FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI LEBIH PADA POLISI DI KEPOLISIAN RESORT KOTA BOGOR
TAHUN 2010
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
RIRA WAHDANI MARTALIZA 105101003249
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2010
ii Skripsi, Juni 2010
RIRA WAHDANI MARTALIZA, NIM : 105101003249
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
(xxiii, 104 halaman, 24 tabel, 2 bagan, 5 lampiran)
ABSTRAK
Saat ini Indonesia mengalami berbagai masalah di bidang kesehatan terutama masalah gizi. Status gizi lebih merupakan salah satu masalah gizi yang sedang dialami oleh Indonesia. Masalah kelebihan berat badan (status gizi lebih) apabila dibiarkan akan berdampak terhadap kesehatan dan produktivitas seseorang. Jika hal ini dibiarkan, maka dapat meningkatkan kejadian penyakit degeneratif dan disabilitas kerja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, diketahui terdapat 45% polisi yang mengalami gizi lebih.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui seberapa besar status gizi lebih yang terjadi di Kepolisian Resort Kota Bogor, dengan menggunakan rancangan cross sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan, wawancara, kuesioner, serta metode food recall 2×24 jam. Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Resort Kota Bogor dengan menggunakan 73 sampel penelitian. Data yang diperoleh dianalisa secara univariat dan bivariat.
Dari hasil univariat menunjukkan kepolisian mengalami status gizi lebih sebesar 39,7% dan status gizi normal sebanyak 60,3%. Hasil bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan status gizi lebih pada penelitian ini adalah variabel jenis kelamin, konsumsi karbohidrat, konsumsi makanan kudapan, dan aktivitas fisik dengan nilai P value (P value < 0,05).
iii seminggu menjadi dua kali seminggu.
iv Undergraduated Thesis, June , 2010
Rira Wahdani Martaliza, NIM: 105101003249
Factors Associated with Over Nutritional Status on Police in the Bogor City Resort Police Department in 2010.
(xxiii, 104 pages, 24 tables, 2 charts, 5 attachments)
ABSTRACT
At this time, Indonesia have some problems in health sector especially nutrient problem. Over nutritional status is one of nutrient problem that being happen in Indonesia. If overweight problem (over nutritional status) is let happened, it will impact to health and productivity. If it is let happened, so that can increase degenerative disease and disability job cases. Based on preface research, known there are 45% polices that have over nutritional.
This study aimed to know how big over nutritional status that happened in Bogor City Resort Police Department, by using cross sectional design and the retrieval of data is done by using the measurement of body weight and height, interview, questionnaire, and 2×24 hours food recall method. This study is done at Bogor City Resort Police Department by using 73 study samples. Acquired data is analyzed by univariate and bivariate.
From the result of univariate indicates the police have over nutritional status equal to 39,7% and normal nutritional status equal to 60,3%. The result of bivariate indicates that variables associated with over nutritional status in this research are gender, carbohydrate consumption, snack consumption, and physical activity with the value of P value (P value < 0,05).
Therefore, in order to avoid the police personnel from more nutritional status, the Bogor City Resort Police Department should in coorperation with local health office to provide counseling about healthy and nutritious food. In addition, Bogor City Resort Police Department should give attention to activities related to physical acitivity such as by rearranging schedules like gymnastics or running sports from once a week to twice a week.
v
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI LEBIH PADA POLISI DI KEPOLISIAN RESORT KOTA BOGOR TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 28 Juni 2010
Febrianti, M.Si Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM
vi
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 28 Juni 2010
Penguji I
(Febrianti, M.Si)
Penguji II
(Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM)
Penguji III
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
RAHASIA SEBUAH KESUKSESAN ADALAH DENGAN
MENGHORMATI ORANG LAIN
IKHLASLAH MENJADI DIRI SENDIRI AGAR HIDUP PENUH DENGAN
KETENANGAN DAN KETENTRAMAN
SELALU BERSYUKUR DAN BERSABAR AKAN MEMPEROLEH
KEJAYAAN YANG HAKIKI
SEBUAH KARYA SEDERHANA KUPERSEMBAHKAN UNTUK
YANG TERSAYANG
PAPA DAN MAMA
RESMA, IQBAL DAN HADI
viii TTL : Padang, 1 Maret 1987
Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Agama : Islam
Ponsel : 021-91038989
Alamat : Wisma Indah VI Blok B/26 Balai Baru Padang Sumatera Barat E-mail : rira_wuah0103@yahoo.co.id
PENDIDIKAN FORMAL 2005–2010 : Peminatan Gizi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2002–2005 : SMU Negeri 10 Padang
1999–2002 : SLTP Negeri 18 Padang 1993–1998 : SD Adabiah V Padang
1998–1999 : SD Negeri 10 Sei. Sapih Padang
PENGALAMAN KERJA
1. PBL (Praktek Belajar Lapangan) I di Puskesmas Mauk Tahun 2007 2. PBL (Praktek Belajar Lapangan) II di Puskesmas Mauk Tahun 2008
ix Bismillahirrahmanirrahim
Assalammualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, kesabaran dan kesehatan dalam menyelesaikan skripsi mengenai Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010. Tidak lupa salawat beserta salam selalu tercurah untuk junjungan kita yakni baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran.
Penyusunan skripsi ini bukan semata-mata hasil karya peneliti, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. My lovely parent, papa (Amizar Chan) dan mama (Saflidar) yang selalu mendoakan, memberikan semangat, motivasi, moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah habis hingga sekarang. Ra ingin jadi orang sukses seperti papa dan mama.Always love you dad and mom...My lovely sista and brothers, dutty ku (Resma Bintani Gustaliza), mbul (Iqbal Mubarak Oktaliza), abok (Nurul Hadi Dectaliza) yang selalu menghibur dan memotivasi. Semoga kita bisa jadi anak yang selalu membahagiakan papa dan mama.Miss u so much sista brothers...My lovely family, yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi hingga skripsi ini selesai. 2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Febrianti, M. Si dan Bapak Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan dan ilmu dalam membimbing hingga skripsi ini selesai.
6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Sahabat dan teman hati Ade Andika yang selalu menjadi teman cerita, tempat curhat
dan selalu memberikan semangat, motivasi serta hiburan selama pembuatan skripsi ini.Just wanna say thank you for everything.
8. My girls Umi and the gank (Riri, Umi, Maik, Najwa, Wita, Cory) atas bantuan, semangat dan cerita-ceritanya. Persahabatan ga ada yang lama ataupun baru.
9. Vici Andriani, atas semua motivasi dan bantuannya.
10. My new brother, Robby “Bibo” Fitrio, atas semua bantuannya.
11. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat ’05 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tetap semangat teman-teman...
12. Seluruh pihak yang terkait dalam pembuatan skripsi ini.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain.
Ciputat, 15 Juni 2010
xi
LEMBAR PERNYATAAN ...i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ...iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN...v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ...vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR BAGAN...xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
DAFTAR SINGKATAN... xxiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...6
1.3 Pertanyaan Penelitian...7
1.4 Tujuan Penelitian ...9
xii
1.5.1 Bagi Kepolisian Resort Kota Bogor...11
1.5.2 Bagi Aparat Kepolisian ...11
1.5.3 Bagi Peneliti ...11
1.6 Ruang Lingkup...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi ...13
2.2 Penilaian Status Gizi ...14
2.3 Survei Konsumsi ...17
2.3.1 Recall24 Jam ...18
2.3.2 FFQ (Food Frequency Questionnary) ...20
2.4 Masalah Gizi ...21
2.4.1 Gizi Kurang ...21
2.4.2 Gizi Lebih...22
2.5 Dampak Masalah Gizi Lebih ...24
2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih ...28
2.6.1 Umur...28
2.6.2 Jenis Kelamin ...29
2.6.3 Tingkat Pendidikan ...30
xiii
2.6.6 Aktivitas Fisik ...32
2.6.7 Keadaan Psikologis ...34
2.6.8 Konsumsi Makanan...35
2.6.8.1 Energi ...36
2.6.8.2 Sumber Energi...37
2.6.8.2.1 Karbohidrat ...37
2.6.8.2.2 Protein...38
2.6.8.2.3 Lemak ...39
2.6.8.3 Makanan Kudapan...40
2.7 Kerangka Teori ...41
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep...43
3.2 Definisi Operasional ...45
3.3 Hipotesis ...48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Disain Penelitian ...49
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...49
4.2.1 Lokasi Penelitian ...49
4.2.2 Waktu Penelitian ...49
xiv
4.4 Instrumen Penelitian ...53
4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner...53
4.5.1 Uji Validitas ...53
4.5.2 Uji Reliabilitas...54
4.6 Pengumpulan Data ...55
4.6.1 Jenis Data ...56
4.6.2 Pengukuran Data ...56
4.6.2.1 Umur...56
4.6.2.2 Jenis Kelamin ...57
4.6.2.3 Pengetahuan Gizi...57
4.6.2.4 Aktivitas Fisik ...57
4.6.3 Metode Pengumpulan Data ...59
4.7 Pengolahan Data ...60
4.8 Analisis Data ...61
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Tempat Penelitian...63
5.1.1 Visi Kepolisian Resort Kota Bogor...63
5.1.2 Misi Kepolisian Resort Kota Bogor ...64
xv
5.2.2 Gambaran Umur Polisi...65
5.2.3 Gambaran Jenis Kelamin Polisi ...66
5.2.4 Gambaran Pengetahuan Gizi Polisi...67
5.2.5 GambaranTotal Asupan Energi Polisi...67
5.2.6 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat Polisi ...68
5.2.7 Gambaran Tingkat Konsumsi Protein Polisi...69
5.2.8 Gambaran Tingkat Konsumsi Lemak Polisi ...69
5.2.9 Gambaran Tingkat Konsumsi Makanan Kudapan Polisi ...70
5.2.10 Gambaran Aktivitas Fisik Polisi ...71
5.3 Analisis Bivariat...72
5.3.1 Hubungan Antara Umur Dengan Status Gizi Lebih Polisi ...72
5.3.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Lebih Polisi ... ...72
5.3.3 Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Dengan Status Gizi Lebih Polisi ... ...73
5.3.4 Hubungan Antara Total Asupan Energi Dengan Status Gizi Lebih Polisi .... ...74
5.3.5 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dengan Status Gizi Lebih Polisi...75
xvi
5.3.8 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Makanan Kudapan Dengan Status Gizi
Lebih Polisi ...78
5.3.9 Hubungan Antara Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Polisi ... ...79
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian...80
6.2 Gambaran Status Gizi Lebih Polisi...81
6.3 Hubungan Antara Umur Dengan Status Gizi Lebih ...82
6.4 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Lebih...83
6.5 Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Dengan Status Gizi Lebih ...85
6.6 Hubungan Antara Total Asupan Energi Dengan Status Gizi Lebih ...86
6.7 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dengan Status Gizi Lebih... ...87
6.8 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Protein Dengan Status Gizi Lebih ... ...90
6.9 Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Lemak Dengan Status Gizi Lebih... ...91
6.10 Hubungan Antara Total Konsumsi Makanan Kudapan Dengan Status Gizi Lebih ...93
xvii
7.1 Kesimpulan ...96
7.2 Saran ...98
xviii
Nomor Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO 15
2.2 Klasifikasi IMT Menurut Departemen Kesehatan RI 16
2.3 Kategori Aktivitas Fisik Menuru Jenis Kegiatan 33
3.2 Definisi Operasional 45
4.1 Pembagian Proporsi Sampel 52
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Lebih Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
65
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
66
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
66
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
67
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Total Asupan Energi Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
68
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi Karbohidrat Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
xix
Protein Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi Lemak Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
70
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi Makanan Kudapan Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
70
5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
71
5.11 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Umur Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
72
5.12 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Jenis Kelamin Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
73
5.13 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Pengetahuan Gizi Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
73
5.14 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Total Asupan Energi Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
74
5.15 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Tingkat Konsumsi Karbohidrat Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
xx Tahun 2010
5.17 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Tingkat Konsumsi Lemak Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
77
5.18 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Tingkat Konsumsi Makanan Kudapan Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
78
5.19 Distribusi Status Gizi Lebih Menurut Aktivitas Fisik Pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor Tahun 2010
xxi
Nomor Bagan Halaman
2.4 Kerangka Teori 42
xxii
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Untuk Melakukan Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Kuesioner Konsumsi Makanan
Lampiran 4 Output Univariat
xxiii
AKG Angka Kecukupan Gizi
BB Berat Badan
BMR Bassal Metabolic Rate
CDC Center for Disease Control and Prevention
DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan
cm Centi Meter
DEPKES RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DGKM Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat
dkk Dan Kawan-kawan
FFQ Food Frequency Questionnary
g Gram
GAKY Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
IMT Indeks Massa Tubuh
KEP Kekurangan Energi Proten
kg Kilo Gram
kkal Kilo Kalori
KVA Kurang Vitamin A
xxiv TNI Tentara Nasional Indonesia
URT Ukuran Rumah Tangga
WHO World Health Organization
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga kualitas hidup yang optimal, kualitas sumber daya manusia digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, usia harapan hidup dan tingkat pendidikan (Depkes RI, 2003). Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh seorang yang sehat
dan berstatus gizi baik. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembangunan di bidang gizi mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan sumber daya manusia antara lain dalam meningkatkan kualitas fisik dan kecerdasan serta
produktivitas kerja manusia (Nurusalma, 2006).
