• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksan Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Sargassum polycystum C. Agardh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak N-Heksan Etilasetat Dan Etanol Rumput Laut Sargassum polycystum C. Agardh"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK

N-HEKSAN ETILASETAT DAN ETANOL RUMPUT

LAUT Sargassum polycystum C. Agardh

SKRIPSI

OLEH : JUWITA MANIK

NIM 071501035

FAKULTAS FARMASI

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK N-HEKSAN ETILASETAT DAN

ETANOL RUMPUT LAUT Sargassum polycystum C. Agardh

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH : JUWITA MANIK

NIM 071501035

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIASERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK N-HEKSAN ETILASETAT DAN

ETANOL RUMPUT LAUT Sargassum polycystum C. Agardh

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat

kasih dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas

Antioksidan Ekstrak N-Heksan Etilasetat dan Etanol Rumput Laut Sargassum

polycystum C. Agardh”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan

ikhlas kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, R.Manik dan R. Sihaloho, yang tiada hentinya

berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada

Adikku-adikku tersayang (Efrita Manik, Judika Manik, Ervina Manik, Juventus

Manik, Ishak Abram Manik) yang selalu setia memberi doa, dorongan dan

semangat.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan.

3. Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. dan Ibu Dra. Suwarti Aris,

M.Si.,Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan

nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.,

(5)

memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah

mendidik selama perkuliahan dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si, Apt. selaku

penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

6. Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. Dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,

Apt.. Selaku kepala Laboratorium Kimia Organik dan Sintesa Obat yang telah

memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis selama ini.

7. Ibu kepala Laboratorium Fitokimia dan Bapak kepala Laboratorium Penelitian

yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan

penelitian.

8. Sahabat-sahabatku Ernal Salita. Vintha, Febri Iskandar Samosir, dan Melissa

Yohana yang telah memberi bantuan, dukungan, dan motivasi. Rekan-rekan

farmasi stambuk 2007 khususnya ”STF-07”, senior dan junior mahasiswa

Fakultas Farmasi, para asisten laboratorium serta teman-teman yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan kefarmasian.

Medan, Juli 2011

Penulis

(6)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK N-HEKSAN ETIL ASETAT

DAN ETANOL RUMPUT LAUT Sargassum polycystum C. Agardh ABSTRAK

Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh merupakan salah satu rumput laut yang banyak tersebar di pantai Indonesia dan sering dikonsumsi oleh masyarakat

sebagai sayuran. Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh mengandung

vitamin C dan beta karoten yang merupakan senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, kandungan senyawa kimia, dan kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak rumput laut

Sargassum polycystum C. Agardh. Ekstrak diperoleh secara perkolasi bertahap dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol 96% kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Uji aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) dari masing-masing ekstrak rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh. Masing-masing ekstrak diuji terhadap DPPH sebagai radikal bebas untuk mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm pada menit ke-45 setelah pendiaman selama 1 jam setelah penambahan pelarut metanol. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak. Hasil skrining fitokimia diperoleh Sargassum polycystum C. Agardh adalah senyawa kimia golongan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 8,65%, kadar sari yang larut dalam air 8,55%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,32%, kadar abu total 8,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,46%. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan dan etil asetat rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh memiliki kekuatan sangat

lemah, ekstrak etanol dengan kekuatan lemah, dengan nilai Inhibitory

Concentration (IC50) yang diperoleh dariekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, dan

ekstrak etanol adalah sebesar 527,57 ppm, 689,01 ppm, dan 303,20 ppm. Sedangkan untuk vitamin C diperoleh IC50 sebesar 26,16 ppm.

(7)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING THEN TEST OF ANTIOXIDANT ACTIVITY N-HEXANA

ETHYLACETATE AND ETHANOL EXTRACT OF SEAWEED Sargassum polycystum C.Agardh

ABSTRACT

The Sargassum polycystum C. Agardh seaweed is one of the many scattered seaweed on the coast of Indonesia and often consumed by the public used as a vegetable. It contain vitamin C and betakaroten that are antioxidant compounds that may ward off free radicals that can prevent various diseases. The purpose of this study was to determine the characterization of simplex, to determine the chemical compounds contained and to know the power of the antioxidant activity extracts of the seaweed Sargassum polycystum C. Agardh. Gradual percolation extract obtained using solvents n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% which is then concentrated by rotary evaporatory and then dried with a freeze dryer to obtain viscous extract. Test of antioxidant activity with DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) free radical method of arrest from n-hexane extracts, ethyl acetate extract and ethanol extract of the seaweed Sargassum polycystum C. Agardh. Each extract was tested against DPPH as free radical with measure the absorbance of DPPH at a wavelength of 516 nm in the 45th minute with a habitation for 1 hour after the addition of methanol. Antioxidant capability was measured as decrease in absorbance of DPPH solution after addition of extract. The result of phytochemical screening known that seaweed Sargassum polycystum C. Agardh contain chemical compounds steroid / triterpenoid. The results of the characterization of simplex obtained level of water content 8.65%, levels of water-soluble extract 8.55%, levels of ethanol-water-soluble extract 2.32%,level of total ash 8.42% and level of ash is not soluble in acid 0.46%. The results of the power antioxidant activity in reducing DPPH free radical showed that n-hexane extract and ethyl acetate seaweed Sargassum polycystum C. Agardh has very low power, ethanol extract has low power, with values Inhibitory Concentration (IC50)

obtained from extract n-hexane, ethyl acetate extract and ethanol extract amounted to 527.57 ppm, 689.01 ppm and 303.20 ppm. As for vitamin C obtained IC 50 of

26.16 ppm.

(8)

DAFTAR ISI

2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 5

2.1.3 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.4 Nama Daerah ... 6

(9)

2.1.6 Kegunaan ... 6

2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 14

2.6.1 Pelarut ... 17

2.6.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang ... 17

2.6.3 Waktu Reaksi ... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Alat-alat ... 19

3.2 Bahan- bahan ... 19

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.3.3 Pembuatan Simplisia Sargassum polycystum C. Agardh ... 20

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.4.1 Besi (III) Klorida 1 % b/v ... 21

(10)

3.4.3 Timbal (II) asetat 0,4 M ... 21

3.4.4 Pereaksi Meyer ... 21

3.4.5 Pereaksi Molish... 21

3.4.6 Pereaksi Dragendorf ... 21

3.4.7 Larutan Kloralhidrat ... 22

3.4.8 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2N ... 22

3.4.9 Pereaksi Bouchardat ... 22

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 22

3.4.11 Larutan Pereaksi DPPH 0,5 mM ... 22

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 23

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23

3.6 Skrining Fitokimia ... 25

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 25

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida ... 26

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida ... 26

3.6.3.1 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon ... 26

3.6.4 Pemeriksaan Saponin... 27

(11)

3.6.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida... 27

3.7 Pembuatan Ekstrak Sargassum polycystum C. Agardh...27

3.8 Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer Visibel... 28

3.8.1 Prinsip Metode Penangkapan Radikal Bebas DPPH ... 28

3.8.2 Pembuatan Larutan Blanko ... 28

3.8.3 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum... 29

3.8.4 Pembuatan Larutan Induk... 29

3.8.5 Pembuatan Larutan Uji... 29

3.8.6 Penentuan Persen Peredaman... 29

3.8.7 Penentuan Nilai IC50... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan... 31

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia... 31

4.3 Hasil Skrining Fitokimia... 32

4.4 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Sampel Uji... 33

4.4.1 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum... 33

4.5 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan... 36

4.6 Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas DPPH oleh Sampel Uji... 36

4.7 Analisis Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) Sampel Uji... 37

BAB V. KESIMPULAN... 40

5.1 Kesimpulan... 40

5.2 Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia simplisia Sargassum

polycystum C. Agardh... 32

Tabel 4.2 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak n-heksan,

ekstrak etilasetat, ekstrak etanoldari Sargassum polycystum

C. Agardh... 37

Tabel4.3 Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh dari ekstrak

n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dari Sargassum

polycystum C. Agardh... 38

Tabel4.4 Nilai IC50 ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rumus Bangun Vitamin C... 11

Gambar 2.2 Rumus Bangun Betakaroten... 12

Gambar 2.3 Rumus Bangun Florotanin... 13

Gambar 2.4 Rumus Bangun Fukosantin... 13

Gambar 2.5 Rumus Bangun DPPH... 15

Gambar 2.7 Resonansi DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl)... 16

Gambar 2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan... 17

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel... 34

Gambar 4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak n-heksan Sargassum polycystum C. Agardh... 35

Gambar 4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etil asetat Sargassum polycystum C. Agardh... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan... 44

Lampiran 2. Hasil Makroskopik Rumput Laut Sargassum polycystum C. Agardh... 45

Lampiran 3. Hasil Mikroskopik... 46

Lampiran 4. Gambar Alat... 47

Lampiran 5. Bagan Kerja... 48

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Sargassum polycystum C. Agardh... 51

Lampiran 7. Perhitungan Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Sargassum polycystum C. Agardh... 52

Lampiran 8. Hasil Uji Antioksidan... 56

(15)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK N-HEKSAN ETIL ASETAT

DAN ETANOL RUMPUT LAUT Sargassum polycystum C. Agardh ABSTRAK

Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh merupakan salah satu rumput laut yang banyak tersebar di pantai Indonesia dan sering dikonsumsi oleh masyarakat

sebagai sayuran. Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh mengandung

vitamin C dan beta karoten yang merupakan senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas dan dapat mencegah berbagai macam penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia, kandungan senyawa kimia, dan kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak rumput laut

Sargassum polycystum C. Agardh. Ekstrak diperoleh secara perkolasi bertahap dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan etanol 96% kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kental. Uji aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) dari masing-masing ekstrak rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh. Masing-masing ekstrak diuji terhadap DPPH sebagai radikal bebas untuk mengukur absorbansi DPPH pada panjang gelombang 516 nm pada menit ke-45 setelah pendiaman selama 1 jam setelah penambahan pelarut metanol. Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan absorbansi larutan DPPH setelah penambahan ekstrak. Hasil skrining fitokimia diperoleh Sargassum polycystum C. Agardh adalah senyawa kimia golongan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 8,65%, kadar sari yang larut dalam air 8,55%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,32%, kadar abu total 8,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,46%. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dalam meredam radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan dan etil asetat rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh memiliki kekuatan sangat

lemah, ekstrak etanol dengan kekuatan lemah, dengan nilai Inhibitory

Concentration (IC50) yang diperoleh dariekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, dan

ekstrak etanol adalah sebesar 527,57 ppm, 689,01 ppm, dan 303,20 ppm. Sedangkan untuk vitamin C diperoleh IC50 sebesar 26,16 ppm.

(16)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING THEN TEST OF ANTIOXIDANT ACTIVITY N-HEXANA

ETHYLACETATE AND ETHANOL EXTRACT OF SEAWEED Sargassum polycystum C.Agardh

ABSTRACT

The Sargassum polycystum C. Agardh seaweed is one of the many scattered seaweed on the coast of Indonesia and often consumed by the public used as a vegetable. It contain vitamin C and betakaroten that are antioxidant compounds that may ward off free radicals that can prevent various diseases. The purpose of this study was to determine the characterization of simplex, to determine the chemical compounds contained and to know the power of the antioxidant activity extracts of the seaweed Sargassum polycystum C. Agardh. Gradual percolation extract obtained using solvents n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% which is then concentrated by rotary evaporatory and then dried with a freeze dryer to obtain viscous extract. Test of antioxidant activity with DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) free radical method of arrest from n-hexane extracts, ethyl acetate extract and ethanol extract of the seaweed Sargassum polycystum C. Agardh. Each extract was tested against DPPH as free radical with measure the absorbance of DPPH at a wavelength of 516 nm in the 45th minute with a habitation for 1 hour after the addition of methanol. Antioxidant capability was measured as decrease in absorbance of DPPH solution after addition of extract. The result of phytochemical screening known that seaweed Sargassum polycystum C. Agardh contain chemical compounds steroid / triterpenoid. The results of the characterization of simplex obtained level of water content 8.65%, levels of water-soluble extract 8.55%, levels of ethanol-water-soluble extract 2.32%,level of total ash 8.42% and level of ash is not soluble in acid 0.46%. The results of the power antioxidant activity in reducing DPPH free radical showed that n-hexane extract and ethyl acetate seaweed Sargassum polycystum C. Agardh has very low power, ethanol extract has low power, with values Inhibitory Concentration (IC50)

obtained from extract n-hexane, ethyl acetate extract and ethanol extract amounted to 527.57 ppm, 689.01 ppm and 303.20 ppm. As for vitamin C obtained IC 50 of

26.16 ppm.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Dewasa ini dunia kesehatan banyak membahas tentang radikal bebas (free

radical) dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit diawali

oleh karena oksidasi yang berlebihan dalam tubuh. Radikal bebas dikenal sebagai

penyebab terbesar terjadinya penuaan dan penyakit degeneratif, misalnya,

penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus dan kanker (Wu, et al., 2008).

Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan

elektronnya. Sebagai contoh, atom oksigen yang berasal dari molekul O2 yang

normal mempunyai 4 (empat) pasang elektron. Tetapi, bila terjadi reaksi dalam

tubuh yang berlebihan maka akan terjadi pengambilan elektron dari atom oksigen

tersebut sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom oksigen menjadi radikal

bebas yang berusaha mengambil elektron dari senyawa lain sehingga terjadi reaksi

berantai (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa

terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.

Antioksidan juga dapat menetralkan radikal bebas dan oksidator sehingga dapat

mencegah kerusakan sel (Kumalaningsih, 2006 ; Silalahi, 2006).

Rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan

(medicement) dan sebagai bahan makanan, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen

(18)

Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau

vegetable-gum), protein, sedikit lemak, polisakarida sulfat, florotannin. Selain itu,

rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12,

dan C; betakaroten; serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat

besi, dan iodium (Anggadiredja, 2009; Raghavendran, et al., 2005).

Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh digunakan secara komersil di

Indonesia sebagai sumber penghasil alginat, pemanis agar, bahan obat penyakit

kantung kemih, bahan obat penyakit gondok, sayuran, dan juga kosmetik

(Anggadiredja, 2009).

Penggunaan rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh telah menjadi

daya tarik tersendiri bagi para peneliti. Di India telah dilakukan uji pada tikus

untuk melihat aktivitas ekstrak air dari Sargassum polycystum C. Agardh yang

dapat mencegah induksi iritasi mukosa lambung yang disebabkan oleh peroksida

lipid (Raghavendran, et al.,2004). Ekstrak etanol dari Sargassum polycystum C.

Agardh juga mampu mencegah induksi kerusakan hati yang disebabkan oleh

metabolit asetaminofen yaitu N-acetyl-para-benzoquinone-imine (NAPQI)

(Raghavendran, et al., 2005). Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh juga

memiliki aktivitas sebagai anti hepatoksik (Meena el al, 2008).

Karakteristik simplisia serta kandungan senyawa kimia yang terkandung

dalam rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh belum tercantum di dalam

buku Materia Medika Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui

karakteristik dari simplisia, kandungan golongan senyawa kimia dan kekuatan

(19)

1.2Perumusan masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah identifikasi karakteristik simplisia rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh dapat diketahui?

2. Apakah kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh dapat dianalisis?

3. Apakah kandungan senyawa kimia rumput laut Sargassum polycystum C.

Agardh mempunyai aktivitas antioksidan dan berapa kekuatan aktivitas

antioksidan dari masing-masing ekstrak?

1.3 Hipotesis

1. Karakteristik simplisia rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh

dapat diketahui dari hasil identifikasi.

2. Kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh dapat dianalisis.

3. Senyawa kimia rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh yang

(20)

1.4 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik simplisia dari rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh.

2. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia dari rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh.

3. Untuk mengetahui kekuatan aktivitas antioksidan dari masing-masing

ekstrak rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh.

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang karakteristik

simplisia, kandungan senyawa kimia, dan kekuatan aktivitas antioksidan dari

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat tumbuhan, morfologi tumbuhan,

sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan

tumbuhan.

2.1.1 Habitat tumbuhan

Sargassum tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung

maupun yang berombak besar pada habitat batu. Beberapa jenis atau varietas dari

Sargassum terdapat dalam jumlah besar di laut Sargasso. Alga di laut ini berasal

dari daerah pantai. Saat mereka patah dari induknya, mereka hanyut ke laut lepas

dan berkembang biak disana (Romimohtarto, 2009).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Morfologi Sargassum polycystum tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri umum

Phaeophyta. Talus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk

cakram kecil dan di atasnya terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke

segala arah. “Batang” pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun.

Mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter (berkelompok),

panjangnya mencapai 7 meter,warna talus umumnya coklat (Aslan, 1991).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Divisi : Phaeophyta

Kelas : Phaeophyceae

(22)

Suku : Sargassaceae

Marga : Sargassum

Spesies : Sargassumpolycystum C. Agardh

2.1.4 Nama daerah

Nama daerah tumbuhan ini di Kepulauan Seribu adalah oseng (Aslan, 1991).

2.1.5 Kandungan kimia

Sargassum polycystum mengandung alginat, vitamin C, vitamin E (α

-tokoferol), mineral, karotenoid, klorofil, florotanin, polisakarida sulfat, asam

lemak, dan asam amino (Matanjun, 2008 ; Raghavendran, 2005). Sargassum

polycystum juga mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu steroid/

triterpenoid (Anggadiredja, 2009).

2.1.6 Kegunaan

Sargassum polycystum memiliki potensial dalam penyembuhan penyakit

kantung kemih, gondok, kolesterol, digunakan sebagai kosmetik, sumber alginat,

antioksidan (Anggadiredja, 2009; Matanjun, 2008).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya

bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan

tertentu (Harborne, 1987).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode

(23)

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur

lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

(24)

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi

kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3Radikal bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas bertendensi kuat memperoleh

elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini

menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder (Kosasih, 2004).

Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang

tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein,

lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada

biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga

terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni

kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak, dan penyakit degenerasi

saraf seperti parkinson (Silalahi, 2006).

Mekanisme reaksi radikal bebas merupakan suatu deret reaksi-reaksi bertahap

(25)

(propagasi, propagation) reaksi radikal bebas; (3) pengakhiran (terminasi,

termination) reaksi radikal bebas. Tahapan mekanisme reaksi radikal bebas dapat

di lihat pada contoh di bawah ini (Fessenden, 1986).

Tahap 1 (Inisiasi):

Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau

menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan

hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima) seperti berikut.

a. Antioksidan Primer

Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas yang

baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

berkurang dampak negatifnya.

b. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal

(26)

yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah vitamin E,

vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan

jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang termasuk

kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang

dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk

perbaikan DNA pada penderita kanker.

d. Oxygen Scavanger

Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga

tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

e. Chelators atau Sequesstrants

Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam

sitrat dan asam amino (Kumalaningsih, 2006).

2.4.1 Antioksidan alami

Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat

bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi,

peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis

kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,

(27)

2.4.2 Vitamin C

Rumus bangun Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan

rumus molekul C6H8O6. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0%

C6H8O6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk putih atau agak kuning.

Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan

kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih

kurang 190o. Kelarutan vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene

(DepKes RI, 1995).

Vitamin C berkhasiat sebagai antiskorbut maka dinamakan asam skorbut atau

vitamin C. Vitamin C berkerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu

merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin C berperan juga dalam proses

pembentukan kolagen. Angka Kecukupan Gizi (AKG) vitamin C adalah sekitar 35

mg untuk bayi dan 60 mg pada orang dewasa ( Tjay, 2002).

2.4.3 Betakaroten

Betakaroten dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker.

(28)

wortel dan mangga. Dengan mengkonsumsi 50 mg betakaroten tiap hari dalam

menu makanan dapat mengurangi risiko terkena penyakit jantung (Kosasih, 2004).

Sebagai antioksidan betakaroten bekerja dengan cara memperlambat fase

inisiasi. Betakaroten merupakan salah satu provitamin A. Pemberian vitamin A

dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan tetapi, betakaroten dalam jumlah

banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A, dan selebihnya tetap sebagai

betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan. Rumus bangun betakaroten dapat

dilihat pada Gambar 2.2 (Silalahi, 2006).

Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten

2.4.4 Florotanin

Florotanin adalah jenis tanin yang ditemukan pada rumput laut coklat seperti

kelp dan rockweed atau suku Sargassaceae. Florotanin ini berbeda dengan tanin

yang terhidrolisa atau pun yang terkondensasi. Senyawa ini merupakan oligomer

dari floroglusinol ( Anonima, 2011).

Florotanin memiliki aktivitas sebagai antibakteri, inhibitor spesies oksigen

reaktif (Reactive Oxygen Spesies). Rumus bangun dari florotanin dapat dilihat

(29)

Gambar 2.3 Rumus bangun florotanin

2.4.5 Fukosantin

Fukosantin adalah bagian dari karotenoid yang memiliki rumus C42H58O6.

Fukosantin berwarna oranye, termasuk kelompok xantofil dari karotenoid. Pigmen

ini banyak ditemukan pada beberapa spesies alga coklat. Fukosantin mampu

mengabsorbsi energi warna hijau-biru dan melewatkannya ke klorofil untuk

proses fotosintesis, aktivitas tersebut ditunjukkan dengan sifat absorbsi pada

panjang gelombang 400-540 nm. Rumus bangun fukosantin dapat dilihat pada

Gambar 2.4 (Anonimb, 2011).

Gambar 2.4 Rumus bangun fukosantin

Fukosantin memiliki aktivitas sebagai antioksidan, antikarsinogenik, dan

antimutagenik (Yan, et al., 1999). Fukosantin juga dapat digunakan sebagai

antiobesitas, antidiabetes dan dapat meningkatkan DHA (Docosahexaenoic acid)

(30)

penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh obesitas dan diabetes (Maeda, et

al., 2008).

2.5Spektrofotometri UV-Visibel

Absorbansi energi oleh suatu zat dalam larutan yang homogen dapat

diidentifikasi dan diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometri visible

pada panjang gelombang 380 nm sampai 760 nm dan spektrofometri ultraviolet

pada panjang gelombang di atas 200 nm (Levie, 1997).

Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu

pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi

energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya

pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day,

1994).

Spektrofotometer UV/Visibel terdiri dari beberapa komponen antara lain:

sumber sinar, monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor,

penguat arus dan alat ukur atau pencatat (Levie, 1997).

2.6 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna

ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen

kolorimetri untuk proses redoks. DPPH sangat berguna dalam berbagai

penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat

antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan,

obat obat-obatan) dan untuk menghambat reaksi homolitik. DPPH berwarna

(31)

picrylhydrazine (DPPH-H) yang berwarna oranye-kuning. DPPH tidak larut

dalam air (Ionita, 2003).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan

membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH

baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan

radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron

pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari

ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm

akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom

hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor

(Molyneux, 2004).

Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan

bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara

200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai

zat antioksidan. Rumus molekul DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.3.

a b

(32)

Keterangan:

a. bentuk radikal DPPH

b. bentuk nonradikal (DPPH-H)

Senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam bentuk

radikalnya. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat

diprediksi dari golongan fenolat, flavonoida dan alkaloida, yang merupakan

senyawa-senyawa polar. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu

senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan

dengan persen penghambatan (Brand-Williams, 1995).

Resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal dari

senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan

Gambar 2.5.

(33)

Gambar 2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga

konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition

Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah

(Brand-Williams, 1995).

2.6.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji

sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran uji

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm

dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak

(34)

disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang

gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan

alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

2.6.3 Waktu reaksi

Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 30

menit, dan sudah sering dilakukan. Waktu yang paling cepat yang pernah

digunakan, 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang benar adalah

ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.

Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan,

karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak n-heksan,

pembuatan ekstrak etil asetat, pembuatan ekstrak etanol, dan uji aktivitas

antioksidan dengan metode aktivitas antiradikal bebas DPPH dengan

menggunakan alat spektrofotometer visibel.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat-alat gelas laboratorium,

spektofotometer UV/Vis (Shimadzu UV-1800), rotary evaporator (Stuart), freeze

dryer (Virtis), mikroskop, neraca kasar, neraca analitis (Vibra), penangas air

(Yenaco), desikator, tanur (Gallenkamp), dan lemari pengering.

3.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh, dan air suling. Bahan bahan kimia yang lainnya adalah

berkualitas pro analisis produksi Sigma: 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH);

produksi E-Merck: metanol, toluen, raksa (II) klorida, kalium iodida, bismuth (III)

nitrat, asam nitrat pekat, besi (III) klorida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat,

timbal (II) asetat, kloralhidrat, kloroform, isopropanol, benzen, asam asetat

anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol. Bahan kimia berkualitas teknis:

(36)

3.3 Penyiapan bahan tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,

identifikasi tumbuhan, dan pembuatan simplisia Sargassum polycystum C.

Agardh.

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan daerah lain. Bahan penelitian adalah talus

Sargassum polycystum C. Agardh yang diperoleh dari pantai Natal, Kabupaten

Mandailing Natal (Madina), propinsi Sumatera Utara dan dikumpulkan pada

bulan Juni 2010.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Ruth Enida F. Naibaho di Pusat

penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta. Hasil identifikasi dapat

dilihat pada lampiran 1 halaman 44.

3.3.3 Pembuatan simplisia Sargassum polycystum C. Agardh

Rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh yang telah dikumpulkan, dibersihkan, dicuci, ditiriskan kemudian ditimbang sebagai berat basah. Bahan ini

kemudian dikeringkan di lemari pengering hingga kering, yaitu jika simplisia

tersebut diremas akan hancur, kemudian ditimbang sebagai berat kering. Bahan

kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Diperoleh berat basah sebesar

9 kg dan berat kering sebesar 0,92 kg. Bagan kerja dapat dilihat pada lampiran 5

(37)

3.4 Pembuatan pereaksi

hingga 100 ml (Depkes RI, 1978).

3.4.4 Pereaksi mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling

hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu

dilarutkan dalam 20 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan

air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1978).

3.4.5 Pereaksi molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml

(Depkes RI, 1978).

3.4.6 Pereaksi dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI,

(38)

3.4.7 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air

suling (Depkes, 1979).

3.4.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml (Depkes RI, 1978).

3.4.9 Pereaksi bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya

kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan air suling

(Depkes RI, 1978).

3.4.10 Pereaksi liebermann-burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrat dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).

3.4.11 Larutan Pereaksi DPPH 0,5 mM

Sebanyak 19,7 mg DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam metanol

hingga volume 100 ml (Molyneux, 2004).

3.5 Pemeriksaan karakteristik simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total,

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Hasil identifikasi dapat dilihat

(39)

3.5.1 Identifikasi makroskopik simplisia

identifikasi makroskopik simplisia dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari simplisia Sargassum polycystum C. Agardh.

3.5.2 Identifikasi mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia Sargassum

polycystum C. Agardh. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah

ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian

diamati di bawah mikroskop. Hasil mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 3

halaman 46.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung dan tabung penerima.

a. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume

air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang

telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap

(40)

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar

kadar sari yang larut dalam air (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari

penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan

pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung persen kadar sari yang larut dalam

etanol 96% (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

(41)

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada

suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh

bobot tetap. Hitung persen kadar abu (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Hitung persen kadar yang tidak larut dalam asam

(Depkes RI, 1995).

3.6 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes (1979) dan Farnsworth (1966)

untuk mengetahui golongan senyawa alkaloida, glikosida, glikosida antrakinon,

saponin, tanin, dan steroida/triterpenoida.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Ekstrak diitimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida

2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida:

diambil tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi

1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhkan pada paling sedikit dua

(42)

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g ekstrak ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning

atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol

95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam,

didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml air suling dan

25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat

disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan

berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur

tidak lebih dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa

digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan dalam

tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air

dan 5 tetes pereaksi Mollish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml

asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu

pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida (Depkes, 1978).

3.6.3.1 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,2 g, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 2

N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan

(43)

dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan

benzena tidak berwarna menunjukan adanya antrakinon (Depkes, 1978).

3.6.4 Pemeriksaan saponin

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung reaksi,

lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama

10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10

menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukan

adanya saponin (Depkes, 1978)

3.6.5 Pemeriksaan tanin

Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air

suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes peraksi

besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman

menunjukan adanya tanin (Depkes, 1978).

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa

tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau

menunjukan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu

menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan ekstrak Sargassum polycystum C. Agardh

Pembuatan ekstrak Sargassum polycystum C. Agardh dilakukan secara

perkolasi bertahap. Prosedur pembuatan ekstrak: sebanyak 200 g serbuk simplisia

dibasahi dengan n-heksan dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan ke

(44)

simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung

perkolator ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian

kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan perkolat

diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan pada saat beberapa

tetes perkolat tidak bereaksi ketika ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam

sulfat pekat. Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary

evaporator setelah itu di freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kental. Ampas

dikeringkan lalu diekstraksi dengan menggunakan pelarut berturut-turut etil asetat

dan etanol dengan prosedur yang sama dengan di atas. Bagan ekstraksi dapat

dilihat pada lampiran 5 halaman 49-50 (DepKes RI, 1979).

3.8 Pengujian kemampuan antioksidan dengan spektrofotometer visibel 3.8.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi DPPH (

1,1-diphenyl-2-picryl-hidrazyl) sebagai radikal bebas dalam larutan metanol (sehingga terjadi

peredaman warna ungu DPPH) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang

mampu meredam radikal bebas sebesar 50%) digunakan sebagai parameter untuk

menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

3.8.2 Pembuatan larutan blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml,

kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya

(45)

3.8.3Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm. Gambar spektrofotometer dapat dilihat

pada lampiran 4 halaman 47.

3.8.4 Pembuatan larutan induk

Sebanyak 25 mg sampel uji ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol

sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

3.8.5 Pembuatan larutan uji

Larutan induk dipipet sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40

ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur

ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume

dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan ditempat gelap, lalu

diukur serapannya pada spektrofotometer.

3.8.6 Penentuan persen peredaman

Kemampuan antioksidan diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH

(peredaman warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan uji. Nilai

serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji tersebut

dihitung sebagai persen peredaman.

Keterangan : AKontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

(46)

3.8.7 Penentuan nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

(μg/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu menghambat/

meredam proses oksidasi sebesar 50%).Nilai 0%berarti tidak mempunyai aktivitas

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan

konsentrasi ekstrak (μg/ml) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman

(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Hasil pengujian dapat dilihat pada

lampiran 8 halaman 56-63, dan pehitungan IC50 dapat dilihat pada lampiran 9

halaman 64-67.

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika

nilai IC50 kurang dari 50 μg/ml, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 μg/ml, sedang

jika IC50 bernilai 100-150 μg/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 151-200 μg/ml

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Ruth Enida F. Naibaho di

Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI menunjukkan bahwa

sampel termasuk suku Fucales, spesies Sargassum polycystum C. Agardh.

4.2Hasil karakteristik simplisia

a. Identifikasi makroskopik simplisia

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia rumput laut Sargassum

polycystum C. Agardh diperoleh simplisia berupa talus yang

berkerut-kerut, berwarna coklat kehitaman, berbau khas dan tidak berasa.

b. Identifikasi mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia rumput laut

Sargassum polycystum C. Agardh memperlihatkan adanya sel-sel

parenkim , sel-sel parenkim yg berisi pigmen berwarna coklat dan sel-sel

propagule.

c. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia diperoleh kadar air

sebesar 8,65%, kadar sari yang larut dalam air sebesar 8,55%, kadar sari

yang larut dalam etanol sebesar 2,32%, kadar abu total sebesar 8,42%,

Kadar abu yang tidak larut dalam asam sebesar 0,46 %.

Hasil penetapan kadar air simplisia dari rumput laut Sargassum

(48)

Indonesia yaitu tidak melebihi 10%. Kadar air yang melebihi persyaratan

memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur. Penetapan kadar sari yang

larut dalam air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air.

Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah garam alkaloid,

minyak menguap, glikosida, tanin, gula, gom, pati, protein, lendir, enzim,

lilin, lemak, pektin, zat warna, dan asam organik. Karakteristik dari serbuk

simplisia Sargassum polycystum C. Agardh tidak tercantum di buku

Materia Medika Indonesia. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar.

Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah alkaloid basa, minyak

menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid,

damar, klorofil, dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak, malam,

tanin, dan saponin (Depkes RI, 1986). Penetapan kadar abu total untuk

mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat pada simplisia, sedangkan

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam untuk mengetahui kadar

zat anorganik yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1978).

4.3 Hasil skrining fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia Sargassum polycystum C. Agardh

diketahui bahwa Sargassum polycystum C. Agardh mengandung golongan

senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

(49)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan skrining fitokimia simplisia Sargassum polycystum

5 Glikosida antraquinon -

6 Saponin -

7 Steroid/Triterpenoid +

Keterangan: ( + ) positif : mengandung golongan senyawa

( - ) negatif: tidak mengandung golongan senyawa

Pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa Sargassum polycystum C. Agardh

memiliki potensi sebagai antioksidan, yaitu dengan adanya senyawa yang

mempunyai potensi sebagai antioksidan yaitu steroid/triperpenoid (Anggadiredja,

1997; Anonimc, 2011). Senyawa tersebut mampu menetralisir radikal bebas

dengan memberikan elektron kepadanya sehingga atom dengan elektron yang

tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak lagi menjadi radikal

(Kosasih, 2004).

4.4 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel uji

Aktivitas antioksidan dari ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol

dari rumput laut Sargassum polycystum C. Agardh diperoleh dari hasil

pengukuran absorbansi DPPH dengan adanya penambahan larutan uji ekstrak n

-heksan, ekstrak etil asetat, dan ekstrak etanol.

4.4.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Hasil pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengukuran menunjukkan

(50)

0,983 ppm pada panjang gelombang 516 nm dan termasuk dalam kisaran panjang

gelombang sinar tampak (400 nm-750 nm). Data hasil pengukuran dapat dilihat

pada Gambar 4.1 (Rohman, 2007).

Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol secara spektrofotometri visibel

4.5 Hasil analisis aktivitas antioksidan

Aktivitas antioksidan ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol dari

Sargassum polycystum C. Agardh diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi

DPPH pada menit ke-45 dengan adanya penambahan larutan uji dengan

konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, dan 100 ppm yang dibandingkan dengan

kontrol DPPH (tanpa penambahan larutan uji). Untuk melihat hubungan

absorbansi DPPH terhadap pertambahan konsentrasi larutan uji dalam

menganalisis aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3,

(51)

Gambar 4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak n-heksan

Sargassum polycystum C. Agardh.

Gambar 4.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etil asetat

Sargassum polycystum C. Agardh.

Gambar 4.4 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ekstrak etanol Sargassum polycystum C. Agardh.

Pada gambar di atas hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak n-heksan,

ekstrak etil asetat, ekstrak etanol Sargassum polycystum C. Agardh dapat dilihat

adanya penurunan nilai absorbansi DPPH yang diberi larutan uji dibandingkan

(52)

Penurunan nilai absorbansi ini menunjukkan telah terjadi

penangkapan/peredaman radikal bebas DPPH oleh larutan uji sehingga

menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari sampel. Interaksi antioksidan

dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen kepada DPPH,

akan menetralkan radikal bebas DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas

DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi

kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang maksimumnya akan

hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stoikiometri sesuai dengan jumlah

elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya

zat antioksidan (Molyneux, 2004).

4.6 Hasil analisis peredaman radikal bebas DPPH oleh sampel uji

Kemampuan antioksidan diukur pada menit ke-45 sebagai penurunan serapan

larutan DPPH (peredaman warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan

uji. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji

tersebut dihitung sebagai persen peredaman. Hasil analisis yang telah dilakukan,

diperoleh nilai persen peredaman pada setiap kenaikan konsentrasi sampel uji

(53)

Tabel 4.2 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dari Sargassum polycystum C. Agardh

Jenis Ekstrak Konsentrasi Larutan Uji (ppm) % Peredaman

Ekstrak n-heksan

Pada Tabel 4.2 diatas terlihat bahwa semakin meningkat konsentrasi maka

akan semakin meningkat aktivitas peredaman DPPH karena semakin banyak

DPPH yang berpasangan dengan atom hidrogen dari ekstrak sehingga serapan

DPPH menurun.

4.7 Analisis nilai IC50 (Inhibitory Concentration) sampel uji

Nilai IC50 diperoleh berdasarkan persamaan regresi linier yang didapatkan

dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dan persen peredaman DPPH sebagai

parameter aktivitas antioksidan, dimana konsentrasi larutan uji (ppm) sebagai

absis dan nilai persen peredaman sebagai ordinat. Hasil persamaan regresi linier

yang diperoleh untuk ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, ekstrak etanol dari

(54)

Tabel 4.3 Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh dari ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dari Sargassum polycystum C. Agardh.

Larutan Uji persamaan regresi

Ekstrak n-heksan Y = 0,0937X + 0,5668

Ekstrak etilasetat Y = 0,0712X+ 0,9428

Ekstrak etanol Y = 0,1635 X + 0,426

Hasil analisis nilai IC50 yang diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan

regresi dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Nilai IC50 ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dari Sargassum polycystum C. Agardh

Sampel IC50 (ppm)

Ekstrak n-heksan 527,57 ppm

Ekstrak etil asetat 689,01 ppm

Ekstrak etanol 303,20 ppm

Pada Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Sargassum

polycystum C. Agardh memiliki aktivitas antioksidan yang paling lemah

dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak etanol, serta ekstrak etanol

memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dibandingan vitamin C sebagai kontrol

positif. Dalam hal ini vitamin C bertindak sebagai antioksidan kuat.Dimana nilai

IC50 dari Vitamin C adalah 26,16 ppm (Tessa, 2011). Secara keseluruhan aktivitas

antioksidan ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol dari Sargassum

polycystum C. Agardh masih di bawah aktivitas antioksidan vitamin C, hal ini

(55)

mengandung senyawa-senyawa lain yang kemungkinan tidak mempunyai

aktivitas antioksidan.

Aktivitas antioksidan Sargassum polycystum C. Agardh ditentukan oleh

adanya senyawa klorofil a dan c, triterpenoid, vitamin A, vitamin C, fukosantin

dan beta karoten (Aslan, 1991).

Vitamin C pada Sargassum polycystum C. Agardh sudah mengalami

kerusakan, selama proses pengolahan Sargassum polycystum C. Agardh sehingga

mengurangi aktivitas antioksidan dari Sargassum polycystum C. Agardh. Vitamin

C dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, Vitamin C

mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 8,65%, kadar sari

yang larut dalam air 8,55%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,32%, kadar abu

total 8,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,46 %.

2. Hasil skrining fitokimia diperoleh bahwa rumput laut Sargassum polycystum C.

Agardh mengandung senyawa kimia golongan steroid/triterpenoid.

3. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer

Visibel pada panjang gelombang 516 nm diperoleh nilai IC50 dari masing-masing

ekstrak n-heksan, etilasetat, dan etanol sebesar 527,57 ppm, 689,01 ppm, dan

303,20 ppm.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi terhadap

Gambar

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C
Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten
Gambar 2.3 Rumus bangun florotanin
Gambar 2.5 Rumus Bangun DPPH
+7

Referensi

Dokumen terkait

3.3Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum C.Agardh) Terhadap Bakteri Escherichia coli, dan

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak air dan ekstrak etanol hidrilla menggunakan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH ( 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil ) setelah didiamkan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai kemampuan antioksidan dari ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol daun sisik naga

Metode DPPH akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan

Tabel data absorbansi DPPH pengukuran II ekstrak n -heksan daun sisik naga No. Konsentrasi Larutan Uji (ppm)

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah terong lalap ungu memiliki aktivitas antioksidan

4.5 Hasil uji aktivitas antibakteri ektrak n- heksana, etilasetat dan etanol rumput laut Sargassum polycystum C.Argadh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan

Hydrilla verticillata (L.f.) tidak memiliki aktivitas antioksidan pada pengujian dengan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH. Kata kunci: antioksidan, ekstrak air,