PERAN DIREKTORAT KRIMINAL UMUM POLDA LAMPUNG DALAM MENGUNGKAP PEMBUNUHAN TERHADAP WARTAWAN
(Skripsi)
Oleh
AHMAD HILMAN RASHIDI NPM. 1112011023
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PERAN DIREKTORAT KRIMINAL UMUM POLDA LAMPUNG DALAM MENGUNGKAP PEMBUNUHAN TERHADAP WARTAWAN
Oleh
AHMAD HILMAN RASHIDI
Wartawan dalam melaksanakan profesinya harus mendapatkan perlindungan dan jaminan keselamatan, tetapi pada kenyataannya terjadi tindak pidana pembunuhan terhadap wartawan. Terkait dengan tindak pidana pembunuhan maka Kepolisian melakukan berbagai upaya untuk mengungkap pembunuhan terhadap wartawan sebagai wujud dari peran kepolisian. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung, akademisi hukum pidana Fakultas Hukum Universita Lampung, wartawan dan perwakilan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Ahmad Hilman Rashidi
terhadap wartawan c) Faktor sarana, yaitu tidak adanya tidak adanya sarana laboratorium forensik di Polda Lampung, sehingga penyidikan terkadang mengalami hambatan, sehingga apabila diperlukan uji laboratorium forensik seperti sidik jari dalam tahapan penyidikan, maka penyidik harus mengirimkannya ke Puslabfor Mabes Polri. d) Faktor masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penyidikan dan penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan terhadap wartawan. e) Faktor budaya, yaitu masih adanya nilai-nilai toleransi yang dianut masyarakat untuk menempuh jalur di luar hukum positif untuk menyelesaikan suatu tindak pidana.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung hendaknya melaksanakan penyidikan dengan sebaik-baiknya secara jujur dan bertanggung jawab serta bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam sistem peradilan pidana. (2) Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi meningkatnya angka tindak pidana pembunuhan di wilayah hukum Polda Lampung.
i
PERAN DIREKTORAT KRIMINAL UMUM POLDA LAMPUNG DALAM MENGUNGKAP PEMBUNUHAN TERHADAP WARTAWAN
Oleh
AHMAD HILMAN RASHIDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 17 Juni
1993, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis merupakan putra dari pasangan Bapak Fitter Syahbudin dan
Ibu Ria Andari.
Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar Kartika II Persit diselesaikan pada
tahun 2005, SMP Negeri 25 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008, SMA Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 Penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada
i
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,
Kupersembahkan Skripsi ini kepada: Kedua Orang Tua Tercinta,
Papa Fitter Syahboedin dan Mama Ria Andari Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku,
terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat dan konsisten kepada cita-cita
Kakak :Ahmad Farizan dan adik: Fadia Rasyqa
yang selalu memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku Almamater tercinta
i MOTO
Kesabaran adalah kekuatan untuk berlaku tenang dalam penantian. Itu berarti siapapun yang bisa bersabar,haruslah dia yang mengetahui
dengan jelas apa yang sedang ditunggunya. Dan untuk mengetahui apa yang sedang ditunggunya,dia harus melakukan sesuatu
dengan rencana untuk mencapai satu atau dua hal tertentu.
(Mario Teguh)
“Eat Failure, and you will know the taste of success”
(anda tidak akan mengetahui apa itu kesuksesan sebelum merasakan kegagalan)
i
SANWACANA
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi,
yang berjudul: “Peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung Dalam Mengungkap Pembunuhan Terhadap Wartawan”,sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus selaku Pembimbing I yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar
terselesaikannya skripsi ini
3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung, sekaligus selaku Pembimbing II yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.
ii
5. Bapak Budi Riski Husin, S.H., M.H; selaku Pembahas II yang telah
membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini
6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H, M.H selaku Narasumber yang telah memberikan informasi dan penjelasan dalam pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Dr Wahyu Sasongko S.H, M.H Selaku pembimbing akademik yang
selalu meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan motivasi
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang kelak akan sangat berguna bagi penulis, serta seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan khususnya buat Kyay Apri Yang Telah Membantu ku baik di
dalam maupun di luar kampus
9. Para Narasumber penelitian: Bapak Aiptu Slamet AR, Bripka Wahyu Saputra, Bapak Nasrullah Haqiyuddin, S.I.Kom, dan Bapak Hi. Badaruddin Halim
yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
10. Teman-temanku seperjuangan Adnan, Irvan, Andri, Alsan, Sofi, Agung, Beri, Aris, Enaldo, Tio, Marwan, Udin, Gery, Abah, Aga, Jevvi, Darvi, Ipul, Mamet dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
motivasi dan selalu bersedia membantu ku baik di dalam maupun di luar Kampus.