Pangan dan gizi memiliki kaitan yang sangat erat. Mengkonsumsi pangan yang sehat akan memiliki gizi yang baik. Dengan keadaan gizi yang baik akan berdampak pada peningkatan produktivitas sumber daya manusia (SDM) sehingga
dapat berperan dalam peningkatan perekonomian keluarga dan bangsa (Muchtadi, 1996). Keadaan gizi yang baik pada usia produktif (18-55 tahun yang merupakan batas usia pensiun PNS (Pegawai Negeri Sipil)) merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia (Handayani, 2002).
perubahan pada peningkatan daya beli masyarakat termasuk dengan pemberian makanan berlebih pada keluarga, peningkatan usia harapan hidup pada golongan lanjut usia dengan kecenderungan memiliki pola makan yang berlebih. Selain itu,
pembangunan nasional membawa perubahan pula pada peningkatan taraf kehidupan dengan berbagai kemudahan-kemudahan fasilitas yang mengarah pada gaya hidup yang sedentaris sehingga mengarah pada perilaku modern, khususnya masyarakat perkotaan dan pinggiran kota dengan kecenderungan memiliki makan yang
mengandung tinggi kalori, lemak serta karbohidrat namun rendah serat sehingga hal tersebut dapat menimbulkan masalah gizi di masyarakat (Satoto, 1998).
Perkembangan masalah gizi merupakan salah satu dampak dari pengaruh perkembangan ekonomi. Sesuai hukum ekonomi bahwa dengan adanya peningkatan
jumlah pendapatan dapat menyebabkan perubahan konsumsi makan yang cenderung lebih bervariasi (Soekirman, 1993). Namun, jika variasi konsumsi makanan tersebut tidak diimbangi dengan kebutuhan energi normal dalam tubuh maka dapat
berpengaruh terhadap keadaan status gizi seseorang (Supariasa, 2001).
Sebagai negara berkembang Indonesia memiliki berbagai masalah gizi, antara lain Kekurangan Energi dan Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia, dan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) dan masalah gizi
lebih yang merupakan suatu halangan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting. Hal ini dapat berpengaruh terhadap ketahanan fisik sehingga mengurangi
rendah diri, kelebihan berat badan juga dapat mengurangi produktivitas kerja (Nurusalma, 2006).
Gizi lebih yang sering diartikan sebagai overweight dan obesitas adalah penimbunan lemak yang melebihi batas normal. Ditinjau dari segi ilmu gizi, obesitas adalah penimbunan trigliserida yang berlebihan di jaringan-jaringan lemak tubuh (Waspadji. 2000). Penumpukan lemak tubuh yang berlebihan tersebut dapat terlihat dengan mudah dan dengan mata telanjang, akan tetapi untuk memastikan
penumpukan lemak tubuh tersebut diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (Soeharto, 2000).
Gizi lebih (overweight dan obesitas) merupakan faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, termasuk tingginya kadar kolesterol
dan tingginya tekanan darah, diabetes mellitus, stroke, dislipidemia, osteoarthritis dan beberapa tipe kanker (endometrium, payudara, kolon) (Wargahadibrata, 2009 dan Moore, 2005). Overweight dan obesitas selain menimbulkan penyakit degeneratif juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseoarang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pergerakan tubuh yang mengakibatkan penurunan produktivitas dan daya tahan tubuh, lebih cepat lelah, kurang aktif bergerak, serta kurang konsentrasi (DGKM, 2007).
Gizi lebih disebabkan karena konsumsi pangan (zat-zat gizi) yang melebihi kebutuhan normal tubuh seseorang, serta perubahan gaya hidup dan pola makan yang bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,
banyak mengandung lemak, protein, gula, dan garam namun miskin serat (Suyono, 1993 dan Muchtadi, 2001).
Faktor yang berpengaruh terhadap gizi lebih (overweight dan obesitas) pada
orang dewasa antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan gizi, pendapatan (Apriadji, 1986; Barasi, 2009), aktivitas fisik (Surjana, 1986; Waspadji, 2003; Muchtadi, 2001; Nugraha, 2009, Barasi, 2009), stress (Muchtadi, 2001; Barasi, 2009), pola konsumsi makanan (Waspadji, 2003; Nugraha, 2009; Barasi),
dan keturunan (genetik) (Waspadji, 2003; Barasi, 2009; Nugraha, 2009).
Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga keamanan dan pertahanan memiliki tugas pokok antara lain pelindung pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia,
keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera (Polri, 2009). Untuk memenuhi tugas pokok tersebut dibutuhkan adanya kemampuan dukungan
yang dapat menjamin kelangsungan kesiapsiagaan setiap anggota kepolisian, meliputi kesehatan, daya pikir dan kesegaran jasmani. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian makanan yang tepat dan bergizi. Selain itu, dengan dilaksanaan kegiatan olahraga secara teratur dan pemeriksaan kesehatan yang berkala juga dapat
dilakukan untuk menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani dari seorang polisi. Seorang anggota kepolisian selalu dituntut untuk mempunyai kondisi kesehatan yang baik dan prima. Kesehatan merupakan modal utama seorang
yang prima dapat dilihat secara langsung dengan penampilan fisik, yaitu seimbangnya antara berat badan dan tinggi badan (Bonasari, 2003).
Prevalensi polisi dengan berat badan lebih atau obesitas di Jepang sebesar
40% (Buletin Bisnis, 2008). Kepolisian di Mexico City mencatat sedikitnya terdapat 70% dari 70.000 anggota polisi dengan berat badan lebih (Kawilarang, 2009). Berdasarkan penelitian Kodyat dkk (1996) di 12 kotamadya di Indonesia diketahui bahwa prevalensi obesitas pada ABRI (antara TNI dan Polisi) sebesar 26,4% (Ilmu,
Keperawatan, 2008). Dari data di atas dapat diketahui bahwa prevalensi gizi lebih pada polisi tergolong tinggi, dan apabila hal ini dibiarkan tanpa penanganan yang maksimal akan dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas dari para polisi.
Kepolisian Resort Kota Bogor merupakan salah satu lembaga kepolisian
yang menangani keamanan di bagian perkotaan. Bogor merupakan kota penopang dari kota metropolitan yaitu Jakarta yang dalam aktivitas sehari-hari merupakan kota yang tingkat aktivitasnya tinggi. Untuk itu dibutuhkan keamanan yang ekstra
ketat dalam menjaga keamanan dan ketertiban kota oleh para anggota polisi.
Menurut penelitian Hamzah (1995), prajurit batalyon Infanteri-2 Marinir berstatus gizi lebih (6,8%). Menurut Nurfatimah (2007), status gizi prajurit Batalyon-33 Cijantung, Jakarta Timur, sebanyak 11,39% berstatus obesitas dan
18,98% berstatus overweight. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November tahun 2009 di Kepolisian Resort Kota Bogor dengan menggunakan data sekunder berupa Daftar Nilai Kesamaptaan Jasmani Anggota Kepolisian Resort
meliputi 25% mengalami overweight dan 20% mengalami obesitas. Sedangkan menurut bagian/satuan, polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor yang paling banyak mengalami kelebihan berat badan adalah bagian Binamitra sebanyak 66,66%
meliputi 57,14% mengalami overweight dan 28,57% mengalami obesitas. Dan bagian/satuan yang anggotanya paling sedikit mengalami obesitas adalah satuan Intelkam sebanyak 17,86% meliputi 3,57%overweightdan 14,29% obesitas.
Dari data di atas dapat diketahui masih terdapat anggota polisi yang
mempunyai status gizi lebih dengan persentase yang cukup tinggi. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi lebih pada Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Seorang aparat kepolisian, selain harus memiliki mental yang baik juga
harus memiliki fisik yang prima. Kondisi kesehatan yang baik terutama gizi dapat terlihat dengan seimbangnya antara berat badan dan tinggi badan..
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November tahun 2009 di Kepolisian Resort Kota Bogor dengan menggunakan data sekunder berupa
Daftar Nilai Kesamaptaan Jasmani Anggota Kepolisian Resort Kota Bogor Semester I Tahun 2009 diperoleh bahwa status gizi lebih sebesar 45%.
Masih terdapatnya anggota polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor yang
kinerja dari para polisi. Karena polisi yang mengalami gizi lebih akan lebih cepat merasa lelah dan mengakibatkan berkurangnya produktivitas kerja dari anggota polisi. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah gambaran status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
2. Bagaimanakan gambaran umur pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
3. Bagaimanakah gambaran jenis kelamin pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
4. Bagaimanakah gambaran pengetahuan gizi pada polisi di Kepolisian Resort
Kota Bogor tahun 2010?
5. Bagaimanakah gambaran total energi pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
6. Bagaimanakah gambaran konsumsi karbohidrat pada polisi di Kepolisian
Resort Kota Bogor tahun 2010?
8. Bagaimanakah gambaran konsumsi lemak pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
9. Bagaimanakah gambaran konsumsi makanan kudapan pada polisi di
Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
10. Bagaimanakah gambaran aktivitas fisik pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
11. Apakah ada hubungan antara umur dengan status gizi lebih pada polisi di
Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
12. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
13. Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi lebih pada
polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
14. Apakah ada hubungan antara total energi dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
15. Apakah ada hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
16. Apakah ada hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
17. Apakah ada hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
18. Apakah ada hubungan antara konsumsi makanan kudapan dengan status gizi
19. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran status gizi pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran umur pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor
tahun 2010.
3. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
4. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
5. Diketahuinya gambaran total energi pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
6. Diketahuinya gambaran konsumsi karbohidrat pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
7. Diketahuinya gambaran konsumsi protein pada polisi di Kepolisian Resort
8. Diketahuinya gambaran konsumsi lemak pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
9. Diketahuinya gambaran konsumsi makanan kudapan pada polisi di
Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
10. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
11. Diketahuinya hubungan antara umur dengan status gizi lebih pada polisi di
Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
12. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
13. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi lebih pada
polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
14. Diketahuinya hubungan antara total energi dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
15. Diketahuinya hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
16. Diketahuinya hubungan antara konsumsi protein dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
17. Diketahuinya hubungan antara konsumsi lemak dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
18. Diketahuinya hubungan antara konsumsi makanan kudapan dengan status
19. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Kepolisian Resort Kota Bogor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Kepolisian Resort Kota Bogor tentang status gizi dan dapat dijadikan sebagai
bahan dalam menentukan program atau kebijakan untuk meningkatkan kesehatan dan status gizi lebih para polisi.
1.5.2 Bagi Aparat Polisi
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dan menambah informasi
kepada para polisi tentang status gizi dan manfaatnya bagi kesehatan.
1.5.3 Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti
dan memberikan pengalaman dengan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor tahun 2010 yang dilakukan pada bulan November 2009 hingga Mei 2010. Variabel yang akan
total energi, konsumsi karbohidrat, konsumsi protein, konsumsi lemak, konsumsi makanan kudapan, dan aktivitas fisik. Penelitian ini perlu dilakukan karena pentingnya kesehatan dan fisik yang prima oleh seorang anggota polisi yang dapat
terlihat dari status gizinya.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedoteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode kuantitatif dan desain
13
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
Almatsier (2006) menjelaskan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Menurut Uripi (2004), status gizi adalah status kesehatan yang merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan kebutuhan
dan zat gizi. Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto dalam Supariasa dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Riyadi (1995) dalam Syafiq dkk (2006) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan.
Gizi dihubungkan dengan proses dalam tubuh untuk kesehatan seperti
penyediaan energi, pembangunan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta pengaturan proses-proses kehidupan dalam tubuh (Almatsier, 2003).
Untuk mendapatkan kapasitas maksimal dalam beraktivitas, manusia harus mendapatkan makanan yang cukup sehingga memperoleh semua zat gizi yang
2.2 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak
langsung meliputi survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2002).
Salah satu cara sederhana dan paling umum digunakan untuk memantau status gizi seorang dewasa adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT).
Pengukuran IMT berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat. Namun, penggunaan IMT tidak dapat dilakukan pada wanita hamil dan olahragawan (Supariasa, 2002). IMT memiliki juga memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan
informasi usia kronologis, karena indeks berat badan per tinggi badan (BB/TB) tersebut akan berubah sesuai dengan perubahan umur.
Adapun rumus IMT tersebut adalah:
Keterangan:
BB : berat badan dalam kilogram (kg) TB : tinggi badan dalam meter (m)
WHO mengklasifikasikan indeks massa tubuh (IMT) dalam beberapa kategori,
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko Kesakitan
Underweight < 18,5 Rendah tapi berisiko
terhadap masalah kesehatan
Batas normal 18,5-24,9 Rata-rata
Overweight > 25
-Preobese 25-29,99 Meningkat
Preobese kelas 1 30-34,99 Sedang (moderate)
Preobese kelas 2 35-39,99 Berbahaya (severe)
Preobese kelas 3 > 40 Sangat berbahaya
(Sumber: WHO, 2000)
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Departemen Kesehatan RI
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat
tinggi
17,0-18,5
Normal > 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0-27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
(Sumber: Departemen Kesehatan, 2003)
Pengukuran IMT pada orang dewasa sangat bermanfaat, karena selain untuk memantau status gizi seseorang dan tingkat obesitas, dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi adanya peningkatan risiko kesakitan dan kematian. Pengukuran
IMT dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan intervensi mengenai masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat obesitas (WHO, 2000).
Kelemahan dari pengukuran ini adalah membutuhkan dua macam alat yaitu
alat untuk mengukur berat badan dengan menggunakan timbangan berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan meteran, pengukuran relatif lebih lama, membutuhkan banyak orang dalam melakukannya, dan sering terjadi kesalahan
2.3 Survei Konsumsi
Survei konsumsi makanan secara umum dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta sebagai dasar perencanaan
dan program pengembangan gizi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan secara khusus tujuan survei konsumsi makanan adalah (Supariasa dkk, 2002).
1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan kelompok masyarakat.
2. Menentukan status kesehatan dan gizi keluarga dan individu.
3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan. 4. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi.
5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi.
6. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan, kesehatan, dan gizi masyarakat.
Menurut Supariasa, dkk (2002) dan Gibson (1990), klasifikasi metode yang digunakan untuk mengukur konsumsi makanan seseorang terdiri dari:
1. Metode Kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak
recall atau record untuk mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi per hari atau lebih dari 1 (satu) hari (periode).
2. Metode Kualitatif
Metode kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode yang dapat digunakan seperti FFQ (Food Frequency Questionnary),dietary history, telepon, dan pendaftaran makanan (Food List). 3. Metode Kualitatif dan Kuantitatif (Semi Kuantitatif)
Memberikan informasi data tentang asupan gizi secara umum dengan memodifikasi FFQ (Food Frequency Questionnary).
2.3.1Recall24 Jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dengan recall24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (Ukuran Rumah Tangga) seperti sendok, gelas, piring, dan lain-lain atau ukuran lainnya yang bias dipergunakan sehari-hari. Dalam recall 24 jam, untuk memudahkan penentuan jumlah konsumsi makanannya, biasanya digunakanfood model(Supariasa, 2002).
dalam ukuran rumah tangga. Energi yang terkandung dalam makanan dan energi
yang diasupnya dihitung.
Recall24 jam ini jangan dilakukan hanya 1 (satu) kali (1x24 jam) karena akan menghasilkan data yang kurang representatif untuk menggambarkan
kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut (Supariasa dkk, 2002).
Menurut Sanjur (1997) dalam Supariasa, dkk (2002) beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 (dua) kalirecall24 jam tanpa berturut-turut dapat memberikan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentangintakeharian individu.
Gersovitz et al (1987) dalam Gibson (1990) menyatakan bahwa masalah
yang dihadapi dalam metode recall 24 jam adalah flat slope syndrome yaitu cenderung untuk melebihkan asupan yang rendah dan mengurangi asupan yang tinggi.
Menurut Supariasa, dkk (2002), ada beberapa kelebihan dan kekurangan
dalam metoderecall24 jam, antara lain: 1. Kelebihan
a. Mudah dilakukan. b. Biaya murah.
c. Cepat.
d. Dapat digunakan pada responden yang buta huruf.
e. Memberikan gambaran nyata makanan yang dikonsumsi individu sehingga
2. Kekurangan
a. Jika hanya dilakukan recall satu hari, tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari.
b. Ketepatan sangat bergantung pada daya ingat responden.
c. Flat slope syndrome yaitu orang cenderung untuk melebihkan asupan yang rendah dan mengurangi asupan yang tinggi.
d. Membutuhkan petugas terlatih.
e. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan.
f. Recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, akhir pecan, pada saat melakukan upacara keagamaan, selamatan, dan lain-lain.
2.3.2 FFQ (Food Frequency Questionnary)
Menurut Supariasa, dkk (2002) metode ini untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Selain itu, dengan FFQ (Food Frequency Questionnary) dapat memperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian. Metode FFQ juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya
(Supariasa, dkk 2002): 1. Kelebihan
a. Relatif murah dan sederhana.
c. Tidak membutuhkan latihan khusus.
d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makanan.
2. Kekurangan
a. Tidak dapat digunakan untuk menghitung intake zat gizi sehari. b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data.
c. Cukup majemuk bagi pewawancara.
d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner. e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
2.4 Masalah Gizi
Status gizi seseorang tergantung dari tingkat konsumsi yang dicapai oleh orang tersebut. Status gizi seseorang terbagi menjadi tiga yaitu gizi baik atau normal, gizi kurang dan gizi lebih. Pada saat sekarang ini, Indonesia dihadapkan
pada dua permasalahan gizi di masyarakat, yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih (Almatsier, 2003).
2.4.1 Gizi Kurang
Status gizi kurang merupakan suatu keadaan kurangnya konsumsi energi
dan protein dalam tubuh. Tingkat kesehatan pada penderita gizi kurang, lebih rendah dibandingkan orang sehat. Status gizi kurang akan berdampak pada kualitas pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental, penurunan
biokimia jaringan tubuh karena terhambatnya reaksi-reaksi metabolik dalam
tubuh. Status gizi kurang selain akan meningkatkan risiko terhadap penyakit khususnya penyakit infeksi, karena daya tahan tubuh yang menurun sehingga mudah terserang penyakit (Sediaoetama, 2000).
Penelitian yang dilakukan para ahli menunjukkan kekurangan energi yang menyebabkan turunnya kekuatan otot (muscular strength) dan ketepatan gerak otot yang menjadikan kerja menjadi tidak efisien. Jika seorang dewasa hidup dengan kandungan energi dari makanannya sebanyak 1800 kalori setiap hri,
maka akan kehilangan kekuatan ototnya sebesar 30% dan efisien kerjanya turun 11% (Moehdji, 2003).
2.4.2 Gizi Lebih
Overweight adalah peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan dengan berat badan standard. Overweight kemudian menjadi istilah yang mewakili “obesitas” baik secara klinis maupun epidemiologis (Nugraha, 2009).
Kelebihan berat badan (overweight) bisa disebabkan oleh atau secara
sendiri atau bersama dengan timbunan lemak, otot maupun tulang yang menyebabkan berat badan seseorang melebihi berat badan orang rata-rata. Umumnya, kelebihan berat badan (overweight) adalah permulaan dari kegemukan atau obesitas. Obesitas sendiri didefinisikan sebagai kelebihan lemak
Khomsan (2004), menambahkan penyebab kelebihan gizi dibagi menjadi
dua faktor yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen adalah terjadinya gangguan metabolisme tubuh sedangkan faktor eksogen adalah kelebihan konsumsi dan kurangnya aktivitas fisik.
Terdapat tiga faktor yang diperkirakan mendorong terjadinya penyakit yang berhubungan dengan masalah gizi lebih, yaitu:
1. Perubahan perilaku masyarakat ke arah menurunnya aktivitas fisik karena tersedianya berbagai kemudahan hidup sehingga terjadi penurunan
penggunaan energi.
2. Perubahan pola makan ke arah semakin tingginya kandungan energi makanan, meningkatnya konsumsi lemak jenuh dan kolesterol, dan konsumsi gula.
3. Masyarakat semakin terbiasa dan menyenangi berbagai jenis makanan terolah, makanan siap santap yang kadar seratnya rendah dan kandugan garamnya tinggi (Moehdji, 2003).
Penyakit gizi lebih (obesitas) berhubungan dengan kelebihan energi di
dalam tubuh. Kelebihan energi ini kemudian diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak ini merupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan serta dalam kegiatan kerja tubuh (Sediaoetama, 2006).
Dalam status gizi lebih, tubuh benar-benar sudah kewalahan menampung kelebihan zat gizi, terutama zat sumber tenaga. Kelebihan tersebut kemudian disimpan dalam bentuk lemak di bawah kulit sehingga orang tersebut akan
menimbulkan berbagai permasalahan baru, seperti menyempitnya pembuluh
darah dan meningginya tekanan darah (Apriadji, 1986).
Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker, dapat memperpendek harapan hidup, reumatik, gallstones, gangguan pernafasan, dan gangguan reproduksi ((Almatsier, 2003; Garrow, 2000 dan Williams & Witkins, 1999).
2.5 Dampak Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih dapat menimbulkan berbagai macam penyakit degeneratif, seperti di bawah ini
1. Penyakit Jantung
Insidensi penyakit jantung (heart attack, angina atau nyeri dada) akan meningkat pada individu yang menderita overweight maupun obesitas (BMI > 25). Seseorang yang menderita obesitas akan memiliki risiko dua kali lebih tinggi
untuk mengalami tekanan darah tinggi, bila dibandingkan dengan orang sehat. Selain itu, obesitas juga berhubungan dengan meningkatknya trigliserida dan menurunnya HDL (Hight Density Lipoprotein) (Wargahadibrata, 2009).
2. Diabetes Mellitus
Peningkatan berat badan sebanyak 5-8 kg akan meningkatkan risiko untuk terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2, dan dua kali lebih tinggi bila dibandingkan individu yang tidak mengalami peningkatan berat badan. Hampir 80% penderita
2009). Pada penelitian di Jakarta pada tahun 1982 juga ditemukan bahwa
diabetes lebih banyak terdapat pada orang-orang yang gemuk dibandingkan dengan orang-orang yang tidak gemuk. Pada penelitian itu, ditemukan bahwa 6,7% daripada orang-orang gemuk menderita diabetes sedangkan orang yang
tidak gemuk hanya 0,95%. Di samping derajat kegemukan rupanya lamanya kegemukan juga berpengaruh. Makin lama orang gemuk makin besar kemungkinan untuk menderita diabetes (Surjana, 1986).
3. Kanker
Overweight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko untuk terjadinya beberapa jenis kanker seperti endometrium, kolon, empedu, prostat, ginjal, dan payudara (postmenopausal). Untuk wanita yang mengalami
peningkatan berat badan lebih dari 5 kg sejak umur 18 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara (postmenopausal), bila dibandingkan dengan wanita yang berat badannya stabil/normal (Wargahadibrata, 2009). Penelitian Perhimpunan Kanker Amerika (The American Cancer Society) yang telah melibatkan satu juta orang menunjukkan bahwa lelaki yang kegemukan mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk meninggal karena kanker usus besar dan prostat. Perempuan yang kegemukan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk meninggal karena kanker empedu,
kanker payudara, dan kanker mulut rahim. Lelaki dengan persentase kegemukan 40% akan berisiko meninggal akibat kanker sebesar 1,33 kali sedangkan wanita berisiko 1,55 kali dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat badan
4. Masalah Pernapasan
Sleep apnea (terhentinya pernapasan ketika sedang tidur) bias terjadi pada seseorang yang menderita overweight atau obesitas. Serta obesitas dapat menimbulkan terjadinya penyakit asma (Wargahadibrata, 2009).
5. Arthritis
Setiap peningkatan 1 kg berat badan, dapat menimbulkan risiko terjadinya arthritis sebanyak 9-13%. Dan penurunan berat badan akan dapat mengurangi masalah akan gejala-gejala arthritis (Wargahadibrata, 2009).
6. Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penelitian menemukan bahwa orang-orang gemuk 10 kali lebih sering mendapat penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan dengan orang yang berat
badannya normal (Surjana, 1986). 7. Disabilitas
Di Finlandia, pensiun karena alasan disabilitas (ketidakmampuan bekerja) terjadi dua kali lebih sering kepada laki-laki yang gemuk dan satu setengah kali lebih
sering kepada perempuan yang gemuk jika dibabandingkan dengan orang-orang yang IMTnya rendah. Penelitian ini didasarkan pada sampel survey nasional 31.000 orang Finlandia yang diikuti sejak tahun 1966/1972 hingga tahun 1982. Hal yang sama terjadi pada 12% wanita Swediaobeseberusia 30-59 tahun yang mendapatkan pensiun disabilitas jika dibandingkan dengan angka 50% dalam populasi umum, wanita obese dilaporkan 1,5-1,9 kali lebih sering mengambil cuti sakit selama 1 tahun jika dibandingkan dengan populasi Swedia yang normal
Pada orang dewasa gizi lebih berpengaruh terhadap ketahanan fisik yang akan
mengurangi kebugaran dan produktifitas kerja (Satoto, 1994). Obesitas seringkali diikuti dengan timbulnya penyakit kronis seperti aterosklerosis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kanker, dan sebagainya. Singapura telah
menyadari kekeliruan ini, dimana pemimpin-pemimpin senior negara tersebut menyatakan bahwa para pemuda calon-calon pemimpin Singapura sekembalinya mengikuti pendidikan di luar negeri, pulang tidak saja dengan membawa gelar Ph.D. tetapi juga dengan membawa obesitas dan kandungan kolesterol dalam
darahnya yang melebihi batas normal. Hal ini tentu saja merugikan, karena sumberdaya manusia tersebut merupakan asset negara, yang dikhawatirkan produktivitasnya akan menurun dan akan banyak yang meninggal dunia pada
usia muda (Muchtadi, 2001). 8. Kehidupan Sosial
Orang gemuk relatif sukar mendapatkan pekerjaan, demikian pula untuk mendapatkan pendidikan, di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat ada
yang membatasi berat badan (Surjana, 1986).Ongkos hidup orang gemuk lebih mahal, misalnya bahan pakaian lebih banyak, makanan lebih banyak di samping itu ongkos-ongkos perjalanan baik becak tidak bias berdua sendiri pun sudah kesempitan. Bagi pasangan suami istri juga ada persoalan bila salah seorang atau
Di masyarakat Barat sikap yang berkembang terhadap mereka yang kegemukan
adalah sikap bermusuhan (hostile). Kegemukan dipandang atau dianggap sebagai suatu akibat kelainan perilaku dan bentuk fisik yang cacat. Orang yang gemuk dipersalahkan atas kondisi tubuhnya itu. Diskriminasi terhadap mereka yang
gemuk ini berlangsung di sekolah, tempat kerja maupun di kumpulan masyarakat lainnya (Tandou, 1986).
2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Lebih
Dari beberapa sumber kepustakaan dan hasil penelitian terdahulu terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih, antara lain:
2.6.1 Umur
Kebutuhan zat gizi berbeda tiap tingkatan umur. Oleh karena itu, dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan dibedakan dalam tiap tingkatan. Menurut Apriadji (1986), umur merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga dapat dihubungkan dengan status gizi.
Umur memiliki pengaruh terhadap penentuan status gizi. Berdasarkan NHANES III (National Health and Nutrition Examination Survey) (1988-1991), faktor usia berhubungan dengan kejadian kelebihan berat badan. Kejadian kelebihan berat badan (overweight) meningkat secara menyeluruh pada orang
dewasa. Pada pria, kejadian overweight meningkat pesat pada usia 45-54 tahun namun setelah itu menurun. Penurunanoverweightpada pria di atas usia 54 tahun kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya rata-rata kematian pada penderita
bertambahnya usia maka aktivitas fisik yang dilakukan juga menurun sehingga
kelebihan energi akan disimpan menjadi lemak dan dapat menimbulkan kegemukan. Suyono (1993) mengemukakan bahwa bertambahnya umur seseorang akan meningkatkan jumlah lemak tubuh, dan ini terjadi pada umur di
atas 35 tahun. Dengan bertambahnya umur juga akan berpengaruh terhadap menurunnya nilai metabolok rate (Hui, 1985).
Pada penelitian Suthiono (2003) diketahui bahwa umur memiliki hubungan bermakna dengan status gizi lebih.
2.6.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi seseorang. Pria lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein daripada wanita, tetapi dalam
kebutuhan zat besi wanita membutuhkan lebih banyak daripada pria. Jenis kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi seseorang, sehingga pada gilirannya ada keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi (Apriadji, 1986).
Prevalensi kelebihan berat badan lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (Garrow, 1993). Hal ini disebabkan karema perempuan mempunyai lebih banyak sel lemak daripada laki-laki per kilogram berat badan. Lemak tubuh pada perempuan digunakan untuk fungsi reproduksi, dimana dapat
Pada penelitian Suthiono, 2003 diketahui bahwa jenis kelamin memiliki
hubungan bermakna dengan satatus gizi. 2.6.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan juga lebih baik. Sering masalah gizi timbul disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi
tentang gizi yang memadai (Berg, 1987).
Menurut Aprijadi (1989), bahwa faktor tingkat pendidikan berperan dalam status gizi seseorang. Dengan tingkat pendidikan tertentu maka seseorang
dapat dengan eudah atau tidak dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Selain itu, daya tangkap mereka terhadap masalah gizi dan cara menanggulangi masalah tersebut.
Pada penelitian di Finland disebutkan bahwa risiko pertambahan berat
badan (> 5 kg/5 tahun) terjadi lebih cepat pada kelompok populasi yang pendidikannya rendah. Disebutkan bahwa populasi dengan tingkat pendidikan rendah lebih menyukai makanan yang berlemak daripada buah dan sayuran yang harganya lebih mahal (Garrow, 2000). Selain itu, rendahnya pendidikan juga
Pada penelitian Nurusalma (2006), diketahui bahwa tingkat pendidikan
memiliki hubungan bermakna dengan status gizi seseorang. 2.6.4 Pengetahuan Gizi
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Ada 5 (lima) tahapan dalam pengetahuan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan. Banyak masalah gizi dipengaruhi oleh keterbatasan pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang
menentukan konsumsi makanan seseorang yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizinya (Breg dan Muscat, 1985).
Gangguan gizi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari,
pengetahuan gizi berpengaruh positif pada asupan makanan (Suhardjo, 1989). Pada penelitian Roselly (2008) diketahui bahwa pengetahuan gizi memiliki hubungan bermakna dengan status gizi (obesitas).
2.6.5 Tingkat Pendapatan
Menurut Supariasa, dkk (2002), penderita gizi kurang lebih banyak ditemui pada golongan dengan pendapatan yang rendah. Pendapatan dan harga barang akan mempengaruhi pola konsumsi dalam masyarakat. Pendapatan
mengkonsumsi makanan dimana konsumsi makanan akan mempengaruhi status
gizi seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Nurfatimah (2007), diperoleh bahwa tingkat pendapatan memiliki hubungan bermakna dengan status gizi seseorang.
2.6.6 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah, maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat (Nugraha, 2009). Orang yang selalau aktif
ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur (WHO, 1995). Pada umumnya seseorang yang gemuk kurang aktif daripada seseorang dengan berat badan normal (Waspadji, 2003).
Menurut WHO (1985) dalam Triwinarto (2006) pengaktegorian aktivitas fisik adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas ringan, jika 75% waktu digunakan untuk duduk atau berdiri, 25% waktu untuk berdiri dan bergerak (≤ 1,70 BMR),
2. Aktivitas sedang, bila 25% waktu duduk atau berdiri, 75%waktu untuk aktivitas fisik tertentu (1,71-2,20 BMR),
Tabel 2.3
Kategori Aktivitas Fisik Menurut Jenis Kegiatan
No. Kategori Aktivitas Jenis Kegiatan
1. Istirahat Tidur, berbaring, dan bersandar
2. Sangat ringan
Duduk dan berdiri, melukis, menyetir mobil, pekerja laboratorium, mengetik, meyapu, setrika, memasak, bermain kartu, bermain alat musik
3. Ringan
Berjalan dengan kecepatan 2,5-3 mph, bekerja
dibengkel, pekerjaan yang berhubungan dengan listrik, tukang kayu, pekerjaan yang berhubungan dengan restoran, membersihkan
rumah, mengasuh anak, golf, memancing, tenis meja
4. Sedang
Berjalan dengan kecepatan 3,5-4 mph, mencabut rumput, mencangkul, menangis dengan keras,
bersepeda, ski, tenis, menari
5. Berat
Berjalan mendaki, menebang pohon, menggali tanah, basket, panjat tebing, sepak bola
Menurut Baecke et al (1982), indeks aktivitas fisik dibagi menjadi tiga
kategori, antara lain:
1. Aktivitas ringan, dengan indeks < 6.5. 2. Aktivitas sedang, dengan indeks 6.6-9.5.
3. Aktivitas berat, dengan indeks > 9.5
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga apabila aktivitas fisik rendah (ringan) maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Sedangkan aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi kemungkinan menngurangi
kemungkinan terjadinya obesitas (Nugraha, 2009).
