FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIDAKPATUHAN PASIEN HEMODIALISA
DALAM MENJALANI POLA DIET
DI RSUD KOTA DUMAI
TAHUN 2012
SKRIPSI
WAN NOVIYANTI 111121085
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
PRAKATA
Segala Puji kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan hidayah Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet Di RSUD Kota Dumai.
Peneliti menyadari dalam penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi serta bahasa yang digunakan, hal ini dikarenakan pengetahuan dan kemampuan peneliti masih terbatas. Oleh karena itu penelit i mengharapkan kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun agar penelitian ini dapat menjadi lebih baik dikemudian hari.
Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati, S.Kp.MNS selaku PD I Fakultas Universitas Sumatera Utara.
3. Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS selaku PD II Fakultas Universitas Sumatera
Utara.
4. Ikhsanudin Ahmad Harahap, S.Kp. MNS Selaku PD III Fakultas Universitas
Sumatera Utara.
5. Dr. Syaiful selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai.
6. CholinaTrisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep. Sp.KMB, selaku dosen pembimbing
Proposal dan Skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
8. Asrizal, S.Kep, Ns WOC(ET)N Selaku penguji II Proposal dan Skripsi di
Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.
9. Seluruh staf dan dosen pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
10.Suami tercinta yang selalu memberikan dukungan dan motivasi yang
menjadikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Orang tua, mertua dan semua keluarga yang selalu memberikan doa yang
tiada hentinya kepada penulis.
12.Rekan-rekan seangkatan yang saling membantu dan memberikan ide- ide
cemerlang dan semangat selama melaksanakan proposal ini.
Akhir kata peneliti sekali lagi mengucapkan terimakasih bagi semua pihak
yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan proposal ini semoga segenap
bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Hemodialisa ... 7
a. Pengertian Hemodialisa ... 7
b. Penyebab / Indikasi Dilakukan Hemodialisa ... 7
c. Komponen Hemodialisa... 8
c. Proses Hemodialisa ... 10
d. Metode Hemodialisa ... 12
e. Komplikasi Pada Hemodialisa ... 11
f. Pengukuran Adekuasi Hemodialisa ... 16
g. Manfaat Hemodialisa ... 17.
H. Komplikasi Hemodialisa ... 18
i. Penatalaksanaan Diet Pasien Hemodilisa ... 18
2.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Pasien Hemodialisa Terhadap Pola Diet ... 14
a. Faktor Internal ... 14
b. Faktor External ... 17
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual ... 27
3.2. Kerangka Operasional... 28
BAB. 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... 30
4.2. Populasi dan Sampel ... 30
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 31
4.5. Instrumen Penelitian ... 32
4.6. Validitas dan Realibilitas Instrumen Penelitian ... 33
4.7. Prosedur Pengumpulan Data ... 35
4.8. Pengolahan Data ... 35
BAB.5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 38
5.4. Faktor Interna l... 40
5.5. Faktor Eksternal ... 45
BAB.6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 48
6.2. Rekomendasi ... 48
DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 50
Lampiran 2. Instrumen Penelitian ... 51
Lampiran 3. Lembar Bukti Bimbingan ... 56
Lampiran 4. Lembar Surat Pengambilan Data Dari Fakultas Keperawatan ... 57
Lampiran 5. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data Dari Rumah Sakit ... 62
Lampiran 6. Lembar Surat Izin Penelitian ... 63
Lampiran 7. Izin Pengambilan Data ... 64
Lampiran 8. Survei Awal ... 65
Lampiran 9. Permohonan Izin Penelitian ... 66
Lampiran 10. Selesai Melakukan Penelitian ... 67
Lampiran 11. Permohonan Validitas ... 68
Lampiran 12. Hasil Reabilitas ... 69
Lampiran 13. Taksasi Dana ... 84
Lampiran 14. Table waktu pelaksanaan... 85
DAFTAR TABEL
1. Defenisi Operasional ... 28
2. Karakteristik Demografi... 38
DAFTAR SKEMA
1. Kerangka Penelitian Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Judul : Faktor faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
PasienHemodialisa Dalam Menjalani Pola Diet Di RSUD Kota Dumai
Penulis : Wan Noviyanti
Nim : 111121085
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Hemodialsa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang diinginkan. Apabila seseorang telah menjalani terapi hemodialisa harus menjalankan program diet, karena program diet sangat menentukan keberhasilan terapi hemodialisa. Banyak faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa yaitu faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, prilaku,dan budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untukmengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet RSUD Kota Dumai. Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 39 orang dengan metode purposive sampling. Dari hasil distribusi frekwensi faktor faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet yaitu lebih dari setengah responden memiliki Pendidikan tinggi, lebih dari setengah responden memiliki pengetahuan rendah, lebih dari setengah responden memiliki sikap positif, lebih dari setengah responden memiliki perilaku baik, lebih dari setengah responden memiliki motifasi kurang, dan sebagian besar responden memiliki budaya baik. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat diruangan hemodialisa dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya pola diet melalui penyuluhan.
Judul : Faktor faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
PasienHemodialisa Dalam Menjalani Pola Diet Di RSUD Kota Dumai
Penulis : Wan Noviyanti
Nim : 111121085
Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun Akademik : 2011/2012
ABSTRAK
Hemodialsa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang diinginkan. Apabila seseorang telah menjalani terapi hemodialisa harus menjalankan program diet, karena program diet sangat menentukan keberhasilan terapi hemodialisa. Banyak faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa yaitu faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, prilaku,dan budaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untukmengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet RSUD Kota Dumai. Populasi dalam penelitian ini seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 39 orang dengan metode purposive sampling. Dari hasil distribusi frekwensi faktor faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet yaitu lebih dari setengah responden memiliki Pendidikan tinggi, lebih dari setengah responden memiliki pengetahuan rendah, lebih dari setengah responden memiliki sikap positif, lebih dari setengah responden memiliki perilaku baik, lebih dari setengah responden memiliki motifasi kurang, dan sebagian besar responden memiliki budaya baik. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat diruangan hemodialisa dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya pola diet melalui penyuluhan.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penderita penyakit gagal ginjal kronik di negara Amerika menempati
urutan pertama pada pembiayaan perawatan. Ada lebih dari 378 ribu warga
Amerika tertolong dari gagal ginjal kronis dengan memerlukan mesin ginjal
buatan untuk mempertahankan hidup, lebih dari 50 ribu pasien menunggu untuk
dilakukan transplantasi ginjal tetapi hanya sekitar 14 ribu yang dapat
menerimanya karena keterbatasan organ donor ginjal. Negara- negara maju lainnya
seperti Jepang, Australia dan Inggris penderita gagal ginjal kronis dapat mencapai
77 sampai 283 per satu juta penduduk (Rubianto, 2009).
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang
cukup tinggi. Menurut data dari PERNEFTRI (Persatuan Nefrogi Indonesia),
diperkirakan ada 70 ribu penderita ginjal di Indonesia. Ternyata yang terdeteksi
menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci
darah hanya sekitar 4 ribu sampai 5 ribu(Syamsir & Iwan, 2008).