iii
Semoga segala kebaikan dapat diterima sebagai pahala oleh Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8
E. Sistematika Penulisan ... 13
II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana... 15
B. Tindak Pidana Pembunuhan... 18
C. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 22
D. Teori Peran ... 27
E. Teori Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana... 29
III METODE PENELITIAN... 31
A. Pendekatan Masalah... 31
B. Sumber dan Jenis Data ... 32
C. Penentuan Narasumber... 33
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36
A. Karakteristik Narasumber ... 36
B. Peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam Mengungkap Terhadap Wartawan ... 37
C. Faktor-Faktor Penghambat Peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam Mengungkap Terhadap Wartawan ... 59
V PENUTUP... 71
A. Simpulan ... 71
B. Saran... 72
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum selalu bertujuan untuk menjaga keselarasan, keseimbangan dan
keserasian dalam kehidupan manusia.
Hakikat manusia selain sebagai makhluk pribadi (individu) adalah makhluk sosial, tidak ada satu manusia pun yang dapat melepaskan diri dari kehidupan bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam rangka mempertahankan
kehidupannya. Manusia merupakan zoon politicon, artinya manusia selalu hidup bersama, sejak lahir hingga saat meninggal dunia, berada dalam pergaulan dengan
manusia lainnya, seorang manusia tidak dapat menyendiri, mereka saling membutuhkan, saling memerlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan hidupnya dan semuanya ini dapat berlangsung secara bermasyarakat.1
Manusia dituntut untuk dapat mengendalikan perilakunya sebagai konsekuensi hidup bermasyarakat, tanpa pengendalian dan kesadaran untuk membatasi perilaku yang berpotensi merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan
umum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka peran hukum menjadi 1
2
sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik
hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan manusia dengan negara.
Eksistensi hukum dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin
adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Tindak pidana sebagai fenomena sosial bukan merupakan hal yang terjadi secara tidak sengaja atau hanya kebetulan belaka, karena pada dasarnya pelaku tindak
pidana melakukan tindakan melawan hukum tersebut dipicu oleh berbagai faktor penyebab yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan secara erat. Tindak pidana merupakan perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang,
melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Dengan kata lain tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib
hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku, dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.
3
dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.2
Salah satu jenis tindak pidana adalah pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan kata lain pembunuhan
adalah suatu pebuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain sebagai Hak Asasi Manusia. Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) menyatakan bahwa barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Apabila terdapat unsur perencanaan sebelum melakukan pembunuhan,
maka pembunuhan dapat disebut dengan pembunuhan berencana. Dalam Pasal 340 KUHP disebutkan bahwa barang siapa dan dengan rencana lebih dahulu
merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Mengingat bahwa pembunuhan merupakan suatu perbuatan melanggar hukum
maka diperlukan suatu sanksi berupa pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penegakan hukum memiliki peran yang besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan mayoritas
masyarakat atau warga negara, terjaminnya kepastian hukum sehingga berbagai perilaku kriminal (yang selanjutnya disebut tindak pidana) dan tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan anggota masyarakat atas anggota masyarakat lainnya akan dapat dihindarkan. Dengan kata lain penegakan hukum secara ideal
2
4
akan dapat mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan
adanya pegangan yang pasti bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Pentingnya masalah penegakan hukum dalam hal ini berkaitan dengan
semakin meningkatnya kecenderungan berbagai fenomena tindak pidana baik secara kuantitatif dan kualitatif serta mengalami kompleksitas baik pelaku, modus, bentuk, sifat, maupun keadaannya. Tindak pidana seakan telah menjadi bagian
dalam kehidupan manusia yang sulit diprediksi kapan dan dimana potensi tindak pidana akan terjadi.
Perangkat pelaksana penegakan hukum di antaranya adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi Kepolisian yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Salah satu kasus yang sedang diusut oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung saat ini adalah pembunuhan terhadap wartawan, yaitu Pemimpin
Redaksi Tabloid Fokus Benny Faisal pada hari Minggu 25 Januari 2015 lalu. Korban tewas ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya di Jalan Pulau Raya
3 Nomor 46 Perum Waykadis, Kecamatan Tanjungsenang, Kota Bandar Lampung. Berdasarkan rekaman closed circuit television (CCTV) di rumah korban, terlihat tiga orang mencurigakan berada di depan rumahnya. Ketua
5
khususnya di Lampung. Peristiwa tersebut menggambarkan minimnya jaminan
keamanan dan adanya indikasi kekerasan terhadap pers. Ia pun mencurigai adanya hubungan antara pembunuhan tersebut dan aktivitas jurnalistik Benny. Benny
sempat berkeluh kesah (curhat) terkait berita-berita di medianya yang berupaya membongkar dugaan penyimpangan proyek-proyek di Lampung yang terindikasi korupsi. Benny ketika itu mengakui mendapat tekanan-tekanan.3
Pada perkembangannya pihak Kepolisian Daerah (Polda) Lampung telah menemukan titik terang identitas pelaku penembakan wartawan di Lampung, namun polisi masih membutuhkan waktu membekuk tersangka pelaku,
mengetahui identitas pelaku, petugas melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan saksi dan keluarga korban. Polisi belum
mengungkap pelaku pembunuhan wartawan tersebut, karena masih pendalaman. Polisi juga sudah mengantongi identitas pelaku dan jumlah. Saat ini, polisi masih mendalami kasusnya dan tidak bisa berdasarkan dugaan, meski keberadaan pelaku
sudah diketahui. Peristiwa penembakan wartawan tabloid Fokus Lampung ini terjadi di depan rumahnya. Saat itu, perampok atau begal, ingin mengambil motor yang diparkir di depan rumahnya. Polisi menyatakan kasus ini kriminal murni,
tidak terkait profesi korban. Namun, tim investigasi organisasi wartawan masih bekerja dan belum mendapatkan kesimpulan, apakah kasus ini terkait pemberitaan
yang dilakukan korban dalam medianya.4
3
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/01/29/nixtmm-polisi-temui-titik-terang-pembunuh-wartawan-lampung. Diakses Jumat, 13 Maret 2015
4
6
Pihak Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam hal ini melakukan
berbagai upaya untuk mengungkap kasus pembunuhan terhadap wartawan. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam fungsinya institusi
penegakan hukum memiliki tugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia
Peran kepolisian dalam konteks penegakan hukum merupakan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang kepolisian sebagai aparat penegak hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Tugas pokok kepolisian menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum;
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi kepolisian menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 adalah melaksanakn fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Wewenang kepolisian sebagaimana diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2
7
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis akan melaksanakan penelitian
dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul: “Peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan TerhadapWartawan”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan?
b. Apakah faktor-faktor yang menghambat peran Direktorat Kriminal Umum
Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian ilmu hukum pidana, yang berkaitan dengan peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap
Pembunuhan terhadap wartawan dan faktor-faktor yang menghambat peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan tersebut. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peran Direktorat Kriminal
Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian
hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan peran Kepolisian dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi pihak kepolisian dalam melaksanakan perannya sebagai aparat penegak hukum menghadapi perkembangan kehidupan masyarakat dan terjadinya tindak
pidana yang semakin kompleks dewasa ini.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum5.
5
9
Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: a. Teori Peran
Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), yang memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
b. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.6
Secara umum peran adalah suatu keadaan di mana seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya dalam suatu sistem atau organisasi. Kewajiban yang
dimaksud dapat berupa tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang yang memangku jabatan dalam organisasi.
Selanjutnya peran terbagi menjadi:
a. Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat
b. Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan
sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.
6
10
c. Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga
yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.7
Terkait dengan peran tersebut, pihak kepolisian memiliki kewenangan dalam
bidang penyidikan. Menurut Pasal 14 ayat (1) huruf (g) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian diketahui bahwa wewenang penyidik adalah melakukan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 15 ayat (1), menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah:
1). Menerima laporan atau pengaduan.
2). Melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian.
3). Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
4). Menerima dan menyimpan barang temuan sementara waktu.
b. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:
1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak
7Ibid
11
sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan
secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan
sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. 2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah
mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan
kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan. 3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan
penegak hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya. 4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran
hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
12
nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum,
semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam
menegakkannya.8
2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian9. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran10
b. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia).
c. Penanggulangan tindak pidana adalah berbagai tindakan atau langkah yang ditempuh oleh aparat penegak hukum dalam rangka mencegah dan mengatasi
suatu tindak pidana dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari kejahatan11
d. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu
8
Soerjono Soekanto.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.8-10
9
Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.103
10
Soerjono Soekanto.Sosiologi Suatu Pngantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.243
11
Barda Nawawi Arief.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.
13
bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan
pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku12
e. Pembunuhan adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan kata lain, pembunuhan adalah suatu pebuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain sebagai Hak Asasi
Manusia. Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun13
f. Wartawan adalah orang yang bertugas untuk mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyajikan berita melalui media kepada masyarakat, sehingga menjadi informasi yang penting untuk diketahui masyarakat14
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
I PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,
Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.
II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan
12
Moeljatno,Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,Bina Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 46.
13
Leden Marpaung,Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh,Sinar Grafika, Jakarta. 2000. hlm. 21.
14
14
pustaka terdiri dari pengertian dan unsur-unsur tindak pidana, tindak
pidana pembunuhan, tugas fungsi dan wewenang kepolisian, teori peran dan teori faktor-faktor penghambat penegakan hukum.
III METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur
Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai peran Direktorat
Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan terhadap wartawan dan faktor-faktor yang menghambat peran Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap Pembunuhan
terhadap wartawan tersebut
V PENUTUP
Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka
akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan.1
Tindak pidana sebagai kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan
dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan
Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai berikut:
1
16
a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu
bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.
b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil(Materiil Delicten). Tindak pidana formil
adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan
akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.
c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara
lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP, dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian(culpa) orang juga dapat dipidana jika
ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360
KUHP.
17
diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya
Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana
murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah
tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur
terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal2
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri
dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan pasif.
Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:
a) Kelakuan dan akibat (perbuatan )
b) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan c) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d) Unsur melawan hukum yang objektif e) Unsur melawan hukum yang subyektif.3
2
Andi Hamzah.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 25-27
3Ibid
18
Tindak pidana sebagai perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya
tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.
B. Tindak Pidana Pembunuhan
Pembunuhan merupakan bentuk tindak pidana terhadap “nyawa” yang dimuat pada Bab XIX dengan judul “Kejahatan Terhadap Nyawa Orang”, yang diatur dalam Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Mengamati pasal-pasal tersebut maka
KUHP mengaturnya sebagai berikut:
a. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia
b. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa anak yang sedang/baru dilahirkan c. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa anak yang masih dalam kandungan4
Dilihat dari segi kesengajaan (dolus), tindak pidana terhadap nyawa terdiri atas: a. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja
b. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja disertai dengan kejahatan berat c. Pembunuhan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu
d. Pembunuhan yang dilakukan atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh
e. Pembunuhan yang menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri5
Berkenaan dengan tindak pidana terhadap nyawa tersebut, pada hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut:
4
Leden Marpauang,Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh,Sinar Grafika, Jakarta. 2000. hlm. 19.
5Ibid.
19
a. Dilakukan dengan sengaja (diatur dalam Bab XIX)
b. Dilakukan karena kelalaian/kealpaan (diatur dalam Bab XXI)
c. Dilakukan karena tindak pidan lain, mengakibatkan kematian (diatur antara
lain dalam Pasal 170, 351 Ayat (3) dan lain-lain)6
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil, yakni delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul, tanpa menyebut cara-cara yang
menimbulkan akibat tersebut. Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat dalam KUHP adalah sebagai berikut:
a. Pembunuhan (Pasal 338)
b. Pembunuhan dengan Pemberatan (Pasal 339) c. Pembunuhan Berencana (Pasal 340)
d. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (Pasal 341) e. Pembunuhan Bayi Berencana (Pasal 342)
f. Pembunuhan Atas Permintaan yang bersangkutan (Pasal 342)
g. Membujuk/membantu orang agar bunuh diri (Pasal 345) h. Pengguguran kandungan dengan izin ibunya (Pasal 346)
i. Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya (Pasal 348)
j. Dokter/bidan/tukang obat yang membantu pengguguran/matinya kandungan (Pasal 349)7
Pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang. Dengan kata lain, pembunuhan adalah suatu pebuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain sebagai Hak Asasi Manusia. Dalam
6Ibid.
hlm. 21.