Berdasarkan penelitian Nurusalma (2006) diperoleh bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi seseorang.
2.6.7 Keadaan Psikologis
Walaupun faktor ini sangat individual tetapi tidak dapat diabaikan begitu saja. Sering terjadi pada keadaan depresi, dimana seseorang cenderung untuk memisahkan diri dari sekelilingnya. Dengan menyendiri maka kegiatan menjadi berkurang selain itu juga ada kecenderungan untuk makan berlebihan
sehingga terjadi obesitas (Suprajitno, 1991).
pula risiko orang tersebut mengalami kegemukan (Kodyat dalam Muchtadi,
2001).
2.6.8 Konsumsi Makanan
Dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada penduduk di
perkotaan adalah gaya hidup konsumsi makan, termasuk dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang dikonsumsi (Muchtadi, 2001).
Pada dasarnya gizi lebih yaitu berupaoverweightdan obesitas disebabkan oleh kalori yang masuk ke dalam tubuh melebihi kalori yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Hal tersebut berakibat pada penimbunan lemak di dalam tubuh. Selain itu, perubahan gaya hidup dengan pola makan yang cenderung kaya akan kerbohidrat sederhana, tinggi lemak dan gula namun rendah
akan vitamin dan serat atau yang dikenal dengan junk food sehingga mempermudah seseorang menderita overweight atau obesitas (Harjadi & Soejadi, 1989 dalam Nurmaya, 2005).
Gizi lebih yaitu berupaoverweightdan obesitas dapat disebabkan karena komposisi makanan terutama pada proporsi makanan yang bervariasi akan zat-zat gizi, termasuk energi utama seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Diketahui bahwa kecukupan intake kerbohidrat perhari secara normal sama dengan cadangan jumlah glikogen antara 50 dan 100%. Sedangkan intake lemak dan protein sama
dengan 0,5% dan 2% dari jumlah cadangan yang tersedia dalam tubuh (Guthrie & Picciano, 1995).
Menurut Muchtadi (2001) dampak dari arus globalisasi yang paling nyata
dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang dikonsumsi. Menurut Pelto
(1980) dalam Suhardjo (1989) hal yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan adalah gaya hidup yang dipengaruhi oleh pendapatan, pekerjaan, tempat pemukiman, suku, struktur rumah tangga, pengetahuan gizi, agama atau
kepercayaan dan karakteristik fisiologis. 2.6.8.1 Energi
Setiap orang membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup guna menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktivitas harian. Energi yang
masuk melalui makanan harus seimbang dengan kebutuhannya, bila hal tersebut tidak tercapai, akan terjadi pergeseran keseimbangan ke arah negatif atau positif. Keadaan berat badan seseorang dapat digunakan sebagai salah satu
petunjuk apakah seseorang dalam keadaaan seimbang, kelebihan, atau kekurangan energi (Sayogo, 2006).
Konsumsi energi tidak seimbang akan menyebabkan keseimbangan positif atau negatif. Kelebihan energi dari energi yang dikeluarkan akan diubah
menjadi lemak tubuh sehingga berat badan berlebih atau kegemukan. Kegemukan berisiko terhadap terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit diabetes mellitus, hipertensi, kanker, jantung koroner, dan harapan hidup lebih pendek. Sebaliknya bila asupan energi kurang dari yang dikeluarkan terjadi
2.6.8.2 Sumber Energi
Energi yang digunakan oleh tubuh buan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan di dalam tubuh, melainkan juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi (Arisman,
2009). Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam bahan makanan. (Almatsier, 2003). Energi yang diperlukan ini dinyatakan dalam satuan kalori (Sediaoetama, 2006).
2.6.8.2.1 Karbohidrat
Karbohidrat adalah senyawa kimia dari karbon, hidrogen dan oksigen yang merupakan sumber energi dan mempunyai peran penting dalam fungsi organ internal, sistem syaraf pusat, otot dan jantung (Purwoko, 2002).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari
monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida. Karbohidrat kompleks memiliki lebih dari dua unit gula sederhana. Karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida dan serat (Almatsier, 2003).
Fungsi karbohidrat yang paling utama adalah sebagai sumber energi
bagi kebutuhan sel-sel dan jaringan tubuh. Sebagian dari hidrat arang diubah langsung menjadi energi untuk aktivitas tubuh, sebagian disimpan dalam glikogen di hati dan otot, dan sebagian lagi akan diubah menjadi lemak tubuh
dijumpai sedikit glikogen. Hal ini karena glukosa merupakan satu-satunya
sumber energi yang dapat digunakan disusunan saraf pusat (Nursanyoto, dkk). Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan kering, dan gula serta hasil olahannya seperti bihun, mie,
roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2003). Menurut Purwoko (2002), tiap gram karbohidrat memberikan energi sebanyak 4 (empat) kilo kalori dan dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan tubuh didapat dari 50%-60% karbohidrat.
Nurfatimah (2007) mengemukakan bahwa konsumsi karbohidrat memiliki hubungan bermakna dengan status gizi seseorang. Hapsari (2007) juga menjelaskan bahwa asupan karbohidrat memiliki hubungan bermakna
dengan status gizi lebih. 2.6.8.2.2 Protein
Sel-sel yang ada dalam tubuh manusia disusun oleh protein. Molekul protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan unsur khusus
yang terdapat dalam protein dan tidak terdapat dalam molekul karbohidrat dan lemak adalah nitrogen (Sediaoetama, 2006).
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.
Nurfatimah (2007) mengemukakan bahwa konsumsi protein memiliki
hubungan bermakna dengan status gizi seseorang. Nurusalma (2006) menjelaskan bahwa konsumsi protein memiliki hubungan bermakna dengan status gizi.
2.6.8.2.3 Lemak
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu. Lemak disimpan dalam tubuh dalam jaringan lemak. Jaringan
ini tidak aktif karena tidak ikut dalam proses metabolisme sehari-hari akan tetapi jaringan ini penting sebagai cadangan energi (Sediaoetama, 1996).
Lemak mempunyai fungsi yang cukup banyak, lemak yang terdapat
dalam pangan berfungsi sebagai (Yuniastuti, 2008):
1. Sumber energi, dimana tiap gram lemak menghasilkan sekitar 9-9,3 kkal. 2. Menghemat protein dan thiamin.
3. Membuat rasa kenyang lebih lama, sehubungan dengan dicernanya lemak
lebih lama.
4. Pemberi cita rasa dan keharuman yang lebih baik. 5. Memberi zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan fungsi lemak dalam tubuh antara lain:
1. Sebagai pembangun/pembentuk susunan tubuh. 2. Pelindung kehilangan panas tubuh.
3. Sebagai penghasil asam lemak esensial.