• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal dalam Bahasa Arab dan padananya dalam Bahasa Indonesia : analisis terhadap buku terjemahan bulugh al-maram oleh Drs. Muhammad Machfudin Aladip pada bab taharah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hal dalam Bahasa Arab dan padananya dalam Bahasa Indonesia : analisis terhadap buku terjemahan bulugh al-maram oleh Drs. Muhammad Machfudin Aladip pada bab taharah"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

“Hâl dalam Bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa

Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan Bulûgh

al-Marâm

oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab

Tah

â

rah) ”

(Logo)

Diajukan oleh:

Nama : Luki Nurdiansyah Nim : 104024000838 Fak/jur : Adab / Tarjamah

Program Studi Tarjamah

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(2)

Lampiran 2: Lembar Persetujuan Pembimbing

Hâl dalam bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa

Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan

Bulûgh

al-Marâm

oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip

pada Bab Tah

â

rah)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh:

LUKI NURDIANSYAH NIM: 104024000838

Pembimbing,

AKHMAD SAEHUDIN, M.Ag. NIP: 150303001

PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

lampiran 4: Lembar Pengesahan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “

Hâl dalam Bahasa Arab dan Padanannya

dalam Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap Buku

Terjemahan

Bulûgh

al-Marâm

oleh Drs. Muhamad Machfudin

Aladip

pada Bab Thah

â

rah)”

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 3 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 3 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, M.A Akhmad Syaekhuddin, M. Ag

NIP: 150262446 NIP: 150303001

Anggota,

Ismakun Ilyas, Lc. M.A Akhmad Syaekhuddin, M. Ag

(4)

Lampiran 1: Lembar Pernyataan (Keaslian Karya)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 3 Juni 2008

Luki Nurdiansyah NIM: 104024000838

(5)

Hal dalam bahasa Arab dan Padanan Maknanya dalam

Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap Buku Terjemahan

Bulûgh

al-Maram pada Bab Thah

â

rah) ”

)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh:

LUKI NURDIANSYAH NIM: 104024000838

Pembimbing,

Drs. Saehudin, M.Ag.

PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(6)

Lampiran 4: Lembar Pengesahan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul

Hal dalam bahasa Arab dan Padanan

Maknanya dalam Bahasa Indonesia (Analisis Terhadap

Buku Terjemahan Bulûgh

al-Maram pada Bab Thah

â

rah) ”

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada (tgl) (bln) 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta,……2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

____________________ _________________________

NIP: NIP:

(7)

Lampiran 1: Lembar Pernyataan (Keaslian Karya)

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:

4. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 6 Februari 2008

Luki Nurdiansyah

(8)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, data bahasa Arab diberi transliterasi huruf Latin. Transliterasi ini berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skrifsi, Tesis, dan Desertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007

1. Konsonan

NO ARAB LATIN KETERANGAN

1

ا

Tidak dilambangkan

2

ب

b be

3

ت

t te

4

ث

s es

5

ج

j je

6

ح

h ha

7

خ

kh ka dan ha

8

د

d de

9

ذ

dz de dan zet
(9)

11

ز

z zet

12

س

s es

13

ش

sy es dan ye

14

ص

s es dengan garis di bawah

15

ض

d de dengan garis di bawah

16

ط

t te dengan garis di bawah

17

ظ

z zet dengan garis di bawah

18

ع

‘ koma terbalik di atas hadap kanan

19

غ

gh ge dan ha

20

ف

f ef

21

ق

q ki

22

ك

k ka

23

ل

l el
(10)

25

ن

n en

26

و

w we

27

ه

h ha

28

ء

' apostrof

29

ي

y ye

1.Vokal Pendek

— (fathah) ditranskrifsikan dengan 'a'. Contoh: آ (kataba)

—(kasroh) ditranskrifsikan dengan 'i'. Contoh: (،alima) ۥ—(dhomah) ditranskrifsikan denga 'u'. Contoh: (hasuna)

3. Vokal Rangkap

ا (alif) ditandai dengan 'â'. Contoh : ﺎ ٲ (ammâ)

واو (wawu) ditandai dengan 'û'. Contoh: ﻮا () ءﺎ (ya') ditandai dengan ' Î '. Contoh: ()

4. Vokal Diftong (ﻦﻴ ﺪ ) وا (au). Contoh: لﻮ (qaulun)

يا (ai). Contoh: ز (mutalâzimain)

5. Konsonan Rangkap

Awalnya ia merupakan dua huruf yang sejenis yang berdampingan lalu digabungkan. Konsonan rangkap ditulis hanya dengan satu huruf yang dibubuhi tanda syaddah (

).
(11)

Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima syaddah itu teletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah.

Contoh: ةروﺮ ا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah 6. Kata Sandang

kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan huruf ' لا ' ditranskrifsikan menjadi /l/, baik diikuti oleh huruf Syamsiah maupun

huruf Qamariyah.

Contoh: لﺎ ﺮ ا ditranskrifsikan menjadi al-Rijâl bukan ar-Rijâl

7. Ta Marbutah

Ta marbutah bila berada di akhir kalimat atau terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihakasarakan menjadi /h/.

Contoh: ﺔ ﺮ dilafalkan menjadi 'tariqah'. Tetapi jika diikuti kata lain dan bukan berada pada akhir kalimat, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi /t/.

(12)

ABSTRAK

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah 'aposisi', yakni keterangan tambahan/pengganti. Keterangan tambahan atau pengganti dalam bahasa Indonesia, yaitu keterangan waktu, keterangan cara, keterangan alat, dan keterangan tempat. Begitupun dalam bahasa Arab terdapat kalimat yang berfungsi sebagai aposisi (keterangan tambahan), yakni maf'ul fîh, maf'ul Bih, maf'ul mutlaq, maf'ul li ajlih, maf'ul ma'ah, dan hâl.3yang terkait dengan penulisan skripsi adalah hâl.

Hâl merupakan kalimat isim (nominal) yang dibaca nasab (fathah) berfungsi untuk menjelaskan keadaan dari Shahibu al-hâl ketika terjadinya suatu pekerjaan. Karena hanya bersifat keterangan tambahan (aposisi), hâl

bisa dihilangkan dari redaksi kalimat tanpa mempengaruhi makna kalimat sebelum hâl. Berkaitan dengan ini para ulama nahwu membagi hâl ke dalam dua bagian: (1) hâl al-mu'assasah, yakni kalimat hâl yang bersifat 'umdah, ia tidak bisa dihilangkan dari suatu kalimat karena akan mempengaruhi makna, (2) hâl al-muakkadah, yakni hâl yang bersifat benar-benar sebagai keterangan tambahan, sehingga ada dan tidak adanya hâl itu dalam kalimat, ia tetap tidak akan mempengaruhi makna.

Ada lima macam bentuk hâl: (1) hâl mufrad (tingkat kata), (2) hâl jumlah fi'liyah (klausa verbal), (3) hâl jumlah ismiyah (klausa nominal), (4)

hâljar majrur (prase prefosisi), (5) hâl zaraf (prase prefosisi)

(13)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan kasih sayang dan karuniaNya kepada semua mahluk ciptaannya tanpa henti dan tanpa pilih kasih. Salawat dan salam penulis sampaikan kepada nabi akhir jaman, yakni Nabi Muhamad Saw.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang diberi judul Hâl dalam bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia (Analisis terhadap Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab Tahârah)

Tujuan penulisan skrifsi ini adalah untuk persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1). Selesainya penulisan skrifsi ini berkat bantuan semua pihak. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulus kepada:

1. Kedua orang tua Penulis yang telah rela banting tulang untuk membiayai sekolah Penulis hingga perguruan tinggi

2. Bapak Dr. Abdul Chaer selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora yang selalu berusaha untuk memajukan Fakultas Adab dan Humaniora 3. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MAg. Selaku dosen dan ketua jurusan Tarjamah yang bekerja keras agar jurusan Tarjamah menjadi jurusan yang dapat diperhitungkan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(14)

5. Bapak Drs. Sukron Kamil selaku dosen pembimbing akademik dan dosen seminar skrifsi, yang telah memberikan masukan-masukan kepadanya penulis mengenai penulisan skrifsi

6. Seluruh dosen jurusan Tarjamah yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, yang telah mendidik tanpa mengeluh dan memberikan ilmunya dengan ikhlas kepada Penulis dari semester satu hingga semester akhir

6. Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2004, Tatam, Erwan, Ikhwan, Heri, Hafiz, Zaki, Omen, Nunung, Muna, Munay, Ana, Fina, Isil, dan Puput yang telah memberikan masukan, kritikan, saran dan support yang dapat meningkatkan semangat Penulis dalam menyelesaikan skrifsi ini. Khususnya kepada saudara Erwan dan Tatam yang telah meminjamkan komputer dan buku-bukunya.

