• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Waktu Reaksi Optimum Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Enzim Lipase Candida Rugosa Dalam Pelarut Tert-Butanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Waktu Reaksi Optimum Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Enzim Lipase Candida Rugosa Dalam Pelarut Tert-Butanol"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Hasil analisa kadar air dan kadar asam lemak bebas minyak inti sawit

1. Kadar air minyak inti sawit

% air =(cawan kering+minyak inti sawit)–(cawan kering+minyak inti

sawitkering)

Berat minyak inti sawit

= 45,05 – 43,05 x 100%

2

= 2%

Kadar air dalam minyak inti sawit yang digunakan adalah 2%

2. Kadar asam lemak bebas (%ALB) minyak inti sawit

%ALB = V . N . BM x 100%

G . 1000

= 0,8 x 0,1 x 200 x 100%

5 x 1000

= 0,32%

(3)

Lampiran 2. Gambar Proses Gliserolisis

a) substrat reaksi gliserolisis b) proses inkubasi gliserolisis

(4)

Lampiran 3. Hasil Analisa Kromatografi Lapis Tipis

a) hasil KLT senyawa standart

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Akoh, C. C., Lee, G. C., Shaw, J. F. 2004. Protein Engineering and Applications of Candida rugosa Lipase Isoforms. Lipids. 39: 513.

Anggoro, D. D. dan Budi, F. S. 2008. Proses Gliserolisis Minyak Kelapa Sawit Menjadi Mono Dan Diacyl Gliserol Dengan Pelarut N-Butanol Dan katalis MgO. Reaktor. 12: 22-28.

Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Cetakan Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta

Bezbradica, D., Karalazic, I., Ognjanovic, N., Mijin, D., Siler-Marinkovic, S., Knezevic, Z. 2006. Studies on the specifity of Candida rugosa lipase catalyzed esterification reactions in organic media. J. Serb. Chem. Soc. 71: 31-41.

Corma, A et al. 1997. Catalysts for the Production fine Chemicals-Production of Food Emulsifiers, Monoglycerides, by Glycerolysis of fats Solid base Catalysts. Journal of Catalysia. 173; 315-321 di dalam Pramana, Y. S., Mulyani, S. 2009. Proses Gliserolisis CPO Menjadi Mono Dan Diacyl Gliserol Dengan Pelarut Tert-Butanol Dan Katalis MgO. Universitas Diponegoro.

Cotton, F. A., dan Wilkinson, G. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Penerjemah: Suharto, S.

Damstrup, M. L., Jensen. T., Sparso, F. V., Kiil, S. Z., Jensen, A. D., Xu, X. 2005. Solvent Optimization for Efficient Enzymatic Monoacylglycerol Production Based on a Glycerolysis Reaction. J. Am. Oil Chem. Soc.82:559.

Fadiloglu, S. and Soylemez, Z. 1997. Kinetics of lipase catalyzed hydrolysis of olive oil. Food research international. 30:171-175.

Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satyawibawa, I., Paeru, R. H., 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ferretti, C. A., Olcese, R. N., Apesteguia, C. R., Cosimo, J. I. D. 2009. Heterogenously catalyzed glycerolysis of fatty acid methyl esters: reaction parameter optimization. Ind. Eng. Chem. Res. 48: 10387-10394.

(6)

Fessenden, R. J. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Alih bahasa: Pudjaatmaka, A. H. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Fregolente, L. V., Martins, P. Z., Batistella, C. B., Wolf-Maciel, M. R. 2005. Effect of reaction parameters in the synthesis of monoglycerides from soybean oil. 2nd Mercosur Congress on Chemical Engineering. 4th Mercosur Congress on Process Systems Engineering. 1-7.

Fregolente, P. B. L., Fregolente, L. V., Pinto, G. M. F., Batistella, B. C., Wolf-Maciel, M. R., Filho, R. M. 2008. Monoglycerides and Diglycerides Synthesis in a Solvent-Free System by Lipase-Catalyzed Glycerolysis. Appl Biochem Biotechnol. 146: 165-172.

Fregolente, P. B. L., Pinto, G. M. F., Wolf-Maciel, M. R., Filho, R. M. 2010. Monoglyceride and Diglyceride production through lipase-catalyzed glycerolysis and molecular distillation. Appl Biochem Biotechnol. 160: 1879-1887.

Grochulski, P., Li, Y., Schrag, J. D., Bouthilliert, F., Smith, P., Harrison, D., Rubin, B., Cygler, M. 1993. Insights into interfacial activation from an open structure of Candida rugosa lipase. J. Biol. Chem. 268: 12843-12847.

Hart, H. 2003. Kimia Organik – Suatu Kuliah Singkat. Edisi Kesebelas. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Insani, D. N. 2012. Studi esterifikasi antara asam lemak hasil hidrolisis minyak kelapa sawit dengan sukrosa menggunakan lipase Candida rugosa EC 3.1.1.3 terimobilisasi pada matriks silica gel 60. [Skripsi]. Depok: Universitas Indonesia,

Jackson, M. A., King, J. W. 1997. Lipase-Catalyzed Glycerolysis of Soybean Oil in Supercritical Carbon Dioxide. J. Am. Oil Chem. Soc. 74: 103-106.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.

Kimmel, T. 2004. Kinetic investigation of the base-catalyzed glycerolysis of fatty acid methyl esters. Berlin: der Technischen Universität Berlin

McNeill, G. P., Yamane, T. 1991. Further improvements in the yield of monoglucerides during enzymatic glycerolysis of fats and oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 68: 6-10.

(7)

Nandi, S., Gangopadhyay, S., Ghosh, S. 2005. Production of medium chain glycerides from coconut and palm kernel fatty acid distillates by lipase-catalyzed reactions. Enzyme and Microbial Technology. 36: 725-728.

Noureddini, H., Harkey, D. W., Gutsman, M. R. 2004. A Continuous Process for the Glycerolysis of Soybean Oil. Chemical and Biomolecular Engineering Research and Publications.

Poedjiadi, A. 2007. Dasar - Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.

Pramana, Y. S., Mulyani, S., 2009. Proses Gliserolisis CPO Menjadi Mono Dan Diacyl Gliserol Dengan Pelarut Tert-butanol Dan Katalis MgO. Teknik Kimia, Universitas Diponegoro.

Rosu, R., Yasui, M., Iwasaki, Y., Yamane, T. 1999. Enzymatic Synthesis of Symmetrical 1,3-Diacylglycerols by Direct Esterification of Glycerol in Solvent-Free System. J. Am. Oil Chem. Soc. 76: 839-843.

Sihotang, H. dan Ginting, M. 2006. Pembuatan Monogliserida melalui Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Natrium Metoksida. Jurnal Sains Kimia. 10: 51-57.

Sonntag, N. O. V. 1982. Glycerolysis of Fats and Methyl Esters - Status, Review and Critique. J. Am. Oil Chem. Soc. 59: 795A-802A.

Sudarmadji, S. 1992. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Erlangga. Jakarta.

UI-Press. Jakarta.

Villeneuve, P., Muderhwa, J. M., Graille, J., Haas., M. J., 2000, Customizing lipases for biocatalysis: a survey of chemical, physical and molecular biological approaches., J. Mol. Catal B. 9: 113-148.

Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yang, T., Rebsdorf, M., Engelrud, U., Xu, X. 2005. Enzymatic production of monoacylglycerols containing polyunsaturated fatty acids through an efficient glycerolysis system. J. Agric. Food Chem.

Zaks, A., and Klibanov, A. M. 1985. Enzyme-catalyzed processes in organic solvents. Proc. Natl. Acad. Sci . 82: 3192-3196.

(8)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

- Neraca analitis Ohauss

- Oven Gallenkamp

- Incubator shaker Vision

- Rotarievaporator Buchi

- Chamber

- Syringe Hamilton

- Desikator

- Erlenmeyer Pyrex

- Beaker glass Pyrex

- Pipet tetes

- Gelas ukur Pyrex

- Spatula

- Botol vial

- Corong pisah Pyrex

- Seperangkat alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy Perkin Elmer

- Seperangkat alat Gas Chromatography Shimadzu

- Buret Pyrex

- Statif dan klem

- Cawan porselen

- Vortex

(9)

3.2 Bahan-bahan

- Minyak inti sawit PT.SMART

- Gliserol (l) p.a E’merck

- Enzim lipase Candida rugosa(s) p.a E’merck

- Dietil eter(l) p.a E’merck

- KH2PO4(s) p.a E’merck

- K2HPO4(s) p.a E’merck

- Akuades

- N-Methyl-N-(trimethylsilyl)trifluoroacetamida (MSTFA)(l) p.a E’merck

- Trikaprin(l) p.a E’merck

- Tetrahydrofuran (THF) (l) p.a E’merck

- KOH 0,1 N(l)

- Indikator phenolftalein(l)

- Tert-butanol(l) p.a E’merck

- Alkohol 96%(l) p.a E’merck

- Asam oksalat(s) p.a E’merck

- Gas nitrogen

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1.1 Indikator Fenolftalein 1%

Sebanyak 1 g indikator fenolftalein ditimbang dan dilarutkan dengan etanol

dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan KOH 0,1 N a. Pembuatan Larutan KOH 0,1 N

Ditimbang 1,4 g KOH dan dimasukkan kedalam labu takar 250 mL, kemudian

(10)

b. Standarisasi Larutan KOH 0,1 N dengan Asam Oksalat

Sebanyak 0,63 g asam oksalat ditimbang dengan teliti (BM=126), kemudian

dilarutkan ke dalam 100 mL aquades dan dipipet sebanyak 10 mL kemudian

ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan KOH

yang akan dstandarisasi hingga warna merah rose. Dilakukan hal yang sama

sebanyak 3 kali.

Perhitungan N larutan KOH = (g asam oksalat x 2)

(0,216 x mL KOH)

3.3.1.3 Pembuatan Buffer Posfat 0,05 M untuk Posfat

Dipakai rumus : atau

Dimana:

[HA] = konsentrasi asam

[A-] = konsentrasi garam

7,0 = 7,2

= 7,2 – 7,0

= 0,2

= 1,5849

=

x 100%

x 100%

(11)

x 100%

x 100%

= 61,32%

Gram garam = % Garam x Molaritas x BM

= 38,68% x 0,05M x 174 g/mol

= 0,3868 x 0,05M x 174 g/mol

= 3,3652 g/L

Gram Asam = % Asam x Molaritas x BM

= 61,32% x 0,05M x 136 g/mol

= 0,6132 x 0,05M x 136 g/mol

= 4,1698 g/L

Ditimbang 4,1698 g KH2PO4(s) dan 3,3652 g K2HPO4(s). Dilarutkan

masing-masing kristal dengan sedikit akuades di dalam beaker glass. Dicampurkan larutan

ke dalam labu takar 100 mL. Ditambahkan akuades hingga garis batas lalu

dihomogenkan.

3.3.2. Penentuan Kadar Air PKO (SNI 01-2891-1992)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Cawan didinginkan

dalam desikator. Cawan diambil dengan penjepit kemudian cawan kering yang

sudah didinginkan ditimbang. Ditimbang sebanyak 2 g sampel pada cawan

tersebut ditimbang lalu dikeringkan pada oven suhu 105˚C selama 3 jam

kemudian didinginkan dalam desikator. Penimbangan dilakukan dan diulangi

hingga diperoleh bobot tetap/konstan ( ≤0,0005 g).

Kadar air = [(W3-W2) / (W2-W1)] x 100% dimana: W1 = berat cawan kosong (g)

W2 = berat cawan dan contoh kering sebelum dikeringkan (g)

(12)

3.3.3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (%ALB) pada minyak inti sawit (Ketaren, 1986)

Pengukuran kadar ALB dilakukan dengan metode titrimetri. Sebanyak 5 g minyak

inti sawit dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 10 ml alkohol

96%. Gelas Erlenmeyer ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet lalu

dipanaskan hingga mendidih. Sebanyak 3 tetes indikator phenolftalein

ditambahkan lalu dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga terjadi perubahan

warna menjadi merah lembayung. Volume KOH yang terpakai kemudian dicatat.

Perhitungan % ALB :

% ALB = V. N. BM x 100 %

G.1000

Di mana : V = Volume KOH 0,1N (mL)

N = Normalitas KOH 0,1N (mol/L)

BM =Berat molekul asam laurat (g/mol)

G = berat sampel minyak inti sawit (g)

3.3.4. Gliserolisis minyak inti sawit

Dimasukkan 6,98 gr minyak inti sawit ke dalam gelas Erlenmeyer lalu

ditambahkan 7 mL buffer fosfat pH 7 dan ditambahkan 3,02 gr gliserol.

Kemudian ditambahkan 7 mL tert-butanol. Selanjutnya ditambahkan enzim lipase

Candida rugosa sebanyak 0,1 gr. Diinkubasi di dalam incubator shaker pada suhu 40oC dengan kecepatan 350 rpm selama 4 jam. Hasil gliserolisis dimasukkan

kedalam corong pisah kemudian diekstraksi dengan dietil eter lalu didiamkan

hingga terbentuk 2 lapisan. Diambil lapisan atas yang mengandung gliserolat lalu

diuapkan dengan rotarievaporator sehingga diperoleh gliserolat. Dilakukan

percobaan yang sama dengan waktu reaksi hingga 36 jam dengan variasi waktu 4

(13)

Konversi gliserolat dianalisa berdasarkan nilai absorbansi gugus –OH dari monogliserida dan digliserida pada spektroskopi FT-IR. Gliserolat dengan nilai

absorbansi tertinggi dianalisa lebih lanjut dengan kromatografi lapis tipis dan

kromatografi gas untuk mengetahui kadar mono- dan digliserida.

3.3.5 Analisis Gliserolat dengan Kromatografi Gas (AOCS, 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 0,05 g kemudian ditambahkan 100 µl MSTFA dan

100 µl trikaprin lalu campuran divortex hingga homogen. Setelah itu ditambahkan

0,1 ml THF dan 1 ml n-heptana lalu didiamkan. Campuran diinjeksikan ke dalam

alat kromatografi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala. Kolom yang

digunakan adalah kolom kapiler DB-5HT (5%-phenyl)-methyl polysiloxane (6 m

x 0,32 mm). Suhu detektor dan injektor 350˚C dan digunakan model split injector 200 : 1. Suhu oven diprogram dari 160 sampai 350˚C pada 30˚C/min dan ditahan

pada 350˚C selama 25 menit. Nitrogen digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan alir 200 ml/menit. Waktu proses 30 menit dan sampel diinjeksikan 1µl

secara manual. Untuk mendapatkan persentase senyawa yang dianalisa, dilakukan

dengan cara menghitung area masing-masing senyawa dari kromatogram yang

(14)

Hasil

Cawan porselen Minyak inti sawit

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penentuan kadar Air PKO

dikeringkan dalam oven selama 15 menit

didinginkan dalam desikator

ditimbang 2 g minyak inti sawit menggunakan neraca analitis ke dalam cawan porselin

dikeringkan dengan suhu oven 105°C selama 3 jam

didinginkan dalam desikator

ditimbang

diulangi penimbangan hingga diperoleh bobot konstan

(15)

Hasil

3.4.2. Analisa kadar asam lemak bebas minyak inti sawit

Minyak inti sawit

ditimbang sebanyak 5 g

dimasukkan ke dalam erlenmeyer

ditambahkan 10 ml alkohol 96%

ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet

dipanaskan hingga mendidih

ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein

dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

dicatat KOH 0,1 N yang terpakai

(16)

6,98 gram Minyak inti sawit

Analisa FT-IR Analisa GC

3.4.3. Gliserolisis minyak inti sawit

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

ditambahkan 7 mL buffer fosfat pH 7

ditambahkan 3,02 gram gliserol

ditambahkan 7 mL tert-butanol

ditambahkan 0,1 gram enzim lipase Candida rugosa

diinkubasi di dalam incubator shaker pada suhu 40°C dengan kecepatan shaker 350 rpm selama 4 jam

dimasukkan ke dalam corong pisah

ditambahkan dietil eter

diekstraksi hingga terbentuk dua lapisan

diuapkan dengan rotarievaporator

(17)

Gliserolat

3.4.4 Analisis Gliserolat dengan Kromatografi Gas

ditimbang sebanyak 0,05 g dengan neraca analitis

ditambahkan 100 µl MSTFA

ditambahkan 100 µl trikaprin

dihomogenkan dengan alat vortex

ditambahkan 0,1 ml THF

ditambahkan 1 ml n-heptana

diatur suhu injektor dan detektor 350°C

diatur suhu oven dari 160 sampai 350°C pada 30°C/min

ditahan pada 350°C selama 25 menit

diinjeksikan sampel 1 µl secara manual

dihitung area masing-masing senyawa dari kromatogram

hasil

(18)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

A. Analisa FT-IR Hasil Gliserolisis Minyak Inti Sawit

Gliserolisis minyak inti sawit menggunakan enzim lipase dari Candida rugosa

menghasilkan larutan yang mengandung campuran monogliserida, digliserida, dan

ester. Waktu reaksi optimum gliserolisis dapat diketahui dengan cara gliserolat

terlebih dahulu dianalisa dengan spektroskopi FT-IR untuk mengetahui secara

kualitatif absorbansi gugus –OH dari campuran monogliserida dan digliserida pada gliserolat setiap waktu yang telah ditentukan.

Tabel4.1.Data absorbansi gugus –OH dari campuran monogliserida dan digliserida.

Waktu reaksi (jam) Hasil

4 Ada

8 Ada

12 Ada

16 Ada

20 Ada

24 Ada

28 Tidak Ada

32 Tidak Ada

36 Tidak Ada

Hasil analisa dengan FT-IR menunjukkan bahwa substrat telah banyak

(19)

jam dimana nilai absorbansi gugus –OH campuran adalah 0,1313 sehingga memberikan gambaran awal monogliserida dan digliserida paling banyak

terbentuk setelah 4 jam dibandingkan kandungan campuran hasil reaksi pada

waktu reaksi yang lainnya. Walaupun demikian, gliserolat perlu dianalisa lebih

lanjut menggunakan kromatografi gas untuk mengetahui kadar mono- dan

digliserida yang dihasilkan.

.

B. Analisis Kadar Mono- dan Digliserida Hasil Gliserolisis Minyak Inti Sawit

Gliserolat hasil reaksi semuanya masih mengandung campuran senyawa-senyawa

hasil reaksi gliserolisis,oleh karena itu gliserolat perlu dianalisa lebih lanjut

dengan menggunakan kromatografi gas untuk mengetahui persentase dari

senyawa-senyawa yang terkandung dalam gliserolat, khususnya senyawa

monogliserida dan digliserida.

4.2. Pembahasan

Gliserolisis enzimatis merupakan reaksi dimana dua substrat diubah oleh suatu

enzim menjadi dua produk baru atau reaksi Bi-Bi ping-pong. Sebagai contoh pada

reaksi ini adalah salah satu gugus dari trigliserida dikeluarkan oleh enzim

sehingga trigliserida menjadi produk digliserida dan suatu gugus bebas,

sedangkan enzim mengalami suatu bentuk termodifikasi. Reaksi berikutnya

adalah gugus bebas dan enzim akan bereaksi dengan substrat kedua yaitu gliserol

dimana akan dihasilkan produk monogliserida dan enzim kembali ke bentuk

semula.

Menurut Grochulski (1993), sisi aktif Ser-209 adalah sisi aktif yang

berperan penting dalam reaksi karena memiliki atom O yang terekspos terhadap

(20)

model mekanisme reaksi hidrolisis ester dari enzim lipase Candida rugosa.

Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat digambarkan bahwa mekanisme

reaksi untuk gliserolisis adalah sebagai berikut:

(21)

OH

Gambar 4.1 Mekanisme reaksi gliserolisis enzimatis

Salah satu factor dalam reaksi gliserolisis enzimatis adalah pelarut untuk

membuat minyak dan gliserol bercampur menjadi satu fasa, dengan demikian

enzim dapat bekerja lebih mudah dalam mengubah substrat menjadi produk dan

semakin bagus pelarut yang digunakan, diharapkan enzim dapat lebih cepat dalam

mengubah substrat. Setelah didapatkan perbandingan minimal minyak dengan

pelarut, maka perlu ditentukan juga waktu reaksi dengan harapan produk banyak

dihasilkan dalam waktu singkat. Analisa FT-IR dilakukan hanya sebagai analisa

(22)

pada waktu reaksi 4 jam dengan nilai 0,1313 dan muncul pada bilangan

gelombang 3382,69 cm-1.

Pada saat gliserolat dianalisa menggunakan kromatografi gas,terdapat

banyaknya senyawa ester yang terbentuk dari reaksi gliserolisis, sedangkan ester

hanya dapat terbentuk bila terdapat banyak air dalam system reaksi. Minyak dan

gliserol sebelum digunakan untuk reaksi sudah terlebih dahulu dipanaskan pada

suhu 110oC dengan tujuan mengurangi air yang terkandung di dalam sampel dan

mengurangi pembentukan produk selain monogliserida dan digliserida. Pada

reaksi ini, senyawa ester dapat terbentuk karena pada terdapat air dalam jumlah

yang banyak berasal dari larutan buffer, sedangkan tujuan utama digunakan

larutan buffer adalah menjaga pH reaksi sehingga enzim dapat menjaga bentuk

dari sisi aktifnya.

Hal ini menjelaskan fenomena menurunnya nilai absorbansi gugus –OH walaupun muncul pada waktu reaksi jam ke 8 hingga 20, sedangkan tidak

terdeteksi lagi nilai absorbansi gugus –OH pada jam ke 24 hingga 36 walaupun ada beberapa hasil dimana muncul gelombang. Peristiwa ini dapat disebabkan

karena beberapa hal yaitu air dari buffer digunakan oleh enzim untuk

menghasilkan ester, terjadi perubahan pH pada system reaksi yang akan

menyebabkan berubahnya bentuk sisi aktif enzim, pada akhirnya enzim tidak

dapat bekerja lagi atau terdenaturasi karena sisi aktif enzim telah berbeda dan

tidak cocok lagi untuk merubah substrat-substrat.

