ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI
DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG
TESIS
Oleh
BAHAR ARIF LUBIS
117003017/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI
DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BAHAR ARIF LUBIS
117003017/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Bahar Arif Lubis
Nomor Pokok : 117003017
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua
(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Ir. Supriadi, MS) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)
Direktur,
Telah diuji pada
Tanggal : 20 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. Ir. Rahmanta, M.Si.
Anggota : 1. Ir. Supriadi, MS.
2. Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
3. Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak
PERNYATAAN
Judul Tesis
“ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN DELI
SERDANG”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 15 Januari 2014 Penulis,
ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG
ABSTRAK
Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.
Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.
Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.
THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT
ABSTRACT
National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.
The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.
The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan tesis yang berjudul “Analisis Produksi Peternakan Sapi Dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulus hati khususnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof.Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Ir. Supriadi, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak. dan Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh keluarga, khususnya kepada ibunda Siti Hasyah Nasution, istri tercinta Ir. T. Maiza Inaya serta anak-anaku tersayang M Raihansyah Lubis dan Nurul Khairiyah Lubis yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala
bantuannya.
Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Medan, 15 Januari 2014 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Bahar Arif Lubis, lahir di Surabaya pada tanggal 20 Pebruari 1967,
merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda HM
Nurain Lubis dan Ibunda Siti Hasyah Nasution.
Pendidikan formal yang ditempuh, yaitu: Sekolah Dasar di SDN 060888
Medan, tamat pada tahun 1979, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama di SMPN XIV Medan, tamat pada tahun 1982 dan melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Tunas Kartika II Medan, tamat
pada tahun 1985. Pada tahun 1985 melanjutkan pendidikan S-1 di Universitas
Medan Area Fakultas Ekonomi dan selesai tahun 1991 dengan gelar Sarjana
Ekonomi. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan (PWD).
Pada tahun 1994 s/d 2001, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah, Tahun 1998 s/d 2000
menjabat sebagai Kasi Statistik Produksi. Tahun 2001 s/d 2008 penulis bekerja
sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun
dengan jabatan sebagai Kasi Statistik Sosial. Pada tahun 2008 s/d sekarang
penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pusat Statistik Provinsi
DAFTAR ISI
ABSTRAK… ………... i
ABSTRACT……… ... ii
KATA PENGANTAR……….……... iii
RIWAYAT HIDUP………..….. iv
DAFTAR ISI ………... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR……….………... ix
DAFTAR LAMPIRAN……….. x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….….……….…... 50
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….………….. 50
4.1.1. Letak Wilayah……….………. 50
4.1.2. Penduduk………..……….……... 51
4.1.3. Potensi Wilayah Kabupaten Deli Serdang……….……….. 53
4.2. Profil Peternak Sapi Potong………..……….. 58
4.2.1. Jenis Kelamin Peternak……….………... 59
4.2.2. Umur Peternak………...…….……. 59
4.2.3. Tingkat Pendidikan Peternak………...………… 60
4.2.4. Jumlah Anggota Keluarga………..……..……...………. 61
4.2.5. Status Kepemilikan Ternak……….…..……… 61
4.2.6. Pengalaman Beternak……… 62
4.3. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi………..…..……… 63
4.3.1. Pengaruh Variabel Modal Kandang (X1) terhadap Produksi…….... 65
4.3.2. Pengaruh Variabel Tenaga Kerja (X2) terhadap Produksi….….. … 65
4.3.3. Pengaruh Variabel Pakan Hijau (X3) terhadap Produksi……. …… 65
4.3.4. Pengaruh Variabel Obat dan Vitamin (X4) terhadap Produksi….... 66
4.3.5. Pengaruh Variabel Skala Ternak (X5) terhadap Produksi……. ..… 66
4.4. Uji Return to Scale (RTS)………..…. 67
4.5. Uji Efisiensi Penggunaan Input...……….. 68
4.6. Analisis Produksi Ternak Sapi terhadap Pengembangan Wilayah…….... 73
4.6.1. Analisis Peningkatan Jumlah Ternak Sapi Potong……….…..….... 75
4.6.2. Analisis Peningkatan Produksi Ternak Sapi Potong.…….…..….... 77
4.6.3. Analisis Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Potong.…..…….. 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN….……….………...….……….... 80
5.1. Kesimpulan………..….………….…...…... 80
5.2. Saran………..…...………...……..……….. 81
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor) 2
1.2. Populasi Ternak Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
6
3.1. Jumlah Peternak Jenis Ongole/PO menurut Kecamatan Asal Peternak 37
3.2. Rincian Jumlah Sampel Menurut Proporsi Kecamatan 38
3.3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 41
4.1. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas dan Rasio Luas Menurut Kecamatan Tahun 2012
51
4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000 -2011 (jiwa). 52
4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Banyaknya Pendudukdan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2011.
53
4.4. Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008 57
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 59
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 60
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 61
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Beternak 62
4.9. Analisis Pengaruh Faktor- Fakrot Produksi Terhadap Produksi Ternak 63
4.10. Hasil Analisis Pengujian Return to Scale Variabel Faktor Produksi Terhadap Produksi Ternak Sapi
4.11. Nilai Rata-rata Variabel Produksi, Faktor Produksi dan Nilai k pada Peternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
70
4.12. Keterkaitan Industri Hulu, Industri Hilir dan Sektor Pendukung Terhadap Produksi Ternak Sapi Potong.
75
4.13. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Jumlah Ternak Sapi Potong Antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013
76
4.14. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Produksi Ternak Sapi Potong antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013
77
4.15. Hasil Analisis Statistik Uji Beda Rata-rata Pendapatan Peternak antara Tahun 2009 dengan Tahun 2013
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marjinal 21
2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian 32
3.1. Sebaran Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Deli Serdang 34
4.1. Tingkat Pendidikan Penduduk menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 54
4.2. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011
55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Kuisioner Analisis Produksi Peternakan Sapi Potong Jenis Ongole/PO
dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013... 86
2. Hasil Pengolahan SPSS versi 19 tentang Faktor-faktor Produksi terhadap Produksi Ternak Sapi Potong... 88
3. Data Karakteristik Peternak Sapi Potong... 90
4. Data Produksi dan Faktor-faktor Produksi Ternak Sapi Potong... 92
5. Data Pendapatan Peternak, Jumlah Ternak dan Produksi Ternak... 94
ANALISIS PRODUKSI PETERNAKAN SAPI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN DELI SERDANG
ABSTRAK
Tahun 2014 pemerintah mencanangkan swasembada Daging Nasional, untuk memperoleh data yang akurat, pemerintah melakukan pendataan sensus ternak (PSPK 2011). Dari data tersebut, Kabupaten Deli Serdang tercatat penghasil ternak sapi potong nomor empat di Provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan 6,74%.
Tujuan penelitian produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap produksi, menguji keadaan skala usaha, menguji efisiensi penggunaan input faktor produksi serta menganalisis pengaruh produksi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah yang terkait dengan peningkatan pendapatan, pemanfaatan tenaga kerja dan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada peternak yang terpilih secara porposif random sampling. Analisis regresi menggunakan fungsi Cobb-Douglas.
Hasil uji terhadap faktor-faktor produksi dependen diperoleh bahwa modal kandang, tenaga kerja, pakan hijau dan skala ternak berpengaruh nyata, sedangkan Obat-obatan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ternak sapi potong. Uji return to scale menunjukkan skala usaha menaik. Hasil uji efisiensi usaha menyatakan bahwa modal kandang, obat-obatan serta skala ternak tidak efisien, dan tenaga kerja serta pakan hijau belum efisien. Berkaitan dengan pengembangan usaha, perbandingan tahun 2009 dengan tahun 2013, rata-rata populasi meningkat dari 2,8 ekor menjadi 5,5 ekor, dan pendapatan perbulan dari hasil ternak meningkat dari Rp.382.755,- menjadi Rp.680.520,-. Peningkatan usaha ternak sapi potong yang terjadi secara terus menerus akan berpengaruh terhadap perekonomian dan mendorong pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang.
THE ANALYSIS OF CATTLE BREEDING PRODUCTION IN REGIONAL DEVELOPMENT IN DELI SERDANG DISTRICT
ABSTRACT
National self-supporting in beef will be launched by the government in 2014; therefore, in order to get accurate data, the government conducted PSPK (Cattle Census Documentation) in 2011. From these data, it was found that Deli Serdang District ranked fourth in beef cows in North Sumatera province with the growth of 6.74%.
The objective of the research was to analyze some factors of the production of beef cows in Deli Serdang District which had positive influence on production, to examine the business scale and the efficiency of using the input of production, and to analyze the influence of beef cow production on regional development related to the increase of income, the use of manpower, and regional development of Deli Serdang District. The research was conducted through interviews with cattle raisers who were selected by using purposive random sampling technique, while the data were analyzed by using regression test with Cobb-Douglas function analysis.
The result of the analysis on some factors of dependent production, it was found that capital for cowsheds, manpower, green food, and cattle scale had significant influence on beef cow production, while all kinds of medicines did not have any significant influence on beef cow production. The result of return to scale test showed that business scale increased. The result of business efficiency showed that capital for cowsheds, all kinds of medicines, and cattle scale were not efficient, and manpower as well as green food was also not efficient. Concerning business development, the average population of beef cows increased from 2.8 in 2009 to 5.5 in 2013, and the income obtained from the cattle increased from Rp.382,755 in 2009 to Rp.680,520 in 2013. The continuous increase in beef cow business would influence economy and regional development in Deli Serdang District.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan memiliki peran yang cukup strategis
terutama kontribusinya terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan
pangan, bahan energi, pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan di
pedesaan. Dengan semakin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia maka
permintaan akan daging ternak akan semakin bertambah pula. Kebutuhan
konsumsi daging dari tahun ke tahun terus meningkat sementara hewan ternak
yang dikembangkan para petani sampai saat ini pola pemeliharaannya masih
banyak yang tradisional dan perkembangan populasi ternak dinilai melamban. Hal
ini tentunya berakibat terhadap ketersediaan daging ternak.
Dalam kerangka pembangunan ekonomi wilayah, terlihat bahwa peran sub
sektor peternakan sangat strategis dan memiliki kaitan kuat dari hulu maupun hilir
dibandingkan dengan sektor lainnya. Peran strategis tersebut perlu dioptimalkan
sejalan dengan strategi pemerintah membangun enam Koridor Pembangunan
Ekonomi Indonesia (KPEI). Peran strategis tersebut harus dipahami oleh aparat
perencana, agar produk perencana dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah
dan aspirasi masyarakat.
Secara makro, sasaran pembangunan sub sektor peternakan Direktorat
Jenderal PKH tahun 2012 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar RP 35,2
trilyun, penyerapan tenaga kerja 3,44 juta orang atau penambahan tenaga kerja
mencakup produksi dan pertumbuhan populasi komoditas utama peternakan pada
tahun 2012 dari 10 komoditas ternak, target peningkatan pertumbuhan populasi
tertinggi adalah ternak sapi perah sebesar 6,40% disusul ternak sapi potong
sebesar 5,73%, ternak domba sebesar 5,07%, dan peningkatan pertumbuhan
populasi terendah adalah komodi atas ternak kerbau yang hanya sebesar 1,02%.
Tabel 1.1. memperlihatkan bahwa target ternak sapi potong diharapkan
menjadi penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia karena dari
perhitungan jumlah populasi ternak dikali dengan bobot ternak maka total
produktivitas tertinggi terdapat pada ternak sapi potong, sehingga wajar apabila
perhatian pemerintah dalam mengejar swasembada daging tertuju pada upaya
pengembangan ternak sapi potong.
Tabel 1.1. Target Peningkatan Populasi Terhadap 10 Komoditas Ternak (ekor)
No Komoditas 2010 2011 2012 r (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Sapi Potong 14.229.693 15.175.179 15.995.946 5,73
2 Sapi Perah 582.207 603.852 630.326 6,40
3 Kerbau 1,302.100 1,311.021 1.319.842 1,02
4 Kambing 16.110.710 16.770.712 17.503.717 4,32
5 Domba 10.637.237 11.149.019 11.743.923 5,07
6 Babi 6.881.706 6.951.965 7.029.107 1,07
7 Ayam Buras 281.803.147 291.433.901 303.973.838 3,86
8 Ayam ras Patelur 114.756.605 117.543.521 120.428.498 2,44
9 Ayam ras Pedaging 916.425.428 940.037.733 959.795.757 2,34
10 Itik 37.950.686 39.016.892 40.315.144 3,07
Sumber : Data Dirjen PKH 2012
Menurut berita harian Kompas 12 September 2012 bahwa konsumsi
daging sapi perkapita nasional adalah sebesar 1,87 kg perkapita pertahun. Angka
Konsumsi yang rendah ini pun, Indonesia memerlukan setidaknya 448.000 ton
daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 85% yang dapat dipenuhi
oleh produksi daging sapi dalam negeri dan sisanya masih berasal dari impor
negara lain. Hal ini amatlah mengkhawatirkan mengingat dengan bergantungnya
negara kita terhadap suplai impor, maka posisi tawar kita dalam pencaturan politik
dunia menjadi lebih lemah. Selain itu, impor dari negara lain juga membuka
peluang bagi masuknya penyakit-penyakit ternak yang belum pernah ada
sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencegah hal ini, Kementerian
Pertanian Indonesia melalui Direktorat Jenderal PKH mencanangkan program
PSDSK ( Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau ). Sebelumnya, program
ini dicanangkan untuk tahun 2010, tetapi karena satu dan lain hal direvisi menjadi
tahun 2014.
Beberapa strategi yang ditempuh Direktorat Jenderal PKH untuk
pencapaian Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau tahun 2010-2014
adalah :
1. Memperlancar arus produk peternakan melalui peningkatan efisiensi
distribusi.
2. Meningkatkan daya saing produk peternakan dengan memanfaatkan
sumber daya lokal.
3. Memperkuat regulasi untuk melindungi peternak dalam negeri.
4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar sektor terkait serta
networking antar daerah.
Menurut Yasin (2013), jika Indonesia akan berswasembada daging, berarti
sekitar 90% kebutuhan daging harus dipasok dari ternak potong dalam negeri
secara berkesinambungan, sedang sisanya dapat diimpor. Namun dibalik rencana
terlaksananya swasembada daging ditahun 2014, ada beberapa tantangan yang
dihadapi, baik bersifat internal maupun eksternal. Beberapa tantangan tersebut
antara lain adalah sikap skeptis dan pesimis dari beberapa kalangan baik dari
pelaku usaha maupun akademisi, bahwa Indonesia tidak mungkin mencapai
swasembada daging sapi.
Selain itu, upaya pemerintah yang telah berinisiatif melaksanakan
pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau tahun 2011 namun hasilnya tidak
serta-merta mampu meyakinkan para pelaku usaha. Para pelaku usaha cenderung
membesar-besarkan nilai riil konsumsi daging perkapita yang disebutkan
mendekati angka ideal 4,5 kg/perkapita/tahun. Padahal hitungan pemerintah
tentang konsumsi perkapita pertahun tersebut di bawah 2kg/kapita/tahun
Capaian target swasembada daging Tahun 2014 sangat tergantung pada
kesuksesan industri pembibitan sapi, industri feedlot dan penggemukan, industri
rumah potong hewan serta industri pengolahan berbasis daging sapi. Tantangan
nyata yang sekarang dihadapi meliputi ketersediaan pakan, budidaya ternak,
pemasaran, distribusi dan transportasi.
Selaku pihak swasta yang berpengaruh secara nasional, APFINDO
(Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) sangat mendukung program
Swasembada daging 2014, antara lain meliputi usaha impor sapi bakalan untuk
digemukan minimal 60 hari sebagai pendukung program tunda potong sapi jantan
sumber daya ternak sapi mencapai 40% dalam bentuk daging segar guna
mengatasi kekurangan produksi daging dalam negeri, penyerapan sapi bakalan
lokal, integrasi RPH dengan produksi dan pengolahan daging, upaya
menghasilkan daging segar yang memenuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh,
halal ), subsitusi impor daging untuk dikembangbiakan guna menambah populasi
sapi di dalam negeri, khususnya indukan untuk dikembangkan lebih lanjut, serta
penyerapan dan penyelamatan pemotongan sapi betina produktif lokal.
Dalam upaya mewujudkan swasembada daging 2014, Dirjen PKH bekerja
sama dengan BPS melakukan pendataan jumlah ternak sapi dan kerbau melalui
kegiatan sensus ternak Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK)
yang dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah Indonesia pada tanggal 1
Juni 2011. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah ternak sapi
dan kerbau secara akurat juga melihat karakteristik ternak tersebut, karena selama
ini data yang ada sangat beragam sehingga sulit menggunakannya sebagai acuan
untuk mengetahui jumlah dan karakteristik ternak yang sebenarnya.
Berdasarkan data sensus ternak sapi dan kerbau di Provinsi Sumatera
Utara, diperoleh jumlah populasi sapi potong sebanyak 541.698 ekor dengan
jumlah peternak sebanyak 113.806 rumahtangga. Data tersebut menunjukkan
populasi ternak terbesar berada di Kabupaten Langkat dengan jumlah ternak
139.457 ekor, disusul Kabupaten Simalungun dengan jumlah populasi 98.335
ekor, kemudian Kabupaten Asahan dan Deli Serdang masing-masing sebesar
67.633 ekor dan 60.278 ekor.
Kabupaten Deli Serdang merupakan penghasil ternak sapi potong terbesar
harapan pemerintah dalam upaya mendukung program-program peningkatan
percepatan swasembada daging tahun 2014 melalui peternakan sapi potong.
Berdasarkan data PDRB BPS Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, laju
pertumbuhan ternak sapi di Kabupaten Deli Serdang adalah sebesar 6,74% masih
lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dirjen PKH yakni sebesar 5,73%.
Tabel 1.2. Populasi Ternk Sapi Potong Menurut Rumah Tangga per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.
No Kecamatan Populasi
Sapi Potong
Kabupaten Deli Serdang 60.278 11.984 100,00 %
Sumber : Data BPS Hasil PSPK 2011
Tabel 1.2 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang
Kecamatan Hamparan Perak dengan jumlah 14.591 ekor atau sekitar 24,21%,
kemudian Kecamatan STM Hilir sebanyak 7.032 ekor atau 11,67% sedangkan di
Kecamatan lainnya jumlah ternak sapi bervariasi dan populasinya di bawah 10%.
Dari data PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, sumbangan untuk
sektor pertanian hanya sebesar 16,44%, dan salah satunya diperoleh dari sub
sektor peternakan yang hanya menyumbang 0,76% dari total PDRB Kabupaten
Deli Serdang atau sebesar Rp. 229,38 Milyar, dari total PDRB Kabupaten Deli
Serdang yang berjumlah Rp 45.125,83 Milyar.
Walaupun populasi ternak sapi Kabupaten Deli Serdang berada pada
urutan ke 4 (empat) di Sumatera Utara, tetapi nyatanya sumbangan terhadap
PDRB Kabupaten Deli Serdang hanya sebesar 0,76% sementara pada
kenyataannya usaha ini telah banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu,
apabila usaha peternakan ini dapat ditingkatkan lebih baik lagi, maka selain
potensinya yang cukup besar ini masih dapat dikembangkan, juga tenaga kerja
yang diserap akan lebih banyak lagi sehingga mendorong pengembangan potensi
wilayah di Kabupaten Deli Serdang sebagai akibat peningkatan pertumbuhan
ekonomi dari sub sektor peternakan sapi.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas maka beberapa yang perlu diketahui yang
menjadi pokok permasalahan penelitian ini yaitu :
1. Faktor-faktor produksi apa sajakah yang mempengaruhi produksi ternak sapi
potong di Kabupaten Deli Serdang?
3. Bagaimanakah efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di
Kabupaten Deli Serdang ?
4. Bagaimana peran produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah
dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja,
peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli
Serdang ?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan penelitian maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap
produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.
2. Menganalisis keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli
Serdang.
3. Menganalisis efisiensi penggunaan input usaha ternak sapi potong di
Kabupaten Deli Serdang.
4. Menganalisis produksi ternak sapi potong dalam pengembangan wilayah
dilihat dari peningkatan pendapatan peternak, peningkatan tenaga kerja,
peningkatan produksi pakan, peningkatan permintaan obat di Kabupaten Deli
Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini digunakan untuk :
1. Sebagai bahan rujukan/referensi untuk pembaca, pelaku usaha dan peminat
terhadap produksi ternak sapi potong sehingga produktivitas ternak bisa lebih
meningkat, efisiensi usaha bisa ditekan dan pendapatan petani terus meningkat
yang pada akhirnya akan berdampak terhadap pengembangan wilayah.
2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Sapi Potong
Yasin (2013), menyatakan bahwa keberadaan ternak ruminansia (Sapi,
Kerbau, Domba dan Kambing) sangat strategis sebagai komponen dalam
pengembangan kawasan karena ternak ini selain berfungsi sebagai ternak
pedaging dan susu perah juga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah
lahan pertanian serta sebagai sumber pupuk organik. Disamping itu
pemeliharaannya sangat mudah karena hampir 100% sumber pakannya bersumber
dari rerumputan.
Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok
ruminansia terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini
berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha menguntungkan. Sapi potong telah
lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja
untuk mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional. Pola
usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan
bibit dan penggemukan, dan pemeliharaan secara terintegrasi dengan tanaman
pangan maupun tanaman perkebunan. Pengembangan usaha ternak sapi potong
berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan merupakan salah satu alternatif
untuk meningkatkan keuntungan peternak (Suryana, 2009).
Menurut Saragih dalam Mersyah (2005), ada beberapa pertimbangan
perlunya mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu : 1) budi daya ternak
berkualitas tinggi, 2) memiliki kelenturan bisnis dan teknologi yang luas dan
luwes, 3) produksi sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan
pendapatan yang tinggi, dan dapat membuka lapangan pekerjaan.
Pemeliharaan ternak sapi umumnya akan disesuaikan dengan tujuan para
peternak dalam usaha yang dilakukan. Apabila tujuan pemeliharaan akan
disesuaikan dengan dua hasil atau lebih, maka dipilih ternak sapi tipe dwi guna.
Sebagai contoh, untuk mengkombinasikan sumber protein hewani maka tujuan
menghasilkan susu dan daging sekaligus dapat diperoleh melalui pemeliharaan
sapi tipe dwi guna (Santosa, 2003).
2.2 Peranan Usaha Peternakan
Usaha peternakan merupakan suatu proses pengembangan teknologi,
inovasi, spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat
dan mendorong perubahan struktur ekonomi suatu wilayah. Proses teknologi dan
inovasi tersebut mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dari sisi penawaran
agregat, sedangkan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume
dan komposisi konsumsi mempengaruhi struktur ekonomi dari sisi permintaan
agregat.
Hasanuddin (1993) dalam Saragih (1997) menyatakan bahwa usaha
peternakan rumah tangga merupakan usaha masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraan dan taraf hidupnya melalui kegiatan produksi berskala kecil dan
dalam kegiatannya memanfaatkan semua sumber daya dan faktor-faktor produksi
Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani di pedesaan pada umumnya
masih bersifat tradisional, usaha memanfaatkan ternak dengan cara yang statis
menurut tradisi turun temurun, tanpa sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi.
Kehadiran ternak dalam kehidupan petani merupakan peluang dalam
memanfaatkan hasil ikutan usaha tani. Disamping itu tenaga kerja dan waktu dari
anggota keluarga dapat dimanfaatkan.
Peranan sub-sektor peternakan dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu
peranan langsung dan peranan tidak langsung. Dimana peranan langsung sub
sektor peternakan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja melalui
peningkatan produksi peternakan berupa daging, secara langsung akan
berpengaruh terhadap pendapatan petani peternak baik dalam bentuk usaha
sampingan maupun sebagai usaha pokoknya. Oleh karena itu apabila
pengembangan produktivitas peternakan dapat ditingkatkan maka secara langsung
jumlah tenaga kerja yang terserap akan bertambah. Dengan kata lain usaha tani
ternak merupakan salah satu alternatif pemecahan lapangan kerja di pedesaan.
Kemudian peranan sub sektor peternakan secara tidak langsung dapat
menggerakkan kegiatan perekonomian sektor pertanian lainnya, karena output
(produksi) dari sektor tersebut merupakan input (faktor produksi) bagi sub sektor
peternakan seperti bahan baku pakan ternak dan limbah pertanian lainnya.
Disamping itu peranan tidak langsung lainnya dapat berupa penyediaan bahan
baku bagi sektor industri lainnya seperti yang berasal dari industri bibit ternak,
pakan ternak dan obat-obatan ternak yang merupakan faktor produksi (input) bagi
2.3 Faktor Produksi
Menurut Sukartawi (1994) Istilah faktor produksi sering pula disebut
dengan “korbanan produksi,” karena faktor produksi tersebut “dikorbankan”
untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa Inggris, faktor produksi ini disebut
dengan “input”. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan
kualitasnya perlu di ketahui oleh seorang produsen. Oleh karena itu, untuk
menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor
produksi (input) dan produk (output). Hubungan antara input dan output ini
disebut dengan “factor relationship” (FR).
Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat
kesuburanya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan
sebagainya;
b. Faktor sosial-ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidak pastian, kelembagaan,
tersedianya kredit, dan sebagainya.
Dalam produksi pertanian (Mubyarto,1995 ), produksi fisik dihasilkan
oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga
kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan
menganalisis peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah
faktor-faktor produksi itu salah satu produksi lain dianggap tidak tetap (variabel)
Faktor-faktor produksi minimal yang umumnya ada dalam setiap kegiatan
usaha pada sektor pertanian yang bertujuan untuk menghasilkan produk adalah :
1. Lahan Pertanian, Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan
dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang
disiapkan untuk di usahakan usaha tani misalnya; tegal dan pekarangan.
Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu di usahakan untuk
pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari pada
lahan pertanian.
2. Tenaga Kerja, Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang
penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang
cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan
macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.
3. Modal, Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan
menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal
variabel. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal
tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering
dimasukan dalam kategori modal tetap yang dapat didefinisikan sebagai biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses
produksi tersebut. Peristiwa ini tarjadi dalam waktu yang relatif pendek
(Short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sementara
yang dimaksud dengan modal tidak tetap adalah modal yang habis dalam
sekali proses produksi.
Purwoto (1992), mengemukakan analisis ekonomi produksi dapat
(2) pendekatan fungsi biaya dan (3) pendekatan fungsi keuntungan. Pada
hakekatnya ketiga fungsi tersebut bersifat “dual” artinya bahwa dari setiap fungsi
produksi dapat diperoleh keuntungan dan fungsi biaya.
2.4. Fungsi Produksi
Suhartati dan Fathorrozi (2002 ), menyatakan bahwa produksi merupakan
hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa
masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan
produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk
menghasilkan output. Hubungan teknis antara input dan output tersebut dalam
bentuk persamaan, tabel atau grafik merupakan fungsi produksi. Jadi fungsi
produksi adalah suatu persaman yang bisa menunjukkan jumlah maksimum
output yang dihasilkan dengan kombinasi input tertentu.
Sukartawi (1994), menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan
fisik antar variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X).
Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variable yang menjelaskan
biasanya berupa input.
Perlunya pembahasan tentang fungsi produksi ini karena beberapa hal :
a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan faktor
antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan
hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.
b. Dengan faktor produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang
antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2, …Xi, …Xn )
Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X
dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi,…Xn dan X lainnya juga dapat
diketahui.
Menurut Dombusch (2001) fungsi produksi adalah hubungan teknis antara
input dan output. Perusahaan dalam hal ini tidak bisa mencapai output yang lebih
tinggi tanpa menggunakan input yang lebih banyak, dan perusahaan tidak bisa
menggunakan lebih sedikit input tanpa mengurangi tingkat outputnya. Selain
mengkaitkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan input
produksi, fungsi produksi juga berhubungan atau terkait dengan penguasaan
teknologi.
Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan di pergunakan oleh
para peneliti, metode penelitian yang sering digunakan adalah metode penelitian
fungsi produksi Cobb-Douglas karena adanya kemudahan-kemudahan yang
dimiliki metode ini yaitu dengan penggunaan cara regresi berganda atau regresi
sederhana.
Secara matematik, fungsi Cobb Douglas dapat dituliskan seperti persamaan
berikut :
Y = aX1 b1,X2b2, …. X ibi …. Xnbn eu
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakanoleh hubungan Y dan X, maka : ... (2.1)
Dimana :
Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a, b = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural, e = 2,718.
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2.1), maka
persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara
melogaritmakan persamaan tersebut.
Logaritma dari persamaan di atas adalah :
Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2
Y
+ u
*
= a* + b1X1* + b2X2* + u*
Dimana :
...(2.3)
Y* = log Y
X* = log X
u* = log u
a*
yang lain telah dijelaskan sebelumnya. Persamaan (2.3) dapat dengan mudah
diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada persamaan tersebut terlihat
bahwa nilai b = log a
1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah
dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi
Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan
diubah bentuk fungsinya maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara
lain :
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang tidak diketahui (infinite);
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective
technologies).
Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam
suatu pengamatan dan apabila diperlukan analisis yang lebih dari satu model
misalkan dua model, maka perbedaan kedua model tersebut terletak pada
intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
c. Tiap variabel X adalah perfect competition.
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup
pada faktor kesalahan, u.
Dalam melakukan suatu penelitian, akan terdapat 2 (dua) sumber data
yakni data yang terkontrol atau terukur secara lebih pasti seperti yang di peroleh
dari percobaan pada rumah kaca yang selama dalam penelitian tanpa ada
gangguan/kendala faktor alam sehingga penelitian dapat terkontrol, dan data yang
tidak terkontrol yaitu data yang diperoleh dari hasil survey lapangan yang
hasilnya sering bias terhadap kenyataan di lapangan. Misalnya data produktivitas
lahan, pakan, manajemen dan besarnya kapital yang datanya akan bervariatif
walaupun respondennya memiliki jumlah ternak yang sama.
Untuk mendapatkan fungsi pendugaan yang baik dengan menggunakan
data yang tidak terkontrol, maka diperlukan perhatian, antara lain:
a. Variasi dari variabel yang tidak dimasukan dalam model haruslah kecil.
Misalnya, jenis tanah harus tidak banyak variasi agar luas tanah yang dipakai
tidak terlalu bias bila dipakai dalam model. Bagitu pula halnya dengan
kualitas tenaga kerja sebaiknya tidak terlalu bervariasi agar variabel ini juga
tidak terlalu bias hasilnya.
b. Sebaliknya variasi dari setiap variabel persatuan luas harus banyak variasinya.
Misalnya, satu hektar luas tanah untuk petani yang satu dan yang lain harus
besar variasi penggunaan faktor produksinya. Bila tidak demikian, akan terjadi
bias terhadap pendugaan fungsi produksi.
c. Jumlah sampel harus memadai agar variasi tersebut dapat ditangkap
pengaruhnya; misalkan paling sedikit ada 30 sampel.
Fungsi produksi Cobb-Douglas sering dipakai dalam penyelesaian
problem makro ekonomi , misalnya dalam menghitung kontribusi kapital atau
tenaga kerja. Seperti halnya pada konsep fungsi produksi yang sering dipakai
dalam konsep engineering, maka dalam konsep makro ekonomi, fungsi produksi
diartikan sebagai fungsi yang menyatakan hubungan antara kapasitas output
maksimum dari keseluruhan ekonomi dan kendala dari variabel yang
mempengaruhi output tersebut. Karena itu maka fungsi produksi adalah
Dalam konsep makro ekonomi menurut Sadono (2010), dinyatakan bahwa
fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan di antara faktor-faktor produksi dan
tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal pula dengan
istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut sebagai output. Fungsi
produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus: Q=f (K, L, R, T) dimana K
adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan keahlian usahawan,
R adalah kekayaan alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan.
Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis
faktor-faktor produksi tersebut.
Dalam suatu teori produksi berlaku hukum hasil lebih yang semakin
berkurang (The law of Diminishing Return), maksudnya adalah apabila faktor
produksi yang dapat di ubah jumlahnya ( tenaga kerja ) terus-menerus ditambah
sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak
pertambahanya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi
tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif. Sifat
pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total
semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian
menurun.
Dalam analisis kegiatan ekonomi di misalkan bahwa faktor-faktor
produksi lainnya dianggap tetap jumlahnya (fix cost), yaitu modal dan tanah
jumlahnya tidak di anggap mengalami perubahan. Juga teknologi di anggap tidak
mengalami perubahan dalam periode tertentu. Satu-satunya faktor produksi yang
dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (variable cost). Pertambahan
disebut produk marginal (MP). Apabila pertambahan tenaga kerja adalah ∆L,
pertambahan produksi marjinal adalah ∆TP , maka MP dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
�� = ∆��∆�
Kemudian besarnya produksi rata-rata (AP), yaitu produksi yang secara
rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja dapat dihitung dari produksi total (TP)
dibagi dengan jumlah tenaga kerja (L), maka produksi rata-rata (AP) dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
AP = ��
�
Hubungan antara Produksi Total (PT), Produksi Marginal (MP) dan Produksi
Rata-rata (AP) dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini
Produksi
Y TP = Total Produk
Tahap I Tahap II Tahap III
Y2
Y1
AP = Produk Rata-rata
0 3 4 8 Tenaga Kerja
MP=Produk Marginal
Pada Gambar 2.1, kurva TP adalah kurva produksi total, yang
menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dengan jumlah tenaga kerja yang
digunakan untuk menghasilkan produksi. Pada tahap I, kurva TP cenderung naik
ke atas dengan penambahan tenaga kerja sejumlah tertentu, tahap II walaupun
penambahan tenaga kerja terus ditambah, tetapi peningkatan produksi mulai
berkurang kemudian penambahan tenaga kerja yang dilakukan pada tahap III
sudah tidak mempunyai pengaruh berarti terhadap produksi, bahkan pada titik
tertentu produksi mengalami penurunan.
Kurva MP menggambarkan produksi marginal akibat penambahan tenaga
kerja, dimana terlihat ketika jumlah tenaga kerja masih 3 orang, terjadi
peningkatan puncak produksi marginal, kemudian tenaga kerja ditambah lagi
menjadi 4 orang, produksi marginal sudah mulai menurun dan ketika tenaga kerja
menjadi 8 orang atau pada tahap III terlihat kurva produksi marginal sudah
bernilai negatif.
Selanjutnya kurva AP merupakan rata-rata tenaga kerja yang digunakan,
pada tahap I ketika tenaga kerja berjumlah 4 orang, rata-rata produksi berada pada
puncak, kemudian pada tahap II, rata-rata produksi mulai menurun walaupun
tenaga kerja ditambah terus dan akan terus menurun di tahap III.
2.5 Skala Usaha/ReturnTo Scale (RTS)
Return to scale (RTS) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan
decreasing returns to scale. untuk menjelaskan jumlah besaran elastisitas b1 dan
b2
maka persamaan RTS dapat dituliskan sebagai berikut :
adalah lebih besar dari nol dan lebih kecil atau sama dengan satu.
1 < b1 + b2
Dengan demikian,kemungkinannya ada tiga alternatif, yaitu :
<1 ………..(2.4)
a. decreasing return to scale, bila (b1 + b2
b. constant return to scale, bila (b
) < 1. Dalam keadaan demikian,
dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi
proporsi penambahan produksi. Misalnya, bila penggunaan faktor
produksi ditambah 25%, maka produksi akan bertambah sebesar 15%.
1 + b2
c. increasing return to scale, bila (b
) = 1. Dalam keadaan demikian,
penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan
produksi yang diperoleh. Bila faktor produksi ditambah sebesar 25%,
maka produksi akan bertambah juga sebesar 25%.
1 + b2
Agar relevan dengan analisis ekonomi, maka nilai b
) > 1. Ini artinya bahwa proporsi
penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang
proporsinya lebih besar. Jadi misalnya faktor produksi ditambah 10%,
maka produksi akan bertambah sebesar 20%.
i harus positif dan lebih kecil
dari satu. Ini artinya berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-Douglas
adalah dalam keadaan law of diminishing returns untuk setiap input i, sehingga
informasi yang diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar setiap
2.6. Efisiensi Penggunaan Input
Efisiensi penggunaan input merupakan salah satu cara untuk memperbesar
keuntungan, dengan melakukan efisiensi terhadap faktor-faktor produksi, maka
suatu usaha dapat dikatakan telah memiliki cara atau metode dalam pemakaian
bahan- baku untuk menghasilkan output yang sesuai dengan harapan pengusaha.
Menurut Soekartawi (1994) bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya
penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang
sebesar-besarnya. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila
faktor produksi yang dipergunakan menghasilkan produksi yang maksimum.
Dikatakan efisiensi harga apabila nilai produksi marginal sama dengan harga
faktor produksi ( NPMX = Px
Dalam penelitian model fungsi produksi, kondisi efisiensi harga yang
digunakan sebagai patokan adalah bagaimana mengatur penggunaan faktor
produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produksi marginal suatu input X, sama
dengan harga faktor produksi (input) tersebut, bila fungsi produksi tersebut
digunakan dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana b
merupakan koefisien regresi dan sekaligus menggambarkan elastisitas produksi,
dengan demikian maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X dapat
ditulis sebagai berikut :
) dan dikatakan efisiensi ekonomis apabila usaha
tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus juga mencapai efisiensi harga.
NPM = �.�.��
Dimana : b = elastisitas produksi
Y = produksi (output)
Py
X = jumlah faktor produksi = harga faktor produksi
Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi
X, yakni �.�.��
� = Px
Dimana P
atau �.�.��
�.�� = 1 ...(2.6)
x
Dalam penelitian ini nilai Y, P
= harga faktor produksi X.
y, X dan Px
Dalam banyak kenyataan NPM
diperoleh dari nilai rata-rata.
x tidak selalu sama dengan Px
a. �.�.��
�.�� > 1...(2.7)
, dan yang sering
terjadi adalah :
Artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, untuk mencapai efisiensi
penggunaan faktor produksi X perlu ditambah
b .�.�.��
�.�� < 1...(2.8)
Artinya penggunaan faktor produksi X tidak efisiensi. Untuk penggunaan yang
efisien maka penggunaan faktor produksi X perlu dikurangi.
2.7 Perencanaan Pembangunan Wilayah
Stanley (1982) dalam Saragih (1997), mengemukakan bahwa kata wilayah
dua makna yaitu : 1). Wilayah objektif, maksudnya adalah suatu wilayah oleh
perencana dibagi habis ke dalam beberapa wilayah pembangunan. 2). Wilayah
subyektif, maksudnya adalah perwilayahan merupakan suatu cara untuk
mengenal masalah. Hal ini berarti adanya usaha untuk melakukan klasifikasi.
Wilayah subyektif ini ada dua jenis yaitu : 1). Wilayah homogen yaitu wilayah
yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi.
2). Wilayah fungsional, yaitu wilayah yang didasarkan atas hubumgan fungsional
antara unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam wilayah tersebut.
Perencanaan wilayah adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi
saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang
relevan, diperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran
yang diperkirakan dapat dicapai, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai
tujuan tersebut, serta menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan (Tarigan, 2009).
Dari defenisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi, yaitu satu
versi melihat perencanaan adalah suatu teknik atau profesi yang membutuhkan
keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan (pembangunan) adalah
kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari
berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut di masa
yang akan datang. Dengan demikian, sejak awal telah terlihat arah lokasi yang
dipersiapkan untuk dibangun dan yang akan dijadikan sebagai wilayah
seperti kawasan hutan lindung dan konservasi alam. Hal ini berarti dari sejak awal
dapat diantisipasi dampak positif dan negatif dari perubahan tersebut, dan dapat
dipikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengurangi dampak
negatif dan mengoptimalkan dampak positif.
Perencanaan wilayah dapat membantu atau memandu para pelaku
ekonomi untuk memilih kegiatan apa yang perlu dikembangkan di masa yang
akan datang dan dimana lokasi kegiatan seperti itu masih diizinkan. Hal ini bisa
mempercepat proses pembangunan karena investor mendapat kepastian hukum
tentang lokasi usahanya dan menjamin keteraturan dan menjauhkan benturan
kepentingan.
Perencanaan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat
ini di wilayah tersebut. Aktor (pelaku) pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan
kegiatan di wilayah itu. Dalam membuat perencanaan pembangunan suatu
wilayah, pemerintah harus memperhatikan apa yang ingin atau akan dilakukan
oleh pihak swasta atau masyarakat umum. Walaupun demikian peranan
pemerintah cukup penting karena memiliki wewenang sebagai regulator
(pengatur atau pengendali).
Pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral
dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah
tersebut. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai
Salah satu teori yang mengemukakan pentingnya faktor pendorong
pertumbuhan wilayah adalah teori berbasis ekspor (eksport base). Teori ini
menyebutkan bahwa pertumbuhan wilayah bergantung pada permintaan yang
datang dari luar wilayah tersebut. Lebih lanjut Perloof dan Wingo dalam
Sirojuzilam (2006), mengemukakan teori resource base yang mengatakan bahwa
investasi dan perkembangan ekspor di suatu wilayah memegang peranan penting
dalam pembangunan ekonomi karena selain menghasilkan pendapatan, juga
menciptakan efek penggandaan (multiplier effect) pada keseluruhan
perekonomian di wilayah tersebut.
Tujuan utama pengembangan wilayah adalah meningkatkan keserasian
berbagai kegiatan/sektor pembangunan dan wilayah sehingga pemanfaatan ruang
dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat mendukung aktifitas kehidupan
masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang
diharapkan (Riyadi 2002). Menurut Tarigan (2004) bahwa pembangunan wilayah
dapat diukur dari beberapa parameter antara lain meningkatnya pendapatan
masyarakat, peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan.
Pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat faktor endogen dan
eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat didalam wilayah yang bersangkutan
ataupun diluar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model
ekonomi makro disebutkan bahwa faktor ekonomi penentu internal pertumbuhan
wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumber daya alam) dan sistem
sosio-politik. Sedangkan industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah faktor penentu
Selanjutnya dalam suatu perencanaan perekonomian (economic planning)
maka akan terjadi perencanaan yang berkenaan dengan perubahan struktur
ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat
kemakmuran suatu wilayah. Perencanaan ekonomi lebih didasarkan atas
mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas
kelayakan teknis. Perlu dicatat bahwa apabila perencanaan itu bersifat terpadu,
perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan
dalam perencanaan ekonomi.
Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula
pada kemampuan mengkoordinasikan, mengakomodasikan dan memfasilitasi
semua kepentingan, serta kreativitas yang inovatif untuk terlaksananya
pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.
2.8. Penelitian terdahulu
Elly dkk (2008), melakukan penelitian tentang pengembangan usaha
ternak sapi rakyat melalui integrasi sapi-tanaman di Sulawesi Utara. Pemeliharaan
sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan sistem
integrasi ternak-tanaman. Beberapa pola integrasi yang biasa dijumpai adalah
sapi-jagung serta sapi-kelapa. Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan
kebijakan pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif terhadap
peningkatan kesejahteraan petani-peternak. Integrasi ternak sapi-tanaman dapat
meningkatkan pendapatan petani maupun pemerintah, memperbaiki kesuburan
tanah, menyediakan sekaligus meningkatkan produktivitas pakan, selain sebagai
tenaga kerja ternak. Keberhasilan pengembangan usaha tani integrasi ternak
sapi-tanaman antara lain ditentukan oleh kerja sama antara petani-peternak dan
pemerintah melalui pendekatan kelompok.
Suryana (2009), melakukan penelitian pengembangan usaha ternak sapi
potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Sapi potong telah lama
dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja untuk
mengolah tanah dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional.
Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola
kemitraan merupakan salah satu alternative untuk meningkatkan keuntungan
peternak. Kemitraan adalah kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari proses
praproduksi, produksi hingga pemasaran yang dilandasi oleh azas saling
membutuhkan dan menguntungkan bagi pihak yang bermitra. Pemeliharaan sapi
potong dengan pola seperti ini diharapkan pula dapat meningkatkan produksi
daging sapi nasional yang hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang terus meningkat.
Lubis (2010), melakukan penelitian tentang dampak pengembangan
komoditi ternak sapi terhadap peningkatan pendapatan dan pengembangan
wilayah di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Tujuan
penelitiannya adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi ternak sapi terhadap keuntungan peternak, menganalisis dampak
pengembangan komoditi ternak sapi terhadap pengembangan wilayah terutama
pada peningkatan pendapatan masyarakat, pemanfaatan tenaga kerja, dan
Putra (2011), melakukan penelitian tentang strategi pencapaian program
swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat.
Penelitian ini bertujuan : 1) Mengetahui kondisi objektif pembangunan peternakan
sapi di Provinsi Sumatera Barat saat ini, 2) Mengetahui perkiraan pencapaian
target Provinsi Sumatera Barat dalam rangka Swasembada Daging Sapi Tahun
2014 dan 3) Merumuskan strategi yang tepat untuk mewujudkan PSDS 2014 di
Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi eksisting
pembangunan peternakan sapi Sumatera Barat meliputi : produksi dan konsumsi
daging mengalami peningkatan dari tahun 2005-2009, demikian juga laju
pertumbuhan populasi mengalami peningkatan.
Sofyan et al. (2006), melakukan penelitian di Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuan penelitian adalah untuk
menganalisa pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa skala usaha
(jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata terhadap
pendapatan peternak. Sedangkan umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap pendapatan peternak.
2.9. Kerangka PemikiranPenelitian
Kerangka pemikiran penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 2.2
gunanya untuk melihat hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi
yang dihasilkan, sehingga dalam melakukan penelitian terhadap rumah tangga
Peningkatan Tenaga Kerja Peningkatan Pendapatan Peningkatan Produksi Pakan Peningkatan Permintaan Obat
penggunaan input dan uji beda jumlah ternak, produksi ternak dan pendapatan
ternak .
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Dari hasil pengujian tersebut, maka akan diketahui share dari
masing-masing faktor produksi terhadap produksi yang dihasilkan. Selanjutnya adalah
untuk mengetahui keadaan skala usaha apakah meningkat, menurun atau tetap,
serta untuk mengetahui efisiensi penggunaan variabel input. Faktor- faktor
produksi ini akan di lihat dari pengaruh mana yang lebih kuat sehingga peternak
paham faktor yang mana saja yang mendorong dalam peningkatan produksi sapi Faktor Produksi :
Pakan Hijau (X1) Pakan Tambahan (X2)
Skala Ternak (X3) Tenaga Kerja (X4) Modal Kandang (X5)
Obat-obatan (X6)
Pengembangan Usaha
Pengembangan Wilayah PRODUKSI Keadaan Skala Usaha
potong. Peningkatan produksi sapi potong akan mendorong permintaan tambahan
tenaga kerja, peningkatan pendapatan peternak, peningkatan produksi pakan dan
peningkatan permintaan obat sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang secara simultan dan berimbas pada pengembangan wilayah desa, kecamatan,
kabupaten sampai tingkat provinsi bahkan nasional.
Beberapa faktor-faktor yang mendorong terhadap peningkatan produksi
peternak antara lain (1). Kenaikan produksi ternak di pengaruhi oleh jumlah
ternak (stocking rate), derajat kelangsung hidup ternak (survival rate) dan tingkat
pertumbuhan ternak (growth rate). (2). Kenaikan harga produksi dipengaruhi oleh
kualitas produksi, kondisi pemasaran produk dan diferensiasi pasar dan produk.
2.10. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor produksi (pakan hijau, pakan tambahan, skala ternak, tenaga
kerja, modal dan obat-obatan) berpengaruh positif terhadap peningkatan
produksi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang.
2. Keadaan skala usaha ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang adalah
menaik (increase).
3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha ternak sapi potong diduga masih
belum efisien.
4. Pengembangan usaha ternak sapi potong memberikan kontribusi positif
terhadap pendapatan peternak dan pekerja sektor peternakan dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Deli Serdang dengan
batasan penelitian hanya terhadap peternak yang mengusahakan ternak sapi
potong jenis/bangsa ongole/PO.
Berdasarkan data PSPK Tahun 2011 Kabupaten Deli Serdang memiliki
populasi ternak terbesar nomor 4 di Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 6,74 % dan berada di atas target pertumbuhan nasional
yang hanya sebesar 5,73%.
Sumber : Data BPS Peta Hasil PSPK 2011 Kabupaten Deli Serdang
Dari Gambar 3.1 terlihat keberadaan sapi potong sebagian besar berada di bagian
sebelah Utara wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan Hamparan Perak
merupakan kecamatan dengan populasi sapi potong terbesar dengan jumlah ternak
sebanyak 14.591 ekor atau 24,21 %, disusul Kecamatan STM Hilir dengan jumlah
7.032 ekor (sebanyak 5.829 ekor ternak diantaranya diusahakan oleh perusahaan
swasta). Kecamatan lainnya yang memiliki populasi sapi potong cukup besar,
yaitu Kecamatan Pancur Batu sebanyak 5.534 ekor atau 9,18 %, dan Kecamatan
Percut Sei Tuan sebanyak 5.105 ekor atau 8,47 %.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
3.2.1. Jenis Data
Dalam penelitian ini semua data yang digunakan merupakan variabel yang
dapat di ukur walaupun tidak semua data merupakan angka mutlak, tetapi data
yang tidak bernilai angka mutlak harus dibuat ukurannya agar data tersebut dapat
diolah. Data dimaksud diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data
kualitatif.
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka. Data kuantitatif
tersebut berasal dari penghitungan dan variabel kontinu yang merupakan data
yang berasal dari hasil pengukuran dengan menggunakan prosedur statistik.
2. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang bersifat non-angka dan bersifat subjektif,
yang termasuk dalam data kualitatif dalam penelitian ini antara lain: jenis kelamin