Nama Lengkap : Hizkia Rheinhard Aurelio Purba
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/25 April 1993
Warga Negara : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Jamin Ginting No.94 Medan
Nomer Handphone : 08116151659
Email : rheinhard.aurelio25@gmail.com
Riwayat Pendidikan : 1. TK Fajar (1997 – 1999)
2. SD St. Antonius I (1999 – 2005) 3. SMP St. Thomas 4 (2005 – 2008) 4. SMA St. Thomas 1 (2008 – 2011)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 – sekarang) Riwayat Pelatihan :
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Seksie Keamanan Acara Paskah FK USU 2013 2. Anggota Seksie Acara Paskah FK USU 2014
3. Koordinator Seksie Dana Perayaan Natal FK USU 2014
4. Anggota Seksie Dana Pengabdian Masyarakat SCORA FK USU 2014 5. Anggota Seksie Dana Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU
2015
Dengan hormat,
Saya yang bernama Hizkia Rheinhard Purba, NIM 120100259 mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Lama Menstruasi dengan Tingkat Keparahan Dismenore Primer Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012”. Penelitian ini dilakukan
sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester ketujuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari hubungan lama menstruasi dengan tingkat
keparahan dismenore pada mahasiswi. Data diperoleh langsung dari mahasiswi melalui
kuesioner titipan formulir survei. Kuesioner ditinggalkan pada siswi dan peneliti akan kembali
mengambilnya pada tanggal dan waktu yang ditetapkan.
Siswi akan diberikan daftar lampiran pertanyaan kombinasi antara pertanyaan tertutup
yang ditanyakan tentang pola haid, gejala yang mengalami sebelum (24-48 jam) dan saat
menstruasi dan tingkat gangguan yang mengalami saat menstruasi. Atas perhatian dan kesediaan
Saudari berpatisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.
Medan, 8 Juni 2015 Peneliti,
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Judul Penelitian: Hubungan Lama Menstruasi dengan Tingkat Keparahan Dismenore Primer Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012
Saya telah diminta untuk berpartisipasi dalam studi tentang Hubungan Lama Menstruasi
dengan Tingkat Keparahan Dismenore Primer Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Angkatan 2012. Dalam tahap ini, saya paham bahwa saya akan mengisi
kuesioner ini dengan jujur. Hasil kuesioner ini akan dianalisa dengan tujuan untuk mendapatkan
hubungan lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer pada mahasiswi fakultas
kedokteran usniversitas sumatera utara angkatan 2012.
Saya menyadari bahwa partisipasi dalam penelitian ini tidak membahayakan saya secara
fisik maupun psikologis. Saya menyadari bahwa partisipasi ini bersifat sukarela dan bisa mundur
setiap saat. Saya paham bahwa semua data akan dirahasiakan. Publikasi yang berhubungan
dengan penelitian ini tidak akan disertai nama sehingga kerahsiaan tetap akan terjamin.
Saya telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini. Saya telah membaca dan
memahami formulir persetujuan. Semua pertanyaan saya telah dijawab dan saya setuju untuk
berpartisipasi. Jika saya membutuhkan informasi lebih lanjut, saya dapat menghubungi peneliti.
Keputusan saya,
Nama :
Kelas :
Tanggal lahir :
...
NAMA :
Setelah selesai mohon lakukan pengecekan ulang, sehingga tidak ada jawaban yang terlewat.
Soal dari 1 – 3 menanyakan tentang POLA HAID ANDA.
1. Jarak antara tiap datang bulan ( haid ) < 24 hari 24 - 35 hari >35 hari 2. Berapa lama durasi menstruasi ( haid )
yang anda alami
< 3 hari 3 - 7 hari >7 hari
3. Ketika menstruasi, berapa kali anda mengganti duk ( pembalut )
< 2 kali 2 - 6 kali > 6 kali
Soal dari 4 – 5 menanyakan tentang RASA NYERI SAAT MENSTRUASI 4. Apakah anda pernah merasakan nyeri
ketika menstruasi?
Ya Tidak
5. Apakah anda merasakan rasa kram yang luar biasa di bagian bawah perut ketika menstruasi?
Ya Tidak
Soal dari 6 – 8 menanyakan tentang kemungkinan DISMENORE SEKUNDER / PENYAKIT LAIN
6. Apakah anda pernah mengalami demam dan nyeri di bagian bawah perut yang tidak berhubungan dengan menstruasi?
Ya Tidak
7. Apakah anda pernah meraba massa di bagian perut bawah?
Ya Tidak
8. Apakah anda pernah memeriksakan kelainan ginekologis pada dokter?
Soal dari 9 –13 menanyakan tentang GEJALA YANG ANDA ALAMI SEBELUM (24 - 48 JAM) dan SAAT MENSTRUASI.
9. Apakah anda mengalami rasa pening/ pusing?
Ya Tidak
10. Apakah anda mengalami rasa mual/ muntah?
Ya Tidak
11. Apakah anda mengalami sakit punggung?
Ya Tidak
12. Apakah anda mengalami rasa lelah yang luar biasa?
Ya Tidak
13. Apakah anda mengalami gejala - gejala yang lain selain yang disebutkan di atas?
Ya,Sebutkan : Tidak
Soal 14 – 16 menanyakan tentang TINGKAT GANGGUAN YANG ANDA RASAKAN SAAT MENSTRUASI.
14. Apakah aktivitas sehari - hari anda terganggu?
15. Apakah kemampuan kerja anda terganggu? 16. Apakah anda memerlukan obat tahan
No.
Subjek Usia
Lama
59 21 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Ya Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 60 22 < 3 hari Tidak Tidak Ya Ya Ya Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 61 21 3 - 7 hari Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak terganggu Tidak terganggu Tidak perlu 62 20 3 - 7 hari Ya Ya Ya Tidak Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 63 21 > 7 hari Ya Tidak Ya Ya Ya Kadang terganggu Kadang terganggu Kadang diperlukan 64 21 3 - 7 hari Ya Ya Tidak Tidak Tidak Kadang terganggu Tidak terganggu Kadang diperlukan 65 21 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Tidak Tidak Terganggu Terganggu Membantu
66 21 3 - 7 hari Tidak Tidak Ya Ya Ya Terganggu Terganggu Membantu
67 21 > 7 hari Ya Tidak Ya Ya Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 68 21 3 - 7 hari Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak terganggu Tidak terganggu Tidak perlu 69 21 3 - 7 hari Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 70 21 3 - 7 hari Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 71 23 3 - 7 hari Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Sangat terganggu Terganggu Membantu 72 21 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Ya Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Membantu 73 20 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Tidak Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 74 21 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Ya Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 75 21 3 - 7 hari Ya Ya Ya Tidak Tidak Kadang terganggu Tidak terganggu Tidak perlu
76 21 3 - 7 hari Ya Tidak Ya Ya Ya Terganggu Terganggu Membantu
77 20 3 - 7 hari Tidak Ya Ya Tidak Tidak Kadang terganggu Tidak terganggu Membantu 78 21 3 - 7 hari Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 79 22 3 - 7 hari Ya Tidak Tidak Ya Tidak Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 80 22 3 - 7 hari Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak terganggu Tidak terganggu Tidak perlu
81 21 3 - 7 hari Tidak Ya Ya Ya Tidak Terganggu Terganggu Membantu
144 20 3 - 7 hari Ya Tidak Tidak Ya Ya Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 145 23 3 - 7 hari Tidak Ya Ya Ya Ya Kadang terganggu Kadang terganggu Tidak perlu 146 22 3 - 7 hari Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Terganggu Terganggu Tidak perlu
147 21 3 - 7 hari Ya Ya Tidak Ya Tidak Terganggu Terganggu Membantu
Gejala Pusing
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak 94 57,0 57,0 57,0
Ya 71 43,0 43,0 100,0
Valid Ya 40 24,2 24,2 100,0
Total 165 100,0 100,0
Gejala Sakit Punggung
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak 77 46,7 46,7 46,7
Ya 88 53,3 53,3 100,0
Total 165 100,0 100,0
Gejala Lelah Luar Biasa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak 77 46,7 46,7 46,7
Ya 88 53,3 53,3 100,0
Total 165 100,0 100,0
Gejala Lain
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak 124 75,2 75,2 75,2
Ya 41 24,8 24,8 100,0
Daftar Pustaka
Abbaspour, Z, Rostami, M and Najjar, Sh, 2006. The Effect of Exercise on
Primary Dysmenorrhea. J Res Health Scin 6(1):26-31.
Ali, M.,&Asrori, M.2010.Psikologi Remaja.Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal: 9-18.
Badziad, Ali. 2003.Endokrinologi Ginekologi edisi kedua. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1-25
Cakir, Murat. et al. 2007. Menstrual Pattern and Common Menstrual Disorders
among University Students in Turkey. Pediatrics International, 49, 938 –
942.
Carr, Bruce R. & Jean D. Wilson.1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Harrison Edisi 13, Volume 1(Ahmad H. Asdie). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 89 :567
Celik, Husnu, et al. 2009. Severity of Pain and Circadian Changes in Uterine
Artery Blood Flow in Primary Dysmenorrhea. Archives of Ginecology & Obstectrics, 280, 589 – 592.
Cunningham, F. G. et al. 2005. Obstetri Williams. Alih bahasa, Andry Hartono,
Y.Joko Suyono, Brahm U. Pendit ; editor bahasa Indonesia, Huriawati
Hartanto et al. Edisi 21. Jakarta : EGC, 2005. Hal: 69-83.
Dawood, M. Yusuf.2006. Primary Dysmenorrhea. American College of
Obstetricians and Gynecologists, 108(2).
Direkvand-Moghadam, A & Khosravi, A. 2012. Evaluating Shirazi (Thymus
vulgaris) on menstrual pain using verbal multidimensional scoring system
(VMS).
French, Linda.2005. Dysmenorrhea. American Academy for Family
43
_____________.2008. Dysmenorrhea in Adolescents Diagnosis and
Treatment. Pediatri Drugs, 10(1), 1 – 7.
Fujiwara, Tomoko. 2003. Skipping Breakfast is Associated with Dysmenorrhea in
Young Women in Japan. International Journal of Food Sciences and Nutriton, 54(6), 505 – 509.
Frenita. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dismenore pada Siswi
SMK Negeri 10 Medan Tahun 2013. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Ganong, William F.2008. Fisiologi Kedokteran Edisi 22.
Gibson, John.2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 84-86
Gibson, Rossalin S.2005. Principle of Nutritional Assessments. New York,
USA: Oxford University Press.
Ginarhayu.2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia
Menarche Remaja Putri (9 –15 Tahun) Pada Siswi Sekolah Dasar dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Jakarta Timur Pada Tahun 2002.
Gollenberg, Audra L. et al.2010. Perceived Stress and Severity of Perimenstrual
Symptoms: The BioCycle Study. Journal of Women’s Health, 19(5), 959 – 967.
Guyton, Arthur C.2003. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 746-747.
Hand, Helen.2010. The Ups and Downs of The Menstrual Cycle. Practice
Nursing, 21(9), 454 – 459.
Harel, Zeev.2002. A Contemporary Approach to Dysmenorrhea in Adolescent
Girl. Pediatri Drugs, 4(12), 797 – 805.
Harunriyanto.2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore.
Hudson, Tori.2007. Using Nutrition to Relieve Primary Dysmenorrhea.
Alternative & Complementary Therapies. Mary Ann Liebert, Inc, 125 - 128.
Kilic, Ilke. et al.2008. Role of Leukotrienes in the Pathogenesis of Dysmenorrhea
in Adolescent Girls. The Turkish Journal of Pediatrics, 50, 521 – 525.
Loto, Olabisi M. et al. 2008. Prevalence and Corelates of Dysmenorrhea among
Nigerian. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology, 48, 442 – 444.
Manuaba, et al. 2006. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2009. Gadar Obstetri & Ginekologi & Obstetri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta, EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde.2008. Manual Persalinan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Manuaba, LB.G., Manuaba, L.A.C., dan Manuaba, I.B.G.F.2007. Pengantar
Kuliah Obstetri. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 78.
Maza D.2004. Dysmenorrhoea in Adolesence. Practice Nurse, 27(10).
Nathan A.2005. Primary dysmenorrhoea. Practice Nurse, 30(6).
Novia, Ika & Nunik Puspitasari.2008. Faktor Risiko yang Mempengaruhi
Kejadian Dismenorea. The Indonesian Journal of Public Health, 4, 96 –
104.
Papalia, D.E, Olds, S. W., & Feldman, D.2001. Human development (8th ed). Boston: McGraw-Hill.
Parker M. A. et al.2009. The Menstrual Disorder of Teenagers (MDOT) Study
Determining Typical Menstrual Patterns and Menstrual Disturbance in a
Large Population Based Study of Australian Teenagers. International
45
Patel, V. et al.2006. The Burden and Determinants of Dysmenorrhoea: a
Population Based Survey of 2262 Women in Goa, India. International
Journal of Obstetrics and Gynaecology, 453 – 463.
Polat, Aytac. et al.2009. Prevalence of Primary Dysmenorrhea in Young Adult
Female University Students. Archives of Ginecology & Obstetrics, 279, 527 – 532.
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S.2007. Ilmu kandungan. Edisi 2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Hal: 181-191
Proverawati dan Misaroh.2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh
Makna.Yogyakarta:Nuha Medika.
Santina, T.2012. Exploring dysmenorrhoea and menstrual experiences among
Lebanese female adolescents.
Selby M.2007. Menstrual Problems: From Menarche to Menopause. Practice
Nurse, 33(5).
Stoelting-Gettelfinger.2010. A Case Study and Comprehensive Differential
Diagnosis and Care Plan for the Three Ds of Women’s Health:
Primary Dysmenorrhea, Secondary Dysmenorrhea, and Dyspareunia.
Journal of the American Academy of Nurse Practitioners, 22, 513 – 522.
Stright, Barbara R.2001. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir
Edisi 3 (Maria A. Wijayarini, S.Kp, MSN). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suzanne, C. Smeltzer.2001.Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta :EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Editor Monica Ester.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tangchai, Kamonsak. et al.2004. Dysmenorrhea in Thai Adolescents:
Titilayo, A. et al.2009. Menstrual Discomfort and Its Influence on Daily
Academic Activities and Psychosocial Relationship among Undergraduate
Female Students in Nigeria. Tanzania Journal of Health Research, 11(4),
181 – 188.
Trickey, Ruth.2003. Women, Hormones, and the Menstrual Cycle: Herbal and
Medical Solutions from Adolescence to Menopause. BJMP.
Wahyuni, A.S., 2009. Statistika Kedokteran (Diserati Statistika Dengan SPSS).
Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.
Wiknjosastro, H.2005. dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta. 236
Willman EA, Collins WP, Clayton SG. Studies in the involvement of
prostaglandins in uterine symptomatology and pathology. Br J Obstet
Gynaecol. 1976 May;83(5):337–341.
Wong, et al. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Volume 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Xiaoshu Zhu. et al.2010. Are There any Cros-Etnic Differences in Menstrual
Profiles? A Pilot Comparative Study on Australian and Chinese Women
With Primary Dysmenorrhea. The Journal of Gynaecology Research,
36(5), 1083 – 1107.
Zukri, Shamsunarnie Mohd. et al.2009. Primary Dysmenorrhea among Medical
and Dental University Students in Kelantan: Prevalence anda Associated
25
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi setiap variabel yang akan diteliti
beserta cara, alat, hasil, serta skala ukurnya. Definisi operasional perlu dilakukan
sebagai batasan untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi.
Lama
Tabel 3.2 Tingkat keparahan dismenore Tingkat
# Gejala vegetatif positif (sakit kepala, lelah, muntah, dan diarea)
Sumber : Evaluating Shirazi (Thymus vulgaris) on menstrual pain using verbal multidimensional scoring system (VMS) (Direkvand-Moghadam dan Khosravi, 2012)
3.3 Skoring
Pertanyaan yang diajukan sebanyak 16 pertanyaan yang berisi tentang pola
menstruasi,rasa nyeri saat menstruasi, kemungkinan dismenore sekunder/penyakit
lain, gejala yang dialami sebelum (24-48 jam) dan saat menstruasi, tingkatan
gangguan menstruasi (aktivitas sehari-hari, kemampuan kerja, kebutuhan
27
Pertanyaan 4, 9-13 jika ya = 1 dan tidak = 0
Pertanyaan 14-15 jika tidak terganggu = 0, kadang terganggu = 1, terganggu = 2, dan sangat terganggu = 3
Pertanyaan 16, jika tidak perlu = 0, kadang diperlukan = 1, membantu = 2, tidak membantu = 3.
Subjek mengalami dismenore dan diklasifikasikan menurut tingkat
keparahannya.
Mild : 0 - 4
Moderate : 5 - 9
Severe : 10 - 14
3.4 Hipotesis
Ada hubungan antara lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama
menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer pada mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012. Untuk mencapai tujuan
tersebut, peneliti menggunakan rancangan penelitian cross sectional study.
Rancangan cross sectional dipilih karena disain penelitian yang akan peneliti
lakukan dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow up, dan
digunakan untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Lokasi ini dipilih karena belum pernah dilakukan penelitian dengan
variabel independen seperti pada penelitian ini.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 setelah mendapatkan
Ethical Clearance dari komisi etik
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi target penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Fakultas Kedokteran
29
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012 yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
Berstatus sebagai mahasiswa aktif di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat penelitian ini dilaksanakan.
Mahasiswi S1 angkatan 2012 dan bersedia ikut dalam penelitian. 4.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Mengalami dismenore sekunder / nyeri perut bawah yang tidak berhubungan dengan menstruasi
Mahasiswi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus Lemeshow (1994) dalam Wahyuni (2009) sebagai berikut:
Keterangan :
N = Besar populasi (228) n= Besar sampel
d= Kesalahan absolute yang dapat ditolerasi (0,05) Z = Tingkat Kepercayaan (95% = 1,96)
P = Proporsi populasi (0,5)
Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan
relatif sebesar 5%
Z
2· P (1 - P) · N
n =
Sampel (n)= 143,315 dibulatkan menjadi 144 orang, untuk menghindari sampel
yang tidak mengisi kuesioner maka sampel akan ditambah 10% menjadi
144+(10% x 144) =158,4 dibulatkan menjadi 159 orang.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini diperoleh dari data primer. Data
diperoleh langsung dari responden melalui angket yaitu pengumpulan data dengan
menyebarkan kuesioner kepada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2012. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
tertutup yang berkaitan dengan dismenore dan pola menstruasi, dimana
responden diminta menjawab pertanyaan dengan memilih dari sejumlah alternatif.
4.5. Alat Pengumpulan Data
Kuesioner dismenore ini terdiri dari 16 butir pertanyaan yang disusun
sendiri oleh peneliti. Pertanyaan yang diberikan diklasifikasikan menurut pola
haid, rasa nyeri saat haid, gejala sistemik saat haid, aktivitas sehari - hari saat
menstruasi, kemampuan kerja saat menstruasi, dan kebutuhan analgesik.
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dari setiap responden penelitian akan dianalisis
dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) di
mana hubungan lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer
akan diuji dengan metode uji Chi Square. Data yang diperoleh akan disusun dan
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang (diagram balok).
1,96
2· 0,5 (1
–
0,5) · 228
n =
31
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara beralamat di jalan Dr.
Mansur No.5, Medan. Fakultas ini didirikan tanggal 1 September 1952. Pada saat
ini susunan pimpinan terdiri dari Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH
sebagai Dekan, Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) sebagai Pembantu Dekan
I, dr. Zaimah Z. Tala, M.S. Sp. GK sebagai Pembantu Dekan II, dan dr.
Muhammad Rusda, M.Ked(OG) Sp.OG (K) sebagai Pembantu Dekan III. Pada
semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 ini terdapat 4 Angkatan yang aktif di
Fakultas Kedokteran USU, yakni 2012, 2013, 2014, dan 2015.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden dari penelitian ini adalah mahasiswi aktif pada Angkatan 2012.
Dalam penelitian ini, sebanyak 165 responden terpilih dengan cara Simple
Random Sampling. Pada Angkatan 2012 terdapat beberapa kelompok usia. Data
lengkap tentang distribusi frekuensi usia responden dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Berdasarkan table 5.1, dapat diketahui bahwa responden yang mengikuti
orang) merupakan responden paling sedikit, 19 tahun sebanyak 5,5% (9 orang), 23
tahun sebanyak 5,5% (9 orang), 24 tahun sebanyak 1,2% (2 orang), 22 tahun
sebanyak 14,5% (24 orang) merupakan responden terbanyak ketiga, 20 tahun
sebanyak 18,2% (30 orang) merupakan responden terbanyak kedua, dan 21 tahun
sebanyak 54,5% (90 orang) merupakan responden paling banyak.
5.2 Analisis Univariat
Dalam analisis ini data disajikan dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dari variabel independen yang akan diteliti. Analisis univariat ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran dari variabel dependen yang diteliti yaitu
tingkat keparahan dismenore primer (gejala-gejala yang dialami, gangguang pada
aktivitas sehari-hari, gangguang kemampuan kerja, kebutuhan obat analgesik) dan
variabel-variabel independen yang diteliti meliputi lama menstruasi serta beberapa
informasi tambahan berupa jarak haid, dan jumlah penggantian pembalut per hari
setiap responden.
5.2.1 Tingkat Keparahan Dismenore Primer
Tingkat keparahan dismenore primer dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
mild, moderate, dan severe. Tingkatan mild untuk responden dengan skor total
0-4, tingkatan moderate untuk responden dengan skor total 5-9, dan tingkatan severe
untuk responden dengan skor total 10-14 dari jumlah skoring variabel gejala yang
dialami, tingkat gangguan aktivitas, tingkat gangguan kemampuan kerja, dan
tingkat kebutuhan analgesik.
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan Dismenore Primer
Tingkat Keparahan n Persentase (%)
Mild 90 54,5
Moderate 70 42,4
Severe 5 3,0
33
Berdasarkan tabel 5.2, terlihat bahwa responden paling banyak mengalami
dismenore primer tingkatan mild yaitu sebanyak 54,5% (90 orang). Sementara itu
hanya 3,0% (5 orang) yang mengalami dismenore primer dengan tingkatan severe.
Sedangkan untuk tingkatan moderate didapati 42,4% (70 orang).
5.2.2 Gejala Yang Dialami Responden
Gambaran gejala yang dialami mahasiswi yang menjadi responden dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Gejala Yang Dialami Gejala Yang
banyak dialami responden saat mengalami dismenore primer adalah sakit
punggung dan lelah luar biasa 53,3% (88 orang), sedangkan gejala yang paling
sedikit dialami yakni mual/muntah 24,2% (40 orang).
5.2.3 Tingkat Gangguan Aktivitas Sehari-hari
Tingkat gangguan aktivitas sehari-hari dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu
tidak tenganggu, kadang terganggu, terganggu, dan sangat terganggu (hingga
memerlukan istirahat). Distribusi responden berdasarkan tingkat gangguan
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Gangguan Aktivitas Sehari-hari
Tingkat gangguang n Persentase (%)
Tidak Terganggu 39 23,6
Kadang Terganggu 100 60,6
Terganggu 22 13,3
Sangat Terganggu 4 2,4
Total 165 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 165 responden yang
mengalami dismenore primer 60,6% (100 orang) aktivitas sehari-harinya kadang
terganggu, yang merupakan persentasi paling banyak. Sedangkan persentase yang
paling sedikit adalah yang aktivitas sehari-harinya sangat terganggu yakni 2,4%
(4 orang). Untuk tingkat gangguan tidak terganggu dan terganggu didapati masing
masing 23,6% (39 orang) dan 13,3% ( 22 orang).
5.2.4 Tingkat Gangguan Kemampuan Kerja
Tingkat gangguan kemampuan kerja dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu tidak
tenganggu, kadang terganggu, terganggu, dan sangat terganggu. Distribusi
responden berdasarkan tingkat gangguan aktivitas sehari-hari dapat dilihat pada
tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Gangguan Kemampuan Kerja
Tingkat gangguang n Persentase (%)
Tidak Terganggu 53 32,1
mengalami dismenore primer 53,9% (89 orang) kemampuan kerjanya kadang
35
paling sedikit adalah yang kemampuan kerjanya sangat terganggu yakni 3% (5
orang). Untuk tingkat gangguan tidak terganggu dan terganggu didapati masing
masing 32,1% (53 orang) dan 10,9% ( 18 orang).
5.2.5 Tingkat Kebutuhan Obat Analgesik
Tingkat kebutuhan obat analgesik dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu tidak
perlu, kadang diperlukan, membantu, tidak membantu. Distribusi responden
berdasarkan tingkat kebutuhan obat analgesik dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Obat Analgesik
Tingkat gangguang n Persentase (%)
Tidak perlu 104 63,0
Kadang diperlukan 33 20,0
Membantu 25 15,2
Tidak membantu 3 1,8
Total 165 100
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sebanyak 63,0% (104 orang) tidak
memerlukan obat analgesik saat terjadi dismenore yang merupakan persentase
terbesar. Sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang merasa bahwa
obat analgesik tidak membantu yaitu sebanyak 1,8% (3 orang).
5.2.6 Lama Menstruasi
Lama menstruasi ialah lama waktu yang diperlukan responden mulai dari
keluarnya darah menstruasi hingga berhenti. Lama menstruasi responden dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu responden yang lama menstruasinya < 3 hari, 3 – 7
hari, serta > 7 hari. Distribusi responden berdasarkan lama menstruasi dapat
Tabel 5.7
Distribusi Lama Menstruasi pada Mahasiswi FK USU Angkatan 2012
Lama Menstruasi n Persentase (%)
< 3 hari 5 3,0
3 – 7 hari 144 87,3
> 7 hari 16 9,7
Total 165 100
Berdasarkan tabel 5.7, dapat dilihat bahwa paling banyak responden
memiliki lama menstruasi dengan rentang antara 3 – 7 hari sebanyak 87,3% (144
orang). Hasil lain yang ialah responden dengan lama menstruasi < 3 hari sebanyak
3,0% (5 orang) adalah yang paling sedikit. Responden dengan lama menstruasi >
7 hari sebanyak 9,7% (16 orang).
5.2.7 Jarak Antar Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi ialah periode waktu yang diperlukan antar tiap proses
perdarahan menstruasi. Siklus menstruasi dikategorikan ke dalam tiga kategori
yaitu < 24 hari, 24 – 35 hari, dan > 35 hari. Distribusi responden berdasarkan
siklus menstruasi dapat dilihat pada tabel 5.8.
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Antar Siklus Menstruasi
Jarak Siklus n Persentase (%)
< 24 hari 14 8,5
24 – 35 hari 140 84,8
> 35 hari 11 6,7
Total 165 100
Dari tabel 5.8, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki rentang/jarak
siklus menstruasi antara 24 – 35 hari merupakan yang paling banyak yaitu 84,8%
(140 orang). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang memiliki jarak
37
5.2.8 Frekuensi Ganti Pembalut per Hari
Frekuensi ganti pembalut pada responden dikelompokkan menjadi 3, yaitu
< 2 kali per hari, 2 – 6 kali per hari, dan > 6 kali per hari. Distribusi frekuensi
penggantian pembalut pada responden per hari selama menstruasi dapat dilihat
pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Penggantian Pembalut per Hari
Frekuensi Penggantian n Persentase (%)
< 2 kali 7 4,2
2 – 6 kali 156 94,5
> 6 kali 2 1,2
Total 165 100
Dari tabel 5.9 dapat kita lihat bahwa rata-rata responden mengganti
pembalutnya 2 – 6 kali per hari yaitu sebanyak 94,5% (156 orang). Sedangkan
responden yang paling sedikit mengganti pembalut > 6 kali per hari sebanyak
1,2% (2 orang), meskipun tidak jauh berbeda dari responden yang mengganti
pembalut < 2 kali per hari 4,2% (7 orang).
5.3 Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Hubungan kemaknaan antara variabel independen
dengan variabel dependen diketahui dengan menggunakan uji Chi-Square. Karena
uji Chi-Square tidak dapat mengetahui keeratan hubungan dari variabel dependen
dan independen, maka untuk mengetahuinya dilakukan Fisher Exact Test.
5.3.1 Hubungan Lama Menstruasi dengan Tingkat Keparahan Dismenore Hubungan antara lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore
Tabel 5.10
Hasil Tabulasi Silang antara Lama Menstruasi dengan Tingkat Keparahan Dismenore Primer pada Responden
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden yang memiliki lama menstruasi
> 7 hari memiliki persentase lebih besar untuk mengalami dismenore tingkat
severe, yaitu 12,5% (2 orang) dari total 16 orang yang lama menstruasinya > 7
hari. Dari hasil uji statistik Fisher Exact Test didapatkan p-value=0,029 (p-value
<0,05), dan hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer.
5.4 Pembahasan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada
hubungan antara lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer
pada mahasiswi FK USU Angkatan 2012. Maka dari itu disusun kerangka konsep
penelitian untuk melihat hubungan antara lama menstruasi dengan tingkat
keparahan dismenore, yang didasari teori pada penelitian Dawood (2006) bahwa
banyaknya pelepasan prostaglandin dan vasopresin menyebabkan terjadinya
kontraksi yang berlebihan dari uterus dan pengurangan suplai darah ke uterus dan
peningkatan hipersensitivitas saraf perifer yang menyebabkan nyeri, apakah
dipengaruhi lama menstruasi yang berakibat pada tingkat keparahan dismenore.
Dari hasil analisis data penelitian, didapatkan adanya hubungan yang bermakna
antara lama menstruasi dengan tingkat keparahan dismenore primer (p=0,029).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Prevalence and Corelate
39
mahasiswi tingkat pertama di Nigerian University, didapati bahwa setelah
melakukan analisis chi-square ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara
lama menstruasi yang lebih dari normal dengan dismenore dengan tingkat
keparahan dismenore dengan p-value 0,001.Penelitian lain yang berjudul
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dismenore yang dilakukan Frenita (2013) pada
siswi SMK Negeri 10 Medan pada Tahun 2013, yang mendapati bahwa siswi dengan lama menstruasi ≥ 7 hari kemungkinan beresiko mengalami dismenore 1,2 kali lebih besar daripada sisi dengan lama menstruasi < 7 hari.
Salah satu faktor yang berperan pada peningkatan keparahan derajat
dismenore adalah lama menstruasi Novia dan Puspitasari (2008). Menstruasi yang
semakin lama menyebabkan makin seringnya uterus berkontraksi, akibatnya
semakin banyak pula prostaglandin yang dikeluarkan dan supply darah ke uterus
berhenti sementara. Kadar prostaglandin yang berlebihan dan supply darah yang
berkurang menyebabkan nyeri pada dismenore primer (Novia dan Puspitasari,
2008).
Pada penelitian ini lama menstruasi responden dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu responden yang lama menstruasinya < 3 hari, 3 – 7 hari, serta > 7
hari. Dari hasil penelitian didapati bahwa responden yang lama menstruasinya < 3
hari berjumlah 5 orang (3,0%), responden dengan lama menstruasi 3 – 7 hari
berjumlah 144 orang (87,3%), dan responden dengan lama menstruasi > 7 hari
berjumlah 16 orang (9,7%). Dapat kita simpulkan bahwa rata-rata responden
memiliki lama menstruasi yang normal yaitu 3 – 7 hari. Sedangkan untuk tingkat
keparahan didapati hasil responden dengan tingkat keparahan Mild berjumlah 90
orang (54,54%), responden dengan tingkat keparahan Moderate berjumlah 70
orang (42,42%), dan responden dengan tingkat keparahan Severe berjumlah 5
orang (3,03%).
Setelah dilakukan pengolahan data akhirnya didapati pada responden
dengan lama menstruasi < 3 hari jumlah responden untuk tingkat keparahan Mild,
Moderate, dan Severe masing-masing adalah 2 orang (40%), 3 orang (60%), 0
orang. Untuk responden dengan lama menstruasi 3 - 7 hari didapati jumlah
adalah 84 orang (58,33%), 57 orang (39,58%), dan 3 orang (2,08%). Untuk
responden dengan lama menstruasi > 7 hari didapati jumlah responden untuk
tingkat keparahan Mild, Moderate, dan Severe masing-masing adalah 4 orang
(25%), 10 orang (62,5%), 2 orang (12,5%).
Dilihat dari presentasinya untuk tingkat keparahan Mild paling tinggi pada
responden dengan lama menstruasi 3 – 7 hari hal ini kemungkinan dipengaruhi
responden dengan lama menstruasi < 3 hari hanya berjumlah 5 orang, yang juga
menyebabkan persentase responden dengan tingkat keparahan Moderate lebih
tinggi pada responden dengan lama menstruasi < 3 hari. Sedangkan untuk tingkat
keparahan Severe didapati paling tinggi pada responden dengan lama menstruasi >
7 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa
semakin lama waktu menstruasi, maka semakin banyak prostaglandin yang
dilepaskan yang menyebabkan meningkatnya keparahan dismenore primer.
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan di atas,
dapat dilihat bahwa tingkat keparahan dismenore pada mahasiswi FK USU
Angkatan 2012 ternyata berhubungan dengan berapa lama menstruasi berlangsung
41
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan pada 165 mahasiswi FK USU Angkatan 2012, ialah sebagai berikut:
1. Tingkat keparahan dismenore primer paling banyak berada pada
kategori Mild, yaitu 54,54% kemudian diikuti oleh kategori Moderate
(42,42%), dan kategori Severe (3,03%)
2. Gambaran lama menstruasi responden umumnya berada pada rentang
3 – 7 hari, sebesar 87,3%
3. Gambaran siklus menstruasi responden menunjukkan responden yang
memiliki siklus menstruasi 24 – 35 hari merupakan yang paling
banyak (84,8%).
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama menstruasi dengan
tingkat keparahan dismenore primer
6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Penelitian mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
dismenore primer perlu dilakukan lagi untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang benar-benar berpengaruh terhadap tingkat keparahan
dismenore primer sehingga dapat mengurangi dampak/beban yang
ditimbulkan oleh dismenore primer. Selain itu, dalam penelitian
selanjutnya diharapkan peneliti bisa memperkaya variabel-variabel
independennya karena banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menstruasi
2.1.1 Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, dan debris sel dari mukosa
uterus secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval kurang lebih
teratur, siklis, dan dapat diperkirakan waktu-waktunya, sejak menarke sampai
menopause kecuali saat hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi
farmakologis (Cunningham, 2005). Menurut Proverawati & Misaroh (2009),
menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Siklus menstruasi dimulai dengan
menarche dan akan terus berlanjut hingga menopause sekitar usia 45 – 55 tahun
(Sadler et al, 2007 dalam Hand, 2010). Menarche adalah menstruasi pertama
perempuan yang umumnya terjadi pada sekitar 10-11 tahun (Manuaba ,2007).
2.1.2 Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi merupakan pola bulanan ovulasi dan menstruasi, dimana
ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang matang dari ovarium dan menstruasi
adalah proses peluruhan darah, lendir, dan sel-sel epitel dari uterus secara periodik
dengan rata-rata jumlah kehilangan darah adalah 50 mL (Stright, 2001). Suzannec
(2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks yang
mencakup reproduktif dan endokrin.
Carr dan Wilson (1999) menyebutkan normalnya siklus ini berlangsung
rata-rata 28 + 3 hari dengan lama aliran menstruasi 4 + 2 hari. Menurut Manuaba
(2006), pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari
dan lama perdarahannya sekitar 3-5 hari. Sedangkan menurut Selby (2007) siklus
menstruasi normal terjadi disetiap 24 – 32 hari dengan lama perdarahan 1 – 7 hari
(rata-rata 4 – 5 hari). Selby (2007) juga mengatakan bahwa dua pertiga wanita
6
karena pada awal-awal menstruasi sistem hormonnya belum matang, dimana
siklus awalnya berkisar antara 21-42 hari.
Jumlah darah yang hilang saat menstruasi bervariasi. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ketebalan endometrium, pengobatan,
serta penyakit yang terkait dengan proses pembekuan darah. Jumlah darah yang
keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc atau 40 mL. Pada wanita yang lebih tua biasanya
darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi
jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc
dianggap patologik dan dapat menimbulkan anemia. Darah haid tidak membeku
mungkin disebabkan fibrinolisin (Hanafiah, 2009 dalam Wiknjosastro, 2007).
Ganong (2008) jumlah darah yang keluar normalnya dapat sekedar bercak hingga
80 mL, keluarnya darah menstruasi lebih dari 80 mL termasuk dalam kategori
abnormal. Puncaknya terjadi pada hari kedua atau ketiga dengan jumlah
pemakaianpembalut sekitar 2 – 3 buah (Manuaba, 2008).
Siklus menstruasi dikontrol oleh sekelompok hormon, terutama estrogen
dan progesteron. Kedua hormon tersebut dikeluarkan secara siklik oleh ovarium
pada masa reproduksi di bawah kontrol dua hormon gonadotropin, yaitu
folliclestimulating hormone (FSH) dan lutenizing hormone (LH). yang merupakan
stimulasi dari hipotalamus (Hand, 2010). Di bawah pengaruh hormon-hormon
tersebut, terjadi perubahan pada dinding endometrium rahim selama siklus
menstruasi (Jenkins et al, 2007 dalam Hand, 2010). Perubahan pada dinding
endometrium selama siklus menstruasi dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
poliferasi (pre-ovulasi), fase sekretori (post-ovulasi), dan fase menstruasi itu
sendiri (Gibson, 2002).
Fase Proliferasi (Fase Esterogen) Siklus Endometrium. Pada permulaan setiap siklus menstruasi, sebagian besar endometrium mengalami
deskuamasi oleh proses menstruasi. Setelah menstruasi, hanya lapisan tipis stroma
endometrium tersisa pada basis endometrium asli, dan satu-satunya sel epitel yang
tertinggal terletak pada bagian dalam sisa-sisa kelenjar dan kriptus endometrium.
Di bawah pengaruh esterogen, yang sekresinya ditingkatkan oleh ovarium selama
berproliferasi. Permukaan endometrium mengalami reepitelisasi dalam 3-7 hari
setelah permulaan menstruasi (Guyton, 2003). Pada fase ini hormon estrogen
disekresi oleh folikel ovarium akibat pengaruh FSH (Gibson, 2002). FSH dari
hipofisis bertanggung jawab terhadap pematangan awal folikel ovarium, dan FSH
serta LH bersama-sama bertanggung jawab terhadap pematangan akhir. Letupan
sekresi LH menyebabkan ovulasi dan pembentukan awal korpus luteum (Ganong,
2008). Selama dua minggu pertama siklus seksual, yaitu sampai ovulasi, tebal
endometrium sangat bertambah. Pada saat ovulasi tebal endometrium sekitar 2
sampai 3 mm (Guyton, 2003).
Fase Sekresi (Fase Progesteron) Siklus Endometrium. Fase ini merupakan lanjutan dari fase poliferasi dimana estrogen tetap bertanggung jawab
terhadap proses perkembangan endometrium. Pada fase ini progesteron diproduksi
untuk mempersiapkan endometrium menerima ovum yang sudah dibuahi (Hand,
2010). Selama separuh terakhir siklus seksual, progesteron dan esterogen disekresi
dalam jumlah besar oleh korpus luteum. Esterogen menyebabkan proliferasi sel
tambahan dan progesteron menyebabkan pembengkakan hebat dan pembentukan
sekresi endometrium (Guyton, 2003). Endometrium berkembang terus dan
menjadi lebih vaskular (Gibson, 2002). Tujuan dari seluruh perubahan
endometrium ini adalah untuk menghasilkan endometrium yang banyak
menyekresi dan sangat banyak mengandung cadangan zat gizi yang dapat
memberikan keadaan yang sesuai untuk implantasi ovum yang telah dibuahi
selama separuh siklus haid (Guyton, 2003). Bila ovum tidak dibuahi, korpus
luteum akan mengalami regresi dan pasokan hormon untuk endometrium terhenti,
endometrium akan terlepas menghasilkan darah haid kemudian memulai daur
yang baru (Ganong, 2008). Selain itu, Ganong juga menyebutkan bahwa lama fase
sekretorik itu konstan, yaitu sekitar 14 hari dan variasi lama haid lebih
dipengaruhi oleh variasi lama fase poliferasi.
Fase menstruasi. Menstruasi disebabkan oleh pengurangan mendadak progesteron dan esterogen pada akhir siklus haid ovarium. Vasospasme yang
terjadi 24 jam sebelum menstruasi dan kehilangan rangsangan hormonal
8
kelenjar dikeluarkan dan kapiler-kapiler yang tidak mempunyai sokongan pecah
dan berdarah dengan lama fase sekitar 4 – 5 hari (Gibson, 2002).
2.1.3 Kelainan Menstruasi
Setiap wanita memiliki proses fisiologis yang serupa dalam setiap
menstruasi. Namun prosesnya tidak akan pernah sama karena akan dipengaruhi
berbagai macam faktor, salah satunya adalah hormon. Kelainan-kelainan dalam
menstruasi dapat di klasifikasikan sebagai berikut.
1. Gangguan dalam jumlah darah
a. Hipermenorea (Menorrhagia)
Hipermenorea ialah gangguan siklus menstruasi yang tetap teratur
namun jumlah darah yang dikeluarkan cukup banyak (Manuaba,
2009). Gould (2007) dalam Hand (2010) menyebutkan
menorrhagia terjadi jika kehilangan darah > 80 mL saat
menstruasi. Menorrhagia dapat disebabkan oleh fibroid, gangguan
pembekuan darah, atau kanker endometrium (Mc Veigh et al, 2008
dalam Hand, 2010).
b. Hipomenorea
Hipomenorea ialah sedikitnya volume darah yang keluar dengan
siklus normal. Jumlah pembalut yang digunakan umumnya kurang
dari 3 buah/hari.
2. Kelainan Siklus
a. Polimenorea
Polimenorea ialah siklus menstruasi yang terjadi kurang dari 20
hari.
b. Oligomenorea
Oligomenorea ialah siklus menstruasi yang terjadi di atas 35 hari.
c. Amenorea
Amenorea ialah keterlambatan menstruasi lebih dari 3 bulan
berturut-turut, menstruasi teratur setelah mencapai usia 28 tahun
(Manuaba, 2009). Ganong (2008) membagi amenorea menjadi dua
jenis, yaitu amenorea primer dan amenorea skunder. Dikatakan
10
mulai dan sekunder jika tidak terjadi menstruasi setelah mengalami
siklus menstruasi normal. Kemungkinan penyebab amenorea
primer ialah adanya kelainan genetik atau fisik seorang wanita
(Hand, 2010). Sedangkan penyebab amenorea sekunder umumnya
ialah kehamilan (Ganong, 2008 dan Blenkinsopp, 2004 dalam
Hand, 2010).
3. Perdarahan di luar siklus menstruasi atau biasa disebut metroragia.
Ganong (2008) mendefinisikan metroragia sebagai perdarahan dari
uterus yang terjadi di luar periode haid.
4. Gangguan lain yang menyertai menstruasi, yaitu
a. Premenstrual Tention
Premenstrual tention merupakan keluahan yang menyertai
menstruasi dan sering dijumpai pada masa reproduksi aktif. Hal ini
dapat disebabkan oleh kejiawaan yang labil (premature) dan juga
akibat terjadinya gangguan keseimbangan estrogen-progesteron.
b. Mastalgia
Mastalgia merupakan rasa berat dan bengkak pada payudara
menjelang menstruasi. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh
estrogen yang menyebabkan retensi natrium dan air pada payudara.
Tekanan pada ujung saraf menimbulkan rasa nyeri.
c. Mittelschmerz
Mittelchmerz merupakan rasa nyeri yang terjadi saat ovulasi.
Namun, hal ini jarang dirasakan oleh wanita.
d. Dismenore
Dismenore ialah nyeri di perut bawah sebelum atau bersamaan
dengan haid, yang menyebar ke daerah pinggang, dan paha
(Wiknjosastro, 2005). Nyeri ini sering terjadi pada usia muda dan
menghilang setelah kehamilan pertama. Gejala ini disebabkan oleh
e. Vicarious Menstruation
Vicarious menstruasi merupakan perdarahan yang terjadi pada
organ lainnya yang tidak ada hubungannya dengan endometrium.
Organ yang mengalami perdarahan ialah hidung sehingga
menimbulkan epistaksi dan lambung. Organ tersebut dapat
mengalami perdarahan sesuai dengan siklus menstruasi.
2.2 Dismenore
2.2.1 Definisi Dismenore
Dismenore merupakan salah satu gangguan menstruasi yang sering terjadi
pada wanita. Menurut Prawirohardjo (2008), Dismenore adalah nyeri selama haid
yang dirasakan di perut bawah atau pinggang, bersifat seperti mulas-mulas, seperti
ngilu, dan seperti ditusuk-tusuk. Dismenore juga didefinisikan sebagai rasa nyeri
saat menstruasi yang cukup dapat membatasi aktivitas normal atau membutuhkan
pengobatan (Loto et al, 2008). Jadi dapat disimpulkan bahwa Dismenore adalah
nyeri yang timbul pada bagian bawah abdomen saat menstruasi sehingga dapat
mengganggu aktivitas secara normal dan/atau membutuhkan pengobatan. Nyeri
ini dapat berkurang setelah menstruasi, namum pada beberapa wanita nyeri bisa
terus dialami selama periode menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009).
2.2.2 Klasifikasi Dismenore
Dismenore dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder (French, 2005) (Loto et al, 2008) (Wiknjosastro, 2005).
Perbedaan antara dismenore primer dan sekunder terletak pada ada atau tidaknya
patologi pada organ pelvicnya, dikategorikan dalam dismenore sekunder jika
ditemukan patologi pada organ pelvisnya (French, 2005).
2.2.3 Derajat Dismenore
Menurut Fujiwara (2003) derajat dismenore dapat dibagi berdasarkan
tingkat keparahannya. Terdapat 3 tingkat keparahan untuk menentukan derajat
12
a. Derajat 1 ialah yang mengalami dismenore dan dapat diatasi tanpa
menggunakan obat.
b. Derajat 2 ialah yang mengalami dismenore dan mengatasi nyerinya
dengan menggunakan obat.
c. Derajat 3 ialah yang mengalami dismenore lalu berusaha mengatasi
rasa nyerinya dengan meminum obat namun tetap merasa nyeri.
Wanita yang tidak mengalami dysemenorrhea dapat masuk ke dalam kategori
derajat 0. Pembagian derajat ini didasarkan oleh Fujiwara pada responden yang
seluruhnya mengalami dismenore.
2.3 Dismenore Primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada
anatomi pelvic. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche
biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada
bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai
dengan rasa nyeri (Badziad, 2003). Umumnya dimulai satu tahun setelah
menarche ketika siklus ovulasi sudah terbangun pertama kali dan paling banyak
dialami antara usia 15 – 25 tahun dan menurun setelah usia tersebut (Nathan,
2005).
Rasa nyerinya mulai muncul beberapa jam sebelum atau sesaat menstruasi
dimulai kemudian menghilang dalam beberapa jam hingga satu hari tapi
terkadang terjadi hingga 2 sampai 3 hari (Hudson, 2007). Sifat rasa nyeri ialah
kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat
menyebar ke daerah pinggang dan paha (Badziad, 2003) (Hudson, 2007). Lebih
dari setengah wanita yang mengalami nyeri juga memiliki gejala yang lain seperti
mual dan muntah, sakit kepala, diare, pusing, dan sakit punggung bagian bawah
2.3.1 Patofisiologi Dismenore Primer
Dismenore primer disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin
(French, 2005). Kadar prostaglandin ditemukan lebih tinggi pada wanita yang
mengalami dismenore tingkat parah dari pada pada wanita dismenore dengan
intesitas sedang atau tidak mengalami dismenore (Lotto et al, 2008). Maza (2004)
juga menemukan peningkatan kadar PGF-2alpha menyebabkan kontaksi rahim
dan vasokontriksi yang mengakibatkan timbulnya nyeri berupa dismenore. Harel
(2002) menemukan bahwa aktivitas PGF-2alpha dua kali lebih tinggi pada wanita
yang dismenore dibandingkan yang tidak.
Gambar 2.2 Korelasi Jumlah Prostaglandin dan Keparahan Dismenore (Dawood, 2006)
Peningkatan produksi prostaglandin mungkin berhubungan dengan penurunan
kadar progesteron pada fase luteal akhir yang memicu aksi enzimatik litik,
menghasilkan pelepasan fosfolipid dengan generasi asam arakidonat dan aktivasi
dari jalur (COX) siklooksigenase (Hudson, 2007). Tingginya kadar prostaglandin
berhubungan dengan kontraksi uterus dan nyeri (French, 2005). Kontraksi
miometrial distimulasi oleh prostaglandin, khususnya PGF-2alpha (Maza, 2004)
dan PGE-2 (Hudson, 2007). Hal ini menyebabkan kontraksi sehingga
14
terjadinya peningkatan sensitivitas otot endometrium (Nathan, 2005)
menyebabkan iskemia dan nyeri (Hudson, 2007).
Hormon vasopresin juga mungkin terlibat dalam hipersensitifitas
miometrium. Vasopresin berperan meningkatkan kontraksi uterus dan
menyebabkan iskemik sebagai akibat vasokonstriksi (French,2005). Vasopresin
primer dalam endometrium mungkin berhubungan dengan sintesis dan pelepasan
prostaglandin (Nathan, 2005). Leukotrien juga berperan dalam pathogenesis
dismenore dengan menyebabkan tidak beraturannya irama kontraksi uterin dan
menurunkan aliran darah pada uterin (Kilic et al, 2008). Dalam studinya mengenai
leukotrien, Harel (2002) menemukan bahwa terdapat hubungan yang erat antara
LTC4 dan LTD4 dengan beratnya gejala dismenore pada wanita. Sejumlah besar
leukotrien telah ditemukan di endometrium dan darah menstruasi pada wanita
yang dismenore primer yang tidak merespon pengobatan antagonis prostaglandin
(Abu et al, 2000 dalam Kilic et al, 2008).
Harel (2002) mengatakan asam lemak omega-6 memiliki peran dalam
proses patofisiologi dismenore primer. Asam lemak omega-6 berperan dalam
Dismenore primer juga dikaitkan dengan faktor perilaku dan psikologis.
Meskipun faktor-faktor ini belum terbukti sebagai penyebab, namun harus
dipertimbangkan jika terapi medikamentosa gagal.
2.3.2 Faktor Risiko Dismenore Primer 2.3.2.1 Usia
Dismenore primer tidak terjadi pada saat menarche tetapi hanya terjadi
pada saat siklus ovulatorik dan umumnya baru terjadi setelah dua tahun
menstruasi (Wong et al, 2002). Dalam siklus anovulatorik, estrogen dilawan oleh
Siklo Oksigenase pospolifase A2
5-Lipoksigenase
16
progesteron sehingga menghasilkan sebuah lapisan endometrium yang tidak stabil
dan akhirnya rusak sehingga vasokonstriksi dan kontraktilitas miokard tidak
terjadi (Cakir et al, 2007). Studi yang dilakukan oleh Novia dan Puspitasari
(2008) menunjukkan bahwa dismenore primer paling banyak terjadi pada wanita
dengan golongan usia 21 – 25 tahun.
2.3.2.2 Indeks Masa Tubuh (IMT)
IMT dihitung sebagai perbandingan berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) (Gibson, 2005).
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan WHO
Studi yang dilakukan oleh Tangchai et al (2004) menemukan nilai IMT
yang rendah juga berhubungan dengan dismenore dengan P = 0.02. Sedangkan
nilai IMT yang tinggi tidak dapat dianalisis karena hanya sedikit responden yang
termasuk ke dalam kategori tersebut. Nilai IMT yang rendah juga
ditemukan berhubungan dengan dismenore dengan nilai P = 0.011 (Loto et al,
2008). Widjanarko (2006) dalam Novia dan Puspitasari (2008) juga berpendapat
bahwa kelebihan berat badan dapat mengakibatkan dismenore primer karena di
dalam tubuhnya terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah (terdesaknya pembuluh darah oleh
jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya
mengalir pada proses menstruasi terganggu.Namun beberapa studi tetap tidak
2.3.2.3 Usia Menarche
Usia menarche dipengaruhi oleh kesehatan secara umum, faktor genetik,
sosioekonomi, dan status gizinya. Umumnya menarche terjadi pada usia 12 – 13
tahun dan bisa jadi lebih cepat dengan meningkatnya status gizi dan kesehatan
yang rendah (Cakir et al, 2007). Menarche pada usia 11 tahun atau lebih muda
memiliki risiko lebih tinggi dismenore primer dibandingkan dengan wanita yang
menarche di atas usia 11 tahun (Zukri et al, 2009). Menarche pada usia yang
sangat muda dapat disebabkan oleh adanya riwayat keluarga yang memang
pubertas lebih awal, obesitas, tumor pada kelenjar adrenal, dan pengeluaran
estrogen yang berlebihan (Mc Veigh et al, 2008 dalam Hand, 2010).
Umumnya, menarche di usia muda mengarah kepada siklus ovulatorik
yang lebih awal dan lebih awal pula mengalami gejala dismenore (Xiaoshu,
2010). Widjanarko (2006) dalam Novia dan Puspitasari (2008) menyatakan bahwa
alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, jika
menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, di mana alat reproduksi
masih belum siap untuk mengalami perubahan dan juga masih terjadi
penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi.
Xiaoshu (2010) menyatakan bahwa menarche di usia muda, interval menstruasi
yang pendek, serta aliran menstruasi yang banyak/berat diketahui bahwa terjadi
karena ada pengaruh hormon esterogen. Shin (2005) dalam Xiaoshu (2010)
menemukan hubungan antara esterogen dengan nyeri/ keram saat menstruasi
sebagai konsekuensi dari sintetis prostaglandin yang distimulasi oleh estrogen
yang meningkat. Peningkatan kadar esterogen mungkin juga dapat meningkatkan
terjadinya keram/nyeri menstruasi.
2.3.2.4 Lama Menstruasi
Lama menstruasi merupakan salah satu faktor risiko dismenore primer.
Shanon (2006) dalam Novia dan Puspitasari (2008) mengatakan semakin lama
menstruasi terjadi, maka semakin sering uterus berkontraksi, akibatnya semakin
banyak pula prostaglandin yang dikeluarkan. Sesuai dengan patologi dismenore,
18
kontraksi uterus yang terus menerus juga menyebabkan supply darah ke uterus
berhenti sementara dan terjadi dismenore. Hasil uji statistik dengan menggunakan
uji chi square pada penelitian Frenita diperoleh nilai p=0,046 artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara lama menstruasi dengan kejadian dismenore.
Rasio prevalens siswi dengan lama menstruasi ≥ 7 hari dan < 7 hari adalah 1,158
(0,746–0,999). Yang berarti siswi dengan lama menstruasi ≥ 7 hari kemungkinan
berisiko mengalami dismenore 1,2 kali lebih besar daripada siswi dengan lama
menstruasi < 7 hari (Frenita, 2013).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Loto et al (2008) pada 409
mahasiswi tingkat pertama di Nigerian University setelah melakukan analisis
chi-square ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara lama menstruasi yang
lebih dari normal dengan dismenore dengan p-value 0,001. Variabel yang
signifikan kemudian di analisis kembali oleh Loto et al dengan menggunakan
regresi logistik. Hasil analisis menghasilkan p-value 0,001, yang berarti bahwa
lama menstruasi berhubungan secara bermakna dengan dismenore.
2.3.2.5 Riwayat Keluarga
Wanita yang memiliki riwayat keluarga seperti ibu yang dismenore
cenderung 5.37 kali lebih berisiko dismenore primer dibandingkan dengan wanita
yang tidak memiliki riwayat keluarga (Zukri et al, 2009). Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Novia dan Puspitasari (2008) menemukan bahwa responden
yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer mempunyai
risiko 0,191 kali untuk terkena dismenore primer dibandingkan dengan responden
yang tidak memiliki riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer.
Dismenore primer sebagian besar dialami oleh wanita yang memiliki
riwayat keluarga atau keturunan yang dismenore primer pula. Dua dari tiga wanita
yang menderita dismenore primer mempunyai riwayat dismenore primer pada
keluarganya. Sebelumnya mereka sudah diingatkan oleh ibunya bahwa
kemungkinan besar akan menderita dismenore primer juga seperti ibunya (Novia
2.3.2.6 Aktivitas Fisik
Menurut Abbaspour (2005), wanita yang teratur berolahraga didapatkan
penurunan insidensi dismenore. Hal ini mungkin disebabkan efek hormonal yang
berhubungan dengan olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar
endorfin yang bersirkulasi. Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik
yang bekerja jangka pendek dalam mengurangi nyeri. Tetapi menurut Abbaspour
(2005), kombinasi dari faktor organik, psikologikal, dan sosiokultural juga
berperan.
2.3.2.7 Stress
Stress dan tekanan memiliki peran yang besar dalam etiologi dismenore.
Faktor psikososial dalam hal ini adalah stress yang merupakan penyebab langsung
yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore primer (Tambayong, 2000).
Menurut Hudson (2007), dismenore dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk kebiasaan dan faktor psikologis. Stress merupakan salah satu faktor
psikologis manusia di mana faktor ini dapat menyebabkan aliran darah tidak
lancar sehingga terjadi defisiensi oksigen di uterus (iskemia) dan meningkatkan
produksi dan merangsang prostaglandin (PGs) di uterus.
Stress telah terbukti menyebabkan perubahan hormonal melalui sumbu
hipotalamik pituitari-ovarium (HPO) yang menyebabkan perubahan dalam
hormon ovarium yang mungkin membuat wanita lebih rentan terhadap gangguan
menstruasi (Nepomnaschy et al, 2004 dalam Gollenberg, 2010). Melalui aktivasi
sumbu HPO, dapat mengubah kadar hormon ovarium atau menstimulasi sistem
saraf simpatik yang menyebabkan perubahan kadar neurotransmitter dan proses
otak lainnya (Freeman et al, 2001 dalam Gollenberg, 2010).
Tiga mekanisme potensial yang berhubungan dengan kadar stress ialah
neurotransmitter epinefrin, norepinefrin, dan serotonin. Gollenberg (2010)
menemukan bahwa perubahan kadar norepinefrin dan epinefrin berhubungan
dengan kegelisihan dan suasana hati. Gollenberg (2010) menyimpulkan bahwa
psikologikal stres mengarah kepada meningkatnya sensitivitas yang dapat