• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Larutan elektrolit dan Larutan Non elektrolit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Larutan elektrolit dan Larutan Non elektrolit"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh: Sutinah 1110016200008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

KRITIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN LARUTAN

NONELEKTROLIT.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kualitas dan mengetahui perbedaan kualitas keterampilan berpikir kritis siswa kelas X-MIA setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis proyek. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 dikelas X-MIA SMA Dharma Karya Legoso. Sampel penelitian ini terdiri dari 24 siswa kelas X-MIA. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini terdiri dari empat tahapan pembelajaran yaitu tahap perencanaan proyek, tahap pelaksanaan proyek, Tahapan penyelidikan Terbimbing dan pembuatan produk, tahap kesimpulan proyek. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes, lembar observasi, dan wawancara. Hasil analisis data menunjukan bahwa secara keseluruhan kualitas keterampilan berpikir kritis melalui pembelajaran berbasis proyek dalam ketegori baik dan terdapat perbedaan kualitas keterampilan berpikir kritis pada indikator bertanya dan menjawab pertanyaan; Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; Mengidentifikasi asumsi. Hasil wawancara siswa menunjukan bahwa siswa merasa tertarik dengan pembelajaran berbasis proyek.

(6)

v

The purpuse of this study is to analyze and determine the difference in quality critical thinking skills class X-MIA after the implementation of project based learning model. This study was carried out in the first year of first grade SMA Dharma Karya legoso academic year 2014/2015. The subject of this study were consisted of 24 students first grade. The methode used in this study was descriptive quantitative. This study carried out in four stages: Project planning, project implementation, guided inquiry and manufacture of products. The data gathering in this study through test, observation, and interview. The result of the analysis showed overall critical thinking skills of students in project based learning model can be develoved and there are differences in the quality of critical thinking skills in the indicator ask and answer questions:Make deduction and considering the results of deduction:Identifying assumptions. The results of student interviews showed that student were interested in the project based learning.

(7)

vi

kekuatan disetiap perjalanan hidup. Sholawat seta salam semoga selalu tercurah kepada tauladan kita, Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan umatnya.

Dengan segala upaya dan doa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek pada Materi Larutan Elektrolit dan Larutan

Nonelektrolit. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana

pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hanna Susanti, M.Sc selaku Kepala Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dedi Irwandi, M.Si selaku Kepala Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Burhanudin Milama, M.Pd yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyususnan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan kasih sayang sebagai Bapak Pembimbing I dan Pembimbing Akademik. Semoga Alloh selalu memberkahi kehidupan Bapak.

5. Dedi Irwandi, M.Si sebagai pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Semoga Alloh memberkahi kehidupan Bapak.

(8)

vii

8. Ayah Dr. Sihabudin Noor, Bunda Karlina Helmanita M.A dan Keluarga besar Sanggar Baca Jendela Dunia (Kak Ilut, Kak Zainul, Kak Ida, Kak Najmah, Kak Hafidz, Kak Helmi, dan Kak Dion). Terimakasih telah memberikan inspirasi dan motivasi secara tidak langsung bagi saya.

9. Tanpa Nama. Seseorang spesial yang masih berada di Lauhul Mahfudz dan saya masih mencari serta menjemputnya nya hingga detik ini. Namun tetap saja belum bertemu. Salam rindu dan Salam Jomblo Mulia. :’(

10. Sahabat di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sahabat di PSU (Pos Solidaritas Ummat), Sahabat Akhwat Forum Angkatan An-Najm, Sahabat Pendidikan Kimia 2010, Sahabat Alumni MAN Parungpanjang (Iti, dina, Abirah, Mae, tompel, ilfa, Mpau, sarah, atika, aad, , dkk). Terimakasih telah memberikan banyak hal yang tiada bisa ditulis dengan kata-kata. Cerita tentang cinta tulus kalian selama berada dikampus peradaban telah menggoreskan kenangan yang tak pernah terlupa hingga masa tua.

11. Teman-teman di Kosan Markaz Al-Hamra (Juni, Apri, Kak Hikmah, Tari, Linda, dan Lala), dan teman-teman Bangsal A6 (Bangsa Assalam Kamar A6)

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini.

Peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga menambah pengetahuan peneliti. Peneliti berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menggunakannya.

Jakarta, Mei 2015

(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teoretis ... 9

1. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 9

a. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek ... 12

b. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek ... 14

c. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek ... 17

d. Perbedaan penekanan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Tradisonal ... 18

2. Hakikat Keterampilan Berpikir Kritis ... 21

(10)

ix

e. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ... 27

f. Delapan Langkah Untuk Menuju Berpikir Kritis .... 31

3. Analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit .... 34

4. Konsep Larutan Elektrolit dan Larutan Nonelektrolit .. 37

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 45

B. Metode Penelitian ... 45

C. Desain Penelitian ... 46

D. Populasi dan Sampel ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 50

1. Instrumen Tes ... 53

2. Instrumen Nontes ... 56

G. Kalibrasi Instrumen ... 58

a. Uji Validitas ... 58

b. Uji Reliabilitas ... 59

c. Tingkat Kesukaran ... 60

d. Daya Pembeda ... 61

H. Teknik Analisis Data ... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 66

(11)

x

(12)

xi

Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran

Tradisional ... 19

Tabel 2.3 Prinsip Kecakapan Berpikir Kritis ... 26

Tabel 2.4 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 28

Tabel 2.5 Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Materi Kimia ... 35

Tabel 2.6 Perbedaan Elektrolit Kuat, Elektrolit Lemah, dan Nonelektrolit ... 39

Tabel 2.7 Perbedaan Senyawa Ion dan Senyawa Kovalen Polar ... 41

Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa ... 50

Tabel 3.2 Instrumen Penelitian ... 52

Tabel 3.3 Sub Keterampilan Berpikir Kritis yang akan dianalisis ... ... 53

Tabel 3.4 Sub Keterampilan Berpikir Kritis Siswa yang diteliti pada Tes Essai ... 55

Tabel 3.5 Kisi-kisi Penomoran Soal Tes Essai Keterampilan Berpikir Kritis ... 56

Tabel 3.6 Kisi-kisi Sub Keterampilan Berpikir Kritis yang diteliti pada Lembar Observasi ... 57

Tabel 3.7 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 58

Tabel 3.8 Kriteria Validitas Butir Soal ... 60

Tabel 3.9 Klasifikasi Interpretasi untuk Koefisien Realiabilitas Tes ... 61

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 62

Tabel 3.11 Kriteria Daya Pembeda ... 63

Tabel 3.12 Pengkategorian Skor... 66

Tabel 4.1 Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis pada seluruh siswa ... 73

(13)

xii

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 46 Gambar 4.1. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Memfokuskan Pertanyaan ... 71 Gambar 4.2. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Menganlisis Argumen ... 73 Gambar 4.3. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan Bertanya dan

Menjawab Pertanyaan ... 75 Gambar 4.4. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber ... 77 Gambar 4.5. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Mengobservasi dan melaporkan hasil observasi ... 79 Gambar 4.6. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan Membuat

deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi ... 81 Gambar 4.7. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan Membuat

induksi dan mempertimbangkan hasil induksi ... 83 Gambar 4.8. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan ... 85 Gambar 4.9. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan Mendefinisikan

istilah, dan mempertimbangkan definisi ... 86 Gambar 4.10. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Mengidentifikasi Asumsi... 88 Gambar 4.11. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

Memutuskan Suatu Tindakan ... 89 Gambar 4.12. Nilai rata-rata Persentase Keterampilan

(14)

xiii

Lampiran 2 Kisi-kisi Soal Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 133

Lampiran 3 Pedoman Penskoran Tes Essai ... 143

Lampiran 4 Hasil Validitas Instrumen ... 150

Lampiran 5 Lembar Observasi Kegiatan Belajar Siswa ... 151

Lampiran 6 Rubrik Penilaian Lembar Observasi ... 152

Lampiran 7 LKS ... 162

Lampiran 8 Kisi-kisi LKS ... 170

Lampiran 9 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 177

Lampiran 10 Data Hasil Perhitungan Kedudukan Siswa Dalam Kelas ... 178

Lampiran 11 Data Hasil Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Kritis dan Lembar Observasi seluruh siswa ... 179

Lampiran 12 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Memfokuskan Pertanyaan ... 180

Lampiran 13 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Menganalisis Argumen ... 181

Lampiran 14 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Bertanya dan Menjawab Pertanyaan ... 182

Lampiran 15 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber ... 183

Lampiran 16 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Mengobservasi dan melaporkan hasil observasi ... 184

Lampiran 17 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi ... 185

(15)

xiv

Mendefinisikan istilah, dan mempertimbangkan definisi ... 188

Lampiran 21 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Mengidentifikasi Asumsi ... 189

Lampiran 22 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Memutuskan Suatu Tindakan ... 190

Lampiran 23 Hasil Nilai dan Kategori Sub Keterampilan Berinteraksi dengan orang lain ... 191

Lampiran 24 Hasil Wawancara Terhadap Siswa ... 192

Lampiran 25 Hasil Dokumentasi Kegiatan Belajar ... 193

Lampiran 26 Uji Referensi ... 194

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 skor sains indonesia dalam peringkat

terendah. Dari 65 negara anggota PISA, pendidikan Indonesia berada di bawah peringkat 641. Oleh sebab itu, pembaharuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dilakukan pemerintah melalui penataan dalam berbagai komponen pendidikan. Tiga isu utama yang menjadi fokus dalam pembaharuan pendidikan adalah pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode pembelajaran. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kurikulum 2013 sebagai kurikulum pendidikan terbaru yang merupakan hasil revisi dari kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan. Menurut Husamah, kurikulum 2013 ini mampu menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.2

Pendidikan merupakan suatu berkah dari Maha Pencipta terhadap ciptaanNya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia yaitu menyadari akan manusia yang merdeka.3 Berdasarkan hal tersebut, pendidikan merupakan salah satu karunia yang berasal dari Rabb Semesta Alam yang wajib di dapatkan oleh setiap manusia yang merdeka supaya bisa mencetak generasi penerus bangsa Indonesia yang mumpuni di bidang-bidang yang di gelutinya.

1

http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf. h. 5.

2

Husamah,dkk, Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi Panduan dalam

Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: Prestasi Pustakakaraya, 2013), h. 4.

3

H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional tinjauan dari perspektif postmodernisme

(17)

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut ditunjang oleh peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa:

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.4

Berdasarkan permendikbud tersebut, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Sesuai dengan standar kompetensi lulusan SMA/MA permendikbud No.54 Tahun 2013, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan5. Seluruh domain ini harus dimiliki oleh siswa agar permendikbud No. 54 tahun 2013 dapat tercapai dengan baik. Salah satu upaya agar permendikbud No.54 tahun 2013 ini tercapai adalah dengan memaksimalkan peran seorang guru dan murid di lingkungan sekolah. Guru harus mampu mengkolaborasikan berbagai macam keterampilannya di kelas. Misalnya dengan memadukan berbagai macam metode, pendekatan, media, atau model pembelajaran di kelas. Jika guru tidak memiliki kompetensi tersebut, maka kemungkinan besar sasaran pembelajaran tidak akan tercapai secara sempurna, murid-murid akan tetap tergantung kepada guru, murid tetap tidak matang, dan masih bersifat kekanak-kanakan. Selain itu, pihak sekolah pun harus berperan aktif dalam memfasilitasi guru dan murid.

4

Pendis.Kemenag,

http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/file/dokumen/06.B.SalinanLampiranPermendikbudNo.65th2 013ttgStandarIsi.pdf Di unduh pada 26 Maret 2014

5

(18)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan seorang guru kimia di sebuah sekolah menengah atas sebelum melakukan penelitian, permasalahan yang terjadi di kelas adalah kurangnya siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, hal ini terbukti saat guru menjelaskan materi kimia hanya terdapat beberapa siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis contohnya pada sub keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan. Permasalahan selanjutnya terletak dalam penerapan metode atau model yang kurang bervariasi saat proses pembelajaran, selama guru tersebut mengajar disekolah metode yang sering diterapkan dikelas adalah metode diskusi dan ceramah saja. Faktor penyebabnya adalah alokasi waktu yang kurang memadai dalam menerapkan sebuah model pembelajaran, sehingga guru hanya fokus pada penuntasan materi saja.

Berbagai permasalahan yang di alami oleh guru terjadi di lingkungan sekolah dan masih di perlukan riset untuk mengatasi masalah itu. Hal ini pun didukung oleh Subiantoro yang telah melakukan pengamatan di sekolah dan hasil sharing dengan mahasiswa calon guru adalah masih terdapat guru-guru yang membelajarkan siswanya dengan strategi atau metode yang kurang sesuai dan mendukung pemenuhan kebutuhan keilmuan IPA, sehingga hanya sedikit kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, kurang berinteraksi dengan objek pembelajaran, kecenderungan siswa hanya menerima materi yang diajarkan tanpa mau menelaah lebih dalam dan berkelanjutan, jika ditanya contoh dalam kehidupan sehari-hari maka siswa akan memberikan jawabannya sesuai dengan yang diberikan oleh guru, dan guru yang hanya fokus pada penuntasan materi pelajaran, serta pada akhirnya guru dipaksa untuk mengabaikan proses pembelajaran IPA yang ideal.6

6

Agung W Subiantoro, Pentingnya Praktium dalam Pembelajaran IPA.

(19)

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu adanya solusi pembaharuan ketika proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik untuk menemukan alternatif pembelajaran tentang strategi pembelajaran yang relevan dengan materi dan selalu berpedoman pada tujuan pembelajaran. Dari penerapan strategi pembelajaran yang sesuai tersebut, diharapkan agar siswa memiliki dorongan untuk belajar lebih giat. Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran berbasis proyek yang mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Di era digital saat ini, sebagian orangtua maupun guru berharap agar setiap anak itu menguasai keterampilan berpikir dalam tingkatan yang lebih kritis. Kemampuan berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti, bermain logika, dan mencari alternatif imajinatif dari ide-ide konvensional, memberi anak-anak muda sebuah jalur yang jelas di tengah carut marutnya pemikiran pada zaman tekhnologi ini. Berdasarkan hal ini, jika anak-anak diberi kesempatan untuk menggunakan pemikiran dalam tingkatan yang lebih kritis di setiap tingkat kelas, pada akhirnya mereka akan terbiasa membedakan antara kebenaran dan kebohongan, penampilan dan kenyataan, fakta dan opini, pengetahuan dan keyakinan. Keterampilan berpikir kritis peserta didik perlu dilatih oleh guru sejak dini supaya peserta didik mampu memecahkan masalah dan mengambil sebuah keputusan yang tepat sesuai kebenaran ilmiah dalam kehidupannya. Dalam proses pembelajaran seorang guru harus menanamkan keterampilan berpikir kritis agar peserta didik cerdas dalam mencermati berbagai permasalahan, mengidentifkasi permasalahan, mendefinisikan masalah, menyusun dan menerapkan strategi dalam memecahkan masalah, serta mengevaluasi permasalahan tersebut. Hal ini pun sesuai dengan tuntutan yang terdapat dalam kurikulum 2013.

(20)

struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.7 Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak seperti komposisi, struktur sifat, perubahan dinamika, dan energi zat. Berdasarkan penjelasan ini, mata pelajaran kimia seharusnya menjadi pelajaran yang disenangi oleh para siswa bukan ditakuti karena kimia itu sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Namun fenomena menyeramkan tentang ilmu kimia masih tersebar di benak sebagian siswa. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak bervariasi, artinya penggunaan metode atau model pembelajaran yang tidak sesuai dalam mengajar. Biasanya guru hanya menggunakan metode ceramah, sehingga proses pembelajaran terasa monoton dan membosankan. Akibatnya siswa hanya memiliki kemampuan menghapal materi, tetapi tidak memahami konsep materi kimia yang bersifat abstrak tersebut secara mendalam. Dengan demikian, guru diwajibkan untuk menerapkan model yang bisa membuat siswa “melek” atau paham tentang materi kimia serta mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritisnya.

Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan oleh Navhies di peroleh hasil penelitian bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan aspek keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif dan kemahiran generik siswa SMK. Setiap aspek keterampilan berpikir kritis mempunyai hubungan dengan aspek keterampilan berpikir kreatif berdasarkan hasil analisis uji regresi. Sebagian besar siswa merespon baik dan senang dengan pembelajaran fisika berbasis proyek.8 Sehingga di harapkan dengan di terapkannya pembelajaran berbasis proyek, siswa bisa

7

Michael, Purba, Kimia Untuk SMA/MAkelas X, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 3.

8

Navhies Luthvitasari, Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Keterampilan

(21)

termotivasi untuk belajar kimia dan mengasah ketrampilan berpikir kritis. Menurut Thomas sebagaimana dikutip oleh Wena pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Hal ini banyak digunakan untuk menggantikan metode pengajaran tradisional dimana guru sebagai pusat pembelajaran.9 Hal ini senada dengan penelitian Annas Kurniawan, bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung.10 Menurut Ida Ayu bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis proyek dan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.11 Namun, pada seluruh penelitian yang telah di jelaskan tersebut masih terdapat beberapa hal yang perlu di kembangkan dan di perbaharui jika akan melakukan riset lebih lanjut menurut Ida Ayu. Salah satunya adalah kesesuaian pokok bahasan kimia dengan kemampuan berpikir siswa.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui

Model Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, dapat diidentifikasi beberapa masalah, antara lain :

1. Proses pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher center).

9

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual

Operasiona Edisi satu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet.6 h.144

10

Annas Kurniawan, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap

keterampilan berpikir kritis dan sikap terkait siswa SMP.

http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ipa/article/download/399/191

11

Ida Ayu Kade Sastrika, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap

(22)

2. Siswa yang jarang di latih untuk berpikir secara kritis.

3. Siswa hanya mampu menghapal materi tanpa memahami konsep materi kimia secara mendalam.

4. Penggunaan model pembelajaran yang belum bervariasi.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka masalah hanya dibatasi pada :

1. Materi yang digunakan pada kegiatan pembelajaran dibatasi pada materi larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit.

2. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah Project Based Learning.

D. Rumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas keterampilan berpikir kritis siswa melalui

pembelajaran berbasis proyek pada materi larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit?”

2. Adakah perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa pada kelompok tinggi, kelompok sedang, & kelompok rendah pada materi larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit?”

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis kualitas keterampilan berpikir kritis siswa kelas X-MIA setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis proyek. b. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa pada

(23)

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua kalangan terutama untuk :

a. Siswa, penelitian dapat digunakan untuk memahami konsep tentang materi larutan elektrolit dan non elektrolit sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

b. Guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam mengajarkan dan menyampaikan konsep materi larutan elektrolit dan non elektrolit dengan menggunakan model Project Based learning.

c. Sekolah, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan referensi bagi guru-guru yang akan mengembangkan penelitian ini.

(24)

9

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK

A. Deskripsi Teoritik

1. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Joyce dan Murin dalam Rusman berpendapat bahwa, “Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”.1 Menurut Rusman model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu, (2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, (3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar-mengajar dikelas, (4) Memiliki bagian-bagian model atau urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), (5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, (6) Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.2

Thomas menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri.3 The pasific

1

Rusman, Model-model pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 133.

2

Ibid., h. 136

3

(25)

education institute's pada intinya menjelaskan bahwa dalam model

project based learning, guru dan siswa bekerja sama dan pada saat proses pembelajaran tersebut siswa mampu membangun, meningkatkan konten pengetahuan, kemampuan memecahkan masalah, pemikiran sistem dan keterampilan berkomunikasi. Sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.4 Patton pun menjelaskan bahwa keistimewaan pembelajaran berbasis proyek adalah di pamerkannya output atau hasil produk secara terbuka. Dalam pembelajaran berbasis proyek ini siswa dituntun untuk merancang, merencanakan, dan melaksanakan proyek yang menghasilkan output seperti sebuah produk, publikasi, atau presentasi. Hal itu berkaitan dengan pembelajaran penyelidikan atau sering disebut juga inquiry based learning dan pembelajaran berbasis masalah.5 Project based

learning berisi tugas intelektual untuk mengeksplorasi masalah yang kompleks dan memiliki kegiatan dengan jangka waktu yang cukup, berpusat pada siswa, siswa mengeksplorasi, membuat penilaian, menafsirkan, dan mensintesis informasi dalam cara yang lebih bermakna. Hal ini akan mendorong pemahaman yang benar tentang pengetahuan.6

Tahapan Pembelajaran berbasis proyek siswa difokuskan pada pertanyaan atau masalah yang kompleks, kemudian menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah melalui proses penyelidikan bersama dengan periode waktu yang cukup. Selama proses penyelidikan, siswa mempelajari konten, informasi, dan fakta yang diperlukan untuk menarik kesimpulan tentang pertanyaan. Selain itu, siswa juga belajar keterampilan yang berharga dan kebiasaan berpikir

4

Erica Baker et al., Project-Based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century, (Amerika: Pacific Education Insttitute, 2011), p. 1.

5

Alec Patton, Work that Matters: The Teacher’s guide to Project-Based Learning, (UK: The Paul Hamlyn Foundation, 2012), p. 13.

6

Educational Technology Division Ministry of Education, Project Based Learning

(26)

selama proses tersebut.7 Project based learning memungkinkan peserta didik untuk menulis makna dan mencapai pemahaman dari informasi baru, pengalaman, dan dibangun pada pemahaman tentang masa lalu.8 Dengan project based learning, siswa menggunakan pendekatan kolaboratif dan kooperatif untuk menghasilkan pengetahuan. Hal ini juga memfasilitasi pembelajaran yang bermakna dan sesuai dengan kehidupan.9 Ministry of Education Malaysia juga menyebutkan bahwa ada delapan hasil project based learning yaitu, (1) konten, (2) kerjasama, (3) berpikir kritis, (4) komunikasi lisan, (5) komunikasi tertulis, (6) persiapan karir, (7) kewarganegaraan dan etika, dan (8) literasi teknologi.10

Kelebihan project based learning dibandingkan dengan model konvensional adalah membantu siswa mengembangkan keterampilan dasar dan digital age skill untuk hidup berbasis pengetahuan dan teknologi tinggi, sedangkan model konvensional kurang mampu mempersiapkan siswa untuk dapat bertahan dalam keadaan di dunia sekarang ini. Melalui kombinasi keterampilan ini, siswa akan menjadi pemimpin dan pengatur dalam pembelajaran dengan panduan dan bimbingan guru terampil.11

Berdasarkan uraian diatas mengenai definisi pembelajaran berbasis proyek, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang berpusat pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan, disiplin ilmu atau lapangan.

Pembelajaran berbasis proyek kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen.

7

Educational Technology Division Ministry of Education, op. cit., p. 51.

8

Ibid., p. 51.

9

Ibid., p. 13.

10

Ibid., p. 18.

11

(27)

Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang sangat besar untuk melatih proses berpikir siswa yang mengarah pada keterampilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran berbasis proyek menyediakan tugas-tugas kompleks yang berbasis pertanyaan-pertanyaan menantang atau masalah yang melibatkan siswa dalam aktivitas-aktivitas memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan investigasi dan refleksi yang melibatkan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran berbasis proyek terfokus pada pertanyaan-pertanyaan yang menuntun (driving question) siswa untuk memanfaatkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui pengalaman. Melalui pembelajaran berbasis proyek siswa belajar dari pengalamannya dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.

a. Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis proyek

Menurut Thomas pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip yang dapat membedakan pembelajaran berbasis proyek dengan model pembelajaran lain, yaitu (a) sentralis, (b) pertanyaan pendorong, (c) investigasi konstruktif, (d) otonomi, (e) realistis.12

a) Prinsip sentralis atau centrality

Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Dalam pembelajaran, siswa mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan dapat di laksanakan secara optimal.13

12

Thomas, op.cit., h.3-4.

13

(28)

b) Prinsip pertanyaan pendorong/penuntun atau driving question. Pembelajaran berbasis proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Jadi, dalam hal ini kerja sebagai external motivation yang mampu menggugah siswa (internal motivation) untuk menumbuhkan kemandiriannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.14

c) Prinsip investigasi konstruktif/ constructive investigation Prinsip ini mengarah kepada pencapaian tujuan yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong siswa untuk mengonstruksi pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang di hadapinya. Dalam hal ini guru harus mampu merancang suatu kerja proyek yang mampu menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.15

d) Prinsip otonomi/Autonomy

Pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu menjadi pemberi keputusan dan pencari solusi. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa.16

e) Prinsip realistis/Realisme

Pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan perasaan realistis kepada siswa termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standar produknya. Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan nyata berfokus pada permasalahan yang

14

Ibid., h.145.

15

Ibid., h.146.

16

(29)

autentik (bukan simulasi), bukan dibuat-buat, dan solusinya dapat di implementasikan dilapangan. Jadi guru harus mampu menggunakan dunia nyata sebagai sumber belajar bagi siswa. Kegiatan ini akan dapat meningkatkan motivasi, kreativitas, dan kemandirian siswa dalam pembelajaran.17

Kelima prinsip di atas harus ada dalam model pembelajaran berbasis proyek. Berdasarkan prinsipnya pembelajaran berbasis proyek mengutamakan aktivitas siswa dalam menghimpun konsep dan pengetahuannya.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek

Pelaksanaan Pembelajaran berbasis proyek, dijalankan dengan melalui beberapa tahap pembelajaran. Belum ada ketetapan baku untuk menjalankan tahap-tahap pembelajaran berbasis proyek, namun pada umumnya didasarkan dan mencontoh pada tahap pembelajaran konstruktivisme. Tahapan project based learning yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: perencanaan

proyek (project planning), pelaksanaan proyek (project launch), penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk (guided inquiry and product creation), dan kesimpulan proyek (project

conclution).18

Tahapan project based learning seperti yang dijelaskan sebelumnya secara ringkas disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Manajemen kegiatan di dalam project based learning19

Tahap

Pembelajaran Kegiatan pengelolaan

Tahap Perencanaan Proyek (project

planning)

 Menentukan cakupan proyek, masalah, dan ide pemecahan masalah

 Mengembangkan sebuah driving question

17

Ibid., h.146-147.

18

Carolyn M. Evertson and Carol S. Weinstein (eds), Handbook of Classroom

Management, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2006), p. 590.

19

(30)

 Pemilihan konten dan penggabungan dengan non konten

 Perencanaan assessment

 Pengaturan sumber belajar

 Menentukan strategi kelompok

Tahap Pelaksanaan Proyek (project

launch)

 Merangsang minat, semangat, dan perhatian para siswa

 Membangun harapan tinggi

 Menjelaskan peraturan, prosedur, produk, jadwal, dan penilaian

Tahap Penyelidikan Terbimbing dan Pembuatan Produk (guided inquiry and product creation)

 Memfasilitasi penggunaan sumber belajar

 Membantu siswa menentukan tugas dan kemajuan

Scaffolding

 Mengusahakan ketrampilan presentasi Tahap Kesimpulan

Berikut ini akan dipaparkan secara rinci mengenai tahapan model project based laearning.

1. Tahap perencanaan proyek

Tahapan awal project based learning, guru memberikan pertanyaan atau masalah, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar siswa selama proses memecahkan masalah ini. Pada tahap awal implementasi project based learning, guru seperti memimpin perencanaan proyek tersebut dan membantu siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang diperlukan.

2. Tahap pelaksanaan proyek.

(31)

semangat dalam menyelesaikan proyek tersebut karena dalam tahapan ini guru berusaha merangsang minat dan semangat siswa dengan menjelaskan seluruh peraturan, prosedur, dan jadwal penilaian yang akan dilaksanakan.

3. Tahap penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk.

Tahapan ketiga yaitu penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk. Guru berperan sebagai fasilitator dalam penggunaan sumber daya dalam melakukan penyelidikan dan pembuatan produk, sedangkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya melalui pembuatan produk.

4. Tahap Kesimpulan Proyek.

Tahapan terakhir, yaitu kesimpulan proyek siswa akan melakukan evaluasi, analisis dan menyimpulkan. Pada kesimpulan proyek tersebut, guru memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa penilaian ini secara akademik sesuai, maka dilakukan refleksi terhadap kegiatan untuk membuat perbaikan proyek untuk di masa depan.

Tahapan project based learning ini juga memberikan pengetahuan kepada siswa bagaimana metode ilmiah digunakan dalam melaksanakan suatu proyek, yaitu dimulai dari merumuskan permasalahan, menentukan langkah-langkah, menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan, melakukan penyelidikan, membuat sebuah produk dari sebuah proyek, mempresentasikan dan mengkomunikasikan produk sebagai hasil penyelidikan, dan melakukan diskusi.

Menurut Martin, guru memiliki peran yang sangat penting dalam project based learning. Karena peranan yang penting ini maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru, antara lain:20

20

(32)

1) Menganalisis tugas dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan proyek tersebut.

2) Memfasilitasi proses analisis tugas proyek, menyiapkan rencana aktivitas, dan melaksanakan serta mengevaluasi proyek.

3) Menentukan bagaimana proyek akan memberikan kontribusi untuk proses pembelajaran siswa.

4) Memfasilitasi pengambilan keputusan, berpikir, dan kemampuan memecahkan masalah.

5) Memfasilitasi siswa untuk memperlihatkan tanggung jawab pribadi, harga diri, dan integritas.

6) Memfasilitasi pertumbuhan keterampilan interpersonal siswa, seperti bekerja sebagai tim, bekerja sama dengan anggota masyarakat, dan bekerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.

c. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek

Menurut Moursund seperti dikutip Wena, ada lima keuntungan dari project based learning, yaitu: 21

1) Increased motivation. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terbukti dari beberapa laporan penelitian tentang pembelajaran berbasis proyek yang menyatakan bahwa siswa sangat tekun, berusaha keras untuk menyelesaikan proyek, siswa merasa lebih bergairah dalam pembelajaran, dan keterlambatan dalam kehadiran sangat berkurang.

2) Increased problem-solving ability. Beberapa sumber

mendeskripsikan bahwa lingkungan belajar pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan

21

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),

(33)

masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks.

3) Improved library research skills. Pembelajaran berbasis proyek mempersyaratkan siswa harus mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi, maka keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat.

4) Increased collaboration. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek mmerlukan siswa mengambangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Selain itu, Bryson dan Reyes22 menganggap bahwa pembelajaran kolaboratif memungkinkan siswa untuk mendukung yang muncul di antara mereka, menyuarakan pendapat mereka sendiri, dan mendiskusikan pemecahan masalah. Semua keterampilan tersebut akan diperlukan dalam dunia kerja.

5) Increased resource-management skills. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

d. Perbedaan Penekanan Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Tradisional.

Project Based Learning memiliki banyak perbedaan dengan

model pembelajaran tradisional. Penjelasan di atas juga telah diungkapkan model kovensional yang pasif hanya belajar fakta-fakta, membaca, dan tidak konteks dengan kehidupan.23

22

Jennifer Railsback, Project Based Instruction “Creating Excitement for Learning”, (Northwest Regional: Educational Laboratory, 2002), p. 9.

23

(34)

Buck Institute for Education seperti dikutip Wena,24 terdapat perbedaan antara pembelajaran tradisonal dan project based learning. Perbedaan ini dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan Project Based Learning dan Pembelajaran Tradisional

Cakupan isi Kedalaman pemahaman

Berjalan dari blok ke blok atau dari unit ke unit

Unit-unit besar terbentuk dari

problem dan isu yang kompleks

Produk Proses dan produk Skor tes Pencapaian yang

nyata Membandingkan

dengan yang lain

Unjuk kerja yang standar dan kemajuan dari waktu ke waktu

(35)

guru siswa

Penggunaan Pendukung, peripheral Utama, integral

Teknologi

Dijalankan guru Diarahkan siswa Kegunaan untuk

Siswa bekerja sendiri Siswa bekerja dalam kelompok fakta, istilah, dan isi

Pemahaman dan aplikasi ide dan proses yang kompleks

Tujuan jangka panjang

Luas pengetahuan Dalam pengetahuan Lulusan yang

(36)

2. Hakikat Keterampilan berpikir kritis a. Pengertian Keterampilan

Keterampilan adalah sebuah kemampuan untuk memfungsikan akal, pikiran, dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia keterampilan diartikan sebagai kecakapan dalam meyelesaikan tugas.

Menurut Muhibbin, keterampilan itu suatu aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan jasmaniah seperti menulis, mencuci, mengetik, dan lain-lain, artinya keterampilan itu bersifat motorik yang membutuhkan koordinasi gerak dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat kurang atau tidak terampil.25

Menurut Rebber dalam muhibbin, keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya pada aspek gerak motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi yang bersifat kognitif.26

Berdasarkan beberapa pengertian keterampilan yang telah dikemukakan diatas maka keterampilan dapat disimpulkan bahwa suatu kecakapan atau keahlian dalam mengerjakan sesuatu kegiatan yang memerlukan koordinasi gerakan-gerakan otot.

b. Pengertian Berpikir Kritis

Pendidikan diharapkan memberikan pengetahuan yang memungkinkan orang dapat mengatasi masalah-masalah kehidupan dalam tugas-tugas professional dan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dalam kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

25

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2009), Cet.15 h. 117.

26

(37)

cepat seperti sekarang ini, sering kali pengetahuan yang kita peroleh tidak mampu kita implementasikan untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul. Oleh karena itu diperlukan keterampilan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Memecahkan masalah memerlukan penggunaan keterampilan berpikir secara terpadu dan dasar pengetahuan yang relevan.27

Menurut para ahli psikologi asosiasi, berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subjek yang berpikir pasif. Plato beranggapan bahwa berpikir itu berbicara dalam hati. Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.28 Proses atau jalannya berpikir itu pada dasarnya ada tiga langkah,yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan.29 Menurut Peter Reason dalam Wina mendefinisikan berpikir sebagai proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat(remembering) dan memahami(comprehending).30

Menurut Donald, berpikir adalah tindakan yang kompleks yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan individu untuk membentuk lingkungannya lebih efektif daripada intuisi saja. Mengajar siswa bagaimana berpikir adalah sebuah perjalanan, bukan suatu peristiwa.31Menurut Edward de Bono, berpikir sebagai keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman.32

27

Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan Menemukan Kembali Pendidikan yang

Manusiawi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet.2 h. 124.

28

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), cet.1 h. 54-55

29

Ibid, h. 55.

30

Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana, 2011), cet.8 h. 230.

31

Donald C. Orlich, Teaching Strategies A Guide to Effective Instruction, (USA: Wadsworth Cengage Learning, 2010), h. 286.

32

Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward De Bono:Belajar Berpikir Canggih dan

(38)

Menurut Departemen Pendidikan Nasional mengatakan bahwa berpikir adalah kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang kita terima melalui panca indra, dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Istilah berpikir dipergunakan untuk menunjukan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan terarah.33

Menurut Jenicek dalam Laurent berpikir kritis tidaklah identik dengan kemampuan memecahkan masalah, meskipun kemampuan menyelesaikan masalah adalah bagian dari kemampuan berpikir kritis.34 Dalam perspektif deskriptif, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan.35

Berpikir didalam batin akan mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari bagaimana berbagai hal berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, membahasakan suatu realita. Dengan demikian, berpikir tidak sama dengan melamun, mengkhayal, merasakan pekerjaan pancaindra seperti: mendengar, melihat. Setiap orang yang sudah melakukan kegiatan berpikir, belum tentu dapat dikatakan telah berpikir dengan kritis atau dengan tepat, sebab untuk berpikir dengan kritis orang dituntut untuk mengikuti hukum-hukum pemikiran.

Selama beberapa dekade, para ahli mempunyai definisi beragam tentang istilah critical thinking. Norris dalam depdiknas

33

Anonim. Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking, (Departemen

Pendidikan Nasional, 2009), h. 9.

34

Joyce M Laurens, "integrasi riset dan desain:sebuah pendekatan dalam pembelajaran di studio perancangan. prosedding seminar nasional" jurnal Seminar nasional Pendidikan Arsitektur profesional Denpasar, 9-10 februari 2008. h. 35

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/99-035/3.5-Joyce%20M.Laurens.pdf diunduh pada 09 januari 2014 14.43 WIB

35

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

(39)

berpendapat bahwa critical thinking adalah kemampuan membuat keputusan secara rasional terhadap apa yang harus dipercayai tidak boleh dipercayai.36

Menurut Jhon Dewey yang disebut juga sebagai bapak tradisi berpikir kritis modern mendefinisikan berpikir kritis sebagai pertimbangan yang aktif, terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan yang rasional.37 Menurut Alec Fisher, berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.38

Robert Duron menyatakan critical thinking sebagai kemampuan untuk membuat analisis dan melakukan evaluasi terhadap data atau informasi. Menurut Ennis, berpikir kritis adalah cara berpikir yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.39

Wanda menyatakan bahwa berpikir kritis itu lebih dari argumentasi, suatu disiplin ilmu yang luas daripada logika. Yang termasuk berpikir kritis adalah keterampilan observasi, deskripsi, kesimpulan, analisis bahasa, dan menilai dengan kerangka acuan.40

Liliasari mengutip Facione menyatakan bahwa inti berpikir kritis adalah deskripsi yang rinci dari sejumlah karakteristik yang berhubungan, meliputi analisis, inferensi, eksplanasi, evaluasi,

36

Anonim, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking, ( Departemen

Pendidikan Nasional, 2009), h. 9.

37

Kasdin Sihotang, dkk., Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 2012), Cet.1

38

Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama, 2008), h. 10.

39

Ibid., h. 4

40

Wanda Teays, Second thought:critical thinking for a diverse society, (New York: Mc

(40)

pengaturan diri, dan interpretasi.41 Berdasarkan hal ini berpikir kritis telah menjadi salah satu kompetensi dari tujuan pendidikan. Selama menempuh pendidikan, berpikir kritis dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman materi yang dipelajari dengan mengevaluasi secara kritis argument pada buku teks, jurnal, teman diskusi, termasuk argumentasi guru dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, berpikir kritis dalam pendidikan merupakan kompetensi yang akan dicapai serta alat yag diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan.42

Menurut Halpern, pembelajaran berpikir kritis memerlukan latihan;siswa dapat diberikan banyak dilema, argument logis dan tidak logis, iklan ang sah dan menyesatkan, dan seterusnya. Pengajaran pemikiran kritis yang efektif bergantung pada penentuan suasana ruang kelas yang mendorong penerimaan terhadap sudut pandang yang berlainan dan diskusi bebas. Kemampuan berpikir kritis paling baik dipelajari pada topik-topik yang sudah tidak asing lagi bagi siswa.43

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah Kemampuan membuat keputusan secara rasional, kemampuan membuat analisis, kemampauan membuat interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

41

Liliasari, "Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains Kimia menuju Profesionalisme

guru".

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/194909271978032-LILIASARI/BERPIKIR_KRITIS_Dlm_Pembel_09.pdf diunduh 09 januari 2014 17.04 WIB

42

Anonim, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking, (Departemen

Pendidikan Nasional, 2009), h. 14.

43

(41)

c. Prinsip Berpikir Kritis

Prinsip kecakapan berpikir kritis bersumber kepada enam keahlian (BIG6) dan Empowering-8.44

Tabel 2.3 Prinsip Kecakapan Berpikir Kritis

6 Keahlian 12 Keterampilan atau

Langkah

1. Perumusan Masalah

1.1Merumuskan masalah

1.2Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan

2. Strategi pencarian Informasi

2.1Menentukan Sumber 2.2Memilih sumber terbaik

3. Lokasi dan Akses

3.1Mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik.

3.2Menemukan Informasi di dalam sumber-sumber tersebut

4. Pemanfaatan Informasi

4.1Membaca, mendengar, meraba, dsb.

4.2Mengekstraksi Informasi yang relevan.

5. Sintesis

5.1Mengorganisasikan informasi dari berbagai sumber

5.2Mempersentasikan informasi tersebut

6.Evaluasi

6.1Mengevaluasi Hasil (Evektivitas)

6.2Mengevaluasi proses (Efisiensi)

44

Anonim, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking, ( Departemen

(42)

d. Karakteristik Berpikir Kritis

Robert duron mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi: (1) Kegiatan merumuskan pertanyaan, (2) Membatasi permasalahan, (3) Menguji data-data, (4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias, (5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional, (6) Menghindari penyederhanaan berlebihan, (7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan (8) Mempertimbangkan toleransi ambiguitas.45 e. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Ada beberapa indikator untuk mengukur keterampilan berpikir kritis menurut depdiknas, yaitu:(1) Membandingkan, (2) Hubungan Sebab-Akibat, (3) Memberi alasan, (4) Meringkas, (5) Menyimpulkan, (6) Berpendapat, (7) Mengelompokkan, (8) Menciptakan, (9) Menerapkan, (10) Analisis, (11) Sintesis, (12) Evaluasi.46

Menurut Ennis dan Norris menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis itu dikelompokkan kedalam lima langkah Memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan sederhana dan mengatur strategi dan taktik.47

Berikut ini adalah Indikator dan sub indikator keterampilan berpikir kritis menurut Ennis dalam Suwarna .48

45

Ibid., h. 19.

46

Ibid., h. 18.

47

Perkins, C., & Murphy, E, (2006). Identifying and measuring individual engagement in critical thinking in online discussions: An exploratory case study. Educational Technology & Society, 9 (1), h. 299.

48

Dina Mayadiana Suwarna, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan

(43)

Tabel 2.4 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis No Kelompok Indikator Penjelasan 1. Memberikan  Melihat struktur dari

suatu argument  Perbedaan apa yang

menyebabkannya  Akankah Anda

(44)

2. Membangun 3. Menyimpulkan 6) Membuat

deduksi dan mempertim-bangkan hasil deduksi

 Siklus logika Euler.

 Mengkondisikan logika.

(45)
(46)

ketidakbenaran yg

f. Delapan Langkah Untuk Menjadi Pemikir Kritis

(47)

dihadapi oleh siswa ketika menjalankan kegiatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau merasakan pengalaman pribadi.49 1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang

sedang dipertimbangkan?Ungkapkan dengan jelas.

Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum masalah atau isu tersebut di gambarkan dengan jelas. Oleh karena itu, subjek yang akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya. Mungkin subjek itu berupa sebuah isu. Isu adalah sebuah topik pelik yang dapat memunculkan perselisihan.50

2) Apa sudut pandangnya?

Sudut pandang adalah sudut pribadi yang kita gunakan dalam memandang sesuatu, dapat membutakan kita dari kebenaran. Pemikir kritis waspada terhadap bahasa manipulative, logika yang cacat, dan bukti yang lemah.51

3) Apa alasan yang diajukan?

Alasan bisa berupa sebuah hubungan yang biasa saja. Alasan bisa berupa penjelasan atas suatu kejadian, menegaskan sebuah ide umum, atau mengambil bentuk-bentuk yang lain. Tugas pemikir kritis adalah mengidentifikasi alasan-alasan dan bertanya apakah alasan-alasan yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya. Alasan yang bagus didasarkan pada informasi yang dapat dipercaya dan relevan dengan kesimpulan yang ditarik sesudahnya.52

4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?

Asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya. Kita menganggap asumsi sebgai kebenaran yang sudah terbukti, dan

49

Elaine B, Jhonson, Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan

Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Mizan Learning Center(MLC), 2007), Cet.5 h. 190.

50

Ibid., h. 192.

51

Ibid., h. 193.

52

(48)

kita berharap orang lain mau bergabung dengan kita untuk menerima kebenaran asumsi tersebut.53

5) Apakah bahasanya jelas?

Ketika mereka meneliti apa yang ditulis atau dikatakan oleh orang lain, siswa harus tetap waspada pada kata-kata tidak jelas yang menutupi makna, atau kata-kata emosional yang menghalangi logika. Mereka selalu ingat bahwa kata-kata membentuk ide, karena itu pemikir kritis harus terus-menerus memeriksa bahasa mereka sendiri dan bahasa orang lain, sambil bertanya, misalnya, apakah kata-kata yang digunakan justru mengaburkan pengertian atau memperjelasnya?.54

6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Menurut Ruggiero dalam Elaine menyebutkan bahwa bukti yang dapat dipercaya memiliki sifat antara lain:Tidak bertentangan dengan pokok masalahnya;Berasal dari sumber-sumber terbaru;Akurat;Dapat diuji;Berlaku umum, bukan pengecualian. Untuk menemukan bukti yang dapat dipercaya, kita harus bekerja selaras dengan alam.55

7) Kesimpulan apa yang ditawarkan

Langkah-langkah efektif untuk menentukkan sebuah kesimpulan adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi alasan.

b. Apakah alasan yang diambil sesuai dengan alasan yang mendasarinya.56

8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?

Kesimpulan memiliki efek samping baik menyangkut persoalan pribadi maupun umum. Pemikir kritis berusaha untuk

53

Ibid., h. 195.

54

Ibid., h. 197.

55

Ibid., h. 198.

56

(49)

memprediksi dan mengevaluasi semua efek samping yang akan timbul. Jika kesimpulan yang diambil tidak berdampak negatif, makan pemikir kritis akan memakainya.57

3. Analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Larutan Elektrolit dan non elektrolit

Pemilihan materi menjadi sangat penting karena harus dilihat keterkaitannya dengan variabel dalam penelitian. Selain itu, kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) juga harus diperhatikan. Berdasarkan definisinya, kompetensi inti merupakan operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki para siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu. Sedangkan kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Selain itu, konten kompetensi dasar

dijabarkan secara terperinci dalam suatu indikator pembelajaran. Menurut Zulfiani, indikator pencapaian adalah tanda-tanda siswa telah memiliki kemampuan dasar atau kompetensi dasar tertentu. Berdasarkan uraian diatas, pada tabel 2.6 akan dijelaskan keterkaitan KI, KD, Indikator pencapaian dan materi yang dipilih pada penelitian ini.

57

(50)
(51)

non-bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion dan senyawa kovalen polar.

Pada tabel 2.5 diatas dapat dilihat bahwa pada KI 3 dan KI 4. Sedangkan kompetensi dasar 3.8 dan 4.8 adalah menganalisis sifat larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit berdasarkan daya hantar listriknya.

Merancang;melakukan; dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Berdasarkan KI dan KD tersebut siswa dituntut untuk memiliki kemampuan menganalisis. Kemampuan analisis dapat diartikan sebagai memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukkan hubungan-hubungan antar bagian itu.58 Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Kategori ini terdiri dari kemampuan membedakan (Differentiating), mengorganisasi (Organizing), dan memberi simbol (Attributing).59 Kemampuan analisis peserta melalui didik dapat dilihat sebuah model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran berbasis proyek yang didukung dengan sebuah metode pembelajaran, yaitu praktikum. Selain itu, prinsip-prinsip pada pembelajaran berbasis proyek yang mampu meningkatkan kemampuan analisis diantaranya prinsip driving question/pertanyaan

58

Lorin Anderson, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi

Taksonomi Pendidikan Bloom, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet.1 h. 101.

59

(52)

pendorong yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu dan prinsip investigasi konstruktif. Dalam investigasi konstruktif ini memuat proses perancangan, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery, dan pembentukan model.

Berdasarkan uraian diatas, jika dilihat dari hubungan KI, KD dan indikator materi pelajaran tersebut, pengimplementasian model pembelajaran berbasis proyek lah yang mampu mencapai KD 3.8 dan KD 4.8.

4. Konsep Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit

Dalam kehidupan sehari-hari kita berinteraksi dengan berbagai jenis benda atau materi, yang bermacam-macam bentuk wujudnya, ada yang berwujud (fase) padatan, cairan, gas, larutan dan campuran antara padatan dan cairan.

(53)

dalam alat tersebut menyala dan timbul gelembung-gelembung gas disekitarnya elektrodenya.

Berdasarkan daya hantar arus listrik larutan dapat dikelompokkan menjadi: larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.60 a) Larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat menghantarkan arus

listrik, dengan data percobaan berupa bola lampu menyala dan timbul gelembung gas disekitar elektrode. Contohnya: larutan HCl, larutan NaOH, larutan HCl.

b) Larutan nonelektrolit, yaitu larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, dengan data percobaan berupa bola lampu tidak menyala dan tidak timbul gelembung gas disekitar elektrode. Contohnya:air suling, larutan etanol 70%, larutan gula.

Berdasarkan kekuatan daya hantar arus listrik larutan elektrolit dapat dikelompokkan menjadi61:

a) Larutan elektrolit kuat, yaitu larutan elektrolit yang daya hantar arus listriknya kuat sehingga menyebabkan bola lampu pijar menyala dan timbul gelembung gas disekitar elektrodenya. Contohnya:Larutan HCl, larutan NaOH, larutan HCl.

b) Larutan elektrolit lemah, yaitu larutan elektrolit yang daya hantar arus listriknya lemah sehingga menyebabkan bola lampu pijar tidak menyala (kadang menyala redup) tetapi timbul gelembung gas disekitar elektrodenya. Contohnya: larutan CH3COOH, larutan

NH3.

Lihatlah perbedaan antara elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan nonelektrolit pada tabel 2.7.

60

Michael Purba, Kimia 1 untuk SMA kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 166.

61

(54)

Tabel 2.7 Perbedaan Elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit62

Jenis Elektrolit

Jenis zat

terlarut(pelarut air) Nyala lampu

Senyawa kovalen polar

terhidrolisis sebagian. Redup

CH3COOH,

NH3, H2CO3

Nonelektrolit Senyawa kovalen polar yang tidak terhidrolisis.

Tahun 1884 Stevane Arrhenius berpendapat bahwa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena mengandung ion-ion yang bergerak bebas. Zat elektrolit dalam larutannya akan terurai menjadi partikel-partikel yang berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik yang dinamakan ion. Jadi suatu zat dapat bersifat elektrolit bila dalam larutannya zat tersebut terurai menjadi ion-ion. Ion yang bermuatan negatif disebut anion. Dan ion yang bermuatan positif dinamakan kation. Peristiwa terurainya suatu elektrolit menjadi ion-ionnya disebut reaksi ionisasi.

Larutan elektrolit dapat berasal dari senyawa ion dan kovalen. senyawa ion meskipun tersusun dari ion-ion, tetapi dalam bentuk padat tidak dapat menghantarkan listrik karena ion-ion terikat kuat

62

Gambar

Tabel 2.2 Perbedaan Project Based Learning dan Pembelajaran
Tabel 2.3 Prinsip Kecakapan Berpikir Kritis
Tabel 2.4 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis
Tabel 2.5 KI, KD, dan Indikator Materi kimia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Etilen merupakan komponen volatil yang disintesis pada buah dan sayuran tertentu saat tahap pematangan dan. perkembangan jika konsentrasinya

[r]

Hasil pengamatan terhadap konsumsi kulit sadapan pada sistem sadap sorong ¼ S d/3 panel HOI-2 menunjukkan bahwa tebal irisan sadap rata-rata yang dihasilkan

Rasio REO yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kebijakan perkreditan yang terdiri dari: jumlah kredit, persepsi Standar Operasional Perkreditan (SOP), dan

Selain itu menurut Ghani (2003) premi adalah pendapatan yang diperoleh pekerja apabila telah melampaui batas ketentuan yang ditetapkan pengusaha/perusahaan. Pembuatan dan

BUPATI  BARITO  KUALA PROVINSI  KALIMANTAN  SELATAN KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 188.45/ 14A /KUM/2017

BUPATI  BARITO  KUALA PROVINSI  KALIMANTAN  SELATAN.