(15)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

G. Latar Belakang Masalah ... 1

H. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 2

I. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

J. Tinjauan Pustaka ... 3

K. Metodologi Penelitian ... 4

L. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II KERANGKA TEORI ... 6

A. Teori Terjemah ... 6

E. Pengertian Terjemah ... 6

F. Jenis-Jenis Penerjemahan ... 8

G. Metode Penerjemahan ... 16

H. Prinsip-Prinsip Penerjemahan ... 21

B. Teori Hâl dalam Bahasa Arab... 23

1. Pengertian Hâl dalam Bahasa Arab ... 23

2. Pengklasifikasian Hâl dalam Bahasa Arab ... 25

(16)

dengan Bahasa Indonesia ... 34

BAB III BULÛGH AL-MARÂM, RIWAYAT HIDUP PENULIS, dan PENERJEMAH ………. 39 C. Mengenal Kitab Bulûgh Al-Marâm ... 39

D. Riwayat Hidup Penulis ... 39

E. Riwayat Hidup Penerjemah ………. 42 Bab IV ANALISIS TERJEMAHAN Hâl DALAM BAHASA ARAB PADA BUKU TERJEMAHAN BULÛGH AL-MARÂM (BAB TAHÂRAH) ... 45

D. Hâl Mufrad (Hâl dalam Tingkat Kata) ... 45

E. Hâl Jumlah Ismiyah (Hâl dalam Tingkat Struktur/Kalimat)... 49

F. Hâl Jumlah Fi’liyah (Hâl dalam Tingkat Struktur/Kalimat) ... 56

Bab V PENUTUP... 64

C. Kesimpulan ... 64

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Hadîst merupakan sumber pedoman hidup umat Islam setelah Al-Qu’ran. Penulisan hadîst dilakukan oleh para sahabat lebih dahulu ketimbang Al-Qu’ran. Berbeda dengan Al-Qur’an, para sahabat lebih banyak menghafalnya karena ditakutkan tercampur dengan redaksi hadîst, kurangnya sarana untuk menulis, dan orang Arab memiliki daya hafal yang kuat.

Salah satu fungsi hadîst ialah untuk menjelaskan makna-makna yang samar dalam Al-Qu’ran sehingga dalam menerjemahkan hadîst perlu kehati-hatian agar makna yang diinginkan teks sumber terwakili oleh makna yang ada dalam teks sasaran, itulah inti dari apa yang dinamakan terjemah.

Di antara kalimat dalam bahasa Arab yang menimbulkan masalah dalam mencarikan padananya adalah hâl. Sebagaimana Abdullah Abbas Nadwi menemukan padanan hâl dalam Al-Qur’an,4 berpadanandengan’,5

sedang’,6sambil’,7 dandalam keadaan’.8

Penulis melakukan penelitian tentang hâl dan padanannya dalam bahasa Indonesia dalam buku Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad

4

Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al- Qur’an (Bandung: Tim Mizan, 1979), h. 310.

5

Berdirilah untuk Allah dengan khusyu (Q.S. al-Baqarah [2]: 238). Lihat ibid, h. 310

6

Mereka meninggalkanmu sedang berdiri (Q.S. al- Jumu’ah [62]: 11). Lihat ibid, h. 310

7

Mereka orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk (Q.S. al-Imran [3]:

191). Lihat ibid, h. 312

8

Ia memasukinya (neraka) dalam keadaan tercela, terusir (Q.S. al-Israa [17]: 18). Lihat

(18)

Machfudin Aladip sebagai objek penelitian untuk dianalisis, apakah terjemahan hâl tersebut sudah benar menurut kaidah-kaidah terjemahan atau terdapat kekurangtepatan. Selain itu, Penulis melakukan penelitian terhadap buku terjemah Bulûgh al-Marâm ini karena menurut Penulis, buku Bulûgh al-Marâm merupakan salah satu buku yang banyak di baca oleh umat Islam yang ada di Indonesia, terutama oleh umat Islam yang berkiblat kepada Imam Syafi’i dan Penulis berkeinginan untuk mengkritisi terjemahan buku

Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machpudin

Aladip, sehingga Penulis memilih judul penelitian “Hâl dalam bahasa Arab dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia (Analisis terhadap Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada Bab Tahârah) ”

B.

Batasan dan Rumusan Masalah

Penulis membatasi penelitian ini hanya pada hâl yang ada dalam terjemahaan Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip pada bab Tahârah. Penelitian dilakukan tidak hanya pada kalimat hâl Mufrad tetapi juga terhadap kalimat hâl yang berupa jumlah (jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah).

(19)

1. Apakah padanan hâl dalam buku Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip ada ketidaktepatan? Mengapa terjadi?

2. Jika terdapat kesalahan/kurang tepat, berapa banyak?

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini rasanya mustahil jika Penulis tidak memiliki tujuan. Tujuan penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui buku terjemahan Bulûgh al-Marâm yang diterjemahkan oleh Drs. Muhamad Machfudin Aladip khusus mengenai hâl

2. Untuk mengetahui padanan hâl dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia secara umum

Di samping penulisan skripsi memiliki tujuan, penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat. Di antara manfaat yang dihasilkan ialah skrifsi ini dapat dijadikan rujukan bagi para penerjemah pemula untuk mengetahui padanan hâl dalam bahasa Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

(20)

objek yang berbeda dan penelitiannya pun lebih luas, tidak hanya pada hâl mufrad tetapi juga terhadap hâl yang berupa jumlah (jumlah fi'liyah dan

jumlah ismiyah).

Penulis menemukan dua judul skripsi yang sumber utamanya ialah buku Bulûgh al-Marâm, tetapi memiliki objek pembahasan yang berbeda. Dua judul skripsi, Penulis tuliskan di bawah ini!

1. Analisis Kalimat Efektif Bahasa Indonesia Terhadap Terjemahan Buku Bulûgh al-Marâm, yang ditulis oleh A. Sunawar. R.

2. Analisis Diksi Buku Terjemahan Bulûgh al-Marâm al-Askalani, yang ditulis oleh M. Hotib

E. Metodologi Penelitian

Data utama dari penelitian ini ialah buku terjemah Bulûgh al-Marâm

karya Drs. Muhamad Mahcfuddin Aladip. Penelitian skripsi ini berupa penelitian terhadap literatur-literatur atau buku-buku rujukan mengenai hâl

dalam bahasa Arab (Library Research). Sedangkan metode yang digunakan Penulis ialah metode deskriptif, yakni berusaha menggalih data dan informasi yang berhubungan dengan objek penelitian dan semata-mata melukiskan keadaan objek penelitian.

Sistematika penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Desertasi” yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007.

(21)

Sistematika penulisan skripsi dapat dilihat dibawah ini. BAB I Pendahuluan.

Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori.

Dalam bab ini dibahas teori terjemah, prinsip penerjemahan, metode penerjemahan dan jenis-jenis penerjemahan, definisi hâl dalam bahasa Arab, jenis-jenis hâl dalam bahasa Arab, ciri-ciri hâl dalam bahasa Arab,

syarat-syarat hâl dalam bahasa Arab, dan padanan hâl dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia .

BAB III Bibliografi Penulis dan Penerjemah.

Dalam bab ini dibahas riwayat hidup Penulis dan riwayat hidup Penerjemah.

BAB IVAnalisis

Bab ini berisi analisis terhadap hâl dalam bahasa Arab pada buku terjemahan Bulûgh al-Marâm karya Drs. Muhamad Mahcfuddin Aladip.

BAB

V

Penutup
(22)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Terjemah

A. 1. Pengertian Terjemah

Menerjemahkan merupakan kegiatan memindahkan pesan yang ada pada teks bahasa sumber (Bsu) ke dalam teks bahasa sasaran. Selain menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, Penerjemah juga dituntut untuk memiliki wawasan yang luas mengenai teks yang akan diterjemahkan. Baik itu budaya, adat istiadat, dan tradisi masyarakat pengguna bahasa sumber. Sebagaimana yang dikatakan oleh Hernowo, "Penerjemahan bukanlah sebuah proses memindahkan atau mengganti teks (simbol) ke bentuk teks (simbol) lain. Di dalam teks ada budaya.9 Wawasan yang luas terhadap tema buku yang hendak diterjemahkan, akan memudahkan si Penerjemah mencarikan padanan maknanya dalam bahasa sasaran (Bsa). Jika si Penerjemah hendak menerjemahkan buku yang bertema ekonomi, sejarah, kedokteran, biologi, filsafat, dan lain-lain. Si Penerjemah dituntut untuk memiliki wawasan yang luas terhadap ilmu ekonomi, sejarah, kedokteran, biologi, dan filsafat.

Nida, sebagaimana yang dikutip oleh Maurist Simatupang, "Menerjemahkan berarti mengalihkan isi pesan yang terdapat dalam Bsu ke dalam Bsa demikian rupa sehingga orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam bahasa asli (Bsu) kesannya sama dengan kesan orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran (Bsa). Terjemahan yang

9

Hernowo, Mengikat Makna: Kiat-Kiat Ampuh Melejitkan Kemauan Plus Kemampuan

(23)

menghasilkan kesan demikian disebut juga padanan dinamis (dynamic equivalent). Terjemahan demikian tidak mementingkan bentuk Bsu tetapi lebih mementingkan makna yang ada dalam Bsu dan memegang teguh kaidah-kaidah yang berlaku dalam Bsa. Pesan yang terdapat di dalam Bsu harus diungkapkan sewajar mungkin di dalam Bsa.10

Catford mendefinisikannya sebagai, "The replacemen of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)." Mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran.11

Sementara Newmark mengatakan, "Terjemahan adalah proses memadankan konsep kata, frasa, dan teks yang terdapat pada teks bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain.12

A.Widyamartaya menuliskan dalam bukunya, "Penerjemahan adalah proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) menjadi equivalent sedekat-dekatnya dan sewajarnya dalam bahasa yang lain (Bsa).13

Lain halnya dengan Nida dan Newmark, Mc Guire menulis, "Penerjemahan melibatkan usaha menjadikan Bsu ke Bsa sehingga (1) makna keduanya menjadi hampir mirip dan (2) struktur Bsu dapat di pertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur Bsa-nya menjadi rusak.14 Teori ini menurut Penulis tidak tegas dan Mc

10

Maurist Simatupang, Enam Makalah Tentang Terjemah (Jakarta: UKI Press, 1993), h. 63

11

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 5

12

Mansoer Pateda, Linguistik Terapan (Flores – NTT, 1991), cet. h. 31

13

A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 98

14

Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun

(24)

Guire terkesan bimbang dalam mendefinisikan terjemah. Kebimbangan atau ketidaktegasan ini terlihat jelas pada poin dua, yakni struktur Bsu dapat dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat. Di satu sisi ia ingin mempertahankan struktur Bsu, tetapi di sisi lain ia tidak ingin melanggar kaidah-kaidah Bsa. Penulis lebih condong terhadap teori yang dikemukakan oleh Nida – Karena ketegasan dan jelas batasan-batasannya –, yakni penerjemahan merupakan proses memindahkan makna Bsu ke Bsa bukan memindahkan strukturnya. Sering kali orang mengatakan bahwa dalam penerjemahan banyak terjadi penghianatan. Menurut Penulis, "Penghianatan terjadi jika makna yang diinginkan Bsu diselewengkan oleh makna yang terdapat dalam Bsa." Karena yang terpenting dalam proses penerjemahan adalah pemindahan makna bukan pemindahan struktur Bsunya.

A. 2. Jenis-Jenis Penerjemahan

A. 2.1. Penerjemahan di Lihat dari Sudut Hierarki Bahasa Dilihat dari sudut tingkat bahasa jenis penerjemahan ada enam:15

1. Penerjemahan Tingkat Fonem 2. Penerjemahan Tingkat Morfem 3. Penerjemahan Tingkat Kata

4. Penerjemahan Tingkat Rangkaian Kata 5. Penerjemahan Tingkat Kalimat

6. Penerjemahan Tingkat Teks

A. 2. 1. 1. Penerjemahan Tingkat Fonem

15

(25)

Fonem merupakan satuan terkecil dalam bahasa. Ia hanyalah sebuah bunyi yang dapat membedakan makna. Fonem ialah bunyi bahasa yang minimal yang membedakan bentuk dan makna.16 Jadi, berbeda bunyi suatu kata akan memunculkan makna yang berbeda pula.

Contoh:

memiliki makna mengalir deras (menyiram)

memiliki makna mengalir pelan (memerciki)

Fonem /

ح

/ dan fonem /

خ

/ adalah dua fonem yang dapat membedakan

makna kata dan kata

A. 2.1.2. Penerjemahan Tingkat Morfem

Morfem ialah bentuk yang sama yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain.17 Morfem terbagi menjadi dua bagian:

1. Morfem yang dapat berdiri sendiri walaupun tidak ada morfem lain yang mengiringinya. Biasa disebut dengan morfem bebas.

Contoh:

Kecil (bahasa Indonesia)

آ

(bahasa Arab)

Chair (bahasa Inggris)

16

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 26

17

(26)

2. Morfem yang tidak dapat berdiri sendiri. Ia butuh kepada morfem lain. Biasa disebut dengan morfem terikat.

contoh:

Ber-, me-, -an, per-, dan lain-lain (bahasa Indonesia)

Im-, re-, il- (bahasa Inggris)

-

نو

dan

تا

- pada lafazh

نﻮ

dan

تﺎ

(bahasa Arab)

pada lafazh

نﻮ

dan

تﺎ

masing-masing memiliki satu morfem

bebas dan satu morfem terikat.

merupakan morfem bebas, yang berarti 'seorang pria muslim'.

نو

merupakan morfem terikat, sebagai penanda jama' mudzakar salim

(menunjukan makna banyak dengan jenis kelamin laki-laki).

Sehingga lafazh

نﻮ

diterjemahkan menjadi 'para pria muslim'.

merupakan morfem bebas, yang berarti 'seorang wanita muslim'.

ا

ت

merupakan morfem terikat, sebagai penanda jama' mu'anast salim

(menunjukan makna banyak dengan jenis kelamin perempuan).

Jadi, apabila morfem bebas dan morem terikat itu digabungkan menjadi تﺎ ﺴ maka maknanya pun akan berubah menjadi 'para wanita muslim'.

(27)

Menurut Kridalaksana, “Kata adalah satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.18 Jenis terjemahan di tingkat kata lebih sering digunakan ketimbang jenis penerjemahan di tingkat morfem. Namun, penggunaan terjemahan di tingkat kata terbatas. Biasanya hanya sebagian saja kata dalam satu kalimat yang bisa diterjemahkan di tingkat kata, sedangkan sebagian yang lain dilakukan di tingkat yang lebih tinggi, karena tidak bisa diterjemahkan di tingkat kata. Terjemahan jenis ini hanya bisa dilakukan pada kalimat sederhana.19

Contoh:

ﷲا

لﻮ ر

نا

ﺪﻬ أو

ﷲا

ا

ا

نا

ﺪﻬ أ

“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhamad Rasul Allah”

A.2. 1. 4. Penerjemahan Tingkat Rangkaian Kata (Phrase Level)

Jenis penerjemahan di tingkat rangkaian kata biasanya merupakan rangkaian kata idiom atau kontruksi yang mapan, yang terkait dengan fraseologisme.20 Sementara menurut Cook, “Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak memiliki ciri-ciri klausa.” Kridalaksana mendefinisikannya, “Sebagai gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predakatif.”21 Sedangkan idiom sendiri berarti kontruksi yang maknanya tidak dapat dilacak dari unsur-unsur pembentuknya.

18

Abdul Chaer, Linguistik Umum, cet. Ke-2, h.

19

Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.37

20

Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.38

21

(28)

Contoh:

ﻰ ﻮ ا

ﺪ ا

kalau diterjemahkan di tingkat kata, lafaz itu memiliki arti

'tangan panjang' yang dalam bahasa Indonesia berkonotasi buruk, yakni suka mencuri. Sedangkan yang di maksud lafaz itu adalah besar kontribusinya, yang berkonotasi baik.

Dalam bahasa Inggris she sat on the chair with her leg crossed jika di terjemahkan di tingkat kata menjadi 'Ia duduk di kursi dengan kaki bersilang'. Sedangkan jika diterjemahkan di tingkat frase menjadi 'Ia duduk di kursi dengan kaki di atas'.22

A.2. 1. 5. Penerjemahan Tingkat Kalimat (Sentence Level)

Jika penerjemahan di tingkat rangkaian kata tidak dapat dicarikan padanan yang tepat, maka penerjemahan dilakukan di tingkat kalimat. Dalam penerjemahan jenis ini, kalimat dijadikan sebagai satuan terjemahan.

