• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR

PRITA AYU PERMATASARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor” adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Prita Ayu Permatasari

(3)

RINGKASAN

PRITA AYU PERMATASARI. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN.

Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan pada akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH). RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi ekologis, salah satunya mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya. Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya.

Penelitian ini dilakukan pada Kebun Raya Bogor dari bulan Maret hingga November 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Pada metode survei, dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput dengan menggunakan alat pengukur iklim mikro digital HeavyWeather. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada siang hari pukul 12.30-13.30 WIB, yaitu ketika suhu udara memiliki nilai paling tinggi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Untuk analisis kenyamanan pada elemen iklim mikro suhu dan kelembaban udara, digunakan rumus

Temperature Humidity Index (THI). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memiliki nilai THI antara 21-27. Untuk elemen iklim mikro kecepatan angin, digunakan skala Beaufort untuk mengetahui standar kecepatan angin. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan penelitian dan survei, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH secara deskriptif.

(4)

kedua area lainnya. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis.

Berdasarkan pengukuran iklim mikro, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada di atas 30°C atau tidak dapat memberikan kenyamanan, kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,5-75,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman, sedangkan kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya.

Setelah dilakukan analisis deskriptif, diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB.

(5)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan

IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(6)

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR

PRITA AYU PERMATASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor

Nama : Prita Ayu Permatasari NRP : A44070038

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, M Si. 19660126 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kawasan Kebun Raya Bogor”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. kedua orang tua, Sudewi Arni dan Bambang Sugiri, serta kakak Priyo Prabowo Herlambang atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan kepada penulis;

2. Dr. Ir Alinda F. M. Zain, M Si. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya skripsi ini;

3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr dan Prof. Dr. Wahju Qamara Mugnisjah selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya;

4. Dr. Ir. Siti Nurisjah sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan;

5. Ibu Rismita Sari, yang telah membantu penulis selama penelitian di Kebun Raya Bogor;

6. teman-teman Arsitektur Lanskap 44 yang telah menjadi teman penulis selama ini.

Bogor, Maret 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Prita Ayu Permatasari dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 November 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bambang Sugiri, BA dan Dra. Hj. Sudewi Arni. Pada tahun 1995, penulis mengawali pendidikan formal di SDN Taman Pagelaran, Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) .

(10)

DAFTAR ISI

2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro ... 6

2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara ... 6

2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara ... 6

2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin ... 7

2.4 Kebun Raya ... 8

BAB III METODOLOGI ... 9

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 10

3.3.1 Persiapan Penelitian ... 11

3.3.2 Pengumpulan Data ... 12

3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis ... 17

BAB IV KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR ... 22

4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor ... 22

4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi ... 23

4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor ... 23

4.3.1 Topografi ... 23

4.3.2 Kondisi Iklim ... 23

4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau ... 24

4.4 Koleksi Kebun Raya Bogor ... 25

4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro ... 27

4.5.1 Area Pusat KRB ... 28

4.5.2 Area Tengah KRB ... 30

4.5.3 Area Tepi KRB ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro ... 36

(11)

5.1.2 Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak terhadap Iklim Mikro ... 45

5.1.3 Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput terhadap Iklim Mikro ... 53

5.1.4 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Suhu Udara .... 61

5.1.5 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kelembaban Udara ... 66

5.1.6 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kecepatan Angin ... 69

5.2 Analisis Kenyamanan ... 74

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Simpulan ... 77

6.2 Saran ... 78

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian ... 10

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan ... 12

Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro ... 16

Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara ... 18

Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara .. 18

Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin ... 19

Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin ... 20

Tabel 8 Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di KRB ... 62

Tabel 9 Rata-rata kelembaban udara pada struktur RTH di KRB ... 66

Tabel 10 Rata-rata kecepatan angin pada struktur RTH di KRB ... 70

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ... 3

Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin ... 7

Gambar 3 Peta Kebun Raya Bogor berdasarkan citra Google Earth 2011 ... 9

Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate StationHeavyWeather ... 10

Gambar 5 Bagan proses penelitian ... 11

Gambar 6 Bagan lokasi pengambilan data iklim ... 13

Gambar 7 Tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro... 14

Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather ... 17

Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam dalam software HeavyWeather ... 17

Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011 ... 24

Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB ... 25

Gambar 12 Peta lokasi pengambilan data iklim mikro ... 27

Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1 ... 29

Gambar 14 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 2 ... 29

Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 3 ... 30

Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 4 ... 31

Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5 ... 32

Gambar 18 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 6 ... 32

Gambar 19 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 7 ... 33

Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8 ... 34

Gambar 21 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 9 ... 35

Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon ... 38

Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon ... 39

Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon... 40

Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB ... 41

Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB ... 42

Gambar 27 Susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB ... 43

Gambar 28 Grafik suhu udara pada struktur RTH semak ... 46

(14)

Gambar 30 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak ... 48

Gambar 31 Susunan struktur RTH semak di area pusat KRB ... 49

Gambar 32 Susunan struktur RTH semak di area tengah KRB ... 50

Gambar 33 Susunan struktur RTH semak di area tepi KRB ... 52

Gambar 34 Grafik suhu udara pada struktur RTH rumput ... 54

Gambar 35 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH rumput ... 55

Gambar 36 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH rumput ... 56

Gambar 37 Susunan struktur RTH rumput di area pusat KRB ... 57

Gambar 38 Susunan struktur RTH rumput di area tengah KRB ... 58

Gambar 39 Susunan struktur RTH rumput di area tepi KRB ... 59

Gambar 40 Grafik suhu udara pada area pusat KRB ... 62

Gambar 41 Grafik suhu udara pada area tengah KRB ... 63

Gambar 42 Grafik suhu udara pada area tepi KRB... 64

Gambar 43 Grafik kelembaban udara pada area pusat KRB ... 67

Gambar 44 Grafik kelembaban udara pada area tengah KRB ... 68

Gambar 45 Grafik kelembaban udara pada area tepi KRB ... 68

Gambar 46 Grafik kecepatan angin pada area pusat KRB ... 71

Gambar 47 Grafik kecepatan angin pada area tengah KRB ... 72

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari data penelitian tahun 2008, diperoleh informasi bahwa 50 % penduduk Indonesia tinggal di kota dan tahun 2025 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 65 % atau sekitar 180 juta penduduk (Deni, 2009). Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Hal inilah yang menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia (Aprianto, 2011). Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan.

RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis (Dahlan, 2004). Fungsi estetis yang dimiliki RTH, antara lain, dapat menghasilkan keindahan dan melembutkan arsitektur bangunan. Fungsi ekologis yang dimiliki RTH bermacam-macam, salah satunya, mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin (Irwan, 2005). Semakin banyak jumlah dan jenis tanaman yang terdapat di suatu RTH, semakin tinggi kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan yang terkait dengan elemen-elemen iklim mikro seperti suhu, kelembaban, curah hujan, radiasi matahari, dan angin. RTH perlu dipertahankan keberadaannya agar dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya.

(16)

karakteristik strukturalnya maupun ukurannya. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya. Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh RTH terhadap iklim mikro pada beberapa RTH kota dengan ketinggian lokasi yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur RTH yang berbeda? 2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH yang

berbeda?

3. Apakah terdapat perbedaan kecepatan angin pada struktur RTH yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan

1. melakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH yang berbeda di Kebun Raya Bogor dan

2. mengetahui hubungan struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro.

1.4Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh nyata setiap struktur RTH (pohon, semak, dan rumput) terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin.

(17)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi Kebun Raya Bogor maupun rekomendasi pada pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bogor sehingga dapat memberikan kenyamanan iklim mikro bagi para pengunjungnya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Ruang terbuka hijau kota merupakan elemen kota yang dapat mengameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan. Secara kuantitatif, hubungan antara struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro belum banyak diketahui sehingga diperlukan pengukuran iklim mikro pada berbagai struktur RTH. Data hasil pengukuran iklim mikro selanjutnya dianalisis sehingga diketahui pengaruhnya terhadap berbagai struktur RTH. Berdasarkan hasil analisis, disusunlah suatu rekomendasi untuk memperbaiki RTH (Gambar 1).

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH sangat penting nilainya, tidak hanya dari segi fisik dan sosial, tetapi juga dari penilaian ekonomi dan ekologis serta penting bagi kesejahteraan, kesehatan, dan keamanan masyarakat sekitarnya. Menurut Simonds dan Starke (2006), ruang terbuka memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya. mempengaruhi radiasi matahari, suhu udara, pergerakan angin, dan kelembaban udara.

2. Fungsi teknis

RTH dapat digunakan untuk mengkonservasi lingkungan sehingga tidak hanya berfungsi untuk keindahan, tetapi juga untuk mengontrol lingkungan.

3. Fungsi arsitektural

RTH berfungsi untuk membentuk ruang, membatasi atau menghalangi pandangan yang tidak diinginkan, menciptakan ruang pribadi, dan meningkatkan daya tarik suatu area.

4. Fungsi estetis

(19)

2.1.2 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Struktur RTH adalah komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun RTH, sedangkan bentuk RTH adalah pola bentukan lahan yang digunakan untuk RTH (Irwan, 2005). Kombinasi antara struktur dan bentuk RTH dinamakan jenis RTH. Struktur RTH kota dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strata dua dan strata banyak. RTH kota yang berstrata dua memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan dan rumput. RTH kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan, rumput, liana, semak, terna, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam tidak beraturan, serta meniru komunitas tumbuhan alam. Menurut Irwan (2005), bentuk RTH terbagi menjadi tiga jenis:

a. bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan;

b. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau menggerombol kecil-kecil;

c. berbentuk jalur, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk lurus atau melengkung mengikuti bentukan sungai, pantai, jalan, saluran, dan sebagainya.

2.2 Iklim Mikro

(20)

2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro

RTH memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), tanaman, sebagai elemen utama pada RTH, memiliki fungsi mengendalikan iklim, yaitu sebagai kontrol radiasi matahari dan suhu, kontrol dan pengendali angin, kontrol presipitasi dan kelembaban, pengendali suara, dan penyaring udara. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui fungsi tanaman dalam memodifikasi setiap elemen iklim mikro.

2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara

Pada RTH, setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memodifikasi suhu udara. Menurut Scudo (2002), secara struktural, vegetasi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan karakteristik tertentu. Vegetasi mampu mempengaruhi suhu udara dengan cara mereduksi atau meningkatkan suhu udara. Karakteristik struktural vegetasi yang dapat mempengaruhi suhu udara adalah bentuk tajuk, penanaman, ukuran vegetasi, dan kepadatan tajuk. Selain dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman, suhu udara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada RTH. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara pada RTH. Struktur naungan dapat berupa struktur bangunan atau struktur vegetasi yang memiliki kemampuan menaungi cukup baik. Struktur naungan ini sangat membantu dalam mengurangi suhu di sekitar RTH, khususnya pada RTH yang tidak memiliki struktur RTH pohon di dalamnya.

2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara

(21)

memiliki keterkaitan dengan suhu udara. Selain karakteristik struktural tanaman, kelembaban udara dapat saja dipengaruhi oleh faktor lain seperti kedekatan RTH dengan badan air (Saputro, Fatimah, dan Sulistyantara, 2010). Standar kenyamanan iklim mikro dapat diketahui dengan menggunakan rumus

Temperature Humidity Index (THI) yang menggunakan faktor suhu dan kelembaban udara.

T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%)

Suatu RTH dapat memberikan kenyamanan jika memiliki nilai THI antara 21 dan 27 (Laurie, 1986).

2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin

Setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi arah dan kecepatan angin. Menurut Scudo (2002), vegetasi memiliki karakteristik struktural yang dapat menghalangi, menyimpangkan, menyaring, dan mengarahkan (Gambar 2).

Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin (Sumber: Boutet dalam Wardoyo (2011))

(22)

oleh struktur penghalang, kecepatan angin juga dapat dipengaruhi oleh struktur pengarah yang diletakkan pada RTH. Angin dapat mempengaruhi kenyamanan manusia berdasarkan kecepatannya. Standar kecepatan angin dapat diukur menggunakan skala Beaufort. Skala ini menggambarkan pengaruh kecepatan angin pada kondisi di alam sekitar (Anonim, 2011a).

2.4 Kebun Raya

Menurut Anonim (2011b), kebun raya adalah suatu lahan yang ditanami

berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk penelitian, kebun raya dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Tanaman yang dikoleksi pada kebun raya dipelihara dan diberi keterangan nama serta informasi lainnya yang berguna bagi pengunjung. Di dalam kebun raya, biasanya terdapat perpustakaan dan herbarium yang berfungsi untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi. Di Indonesia, terdapat empat buah kebun raya yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Eka Karya Bali.

(23)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun raya. Kebun raya dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu jenis RTH yang terdapat di area perkotaan. Kebun raya yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Kebun Raya Bogor, Kota Bogor (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2011. Waktu pengumpulan data di lapang selama tiga bulan, yaitu pada bulan Maret sampai Juni 2011 dan pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama lima bulan berikutnya.

(24)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Selama penelitian digunakan beberapa alat dan bahan seperti yang ada pada Tabel 1. Salah satu alat penting yang digunakan selama penelitian adalah

Mini Microclimate Station HeavyWeather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro digital.

Tripod kamera Meletakkan alat pengukur iklim mikro Kamera Digital Merekam kondisi lokasi pengambilan data

Peta Kawasan KRB Data map awal dalam menuntun turun lapang

AutoCad 2007 Menentukan titik pengambilan data

Software HeavyWeather Menampilkan data iklim mikro dari alat

Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate StationHeavyWeather

3.3 Metode Penelitian

(25)

menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu persiapan penelitian, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis (Gambar 5).

Gambar 5 Bagan proses penelitian

3.3.1 Persiapan Penelitian

(26)

3.3.2 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder. Berbagai jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan

No Jenis Data Parameter Sumber Data

1 Letak Batas wilayah Pengelola

Luas wilayah Pengelola

2 Fisik Topografi Pengelola

3 Iklim Suhu udara Survei, BMKG

Kelembaban udara Survei, BMKG

Kecepatan angin Survei, BMKG

4 RTH Sebaran Struktur Survei

5 Tanaman Nama spesies Survei

Bentuk tajuk Survei

Penanaman Survei

Ukuran Survei

Kepadatan tajuk Survei

(27)
(28)

Untuk menentukan lokasi tersebut pada KRB, dilakukan beberapa tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro (Gambar 7). Dari Gambar 7, terlihat bahwa lokasi penelitian terbagi menjadi tiga area. Pembagian area tersebut dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh letak area terhadap iklim mikro. Pada setiap area, dilakukan pengukuran di tiga titik. Ketiga titik berfungsi sebagai ulangan pada pengukuran di setiap area. Pada masing-masing titik dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH rumput, semak, dan pohon. Struktur RTH tersebut dipilih karena sangat sering digunakan pada RTH dan memiliki ukuran yang berbeda-beda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro.

(29)

Penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro pada Gambar 7 dilakukan dengan beberapa tahap berikut.

1. Membagi lokasi penelitian menjadi tiga area yaitu pusat, tengah, dan tepi pada peta

Pembagian area dilakukan dengan cara membagi area KRB menjadi tiga lingkaran dari pusat hingga ke tepi.

2. Menentukan lokasi pengukuran iklim mikro dengan metode sampling vegetasi garis

Metode ini dilakukan dengan cara membuat garis-garis imajiner pada peta. Setelah itu, dilakukan survei untuk mengetahui sebaran struktur RTH.

3. Memilih tiga buah garis yang melewati RTH yang memiliki keragaman struktur

Garis yang dipilih adalah garis yang melewati RTH dengan keanekaragaman struktur seperti pohon, semak, dan rumput.

4. Memilih tiga buah titik pada setiap garis yang mewakili setiap area

Titik yang dipilih harus memiliki struktur RTH pohon, semak, dan rumput di dalamnya. Titik pengambilan data yang terletak di area pusat adalah Titik 1, 2, dan 3. Titik pengambilan data yang terletak di area tengah adalah Titik 4, 5, dan 6. Titik pengambilan data yang terletak di area tepi adalah Titik 7, 8, dan 9. Setelah titik ditentukan, pada setiap titik, ditentukan struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang digunakan untuk pengukuran. Struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang dipilih pada setiap titik untuk pengambilan data adalah struktur RTH yang dilewati oleh garis imajiner. Jarak antar struktur RTH yang berbeda pada satu titik adalah sekitar 5 meter.

(30)

Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro saat pengambilan data, alat pengukur suhu dan kelembaban udara diletakkan pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah sehingga suhu yang diukur merupakan suhu tanah (ground temperature). Sementara itu, alat pengukur kecepatan angin dipasang pada tripod dan diletakkan pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah. Alat pengukur iklim mikro diletakkan di bawah naungan semak dan pohon tempat pengambilan data (sebelah selatan tanaman) serta di atas hamparan rumput.

Data yang diambil adalah elemen-elemen iklim mikro meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pengambilan data dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada titik pengambilan data yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan saat hari kerja, tepatnya, di siang hari saat cuaca cerah pada pukul 12.30-13.30 WIB. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi sinar matahari paling terik dan suhu udara paling tinggi. Data iklim mikro pada setiap struktur RTH diambil setiap menit sehingga dihasilkan 60 buah data pada setiap pengukuran. Setelah data terkumpul, alat pengukur iklim mikro digital dihubungkan pada komputer. Semua data iklim akan ditampilkan pada software HeavyWeather. Tampilan software HeavyWeather

(31)

pengukuran juga dapat ditampilkan pada software HeavyWeather (Gambar 9) kemudian diolah pada Microsoft Excel.

Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather

Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam pada software HeavyWeather

3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis

(32)

mikro dengan karakteristik struktur RTH yang menjadi lokasi pengambilan data iklim.

Untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap elemen iklim mikro dilakukan analisis dengan parameter penilaian. Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 6.

Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara

Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara

(33)

Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin

Keterangan: (1) Menghalangi angin, (2) Menyimpangkan angin, (3) Menyaring angin, dan (4) Mengarahkan angin.

Sumber: Scudo (2002)

Oleh karena struktur RTH rumput berasal dari spesies yang sama, analisis pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro tidak dilihat dari karakteristik strukturalnya, tetapi dari kondisi lingkungannya. Parameter analisis kondisi lingkungan terhadap suhu dan kelembaban udara yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur naungan di sekitar struktur RTH rumput. Sementara itu, parameter analisis kondisi lingkungan terhadap kecepatan angin yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur pengarah atau penghalang angin di sekitar struktur RTH rumput.

Selain dilakukan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, pada setiap struktur RTH, dilakukan analisis kenyamanan dari data iklim mikro yang diperoleh. Analisis kenyamanan dilakukan dengan menghitung THI (Temperature Humidity Index):

T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%)

(34)

7). Skala Beaufort merupakan suatu ukuran yang dapat menghubungkan kecepatan angin dengan kondisi yang terjadi di darat atau laut. Menurut skala Beaufort, kecepatan angin di darat berada pada kondisi nyaman ketika terpaan angin terasa di kulit atau pada kecepatan 2-3 m/s.

Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin Skala

Beaufort Tingkatan

Kecepatan

(m/s) Tanda-tanda di darat

0 Tenang <0,3 Tenang, asap mengepul vertikal 1 Teduh 0,3-2 Asap mengepul miring

2 Sepoi lemah 2-3 Terpaan angin terasa di kulit

3 Sepoi lembut 3-5 Daun-daun kecil di pohon bergerak, bendera dapat berkibar

4 Sepoi sedang 6-8 Debu dan kertas dapat terbang, ranting pohon bergerak

8 Angin ribut 17,2-20,6 Batang pohon dapat patah, sampai pohon tumbang

9 Angin ribut

kuat 20,8-24,4

Dapat menyebabkan kerusakan cerobong, pot-pot beterbangan

10 Badai 24,7-28,3 Kerusakan lebih besar, tetapi di darat jarang terjadi

11 Badai Amuk 28,6-32,5 Kerusakan berat, tetapi di darat jarang terjadi

12 Topan >32,8 Hampir tidak pernah terjadi

(35)
(36)

BAB IV

KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR

4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor

Pada mulanya, Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari samida (hutan buatan atau taman buatan) yang telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (1474-1513) dari Kerajaan Sunda. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk oleh Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18 (PKT Kebun Raya Bogor-LIPI, 2010).

Pada awal tahun 1800-an, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dengan bentuknya sekarang.

Pada 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Pada mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Indonesia. Akan tetapi, pada perkembangannya, kebun juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada zaman itu.

(37)

sumber yang sangat berharga untuk kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, dan rekreasi (Ruhiyat, 2008).

4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi

KRB terletak di pusat Kota Bogor. Secara administrasi, Kebun Raya Bogor termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Secara geografis, KRB terletak di antara 106° 47‟ 40”--106° 48‟ 10” bujur timur dan 6° 25‟ 40”--6° 36‟ 20” lintang selatan. KRB terletak di ketinggian 215--250 meter di atas permukaan laut. KRB memiliki luas 87 hektar dan terdiri dari area koleksi tanaman, jalur sirkulasi, lapangan parkir, museum, kebun pembibitan, rumah kaca, perkantoran, dan rumah pegawai. Areal koleksi tanaman yang dapat dikunjungi oleh pengunjung memiliki luas sekitar 53 hektar. KRB dibatasi oleh beberapa jalan berikut:

a. Jalan Jalak Harupat di sebelah Utara,

b. Jalan Otto Iskandar Dinata di sebelah Selatan, c. Jalan Pajajaran di sebelah Timur, dan

d. Jalan Ir. H. Djuanda di sebelah Barat

4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor 4.3.1 Topografi

Kemiringan lahan KRB mengarah ke Sungai Ciliwung yang membelah kebun raya. Topografi KRB termasuk datar dengan kemiringan 3-15 % dan 16-31% dekat pinggiran sungai. KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung. Sungai ini berfungsi sebagai drainase alami pada kawasan KRB.

4.3.2 Kondisi Iklim

(38)

Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011

(Sumber: BMKG Dramaga, Bogor)

4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau

(39)

Dilihat dari bentuknya, KRB didominasi oleh bentuk yang menyebar, yaitu pola komunitas vegetasinya tumbuh secara terpencar dalam bentuk rumpun dan gerombol-gerombol kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya cluster

tanaman pada KRB (Gambar 11). Selain memiliki bentuk menyebar, RTH di KRB juga ada yang berbentuk jalur seperti RTH yang terletak di sepanjang jalan kenari (Kenari Avenue) dan tepi Sungai Ciliwung. Namun, RTH dengan bentuk menyebar merupakan bentuk yang paling dominan di KRB. Beberapa cluster

tanaman di KRB, antara lain adalah cluster tanaman palem, tanaman air, tanaman bambu, tanaman kering, tanaman jamu, tanaman buah, dan tanaman polong-polongan.

Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB

4.4 Koleksi Tanaman di Kebun Raya Bogor

Koleksi tanaman Kebun Raya Bogor sebagian besar berasal dari kepulauan Indonesia dan sebagian lagi Indonesia juga hasil tukar-menukar benih tanaman dengan kebun raya lain di dunia. Koleksi tanaman KRB terdiri dari beberapa jenis berikut.

a. Tanaman Type

(40)

b. Tanaman Air

KRB memiliki banyak koleksi tanaman air baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Salah satu tanaman air yang terkenal di KRB adalah Victoria amazonica atau teratai raksasa. Selain itu, terdapat juga teratai mini yang berasal dari Irian dan Jawa Barat.

c. Tanaman Obat

KRB memiliki lebih dari seratus koleksi tanaman obat. Contoh tanaman tersebut adalah Orthosiphon aristatus (kumis kucing), yang bermanfaat sebagai diuretik atau pengobatan penyakit ginjal; rumput kacang ungu (Cyperus rotundus), yang umbinya bermanfaat untuk mengobati bisul, sakit kepala, dan disentri.

d. Tanaman Buah

KRB memiliki koleksi tanaman buah tidak kurang dari 102 jenis, baik yang sudah menjadi tanaman budi daya maupun yang masih liar. Koleksi buah yang sudah dikenal, antara lain, mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus heterophyllus), jeruk (Citrus reticulata), rambutan (Nephelium lappaceum), dan durian (Durio zibethinus).

e. Tanaman Hias

Terdapat koleksi tanaman berbagai jenis koleksi tanaman hias pada KRB seperti daun bahagia (Dieffenbachia sp.), daun pilo (Philodendron sp.), kuku macan (Mucuna benneti), anturium (Anthurium sp.), dan palem-paleman. Beberapa jenis tanaman hias dapat didapatkan di bagian penjualan KRB.

f. Tanaman Langka dan Populer

KRB mengkoleksi beberapa jenis tanaman langka seperti bintaro (Cerbera mangas), buah namnam (Cynometra cauliflora), rukam (Flacourtia jangomas), pohon bogor atau kolang-kaling (Arenga pinnata), kemang (Mangifera caesia), kayu manis (Cinnamomum burmanni), dan tanaman bahan baku minuman coca cola (Cola acuminata).

g. Anggrek

(41)

berbagai jenis anggrek itu terdapat anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis),

Dendrobium sp., Vanda sp., Cymbidium sp., dan anggrek hitam (Coelogyne pandurata). Koleksi anggrek diletakkan pada Rumah Anggrek yang merupakan salah satu fasilitas di KRB.

4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro

(42)

Pengambilan data dilakukan pada 3 area yang berbeda, yaitu bagian pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada setiap area, dilakukan pengambilan data pada 3 titik yang berbeda sebagai ulangan sehingga terdapat 9 titik tempat pengambilan data. Pada masing-masing titik dilakukan pengambilan data pada struktur RTH yang berbeda seperti rumput, semak, dan pohon.

4.5.1 Area Pusat KRB

Pada bagian pusat KRB, RTH didominasi oleh struktur pepohonan yang memiliki bentuk menyebar. Oleh karena KRB dibelah oleh aliran Sungai Ciliwung, pada area ini, terdapat pula bentuk RTH yang memanjang pada tepi Sungai Ciliwung. Pada bagian pusat KRB, cluster-cluster pepohonan didominasi oleh pohon-pohon tinggi seperti kenari, meranti, dan tanjung. Pohon-pohon yang terdapat pada cluster tersebut cenderung memiliki jarak yang rapat antara satu sama lain sehingga area tersebut cukup teduh dan sejuk. Selain cluster pohon tinggi, pada bagian pusat KRB juga terdapat cluster palem yang memiliki pepohonan dengan jarak yang kurang rapat. Berbeda dengan pohon, semak relatif sulit ditemukan pada area ini. Semak pada area ini ditanam di pinggiran Sungai Ciliwung dengan jumlah yang terbatas. Hamparan rumput cukup mudah ditemukan. Beberapa di antaranya terletak di antara tegakan pohon dengan luasan yang cukup sempit.

Titik 1

(43)

Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1

Titik 2

Di Titik 2 tempat pengambilan data iklim (Gambar 14), dilakukan pengukuran elemen iklim mikro pada pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis). Pohon ini memiliki tinggi 10 meter dengan tajuk horisontal dan ditanam secara berkelompok dengan tajuk bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Semak yang digunakan adalah semak hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang terletak di sepanjang tepi sungai dan digunakan sebagai tanaman

buffer pada tepi sungai. Semak tersebut ditanam cukup rapat dan menyatu dengan semak-semak liar di sekitarnya. Hamparan rumput pada titik ini relatif sedikit dan sering ditemukan dengan luasan yang sempit. Kebanyakan hamparan rumput dikelilingi oleh tegakan pohon. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

(44)

Titik 3

Sama halnya dengan Titik 1, pepohonan pada Titik 3 (Gambar 15) didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam dengan jarak rapat. Pengukuran elemen iklim mikro dilakukan pada pohon yang tinggi, yaitu pohon tanjung (Mimusoph elengi). Pohon ini memiliki tinggi sekitar 15 meter. Pada area ini, sulit ditemukan semak sehingga pengukuran iklim mikro yang seharusnya dilakukan pada semak dilakukan pada pohon Eugenia boerlagei yang masih pendek, yaitu berukuran sekitar 50 cm. Hamparan rumput yang terbuka dan luas juga cukup sulit ditemukan. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus) yang terletak di antara tegakan pepohonan.

Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 3

4.5.2 Area Tengah KRB

Pada area tengah KRB, banyak ditemui berbagai macam struktur RTH. Pepohonan pada area ini lebih bersifat masif dan berukuran tinggi serta berjarak tanam rapat sehingga identik dengan hutan hujan tropis. Struktur RTH semak dan rumput mudah ditemukan pada area tengah KRB. Hal tersebut akibat banyaknya RTH yang cukup „terbuka‟ seperti di dekat Istana Bogor dan dekat Taman Astrid. Pada area dekat istana dan Kenari Avenue terdapat RTH berbentuk jalur.

Titik 4

(45)

kanopi pohon. Pada titik ini, ruang terbuka hijau didominasi oleh pepohonan dari genus Artocarpus. Pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah pohon peusar (Artocarpus rotundus) yang memiliki tinggi sekitar 25 meter dengan tajuk berbentuk kolumnar. Di sekitar titik ini, jarang ditemukan semak. Semak yang digunakan adalah hanjuang merah (Cordyline terminalis) dengan tinggi sekitar 50 cm yang dikombinasikan dengan tanaman penutup tanah lily paris dan terletak pada tepi Sungai Ciliwung. Pada area ini, hamparan rumput cukup mudah ditemukan, tetapi dalam luasan yang relatif sempit. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 4

Titik 5

Titik 5 tempat pengambilan data iklim (Gambar 17) terletak pada Kenari

(46)

Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5

Titik 6

Titik 6 tempat pengambilan data iklim (Gambar 18) terletak dekat Istana Bogor. Pohon yang digunakan adalah Dysoxylum densiflorum atau Majegau. Pohon berkayu ini memiliki tinggi 15 m dengan diameter 120 cm. Pohon ini ditanam secara berjejer dengan tajuk pohon yang saling bersinggungan. Pada titik ini, semak mudah ditemukan karena titik ini terletak tidak jauh dari taman di sekitar istana. Semak yang digunakan adalah melati mayang (Ligustrum sinense) yang memiliki tinggi 1 meter. Semak tersebut memiliki tajuk yang cukup padat dan ditanam secara berjejer dengan jarak yang rapat. Pada titik ini terdapat hamparan rumput yang cukup luas mengelilingi area Danau Gunting. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

(47)

4.5.3 Area Tepi KRB

Pada tepi KRB, struktur RTH cenderung beragam. Area tepi KRB memiliki beberapa area yang cukup „terbuka‟ karena terdapat taman-taman yang memiliki hamparan rumput yang cukup luas seperti pada Taman Lebak Sudjana Kassan, Taman Bhineka, Taman Tejsman, dan Taman Astrid. Area tepi KRB yang berbatasan dengan Jalan Pajajaran dan Jalan Otto Iskandar Dinata masih didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam secara berkelompok dengan jarak tanam yang cukup rapat. Pada area tepi KRB terdapat banyak bangunan yang berhubungan dengan fungsi kebun raya seperti gedung konservasi, Museum Zoologi, toko tanaman, Laboraturium Treub, Wisma Tamu Nusa Indah, Wisma Tamu Pinus, kantor utama, serta rumah pegawai KRB.

Titik 7

Titik 7 tempat pengambilan data iklim (Gambar 19) terletak di Taman Lebak Sudjana Kassan. Taman ini didominasi oleh hamparan rumput dan kolam. Kebanyakan pohon pada titik ini ditanam secara tunggal di tepi hamparan rumput. Pada titik ini dilakukan pengukuran iklim mikro pada pohon kasah (Pterygota alata) yang memiliki tinggi 15 meter dengan tajuk kolumnar. Kebanyakan semak di titik ini ditanam secara berjejer. Akan tetapi, ada pula semak yang ditanam secara tunggal dengan tajuk yang bulat dan cukup padat seperti semak soka (Ixora

sp.) yang memiliki tinggi 1 meter dan digunakan untuk pengambilan data iklim. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

(48)

Titik 8

Titik 8 (Gambar 20) terletak di dekat rumah pegawai KRB, tidak jauh pintu 4 KRB. Pada titik ini terdapat pepohonan yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang cukup rapat. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tinggi 20 meter dengan tajuk kolumnar yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang rapat. Semak dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai dan ditanam secara berjejer. Semak yang digunakan untuk pengukuran adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang memiliki tinggi 60 cm, ditanam berjejer, serta memiliki tajuk yang padat. Sama halnya dengan semak, hamparan rumput yang cukup luas dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8

Titik 9

(49)

Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro

5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon terhadap Iklim Mikro

Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberikan naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey dan Deneke, 1978). Selain dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban udara, pohon juga dapat mempengaruhi kecepatan angin. Menurut Brown dan Gillespie (1995), pohon memiliki kemampuan cukup baik dalam mempengaruhi kecepatan dan mengubah arah aliran angin. Ukuran pohon yang cukup besar jika dibandingkan dengan struktur RTH lain menyebabkan pohon memiliki pengaruh paling besar terhadap aliran angin daripada struktur RTH lainnya. Kemampuan setiap pohon dalam mempengaruhi iklim mikro berbeda-beda sesuai dengan karakteristik strukturalnya.

Menurut Scudo (2002), terdapat beberapa karakteristik struktural pohon yang dapat mempengaruhi iklim mikro, yaitu bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk tanaman. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mereduksi suhu udara.

1. Memiliki tajuk piramidal atau bulat. Tajuk pohon dengan bentuk bulat dan piramidal memiliki daerah bebas cabang yang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi matahari lebih tinggi.

2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari sangat tinggi.

3. Memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter). Pohon dengan tinggi sedang memiliki kemampuan menaungi serta mengurangi suhu permukaan paling baik.

(51)

Berbeda dengan pohon yang memiliki karakteristik sebagai pereduksi suhu udara, pohon yang dapat menaikkan suhu udara memiliki karakteristik, antara lain, memiliki tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (<6 meter dan 15< meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang.

Dalam hal mempengaruhi angin, pohon memiliki fungsi untuk mengarahkan, menyimpangkan, menghalangi, serta menyaring. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mengarahkan atau menyimpangkan angin.

1. Memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat. Pohon dengan tajuk tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu lebar sehingga angin tidak menyebar dan dapat diarahkan.

2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan angin.

3. Memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (<6-15< meter). Pohon dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan cukup baik dalam menjangkau angin sehingga angin mudah diarahkan.

4. Memiliki kepadatan sedang atau rendah. Pohon dengan kepadatan tajuk tinggi akan cenderung menyaring angin dibanding mengarahkannya. Sementara itu, kemampuan dalam menyaring atau mengurangi kecepatan angin dapat dimiliki pohon dengan berbagai karakteristik bentuk tajuk, penanaman, dan ukuran, namun dengan kepadatan tajuk tinggi atau sedang.

(52)

Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon

Gambar di atas merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada struktur RTH pohon pada pukul 12.30-13.30 WIB. Secara umum, kondisi seluruh grafik, dari titik awal hingga titik akhir, cenderung mengalami penurunan. Pada gambar, terlihat bahwa grafik suhu udara pada pohon di area tepi KRB memiliki posisi paling tinggi dibandingkan grafik suhu udara pohon di area lain. Grafik suhu udara pada pohon di area pusat berada pada posisi tertinggi kedua dan mengalami penurunan dari 31,6°C menjadi 30,3°C. Sementara itu, grafik suhu udara pada pohon di area tengah berada pada posisi paling rendah dan cenderung mengalami penurunan dari 31,4°C menjadi 30,5°C. Ketiga grafik di atas menunjukkan bahwa lokasi area pengambilan data tidak memberi pengaruh nyata terhadap suhu udara.

Menurut Laurie (1986), iklim ideal bagi manusia ialah udara bersih pada suhu 27-28°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara pada struktur RTH pohon di KRB berada di atas 30°C atau berada di luar kriteria suhu udara ideal. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH pohon di KRB perlu memiliki karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara. Perbedaan suhu udara pada struktur RTH pohon di ketiga area terjadi akibat kemampuan struktur RTH pohon yang berbeda dalam mereduksi suhu udara. Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural setiap pohon.

(53)

Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon

Gambar 23 merupakan grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada grafik, terlihat bahwa posisi ketiga grafik mengalami naik turun di sepanjang waktu pengukuran dan mengalami perubahan yang berbeda-beda. Grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat KRB hampir selalu berada di posisi paling atas dan mengalami kenaikan selama pengukuran dari 73,0% menjadi73,3%. Grafik kelembaban udara pada pohon di tengah KRB, pada mulanya, menempati posisi paling rendah yaitu pada titik 68,0%. Akan tetapi, grafik tersebut menunjukkan kenaikan yang berangsur-angsur sehingga posisinya berada di titik 71,3% dan mendahului grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB. Berbeda dengan grafik kelembaban udara pohon di tengah KRB, grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan hampir selalu berada di posisi paling rendah. Urutan grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak berlawanan dengan urutan grafik suhu udaranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak hanya dipengaruhi oleh suhu udara tetapi juga faktor lain seperti faktor lingkungan.

(54)

Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon

Gambar di atas menunjukkan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Ketiga grafik di atas menunjukkan frekuensi datangnya angin dan kecepatan angin yang berbeda-beda. Selama pengukuran, angin tidak selalu ada sehingga kecepatan angin terkadang berada di titik nol. Dari gambar di atas, terlihat bahwa grafik kecepatan angin pada pohon di pusat KRB memiliki frekuensi dan kecepatan angin paling tinggi dibandingkan area lain. Kecepatan angin di area ini mencapai 0,5 m/s dan memiliki nilai rataan 0,14 m/s. Sama halnya dengan area pusat, kecepatan angin pada pohon di area tepi memiliki nilai tertinggi 0,5 m/s, namun nilai rataannya hanya 0,04 m/s. Grafik kecepatan angin pada pohon di tengah KRB memiliki rata-rata kecepatan terendah yaitu 0,03 m/s dan kecepatan angin tertinggi di area ini hanya mencapai 0,3 m/s.

(55)

pohon di setiap area. Perbedaan karakteristik struktural pohon di setiap area dapat dilihat pada Gambar 25, 26, dan 27.

Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB

Dari gambar di atas, dapat terlihat susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB yang diwakili oleh Titik 1, 2, dan 3 tempat pengambilan data. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini pepohonan ditanam secara berkelompok. Pada Titik 1, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah

Shorea leprosula (meranti tembaga) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 20 meter atau termasuk ke dalam pohon tinggi, serta memiliki kepadatan tajuk sedang. Pada Titik 2, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah Elaeis guineensis (kelapa sawit) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Sementara itu, pada Titik 3, digunakan pohon tanjung (Mimusoph elengi) untuk pengambilan data, yang memiliki tajuk bulat, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 15 meter atau termasuk dalam pohon sedang, dan memiliki tajuk dengan kepadatan sedang.

(56)

udara pada struktur RTH pohon di area pusat memiliki nilai paling tinggi dibanding area lain. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang dapat meningkatkan kelembaban udara. Kedekatan struktur RTH pohon dengan badan air diduga menjadi faktor yang menyebabkan kelembaban menjadi cukup tinggi. Lokasi Titik 2 yang terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung kemungkinan dapat menyebabkan kandungan uap air pada struktur RTH pohon cukup tinggi sehingga menghasilkan kelembaban udara cukup tinggi.

Sementara itu, struktur pepohonan di area pusat memiliki banyak karakteristik yang cukup baik dalam mengarahkan kecepatan angin. Hal ini terlihat dari banyaknya tanaman dengan bentuk tajuk yang bulat dan kolumnar, penanaman pohon secara berkelompok, banyaknya pohon berukuran tinggi sampai sedang, serta kerapatan tajuk yang sedang. Oleh karena itu, kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area ini memiliki nilai cukup tinggi dibanding area lain.

Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB

Gambar di atas merupakan susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB. Pada area ini, pepohonan ditanam secara berkelompok maupun berjejer. Pada Titik 4, pohon yang digunakan sebagai tempat pengambilan data adalah

(57)

memiliki tinggi 15 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang.

Dilihat dari karakteristiknya, area tengah KRB memiliki karakteristik struktur RTH pohon yang baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara seperti penanaman pohon secara berjejer dan berkelompok, bentuk tajuk pohon yang bulat, ukuran tanaman yang sedang, serta kepadatan tajuk yang yang mampu menyerap radiasi matahari secara optimal. Jika dilihat dari grafik, suhu udara pada struktur RTH pohon di area ini berada pada posisi paling rendah. Hal ini terjadi karena struktur RTH pohon di area tengah memiliki karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara lebih banyak dibanding area lain. Sementara itu, pada grafik kelembaban udara, terlihat bahwa kelembaban udara di area ini tidak berada pada posisi tertinggi. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurang optimalnya kondisi lingkungan dalam meningkatkan kelembaban udara jika dibanding area lain.

Sama halnya dengan struktur RTH pohon di area pusat, struktur RTH pohon di area tengah KRB banyak memiliki karakteristik struktural yang dapat mengarahkan angin. Karakteristik struktural tersebut antara lain, tajuk tanaman yang bulat dan kolumnar, pohon yang ditanam berjejer dan berkelompok, banyaknya tanaman berukuran tinggi sampai sedang, serta banyaknya kepadatan tajuk yang sedang. Akan tetapi, jika dilihat dari Gambar 24, struktur RTH pohon di tengah KRB memiliki kecepatan angin paling rendah. Kondisi pepohonan di area ini yang cenderung masif dengan jarak tanam antar pepohonan yang cukup rapat diduga menjadi penyebab rendahnya kecepatan angin yang mengalir di area ini.

(58)

Gambar 27 menunjukkan susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB yang diwakili oleh Titik 7, 8, dan 9 tempat pengambilan data. Pada area ini, terdapat pepohonan yang ditanam secara tunggal, berjejer, maupun berkelompok. Pada Titik 7 tempat pengambilan data, digunakan pohon Pterygota alata (kasah) untuk pengambilan data yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara tunggal, memiliki tinggi 15 meter atau termasuk pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Pada Titik 8, digunakan pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam berjejer, memiliki tinggi 20 meter atau termasuk dalam pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Pada Titik 9, digunakan pohon palem uban (Washingtonia robusta) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, serta memiliki kepadatan tajuk sedang.

Struktur RTH pohon di area ini memiliki beberapa karakteristik yang dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara di antaranya adalah terdapat pepohonan yang ditanam secara berkelompok atau berjejer, dan ukuran pepohonan yang sedang, serta beberapa pohon dengan kepadatan tajuk tinggi. Akan tetapi, karakteristik tersebut memiliki jumlah paling sedikit jika dibandingkan dengan area lain. Hal tersebut juga dapat terlihat dari grafik suhu dan kelembaban udara. Suhu udara pada pada struktur RTH pohon di area ini berada di posisi paling tinggi, sedangkan kelembaban udara berada di posisi paling rendah.

(59)

5.1.2 Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak terhadap Iklim Mikro

Sama halnya dengan pohon, semak merupakan struktur RTH yang memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari, memberikan naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Akan tetapi, oleh karena ukurannya yang lebih kecil dibandingkan pohon, kemampuannya dalam menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban tidak seoptimal pohon (Brown dan Gillespie, 1995). Semak juga memiliki pengaruh terhadap angin, namun dalam skala yang lebih kecil dari pohon. Biasanya, semak digunakan untuk mereduksi kecepatan angin di dekat rumah dan area duduk.

Sama halnya dengan pohon, terdapat beberapa karakteristik struktural semak yang dapat mempengaruhi iklim mikro antara lain: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk semak (Scudo, 2002). Semak yang dapat menurunkan suhu udara memiliki karakteristik antara lain: memiliki tajuk piramidal atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), serta memiliki kepadatan tajuk tinggi. Sementara itu, semak yang dapat menaikkan suhu udara memiliki karakteristik tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (0,5-1 meter dan 2-3 meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang.

Semak juga memiliki fungsi untuk mengarahkan, menyimpangkan, menghalangi, serta menyaring angin. Semak yang dapat mengarahkan atau menyimpangkan angin memiliki beberapa karakteristik, antara lain: memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (0,5-3 meter), dan memiliki kepadatan sedang atau rendah. Kemampuan dalam menyaring atau mengurangi kecepatan angin dapat dimiliki semak dengan berbagai karakteristik bentuk tajuk, penanaman, dan ukuran, namun dengan kepadatan tajuk tinggi atau sedang.

(60)

tengah (rataan data Titik 4, 5, dan 6) , dan tepi (rataan data Titik 7, 8, dan 9) KRB. Grafik hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH semak dapat dilihat pada Gambar 28, 29, dan 30.

Gambar 28 Grafik suhu udara pada struktur RTH semak

Dari gambar di atas dapat dilihat grafik suhu udara pada semak di seluruh area KRB. Pada gambar terlihat bahwa titik awal ketiga grafik berada pada posisi yang cukup jauh berbeda, namun pada titik akhir ketiga grafik terletak pada posisi yang berdekatan yaitu di sekitar suhu 31,0°C-31,3°C. Pada gambar di atas, terlihat bahwa secara umum suhu udara pada semak pusat berada pada posisi paling tinggi dibandingkan suhu udara pada semak di area lain dan mengalami penurunan selama pengukuran dari 32,5°C menjadi 31,3°C. Grafik suhu udara pada semak di tepi KRB menempati posisi kedua tertinggi setelah grafik suhu udara pada semak di pusat KRB dan menunjukkan penurunan yaitu dari yang sebelumnya 32,1°C menjadi 31,0°C. Grafik suhu udara pada semak di tengah KRB menempati posisi paling rendah dan menunjukkan adanya kenaikkan suhu yang semula 30,7°C naik perlahan menjadi 31,3°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara di area tepi tidak berada di posisi paling tinggi dan suhu udara di area pusat tidak berada di posisi paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi area tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara.

(61)

suhu udara pada semak di ketiga area sangat terkait dengan kemampuan struktur RTH semak dalam mereduksi suhu udara. Kemampuan struktur RTH dalam mereduksi suhu udara sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanamannya. Selain itu, ketiga buah grafik di atas memperlihatkan laju naik turunnya suhu yang berbeda. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan penutupan awan di setiap area. Semakin rendah tingkat penutupan awan, maka radiasi matahari akan semakin tinggi sehingga suhu udara meningkat. Semakin tinggi tingkat penutupan awan, maka radiasi matahari akan semakin rendah dan suhu udara menurun.

Gambar 29 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH semak

(62)

menunjukkan angka yang fluktuatif dari awal hingga akhir pengukuran. Urutan posisi grafik kelembaban udara pada struktur RTH semak memiliki urutan yang berlawanan dengan grafik suhu udaranya. Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban udara pada struktur RTH semak sangat dipengaruhi oleh suhu udaranya.

Secara umum kelembaban semak berada pada kategori nyaman yaitu antara 40-75%. Akan tetapi, pada struktur RTH semak di area tengah, kelembaban udara melebihi nilai 75% sehingga diperlukan modifikasi iklim mikro agar kelembaban udara dapat diturunkan. Tingkat kelembaban udara yang berbeda pada struktur RTH semak di setiap area dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman dan memiliki keterkaitan dengan suhu udara pada struktur RTH semak di setiap area.

Gambar 30 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak

(63)

Kecepatan angin tertinggi pada semak di area ini hanya mencapai 0,2 m/s dengan nilai rataan 0,02 m/s.

Dari grafik di atas terlihat bahwa kecepatan angin yang mengalir cukup rendah dan memiliki nilai tertinggi 0,8 m/s. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur RTH semak yang memiliki karakteristik struktural dalam mengarahkan angin sehingga angin mampu menjangkau semak di KRB. Intensitas dan kecepatan angin pada struktur RTH semak di setiap area menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut menunjukkan kemampuan setiap struktur RTH semak dalam mengarahkan angin juga berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural tanaman yang dimiliki oleh setiap struktur RTH semak di setiap area. Perbedaan karakteristik struktural semak di setiap area dapat dilihat pada Gambar 31, 32, dan 33.

Gambar 31 Susunan struktur RTH semak di area pusat KRB

(64)

Dilihat dari karakteristik strukturalnya, struktur RTH semak di area ini memiliki beberapa faktor yang dapat mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara seperti terdapatnya tanaman yang ditanam secara berjejer dengan kepadatan tajuk yang tinggi. Akan tetapi, karakteristik tersebut memiliki jumlah paling sedikit jika dibandingkan dengan area lain. Hal inilah yang menyebabkan suhu udara pada struktur RTH semak di area pusat memiliki nilai paling tinggi dan kelembaban udaranya memiliki nilai paling rendah dibanding struktur RTH semak di area lain.

Berdasarkan karakteristik strukturalnya, struktur RTH semak di area pusat juga memiliki beberapa karakteristik yang dapat mengarahkan angin seperti ukuran tanaman yang rendah, beberapa tanaman dengan tajuk kolumnar, penanaman berjejer, dan kepadatan tajuk rendah. Akan tetapi, jumlah karakteristik struktural tersebut tidak sebanyak karakteristik struktural yang dimiliki area lain dalam mengarahkan angin. Jika dilihat dari grafik, kecepatan angin pada semak di area ini memiliki nilai paling tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya faktor lain selain karakteristik struktural yang mempengaruhi kecepatan angin. Dekatnya struktur RTH semak dengan sungai diduga menjadi penyebab tingginya kecepatan angin. Orientasi sungai yang sesuai dengan aliran angin mampu mengarahkan aliran angin dengan baik dan menyebabkan kecepatan angin meningkat.

Gambar 32 Susunan struktur RTH semak di area tengah KRB

(65)

tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk yang rendah. Pada Titik 5 tempat pengambilan data, digunakan semak puring (Codiaeum sp.) yang memiliki tajuk bulat, ditanam berjejer, memiliki tinggi 1,5 meter atau termasuk dalam semak sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Struktur RTH semak di titik ini ditanam dengan jarak yang tidak rapat. Pada Titik 6 tempat pengambilan data, digunakan semak melati mayang (Ligustrum sinense) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berjejer, memiliki tinggi 1 meter atau termasuk dalam semak rendah, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi.

Karakteristik struktural semak di area tengah memiliki kemampuan yang baik dalam mereduksi suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Hal ini terlihat dari beberapa semak yang memiliki tajuk bulat, banyaknya semak yang ditanam secara berjejer, beberapa semak yang memiliki ukuran sedang dan kepadatan tinggi, dan terdapat semak yang ternaungi pohon. Banyaknya karakteristik struktural tersebut menyebabkan suhu udara pada RTH semak di area ini menempati posisi paling rendah dan kelembaban udaranya memiliki nilai paling tinggi dibanding area lain.

Gambar

Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam pada software HeavyWeather
Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin
Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011
Gambar 14 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data primer dilakukan setelah groundcheck dan pengurusan izin pengambilan data pada lokasi terpilih kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban

Berdasarkan hasil yang diperoleh sebaran suhu udara di lokasi pengamatan menunjukan bahwa kawasan yang memiliki RTH akan memiliki suhu udara yang lebih rendah

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji) adalah

Kenyamanan dari segi Iklim Mikro pada Siang Hari Dari hasil pengukuran suhu udara dan kelembaban udara pada siang hari di setiap tutupan lahan (industri, pemukiman, CB, taman

Pengumpulan data primer dilakukan setelah groundcheck dan pengurusan izin pengambilan data pada lokasi terpilih kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin) yang terjadi pada areal terbuka dan bervegetasi, membuat

Hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada ruang terbuka hijau Taman Kota Pattimura Park, terdapat perbedaan suhu udara dan kelembaban udara pada pengukuran

Dari hasil tabel pengukuran suhu maka dapat diketahui bahwa dari keseluruhan data yang ada menunjukkan kelembaban minimum atau terendah adalah 59% yang terjadi di