7Ibid.
20
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 338 dinyatakan bahwa: Barang siapa
sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Apabila terdapat unsur perencanaan sebelum melakukan pembunuhan maka
pembunuhan tersebut dapat disebut dengan pembunuhan berencana. Dalam Pasal 339 dinyatakan bahwa pembunuhan yang disertai atau didahului oleh sesuatu
perbuatan pidana dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan
barang yang diperolehnya secara melawan hukum diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Pasal 340 KUHP menyebutkan bahwa barang siapa dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Pembunuhan (murder) diatur dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut : "Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun." Unsur-unsur pembunuhan adalah: (a) Barang siapa (ada orang tertentu yang melakukannya); (b) Dengan sengaja (sengaja sebagai maksud, sengaja dengan keinsyafan pasti, sengaja dengan keinsyafan/dolus
21
Sebagian pakar mempergunakan istilah "merampas jiwa orang lain". Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan/merampas jiwa orang lain adalah pembunuhan. Pada teks RUU-KUHP 1993 masih menggunakan
istilah "merampas nyawa orang lain". Rumusan tersebut, perlu mendapatkan perhatian, karena dengan kata "membunuh" persepsi masyararakat umum, telah jelas. Di Thailand dirumuskan "melakukan pembunuhan terhadap orang lain",
sedang di Malaysia mempergunakan istilah "menimbulkan kematian dengan melakukan suatu perbuatan", sedang pada Code Penal mempergunakan istilah
"pembunuhan". Kata "murder" pada "The Lexicon Webster Dictionary", dimuat artinya sebagai berikut: "The act of unlawfully killing a human being by another human with premeditated malice." "The act of unlawfully" (perbuatan melawan
hukum) seyogianya dimuat dalam rumusan "pembunuhan" sebab jika membunuh tersebut dilakukan dengan tanpa melawan hukum, misalnya, melaksanakan hukuman mati, maka hal tersebut bukan "pembunuhan". Kata-kata
"menghilangkan nyawa orang lain" atau "merampas nyawa orang lain", sudah saatnya dipikirkan untuk diganti dengan istilah yang lebih realistis.8
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut "penganiayaan". Penganiayaan yang diatur KUHP terdiri dari:
a. Penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP yang dirinci atas: (1) Penganiayaan biasa;
(2) penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
(3) penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati. b. Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP
8Ibid.
22
c. Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP dengan rincian
sebagai berikut:
(1) Mengakibatkan luka berat
(2) mengakibatkan orangnya mati.
d. Penganiayaan berat yang diatur olch Pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai berikut:
(1) Mengakibatkan luka berat; (2) mengakibatkan orangnya mati.
e. Penganiayaan berat dan berencana yang diatur Pasal 355 KUHP dengan rincian sebagai berikut:
(1) Penganiayaan berat dan berencana:
(2) Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orangnya mati.
Selain daripada itu, diatur pula pada Bab XX (Penganiayaan) oleh Pasal 358 KUHP, orang-orang yang turut pada perkelahian/penyerbuan/penyerangan yang
dilakukan oleh beberapa orang. Hal ini sangat mirip dengan Pasal 170 KUHP sebab perkelahian pada umumnya penggunaan kekerasan di muka umum.
C. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Neraga Republik Indonesia
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk
23
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:
a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan
potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk
gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau
kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
24
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum;
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
25
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya
dalam lingkup tugas kepolisian;
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, wewenang Kepolisian adalah: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain
pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau
paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.
26
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan
senjata tajam;
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
27
h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
D. Teori Peran
Peran diartikan sebagai seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan kewajiban
tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai peran. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat
dikatakan sebagai pemegang peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.9
Secara sosiologis peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jika
seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan
9Kamus Bahasa Indonesia
28
berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan dari lingkungannya.
Peran secara umum adalah kehadiran di dalam menentukan suatu proses keberlangsungan.10
Peran merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan
kewajiban atau disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peran memiliki aspek-aspek
sebagai berikut:
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2) Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.11
Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:
1) Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
2) Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.
10
Soerjono Soekanto.Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.242
11
29
3) Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata12.
E. Teori Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut: 1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang
kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. 2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan. 3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
12Ibid
30
keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan
hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya.
4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.
5) Faktor Kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan
nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam
menegakkannya.13
13
31
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.1
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.
1. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan mempelajari, melihat dan menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi, pandangan, doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum
dan sistem hukum yang berkenaan dengan permasalahan penelitian ini.
Pendekatan masalah secara yuridis normatif dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman tentang pokok bahasan yang jelas mengenai gejala dan objek yang sedang diteliti yang bersifat teoritis berdasarkan atas kepustakaan dan literatur
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik, tetapi penelitian
ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah.
1
32
2. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam
kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara objektif di lapangan, baik berupa pendapat, sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang
didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan wawancara pada pihak Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer bersumber dari:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana 3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
33
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer yang terdiri dari berbagai produk hukum, dokumen atau
arsip yang berhubungan dengan penelitian c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti teori atau pendapat para ahli yang tercantum dalam berbagai
referensi atau literatur buku-buku hukum serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian.
C. Penentuan Narasumber
Narasumber Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung : 2 Orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 Orang
3. Wartawan : 1 Orang
4. Perwakilan Masyarakat : 1 Orang +
5 Orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Studi pustaka (library research)
Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan
34
b. Studi lapangan (field research)
Dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden sebagai usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian. 2. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah
diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi data
Merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
b. Klasifikasi data
Merupakan kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar
diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut. c. Penyusunan data
Merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.
E. Analisis Data
35
dilakuan secara induktif, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hal-hal yang
V. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peran penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap wartawan termasuk dalam peran
normatif, ideal dan faktual. Peran normatif dilaksanakan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Kepolisian dan Hukum Acara Pidana.
Peran ideal dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan penyidikan dan pelaksanaan tugas pokok kepolisian. Peran faktual dilaksanakan berdasarkan kenyataan adanya kasus pembunuhan terhadap wartawan melalui proses
penyidikan, yaitu serangkaian tindakan yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti tentang tindak pidana pembunuhan terhadap wartawan.
2. Faktor-faktor penghambat upaya penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda
Lampung dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap wartawan adalah sebagai berikut:
72
petunjuk dan keterangan terdakwa, namun penyidik belum tentu dapat
mengumpulkan semua alat bukti yang sah tersebut.
b. Faktor aparat penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya
jumlah penyidik dan secara kualitas sumber daya manusia, masih belum optimalnya profesionalisme penyidik dalam taktik dan teknik penyidikan guna mengungkap tindak pidana pembunuhan terhadap wartawan
c. Faktor sarana, yaitu tidak adanya tidak adanya sarana laboratorium forensik di Polda Lampung, sehingga penyidikan terkadang mengalami
hambatan. Sehingga apabila diperlukan uji laboratorium forensik seperti sidik jari dalam tahapan penyidikan, maka penyidik harus mengirimkannya ke Puslabfor Mabes Polri.
d. Faktor masyarakat, yaitu masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penyidikan dan penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan terhadap wartawan.
e. Faktor budaya, yaitu masih adanya nilai-nilai toleransi yang dianut masyarakat untuk menempuh jalur di luar hukum positif untuk
menyelesaikan suatu tindak pidana.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung hendaknya
73
diskresi, namun dalam melaksanakan kewenangan tersebut hendaknya polisi
tidak sewenang-wenang, tetapi tetap berada pada koridor dan batas yang telah ditentukan oleh hukum.
2. Penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah. 2014.Hukum dan Kriminalistik. Justice Publisher Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Hamzah, Andi. 2001.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Harahap, M. Yahya. 2000.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta.
Lamintang, P.A.F. 1996.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung.
Marpaung, Leden. 2000.Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantasan dan Preverensinya),Sinar Grafika, Jakarta.
Moeljatno, 1993.Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,Bina Aksara, Jakarta.
Nawawi Arief, Barda. 2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Reksodiputro, Mardjono. 1994.Sistem Peradilan Pidana Indonesia(Melihat
Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.
Rahardjo, Satjipto. 1996.Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana.Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1983.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum. Rajawali Press. Jakarta.
_________________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.
Susanto, F. Anton. 2004.Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia
Rineka Cipta. Jakarta.
Sutarto. 2002.Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. PTIK. Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun
1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia