KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM
SIBOLANGIT
TESIS
Oleh
IRNA KARINA JOSEPHINE KABAN
087004002/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 0
SE K O L
A H
P A
S C
A S A R JA
KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM
SIBOLANGIT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
IRNA KARINA JOSEPHINE KABAN
087004002/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM
SIBOLANGIT
Nama Mahasiswa : Irna Karina Josephine Kaban
Nomor Pokok : 087004002
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc) Ketua
(Dr. Budi Utomo, SP, MP) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal: 11 November 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc
Anggota : 1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
2. Dr. Budi Utomo, SP, MP
3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SIBOLANGIT
Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRAK
Taman Wisata Alam Sibolangit merupakan kawasan cagar alam di Kabupaten Deli Serdang. Meskipun kaya potensi wisata alam, namun kondisi eksisting belum dikembangkan secara optimal. Penerapan ekowisata dalam pengolahan Taman Wisata Alam Sibolangit diharapkan memberi konstribusi bagi masyarakat sekitar, lingkungan, dan Instansi terkait dalam hal ini Balai KSDA Sibolangit. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuisioner ke wisatawan TWA Sibolangit dan ahli
terkait, serta observasi lapangan dan wawancara. Tujuan penelitian adalah: 1) mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai tujuan pariwisata
dilihat dari beberapa potensi yang ada. 2) untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat dijadikan strategi di dalam pengembangan ekowisata. Termasuk potensi alam yang bervariasi, ekosistem dan flora, fauna. Menurut wisatawan item-item yang harus dijadikan prioritas utama dalam pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit adalah fasilitas pelayanan pariwisata, kebersihan dan
pelestarian alam. Berdasarkan analisis SWOT IFAS – EFAS, kekuatan internal di kawasan TWA Sibolangit sangat rendah yaitu 2,44 di bawah skor ambang batas
posisi lemah dan kuatnya suatu kawasan yaitu 2,50. Diperlukan strategi serta sistem secara berkelanjutan terutama di Dinas Balai KSDA Sibolangit bekerjasama dengan pihak-pihak yang lain.
A STUDY OF ECOTOURISM IN SIBOLANGIT NATURAL TOURISM PARK
Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc and Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRACT
Sibolangit Natural Tourism Park is reserve located in Deli Serdang District. Despite ist natural tourism potentials, its existing condition has not yet been optimally developed. The application of ecotourism principles in managing this Sibolangit Natural Tourism Park is expected to be able providing its contribution to the local community, environment, and the related agency such as Balai KSDA Sibolangit. The data for this study were obtained through field observation, distributing questionnaires to the tourist visiting Sibolangit Natural Tourism Park and interviewing the experts related to ecotourism. The purpose of this study was study to 1) based on the existing potentials, to what extent the development of Sibolangit Naturals Tourism Park has been developed as a tourist destination and 2) to find out the existing internal and external potentials including various naturals potentials such as ecosystem, flora and fauna that can be used as a strategy in ecotourism development. The result of inteviews with tourist show that the items which can be the main priority in developing ecotourism in Sibolangit Naturals Tourism Park are Tourist Service. Sanitation, and natural Conservation. The result of SWOT (IFAS-EFAS) analysis showed that the internal strenght of Sibolangit Natural Tourism Park was 2.44 and is was under the threshold of weak position. The strong position of an area is 2.50. So, sustainable strategy and system is needed especially for the Balai KSDA Sibolangit which cooperates wiht the other related parties.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan dengan tema:
Kajian Pengembangan Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir penyelesaian pendidikan
Pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Selama pelaksanaan ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc Selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
juga kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si dan Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku
Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan
serta semangat secara terus menerus sejak mulai penelitian hingga sampai
penyelesaian penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si Selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan koreksi, masukan, saran perbaikan dan semangat dalam
menyelesaikan studi.
3. Kepada BKSDA Provinsi Sumatera Utara atas informasi dan bimbingan serta
diskusi selama penulis melakukan penelitian.
4. Ayahanda Drs. Firman Kaban dan Ibunda Anna Maria, SE yang selalu
memberikan dorongan dan semangat serta bimbingan, bahkan support baik
material maupun spiritual ketika penulis melakukan penelitian di TWA
Sibolangit dan serta doa setiap hari yang beliau panjatkan agar penulis agar
5. Adik-adikku tersayang Dirck Agung Cristian Kaban, Amd dan Endamia
Carolina Kaban SE, Ak yang selalu memberikan semangat dan dorongan
kepada penulis serta tempat penulis berbagi cerita.
6. Teman-teman Couchsurfing Community yang telah memberikan banyak
semangat dan kegembiraan ketika penulis membutuhkan semangat di dalam
menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Teman-teman PSL Khususnya Ibu Ir. Henny JM Nainggolan, M.Si, Kak
Rismawati, ST, M.Si, Ebynthalina Sembiring, Melta Tarigan, Sri Mena, M.
Yasri, M. Irsan, yang telah banyak membantu dan berdiskusi selama menuntut
ilmu dan penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak
dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum
sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang
memerlukannya.
Medan, November 2010
RIWAYAT HIDUP
DATA PERSONAL
Nama : Irna Karina Josephine Kaban
Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 3 Juni 1982
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Kristen Protestan
Nama Orang Tua
Ayah : Felix Firman Kaban
Ibu : Anna Maria Haurissa
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Santa Markus Medan Tahun 1994
2. SMP Negeri 17 Medan Tahun 1997
3. SMA Immanuel Medan Tahun 2000
4. D3 Manajemen Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Tahun 2003
DAFTAR ISI
2.2.2. Perkembangan Ekowisata di Sumatera ... 12
2.3. Taman Wisata Alam ... 13
2.4. Aspek Sosial Budaya ... 15
2.5. Kondisi Umum Kawasan ... 16
2.5.1. Sejarah kawasan ... 16
2.5.3. Keadaan Biologi dan Ekosistem ... 17
2.5.4. Keadaan Umum Masyarakat Sekitar Kawasan ... 19
BAB III BAHAN DAN METODE ... 22
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
3.2. Bahan dan Alat Penelitian. ... 22
3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 23
3.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24
3.4.1. Data Primer ... 24
3.4.2. Data Sekunder ... 25
3.5. Analisis Data Penelitian ... 25
3.5.1. Jenis Data ... 25
3.5.2. Pengumpulan Data ... 26
3.5.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 27
3.5.4. Analisis SWOT ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1. Karakteristik Responden ... 31
4.1.1. Komposisi Responden Berdasarkan Daerah Asal 33 4.1.2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34
4.1.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 34
4.1.4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 35
4.1.5. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 35
4.1.8. Komposisi Responden Berdasarkan Alasan
Kedatangan ... 36
4.1.9. Komposisi Responden Berdasarkan Sumber Informasi ... 37
4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya ... 38
4.3. Potensi Daya Tarik ... 41
4.3.1. Potensi Daya Tarik Alam ... 41
4.3.2. Potensi Daya Tarik Budaya ... 42
4.3.3. Potensi Daya Tarik Buatan dan Fasilitas Pelayanan Pariwisata ... 43
4.4. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 45
4.4.1. Faktor-faktor Internal ... 45
4.4.2. Faktor Eksternal ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
5.1. Kesimpulan ... 55
5.2. Saran ... 55
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Data Kunjungan Taman Wisata Alam Sibolangit ... 23
3.2. Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) ... 28
3.3. Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary) ... 28
3.4. Kriteria Penilaian Hasil Analisis ... 29
4.1. Berdasarkan Hasil Rekapitulasi Kuisioner Berdasarkan Daerah Asal, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Jenis Pekerjaan, Jenis Kendaraan, Tingkat Pendapatan, Status Pernikahan, Alasan Kedatangan dan Sumber Informasi... 32
4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya ... 40
4.3. Faktor-faktor Internal (Faktor yang Berasal dari dalam Kawasan TWA Sibolangit) ... 49
4.4. Faktor-faktor Eksternal (Faktor yang Berasal dari Luar Kawasan TWA Sibolangit) ... 53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Pendidikan Masyarakat Desa Sibolangit ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Surat Izin Masuk ke Lokasi TWA Sibolangit ... 60
2. Fasilitas Fisik di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit ... 62
3. Kuisioner Penelitian ... 63
4. Rekapitulasi Data Responden Berbagai Aspek... 64
5. Metode Perhitungan SWOT ... 67
6. Denah Jalur dan Bangunan TWA Sibolangit ... 70
7. Daftar Nama Tumbuh-tumbuhan di Kawasan TWA Sibolangit. ... 71
8. Daftar Burung-burung yang Ada di Kawasan TWA Sibolangit. ... 75
9. Daftar Mamalia di Kawasan TWA Sibolangit. ... 76
10. Daftar Nama-nama Reptil di Kawasab TWA Sibolangit ... 77
11. Kegiatan yang Pernah Dilakukan... 78
KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SIBOLANGIT
Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRAK
Taman Wisata Alam Sibolangit merupakan kawasan cagar alam di Kabupaten Deli Serdang. Meskipun kaya potensi wisata alam, namun kondisi eksisting belum dikembangkan secara optimal. Penerapan ekowisata dalam pengolahan Taman Wisata Alam Sibolangit diharapkan memberi konstribusi bagi masyarakat sekitar, lingkungan, dan Instansi terkait dalam hal ini Balai KSDA Sibolangit. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuisioner ke wisatawan TWA Sibolangit dan ahli
terkait, serta observasi lapangan dan wawancara. Tujuan penelitian adalah: 1) mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai tujuan pariwisata
dilihat dari beberapa potensi yang ada. 2) untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat dijadikan strategi di dalam pengembangan ekowisata. Termasuk potensi alam yang bervariasi, ekosistem dan flora, fauna. Menurut wisatawan item-item yang harus dijadikan prioritas utama dalam pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit adalah fasilitas pelayanan pariwisata, kebersihan dan
pelestarian alam. Berdasarkan analisis SWOT IFAS – EFAS, kekuatan internal di kawasan TWA Sibolangit sangat rendah yaitu 2,44 di bawah skor ambang batas
posisi lemah dan kuatnya suatu kawasan yaitu 2,50. Diperlukan strategi serta sistem secara berkelanjutan terutama di Dinas Balai KSDA Sibolangit bekerjasama dengan pihak-pihak yang lain.
A STUDY OF ECOTOURISM IN SIBOLANGIT NATURAL TOURISM PARK
Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc and Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
ABSTRACT
Sibolangit Natural Tourism Park is reserve located in Deli Serdang District. Despite ist natural tourism potentials, its existing condition has not yet been optimally developed. The application of ecotourism principles in managing this Sibolangit Natural Tourism Park is expected to be able providing its contribution to the local community, environment, and the related agency such as Balai KSDA Sibolangit. The data for this study were obtained through field observation, distributing questionnaires to the tourist visiting Sibolangit Natural Tourism Park and interviewing the experts related to ecotourism. The purpose of this study was study to 1) based on the existing potentials, to what extent the development of Sibolangit Naturals Tourism Park has been developed as a tourist destination and 2) to find out the existing internal and external potentials including various naturals potentials such as ecosystem, flora and fauna that can be used as a strategy in ecotourism development. The result of inteviews with tourist show that the items which can be the main priority in developing ecotourism in Sibolangit Naturals Tourism Park are Tourist Service. Sanitation, and natural Conservation. The result of SWOT (IFAS-EFAS) analysis showed that the internal strenght of Sibolangit Natural Tourism Park was 2.44 and is was under the threshold of weak position. The strong position of an area is 2.50. So, sustainable strategy and system is needed especially for the Balai KSDA Sibolangit which cooperates wiht the other related parties.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia,
dikenal memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnya
yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Belakangan ini, Indonesia
kembali menjadi pusat perhatian dunia terkait dengan isu pemanasan global yang
melanda planet bumi. Kelestarian hutan tropika Indonesia sebagai paru-paru dunia
menjadi salah satu tumpuan dan harapan untuk mencegah meningkatnya pemanasan
global yang kian meresahkan dunia (Antoni, 2010).
Menghadapi fenomena krisis lingkungan global, pariwisata lingkungan atau
ekowisata menjadi kian populer sebagai pendekatan alternatif yang diharapkan
mampu memberikan manfaat konservasi dan ekonomi secara berkelanjutan.
Ekowisata pada dasarnya merupakan perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh
dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekowisata tidak dapat
dipisahkan dengan konservasi dan oleh karena itu ekowisata juga disebut sebagai
bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab atau ramah lingkungan (Linderg,
1991).
Ekowisata yang dimaksudkan adalah suatu bentuk perjalanan wisata yang ke
kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan juga
Beberapa negara ekowisata, dilakukan di dalam pengelolaan taman-taman
wisata, tidak hanya membantu konservasi secara keseluruhan tetapi juga membantu
memberi kontribusi ekonomi bagi pengelola, masyarakat dan pemerintah secara
berkelanjutan. Salah satu program ekowisata yang dilakukan oleh Pemerintah
Sumatera Utara berada di Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yaitu Taman Wisata
Alam (TWA) Sibolangit. TWA Sibolangit ditetapkan sebagai kawasan wisata
berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 636/Kpts/Um/9/1980, dengan
luas 24,85 Ha (BKSDA - SU, 2006).
