ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA
SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II
SKRIPSI
Oleh :
RURI UTHAMI 070304033
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA
SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II
SKRIPSI
Oleh : RURI UTHAMI
070304033
Skripsi sebagai syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
(Ir. Luhut Sihombing, MP) (Dr. Ir. Salmiah, M.Si) NIP. 196510081992031001 NIP. 195702171986032001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ABSTRAK
RURI UTHAMI (070304033) dengan judul penelitian ANALISIS
NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.
Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi akibat adanya perlakukan tertentu terhadap komoditi tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melalui proses pengolahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir, serta mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu sentra pabrik gula yang ada di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel untuk pengolahan tahu digunakan metode Purposive Area Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian; nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah tinggi.
RIWAYAT HIDUP
RURI UTHAMI, dilahirkan di Medan pada tanggal 06 Januari 1989 dari ayahanda Abdul Murad dan ibunda Almh. Syamsiah. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Sultan Iskandar Muda Medan
tahun 2001, SMP Negeri 1 Medan tahun 2004, SMA Negeri 1 Medan tahun 2007.
Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bangun Sari
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmad, hidayah,
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II”
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua yang
selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP.,
selaku ketua komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan
masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih
kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS., selaku anggota komisi pembimbing, yang juga
banyak memberi semangat, dorongan, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS. dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec, selaku ketua
dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU
2. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis
3. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini dan turut
Segala hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada Kakak Elisa Wulandari,
S.Sos., dan Adek ZoelVikri, yang terus memberi dukungan dan semangat kepada
penulis untuk terus berkarya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua rekan mahasiswa
khususnya SEP`07 yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2011
P e n u l i s
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN ... KERANGKA PEMIKIRAN ... 7
1.3. Metode Penentuan Daerah Penelitian... 23
1.4. Metode Pengambilan Sampel ... 23
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 28
4.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II ... 28
4.1.1. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II ... 31
4.2. Profil Singkat PG. Sei Semayang... 32
4.2.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... 33
4.2.2. Struktur Organisasi ... 34
4.2.4. Letak Geografis ... 37
4.3. Karakteristik Sampel ... 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1. Proses Pengolahan Tebu ... 39
Proses Pencacahan Tebu ... 41
Proses Penggilingan ... 42
Proses Pemurnian ... 43
Proses Penguapan ... 46
Proses Pemasakan ... 48
Proses Pemutaran ... 49
Proses Penyelesaian ... 50
Gula ... 50
5.2. Nilai Tambah Yang Diperoleh Dari Pengolahan Tebu ... 53
Input, Output dan Harga ... 55
Pendapatan ... 57
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi ... 59
VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 61
6.1. Kesimpulan ... 61
6.2. Saran ... 61
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Perhitungan Nilai Tambah menggunakan Metode Hayami ... 25
2. Jenis Komoditi dan Luas Areal Tanaman Perkebunan ... 31
3. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Tebu ... 54
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... 76
2. Penggunaan Tenaga Kerja (HKO) ... 84
3. Biaya Tambahan Pengolahan Tebu ... 85
4. Gambar Proses Pengolahan Tebu Menjadi Produk Akhir ... 87
5. Bagan Alur Pabrik... 90
6. Jumlah Output/Hasil Produksi Gula (Kg) ... 92
ABSTRAK
RURI UTHAMI (070304033) dengan judul penelitian ANALISIS
NILAI TAMBAH TEBU DI PABRIK GULA SEI SEMAYANG PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS.
Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi akibat adanya perlakukan tertentu terhadap komoditi tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melalui proses pengolahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir, serta mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga menjadi gula. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu sentra pabrik gula yang ada di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel untuk pengolahan tahu digunakan metode Purposive Area Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian; nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah tinggi.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak
kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada
zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.
Perkebunan merupakan bagian dari sistem perekonomian pertanian komersil yang
diwujudkan dalam bentuk usaha pertanian tanaman komersil dalam skala besar
dan kompleks yang bersifat padat modal, menggunakan lahan yang luas, memiliki
organisasi tenaga kerja yang besar dengan pembagian kerja yang rinci,
menggunakan teknologi modern, spesialisasi, sistem administrasi dan birokrasi
serta pemasaran yang baik (Pahan, 2008).
Ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia
yang terbagi atas tanaman semusim dan tanaman tahunan. Salah satu tanaman
perkebunan semusim yang dibudidayakan terus-menerus sampai sekarang adalah
tanaman tebu. Salah satu perkebunan Negara yang membudidayakan tanaman
tebu adalah PT. Perkebunan Nusantara II.
Tebu merupakan bahan baku dalam proses pengolahan pembuatan gula. Untuk
itu, pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi
rendahnya produksi gula di Indonesia. Adapun alasan pemerintah untuk
memperhatikan perkebunan tebu adalah karena pertambahan jumlah permintaan
kurangnya lapangan pekerjaan serta pola konsumsi masyarakat berubah dengan
semakin membutuhkan gula.
Usaha pemerintah tersebut sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat dulu
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula sebelum
perang. Sehingga PT. Perkebunan Nusantara II masih menanam tebu guna
kebutuhan untuk masyarakat dan untuk mengurangi impor gula di Indonesia.
Perkebunan tebu dan pabrik gula merupakan tindakan yang mendapat perhatian
besar dari pemerintah saat ini. Dengan demikian, pabrik gula diharapkan dapat
mewujudkan beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah secara nasional
yaitu :
1. Meningkatkan produktivitas, dalam rangka pemenuhan kebutuhan gula
nasional
2. Meningkatkan pendapatan petani tebu
3. Menjadikan petani sebagai tuan di tanahnya sendiri
(Prabowo, 1992).
Agroindustri merupakan proses pengolahan komoditi pertanian yang diolah
menjadi bahan jadi, seperti adanya proses pengolahan tebu menjadi gula. Proses
pengolahan ini dilakukan di salah satu pabrik gula di Sumatera Utara yaitu Pabrik
Gula Sei Semayang. Dengan adanya proses pengolahan tersebut maka akan
memberikan nilai tambah. Nilai tambah diperoleh karena adanya perubahan nilai
yang terjadi dari bahan mentah menjadi barang jadi.
Gula merupakan hasil produk olahan dari proses pengolahan yang dilakukan.
tambah yang diperoleh dari pengolahan gula dapat dikatakan rendah. Hal ini
disebabkan karena Indonesia belum mampu untuk meningkatkan produksi gula
dalam memenuhi kebutuhan warga negara akan gula. Dalam hal ini, peneliti
hendak meneliti mengenai nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan
tersebut di salah satu pabrik gula yaitu Pabrik Gula Sei Semayang.
Tanaman tebu telah masak panen bila kadar gula (rendemen) di dalam nira yang
terkandung di batangan telah mencapai tingkat tertentu. Pada perusahaan gula
besar seperti milik PT. Perkebunan dan perkebunan swasta, penentuan kemasakan
tebu dilakukan dengan melaksanakan analisis pendahuluan untuk mengetahui
kadar gula dan harkat kemurnian gulanya. Tebu yang telah masak panen tersebut
akan diolah menjadi gula dan produk sampingan lainnya
(Setyamidjaja dan Husaini 1992).
Menurut Setyohadi (2006), pada prinsipnya proses pengolahan tebu menjadi gula
baik secara tradisional maupun pabrik mengikuti tahapan-tahapan yaitu panen
batang tebu, pembersihan (daun, akar, tanah), penimbangan, penggilingan,
penjernihan, pemanasan, pendinginan, pencetakan atau kristalisasi, pengemasan,
dan penyimpanan. Proses pengolahan tebu menjadi gula ini dilakukan untuk
memberikan nilai tambah.
Pengolahan tebu hingga menjadi gula merupakan pengolahan yang dilakukan
untuk memperoleh nilai tambah. Nilai tambah yang terjadi akibat dari pengolahan
ini dapat berupa nilai guna tempat, nilai guna bentuk, nilai guna waktu dan nilai
guna kepemilikan. Akibat adanya nilai guna ini menimbulkan konsekuensi
produk hasil olahan mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan nilai produk
pertanian itu sendiri.
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.
Kini, Indonesia merupakan salah satu importir gula terbesar di dunia dengan
volume impor rata-rata sekitar 1,5 juta ton pada dekade terakhir. Hal ini
dikarenakan pabrik gula yang ada di Indonesia cenderung menurun. Di Sumatera
Utara hanya memiliki dua pabrik gula yang masih beroperasi, yaitu Pabrik Gula
Sei Semayang dan Pabrik Gula Kuala Madu. Dalam hal ini, peneliti melakukan
penelitian di Pabrik Gula Sei Semayang.
Membanjirnya gula impor di pasar domestik tidak hanya disebabkan oleh
ketidakefisienan pabrik gula di Indonesia, tetapi juga oleh pasar gula dunia yang
bersifat distortif. Sebagian besar gula dunia saat ini diperdagangkan dengan sistem
kuota atau preferential treatment. Akibatnya, harga gula residual market tersebut
cenderung rendah dan sangat fluktuatif, khususnya bila negara-negara produsen
besar masuk ke pasar (Hutabarat dkk, 2001).
Di dalam kehidupan sehari-hari gula sangat penting sekali, bahkan gula
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan di Indonesia.
Kebutuhan gula dari tahun ke tahun semakin meningkat terus-menerus, yaitu
seiring dengan pesatnya pertambahan penduduk sampai sekarang ini. Nampaknya
masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kekurangan produksi gula yang
diakibatkan oleh kesulitan ekonomi maupun teknologi, sehingga sebagian gula
Pabrik Gula Sei Semayang merupakan salah satu pabrik gula yang mengolah
pengolahan tebu menjadi gula. Pabrik gula tersebut belum mampu mendukung
Indonesia untuk melakukan swasembada gula. Hal ini disebabkan karena pabrik
gula yang ada tidak mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah sehingga
dapat menyebabkan produksi gula yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dengan pertambahan penduduk yang semakin bertambah.
Dengan demikian, peneliti ingin melakukan penelitian di Pabrik Gula Sei
Semayang guna untuk melihat proses pengolahan yang dilakukan di daerah
penelitian.
Berdasarkan alasan-alasan dan latar belakang diatas, penulis melakukan penelitian
mengenai analisis nilai tambah tebu di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan
Nusantara II.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan
yang perlu diteliti adalah :
a. Bagaimana proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir ?
b. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu sehingga
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir.
b. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan
tebu sehingga menjadi gula.
1.4.Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
a. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang mengusahakan tanaman tebu
dalam mengembangkan usahataninya.
b. Bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik
II.
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis
Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di
lingkungan Internasional tanaman ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya
Saccharum officinarum. Keberadaan tebu di Jawa telah ada sejak 400 tahun
sesudah masehi. Perkembangan tebu di Indonesia selanjutnya tidak terlepas dari
seluruh perjuangan bangsa. (Tim Penulis, 2000).
Tebu (Saccharum officinarum) termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari
pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai
20%. Air gula inilah yang kelak dibuat kristal-kristal gula atau gula pasir.
Disamping itu, tebu juga dapat menjadi bahan baku pembuatan gula merah
(Setyamidjaja dan Husaini, 1992).
Sesuai dengan daerah asalnya tebu sebagai tanaman tropis, maka tanaman tebu
dapat tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis
sampai garis isotern 20°C yaitu pada kawasan yang berada di antara 39° Lintang
Utara dan 35° Lintang Selatan. Pertumbuhan tebu yang optimum dapat dicapai
pada suhu 24°C - 30°C (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).
Sebagai tanaman berbiji tunggal, tebu berakar serabut. Akar ini keluar dari
lingkaran-lingkaran akar di bagian pangkal batang. Tanaman tebu mempunyai
tumbuh baik, tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih dan berwarna
hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Sedangkan daun tebu
merupakan daun yang tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian
daun tanpa tangkai daun (Tim Penulis, 2000).
Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun
ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah alluvial berat sampai agak berat
dengan kandungan kapur yang cukup lebih baik untuk ditanami tebu
dibandingkan dengan tanah pasir yang ringan. Walaupun demikian, tanaman tebu
akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpasir,
dan lempung berdebu (Setyamidjaja dan Husaini, 1992).
Menurut Sutardjo (1996), produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya. Pemupukan
sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah dan
kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini,
rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan
optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan
pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi
jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat
produktivitas dan rendemen tebu.
Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam prosesnya
ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan
tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang
sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur
yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang. Oleh
sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan rendemen di pabrik.
Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan konflik antara petani dan
pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan rendemen (Purwono, 2003).
2.1.2. Tinjauan Pengolahan Tebu
Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu ini termasuk
jenis rumput-rumputan. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan
yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 10 bulan. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau
menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari
batang tebu, kemudian baru dibawa ke pabrik untuk diproses menjadi gula
(Anonimous, 2009).
Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang tinggi.
Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula,
pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini terjadi
di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat
ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi
gula kristal (Purwono, 2003).
Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan.
Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan menggunakan
pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi, pemisahan
kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan (Tim Penulis, 2000).
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin
pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu
tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita
kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu
90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimus(c), 2010).
Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula pasir,
prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan air
yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses
pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang
berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun
pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun
putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai
fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk
pengendalian dan pengawasan prosesnya (Setyohadi, 2006).
Tanaman tebu merupakan salah satu bahan dasar pembuatan gula. Produk olahan
pabrikan dalam bentuk gula kristal atau gula putih. Komposisi nira tebu rata-rata
mengandung sukrosa (10 - 11%), air (2%), zat lain bukan gula (74 – 76%) dan
sabut (14%), ini tergantung jenis tebu (Setyohadi, 2006).
Bahan baku untuk pengolahan gula yang paling umum digunakan adalah batang
atas unsur karbon (C), hydrogen (H), dan Oksigen (O). Dari sejumlah itu,
kira-kira 75% diantaranya dalam bentuk air (H2O) dan sisanya dalam bentuk bahan
kering. Untuk kepentingan pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap
tersusun atas nira tebu dan ampas. Tujuan dari pengolahan tebu adalah untuk
memisahkan gula atau sukrosa yang terkandung didalam batang tebu atau umbi
tanaman bit gula sebanyak-banyaknya ( Tjokroadikoeoerno dan Baktir, 1984).
Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat
dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot
tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5%. Nira terdiri dari air dan
bahan kering. Gula merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam
bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga
mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya
persentase gula dalam tebu (Tim Penulis, 2000).
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Sebagai produk makanan tentunya harus memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan sehingga layak untuk dikonsumsi. Gula yang kita konsumsi
sehari-hari adalah gula kristal putih secara internasional disebut sebagai plantation
white sugar. GKP dibuat dari tebu yang diolah melalui berbagai tahapan proses,
untuk Indonesia kebanyakan menggunakan proses sulfitasi dalam pengolahan
gula. Kriteria mutu gula yang berlaku di Indonesia (SNI) saat ini pada dasarnya
mengacu pada kriteria lama yang dikenal dengan SHS (Superieure Hoofd Suiker),
yang pada perkembangannya kemudian mengalami modifikasi dan terakhir SNI
Berikut ini merupakan kriteria uji syarat mutu gula kristal putih menurut
SNI-3140-2001/Rev 2005 adalah sebagai berikut :
• Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa dalam gula, semakin tinggi polarisasi
semakin tinggi kadar gulanya. Batasan minimal kadar pol adalah 99,5 %.
• Warna kristal dapat dilihat secara langsung dengan mata, secara kualitatif
dengan cara membandingkan dengan standar dapat diketahui tingkat
keputihan (whiteness) gula. Penggunaan peralatan (spektrofotometer refleksi)
diperlukan untuk pengukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam CT (colour
type). Semakin tinggi nilai CT semakin putih warna gulanya. Untuk gula GKP
kisaran nilai CT sekitar 5 sampai 10. Pada penentuan premi mutu gula warna
kristal ini merupakan salah satu tolak ukur utama yang menentukan.
• Warna larutan gula berkisar dari kuning muda (warna muda) sampai kuning
kecoklatan (warna gelap) diukur dengan metode ICUMSA (International
Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), dinyatakan dalam
indeks warna. Semakin besar indeks semakin gelap warna larutan. Batasan
maksimal indeks warna untuk GKP adalah 300 iu.
• Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam
milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm.
• Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan
sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga terdapat
residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2 menjadi kendala
bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan di Indonesia adalah 30
ppm.
• Kadar air adalah jumlah air (%) yang terdapat dalam gula, biasanya batasan
maksimal 0,1%. Gula yang mengandung kadar air tinggi cepat mengalami
penurunan mutu/kerusakan dalam penyimpanan, berubah warna, mencair dan
sebagainya.
(Kuswurj, 2009).
2.2. Landasan Teori
Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena
mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu
produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat didefinisikan sebagai
selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak
termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk
dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor
produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa
pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).
Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu
nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor
yang memperngaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah
kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja.
Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja,
Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk
dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan
menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai
tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa
terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah
menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan,
misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).
Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang
mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus
dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari
50% maka nilai tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang
diperoleh kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004).
Distribusi nilai tambah berhubungan erat dengan teknologi yang diterapkan dalam
proses pengolahan, kualitas tenaga kerja, dan bahan baku. Bila teknologi padat
karya yang dipilih, maka proporsi untuk bagian tenaga kerja yang lebih besar
daripada proporsi terhadap keuntungan perusahaan. Apabila padat modal, maka
yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu proporsi untuk bagian tenaga kerja lebih
kecil. Besar kecilnya imbalan terhadap tenaga kerja tergantung pada kualitas
tenaga kerjanya. Apabila faktor konversi bahan baku terhadap produk akhir
berubah, maka yang terjadi adalah adanya perubahan kualitas bahan baku atau
Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri sehingga mampu memberikan
kontribusi nilai ekonomis yang tinggi. Dalam beberapa peranan pengolahan hasil
baik pengolahan hasil pertanian maupun penunjang dapat meningkatkan
pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap banyaknya tenaga kerja,
meningkatkan devisa negara, dan mendorong tumbuhnya industri lain
(Soekatawi(b), 1999).
Pengolahan hasil
meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah untuk pengolahan adalah faktor teknis yang meliputi kualitas produk,
penerapan teknologi, kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan
tenaga kerja serta faktor non-teknis yang meliputi harga output, upah kerja, harga
bahan baku, dan nilai input selain bahan baku dan tenaga kerja. Faktor teknis akan
berpengaruh terhadap penentuan harga jual produk, sementara faktor nonteknis
akan berpengaruh terhadap faktor konversi dan biaya produksi (Sudiyono, 2004).
Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan nilai tambah
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh
produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses.
Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas
pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan
menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai
tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik
pasar domestik maupun pasar luar negeri.
2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan
kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan
keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja
menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi
harga barang itu sendiri.
3. Penyerapan tenaga kerja
Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.
Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga
kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.
4. Meningkatkan keterampilan
Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan
keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh
hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.
5. Peningkatan pendapatan
Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total
penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya
petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas
hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.
Pada pengolahan hasil pertanian dapat dikatakan juga dengan adanya diversifikasi
vertikal yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan (memasukkan)
tambahan kegiatan atau perlakuan terhadap komoditas setelah panen., sehingga
para petani/produsen bersangkutan dapat memperoleh nilai tambah dari komoditas
yang dihasilkan. Melalui kegiatan ini (penyimpanan, pengeringan, pengolahan,
pengangkutan) nilai tambah yang semula dinikmati oleh pihak lain (pengolah,
pedagang) sekarang diterima oleh petani produsen bersangkutan, sehingga dengan
demikian pendapatan petani dapat ditingkatkan (Suryana, 1990).
Dalam menjalankan suatu usaha pengolahan hasil pertanian dibutuhkan biaya.
Biaya ialah pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau harus
dikeluarkan agar dapat diperoleh suatu hasil. Untuk menghasilkan suatu barang
atau jasa tentu ada bahan baku, tenaga kerja dan jenis pengorbanan lain yang tidak
dapat dihindarkan. Tanpa adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut tidak akan
dapat diperoleh suatu hasil (Wasis, 1992).
Income statement adalah suatu ringkasan dari pendapatan dan pengeluaran untuk
jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai alat kontrol untuk alat evaluasi suatu
usaha. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya
produksi. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi, maka harus mengupayakan
penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah dan sebaliknya
(Soekartawi(a), 1995).
Komoditi pertanian dapat juga disebut sebagai barang primer, yang biasanya
apabila produksi tinggi maka harga akan turun. Karena harga turun maka
mendapatkan nilai tambah yang tinggi pula, serta dapat meningkatkan permintaan
yang lebih besar dari produk pertanian dan sebaliknya. Tidak hanya bentuk primer
yang diminta tetapi juga bentuk sekunder sebagai hasil olahan (Saragih, 2001).
Agroindustri pengolahan tebu menjadi gula merupakan pengolahan hasil produk
olahan sehingga agroindustri adalah bagian dari sub-sistem agribisnis.
Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari industri pertanian.
Agroindustri pada konteks ini menekankan pada food processing management
dalam suatu produk olahan, yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian.
Dalam lingkup agroindustri ini digunakan teknologi untuk mampu memberikan
nilai tambah yang relatif tinggi terhadap produk yang dihasilkan
(Husodo dkk, 2004).
Sebagai contoh aplikasi peningkatan teknologi yang dapat meningkatkan nilai
tambah bagi produk pertanian dapat dilihat pada industri pengolahan.
Pemanfaatan teknologi untuk pengolahan dapat dilakukan dengan beberapa tahap
yaitu :
1. Tahap primer, yaitu output utama yang dihasilkan dalam proses produksi
langsung dinikmati oleh konsumen tanpa adanya pengolahan lebih lanjut.
2. Tahap Sekunder, yaitu produk yang dihasilkan mengalami proses pengolahan
tertentu secara tradisional. Pengolahan secara tradisional ini kemudian secara
perlahan menjadi lebih maju, kemudian output dari hasil pengolahan itu
3. Tahap tersier, yaitu ketika output yang dihasilkan oleh tahap sekunder diolah
dengan proses yang lebih canggih sehingga menghasilkan bahan pangan yang
dapat diolah menjadi berbagai macam makanan turunan dari produk tersebut.
(Husodo dkk, 2004).
Menurut Soekartawi (1999), nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu
komoditi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang
bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis yang
terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kuantitas
bahan baku dan input penyerta serta faktor pasar yang meliputi harga jual output,
harga bahan baku, nilai input lain dan upah tenaga kerja.
Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada dasarnya tidak
terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan sistem manajemen yang
professional. Besarnya nilai tambah yang tergantung dari teknologi digunakan
dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang
dihasilkan. Suatu perusahaan dengan teknologi yang baik akan menghasilkan
produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk olahan akan
lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh
(Suryana, 1990).
2.3. Kerangka Pemikiran
Tanaman tebu merupakan salah satu produk pertanian yang digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan gula. Dalam hal ini pengadaan input yaitu jumlah
dan kontinuitas tebu, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan mesin dan
Tebu dapat dinikmati dalam bentuk segar dan juga dapat dilakukan proses
pengolahan lebih lanjut agar dapat dikonsumsi. Tebu sebagai bahan baku yang
diolah akan menimbulkan kegiatan pengolahan tebu yang dilakukan oleh pabrik
gula. Pengolahan tebu dapat menghasilkan berbagai macam produk baru yang
salah satu hasilnya adalah gula. Kegiatan pengolahan ini memberikan nilai tambah
dari produk yang dihasilkan.
Produksi tebu yang dihasilkan oleh Unit Kebun Sei Semayang ini langsung
dikirim ke pabrik gula. Pabrik Gula Sei Semayang merupakan pabrik gula yang
mengolah proses pengolahan tebu menjadi gula. Tebu dihasilkan berasal dari
produksi sendiri serta tebu rakyat intensifikasi.
Nilai tambah dalam pengolahan tebu menjadi gula ini merupakan pertambahan
nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses
pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai
tambah yang diperoleh merupakan selisih antara nilai komoditas yang mendapat
perlakuan pada suatu tahap dengan nilai bahan baku dan input lain yang harus
dikeluarkan selama proses produksi terjadi.
Nilai tambah yang dihasilkan dapat memberikan keuntungan yang besar apabila
pengolahan yang diberikan dilakukan dengan baik dan menghasilkan suatu produk
jadi yang berkualitas baik. Pengolahan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang semakin canggih dan modern, serta adanya
manajemen dan pemasaran yang baik.
Gula merupakan hasil produk utama yang dihasilkan oleh Pabrik Gula Sei
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat banyak. Dalam hal ini, harga
gula harus dapat dicapai oleh semua orang dan berharap masih memberikan
keuntungan bagi pabrik gula itu sendiri.
Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Tebu
Proses Pengolahan
Produk Akhir ( Gula )
Nilai Tambah
Keterangan : : Menyatakan hubungan
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara Purposive atau sengaja (Soehartono, 2004).
Dengan mempertimbangkan bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra pabrik
gula yang ada di Sumatera Utara, yaitu di Pabrik Gula Sei Semayang
PT. Perkebunan Nusantara II.
3.2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini ditetapkan secara Purposive
Area Sampling (Sugiyono, 2006). Purposive Area Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu seperti orang yang ahli di
bidangnya. Dengan metode tersebut, maka ditetapkan yang menjadi sampel
penelitian ini adalah staff ahli bidang pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang
PT. Perkebunan Nusantara II.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder. Data
primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden yaitu staff ahli
bidang pengolahan di Pabrik Gula Sei Semayang. Data primer yang dibutuhkan
seperti mengenai proses pengolahan tebu hingga menjadi gula.
Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga terkait, yaitu Pabrik Gula Sei
literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Data-data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
- Data produksi tebu (ton),
- Data hasil olahan produk/gula (ton),
- Data deskripsi wilayah PG. Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II, serta
- Data biaya produksi (Rp.).
3.4. Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
yaitu mengenai proses pengolahan tebu sampai kepada produk akhir berupa gula
dengan menggunakan data yang diperoleh di daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah 2 mengenai nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan tebu sehingga menjadi gula, maka dianalisis dengan menggunakan
Tabel 1. Perhitungan Nilai Tambah Dengan Menggunakan Metode Hayami
No Output, Input, Harga Formula
1 Hasil produksi (kg/tahun) A
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian
tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat definisi dan batasan
operasional sebagai berikut :
3.5.1. Definisi
1. Output adalah jumlah gula yang dihasilkan (Kg).
3. Tenaga kerja adalah banyaknya Hari Orang Kerja (HOK) yang terlibat
langsung dalam satu kali proses produksi.
4. Faktor konversi adalah banyaknya output yang dapat dihasilkan dalam
satu satuan input.
5. Koefisien tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang
diperlukan dalam pengolahan.
6. Harga output adalah harga jual produk per satu kilogram (Rp).
7. Upah tenaga kerja adalah upah rata-rata yang diterima tenaga kerja
langsung untuk mengolah produk (Rp/HOK).
8. Harga bahan baku adalah harga beli bahan baku tebu (Rp/kg).
9. Bahan tambahan merupakan biaya pemakaian input lain per kilogram
produk (Rp).
10.Nilai output menunjukkan nilai output gula yang dihasilkan (Rp).
11.Nilai tambah merupakan selisih nilai output gula dengan nilai bahan baku
utama tebu dan sumbangan input lain (Rp).
12.Rasio nilai tambah menunjukkan prosentase nilai tambah dari nilai produk.
13.Pendapatan tenaga kerja langsung adalah hasil kali antara koefisien tenaga
kerja dan upah tenaga kerja langsung (Rp/Kg).
14.Bagian tenaga kerja langsung menunjukkan prosentase pendapatan tenaga
15.Keuntungan adalah nilai tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja (Rp).
16.Tingkat keuntungan menunjukkan prosentase keuntungan terhadap nilai
tambah.
17.Marjin adalah selisih antara nilai output dengan bahan baku atau besarnya
kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang
digunakan dalam proses produksi.
18.Pendapatan tenaga kerja langsung adalah prosentase pendapatan tenaga
kerja langsung terhadap marjin (%).
19.Bahan tambahan lain adalah prosentase sumbangan input lain terhadap
marjin (%).
20.Keuntungan adalah prosentase keuntungan terhadap marjin (%).
3.5.2. Batasan Operasional
Adapun batasan operasional adalah sebagai berikut :
1. Daerah penelitian dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan
Nusantara II.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah staff ahli bidang pengolahan di Pabrik
Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II.
3. Produk akhir yang dihasilkan berupa gula.
IV. DESKRIPSI WILAYAH
4.1. Profil PT. Perkebunan Nusantara II
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero), disingkat PTPN II, dibentuk berdasarkan
PP No. 7 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus
sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan
kebun-kebun di Wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II dan PTP IX. Selain itu
dikembangkan juga tanaman kelapa sawit di wilayah Irian Jaya yaitu di
Kabupaten Manokwari dan Jayapura.
Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan
Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12
tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21
Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No.
Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran
Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri
Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas
ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat “PT
Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan
II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang.
Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2
tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun
Saham, Akte Pendirian tersebut diatas telah dirubah dan diterangkan dalam Akte
Notaris Imas Fatimah Nomor 94 tanggal 13 Agustus 1984 yang kemudian
diperbaiki dengan Akte Nomor 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan
Menteri Kehakiman Nomor C2-5013-HT.0104 tahun 1985 tanggal 14 Agustus
1985. Sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham
tanggal 20 Desember 1990 Akte tersebut mengalami perubahan kembali dengan
Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 2 tanggal 1 April 1991 dengan persetujuan
Menteri Kehakiman Nomor C2-4939-HT.01.04TH-91 tanggal 20 September
1991.
Pada tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan reorganisasi berdasarkan nilai kerja
dimana PT Perkebunan II dan PT Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte
Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan sesuai
dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983
dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II
yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11
Maret 1996. Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI
dengan Surat Keputusan No. C2.8330.HT.01.01.TH.96 dan diumumkan dalam
Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil
peleburan PTP-II dan PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 7
tahun 1996. Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2002 terjadi perubahan modal
dasar perseroan sesuai Akte Notaris Sri Rahayu H. Prastyo, SH.1:34 PM
7/21/2008.
Adapun yang menjadi visi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah turut
ekonomi dan pembangunan nasional umumnya dan secara khusus di sub sektor
perkebunan dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Sedangkan misi dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah profitisasi melalui
pendayagunaan, pengelolaan perusahaan di bidang perkebunan, dengan
mengusahakan lima budidaya komoditi unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao,
tembakau dan tebu secara efisien, ekonomis sehingga dapat mencapai produk
yang memenuhi standard kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen, serta
melakukan diversifikasi usaha yang dapat mendukung kinerja perusahaan.
Pengelolaan produksi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang
berwawasan lingkungan, memiliki daya saing yang kuat, serta meningkatkan
kemitraan dengan petani untuk memenuhi pasar dalam dan luar negeri guna
kelangsungan usaha dalam mendukung pertanian perkebunan.
Sasaran dari PT. Perkebunan Nusantara II adalah mempertahankan dan
meningkatkan sumbangan di bidang perkebunan melalui upaya peningkatan
produksi sekaligus mendukung upaya peningkatan ekspor non migas,
memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
pada umumnya, memelihara sumber daya alam dan lingkungan, air dan menjaga
kesuburan tanah.
Dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan serta mengantisipasi era globalisasi
dan ketidak-pastian perekonomian pada tahun-tahun mendatang, perusahaan telah
a. Optimalisasi pemanfaatan lahan dengan mengembangkan 5 budidaya
unggulan yakni kelapa sawit, karet, kakao, tebu dan tembakau dengan
peningkatan produksi dan produktivitas.
b. Peningkatan kualitas produksi yang mempunyai potensi pasar, serta
pengawasan harga pokok produksi yang dapat memberikan profit margin yang
lebih baik.
c. Meningkatkan keperdulian terhadap kesejahteraan karyawan dalam rangka
untuk meningkatkan kegairahan kerja serta produktivitas kerja.
Berupaya ke arah industri hilir yang dalam pelaksanaannya bekerjasama
dengan pihak ketiga (kemitraan) atau berdiri sendiri.
d. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan terhadap sumber daya manusia
dalam lingkup teknis melalui pelatihan dan pendidikan.
4.1.1. Jenis Komoditi PT. Perkebunan Nusantara II
PT. Perkebunan Nusantara II merupakan perkebunan milik Negara yang
membudidayakan beberapa jenis tanaman semusim dan tahunan. Berikut ini
merupakan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh PT. Perkebunan Nusantara
II adalah :
Tabel 2. Jenis Komoditi dan Luas Areal Tanaman Perkebunan
No. Tanaman Perkebunan Luas Areal (Ha)
1 Kelapa Sawit 61.577
Selain penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PT.Perkebunan Nusantara II
juga mengelola areal Plasma milik petani seluas 25.250 ha untuk tanaman kelapa
sawit.
4.2. Profil Singkat PG. Sei Semayang
Berdirinya Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II diawali
dengan pendirian perusahaaan Perusahaan Belanda dengan nama N.V Veroning
de Deli Maatscnappij (N.V. VDM) pada tanggal 11 Januari 1958. Seluruh
Perusahaan bangsa Belanda yang diambil Alih Kepemilikannya termasuk
Perusahaan–Perkebunan Belanda berdasarkan Undang-Undang No. 86 tahun 1958
tentang Normalisasi Perusahaan milik Belanda N.V. VDM yang terdiri dari 34
Perusahaan.
Perusahaan Belanda diubah menjadi Perkebunan Negara pada tanggal 28
November 1958 berdasarkan Peraturan Negara Baru Cabang Sumatera Utara
melakukan Pengembangan dengan merubah kebun menjadi 30 perkebunan
dengan luas areal 101.633 Ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 143 Tahun
1961, maka pada tanggal 1 Juni 1961, perusahaan perkebunan Sumatera Utara
bergerak khusus dalam bidang pengembangan Budidaya tembakau. Sedangkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1968, Lembaga Negara No. 23
Tahun 1961, maka perusahaan perkebunan Sumatera Utara I diubah menjadi
Perusahaan Negara Perkebunan IX yang terdiri dari 23 Perkebunan dengan luas
areal 58.139,75 Ha.
Setelah melakukan penelitian maka dapat memenuhi ketentuan-ketentuan untuk
permasalahan dalam hal pengusahaan tembakau dipasaran serta pemanfaatan
tanah secara khusus pada selang waktu penanaman tembakau maka Proyek
Pengembangan Industri Gula (PPIG) / Dirjen Perkebunan dilakukan percobaan
Penanaman Budidaya Tebu pada tahun 1975 di kebun percobaan yang berlokasi di
Tanjung Morawa Batang kuis. Sei Semayang sebelumnya bukanlah termasuk
pemetaan tanaman tebu.
Dengan dilakukannya percobaan penanaman tebu diantaranya rotasi tebu, usaha
penekanan biaya minimum oleh perusahaan dari segi aktivitas dan manajeman
dinilai cukup baik. Sehingga Proyek pengembangan Industri Gula (PPIG) dan
Balai Penelitian PTP. IX melihat proposal dan masa depan cerah dengan
memanfaatkan tanaman tebu dalam satu proyek gula, maka pada tahun 1978
dilakukan Feasebility Study pada tahun yang sama diperoleh izin prinsip
Pembangunan Proyek Gula PTP. IX dan akhirnya pada tahun 1982 didirikannya
Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS).
4.2.1. Ruang Lingkup Bidang Usaha
Pabrik Gula Sei Semayang merupakan industri manufaktur yang memproduksi
gula pasir. Bahan baku utama dari produk tersebut adalah tebu yang berasal dari
penyedian bahan baku. Perusahaan ini dalam masa operasinya, sering disebut
dengan masa giling gula, yaitu apabila bahan baku (tebu) mengalami masa panen
yang cukup untuk digiling dalam produksi.
PG. Sei Semayang adalah daerah penghasil gula pertama diluar Pulau Jawa yang
mempunyai kantor besar di Jln. Deli No. 4 Medan dan merupakan pabrik
dengan pengelompokkan perusahaan Gula Negara, PGSS dikategorikan kedalam
golongan D. Pengelompokkan ini berdasarkan SK Menteri Pertanian No.
559/Keputusan/EEK/10/1977 yang menyertakan gilingan perhari sebagai berikut :
Golongan A Kapasitas Giling 800 – 1200 TCD
Golongan B Kapasitas Giling 1200 – 1800 TCD
Golongan C Kapasitas Giling 1800 –2700 TCD
Golongan D Kapasitas Giling 2700 – 4000 TCD
Pabrik Gula Sei Sei Semayang mempunyai visi dan misi yang akan menjadi
pedoman masa depan. Adapun yang menjadi visi-nya adalah mengolah bahan
baku tebu menjadi gula SHS dan tetes yang berkualitas baik. Sedangkan misi dari
pabrik gula Sei Semayang adalah mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya
manusia dan usaha mencapai produksi yang lebih baik.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Pabrik Gula Sei Semayang adalah : • Mampu mengolah tebu menjadi gula dengan rendemen 6,38 %
• Menghasilkan kualitas pertama gula
• Dapat mengolah dengan kapasitas Ekslusif/inclusif 3400 - 3800 TCD.
4.2.2. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah susunan wewenang dan tanggung jawab dalam
perusahaan dari masing-masing bagian yang saling berinteraksi dan membentuk
suatu kerjasama. Salah satu cara bentuk organisasi yang digunakan perusahaan
Melalui suatu struktur organisasi yang baik maka pelaksanaan pekerjaan akan
lancar, efektif dan efisien. Bagi setiap perusahaan struktur organisasi yang
digunakan tidaklah sama satu dengan lainnya, sebab pada hakekatnya struktur
organisasi perusahaan dirancang dengan kondisi kebutuhan, fungsi serta tujuan
dari perusahaan tersebut.
Struktur organisasi pada Pabrik Gula Sei Semayang merupakan struktur
organisasi garis dan fungsional, dimana wewenang dari pucuk pimpinan
dilimpahkan pada suatu organisasi dibawahnya dalam suatu bidang kerja.
Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh seluruh personil yang tercantum pada
bagan organisasi di bidang masing-masing sesuai dengan tugasnya. Pekerjaan
dilakukan sesuai standart pelaksanaan kerja untuk mencapai target yang telah
Adapun struktur organisasi Pabrik Gula Sei Semayang terlihat pada gambar 2
dibawah ini :
Manager
Dinas Teknik Dinas Pengolahan Laboratorium TUK/Umum
Boiler Pemurnian Lab. Analisa Timbangan
Gilingan Penguapan Water Treatment Gdg. Hasil
Power/Listrik Masakan U.P.L.C.
Instrument Putaran
Work Shop
Cane Yard
Gambar 2.
Struktur Organisasi PG. Sei Semayang
4.2.3.Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab
Uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab pada Pabrik Gula Sei Semayang
4.2.4. Letak Geografis
Lokasi Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) terletak antara kota Medan dengan
Binjai tepatnya di Km. 12,5 dan dari persimpangan Km. 12,5 masuk menuju Desa
Mulyo Rejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sejauh 2500 m.
Pabrik Gula Sei Semayang termasuk berada ditengah-tengah perkebunan tebu dan
perbatasan di :
Sebelah selatan : Berbatasan dengan bengkel teknik
Sebelah timur : Menuju ke jalan Bulun Cina
Sebelah utara : Daerah penanaman DP (Diversun Penanaman) IV/V
Sebelah barat : Terdapat Komplek Perumahan Karyawan
Secara Geografis areal pabrik Sei Semayang terletak diantara 98° Bujur Timur
dan diantara garis 3° Lintang Utara. Ketinggian tempat antara 9-125 diatas
permukaan laut.
4.3. Karakteristik Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan staff ahli di bidang proses
pengolahan tebu menjadi gula. Staff ahli ini merupakan orang yang mengetahui
mengenai proses pengolahan tebu menjadi gula dari kegiatan proses awal sampai
kepada kegiatan proses akhir. Berikut ini identitas yang merupakan sampel dalam
Nama : Tolap Purba
Tanggal Lahir : 13 Juni 1962
Umur : 49 tahun
Alamat : Komplek Perumahan Staff Pabrik Gula Sei Semayang
PT. Perkebunan Nusantara II Jln. Binjai Km. 12,5
Desa Mulyorejo Kecamatan Sunggal.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Proses Pengolahan Tebu
Tebu merupakan bahan baku dalam proses pembuatan gula. Tebu dapat dipanen
apabila telah mencapai umur ± 1 tahun. Tebu dapat dipanen dengan cara manual
atau menggunakan mesin-mesin pemotong tebu. Setelah tebu dipanen dan
diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan pengolahan.
Pabrik gula akan beroperasi apabila tebu yang dipanen cukup dan sesuai dengan
kapasitas giling yang telah ditentukan. Pabrik Gula Sei Semayang di desain
dengan kapasitas ± 4000 ton/ hari pada masa giling. Pengolahan tebu menjadi gula
dilakukan di pabrik dengan menggunakan peralatan/mesin yang sebagian besar
bekerja secara otomatis. Proses pengolahan hasil pertanian memberikan nilai
tambah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produk pertanian itu sendiri
sehingga mampu memberikan kontribusi nilai ekonomis yang tinggi.
Proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7
tahap yaitu pencacahan tebu, penggilingan, pemurnian, penguapan, pemasakan,
pemutaran, dan penyelesaian sehingga menghasilkan gula. Berikut ini disajikan
ALIRAN PROSES PEMBUATAN GULA
PENCACAHAN TEBU
AIR IMBISISI PENGGILINGAN Ampas 30-40%
20-24%
Nira mentah
GAS Ca(OH)₂ = 0,15% PEMURNIAN Blotong 4%
SO₂ 0,04%
Nira encer Air injeksi
PENGUAPAN Air kondensat
Nira Kental
PEMASAKAN Air kondensat Stroop
PEMUTARAN
PENYELESAIAN
GULA
Gambar 3.
Berikut ini merupakan keterangan penjelasan dari skema proses pengolahan tebu
sampai kepada produk akhir adalah :
1) Proses Pencacahan Tebu
Proses pencacahan tebu merupakan proses awal dalam pembuatan tebu menjadi
gula. Proses ini diawali dengan penggunaan bahan baku yang berupa tebu. Tebu
yang akan diolah adalah tebu yang telah masak panen dengan standart
kematangan yang cukup. Tebu-tebu tersebut dibawa ke pabrik dengan
menggunakan truk pengangkut tebu. Truk-truk tersebut harus ditimbang terlebih
dahulu pada saat masuk dan keluar pabrik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
berat netto dari tebu tersebut. Tujuan dari proses pencacahan tebu ini adalah agar
tebu berbentuk cacahan sehinggga dapat memudahkan proses selanjutnya yaitu
proses penggilingan.
Proses pencacahan tebu dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama, tebu dari truk
pengangkutan dijungkitkan dengan menggunakan tenaga pompa hidrolik,
sehingga tebu jatuh ke dalam cane carrier, kedua, sebagian tebu yang lain
diangkut dengan truk dibongkar di lantai dengan menggunakan cane striker tebu
yang disorong ke cane carrier, serta ketiga, sebagian tebu lagi dibongkar dengan
menggunakan cane lifter hilo, dimana kabel hilo dihubungkan dengan salah satu
sisi truk sehingga tebu tumpah ke cane feeding table lalu pemasukan tebu ke cane
carrier diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi kapasitas gilingan yang
direncanakan.
Dari cane carrier, tebu dibawa masuk kedalam cane leverler untuk pengaturan
dipotong-potong secara horizontal, kemudian selanjutnya cane carrier membawa
tebu ke cane cutter II untuk dicacah lebih halus lagi. Kemudian dilanjutkan ke
proses pengiilingan.
2) Proses Penggilingan
Setelah mengalami proses pencacahan tebu, maka proses selanjutnya adalah
proses penggilingan. Proses penggilingan ini merupakan proses yang dilakukan
dengan pemerasan tebu yang bertujuan untuk mendapatkan nira
sebanyak-banyaknya. Pemerasan tebu dilakukan dengan 5 set three roll mill yaitu unit
gilingan I sampai V dimana setiap unit gilingan terdapat 3 roll yang diatur
sedemikian rupa membentuk sudut 120°, dan pada masing-masing gilingan terjadi
2 kali pemerasan.
Proses penggilingan ini dilakukan dengan pemerasan tebu-tebu pada gilingan I
dan II. Nira hasil perasan yang diperoleh di gilingan I dan II ditampung di tangki
nira mentah yang kemudian dipompakan menuju timbangan nira mentah. Ampas
dari gilingan I dilanjutkan ke gilingan II, demikian seterusnya sampai ke gilingan
V, sampai kebelakang ampas tebu akan semakin kering sehingga nira yang
diperas benar-benar maksimal. Nira yang dihasilkan oleh gilingan III merupakan
nira imbibisi untuk gilingan II, begitu juga nira gilingan IV akan menjadi nira
imbibisi III, dan nira hasil gilingan V merupakan nira imbibisi untuk gilingan IV.
Sedangkan pada gilingan V menggunakan air panas sebagai air imbibisi.
Setelah pada gilingan V, nira yang terikut dalam ampas (bagasse) tebu hampir
menghasilkan uap air untuk menggerakan turbin. Dan yang tidak terpakai di
boiler dikirim ke bagasse house (gudang penyimpanan ampas tebu).
Sedangkan ampas yang terikat pada tangki nira mentah disaring melalui plat
saringan dan dibawa oleh srew conveyor ke ampas gilingan I untuk digiling
kembali ke gilingan II. Ampas yang terikut pada hasil gilingan III, IV, dan V
diangkut oleh juice strainer untuk digiling kembali pada gilingan III. Nira yang
telah bebas ampas dari penggilingan I dan II dipompakan ke proses selanjutnya
yaitu proses pemurnian.
3) Proses Pemurnian
Nira yang telah bebas ampas/bersih akan dialihkan ke proses pemurnian. Nira
yang dihasilkan sebelumnya adalah nira mentah. Tujuan proses pemurnian ini
yaitu untuk menghilangkan kotoran (unsur bukan gula) dalam nira tanpa merusak
kadar gulanya. Banyak proses yang dilakukan dalam proses pemurnian dari proses
secara kimia yaitu dengan memberikan bahan kimia yang kemudian bereaksi
dengan kotoran membentuk endapan, proses secara fisika dengan menggunakan
pemanasan, pengendapan, pengapungan dan penyaringan, serta proses kimia
fisika yaitu dengan mengubah sifat fisis suatu komponen sehingga mudah
dipisahkan. Pelaksanaan proses pemurnian harus dilakukan tanpa mengabaikan
waktu, suhu, dan pH.
Pada proses pemurnian diperlukan 4 (empat) bahan penolong yaitu: kapur tohor,
gas sulfit/belerang, phospat dan talosep (A6XL). Dengan tahapan-tahapan dalam
- Penyaringan I
Nira mentah dari tangki nira mentah dialirkan melalui pipa kesaringan DSM.
Kemudian dialirkan ke timbangan “Maxwell Boulogne” yang menimbang nira
mentah secara otomatis.
- Pemanasan I (Juice Heater I)
Nira mentah ditimbang dialirkan ke pemanasan I, dan dipanaskan sampai ke
temperatur 75°C dengan mengalirkan steam. Pemanasan ini dilakukan dengan
waktu sesingkat mungkin untuk mencegah gula terpecah menjadi unsur yang
lebih sederhana.
- Defekasi (defecation)
Tujuan proses defikasi adalah untuk membersihkan komponen-komponen
bukan gula dan meningkatkan harkat kemurnian (HK). Bahan yang dipakai
pada proses ini adalah kapur tohor dengan pH 9.0 – 9.5. Pemakaian bahan ini
dalam proses defikasi ini belum dapat digantikan dengan bahan lain tapi tidak
bisa ditingggalkan.
- Sulfitasi nira mentah
Nira yang telah terkapur masuk kedalam tangki sulfitasi dalam proses ini
terjadi penurunan pH nira menjadi 7.0 – 7.2. Sulfitasi ini dilakukan pada suhu
70 - 75°C. Penambahan SO2 tidak boleh berlebihan karena akan menyebabkan
penurunan pH menjadi terlalu rendah dan terbentuknya senyawa Calsium
- Netralisasi (Neutralizing)
Nira mentah tersulfitasi mengalir ketangki netralisasi, kemudian ditambahkan
lagi kapur tohor sehingga pH netral (berkisar antara 7.0 – 7.2).
- Pemanasan II (Juice heater II)
Nira yang telah dinetralkan pHnya kemudian dialirkan ketangki pemanasan II,
disini nira dipanaskan dengan steam pada temperatur yang lebih panas daripada
pemanasan I yaitu 105°C. Dimana temperatur ini adalah suhu yang mempunyai
isoelektris yaitu yang dapat mengumpulkan zat-zat tertentu, membunuh
bakteri-bakteri dalam nira dan menurunkan kepekatan (viskositas) sehingga
kotoran lebih mudah mengendap.
- Pengeluaran gas dan pengendapan
Sebelum dilakukannya pengendapan gas-gas yang terdapat dalam nira harus
dibebaskan kedalam tangki pengembangan (flash tank) agar tidak mengganggu
proses pengendapan. Dari flash tank nira dialirkan ke tangki pengendapan
(compatrement door clarifier) yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran
hasil pemurnian dengan menambahkan flokulat (Tolasep (A6XL)), yang
berfungsi mempercepat pengendapan kotoran dalam nira.
Pada tangki ini terdapat proses pemisahan nira jernih atau nira encer dari nira
kotor. Nira jernih dialirkan secara over flow sedangkan nira kotor keluar
melalui bagian bawah di pompakan ke tangki nira kotor. Pada nira kotor terjadi
perlakuan penyaringan, sedangkan nira jernih diteruskan ke proses
- Penyaringan II
Nira encer disaring dengan saringan DSM dan dialirkan ke proses penguapan
(evaporator). Nira jernih secara over flow keluar dari door clarifier, sedangkan
nira kotor dipompakan keluar dan ditampung kedalam sebuah bak dan
kemudian diteruskan ke mud feed mixer. Pada mud feed mixer ini nira kotor
dicampurkan dengan ampas halus dari gilingan V. Ampas tebu berguna sebagai
media filtrasi agar nira kotor tersaring. Setelah tercampurnya ampas tebu
dengan nira kotor kemudian diteruskan ke vacuum filter (saringan hampa).
Di vacuum filter inilah nira kotor akan tersaring untuk memperoleh filtrate
sebanyak-banyaknya. Vacuum filter ini prinsip perbedaaan tekanan pada dua
tempat dipisahkan oleh media penyaringan. Dengan dua buah drum yang
berputar dan permukaan yang berlubang dengan kecepatan berputar
0.15 – 0.35 rpm nira ditarik melalui media penyaringan dengan tekanan hampa
antara 35 – 45 cm Hg, yang akan meninggalkan kotoran berwarna coklat
(blotong) yang melekat pada permukaan drum. Untuk pencucian, blotong
disemprot dengan air, lalu dengan scraper dilepas dari permukaan saringan,
melalui conveyer dibawah kabin blotong dan dimasukkan kedalam truk untuk
ditimbang dan dibuang keluar pabrik. Blotong ini dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk. Filtrat hasil saringan tadi kemudian dipompakan ke tangki nira yang
telah ditimbang untuk proses ulang.
4) Proses Penguapan
Nira yang dihasilkan pada proses pemurnian merupakan nira encer. Nira encer
saringan DSM dan kemudian dialirkan ke proses penguapan. Tujuan dari proses
penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada nira encer
agar diperoleh nira yang lebih kental, dengan kentalan 62 - 65°brix. Proses
penguapan ini dilakukan pada temperatur 65 - 115°C dengan empat tahap yang
disebut “Quadruple Effect Evaporator”, dengan menggunakan cara forward feed.
Steam masuk evaporator dengan tekanan 0.8 cmHg dan suhu 120°C.
Alat/mesin penguapan (Evaporator) yang ada dalam sistem ini berjumlah lima
buah tetapi yang dipakai hanya empat buah, yang satu lagi dipakai apabila terjadi
kerusakan pada salah satu evaporator atau apabila salah satu evaporator
dibersihkan. Titik didih larutan diturunkan dengan menurunkan tekanan dalam
badan evaporator, dimana tekanan pada badan IV ±65 cmHg vacuum, pada badan
III ±45 cmHg vacuum, pada badan II ±15 cmHg vacuum, pada badan I ±0.8 cmHg
vacuum.
Perbedaan tekanan pada masing-masing evaporator akan mengakibatkan nira
mengalir secara otomatis dari badan I ke badan berikutnya. Nira yang masuk pada
tiap-tiap badan evaporator akan bersirkulasi hingga mencapai kepekatan tertentu.
Kemudian secara otomatis katub (valve) akan terbuka dan nira mengalir kebadan
berikutnya. Demikian seterusnya sampai pada badan evaporator terakhir dengan
kepekatan 65°brix.
Nira kental yang telah melewati proses penguapan (evaporating) ini kemudian di
alirkan ke proses selanjutnya yaitu proses pemasakan. Sedangkan kondensasi