• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

BAHAR ARIF LUBIS

117003017/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BAHAR ARIF LUBIS

117003017/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Bahar Arif Lubis

Nomor Pokok : 117003017

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Ir. Supriadi, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Ir. Rahmanta, M.Si.

Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS.

2. Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN DELI

SERDANG”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis

ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang

penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

Medan, 15 Januari 2014 Penulis,

(6)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.

Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.

Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.

(7)

THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT

ABSTRACT

National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.

The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.

The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan tesis yang berjudul “Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulus hati khususnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Ir. Supriadi, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

6. Bapak Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak. dan Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh keluarga, khususnya kepada ibunda Siti Hasyah Nasution, istri tercinta Ir. T. Maiza Inaya serta anak-anaku tersayang M Raihansyah Lubis dan Nurul Khairiyah Lubis yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala

bantuannya.

Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, 15 Januari 2014 Penulis,

(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Bahar Arif Lubis, lahir di Surabaya pada tanggal 20 Pebruari 1967,

merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda HM

Nurain Lubis dan Ibunda Siti Hasyah Nasution.

Pendidikan formal yang ditempuh, yaitu: Sekolah Dasar di SDN 060888

Medan, tamat pada tahun 1979, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah

Pertama di SMPN XIV Medan, tamat pada tahun 1982 dan melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Tunas Kartika II Medan, tamat

pada tahun 1985. Pada tahun 1985 melanjutkan pendidikan S-1 di Universitas

Medan Area Fakultas Ekonomi dan selesai tahun 1991 dengan gelar Sarjana

Ekonomi. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan (PWD).

Pada tahun 1994 s/d 2001, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil

pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah, Tahun 1998 s/d 2000

menjabat sebagai Kasi Statistik Produksi. Tahun 2001 s/d 2008 penulis bekerja

sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun

dengan jabatan sebagai Kasi Statistik Sosial. Pada tahun 2008 s/d sekarang

penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Provinsi

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK… ………... i

ABSTRACT……… ... ii

KATA PENGANTAR……….……... iii

RIWAYAT HIDUP………..….. iv

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR……….………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. x

(12)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….….……….…... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….………….. 50

4.1.1. Letak Wilayah……….………. 50

4.1.2. Penduduk………..……….……... 51

4.1.3. Potensi Wilayah Kabupaten Deli Serdang……….……….. 53

4.2. Profil Peternak Sapi Potong………..……….. 58

4.2.1. Jenis Kelamin Peternak……….………... 59

4.2.2. Umur Peternak………...…….……. 59

4.2.3. Tingkat Pendidikan Peternak………...………… 60

4.2.4. Jumlah Anggota Keluarga………..……..……...………. 61

4.2.5. Status Kepemilikan Ternak……….…..……… 61

4.2.6. Pengalaman Beternak……… 62

4.3. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi………..…..……… 63

4.3.1. Pengaruh Variabel Modal Kandang (X1) terhadap Produksi…….... 65

4.3.2. Pengaruh Variabel Tenaga Kerja (X2) terhadap Produksi….….. … 65

4.3.3. Pengaruh Variabel Pakan Hijau (X3) terhadap Produksi……. …… 65

4.3.4. Pengaruh Variabel Obat dan Vitamin (X4) terhadap Produksi….... 66

4.3.5. Pengaruh Variabel Skala Ternak (X5) terhadap Produksi……. ..… 66

4.4. Uji Return to Scale (RTS)………..…. 67

4.5. Uji Efisiensi Penggunaan Input...……….. 68

4.6. Analisis Produksi Ternak Sapi terhadap Pengembangan Wilayah…….... 73

4.6.1. Analisis Peningkatan Jumlah Ternak Sapi Potong……….…..….... 75

4.6.2. Analisis Peningkatan Produksi Ternak Sapi Potong.…….…..….... 77

4.6.3. Analisis Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Potong.…..…….. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN….……….………...….……….... 80

5.1. Kesimpulan………..….………….…...…... 80

5.2. Saran………..…...………...……..……….. 81

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor) 2

1.2. Populasi Ternak Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

6

3.1. Jumlah Peternak Jenis Ongole/PO menurut Kecamatan Asal Peternak 37

3.2. Rincian Jumlah Sampel Menurut Proporsi Kecamatan 38

3.3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 41

4.1. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas dan Rasio Luas Menurut Kecamatan Tahun 2012

51

4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000 -2011 (jiwa). 52

4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Banyaknya Pendudukdan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2011.

53

4.4. Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 57

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 59

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 60

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 61

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Beternak 62

4.9. Analisis Pengaruh Faktor- Fakrot Produksi Terhadap Produksi Ternak 63

4.10. Hasil Analisis Pengujian Return to Scale Variabel Faktor Produksi Terhadap Produksi Ternak Sapi

(14)

4.11. Nilai Rata-rata Variabel Produksi, Faktor Produksi dan Nilai k pada Peternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

70

4.12. Keterkaitan Industri Hulu, Industri Hilir dan Sektor Pendukung Terhadap Produksi Ternak Sapi Potong.

75

4.13. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Jumlah Ternak Sapi Potong Antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013

76

4.14. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Produksi Ternak Sapi Potong antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013

77

4.15. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Pendapatan Peternak antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal 21

2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian 32

3.1. Sebaran Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang 34

4.1. Tingkat Pendidikan Penduduk menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 54

4.2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011

55

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuisioner Analisis Produksi Peternakan Sapi Potong Jenis Ongole/PO

dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 86

2. Hasil Pengolahan SPSS versi 19 tentang Faktor-faktor Produksi terhadap Produksi Ternak Sapi Potong... 88

3. Data Karakteristik Peternak Sapi Potong... 90

4. Data Produksi dan Faktor-faktor Produksi Ternak Sapi Potong... 92

5. Data Pendapatan Peternak, Jumlah Ternak dan Produksi Ternak... 94

(17)

ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.

Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.

Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.

(18)

THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT

ABSTRACT

National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.

The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.

The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan sub sektor peternakan memiliki peran yang cukup strategis

terutama kontribusinya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan

pangan, bahan energi, pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan di

pedesaan. Dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia maka

permintaan akan daging ternak akan semakin bertambah pula. Kebutuhan

konsumsi daging dari tahun ke tahun terus meningkat sementara hewan ternak

yang dikembangkan para petani sampai saat ini pola pemeliharaannya masih

banyak yang tradisional dan perkembangan populasi ternak dinilai melamban. Hal

ini tentunya berakibat terhadap ketersediaan daging ternak.

Dalam kerangka pembangunan ekonomi wilayah, terlihat bahwa peran sub

sektor peternakan sangat strategis dan memiliki kaitan kuat dari hulu maupun hilir

dibandingkan dengan sektor lainnya. Peran strategis tersebut perlu dioptimalkan

sejalan dengan strategi pemerintah membangun enam Koridor Pembangunan

Ekonomi Indonesia (KPEI). Peran strategis tersebut harus dipahami oleh aparat

perencana, agar produk perencana dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah

dan aspirasi masyarakat.

Secara makro, sasaran pembangunan sub sektor peternakan Direktorat

Jenderal PKH tahun 2012 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar RP 35,2

trilyun, penyerapan tenaga kerja 3,44 juta orang atau penambahan tenaga kerja

(20)

mencakup produksi dan pertumbuhan populasi komoditas utama peternakan pada

tahun 2012 dari 10 komoditas ternak, target peningkatan pertumbuhan populasi

tertinggi adalah ternak sapi perah sebesar 6,40% disusul ternak sapi potong

sebesar 5,73%, ternak domba sebesar 5,07%, dan peningkatan pertumbuhan

populasi terendah adalah komodi atas ternak kerbau yang hanya sebesar 1,02%.

Tabel 1.1. memperlihatkan bahwa target ternak sapi potong diharapkan

menjadi penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia karena dari

perhitungan jumlah populasi ternak dikali dengan bobot ternak maka total

produktivitas tertinggi terdapat pada ternak sapi potong, sehingga wajar apabila

perhatian pemerintah dalam mengejar swasembada daging tertuju pada upaya

pengembangan ternak sapi potong.

Tabel 1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor)

No Komoditas 2010 2011 2012 r (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Sapi Potong 14.229.693 15.175.179 15.995.946 5,73

2 Sapi Perah 582.207 603.852 630.326 6,40

3 Kerbau 1,302.100 1,311.021 1.319.842 1,02

4 Kambing 16.110.710 16.770.712 17.503.717 4,32

5 Domba 10.637.237 11.149.019 11.743.923 5,07

6 Babi 6.881.706 6.951.965 7.029.107 1,07

7 Ayam Buras 281.803.147 291.433.901 303.973.838 3,86

8 Ayam ras Patelur 114.756.605 117.543.521 120.428.498 2,44

9 Ayam ras Pedaging 916.425.428 940.037.733 959.795.757 2,34

10 Itik 37.950.686 39.016.892 40.315.144 3,07

Sumber : Data Dirjen PKH 2012

Menurut berita harian Kompas 12 September 2012 bahwa konsumsi

daging sapi perkapita nasional adalah sebesar 1,87 kg perkapita pertahun. Angka

(21)

Konsumsi yang rendah ini pun, Indonesia memerlukan setidaknya 448.000 ton

daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 85% yang dapat dipenuhi

oleh produksi daging sapi dalam negeri dan sisanya masih berasal dari impor

negara lain. Hal ini amatlah mengkhawatirkan mengingat dengan bergantungnya

negara kita terhadap suplai impor, maka posisi tawar kita dalam pencaturan politik

dunia menjadi lebih lemah. Selain itu, impor dari negara lain juga membuka

peluang bagi masuknya penyakit-penyakit ternak yang belum pernah ada

sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Kementerian

Pertanian Indonesia melalui Direktorat Jenderal PKH mencanangkan program

PSDSK ( Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau ). Sebelumnya, program

ini dicanangkan untuk tahun 2010, tetapi karena satu dan lain hal direvisi menjadi

tahun 2014.

Beberapa strategi yang ditempuh Direktorat Jenderal PKH untuk

pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2010-2014

adalah :

1. Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi

distribusi.

2. Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan memanfaatkan

sumber daya lokal.

3. Memperkuat regulasi untuk melindungi peternak dalam negeri.

4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta

networking antar daerah.

(22)

Menurut Yasin (2013), jika Indonesia akan berswasembada daging, berarti

sekitar 90% kebutuhan daging harus dipasok dari ternak potong dalam negeri

secara berkesinambungan, sedang sisanya dapat diimpor. Namun dibalik rencana

terlaksananya swasembada daging ditahun 2014, ada beberapa tantangan yang

dihadapi, baik bersifat internal maupun eksternal. Beberapa tantangan tersebut

antara lain adalah sikap skeptis dan pesimis dari beberapa kalangan baik dari

pelaku usaha maupun akademisi, bahwa Indonesia tidak mungkin mencapai

swasembada daging sapi.

Selain itu, upaya pemerintah yang telah berinisiatif melaksanakan

pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 namun hasilnya tidak

serta-merta mampu meyakinkan para pelaku usaha. Para pelaku usaha cenderung

membesar-besarkan nilai riil konsumsi daging perkapita yang disebutkan

mendekati angka ideal 4,5 kg/perkapita/tahun. Padahal hitungan pemerintah

tentang konsumsi perkapita pertahun tersebut di bawah 2kg/kapita/tahun

Capaian target swasembada daging Tahun 2014 sangat tergantung pada

kesuksesan industri pembibitan sapi, industri feedlot dan penggemukan, industri

rumah potong hewan serta industri pengolahan berbasis daging sapi. Tantangan

nyata yang sekarang dihadapi meliputi ketersediaan pakan, budidaya ternak,

pemasaran, distribusi dan transportasi.

Selaku pihak swasta yang berpengaruh secara nasional, APFINDO

(Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) sangat mendukung program

Swasembada daging 2014, antara lain meliputi usaha impor sapi bakalan untuk

digemukan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi jantan

(23)

sumber daya ternak sapi mencapai 40% dalam bentuk daging segar guna

mengatasi kekurangan produksi daging dalam negeri, penyerapan sapi bakalan

lokal, integrasi RPH dengan produksi dan pengolahan daging, upaya

menghasilkan daging segar yang memenuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh,

halal ), subsitusi impor daging untuk dikembangbiakan guna menambah populasi

sapi di dalam negeri, khususnya indukan untuk dikembangkan lebih lanjut, serta

penyerapan dan penyelamatan pemotongan sapi betina produktif lokal.

Dalam upaya mewujudkan swasembada daging 2014, Dirjen PKH bekerja

sama dengan BPS melakukan pendataan jumlah ternak sapi dan kerbau melalui

kegiatan sensus ternak Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK)

yang dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Indonesia pada tanggal 1

Juni 2011. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah ternak sapi

dan kerbau secara akurat juga melihat karakteristik ternak tersebut, karena selama

ini data yang ada sangat beragam sehingga sulit menggunakannya sebagai acuan

untuk mengetahui jumlah dan karakteristik ternak yang sebenarnya.

Berdasarkan data sensus ternak sapi dan kerbau di Provinsi Sumatera

Utara, diperoleh jumlah populasi sapi potong sebanyak 541.698 ekor dengan

jumlah peternak sebanyak 113.806 rumahtangga. Data tersebut menunjukkan

populasi ternak terbesar berada di Kabupaten Langkat dengan jumlah ternak

139.457 ekor, disusul Kabupaten Simalungun dengan jumlah populasi 98.335

ekor, kemudian Kabupaten Asahan dan Deli Serdang masing-masing sebesar

67.633 ekor dan 60.278 ekor.

Kabupaten Deli Serdang merupakan penghasil ternak sapi potong terbesar

(24)

harapan pemerintah dalam upaya mendukung program-program peningkatan

percepatan swasembada daging tahun 2014 melalui peternakan sapi potong.

Berdasarkan data PDRB BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, laju

pertumbuhan ternak sapi di Kabupaten Deli Serdang adalah sebesar 6,74% masih

lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dirjen PKH yakni sebesar 5,73%.

Tabel 1.2. Populasi Ternk Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

No Kecamatan Populasi

Sapi Potong

Kabupaten Deli Serdang 60.278 11.984 100,00 %

Sumber : Data BPS Hasil PSPK 2011

Tabel 1.2 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang

(25)

Kecamatan Hamparan Perak dengan jumlah 14.591 ekor atau sekitar 24,21%,

kemudian Kecamatan STM Hilir sebanyak 7.032 ekor atau 11,67% sedangkan di

Kecamatan lainnya jumlah ternak sapi bervariasi dan populasinya di bawah 10%.

Dari data PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, sumbangan untuk

sektor pertanian hanya sebesar 16,44%, dan salah satunya diperoleh dari sub

sektor peternakan yang hanya menyumbang 0,76% dari total PDRB Kabupaten

Deli Serdang atau sebesar Rp. 229,38 Milyar, dari total PDRB Kabupaten Deli

Serdang yang berjumlah Rp 45.125,83 Milyar.

Walaupun populasi ternak sapi Kabupaten Deli Serdang berada pada

urutan ke 4 (empat) di Sumatera Utara, tetapi nyatanya sumbangan terhadap

PDRB Kabupaten Deli Serdang hanya sebesar 0,76% sementara pada

kenyataannya usaha ini telah banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu,

apabila usaha peternakan ini dapat ditingkatkan lebih baik lagi, maka selain

potensinya yang cukup besar ini masih dapat dikembangkan, juga tenaga kerja

yang diserap akan lebih banyak lagi sehingga mendorong pengembangan potensi

wilayah di Kabupaten Deli Serdang sebagai akibat peningkatan pertumbuhan

ekonomi dari sub sektor peternakan sapi.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas maka beberapa yang perlu diketahui yang

menjadi pokok permasalahan penelitian ini yaitu :

1. Faktor-faktor produksi apa sajakah yang mempengaruhi produksi ternak sapi

potong di Kabupaten Deli Serdang?

(26)

3. Bagaimanakah efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di

Kabupaten Deli Serdang ?

4. Bagaimana peran produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah

dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja,

peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli

Serdang ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan penelitian maka tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap

produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.

2. Menganalisis keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli

Serdang.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di

Kabupaten Deli Serdang.

4. Menganalisis produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah

dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja,

peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli

Serdang.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :

1. Sebagai bahan rujukan/referensi untuk pembaca, pelaku usaha dan peminat

(27)

terhadap produksi ternak sapi potong sehingga produktivitas ternak bisa lebih

meningkat, efisiensi usaha bisa ditekan dan pendapatan petani terus meningkat

yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah.

2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ternak Sapi Potong

Yasin (2013), menyatakan bahwa keberadaan ternak ruminansia (Sapi,

Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam

pengembangan kawasan karena ternak ini selain berfungsi sebagai ternak

pedaging dan susu perah juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah

lahan pertanian serta sebagai sumber pupuk organik. Disamping itu

pemeliharaannya sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber

dari rerumputan.

Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok

ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini

berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha menguntungkan. Sapi potong telah

lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja

untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola

usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan

bibit dan penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman

pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong

berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif

untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana, 2009).

Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan

perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu : 1) budi daya ternak

(29)

berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan

luwes, 3) produksi sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan

pendapatan yang tinggi, dan dapat membuka lapangan pekerjaan.

Pemeliharaan ternak sapi umumnya akan disesuaikan dengan tujuan para

peternak dalam usaha yang dilakukan. Apabila tujuan pemeliharaan akan

disesuaikan dengan dua hasil atau lebih, maka dipilih ternak sapi tipe dwi guna.

Sebagai contoh, untuk mengkombinasikan sumber protein hewani maka tujuan

menghasilkan susu dan daging sekaligus dapat diperoleh melalui pemeliharaan

sapi tipe dwi guna (Santosa, 2003).

2.2 Peranan Usaha Peternakan

Usaha peternakan merupakan suatu proses pengembangan teknologi,

inovasi, spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat

dan mendorong perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Proses teknologi dan

inovasi tersebut mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dari sisi penawaran

agregat, sedangkan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume

dan komposisi konsumsi mempengaruhi struktur ekonomi dari sisi permintaan

agregat.

Hasanuddin (1993) dalam Saragih (1997) menyatakan bahwa usaha

peternakan rumah tangga merupakan usaha masyarakat dalam meningkatkan

kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui kegiatan produksi berskala kecil dan

dalam kegiatannya memanfaatkan semua sumber daya dan faktor-faktor produksi

(30)

Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani di pedesaan pada umumnya

masih bersifat tradisional, usaha memanfaatkan ternak dengan cara yang statis

menurut tradisi turun temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi.

Kehadiran ternak dalam kehidupan petani merupakan peluang dalam

memanfaatkan hasil ikutan usaha tani. Disamping itu tenaga kerja dan waktu dari

anggota keluarga dapat dimanfaatkan.

Peranan sub-sektor peternakan dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu

peranan langsung dan peranan tidak langsung. Dimana peranan langsung sub

sektor peternakan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja melalui

peningkatan produksi peternakan berupa daging, secara langsung akan

berpengaruh terhadap pendapatan petani peternak baik dalam bentuk usaha

sampingan maupun sebagai usaha pokoknya. Oleh karena itu apabila

pengembangan produktivitas peternakan dapat ditingkatkan maka secara langsung

jumlah tenaga kerja yang terserap akan bertambah. Dengan kata lain usaha tani

ternak merupakan salah satu alternatif pemecahan lapangan kerja di pedesaan.

Kemudian peranan sub sektor peternakan secara tidak langsung dapat

menggerakkan kegiatan perekonomian sektor pertanian lainnya, karena output

(produksi) dari sektor tersebut merupakan input (faktor produksi) bagi sub sektor

peternakan seperti bahan baku pakan ternak dan limbah pertanian lainnya.

Disamping itu peranan tidak langsung lainnya dapat berupa penyediaan bahan

baku bagi sektor industri lainnya seperti yang berasal dari industri bibit ternak,

pakan ternak dan obat-obatan ternak yang merupakan faktor produksi (input) bagi

(31)

2.3 Faktor Produksi

Menurut Sukartawi (1994) Istilah faktor produksi sering pula disebut

dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan”

untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut

dengan “input”. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan

kualitasnya perlu di ketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk

menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor

produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini

disebut dengan “factor relationship” (FR).

Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat

kesuburanya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan

sebagainya;

b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidak pastian, kelembagaan,

tersedianya kredit, dan sebagainya.

Dalam produksi pertanian (Mubyarto,1995 ), produksi fisik dihasilkan

oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga

kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan

menganalisis peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah

faktor-faktor produksi itu salah satu produksi lain dianggap tidak tetap (variabel)

(32)

Faktor-faktor produksi minimal yang umumnya ada dalam setiap kegiatan

usaha pada sektor pertanian yang bertujuan untuk menghasilkan produk adalah :

1. Lahan Pertanian, Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan

dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang

disiapkan untuk di usahakan usaha tani misalnya; tegal dan pekarangan.

Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu di usahakan untuk

pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari pada

lahan pertanian.

2. Tenaga Kerja, Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang

penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang

cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan

macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.

3. Modal, Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan

menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal

variabel. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal

tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering

dimasukan dalam kategori modal tetap yang dapat didefinisikan sebagai biaya

yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses

produksi tersebut. Peristiwa ini tarjadi dalam waktu yang relatif pendek

(Short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sementara

yang dimaksud dengan modal tidak tetap adalah modal yang habis dalam

sekali proses produksi.

Purwoto (1992), mengemukakan analisis ekonomi produksi dapat

(33)

(2) pendekatan fungsi biaya dan (3) pendekatan fungsi keuntungan. Pada

hakekatnya ketiga fungsi tersebut bersifat “dual” artinya bahwa dari setiap fungsi

produksi dapat diperoleh keuntungan dan fungsi biaya.

2.4. Fungsi Produksi

Suhartati dan Fathorrozi (2002 ), menyatakan bahwa produksi merupakan

hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa

masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan

produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk

menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam

bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi fungsi

produksi adalah suatu persaman yang bisa menunjukkan jumlah maksimum

output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.

Sukartawi (1994), menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan

fisik antar variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X).

Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variable yang menjelaskan

biasanya berupa input.

Perlunya pembahasan tentang fungsi produksi ini karena beberapa hal :

a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan faktor

antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan

hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

b. Dengan faktor produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara

variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang

(34)

antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, …Xi, …Xn )

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X

dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi,…Xn dan X lainnya juga dapat

diketahui.

Menurut Dombusch (2001) fungsi produksi adalah hubungan teknis antara

input dan output. Perusahaan dalam hal ini tidak bisa mencapai output yang lebih

tinggi tanpa menggunakan input yang lebih banyak, dan perusahaan tidak bisa

menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Selain

mengkaitkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan input

produksi, fungsi produksi juga berhubungan atau terkait dengan penguasaan

teknologi.

Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan di pergunakan oleh

para peneliti, metode penelitian yang sering digunakan adalah metode penelitian

fungsi produksi Cobb-Douglas karena adanya kemudahan-kemudahan yang

dimiliki metode ini yaitu dengan penggunaan cara regresi berganda atau regresi

sederhana.

Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan seperti persamaan

berikut :

Y = aX1 b1,X2b2, …. X ibi …. Xnbn eu

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakanoleh hubungan Y dan X, maka : ... (2.1)

(35)

Dimana :

Y = variabel yang dijelaskan

X = variabel yang menjelaskan

a, b = besaran yang akan diduga

u = kesalahan (disturbance term)

e = logaritma natural, e = 2,718.

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.1), maka

persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara

melogaritmakan persamaan tersebut.

Logaritma dari persamaan di atas adalah :

Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2

Y

+ u

*

= a* + b1X1* + b2X2* + u*

Dimana :

...(2.3)

Y* = log Y

X* = log X

u* = log u

a*

yang lain telah dijelaskan sebelumnya. Persamaan (2.3) dapat dengan mudah

diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada persamaan tersebut terlihat

bahwa nilai b = log a

1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah

dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi

(36)

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan

diubah bentuk fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara

lain :

a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah

suatu bilangan yang tidak diketahui (infinite);

b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi

pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective

technologies).

Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam

suatu pengamatan dan apabila diperlukan analisis yang lebih dari satu model

misalkan dua model, maka perbedaan kedua model tersebut terletak pada

intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

c. Tiap variabel X adalah perfect competition.

d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup

pada faktor kesalahan, u.

Dalam melakukan suatu penelitian, akan terdapat 2 (dua) sumber data

yakni data yang terkontrol atau terukur secara lebih pasti seperti yang di peroleh

dari percobaan pada rumah kaca yang selama dalam penelitian tanpa ada

gangguan/kendala faktor alam sehingga penelitian dapat terkontrol, dan data yang

tidak terkontrol yaitu data yang diperoleh dari hasil survey lapangan yang

hasilnya sering bias terhadap kenyataan di lapangan. Misalnya data produktivitas

(37)

lahan, pakan, manajemen dan besarnya kapital yang datanya akan bervariatif

walaupun respondennya memiliki jumlah ternak yang sama.

Untuk mendapatkan fungsi pendugaan yang baik dengan menggunakan

data yang tidak terkontrol, maka diperlukan perhatian, antara lain:

a. Variasi dari variabel yang tidak dimasukan dalam model haruslah kecil.

Misalnya, jenis tanah harus tidak banyak variasi agar luas tanah yang dipakai

tidak terlalu bias bila dipakai dalam model. Bagitu pula halnya dengan

kualitas tenaga kerja sebaiknya tidak terlalu bervariasi agar variabel ini juga

tidak terlalu bias hasilnya.

b. Sebaliknya variasi dari setiap variabel persatuan luas harus banyak variasinya.

Misalnya, satu hektar luas tanah untuk petani yang satu dan yang lain harus

besar variasi penggunaan faktor produksinya. Bila tidak demikian, akan terjadi

bias terhadap pendugaan fungsi produksi.

c. Jumlah sampel harus memadai agar variasi tersebut dapat ditangkap

pengaruhnya; misalkan paling sedikit ada 30 sampel.

Fungsi produksi Cobb-Douglas sering dipakai dalam penyelesaian

problem makro ekonomi , misalnya dalam menghitung kontribusi kapital atau

tenaga kerja. Seperti halnya pada konsep fungsi produksi yang sering dipakai

dalam konsep engineering, maka dalam konsep makro ekonomi, fungsi produksi

diartikan sebagai fungsi yang menyatakan hubungan antara kapasitas output

maksimum dari keseluruhan ekonomi dan kendala dari variabel yang

mempengaruhi output tersebut. Karena itu maka fungsi produksi adalah

(38)

Dalam konsep makro ekonomi menurut Sadono (2010), dinyatakan bahwa

fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan di antara faktor-faktor produksi dan

tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan

istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi

produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus: Q=f (K, L, R, T) dimana K

adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan keahlian usahawan,

R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan.

Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis

faktor-faktor produksi tersebut.

Dalam suatu teori produksi berlaku hukum hasil lebih yang semakin

berkurang (The law of Diminishing Return), maksudnya adalah apabila faktor

produksi yang dapat di ubah jumlahnya ( tenaga kerja ) terus-menerus ditambah

sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak

pertambahanya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi

tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat

pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total

semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian

menurun.

Dalam analisis kegiatan ekonomi di misalkan bahwa faktor-faktor

produksi lainnya dianggap tetap jumlahnya (fix cost), yaitu modal dan tanah

jumlahnya tidak di anggap mengalami perubahan. Juga teknologi di anggap tidak

mengalami perubahan dalam periode tertentu. Satu-satunya faktor produksi yang

dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (variable cost). Pertambahan

(39)

disebut produk marginal (MP). Apabila pertambahan tenaga kerja adalah ∆L,

pertambahan produksi marjinal adalah ∆TP , maka MP dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

�� = ∆��∆�

Kemudian besarnya produksi rata-rata (AP), yaitu produksi yang secara

rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja dapat dihitung dari produksi total (TP)

dibagi dengan jumlah tenaga kerja (L), maka produksi rata-rata (AP) dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

AP = ��

Hubungan antara Produksi Total (PT), Produksi Marginal (MP) dan Produksi

Rata-rata (AP) dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini

Produksi

Y TP = Total Produk

Tahap I Tahap II Tahap III

Y2

Y1

AP = Produk Rata-rata

0 3 4 8 Tenaga Kerja

MP=Produk Marginal

(40)

Pada Gambar 2.1, kurva TP adalah kurva produksi total, yang

menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dengan jumlah tenaga kerja yang

digunakan untuk menghasilkan produksi. Pada tahap I, kurva TP cenderung naik

ke atas dengan penambahan tenaga kerja sejumlah tertentu, tahap II walaupun

penambahan tenaga kerja terus ditambah, tetapi peningkatan produksi mulai

berkurang kemudian penambahan tenaga kerja yang dilakukan pada tahap III

sudah tidak mempunyai pengaruh berarti terhadap produksi, bahkan pada titik

tertentu produksi mengalami penurunan.

Kurva MP menggambarkan produksi marginal akibat penambahan tenaga

kerja, dimana terlihat ketika jumlah tenaga kerja masih 3 orang, terjadi

peningkatan puncak produksi marginal, kemudian tenaga kerja ditambah lagi

menjadi 4 orang, produksi marginal sudah mulai menurun dan ketika tenaga kerja

menjadi 8 orang atau pada tahap III terlihat kurva produksi marginal sudah

bernilai negatif.

Selanjutnya kurva AP merupakan rata-rata tenaga kerja yang digunakan,

pada tahap I ketika tenaga kerja berjumlah 4 orang, rata-rata produksi berada pada

puncak, kemudian pada tahap II, rata-rata produksi mulai menurun walaupun

tenaga kerja ditambah terus dan akan terus menurun di tahap III.

2.5 Skala Usaha/ReturnTo Scale (RTS)

Return to scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan

(41)

decreasing returns to scale. untuk menjelaskan jumlah besaran elastisitas b1 dan

b2

maka persamaan RTS dapat dituliskan sebagai berikut :

adalah lebih besar dari nol dan lebih kecil atau sama dengan satu.

1 < b1 + b2

Dengan demikian,kemungkinannya ada tiga alternatif, yaitu :

<1 ………..(2.4)

a. decreasing return to scale, bila (b1 + b2

b. constant return to scale, bila (b

) < 1. Dalam keadaan demikian,

dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi

proporsi penambahan produksi. Misalnya, bila penggunaan faktor

produksi ditambah 25%, maka produksi akan bertambah sebesar 15%.

1 + b2

c. increasing return to scale, bila (b

) = 1. Dalam keadaan demikian,

penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan

produksi yang diperoleh. Bila faktor produksi ditambah sebesar 25%,

maka produksi akan bertambah juga sebesar 25%.

1 + b2

Agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai b

) > 1. Ini artinya bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang

proporsinya lebih besar. Jadi misalnya faktor produksi ditambah 10%,

maka produksi akan bertambah sebesar 20%.

i harus positif dan lebih kecil

dari satu. Ini artinya berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-Douglas

adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga

informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap

(42)

2.6. Efisiensi Penggunaan Input

Efisiensi penggunaan input merupakan salah satu cara untuk memperbesar

keuntungan, dengan melakukan efisiensi terhadap faktor-faktor produksi, maka

suatu usaha dapat dikatakan telah memiliki cara atau metode dalam pemakaian

bahan- baku untuk menghasilkan output yang sesuai dengan harapan pengusaha.

Menurut Soekartawi (1994) bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya

penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang

sebesar-besarnya. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila

faktor produksi yang dipergunakan menghasilkan produksi yang maksimum.

Dikatakan efisiensi harga apabila nilai produksi marginal sama dengan harga

faktor produksi ( NPMX = Px

Dalam penelitian model fungsi produksi, kondisi efisiensi harga yang

digunakan sebagai patokan adalah bagaimana mengatur penggunaan faktor

produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produksi marginal suatu input X, sama

dengan harga faktor produksi (input) tersebut, bila fungsi produksi tersebut

digunakan dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana b

merupakan koefisien regresi dan sekaligus menggambarkan elastisitas produksi,

dengan demikian maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X dapat

ditulis sebagai berikut :

) dan dikatakan efisiensi ekonomis apabila usaha

tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus juga mencapai efisiensi harga.

NPM = �.�.��

(43)

Dimana : b = elastisitas produksi

Y = produksi (output)

Py

X = jumlah faktor produksi = harga faktor produksi

Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi

X, yakni �.�.��

� = Px

Dimana P

atau �.�.��

�.�� = 1 ...(2.6)

x

Dalam penelitian ini nilai Y, P

= harga faktor produksi X.

y, X dan Px

Dalam banyak kenyataan NPM

diperoleh dari nilai rata-rata.

x tidak selalu sama dengan Px

a. �.�.��

�.�� > 1...(2.7)

, dan yang sering

terjadi adalah :

Artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, untuk mencapai efisiensi

penggunaan faktor produksi X perlu ditambah

b .�.�.��

�.�� < 1...(2.8)

Artinya penggunaan faktor produksi X tidak efisiensi. Untuk penggunaan yang

efisien maka penggunaan faktor produksi X perlu dikurangi.

2.7 Perencanaan Pembangunan Wilayah

Stanley (1982) dalam Saragih (1997), mengemukakan bahwa kata wilayah

(44)

dua makna yaitu : 1). Wilayah objektif, maksudnya adalah suatu wilayah oleh

perencana dibagi habis ke dalam beberapa wilayah pembangunan. 2). Wilayah

subyektif, maksudnya adalah perwilayahan merupakan suatu cara untuk

mengenal masalah. Hal ini berarti adanya usaha untuk melakukan klasifikasi.

Wilayah subyektif ini ada dua jenis yaitu : 1). Wilayah homogen yaitu wilayah

yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi.

2). Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang didasarkan atas hubumgan fungsional

antara unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam wilayah tersebut.

Perencanaan wilayah adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi

saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang

relevan, diperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran

yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai

tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan

dilaksanakan (Tarigan, 2009).

Dari defenisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi, yaitu satu

versi melihat perencanaan adalah suatu teknik atau profesi yang membutuhkan

keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan (pembangunan) adalah

kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari

berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut di masa

yang akan datang. Dengan demikian, sejak awal telah terlihat arah lokasi yang

dipersiapkan untuk dibangun dan yang akan dijadikan sebagai wilayah

(45)

seperti kawasan hutan lindung dan konservasi alam. Hal ini berarti dari sejak awal

dapat diantisipasi dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat

dipikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak

negatif dan mengoptimalkan dampak positif.

Perencanaan wilayah dapat membantu atau memandu para pelaku

ekonomi untuk memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang

akan datang dan dimana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa

mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat kepastian hukum

tentang lokasi usahanya dan menjamin keteraturan dan menjauhkan benturan

kepentingan.

Perencanaan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat

ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh

masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan

kegiatan di wilayah itu. Dalam membuat perencanaan pembangunan suatu

wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan

oleh pihak swasta atau masyarakat umum. Walaupun demikian peranan

pemerintah cukup penting karena memiliki wewenang sebagai regulator

(pengatur atau pengendali).

Pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral

dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah

tersebut. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai

(46)

Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya faktor pendorong

pertumbuhan wilayah adalah teori berbasis ekspor (eksport base). Teori ini

menyebutkan bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang

datang dari luar wilayah tersebut. Lebih lanjut Perloof dan Wingo dalam

Sirojuzilam (2006), mengemukakan teori resource base yang mengatakan bahwa

investasi dan perkembangan ekspor di suatu wilayah memegang peranan penting

dalam pembangunan ekonomi karena selain menghasilkan pendapatan, juga

menciptakan efek penggandaan (multiplier effect) pada keseluruhan

perekonomian di wilayah tersebut.

Tujuan utama pengembangan wilayah adalah meningkatkan keserasian

berbagai kegiatan/sektor pembangunan dan wilayah sehingga pemanfaatan ruang

dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat mendukung aktifitas kehidupan

masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang

diharapkan (Riyadi 2002). Menurut Tarigan (2004) bahwa pembangunan wilayah

dapat diukur dari beberapa parameter antara lain meningkatnya pendapatan

masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan.

Pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat faktor endogen dan

eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat didalam wilayah yang bersangkutan

ataupun diluar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model

ekonomi makro disebutkan bahwa faktor ekonomi penentu internal pertumbuhan

wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumber daya alam) dan sistem

sosio-politik. Sedangkan industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah faktor penentu

(47)

Selanjutnya dalam suatu perencanaan perekonomian (economic planning)

maka akan terjadi perencanaan yang berkenaan dengan perubahan struktur

ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat

kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi lebih didasarkan atas

mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas

kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila perencanaan itu bersifat terpadu,

perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan

dalam perencanaan ekonomi.

Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula

pada kemampuan mengkoordinasikan, mengakomodasikan dan memfasilitasi

semua kepentingan, serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya

pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.

2.8. Penelitian terdahulu

Elly dkk (2008), melakukan penelitian tentang pengembangan usaha

ternak sapi rakyat melalui integrasi sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Pemeliharaan

sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan sistem

integrasi ternak-tanaman. Beberapa pola integrasi yang biasa dijumpai adalah

sapi-jagung serta sapi-kelapa. Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan

kebijakan pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif terhadap

peningkatan kesejahteraan petani-peternak. Integrasi ternak sapi-tanaman dapat

meningkatkan pendapatan petani maupun pemerintah, memperbaiki kesuburan

tanah, menyediakan sekaligus meningkatkan produktivitas pakan, selain sebagai

(48)

tenaga kerja ternak. Keberhasilan pengembangan usaha tani integrasi ternak

sapi-tanaman antara lain ditentukan oleh kerja sama antara petani-peternak dan

pemerintah melalui pendekatan kelompok.

Suryana (2009), melakukan penelitian pengembangan usaha ternak sapi

potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Sapi potong telah lama

dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk

mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional.

Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola

kemitraan merupakan salah satu alternative untuk meningkatkan keuntungan

peternak. Kemitraan adalah kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari proses

praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas saling

membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan sapi

potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi

daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat yang terus meningkat.

Lubis (2010), melakukan penelitian tentang dampak pengembangan

komoditi ternak sapi terhadap peningkatan pendapatan dan pengembangan

wilayah di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Tujuan

penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi ternak sapi terhadap keuntungan peternak, menganalisis dampak

pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama

pada peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja, dan

(49)

Putra (2011), melakukan penelitian tentang strategi pencapaian program

swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat.

Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui kondisi objektif pembangunan peternakan

sapi di Provinsi Sumatera Barat saat ini, 2) Mengetahui perkiraan pencapaian

target Provinsi Sumatera Barat dalam rangka Swasembada Daging Sapi Tahun

2014 dan 3) Merumuskan strategi yang tepat untuk mewujudkan PSDS 2014 di

Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting

pembangunan peternakan sapi Sumatera Barat meliputi : produksi dan konsumsi

daging mengalami peningkatan dari tahun 2005-2009, demikian juga laju

pertumbuhan populasi mengalami peningkatan.

Sofyan et al. (2006), melakukan penelitian di Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk

menganalisa pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak,

Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa skala usaha

(jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata terhadap

pendapatan peternak. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,

jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap pendapatan peternak.

2.9. Kerangka PemikiranPenelitian

Kerangka pemikiran penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 2.2

gunanya untuk melihat hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi

yang dihasilkan, sehingga dalam melakukan penelitian terhadap rumah tangga

(50)

Peningkatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Peningkatan Produksi Pakan Peningkatan Permintaan Obat

penggunaan input dan uji beda jumlah ternak, produksi ternak dan pendapatan

ternak .

Skema Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dari hasil pengujian tersebut, maka akan diketahui share dari

masing-masing faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya adalah

untuk mengetahui keadaan skala usaha apakah meningkat, menurun atau tetap,

serta untuk mengetahui efisiensi penggunaan variabel input. Faktor- faktor

produksi ini akan di lihat dari pengaruh mana yang lebih kuat sehingga peternak

paham faktor yang mana saja yang mendorong dalam peningkatan produksi sapi Faktor Produksi :

Pakan Hijau (X1) Pakan Tambahan (X2)

Skala Ternak (X3) Tenaga Kerja (X4) Modal Kandang (X5)

Obat-obatan (X6)

Pengembangan Usaha

Pengembangan Wilayah PRODUKSI Keadaan Skala Usaha

(51)

potong. Peningkatan produksi sapi potong akan mendorong permintaan tambahan

tenaga kerja, peningkatan pendapatan peternak, peningkatan produksi pakan dan

peningkatan permintaan obat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

yang secara simultan dan berimbas pada pengembangan wilayah desa, kecamatan,

kabupaten sampai tingkat provinsi bahkan nasional.

Beberapa faktor-faktor yang mendorong terhadap peningkatan produksi

peternak antara lain (1). Kenaikan produksi ternak di pengaruhi oleh jumlah

ternak (stocking rate), derajat kelangsung hidup ternak (survival rate) dan tingkat

pertumbuhan ternak (growth rate). (2). Kenaikan harga produksi dipengaruhi oleh

kualitas produksi, kondisi pemasaran produk dan diferensiasi pasar dan produk.

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor produksi (pakan hijau, pakan tambahan, skala ternak, tenaga

kerja, modal dan obat-obatan) berpengaruh positif terhadap peningkatan

produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.

2. Keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang adalah

menaik (increase).

3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi potong diduga masih

belum efisien.

4. Pengembangan usaha ternak sapi potong memberikan kontribusi positif

terhadap pendapatan peternak dan pekerja sektor peternakan dan

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan

batasan penelitian hanya terhadap peternak yang mengusahakan ternak sapi

potong jenis/bangsa ongole/PO.

Berdasarkan data PSPK Tahun 2011 Kabupaten Deli Serdang memiliki

populasi ternak terbesar nomor 4 di Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat

pertumbuhan sebesar 6,74 % dan berada di atas target pertumbuhan nasional

yang hanya sebesar 5,73%.

Sumber : Data BPS Peta Hasil PSPK 2011 Kabupaten Deli Serdang

(53)

Dari Gambar 3.1 terlihat keberadaan sapi potong sebagian besar berada di bagian

sebelah Utara wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Hamparan Perak

merupakan kecamatan dengan populasi sapi potong terbesar dengan jumlah ternak

sebanyak 14.591 ekor atau 24,21 %, disusul Kecamatan STM Hilir dengan jumlah

7.032 ekor (sebanyak 5.829 ekor ternak diantaranya diusahakan oleh perusahaan

swasta). Kecamatan lainnya yang memiliki populasi sapi potong cukup besar,

yaitu Kecamatan Pancur Batu sebanyak 5.534 ekor atau 9,18 %, dan Kecamatan

Percut Sei Tuan sebanyak 5.105 ekor atau 8,47 %.

3.2. Jenis Dan Sumber Data

3.2.1. Jenis Data

Dalam penelitian ini semua data yang digunakan merupakan variabel yang

dapat di ukur walaupun tidak semua data merupakan angka mutlak, tetapi data

yang tidak bernilai angka mutlak harus dibuat ukurannya agar data tersebut dapat

diolah. Data dimaksud diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data

kualitatif.

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka. Data kuantitatif

tersebut berasal dari penghitungan dan variabel kontinu yang merupakan data

yang berasal dari hasil pengukuran dengan menggunakan prosedur statistik.

2. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang bersifat non-angka dan bersifat subjektif,

yang termasuk dalam data kualitatif dalam penelitian ini antara lain: jenis kelamin

Gambar

Tabel 1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor)
Tabel 1.2.  Populasi Ternk Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan        di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011
Gambar 2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-ratadan Produksi Marjinal
Gambar 2.2.  Kerangka Pemikiran Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bersandar dari penjabaran diatas, maka penulis akan menganalisis permasalahan yang ada yaitu mengidentifikasi jumlah produksi padi di kabupaten Deli Serdang dengan

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN DELI SERDANG.. TAHUN 2010

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang, untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang, untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih

Tujuan penelitian ini adalah untuk: menganalisis laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang; menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih

sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam.. skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas

pengaruhnya terhadap Strategi Pengembangan Usaha ternak sapi potong pada Kelompok tani. ternak penerima program Bantuan Langsung

Tujuan penelitian ini adalah untuk: menganalisis laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang; menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih