• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sang Terdakwa karya Indra Tranggono: Dinamika Kepribadian Tokoh Utama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sang Terdakwa karya Indra Tranggono: Dinamika Kepribadian Tokoh Utama"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

SANG TERDAKWA

KARYA INDRA TRANGGONO:

DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA

SKRIPSI

OLEH:

KRISNA SILVIA PANDIANGAN

080701030

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

i

SANG TERDAKWA

KARYA INDRA TRANGGONO:

DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA

OLEH

KRISNA SILVIA PANDIANGAN

080701030

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah

disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum. NIP. 19620419 198703 2 001 NIP. 19500411 198102 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

ii

Karya sastra merupakan bentuk karya imajinatif yang dihasilkan oleh daya cipta manusia yang pada umumnya bersumber dari peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat. Dinamika kepribadian merupakan suatu tenaga atau semangat yang menggerakkan atau mendorong seseorang untuk mengambil sikap atau tindakan yang terjadi di sekitar lingkungan hidup masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dinamika kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Sang Terdakwa karya Indra Tranggono. Untuk mendapatkan hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisa Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan beberapa unsur struktural dalam kumpulan cerpen kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama memiliki dinamika kepribadian yang terdiri dari empat aspek yaitu naluri, baik naluri kehidupan maupun kematian, penyaluran dan penggunaan energi psikis, kecemasan kecemasan riel; kecemasan neurotik; maupun kecemasan moral, serta mekanisme pertahanan ego, yakni sublimasi;

displacement; dan represi. Dinamika kepribadian tersebut disebabkan oleh faktor sosiologis dan faktor psikis. Faktor sosiologis dan psikis tersebut menimbulkan dinamika kepribadian yang umumnya dialami oleh masyarakat dengan status sosial menengah ke bawah.

Kata-kata kunci:

(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Sang Terdakwakarya Indra

Tranggono: Dinamika Kepribadian Tokoh Utama” adalah benar hasil karya penulis. Judul

yang dimaksud belum pernah dibuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain demi

memperoleh gelar kesarjanaan. Semua sumber data yang diperoleh telah dinyatakan dengan

jelas, benar sesuai aslinya. Apabila dikemudian hari, pernyataan yang saya buat ini tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2012

Penulis

Nama : Krisna Silvia Pandiangan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan

kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul

Sang Terdakwa karya Indra Tranggono: Dinamika Kepribadian Tokoh Utama” disusun

untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, baik

moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku Ketua Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Drs. Haris

Sutan, M.Sp., selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis.

3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

memberikan ilmu, waktu, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan ilmu dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Drs. Hariadi Susilo, M.Si., selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan

(6)

v

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan

pengajaran kepada penulis.

7. Kedua orang tuaku yang terkasih dan tercinta, Ayahanda M. Pandiangan dan Ibunda T.

Sinaga yang telah banyak memberikan kasih sayang, pelajaran hidup bagi penulis dan

turut serta dalam mendidik, mendoakan dan mendukung baik moril maupun materil,

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

8. Saudara-saudariku yang terkasih, Abang-abangku Parulian Pandiangan, Paulus

Pandiangan, Venansius Pandiangan, dan kakakku Leovanny Pandiangan, yang selalu

mendukung, mendoakan dan menjadi inspirasi bagi penulis dalam keadaan apapun untuk

tetap bersemangat, sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

9. Seluruh Keluarga Mahasiswa Katolik yang turut menjadi bagian indah dalam hidupku,

Abang/Kakak dan Adik-adik di UKM KMK St. Albertus Magnus USU dan KMK St.

Gregorius Agung FIB.

10. Seluruh teman-teman di Komunitas Sant’ Egidio Medan yang tercinta, adik-adik Sekolah

Damai, dan Oma-Opa di Panti Jompo Karya Kasih, yang telah memberikan warna

pelangi dalam hidup penulis sebagai makhluk sosial yang berkarakter dan menjunjung

tinggi nilai kemanusiaan.

11. Kakak Tika sebagai pegawai di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis.

12. Teman-temanku terkasih, Ivo Oscar Simamora yang telah meminjamkan kumpulan

(7)

vi

Ganda, Jigoro, Nandus, Bg Markus, Monika, Benediktus, Bernike, dan kak Noni yang

selalu menjadi keluarga bagi penulis.

13. Sahabat-sahabat Kepompongku, Novita, Susanti, Iwa, dan Adrina yang menjadi keluarga

kecilku di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

14. Seluruh rekan-rekan 2008, abang/kakak stambuk 2004-2007, dan adik-adik 2009-2012

dari berbagai Fakultas dan Jurusan di Universitas Sumatera Utara.

15. Semua orang yang telah turut membentuk pribadi penulis menjadi seseorang yang

bertumbuh dalam iman dan cinta kasih, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis

membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi perkembangan ilmu

humaniora yang lebih bermanfaat.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan seperti kata bijak yang

disampaikan oleh Mother Teresa bahwa “Mengenal diri sendiri membuat kita berlutut dengan

rendah hati”. Ad maiorem Dei Gloriam.

Sekian dan terima kasih.

Medan, Desember 2012

Penulis

Nama : Krisna Silvia Pandiangan

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 5

2.1.1 Dinamika Kepribadian ... 5

2.1.2 Tokoh Utama ... 6

2.1.3 Id ... 6

2.1.4 Ego ... 7

2.1.5 Superego ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.3 Tinjauan Pustaka ... 10

(9)

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 13

3.3 Teknik Analisis Data ... 14

BAB IV ANALISIS STRUKTURAL 4.1 Penokohan ... 15

4.1.1 Tokoh Utama ... 16

4.1.2 Tokoh Pendukung ... 17

4.2 Latar (setting) ... 32

4.2.1 Latar Fisik Berupa Wilayah dan Bangunan ... 32

4.2.2 Latar Sosial ... 37

4.3 Tema ... 40

BAB V DINAMIKA KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA 5.1 Naluri (Insting) ... 48

5.2 Penyaluran dan Penggunaan Energi Psikis ... 55

5.3 Kecemasan ... 63

5.4 Mekanisme Pertahanan Ego ... 72

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 82

6.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA

(10)

ii

Karya sastra merupakan bentuk karya imajinatif yang dihasilkan oleh daya cipta manusia yang pada umumnya bersumber dari peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat. Dinamika kepribadian merupakan suatu tenaga atau semangat yang menggerakkan atau mendorong seseorang untuk mengambil sikap atau tindakan yang terjadi di sekitar lingkungan hidup masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dinamika kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Sang Terdakwa karya Indra Tranggono. Untuk mendapatkan hasil tersebut dipergunakan teori psikologi sastra dengan penerapan teori-teori psikoanalisa Sigmund Freud. Metode penelitian yang dipergunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang akan dibahas. Analisisnya dilakukan dengan menganalisis dan mendeskripsikan beberapa unsur struktural dalam kumpulan cerpen kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditemukan bahwa tokoh-tokoh utama memiliki dinamika kepribadian yang terdiri dari empat aspek yaitu naluri, baik naluri kehidupan maupun kematian, penyaluran dan penggunaan energi psikis, kecemasan kecemasan riel; kecemasan neurotik; maupun kecemasan moral, serta mekanisme pertahanan ego, yakni sublimasi;

displacement; dan represi. Dinamika kepribadian tersebut disebabkan oleh faktor sosiologis dan faktor psikis. Faktor sosiologis dan psikis tersebut menimbulkan dinamika kepribadian yang umumnya dialami oleh masyarakat dengan status sosial menengah ke bawah.

Kata-kata kunci:

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan bentuk karya imajinatif yang dihasilkan oleh daya cipta

manusia yang pada umumnya bersumber dari peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat.

Jabrohim (2001:167) mengatakan bahwa:

Karya sastra adalah hasil pikiran pengarang yang menceritakan segala permasalahan yang ada di masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Pengarang mengungkapkan permasalahan itu karena pengarang berada dalam ruang dan waktu. Di dalam ruang dan waktu tersebut pengarang senantiasa terlibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata, ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata di dalamnya berinteraksi.

Hal ini berarti karya sastra dijadikan sebagai media pengungkapan pengarang dalam

menciptakan suatu karya imajinatif yang dekat dengan kondisi sosial masyarakat. Kondisi

sosial yang ada dalam masyarakat tersebut ternyata memberikan pengaruh yang besar

terhadap perkembangan pemikiran masyarakat, baik kondisi ekonomi, sosial, maupun politik.

Dalam hal ini karya sastra menjadi media pengungkapan yang tepat bagi pengarang dalam

menciptakan hasil karya yang imajinatif dan kreatif.

Karya sastra merupakan bentuk ekspresi kejiwaan seorang pengarang untuk

mengungkapkan isi hatinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Endraswara (2008:102)

yang menyatakan bahwa “Karya sastra merupakan ungkapan kejiwaan pengarang, yang

menggambarkan emosi dan pemikirannya. Karya sastra lahir dari endapan pengalaman yang

telah dimasak dalam jiwanya”. Oleh karena itu, sastra merupakan sesuatu yang dekat dengan

nilai-nilai yang dihayati penyair atau sastrawan serta keyakinannya yang melandasi pikiran

terhadap lingkungannya, hidup dan kehidupannya.

Kehidupan masyarakat dengan persoalan hidup dan berbagai macam goncangan

(12)

persoalan hidup yang tragis. Persoalan hidup di tengah kegoncangan sosial ini lebih

didominasi oleh masyarakat wong cilik , khususnya yang ada di kota-kota besar

(metropolitan). Situasi kecemasan dan kekuatan kekuasaan (politik) yang dialami

masyarakat, menjadikan perkembangan kepribadian manusia akan nilai sosial semakin

menurun. Secara psikologis, situasi tersebut memengaruhi kepribadian orang dewasa,

masyarakat secara keseluruhan termasuk anak-anak. Permasalahan yang terjadi pada

masyarakat ini secara riil memberikan suatu pengalaman yang dapat dijadikan bentuk karya

apresiasi sebagai keprihatinan akan kondisi tersebut.

Bicara soal wong cilik, ada satu hal penting yang tidak boleh dilupakan, yaitu status

sosial. Status sosial menjadi masalah yang penting bagi mereka, karena masalah sosial ini

tampaknya memengaruhi kepribadian seseorang yang riil dirasakan oleh mereka dalam

kehidupan sehari-hari. Bertolak dari adanya rasa kurang nyaman akibat kondisi lingkungan

yang mengancam, menjadikan penelitian terhadap karya sastra ini penting, khususnya dari

segi psikologisnya sesuai dengan kepribadian seseorang yang menimbulkan berbagai

dinamika kepribadian berkaitan dengan psikologi sastra. Dalam hal ini Endraswara (2008:96)

mengatakan bahwa “Psikologi sastra adalah kajian yang memandang karya sebagai aktifitas

kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Karya sastra

yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan

melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa”.

Dalam sebuah penelitian, topik yang akan dikaji harus menarik dan bermanfaat.

Sehubungan dengan uraian tersebut, penulis memilih kumpulan cerpen Sang Terdakwa

(selanjutnya disingkat ST) karya Indra Tranggono. Adapun alasan penulis memilih kumpulan

cerpen ST Indra Tranggono menjadi bahan analisis yaitu: (1) Tema dan permasalahan hidup

(13)

Imajinasi dan pengalaman pengarang sangat luas tentang sebuah dunia kejiwaan manusia

yang kelam. (3) Karakteristik tokoh dan isi cerita dalam setiap cerpennya menarik.

Dalam kumpulan cerpen STterdapat tokoh-tokoh yang mengalami goncangan dengan

pikiran dan pandangan-pandangan hidupnya sendiri, tidak hanya digambarkan dalam

tindakan-tindakan jasmani, tetapi justru reaksi-reaksi kejiwaan yang lebih mewarnai

kehidupan tokoh. Berdasarkan reaksi-reaksi kejiwaan yang dialami tokoh dalam menjalani

kehidupannya tersebut, penulis akan mendeskripsikan dinamika kepribadian tersebut sebagai

upaya menemukan hal-hal yang bermanfaat dalam penelitian psikologi sastra dengan

penerapan teori-teori psikoanalisa Sigmund Freud.

1.2 Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang diteliti

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah unsur-unsur intrinsik dalam kumpulan cerpen Sang Terdakwa karya

Indra Tranggono?

2. Bagaimanakah dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama dalam kumpulan

cerpen Sang Terdakwakarya Indra Tranggono ditinjau dari psikologi sastra?

1.3 Batasan Masalah

Sebuah penelitian sangat membutuhkan batasan masalah agar penelitian tersebut

terarah dan tidak terlalu luas sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Pembahasan dalam

kajian ini dibatasi pada unsur-unsur intrinsik berupa tokoh dan perwatakan, latar atau

setting, dan tema. Kemudian menganalisis dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama

yang ditinjau dari segi psikologi sastra dengan menerapkan teori-teori psikologi khususnya

(14)

Kumpulan cerpen ST terdiri atas dua puluh cerpen, dan penulis hanya menganalisis

lima cerpen yang akan dijadikan pembahasan, yaitu Kota Kami Dicekam Ketakutan,

Palaran, Sepasang Mata yang Hilang, Burung-burung yang Menyergap, dan Anoman

Ringsek. Kelima cerpen yang akan dibahas tersebut memiliki dinamika kepribadian manusia

yang lebih kental dan dapat mewakili cerpen yang lainnya.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dalam kumpulan cerpen ST karya Indra

Tranggono

2. Mendeskripsikan dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama dalam kumpulan

cerpen STkarya Indra Tranggono ditinjau dari psikologi sastra.

1.4.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

1. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan sastra

Indonesia terutama dalam pengkajian cerpen Indonesia modern dengan

pendekatan psikologi sastra.

2. Memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama bidang bahasa dan sastra

Indonesia, khususnya dalam analisis cerpen dengan tinjauan psikologi sastra.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca umum, khususnya

sastra Indonesia terhadap penganalisisan dinamika kepribadian seseorang.

2. Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan pembaca dalam mengetahui dinamika

(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) “Konsep merupakan (1) rancangan atau buram

surat dsb; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) gambaran

mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi

untuk memahami hal-hal lain”. Jadi, konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan

menentukan arah pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Dengan kata

lain, konsep digunakan sebagai kerangka atau pijakan untuk menjelaskan, mengungkapkan,

menggambarkan, atau pun memaparkan suatu objek atau topik pembahasan. Konsep yang

dimaksud adalah gambaran dari objek berupa kumpulan cerpen ST karya Indra Tranggono

yang akan dibahas dalam tulisan ilmiah yang berjudul Sang Terdakwa Karya Indra

Tranggono : Dinamika Kepribadian Tokoh Utama. Berdasarkan pengertian di atas maka

karya ilmiah ini akan melibatkan beberapa konsep yang menjadi dasar pembahasan pada bab

selanjutnya. Konsep-konsep itu adalah sebagai berikut.

2.1.1 Dinamika kepribadian

Secara etimologi dinamika kepribadian berasal dari dua kata yaitu dinamika dan

kepribadian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:329) “Dinamika adalah gerak

(dari dalam); tenaga yang menggerakkan; semangat, sedangkan kepribadian adalah sifat

hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakannya dari

orang atau bangsa lain”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dinamika kepribadian itu adalah

(16)

sikap atau tindakan yang terjadi di sekitarnya. Penelitian ini berusaha menemukan dinamika

kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami yang terdapat dalam

kumpulan cerpen Sang Terdakwakarya Indra Tranggono.

2.1.2 Tokoh Utama

Menurut Kamus Istilah Sastra (1990:56) “ Protagonis atau dengan istilah lain tokoh

utama, adalah tokoh dalam karya sastra yang memegang peran pimpinan di dalam drama atau

cerita rekaan. Protagonis tidak identik dengan wirawan (gagah perkasa), tetapi selalu menjadi

tokoh yang sentral”. Lebih lanjut Aminuddin (1987:80) menjelaskan bahwa tokoh protagonis

adalah pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca karena memiliki

watak. Jadi, dapat diartikan bahwa tokoh utama merupakan pelaku atau orang yang berperan

penting dan utama dalam sebuah cerita rekaan.

2.1.3 Id

Koswara (1991:32) menjelaskan defenisi id yaitu "Sistem kepribadian yang paling

dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan”. Id merupakan sistem

kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan

dengan dunia luar. Lebih lanjut Freud (dalam Koswara, 1991:38-39) menjelaskan bahwa

“Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat

dalam diri manusia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri

kematian (death insticts)”. Berdasarkan uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa jika

pemenuhan kebutuhan id terhambat, akan terjadi konflik-konflik yang menimbulkan rasa

gelisah, sakit, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan. Dalam pemenuhan kebutuhan id

(17)

2.1.4 Ego

Koswara (1991:33) mengatakan bahwa ego adalah “Sistem kepribadian yang

bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan

fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (the reality principle)”. Hal ini dapat dikaitkan

seperti orang yang lapar harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan

(rasa lapar) dalam dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan

tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego.

Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang antara dorongan naluri id

dengan keadaan lingkungan yang ada.

Menurut Freud (dalam Koswara,1991:34) “Ego dalam perjalanan fungsinya tidak

ditujukan untuk menghambat pemuas kebutuhan atau naluri yang berasal dari id, melainkan

bertindak sebagai perantara dari tuntunan–tuntunan naluriah organisme di satu pihak dengan

keadaan lingkungan di pihak lain. Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri–

naluri yang tidak layak atau yang tidak bisa diterima oleh lingkungan”. Hal ini berarti bahwa

ego berfungsi sebagai pemelihara kelangsungan hidup suatu individu.

2.1.5 Superego

Koswara (1991:33) mengatakan bahwa superego adalah sistem kepribadian yang

berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk).

Selanjutnya Freud (dalam Koswara,1991:35) menjelaskan bahwa “Superego terbentuk

melalui enternalisasi nilai-nilai dan aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang

berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Jadi,

bisa dikatakan superego terbentuk karena adanya fitur yang paling berpengaruh seperti orang

tua. Dengan terbentuknya superego pada individu, maka kontrol terhadap sikap yang

(18)

2.2 Landasan Teori

Dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan teori psikologi sastra. Endraswara

(2008:96) mengatakan bahwa “Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya

sebagai aktifitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam

berkarya. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan

aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa”.

Lebih lanjut Ratna (2004:350) mengatakan “Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada

aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian,

dapat diungkapkan gejala-gejala psikologis tokoh, baik yang tersembunyi atau sengaja

disembunyikan pengarang”. Uraian-uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa psikologi

sastra merupakan sebuah teori yang berusaha menemukan aktifitas serta aspek kejiwaan

tokoh dalam sebuah karya sastra.

Roekhan (dalam Endraswara, 2008:97) mengatakan bahwa “ Pada dasarnya, psikologi

sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan yaitu (1) pendekatan tekstual, (2) pendekatan

reseptif-pragmatik, (3) pendekatan ekspresif”. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

pendekatan yang pertama yaitu pendekatan tekstual. Pendekatan tekstual yang dimaksud

yaitu mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Demikian pula halnya dalam karya

ilmiah ini yaitu sebuah kumpulan cerpen yang keseluruhan ceritanya membahas atau

mengungkapkan bagaimana ketakutan atau kecemasan yang dialami oleh tokoh-tokohnya

dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan jiwa tokoh mengalami pergolakan yang diakibatkan

oleh kekuatan (kekuasaan politik) yang terjadi pada situasi zaman yang diuraikan dalam

cerita-cerita tersebut. Berdasarkan pergolakan hidup yang dialami tokoh, perlu adanya

pendalaman akan unsur-unsur intrinsik sebagai pembangun dari karya sastra tersebut.

Analisis struktural diperlukan sebagai bahan kajian untuk membuat analisis lebih lanjut. Dari

(19)

sastra yang akan mempermudah dalam pembuatan analisis selanjutnya. Langkah dalam

menganalisis struktural adalah (a) mengidentifikasi unsur- unsur intrinsik yang membangun

karya sastra secara lengkap dan jelas, mana tema dan mana yang tokohnya, (b) mengkaji

unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, alur, penokohan, latar dalam

sebuah karya sastra, (c) menghubungkan masing-masing unsur sehingga memperoleh

kepaduan makna menyeluruh dari sebuah karya sastra (Nurgiyantoro, 1998: 37).

Dalam menganalisis secara struktural, penelitian ini hanya membatasi pada tema,

tokoh, dan latar atau setting yang ada dalam cerpen-cerpen yang dipilih terkait dengan

persoalan yang diangkat yaitu dinamika kepribadian tokoh utama dari tinjauan psikologi

sastra. Oleh karena itu, tujuan analisis adalah membongkar dan memaparkan secermat,

seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan anasir dan aspek

karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984:135).

Analisis akan dilakukan dengan penerapan teori-teori psikologi khususnya

psikoanalisa Sigmund Freud dalam kumpulan cerpen tersebut. Sigmund Freud dianggap

sebagai pencetus psikologi sastra, ia menciptakan teori psikoanalisa yang membuka wacana

penelitian psikologi sastra. Freud (dalam Koswara, 1991:36) mengemukakan bahwa

“Manusia mempunyai daya pendorong untuk melakukan berbagai hal dengan menggunakan

energi. Energi ada dua yaitu energi fisik dan energi psikis. Energi fisik adalah energi yang

dipakai untuk kekuatan fisik, sedangkan energi psikis adalah energi yang digunakan untuk

kekuatan psikologis”.

Tujuan dari psikoanalisis dari Freud adalah membawa ke tingkat kesadaran mengenai

ingatan atau pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, yang diasumsikan sebagai sumber

perilaku yang tidak normal dari pasiennya (dalam Walgito, 2002:61). Demikian pula dalam

dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga pendorong (cathexis) dan

(20)

oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu naluri, sedangkan anti-kateksis

adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari id) untuk menekan atau mencegah agar id

tidak memunculkan naluri–naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki

kateksis, sedangkan egodan superego memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga

bisa membentuk kateksis-objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara

tidak langsung, masih berkaitan dengan asosiasi–asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang

diinginkan oleh id. Hal ini dipertegas kembali oleh Koswara (1991:37) bahwa pengerahan

dan pengalihan energi psikis dari satu objek ke objek lain ini merupakan gambaran dari

dinamika kepribadian dalam teori Freud, yang sekaligus menunjukkan plastisitas dari tingkah

laku manusia. Oleh karena itu lingkungan merupakan bagian yang sangat mempengaruhi

kehidupan manusia.

Dalam kumpulan cerpen ST terdapat sejumlah peristiwa-peristiwa mengancam yang

dialami manusia di lingkungannya. Lingkungan tempat orang hidup tersebut memang kadang

kala bisa mengancam dan membahayakan. Dalam menghadapi ancaman biasanya orang

merasa takut, karena kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil

dikendalikan oleh ego, maka ego diliputi kecemasan. Freud (dalam Koswara, 1991:45)

membedakan kecemasan menjadi tiga, yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan

kecemasan moral atau perasaan bersalah. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan individu

tentang adanya bahaya. Ketika timbul kecemasan, maka ia akan memotivasi individu untuk

melakukan sesuatu. Kecemasan adalah suatu konsep terpenting dalam psikoanalisa dan juga

memainkan peranan yang penting, baik dalam perkembangan kepribadian maupun dinamika

kepribadian.

2.3 Tinjauan Pustaka

Kumpulan cerpen ST karya Indra Tranggono merupakan kumpulan cerpen yang

(21)

kekuasaan, sehingga menarik untuk dianalisis.. Sepanjang sepengetahuan dan penelusuran

penulis, kumpulan cerpen STkarya Indra Tranggono belum pernah diteliti oleh mahasiswa di

Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.

Namun penelitian dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra dengan objek

kajian yang berbeda telah dibahas oleh Fitrianingrum, Memi (UNM,2003) dengan judul

Dinamika Kepribadian Tokoh Utama dalam Kumpulan Cerpen Dua Dunia Karya N.H. Dini

(http:/s10.histats.com/107.swf/2/april/2012). Penelitian ini mendeskripsikan dinamika

kepribadian tokoh utama dalam tiap cerpen, dinamika kepribadian tokoh utama dalam

kumpulan cerpen Dua Dunia, dan faktor-faktor pembentuk dinamika kepribadian tokoh

utama dalam kumpulan cerpen Dua Dunia. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian

deskriptif kualitatif dengan memanfaatkan pendekatan psikologi psikoanalisis. Hasil analis

tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama dalam kumpulan cerpen ini memiliki dinamika

kepribadian yang terdiri dari empat aspek yaitu insting baik insting kehidupan dan kematian,

distribusi dan penggunaan energi psikis, kecemasan atau ketakutan, dan mekanisme

pertahanan ego.

Paryano (UMS, 2003) dengan judul Aspek Moral dalam Novel Para Priyayi; Analisis

Psikologi Sastra (http://baktimu.blogspot.com.july/30/2012) yang mengkaji empat hal yaitu

(1) peranan keluarga terhadap perkembangan tokoh, (2) penyesuaian diri dalam masyarakat,

(3) agama dalam kehidupan tokoh, dan (4) motivasi kerja tokoh. Selain itu Dewi Ariani

(UNM, 1991) dengan judul Perkembangan Kepribadian Tokoh Chen Chen dalam Novel

Fatimah Chen Chen Kajian Psikologi Perkembangan, dengan mengkaji aspek perkembangan

kepribadian tokoh Chen dengan menghubungkan karakter penokohan dan aspek kejiwaan

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Sebuah penelitian membutuhkan metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif kualitatif, Artinya, data yang dianalisis dan hasil analisisnya

berbentuk deskripsi dan tidak berupa angka-angka. Menurut Whitney (dalam Kaelan,

2005:58), metode dekriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan

sistematis. Misalnya dalam hubungannya dengan penelitian masyarakat, penelitian deskriptif

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam

mayarakat serta situasi tertentu. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah (Moleong, 2005:6). Uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa

penelitian ini bertujuan mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian

yang teliti dan menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu/kelompok).

Adapun hal-hal yang perlu dipaparkan dalam penelitian ini meliputi data, sumber

data, dan teknik pengumpulan data.

1. Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau kalimat-kalimat

dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, sebagai data formal adalah kata-kata,

kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 47). Data yang dimaksud adalah kata-kata, kalimat, dan

wacana yang terdapat pada kumpulan cerpen STkarya Indra Tranggono.

2. Sumber Data

(23)

Judul : Sang Terdakwa

Pengarang : Indra Tranggono

Penerbit : Yayasan Untuk Indonesia

Tebal Buku : 128 hal + xiii

Cetakan : Pertama

Tahun Terbit : 2000

Warna Sampul : Perpaduan warna hitam, coklat, dan abu-abu

Gambar Sampul : terdapat gambar perawakan manusia yang dibuat dengan garis-garis

hitam membentuk lukisan dan memperlihatkan jeruji besi di atasnya.

Desain Sampul : Ronny K. Sukmawanto

Sumber data di atas merupakan data primer yang akan dianalisis sebagai data utama.

Selain data primer terdapat juga data sekunder yang juga diperlukan seorang peneliti. Sumber

data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku sastra, artikel dari internet, dan

sebagainya yang relevan dengan penelitian.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik pustaka,

menyimak, dan mencatat. Teknik pustaka dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber

tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dan catat yakni dilakukan dengan menyimak

secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer yang merupakan karya sastra

berupa teks kumpulan cerpen yaitu Sang Terdakwa. Hasil penyimakan terhadap sumber data

tersebut kemudian dirangkum dan dicatat untuk digunakan dalam penyusunan laporan

(24)

Dalam data yang dicatat itu, disertakan pula kode sumber datanya untuk pengecekan

ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data (Subroto,

1992:41-42).

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis kumpulan cerpen ST ini

adalah deskriptif analisis. Dalam analisis deskriptif ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih

berdasarkan masalah yang akan dibahas. Cara kerjanya ialah dengan mendeskripsikan

data-data yang sudah diidentifikasi lewat proses pembacaan berulang-ulang. Hal itu dapat

dilakukan dengan menganalisis masalah-masalah intrinsik dalam kumpulan cerpen ST

kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dinamika kepribadian yang dialami tokoh utama.

Analisis tersebut didasari oleh teori-teori pendukung yang berhubungan dengan topik

penelitian yaitu penerapan teori psikoanalisa Sigmund Freud. Dengan mendeskripikan

analisis secara benar dan terperinci maka akan dicapai kesimpulan yang akurat sebagai hasil

(25)

BAB IV

ANALISIS STRUKTURAL

4.1 Penokohan

Tokoh merupakan salah satu bagian penting dari suatu penciptaan karya sastra. Tokoh

sebagai salah satu unsur pembangun kesatuan dalam karya sastra, memberikan peran yang

istimewa sebagai pelaku dalam cerita. Kehadiran tokoh akan sangat memengaruhi

perkembangan jalan cerita maupun konflik dalam cerita. Menurut Jones (dalam

Nurgiyantoro, 1998:165) bahwa “Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita”. Gambaran tokoh yang dilakonkan oleh

seseorang tersebut tentunya memiliki karakter atau perwatakan tersendiri. Istilah tokoh dan

perwatakan sering dipergunakan dalam arti yang sama karena keduanya memiliki kepaduan

yang utuh. Dalam karya sastra, tokoh itu memiliki peranannya masing-masing. Tokoh dapat

berupa tokoh sederhana dan tokoh bulat. Nurgiyantoro (1998:181-183) mengatakan tokoh

sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak

yang tertentu saja. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya yang memiliki berbagai

sikap dan tindakan.

Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam suatu karya

sastra. Dalam hal penceritaannya tersebut tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu

berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Nurgiyantoro (1998:177) memperjelas bahwa

tokoh utama selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting

yang memengaruhi perkembangan plot, sedangkan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan

cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama,

secara langsung ataupun tidak langsung. Demikian halnya dalam sebuah karya sastra,

(26)

menjadi tokoh protagonis dan ada pula tokoh antagonis. Aminuddin (1987:80) menjelaskan

bahwa tokoh protagonis adalah pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi

pembaca karena memiliki watak. Tokoh antagonis adalah pelaku yang tidak disenangi

pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh yang

memiliki peranan penting dalam sebuah cerita yaitu tokoh utama. Dalam penceritaannya

tokoh utama menjadi inti dari suatu ide cerita yang disampaikan pengarang, sedangkan tokoh

tambahan atau pendukung menjadi pelengkap yang mengokohkan sebuah cerita. Dalam

kesempatan ini penulis akan membahas tokoh-tokoh yang penting saja berupa tokoh utama

dan tokoh tambahan dengan perwatakan yang paling menonjol dan berperan penting.

Tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen Sang Terdakwaakan dipaparkan sebagai berikut:

4.1.1 Kota Kami Dicekam Ketakutan

4.1.1.1 Tokoh Utama

a. Ogaz

1) Tegar, Tangguh

Ogaz merupakan tokoh utama yang penting dalam cerpen ini. Ogaz adalah salah satu

pemuda desa yang ikut mengalami dan menyaksikan situasi mencekam yang dirasakan setiap

penduduk. Ketenteraman tidak lagi dapat dirasakan penduduk semenjak peristiwa-peristiwa

aneh yang mereka rasakan. Di kota mereka telah terjadi kematian yang secara mendadak

tanpa diketahui pati penyebabnya. Ogaz turut serta dalam menyaksikan korban-korban orang

tidak bertanggung jawab dan tidak dikenal mati secara kejam. Ogaz merupakan pemuda yang

tegar dan tangguh dalam menghadapi kejadian-kejadian yang dialami masyarakat kota

mereka. Ketegaran yang ada pada Ogaz menjadikannya pasrah dan ikhlas pada situasi.

(27)

kekuasaan. Orang-orang yang dianggap melawan dan mengganggu keamanan penguasa akan

kehilangan nyawanya. Hal tersebut menjadi suatu kecemasan bagi Ogaz yang merasa

ketakutan dan tertekan setiap waktunya. Ogaz harus menegarkankan hati menghadapi

kejadian yang mencekam kota mereka.

Ketenteraman itu sekarang terasa hilang dari genggaman kami dan berganti mimpi buruk yang begitu leluasa menindih hati kami. Seluruh warga kota kami sangsi, apakah kami masih hidup atau sudah mati. Kami sering berkelakar dan mencoba meyakinkan diri bahwa daya hidup masih kami miliki (ST, 2000 ; 2).

2) Taat Agama

Ogaz pun harus sering menahan air mata karena harus menyaksikan satu persatu

saudara-saudaranya meninggal tanpa sebab yang jelas. Ogaz merupakan pemuda jujur dan

sederhana yang merasa tertekan karena kondisi sosial. Hanya doa-doa dan pengharapan yang

saat itu ia ucapkan,

… kami pun rajin mengirimkan doa-doa agar saudara kami itu sedikit tertolong. Kepada Tuhan kami katakan, saudara kami itu memang kehilangan hati. Sama sekali tida ada niat untuk korupsi. Korupsi hanya menjadi urusan orang-orang rakus. Sedang saudara kami itu sangat tidak rakus dan sangat tidak berbakat untuk korupsi. Dan lagi, untuk apa mengkorupsi karunia Tuhan? Tuhan selalu member tanpa diminta (hal. 3). … Air mataku, air mata kami menetes. Dalam genangan linangan air mata, terbayang wajah-wajah yang ikut rapat. Wajah-wajah yang takut, cemas dan marah tapi tak mampu berbuat apa-apa (ST, 2000; 5).

Setiap ucapan yang disampaikan Ogaz hanyalah bentuk kecemasan yang dirasa sangat

menyakitkan dan menuntut kesabaran dan ketaatan kepada Tuhan. Tangisan tidak lagi dapat

ditahannya dan kepiluan akan situasi yang mencekam kota mereka tersebut. Wajah

kecemasan menjadi bagian dari diri mereka.

4.1.1.2 Tokoh Pendukung

a. Lolong

Lolong muncul ketika beberapa penduduk sedang berkumpul membicarakan kejadian

yang setiap hari merenggut nyawa saudara-saudara mereka. Dia berusaha untuk

(28)

penyebab. Peristiwa yang mencekam kota mereka tersebut membuat lolong hanya

menduga-duga penyebabnya. Namun, kekhawatiran dan kecemasan tetap tidak dapat dihindarinya.

Kami terhenyak, ketika Lolong, salah satu saudara kami mengabarkan bahwa ada seorang kaya raya dan berpengaruh sedang menjalani laku ilmu gaib tertentu. Katanya, ia membutuhkan ribuan hati manusia. Hati segar itu dikeringkan dan digerus, kemudian disedu dengan madu dan diminum. “ Siapa pun yang minum ramuan itu akan kuat selamanya,” ujar Lolong (ST, 2000; 3).

Situasi mencekam yang dirasakan ternyata dialami oleh Lolong tanpa ada yang

menduga. Sehari setelah mereka berkumpul, mayat Lolong pun ditemukan.

Kami pun dengan cemas meneliti wajah mayat itu. wajah yang penuh luka oleh benda tajam. Kami menemukan bekas luka cacar itu dipipi mayat itu. tubuh kami mendadak lemas. Kami pun memeriksa mayat-mayat yang lain. Kekhawatiran kami terbukti. Kami menemukan mayat Lolong (ST, 2000; 5).

Kepasrahan Lolong dan sikapnya yang hanya menduga-duga pelaku dari pembunuhan pada

malam itu, menjadi kata-kata terakhirnya sebelum menjadi korban ketidakadilan yang

mencekam kota mereka.

b. Brazak

Brazak merupakan salah satu teman Ogaz yang pemberani. Brazak sesekali

melontarkan kata-kata perlawanan terhadap kejadian yang mereka alami yang tidak tahu

siapa pelaku dibalik kejadian. Walaupun kekuatan kekuasaan yang lebih kuat pada saat itu, ia

tidak ingin pasrah dan hanya diam. Brazak berani melawan dan ingin mencari tahu apa,

mengapa, dan siapa yang menjadi penyebab meninggalnya saudara-saudara mereka. Hal

tersebut terlihat dari perkataan yang dilontarkan Brazak saat mengetahui semakin banyak

korban yang mati mendadak.

“Lebih baik melawan daripada mati konyol!” seru Brazak.

Seruan itu tak ada sahutan. Tak ada tanggapan. Kami membangu kesunyian menjadi makin perkasa mengurung kami (ST, 2000; 4).

(29)

Brazak ternyata tidak dapat menghindar dari maut. Sama seperti Lolong, sehari

setelah mereka berkumpul bersama, ia harus kehilangan nyawa. Seluruh penduduk kembali

berduka karena beberapa dari teman-teman Ogaz yang berkumpul menjadi korban kehilangan

nyawa.

4.1.2 Palaran

4.1.2.1 Tokoh Utama

a. Adipati Anom

1) Ambisius, egois

Adipati Anom adalah tokoh yang ambisius dan egois. Hal tersebut terlihat dari

keberhasilannya menantang dan memonopoli kekuasaan Adipati Sepuh yang dianggapnya

tidak bisa memimpin Kadipaten Padas Lintang. Melalui tembang Palaran yang dilantunkan

mampu menyulut api perlawanan pada rakyat yang kecewa terhadap Adipati Sepuh. Adipati

Sepuh merupakan tokoh masa lalu Adipati Anom yang dianggapnya gagal memimpin.

Adipati Sepuh dipenggal kepalanya dan Adipati Anom juga membersihkan orang-orang yang

dianggap mendukung Adipati Sepuh.

… ketika ia dengan gagah berani mengalunkan tembang palaran untuk menantang Adipati Sepuh yang dinilainya tak becus memimpin Kadipaten Padas Lintang. Kepala Adipati Sepuh dipenggal dan diarak keliling Kadipaten lalu digantung di alun-alun (hal.15).

Sejak peristiwa penggantungan itu, Adipati Anom makin sering mengumpulkan massa di alun-alun untuk membakar semangat para kawula, mencari pembenaran atas penyingkiran dan pembersihan para nara praja pendukung Adipati Sepuh. Kadipaten Padas Lintang dipenuhi aroma mayat ribuan orang. “Kadipaten ini bisa kokoh berdiri jika didukung orang-orang besih dan berwibawa,” Adipati Anom mengunci pidatonya (ST, 2000; 15).

Peristiwa tersebut memberikan tekanan psikis terhadap Adipati Anom. Setiap hari Adipati

Anom tersiksa dengan suara gamelan tembang palaran yang dianggap mengingatkannya pada

(30)

orang sekitarnya heran. Dia memaksa semua orang untuk tidak bermain gamelan dan dengan

kekuasaannya masyarakat Kadipaten harus patuh.

Gamelan menjadi benda haram. Tembang palaran menjadi hal yang tabu untuk dilantunkan. Dalang-dalang, para pemain ketoprak, para pemain wayang orang tidak ada yang berani memprotes aturan itu (ST, 2000; 16).

… untuk menghibur warga Adipati Anom mengundang ahli-ahli gendhing di pendopo kadipaten. Mereka diperintahkan untuk memainkan gamelan dan mengalunkan tembang yang berisi pemujaan atas keagungan Adipati Anom yang terbukti mampu membangun kejayaan Kadipaten Padas Lintang (ST, 2000; 16).

Adipati merasa bahwa dengan kekuatan dan kekuasaannya, dia akan dapat memimpin dan

berwenang sesuai dengan kebijakannya saja.

2) Emosional

Adipati Anom juga tokoh yang emosional. Sikap tersebut tampak pada tekanan yang

dialaminya. Istrinya, Nyai Adipati menjadi korban atas emosional yang dimiliki Adipati.

“Semprul! Kamu! Kamu bisanya Cuma macak dan manak!” Bentak Adipati Anom, kesal.

“Tutup semua pintu! Tutup semua jendela! Tutup semua lubang udara! Cepat! Guooooblok!” Adipati terguling-guling di peraduan (ST, 2000; 14).

Kemenangan yang didapat oleh Adipati Anom ternyata memberi tekanan baginya. Adipati

terus dibayangi oleh kekalahan Adipati Sepuh. Kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya

sekarang tidak dapat menghilangkan gangguan suara tembang palaran yang terus didengar

dan membayangi Adipati tersebut. Kemenangan yang didapat Adipati Anom membuat

kehidupannya tidak tenang.

4.1.2.2 Tokoh Pendukung

a. Nyi Adipati

1) Penyabar, Penurut

Peranan Nyi Adipati sebagai istri Adipati Nyoman dapat dikatakan figur yang

(31)

belakangan emosional. Akibat peristiwa yang dialami Adipati Anom yang istrinya pun tidak

mengerti penyebabnya, harus terpontang-panting mendampingi dan menerima perlakuan

Adipati. Nyi Adipati harus bersabar menghadapi dan melakukan setiap perintah yang

disuruh. Hal tersebut terjadi selama Adipati mengalami serangan tembang palaran.

… Adipati Anom menjerit keras. Sangat keras. Setengah telanjang Nyai Adipati bangun. Wajahnya pucat pasi melihat Adipati Anom terguling-guling di ranjang sambil terus menjerit. Nyai Adipati mencoba menenangkan suaminya (ST, 2000; 13).

Kesabaran Nyi Adipati harus semakin diperkuat ketika Adipati Anom semakin tidak nyaman

dengan suara gamelan yang melantunkan tembang palaran. Telinga Adipati terasa

menyakitkan dan terus terbayang akan wajah kemarahan Adipati Sepuh. Ketidaktenangan

Adipati tersebut membuat Nyi Adipati harus bertegar hati dan menuruti setiap perintah

Adipati yang mengeluarkan kata-kata kasar.

Nyai Adipati menggeleng. Pertanyaan itu kembali diulangi, tetapi jawabannya sama. Gelengan itu membuat Adipati murka.

“Semprul! Kamu! Kamu bisanya Cuma macak dan manak!” Bentak Adipati Anom, kesal.

“Tutup semua pintu! Tutup semua jendela! Tutup semua lubang udara! Cepat! Guooooblok!” Adipati terguling-guling di peraduan. Masih setengah telanjang Nyai Adipati bergega, lintang pukang menutup semua lubang udara dengan sobekan kainnya (ST, 2000; 14).

b. Warga Kadipaten

Warga Kadipaten memiliki peranan yang cukup penting dalam rangkaian cerita. Warga Kadipaten harus ikut mendapat imbas dari apa yang dialami Adipati Anom. Seluruh warga takut dan harus kehilangan mata pencaharian untuk beberapa waktu. Warga dilarang memainkan gamelan dan akan dikenakan sanksi jika tetap melantunkannya. Perintah yang dikeluarkan oleh Adipati sebagai pemimpin yang berkuasa, mau tidak mau harus dipatuhi. Warga harus menjadi korban kekuasaan Adipati yang dianggap di luar akal sehat.

… Gamelan-gamelan itu disita atas nama keamanan kadipaten. Kemudian diikuti keluarnya keputusan: siapapun dilarang keras menabuh gamelan dan mengalunkan tembang palaran. Jika melanggar, hukuman gantung sanksinya.

(32)

Keadaan tersebut harus dirasakan warga mengingat keadaan Adipati Anom yang terus merasa

terganggu akan tembang palaran yang didengarnya sendiri, yang orang lain tidak mendengar

apa-apa. Bayangan wajah amarah Adipati Sepuh membuat Adipati Anom tidak tenang dan

warga Kadipaten ikut merasakan akibatnya. Kekuasaan dan kemenangan yang didapat

Adipati Anom menjadi bumerang bagi kehidupannya.

4.1.3 Sepasang Mata yang Hilang

4.1.3.1 Tokoh Utama

a. Kamil

Kamil merupakan tokoh penting dan menjadi menjadi sorotan dalam cerpen ini. Dia

merupakan seorang pemuda yang baik dan jujur. Awalnya, Kamil seorang yang normal

dalam pergaulan di lingkungan sekitarnya. Namun semenjak Kamil jatuh di suatu

perempatan, ia memiliki sikap aneh yang tidak dapat diterima oleh dirinya sendiri dan

orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang tuanya. Ia tanpa segan-segan mengatakan

sejujur-jujurnya dengan apa yang dia rasakan dan lihat.

Semula Kamil adalah pemuda desa yang perilakunya normal. Kejadian yang mengenaskan ini bermula ketika Kamil jatuh diperempatan jalan desa, sepulang dari mancing. Ia tidak luka sedikit pun. Ia Cuma pingsan. Tapi begitu ia membuka matanya, ia merasakan hal yang aneh. Matanya mampu melihat apa yang tak dilihat orang lain (ST, 2000; 20).

Keanehan yang dialami Kamil membuat dia merasa tertekan walaupun setiap tindakan yang

dilakukan dan perkataan yang disampaikannya merupakan suatu refleksi diri yang seharusnya

diketahui oleh orang yang menjadi sasaran. Kejujuran yang disampaikakan Kamil dianggap

aneh karena hanya ia yang bisa melihat dan merasa seperti apa buruknya wajah orang yang

dilihatnya. Salah satunya adalah juragan tembakau yang merasa sangat tersinggung akan

perkataan Kamil yang terang-terangan menghinanya.

(33)

itu berubah menjadi wajah raksasa dengan taring-taring tajam. Tidak hanya dua. Seluruh gigi Pak Karso berubah menjadi taring, dengan cipratan darah di sana-sini. Kamil berteriak histeris. Seluruh isi rumah kaget. Juga Pak Karso.

“Kamu itu ada apa, tho?” ibunya mendesak. “Saya… Saya melihat butho!”

“Di sini, di mana?” ujar Pak Karso nibrung pembicaraan. “Di sini. Di…di wajah sampeyan.”

Jawaban itu berubah menjadi petir yang mencabik-cabik perasaan Pak Karso (ST, 2000; 20).

Keberanian yang dimiliki Kamil dalam menyampaikan apa yang dilihatnya membuat orang

disekitarnya merasa tidak nyaman. Situasi zaman yang dirasakannya menjadikan dia dijauhi

dan diasingkan orang tuanya. Korban dari apa yang dilihat oleh matanya bukan hanya satu

atau dua orang saja, tetapi sudah banyak dan dari berbagai profesi. Namun, ada juga

masyarakat desa yang ketika diajak berbicara oleh Kamil, mereka sangat akrab dan Kamil

tidak ada menghina atau melihat wajah aneh dari lawan bicaranya.

“Apa mata Kamil selalu memandang aneh siap saja yang dijumpainya?” Tanya Pak Lik Kamil.

“Wah ya nggakmesti. Buktinya ia kemarin bisa ngobrol panjang dengan Pak Tular,” sahut Yu Sonto. bersinar, seperti sedang menemukan sesuatu (ST, 2000; 23).

Kehidupan yang dialami oleh Kamil sangat memprihatinkan. Sesungguhnya yang

dilihat dan disampaikan oleh Kamil merupakan suatu gambaran pribadi dari setiap orang

yang tidak bisa ditutup-tutupi, tetapi tidak ada yang menyadari apa sebenarnya yang telah

terjadi. Kejujuran dianggap suatu yang menyakitkan dan kehidupan yang tidak adil jelas

(34)

4.1.3.2 Tokoh Pendukung

a. Pak Kardi

Pak Kardi adalah ayah Kamil. Ayahnya menjadi pribadi yang kasar dan marah-marah,

terutama semenjak Kamil mengalami kejadian yang aneh. Pak Kardi merasa sangat malu

dengan perbuatan Kamil yang dianggap menghina orang yang dilihatnya tanpa sebab. Segala

cara dilakukan oleh Pak Kardi supaya tidak ada lagi yang mengeluh kepadanya akibat dari

tingkah Kamil yang aneh. Pak Kamil berusaha semaksimal mungkin agar tidak membuat

keluarga mereka malu. Namun setiap harinya selalu saja ada tetangga yang melapor tentang

sikap Kamil. Pak Kardi pun dengan terpaksa melarang Kamil keluar rumah dan disekap di

dalam kamar. Tindakan itu merupakan sikap yang tepat menurut Pak Kardi. Kamil merasa

sangat sedih dan protes akan tindakan ayahnya yang dianggap tidak adil bagi Kamil.

“Apa salah saya? Apa salah kedua mata saya?”

“Mau tahu? Karena kamu itu punya mata kurang ajar. Masih beruntung matamu itu tidak saya cungkil,” ujar ayahnya ketus, sambil mendorong Kamil masuk ke kamar dan menguncinya (ST, 2000; 22).

Keluarga Kamil sangat bingung, terutama Pak Kardi yang merasa punya tanggung

jawab sebagai orang tua Kamil. Kekuatan orang-orang yang memiliki kekuasaan, menjadi

bumerang bagi Pak Kardi dan keluarganya. Pak Kardi bingung mau berbuat apa, sehingga

Kamil harus menerima tekanan.

b. Yu Sonto

Yu Sonto merupakan ibu yang penyayang bagi Kamil. Meskipun Yu Sonto merasa

prihatin dan cemas dengan kelakuan Kamil yang aneh, ia tetap berusaha agar Kamil dalam

keadaan baik-baik saja. Hal tersebut berawal dari sikap Kamil yang berteriak histeris setiap

melihat orang yang dianggapnya seperti hantu, sampai ketika Pak Lik Kamil yang datang

(35)

… ia terus berteriak ketakutan. Tubuhnya mengejang. Yu Sonto mengambil minuman dingin. Dengan setengah dipaksa Kamil menenggak air itu.

“Kamu itu kerasukan setan, ya? Kok teriak-teriak kayak anak kecil. Sebenarnya itu ada apa tho?” ujar ibunya, cemas (ST, 2000; 20).

Ibu Kamil di dalam cerpen ini sebenarnya tidak begitu menunjukkan peran yang menonjol,

tetapi beberapa perkataan Yu Sonto memberi suatu gambaran yang jelas tentang apa yang

dialami oleh Kamil.

“Apa mata Kamil selalu memandang aneh siap saja yang dijumpainya?” Tanya Pak Lik Kamil.

“Wah ya nggakmesti. Buktinya ia kemarin bisa ngobrol panjang dengan Pak Tular,” sahut Yu Sonto.

“Pak Tular itu siapa?”

“Dia itu cikal bakal desa ini yang waktunya habis untuk memikirkan nasib orang lain.”

“Aneh, ya.”

“Berarti ada sesuatu yang aneh pada diri Kamil,” cetus Pak De Kamil dengan mata bersinar, seperti sedang menemukan sesuatu (ST, 2000; 23).

Kejadian-kejadian yang dialami oleh Kamil membuat Bu Yu Sonto cemas dan tetap

menunjukkan kasihh sayangnya kepada Kamil. Yu Sonto tetap berharap agar Kamil segera

cepat sembuh dari keanehannya.

Selain dari tokoh-tokoh yang disebutkan di atas masih ada beberapa tokoh yang

berperan sebagai pendukung yakni Pak Karso, Tante Trustikam, dan beberapa warga desa

yang menjadi korban keanehan Kamil. Kemudian ada juga tokoh yang dikenal dengan

julukan Dua sosok hitam yang tidak jelas orangnya, yang berusaha mengejar Kamil pada

tengah malam dan mencungkil kedua matanya.

4.1.4Burung-burung yang Menyergap

4.1.4.1 Tokoh Utama

a. Gerusta

(36)

Gerusta adalah seorang orator yang selalu tampil secara terhormat oleh setiap

kata-kata yang dikeluarkannya. Kata-kata-kata yang diberikan oleh Gerusta dianggap memiliki

kekuatan yang sangat berpengaruh bagi massa yang dipimpinnya. Ia hidup dengan dan oleh

kata-kata yang mampu memberikan semangat yang berkobar-kobar pada ribuan bahkan

jutaan massa. Gerusta bekerja sebagai orator yang biasanya memberikan arahan, janji-janji

yang dianggap dapat menyejahterakan hidup masyarakat. Arahan serta janji-janji yang

diberikan Gerusta merupakan sebuah arahan maupun bentuk pemantapan suatu kader organisasi

yang dianggap sangat berpengaruh.

Kehidupan Gerusta tak dapat dibebaskan dari kata-kata. Ia hidup dengan kata-kata. Ia hidup dari kata-kata. Entah sudah berapa juta kata yang sudah meluncur dari mulutnya. Kata-kata gemerlap yang mampu menggerakkan ratusan bahkan ribuan orang. Di tangannya, kata-kata bukan sekadar indah, gagah dan bermakna dalam, tetapi juga memiliki daya sihir yang luar biasa (ST, 2000; 53).

Berdasarkan keahlian yang dimiliki Gerusta dalam menyampaikan kata-kata, ia menjadi

merasa orang yang penting. Namun ia merasa sadar bahwa ia dikuasai oleh kata-kata yang

mengantarkannya pada tekanan akan munculnya burung-burung yang menyergap.

Tubuhnya yang loyo dan jiwanya yang lelah menyadarkan Gerusta, betapa kata-kata kini tak dimilikinya melainkan sudah memiliki dirinya. Bahkan menguasainya (ST, 2000; 53).

Setiap orasi yang diberikan dengan tujuan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat ternyata semakin menggambarkan Gerusta sebagai orator yang hanya

mengumbar janji lewat kata-kata. Perjuangan yang diharapkan masyarakat hanya sebuah

retorika yang dianggap sebagai harapan, yang tidak tahu kapan harapan-harapan tersebut

tercapai.

2. Hipokrit

Gerusta dikenal sebagai penggerak massa yang mampu memberi janji lewat kata-kata.

Situasi yang dihadapinya dalam berbagai orasi, baik janji dalam menyejahterahkan rakyat

(37)

dirinya. Sikap Gerusta yang hipokrit atau sosok yang munafik secara tidak langsung ada pada

pribadinya. Lewat kata-katanya, ia dengan sewenang-wenang dapat memberikan orasi kapan

saja dia mau. Sikapnya yang dianggap vokal ternyata hanya sebatas kata-kata yang munafik

karena dia sendiri tidak dapat lagi menguasainya, tetapi dikuasai oleh kata-kata.

Seperti biasa, mesin kata itu langsung memintal puluhan, ratusan, ribuan kata menjadi kalimat. Kalimat-kalimat itu pun begitu litany menganyam emosi massa.

… wajah Gerusta tampil begitu ekspresif, dengan mimik yang begitu terlatih (ST, 2000; 56).

Gerusta malahan menganggap bahwa anggotanya yang bekerja dengannya, tidak bisa dengan

baik menjalankan tugas. Mereka dianggap hanya bergantung pada kemampuannya. Dia

merasa menjadi “hero” dalam setiap orasinya, tetapi dibalik kata-kata yang dilontarkan

menjadi mimpi buruk bagi kehidupannya. Kejadian yang menimpa Gerusta yaitu

burung-burung yang menyergap, menjadi tekanan serta pukulan yang keras baginya atas perbuatan

yang dilakukannya selama ini. Dia merasa dikejar oleh burung-burung yang menyerbunya

sampai ia lemah, sama seperti sebelumnya ketika dia menyerbu tiap massa lewat kata-kata.

4.1.4.2 Tokoh Pendukung

a. Gretta

Gretta merupakan salah satu kader Gerusta yang cantik dan memiliki sifat yang

inisiatif. Peran yang dimiliki Gretta dalam rangkaian cerita cerpen ini tidak begitu banyak

namun penting. Gretta adalah salah satu kader yang menelepon Gerusta pada saat ia

menghadapi kejadian yang tidak tahu sebabnya, yaitu disergap oleh burung-burung. Gretta

meminta Gerusta untuk memberikan arahan, pemantapan, atau sejenis orasi kepada

kader-kadernya, sama seperti yang biasa dia lakukan di depan massa. Gretta berusaha meyakinkan

Gerusta untuk menghadiri acara yang dipersiapkan, tetapi Gerusta tidak mau datang dengan

alasan sakit. Gretta sebagai kader yang juga ikut menanti-nantikan orasi Gerusta, merasa

tidak yakin dengan keadaannya. Gretta pun berinisiatif untuk langsung menjumpai Gerusta ke

(38)

Usaha Gretta ternyata memberikan hasil, walaupun awalnya Gerusta merasa malu

harus bertemu dengan Gretta yang cantik. Gerusta merasa kalau wajahnya telah hancur

karena sergapan burung-burung, tetapi Gretta sama sekali tidak mendapati wajah Gerusta

yang rusak. Gretta berusaha meyakinkan Gerusta bahwa wajahnya tidak mengalami

kerusakan apa-apa. Pada akhirnya Gerusta pun bersedia kembali ke publik untuk memberikan

orasinya.

“Saya Gretta, Pak. Maaf Pak, kami sudah lama menunggu Bapak, suara seorang wanita dari dalam telepon.

“Kondisi kesehatan saya sedang buruk. Kalian khan bisa jalan sendiri,” Gerusta memperbesar vokalnya.

“Agak susah, Pak. Untuk pemantapan kader, hanya Bapak yang mampu. Mereka menunggu bimbingan, pengarahan dan restu sekaligus petunjuk Bapak.” (ST, 2000; 52).

“ Pak Gerusta, ini saya Gretta.”

Berhari-hari tak kenal wanita, suara kadernya yang cantik itu sedikit menghibur Gerusta. Pintu itu segera dibukanya (ST, 2000; 55).

Inisiatif yang dilakukan Gretta untuk menjumpai Gerusta secara langsung untuk

memintanya memberi orasi ternyata berhasil setelah meyakinkannya bahwa wajah Gerusta

dalam keadaan baik-baik saja.

Selain dari tokoh-tokoh yang disebutkan di atas masih ada beberapa tokoh yang

berperan sebagai pendukung yakni dokter Shoaraz yang merawat Gerusta ketika masuk

rumah sakit karena tekanan yang dialaminya, kemudian massa yang siap mendengarkan

pidato ataupun orasi yang disampaikan Gerusta.

4.1.5 Anoman Ringsek

4.1.5.1 Tokoh Utama

a. Wondo

1. Tegar

Wondo merupakan tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam rangkaian cerita ini.

(39)

Dalam kehidupan sehari-harinya, Wondo bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga hanya

dari berperan sebagai wayang. Pendapatan yang dihasilkan sangat minim. Wondo dan

istrinya masih harus tetap mengutang ke warung atau tetangga, agar tetap hidup. Peran

Wondo sebagai wayang, dirasa sangat memprihatinkan kehidupannya. Penghasilan Wondo

sebagai wayang sangat kecil. Kehidupan yang lebih baik dengan harta yang berkecukupan,

menjadi impian Wondo. Namun, keadaannya sebagai “wong cilik” harus diterima oleh

keluarga dan teman-temannya yang juga sebagai wayang. Hal tersebut tergambar dari

keinginan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih maju.

Hampir dua puluh tahun Wondo menjadi anak wayang. Peran Anoman lekat dalam dirinya sejak lima belas tahun yang lalu (ST, 2000; 110).

“Tapi saya pengin kerja lain.”

“Apa? Pegawai? Ingat izsahmu. Atau kuli tukang batu?

Apa kamu mampu? Kemampuanmu Cuma jadi anak wayang. Menari. Itu kodrat, tekuni saja (ST, 2000; 111).

Ketegaran yang dimiliki Wondo ternyata memberikan tekanan yang kuat baginya.

Setelah selesai acara wayang digelar pada suatu malam, ia jatuh sakit dan sejak kejadian itu

kesadarannya dianggap tidak wajar oleh orang sekitarnya. Kehidupan “wong cilik” yang

dialami Wondo memberikan tekanan psikis baginya. Tingkahnya aneh dan menjadi tragis

Di panggung, para pemain mendadak kaget. Wondo, pemeran Anoman itu, menggelepar. Sekujur tubuhnya basah keringat dingin. Wajahnya pucat. Memutih (ST, 2000; 109).

Kejadian yang dialami Wondo merupakan cerminan suatu imajinasi dan kenyataan yang

hadir dalam kehidupannya yang membaur menjadi satu. Perannya sebagai pekerja wayang

yang diharapkan dapat menghasilkan kehidupan yang berkecukupan akhirnya hanya menjadi

benang kusut.

4.1.5.2 Tokoh Pendukung

a. Jaiman

(40)

Jaiman merupakan dalang yang juga merangkap sebagai juragan Ramayana dalam

pekerjaan wayang yang dilakoninya. Dalam rangkaian cerita ini, Jaiman memiliki peran yang

cukup penting yang sangat berpengaruh terhadap tokoh utama yaitu Wondo. Jaiman adalah

orang yang tegas dalam cerita ini. Kehidupannya sebagai “wong cilik” dianggap sebagai

sesuatu yang harus diterima. Bertahun-tahun Jaiman juga bekerja sebagai wayang dalam

pertunjukan, yang harus bertanggung jawab memperhatikan setiap anak wayangnya.

Penghasilan yang pas-pasan membuat Jaiman harus bisa mengatur keuangan untuk gaji para

wayang dan juga bagian administrasi lainnya yang harus dibayar selama pertunjukkan

wayang. Situasi zaman yang susah ekonomi dan juga sistem kekuatan politik, harus dihadapi

Jaiman dengan cukup sulit. Ini merupakan suatu realitas kehidupan sebahagian besar

penduduk di sekitar Tobong. Hal-hal demikian dapat terlihat dari setiap pergolakan hidup

yang mereka alami.

Dia Cuma capai. Sebentar lagi juga sadar. Bawa ke kamarnya.” ujar Jaiman setelah mengucapkan beberapa mantra.

“Biarkan ia istirahat. Jangan diganggu. Eeee… Min… Tukimin…gimana karcisnya? Berapa yang laku? Pajaknya besok saja. Bilang kita tombok terus. Eeee… Jo… tolong belikan rokok. Sekalian puyer untuk Wondo. Cepet! Rahwana kok klelar-kleler.” (ST, 2000; 109).

Jaiman merasa memiliki tanggung jawab sebagai dalang dan mencoba untuk melakukan yang

terbaik bagi anak wayang lainnya. Kejadian tersebut semakin memprihatinkan ketika Wondo

jatuh sait dan tidak bisa lagi bermain wayang sebagai Anoman.

Jaiman sendiri juga bingung. Ia harus mencari pengganti Wondo. Jaiman pusing memikirkan lakon Anoman Obong besok malam.

“Pak, tadi orang Dipenda datang lagi. Mereka minta uang pajak segera dilunasi.” Kasidi memberanikan diri bicara. Jaiman diam. Tangannya memegang kepalanya yang terasa berat (ST, 2000; 110).

Himpitan ekonomi yang dialami Jaiman dan saudara-saudaranya yang hidup dari hasil

bermain wayang semakin terasa sulit. Situasi sulit yang mereka hadapi tersebut memberikan

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, agar putusan kepailitan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Indonesia dapat memiliki kekuatan eksekutorial terhadap harta Debitor Pailit yang terdapat

Pengaruh model uji kompetensi akuntansi terhadap kompetensi lulusan yang siap kerja, hasilnya positif dan signifikan, artinya model uji kompetensi yang memenuhi

Golongan ini sejak dari kecil telah memiliki keperibadian tertutup kerana menerima tekanan dari masyarakat sehingga menjadi seorang yang pendiam, pemalu dan tidak

Data Yuridis (yuridis tanah), mengenai haknya; siapa pemilik/pemegang haknya, kategori status hak tanah, ada atau tidak adanya hak-hak pihak lain yang membebani. Jadi

Pengaruh Pemberian Pupuk Organonitrofos Dan Kombinasinya Dengan Pupuk Kimia Terhadap Serapan Hara Dan Produksi Tanaman Jagung ( Zea Mays L.) di Musim Tanam Ke Dua Pada

Based on these results, it can be concluded that the students’ parents had strong efforts to encourages their children to connect with people who speak Javanese language.. This

Selama ini, tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh bising lingkungan sekolah dan intensitas suara guru saat mengajar terhadap munculnya kelelahan