Terdapat peningkatan jumlah kunjungan pasien Hemodialisa di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Dumai. Pada tahun 2009 jumlah pasien 72
orang dengan 532 kunjungan pertahun, tahun 2010 jumlah Pasien 156 orang
dengan 996 kunjungan pertahun, dan pada tahun 2011 jumlah pasien 288 dengan
1985 kunjungan pertahun. Jumlah rata-rata kenaikan kunjungan sebesar 40-50%
Penyebab tingginya angka kasus gagal ginjal yang menjalankan terapi
hemodialisa di pengaruhi banyak faktor yaitu perubahan gaya hidup, pola makan
tinggi lemak dan karbohidrat, juga penyebab lainnya seperti penyakit genetik
yaitu kelainan kekebalan dan cacat lahir (Syamsir & Iwan, 2008).
Hemodialisa adalah salah satu tindakan yang dilakukan pada kasus GG.
Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah sisa hasil metabolisme
dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk didalam tubuh karena tidak
dapat dikeluarkan ginjal, hal inilah mengapa diet khusus penting untuk dipatuhi.
Pola makan harus diubah pada pasien yang mengalami gagal ginjal terminal yang
menjalani hemodialisa. Apabila seseorang telah menjalani terapi hemodialisa
banyak hal yang harus diperhatikan diantaranya adalah program diet.
Tujuan terapi diet dan intervensi nutrisi pada pasien yg dilakukan
hemodialisa adalah untuk me ncapai dan menjaga status nutrisi yang baik,
mencegah atau memperlambat penyakit, mencegah atau memperbaiki keracunan
uremik dan gangguan metabolik lain yang dipengaruhi nutrisi ,yang terjadi pada
gagal ginjal dan tidak dapat teratasi secara adekuat denga n hemodialisis
(Cahyaningsih,N. 2008).
Diet cukup sulit dan diet sukar diikuti oleh pasien karena sering timbul
perasaan bosan jika hanya mengkonsumsi makanan yg disarankan oleh rumah
sakit. Nafsu makan pasien umumnya rendah dan perlu diperhatikan makanan
kesukaan pasien dalam batas diet yang sudah ditetapkan. Perencanaan pengaturan
konsekuensi yang merugikan dan akan mempercepat dari jadwal terapi yang akan
ditentukan dan akan memperberat biaya terapi (Almatsier, 2008).
Seseorang yang telah menjalani terapi hemodialisa kemudian tidak
menjalankan program diet dengan baik maka akan terjadi defisiensi gizi,
keseimbangan cairan dan elektrolit akan terganggu dan akan terjadi akumulasi
produk sisa metabolisme (uremia) yang berlebihan sehingga akan mempercepat
dari jadwal terapi yang akan ditentukan dan akan memperberat biaya dari terapi
(Almatsier 2008).
Kepatuhan pasien dalam menjalankan program diet sangat menentukan
keberhasilan terapi hemodialisa, diet juga merupakan perawatan yang penting
untuk pasien gagal ginjal.Banyak faktor yang melatarbelakangi ketidakpatuhan
pasien GG, menurut Wuyung, VH tahun 2008 yang melakukan penelitian tentang
bagaimana ketaatan diet pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi
hemodialisa di RS Panti Rapih Jogjakarta yaitu dari faktor internal seperti
pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku dan sebagainya. Dari hasil uji statistik
yang dilakukan terhadap semua variabel independen diperoleh nilai p=0,000,
ternyata hanya pendidikan dan pengetahuan yang mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap ketaatan diet pasien (Wuyung, 2008).
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan hemodialisa RSUD
KotaDumai, bahwa Penyuluhan telah diberikan oleh petugas kesehatan kepada
pasien tentang pola diet yang harus mereka jalani supaya terapi yang diberikan
lebih maksimal dan jadwal yang telah di tetapkan bisa dijalani seoptimal mungkin
Dilihat dari segi biaya, sekali hemodialisa maka akan bisa memberatkan
pasien.Dari segi waktu akan mengganggu aktifitas pasien tersebut. RSUD Kota
Dumai memberlakukan kebijakan bahwa semua pasien menjalani hemodialisa
dengan frekwensi 2 kali/minggu dengan lama waktu 5 jam,sehingga dosis
hemodialisa yang diterima adalah 10 jam/minggu. Menurut konsesus pernefri
(2003) untuk mencapai adekuasi hemodialisa diperlukan dosis 10-12 jam
perminggu yang dapat dicapai dengan frekwensi hemodialisa 2kali/minggu
dengan lama waktu 5jam atau 3 kali/minggu dengan lama waktu 4 jam. Di
Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan
bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisa 2 kali/minggu.
Mengingat begitu banyak kerugian apabila pasien yang menjalani terapi
hemodialisa tidak patuh terhadap pola diet maka hendaknya setiap pasien harus
patuh dan tidak boleh melanggar terhadap pola diet yang diberikan.
Dari banyaknya jumlah kunjungan pasien yang menjalani terapi
hemodialisa dan ketidakpatuhan dalam menjalankan pola diet, peneliti sangat
tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai faktor- faktor yang dapat
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa menjalani pola diet.
B. Rumusan Masalah
Program penyuluhan terhadap pola diet pada pasien hemodialisa sudah
diberikan oleh perawat di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum daerah kota
Dumai. Hal ini dilakukan agar setiap pasien yang menjalani terapi hemodialisa
diakibatkan dari ketidakpatuhan dalam menjalankan pola diet. Namun kenyataan
dilapangan masih ditemukan banyak pasien yang tidak mematuhi pola diet
tersebut sehingga beberapa pasien harus menambah jadwal terapinya.
Dengan demikian dapat dirumuskan masalah penelitian: faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani
pola diet?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalankan pola diet.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor pendidikan pasien hemodialisa yang
mempengaruhi ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet.
b. Mengidentifikasi faktor pengetahuan pasien hemodialisa yang
mempengaruhi ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet.
c. Mengidentifikasi faktor sikap pasien hemodialisa yang mempengaruhi
ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet.
d. Mengidentifikasi faktor perilaku pasien hemodialisa yang
mempengaruhi ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet.
e. Mengidentifikasi faktor motivasi pasien hemodialisa yang
f. Mengidentifikasi faktor budaya pasien hemodialisa yang
mempengaruhi ketidakpatuhan dalam menjalani pola diet.
D. Manfaat Penelitian
1. RSUD Kota Dumai
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan
dan kesehatan dimasa yang akan datang khususnya bagi pasien yang
menjalani terapi hemodialisa sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
memberikan penyuluhan
2. Pengembangan Ilmu terutama ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai evidence based untuk peneliti dimasa yang akan datang terkait tentang pasien hemodialisa dalam
menjalankan pola diet.
3. Pasien
Hasil penelitian ini sebagai pertimbangan bagi pasien yang menjalani
terapi hemodialisa untuk lebih mentaati pola diet yang benar agar
mendapatkan hasil terapi yang maksimal.
4. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang
faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Hemodialisa A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel
untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara
menambahkan komponen yang diinginkan, aliran konstan darah dari satu sisi
membrana dan larutan dialisat pembersih di sisi lain menyebabkan penyingkiran
produk buangan serupa dengan filtrasi glomerulus (Harrison, 2000).
Hemodialisa perlu dilakukan untuk menggantikan fungsi ekresi ginjal
sehingga tidak terjadi gejala uremia yang lebih berat. Pada pasien dengan fungsi
ginjal yang minimal, hemodialisa dilakukan untuk mencegah komplikasi
membahayakan yang dapat menyebabkan kematian (Pernefri, 2003).
B.Penyebab / Indikasi dilakukan Hemodialisa
Penyebab secara garis besarnya, adalah :
1) Gagal ginjal akut, dan
2) Gagal ginjal kronis.
Indikasi yang mungkin untuk dialisis jangka pendek :
1) Gagal ginjal akut.
2) Hiperkalemi > 7 mmol/L.
3) pH arterial < 7-15.
5) Urea darah cepat meningkat.
6) Beban cairan berlebihan.
7) Hiperkalsemi tak terkontrol.
8) Gangguan elektrolit.
9) Keracunan dengan ;
a) Salisilat.
b) Barburat.
c) Etanol.
10) Gagal ginjal kronik eksaserbasi akut mendahului pemberian terapi
konservatif Indikasi yang mungkin untuk hemodialisa jangka panjang :
a) Kegagalan penanganan konservatif.
b) Kreatinin serum > 1200 mmol/L.
c) GFR < 3 ml/min.
d) Penyakit tulang progresif.
e) Neuropati yang berlanjut.
f) Timbulnya perikarditis (dialisis peritoneal mungkin perlu dilakukan
untuk menghindari hemoperikardium) (Syamsir & Iwan, 2008).
C.Komponen hemodialisa
1. Mesin hemodialisa
Mesin hemodialisa merupakan mesin yang dibuat dengan sistim
komputerisasi yang berfungsi untuk pengaturan dan monitoring yang penting
2. Dialiser
Dialiser merupakan komponen penting yang merupakan unit fungsional
dan memiliki fungsi seperti nefron ginjal.Berbentuk seperti tabung yang terdiri
dari dua ruang yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang
dipisahkan oleh membran semi permeabel. Di dalam dialiser cairan dan molekul
dapat berpindah dengan cara difusi, osmosis, ultrafiltrasi, dan konveksi. Dialiser
yang mempunyai permebilitas yang baik mempunyai kemampuan yang tinggi
dalam membuang kelebihan cairan, sehingga akan menghasilkan bersihan yang
lebih optimal (Brunner & Suddarth, 2001; Black, 2005 ).
3. Dialisat
Diasilat merupakan cairan yang komposisinya seperti plasma normal dan
terdiri dari air dan elektrolit, yang dialirkan kedalam dialiser. Dialisat digunakan
untuk membuat perbedaan konsentrasi yang mendukung difusi dalam proses
hemodialisa. Dialisat merupakan campuran antara larutan elektrolit, bicarbonat,
dan air yang berperan untuk mencegah asidosis dengan menyeimbangkan asam
basa.Untuk mengalirkan dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan
kecepatan aliran dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan
aliran dialisat yang disebut Quick Of Dialysate (Qd). Untuk mencapai hemodialisa yang adekuat Qd disarankan adalah 400-800 mL/menit (Pernefri, 2003).
4. Akses vascular
Akses vascular merupakan jalan untuk memudahkan pengeluaran darah
dalam proses hemodialisa untuk kemudian dimasukkan lagi kedalam tubuh
memungkinkan aliran darah sebanyak 200-300 mL/menit untuk mendapat hasil
yang optimal. Akses vaskular dapat berupa kanula atau kateter yang dimasukkan
kedalam lumen pembuluh darah seperti sub clavia, jungularis, atau femoralis.
Akses juga dapat berupa pembuluh darah buatan yang menyambungkan vena
dengan arteri yang disebut Arteorio Venousus Fistula/Cimino (Pernefri, 2003). 5. Quick of blood
Qb adalah banyaknya darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit dan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bersihan ureum. Peningkatan Qb
akan meningkatkan peningkatan jumlah ureum yang dikeluarkan sehingga
bersihan ureum juga meningkat. Dasar peningkatan aliran (Qb) rata rata adalah 4
kali berat badan pasien. Qb yang disarankan untuk pasien yang menjalani
hemodialisa selama 4 jam adalah 250-400 m/Lmenit (Daugirdas, 2007;
Gatot,2003).
D. Proses Hemodialisa
Proses hemodialisa dimulai dengan pemasangan kanula Inlet kedalam pembuluh darah arteri dan kanulaoutlet kedalam pembuluh darah vena, melalui fistula arteorivenosa (Cimino) yang telah dibuat melalui proses pembedahan.
Sebelum darah sampai ke dialiser, diberikan injeksi heparin untuk mencegah
terjadinya pembekuan darah. Darah akan tertarik oleh pompa darah (blood pump)
melalui kanula inlet arteri kedialiser dan akan mengisi kompartemen 1 (darah).
Sedangkan cairan dialisat akan dialirkan oleh mesin dialisis untuk mengisi
Didalam dialiser terdapat selaput membran semi permeabel yang
memisahkan darah dari cairan dialisat yang komposisinya merupai cairan tubuh
normal. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah akan dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang
berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air
dapat dikendalikan dengan menciptakan Gradien tekanan, Gradien ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisisKarena pasien tidak dapat mengekskresikan air,
kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia
atau keseimbangan cairan. Sistim bufer tubuh dipertahankan dengan penambahan
asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat kedalam darah pasien dan
mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat.
Setelah terjadi proses hemodialisa didalam dialiser, maka darah akan
dikembalikan kedalam tubuh melalui kanula outlet vena. Sedangkan cairan
dialisat yang telah berisi zat toksin yang tertarik dari darah pasien akan dibuang
oleh mesin dialisis oleh cairan pembuang yang disebut ultrafiltrat. Semakin
banyak zat toksik atau cairan tubuh yang dikeluarkan maka bersihan ureum yang
dicapai selama hemodialisa akan semakin optimal (Depkes, 1999; Bruner &
E.Metode Hemodialisa
Dalam melaksanakan hemodialisa dikenal beberapa macam metode, yaitu :
1) Continuous Peritoneal Ambulatory dialisis (CAPD).
CAPD atau dialisis peritoneal ambulatorik kontinyu merupakan sesuatu
bentuk dialisis yang dilakukan pada banyak pasien penyakit renal stadium
terminal. Dialisis peritoneal tradisional memerlukan perawat dan teknisi yang
terampil untuk melaksanakan prosedur ini. Dialisis peritoneal tradisional
dilakukan secara intermiten sehingga diperlukan beberapa tahap yang biasanya
berlangsung selama 6 hingga 48 jam untuk tiap tahap, dan selama pelaksanaan
dialisis ini pasien harus berada keadaan imobilisasi. Berbeda dengan dialisis
peritoneal tradisional, CAPD bersifat kontinyu dan biasa dapat dilakukan
sendiri. Metode ini bisa dikerjakan di rumah oleh pasien. Kadang-kadang
anggota keluarga dilatih agar dapat melaksanakan prosedur tersebut bagi
paasien. Tekniknya disesuaikan menurut kebutuhan fisiologik pasien akan
terapi dialisis dan kemampuannya untuk mempelajari prosedur ini. Metode
CAPD harus dapat dipahami oleh pasien serta keluarganya, dan diperlukan
petunjuk yang adekuat untuk menjamin agar mereka merasa aman serta yakin
dalam melaksanakannya.
2) High-Flux Dialisis.
Dialisis aliran tinggi ini mengacu kepada cara dialisis dengan
menggunakan membran baru yang meningkatkan klirens molekul dengan berat molekul kecil dan sedang. Mebran ini digunakan bersama dengan laju aliran
dialisertradisional (500-800 ml/menit), dan aliran cairan dialisat yang cepat
(800 ml). Dialisis aliran tinggi akan meningkatkan efisiensi terapi sementara
lamanya dapat dikurangi dan kebutuhan akan heparin diperkecil. Namun, tidak
semua unit pelayanan dialisis yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan
dialisis aliran tinggi ini dan dengan demikian metode ini bukanlah metode yang
rutin dilakukan.
3) Continuous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH).
Merupakan metode lain untuk menggantikan sementara fungsi ginjal.
Metode ini dilakukan di tempat tidur dalam ruang perawatan intensif untuk
pasien muatan cairan berlebih akibat gagal ginjal oligurik (keluaran urin yang rendah) atau untuk pasien ginjal, dimana ginjal tidak mampu lagi menghadapi
kebutuhan nutrisi atau metabolik yang tinggi dan akut. Darah dialirkan oleh tekanan darah pasien sendiri melewati sebuah filter dengan volume kecil serta
resistensirendah, dan bukan oleh tekanan pompa darah seperti yang dilakukan
pada hemodialisis. Darah mengalir dari arteri (via pirauarteriovenosa atau kateter arteri) kedalamhemofilter. Di sini cairan, elektrolit dan produk limbah
Nitrogen yang berlebihan dikeluarkan melalui ultrafiltrasi. Kemudian darah tersebut dikembalikan kedalam sirkulasi darah pasien melewati
pirauarteriovenosa vena lengan atau kateter vena. Ultrafiltrat yang dihasilkan dan mengandung solut yang tidak diinginkan kemudian dibuang. Cairan
Proses hemofiltrasi berlangsung lambat dan kontinyu sehingga sesuai bagi pasien dengan sistem kardiovaskuler yang tidak stabil. Cara ini tidak memiliki gradien konsentrasi sehingga yang terjadi hanya filtrasi cairan.
Elektrolitdiekskresikan hanya jika terbawa dan dikeluarkan bersama cairan. 4) Continuous Arteriovenous Hemodialysis (CAVHD).
Memiliki banyak karakterstik CAVH tetapi cara ini memiliki kelebihan
berupa gradien konsentrasi, untuk memudahkan klirens atau pengeluaran ureum. CAVHD dilaksanakan dengan mengalirkan cairan dialisat pada salah
satu sisi membran semipermeabel. Aliran darah melewati sistem tersebut
berganung pada tekanan arteri pasien seperti pada CAVHD; pompa darah tidak
digunakan seperti pada hemodialisis standar.
Kelebihan utama dari CAVH dan CAVHD adalah bahwa kedua metode ini
tidak menimbulkan perpindahan cairan yang cepat sehingga tidak
membutuhkan mesin dialisis atau petugas dialisis untuk melaksanakan
prosedur tersebur. Kedua metode tersebut juga dapat segera dikerjakan di
rumah sakit tanpa fasilitas dialisis. Akses ke sistem vaskuler untuk prosedur ini
dapat dilakukan melalui fistula interna yang sudah dibuat sebelumnya (seperti yang digunakan untuk hemodialisis) atau melalui kanulasi pembuluh darah
femoralis atau radialis. Gradien tekanan diperlukan untuk menghasilkan filtrasi yang optimal; dengan demikian kanulasi arteri vena femoralis akan menghasilkan gradien yang diperlukan antara tekanan arteri dan vena
Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang
direkomendasikan untuk mendapat hasil yang adekuat pada gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa (NKF-/DOQI, 2000).Tujuan adekuasi hemodialisa
diperlukan untuk menilai efektivitas tindakan hemodialisa yang dilakukan.
Hemodialisa yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan
memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktifitasnya seperti
biasa. Hemodialisis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan kerugian
material dan menurunnya produktifitas pasien hemodialisa.Hemodialisa yang
tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bersihan ureum
yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang,dan kesalahan dalam
pemeriksaan laborotorium (ureum darah).
Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang
diberikan harus memperhatikan hal- hal berikut :
a. Time of Dialisis
Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam
perminggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap
kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3kali/ minggu
maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam.
b. Interdiaalytic Time
Adalah waktu interval atau frekwensi pelaksanaan hemodialisa yang
berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisa
dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di
pertimbangan bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya
hemodialisa 2kali/minggu (Gatot, 2003).
F. Pengukuran adekuasi hemodialisa
Hemodialisa dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang
direncanakan. Untuk itu, sebelum hemodialisa dilaksanakan harus dibuat suatu
peresapan untuk untuk merencanakan dosis hemodialisa, dan selanjutnya
dibandingkan dengan hasil hemodialisis yang telah dilakukan untuk menilai
keadekuatannya. Adekuasi hemodialisa diukur secara kuantitatif denga n
menghitung kt/V yang merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisa
dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh (Eknoyan,2000 ; Owen, 2000).
Konsesus Dialisis pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia
adekuasi hemodialisa dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisa 10-15 jam
perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisa 3 kali/ minggu diberi target Kt/V
1,2 sedangkan pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali/ minggu diberi target
Kt/V 1,8 K/DOQI (2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap
pelaksanaan hemodialisa adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.
Penghitungan Kt/V dapat dilakukan denga menggunakan rumus daugirdas sebagai
berikut :
Kt/V = - In (R-0,008t) + (4-3,5R) x (BB pre dialisis – BB post dialisis) BB post dialisis
Keterangan :
K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/ menit
R : Ureum post dialisis
Ureum pre dialisis
t : Lama dialisis (jam)
V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki- laki 65 % BB/ berat badan dan wanita
BB berat badan).
Konsesus dialisis pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi
hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal 6 bulan sekali.
Secara klinis hemodialisa dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam
keadaan baik, merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup
pasien semakin panjang.
G. Manfaat Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan:
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam
urat.
2) Membuang kelebihan air.
3) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5) Memperbaiki status kesehatan penderita (Lumenta, 2001).
H. Komplikasi pada Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada
1) Hipotensi.
2) Kram otot.
3) Mual atau muntah.
4) Sakit kepala.
5) Sakit dada.
6) Gatal- gatal.
7) Demam dan menggigil.
8) Kejang (Lumenta, 2001).
I. Penatalaksanaan Diet pada Pasien Hemodialisa
Anjuran die t didasarkan pada frekuensi hemodialisa, sisa fungsi ginjal, dan
ukuran tubuh. Sangat perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam
batas-batas diet yang di tetapkan.
1) Tujuan diet
Tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis adalah:
a) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status
gizi, agar pesien dapat melakukan aktifitas normal.
b) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan.
2) Syarat diet
Syarat-syarat diet dengan dialisis adalah:
b) Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB
ideal/hari.
c) Karbohidrat cukup, yaitu 55-75 % dari kebutuhan energi total.
d) Lemak normal, yaitu 15-30 % dari kebutuhan energi total.
e) Natrium diberikan seseuai jumlah urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk
tiap 1/2 liter urin.
f) Kalium sesuai dengan urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk tiap 1 liter
urin.
g) Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen kalsium.
h) Fosfor dibatasi, yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.
i) Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin /24 jam ditambah 500-750 ml.
j) Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B12,
asam folat dan vitamin C.
k) Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enteral yang mengandung
energi dan protein tinggi (Almatsier, 2008).
3) Jenis diet dan indikasi pemberian
Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan
berat badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus direncanakan
perorangan.
Berdasarkan berat badan dibedakan 3 jenis diet dialisis:
a) Diet dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ±
b) Diet dialisi II, 65 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ±
60 kg.
c) Diet dialisis III, 70 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ±
65 kg (Almatsier, 2008).
4) Contoh-contoh makanan yang dianjurkan:
a) Nasi. k) Bihun.
b) Jagung. l) Kentang.
c) Makaroni. m) Mie.
d) Tepung-tepungan. n) Singkong.
e) Ubi. o) Selai.
f) Madu. p) Telur.
g) Daging ayam. q) Daging.
h) Ikan. r) Susu.
i) Minyak jagung. s) Minyak sawit.
j) Semua sayuran dan buah-buahan kecuali yang mengandung kalium tinggi
seperti: pisang, tomat, ubi jalar, kelapa muda, nangka, bayam, sawi, durian,
petai, jantung pisang.
Makanan yang tidak dianjurkan:
a) Kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu.
b) Kelapa.
c) Santan.
d) Minyak kelapa.
f) Lemak hewan.
g) Sayuran dan buah kalium tinggi (Sutomo, 2007).
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet
a Faktor Internal
1) Pendidikan
Secara luas pendidikan mencakup selurun proses kehidupan, berupa
interaksi individu dengan lingkungan, baik secara formal maupun informal
proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah
perilaku individu maupun kelompok, seperti individu yang berpendidikan
S1, perilakunya akan berbeda dengan yang berpendidikan SLTP (Sunaryo,
2004).
Adapun unsur- unsur pendidikan yaitu:
a) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok) dan pendidik
(pelaku pendidik).
b) Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).
c) Output perilaku (Notoatmodjo, 2003).
2) Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu dari
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
perhatian dan perhatian terhadap objek, sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera
penglihatan (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan juga dapat mempengaruhi
perilaku seseorang (Notoadmojo, 2007)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Notoatmodjo (2003) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni:
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b) Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial, yaitu orang telah memulai perilaku baru.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas
3) Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan adanya konotasi kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu, yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial, sikap seseorang dapat mempengaruhi
perilaku positif maupun negatif, seperti sikap pasien hemodialisa terhadap
pentingnya kepatuhan diet. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan tersebut
merupakan kecendrungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu.
Apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon (Azwar, 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Dalam sikap positif kecendrungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu sedangkan dalam
sikap negatif kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
tidak menyukai objek tertentu. Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini
penting sekali (purwanto, H, 1998).
Newcomb, seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap
itu merupakan kesiapan atau kesedi dan bukan merupakan pelaksaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan motiv tertentu. Sikap belum merupakan
suatu perilaku. Sikap itu masih me rupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan bereaksi terhadap suatu objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoadmojo, 2003)
4) Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau mekhluk
hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua
makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktifitas
masing- masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai
bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan,
antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan
sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah kegiatan, baik ya ng dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo, 2003).
5) Motivasi
Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik
disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam individu
atau datang dari lingkungan, motivasi yang baik adalah motivasi yang
datang dari dalam diri sendiri, bukan pengaruh lingkungan. Contohnya:
pasien hemodialisa termotivasi untuk mentaati dalam menjalankan
b. Faktor exsternal
1) Budaya
Budaya menurut Ivan (2001), merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam
cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama,
rekreasi dan hiburan, dalam arti sempit budaya sebagai kesenian,
adat-istiadat atau peradaban manusia (Sudiharto, 2005). Budaya adalah sesuatu
yang kompleks yang mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hukum, kebiasaan dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia
sebagai anggota komuitas setempat, menurut pandangan antropologi
tradisional, budaya dibagi me njadi dua, yaitu budaya material dan budaya
non material. Budaya material dapat berupa objek, seperti pakaian, seni,
benda-benda kepercayaan, atau makanan. Budaya non material mencakup
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang
akan dilakukan (Notoatmojo, 2005). Syarat kerangka penelitian adalah harus
didasarkan pada teori yang ada. Adanya hubungan antara variabel, dan berupa
gambar atau diagram.
Program diet bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisa sangat
penting. Apabila pasien tidak patuh akan merugikan pasien itu sendiri karena akan
mempercepat jadwal terapi yang secara tidak langsung akan memperberat biaya
terapi dan dari segi waktu akan mengganggu aktifitas pasien itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor- faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet di
RSUD Kota Dumai.
Adapun kerangka Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan sebagai
Skema 3.1
Kerangka Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet:
Faktor Internal:
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Sikap
4. Perilaku
5. Motivasi
Faktor Eksternal:
1. Budaya
3.2. Kerangka Operasional
Tabel 3.1
Kerangka Operasional Faktor-Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet
No Variabel Definisi Operasional
c.Sikap Reaksi atau
d.Perilaku Tindakan pasien hemodialisadala
e.Motivasi Doronganatau penggerak
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Pe nelitian
Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yang
tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan gambaran faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalammenjalani pola diet di
ruang hemodialisa RSUD Kota Dumai
4.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2009). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai. Berdasarkan survey awal dari data
RSUD Kota Dumai Januari sampai Desember 2011 jumlah populasi adalah 448
orang.
2. Sampel
Tehnik pengambilan sample yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu teknik penempatan sample dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan dikehendaki peneliti (Notoadmojo,S 2005).
Pengambilan populasi kurang 100, maka lebih baik di ambil semuanya sehingga
penelitinya merupakan penelitian populasi, tetapi jika populasi lebih dari 100
(Suharsimi, 2007). Maka peneliti mengambil 10% dari 448 orang sehingga
jumlah sample dalam penelitian ini 44 orang.
Jumlah Sampel ada 44 tetapi sampel yang diteliti hanya 39 orang, 3 orang
(drop out), karena tidak bersedia menjadi sampel pada penelitian ini.
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai di
ruangan hemodialisa. Lokasi ini dipilih karena belum pernah dilakukan penelitian
dan merupakan Rumah Sakit Umum milik pemerintah sekaligus sebagai rumah
sakit pendidikan di kota Dumai. Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2012.
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Dumai. Dalam penelitian ini responden akan diberi informasi
tentang sifat, manfaat, tujuan dan proses penelitian. Kemudian diberikan lembar
persetujuan yang akan ditandatangani sebagai bukti kesediaannya menjadi
responden (informed consent). Dalam hal ini peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti
kegiatan penelitian (Self Determination). Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada
kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan
sebagai hasil penelitian (confidentiality) (Nursalam, 2009).
4.5. Instrument Penelitian
Insrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kusioner).
Data lembar kuesioner berisi data demografi dan data kuesioner tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani
pola diet. Kuesioner tentang data demografi meliputi: kode responden, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, lama menjalani hemodialisa dan frekwensi hemodialisa dalam
satu minggu. Sedangkan kuesioner tentang faktor- faktor yang mempengaruhi
ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet yaitu faktor internal terdiri
dari: pendidikan, pengetahuan, sikap, perilaku, motivasi dan faktor eksternal
yaitu budaya. Jumlah pertanyaan adalah 43 pertanyaan yang dibuat sendiri oleh
peneliti. Unsur-unsur pertanyaan pada penelitian menggunakan kuesioner cek list.
Pengisian pada kusioner pendidikan menggunakan pengisian cek list dengan menggunakan skala Rating, jawaban untuk pengetahuan berdasarkan pilihan yang telah disediakan yaitu “Benar” atau “Salah”. Pernyataan positif dan jawaban benar
diberi nilai 1 sedangkan jawaban salah diberi nilai 0. Pernyataan negative dan
jawaban benar diberi nilai 0 sedangkan jawaban salah diberi nilai 1. Untuk
perilaku dan budaya menggunakan skala Guttman menggunakan jawaban sudah ada hanya memilih “Ya” atau “Tidak”. Pernyataan positif jawaban ya diberi nilai
1 dan jawaban tidak diberi nilai 0, sedangkan untuk pernyataan negatif jawaban
menggunakan skala Likert. Setiap soal terdiri dari pernyataan Favorable (positif) dan Unfavorable (negatif). Setiap pernyataan dengan bentuk pertanyaan dan dukungan yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut, untuk pernyataan
positif sangat setuju (SS) nilai 4, setuju (S) nilai 3, tidak setuju (TS) nilai 2, sangat
tidak setuju (STS) nilai 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif sangat setuju (SS)
nilai 1, setuju (S) nilai 2, tidak setuju (TS) nilai 3, sangat tidak setuju (STS) nilai
4. Rumus berdasarkan statistik dimana p = rentang/banyak kelas,menurut wahyuni
(2011) dimana panjang kelas dan rentang adalah nilai tertinggi dikurangi nilai
terendah.
4.6. Validitas dan reabilitas Instrumen Penelitian
4.6.1. Uji Validitas
Validitas isi merupakan sebuah instrument pengukuran yang mengukur
sampai sejauh mana instrument tersebut dapat mewakili faktor yang diteliti.
Beberapa pakar dilapangan yang menguasai topik studi tersebut kemudian
diminta untuk menguji setiap poin dan untuk menilai seberapa jauh poin dan
instrument keseluruhan mewakili area isi yang tadi sudah ditetapkan (Dempsey &
Dempse, 2002). Uji validitas penelitian ini dilakukan oleh 3 orang ahli yang
berkompeten. Jumlah pertanyaan dan pernyataan sebanyak 43. Pernyataan
pengetahuan, no 6, 20, 21, 22 dinyatakan bias dan pertanyaan perilaku,
pertanyaan no 5 dinyatakan bias serta pernyataan motivasi, pernyataan no 3, 4, 5
dinyatakan bias. Setelah diperbaiki dan dikonsulkan lagi dengan 3 orang ahli lalu
4.6.2 Uji Realibilitas
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
instrument cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat
pengumpulan data.Sebuah instrument disebut reliable jika instrument itu
melakukan apa yang seharusnya dilakukan dengan cara yang sama (Demsey &
Dempsey, 2002). Dalam penelitian in, kuesioner faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet,
telah diuji reliabilitas dengan metode uji satu kali pada 30 pasien hemodialisa di
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan menggunakan rumus formula cronbach’s alfadan didapat nilai 0,809 sehingga sehingga semua aitem pertanyaan dan pernyataan dinyatakan reliabel. Setiadi (2007) menyatakan dengan instrumen
dengan koefisien ya ng berada diantara 0,60-0,89 dikatakan reabilitas sedang .
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Tahap awal peneliti mengirimkan surat izin permohonan uji validitas
instrumen dan izin Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utarayang
ditujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kota Dumai dan RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. Peneliti mengurus surat izin instrumen di Rumah Sakit Umum Kota
Dumai untuk kemudian menyampaikan izin penelitian ini kepada penanggung
jawab unit hemodialisa di Rumah Sakit tersebut. Menemui kepala ruangan untuk
mengimformasikan kepada calon responden serta pengambilan data.
Mengidentifikasi responden berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dengan
memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian dan Informed concent
pada responden dan keluarganya. Pada saat penelitian, peneliti mengikuti jadwal
hemodialisa tersebut. Peneliti mengurus melaksanakan pengumpulan data
penelitian setelah mendapat izinproses pengisian kuisio ner, kemudian responden
yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Penelitian ini
dilakukan setelah pasien melakukan terapi hemodialisa dengan terlebih dahulu
membuat kontrak dengan pasien, kemudian membagikan kusioner yang diisi
langsung oleh responden dan peneliti menggigatkan agar semua pertanyaan diisi
lengkap. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti maka responden dapat
menanyakan langsung kepada peneliti. Setelah kusioner selesai diisi langsung
dikembalikan kepada peneliti, jika ada kusioner yang belum terisi lengkap maka
peneliti meminta kepada responden untuk melengkapi jawaban yang belum terisi.
Setelah semua data yang dibutuhkan lengkap, dilakukan tahap selanjutnya yaitu
pengolahan data.
4.8. Pengolahan Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap dengan cara sebagai berikut:
a . Editing
Setelah kuisioner selesai diisi kemudian langsung dikumpul oleh peneliti,
selanjutnya diperiksa kelengkapan datanya, apakah data dapat dibaca atau tidak
b. Coding
Untuk mempermudah penelitian dalam pengumpulan data, peneliti
memberikan kode pada pada lembaran kuisioner.
c. Entry
Setelah data dikumpul untuk selanjutnya diolah dalam analisa data
kemudian dimusnahkan.
d. Cleaning
Data yang sudah ada dilengkapi lagi kelengkapannya, jika ada data yang
sudah dimusnahkan ternyata tidak lengkap, maka sampel dianggap gugur dan
diambil sampel baru.
e. Processing
Kemudian selanjutnya data diproses dengan mengelompokkan data
kedalam variabel yang sesuai.
f. Analisa data.
Analisa data menggunakan program komputer dengan analisa univariat.
Analisa univariat ialah suatu analisa terhadap setiap variabel dari hasil penelitian
yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dan proporsi
dari berbagai variabel yang diteliti. Setelah data dikumpulkan dengan kuesioner,
peneliti memeriksa kelengkapan data. Apabila belum lengkap responden diminta
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai
Faktor- faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam
menjalani pola diet di Ruang Hemodialisa RSUD Kota Dumai yang dilakukan
penelitian bulan Oktober 2012.
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dijabarkan tentang karakteristik responden dan Faktor-
faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet di
Ruang Hemodia lisa RSUD Kota Dumai.
5.1.1. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien hemodialisa dalam pola diet di RSUD Kota Dumai (n=39)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama
menjalani hemodialisa dan frekwensi hemodialisa dalam 1 minggu.Responden
yang menjalani hemodialisadi RSUD Kota Dumai berjumlah 39 orang yang
menjadi responden pada penelitian ini didapat karakteristik responden yaitu,
sebagian besar responden berusia < 44 tahun sebanyak 28 responden (71,79 %),
berdasarkan jenis kelamin sebagian besar laki- laki sebanyak 24 responden (61,54
%),kurang dari setengah tidak bekerja sebanyak 16 responden (41,03%).
Seluruhnya responden yang menjalani hemodialisa selama 5 jam sebanyak 39
responden (100 %), dan yang menjalankan frekwensi hemodialisa 2 kali/minggu
seluruhnya 39 responden (100 %). Karakteristik responden dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Pasien Hemodialisa Dalam Pola Diet
No Variabel Dependen Frekwensi Persentase (%)
Berdasarkan hasil penelitian didapat data yang menunjukkan bahwa Dari
39 responden lebih dari setengah mempunyai Pendidikan tinggi (56,4 %)
selebihnya mempunyai pendidikan rendah (43,6 %), Pengetahuan rendah yaitu
sebanyak 21 responden (53,8%), sikap responden mayoritas positif yaitu sebanyak
21 responden (53,8 %), berdasarkan perilaku mayoritas kategori baik yaitu
sebanyak 21 responden (53,8 %). Berdasarkan motivasi mayoritas kategori kurang
sebanyak 21 responden (53,8%), berdasarkan budaya mayoritas sebanyak 26
responden (66,7 %).
2. Pembahasan
2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Pasien
Hemodialisa Dalam Menjalani Pola Diet
2.1.1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Menurut Sunaryo (2004), bahwa secara luas pendidikan mencakup
seluruh proses kehidupan, berupa interaksi individu dengan lingkungan,
baik secara formal maupun informal proses dan kegiatan pendidikan pada
dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok, seperti
individu yang berpendidikan S1, perilakunya akan berbeda dengan yang
berpendidikan SLTP. Data yang didapat Di RSUD Kota Dumai lebih dari
setengah responden berpendidikan tinggi yaitu Perguruan
Tinggi/Akademik. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi
pendidikan seseorang semakin baik analisa seseorang terhadap sesuatu
contohnya kepatuhan dalam menjalani pola diet. Sejalan dengan hasil
penelitian Wuyung (2008) yang menyatakan bahwa pendidikan
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam ketidakpatuhan
pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet yang benar. Adapun
responden yang bependidikan rendah yaitu SD, SMP, SMA sebanyak 17.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap
ketidakpatuhan pasien dalam pola diet. Sesuai dengan pernyataan
Notoatmojo (2003), pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan.
b. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (53,8%)
responden di RSUD Kota Dumai mempunyai tingkat pengetahuan rendah.
Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang diterima oleh
responden tentang pentingnya pola diet yang benar dan harus dipatuhi
apabila menjalani terapi hemodialisa, responden kurang mencari
informasi karena pengetahuan bisa juga didapat dari informasi- informasi
seperti membaca dan pengalaman dari sesama pasien yang hemodialisa
serta penyuluhan. Sesuai dengan pernyataan (Notoatmodjo, 2007),
pengetahuan atau kognitif merupakan desain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang dan mempengaruhi perilaku seseorang.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wuyung
(2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan mempengaruhi kepatuhan
Dari hasil penelitian didapat juga bahwa sebanyak 18 responden
(46,2%) mempunyai pengetahuan tinggi. Ini menggambarkan bahwa
tingkat pengetahuan yang dimiliki responden di RSUD Kota Dumai baik
terhadap sesuatu hal yang akan mudah untuk mengaplikasikan
pengetahuannya tersebut terhadap kepatuhan dalam menjalani pola diet.
Hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar responden berumur
lebih dari 43 tahun sebanyak 28 orang (71,79 %), hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuannya lebih baik karena pengalaman dan tingkat
kematangan yang tinggi. Pernyataan diatas sesuai dengan pendapat
Huclok (1998) dikutip dari Nursalam (2001), semakin cukup usia
seseorang maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja.
c. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek. Sikap seseorang dapat mempengaruhi perilaku positif
maupun negatif, seperti sikap pasien hemodialisa terhadap pentingnya
kepatuhan dalam menjalani pola diet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lebih dari setengah (53,8%)responden bersikap positif. Hal ini
menggambarkan bahwa sikap menentukan dalam tingkah laku
seseorangdalam memutuskan untuk selalu taat me njalani pola diet yang
benar. Semakin positif sikap responden, semakin cendrung untuk mentaati
pola diet yang telah ditetapkan dan yang harus dipatuhi serta sikap positif
menjalani pola diet. Seperti apa yang diungkapkan oleh Notoatmojo
(2003) bahwa sikap yang positif dari pasien yang menjalankan terapi
hemodialisa harus mendapat dukungan dari anggota keluarga yang lain
seperti suami, istri, orang tua dan anak-anaknya sehingga lebih termotivasi
dalam menjalani pola diet yang benar.
Dari hasil penelitian juga didapat bahwa sebanyak 18 (46,2%)
responden memiliki sikap negatif. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya
dorongan dari keluarga dan kesibukan dari aktifitas sehari- hari keluarga
yang menyebabkan pasien hemodialisa di RSUD Kota Dumai tidak patuh
dalam menjalani pola diet.
d. Perilaku
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (53,8%)
responden memiliki perilaku positif. Ini menggambarkan bahwa pasien
hemodialisa di RSUD Kota Dumai tersebut dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatannya seperti misalnya membaca buku, mengikuti
penyuluhan, menjalankan program diet dengan cara mempunyai catatan
menu sehari- hari, jumlah makanan yang boleh dikonsumsi, makanan apa
saja yang boleh dan tidak boleh, dan mengendalikan stres. Oleh Karena itu
perilaku sangat berpengaruh terhadap kepatuhan pasien hemodialisa dalam
menjalani pola diet. Hal ini sejalan dengan pernyataan Notoatmojo (2003)
bahwa manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan
kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan, antara lain:
Perilaku manusia adalah kegiatan baik yang dapat diamati langsung
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Dari hasil penelitian juga didapat sebanyak 18 (46,2%) responden
memiliki perilaku negatif. Ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran pasien
hemodialisa dalam usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
seperti misalnya istirahat yang cukup, menjaga menu yang seimbang dan
gaya hidup yang positif. Sesuai dengan pernyataan Notoatmojo (2003)
bahwa walaupun perilaku baik cukup tinggi namun jika tidak didukung
oleh kondisi dan lingkungan maka sesuatu hal akan sulit juga dihasilkan
(Notoatmodjo, 2003).
e. Motivasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (53,8%)
responden mempunyai motivasi kurang. Ini disebabkan oleh pasien
hemodialisa di RSUD Kota Dumai kurang mendapat dukungan dari
keluarga dalam menjalani pola diet karena keluarga merupakan orang
terdekat pasien hemodialisa dalam pengambilan keputusan terhadap
kepatuhan dalam menjalani pola diet. Sesuai dengan pernyataan Handoko
(2001) bahwa Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang
dari lingkungan seperti keluarga.
Dari hasil penelitian juga didapat bahwa sebanyak 18 responden
(46,2%) memiliki perilaku baik. Ini menggambarkan bahwa motivasi
sangat mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola
hadiah/reward tapi disebabkan oleh minat, keinginan, kebutuhan untuk mendapatkan informasi atau memecahkan masalah atau keinginan untuk
mengerti, terutama dalam kepatuhan dalam menjalani pola diet seperti
misalnya mengetahui tujuan pola diet, tertarik jika petugas kesehatan
memberikan penyuluhan tentang program diet, dengan senang hati
mentaati program diet tanpa paksaan dari keluarga, dan senang jika
program diet yang diberikan berhasil. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Handoko (2001) bahwa motivasi yang baik adalah motivasi yang datang
dari dalam diri sendiri bukan pengaruh lingkungan, contohnya pasien
hemodialisa termotivasi untuk mentaati dalam menjalani program diet.
2.1.2. Faktor Eksternal
a. Budaya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (66,7%)
responden memiliki budaya baik. Ini menggambarkan bahwa pasien
hemodialisa di RSUD Kota Dumai mempunyai nilai- nilai dan keyakinan
yang baik terhadap pengambilan keputusan untuk mendapatkan kesehatan
yang optimal melalui ketaatan dalam menjalani pola diet seperti misalnya
meyakini akan banyaknya kerugian yang didapat jika tidak menjalani
program diet, mencari informasi tentang pola diet yang benar. Sudiharto
(2005) menyatakan bahwa budaya adalah sesuatu yang kompleks yang
mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan
kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota
Dari hasil penelitian juga didapat bahwa sebanyak 13 (33,3%)
responden mempunyai buruk. Hal ini disebakan oleh pasien hemodilaisa di
RSUD Kota Dumai memiliki cara pandang yang negatif karena memiliki
tidak memiliki keyakinan untuk hidup lebih baik dan cendrung tidak
menjalani pola diet dengan benar bahkan sering melanggar program diet
yang telah ditetapkan pada pasien yang menjalankan terapi hemodialisa
seperti misalnya kebiasaan pada keluarga untuk harus mengkomsumsi
suatu makanan tertentu pada waktu tertentu, kebiasaan dilingkungan
tempat tinggal tidak boleh ada pantangan dalam mengkomsumsi makanan,
serta meyakini bahwa setelah menjalani program diet tidak mendapatkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam pola diet di ruang
hemodialisa RSUD Kota Dumai dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dari hasil distribusi frekwensi faktor faktor yang mempengaruhi ketidak
patuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet yaitu lebih dari setengah
responden memiliki Pendidikan tinggi, lebih dari setengah responden memiliki
penge tahuan rendah, lebih dari setengah responden memiliki sikap positif, lebih
dari setengah responden memiliki perilaku baik, lebih dari setengah responden
memiliki motifasi kurang, dan sebagian besar responden memiliki budaya baik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut ada beberapa saran yang dapat
disampaikan peneliti antara lain:
1. Bagi instansi RSUD Kota Dumai
Diharapkan agar lebih aktif lagi dalam memberikan bimbingan ataupun
penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mematuhi pola diet, dan juga
memberikan motivasi yang positif dalam menjalankan pola diet sehingga
2. Bagi pendidikan
Diharapkan bagi pendidikan keperawatan agar dapat menjadikan hemodialisa
sebagai materi sehingga bisa menerapkan dalam praktek keparawatan di
lapangan
3. Bagi responden
Diharapkan kepada pasien hemodialisa mematuhi program diet yang telah
ditentukan serta dapat meningkatkan kesadaran dan motivasi terhadap
pentingnya perilaku yang taat dalam menjalankan pola diet.
4. Bagi Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk penelitian
selanjutnya dalam meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet. Sebaiknya
menambahkan suku pada karakteristik responden, sampel yang diambil
khusus pasien hemodialisa yang tidakpatuh dalam menjalani pola diet, Dan
pada instrumen dibuat pernyataan yang menyangkut kriteria pasien
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, (2002). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Edisi V. Jakarta: PT Rineka Cipta
Aziz, A.H. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika Almatsier, S. (2008). Penuntun diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Baradero, M., Dayrit, MW., dan Siswadi, Y. (2009). Seri asuhan keperawatan klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC
Black, J.M, Hawks., J.H, (2005). Medical Surgial Nursing Clinical Managemen for Positive Outcome 7th Edition, Philadelphia : W.B Saunders Company. Burton, J. L. (1990). Buku segi praktis penyakit dalam edisi ke-4. Jakarta:
Binarupa Aksara
Cahyaningsih, ND. (2009). Hemodialisis (cuci darah). Jogjakarta: Mitra Cendekia Press
Dempsey, Patricia Ann, A, (2002). Riset Keperawatan, Jakarta: EGC
Dinkes RI. (2009). Data kasus gagal ginjal di indonesia. Jakarta: Depertemen Kesehatan Republik Indonesia
Handoko, M. (2001). Motivasi daya penggerak tingkah laku. Yogyakarta: Kanisius
Harrison. (2000). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC
Hartono, A. (2008). Rawat ginjal cegah cuci darah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Hidayah, S. (2007). Metodologi penelitian. Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Hinchliff, S. (1999). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC
Lumenta. (2001). Terapi hemodialisa dan transplantasi. Diperoleh tanggal 27 April 2012dari http://www.indonesiannurse.com
Naning. (2003). Hubungan tingkat pengetahuan pasien gagal ginjal terhadap rutinitas menjalankan hemodialisa di RS Soepraoen Malang. Diperoleh tanggal 27 April 2012 dari http: //www.pernefri.org
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT.Rineka
Cipta
Notoatmodjo. (2005). Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam. (2001). Pendekatan praktis metodologi riset keperawata. Jakarta: Informedika
Rubianto. (2009). Pengobatan gagal ginjal kronik.Diperoleh tanggal 27 April 2012 dari http:// www.medicastore.com
Samsuridjal, D. (2005). Dari soal ginjal sampai kanker. Jakarta: Penerbit Buku Kompasa
Smeltzer & Bare. (1997). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol 2. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Sudiharto. (2005). Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan trankultural. Jakarta: EGC
Sunaryo. (2004).Psikologi. Jakarta: EGC
Sutomo, B. (2007). Diet rendah protein untuk penyakit gagal ginjal. Diperoleh tanggal 27 April 2012 darihttp://www.penuntundiet.co.id
Swistantoro. (2004). Kebudayaan. Diperoleh tanggal23 Mei 2012 dari http:// www.wikipedia.com