MODEL PENGGUNAAN LAHAN UNTUK
PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI GUMBASA, DONGGALA)DANANG WIDJAJANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Gumbasa, Donggala) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Bogor, 21 September 2006
Danang Widjajanto
ABSTRAK
DANANG WIDJAJANTO. 2006. Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Gumbasa, Donggala).
Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS, KOOSWARDHONO MUDIKDJO,
KUKUH MURTILAKSONO, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Permasalahan penggunaan lahan di DAS Gumbasa secara mendasar disebabkan oleh konflik kepentingan antara aspek ekonomi dan konservasi sumberdaya lahan. Tujuan penelitian: 1). menentukan tipe penggunaan lahan prioritas, 2). menentukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan, 3). merancang bangun model penggunaan lahan, dan 4) mensimulasikan model untuk menyusun arahan kebijakan penggunaan lahan. Penelitian di lakukan di DAS Gumbasa, Donggala mulai bulan Mei 2004 hingga Desember 2005. Penggunaan lahan prioritas ditentukan berdasarkan metode perbandingan eksponensial (MPE). Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan diidentifikasi menggunakan analisis prospektif. Model penggunaan lahan di rancang berdasarkan sistem dinamik melalui keterkaitan aspek penggunaan lahan prioritas, faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan, kesesuaian lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani. Skenario model penggunaan lahan adalah: (1). penggunaan lahan aktual, (2) kebun kakao pola pengelolaan tradisonal (KPT) dan palawija yang menerapkan pola tanam tumpang gilir dan pemberian mulsa (PPK0), (3) kebun kakao pola pengelolaan tradisional (KPT), (4) kebun kakao yang menerapkan teknik konservasi guludan bersaluran dan teknologi pasca panen (KPK2-TP), (5) palawija yang menerapkan pola tanam tumpang gilir, mulsa, guludan, dan teknologi pasca panen (PPK1-TP), (6) kebun kakao yang menerapkan teknik konservasi guludan bersaluran dan teknologi pasca panen (KPK2-TP) dan palawija yang menerapkan pola tanam tumpang gilir, mulsa, guludan, dan teknologi pasca panen (PPK1-TP), dan (7) kebun kakao yang menerapkan teras kredit dan teknologi pasca panen (KPK3-TP) dan palawija yang menerapkan pola tanam tumpang gilir, mulsa, teras kredit, dan teknologi pasca panen (PPK3-TP). Hasil penelitian menunjukkan: 1) penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa secara berturut-turut adalah kakao (775.418.386), padi beririgasi (402.992.418), kacang tanah (45.314.116), jagung (45.308.251), ubikayu (41.038.648), vanili (12.871.204), kelapa (12.169.650), cengkeh (2.532.060), dan hutan (1.085.239); 2) faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah: tipe penggunaan lahan, kesesuaian lahan, pendapatan petani, kerjasama lintas sektoral dalam pengelolaan DAS, konservasi tanah, dan teknologi pasca panen; 3) model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan dirancang berdasarkan sistem dinamik dengan cara mengintegrasikan aspek tipe penggunaan lahan prioritas, faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan, kesesuaian lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani; dan 4) skenario 4, 6, dan 7 dapat memenuhi kriteria sebagai arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa. Arahan kebijakan penggunaan lahan menurut skenario 4, 6, dan 7 berturut-turut adalah lahan sawah beririgasi pada ketiga skenario masing-masing 2.924,52 ha; lahan kering secara berturut-turut 12.924,88 ha, 10.408,91 ha, dan 10.982,02 ha; dan lahan hutan secara berturut-turut 3.998,23 ha, 6.514,20 ha, dan 5.941,02 ha.
DOKUMENTASI DISERTASI
ABSTRACT
DANANG WIDJAJANTO. 2006. Land Use Model for the Sustainable Agricultural Development (A Case Study of the Gumbasa Watershed, Donggala). Under Direction of SANTUN R.P. SITORUS, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, KUKUH MURTILAKSONO, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Land use problems in the Gumbasa Watershed are basically caused by the conflict of interests between economic aspect and land resource conservation. The aims of the research were: 1) determining the priority land use type; 2) determining the important factors affecting land use; 3) designing a land use model; and 4) model simulation for establishing land use policy direction at the Gumbasa watershed. The research was conducted at the Gumbasa watershed of Donggala, Central Sulawesi province for 20 months starting from May 2004 to December 2005. Qualitative modelling was designed based on exponential comparison and prospective analysis methods. Dynamic system using Powersim 2.5c was designed based on the relationships among aspects of land use priority, important factors affecting land use, land suitability, soil erosion, and farm income. Model simulation was carried out based on 7 scenarios: (1) actual land use, (2) traditionally managed cacao plantation (KPT) and upland crops intercropping with mulch application (PPK0), (3) traditionally managed cacao plantation (KPT), (4) cacao plantation with the application of channeled ridge and post harvest technology (KPK2-TP), (5) upland crops intercropping with mulch aplication, ridge, and post harvest technology (PPK1-TP), (6) cacao plantation with the application of channeled ridge and post harvest technology (KPK2-TP) and upland crops intercropping with mulch application, ridge, and post harvest technology (PPK1-TP), and (7) cacao plantation farming pattern with the application of kredit terrace and post harvest technology (KPK3-TP) and uplands crops intercropping mulch application, kredit terrace and post harvest technology (PPK3-TP). The research results showed that: 1) the rank of land use priority for sustainable agricultural land use in the Gumbasa watershed were cacao (775,418,386), irrigated paddy (402,992,418), ground nuts (45,314,116), maize (45,308,251), cassava (41,038,648), vanilla (12,871,204), coconut (12,169,650), clover (2,532,060), and forest (1,085,239), respectively; 2) the important factors affecting the land uses in the Gumbasa watershed were the types of land use, land suitability, farmers’ income, multi sectors cooperation for watershed management, soil conservation, and post harvest technology; 3) land use model was designed by integration of the rank of priority land use, the important factors affecting land uses, land suitability, soil erosion, and farm income; and 4) the scenarios 4, 6, and 7 were fulfill the criteria for policy direction for sustainable agricultural development in the Gumbasa watershed. According to the scenarios 4, 6, and 7, the land use policy direction for sustainable agricultural development at the Gumbasa watershed were: irrigated paddy (2.924,52 ha for each scenarios); dry lands (12,924.88 ha, 10,408.91 ha, and 10,982.02 ha, respectively); and forest (3,998.23 ha, 6,514.20 ha, and 5,941.02 ha, respectively).
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
MODEL PENGGUNAAN LAHAN UNTUK
PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI GUMBASA, DONGGALA)DANANG WIDJAJANTO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Disertasi : Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan (Studi Kasus Daerah Aliran Sungai Gumbasa, Donggala)
Nama : Danang Widjajanto
NIM : P 062020261
Disetujui Komisi Pembimbing
Pror. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo M.Sc
Ketua Anggota
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo,DEA Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dr. Ir. Surjono H Sutjahjo, M.S. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
KATA PENGANTAR
Lahan merupakan sumberdaya yang penting bagi kemashalatan umat manusia baik untuk memenuhi kebutuhan pertanian, sumberdaya air, rekreasi, kelestarian sumberdaya hayati, pengembangan ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Kehati hatian manusia dalam melakukan pengelolaan sumberdaya lahan mutlak diperlukan untuk mempertahankan pemanfaatannya secara maksimal bagi generasi mendatang.
Sebagian besar DAS Gumbasa terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Lore–Lindu. Konflik kepentingan antara tujuan konservasi sumberdaya lahan dan pengembangan pertanian yang sering terjadi sejak dideklarasikan Taman Nasional Lore-Lindu pada tahun 1993 merupakan inspirasi pentingnya dilakukan penelitian ini sebagai upaya untuk memberikan informasi dan arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
Pendekatan pemodelan dalam penelitian digunakan sebagai dasar untuk mempelajari arahan kebijakan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian yang tepat di DAS Gumbasa. Aplikasi pemodelan kualitatif dan kuantitatif digunakan secara sinergis sebagai metode untuk mengidentifikasi penggunaan lahan prioritas, penentuan faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan, evaluasi kesesuaian lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani.
Keterbatasan sumber informasi yang bisa didapatkan terutama data fisik-lingkungan (iklim, tanah, dan kondisi perairan) dan peta-peta tematik di daerah penelitian menjadikan kendala tersendiri bagi penulis dalam mewujudkan rancangan model berdasarkan sistem dinamik.
Sebagai harapan penulis mudah-mudahan penulisan ini berguna sebagai sumber informasi bagi kalangan praktisi maupun akademisi untuk mendukung perencanaan pengembangan pertanian kawasan batas hutan Taman Nasional Lore-Lindu pada khususnya dan pengembangan ilmu pengelolaan sumberdaya lahan pada umumnya. Terima kasih.
Bogor, 21 September 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 6 Januari 1965, anak ke tiga dari enam bersaudara dengan ayah yang bernama Achmad Subadar dan Ibu Aning Masfufah. Penulis menikah dengan Rosmaniar Gailea dan telah dikaruniai dua orang puteri-putera yang bernama Alifia Hajar Amanda dan Isa Hanif Emeraldi.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Bhayangkari Surabaya pada tahun 1976, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 12 Surabaya pada tahun 1980, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 1 Surabaya pada tahun 1983. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Surabaya dan meraih gelar Insinyur (Ir.) pada tahun 1988. Selanjutnya pada Tahun 1989 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana jenjang Program Magister Sain (S2) pada Program Studi Pengelolaan Tanah dan Air Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar Magister Sain (M.S) pada Tahun 1992.
Pada tahun 1993 penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. Selama menjadi staf pengajar penulis telah bertindak aktif sebagai ketua tim dalam menekuni beberapa topik penelitian bidang ilmu tanah, antara lain: 1) hubungan antara perubahan struktur tanah, dinamika air tanah, dan pertumbuhan akar tanaman, 2) studi karakteristik air tanah pada beberapa pola penggunaan lahan di Taman Nasional Lore-Lindu dan sekitarnya, dan 3) studi air di kawasan sekitar Taman Nasional Lore-Lindu dan sekitarnya. Selain dari pada itu, penulis pernah terlibat sebagai narasumber dalam seminar regional sebagai berikut: 1) kebijakan pengelolaan air tanah di Lembah Palu, dan 2) pengelolaan air tanah untuk mempersiapkan master plan pengelolaan Taman Nasional Lore-Lindu. Penulis pernah mewakili staf pengajar dari Indonesia Timur sebagai peserta dalam pelatihan Soil-Water Management yang di laksanakan melalui program
Pada tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana jenjang Program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………. vii
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR LAMPIRAN ………. xi
I. PENDAHULUAN ……… 1
1.1. Latar Belakang ……….. 1
1.2. Tujuan Penelitian ……….. 3
1.3. Kerangka Pemikiran ………. 3
1.4. Manfaat Penelitian ……….. 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ……… 6
1.6. Kebaruan Penelitian (Novelty) ………... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 7
2.1. Analisis Sistem dan Penggunaan Lahan Berkelanjutan …... 7
2.2. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan .... 11
2.3. Model Evaluasi Lahan ………... 13
2.4. Model Erosi Tanah dan Pengelolaan DAS ..……….. 18
III METODE PENELITIAN ………. 27
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 27
3.2. Formulasi Permasalahan ... 27
3.3. Bahan dan Alat Penelitian ……… 28
3.4. Tahapan Penelitian ………... 28
3.5. Jenis Data Penelitian ………. 30
3.6. Metode Pengumpulan Data ………... 31
3.6.1. Metode Pengumpulan Data untuk Diskusi Pakar dan Stakeholder ... 31
3.6.2. Pengumpulan Data untuk Evaluasi Lahan …………. 32
3.6.3. Pengumpulan Data untuk Analisis Erosi Tanah …… 34
Halaman
3.7. Metode Analisis Data Penelitian ……….. 36
3.7.1. Skala Prioritas Tipe Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa ... 36
3.7.2. Analisis Prospektif ... 36
3.7.3. Metode Analisis Data Evaluasi Lahan ... 37
3.7.4. Metode Analisis Data Erosi Tanah ……… 39
3.7.5. Metode Analisis Data Usahatani ... 41
3.8. Perancangan Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan ... 43
IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ……….. 50
4.1. Letak Geografis ... 50
4.2. Iklim ... 50
4.3. Tanah dan Penggunaan Lahan ... 52
4.4. Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….... 54
5.1. Penggunaan Lahan Prioritas ...……… 54
5.2. Analisis Prospektif ... 56
5.3. Perancangan Skenario Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa ... 60
5.4. Perancangan Model Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan ... 62
5.4.1. Perancangan Sub Model Evaluasi Lahan …………... 63
5.4.2. Perancangan Sub Model Erosi Tanah ...…………... 76
5.3.2.1. Pengukuran Erosi Tanah Aktual ………….. 76
5.3.2.2. Prediksi Erosi Tanah dan Erosi Tanah Dapat Ditoleransi ..……….... 79
5.4.3. Perancangan Sub Model Pendapatan Usahatani ... 80
5.5. Simulasi Model Penggunaan Lahan ... 83
5.5.1. Simulasi Menurut Skenario 1 ... 83
5.5.2. Simulasi Menurut Skenario 2 ... 91
Halaman
5.5.4. Simulasi Menurut Skenario 4 ... 105
5.5.5. Simulasi Menurut Skenario 5 ... 112
5.5.6. Simulasi Menurut Skenario 6 ... 119
5.5.7. Simulasi Menurut Skenario 7 ... 126
5.6. Arahan Kebijakan Penggunaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Berkelanjutan di DAS Gumbasa ... 133
VI. SIMPULAN DAN SARAN ………... 144
6.1. Simpulan ………... 144
6.2. Saran ………... 145
DAFTAR PUSTAKA ………... 147
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Tipe penggunaan lahan, kelerengan, dan lokasi desa plot
pengukuran erosi tanah aktual ………... 34 2. Skoring dalam analisis prospektif ... 36 3. Penilaian pengaruh faktor-faktor penting dalam
Analisis prospektif ………... 37
4. Hubungan antara indeks lahan dengan kelas kesesuaian
Lahan dan tingkat pembatas lahan (Sys et al., 1985) …….... 39 5. Luas penggunaan lahan pada setiap desa di daerah
Penelitian ……….. 52
6 Pola tanam padi dan palawija di DAS Gumbasa ... 53 7. Jumlah kepala keluarga dan komposisi penduduk
Di daerah penelitian ………. 53
8. Nilai bobot kriteria dan alternatif pemilihan tipe
Penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian
Berkelanjutan di DAS Gumbasa ………... 54 9. Skala prioritas tipe penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa ... 55 10. Skenario model penggunaan lahan untuk pengembangan
Pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa ... 62 11. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan kakao di
DAS Gumbasa ……….. 64
12. Evaluasi kesesuaian iklim untuk pengembangan palawija di
DAS Gumbasa ………... 66
13. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan
tanaman kakao dan produktivitas lahan di DAS Gumbasa … 68 14. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan
tanaman jagung dan produktivitas lahan di DAS Gumbasa … 70 15. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan
tanaman kacang tanah dan produktivitas lahan di DAS
Gumbasa ………... 72 16. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan
tanaman ubikayu dan produktivitas lahan di DAS Gumbasa .. 74 17. Evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan
Tabel Halaman 18. Faktor tanaman berdasarkan pengukuran erosi tanah
Aktual ………... 77
19. Hasil pengujian faktor tanaman dari pengukuran erosi Tanah aktual dengan faktor tanaman yang terdapat dalam Pustaka ………. 78
20. Prediksi erosi tanah dan erosi tanah yang dapat ditoleransi (TSL) di DAS Gumbasa ………... 79
21. Analisis kelayakan finansial usahatani kakao pola pengelolaan tradisional (KPT) di DAS Gumbasa ……… 81
22. Analisis kelayakan finansial usahatani palawija pola tanam tumpang Gilir di DAS Gumbasa ... 82
23. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 1 ... 85
24. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 1 (penggunaan lahan aktual) ... 87
25. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 1 (penggunaan lahan aktual) ... 89
26. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 2 ... 92
27. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 2 ... 94
28. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 2 ... 96
29. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 3 ... 99
30. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 3 ... 101
31. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 3 ... 103
32. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 4 ... 106
33. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 4 ... 108
34. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 4 ... 110
35. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 5 ... 113
36. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 5 ... 115
37. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 5 ... 117
38. Hasil simulasi indeks lahan menurut skenario 6 ... 120
39. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 6 ... 122
40. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 6 ... 124
42. Hasil simulasi erosi tanah menurut skenario 7 ... 129 Tabel Halaman
43. Hasil simulasi pendapatan usahatani menurut skenario 7 ... 131 44. Rekapitulasi hasil simulasi luas lahan sesuai, laju erosi tanah,
dan rata-rata pendapatan usahatani pada tahun 2020 menurut
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ………... 4
2. Bagan alir tahapan penelitian ……….. 29
3. Peta unit lahan penelitian ……… 33
4. Skema plot pengukuran erosi tanah aktual ………... 35
5. Model konseptual perencanan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan ………... 44
6. Diagram forrester model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan ………... 47
7. Peta Daerah Aliran Sungai Gumbasa ……….. 50
8. Rata-rata curah hujan dan jumlah hari hujan di Daerah penelitian ……… 51
9. Rata-rata suhu udara di daerah penelitian ………... 51
10. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang Berpengaruh pada penggunaan lahan untuk pengembangan Pertanian berkelanjutan Di DAS Gumbasa ………... 58
11 Analisis neraca air tanah untuk budidaya tanaman Kakao ... 63
12 Analisis neraca air tanah untuk budidaya tanaman Palawija ... 65
13. Proyeksi hubungan antara waktu usahatani dengan Pendapatan usahatani kakao di DAS Gumbasa ... 82
14 Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 1 (Penggunaan lahan aktual) ... 140 15. Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 4 141 16. Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 6 142 17. Peta arahan penggunaan lahan untuk pengembangan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Rata-rata curah hujan Di DAS Gumbasa, Donggala
periode Tahun 1995 – 2004 ………. 159
2. Rata-rata suhu udara Dd DAS Gumbasa, Donggala periode
Tahun 2000 – 2004 ………. 159
3. Hasil analisis lansekap dan sifat fisik tanah di daerah
penelitian ……….. 160
4. Hasil analisis sifat kimia tanah di daerah penelitian …... 161 5. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
kebun campuran ubikayu – gamal dengan kelerengan 5 %
(plot 1) di desa Tongoa, Palolo, Donggala …………... 161 6. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
kebun campuran kakao - hutan dengan kelerengan 3 % (plot
2) di desa Tongoa, Palolo, Donggala ………... 162 7. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
hutan dengan kelerengan 24 % (plot 3) di desa Bahagia,
Palolo, Donggala ……….. 162
8. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan kebun campuran kakao - hutan dengan kelerengan 22 % (plot
4) di desa Bahagia, Palolo, Donggala ..………... 162 9. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan kakao
monokultur dengan kelerengan 9 % (plot 5) di desa Bahagia,
Palolo, Donggala ………... 163 10. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
tanah terbuka dengan kelerengan 5 % (plot 6) di desa
Bahagia, Palolo, Donggala ………... 163 11. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
kacang tanah dengan kelerengan 3 % (plot 7) di desa
Bahagia, Palolo, Donggala ………... 163 12. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
jagung dengan kelerengan 10 % (plot 8) di desa Ampera,
Palolo, Donggala ………... 164 13. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
kebun campuran kakao – cengkeh dengan kelerengan 24 %
Lampiran Halaman 14. Plot pengukuran erosi tanah aktual pada penggunaan lahan
tanah terbuka dengan kelerengan 10 % (plot 10) di desa
Ampera, Palolo, Donggala ………... 164 15 Daftar isian penilaian dalam analisis prospektif ... 165 16 Analisis neraca air tanah untuk pengembangan tanaman
kakao ... 165 17 Analisis neraca air tanah untuk pengembangan tanaman
palawija ... 166 18. Persyaratan iklim untuk budidaya kakao
(Theobroma cacao) (Sys et al., 1993) ……….. 166 19. Persyaratan iklim untuk budidaya jagung (Zea mays L.) (Sys
et al., 1993) ………... 167
20. Persyaratan iklim untuk budidaya kacang tanah (Arachis
hypogaea) (Sys et al., 1993) ………. 167
21. Persyaratan iklim untuk budidaya ubikayu (Manihot
esculenta) (Sys et al., 1993) ……….. 168
22. Persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya kakao
(Theobroma cacao) (Sys et al., 1993) ………... 168 23. Persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya jagung
(Zea mays L.) (Sys et al., 1993) ………... 169 24. Persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya kacang
Tanah (Arachis hypogaea) (Sys et al., 1993) ………... 169 25. Persyaratan lansekap dan tanah untuk budidaya ubikayu
(Manihot esculenta) (Sys et al., 1993) ………... 170 26. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan kebun
campuran ubikayu-gamal pada kelerengan 5 %
(plot 1) ………... 171
27. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan Kakao pola kebun campuran pada kelerengan 3 %
(plot 2) ... 173 28. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan
Kacang tanah pada kelerengan 5% (plot 3) ………... 175 29. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan
Kakao monokultur pada kelerengan 9% (plot 4) ………... 177 30. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan kakao
Lampiran Halaman 31. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan
hutan pada kelerengan 24 % (plot 6) ………... 181
32. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan jagung pada kelerengan 9 % (plot 7) ……….. 183
33. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan kebun campuran cengkeh - kakao pada kelerengan 14 % (plot 8) …. 184 34. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan tanah terbuka pada kelerengan 5 % (plot 9) ………... 185
35. Pengukuran erosi tanah aktual tipe penggunaan lahan tanah terbuka pada kelerengan 10 % (plot 10) ………... 186
36. Erodibilitas tanah pada plot pengukuran erosi tanah …... 187
37. Kode klasifikasi struktur tanah (Arsyad, 2000) ... 188
38. Kode permeabilitas tanah (Arsyad, 2000) ... 188
39. Analisis erodibilitas tanah di daerah penelitian ... 189
40. Nilai faktor pengelolaan tanaman (Arsyad, 2000) ... 190
41. Nilai faktor teknik konservasi tanah (Abdurrahman et al., 1984) ... 191
42. Nilai faktor kedalaman sub order tanah (Arsyad, 2000) ... 192
43. Pengaruh temperatur udara dan curah hujan terhadap kecepatan pembentukan tanah (Arsyad, 2000) ... 192
44. Kedalaman tanah minimum untuk pertumbuhan tanaman (Hammer, 1980) ... 193
45. Analisis net present value (NPV) dan benefit – cost ratio (BCR) usahatani kakao di DAS Gumbasa, Donggala ... 193
46. Analisis nisbah biaya-manfaat (BCR) usahatani jagung ... 194
47. Analisis nisbah biaya-manfaat (BCR) usahatani kacang tanah 195 48. Analisis nisbah biaya-manfaat (BCR) usahatani ubikayu ... 196
49 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan ertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 1. p
compact disc 50 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan
ertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 2. p
compact disc 51 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan
ertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 3 p
pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 4 disc Lampiran Halaman
53 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 5
compact disc 54 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan
ertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 6 p
compact disc 55 Simulasi model penggunaan lahan untuk pengembangan
pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa menurut skenario 7
DOKUMENTASI DISERTASI DANANG WIDJAJANTO
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997) menyatakan bahwa
pengelolaan sumberdaya lahan dalam kaitannya dengan proses pembangunan secara
keseluruhan merupakan bentuk prioritas yang perlu segera mendapatkan perhatian
karena kebutuhan lahan yang semakin meningkat sejalan dengan pesatnya
pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan yang dapat digunakan sebagai
areal pengembangan pertanian. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya lahan yang
terdapat di luar Jawa maka tujuan penggunaan lahan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kebutuhan untuk melindungi keanekaragaman hayati (biological diversity) dan
ekosistem pada 50 juta ha hutan dan area yang telah ditetapkan sebagai suaka
alam dan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
2. Pemanfaatan yang berkelanjutan terhadap kurang lebih 30 juta ha tanah yang
dapat dimanfaatkan untuk pertanian
3. Pengelolaan secara berkelanjutan 65 juta ha yang dapat dieksploitasi untuk tujuan
komersial. Selain itu, masalah lain yang dihadapi adalah pencegahan meluasnya
penggunaan lahan pada kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi lindung
kawasan tersebut.
Isu-isu kunci pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten
Donggala meliputi aspek pengelolaan sumberdaya lahan untuk pengembangan
pertanian, sumberdaya air, hutan, keanekaragaman hayati, pesisir dan kelautan,
kependudukan, kependidikan, energi dan pertambangan, perekonomian daerah, dan
penanganan bencana alam (PPLH UNTAD, 2002). Taman Nasional Lore-Lindu
sebagai salah satu daerah konservasi lingkungan di Kabupaten Donggala yang
mempunyai luas 217.991,18 ha telah menarik perhatian dunia dalam kaitannya
dengan fungsinya sebagai daerah resapan air, suaka keanekaragaman hayati,
penyimpanan karbon, pendidikan lingkungan, dan konservasi budaya masyarakat di
sekitarnya. Dalam peranannya untuk mendukung kelestarian tanah dan pemanfaatan
2
memberikan sumbangan finansial setara dengan 89,9 milyar rupiah tahun-1 (Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam et al., 2001).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Gumbasa merupakan salah satu DAS super
prioritas (Arsyad, 2000) yang terletak di sebelah Utara Taman Nasional Lore-Lindu.
Kepadatan geografis sebesar 84 jiwa km-2 dengan laju pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi (2,7 % tahun-1) (BPS, 2004) dengan mata pencaharian utama masyarakat
sebagai petani menyebabkan kebutuhan lahan untuk pengembangan pertanian
merupakan permasalahan mendasar di daerah tersebut. Thaha (2001) dan Widjajanto
et al. (2003) menjelaskan bahwa erosi tanah yang tinggi dan laju pengangkutan
sedimen melayang (suspended load) pada sungai Gumbasa bagian hulu sekitar
14.000 - 20.000 ton hari-1 mengindikasikan bahwa ekosistem pada daerah tersebut
mulai terganggu.
Pengelolaan DAS merupakan kegiatan jangka panjang yang bersifat lintas
sektor dan kompleks. Kepentingan-kepentingan sektor yang muncul dalam proses
pembangunan sering menyebabkan timbulnya masalah ketidakpastian bagi pemegang
kebijakan untuk menentukan tujuan pembangunan (Departemen Kehutanan, 2000).
Eriyatno (1999) menyatakan bahwa pendekatan sistem dipandang merupakan cara
yang efektif untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian dalam sistem yang
kompleks.
Efektivitas pengelolaan DAS hanya dapat dicapai apabila terdapat kerjasama
lintas sektor yang harmonis. Pada akhirnya ″One Plan Strategy″ merupakan
paradigma yang penting untuk dikembangkan dalam sistem pengelolaan DAS dan
konservasi tanah di Indonesia. Konsep pengembangan sumberdaya lahan yang
didasarkan atas pertimbangan DAS sebagai satuan pemantauan dan evaluasi dalam
perencanaan pengembangan sumberdaya akan memudahkan bagi seorang perencana
untuk membuat prakiraan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan
dan masalah ketidakpastian dalam perencanaan pengembangan sumberdaya lahan
dapat ditekan sekecil mungkin. Selain indikator ekologi, indikator yang penting
untuk di pantau dan di evaluasi adalah kelembagaan DAS. Koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan simplifikasi dalam kelembagaan DAS perlu dipertimbangkan
sebagai kriteria-kriteria dalam pemantauan dan evaluasi DAS karena pengelolaan
3
Meninjau kompleksitas permasalahan penggunaan lahan di DAS Gumbasa maka
diperlukan perencanaan tata guna lahan yang dapat mengintegrasikan tujuan
konservasi, sosial-ekonomi, teknologi, dan kebijakan sebagai satu kesatuan yang
sinergis sehingga dapat memberikan arahan bagi pemegang kebijakan dalam
pembuatan keputusan pengembangan pertanian yang efektif di daerah tersebut.
Pendekatan pemodelan sistem penggunaan lahan yang meliputi pengkajian
keterkaitan antara aspek-aspek kesesuaian lahan, erosi tanah, usahatani, sosial, dan
kebijakan diharapkan dapat menghasilkan perangkat yang berguna dalam
perencanaan, implementasi, dan evaluasi tata guna lahan.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah:
1. Menentukan tipe penggunaan lahan prioritas untuk pengembangan pertanian
berkelanjutan di DAS Gumbasa
2. Menentukan faktor-faktor penting yang mempengaruhi penggunaan lahan untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa
3. Merancang bangun model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian
berkelanjutan
4. Mensimulasikan model untuk menyusun arahan kebijakan penggunaan lahan
untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa
1.3. Kerangka Pemikiran
Pengembangan pertanian yang mengacu pada konsep pembangunan
berkelanjutan memerlukan perencanaan penggunaan sumberdaya lahan yang
memperhatikan keterkaitan antara aspek-aspek ekologi, sosial, dan ekonomi sebagai
suatu sistem yang tidak dapat terpisahkan. Kerangka pemikiran penelitian model
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan disajikan pada
Gambar 1. Pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut aspek ekologi, sosial, dan
ekonomi digunakan sebagai landasan utama dalam perencanaan penggunaan lahan
4 PENGGUNAAN LAHAN UNTUK
PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS GUMBASA
HASIL
• Sub Model Evaluasi Lahan
• Sub Model Erosi Tanah
• Sub Model Pendapatan Usahatani
SKALA PENGGUNAAN LAHAN PRIORITAS
VERIABEL KEPUTUSAN MODEL PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
• Indeks Lahan >= 25
• Erosi Tanah <= TSL
• Pendapatan Minimum Keluarga Petani >= Rp 10.800.000 tahun-1
TANAH DAN
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan pengembangan pertanian perlu ditetapkan secara bersama-sama antara
berbagai stakeholder yang terkait sehingga dapat dihasilkan persamaan persepsi
5
pembangunan yang saling tumpang-tindih. Melalui pendekatan diskusi pakar dan
stakeholder maka dapat dipelajari tipe penggunaan lahan prioritas untuk
pengembangan pertanian dan faktor-faktor penting yang perlu di perhatikan secara
mendalam dalam perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian
berkelanjutan di daerah penelitian. Hasil diskusi pakar dan analisis prospektif
merupakan suatu kesatuan yang bersifat sinergis untuk merumuskan skenario model
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
Analisis usahatani dapat digunakan sebagai kerangka kerja yang dapat
mendukung penyelesaian permasalahan finansial yang berkaitan dengan kelayakan
pemanfaatan lahan untuk tipe penggunaan lahan yang diinginkan. Selanjutnya,
keterkaitan antara aspek finansial dengan aspek teknologi dan kelestarian sumberdaya
lahan merupakan aspek-aspek yang saling berkaitan dan dapat digunakan sebagai
landasan yang ideal dalam membangun model penggunaan lahan untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan. Analisis erosi tanah dan evaluasi kesesuaian
lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara aspek teknologi dan aspek ekologis.
Aplikasi model di lakukan melalui simulasi model dinamik dengan
mempertimbangkan variabel keputusan indeks lahan yang secara minimal dapat
memenuhi kriteria kelas kesesuaian lahan Sesuai Marjinal (S3) atau indeks lahan
minimal 25, laju erosi tanah yang tidak lebih tinggi dari laju erosi tanah yang masih
dapat ditoleransi (TSL), dan pendapatan usahatani yang dapat memenuhi batas
minimal kebutuhan hidup layak bagi masyarakat di daerah penelitian. Hasil simulasi
model dinyatakan dalam bentuk peta spasial sebagai arahan penggunaan lahan untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Dasar pengembangan model penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian
berkelanjutan,
2. Landasan dalam pengambilan keputusan pengembangan pertanian berkelanjutan
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian di lakukan berdasarkan batasan ruang lingkup fisik-lingkungan Daerah
Aliran Sungai (DAS). Meninjau keterbatasan suplai sumberdaya air sebagai akibat
rendahnya curah hujan dan topografi di daerah penelitian yang di dominasi oleh
kelerengan berbukit hingga curam maka pengertian pengembangan pertanian
berkelanjutan dalam penelitian dibatasi pada ruang lingkup pengembangan pertanian
lahan kering.
1.6. Kebaruan Penelitian (Novelty)
Pada umumnya perancangan model penggunaan lahan yang telah banyak
berkembang hingga saat ini didasarkan atas hubungan antara sistem tanah, tanaman,
dan atmosfir sebagai suatu sistem berkesinambungan yang ditujukan untuk
memprediksi berbagai perubahan status hara, kandungan air tanah, bahan organik,
dan pertumbuhan tanaman (Driessen dan Konijn, 1992; Young, 2002; dan ICRAF,
2002). Beberapa peneliti lain ( Tjoneng, 1999; Marwah, 2000; Syamsuddin, 2001;
Mahmudi, 2002; dan Darsihardjo, 2004) telah mengembangkan model penggunaan
lahan untuk pengelolaan DAS berdasarkan atas keterkaitan antara aspek erosi tanah,
debit air, aliran permukaan, dan pendapatan usahatani.
Berdasarkan perancangan model yang telah dilakukan peneliti sebelumnya
dirasakan masih belum terdapat pendekatan penelitian model penggunaan lahan yang
menggabungkan penggunaan model kualitatif dan model kuantitatif sebagai suatu
sistem yang dapat diterapkan secara langsung untuk memberikan arahan kebijakan
penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Gumbasa.
Keterkaitan antara aspek-aspek penggunaan lahan prioritas, faktor-faktor penting
yang mempengaruhi penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan,
kesesuaian lahan, erosi tanah, dan pendapatan usahatani sebagai suatu sistem yang
dikaji dalam penelitian dipandang sebagai kebaruan dalam melakukan pendekatan
pemodelan penggunaan lahan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Sistem dan Penggunaan Lahan Berkelanjutan
Marimin (2004, 2005) menyatakan bahwa sistem didefinisikan sebagai
suatu gugus elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka
mencapai tujuan dari lingkungan yang kompleks. Kompleksitas dari sistem
meliputi kerjasama antar bagian yang bersifat interdependent. Orientasi
pencapaian tujuan pada sistem memberikan sifat dinamis, yaitu ciri perubahan
yang terus menerus dalam usaha mencapai tujuan. Mekanisme pengendalian
pada suatu sistem menyangkut sistem umpan balik, yaitu mekanisme yang
bersifat memberikan informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku
sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi.
Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan pengembangan konsep yang
bersifat interdisiplin dan interaktif. Pendekatan berpikir sistem (system
thinking) dapat memberikan informasi yang lebih baik bagi pengelola atau
pemegang kebijakan untuk mempelajari kompleksitas. Metode berpikir sistem
menyediakan pengetahuan tentang sebuah mekanisme untuk membantu
pengelola sumberdaya dan pemegang kebijakan dalam mempelajari hubungan
sebab dan akibat dari proses yang berlangsung, mengidentifikasi permasalahan
utama, dan mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai (Gao et al., 2003).
IBSRAM (International Board for Soil Research and Management)
mendefinisikan sistem pertanian berkelanjutan sebagai bentuk pengelolaan
sumberdaya lahan yang mengintegrasikan aspek teknologi, kebijakan, dan
kegiatan-kegiatan yang bertujuan memadukan prinsip-prinsip sosial-ekonomi
dengan masalah ekologi secara bersamaan. Keterkaitan antara prinsip-prinsip
tersebut digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan
produksi/jasa, mengurangi tingkat resiko dalam berproduksi, melindungi potensi
sumberdaya alam dan mencegah degradasi tanah dan air, secara ekonomis
menguntungkan, dan secara sosial dapat diterima (Bechstedt, 1997).
Fauzi (2004) menyatakan bahwa pada awalnya konsep pembangunan
berkelanjutan secara prinsip meliputi dua dimensi, yaitu: dimensi waktu dan
8
alam dan lingkungan. Dalam pengertian statik maka keberlanjutan didefinisikan
sebagai pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan (renewable) dengan laju
perkembangan teknologi yang konstan. Di lain pihak, keberlanjutan dinamik
didefinisikan sebagai pemanfaatan sumberdaya lahan tidak terbarukan (non
renewable) dengan teknologi yang terus berubah. Pernyataan tersebut
mendukung pendapat Barlowe (1972) yang mengemukakan bahwa konservasi
sumberdaya lahan sebenarnya merupakan pemanfaatan lahan dengan
menerapkan berbagai komponen teknologi dengan tujuan untuk
mempertahankan produksi dan pendapatan secara kontinyu tanpa menyebabkan
menurunnya kualitas lahan.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses yang penting menuju
pengembangan pertanian berkelanjutan. Pada hakekatnya perencanaan
penggunaan lahan merupakan bagian dari mekanisme penunjang keputusan
yang diperlukan untuk memberikan arahan kepada pemegang kebijakan melalui
proses pemilihan penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan perencanaannya
(FAO dan UNEP, 1999).
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
kebijakan adalah melalui pemodelan sistem. Model merupakan representasi atau
penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya (Eriyatno, 1999). Melalui
pemodelan maka dapat dilakukan analisis perubahan setiap komponen yang
terdapat dalam sistem tersebut, prediksi kemungkinan yang terjadi sebagai
akibat perubahan sistem, dan menentukan tindakan pengelolaan yang perlu
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Hardjomidjojo, 2004).
Soerianegara (1978) mengemukakan bahwa kelebihan penggunaan model
dalam penelitian sumberdaya alam dan lingkungan adalah: 1) memungkinkan
penelitian yang bersifat multidisiplin dengan ruang lingkup yang lebih luas, 2)
dapat digunakan untuk menentukan bentuk kebijakan pengelolaan yang tepat
sesuai dengan macam perbaikan yang diperlukan, dan 3) sebagai alat bantu
dalam pemecahan masalah lingkungan tanpa harus melakukan eksperimen yang
seringkali membutuhkan biaya besar dan waktu lama.
Bosch et al. (2003) menyatakan bahwa sistem sumberdaya alam bersifat
kompleks dan dinamis. Berbagai perubahan berlangsung secara terus-menerus
9
dan sulit untuk diprediksi. Pendekatan yang bersifat kolaborasi lintas disiplin
merupakan kekuatan untuk menciptakan hubungan antara ilmu pengetahuan
sumberdaya alam, manajemen, dan kebijakan.
Analisis prospektif merupakan pendekatan partisipatif yang melibatkan
stakeholders dalam proses pembuatan keputusan. Analisis prospektif
merupakan studi tentang kemungkinan di masa depan (IAME, 2002). Lebih
lanjut Hardjomidjojo (2005) menyatakan bahwa analisis prospektif dapat
digunakan untuk mempersiapkan tindakan strategis dan mempelajari berbagai
perubahan yang diperlukan untuk mempersiapkan kondisi yang lebih baik di
masa depan. Berdasarkan analisis prospektif maka dapat dipilih elemen-elemen
kunci yang berpengaruh terhadap perbaikan situasi di masa depan.
CENTURY merupakan model yang dirancang untuk mensimulasikan
perubahan-perubahan yang terdapat di dalam tanah, terutama kandungan bahan
organik tanah. Melalui percobaan sistem intercropping maka model
CENTURY digunakan untuk mensimulasikan perubahan bahan organik tanah
untuk tujuan pengembangan sistem agroforestri (Young, 2002).
Vermeulen et al. (1993) menyatakan bahwa model SCUAF (Soil Changes
under Agroforestry) merupakan model yang digunakan untuk memprediksi
perubahan-perubahan tanah pada sistem penggunaan lahan tertentu. Studi
tentang ekosistem savana dan jagung di Zimbabwe, rehabilitasi lahan-lahan
tererosi di Vietnam, rotasi antara rumput Imperata sp. dengan padi lahan kering
di Asia Tenggara, dan intercropping tanaman pagar pada budidaya lorong (alley
cropping) di Filipina digunakan sebagai dasar aplikasi model SCUAF. Erosi
tanah, kandungan karbon organik, nitrogen, dan fosfor dipelajari secara
bersama-sama untuk mempelajari perubahan-perubahan komponen tersebut
dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman dan analisis ekonomi. Input
yang digunakan untuk merancang model SCUAF meliputi: kondisi lingkungan
(iklim, tipe tanah, dan kelerengan), Penggunaan lahan dan Pengelolaannya,
pertumbuhan awal tanaman, kondisi tanah awal dan proses-proses yang terdapat
di dalamnya. Erosi tanah, penaungan, maupun kehilangan dan transformasi
bahan organik, nitrogen, dan fosfor digunakan sebagai mekanisme umpan balik
10
untuk mempelajari pengaruh perubahan karakteristik tanah terhadap
pertumbuhan tanaman.
Model SHIELD (Simulation of Hedgerow Intervention Against Erosion and
Land Degradation) adalah model yang dikembangkan di daerah tropika berbasis
pengetahuan tentang status air tanah, infiltrasi, aliran permukaan, ketersediaan
air tanah, dan erosi tanah dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan hasil
tanaman. Variabel pengendali dari sistem tersebut adalah curah hujan harian
(Kiepe, 1995).
Model WaNuLCAS (Water, Nutrient and Light Capture in Agroforestry
Systems) merupakan dasar-dasar pengembangan model untuk mempelajari
interaksi antara pohon – tanah – tanaman semusim pada pola pengunaan lahan
agroforestri. Kerapatan akar pohon dan tanaman semusim digunakan sebagai
indikator yang penting untuk mempelajari kompetisi sumberdaya alam (air,
unsur hara, dan cahaya) (ICRAF, 2002).
Pemodelan yang mengintegrasikan aspek fisik lingkungan dan nilai
ekonomis sumberdaya lahan dikembangkan melalui prediksi pertumbuhan
tanaman dan produksi. Bio-Economic Agroforestry Model (BEAM)
memerlukan serial data pertumbuhan dan produksi tanaman, input fisik dan
tenaga kerja, serta biaya dan harga yang terkait dengan sistem produksi
tanaman. Analisis biaya-manfaat merupakan keluaran (output) model untuk
mempertimbangkan nilai ekonomis penggunaan lahan tertentu. Secara utuh
model tersebut meliputi sub model naungan yang menjelaskan pengaruh
penaungan oleh tanaman pagar terhadap intersepsi cahaya yang dapat diterima
oleh tanaman semusim, sub model pemulsaan yang menjelaskan
keuntungan-keuntungan pemanfaatan mulsa yang berasal dari tanaman pagar, sub model
kompetisi air dan unsur hara antara akar tanaman semusim dan pohon (tanaman
pagar), sub model fiksasi nitrogen oleh tanaman pagar, dan sub model hasil
panen dari tanaman semusim dan pohon dalam kaitannya dengan nilai
ekonomisnya (Thomas, 1990).
Pemodelan penggunaan lahan pada suatu DAS telah dipelajari oleh Tjoneng
(1999), Syamsuddin (2001), Mahmudi (2002), dan Darsihardjo (2004) melalui
perancangan model erosi tanah, hidrologi, dan usahatani. Variabel iklim dan
11
tanah digunakan untuk merancang sub model hidrologi dan erosi tanah,
sedangkan variabel yang terliput dalam sistem usahatani (produksi, biaya
produksi, dan harga produksi) digunakan sebagai dasar pemodelan analisis
biaya-manfaat untuk tujuan analisis finansial usahatani. Prediksi erosi tanah
digunakan sebagai dasar pertimbangan penentuan agroteknologi usahatani yang
tepat dengan mempertimbangkan laju erosi tanah yang masih dapat ditoleransi.
2.2. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan
Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia
terhadap sumberdaya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
material maupun spiritual (Arsyad, 2000). Campur tangan manusia tersebut
terjadi dalam bentuk upaya untuk memanipulasi kondisi fisik lingkungan
maupun proses-proses ekologi.
Kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah merupakan sifat-sifat tanah yang
telah umum digunakan sebagai indikator untuk mempelajari manfaat tanah bagi
penggunaan tertentu. Sifat fisik tanah yang umum digunakan sebagai indikator
adalah: tekstur, ketebalan solum, infiltrasi air tanah, bobot isi tanah, dan
kapasitas menahan air. Daya hantar listrik, pH, kandungan unsur hara N, P, dan
K terekstrak merupakan indikator sifat kimia tanah yang digunakan untuk
memepelajari kualitas kimia tanah, sedangkan indikator sifat biologi tanah
adalah: potensi N dapat dimineralisasi, nisbah C/N, biomas mikroba, dan
respirasi tanah (Larson dan Pierce, 1994).
Indeks kesesuaian lahan merupakan metode yang sederhana untuk
mengevaluasi lahan sebagai substrat yang sesuai untuk pertumbuhan akar.
Indeks kesesuaian lahan didasarkan atas pengukuran beberapa karakteristik fisik
dan kimia tanah (Lopulisa dan Hernusye, 1995).
Driessen dan Konijn (1992) menyatakan bahwa indeks produktivitas lahan
dapat ditentukan berdasarkan pengukuran sifat fisik dan kimia tanah dalam
persamaan sebagai berikut:
n
PILAHAN = ∑ (Ai * Bi * Ci * Di * Ei * WFi) ... (2.1)
12
i = 1
PILAHAN menyatakan indeks produktivitas lahan, Ai menyatakan kapasitas
air tersedia pada lapisan tanah ke i, Bi menyatakan kecukupan aerasi tanah pada
lapisan tanah ke i, Ci menyatakan bobot isi tanah pada lapisan tanah ke i, Di
menyatakan pH tanah pada lapisan ke i, Ei menyatakan daya hantar listrik tanah
pada lapisan tanah ke i, WFi menyatakan faktor pemberat pada lapisan tanah ke
i, n menyatakan jumlah lapisan tanah yang dipertimbangkan, dan i menyatakan
urutan nomor lapisan tanah yang dipertimbangkan.
Lal (1994) menyatakan bahwa konsep penggunaan lahan berkelanjutan
memberikan implikasi tidak hanya pada upaya peningkatan produktivitas per
kapita tetapi juga memaksimumkan produksi pertanian per unit kehilangan
tanah, per unit input energi, per unit kehilangan karbon organik, per unit
konsumsi air, per unit peningkatan konsentrasi nitrat, fosfat, dan polutan dalam
air. Indeks pengelolaan sumberdaya lahan berkelanjutan bergantung pada
produktivitas maupun perubahan tanah dan lingkungan yang dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
Is =
f
( Pl Sp Wr Cf )t ... (2.2)Is menyatakan indeks pengelolaan sumberdaya lahan berkelanjutan, Pl
menyatakan produktivitas per kapita per unit input sumberdaya terbatas, Sp
menyatakan perubahan perilaku tanah atau proses penunjang kehidupan, Wr
menyatakan deplesi sumberdaya air atau perubahan, kualitas air, Cf menyatakan
perubahan faktor iklim dan pengaruh jangka panjang, t menyatakan waktu.
Variabilitas sumberdaya alam seperti iklim dan tanah sejalan dengan
perbedaan waktu dan wilayah menyebabkan para ahli pertanian merasa
kesulitan untuk menetapkan secara pasti penggunaan metode dan indikator yang
dianggap efektif untuk mengembangkan konsep pengelolaan sumberdaya lahan
berkelanjutan. Beberapa ahli telah mengembangkan cara berpikir baru
berdasarkan pengkajian sistem untuk mempelajari perubahan perilaku
indikator-indikator yang dianggap tepat untuk mengembangkan konsep pengelolaan
sumberdaya lahan berkelanjutan (Freebairn, 2004a).
13
Indikator penutupan tanah (soil cover), erosi tanah, dan sedimentasi dapat
digunakan untuk mengembangkan konsep pengelolaan sumberdaya lahan pada
skala wilayah atau DAS. Bahan organik yang terdapat pada permukaan tanah
pada umumnya dijadikan sebagai tolok ukur yang mendasar bagi studi
penutupan lahan dan erosi tanah (Zheng et al., 2004). Rahman et al.(2003) dan
Iqbal et al. (2005) menyatakan bahwa penggunaan lahan sebagai areal budidaya
tanaman semusim dalam jangka panjang telah menyebabkan perubahan perilaku
fisik dan erodibilitas tanah. Pengelolaan lahan dalam jangka panjang yang
berakibat pada akumulasi residu tanaman pada permukaan tanah dapat
memperbaiki kualitas fisik tanah antara lain stabilitas agregat, kekuatan geser
tanah (shear strength), dan ketahanan tanah terhadap percikan air hujan yang
dapat menyebabkan erosi tanah.
Augusto et al. (2002) dan Zhang et al. (2005) mengemukakan bahwa
bahan organik tanah dapat dijadikan sebagai indikator dalam mempelajari
perubahan tingkat kesuburan tanah, akan tetapi pada tingkat usahatani maka
penggunaan indikator bahan organik tanah tersebut masih belum dapat
digunakan secara efektif dalam program pengelolaan sumberdaya lahan
berkelanjutan karena selain memerlukan serial data yang cukup (time series)
dan hanya dapat diperoleh dalam waktu yang lama, petani juga merasa tidak
mempunyai kepentingan secara langsung terhadap program-program jangka
panjang yang direncanakan oleh institusi. Indikator efisiensi penggunaan air
dan status nitrogen dianggap efektif untuk dikembangkan guna mempelajari
perubahan perilaku karakteristik lahan pada tingkat usahatani.
2.3. Model Evaluasi Lahan
Lahan merupakan sumberdaya yang terakhir untuk digunakan sebagai
sumber kemakmuran. Degradasi lahan harus dihindari dan penggunaan lahan
disesuaikan dengan kemampuannya sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia baik untuk saat sekarang maupun
saat mendatang. Evaluasi lahan mempunyai peranan penting untuk mendukung
14
perencanaan penggunaan lahan yang rasional, tepat, dan berkelanjutan
penggunaannya (Rossiter , 1994a).
Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan digolongkan dalam 2
pendekatan, yaitu: pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif
yang telah digunakan secara luas didasarkan atas framework evaluasi lahan
menurut FAO (1976). Hasil evaluasi lahan selanjutnya disimpulkan menurut
kategori kelas kesesuaiannya, yaitu: kelas kesesuaian lahan S1 (Sangat Sesuai),
S2 (Cukup Sesuai), S3 (Sesuai Marjinal), N1 (Tidak Sesuai Saat Sekarang), dan
N2 (Tidak Sesuai Permanen).
Evaluasi lahan kualitatif berdasarkan sistem pakar (Expert System) telah
dikembangkan oleh Rossiter (1990). ALES (Automated Land Evaluation
System) merupakan pendekatan evaluasi lahan yang berbasis pengetahuan lokal
untuk menilai kesesuaian lahan pada wilayah yang akan direncanakan. ALES
sesuai digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan pada skala perencanaan
wilayah. Faktor kunci keberhasilan pemanfaatan ALES adalah perancangan
sistematika pohon keputusan sebelum perangkat tersebut digunakan dalam
kegiatan evaluasi.
Kesesuaian lahan dapat juga ditentukan sebagai tingkat keanggotaannya
dalam suatu kelas tertentu. Teknik klasifikasi yang bersifat kontinyu dengan
menggunakan logika ″fuzzy″ (logika samar) dapat digunakan untuk
mendefinisikan fungsi yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan berbasis
sistem pakar (Tang et al., 1996).
Rossiter (1996) menyatakan bahwa pemodelan kuantitatif dalam evaluasi
lahan digolongkan dalam 2 pendekatan, yaitu: model empirik (model statistik)
dan model dinamik. Tujuan utama pemodelan dalam evaluasi lahan secara
kuantitatif adalah untuk memprediksi produksi melalui suatu ″nilai″ lahan yang
secara langsung menggambarkan produktivitasnya. Disamping itu, pemodelan
dapat juga digunakan untuk memprediksi kualitas lahan yang secara langsung
berpengaruh terhadap produksi pertanian (misal: ketersediaan air, ketersediaan
nutrisi, dan radiasi matahari) maupun komponen yang tidak secara langsung
mempengaruhi hasil produksi (seperti: kemudahan lahan untuk diolah dan
kemudahan dalam transportasi).
15
Prediksi tingkat kesesuaian lahan yang mengacu pada analisis karakteristik
lahan dapat dilakukan melalui aplikasi sebuah fungsi matematik (Rossiter,
2003). Hubungan antara karakteristik lahan dan kesesuaian lahan dalam metode
evaluasi lahan yang mengacu pada penilaian karakteristik lahan dinyatakan
dalam persamaan fungsi sebagai berikut:
SLMU,LUT =
f
LUT [(LC)LMU] ... (2.3)SLMU,LUT menyatakan kesesuaian lahan pada unit pemetaan lahan dan tipe
penggunaan lahan tertentu, LCLMU menyatakan karakteristik lahan yang diukur
pada unit pemetaan tertentu, dan
f
LUT menyatakan fungsi pada tipe penggunaanlahan tertentu. Kesesuaian lahan (S) dapat dinyatakan dalam skala kontinyu
maupun skala diskret.
Sys (1985) mengembangkan prosedur penilaian indeks lahan yang
dihasilkan dari perkalian bobot karakteristik lahan yang diukur melalui
pengembangan Storie Index Rating. Penentuan kesesuaian lahan dilakukan
dengan cara mengalikan bobot setiap karakteristik lahan yang dipentingkan
dalam evaluasi. Hasil perkalian dari bobot karakteristik lahan selanjutnya
menghasilkan indeks lahan. Prosedur evaluasi kesesuaian lahan pada metode
Sys (1985) yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
I = A x B/100 x C/100 x D/100 ... (2.4)
I merupakan indeks lahan; A merupakan indeks iklim, B, C, D, dan
seterusnya merupakan bobot dari masing-masing karakteristik lahan yang
dipentingkan.
Sys (1985) menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana untuk
mempelajari hubungan antara produksi tanaman aktual dan tingkat kesesuaian
lahan. Gaiser dan Graef (2001) mengembangkan model Sys (1985) tersebut
melalui analisis hubungan antara indeks lahan dengan indeks hasil tanaman
melalui persamaan sebagai berikut:
16
YI = (Yi / Ypoti) 100 ... (2.5)
YI menyatakan indeks hasil produksi , Yi hasil panen yang didapatkan
dalam pengamtan di lapang (kg/ha), dan Ypoti menyatakan potensial hasil
tanaman yang ditentukan berdasarkan produksi maksimum tanaman di daerah
penelitian. Selanjutnya hubungan antara indeks lahan dengan indeks hasil
produksi di analisis melalui model regresi linier sederhana
Olson dan Olson (1986) menggunakan analisis regresi linier berganda untuk
menganalisis hubungan antara hasil produksi jagung dan karakteristik lahan
pada 5 lokasi yang berbeda. Berdasarkan analisis regresi linier berganda untuk
menganalisis hubungan antara hasil produksi dengan indeks hujan tersedia,
temperatur, kandungan basa-basa dalam tanah, dan kandungan bahan organik
tanah didapatkan persamaan sebagai berikut:
Y = - 3156 + 116 rainstor + 485 temp + 9 bases + 45 ocarb ... (2.6)
Y menyatakan hasil produksi jagung (kg/ha), rainstor menyatakan indeks
curah hujan tersedia (cm), temp menyatakan derajat hari untuk pertumbuhan
tanaman (jumlah temperatur udara yang lebih besar dari 50 oF), bases
menyatakan kandungan kation-kation dasar (m eq m-3), dan ocarb menyatakan
jumlah karbon organik (g m-3). Persamaan yang dihasilkan dari teknis analisis
regresi linier berganda dari penelitian Olson dan Olson (1986) tersebut di
dapatkan intersep yang bernilai negatif. Produksi tanaman dalam kenyataannya
tidak pernah bernilai negatif. Oleh sebab itu, penggunaan model-model statik
yang berbasis analisis regresi perlu di lakukan secara hati hati dalam
penerapannya sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Pendekatan metode parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan pada
umumnya didasarkan atas indeks lahan yang dihasilkan dari penilaian sejumlah
karakteristik lahan yang telah dibakukan dan dinyatakan dalam skala kontinyu
mulai dai 0 hingga 100 (Rossiter, 1996). Analisis kombinasi dari karakteristik
lahan yang diukur dapat dilakukan melalui analisis penjumlahan, perkalian,
maupun analisis geometrik.
17
Evaluasi lahan secara ekonomi merupakan metode evaluasi lahan yang
mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi seperti biaya produksi dan
keuntungan usahatani (Rossiter, 1994b). Kesesuaian lahan secara ekonomi
dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
YieldLMU, (Out,LUT) =
f'
(Out, LUT) [(LC)LMU] ... (2.7)YieldLMU, (Out,LUT) menyatakan produksi pada unit pemetaan lahan (LMU)
tertentu pada sistem produksi tertentu dan tipe penggunaan lahan (LUT) tertentu,
f'
Out, LUT) menyatakan fungsi produksi yang dihasilkan dari sistem produksitertentu dan tipe penggunaan lahan tertentu, LC menyatakan karakteristik lahan
yang diukur pada unit pemetaan lahan tertentu. Biaya produksi usahatani
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
CLMU,LUT =
f
″
LUT [(LC)LMU] ... (2.8)CLMU,LUT menyatakan biaya produksi usahatani,
f
″
LUT [(LC)LMU]menyatakan fungsi karakteristik lahan pada tipe penggunaan lahan tertentu dan
unit pemetaan lahan tertentu.
Rossiter (1996; 2003) menyatakan bahwa pemodelan dinamik telah lebih
dari 25 tahun dikembangkan untuk mensimulasikan pertumbuhan tanaman. Pada
dasarnya model dinamik untuk evaluasi lahan adalah metode pemodelan yang
selalu mempertimbangkan fungsi waktu. Model dinamik biasanya mengandung
hubungan umpan balik (feedback) dari fungsi-fungsi yang terdapat didalam
sistem. Umpan balik dapat dipertimbangkan dari karakteristik lahan, kualitas
lahan, kesesuaian lahan, maupun hasil produksi satu atau lebih dari komoditas
yang diusahakan. Model dinamik dalam evaluasi kesesuaian lahan berbasis
perubahan karakteristik lahan dinyatakan dalam persamaan umum sebagai
berikut:
S(t)LMU,LUT =
f
LUT[(LC(t))LMU] ... (2.9)18
S(t)LMU,LUT menyatakan kesesuaian lahan pada waktu ke t yang terdapat
pada unit pemetaan lahan tertentu dan tipe penggunaan tertentu,
f
LUT[(LC(t))LMU] menyatakan fungsi karakteristik lahan pada waktu ke t yang
terdapat pada tipe penggunaan lahan dan unit pemetaan lahan tertentu. Hasil
produksi usahatani dapat juga dinyatakan dalam model dinamik sebagai berikut:
Yield(t)LMU,(Out, LUT) =
f
' (Out,LUT) [(LC(t))LMU] ... (2.10)Yield(t)LMU,(Out, LUT) menyatakan hasil produksi usahatani yang terdapat pada unit
pemetaan lahan tertentu dengan menggunakan teknologi produksi tertentu pada
tipe penggunaan lahan tertentu,
f
'(Out,LUT) [(LC(t))LMU] menyatakan fungsikarakteristik lahan pada waktu ke t yang terdapat pada tipe penggunaan lahan
dan unit pemetaan lahan tertentu. dengan menggunakan teknologi produksi
tertentu. Resolusi waktu yang digunakan dalam pemodelan dinamik dapat
bervariasi mulai dari hari, bulan, dan tahun, ataupun waktu-waktu lain yang
dipertimbangkan dalam evaluasi.
Tomlin (1990) mengemukakan bahwa evaluasi kesesuaian lahan dapat
dilakukan melalui pendekatan pemodelan spasial. Penilaian kesesuaian lahan
melalui pendekatan spasial dianalisis berdasarkan posisi aktualnya pada
permukaan bumi. Pemodelan spasial memerlukan aplikasi sistem informasi
geografi dalam penerapannya.
2.4. Model Erosi Tanah dan Pengelolaan DAS
Degradasi lahan merupakan konsepsi komprehensif yang pada hakekatnya
berkaitan erat dengan kesalahan manusia dalam penggunaan dan pemanfaatan
sumberdaya lahan. Pengertian konsepsi tersebut mencakup penurunan kualitas
tanah sebagai akibat proses erosi tanah, salinisasi tanah, dan pencemaran tanah
(Barrow, 1991).
Erosi tanah menyebabkan kehilangan hara tanaman yang dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas tanah. Hal tersebut memberikan
konsekuensi semakin meningkatnya biaya yang diperlukan untuk
19
mempertahankan kesuburan tanah (Kurnia, 1996). Hashim et al. (1996)
menyatakan bahwa erosi tanah sebanyak 47,6 ton ha-1 pada lahan petani di
Viantiane telah mengangkut unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium
masing-masing sebanyak 104,2, 32,3, dan 358,7 kg ha-1.
Lal (1998) menyatakan bahwa pengaruh erosi pada tempat terjadinya
dibedakan atas pengaruh langsung yang terjadi pada jangka pendek dan
pengaruh tidak langsung yang terjadi pada jangka panjang. Pengaruh langsung
dari proses erosi tanah adalah robohnya tanaman sebagai akibat terkikisnya
tanah yang mendukung sistem perakaran dan hanyutnya pupuk yang telah
diberikan oleh. Pengaruh tidak langsung dalam jangka panjang adalah
menurunnya kedalaman solum sebagai akibat terhanyutnya tanah bersamaan
dengan aliran permukaan, menurunnya kapasitas air tanah tersedia, dan
kandungan karbon organik.
Sinukaban et al. (2000) telah mempelajari perubahan sistem hidrologi di
sub DAS Way Besay sebagai akibat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
areal budidaya pertanian. Berkurangnya luas hutan sejak periode 1975 – 1998
menyebabkan meningkatnya debit sungai yang melebihi kriteria lebih besar dari
15, 25, dan 35 m3 detik-1. Perubahan tersebut disebabkan karena berkurangnya
intersepsi tajuk pohon, berkurangnya evapotranspirasi, dan kerusakan struktur
tanah lapisan atas (top soil) sebagai akibat terjadinya erosi tanah.
Pemilihan model penduga erosi tanah ditentukan oleh tujuan penggunaan
model dan skala atau luas wilayah yang akan direncanakan. Dengan kata lain,
sebelum suatu model digunakan maka pengguna harus mengetahui kekuatan dan
kelemahan model tersebut baik berdasarkan pertimbangan faktor-faktor yang
akan digunakan maupun keluaran (output) yang dihasilkan dari hasil simulasi
model.
Pada tahun 1972 Wischmeier telah mengembangkan perhitungan
kehilangan tanah dalam jangka panjang yang terjadi pada erosi lembar dan erosi
alur. Persamaan tersebut dikenal dengan istilah ″Universal Soil Loss Equation″
atau yang disingkat dengan USLE (Arsyad, 2000). Dalam bahasa Indonesia
USLE di terjemahkan menjadi ″Persamaan Umum Kehilangan Tanah″ yang di
20
singkat dengan PUKT. Persamaan USLE dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut:
A = R K L S C P ... (2.11)
A menyatakan jumlah tanah yang tererosi (ton ha-1 tahun-1), R menyatakan
faktor hujan yang dikenal dengan istilah erosivitas hujan(ton m ha-1 jam), K
menyatakan faktor erodibilitas tanah (ton ha-1 unit R-1), L menyatakan faktor
panjang lereng (tanpa dimensi), S menyatakan faktor kelerengan (tanpa
dimensi), C menyatakan faktor tanaman (tanpa dimensi), dan P menyatakan
faktor penerapan konservasi (tanpa dimensi).
Berdasarkan sejarahnya, pada tahun 1980-an Departemen Pertanian
Amerika serikat (USDA) menggunakan model USLE dan mengumpulkan data
yang berasal dari lebih dari satu juta titik sampel di Amerika Serikat
(Wischmeier dan Smith, 1976). Faktor-faktor yang digunakan dalam
perancangan model USLE tidak ada yang berorientasi pada kondisi geografi
pada daerah tertentu secara langsung. Berdasarkan atas kelemahan model
USLE tersebut maka secara konseptual model tersebut hanya dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk menentukan pemilihan tindakan konservasi tanah pada
skala usahatani. Sa’ad (2002) menyatakan bahwa model USLE secara
konseptual kurang valid digunakan untuk menduga erosi pada skala DAS.
Model Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) telah
dikembangkan oleh William (1975) berdasarkan perhitungan volume dan debit
puncak aliran permukaan yang mempengaruhi erosi tanah. Meninjau model
MUSLE masih dikembangkan berdasarkan model erosi skala plot menyebabkan
kelemahan-kelemahan yang ada pada model USLE sama dengan kelemahan
yang terdapat pada model tersebut.
Model Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) dapat digunakan
untuk memprediksi erosi lembar dan erosi alur. Kekuatan dari model RUSLE
adalah disebabkan karena model tersebut dibangun berdasarkan hasil pertemuan
nasional masyarakat konservasi tanah dan air di Amerika Serikat pada tahun
1993 yang membahas data erosi tanah pada areal lebih dari 10.000 plot