UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STRATA 1 MEDAN
PENGARUH EKONOMI MAKRO TERHADAP
HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN
MULTIFINANCE DAN PERBANKAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi OLEH:
YENI 060502023 MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRAK
Yeni (2010). Pengaruh Ekonomi Makro Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Isfenti Sadalia, ME (Penguji I) dan Drs. Nakman Harahap, M.Si (Penguji II).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ekonomi makro terhadap harga saham pada perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2005-2009. Ekonomi makro diukur dari indikator-indikatornya, antara lain inflasi, nilai tukar, dan suku bunga.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Multifinance dan Perbankan yang sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan tidak pernah di-suspend (diberhentikan) selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang berjumlah 23 emiten.
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengaruh variabel ekonomi makro yang terdiri dari : Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga terhadap Harga Saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia?”
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu uji serempak (uji F) dan uji secara parsial (uji t), dengan tingkat signifikansi (α) = 5%. Penganalisaan data menggunakan software
pengolahan data statistik yaitu SPSS 16.00 for Windows.
Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa inflasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham, sedangkan nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sementara suku bunga tidak diikutkan dalam pengujian hipotesis untuk mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi di antara variabel bebas. Hasil pengujian hipotesis secara serempak (uji F) menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap harga saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Koefisien determinasi (R2) dari hasil penelitian menunjukkan 16,9% variasi dari harga saham dijelaskan oleh kedua variabel bebas. Sedangkan sisanya 83,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil penelitian ini memenuhi keseluruhan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Kerangka Konseptual ... 6
D. Hipotesis ... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1. Tujuan Penelitian ... 8
2. Manfaat Penelitian ... 8
F. Metode Penelitian ... 9
1. Batasan Operasional ... 9
2. Definisi Operasional Variabel ... 10
3. Populasi dan Sampel ... 12
4. Teknik Pengumpulan Data ... 14
5. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
6. Jenis Data ... 15
7. Metode Analisis Data ... 15
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 20
C. Inflasi ... 22
14.PT. Bank CIMB Niaga Tbk ... 48
15.PT. Bank Internasional Indonesia Tbk ... 48
16.PT. Bank Permata Tbk ... 49
17.PT. Bank Swadesi Tbk ... 49
18.PT. Bank Victoria International Tbk ... 50
19.PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk ... 50
20.PT. Bank Mayapada Internasional Tbk ... 51
21.PT. Bank Mega Tbk ... 51
22.PT. Bank OCBC NISP Tbk ... 51
23.PT. PAN Indonesia Bank Tbk ... 52
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Desktiptif ... 53
B. Analisis Statisktik ... 62
1. Pengujian Asumsi Klasik ... 62
2. Pengujian Hipotesis ... 71
3. Koefisien Determinasi ... 76
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 1.1 Indikator Ekonomi ... 2
Tabel 1.2 Posisi Pembiayaan Rupiah dan Valuta Asing Perusahaan Multifinance Menurut Jenis Pembiayaan ... 4
Tabel 1.3 Jumlah Sampel Berdasarkan Karakteristik Pengambilan Sampel ... 13
Tabel 1.4 Nama-nama Perusahaan Multifinance ... 13
Tabel 1.5 Nama-nama Perusahaan Perbankan ... 14
Tabel 1.6 Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi ... 17
Tabel 4.1 Tingkat Inflasi ... 53
Tabel 4.2 Nilai Tukar ... 56
Tabel 4.3 Suku Bunga ... 58
Tabel 4.4 Harga Saham ... 60
Tabel 4.5 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (1) ... 64
Tabel 4.6 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (2) ... 66
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas (1) ... 67
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas (2) ... 67
Tabel 4.9 Hasil Durbin-Watson Test ... 69
Tabel 4.10 Uji Glesjer ... 70
Tabel 4.11 Hasil Estimasi Regresi ... 71
Tabel 4.12 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 72
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1.1 Pertumbuhan Aset, Kredit, dan Dana Perbankan ... 5
Gambar 1.2 Kerangka Konseptual ... 8
Gambar 4.1 Histogram (1) ... 63
Gambar 4.2 Normal P-P Plot (1) ... 63
Gambar 4.3 Histogram (2) ... 65
Gambar 4.4 Normal P-P Plot (2) ... 65
ABSTRAK
Yeni (2010). Pengaruh Ekonomi Makro Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si (Ketua Departemen Manajemen), Dr. Isfenti Sadalia, ME (Penguji I) dan Drs. Nakman Harahap, M.Si (Penguji II).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ekonomi makro terhadap harga saham pada perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2005-2009. Ekonomi makro diukur dari indikator-indikatornya, antara lain inflasi, nilai tukar, dan suku bunga.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Multifinance dan Perbankan yang sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan tidak pernah di-suspend (diberhentikan) selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 yang berjumlah 23 emiten.
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengaruh variabel ekonomi makro yang terdiri dari : Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga terhadap Harga Saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia?”
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu uji serempak (uji F) dan uji secara parsial (uji t), dengan tingkat signifikansi (α) = 5%. Penganalisaan data menggunakan software
pengolahan data statistik yaitu SPSS 16.00 for Windows.
Hasil pengujian hipotesis secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa inflasi mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham, sedangkan nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sementara suku bunga tidak diikutkan dalam pengujian hipotesis untuk mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi di antara variabel bebas. Hasil pengujian hipotesis secara serempak (uji F) menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap harga saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Koefisien determinasi (R2) dari hasil penelitian menunjukkan 16,9% variasi dari harga saham dijelaskan oleh kedua variabel bebas. Sedangkan sisanya 83,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Hasil penelitian ini memenuhi keseluruhan uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kondisi perekonomian Indonesia secara makro dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan investor dalam penempatan dananya
pada suatu jenis investasi. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun
1997 mengakibatkan kinerja Badan Usaha menurun tajam, bahkan di antaranya
menderita kerugian. Pada saat itu variabel ekonomi makro seperti tingkat suku
bunga, nilai tukar rupiah, dan inflasi mengalami perubahan yang cukup tajam.
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman, dan
dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas.
Tingkat suku bunga yang meningkat menyebabkan investor menarik investasinya
pada saham dan memindahkan pada investasi berupa tabungan dan deposito
sehingga akan mempengaruhi harga saham dan return yang diisyaratkan oleh
investor.
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang negara lainnya. Melemahnya kurs nilai tukar rupiah akan
menyebabkan meningkatnya harga barang-barang impor diikuti oleh harga produk
dalam negeri sehingga mengakibatkan inflasi, yaitu kecenderungan terjadinya
peningkatan harga-harga produk secara keseluruhan.
Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2005-2009 mengalami peningkatan
yang diwujudkan melalui kinerja indikator makro ekonomi yang semakin
Tabel 1.1
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa inflasi yang terjadi selama
lima tahun tersebut mengalami fluktuasi. Pada saat inflasi mengalami penurunan,
akan menjadi sinyal positif bagi investor dikarenakan menurunnya risiko daya beli
uang (purchasing power of money) dan risiko penurunan pendapatan riil.
Sebaliknya pada saat inflasi mengalami kenaikan akan berdampak pada para
investor karena akan mempengaruhi kinerja badan usaha. Inflasi akan
menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya
juga akan menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga akan
menjadi meningkat.
Rata-rata nilai tukar rupiah Indonesia selama lima tahun itu berfluktuasi
terhadap dolar US, ada mengalami apresiasi (penguatan nilai tukar) dan depresiasi
(pelemahan nilai tukar). Pada saat depresiasi, nilai tukar menurun dan nantinya
perlahan-lahan dapat meningkatkan suku bunga sehingga investor menarik
sahamnya dan akan mempengaruhi harga saham. Pada saat terjadi apresiasi, suku
bunga akan menurun dan akan berpengaruh pada harga saham.
Variabel suku bunga SBI rate selama lima tahun itu cenderung menurun
sehingga kesempatan investasi yang lebih menarik adalah investasi pada saham
penurunan tingkat suku bunga berarti biaya modal berupa beban hutang yang
ditanggung perusahaan tidak besar.
Pergerakan nilai tukar yang tidak menentu ditambah kenaikan suku bunga
yang terus berlangsung menjadi salah satu kendala yang cukup serius bagi
perusahaan pembiayaan (multifinance). Dampaknya sungguh terasa terutama bagi
perusahaan pembiayaan yang modalnya berasal dari perbankan.
Kenaikan suku bunga BI Rate menyebabkan bank-bank menaikkan suku
bunga. Tidak hanya itu, bank-bank pun akan semakin selektif dalam pemberian
kredit. Multifinance yang mempunyai sumber dana utama dari perbankan akan
mengalami masalah dari dua sisi sekaligus. Pertama, harga dana makin mahal dan
relatif lebih sulit. Kedua, risiko makin besar karena harga ke konsumen lebih
mahal sekaligus menurunnya daya beli masyarakat.
Kinerja perusahaan Multifinance mulai menunjukkan kekuatannya setelah
krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari mulai aktifnya pembiayaan yang dilakuka n
perusahaan Multifinance yang terdiri atas sewa guna usaha (leasing), anjak
piutang (factoring), pembiayaan konsumen, dan kartu kredit. Ada peningkataan
pembiayaan di industri ini, pembiayaan perusahaan Multifinance masih
didominasi oleh sektor pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha kemudian
diikuti oleh anjak piutang dan kartu kredit. Peningkatan pembiayaan oleh
Tabel 1.2
Posisi Pembiayaan Rupiah dan Valuta Asing Perusahaan Multifinance Menurut Jenis Pembiayaan (dalam miliar rupiah)
Sumber:
Berdasarkan Tabel 1.2, tahun 2005 sampai tahun 2009 pembiayaan di
industri ini mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,72% setiap tahunnya.
Kenaikan pertumbuhan pembiayaan tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar
37,03%, sedangkan pertumbuhan pembiayaan terendah terjadi pada tahun 2009
yaitu 3,86%. Hal ini terjadi karena dampak dari krisis global pada pertengahan
tahun 2008 yang menyebabkan terjadinya inflasi sehingga BI menaikkan suku
bunga. Sulitnya mendapatkan funding dari bank akan menghambat Multifinance
untuk mengembangkan pembiayaannya.
Pendanaan perbankan ke sektor perusahaan pembiayaan sepertinya akan
terus meningkat, meski terjadi kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini karena
perbankan masih merupakan sumber utama pendanaan bagi perusahaan
pembiayaan. Industri pembiayaan masih akan dihadapkan pada beberapa kendala
di masa yang akan datang. Salah satunya adalah kenaikan suku bunga yang
diprediksi masih akan terus berlangsung hingga akhir tahun seiring dengan
naiknya suku bunga kredit perbankan dan pergerakan nilai tukar rupiah yang
sangat berfluktuatif membuat industri perbankan dan industri pembiayaan harus
tepat membuat kebijakan manajemen berikutnya.
Kinerja perbankan dapat dilihat dari pertumbuhan aset, kredit, dan dana
pihak ketiga (DPK), pada gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1: Pertumbuhan Aset, Kredit, dan Dana Perbankan Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (20/5/2010, diolah)
Pada Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa aset, kredit, dan dana pihak ketiga
dari perbankan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti sektor
perbankan mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Perkembangan
perbankan sepanjang tahun 2009 menunjukkan adanya recovery setelah krisis
global yang berlangsung pada medio 2008. Hal tersebut tercermin dengan adanya
pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga perbankan pada periode Juni
hingga Desember 2009 yang relatif lebih tinggi dibanding semester pertama 2009
(Economic Review,2009).
Kegiatan perusahaan Multifinance dan kinerja Perbankan akan
mempengaruhi pertumbuhan masing-masing perusahaan, yang berdampak pada
harga saham perusahaan tersebut. Pergerakan harga saham yang cenderung
mengikuti pergerakan inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan suku
bunga ini menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Ekonomi Makro terhadap Harga Saham
pada Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh variabel ekonomi
makro yang terdiri dari : Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga terhadap Harga
Saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia?”
C. Kerangka Konseptual
Harga saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran,
harga suatu saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan
permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran. Boedie dkk
(dalam Utami dan Rahayu, 2003) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
harga saham yaitu inflasi, nilai tukar, dan suku bunga.
Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga
produk-produk secara keseluruhan (Tandelilin, 2001:212). Kenaikan harga dari satu atau
dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Inflasi akan
menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya
juga akan menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga akan
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004:397), maksudnya mengukur nilai
valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain. Hubungan nilai tukar
dengan harga saham adalah berlawanan arah (negatif) di mana pada saat nilai
tukar terdepresiasi maka harga saham naik, dan pada saat nilai tukar mengalami
apresiasi maka harga saham turun. Nilai tukar dimasukkan dalam penelitian ini
karena nilai tukar saat ini sering berfluktuasi yang dapat mengakibatkan pasar
modal Indonesia mengalami kemunduran yang berdampak terhadap
perekonomian Indonesia, juga karena adanya perbedaan pendapat hubungan
antara nilai tukar dengan harga saham.
Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi variabilitas return suatu
investasi yang tercermin akibat perubahan harga saham (Tandelilin, 2001:48-49).
Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik. Apabila
suku bunga meningkat maka harga saham akan turun, hal tersebut dapat terjadi
karena investor akan lebih tertarik terhadap investasi yang terkait dengan suku
bunga (misalnya deposito) dengan cara memindahkan investasinya.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka variabel yang mempengaruhi harga saham yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu inflasi, nilai tukar, dan suku bunga. Kerangka
Gambar 1.2 : Kerangka Konseptual
Sumber : Utami dan Rahayu, 2003 (23/2/2010,diolah)
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual, maka dihipotesiskan sebagai berikut:
“Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga berpengaruh terhadap Harga Saham
Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menguji dan
menganalisis pengaruh antara variabel inflasi, nilai tukar, dan suku bunga
terhadap harga saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa
Efek Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a.Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah
wawasan peneliti dalam bidang keuangan khususnya mengenai Inflasi,
Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Harga Saham. Inflasi (X1)
Suku Bunga (X3)
b.Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam pengambilan
keputusan melakukan investasi pada saham Perusahaan Multifinance dan
Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
c.Bagi Pihak Lainnya
Sebagai sumbangan pemikiran dan informasi bagi peneliti selanjutnya
yang ingin melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah, dan suku bunga terhadap harga saham.
F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional
Adapun yang menjadi batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
(1) Variabel bebas (independent variable) yang terdiri dari inflasi, nilai
tukar, dan suku bunga.
(2) Variabel terikat (dependent variable) yaitu harga saham.
b.Perusahaan yang menjadi target populasi adalah Perusahaan Multifinance
dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005-2009.
c.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
(1) Data laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan
perusahaan publik yang ada di BEI dari tahun 2005-2009.
(2) Harga saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan yaitu pada saat
(3) Data Inflasi, Nilai Tukar, dan Suku Bunga pada tahun 2005-2009 yang
dipublikasikan Bank Indonesia.
2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Variabel Bebas (Independent Variable) 1. Inflasi (X1
Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk
secara keseluruhan (Tandelilin, 2001:212). Data inflasi yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data perbulan yang kemudian dirata-ratakan
menjadi data tahunan dengan menggunakan rumus:
)
Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang
pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang perusahaan Multifinance dan
Perbankan pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi meningkat.
Oleh karena itu, rata-rata inflasi tahunan akan dikalikan dengan beban bunga
(interest expense) masing-masing perusahaan.
2. Nilai Tukar (X2
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam
mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004:397), maksudnya mengukur nilai
valuta suatu negara dari perspektif valuta negara lain. Nilai tukar diukur dari
perubahan nilai tukar mata uang rupiah Indonesia terhadap dolar Amerika
Serikat (US$). Terdapat dua harga dalam nilai tukar yaitu harga jual dan
harga beli setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi (Utami dan Rahayu,
2003). Harga jual nilai tukar dan harga beli nilai tukar dirata-ratakan untuk
mendapatkan nilai tukar tengah yang kemudian dirata-ratakan menjadi data
tahunan dengan menggunakan rumus:
Fluktuasi nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap pendapatan (beban)
operasional perusahaan sebagai hasil dari keuntungan (kerugian) transaksi
valuta asing/derivatif. Oleh karena itu, rata-rata nilai tukar ini akan dikaitkan
dengan other operating revenue dengan cara membagikan other operating
revenue dengan rata-rata nilai tukar tengah tahunan pada laporan keuangan
masing-masing perusahaan.
3. Suku Bunga (X3
Suku bunga yaitu berupa suku bunga riil yang dihitung dari perubahan suku
bunga SBI jangka waktu satu bulan yang telah disesuaikan dengan tingkat
inflasi (Utami dan Rahayu, 2003), yang dihitung dengan menggunakan
rumus:
)
Rata-rata suku bunga tahunan ini akan dikalikan dengan piutang usaha
perusahaan, yang disebut loans (pinjaman pada pihak ketiga) pada laporan
keuangan masing-masing perusahaan.
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham
masing-masing perusahaan yang termasuk perusahaan Multifinance dan
Perbankan yang terdaftar di BEI. Harga saham dihitung dari harga bulanan
yang dikalkulasikan menjadi rata-rata tahunan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (dalam Utami dan Rahayu, 2003):
3. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perusahaan
Multifinance dan Perbankan yang listing atau terdaftar di BEI selama periode
tahun 2005-2009. Pengambilan sampel menggunakan pendekatan Non probability
sampling, yaitu dengan metode “Purposive Sampling”. Purposive Sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan menggunakan kriteria (pertimbangan)
tertentu (Sugiyono, 2005:78).
Adapun kriteria penarikan sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Emiten yang sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan
tidak pernah di-suspend (diberhentikan) selama periode tahun 2005-2009.
b. Emiten yang mempublikasikan laporan keuangan per tahun selama periode
tahun 2005-2009.
c. Emiten yang mempublikasikan harga saham perbulan selama periode tahun
Tabel 1.3
Jumlah Sampel Berdasarkan Karakteristik Pengambilan Sampel
a. Perusahaan Multifinance
b. Perusahaan Perbankan
No Karakteristik Sampel Jumlah
1. Perusahaan Perbankan yang terdaftar selama periode 2005-2009 20
2. Perusahaan yang pernah disuspend 0
3. Perusahaan yang belum mempublikasikan laporan keuangan (2) 4. Perusahaan yang tidak mempublikasikan harga saham perbulan (1)
Jumlah Akhir Sampel 17
Sumber: www.idx.co.id (27/2/2010, diolah peneliti)
Berdasarkan Tabel 1.3, diperoleh sampel penelitian sebanyak 6 perusahaan
Multifinance dan 17 perusahaan Perbankan, sebagai berikut:
Tabel 1.4
Nama-nama Perusahaan Multifinance
Sumber: www.idx.co.id (27/2/2010, diolah peneliti)
No Karakteristik Sampel Jumlah
1. Perusahaan pembiayaan yang terdaftar selama periode 2005-2009 8
2. Perusahaan yang pernah disuspend 0
3. Perusahaan yang belum mempublikasikan laporan keuangan (2) 4. Perusahaan yang tidak mempublikasikan harga saham perbulan 0
Jumlah Akhir Sampel 6
No. Kode Nama Perusahaan
1. ADMF PT. Adira Dinamika Multifinance Tbk 2. BBLD PT. Buana Finance Tbk
3. BFIN PT. BFI Finance Indonesia Tbk 4. CFIN PT. Clipan Finance Indonesia Tbk 5. INCF PT. Indocitra Finance Tbk
Tabel 1.5
Nama-nama Perusahaan Perbankan
Sumber: www.idx.co.id (27/2/2010, diolah peneliti)
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan
mengumpulkan data pendukung literatur, jurnal, dan buku-buku referensi
untuk mendapatkan gambaran masalah yang diteliti serta mengumpulkan data
sekunder yang relevan dari laporan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia
dan Bank Indonesia.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a.Tempat Penelitian
No. Kode Nama Perusahaan
1. BABP PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 2. BBCA PT. Bank Central Asia Tbk
3. BBNI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 4. BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5. BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6. BKSW PT. Bank Kesawan Tbk
7. BMRI PT. Bank Mandiri Tbk 8. BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk
9. BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 10. BNLI PT. Bank Permata Tbk
11. BSWD PT. Bank Swadesi Tbk
12. BVIC PT. Bank Victoria International Tbk 13. INPC PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 14. MAYA PT. Bank Mayapada Internasional Tbk 15. MEGA PT. Bank Mega Tbk
Penelitian dilakukan di BEI melalui situs www.yahoofinance.com,
b.Waktu Penelitian
Waktu penelitian yaitu dimulai pada bulan Mei 2010 sampai dengan Juli
2010.
6. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
bersumber dari data sekunder. Data sekunder yaitu berasal dari publikasi Bursa
Efek Indonesia tentang data emiten, laporan-laporan yang dipublikasikan oleh
Bank Indonesia, berbagai hasil penelitian dan buku referensi, jurnal-jurnal,
majalah-majalah, laporan harga saham yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif dan metode analisis statistik.
a. Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data yang
dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif
sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.
b. Metode Analisis Statistik
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari
inflasi, nilai tukar, dan suku bunga terhadap harga saham. Model yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3
1-3 = Koefisien regresi variabel X
e = Standard error
1-3
Ada beberapa kriteria persyaratan asumsi klasik yang harus dipenuhi
sebelum melakukan analisis regresi, agar didapat perkiraan yang efisien dan tidak
bias (Situmorang dkk, 2008 : 55-105), yaitu :
a) Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel bebas dan variabel terikat atau keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model yang paling baik adalah berdistribusi data normal atau
mendekati normal. Uji ini dilakukan melalui analisis Kolmogrov-Smirnov.
Apabila diperoleh nilai signifikan uji Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari (>)
b) Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ditemukan adanya korelasi yang tinggi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi
ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai Variance
Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan :
Bila VIF > 5 maka terdapat masalah multikolinearitas yang serius.
Bila VIF < 5 maka tidak terdapat masalah multikolinearitas yang serius.
Hubungan linear antar variabel inilah yang disebut dengan multikolinearitas.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel
independen.
c) Uji Autokorelasi
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pengganggu
pada t-1
Tabel 1.6
(periode sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas
dari autokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam satu model
regresi, maka digunakan model statistik dari D-W (Durbin-Watson) dengan
ketentuan sebagai berikut:
Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du
Tidak ada korelasi negatif Tolak 4 - dl < d < 4 Tidak ada korelasi negatif No decision 4 - du ≤ d ≤ 4 - dl Tidak ada autokorelasi, positif atau
negatif Tidak ditolak du < d < 4 - du
Sumber : Situmorang dkk (2008:86)
dl = batas bawah
d) Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika
varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain sama, maka
disebut homoskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala
heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot di sekitar nilai X dan Y. Jika ada pola tertentu, maka terjadi gejala
heteroskedastisitas.
2) Pengujian Hipotesis
a) Pengujian Hipotesis Serempak (Uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa “Inflasi, Nilai Tukar,
dan Suku Bunga mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan
terhadap Harga Saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia”. Bentuk pengujian:
H0 : b1 = b2 = b3
H
= 0, artinya inflasi, nilai tukar, dan suku bunga tidak
mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham
Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1 : b1 ≠ b2 ≠ b3
Pada penelitian ini nilai F
≠ 0, artinya inflasi, nilai tukar, dan suku bunga
mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham
Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
hitung akan dibandingkan dengan Ftabel
H
pada tingkat
signifikan α = 5%. Kriteria penilaian hipotesis pada uji simultan atau uji F:
H1 diterima (H0 ditolak) jika Fhitung > Ftabel b) Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
pada α = 5%
Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa “Inflasi, Nilai Tukar,
dan Suku Bunga mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap
Harga Saham Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek
Indonesia”. Bentuk pengujian:
H0 : b1 = b2 = b3
H
= 0, artinya inflasi, nilai tukar, dan suku bunga tidak
mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham
Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
1 : b1 ≠ b2 ≠ b3
Pada penelitian ini nilai t
≠ 0, artinya inflasi, nilai tukar, dan suku bunga
mempunyai pengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham
Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.
hitung akan dibandingkan dengan ttabel
H
pada tingkat
signifikan α = 5%. Kriteria penilaian hipotesis pada uji parsial atau uji t:
1 ditolak (H0 diterima) jika thitung ≤ ttabel
Koefisien determinasi adalah koefisien nilai yang menunjukkan besarnya
variasi variabel dependen (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh variasi
variabel independen (variabel bebas). Pengukuran besarnya persentase
kebenaran dari uji regresi tersebut dapat dilihat melalui nilai koefisien
determinasi multiple R
)
2
(koefisien determinan mengukur proporsi dari variasi
satu), maka semakin baik regresi tersebut. Namun, apabila semakin mendekati
nol maka variabel bebas secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan variabel
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Utami dan Rahayu (2003) melakukan penelitian dengan judul “Peranan
Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar dalam Mempengaruhi Pasar
Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi”. Hasil penelitian membukt ikan bahwa
perubahan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap perubahan harga saham badan usaha selama periode
krisis ekonomi tahun 1997. Namun secara parsial hanya suku bunga dan nilai
tukar yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga saham selama
periode krisis ekonomi tersebut. Penelitian ini dilakukan pada 30 badan usaha
dengan periode penelitian tahun 1998 sampai dengan tahun 2000.
Jacob dan Harahap (2004) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Antara Indikator Mikro dan Makro Terhadap Nilai Buku dan Harga Pasar Saham
Perusahaan”. Penelitian ini dilakukan pada 11 perusahaan perusahaan perbankan
dengan menggunakan tahun penelitian 1999 sampai tahun 2002, dan menemukan
bahwa aspek makro yang diwakili oleh interest rate dan inflation rate tidak begitu
berpengaruh signifikan pada nilai buku dan harga pasar saham perusahaan.
Budilaksono (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh
Nilai Tukar Rupiah, Kepemilikan Saham Oleh Investor Asing dan SBI Terhadap
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”.
Hasil penelitian menemukan bahwa variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar
variabel kepemilikan saham oleh investor asing signifikan menjelaskan
pergerakan IHSG. Ada korelasi yang lemah antara nilai tukar rupiah terhadap SBI
dan kepemilikan saham oleh investor asing. Penelitian ini dilakukan selama
periode bulan Juni 2002 sampai dengan bulan Juni 2004 atau selama 2 tahun.
B. Ekonomi Makro
Ekonomi makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang
mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara
keseluruhan (Putong, 2002:145). Aspek makro bersifat lebih luas dan tidak hanya
dua unit usaha atau industri tetapi secara menyeluruh. Aspek makro khususnya
interest rate juga sering digunakan untuk memprediksi harga pasar saham dan
juga interest rate di masa yang akan datang, juga menjelaskan bahwa kondisi
ekonomi dapat mempengaruhi harga pasar saham (Jacob dan Harahap, 2004:160).
Menurut Putong (2002:146), permasalahan dalam ekonomi makro secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Masalah jangka pendek atau kadang disebut juga masalah stabilisasi. Masalah
ini berhubungan dengan bagaimana men-drive perekonomian dari suatu
periode ke periode berikutnya dalam jangka pendek (bulan,tahun) agar dapat
terhindar dari “penyakit” ekonomi makro yang utama, yaitu inflasi yang besar
dan berkepanjangan, tingkat pengangguran terbuka yang besar, dan
ketimpangan dalam neraca pembayaran.
2. Masalah jangka panjang atau kadang disebut juga sebagai masalah
pertumbuhan. Masalah ini berhubungan dengan bagaimana men-drive
jumlah penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana
untuk investasi (dengan program penggalakkan tabungan masyarakat).
Bodie, Kane, dan Marcus (dalam Utami dan Rahayu, 2003:125)
menyatakan ada 7 indikator makro ekonomi yang mempengaruhi perubahan harga
saham, yaitu Gross Domestic Product (GDP), inflasi, tingkat pengangguran, suku
bunga, nilai tukar, transaksi berjalan, dan defisit anggaran. Namun tidak semua
faktor tersebut dapat dipergunakan sebagai variabel penelitian, antara lain : GDP,
tingkat pengangguran, transaksi berjalan, dan defisit anggaran. Oleh sebab itu,
indikator makro ekonomi yang dinilai relevan adalah inflasi, nilai tukar, dan suku
bunga.
C. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk
secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi
ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami
permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga
harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan
menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money)
(Tandelilin, 2001:212).
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang
lainnya. Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan
yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang perusahaan pada pihak ketiga
Tujuan jangka panjang dari pemerintah yaitu menjaga agar tingkat inflasi
yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi nol persen
bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena tingkat inflasi nol persen
adalah sukar untuk dicapai, yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga
agar tingkat inflasi tetap rendah (Sukirno, 2004:333).
1. Teori Inflasi
Teori Kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah
karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyarakat
bertambah banyak (Khalwaty, 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber
inflasi menjadi:
a. Demand pull inflation, terjadi karena adanya permintaan agregatif di mana
kondisi produktif telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment)
sehingga kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output
(produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga.
b. Cost push inflation. Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika
dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga
faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai
jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun
karena semakin mahalnya biaya produksi akan menyebabkan kenaikan
harga-harga. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation
didorong oleh beberapa faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga
kerja, industri yang monopolis, kenaikan bahan baku industri, dan kebijakan
c. Structural approach. Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi
dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan
dapat ditanggulangi dengan melakukan pembenahan pada semua struktur
ekonomi.
d. Monetary approach. Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu
fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang
yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau
menyimpan uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess
demand for goods).
e. Accounting approach to inflation, diketahui bahwa terjadinya inflasi
bersumber pada perkembangan harga-harga pada kelompok barang dan jasa
yang digunakan untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK).
2. Jenis-jenis Inflasi
Jenis-jenis inflasi dapat dikelompokkan sehubungan dengan kompleksnya
faktor yang menjadi sumber terjadinya inflasi atau banyaknya variabel yang
berpengaruh terhadap inflasi (Khalwaty, 2000:31-35), sebagai berikut:
a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Domestic inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri.
2) Imported inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena
adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.
1) Creeping inflation adalah inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan
berlangsung lambat, karena kenaikan harga-harga berlangsung secara
perlahan-lahan.
2) Hyper inflation atau galloping inflation adalah inflasi yang sangat berat
yang timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umum yang
berlangsung sangat cepat.
c. Ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1) Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung
perlahan dan berada di bawah 10% per tahun.
2) Inflasi sedang adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada di
antara 10-30% per tahun.
3) Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada di antara
30-100% per tahun.
4) Inflasi sangat berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui
100% per tahun.
D. Nilai Tukar
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan
dalam mata uang negara lainnya (Sukirno, 2004:397). Dengan kata lain bahwa
nilai tukar yaitu mengukur nilai valuta suatu negara dari perspektif valuta negara
lain.
1. Teori yang Berkaitan dengan Nilai Tukar
Teori-teori yang berhubungan dengan nilai tukar antara lain (Berlianta,
a.Balance of Payment Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta
tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran
dan permintaan tersebut adalah Balance of Payment. Apabila Balance of
Payment suatu negara mengalami defisit dapat diartikan bahwa penghasilan
(arus uang masuk) lebih kecil daripada pengeluaran (arus uang keluar),
maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna membayar defisit
tersebut, nilai tukarnya akan cenderung mengalami penurunan dan
sebaliknya.
b.Teori Purchasing Power Parity
Teori ini agak berbeda dengan pendekatan sebelumnya. Teori ini berusaha
untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap
barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut Law of One
Price sebagai dasar. Dalam Law of One Price disebutkan bahwa dengan
asumsi tertentu, dua barang yang identik (sama dalam segala hal) harusnya
mempunyai harga yang sama.
c.Fisher Effect
Teori ini diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher Effect menyatakan bahwa
tingkat suku bunga nominal di satu negara akan sama dengan tingkat suku
bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Pernyataan tersebut dapat
digambarkan dengan persamaan sebagai berikut:
Hal ini menyebabkan tingkat suku bunga nominal di dua negara dapat
berbeda karena tingkat inflasi mereka berbeda.
d.International Fisher Effect
Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect, bahwa pergerakan nilai mata uang
suatu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh
perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut. Implikasi
dari International Fisher Effect adalah bahwa orang tidak bisa menikmati
keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke
negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang
negara yang suku bunganya tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun
nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan negara yang mempunyai
suku bunga nominal lebih rendah.
2. Jenis-jenis Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai tukar
dikendalikan oleh pemerintah (Madura, 2006:219-226). Sistem nilai tukar
suatu negara biasanya masuk ke dalam salah satu kategori sistem tetap (fixed),
sistem mengambang bebas (freely floating), sistem mengambang terkendali
(managed floating), dan sistem terpatok (pegged).
a.Sistem Tetap (fixed)
Nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan
berfluktuasi dalam kisaran yang sempit. Bila pada suatu saat nilai tukar
intervensi untuk menjaga agar fluktuasi tetap berada dalam kisaran yang
diinginkan.
b.Sistem Mengambang Bebas (freely floating)
Nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari
pemerintah. Bila pada sistem tetap tidak diperbolehkan adanya fleksibilitas
nilai tukar, maka pada sistem mengambang bebas memperbolehkan adanya
fleksibilitas secara penuh. Pada kondisi nilai tukar yang mengambang, nilai
tukar akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi
penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut.
c.Sistem Mengambang Terkendali (managed floating)
Sistem nilai tukar ini berada di antara sistem tetap dan mengambang bebas.
Nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada
batasan-batasan resmi. Hal ini hampir sama dengan sistem tetap, akan tetapi
pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi untuk
menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.
d.Sistem Terpatok (pegged)
Mata uang lokal diikatkan nilainya pada sebuah valuta asing atau pada
sebuah jenis mata uang tertentu. Nilai mata uang lokal akan mengikuti
fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan ikatan tersebut.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta dapat diakibatkan
1)Kenaikan harga (inflasi)
Inflasi yang terjadi pada suatu negara sangat berpengaruh terhadap kurs atau
nilai tukar negara tersebut. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung
menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan
efek inflasi yaitu inflasi menyebabkan harga di dalam negeri lebih tinggi
dibandingkan barang impor sehingga impor akan meningkat, dan ekspor
akan menurun karena harganya bertambah mahal.
2)Perubahan harga barang ekspor dan impor
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
apakah sesuatu barang akan diimpor maupun diekspor. Barang-barang
dalam negeri yang dapat dijual dengan harga barang yang relatif murah akan
menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan
berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor,
dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor.
3)Perubahan dalam citarasa masyarakat
Perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka ke
atas barang-barang yang diproduksikan di dalam negeri maupun yang
diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan
keinginan mengimpor berkurang dan dapat menyebabkan ekspor meningkat.
Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan
masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini
4)Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting perannya
dalam mempengaruhi aliran modal. Apabila suku bunga dan tingkat
pengembalian rendah maka akan mengakibatkan modal dalam negeri
mengalir ke luar negeri, dan sebaliknya apabila suku bunga dan tingkat
pengembalian tinggi maka akan mengakibatkan modal luar negeri masuk ke
dalam negeri. Apabila lebih banyak modal mengalir ke dalam negeri maka
permintaan ke atas mata uangnya bertambah dengan demikian akan
menambah nilai mata uangnya.
5)Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung terhadap kemajuan ekonomi
negara tersebut. Apabila kemajuan itu terutama diakibatkan oleh
perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara tersebut
akan naik yang akan meninggikan nilai mata uang. Sebaliknya, apabila
kemajuan ekonomi tersebut mengakibatkan impor berkembang lebih cepat
dibandingkan ekspor maka permintaan atas mata uang negara tersebut akan
menjadi turun yang akan menurunkan nilai mata uang.
E. Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman, dan
dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas
(Brigham dan Houston, 2001:158). Suku bunga yang dibayarkan kepada
1) Tingkat pengembalian yang diharapkan produsen akan perolehan dari modal
yang ditanamkan.
2) Saat mengkonsumsi yang disukai oleh konsumen/penabung (preferensi waktu
dalam mengkonsumsi).
3) Risiko yang terkandung dalam pinjaman tersebut.
4) Tingkat inflasi yang diperkirakan.
1. Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian
Tingkat suku bunga mempunyai beberapa fungsi dalam suatu
perekonomian, antara lain (Sunariyah, 2006:80-81):
a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi, atau lembaga yang
mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah
terhadap dana langsung investasi pada sektor-sektor ekonomi.
c. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu
perekonomian.
d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi,
sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat
inflasi.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat umum suku bunga selain
perkiraan inflasi, tingkat likuiditas aktiva yang dikehendaki, dan keadaan
a. Kebijakan Bank Sentral
b. Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara
c. Neraca perdagangan luar negeri
d. Tingkat kegiatan usaha
3. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam
mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.
BI menggunakan beberapa piranti moneter dalam melaksanakan tugasnya,
yang terdiri dari giro wajib minimum (reserve requirement), fasilitas diskonto,
himbauan moral dan operasi pasar terbuka. Dalam operasi pasar terbuka Bank
Indonesia dapat melaksanakan transaksi jual beli surat berharga termasuk SBI.
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu
pendek dengan sistem diskonto.
a. Tujuan Penerbitan SBI
Bank Indonesia berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah sebagai
otoritas moneter. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang
kartal + uang giral di Bank Indonesia) yang berkelebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk
mengurangi kelebihan uang primer tersebut. Besar kecilnya suku bunga SBI
sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia.
penjualan saham. Tingkat suku bunga yang ideal adalah jika besarnya berada
di bawah kisaran angka 10. Hal ini berarti tingkat keuntungan yang diharapkan
dari adanya investasi akan menurun dengan cepat jika tingkat bunga
meningkat, sehingga bagi para pelaku ekonomi semakin rendah tingkat suku
bunga adalah semakin naik (Haryanto dan Riyatno, 2007).
b. Dasar Hukum Penerbitan SBI
Surat keputusan Direksi BI No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang
penerbitan dan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta intervensi Rupiah.
F. Harga Saham
Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia tahun 2003
(dalam Haryanto dan Riyatno, 2007:26), saham adalah sertifikat yang
menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki
hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Harga sebuah saham sangat
dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Pada saat permintaan saham
meningkat, maka harga saham tersebut akan cenderung meningkat, sebaliknya
pada saat banyak pemilik saham menjual saham yang dimilikinya, maka harga
saham tersebut cenderung akan mengalami penurunan (Anoraga, 2001:59)
Harga saham adalah harga suatu saham yang diperdagangkan di bursa.
Harga saham sering dicatat berdasarkan perdagangan terakhir pada hari bursa
sehingga sering disebut harga penutupan (closing price). Oleh karena itu harga
saham diukur dari harga resmi berdasarkan transaksi penutupan terakhir pada hari
bursa. Market Price merupakan harga pada saat riil dan merupakan harga yang
yang sedang berlangsung. Harga pembukaan bursa merupakan harga pada saat
penutupan (closing price) sebelumnya.
Harga sebuah saham dapat berubah atau berfluktuasi dengan cepat bahkan
dalam hitungan menit maupun hitungan detik. Hal tersebut diakibatkan karena
banyaknya pesanan yang dimasukkan ke JATS (Jakarta Automated Trading
System). Pada perdagangan Bursa Efek Indonesia terdapat lebih 400 terminal
komputer di mana para floor trader dapat memasukkan pesanan yang diterimanya
dari nasabah. Pada monitor-monitor yang memantau perdagangan saham, terdapat
beberapa istilah harga saham yaitu (Darmadji dan Herdy, 2006:131):
a. Previous Price menunjukkan harga pada penutupan hari sebelumnya.
b. Open atau Opening Price menunjukkan harga pertama kali pada saat
pembukaan, yaitu pada jam 09.30 WIB.
c. High atau Highest Price menunjukkan harga tertinggi atas suatu saham yang
terjadi sepanjang perdagangan pada hari tersebut.
d. Low atau Lowest Price menunjukkan harga terendah atas suatu saham yang
terjadi sepanjang perdagangan pada hari tersebut.
e. Last Price menunjukkan harga terakhir yang terjadi atas suatu saham.
f. Change menunjukkan selisih antara harga pembukaan dengan harga terakhir
yang terjadi.
g. Close atau Closing Price menunjukkan harga penutupan suatu saham, yang
ditentukan pada akhir perdagangan yaitu jam 16.00 WIB.
Faktor-faktor yang dapat menentukan harga saham sebuah perusahaan
a. Faktor-faktor ekonomi
Faktor-faktor ekonomi yang paling diperhatikan dalam penentuan harga saham
adalah perkembangan tingkat bunga dan nilai tukar. Jika dianggap tingkat
inflasi akan rendah, maka diperkirakan bank sentral tidak akan menaikkan
tingkat bunga nominal dan hal itu dapat membuat harga saham stabil atau
meningkat. Perubahan nilai tukar akan mempengaruhi perkembangan
ekspor-impor dan tentunya mempengaruhi kinerja perusahaan. Jika kinerja perusahaan
semakin baik, maka harga saham akan semakin mahal.
b. Faktor-faktor pasar
Faktor-faktor pasar adalah faktor-faktor yang terkait dengan aktivitas di pasar
saham, yaitu:
(1) Efek Januari (January Effect), pada bulan Januari aktivitas perdagangan
saham masih baru dimulai dan hal ini mendorong para manajer portofolio
untuk membeli saham-saham yang risikonya lebih kecil. Untuk itu mereka
akan lebih menyukai membeli saham-saham perusahaan yang relatif lebih
stabil. Hal ini akan mendorong naiknya harga saham
perusahaan-perusahaan yang dianggap stabil.
(2) Tren (trend), sebenarnya tren perkembangan pergerakan harga saham
bukan faktor fundamental penentu harga saham, tetapi tren dapat
menentukan persepsi tentang harga saham suatu perusahaan sehingga
berpengaruh terhadap penentuan harga saham.
Harga saham tidak hanya ditentukan oleh kondisi ekonomi makro dan pasar
saham, tetapi juga kondisi atau karakteristik perusahaan itu sendiri.
(1) Perubahan Kebijakan Deviden. Hal ini dapat menyebabkan persepsi
terhadap perusahaan berubah yang menyebabkan harga saham berubah.
Perusahaan yang menaikkan dividen dinilai kondisi keuangannya semakin
baik. Sebaliknya, perusahaan yang menurunkan dividen kondisi
keuangannya dinilai memburuk. Ada kalanya, perusahaan menurunkan
dividen karena ingin meningkatkan investasi. Hal ini dapat saja membuat
pandangan terhadap perusahaan semakin baik. Hanya saja, bila penurunan
dividen sangat besar, perusahaan akan kehilangan daya tariknya, sehingga
harga saham akan turun.
(2) Penawaran dan Pembelian Kembali Saham. Peningkatan jumlah saham
yang ditawarkan dapat ditafsirkan bahwa bagi perusahaan penerbit saham,
nilai sahamnya terlalu tinggi (overvalued), sehingga lebih menguntungkan
jika terus menjual sahamnya. Akan tetapi, langkah ini bagi investor dapat
merupakan sinyal negatif tentang perkembangan perusahaan. Sebaliknya
perusahaan yang membeli kembali sahamnya berpandangan saham
tersebut dinilai terlalu rendah (undervalued). Hal ini merupakan sinyal
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI)
Pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau
bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912
di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda
untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat
dilihat sebagai berikut:
1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia
oleh Pemerintah Hindia Belanda.
3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa
Efek di Semarang dan Surabaya
4. Awal tahun 1939 : Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup karena isu
politik (Perang Dunia II).
5. 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar
Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata)
dan Menteri Keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang
diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak
aktif.
8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal
10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar
modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten
pertama.
10.1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga
1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan
dibandingkan instrumen Pasar Modal.
11.1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum
12.1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal
diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat
meningkat.
13.2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola
oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya
terdiri dari broker dan dealer.
14.Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES
88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
15.16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
16.13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan
Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
17.22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan
sistem comput er JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
18.10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang–Undang No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai
Januari 1996.
19.1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
20.2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
21.2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote
22.2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Gambaran Umum Perusahaan Multifinance dan Perbankan
1. PT. Adira Dinamika Multifinance Tbk
PT. Adira Dinamika Multifinance Tbk didirikan pada tanggal 13
November 1990 berdasarkan akta No. 131. Perseroan memperoleh izin usaha
sebagai perusahaan pembiayaan pada tanggal 4 Maret 1991. Dengan diperolehnya
izin tersebut, maka perseroan sebagai perusahaan pembiayaan dapat melakukan
kegiatan dalam bidang sewa guna usaha, anjak piutang, dan pembiayaan
konsumen. Pada saat ini, perseroan terutama bergerak dalam bidang pembiayaan
konsumen. Sejak Januari 2004, PT. Bank Danamon Indonesia menjadi pemegang
saham pengendali perseroan.
Perseroan terus mengembangkan usahanya dengan menciptakan
keunggulan kompetitif yang dapat menghasilkan nilai yang tinggi, baik bagi
konsumen, dealer, rekan usaha maupun pemangku kepentingan perseroan. Sejalan
dengan kemampuan perseroan dalam mengelola risiko pembiayaan secara retail,
Adira Finance lebih memfokuskan pembiayaannya pada aset dengan tingkat
pengembalian yang tinggi.
2. PT. Buana Finance Tbk
PT. Buana Finance Tbk berawal dari pendirian PT BBL Leasing Indonesia
pada tanggal 7 Juni 1982 yang merupakan usaha patungan antara Bangkok Bank
Ltd dan PT. Dharmala Sakti Sejahtera dengan modal disetor sebesar Rp 1,8
tahun itu mengubah nama menjadi PT. BBL Dharmala Leasing. Tahun 1989
perseroan berubah menjadi PT. BBL Dharmala Finance sehubungan dengan
ekspansi usaha menjadi perusahaan pembiayaan dengan izin operasi di bidang
sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan
konsumen.
Perubahan kepemilikan saham inti telah terjadi dua kali dalam periode
krisis moneter Asia di tahun 1997-1998, sehingga perseroan mengubah namanya
menjadi PT. BBL Danatama Finance Tbk pada tahun 2001 dan menjadi PT. Bina
Danatama Finance Tbk pada tahun 2003. Pada bulan Februari 2005, PT. Sari
Dana Karsa (SDK), pemegang saham pendiri Buana Finance Tbk, mengambil alih
seluruh saham dan sebagian waran perseroan yang sebelumnya dimiliki oleh
pihak kreditur. Perseroan berubah nama menjadi PT. Buana Finance Tbk terhitung
sejak tanggal 3 Oktober 2005 dan memfokuskan usahanya di bidang sewa guna
usaha dan pembiayaan konsumen.
3. PT. BFI Finance Indonesia Tbk
PT. BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) didirikan pada tahun 1982 sebagai
perusahaan patungan dengan Manufacturer Hanover Leasing Corporation
(MHLC), Amerika Serikat, dengan saham sebesar 70%, dan sisanya dimiliki oleh
orang Indonesia. Pada tahun 1986, MHLC menjual sahamnya kepada grup
Ongko. Pada tahun 1990, BFI mendapatkan izin sebagai perusahaan Multifinance,
dari sebelumnya hanya perusahaan leasing, kemudian berganti nama menjadi PT.
Bunas Finance Indonesia. BFI mulai melebarkan sayap di bidang leasing (sewa
piutang). Di akhir Mei 1990, BFI mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan Surabaya (BES), yang sekarang menjadi PT. Bursa Efek Indonesia
(BEI).
4. PT. Clipan Finance Indonesia Tbk
PT. Clipan Finance Indonesia Tbk (Perseroan atau Clipan) didirikan pada
tahun 1982 sebagai perusahaan patungan antara Credit Lyonnais dari Perancis dan
PT. Panin Bank Tbk (Panin Bank). Perseroan merupakan perusahaan pembiayaan
pertama yang melakukan penawaran umum sahamnya kepada publik di tahun
1990. Pada tahun 1997 Panin Bank mengambil alih saham Credit Lyonnais dan
menjadi pemegang saham utama dari Clipan.
Panin Bank melakukan pengambilalihan saham mayoritas, berbagai upaya
perbaikan, dan peningkatan struktur organisasi, pembenahan manajemen dan
sistem informasi teknologi serta strategi usaha terus dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perseroan. Dengan semakin pulihnya perekonomian
Indonesia, perseroan secara bertahap menunjukkan perbaikan kinerja dan pada
tahun 2004 mencapai pertumbuhan yang signifikan dan perseroan berhasil
menjadi salah satu perusahaan publik terbaik.
5. PT. Indocitra Finance Tbk
PT. Indocitra Finance (Perusahaan) didirikan pada tanggal 23 Februari
1982 dengan nama PT. Indo Ayala Leasing Corporation. Perusahaan memperoleh
izin sebagai perusahaan pembiayaan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan No. 1409/KMK.013/1989 tertanggal 23 Desember 1989.
perusahaan meliputi bidang usaha anjak piutang, pembiayaan konsumen, sewa
guna usaha dan usaha kartu kredit. Pada tanggal 27 Juli 1990, seluruh saham
perusahaan telah dicatat di Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta).
6. PT. Trust Finance Indonesia Tbk
Perseroan didirikan dengan nama PT. Multifinance Kapitalindo
berdasarkan akta No. 44 tertanggal 12 Februari 1990. Perseroan melakukan
kegiatan usaha secara komersial sejak tahun 1991, dimana ruang lingkup kegiatan
usaha yang dilakukan perseroan meliputi bidang pembiayaan konsumen, anjak
piutang, sewa guna usaha serta kartu kredit. Nama perseroan diubah menjadi PT.
KIA Asia Finance tanggal 7 Juni 2000.
Usaha utama perseroan beralih dari bidang anjak piutang sejak krisis
ekonomi terjadi seiring dengan melemahnya kinerja sektor keuangan dan
perbankan, dan secara bertahap mulai mengembangkan usaha sektor pembiayaan
konsumen. Bersamaan waktu dengan penawaran umum saham, nama perseroan
diubah menjadi PT. Trust Finance Indonesia Tbk yang dibuat berdasarkan akta
No. 15 tanggal 11 Februari 2002.
7. PT. Bank ICB Bumiputera Tbk
Bank ini didirikan berdasarkan akta No. 49 tanggal 31 Juli 1989, bank
mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 4 Januari 1990. Sesuai Surat
Keputusan BI No. 31/146/KEP/DIR tanggal 6 Desember 1997, status bank
meningkat menjadi bank devisa. Bank memiliki 10 kantor cabang, 17 kantor
cabang pembantu dan 26 kantor kas yang seluruhnya berlokasi di Indonesia.