Contoh:

لﻮ ﺪ

رﺎ

رود

ﺎ ا

نﺎآ

ﻷا

نﺎ

“Siswa menunggu giliran dengan cemas untuk memasuki ruang ujian”

makna asalnya ‘panitia’, sedang dalam kalimat tersebut diartikan

‘ruangan’

A.2. 1. 6. Penerjemahan Tingkat Teks (Text Level)

22

(29)

Penerjemahan ini dilakukan dengan melihat teks keseluruhan dengan menjadikannya sebagai satuan terjemahan. Biasanya jenis penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan prosa atau puisi.23 Contoh24:

ﺎ ﺪ

إ

ﺮ ﺪ

لﻮ

ﻷا

أو

لﺰ

ﺎ د

ﻷا

تﻮ ا

ﺮ او

قوﺪ

ا

ﺮ أ

ﺎﻬ اﻮهأ

تﻮ

ا

ﻷﺎ

Orang yang terpesona oleh kemegahan dunia

Ia terlena oleh rayuan dunia

Ia lalai, ajalpun menjemputnya

Kematian datang tanpa di duga

Alam kubur merupakan ladang amal

Apakah ia sanggup menghadapi kematian?

Kematian datang jika telah tiba waktunya

A. 2. 2. Jenis Penerjemahan di Lihat dari Bentuk Teksnya

23

Salihen Meontaha, Bahasa dan Terjemah, h.38

24

(30)

Di lihat dari bentuk teksnya terjemahan di bedakan menjadi dua bagian:25 a. Terjemahan Lisan (Translation)

b. Terjemahan Tulisan (Interpretation)

Terjemahan tulisan ialah terjemahan yang dilakukan secara tertulis, dapat dilakukan di mana saja, dapat dengan bantuan kamus atau bantuan orang lain, dan ada jeda waktu. Sedangkan terjemahan lisan ialah terjemahan yang dilakukan melalui media lisan, tanpa menggunakan kamus atau referensi lain, secara spontan, dan tempatnya pun ditentukan, seperti di seminar, kunjungan kenegaraan atau konferensi. Dalam terjemahan lisan, ada yang di sebut dengan terjemah lisan simultan dan terjemah lisan

konsekutif.

Terjemah lisan simultan dilakukan oleh penerjemah secara bersamaan (spontan) dengan teks Bsu, tanpa ada jeda waktu. Penerjemah tidak menunggu sampai pembicara selesai menyampaikan ujarannya. Sementara dalam terjemahan lisan konsekutif (bergantian) penerjemah memiliki jeda waktu sampai ujaran asli selesai diutarakan, barulah penerjemah menerjemahkannya.

A. 2. 3. Jenis Penerjemahan Versi Jacobson

Ramon Jacobson membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antarbahasa

(interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik.26

25

Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 25

26

(31)

Terjemahan intrabahasa adalah pengubahan suatu teks menjadi teks lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ini ditulis dalam bahasa yang sama. Misal, kita menuliskan kembali puisi Chairil Anwar ‘AKU’ ke dalam bentuk prosa dalam bahasa Indonesia, maka kita telah melakukan penerjemahan intrabahasa.27 Sama halnya dengan sebuah karya tafsir Al-Qur’an yang ditafsirkan dengan bahasa Arab. Itu bisa disebut terjemahan intrabahasa, karena menginterpretasikan pesan yang ada dalam Bsu dengan mengunakan bahasa yang sama, yakni bahasa Arab ke bahasa Arab.

Terjemahan intrabahasa adalah terjemahan yang sesungguhnya, yakni mengalihkan pesan yang terdapat pada Bsu ke dalam Bsa. Sehingga makna yang diinginkan teks Bsu terwakili oleh makna yang ada dalam Bsa.

Yang ketiga adalah jenis terjemahan intersemiotik, yakni terjemahan yang mencakup penfasiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda yang lain.

Contohnya, novel 'Ayat-Ayat Cinta’ karya Habiburrahman al-Sirajiy yang dijadikan film layar lebar yang telah diputar di bioskop dengan judul yang sama.

A. 2. 4. Jenis Penerjemahan Menurut Ciri-ciri Teks Bsa

Ada tiga jenis terjemahan yang termasuk ke dalam kategori ini, yakni terjemahan sempurna, terjemahan memadai, dan terjemahan komposit.

Terjemahan sempurna (perfect translation). Yang terpenting dalam penerjemahan teks ini adalah pesan dari Bsu ke Bsa dan pembaca yang

27

(32)

membaca teks Bsu kesannya sama dengan pembaca teks Bsa. Jenis terjemahan ini biasanya dilakukan untuk menjelaskan tulisan-tulisan informatif (imbauan atau larangan).

Contoh:

No smoking (bahasa Inggris) Di larang merokok (bahasa Indonesia)

ﺪ ا

عﻮ

(bahasa Arab)

Terjemahan memadai (adequat translation). Terjemahan ini diperuntukan bagi pembaca umum yang tidak perduli terhadap naskah aslinya. Yang terpenting ia memperoleh informasi, terjemahannya enak dibaca, dan ceritanya menarik. Terjemahan jenis ini lebih mementingkan enak atau tidaknya hasil terjemahan itu dibaca.

Terjemahan komposit (composit translation). Terjemahan ini dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga aspek teks Bsu bisa dialihkan ke dalam teks Bsa. Aspek-aspek ini meliputi makna, pesan, dan gaya. Biasanya penerjemahan jenis ini dilakukan untuk menerjemahkan karya sastra.

A. 3. Metode Penerjemahan

(33)

metode yang dapat mempermudah seorang penerjemah dalam menerjemahkan.28

Newmark membedakan metode penerjemahan berdasarkan orientasinya terhadap teks Bsu dan terhadap teks Bsa. Yang berorientasi kepada teks Bsu ada empat, yakni penerjemahan kata-demi-kata (word for word translation), penerjemahan harfiyah (literal translation), penerjemahan

setia (faithful translation), dan penerjemahan semantik (semantic translation). Sedangkan penerjemahan yang berorientasinya kepada teks Bsa, juga ada empat, yaitu penerjemahan adaptasi (adaptation translation), penerjemahan bebas (Free Translation), penerjemahan idiomatis (idiomatic translation), dan penerjemahan komunikasi (communicative translation).29 A. 3. 1. Penerjemahan yang Berorientasi kepada Teks Bsu

Penerjemahan word-for-word (kata-demi-kata). Dalam metode ini kata perkata dalam Bsu diterjemahkan satu persatu ke dalam Bsa dengan makna yang paling mendekati teks Bsu dengan tetap mempertahankan struktur atau susunan kata-kata pada Bsu.

لﺎ

إ

لﺎ ﻷا

تﺎ ﺎ

Berkata Muhamad, "Sesungguhnya perkara perbuatan (amal) itu dengan niat."

Metode ini bukanlah metode penerjemahan yang baik, karena terkesan kaku dan tidak mengindahkan struktur bahasa pada Bsa. Untuk tahap awal —

28

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 740

29

(34)

terutama untuk Penerjemah pemula— metode ini sangat mungkin dilakukan.

Penerjemahan harfiyah (literal translatioan). Menurut Larson terjemahan harfiyah adalah terjemahan yang berusaha meniru bentuk Bsu. Kontruksi gramatikal Bsu dicarikan padanannya yang terdekat ke dalam Bsa, tetapi penerjemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks.30 Jadi, dalam penerjemahan ini kata-kata diterjemahkan apa adanya tanpa mengindahkan konteks (unsur di luar bahasa). Metode ini hampir sama dengan metode terjemah word for word, struktur pada Bsu masih dipertahankan, tetapi ada upaya penerjemah untuk mengikuti struktur Bsanya.

Contoh:

و

كاﺪ

ﺔ ﻮ

ﻰ إ

و

ﺎﻬ

آ

ا

Diterjemahkan harfiyah menjadi “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu mengulurkannya.”31

Penerjemahan setia (faithful translation). Penerjemahan ini masih mempertahankan bentuk dan susunan pada bahasa sumbernya. Penerjemahan jenis ini berusaha mencarikan padanan makna yang sedekat mungkin dengan bahasa sumbernya. Penerjemahan jenis ini sangat setia terhadap teks sunbernya; baik dalam susunan gramatikalnya, bentuk, dan padanannya. Sehingga kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa sasaran tidak dipedulikan.

30

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 51

31

(35)

Penerjemahan Semantis (semantic translation). Penerjemahan

semantis adalah penerjemahan yang sangat berpihak kepada makna.

Penerjemah, ketika menerjemahkan suatu teks ia berusaha mentransfer makna dan gaya yang ada dalam teks sumber ke dalam teks sasaran. Dia juga berusaha untuk mempertahankan idiolek dan ekspresi penulis. Ia hanya berusaha menerjemahkan apa yang ada, tidak menambah, mengurangi, atau mempercantik.32

A. 3. 2. Penerjemahan yang Berorientasi kepada Teks Bsa

Penerjemahan bebas (free translation). Dalam metode ini yang terpenting adalah pengalihan pesan. Sementara bentuk teks aslinya tidak dihiraukan. Pengungkapannya dalam teks sasaran dilakukan sesuai kebutuhan calon pembaca.33 Metode penerjemahan ini biasanya berbentuk paraphrase yang dapat lebih panjang atau lebih pendek. Karena terdapat perubahan yang cukup drastis, maka ilmuan linguistik banyak yang pro dan kontra tentang di sebutnya itu sebuah karya terjemahan. Biasanya metode ini digunakan di kalangan media massa.

Penerjemahn saduran (adaptation translation). Penerjemahan ini lebih menekankan pada isi pesan yang terdapat dalam bahasa sumber, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca teks bahasa sasaran. Unsur kebudayaan yang ada dalam versi Bsu disesuaikan dengan unsur kebudayaan yang terdapat dalam bahasa sasaran.34

32

Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, h. 50

33

Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,2006) h.57

34

(36)

Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation). Dalam metode ini penerjemah berupaya menemukan padanan istilah, ungkapan, dan idom dari apa yang tersedia dalam bahasa sasaran. Metode ini menyampaikan pesan yang terdapat dalam bahasa sumber dengan menggunakan kesan keakraban dan idiomatik yang tidak ada pada versi aslinya (Bsu).35

Idiomatik merupakan kontruksi yang maknanya tidak dapat dilacak dari unsur-unsur pembentuknya. Definisi idiom berdasarkan kamus Collins English Dictionary ialah sekelompok kata yang maknanya tidak dapat dicari dari makna kata-kata unsurnya. Hasil terjemahan metode ini terbilang luwes, tidak kaku, dan enak dibaca. Karena metode penerjemahan ini hanya berusaha untuk menyampaikan makna yang terdapat dalam Bsu, bahkan mempercantiknya.

Penerjemahan komunikasi (communicative translation). Penerjemahan ini sangat memanjakan pembacanya. Terjemahan ini berusaha menciptakan efek yang dialami oleh pembaca bahasa sasaran sama dengan efek yang dialami oleh pembaca bahasa sumber.36 Namanya juga penerjemahan komunikasi, berbeda yang diajak bicara berbeda pula bahasanya. Jika berbicara dengan orang awam, maka harus menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang awam. Jika berbicara dengan orang yang memiliki intelektual, maka tentu tidak sama bahasanya dengan berbicara kepada orang awam.

Contoh:

35

Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h.58

36

(37)

نﺎ

آﺎ

باﺮ

dapat diterjemahkan 'setetes mani' (bagi orang awam) dan 'sperma'

(untuk intelektual)

dapat diterjemahkan 'segumpal darah' (untuk awam) dan 'zigot' (untuk

intelektual)

dapat diterjemahkan 'segumpal daging' (untuk awam) dan 'embrio'

(untuk intelektual)

jadi, penerjemahan metode ini melihat siapa sasaran pembacanya? Apakah orang awam atau intelektual?

A. 4. Prinsip-Prinsip Penerjemahan

Prinsip penerjemahan adalah seperangkat acuan dasar yang hendaknya di pertimbangkan oleh penerjemah. Pemilihan prinsip ini di dasari oleh tujuan penerjemahan. Prinsip-prinsip penerjemahan ini ada yang menitikberatkan kepada penulis bahasa sumber dan ada yang menitikberatkan kepada pembaca teks sasaran.37

Prinsip penerjemahan yang setia kepada penulis teks sumber:

a. Terjemahan harus memakai kata-kata teks bahasa sumber. Prinsip penerjemahan berupaya untuk mempertahankan bentuk dan gaya yang ada dalam bahasa sumber. Teks bahasa sasaran memakai

37

(38)

terjemahan harfiyah dari kata-kata yang dipakai dalam bahasa sumber

b. Kalau dibaca, terjemahan harus seperti karya terjemahan

c. Terjemahan harus mencerminkan waktu ditulisnya teks asli. Dalam prinsip penerjemahan ini tidak ada istilah memodernkan teks kuno atau mengkunokan teks modern. Terjemahkan apa adanya sesuai waktu pada saat pengarang menulisnya

d. Terjemahan harus mencerminkan gaya bahasa teks bahasa sumber e. Penerjemah tidak boleh menambah atau mengurangi, ataupun

mempercantik hal-hal yang ada di teks bahasa sumber. Terjemahkan saja apa adanya

f. Genre sastra tertentu harus di pertahankan di dalam terjemahan. Misalkan dalam menerjemahkan puisi, maka gaya puisinya dipertahankan, menerjemahkan prosa menjadi sebuah prosa

Prinsip penerjemahan yang setia kepada pembaca teks sasaran:

a. Terjemahan harus memberikan ide teks bahasa sumber dan tidak perlu kata-katanya yang terpenting dalam prinsip ini ialah makna yang diinginkan teks bahasa sumber teralihkan ke dalam teks bahasa sasaran. Tidak peduli tehadap struktur teks bahasa sumbernya. Sehingga hasil terjemahannya pun lebih luas, fleksibel, dan mudah dimengerti oleh pembaca

b. Terjemahan harus memiliki gaya sendiri

(39)

terhadap teks kuno, yang biasanya tidak menggunakan tanda baca, paragraph, dan lain-lain. Seperti halnya teks-teks modern. Maka penerjemah harus memodernkannya, karena penerjemah menerjemahkan teks klasik itu di masa modern (telah menggunakan tanda baca).

d. Penerjemah boleh menambah, mengurangi, bahkan mempercantik teks bahasa sasaran. Sekali lagi, yang terpenting dalam proses penerjemahan ini ialah makna tersampaikan, hasil terjemahan terbilang luwes, dan enak dibaca.

Secara umum prinsip penerjemahan ada empat, yakni:38 a. Tidak mengubah maksud pengarang teks asal

b. Menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami pembaca c. Menghormati kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa sasaran d. Menerjemahkan makna bahasa bukan menerjemahkan bentuk

bahasa

B. Teori Hâl dalam Bahasa Arab B. 1. Pengertian Hâl

Hâl merupakan salah satu bentuk kalimat isim dalam bahasa Arab yang oleh para ahli nahwu diartikan sebagai kalimat yang menjelaskan keadaaan yang masih samar dan statusnya dalam kalimat sebagai keterangan tambahan (aposisi)

Mustofa Amin, mendefinisikannya sebagai kalimat isim yang dinasabkan, berfungsi untuk menjelaskan keadaan fa'il atau mafu'l bih

38

(40)

ketika terjadinya suatu pekerjaan. Fa'il dan mafu'l bih ini disebut Shâhib al-hâl.39

Hâl menurut Muhamad al-Intinakiy ialah isim yang berupa sifat yang dinasabkan; berfungsi untuk menjelaskan keadaan yang samar dari

Shâhib al-hâl ketika terjadinya suatu pekerjaan. Kedua teori ini cenderung sama. Dalam teori ini masih terdapat kelemahan, yakni tidak ada kata yang menunjukan kepada isim nakiroh. Karena disyaratkan bahwa hâl harus berupa isim nakiroh. Jika bukan berupa isim nakiroh maka harus dita'wil ke dalam isim nakiroh.

Sementara Fuad Ni'mah mendefinisikannya sebagai, “Kalimat isim nakiroh yang dinasabkan; berfungsi untuk menjelaskan kesamaran keadaan

fa'il dan mafu'l bih ketika terjadinya suatu pekerjaan, menimbulkan

pertanyaan 'bagaimana (

آ

)'? Sedangkan fa'il dan mafu'l bih itu disebut

Shâhib al-hâl. Shâhib al-hâl harus berupa isim ma'rifah.

Dalam buku al-Nawhu al-Asasiy, disebutkan bahwa hâl adalah sifat berbentuk isim nakiroh yang dinasabkan. Berfungsi untuk menjelaskan kesamaran Shâhib al-hâl pada waktu terjadinya pekerjaan.40

Dari keempat teori di atas, Penulis lebih condong terhadap teori yang dikemukakan oleh Fuad Ni'mah. Definisi tersebut sebenarnya telah menjelaskan hâl lebih rinci di bandingkan antara ketiga defenisi lainnya. Sebagaimana yang Penulis ketahui, bahwa definisi adalah kata, frasa, atau

39

Mustofa Amin, al-Nahwu al-Wâdih: Fî Qawâ’idu al-Lughah al-'Arabiyah (libanon: Dar al-Ma'arif, tth), h. 97

40

(41)

kalimat yang mengungkapakan makna, keterangan, atau ciri-ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktifitas; batasan (arti).41

Mustofa al-Ghalayain dalam bukunya yang berjudul Jami' al-Durus al-'Arabiyah menuliskan, bahwa hâl adalah sifat tambahan yang disebutkan untuk menjelaskan kesamaran dan sifat tersebut pantas dilekatkan pada isim

tersebut.

Sedangkan Drs. Abdullah Abbas Nadawi mendefinisikan, "Hâl

adalah istilah tata bahasa Arab yang berarti keadaan pada waktu kata kerja utama terjadi." Dalam definisi disebutkan 'kata kerja utama', Penulis berkesimpulan pasti ada kata kerja kedua. Pendapat Penulis, hâl

kedudukannya sebagai kata kerja kedua setelah fi'il yang berfungsi sebagai kata kerja utama.

Contoh:

ﺎ ﺎ

”Muhammad berkhatbah dengan berdiri”

Kalau dilihat secara sepintas teks bahasa sasaran terdapat dua kata kerja, yakni 'berkhatbah' dan 'berdiri'. Walaupun sebenarnya kalau dilihat teks

bahasa sumbernya,

ﺎ ﺎ

adalah kalimat isim.

B. 2. Pengklasifikasian Hâldalam Bahasa Arab

Muhamad Amin mengelompokan hâl menjadi lima jenis, yakni hâl mufrad

(tingkat kata), hâl jumlah ismiyah (Klausa Nominal), hâl jumlah fi'liyah

41

(42)

(Klausa Verbal), hâl zaraf (preposisi + N1), dan hâl jar majrur (preposisi + N1).

1.Hal Mufrad (Tingkat Kata). Mufrad sendiri memiliki arti tunggal (tidak lebih dari satu). Jadi, hâl mufrad ialah yang teridiri dari isim mufrad (terdiri

dari satu kata). Contoh:

ارﺎ

مﺎ ا

آ

”Janganlah kamu makan makanan dalam keadaan panas”

2.Hâl Jumlah Ismiyah (Klausa Nominal). Jumlah ismiyah berarti jumlah

yang terdiri mubtada dan khabar. Hal ini terdiri dari N1(mubtada) + N2

(khabar), biasa diiringi oleh wawu hâliyah. Contoh:

ﺔﻬآﺎ ا

آ

هو

“Janganlah kamu makan buah dalam keadaan masih mentah”

3.Hâl Jumlah Fi’liyah (Klausa Verbal). Hâl ini terdiri dari fi’il dan fa’il, baik itu fi’il mudore’ (imperfektum) maupun fi’il mâdi (perfektum). Jika terdiri dari fi’il mâdi di syaratkan fi’ilmâdi itu dibarengi oleh huruf wawu hâliyah dan huruf qad. Contoh:

ءﺎ ﺪ ﻷا

ﺪ و

كﻮ أ

بﺎ

”Saudaramu tidak hadir sedangkan semua teman-teman hadir”

ﻜ ا

بﺮ

اﺪ ز

أر

(43)

4.Hâl Zaraf (prase prefosisi + N1). Hâl ini terdiri dari zaraf makân

(keterangan tempat). Untuk hâl yang terdiri dari zaraf zamân (keterangan waktu) Penulis belum menemukan kejelasan, ada atau tidak adakah hâl dari prefosisi tersebut.

ا

أ

تﺪﻬ

“Aku menyaksikan saudaraku berada di antara orang-orang soleh (baik)” 5.Hâl Jar Majrur (prase prefosisi + N1). Kontruksinya terdiri jarmajrur. Contoh:

ز

جﺮ

ﺎ ا

مﻮ ا

بر

لﺎ

Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut yang menunggu-nunggu,

dengan khawatir, dia berdoa, “Ya, Tuhanku, selamatkanlah aku dari

orang-orang yanglalim,” (Q. S. al-Qasas [28]: 21)

Mustofa al-Ghalayaini mengklasifikasikan hâl menjadi 9 macam, yaitu hâl mu’assasah, hâl mu’aqadah, hâl maqsudah li dzâtihâ, hâl haqiqiyah, hâlsababiyah, hâl jumlah, dan hâl syibh al-jumlah.42

1.Hâl Mu’assah ialah hâl yang harus di sebutkan dalam kalimat untuk memberikan kejelasan maknanya. Hâl ini bersifat ‘umdah bukan fadlah. Sehingga jika ia dihilangkan dalam suatu kalimat, maka kalimat itu maknanya akan berantakan.

Contoh:

42

(44)

نأ

ﷲا

ﺪ ﺮ

نﺎ ﻷا

و

“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan dijadikan manusia

bersifat (dalam keadaan) lemah,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 28)

2. Hâl Mu’aqadah. Hâl ini sifatnya fadlah, hanya sekedar tambahan. Ada atau tidak adanya hâl itu dalam kalimat tidak akan mengubah makna. Contoh:

اﺪ

ضرﻷا

‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi dengan

kerusakan’. Jika dihilangkan lafaz maka

اﺪ

tidak akan

mempengaruhi makna. Karena kata sendiri memiliki makna

‘kerusakan’.

3. Hâl Maqsûdah Li Zâ Tihâ. Hâl jenis ini, merupakan jenis hâl yang sering kita temukan, karena pada dasarnya hâl jenis inilah yang banyak muncul dalam redaksi kalimat. Karena memang kalimat itu (yang menjadi hâl) dari awalnya berkedudukan sebagai hâl.

Contoh:

تﺮ

دا

”Aku berjalan sendirian”

(45)

4. Hâl Mu’tiah. Hâl ini kebalikan dari hâl maqsûdah li zâ tihâ. Pada awalnya kalimat yang menjadi hâl ialah kalimat yang menjadi sifatnya bukan kalimat yang disifatinya (yang kedudukan selanjutnya sebagai

hâl). Contoh:

ر

اﺪ ﺎ

”Aku menilai Khalid sebagai laki-laki yang baik”

Pada awalnya yang menjadi hâl ialah lafaz bukan

ر

5. Hâl Haqiqiyah. Hâl Ini merupakan hâl yang sebenar-benarnya, yakni menjelaskan keadaan yang samar pada waktu terjadinya suatu peristiwa dan benar-benar berfungsi sebagai hâl bagi kalimat sebelumnya yang berkedudukan sebagai shâhib al- hâl. Contoh:

ﺎ ﺮ

“Aku datang dengan gembira”

6. Hâl Sababiyah. Hâl ini kebalikan dari hâl haqiqiyah, hâl ini tidak menjelaskan keadaan shâhib al- hâlnya, melainkan menjelaskan damîr

yang kembalinya damîr tersebut kepada sâhib al-hâl. Contoh:

ﺎهﻮ أ

اﺮ ﺎ

اﺪ ه

آ

(46)

7. Hâl Jumlah (Tingkat Struktur/Kalimat). Hâl ini biasanya berpatokan

kepada kaidah nahwu yang berbunyi,

فرﺎ

ا

ا

تﺎ

تاﺮﻜ ا

ﺪ و

لاﻮ أ

43

Jumlah setelah isim ma’rifat kedudukanya menjadi hâl; jumlah

setelah isimnakiroh kedudukannya menjadi sifat

Hâl jumlah ada dua macam, jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. 1. Hâl Jumlah Ismiyah (Tingkat Klausa Nominal). Jumlah ismiyah

berarti kalimat yang terdiri mubtada dan khabar. Hal ini terdiri dari N1(mubtada) + N2 (Khabar), biasa diiringi oleh wawu hâliyah. contoh:

هو

ﺔﻬآﺎ ا

آ

“Janganlah kamu makan buah dalam keadaan mentah”

2. Hâl Jumlah Fi’liyah (Klausa Verbal). Hâl ini terdiri dari fi’il dan

fa’il, baik itu fi’il mudore’ (imperfektum) maupun fi’il mâdi

(perfektum). Jika terdiri dari fi’il mâdi disyaratkan fi’il mâdi itu dibarengi oleh huruf wawu hâliyah dan huruf qad.

Contoh:

ءﺎ ﺪ ﻷا

ﺪ و

كﻮ أ

بﺎ

43

Antoine Dahdah, Mu’jam Qawâid al-Lughah al-‘Arabiyah: Fî al -Adawât wa al -Lauhât

(47)

”Saudaramu tidak hadir sedangkan semua teman-teman hadir”

ﻜ ا

بﺮ

اﺪ ز

أر

“Aku melihat Zaid sedang memukul anjing”

8. Hâl Syibh al-Jumlah (Prase Prefosisi). Dalam bahasa Arab syibh al-jumlah ada dua, yakni jar majrur dan zaraf mazrûf.

1. Hâl zaraf (Prase Prefosisi + N1). Hâl ini terdiri dari zaraf makân

(keterangan tempat). Untuk Hâl yang terdiri dari zaraf zamân

(keterangan waktu) Penulis belum menemukan kejelasan, ada atau tidak adakah hâl dari prase tersebut.

Contoh:

ا

أ

تﺪﻬ

”Aku menyaksikan saudaraku berada di antara orang-orang soleh (baik)”

2. Hâl Jar Majrur (Prase Prefosisi + N1). Kontruksinya terdiri jar majrur.

Contoh:

ز

جﺮ

“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahan,” (Q. S.

al- Qasas [28]: 79)

(48)

Contoh:

ارﺎ

مﺎ ا

آ

“Janganlah kamu makan makanan dalam keadaan panas”

B.

3. Syarat dan Ciri-ciri Hâl dalam Bahasa Arab

B. 3.1. Syarat-Syarat Hâl dalam Bahasa Arab

Dalam buku Jami’ al-Durus disebutkan ada empat syarat yang harus dimiliki oleh hâl:44

1. Ia harus berupa isim sifat yang dapat berpindah-pindah (tidak tetap). Keadaan atau sifat yang melekat pada shâhib al-hâlnya bisa berubah. Terkadang pula terbentuk dari isim sifat yang tetap, yakni sifat atau keadaan yang melekat pada shâhib al-hâl tidak akan pernah berubah. Contoh:

نأ

ﷲا

ﺪ ﺮ

نﺎ ﻷا

و

“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia

dijadikan bersifat (dalam keadaan) lemah,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 28)

Keadaan lemah yang disandang oleh manusia sampai kapanpun tidak akan pernah berubah.

2. Ia harus berupa isim nakiroh. Jika terdiri dari isim ma’rifat maka harus dita’wil menjadi isim nakiroh. Walaupun terdiri dari isim ma’rifat itu hanya lafaznya saja sedangkan maknanya tidak.

44

(49)

Contoh:

يا

ﺎهﺪ و

قﻮ ا

ﻰ ا

هذ

ةدﺮ

3. Sifat atau keadaan itu memang pantas terdapat pada shâhib al- hâl

(logis). Contoh:

ﺎ آﺎ

ﺪ أ

“Singa berlari sambil menangis”

Kalimat ini tidak logis, karena sifat atau keadaan (hâl) yang melekat pada

shâhib al- hâl tidak logis, apakah singa pernah menangis?

4. Hâl harus dari isim musytaq (dapat ditasrif). Musytaq sendiri memiliki arti kata jadian. Ia terbentuk dari kata lain. Jika ada hâl

terdiri dari isimjamid maka harus dita’wil ke dalam isim musytaq. 5. Jika hâl terdiri dari jumlah ismiyah atau jumlah fi’liyah yang

didahului oleh prefosisi qad dan tidak ada damir yang kembali kepada shâhib al- hâl maka wajib menggunakan wawu. Wawu ini biasa di sebut dengan wawu hâliyah.

Contoh:

وإ

ذ

ﻰ ﻮ

لﺎ

ا

نﻮ

ﺪ و

إ

ﷲا

لﻮ ر

إ

“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada Kaumnya, ‘Hai kaumku,

(50)

sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu.’,” (Q. S. al-Saf [61]: 5)

ءﺎ ﺪ ﻷا

ﺪ و

كﻮ أ

بﺎ

أر

”Semua teman-teman hadir sedangkan saudaramu tidak hadir”

B. 3. 2.

Ciri-Ciri Hâl dalam Bahasa Arab

Hâl dalam Bahasa Arab memiliki beberapa ciri, di antaranya:

a. Harus berupa isim sifat (isim fa’il dan isim maf’ul) atau syibh al-jumlah

b. Menimbulkan pertanyaan “Bagaimana?” (

آ

)

c. Dibaca nashab (fathah)

d. Menerangkan keadaan ketika terjadinya suatu pekerjaan. e. Terbentuk dari isim nakiroh dan isim musytaq

B. 4.

Padanan Hâl dalam Bahasa Arab
(51)

Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan jalannya suatu peristiwa yang sedang berlangsung.45 Definisi ini hampir mirip dengan definisi hâl yang di kemukakan oleh Dr. Abdullah Abbas Nadwi, yakni hâl

adalah sebuah istilah tata bahasa arab yang berarti keadaan pada waktu kata kerja utama terjadi.

Hasan Alwi, dkk mencatat, bahwa ada riga prefosisi yang menyatakan keterangan cara, yakni prefosisi dengan, secara, dan tanpa. Selain dengan prefosisi, keterangan cara juga dapat dibentuk dengan menambahkan imbuhan se- dan akhiran –nya pada kata ulang. Contoh:

ﺎ ﺆ

و

ؤاﺰ

ا

“Siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya

Neraka Jahanam,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 93)

إ

ا

لاﻮ أ

نﻮ آﺄ

ﺬ ا

ن

إ

ﻬ ﻮ

نﻮ آﺄ

ارﺎ

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim

sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya,” (Q. S. al-Nisâ [4]: 10)

ﺪ ز

ءﺎ

“Zaid datang tanpa tertawa”

ﺎ ﺮ

ﺪ ﺎ

”Khalid berlari secepat-cepatnya”

45

(52)

B. 4. 1.

Berpadanan dengan padahal

Sebagaimana dalam Al-Qur’an,

ﺎ ءﺎ

ﺎ و

ﷲﺎ

ﺎ و

ﺎ ا

مﻮ ا

ﺎ ر

نأ

و

ا

“Dan mengapa kami beriman kepada Allah dan kepada kebenaran

Al-Quran yang datang kepada kami padahal kami bermaksud benar supaya

kami dimasukan oleh Allah ke dalam golongan orang-orang yang saleh”,

(Q. S. al-Maidah [5]: 84)

B. 4. 2.

Berpadanan dengan imbuhan ber- + kata ulang

Di antara makna imbuhan ber- ialah menerangkan dalam keadaan. Selain itu

ber-, memiliki fungsi untuk menguatkan dan memformalkan status verba tersebut.46 Contoh:

ﻷا ﺮ ا ﺪ

اﺮ زم

“Orang-orang Quraisy masuk Islam berbondong-bondong”

اوﺮ

وأ

ﺎ ﺎ

اوﺮ ﺎ

آر

اوﺬ

اﻮ أ

ﺬ ا

ﺎﻬ ﺄ

Hai orang-orang yang beriman bersiap siagalah kamu, majulah kemedan pertempuran berkelompok atau majulah ke medan pertempuran

bersama-sama,” (an-Nisa [4]: 71).

B. 4. 3.

Berpadanan dengan kata penghubung sambil

Kata penghubung sambil dengan fungsi menggabungkan menyatakan ‘keadaan’ digunakan di depan unsur kalimat yang berfungsi keterangan. Kata penghubung sambil bisa diganti dengan kata seraya.47

46

(53)

Contoh: Dibacanya surat itu sambil tersenyum

ا

ﷲا

نوﺮآ

دﻮ و

ا

نوﺮﻜ و

ضرﻷا

و

تاﻮ ا

"Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan

langit dan bumi," (Q.S. al-Imran [3]: 191)

B. 4. 1.

Berpadanan dengan Keterangan keadaan

Keterangan keadaan menerangkan keadaan apa yang tersebut pada predikat, salah satu kata penghubung keterangan keadaan ialah prase dengan. Contoh:

ﺎﻬ

جﺮ

ﺎ ا

مﻮ ا

بر

لﺎ

Musa keluar dari kota itu dengan rasa takut yang menunggu-nunggu,

dengan khawatir ia berdoa, “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari

orang-orang yang lalim, ” (Q. S. al-Qasas [28]: 21)

Keterangan alat sama dengan keterangan keadaan tetapi frase yang terdapat di belakang kata dengan tidak sama.

Bandingkan:

a. Dia melempar kekasihnya dengan bunga

b. Dia melempar kekasihnya dengan senyuman manis

kalimat (a), dibelakang kata dengan terdapat kata bunga. Bunga dipakai sebagai alat untuk melempar, karena frase dengan bunga dinamai

47

(54)

keterangan alat. Pada kalimat (b), di belakang kata dengan terdapat frase tersenyum manis, frase ini menerangkan keadaan waktu pekerjaan

melempar dilakukan. Karena itu frase tersebut dinamai keterangan keadaan. B. 4. 1. Berpadanan dengan Dalam keadaan

Contoh:

نأ

ﷲا

ﺪ ﺮ

نﺎ ﻷا

و

“Allah hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia

dijadikan bersifat (dalam keadaan) lemah.” (Q. S. al-Nisâ [4]: 28)

B.

5. 1.

Berpadanan sedang

Contoh:

ﷲو

د

ض

رﻷا

ﺎ و

تاﻮ ا

(55)

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang ada di langit dan

semua mahluk melata (juga) para malaikat sedang mereka tidak

menyombongkan diri,” (Q.S. al- Nahl [ ]: 49)

B. 4. 1.

Berpadanan dengan ter- + kata dasar yang menyatakan keadaan Imbuhan ter- berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif yang menyatakan keadaan.48

Contoh: Tubuhnya kaku tergeletak

مﺎ

”Muhammad tidur dengan nyenyak” atau ”Muhammad tidur terlelap”

48

(56)

BAB III

MENGENAL KITAB BULÛGH AL-MARÂM A. Sinopsis

Kitab Bulûgh al-Marâm merupakan hasil buah karya al-Hafizh ibnu Hajar al-'Asqalani (w. 852 H) yang sangat popular di dunia Islam. Kitab ini berisi hadîst-hadîst tentang munakahat, muamalah, ibadah, dan jihad. Kitab ini terbagi menjadi 16 bab dan berisi 1358 buah hadist.49 Kitab ini sangat penting bagi umat Islam yang ingin mendalami asas syari'at Islam.

Buku ini berisi kumpulan hadîst tentang hukum (fikih) yang disandarkan pada enam kitab hadîst (kutub sittah), yaitu Shahih al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Nasai, al-Tirmizdi, dan Ibnu Majah; mulai dari soal bersuci (thaharah), soal perkawinan, transaksi bisnis, dan jihad. Ia juga banyak mengutip hadîst dari Ahmad bin Hambal, Thabrani, al-Hakim, al-Daruquthni, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Khuzaimah, dan lain-lain.

B. Riwayat Hidup Penulis

Ibnu Hajar al-‘Asqalani Beliau adalah al-Imam al-‘Allamah al-Hafizh Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al-Kinani, al-‘Asqalani, al-Syafi’i, al-Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al-Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani' adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza-red).

49

(57)

Beliau lahir di Mesir pada bulan Sya’ban 773 H, namun tanggal kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk anak yatim piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih bayi. Ibunya Tujjar, adalah seorang wanita kaya yang aktif dalam kegiatan perniagaan. Ayahnya, Nurudin Ali wafat pada tahun 777 H, ketika Beliau masih kanak-kanak, kira-kira berumur empat tahun. Ketika wafat, Ayahnya berwasiat kepada Zakiyuddin Abu Bakar al-Kharrubi untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu.

Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al-Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal Al-Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, Beliau menghafal kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al-‘Umdah, al-Hawi ash-Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab. Semangat dalam menggali ilmu, Beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri, seperti Mekah, Madinah, Hedjaz, Palestina, Damaskus, dan Suriah. Semua ini, dilakukan oleh al-Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar.

Beliau belajar ilmu bahasa dan sharaf kepada Jamaluddin al-Bulqini, Ibnu al-Mu'an, al-Fairuz dan Muhibbuddin bin Hisyam (w.799); belajar ilmu qira'ah kepada al-Tanukhi; belajar sejarah kepada Syamsuddin Muhammad bin Ali bin Qattam; belajar hadîst kepada Zainuddin al-Iraqi (w. 800 H).50

50

(58)

Perjalanan Karir:

1. Dosen di Syaikhuniyah (Maret 1406)

2. Dosen di Madrasah Jamalia (November 1408) 3. Dosen di madrasah Mankutimuriyah (Oktober 1409)

4. Kepala Bidang Pengawasan Pendidikan Administrasi (6 Juli 1410) di perguruan Baybarsiyah kurang lebih selama 31 tahun.

5. Sebagai hakim di Mesir (827 Muharam-827 Zulkaidah) 6. Khatib di al-Azhar dan di masjid Amr bin Ash

7. mendirikan kantor mufti di Dar al-'Adl (811 H) 8. Administrator perpustakaan al-Mahmudiyah ( 826 H)

Karya-Karya al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani

Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekati ajalnya. Menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Di antara karya beliau yang terkenal ialah:

Fath al-Bâri Syarh Shahih Bukhari,

Bulûgh al-Marâm min Adillat al-Ahkâm,

Al-Ishabah fi Tamyizi al-Shahabah,

Tahdzîb al-Tahdzîb,

Al-Durâr al-Kamînah,

Taghliq al-Ta’liq,

(59)

Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal shalih. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra.

C. Riwayat Hidup Penerjemah

Muhamad Machfudin Aladip bin Haji Fadhil bin Haji Soepandi bin Muhamad Dai’in dilahirkan pada tahun 16 juni 1942 di Pasir Kupang Kecamatan Cibarusah Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat. Pada usia 2 tahun ia ditinggal wafat oleh ibunya.

Pendidikan:

1. Pada tahun 1949 masuk Sekolah Rakyat Negeri merangkap Madrasah Ibtidaiyah

2. Tahun 1956-1958 masuk perguruan Al-qu'ran di Pandeglang, Banten 3. Tahun 1958-1960 masuk perguruan Nahwi Wa Sharfi di pondok

pesantren Dangdeur, Cianjur

4. Tahun 1960 masuk perguruan salafiyah Syafi’iyah Tebuireng Jombang. Dan masuk Madrasah al-Wustha setingkat Madrasah Tsanawiyah 6 tahun, tamat tahun 1963.

5. Tahun 1963 masuk sekolah persiapan IAIN Jami’iyah al-Islamiyah al-Hukumiyah Kediri

(60)

Karir:

1. Tahun 1968-1971 menjadi guru tidak tetap sekolah persiapan IAIN Sunan Ampel Tulungagung dan sebagai asisten dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Tulungagung mengampu mata kuliah pengantar Ilmu Kalam

2. Tahun 1971 diangkat sebagai guru tetap sekolah persiapan IAIN Sunan Ampel Tulungagung dan sebagai dosen tidak tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Tulungagung dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Kalam dan Pengantar Pendidikan Islam

3. Tahun 1974 pindah mengajar ke sekolah persiapan IAIN Kediri sebagai guru tetap dengan mata pelajaran Ilmu Tauhid dan Alquran/Tafsir

4. Tahun 1978 sebagai guru tetap Madrasah Aliyah Negeri Kotamadya Kediri dan memegang mata pelajaran Al-qur'an Hâdist dan Ilmu Tafsir

5. Tahun 1980 lulus penataran P4 Taype A angkatan ke-VII dan kemudian bersama temannya mendirikan sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Terjemahan Teks Medis Dalam Bahasa Indonesia: Analisis Dampak Kemampuan Penerjemah Terhadap Kualitas Terjemahannya.. Penerjemahan Buku Teori

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian dalam buku ajar bahasa Arab Durus Al-Lughah Al-‘Arabiyyah kelas X Madrasah Aliyah dari aspek kelayakan isi,

Terjemahan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke.. dalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa

Berkaitan dengan hal tersebut maka padanan kata yang digunakan dalam subtitle bahasa Inggris tetap sama yaitu menggunakan kata “Whoa” untuk mewakili ungkapan

1) Berdasarkan analisis fungsi, sebuah ayat Al Quran (BA) yang diterjemahkan secara harfiah belum tentu menghasilkan terjemahan yang mempunyai pola sintaksis yang

Data penelitian ini adalah kata jihad yang terdapat dalam al-Quran dan terjemahnya oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an Departemen Agama Republik

Ia akan mengupas asal usul bahasa arab, hubungan bahasa arab dengan al-Quran, keistimewaan al-quran, keunikan bahasa arab, konsep pembelajaran dan pengajaran al-Quran dalam

Apabila teknik ini tidak diterapkan oleh penerjemah, maka hasil terjemahan tidak tepat atau tidak berterima dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran, namun