Penetapan menjadi kawasan TWA didasarkan pada pertimbangan bahwa
Flora dan fauna yang beraneka ragam jenisnya bukan hanya sekedar koleksi tetapi
juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan dan
pendidikan (sebagai laboratorium alam dan daerah serapan air), serta pengembangan
dan pariwisata. TWA Sibolangit merupakan kawasan wisata yang memberikan
banyak manfaat selain menyediakan udara yang bersih, segar dan bebas polusi,
di TWA ini mengandung berbagai fauna yang sangat menarik terdapat berbagai kera,
lutung, burung kutilang dan fauna lainnya yang berkeliaran yang bisa dijadikan
atraksi wisata yang menarik (Rismita, 2004).
Taman Wisata Alam tersebut juga terdapat berbagai macam jalur perjalanan
untuk menikmati alam, yang terdiri dari jalur menuju tempat berbagai macam flora
yaitu keanekaragaman tumbuhan dan jalur menuju ke tempat berbagai macam flora
yang tinggal di TWA tersebut dan ada beberapa jalur menuju tempat panorama alam
Taman Wisata Alam Sibolangit masih merupakan tempat yang masih asri dan
alami maka masih terdapat tempat-tempat yang dikeramatkan oleh para warga. Hal
tersebut juga merupakan salah satu pengakuan bahwa di TWA ini masih terdapat
kearifan lokal. Selain itu karena begitu banyak keanekaragaman fauna yang terdapat
di TWA Sibolangit maka tempat ini selalu dijadikan sebagai laboratorium alam bagi
mahasiswa dan para peneliti dalam mempelajari ilmu hayati. TWA ini adalah daerah
serapan air, terutama mata air Lau Kaban. Mata air Lau Kaban adalah salah satu
sumber mata air bagi PDAM Tirtanadi dalam menyediakan persediaan air buat
masyarakat Kota Medan. Namun Demikian, menurut pengamatan peneliti walau
TWA Sibolangit mempunyai banyak potensi wisata, potensi alam, budaya dan ilmu
pengetahuan tetapi kawasan tersebut kurang memberikan kontribusi berarti bagi
masyarakat dan kurang mendapat perhatian dari masyarakat setempat selain itu
adanya sikap acuh tak acuh terhadap keberadaan TWA tersebut, di mana mungkin
masyarakat kurang mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengelola dan
memanfaatkan kelestarian lingkungan bagi kehidupan mereka.
Walaupun tempat ini sudah pernah difasilitasi oleh badan Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Sibolangit dengan memberikan informasi tentang
lokasi menarik di mana kita dapat melihat binatang yang berkeliaran tetapi TWA ini
kurang mendapat perhatian. Jumlah pengunjung yang mengunjungi kawasan ini juga
sangat minim pengunjung yang mengunjungi kawasan ini diperkirakan hanya ada
Jarak yang sangat dekat dengan Kota Medan (45 menit) dan akses jalan yang
cukup mulus dan gampang dilalui oleh berbagai kendaraan bermotor ternyata tidak
menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi. Sangat disayangkan keanekaragaman alam
yang terdapat di TWA Sibolangit ini terbuang sia-sia tanpa adanya tindakan untuk
mengembangkannya menjadi sumber mata pencaharian penduduk tanpa mengurangi
nilai dari kawasan tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperlukan suatu kajian di dalam
pengembangan ekowisata sehingga menjadi kawasan yang memberikan kontribusi
bidang ekonomi, sosial dan budaya TWA Sibolangit.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
Faktor-faktor apakah, baik internal atau eksternal yang dapat mempengaruhi
perkembangan ekowisata yang bisa dijadikan strategi dalam perkembangan ekowisata
di TWA Sibolangit.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai destinasi
2. Untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat
dijadikan strategi di dalam perkembangan ekowisata di TWA Sibolangit.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi dan
permasalahan yang dihadapi TWA Sibolangit dalam rangka meningkatkan
pengembangan TWA Sibolangit agar kunjungan ke kawasan tersebut meningkat.
2. Penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi para stakeholder dan instansi
pemerintah dan masyarakat, terutama Dinas Pariwisata Deli Serdang dan Balai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pariwisata
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Pariwisata berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan intelektual
setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan
negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III (2001), pengembangan
didefinisikan sebagai proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih
baik, maju dan berguna. Pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan
sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau
memelihara yang sudah berkembang agar menjadi menarik dan lebih berkembang.
Pengembangan kepariwisataan harus memperhatikan berbagai asas dan tujuan
kepariwisataan. Menurut UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan diselenggarakan
berdasarkan asas: manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan,
kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan
kesatuan. Tujuan kepariwisataan adalah: meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi
kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh
jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antar bangsa. Dengan
demikian pengembangan kepariwisataan mesti mengacu pada asas dan tujuan
tersebut.
Menurut Butler dalam Budiastawa (2009) ada 5 tahap pengembangan
pariwisata yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, secara teori
diantaranya adalah:
1. Tahap exploration (eksplorasi, pertumbuhan spontan dan penjajakan)
Pada tahap ini jumlah wisatawan masih relatif kecil. Mereka cenderung
dihadapkan pada keindahan alam dan budaya yang masih alami daerah tujuan
wisata. Fasilitas pariwisata dan kemudahan yang didapat wisatawan juga kurang
baik. Atraksi didestinasi wisata belum berubah oleh pariwisata dan kontak dengan
masyarakat lokal relatif tinggi.
2. Tahap involvement (keterlibatan)
Pada tahap ini mulai adanya inisiatif masyarakat lokal menyediakan fasilitas
wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai dengan dibantu keterlibatan
pemerintah. Hasilnya terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.
3. Tahap development (pengembangan dan pembangunan)
Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang meningkat tajam. Pada musim
puncak, wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal.
Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. Sejalan dengan meningkatnya
mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional dan regional menjadi
dibutuhkan, bukan hanya untuk memecahkan masalah yang terjadi, tetapi juga
untuk pemasaran internasional.
4. Tahap stagnation (kestabilan)
Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan sudah
tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini disadari bahwa
kunjungan ulangan wisatawan dan pemanfaatan bisnis dan komponen-komponen
lain pendukungnya adalah dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah wisatawan
yang berkunjung. Daerah tujuan wisata mungkin mengalami masalah-masalah
lingkungan, sosial dan ekonomi.
5. Tahap decline (penurunan kualitas) dan rejuvenation (kelahiran baru)
Pada tahap ini pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang diketahui
semula dan menjadi resort baru. Resort menjadi tergantung pada sebuah daerah
tangkapan secara geografis lebih kecil untuk perjalanan harian dan kunjungan
berakhir pekan. Kepemilikan berpeluang untuk berubah dan fasilitas-fasilitas
pariwisata seperti akomodasi akan berubah pemanfaatannya.
Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan
untuk dikembangkan sebagai kelahiran baru. Selanjutnya terjadi kebijaksanaan baru
dalam berbagai bidang, seperti pemanfaatan, pemasaran, saluran distribusi dan
Dalam Budiastawa (2009), menyebutkan ada 5 pendekatan dalam
pengembangan pariwisata, yaitu:
1. Boostern Approach, yaitu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai
suatu akibat positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat
setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah
tidak dipertimbangkan secara matang.
2. The Economic Industry Approach, yaitu pendekatan pengembangan pariwisata
yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan sosial dan lingkungan
serta menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran
utama.
3. The Physical Spatial Approach, pendekatan didasarkan pada tradisi ‘penggunaan
lahan’ geografis, strategi pengembangan berdasarkan perencaan yang berbeda
-beda melalui prinsip keruangan, spasial. Misalnya pengelompokan pengunjung
di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk menghindari
terjadinya konflik.
4. The Community Approach, yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada
pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat dalam proses
pengembangan wisata.
5. Suistainable Approch, yaitu pendekatan berkelanjutan dan berkepentingan atas
masa depan yang panjang serta atas sumberdaya dan efek-efek pembangunan
ekonomi pada lingkungan yang mungkin menyebabkan gangguan budaya dan
Dalam kaitan pengembangan ekowisata di Sibolangit, pengembangan yang
diharapkan adalah yang berkelanjutan, dengan memberdayakan dan memberikan
manfaat ekonomi pada masyarakat lokal, serta menjaga kelestarian lingkungan.
2.2. Ekowisata
Ekowisata populer sejak tahun 1990-an, seiring dengan semakin populernya
isu back to nature. Secara internasional, ekowisata didefinisikan sebagai berikut:
“Ecologically sustainable tourism with a primary focus on experiencing natural
areas that foster environmental and cultural understanding, appreciation and
conservation” (pariwisata yang berkelanjutan secara ekologis dengan fokus utama
pada menikmati pengalaman berkunjung ke daerah yang masih alami, di mana akan
dapat meningkatkan pemahaman, apresiasi serta konservasi terhadap lingkungan dan
budaya). Ekowisata didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang
bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat
berdasarkan kaedah alam, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan
(alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Crabtree et
al., 2002).
2.2.1. Prinsip-prinsip Ekowisata
Prinsip-prinsip ekowisata merupakan penjabaran yang lebih definitif dari
definisi pariwisata yang telah disebutkan di atas. Dalam hal ini, definisi ekowisata
1. Memiliki fokus ‘natural area’ (natural area focus) yang memungkinkan
wisatawan memiliki peluang untuk menikmati alam secara personal serta
langsung. Menyediakan interpretasi (interpretation) atau jasa pendidikan yang
memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam sehingga mereka
menjadi lebih mengerti, lebih mampu berapresiasi serta lebih menikmati.
2. Kegiatan yang terbaik yang dapat dilakukan dalam rangka keberlanjutan secara
ekologis (ecological sustainability practices/environmental sustainability
practice).
3. Memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan warisan budaya.
4. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat lokal.
5. Peka terhadap nilai-nilai budaya yang ada di wilayah tersebut.
6. Secara konsisten memenuhi harapan konsumen.
7. Dipasarkan serta dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga kenyataannya
sesuai dengan harapan.
Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI) dalam pertemuan nasional Ekowisata
I (PENAS – EKOWISATA I di Bali) tahun 1996 berhasil menjabarkan definisi
ekowisata itu ke dalam lima prinsip, yaitu:
1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian
lingkungan.
2. Pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan
masyarakat setempat.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan yang
dianut masyarakat setempat.
5. Memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan
kepariwisataan.
2.2.2. Perkembangan Ekowisata di Sumatera
Ide pengembangan ekowisata di Sumatera muncul pertama kali saat dilakukan
pertemuan MEI di Bali tahun 1996. Proyek pengembangan ekowisata ini didanai oleh
USAID melalui Pact Indonesia sejak 16 April 1997 (Sudarto, 1999), setelah
mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya dan kelayakan teknis
(technical feasibility) dari proyek tersebut (Samsudin et al., 1997). Lokasi
dibangunnya ecolodge adalah di Dusun Pamah Simelir (sekitar 2 km dari Medan).
Daya tarik ekowisata yang ada di lokasi ini, antara lain: orangutan, rusa (dee), dan
‘siamang’. Di samping ecolodge, dikembangkan juga atraksi wisata rafting dan bird
watching di lokasi tersebut (Sudarto, 1999).
Pengembangan ekowisata selanjutnya di Sumatera setelah Dusun Pamah
Simelir adalah Dusun Sayum Sabah (40 km selatan Medan). Daya tarik ekowisata
di lokasi ini, antara lain: sungai berarus deras, buah-buahan lokal, aktivitas
sosial-budaya suku Karo Zahe dan benteng Dutch (Sudarto, 1999). Di samping kedua lokasi
tersebut, ekowisata juga berkembang di Taman Nasional Gunung Leuser, sekitar
2.3. Taman Wisata Alam
Taman wisata alam (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006) adalah kawasan
pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
pariwisata dan rekreasi alam. Adapun kriteria untuk penunjukan dan penetapan
sebagai kawasan taman wisata alam:
1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam
serta formasi geologi yang menarik;
2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya
atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata
alam.
Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan
upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan
yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial
budaya. Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat tujuan
pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan (Ditjen Perlindungan Hutan, 2010):
1. Perlindungan dan pengamanan.
3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi.
4. Pembinaan habitat dan populasi satwa.
Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan:
1. Pembinaan padang rumput.
2. Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa.
3. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber
makanan satwa.
4. Penjarangan populasi satwa.
5. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
6. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan
taman wisata alam adalah:
1. Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya
di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam
kawasan.
2. Melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan.
3. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan
atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang
Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk:
1. Pariwisata alam dan rekreasi.
2. Penelitian dan pengembangan (kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata,
widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi
tentang potensi kawasan wisata alam tersebut).
3. Pendidikan.
4. Kegiatan penunjang budaya (Ditjen Perlindungan Hutan, 2010).
2.4. Aspek Sosial Budaya
Kajian mengenai aspek sosial-budaya suatu destinasi wisata, selain
mengidentifikasi aktivitas sosial dan kebudayaan masyarakat setempat yang menjadi
potensi daya tarik wisata budaya, juga sering meliputi berbagai aspek sosial-budaya
lainnya, seperti: kependudukan, sumber daya manusia (SDM), angkatan kerja dan
lapangan usaha, serta kesehatan masyarakat setempat. Kajian sosial-budaya ini dapat
memberikan gambaran umum tentang kapasitas lokal masyarakat dalam menunjang
perkembangan pariwisata didestinasi tersebut (Sonder, 2009).
Analisis lebih lanjut terhadap aspek sosial-budaya di suatu destinasi wisata
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang
dianggap berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata. Umumnya faktor internal
mencakup kekuatan dan kelemahan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
sedangkan faktor eksternal mencakup peluang dan tantangan yang mungkin dihadapi
2.5. Kondisi Umum Kawasan
2.5.1. Sejarah Kawasan
Pada tahun 1914 atas prakarsa DR. J.C. Koningbenger didirikan Kebun raya
(Botanical Garden) Sibolangit oleh J.A. Lorzing sebagai cabang dari Kebun Raya
Bogor. Selanjutnya pada tanggal 10 Maret 1938 dengan SK.Z.B. No.37/PK, Kebun
Raya diubah statusnya menjadi Cagar Alam (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006).
Mengingat taman wisata alam ini kaya akan berbagai jenis tumbuhan (flora)
yang bukan hanya sekedar untuk koleksi, melainkan juga memberikan kontribusi bagi
keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta pengembangan pariwisata, maka
pada tahun 1980 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 636/Kpts/Um/1980 sebagian
Cagar Alam seluas 24, 85 Ha dirubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam
Sibolangit (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006).
2.5.2. Keadaan Fisik
a. Letak Kawasan
Secara administratif pemerintahan Taman Wisata Alam Sibolangit terletak di desa
Sibolangit Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara sedangkan secara geografis TWA Sibolangit terletak antara 98º36’36”-
98º36’56” Bujur Timur dan 3º17’50”-3º18’39” Lintang Utara.
b. Iklim
Menurut pembagian iklim Schmidt dan Ferguson Taman Wisata Alam Sibolangit
kelembaban antara 60-80% suhu rata-rata maksimum 35,6º C dan minimum
25,3ºC.
c. Jenis Tanah dan Geologi
Berdasarkan peta geologi Sumatera Utara formasi geologi pada lahan TWA.
Sibolangit terbentuk dari andesit dan bahan batuan vulkanik. Jenis tanah podsolik
dan tekstur hablur sehingga mudah meresapkan air serta hanyut terbawa air.
d. Topografi
Kawasan TWA Sibolangit memiliki topografi bergelombang dengan faktor
kemiringan sebesar 5-10%, sedangkan ketinggian berada 558 m di atas
permukaan laut.
2.5.3. Keadaan Biologi dan Ekosistem
a. Flora
Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal
dari luar (tanaman eksotik) (Riswita dan Widodo, 2004). Tanaman dari luar
umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih kurang 1 meter,
seperti jenis Sonokeling (Dalbergia latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus),
dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan jenis tanaman asli adalah Meranti
(Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenangan, Kulit Manis, 30 species Ficus, 20
jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan nira (Lihat Lampiran 7).
Tumbuhan bawah (ground cover) yang dipakai sebagai pembatas jalan
setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Araceae.
yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai
(Amorphophallus titanum). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai
di dalam TWA Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput,
jamur, dan anggrek hutan.
Potensi yang tak kalah menariknya adalah adanya tanaman obat. Inventarisasi
yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman
obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias
antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil
(Dendrobium crumenatum), Selembar Sebulan (Vervolia argoana), Pinang
Pendawar (Didysmosperma porphyrocarpum), Paklu loncat (Pteris enceformis),
dan lain-lain (Konsorsium BKSDA I Sibolangit – Conservation International
Indonesia/CII, 2003). Daftar jenis tumbuhan TWA Sibolangit dapat dilihat pada
Lampiran 7.
b. Fauna
Jenis fauna yang sering dijumpai adalah kera (Macaca fascularis), lutung
(Presbytis sp), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), elang bido (Spilornis
cheela), kacer, srigunting (Dicrurus sp), dan hewan lainnya seperti: babi hutan
(Sus scrofa), kancil, kus-kus, ular phyton (Pyton reticulatus), kadal (Mabayu
multifasciatus), biawak (Varanus salvator), rangkong. Daftar jenis satwa TWA
2.5.4. Keadaan Umum Masyarakat Sekitar Kawasan
a. Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Sibolangit kurang lebih 828 orang, yang terdiri dari
jumlah laki-laki sebanyak 392 orang dan jumlah wanita sebanyak 436 orang
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 201 KK dengan luas wilayah kurang
lebih 425 Ha, atau luasan lahan ± 0,5 Ha/orang. Suku yang ada di Desa Sibolangit
didominasi oleh suku Karo dan suku lain yang ada meliputi suku Batak dan Jawa.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sibolangit termasuk bagus, hal ini dapat
dilihat dari rendahnya masyarakat Sibolangit yang buta huruf yaitu sebesar 6,4%,
sedangkan tingkat pendidikan menengah atas 30,2% dan tingkat pendidikan S1/S2
6,0% (BKSDA-SU I, 2006).
Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang ada adalah:
Bangunan Sekolah Dasar Negeri : 2 unit
Bangunan Sekolah Dasar Swasta : 1 unit
Gambar 2.1. Pendidikan Masyarakat Desa Sibolangit
c. Kesehatan
Masyarakat Desa Sibolangit masih sangat percaya pada
pengobatan-pengobatan yang dilakukan secara tradisonal. Mereka merasa lebih yakin
pengobatan yang diajarkan turun temurun oleh nenek moyangnya. Selain itu juga
terdapat sarana kesehatan secara medis yang ada di Desa Sibolangit yaitu 1 unit
d. Agama
Masyarakat Desa Sibolangit menganut agama Kristen Protestan, Katolik, dan
Islam serta sebagian menganut aliran kepercayaan. Mayoritas masyarakat
beragama Kristen Protestan. Adapun sarana prasarana peribadatan yang ada
adalah 1 bangunan masjid dan 1 bangunan gereja.
e. Perekonomian
Mata pencaharian masyarakat Desa Sibolangit adalah petani (kebun), buruh,
nelayan, pedagang/wiraswasta, pegawai negeri sipil, TNI, polisi dan pensiunan,
adapun mayoritas mata pencaharian adalah sebagai petani (kebun). Penggunaan
lahan yang sebagian besar berupa areal perladangan maka mayoritas
masyarakatnya bercocok tanam dengan tanaman jenis buah-buahan. Komoditi
unggulan mereka seperti belimbing, jambu, durian, nanas, manggis dan
sebagainya. Adapun pemasaran hasil pertanian kebunnya di Pancur Batu,
Berastagi, Kabanjahe dan Medan.
f. Aksesibilitas
Aksesibilitas untuk mencapai kawasan ini sangat mudah, pencapaian lokasi
dari ibukota provinsi dilakukan melalui jalur darat dengan waktu tempuh ± 30
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TWA Sibolangit, di Desa Sibolangit Kecamatan
Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, sedangkan secara
geografis TWA Sibolangit terletak antara 98º36’36”- 98º36’56” Bujur Timur dan
3º17’50”-3º18’39” Lintang Utara. Jumlah penduduk desa Sibolangit kurang lebih 828
orang, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 392 orang dan jumlah wanita
sebanyak 436 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 201 KK dengan luas
wilayah kurang lebih 425 Ha. Atau luasan lahan ± 0,5 Ha/orang. Suku yang ada
di desa Sibolangit didominasi oleh suku Karo dan suku lain yang ada meliputi suku
Batak dan Jawa. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei hingga Juli 2010.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data biota yang ada
di Sibolangit meliputi flora, fauna SDA (Sumber Daya Alam) dan fasilitas serta
prasarana yang tersedia yang diperoleh dari Balai KSDA Sumut I. Data tentang
penduduk yang diperoleh dari kecamatan/kelurahan di Sibolangit.
Alat yang digunakan adalah: Komputer (Hardware), MS. Word 2007, MS
3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini disebut responden teknik yang digunakan dalam
memilih sampel adalah teknik quota sampling. Teknik pengambilan sampel ini adalah
teknik pengambilan sampel yang mengambil sejumlah sampel sesuai karakteristik
populasi yang ditentukan berdasarkan data kunjungan tahunan yang merupakan
representatif dan relevan terhadap kondisi sebenarnya (Kusmayadi, et al., 2001).
Sasaran penelitian ini dibatasi hanya pada pengunjung lokal dan penduduk yang
tinggal di kawasan TWA Sibolangit.
Dalam penentuan jumlah sampel digunakan rumus Slovin, yaitu:
N = 2
n = Ukuran sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran populasinya
e = Margin error yang diperkenankan 0,1 (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000)
Jumlah populasi yang diambil dalam menetukan jumlah responden yang akan
diwawancarai adalah berdasarkan data kunjungan di Taman Wisata Alam Sibolangit
3 tahun terakhir ini.
Tabel 3.1. Data Kunjungan Taman Wisata Alam Sibolangit
Jenis Pengunjung/
Tahun 2007 2008 2009
Umum 113 Orang 93 Orang 1 Orang
Mahasiswa/Pelajar 1.642 Orang 1.016 Orang 1.099 Orang
Mancanegara 43 Orang 13 Orang 3 Orang
Oleh karena itu, dalam 3 tahun ini akan diperoleh rata-rata jumlah
pengunjung/tahun yang datang adalah 4.399 orang dan jika dimasukkan di dalam
rumus Slovin di atas akan diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang. Secara
matematis cara memperoleh jumlah sampel adalah sebagai berikut:
N = 2
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik
observasi dan wawancara secara langsung terhadap responden di lapangan yang
meliputi:
1. Data biota yang ada di TWA Sibolangit, identitas masyarakat lokal termasuk
di dalamnya: pola religi dan budaya masyarakat yang masih bertahan, komponen
sosial-ekonomi masyarakat lokal, kelembagaan atau institusi yang ada
ada, identifikasi produk dan jasa yang dapat dijual, identifikasi potensi wisatawan
khususnya mancanegara, identifikasi keinginan wisatawan untuk ekowisata.
2. Data karakteristik pengunjung yang meliputi: nama, jenis kelamin, umur,
pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan, lama perjalanan,
banyaknya kunjungan, kendaraan yang digunakan, tujuan utama kunjungan,
motivasi kunjungan dan pendapat mengenai Taman Wisata Alam Sibolangit.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan untuk karakteristik objek wisata adalah letak
geografis dan batas wilayah daerah objek wisata, iklim (suhu, musim, angin dan
curah hujan), aksebilitas ke lokasi wisata, fasilitas dan potensi wisata, data
kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat serta jumlah pengunjung pertahun (3
tahun terakhir). Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui studi pustaka dari
berbagai sumber referensi serta melakukan observasi kepada pengelola objek wisata
alam tersebut.
3.5. Analisis Data Penelitian
3.5.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka.
2. Data kualitatif yaitu data yang dapat digunakan untuk melengkapi dan
menjelaskan serta memperkuat data kuantitatif sehingga dapat memberikan
dalam penelitian ini adalah persepsi pengunjung, karakteristik substitusi, dan
fasilitas-fasilitas.
3.5.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan data
disesuaikan dengan sasaran yang akan dicapai. Metode pengumpulan data yang
digunakan meliputi:
a. Desk Study
Desk study dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi umum mengenai
potensi dan pengembangan ekowisata, jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi
penelitian, aspek pasar ekowisata di TWA Sibolangit termasuk segmentasi pasar,
baik secara geografis, demografis, dan psikografis, serta kebijakan terkait dengan
keberadaan TWA Sibolangit.
b. Survei Lapangan
Metode ini digunakan untuk melakukan identifikasi keberadaan potensi daya tarik
ekowisata, dan keberadaan fasilitas, layanan dan infrastruktur penunjang
kepariwisataan, serta serta kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Survei
lapangan juga dilakukan dengan mengedarkan kuisioner dan wawancara.
Pengedaran kuisioner dan wawancara dilakukan untuk menginventarisasi isu-isu
terkait dengan pengembangan ekowisata di Sibolangit dan sekitarnya, termasuk
keberadaan institusi lokal terkait kepariwisataan, kontribusi pariwisata terhadap
perekonomian masyarakat setempat, dan identifikasi pasar aktual dan potensial
fasilitas pariwisata yang ada di lokasi penelitian. Di samping itu, pengedaran
kuisioner dan wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit
dan sekitarnya, termasuk potensi, kelemahan, peluang dan tantangan dalam
pengembangan ekowisata.
3.5.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Pengembangan kepariwisataan tak bisa lepas dari faktor-faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya. Untuk dapat memahami faktor-faktor internal dan
eksternal tersebut dengan lebih detail, maka dilakukan klasifikasi faktor internal ke
dalam faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (wekness), sedangkan faktor
eksternal dikelompokkan ke dalam faktor peluang (opportunity) dan ancaman
(threat). Analisa faktor internal-eksternal ini sangat bermanfaat untuk dipergunakan
dalam perumusan strategi dan program pengembangan kepariwisataan (Rangkuti,
2005; Susanti, 2009).
Analisis Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan Matriks
EFAS (External Factor Analysis Summary) dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Membuat daftar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) dilihat dari hasil data primer dan sekunder.
2. Memberikan bobot pada masing-masing faktor dengan skala mulai dari 0,0
3. Memberikan nilai rating dengan menggunakan skala likert mulai dari 1
(sangat kurang), 2 (kurang), 3 (baik), 4 (sangat baik).
4. Menghitung skor dengan cara mengalikan bobot dengan rating.
5. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total.
Analisis Matriks IFAS dan EFAS tersebut ditampilkan dalam bentuk
tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 3.2. Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary)
Faktor-faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan:
Tabel 3.3. Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary)
Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor
Penilaian atas hasil analisis matriks IFAS dan EFAS dilakukan menggunakan
Kriteria Penilaian Hasil Analisis yang dihitung berdasarkan jumlah kelas penilaian
dan interval nilai. Dalam hal ini, jumlah kelas adalah 4 (empat), yaitu jenis penilaian:
sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang. Untuk menghitung interval penilaian
terhadap faktor-faktor internal dan eksternal digunakan rumus sebagai berikut:
Interval = range/kelas = (4-1)/4 = ¾ = 0,75
Range merupakan selisih antara nilai tertinggi (sangat baik) dan terendah
(sangat kurang). Kriteria penilaian hasil analisis diringkas seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Hasil Analisis
Total Skor Hasil
3,26 – 4,00 Sangat baik
2,51 – 3,25 Baik
1,76 – 2,50 Kurang
1,00 – 1,75 Sangat kurang
Sumber: Rangkuti, 2005
Jika nilainya di bawah 2,5 menandakan posisi faktor internal adalah
kelemahan, jika nilainya di atas 2,5 menunjukkan posisi faktor internal adalah
kekuatan (Rangkuti, 2005). Sedangkan untuk faktor eksternal, jika nilainya di bawah
2,5 menandakan faktor eksternal adalah ancaman, dan jika nilainya di atas 2,5
menunjukkan faktor eksternal adalah peluang (Rangkuti, 2005).
3.5.4. Analisis SWOT
Dengan menggunakan faktor strategis baik internal dan eksternal sebagaimana
tercantum dalam tabel Matriks IFAS dan EFAS, yang selanjutnya faktor-faktor
IFAS - EFAS tersebut ditransformasi ke dalam sel yang sesuai dengan Matriks
SWOT. Berdasarkan analisa Matriks SWOT maka dapat disusun berbagai
kemungkinan strategi yang merupakan kombinasi dari Kekuatan dan Peluang (SO),
Kekuatan dan Ancaman (ST), Kelemahan dan Peluang (WO), dan Kelemahan dan
Ancaman (WT) (Putong, 2003). Adapun rincian penjelasan masing-masing strategi
tersebut diuraikan di bawah ini:
1. Strategi SO menyatakan bahwa seluruh kekuatan yang dimiliki digunakan untuk
memanfaatkan peluang.
2. Strategi ST menyatakan bahwa menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO menyatakan bahwa memanfaatkan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT menyatakan bahwa berupaya meminimalkan kelemahan yang ada
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung atau wisatawan yang
berkunjung ke TWA Sibolangit. Karakteristik responden merupakan bagian
terpenting dari suatu penelitian karena dengan mengetahui karakteristik responden
maka dapat diketahui hal-hal apakah yang menjadi daya tarik dan tujuan Wisatawan
datang ke TWA Sibolangit, terutama wisatawan dalam dan luar negeri.
Jumlah keseluruhan responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 100
orang. Karakteristik responden yang datang berkunjung ke lokasi penelitian ini dapat
digolongkan kedalam beberapa aspek diantaranya adalah: daerah asal responden,
jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, pekerjaan, banyaknya
kunjungan, lama perjalanan, tujuan utama kunjungan, motivasi kunjungan dan
Tabel 4.1. Berdasarkan Hasil Rekapitulasi Kuisioner Berdasarkan Daerah Asal, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Jenis Pekerjaan, Jenis Kendaraan, Tingkat Pendapatan, Status Pernikahan, Alasan Kedatangan dan Sumber Informasi
H Alasan Kedatangan
4.1.1. Komposisi Responden Berdasarkan Daerah Asal
Data pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari
Kota Medan. Hal ini disebabkan oleh letak TWA Sibolangit masih tergolong dekat
dari Kota Medan yang hanya memerlukan waktu tempuh sekitar ± 45 menit bila
dibandingkan dengan sebagian besar daerah lain. Sehingga biaya perjalanan yang
dikeluarkan oleh pengunjung relatif lebih kecil dibandingkan dari daerah yang lebih
jauh dari objek wisata ini.
Konsumen datang dari berbagai daerah untuk menghabiskan waktu di tempat
rekreasi tentu akan mengeluarkan biaya perjalanan dan biaya waktu ke tempat
rekreasi tersebut di sini pendekatan biaya perjalanan mulai berfungsi. Karena makin
jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas lingkungan maka
makin kurang harapan pemanfaatan atau permintaan barang lingkungan tersebut
(Hufschmidt, et al., 1987 ).
Letak yang lebih dekat dengan objek wisata ini adalah Kabupaten Deli
Serdang tetapi tidak menyebabkan banyaknya tingkat kunjungan dari daerah ini. Hai
ini adanya rasa bosan dan hal yang biasa bagi mereka yang tinggal di sekitar TWA ini
Hasil analisis potensi permintaan diperoleh bentuk karakteristik wisatawan
mancanegara yang termasuk dalam ekowisatawan mandiri. Namun karakteristik
wisatawan nusantara termasuk dalam ekowisatawan tipe kelompok ahli/akademisi.
4.1.2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden sebagian besar
adalah laki-laki (74%) dan selebihnya adalah wanita (26%). Dari penelitian ini dapat
diketahui bahwa responden laki-laki disebabkan oleh perjalanan panjang yang
dilakukan responden dalam melintasi track-track yang tersedia yang membutuhkan
waktu yang tidak sedikit dalam berekreasi.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Ross (1998) yang mengatakan bahwa
wisatawan laki-laki lebih banyak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mewujudkan
jati diri yaitu kebutuhan akan kepuasan diri dan usaha perwujudan kemampuan
dengan cara keinginan untuk berpetualang, serta lebih suka menghadapi tantangan
dibandingkan dengan wisatawan perempuan.
4.1.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang terpilih pada saat melakukan kunjungan
ke objek wisata ini terdiri dari 4 kelompok pendidikan perguruan tinggi
(S1/S2/Diploma) 65% dan diikuti oleh pendidikan menengah (SMU/SMK) sebesar
(30%) dan pendidikan tingkat menengah pertama (SMP) sebesar 5%. Hal ini
menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi
4.1.4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan responden yang paling
dominan adalah Rp. 1.500.000 – 2.000.000 yaitu sebesar (42%) kemudian diikuti dari
tingkat pendapatan kurang dari Rp. 500.000 (29%), Rp. 1000.000 – 1.500.000 sebesar
(12%) dan lebih dari 2.000.000 sebesar 17%.
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa keberadaan TWA Sibolangit
dapat dinikmati dari semua lapisan ekonomi masyarakat, baik tingkat bawah,
menengah maupun lapisan atas.
4.1.5. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pada Tabel 4.5, komposisi jenis pekerjaan paling besar dari antara 100 orang
responden yang melakukan kunjungan ke TWA Sibolangit adalah responden dengan
jenis pekerjaan pelajar/mahasiswa yaitu sebesar (43%), kemudian berikutnya adalah
kelompok pekerjaan guru/dosen sebanyak (20%), kemudian kelompok PNS sebanyak
(13%) kemudian pemandu wisata sebanyak (20%) dan paling terakhir dengan
kelompok pekerjaan pegawai swasta sebesar (2%). Dari hasil penelitian tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden berasal dari kalangan
peneliti/akademisi.
4.1.6. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan ke TWA Sibolangit
Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa pada umumnya responden yang melakukan
kunjungan ke TWA Sibolangit menggunakan kendaraan umum yaitu sebesar (41%)
angkutan umum, mempunyai aksesibilitas yang gampang dikunjungi. Sedangkan
responden yang menggunakan kendaraan pribadi sebesar (35%) jenis kendaraan
pribadi yang sering digunakan umumnya berupa mobil pribadi dan sepeda motor,
sedangkan responden yang menggunakan kendaraan sewa/carteran sebanyak (13%)
dan yang terakhir responden yang menggunakan kendaraan milik instansi adalah
sebesar (11%).
Gambar 4.1. Transportasi Umum ke TWA Sibolangit
4.1.7. Komposisi Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa sebanyak (62%) atau sekitar 62 orang yang
datang berkunjung di objek wisata ini masih belum menikah atau belum berkeluarga,
sedangkan (38%) atau sebanyak 38 orang sudah menikah atau berkeluarga.
4.1.8. Komposisi Responden Berdasarkan Alasan Kedatangan
Pada Tabel 4.8, tujuan sebagian besar pengunjung datang ke objek wisata ini
keanekaragaman flora dan fauna. Dikarenakan lokasi TWA yang sangat strategis
berdekatan dengan beberapa objek wisata lainnya seperti: Tahura, Air Terjun 2 warna
dan Brastagi yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi sehingga responden
umumnya menjadikan tempat ini sebagai tempat persinggahan saja, yaitu sebesar
60% dan sisanya menjadikan tempat ini sebagai tujuan utama kunjungan sebesar
40%.
4.1.9. Komposisi Responden Berdasarkan Sumber Informasi
Pada Tabel 4.9, sebagian besar responden atau sebanyak (85%) responden
memperoleh informasi keberadaan TWA ini berasal dari teman/keluarga dengan cara
penyebaran informasi melalui mulut ke mulut. Berdasarkan kondisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan TWA belum dilakukan secara optimal. Hal ini
diperlihatkan dengan belum tertatanya dengan baik strategi pengelolaan objek wisata
ini dalam bidang promosi. Walaupun demikian, sebagian kecil dari responden ada
yang mengetahui keberadaan objek wisata ini dari media cetak berupa surat kabar/
majalah (3%) dan media elektronik berupa radio/internet sebesar 12%.
Pengelolaan yang intensif dan terintergrasi secara bertahap harus dilakukan
oleh pihak pengelola dalam hal ini adalah Badan Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Sibolangit. Pembenahan sistem informasi keberadaan objek wisata ini
beserta potensinya merupakan langkah awal yang dapat dilakukan sehingga
diharapkan keberadaan TWA ini dapat diketahui oleh masyarakat luas. Meningkatnya
secara maksimal, yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangsih kepada
pendapatan masyarakat yang tinggal dan juga Pemerintah Daerah.
4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya
Analisis potensi dan fasilitas pariwisata dilakukan dengan sistem skoring
untuk penilaian beberapa aspek potensi dan fasilitas pariwisata, yaitu:
1. Attraction atau daya tarik wisata, meliputi: potensi daya tarik alam, budaya dan
buatan.
2. Accesibility atau aksesibilitas.
3. Amenities atau fasilitas pelayanan pariwisata.
Masing-masing aspek tersebut kemudian diuraikan menjadi beberapa
indikator, sebagai berikut (Yayasan Bali Greenery, 2009):
1. Potensi daya tarik alam dinilai berdasarkan 6 indikator yaitu: keanekaragaman
flora, keanekaragaman fauna, keunikan fauna, keindahan pemandangan alam, dan
atraksi wisata yang ada di lokasi wisata.
2. Potensi daya tarik budaya dinilai berdasarkan 9 indikator, yaitu: tradisi dan adat
istiadat, kesenian tradisional (daerah), langgam arsitektur tradisional (daerah),
peninggalan sejarah dan kepurbakalan, produk seni kerajinan, pasar tradisional,
perkampungan/pemukiman tradisional, makanan khas (kuliner), serta pengobatan
3. Potensi daya tarik buatan dinilai berdasarkan 5 indikator, yaitu: bangunan
monumental (monumen, benteng, candi, jembatan, bendungan dll) sarana
transportasi tradisional, pembudidayaan flora (tumbuh-tumbuhan), kawasan
pertanian/perkebunan, dan tempat perkembangan/camping.
4. Aksesibilitas dinilai berdasarkan 3 indikator, yaitu: prasarana transportasi, sarana
transportasi dan sarana komunikasi.
5. Fasilitas pelayanan pariwisata dinilai berdasarkan 6 indikator, yaitu: akomodasi,
restoran/rumah makan, usaha perjalanan wisata (travel agent/tour operator),
tempat parkir dan toilet umum.
Penilaian berdasarkan dalam dua tahap, yaitu: 1) penilaian kondisi eksisting
(rating) dari masing-masing indikator untuk masing-masing wilayah kajian; dan
2) penilaian tingkat kepentingan (level of importance) dari masing-masing indikator
secara bersama-sama untuk keseluruhan wilayah kajian. Hasil penilaian kondisi
eksisting (rating) dari suatu indikator akan memberikan indikasi sejauhmana kualitas
(menarik atau tidak menarik, baik atau tidak baik) indikator tersebut. Sedangkan dari
hasil penilaian tingkat kepentingan (level of importance) suatu indikator akan dapat
diketahui tingkat kepentingan indikator tersebut dalam pengembangan destinasi
Tabel 4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik
A POTENSI DAYA TARIK ALAM
Baik A.6 Atraksi Wisata yang ada dilokasi
wisata
100 22 22 35 70 30 90 13 52 234
B POTENSI DAYA TARIK BUDAYA
76
C POTENSI DAYA TARIK BUATAN
237
D.3 Sarana Komunikasi 100
E FASILITAS PELAYANAN PARIWISATA 100
4.3. Potensi Daya Tarik
4.3.1. Potensi Daya Tarik Alam
Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal
dari luar (tanaman eksotik). Tanaman dari luar umumnya terdiri dari pohon yang
besar dengan diameter lebih kurang 1 meter, seperti jenis Sonokeling (Dalbergia
latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan
jenis tanaman asli adalah Meranti (Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenangan, Kulit
manis, 30 species Ficus, 20 jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan nira
(BKSDA I Sibolangit, 2006).
Tumbuhan bawah (ground cover) yang dipakai sebagai pembatas jalan
setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Araceae. Di kawasan
Taman Wisata Alam Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan yang tergolong
langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai (Amorphophallus
titanum). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai di dalam TWA
Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput, jamur, dan
anggrek hutan.
Potensi yang tak kalah menariknya adalah adanya tanaman obat. Inventarisasi
yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman
obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias
antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil (Dendrobium