Menurut Pari (1996), arang aktif
adalah karbon yang mampu mengadsorbsi anion, kation, dan molekul dalam
bentuk senyawa organik dan anorganik, baik sebagai larutan maupun gas.
Arang aktif mempunyai sifat penyerapan yang selektif, yaitu lebih menyukai
bahan-bahan non polar dari pada bahan polar. Pada bahan-bahan dalam satu
deret homolog, biasanya daya serap arang aktif meningkat dengan
meningkatnya titik didih. Kemampuan daya serap bertambah dengan
meningkatnya tekanan dan menurunnya temperatur.
Menurut Hassler (1974), arang aktif bersifat higroskopis, tidak
berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, basa, asam, dan pelarut organik
serta tidak rusak karena perubahan pH, suhu atau komposisi limbah. Arang
aktif merupakan padatan amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar yang disusun
oleh atom-atom karbon yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi
heksagonal.
Struktur arang aktif digambarkan sebagai jaringan berpilin dari
lapisan datar karbon yang tidak sempurna, yang dihubungkan secara silang
oleh grup jembatan alifatik. Luas permukaan, dimensi dan distribusi arang
aktif tergantung dari bahan baku, kondisi karbonasi dan proses aktifasi.
Ukuran pori arang aktif dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Mikropori (diameter <2 nm)
2. Mesopori (diameter 2-50 nm)
3. Makropori (diameter > 50 nm)
Gambar 1. Susunan dasar atom karbon aktif
Sumber : Yoshizawa (1999)
Setyaningsih (1995) membedakan arang aktif menjadi dua
berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Arang Penjerap Gas (Gas Adsorben Carbon)
Arang ini digunakan untuk menjerap kotoran atau cemaran berupa gas.
Mikropori arang dapat dilewati oleh molekul gas tapi tidak dapat dilewati
oleh molekul cairan. Karbon jenis ini dapat ditemukan pada karbon
tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, batu bara dan kayu keras
dengan berat jenis tinggi.
2. Arang Fasa Cair (Liquid-Phase Carbon)
Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak
diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori karbon ini adalah makropori
yang dapat dimasuki oleh molekul ukuran besar. Arang jenis ini biasanya
berasal batu bara dan selulosa.
Kualitas arang aktif ditentukan oleh sifat fisiko kimia terutama daya
serap terhadap larutan dan gas. Standar kualitas arang aktif menurut SNI
Tabel 2. Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SNI 06-3730-95
Uraian Syarat Kualitas
Butiran Serbuk Kadar zat terbang (%)
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Bagian tak mengarang
Daya serap terhadap I2 (mg/g)
Karbon aktif murni (%)
Daya serap terhadap benzen (%)
Daya serap terhadap biru metilen (mg/g)
Bobot jenis curah (g/ml)
Lolos mesh
Jarak mesh (%)
Kekerasan (%) Maks 15 Maks 4,5 Maks 2,5 0 Min 750 Min 80 Min25 Min 60 0,45-0,55 - 90 80 Maks 25 Maks 15 Maks 10 0 Min 750 Min 65 - Min 120 0,3-0,35 Min 90 - -
(Sumber : SNI 06-3730-1995)
B. Pembuatan Arang Aktif
Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung
karbon baik yang berasal dari tumbuhan, binatang dan barang tambang.
Bahan-bahan tersebut antara lain kayu, serbuk gergajian kayu, batu bara,
tempurung kelapa, tempurung biji-bijian, sekam padi, tulang binatang dan
lain-lain (Pari, 1996).
Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses
karbonasi bahan baku dan proses aktifasi bahan terkarbonasi pada temperatur
tinggi. Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi
unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur non karbon yang berlangsung pada
suhu 600-700OC (Kienle, 1986). Pari (1991) melakukan proses karbonasi
Proses aktifasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon
yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang
(Cooney, 1980 dan Guerrero et al., 1970). Proses aktifasi arang dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu proses aktifasi gas dan proses aktifasi kimia.
1. Aktifasi Gas
Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas CO2
kepada arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan
kedalam tungku aktifasi lalu dipanaskan pada suhu 800-1000oC. Uap air atau
gas CO2 dialirkan selama pemanasan. Pada suhu dibawah 800oC, oksidasi
berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000OC dapat terjadi
kerusakan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi :
H2O + C CO + H2 ΔH = + 117 kJ
2H2O + C CO2 + 2H2 ΔH = + 75 kJ
CO2 + C 2CO ΔH = + 157 kJ
Reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm, sehingga aktifasi yang
terjadi menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk berkurang. Salah
satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membakar
gas-gas yang terbentuk (Kienle, 1986).
CO2 + 1/2O2 CO2 ΔH = -285 kJ
H2 + 1/2O2 H2O ΔH = -238 kJ
Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit
yang tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan
kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas pengaktif yang lembam
dapat mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan
senyawa lain, yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk
mendesak residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada
2. Aktivasi Kimia
Prinsip dasar aktifasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa
kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktifasi
selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900OC selama
1-2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela
lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup
sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Kienle, 1986). Bahan
pengaktif mempengaruhi proses pirolisis sehingga pembentukan tar dibatasi
sampai tingkat minimum dan jumlah fase cairnya lebih sedikit dari jumlah
karbonasi normal (Hasani, 1996).
Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3,
HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, K2S, ZnCl2, CaCl2, dan
MgCl2 (Kienle, 1986 dan Sudradjat, 1994). Aktifasi kimia dengan H3PO4 lebih
banyak dilakukan karena arang aktif yang dihasilkan biasanya memiliki pori
yang lebih baik dengan rendemen tinggi. Aktifasi menggunakan kombinasi
H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et al.,
1997).
Konsentrasi H3PO4 yang biasa digunakan adalah 5-20 %. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haryato dan Pari (1993) untuk
membuat arang aktif dari tempurung kelapa, digunakan H3PO4 dengan
konsentrasi 5, 10, dan 20 % dengan suhu aktifasi 900-1000OC dan waktu
aktifasi 105, 120, dan 135 menit. Nopiyanti (2002) juga menggunakan H3PO4
dengan konsentrasi 5, 10, dan 15 % dengan suhu aktifasi 750 dan 850OC dan
waktu aktifasi 30, 60, dan 90 menit untuk membuat arang aktif dari kulit kayu
C. Kegunaan Arang Aktif
Arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap, pembersih atau
pemurni dan sebagai katalisator dalam jumlah kecil. Arang aktif banyak
digunakan oleh industri yang bergerak pada sektor pemurnian, seperti
industri gula, minyak dan lemak, kimia dan farmasi, industri pemurnian air
dan lain-lain (Azah dan Rudyanto, 1984). Pemanfaatan arang aktif secara
Tabel 3. Pemanfaatan arang Aktif dalam Dunia Industri
Maksud/Tujuan Pemakaian Untuk Gas
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk dan asap.
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah.
3. Katalisator Katalisator reaksi atau pengangkut vinil klorida dan vinil asetat.
4. Lain-lain Menghilangkan bau pada kamar pendingin dan mobil
Untuk Zat Cair
1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak pada makanan. 2. Minuman ringan, minuman keras Menghilangkan warna dan bau
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat
pencemar dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin dalam alat/penyulingan air
5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dari pencemar, warna, bau dan logam berat 6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna 7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa
metanol, etil asetat dan lain-lain Lain-lain
1. Pengolahan pulp Pemurnian, penghilangan bau 2. Pengolahan pupuk Pemurnian
3. Pengolahan emas Pemurnian
4. Penyaringan minyak makan dan glukosa Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak
D. Proses Adsorbsi
Adsorbsi adalah suatu proses dimana suatu partikel "menempel" pada
suatu permukaan akibat dari adanya "perbedaan" muatan lemah diantara
kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu
lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan tersebut. Absorpsi
merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap kedalam struktur
suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang
dipengaruhi oleh specific affinity atau reaksi kimia antara bahan pengadsorp
(adsorben) dengan zat yang diadsorp (adsorbat) (Cheremisinoff dan Morresi,
1978). Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorp, dan adsorbat
adalah padatan, cairan atau gas yang diserap sebagai molekul, atom atau ion
(Anonim, 1982). Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan,
gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan
dengan padatan. Penggunaan adsorben karbon aktif dan alumina dalam
penyaringan minyak goreng bekas termasuk dalam adsorpsi antara cairan
dengan padatan. Adsorpsi dengan padatan tergantung dari luas permukaan
padatan.
Proses adsorbsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar,
yaitu :
1. Zat terjerap pada arang bagian luar
2. Zat menuju pori-pori arang
3. Zat terjerap pada dinding bagian dalam arang
Mekanisme peristiwa adsorbsi :
1. Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar
adsorben (disebut difusi eksternal).
2. Sebagian ada yang teradsorbsi di permukaan luar.
3. Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (disebut difusi
4. Bila kapasitas adsorbsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorbsi dan
terikat dipermukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati
jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi :
Terbentuk lapisan adsorbsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang
telah terikat dipermukaan. Gejala ini disebut adsorbsi multi layer.
Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang
belum teradsorbsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida.
Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physiosorption)
dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Kedua metode ini terjadi bila
molekul-molekul dalam fase cair diikat pada permukaan suatu fase padat
sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben),
mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan
(adsorbat) (Cheremisinoff dan Moressi, 1978).
Menurut Anonim (1982) adsorpsi secara fisik adalah adsorpsi yang
reversibel dengan interaksi lemah, energi untuk adsorpsi secara fisik besarnya
kurang dari 63-84 kj/mol. Sedangkan dalam adsorpsi secara kimia interaksi
antara adsorben dan adsorbatnya lebih kuat karena terjadi reaksi antara
permukaan adsorben dengan adsorbatnya, energi untuk adsorpsi secara kimia
biasanya lebih besar dari 84-126 kJ/mol.
Menurut Cookson (1978), beberapa faktor yang mempengaruhi
adsorpsi antara lain ialah :
1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu luas permukaan, ukuran pori-pori,
komposisi kimia.
2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu antara lain ukuran molekul, polaritas
molekul, komposisi kimia.
3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair (larutan).
4. Sifat fase cair, seperti pH dan temperatur.
5. Lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung.
Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan
bila mempunyai daya adsorbsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan
persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat
permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben. Pengecilan
ukuran tidak boleh terlalu kecil karena dapat menyebabkan adsorben terbawa
oleh aliran fluida. Pada umumnya arang yang terbentuk dihancurkan sampai
berukuran 0,3-0,5 cm (Setyaningsih, 1995).
E. Jambu mede (Anacardium occidentale)
1. Uraian Tanaman
Tanaman Jambu mede biasa tumbuh di hutan-hutan dan
ladang-ladang (di daerah kering, panas) pada ketinggian 1200 m di atas
permukaan laut. Tetapi ada juga yang ditanam di halaman sebagai
tanaman buah-buahan. Jambu mede termasuk tumbuhan berkeping biji
dua (tumbuhan berbiji belah). Diklasifikasikan sebagai tumbuhan yang
berdaun lembaga dua atau dikotil.
Gambar 2. Tanaman Jambu mede
Jambu mede memiliki cabang dan ranting serta tumbuh dengan
tinggi 9 - 12 m. Batang pohonnya tidak rata dan berwarna coklat tua.
Daunnya bertangkai pendek, berbentuk lonjong dengan tepian berlekuk
dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berhulu, terkumpul
dalam bentuk malai dan daun tunjangnya lebar. Daun mahkota berwarna
putih. Bagian buah yang membesar berdaging lunak, berair dan berwarna
kuning kemerahan merupakan tangkai buah yang membesar. Sedangkan
berkeping dua terbungkus kulit yang mengandung getah. Kulit buah
berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Tumbuhan ini tidak termasuk
golongan jambu melainkan golongan mangga.
2. Kandungan kimia
Kandungan biji jambu mede mentah berisi biji dan kulit biji yang
tipis, kedua bagian ini berturut-turut sebanyak 20-30% dan 23% dari berat
biji kotor; 70-75% sisanya adalah cangkangnya. Berat biji medenya 4-8 g,
tetapi kadang-kadang mencapai 15 g. Bijinya berisi 21% protein dan
35-45% minyak. Minyaknya mengandung 60-74% asam oleat dan 20-28%
asam linoleat. CNSL-nya berisi 90% asarn anakardat (anacardic acid) dan
10% kardol (cardyl).
Jambu mede mengandung senyawa kimia seperti tanin, anacardic
acid dan cardol yang bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti septik. Daun
jambu mede yang masih muda mempunyai komposisi antara lain: Vitamin
A sebesar 2689 SI per 100 g, Vitamin C sebesar 65 g per 100 g, kalori 73
g per 100 g, protein 4,6 g per 100 g, lemak 0,5 g per 100g, hidrat arang
16,3 g per 100 g, kalsium 33 mg per 100 g, fosfor 64 mg per 100 g, besi
8,9 mg dan air 78 g per 100 g. Sari buah-semu jambu mede banyak
mengandung riboflavin (vitamin B2), asam askorbat (vit. C), dan kalsium
3. Kandungan dan manfaat :
Tumbuhan obat-obatan ini dipergunakan di ±23 negara dan
termasuk dalam daftar prioritas WHO mengenai tumbuhan obat-obatan
yang paling banyak dipakai didunia. Diperkirakan bahwa jambu mede
dapat mengontrol pusat otak yang terganggu (hilang ingatan, kelelahan
kerja, gangguan seks, halusinasi, mundur ingatan dan lain sebagainya).
Kulit buahnya berwarna abu-abu dan berguna sebagai obat. Kulit buah
Efek sampingannya mungkin berupa dermatitis. Kulitnya sepat rasanya
dan dipakai sebagai obat untuk menciutkan pembuluh darah.
Tanaman ini mengandung tanin, yang dapat menyebabkan
gatal-gatal pada kulit, dan air perasan kulit buah menjadi hitam jika terkena
udara, selain itu tanaman ini juga mengandung minyak berwarna kuning
muda yang rasanya manis (minyak acayu), terdiri atas 4O-50% kardol
(tannin beracun) dan asam anakardia. Minyak ini menyebabkan kulit
terbakar atau menggelembung. KuIit buahnya juga mengandung gliserida,
asam-asam linolein, palmitin, stearin dan lignoserin, serta sitosterin.
Kayunya mengandung katechin dan pada seluruh bagian
tumbuh-tumbuhan menghasilkan asam gallus. Daunnya dapat dipakai sebagai obat
Iuar untuk mengobati penyakit kulit (misaInya pemphigus neonatorum)
dan luka bakar. Air perasan kulit buah yang berminyak bisa dipakai
sebagai obat luar untuk mengobati borok dan kutil yang menahun pada
kulit. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap reaksi yang mengandung
racun akibat cara pengobatan tua itu. Akarnya dipakai sebagai obat
mencret dan kulitnya sebagai obat kumur (terhadap seriawan) dan obat
jerawat. Beberapa obat resen adalah: 1.Tinktur (campuran alkohol) dari
kulit buah digunakan sebagai obat cacing. 2. Minyak kulit buah sebagai
cardolum vesicans (menyebabkan gelembung di atas kulit) 3. Ekstrak
campuran air teIah dipaten sebagai obat pelawan tekanan darah tinggi.
Di Brazil, Mozambik, dan Indonesia, jambu mede juga penting;
bijinya dimakan segar atau dicampur dalam rujak buah, serta semacam
minuman dibuat dari sari buahnya. Anggur jambu mede (sari buah yang
agak terfermentasi) dinikmati pada masa panen dan dapat didestilasi untuk
dijadikan minuman berkandungan alkohol tinggi. Hasil sampingannya
berupa kulit biji dan cangkangnya. Kulit bijinya digunakan sebagai pakan
unggas. Cairan cangkang buah jambu mede (CNSL) dapat dipakai dalam
industri dan digunakan sebagai bahan pengawet, misalnya untuk
mengawetkan peralatan kayu dan jala penangkap ikan. Ampas
cangkangnya seringkali digunakan sebagai bahan bakar di pabrik ekstraksi
perkakas berkualitas rendah. Kulit batangnya mengandung tanin. Pohon
yang dilukai akan mengeluarkan semacam gom yang dapat digunakan
untuk perekat (untuk kayu kusen, kayu lapis, penjilidan buku), mungkin
[image:40.612.168.472.198.379.2]kurang-lebih disebabkan oleh adanya sifat insektisida.
Gambar 3. Pohon Industri Tanaman Jambu mede
F. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses
pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi.
Secara umum komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak
adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun
stabilitas minyak (Djatmiko, 1974).
Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai
stabilitas yang berbeda pula. Karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap dan bahan-bahan pembantu yang
dapat mempercepat atau menghambat proses kerusakan, dimana bahan
pembantu tersebut terdapat secara alami ataupun sengaja ditambahkan
Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia
(jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai,
kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit), dan
biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan
lain-lain). Proses pemurnian minyak nabati untuk menghasilkan minyak
goreng tersebut meliputi beberapa tahap yaitu degumming, netralisasi,
pemucatan, dan deodorisasi.
Tidak semua minyak nabati dapat digunakan untuk menggoreng.
Menurut Ketaren (1986) minyak yang termasuk golongan setengah mengering
(semi drying oil) atau minyak mengering (drying oil) misalnya minyak biji
kapas, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan
sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena minyak tersebut jika
kontak dengan udara pada suhu tinggiakan mudah tereoksidasi sehingga
berbau tengik. Minyak yang dipakai untuk menggoreng adalah minyak yang
tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan
membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, termasuk di
dalamnya adalah minyak sawit.
Menurut Winarno (1992) mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami
pemanasan yang berlebihan, bagian molekulnya yaitu gliserol akan
mengalami kerusakan dan kehancuran dan minyak tersebut segera
mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata.
Molekul-molekul gliserol tersebut menjadi kering dan terbentuklah aldehida
yang tidak jenuh yang disebut akrolein. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Semakin tinggi titik asapnya,
semakin baik mutu minyak goreng tersebut.
Dalam proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai medium
penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan sumber
kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Syarat mutu minyak goreng
Gambar 4. Minyak Goreng Bekas Tahu Sumedang
Tabel 4. Syarat mutu minyak goreng
Komponen Kadar Maksimum
Keadaan :
Bau
Rasa
Normal
Normal
Air Maks. 0,30 % b/b
Asam lemak bebas (dihitung sebagai
asam laurat)
Maks. 0,30 % b/b
Bilangan peroksida 1.0 mg oksigen/100 g
Cemaran logam :
Besi (Fe)
Timbal (Pb)
Negatif
Negatif
Sumber : SNI 01-3741-1995
Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.
2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.
3. Memilliki kualitas yang seragam.
4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih
mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.
5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah
digunakan untuk menggoreng.
6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada produk
yang digoreng.
7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan efek greasy
Menurut Pokorny (1999), dalam proses perubahan sifat fisiko kimia
minyak ada tiga hal utama yang mempercepat proses perubahan tersebut
yaitu; (1) keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng
yang dapat menyebabkan reksi hidrolisis minyak, (2) oksigen dari atmosfer
yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak dan (3) suhu proses yang
sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses kerusakan minyak.
Menurut Perkins dan Erickson (1996), proses pemanasan minyak pada
suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam
lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak, seperti asam oleat dan
linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan
warna, kenaikan kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas,
kenaikan bilangan peroksida, dan kenaikan kandungan urea adduct forming
esters. Selain itu dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan
penurunan kandungan asam lemak tak jenuh.
Menurut Lawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses
penggorengan akan mengalami 4 perubahan besar yang terjadi yaitu; (1)
perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi dan (4) hidrolisis.
Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak yang
telah digunakan selama proses penggorengan.
a) Perubahan Warna Minyak Goreng
Semua bahan pangan yang digoreng mengandung bahan-bahan,
seperti gula, pati, protein, phospat, komponen sulfur dan berbagai mineral
yang akan larut atau tertinggal di dalam minyak goreng. Berbagai material
ini akan bereaksi, terpapar suhu yang tinggi dan selanjutnya mengendap
yang akan menyebabkan perubahan warna pada minyak goreng.
Kecepatan perubahan warna pada minyak berbeda-beda tergantung sekali
oleh bahan pangan yang digoreng. Produk daging seperti olahan ayam
memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam merubah warna gelap
minyak dibandingkan denga kentang. Kemampuan protein dalam
membentuk browning lebih baik dibandingkan dengan pati. Bahan-bahan
dipeaki dalam pembuatan produk ayam olehan juga turut mempercepat
pembentuka warna gelap minyak (Lawson, 1995).
Menurut Ketaren (1986), perubahan warna minyak yang
digunakan dalam proses penggorengan juga disebabkan oleh reaksi
oksidasi. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya
bergabung dengan pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses
oksidasi. Oksidasi karoten akan mulai terjadi pada periode induksi.
Perubahan warna pada minyak selama proses menggoreng
menjadi lebih gelap merupakan indikator proses awal dari oksidasi
minyak. Komponen-komponen yang tak tersabunkan, berbagai jenis
gums, lecithin dapat mempercepat proses penggelapan warna minyak.
Terbentuknya warna gelap pada minyak disebabkan karena keberadaan
komponen phenolik. Kecepatan perubahan warna minyak juga sangat
tergantung dari proses oil turnover system. Banyaknya minyak yang
diserap oleh produk yang digoreng harus segera digantikan oleh minyak
baru yang berarti juga penghambatan terhadap proses perubahan warna
pada minyak goreng.
b) Oksidasi Minyak Goreng
Menurut Ketaren (1986) kerusakan minyak selama proses
penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan
yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi
akan menghasilkan makanan gorengan dengan rupa yang tidak menarik
dan rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dan asam
lemak essensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan akibat oksidasi
bahan pangan berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama
disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen yang disusul denga tahap
kedua yang merupakan kelanjutan dari reaksi tahap pertama yang
prosesnya dapat berupa proses oksidasi maupun non oksidasi. Proses
oksidasi umumnya dapat terjadi pada setiap jenis lemak misalnya lemak
babi, mentega putih, minyak goreng, minyak salad dan bahan pangan
Selama proses penggorengan berlangsung, oksigen yang ada
diudara akan bereaksi dengan minyak yang ada dalam fryer. Beberapa
produk hasil reaksi ada yang langsung menguap dan ada yang tertinggal
dalam minyak. Pada suhu kamar biasanya proses oksidasi berjalan sangat
lambat dan mulai mangalami peningkatan ketika proses sedang berjalan
terutama pada suhu penggorengan yang tinggi (≥177 oC).
Beberapa faktor disamping suhu yang turut berpengaruh terhadap
kecepatan proses oksidasi antara lain ; (1) kecepatan penyerapan minyak
oleh produk dan sistem regenerasi minyak baru, (2) luas permukaan dari
minyak yang terpapar oksigen, (3) keberadaan ion logam seperti tembaga
yang bersifat prooksidan, (4) keberadan dari antioksidan tahan suhu tinggi
seperti methyl silikon dan (5) kualitas dari minyak yang digunakan selama
proses (Lawson 1995)
Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan
mengalami degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi
yang akan menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang
mempunyai peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada
minyak. Reaksi yang kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton
serta reaksi yang ketiga adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang
membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang mempunyai
peran dalam meningkatkan kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi
NAF (Non Urea Adduct Forming). Polimer-polimer yang ada dalam
minyak merupakan suatu petunjuk adanya NAF (Perkins dan Erickson,
1996).
c) Polimerisasi
Proses oksidasi yang berlanjut pada minyak goreng akan
menyebabkan terbentuknya polimer-polimer yang dapat digolongkan
dalam Non Volatile Decomposition Product (NVDP) dan Volatile
Decomposition Product (VDP) (Suhadi, 1968). Senyawa-senyawa yang
bersifat volatil termasuk di dalamnya peroksida, mono dan disliserida,
volatil termasuk komponen polar, monomer (siklik dan non siklik), dimer,
trimer dan komponen lain yang memiliki bobot molekul besar (Lawson,
1995).
Menurut Djatmiko dan Enie (1985) ada 3 macam reaksi utama
yang menyokong terbentuknya senyawa-senyawa NVDP ini.
Reaksi-reaksi tersebut ialah autooksidasi, thermal polimerization dan thermal
oxidation. Terbentuknya senyawa polimer dapat ditandai dengan
meningkatnya kekentalan minyak goreng. Hubungan antara kenaikan
kandungan senyawa yang molekulnya tinggi dengan nilai gizi minyak
yang telah dipanaskan dapat memberikan efek penurunan keseshatan pada
tikus percobaan.
d) Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi yang terbentuk antara air dari produk
dengan minyak goreng yang dapat membentuk asam lemak bebas.
Menurut Lawson (1995), kecepatan pembentukan asam lemak bebas
sangat tergantung dari beberapa faktor di bawah ini :
1. Jumlah air yang terkandung dalam produk maupun jumlah air yang
masih tersisa pada ketel sehabis proses cleaning.
2. Suhu penggorengan yang digunakan selama proses. Semakin tinggi
suhu yang digunakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas
semakin meningkat.
3. Kecepatan dari oil turnover system.
4. Jumlah partikel/remah-remah rontokan dari produk yang digoreng.
5. Bilangan heating / cooling cycles dari minyak.
Menurut Winarno (1999) minyak yang digunakan lebih dari sekali
menggoreng akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah.
Minyak seharusnya dipanaskan tidak lebih tinggi dan tidak lebih lama dari
yang diperlukan untuk menjaga agar proses hidrolisis hanya terjadi secara
minimal. Permukaan wajan atau ketel pemanas juga mempengaruhi titik
asap. Semakin kecil diameter ketel aka menyebabkan lebih cepat menjadi
Keberadaan asam lemak bebas sebagai hasil dari reaksi hidrolisis
juga memberikan pengaruh terhadap penurunan titik asap minyak goreng
disamping juga keberadaan dari partikel-partikel atau remah-remah dari
rintokan bahan yang digoreng yang juga ikut membentuk asam sewaktu
proses penggorengan berlangsung. Hasil penelitian dari Pantzaris (1999)
menunjukkan hasil bahwa titik asap minyak akan semakin menurun
seiring dengan frekuensi pemakaian minyak dan peningkatan kandungan
asam lemak bebas di dalam minyak.
G. Pemurnian
Pemurnian minyak goreng dengan cara degguming, netralisasi,
pemucatan, deodorisasi bertujuan untuk menghilangkan rasa, bau, warna dan
kandungan zat lain yang tidak diiginkan. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah proses pengolahan minyak selanjutnya dan untuk
memperpanjang umur simpan minyak.
Proses pemurnian dapat menurunkan kadar sabun 5-10 ppm,
menurunkan kadar logam secara lambat sebesar 0,001-1 ppm dan akan
mengurangi pembentukan peroksida sebagai hasil oksidasi minyak, sedangkan
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung biji jambu mede (Anacardium occidentale) yang diperoleh dari limbah padat pengolahan biji jambu mede asal Muna, Sulawesi Tenggara. Bahan yang digunakan untuk aktifasi arang adalah H3PO4 dengan berbagai konsentrasi.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa mutu arang aktif adalah benzena, metanol, kloroform (CHCl3), karbon tetraklorida (CCl4), formalin larutan iod 0,1 N (dalam KI), Natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, akuadest, larutan kanji 1 % dan arang aktif komersial. Bahan untuk aplikasi arang aktif adalah minyak goreng bekas. Bahan yang digunakan untuk menguji minyak antara lain adalah KOH 0,1 N, alkohol netral 95 %, pereaksi hanus, air suling KI jenuh, Na2S2O3 0,1 N, pfenolfthalein, asam asetat glasial dan kloroform (3:2).
Gambar 5. Tungku Pengarangan Gambar 6. Tungku Aktifasi (Retort)
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam fosfat terbaik sebagai aktivator arang yang akan digunakan pada penelitian utama. Pada awal penelitian pendahuluan dilakukan analisa sifat fisiko kimia tempurung dan arang tempurung biji jambu mede yang meliputi rendemen (berat kering), kadar air, kadar abu, zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap terhadap iodium, daya serap terhadap benzen, metanol, chloroform, karbon tetraklorida, dan formalin dengan mengikuti metode SNI 06-3730-1995 dan metode ASTM 1999.
Pada penelitian pendahuluan digunakan 5 jenis konsentrasi H3PO4 untuk merendam arang aktif yaitu 1, 5, 10, 15 dan 20 %. Aktifasi arang dilakukan pada suhu ± 650, 750 dan 850OC. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan perlakuan, maka dibuat kontrol dari arang yang tidak direndam dalam larutan H3PO4 untuk masing-masing suhu aktifasi.
[image:49.612.132.293.78.210.2]
2. Penelitian Utama
Sebanyak kurang lebih 2500 gram bahan baku dikarbonasi pada suhu 500oC selama 5 jam. Arang yang dihasilkan diaktifkan secara gas dan kimia yaitu dengan cara merendam arang dalam larutan H3PO4 5 % selama 24 jam. Arang yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam kawat kasa berbentuk silinder untuk kemudian diaktifkan pada suhu ± 850OC dan disemprot dengan uap panas pada tungku aktifasi (retort) dengan variasi penyemprotan selama 1, 2 dan 3 jam. Uap panas yang digunakan memiliki suhu ± 125OC, laju ± 0,27 kg/jam dan tekanan 0,025 mbar. Diagram alir pembuatan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 10.
Arang aktif yang dihasilkan dihaluskan hingga lolos saringan 100 mesh dan selanjutnya dianalisa untuk mengetahui sifat fisiko-kimianya. Analisa sifat fisiko kimia juga dilakukan pada arang aktif komersial sebagai pembanding. Analisa yang dilakukan pada arang aktif sama dengan analisa yang dilakukan pada arang.
Sampel yang memiliki nilai analisa sifat fisiko kimia terbaik diuji kemampuannya untuk memurnikan minyak goreng bekas. Sebelum digunakan untuk memucatkan minyak, arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air hangat sampai pH-nya netral kemudian ditiriskan, dihaluskan hingga lolos saringan 80 mesh dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu ± 105OC selama 3 jam.
3. Tata Laksana Penelitian
Tata laksana penelitian berisi tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian. Diagram alir tahap penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini.
[image:51.612.168.503.158.675.2]
Gambar 9. Diagram Alir Tahapan Penelitian Penentuan Tujuan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Penentuan variabel-variabel penelitian, teknik rancangan percobaan
Pengujian kualitas minyak goreng bekas yang telah dimurnikan
Pengolahan dan pembahasan data penelitian Pembuatan arang aktif
Penentuan sampel penelitian
Pengujian kualitas arang aktif
Rekomendasi hasil penelitian Pemurnian minyak goreng bekas
Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan arang aktif serbuk dari tempurung biji jambu mede
Tempurung biji jambu mede
Arang
Arang aktif serbuk Karbonasi (± 500OC, 5 jam)
Penirisan
Perendaman dalam H3PO4 (1, 5, 10, 15, 20 %)
Pengaktifan
(650OC, 750OC, 850OC, 60 menit)
Pendinginan
Analisa mutu Pengayakan Penggilingan
Arang aktif Steam
Gambar 11. Diagram Alir Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Menggunakan Arang Aktif
Arang aktif
Minyak pucat Arang aktif serbuk
Minyak goreng bekas Penggilingan
Pengendapan
Pemanasan dan pengadukan (±80OC, 1 jam) Pengayakan
Pencampuran (arang aktif 2 % (b/b))
Penyaringan
Analisa Pencucian
(sampai air cucian netral)
Penirisan
Pengeringan Oven
(± 105OC, 3 jam) Pemanasan (± 80O
Gambar 12. Pencampuran Arang Aktif dengan Minyak Goreng Bekas
Gambar 13. Penyaringan Minyak Goreng Bekas
C. Rancangan Percobaan Pembuatan Arang Aktif (Sudjana, 1994)
Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial menggunakan dua faktor perlakuan yaitu faktor perendaman dengan H3PO4 (A) dan lama waktu steam (S) dengan dua kali ulangan untuk masing-masing taraf perlakuan. Faktor A terdiri dari dua taraf dan faktor B terdiri dari tiga taraf. Model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + Ai +Sj + ASij +
ε
ijkDimana :
Yijk = Variabel yang diukur.
μ = Nilai tengah populasi (rata-rata sesungguhnya). Ai = Pengaruh perendaman H3PO4 pada taraf ke-i. Sj = Pengaruh waktu steam pada taraf ke-j.
ASij = Pengaruh interaksi perendaman H3PO4 taraf ke-i dengan waktu steam taraf ke-j.
ε
ijk = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan j pada ulangan ke-k.Perlakuan terdiri dari :
a. Perendaman H3PO4 (A), dengan taraf faktor : A0 = Tanpa perendaman dengan H3PO4 A1 = Dengan perendaman H3PO4 b. Waktu steam (B), dengan taraf faktor :
S1 = Steam selama 1 jam S2 = Steam selama 2 jam S3 = Steam selama 3 jam
D. ANALISA
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan dilakukan penjemuran kulit biji jambu mede
di ruang terbuka dengan terik sinar matahari selama 3 hari untuk mengurangi
kandungan air pada kulit biji jambu mede serta zat-zat yang tidak diinginkan
dalam proses pembuatan arang aktif. Pada analisa awal, diperoleh kadar air pada
kulit biji jambu mede berkisar antara 5,95 – 23,5 % dengan rata-rata sebesar
17,9 %. Besarnya rentang kisaran kadar air pada kulit biji jambu mede ini
disebabkan karena tidak semua zat-zat yang terkandung dalam kulit biji jambu
mede ini dapat menguap dengan hanya panas sinar matahari.
Kulit biji jambu mede selanjutnya dikarbonasi menjadi arang pada suhu ±
500
oC selama 5 jam. Pada proses karbonasi ini digunakan tungku pengarangan
dengan sistem tertutup dengan memanfaatkan panas dari aliran listrik. Dengan
pengarangan sistem tertutup ini kemungkinan dihasilkannya abu sangat kecil
sekali karena tidak ada oksigen yang masuk ke dalam tungku pengarangan. Jika
ada yang menjadi abu berarti suhu yang dipakai sudah mencapai 1000
oC. Pada
proses karbonasi terjadi proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon
dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon. Pada prores karbonasi ini kulit biji
jambu mede yang dimasukkan sebanyak 2500 gr dan rendemen yang dihasilkan
setelah proses karbonasi berkisar antara 20,08 – 22,12 % dengan rata-rata
21,27 %.
Pada proses karbonasi ini, juga dihasilkan campuran antara cairan
destilat/asap cair dan minyak mete (ter) sebanyak 1391,94 gr. Asap cair diperoleh
dari hasil pengkondendasian asap yang memiliki komponen utama berupa asam,
fenol, dan karbonil. Pada proses karbonasi kulit biji jambu mede ini minyak mede
(ter) yang dihasilkan lebih banyak daripada cairan destilatnya. Banyaknya minyak
minyak mete tidak mudah menguap begitu saja mengingat minyak mete tergolong
minyak yang sukar menguap pada suhu penjemuran. Pada umumnya, minyak
mete ini akan menguap ketika pada proses karbonasi suhunya telah mencapai ±
300
oC. Menguapnya minyak mete dan cairan destilat biasanya ditandai dengan
munculnya asap pada tabung penampungan yang berarti di dalam bahan yang
akan diarangkan masih mengandung komponen-komponen air dan minyak yang
dapat mengganggu kemampuan arang dalam menyerap gas atau cairan.
Dari hasil proses karbonasi, diperoleh kandungan karbon terikat arang
kulit biji jambu mede berkisar antara 73,65 – 81,70 %. Hal ini menunjukkan
bahwa arang kulit biji jambu mede berpotensi untuk dijadikan sebagai arang aktif
(
activated charcoal
). Menurut Djatmiko
et al.
(1985), arang dapat dikonversi
menjadi arang aktif bila mengandung kadar karbon terikat yang cukup tinggi
yaitu sekitar 70 – 80 %.
Daya serap arang ditingkatkan dengan proses aktifasi pada suhu tinggi
dan penambahan bahan pengaktif. Menurut Cooney (1980), proses aktifasi dapat
menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat
meningkatkan porositas arang.
Aktifasi arang dilakukan dengan merendam arang sebanyak 300 gr pada
H
3PO
41, 5, 10, 15, dan 20 % selama 24 jam kemudian diaktifasi dengan
pemanasan pada suhu ± 650, 750, dan 850
oC selama 4 jam yang diselingi dengan
pemberian
steam
panas selama 1 jam. Sehingga diperoleh rendemen rata-rata
sebesar 69,59 %. Hasil analisa fisiko kimia penelitian pendahuluan dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Hasil analisa fisiko kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa sampel
yang diaktifasi dengan suhu 850
oC memiliki nilai daya serap terhadap iod yang
lebih tinggi yakni berkisar antara 606,25 – 839,52 mg/g. Nilai ini jauh lebih besar
bila dibandingkan dengan sampel yang diaktifasi dengan suhu 650
oC yakni
hanya berkisar antara 1