Ester yang dihasilkan adalah 20,35%, mendekati jumlah digliserida yang

menunjukkan bahwa air bersifat inhibitor kompetitif. Dengan penjelasan

mekanisme reaksi sebelumnya, maka dapat digambarkan reaksi pembentukan

(23)

O

(24)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dengan perbandingan minimal minyak dan pelarut, produk dari reaksi

gliserolisis paling banyak terbentuk setelah reaksi berjalan selama 4 jam .

2. Gliserolisis enzimatis dengan perbandingan minimal minyak dengan

pelarut, dan pada waktu reaksi 4 jam menghasilkan monogliserida

sebanyak 43,58% dan digliserida sebanyak 24,65%.

5.2 Saran

1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya tidak digunakan lagi larutan buffer

untuk mengurangi pembentukan ester.

2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya digunakan suhu reaksi lebih tinggi

dari 40oC untuk meningkatkan kinerja enzim dan meningkatkan kelarutan

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Inti Sawit

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya dilakukan menggunakan hydrocyclone

separator, dimana inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung sehingga inti sawit akan mengapung dan tempurungnya

tenggelam. Selanjutnya inti sawit dan tempurung dicuci sampai bersih. Inti sawit

harus segera dikeringkan dengan suhu 80oC kemudian diolah lebih lanjut dengan

ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO). Berikut

ini adalah komposisi asam lemak dalam minyak inti sawit.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit.

Asam Lemak Minyak Inti Sawit (%)

Asam oktanoat 2 - 4

Asam dekanoat 3 - 7

Asam laurat 41 - 55

Asam miristat 14 - 19

Asam palmitat 6 - 10

Asam stearat 1 - 4

Asam oleat 10 - 20

Asam linoleat 1 - 5

Asam linolenat 1 - 5

Sumber : Fauzi dkk, 2012

Asam laurat merupakan komposisi asam lemak paling besar di dalam

(26)

minyak asam laurat. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang

rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.

Sifat-sifat fisika dan kimia dari minyak inti sawit ialah meliputi warna, bau

dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, titik pelunakan, splitting point, shot

melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, titik

api. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah

proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna

orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya

asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas

minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair

minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit

mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang

berbeda-beda (Ketaren, 1986).

2.2. Trigliserida

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti

“triester (dari) gliserol.”. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam

alam merupakan trigliserida campuran, artinya, ketiga bagian asam lemak dari

gliserida itu tidaklah sama (Fessenden, 1986). Lipid (dari kata Yunani lipos,

lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau hewan yang dicirikan oleh sifat

kelarutannya. Lipid dapat diekstraksi dari sel dan jaringan dengan pelarut organik.

Sifat kelarutan ini membedakan lipid dari tiga golongan utama lain dari produk

alam lainnyam yaitu karbohidrat, protein, dan asam nukleat yang pada umumnya

tidak larut dalam pelarut organik.

Terdapat dua jenis trigliserida: trigliserida sederhana, yang ketiga asam

(27)

tertentu bukanlah trigliserida tunggal, melainkan campuran rumit dari trigliserida.

Beberapa lemak dan minyak terutama menghasilkan satu atau dua asam, dengan

sedikit saja asam lainnya.

2.1 Struktur trigliserida (Hart, 2003).

Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu

merupakan lipid netral. Lipid sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:

1) lipid netral, 2) fosfatida, 3) spingolipid, dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini

terdapat di alam. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang

merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati

terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, akar tanaman, dan sayur-sayuran.

Dalam jaringan hewan, lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak

terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Trigliserida dapat berwujud

padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang

menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung

sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat

dengan titik cair yang rendah. Lemak hewan pada umumnya berbentuk padat pada

suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam

palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986).

Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak

dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organic atau sebaliknya

ketidak-larutannya dalam pelarut air. Lemak dan minyak ini dalam bidang biologi dikenal

sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan

biomolekul. Dalam bidang gizi, lemak dan minyak merupakan sumber biokalori

(28)

Di samping itu lemak dan minyak juga merupakan sumber alamiah

vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K.

(Sudarmadji, 1992). Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut

kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh (Winarno, 1995).

Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling banyak

dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi

jumlahnya tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai

beberapa kilogram. Jaringan tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit,

kecuali bagian-bagian tanaman tertentu yang menjadi tempat cadangan makanan

misalnya buah dan biji yang dapat mengandung trigliserida cukup tinggi sampai

mencapai puluhan persen (Sudarmadji, 1992).

2.3 Monogliserida dan Digliserida

Penggunaan monogliserida di formulasi bidang farmasi dan makanan terus

meningkat. Di dalam bidang farmasi, monogliserida digunakan sebagai bahan

pengikat pada tablet dan sebagai pelunak untuk obat dengan pelepasan lambat.

Dalam industri makanan, monogliserida bertindak untuk menstabilkan emulsi

didalam saus dan makanan panggang (Jackson and King, 1997) dan juga

memberikan viskositas yang dibutuhkan oleh bahan tersebut (Fregolente et al,

2005).

Selain kegunaan dari monogliserida, penelitian mengenai digliserida

terhadap diet manusia juga telah dilakukan. Penggunaan digliserida sebagai

pengganti trigliserida di dalam makanan dapat mengurangi akumulasi lemak pada

jaringan perut sehingga mencegah berbagai penyakit yang berhubungan dengan

(29)

Kedua gliserida tersebut diproduksi dengan reaksi kimiawi atau enzimatis,

secara umum diperoleh dari proses gliserolisis dari trigliserida, hidrolisis dari

trigliserida, atau esterifikasi secara langsung antara gliserol dengan asam lemak

(Fregolente et al, 2010). Dalam skala industri, monogliserida dan digliserida

diproduksi dengan sintesis kimia menggunakan gliserol, lemak, dan suatu katalis

alkali yang dicampur dan dipanaskan pada suhu hampir 250˚C. Ca(OH)2

digunakan sebagai katalis dalam produksi monogliserida (Sonntag, 1982).

Selain itu, digliserida dapat disintesis dengan cara esterifikasi gliserol

dengan asalm lemak oleh enzim lipase terimmobil spesifik-1,3 menggunakan

Lipozyme. (Rosu et al, 1999) Cara lainnya adalah dengan menghidrolisis distilat

asam lemak menggunakan enzim lipase Candida rugosa, diikuti dengan destilasi

uap secara vakum, lalu diesterifikasi dengan Lipozyme (Nandi et al, 2004).

2.4 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap

atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu,

dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut

monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Gliserol larut baik dalam air dan tidak

larut dalam eter (Poedjiadi, 2007). Gliserol berwujud seperti sirup, tak berwarna,

cairan bertitik didih tinggi yang sangat larut air dengan rasa yang sangat manis.

Kualitas melembutkan dari zat ini sangat berguna yang kemudian digunakan

dalam sabun cukur dan sabun mandi serta obat batuk berwujud tetes dan sirup

(Hart, 2003).

Dalam tanaman, terjadi serangkaian reaksi biokimia; pada reaksi ini

fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi aseton fosfat,

kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan mealui

(30)

CH2OH

CHOH

CH2OH

Gambar 2.2 Gliserol

Stoikiometri reaksi sintesis monogliserida memerlukan perbandingan

molar gliserol terhadap metal ester asam lemak atau fatty acid methyl ester

(FAME) adalah 1:1. Bagaimanapun, dari sudut termodinamika, hasil

monogliserida dapat diraih dengan menaikkan rasio Gliserol:FAME dari rasio

stoikiometris. Gliserol berlebih menggeser kesetimbangan ke kanan dan

menaikkan perubahan metal ester asam lemak. Di lain sisi, efek gliserol

berlebihan pada kinetika reaksi sulit diprediksi karena gliserol lebih padat

daripada fase minyak dan lebih hidrofilik.

Oleh karena itu, gliserol kemungkinan diserap secara kuat di permukaan.

Sebagai tambahan, gliserol harus ditansfer ke fase minyak dimana reaksi terjadi.

Rasio Gliserol/ FAME mempengaruhi kelarutan gliserol (Ferretti et al, 2009)

2.5 Pelarut

Suatu medium pelarut sebenarnya merupakan jawaban yang penting untuk

meningkatkan homogenitas daripada system reaksi. Pelarut tunggal yang dapat

menahan minyak dan gliserol di dalam system homogeny sebenarnya sangat sulit

untuk ditemukan, khususnya berhubungan dengan keamanan pelarut untuk

aplikasi pada makanan. Pelarut hidrokarbon secara umum tidak mungkin

digunakan untuk tujuan ini.

Setelah menyingkirkan pelarut yang berbahaya dan tidak biasa dari daftar,

(31)

Pada beberapa pelarut yang tinggal, beberapa alkohol dengan karbon lebih dari

lima dapat dianggap karena mereka mengandung gugus polar –OH dan rantai

karbon yang bersifat nonpolar. Hal ini memberikan kemungkinan untuk menahan

minyak dan gliserol dalam satu system. Alkohol secara alami merupakan lawan

dalam reaksi terhadap gliserol, khususnya alcohol primer. Kegunaan alkohol

tersier merupakan pilihan utama karena struktur tersier akan mempunyai aktivitas

sterik yang kuat terhadap aktivitas enzim. Hal ini sebenarnya dikonfirmasi oleh

penelitian sebelumnya dengan tert-butil alkohol. (Yang et al, 2005)

Ada beberapa keuntungan saat melakukan konversi enzimatik dalam

pelarut organic selain air: kelarutan yang tinggi dari kebanyakan senyawa organik

didalam media non aqueous, kemampuan untuk melakukan reaksi yang mustahil

dalam air karena halangan kinetik atau termodinamik, stabilitas enzim yang lebih

besar, kemudahan pemisahan produk dari pelarut organik dibanding air,

ketidaklarutan enzim dalam pelarut organik sehingga mudah didapatkan kembali

dan digunakan sehingga tidak perlu diimobilisasi. (Zaks and Klibanov, 1985)

2.6 Katalis

Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia

mengusulkan nama katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat

itu sendiri tidak ikut bereaksi (Poedjiadi, 2007). Faktor lain yang mempengaruhi

laju reaksi ialah katalis. Katalis mempercepat reaksi dengan memberi lintasan

alternatif atau mekanisme alternatif, yaitu yang energi aktivasinya lebih rendah.

Enzim memainkan peran ini dalam reaksi biokimiawi (Hart, 2003).

Katalis adalah suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai

kesetimbangan. Katalis tidak akan mengubah nilai tetapan kesetimbangan, dan

tidak mengalami perubahan apapun. Peranan katalis adalah menurunkan energi

(32)

untuk mencapai komplek teraktifkan yang sama dengan bila tanpa adanya katalis

(Cotton dan Wilkinson, 1989). Katalis dapat menurunkan energi pengaktifan

reaksi (seringkali dengan menyediakan jalan lain, untuk menghindari tahap

penentu laju yang lambat dari reaksi yang tidak dikatalisa), sehingga

menghasilkan laju reaksi yang tinggi. Katalis dapat sangat efektif. (Atkins, 1997).

Dalam kondisi katalis heterogen, reaksi terjadi di permukaan katalis. Oleh

karena itu, peningkatan luas permukaan diharapkan menaikkan konversi reaktan.

Variasi temperatur reaksi akan mempengaruhi khususnya kinetika reaksi, tidak

hanya kecepatan kinetik, akan tetapi juga kelarutan reaktan. Peningkatan

temperatur reaksi diharapkan meningkatkan aktivitas katalis (Ferretti et al, 2009)

2.7 Enzim

Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Sumner pada tahun

1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari kara pedang. Urease adalah

enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Selanjutnya makin

banyak enzim yang telah dapat diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim

tersebut ialah suatu protein. Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata

bahwa banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, jadi termasuk golongan

protein majemuk.

Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang

terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108

sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa

katalis. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi

aktivasi suatu reaksi kimia. Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya,

sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya. Oleh

(33)

I. Oksidoreduktase

II. Transferase

III. Hidrolase

IV. Liase

V. Isomerase

VI. Ligase (Poedjiadi, 2007)

2.7.1. Enzim lipase

Ada tiga jenis hidrolase, yaitu yang memecah ikatan ester, memecah glikosida dan

yang memecah ikatan peptida. Beberapa enzim sebagai contoh adalah esterase,

lipase, fosfatase, amylase, amino peptidase, karboksi peptidase, pepsin, tripsin,

kimotripsin (Poedjiadi, 2007). Enzim lipase biasanya terdapat dalam biji-bijian

yang dapat mengandung minyak, misalnya kacang kedele, biji jarak, biji bunga

matahari, biji jagung dan juga terdapat dalam daging hewan dan dalam beberapa

jenis bakteri (Ketaren, 1986).

Lipase ialah enzim yang memecah ikatan ester pada lemak, sehingga

terjadi asam lemak dan gliserol. Enzim ini merupakan katalis pada reaksi

pemecahan molekul lipid secara hidrolisis. Enzim lipase bekerja secara optimum

pada pH 5,5 sampai 7,5. Namun lipase tahan terhadap lingkungan yang bersifat

sangat asam dan dapat juga melangsungkan reaksi hidrolisis terhadap molekul

triasil gliserol atau trigliserida yang mengandung asam lemak pendek atau sedang.

Aktifitas enzim lipase dapat bertambah dengan adanya ion Ca++ dan asam

empedu, dan bekerja secara optimal pada pH 7,0 sampai 8,8. Pemecahan lemak

dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat dalam

cairan empedu dan berfungsi sebagai emulgator. Dengan adanya garam asam

empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam usus dapat dipecah-pecah menjadi

partikel-partikel kecil sebagai emulsi, sehingga luas permukaan lemak bertambah

(34)

trigliserida terhidrolisis sempurna menjadi gliserol dan asam lemak, tetapi masih

terdapat digliserida dan monogliserida sebagai hasil reaksi di samping gliserol dan

asam lemak (Poedjiadi, 2007).

2.7.2 Enzim lipase Candida rugosa

Enzim lipase Candida rugosa bekerja optimum pada kisaran pH 6,5-7,5 dengan

pH isoelektriknya sebesar 4,5 (Villenueve et al. ,2000). Sifat katalitiknya

optimum pada rentang suhu 30-350 C (Fadiloglu & Soylemez, 1997). Enzim ini

mempunyai aktivitas 800 U/mg (Fregolente et al, 2008). Struktur lipase Candida

rugosa yang ditentukan pada resolusi 2.06 Å menghasilkan konformasi dengan sisi aktif yang dapat dilewati oleh pelarut. CRL merupakan molekul berbentuk

tunggal dan berasal dari keluarga protein α/β hidrolase. Sisi aktif enzim ini

dibentuk oleh Ser-209, His-449, dan Glu-341 (singkatan nama asam amino yang

berperan untuk sisi aktif - urutan asam amino tersebut dalam protein enzim).

Hanya terdapat dua permukaan residu polar di dalam visinitas Ser-209, Glu-208,

dan Ser-450. Mereka mungkin berperan dalam mengikat hidrogen dari gugus

karbonil pada gliserol sebagai substrat.(Grochulski et al, 1993)

O O

(35)

Sejumlah air dibutuhkan untuk menjaga enzim di dalam konformasi

aktifnya, tetapi konsentrasi air yang tinggi akan membuat terjadinya hidrolisis

terhadap ester yang terbentuk. Aktivitas tertinggi didapatkan pada sintesa ester

dengan berat molekul rendah. Adanya ikatan rangkap pada molekul asam lemak

meningkatkan aktivitas enzim. (Bezbradica et al, 2005).

Gambar 2.4 Wilayah untuk mengikat substrat dari enzim lipase Candida rugosa

(36)

2.8 Gliserolisis

Gliserol dan lemak ditransesterifikasi di dalam reactor yang distirer dengan katalis

basa, secara umum KOH atau Ca(OH)2. Temperatur berkisar 250oC untuk

mencapai kelarutan yang sesuai dari gliserol dalam fase lemak dan reaksi yang

cepat. Nitrogen digunakan sebagai gas inert untuk mencegah terjadinya oksidasi

dan didalam kasus katalis asam adalah pembentukan akrolein. Setelah mencapai

kesetimbangan, katalis dinetralisasi dengan asam fosfat dan dengan cepat

didinginkan untuk mencegah reaksi terbalik. Produk netralisasi diserap dengan

tanah liat. Produk lalu dimurnikan dengan memisahkan gliserol berlebih dan

mencucinya dengan air (Kimmel, 2004).

Kelemahan reaksi gliserolisis dengan menggunakan katalis logam adalah

suhu reaksi yang cukup tinggi yaitu 220-250oC. Hal ini menyebabkan produk

yang dihasilkan berwarna gelap dan bau yang tidak diinginkan (McNeill, 1991).

Sintesis monogliserida secara enzimatik oleh berbagai katalis lipase telah

mengundang banyak perhatian dalam beberapa tahun belakangan karena

memerlukan energy yang lebih rendah dan selektivitas dari katalis.

Kesetimbangan rasio molar untuk reaksi yang ideal antara gliserol dan

trigliserida adalah 2:1 dimana akan terbentuk 3 mol monogliserida. Akan tetapi,

reaksi ini bersifat reversibel dan diyakini mengandung tiga jalur reaksi secara

berkelanjutan. Monogliserida diketahui sebagai produk utama dari reaksi, akan

tetapi digliserida juga akan terbentuk dan beberapa trigliserida yang tidak ikut

bereaksi juga akan ditemukan pada akhir reaksi (Nouredinni et al, 2004).

Gliserolisis berjalan baik pada suhu yang cukup tinggi karena dapat

meningkatkan homogenitas campuran reaksi. Semakin homogeny campuran,

semakin banyak molekul yang bertumbukan dan menghasilkan produk. Pada

reaksi ini gliserol yang polar harus ditingkatkan kelarutannya pada minyak yang

(37)

yang cukup tinggi diperlukan untuk meningkatkan kelarutan gliserol dalam

minyak (fase trigliserida). Semakin banyak gliserol yang larut dan bereaksi

dengan CPO, makin besar pula konversi yang diperoleh (Corma et al, 1997).

Menurunnya kelarutan CPO dalam gliserol menyebabkan tumbukan antar molekul

minyak dengan gliserol akan berkurang sehingga konversi reaksi akan menurun.

Kelarutan minyak dalam gliserol sangat rendah pada suhu yang rendah sehingga

untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol dapat dilakukan dengan

menaikkan suhu reaksi atau dengan menggunakan pelarut.

Reaksi gliserolsis merupakan reaksi yang berjalan lambat tanpa adanya

katalis. Katalis sangat berperan penting dalam meningkatkan laju reaksi.

Diperlukan pelarut organic yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam

gliserol supaya reaksi gliserolsis dapat dilakukan pada suhu yang relative rendah

untuk menghindari terbentuknya warna coklat dan bau tidak sedap akibat

(38)

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia.

Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (Crude Palm Oil) dan

minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan

menjadikan salah satu penyumbang devisa negara yang terbesar dibandingkan

dengan komoditas perkebunan lainnya. Hingga saat ini kelapa sawit telah

diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga

menjadi minyak dan produk turunannya. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di

berbagai industry karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup

lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit adalah industry

pangan serta industri nonpangan seperti kosmetik dan farmasi. (Fauzi dkk, 2012)

Monoasilgliserol dan Diasilgliserol atau biasa disebut monogliserida dan

digliserida (MG-DG) dibuat dari senyawa gliserida yang banyak terdapat dalam

bahan minyak atau lemak, seperti minyak kelapa sawit dengan gliserol (Anggoro

dan Budi, 2008). Di masa lalu, monogliserida dan digliserida hanya dapat

diproduksi melalui sejumlah proses pada temperatur yang tinggi (220-260oC)

dengan adanya katalis anorganik seperti natrium, kalium, atau kalsium hidroksida

(Sonntag, 1982). Akan tetapi, proses ini memiliki kelemahan karena penggunaan

temperatur yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan berwarna gelap dan

terbentuk bau yang tidak diinginkan (McNeill, 1991).

Proses gliserolisis dengan penggunaan biokatalis (enzim lipase) banyak

sekali dilakukan karena dalam prosesnya energi yang diperlukan untuk reaksi

lebih sedikit, lebih ramah lingkungan, dan dapat menghasilkan produk dengan

warna yang lebih terang. Akan tetapi, reaksi enzimatis secara umum berjalan

lambat dan harga enzim yang mahal. (Noureddini, 2004). Hal ini membuat

(39)

Sihotang dan Ginting (2006) melakukan penelitian mengenai Pembuatan

Monogliserida Melalui Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Natrium Metoksida dimana hasil monogliserida terbesar diperoleh dengan perbandingan mol minyak inti sawit dengan gliserol adalah 1:3. Insani (2012)

melakukan Studi esterifikasi antara asam lemak hasil hidrolisis minyak kelapa

sawit dengan sukrosa menggunakan lipase Candida rugosa EC 3.1.1.3 terimobilisasi pada matriks silica gel 60 dimana suhu reaksi optimum oleh enzim lipase Candida rugosa adalah 37oC. Menurut Ferretti et al (2009), kenaikan

temperature reaksi akan membuat gliserol semakin larut dengan fase minyak dan

aktivitas katalis meningkat, hal ini akan meningkatkan yield MG.

Fregolente et al (2007) melakukan penelitian tentang Monoglycerides and

Diglycerides Synthesis in a Solvent-Free System by Lipase-Catalyzed Glycerolysis dimana gliserolisis dilakukan selama 24 jam tanpa pelarut. Hal ini membuat

enzim lipase Candida rugosa tidak dapat bekerja optimum dalam mengubah

trigliserida. Menurut Damstrup et al (2005), pelarut diperlukan untuk

meningkatkan kelarutan substrat sehingga meningkatkan konversi substrat

menjadi produk dan yang paling baik adalah pelarut tert-butanol. Pada penelitian

tersebut gliserolisis dilakukan selama 4 jam dengan perbandingan pelarut

tert-butanol dan minyak 5:1 dan 30% enzim (w/w), didapatkan hasil MG sebanyak

57,3 %.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai waktu reaksi optimum enzim lipase Candida rugosa dalam

gliserolisis minyak inti sawit dalam pelarut tert-butanol karena pelarut tersebut

merupakan alcohol tersier, sehingga dapat meningkatkan kelarutan minyak

dengan gliserol dibandingkan dengan pelarut sederhana seperti n-heksana. Selama

ini tidak ada perbandingan pelarut yang baku dalam gliserolisis, oleh karena itu

diadakan percobaan pendahuluan untuk mendapatkan perbandingan minimal

tert-butanol agar minyak bercampur sempurna dengan gliserol yaitu 1:1 (v pelarut/w

minyak). Setelah diketahui perbandingan minimal pelarut, maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui waktu konversi terbanyak minyak menjadi

(40)

1.2Perumusan masalah

Berapa lama waktu reaksi gliserolisis oleh enzim lipase Candida rugosa

untuk mengkonversi minyak inti sawit dan gliserol secara optimum dan berapa

kadar monogliserida dan digliserida yang dihasilkan pada waktu reaksi tersebut.

1.3Pembatasan masalah

Pada penelitian, permasalahan dibatasi pada:

1. Bahan baku minyak inti sawit diperoleh dari PT. Sinar Mas Agro Resources

and Technology (SMART).

2. Biokatalis lipase berasal dari Candida rugosa yang bersifat free enzyme

dalam bentuk powder.

3. Perbandingan gliserol dan minyak inti sawit adalah 3:1.

4. Pelarut yang digunakan adalah tert-butanol dengan perbandingan pelarut dan

minyak 1:1.

5. Buffer yang digunakan dalam gliserolisis adalah buffer fosfat dengan pH 7.

6. Suhu yang digunakan dalam gliserolisis adalah 40oC.

7. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 350 rpm.

8. Waktu reaksi pada gliserolisis adalah 4 hingga 36 jam dengan variasi setiap 4

jam.

9. Analisa hasil gliserolisis menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) dan Gas Chromatography (GC).

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui waktu reaksi gliserolisis oleh enzim lipase Candida rugosa

untuk mengkonversi minyak inti sawit dan gliserol secara optimum.

2. Untuk mengetahui kadar monogliserida dan digliserida yang dihasilkan enzim

(41)

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai

perbandingan minimal pelarut tert-butanol dengan minyak dalam gliserolisis,

waktu reaksi gliserolisis dimana substrat paling banyak dikonversi menjadi mono-

dan digliserida oleh enzim lipase Candida rugosa, dan persentase hasil mono- dan

digliserida yang dihasilkan oleh enzim lipase Candida rugosa pada waktu reaksi

optimum.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jl. Brigjen

Katamso No. 51 Medan, Laboratorium Biokimia Universitas Sumatera Utara, dan

Laboratorium Terpadu USU Medan Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium yang dilakukan dalam beberapa

tahap:

1. Penyediaan minyak inti sawit

Bahan baku dalam penelitian ini adalah minyak inti sawit yang diperoleh dari

PT.SMART.

2. Analisa pendahuluan minyak inti sawit

 Analisa kadar air dari minyak inti sawit menggunakan metode gravimetri

(42)

3. Gliserolisis minyak inti sawit

 Gliserolisis dilakukan dengan penambahan gliserol terhadap minyak inti sawit lalu ditambahkan tert-butanol dan enzim lipase, diinkubasi dalam

incubator shaker pada suhu 40oC, kecepatan 350 rpm, dan waktu reaksi 4

jam. Setelah waktu reaksi selesai, larutan dimasukkan kedalam corong

pisah, diekstraksi dengan dietil eter, kemudian didiamkan hingga terbentuk

2 lapisan. Diambil lapisan atas karena mengandung gliserolat, lalu

dirotarievaporasi. Dilakukan percobaan yang sama hingga waktu reaksi 36

jam dengan variasi waktu setiap 4 jam.

 Gliserolat hasil penguapan dianalisa secara kualitatif menggunakan spektroskopi FT-IR untuk mengetahui banyak tidaknya monogliserida dan

digliserida berdasarkan nilai absorbansi gugus –OH yang terdapat pada

monogliserida dan digliserida untuk mengetahui waktu reaksi optimum.

Setelah diketahui nilai absorbansi gugus -OH , gliserolat dianalisa

menggunakan Kromatografi Gas (KG) untuk mengetahui kadar campuran

mono- dan digliserida yang dihasilkan.

Adapun variable-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas yang mempunyai pengaruh terhadap kadar mono- dan

digliserida meliputi:

 Waktu reaksi

2. Variabel terikat yang terukur terhadap perubahan perlakuan dalam gliserolisis

meliputi:

 Nilai absorbansi gugus –OH dari monogliserida dan digliserida

(43)

3. Variabel tetap yang tidak dapat menyebabkan perubahan terhadap variable

terikat meliputi:

 Perbandingan minyak inti kelapa sawit dengan gliserol 1:3

 Suhu inkubasi adalah 40oC

 Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 350 rpm

(44)

PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE Candida rugosa

DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

ABSTRAK

Gliserolisis menggunakan pelarut dibutuhkan agar minyak dan gliserol

bercampur, salah satunya adalah tert-butanol. Dengan diketahuinya perbandingan

minimal pelarut dengan minyak maka perlu diketahui juga waktu reaksi yang

diperlukan untuk menghasilkan produk monogliserida dan digliserida terbanyak.

Gliserolisis dilakukan selama 36 jam dengan variasi waktu setiap 4 jam

dengan menggunakan enzim lipase Candida rugosa. Setelah reaksi selesai, larutan

diekstraksi dengan dietil eter hingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas

mengandung mono- dan digliserida. Lapisan tersebut dihilangkan terlebih dahulu

pelarutnya lalu dianalisa dengan spektroskopi FT-IR untuk mengetahui

munculnya gugus -OH. Gliserolat lalu dianalisa dengan kromatografi gas.

Hasil analisa kromatografi gas menunjukkan campuran monoglisrida dan

digliserida paling banyak terbentuk pada waktu reaksi 4 jam dengan persentase

monogliserida adalah 47,11% sedangkan persentase digliserida adalah 28,64%.

Kata kunci: gliserolisis, enzim lipase Candida rugosa, monogliserida dan

digliserida

(45)

Determination of Optimum Time Reaction for Palm Kernel Oil Glycerolysis Using Candida rugosa Lipase Enzyme in Tert-Butanol

ABSTRACT

Glycerolysis using a solvent is needed to make oil and glycerol blend, one of them

is tert-butanol. With the minimum comparison for solvent and oil is already

known so we must have to know the reaction time needed to produce the most

monoglycerides and diglycerides.

Glycerolysis is performed for 36 hours with every 4 hours using lipase

enzyme of Candida rugosa. After the reaction completed, the mixture is extracted

using diethyl ether until separated to two layers, where the upper layer contains

mono- and diglycerides. We must first evaporate the solvent then analyze with

FT-IR spectroscopy to see the presence from –OH groups. The glycerolate then

will be analyzed by gas chromatography.

The result of gas chromatography analysis shows the mixture of

monoglycerides and diglycerides were most formed after 4 hours of reaction time

with the percentage of monoglycerides is 47,11% while the percentage of

diglycerides is 28,64%

Keywords: glycerolysis, lipase enzyme of Candida rugosa, monoglyceride and

(46)

Bahan Seminar Hasil

Departemen Kimia

PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS

MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE

Candida rugosa DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

SKRIPSI

JOHANNES VANNESSA CHRISTIANTO 090802045

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS

MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE

Candida rugosa DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JOHANNES VANNESSA CHRISTIANTO 090802045

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE Candida rugosa DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

Kategori : SKRIPSI

Nama : JOHANNES VANNESSA CHRISTIANTO

Nomor Induk Mahasiswa : 090802045

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Ir. Donald Siahaan Drs. Firman Sebayang, MS

Ka. Kelti PPKS NIP. 195607261985031001

Diketahui / Disetujui oleh,

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS

(49)

PERNYATAAN

PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE Candida rugosa

DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2014

(50)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

dan skripsi ini. Banyak hal yang penulis telah dapatkan selama kuliah dan

penelitian ini sehingga menambah ilmu bagi penulis khususnya dari orang-orang

yang berada di sekitar kita.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada orang tua

penulis Drs. Hans Henry Hastowo, M.A. dan Nurintan Siregar yang telah

memberikan dukungan moril setiap waktu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku

Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. Donald Siahaan selaku Dosen

Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan

pengarahan, pemikiran serta membagi wawasan terhadap skripsi ini.

Terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS

selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Sekretaris

Departemen yang turut memberikan pengarahan dan mengesahkan skripsi ini.

Ucapan terima kasih kepada teman-teman stambuk 2009, abang dan kakak senior

serta adik-adik dan juga asisten Laboratorium Biokimia MIPA yang terus

memberikan semangat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari Bapak dan Ibu Dosen serta pembaca sekalian.

(51)

PENENTUAN WAKTU REAKSI OPTIMUM GLISEROLISIS MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN ENZIM LIPASE Candida rugosa

DALAM PELARUT TERT-BUTANOL

ABSTRAK

Gliserolisis menggunakan pelarut dibutuhkan agar minyak dan gliserol

bercampur, salah satunya adalah tert-butanol. Dengan diketahuinya perbandingan

minimal pelarut dengan minyak maka perlu diketahui juga waktu reaksi yang

diperlukan untuk menghasilkan produk monogliserida dan digliserida terbanyak.

Gliserolisis dilakukan selama 36 jam dengan variasi waktu setiap 4 jam

dengan menggunakan enzim lipase Candida rugosa. Setelah reaksi selesai, larutan

diekstraksi dengan dietil eter hingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas

mengandung mono- dan digliserida. Lapisan tersebut dihilangkan terlebih dahulu

pelarutnya lalu dianalisa dengan spektroskopi FT-IR untuk mengetahui

munculnya gugus -OH. Gliserolat lalu dianalisa dengan kromatografi gas.

Hasil analisa kromatografi gas menunjukkan campuran monoglisrida dan

digliserida paling banyak terbentuk pada waktu reaksi 4 jam dengan persentase

monogliserida adalah 47,11% sedangkan persentase digliserida adalah 28,64%.

Kata kunci: gliserolisis, enzim lipase Candida rugosa, monogliserida dan

digliserida

(52)

Determination of Optimum Time Reaction for Palm Kernel Oil Glycerolysis Using Candida rugosa Lipase Enzyme in Tert-Butanol

ABSTRACT

Glycerolysis using a solvent is needed to make oil and glycerol blend, one of them

is tert-butanol. With the minimum comparison for solvent and oil is already

known so we must have to know the reaction time needed to produce the most

monoglycerides and diglycerides.

Glycerolysis is performed for 36 hours with every 4 hours using lipase

enzyme of Candida rugosa. After the reaction completed, the mixture is extracted

using diethyl ether until separated to two layers, where the upper layer contains

mono- and diglycerides. We must first evaporate the solvent then analyze with

FT-IR spectroscopy to see the presence from –OH groups. The glycerolate then

will be analyzed by gas chromatography.

The result of gas chromatography analysis shows the mixture of

monoglycerides and diglycerides were most formed after 4 hours of reaction time

with the percentage of monoglycerides is 47,11% while the percentage of

diglycerides is 28,64%

Keywords: glycerolysis, lipase enzyme of Candida rugosa, monoglyceride and

(53)

DAFTAR ISI

BAB 3. Bahan dan Metode Penelitian 3.1. Alat-alat 20

3.2. Bahan-bahan 21

3.3. Prosedur Penelitian 21

(54)

3.3.2. Penentuan Kadar Air PKO 23

3.3.3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (%ALB) pada PKO 24

3.3.4. Gliserolisis minyak inti sawit 24

3.3.5. Analisa Gliserolat dengan Kromatografi Gas 25

3.4. Bagan penelitian 26

3.4.1. Penentuan Kadar Air PKO 26

3.4.2. Penentuan Kadar Asam Lemak bebas (%ALB) pada PKO 27

3.4.3. Gliserolisis Minyak Inti Sawit 28

3.4.4 Analisis Gliserolat dengan Kromatografi Gas 29

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 30

4.2. Pembahasan 32

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 37

5.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(55)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit 7 Tabel 4.1. Hasil analisa FT-IR gugus –OH dari campuran monogliserida dan

digliserida. 30

(56)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Trigliserida 9

Gambar 2.2. Struktur Gliserol 12

Gambar 4.1. Mekanisme reaksi gliserolisis enzimatis 34

(57)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil analisa kadar air dan kadar asam lemak bebas minyak inti

sawit 41

Lampiran 2. Gambar Proses Gliserolisis 42

Lampiran 3. Hasil Analisa FT-IR 44

Gambar

Tabel4.1.Data absorbansi gugus –OH dari campuran monogliserida dan digliserida.
Gambar 4.1 Mekanisme reaksi gliserolisis enzimatis
Gambar 4.2 Mekanisme reaksi pembentukan ester
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak  Minyak Inti Sawit.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kelemahan reaksi enzimatis dalam proses gliserolisis ini adalah di mana enzim terikat dengan gliserol dan sulit bereaksi dengan minyak inti sawit, namun dengan penggunaan

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Pengaruh Jumlah

“Aktivitas dan Stabilitas Lipase Rhizomucor Miehei dan Candida Antartica pada Reaksi Asidolisis antara Konsentrat Asam Lemak Omega- 3 dengan Minyak Sawit Kasar

Kehadiran substrat dan inhibitor Retensi aktivitas yang cukup tinggi Perlakuan fisik Meningkatkan kinerja enzim Mekanisme kinerja lipase terimobilisasi dan proses inhibisi

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “ Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi Menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Kajian

Berapakah % yield dan konsentrasi biodiesel yang dihasilkan dari sintesis biodiesel dengan substrat minyak jelantah melalui rute non-alkohol dengan biokatalis Candida rugosa