Marthin Rapael Hutabarat : Dampak Kehadiran Pasar Modern Brastagi Supermaket Teradap Pasar Trdisional Sei Sikambing Di Kota Medan, 2010.
SIKAMBING DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Oleh :
MARTHIN RAPAEL HUTABARAT
050304053
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAMPAK KEHADIRAN PASAR MODERN BRASTAGI
SUPERMAKET TERADAP PASAR TRDISIONAL SEI
SIKAMBING DI KOTA MEDAN
Oleh :
MARTHIN RAPAEL HUTABARAT
050304053
AGRIBISNIS
Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
( Dr. Ir. Salmiah MS) (Dr. Ir Tavi Supriana )
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta
ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung. Dalam pasar
tradisional terjadi proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios
atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu
pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan
elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual
barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di
dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli
untuk mencapai pasar (Wikipedia, 2007).
Pasar modern berbeda dari pasar tradisional, dalam pasar modern penjual
dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung. Pembeli melihat label harga
yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam
pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga.
Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti: buah,
sayuran, daging, sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang
dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah
Kehadiran peritel modern (Supermarket, Minimarket,
sekitar awal tahun 1980-an pada awalnya tidak mengancam pasar tradisional.
Kehadiran para peritel modern yang menyasar konsumen dari kalangan menengah
kondisi pasar yang kumuh, dengan tampilan dan kualitas barang yang buruk, serta
harga jual rendah dan sistim tawar-menawar konvensional. Namun, sekarang ini,
kondisinya telah banyak berubah. Supermarket dan Hypermarket tumbuh bak
cendawan di musim hujan. Kondisi ini muncul sebagai konsekuensi dari berbagai
perubahan di masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat menuntut hal yang
berbeda di dalam aktifitas berbelanja. Kondisi ini masih ditambah semakin
meningkatnya tingkat pengetahuan, pendapatan, dan jumlah keluarga
berpendapatan ganda (suami-istri bekerja) di dengan waktu berbelanja yang
terbatas. Konsumen menuntut peritel untuk memberikan ’nilai lebih’ dari setiap
sen uang yang dibelanjakannya. Peritel harus mampu mengakomodasi tuntutan
tersebut jika tak ingin ditinggalkan para pelanggannya (Ekapribadi.W, 2007).
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini
sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang
berkembang di masyarakat kita. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah
merambah sampai kota kecil di tanah air. Sangat mudah menjumpai Minimarket,
Supermarket bahkan Hypermarket di sekitar tempat tinggal kita. Tempat-tempat
tersebut menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah
menariknya. Namun di balik kesenangan tersebut ternyata telah membuat para
peritel kelas menengah dan teri mengeluh, (Esther dan Dikdik, 2003).
Keberadaan Hypermarket semakin menonjol dan menunjukkan
dominasinya dalam aktivitas perdagangan saat ini. Pada tahun 2005, menurut
Business Intelligence Report, jenis ritel ini diperkirakan menguasai pasar sebesar
dunia yang berasal dari Amerika Serikat, yaitu Wal-Mart, pada tahun 2002
mengalami pengeluaran sebesar USD 240 miliar di seluruh dunia. Selain
Wal-Mart, terdapat beberapa peritel asing yang mengembangkan usahanya di
Indonesia, antara lain Carrefour, Makro, Belhaize, Ahold dan Giant. Carrefour
yang berasal dari Prancis mulai beroperasi ke Asia petama kali pada tahun 1989,
yaitu ke Taiwan. Pada tahun 1996, ritel ini masuk ke Indonesia. Saat ini Carrefour
terdapat 15 gerai (outlet) Carrefour di Indonesia, dimana 10 buah di Jakarta dan 5
buah di luar Jakarta. Makro berasal dari Belanda dan masuk ke Indonesia pada
tahun 1991. Saat ini terdapat 12 outlet Makro di wilayah Jabotabek dan 1 di
Bandung. Selain Makro, dari Belanda juga masuk Ahold, yang di Indonesia
menggunakan nama Tops yang sudah memiliki 22 outlet (sejak akhir tahun 2005
diakuisisi Hero). Belhaize adalah Hypermarket dari Belgia, dimana saat ini sudah
memiliki 33 outlet di kota-kota besar di Jawa. Belhaize ini beraliansi dengan
Supermarket Superindo. Yang terbaru masuk ke Indonesia adalah Giant
Hypermarket yang berasal dari Malaysia. Di Indonesia, Giant beraliansi dengan
Hero Supermarket (Anonimous, 2007).
Di Indonesia pangsa pasar dan kinerja usaha pasar tradisional menurun,
sementara pada saat yang sama pasar modern mengalami peningkatan setiap
tahunnya (Tabel 1.) kontribusi pasar tradisional sekitar 69,9% pada tahun2004,
menurun dari tahun sebelumnya (2003) sekitar 73,7%. Kondisi sebaliknya terjadi
pada Supermarket dan Hypermarket, kontribusi mereka kian hari kian besar
Tabel 1. Kontribusi pasar tradisional dan pasar modern dalam memenuhi kebutuhan pasar
Tahun pasar Tradisioal (%) Pasar modern (%) Permintaan pasar
2000 78,1 21,9 100
2001 75,2 24,8 100
2002 74,8 25,2 100
2003 73,7 26,3 100
2004 69,9 30,1 100
Sumber : Penelitian Lembaga AC Nielsen
Kondisi usaha dan kinerja pedagang pasar tradisonal menunjukkan
penurunan setelah beroperasinya Hypermarket. Ini diantaranya menyangkut
kinerja : asset, omset, perputaran barang dagangan dan margin harga. Pemilikan
kekayaan stagnan bahkan menurun dalam tiga tahun terakhir. Omset pengeluaran
menurun selama periode pengamatan, baik dipasar perlakukan maupun di pasar
kontrol, lebih banyak jenis komoditas di pasar perlakuan yang mengalami
pertumbuhan negatif dibanding dengan pasar kontrol. Sampel perlakukan
mengalami penurunan omset atau dengan tingkat penurunan omset yang lebih
besar untuk sampel kontrol untuk jenis komoditi : terigu, bimoli, daging sapi, telur
dan semangka. Ini memberikan Gambaran perbedaan adanya dampak yang
berbeda terhadap kelompok komoditas sembako, daging telur dan buah-buahan.
Sementara untuk kelompok sayur-sayuran yang direpresentasikan oleh tampaknya
tidak terpengaruh, ditunjukkan oleh tren omset yang sama-sama meningkat
(Anonimous, 2007).
Dilihat dari segi perputaran barang dagangan, baik sampel maupun kontrol
sama-sama mengalami tren penurunan perputaran barang, yang berarti terjadi
penurunan aktivitas pasokan barang kepada pedagang, atau lebih lama tesimpan
barang menurun. Demikian halnya dengan jumlah pengunjung atau pembeli yang
juga ikut berkurang. Dari segi tingkat keuntungan terjadi penurunan margin harga
yang cukup besar, para pedagang terpaksa mematok harga ynag lebih kecil agar
dapat menawarkan harga komoditas yang tetap bersaing. Ini dapat dikaitkan
dengan fakta bahwa harga di Hypermarket umumnya tergolong rendah
(Anonimous, 2007).
Kendati persaingan antar pasar modern secara teoretis menguntungkan
konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, relatif sedikit yang
diketahui mengenai dampaknya pada pasar tradisional. Mengukur dampak amat
penting mengingat Supermarket saat ini secara langsung bersaing dengan pasar
tradisional, tidak hanya melayani segmen pasar tertentu ( Harmanto, 2007).
Demikian juga halnya yang terjadi di kota Medan, pasar modern
berkembang pesat. Hal ini dapat terbukti dengan mudahnya kita dapat
menemukan pasar modern seperti Minimarket, Supermarket bahkan Hypermarket
di sekitar tempat tinggal kita. Kondisi demikian terjadi karena gaya hidup modern
yang sudah mulai melekat pada masyarakat kota Medan. Hal demikian seharusnya
menjadi pusat perhatian baik pemerintah maupun swasta dan menjadi penelitian
karena dikhawatirkan memberikan dampak negatif terhadap pasar tradisional,
seperti yang telah terjadi di kota-kota di pulau jawa. Dari pembahasan diatas
penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui dampak pasar modern
Identifikasi Masalah
Untuk melihat bagaimana sebenarnya perkembangan pasar tradisional dan
pasar modern di kota Medan saat ini dan untuk mengetahui dampak dari
kehadiran pasar modern tersebut terhadap pasar tradisional maka dapat
dirumuskan masalah antara lain :
1. Bagaimana perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota
Medan?
2. Bagaimana aspek jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan,
jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di
kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di
kota Medan.
3. Untuk mengetahui jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan,
jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di
kota Medan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern.
Kegunaan
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi pedagang mengenai dampak kehadiran pasar
modern terhadap pasar tradisional.
2. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Tinjauan Pustaka
Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,
mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah
pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta,
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar-menawar (Pepres RI No. 112, 2007).
Reardon et al (2003), menemukan bahwa sejak 2003 pangsa pasar
Supermarket di sektor usaha ritel makanan di banyak negara berkembang seperti
Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Meksiko, Polandia, dan Hongaria telah
mencapai 50%. Di Brazil dan Argentina, di mana perkembangan Supermarket
telah lebih dulu dimulai, pangsa pasarnya mencapai sekitar 60%. Traill (2006)
menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang 2015, pangsa
pasar Supermarket akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko, dan Polandia;
67% di Hongaria; dan 76% di Brazil. Di Indonesia, Supermarket lokal telah ada
sejak 1970-an, meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Supermarket
bermerek asing mulai masuk ke Indonesia pada akhir 1990-an semenjak kebijakan
investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel dibuka pada 1998.
Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan Supermarket di kota-kota
harga. Akibatnya, bila Supermarket Indonesia hanya melayani masyarakat kelas
menengah-atas pada era 1980-an dan awal 1990-an (CPIS 1994), penjamuran
Supermarket hingga ke kota-kota kecil dan adanya praktik pemangsaan melalui
strategi pemangkasan harga memungkinkan konsumen kelas menengah-bawah
untuk mengakses Supermarket. Persoalan ini tentu juga dialami di negara
berkembang lainnya (Suryadarma, dkk. 2007).
Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan
mengapa ada sebagian pasar tradisional yang terkena dampak Supermarket
sementara sebagian lainnya tidak. Pertama adalah faktor jarak antara pasar
tradisional dan Supermarket, di mana pasar tradisional yang berada relatif
dekat dengan Supermarket, paling banyak terkena dampak. Kedua, faktor
yang terpenting adalah karakteristik konsumen pada pasar tradisional. Pasar
tradisional yang pelanggan utamanya dari kalangan kelas menengah
ke bawah, merasakan dampak yang paling besar akibat kehadiran Supermarket
(Suryadarma, dkk. 2007).
Indonesia adalah negara dengan mayoritas konsumen berasal dari
kalangan menengah ke bawah. Kondisi ini menjadikan konsumen Indonesia
tergolong ke dalam konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Ketika faktor
harga rendah yang sebelumnya menjadi keunggulan pasar tradisional mampu
diruntuhkan oleh pasar modern, secara relatif tidak ada alasan konsumen dari
kalangan menengah ke bawah untuk tidak turut berbelanja ke pasar modern dan
Perlindungan pasar tradisional bisa dilakukan karena aturan pembangunan
pasar harus mengacu pada tata ruang dan wilayah yang sudah dimiliki Pemda.
Termasuk pengucuran kredit usaha rakyat kepada pedagang tradisional. Dengan
keluarnya Perpres ini maka akan memperlancar program pemberdayaan untuk
pedagang seperti pengucuran kredit mikro dan sebagainya perbaikan kinerja ritel
tradisional perlu juga ditingkatkan. Salah satunya dengan memperbaiki bangunan
pasar tradisional, serta pemberdayaan pedagang kecil dan peritel tradisional
melalui berbagai program (Suryadarma, dkk. 2007).
Pemberlakuan aturan baku pendirian pasar tradisional dan pasar modern
akan membuat persaingan keduanya semakin sengit di masa-masa mendatang.
Data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menyebutkan,
Hypermarket telah menyebabkan gulung tikarnya pasar tradisional dan kios
pedagang kecil-menengah. Data yang dikumpulkan APPSI pada tahun 2005, saat
Hypermarket belum begitu menggejala seperti sekarang, memaparkan, di Jakarta
terdapat delapan pasar tradisional dan 400 kios yang tutup setiap tahun karena
kalah bersaing dengan Hypermarket (Indrakh, 2007).
Landasan Teori
Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta, ditambah
kunjungan wisatawan manca negara sekitar 5 juta per tahun merupakan pasar
yang empuk bagi peritel nasional maupun peritel asing. Memang banyaknya
jumlah penduduk merupakan faktor utama berhasil tidaknya pasar ritel
Ritel mempunyai arti pengeluaran secara eceran. Seiring tuntutan pasar
bebas, ritel pun belakangan bertambah dongan konsep ritel modern. Ritel
tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas,
barang yang dijual terbatas jenisnya. Sistem manajemen yang sederhana
memungkinkan adanya proses tawar menawar harga. Berbeda dengan ritel
modern menawarkan tempat lebih luas, banyak jenis barang yang dijual,
manajemen lebih terkelola, harga pun sudah menjadi harga tetap. Ritel modern ini
menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut swalayan. Dalam ritel
modern dikenal Hypermarket, Supermarket dan Minimarket. Gerai ritel modern
biasanya disebut pasar modern. Dari catatan Business Watch Indonesia (BWI)
perkembangan ritel modern di Indonesia sejak tahun 2000 semakin pesat. Apalagi
sejak masuknya peritel asing. Sebut saja peritel asal Prancis dengan Carrefour
membuka ritel jenis Hypermarket kemudian ada Giant yang dibuka oleh
Hero-Dairy Farm dari Hongkong (Solopos, 2008).
Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek
tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan
permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan
lainnya adalah pengalaman berbelanja yang luar biasa, di mana kita bisa melihat
dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih sangat segar. Akan
tetapi dengan adanya hal tersebut bukan berarti pasar tradisional bukan tanpa
kelemahan. Selama ini justru pasar tradisional lebih dikenal kelemahannya.
Kelemahan itu antara lain adalah kesan bahwa pasar terlihat becek, kotor, bau, dan
terlalu padat lalu lintas pembelinya. Ditambah lagi ancaman bahwa keadaan sosial
sehingga hampir tidak mempunyai waktu untuk berbelanja ke pasar tradisional
(Esther dan Dikdik, 2003).
Meskipun informasi tentang gaya hidup modern dengan mudah diperoleh,
tetapi tampaknya masyarakat masih memiliki budaya untuk tetap berkunjung dan
berbelanja ke pasar tradisional. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara
pasar tradisional dan pasar modern. Perbedaan itulah adalah di pasar tradisional
masih terjadi proses tawar-menawar harga, sedangkan di pasar modern harga
sudah pasti ditandai dengan label harga. Dalam proses tawar-menawar terjalin
kedekatan personal dan emosional antara penjual dan pembeli yang tidak mungkin
didapatkan ketika berbelanja di pasar modern (Harian Kompas, 2007).
Pemerintah seharusnya serius dalam menata dan mempertahankan
eksistensi pasar tradisional. Pemerintah menyadari bahwa keberadaan pasar
tradisional sebagai pusat kegiatan ekonomi masih sangat dibutuhkan oleh
masyarakat luas. Perhatian pemerintah tersebut dibuktikan dengan melakukan
revitalisasi pasar tradisional di berbagai tempat. Target yang dipasang sangat
sederhana dan menyentuh hal yang sangat mendasar. Selama ini pasar tradisional
selalu identik dengan tempat belanja yang kumuh, becek serta bau, dan karenanya
hanya didatangi oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Gambaran pasar seperti
di atas harus diubah menjadi tempat yang bersih dan nyaman bagi pengunjung.
Dengan demikian masyarakat dari semua kalangan akan tertarik untuk datang dan
melakukan transaksi di pasar tradisional. Pemerintah memang mempunyai hak
untuk mengatur keberadaan pasar tradisional dan pasar modern. Tetapi aturan
membuat dunia usaha mandek. Pedagang kecil, menengah, besar, bahkan
perantara ataupun pedagang toko harus mempunyai kesempatan yang sama dalam
berusaha (Harian Kompas, 2007).
Persaingan antar peritel di Indonesia sebenarnya tidak sesederhana yang
dibayangkan orang. Persaingan tidak hanya terjadi antara yang besar melawan
yang kecil, melainkan juga antara yang besar dengan yang besar, serta yang kecil
dengan yang kecil. Pemerintah sebagai regulator harus mampu mewadahi semua
aspirasi yang berkembang tanpa ada yang merasa dirugikan. Pemerintah harus
mampu melindungi dan memberdayakan peritel kelas teri karena jumlahnya yang
mayoritas. Di lain pihak, peritel besar pun mempunyai sumbangan besar dalam
ekonomi. Selain menyerap tenaga kerja, banyak peritel besar yang justru
memberdayakan dan meningkatkan kualitas ribuan pemasok yang umumnya juga
pengusaha kecil dan menengah. Belum lagi konsumen yang kian senang menjadi
raja yang dimanja. Bagi pemerintah, mencari keseimbangan antara yang besar dan
yang kecil ini memang tidak mudah (Indrakh, 2007).
Berbeda dengan pasar modern, pasar tradisional sejatinya memiliki
keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar
modern. Lokasi yang strategis, area pengeluaran yang luas, keragaman barang
yang lengkap, harga yang rendah, sistem tawar menawar yang menunjukkan
keakraban antara penjual dan pembeli merupakan keunggulan yang dimiliki oleh
pasar tradisional. Namun, selain menyandang keunggulan alamiah, pasar
tradisional memiliki berbagai kelemahan yang telah menjadi karakter dasar yang
letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam operasional pasar
yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan
terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern
(Ekapribadi.W, 2007).
Dalam hal mata rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok
profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat
perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini
berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung risiko
kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan Supermarket yang umumnya
menggunakan metode konsinyasi atau kredit. Terkait dengan modal usaha, 88%
pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau
keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya.
Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka
(Suryadarma, dkk. 2007).
Namun demikian, hal ini terutama disebabkan oleh lemahnya daya saing
para peritel tradisional. Para pedagang, pengelola pasar, dan perwakilan APPSI
menyatakan bahwa hal penting yang harus dilakukan untuk menjamin keberadaan
pasar ini adalah dengan memperbaiki infrastruktur pasar tradisional, penataan
ulang para PKL, dan penciptaan praktik pengelolaan pasar yang lebih baik.
Kebanyakan para pedagang secara terbuka mengatakan keyakinan mereka bahwa
kehadiran Supermarket tidak akan menyingkirkan kegiatan bisnis mereka bila
persyaratan di atas terpenuhi (Harmanto, 2007).
Dampak umum pada pengusaha ritel tradisional adalah negatif dan kerap
menutup bisnisnya umumnya adalah mereka yang menjual barang-barang umum,
makanan olahan, produk susu, lalu diikuti oleh toko yang menjual produk segar
dan pasar basah. Setelah beberapa tahun bergelut dengan persaingan, pengusaha
ritel tradisional yang biasanya masih tetap bertahan berdagang adalah mereka
yang menjual satu jenis produk atau mereka yang berjualan di lokasi di mana
Supermarket secara resmi tidak diperkenankan untuk masuk (Daniel.W, 2007).
Untuk beberapa alasan perubahan gaya hidup konsumen saat ini tidaklah
mengejutkan. Pertama, melalui skala ekonominya, pasar modern dapat menjual
lebih banyak produk yang lebih berkualitas dengan harga yang lebih murah.
Kedua, informasi daftar harga setiap barang tersedia dan dengan mudah diakses
publik. Ketiga, pasar modern menyediakan lingkungan berbelanja yang lebih
nyaman dan bersih, dengan jam buka yang lebih panjang, dan menawarkan aneka
pilihan pembayaran seperti kartu kredit dan kartu debit dan menyediakan layanan
kredit untuk peralatan rumah tangga berukuran besar. Keempat, produk yang
dijual di pasar modern, seperti bahan pangan, telah melalui pengawasan mutu dan
tidak akan dijual bila telah kedaluwarsa(Setiadi.N, 2003).
Kerangka Pemikiran
Keberadaan pasar, khususnya yang tradisional, merupakan salah satu
indikator paling nyata kegiatan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Pemerintah
harus memperhatikan keberadaan pasar tradisional sebagai salah satu sarana
publik yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Perkembangan jaman dan
perubahan gaya hidup yang dipromosikan begitu hebat oleh berbagai media telah
pasar tradisional ternyata masih mampu untuk bertahan dan bersaing di tengah
serbuan pasar modern dalam berbagai bentuknya. (Indrakh, 2007)
Maraknya pembangunan pasar modern membuat para pedagang tradisional
tak mampu bertahan. Beberapa berita terbaru di media massa mengatakan bahwa
sedikitnya 100 pasar dari sekitar 800 pasar tradisional yang tersebar di Jawa Barat,
kolaps. Hal ini diduga akibat dari pembangunan pasar modern yang semakin
marak. Kota bandung sebagai barometer perdagangan Jawa Barat, sedikitnya
terdapat 6 Hypermarket, 60 Supermarket, dan 350 Minimarket yang tersebar
sampai ketingkat kecamatan. (Jurnal Penelitian Koperasi dan UKM Nomor 1
tahun 2006), Hal ini menunjukkan perkembangan pasar modern yang sangat cepat
dan memberikan dampak yang kurang baik terhadap pasar tradisional. Hal diatas
membuat penulis ingin meneliti perkembangan pasar modern di kota Medan dan
untuk mengetahui dampak pasar modern terhadap pasar tradisional di kota Medan
dari berbagai aspek.
Dari hasil penelitian yang penulis kutip, kondisi usaha dan kinerja pasar
tradisional menunjukkan penurunan setelah beroperasinya Hypermarket. Ini
diantaranya menyangkut kinerja : aset, omset, perputaan barang dagangan, dan
marjin harga. Pemilikian kekayaan (aset) stagnan dan bahkan menurun dalam tiga
tahun terakhir. Omset pengeluaran menurun selama periode pengamatan baik
dipasar perlakuan maupun di pasar kontrol. Dilihat dari segi perputaran barang
dagangan, baik sampel pasar perlakuan maupun pasar kontrol mengalami
penurunan, yang berarti terjadi penurunan aktivitas pasokan barang kepada
keuntungan terjadi penurunan margin harga yang cukup besar yang dialami oleh
pasar perlakuan maupun pasar kontrol setelah beroperasinya Hypermarket. Para
pedagang terpaksa mematok marjin laba yang lebih kecil agar dapat menawarkan
harga komoditas yang tetap bersaing. Ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa
harga di Hypermarket umumnya tergolong rendah. Hal diatas memberikan
keinginan bagi penulis untuk mengangkatnya dalam penelitiannya. Selain untuk
mengetahui dampak pasar modern terhadap pasar tradisional di kota Medan juga
untuk membuktikan apakah hasil penelitian tersebut sama dengan kondisi di kota
Medan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kerangka pemikiran dapat dilihat
Keterangan : Ada pengaruh (dampak)
Ada hubungan (alur koordinasi)
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran PASAR
MODERN
PASAR TRADISIONAL
Jumlah Jam Buka Jumlah Pedagang
Jumlah Omset
Sirkulasi Barang
Margin Laba
Pasar Tradisional Setelah Ada Pasar
Modern Pasar Tradisional
Sebelum Ada Pasar modern
Jumlah Pedagang
Jumlah Jam Buka
Jumlah Omset
Sirkulasi Barang
Hipotesis
Terdapat perbedaan jumlah omset pedagang, perputaran barang dagangan,
jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional di kota
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Secara teritorial penelitian ini akan mempunyai lingkup cakupan di satu
pasar tradisional di kota Medan yaitu Pasar Sei Sikambing, dan satu pasar modern
yaitu Brastagi Supermarket yang letaknya cukup berdekatan dengan Pasar Sei
Sikambing. Adapun penentuan daerah sampel ditentukan dengan purposive yaitu
dengan sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan, pasar tradisional Sei
Sikambing masih termasuk pasar yang sangat tradisional, memiliki jumlah
bangunan dan jumlah pedagang yang cukup banyak dan memiliki lokasi yang
strategis dan mudah dijangkau sehingga dapat mewakili pasar tradisional lainnya.
Dan untuk pasar modernnya merupakan pasar modern yang jaraknya paling dekat
dengan pasar tradisional Sei Sikambing. Hal ini dapat diketahui dengan
mengamati langsung ke lapangan.
Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang sayuran dan pedagang
buah-buahan yang terdapat di pasar tradisional, yang masih aktif berdagang
sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket. Metode
yang digunakan dalam penentuan sampel adalah Simple Random Sampling yaitu
penarikan sampel seara acak dan sederhana. Jumlah sampel yang akan diambil
sebanyak 15 orang pedagang buah-buahan dan 15 orang lainnya pedagang
sayuran. Untuk komoditi buah-buahan yang diteliti oleh penulis ada sebanyak 35
jenis, yaitu sebagai berikut : Pisang Barangan, Alpokat, Sirsak, Jeruk Peras,
Biji, Semangka Biji, Anggur, Kelengkeng, Appel hijau, Markisa, Jeruk Madu
Kecil, Melon, Jeruk Madu Sedang, Rambutan, Manggis, Bengkoang, Sunkist,
Appel Fuji, Jeruk Madu Super, Pepaya, Jambu Klutuk, Kueni, Nenas, Salak,
Mangga Jawa, Semangka, Appel Fuji Kecil, Appel Fuji Besar, Markisa Asam,
Markisa Manis.
Sedangkan untuk komoditi sayur-sayuran yang diteliti oleh penulis ada
sebanyak 25 jenis, yaitu sebagai berikut : Tomat Marta, Kentang, Buncis, Sawi
Putih, Sawi Pahit, Wortel, Kol, Jipang, Mentimun, Tomat Biasa, Kangkung,
Bayam, Daun Ubi, Terong Telunjuk, Terong Merah, Terong Bola, Daun Suring,
Daun Pakis, Daun Genjer, Bunga Kol, Brokoli, Arcis, Nasi –Nasi, Selada, Kacang
Panjang.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari wawancara secara langsung
kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah
dipersiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi
terkait seperti: Badan Pusat Statistik, Perusahaan Daerah Pasar Petisah, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan dan buku-buku penelitian pendukung lainnya.
Metode Analisis Data
Untuk masalah (1) digunakan analisis deskriptif dengan mendeskripsikan
perkembangan pasar modern dan pasar tradisional di kota Medan. Dari data yang
Untuk menguji hipotesis digunakan metode analisis Uji-t berpasangan
(paired t-test). Uji-t berpasangan adalah salah satu metode pengujian hipotesis
dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri yang paling
sering ditemui pada kasus yang berpasangan adalah satu individu (objek
penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda.
Menurut Djalal, N dan Hardius Usman (2002), rumus Uji beda rata-rata (t-hitung)
adalah :
Ho = X1 = X2
H1 = X1 ≠ X2
Kriteria uji :
t-hitung ≤ t- table ………..Ho diterima (H1 ditolak)
-t-hitung > - t- table ………..Ho diterima (H1 ditolak)
t-hitung > t- table ………..Ho ditolak (H1 diterima)
-t-hitung <-t- table ………..…..Ho ditolak (H1 diterima)
Keterangan :
H0 = tidak ada perbedaan jumlah omset, perputaran barang dagangan,
jumlah pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional,
sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern. X1 - X2
th = S1
2 S2
2
S1 S2
H1 = ada perbedaan jumlah omset, perputaran barang dagangan, jumlah
pedagang, jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sebelum
dan sesudah berdirinya pasar modern.
X1 = rata-rata dari omset, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang,
jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sebelum berdirinya
pasar modern di dekat pasar tradisional tersebut.
X2 = rata-rata dari omset, perputaran barang dagangan, jumlah pedagang,
jumlah jam buka, margin laba pedagang tradisional, sesudah berdirinya
pasar modern di dekat pasar tradisional tersebut.
n
1 = jumlah sampel variable 1n
2 = jumlah sampel variable 2S1 = simpangan baku variabel 1
S2 = simpangan baku variabel 2
Defenisi dan Batasan Operasional
Defenisi
1. Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta
ditandai dengn adanya transakasi penjual dan pembeli secara langsung,
bangunannya biasanya terdiri dari kios–kios atau gerai, los dan dasaran
terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.
2. Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembelinya tidak bertransaksi
secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum
dilkukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga,
Minimarket, Supermarket, dan hipermarket termasuk dalam kategori ini.
3. Jumlah omset adalah total penjualan yang diterima oleh pedagang setiap
bulannya.
4. Jumlah Jam buka adalah jam dimulainya pasar di buka sampai pasar
ditutup dalam satu hari atau dalam 24 jam.
5. Sirkulasi atau perputaran barang adalah aktivitas pasokan barang dari
pemasok ke pedagang sampai barang tersebut habis terjual sampai
aktivitas pasokan barang berulang kembali.
6. Margin laba adalah selisih antara harga beli pedagang dari pemasoknya
dengan harga jual yang ditetapkannya ke konsumen.
7. Jumlah pedagang adalah jumlah dari pedagang sayuran dan buah-buahan
yang ada di pasar tradisional tersebut dalam kurun waktu penelitian.
Batasan operasional
1. Penelitian dilakukan di kota Medan.
2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2009.
3. Sampel penelitian adalah pedagang sayur-sayuran dan buah-buahan di
pasar tradisional Sei Sikambing yang sudah berdagang sebelum dan
sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket
4. Sampel pasar yang diteliti oleh penulis adalah pasar tradisional Sei
Sikambing yang memiliki jarak yang cukup dengan pasar modern Brastagi
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PEDAGANG RESPONDEN
Deskripsi Daerah Penelitian
Letak geografis, batas dan luas wilayah
Kota Medan merupakan ibukota dari propinsi Sumatera Utara. Kota
Medan terletak diantara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’ – 98”44’ BT, dengan luas
wilayah 265,10 km. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 sampai dengan 37,5
meter diatas permukaan laut, rata-rata curah hujan 171,2 mm dengan suhu
minimum 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC.
Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%.
kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju
penguapan tiap bulannya 104,3 mm.
Kota Medan memiliki batas-batas yaitu : Sebelah Utara : Kabupaten Deli
Serdang dan Selat Malaka, sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang, sebelah
Timur : Kabupaten Deli Serdang, dan Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang.
Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara.
Keadaan Penduduk Kota Medan
Penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di kota Medan
Penduduk kota Medan berjumlah 2.083.156 orang dengan 470.481 rumah
tangga yang tersebar di setiap kecamatan dan keluharan di kota Medan. Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk kota Medan berdasarkan
Tabel. 1 Penduduk kota Medan menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Golongan Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
Jiwa Persen
Sumber : BPS, Medan Dalam Angka 2008
Tabel 1. menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota Medan pada tahun
2008 sebesar 2.083.156 orang yang terdiri dari 1.034.696 orang laki-laki
(49,67 %) dan 1.048.460 orang perempuan (50,33%), dari data tersebut dapat
dilihat bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki.
Data Tabel diatas juga menunjukkan jumlah usia non produktif bayi, balita,
anak-anak dan remaja (0-14 tahun) sebesar 569.612 orang (27,34%) manula
(>55 tahun) sebesar 187.872 orang (9,02%). Jumlah usia produktif (15-54 tahun)
adalah sebesar 1.325.672 orang (63,63%). Usia produktif adalah usia dimana
orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang
dan jasa dengan efektif, dari data tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan
Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan
Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiri dari tamat SD,
SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat
pendidikan penduduk kota Medan sdapat dilihat pada Tabel 2a.
Tabel 2a. Penduduk kota Medan menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)
1
Sumber : BPS, Medan dalam angka 2008
Tabel 2a. menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk kota Medan
paling besar berada pada tingkat pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) yaitu sebesar 726.560 orang (34,21 %), Sekolah Lanjut
Tingkat Pertama (SLTP) yaitu sebesar 635.451 orang (29,92%), Sekolah Dasar
(SD) sebesar 451.226 orang(21,24 %), dan Perguruan Tinggi berjumlah 310.475
orang (14,61 %).
Penduduk menurut mata pencarian
Mata pencarian penduduk kota Medan bermacam jenisnya yaitu pegawai
negeri, pegawai swasta, TNI/POLRI, tenaga pengajar, tenaga kesehatan, dan
masih banyak lagi yang lain jenis dan macam pekerjaannya. Untuk mengetahui
lebih jelas mengenai mata pencarian penduduk kota Medan dapat dilihat pada
Tabel 2b. Penduduk kota Medan menurut pekerjaan
No Mata Pencarian Jumlah
(Orang)
Sumber: BPS, Medan dalam angka 2008
Tabel 2b. menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan penduduk yang terbesar
adalah sebagai tenaga pengajar yaitu sebesar 45.426 orang (11,4%), pegawai
negeri sebesar 16.727 orang (4,22%), pegawai swasta 15.580 orang (3,93%),
TNI/POLRI sebesar14.326 orang (3,61%) dan tenaga kesehatan sebesar 3.290
orang (0,83%) dan pekerjaan yang lain-lain yaitu gabungan dari berbagai
pekerjaan yang tidak disebutkan satu persatu yaitu sebesar 300.862 orang
(75,93%). Data tersebut menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk kota Medan
yang berusia produktif hanya sebagian kecil saja yang sudah bekerja, setelah
dikurangi penduduk kota Medan yang bersekolah dan kuliah, masih banyak
penduduk yang menganggur baik sebagai pengangguran terselubung maupun
pengangguran tetap.
Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan
masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana akan mempercepat laju
pembangunan. Sarana dan prasarana di kota Medan sekarang ini sangat baik, hal
ini dapat dilihat dari jenis-jenis sarana yang tersedia baik sarana pendidikan,
Tabel 3. Sarana dan prasarana di kota Medan tahun 2008 Sumber : BPS Medan dalam angka 2008
Dari Tabel 3. Terlihat sarana pendidikan di kota Medan sangat lengkap
mulai dari Play Group, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar berjumlah 810 unit,
Sekolah Lanjut Tingkat Pertama berjumlah 353 unit, Sekolah Lanjut Tingkat Atas
berjumlah 339 unit, hingga ke Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit dengan
berbagai tingkat strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta
maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok kota Medan
Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk kota besar seperti kota
Medan yang berpenduduk besar. Sarana kesehatan yang ada yaitu Puskesmas 39
unit, Pustu 40 unit, BPU 421 unit, Rumah Bersalin 431 unit, Rumah Sakit
70 unit.
Sarana peribadatan juga sangat diperlukan oleh penduduk kota Medan
yang besar dan beragam, dapat saling menerima diantara perbedaan yang ada
sehingga tetap saling menghormati, sarana peribadatan yang ada yaitu masjid 826
unit, musholla 675 unit, gereja 525 unit, kuil 39 unit, dan wihara 140 unit.
Sarana transportasi sangat lengkap di dalam kota, angkutan kota sangat
banyak ke segala penjuru kota Medan. Panjang jalan kota Medan 3.078,94 km.
Jalan yang dalam kondisi baik sepanjang 2.084,16 km, jalan dalam kondisi sedang
389,80 km, jalan dalam kondisi rusak sepanjang 112,76 km, dan jalan dalam
kondisi rusak berat sepanjang 1,35 km.
Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di kota
Medan. Masyarakat dengan mudah memilih ingin berbelanja di pasar tradisional
dan pasar modern. Ada 56 unit pasar tradisional dan 30 unit pasar modern yang
tersebar di setiap kecamatan dengan keunggulan dan kelengkapan masing-masing
pasar yang berbeda-beda. Pasar tradisional umumnya buka pada pagi atau sore
hari, sedangkan pasar Modern buka dari pagi hingga malam hari. Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel pasar tradisional sei sekambing dan pasar
Karakteristik Pasar (Lokasi Penelitian)
Pasar tradisional Sei Sikambing
Pasar ini buka pada pagi hingga sore hari. Barang-barang yang dijual
beraneka ragam diantaranya kebutuhan pokok seperti sayur mayur, ikan, bumbu,
alat masak, buah, pakaian dan lain-lain. Luas areal pasar ± 4500 m2. Pedagang
yang berjualan di pasar ini cukup banyak, yaitu sebanyak 646 unit. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah bangunan dan pedagang di pasar Sei Sikambing
No Lokasi Buka Tutup Lak Cabut Jumlah Keterangan
1 Blok – A 116 - - - 116 6 BB 2 Blok – B 94 - - - 94 4 BB
3 Blok – C 66 - - - 66 -
4 Losd – 1 131 - - - 131 98 Stand 33 Meja
5 Losd – 2 125 - - - 125 -
6 Losd – 3 114 - - - 114 13 Stand 41 Meja
Total 646 646
Sumber : Perusahaan Daerah Pasar Petisah 2009
Dari tabel terlihat bahwa terdapat 646 pedagang yang terdaftar di pasar
tradisional Sei Sikambing, dimana para pedagang tersebut tersebar di 6 lokasi,
seperti Blok – A, Blok – B, Blok – C, Losd -1, Losd – 2, dan Losd 3. Terdapat 10
unit bangunan baru di Blok - A dan Blok – B, 98 stand dan 33 meja di Losd - 1
dan sekitar 13 stand dan 41 meja di Losd - 3.
Pasar Brastagi Supermarket
Brastagi Supermarket terletak di jalan Gatot Subroto. Luas areal Brastagi
Supermarket yaitu ± 4500 m2. Brastagi Supermarket tidak hanya menjual buah,
tetapi juga menjual barang-barang lain seperti yang dijual pada swalayan pada
Karakteristik Pedagang Responden
Karakteristik pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing
Tabel 5. Rataan karakteristik sosial buah-buahan di pasar Sei Sikambing
No Karakteristik sosial Satuan Range Rata-rata
1 Umur Tahun 24 - 45 34,87
2 Lama Berdagang Tahun 3 – 20 7,97
3 Jenis Kelamin Lk/Pr 8 / 7
Sumber : Data diolah dari Lampiran 1
Jenis komoditi yang diteliti oleh penulis terbagi atas dua jenis komoditi
umum, yaitu : komoditi buah – buahan dan komoditi sayur - sayuran. jumlah
pedagang sampel yang diteliti oleh penulis berjumlah 30 sampel. Dimana 15
pedagang mewakili komoditi buah–buahan dan 15 pedagang lainnya mewakili
komoditi sayur- sayuran. Dalam pedagang buah – buahan ini terdiri atas 8
pedagang berjenis kelamin laki-laki dan 7 orang berjenis kelamin perempuan.
Semua pedagang berdomisili tidak jauh dari Pasar Sei Sikambing.
Range umur dari setiap pedagang antara 24 – 45 tahun, dengan rataan
sebesar 34,87. Dan untuk lama berdagang memiliki range antara 3 – 20 tahun
dengan rata-ratanya adalah sebesar 7,97 tahun, menunjukkan pengalaman yang
dimiliki oleh pedagang sudah cukup banyak dan layak untuk dimintai keterangan.
Karakteristik pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing
Sedangkan untuk pedagang sayur-sayuran (Tabel 6.) semua pedagang
berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan pekerjaan ini tidak begitu
mengandalkan tenaga seperti dalam berdagang buah-buahan yang terkadang harus
sedikit lebih mengandalkan otot, karena buah – buahan termasuk dalam barang
begitu mengandalkan tenaga kaum pria. Dan semua pedagang berdomisili tidak
jauh dari Pasar Sei Sikambing.
Tabel 6. Karakteristik pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing
No Karakteristik Sosial Satuan Range Rata-rata
1 Umur Tahun 28 - 49 39
2 Lama Berdagang Tahun 2 - 25 7,4
3 Jenis Kelamin Lk/Pr 0/15
Sumber : Data diolah dari Lampiran 8
Range umur dari setiap pedagang antara 28 - 49 tahun, dengan rataan
sebesar 39. Pada dasarnya para pedagang sayuran ini hanyalah para wanita yang
sudah berumur diatas 30 tahun dan mereka melakoni pekerjaan ini karena tidak
ada pilihan lain dan kurang memiliki modal. Jika dibanding dengan pedagang
buah-buahan modal yang diperlukan dalam berdagang sayuran jauh lebih sedikit
daripada harus berdagang buah-buahan. Sehingga pada akhirnya keuntungan yang
diperoleh pun jauh lebih kecil dibanding dengan pedagang buah-buahan.
Dan untuk lama berdagang memiliki range antara 2 - 25 tahun dengan
rata-ratanya adalah sebesar 7,4 tahun, menunjukkan pengalaman yang dimiliki
oleh pedagang sudah cukup banyak dan layak untuk dimintai keterangan.
Beberapa dari pedagang sayuran ini merupakan ibu-ibu rumah tangga
yang mencoba keberuntungan dengan berdagang, daripada harus tinggal duduk
dirumah. Dan beberapa lainnya adalah ibu-ibu yang pensiun muda dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Pasar Modern di Indonesia
Sebagai perbandingan maka penulis sedikit membahas perkembangan
pasar modern di Indonesia. Dari data yang ada terlihat bahwa pasar modern telah
berkembang di Indonesia sejak tahun 1997 hingga saat ini. Ada 3 jenis pasar
modern yang berkembang di indonesia saat itu, yaitu Hypermarket, Supermarket
dan Minimarket yang saat ini lebih dikenal sebagai Swalayan.
Gambar 2. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam jumlah outlet
Tabel 7a. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam jumlah outlet
Tahun Hypermarket Supermarket Minimarket Jumlah
1997 6 442 290 738
1997 8 335 300 643
1999 10 440 315 765
2000 16 494 562 1072
2001 38 638 780 1456
2002 40 673 858 1571
2003 49 699 972 1720
Total
Penambahan 43 257 682 982
0 200 400 600 800 1000 1200
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Hypermarket
Supermarket
Tabel 7b. Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997 – 2003 dalam persen (%)
Persentase Perkembangan Setiap Tahun
Tahun Hypermarket Supermarket Minimarket Jumlah
1997-1998 25 -31,94 3,33 -14,77
1997-1998 20 23,86 4,76 15,95
1999-2000 37,5 10,93 43,95 28,64 2000-2001 57,89 22,57 27,95 26,37
2001-2002 5 5,2 9,09 7,32
2002-2003 18,37 3,72 11,73 8,66
Total (%) 87,7551 36,7668 70,1646 57,093
Sumber: FAO (2006)
Dari Tabel 7a. dan Gambar 2. diatas dapat dilihat perkembangan pasar
modern (Hypermarket, Supermarket dan Minimarket) di Indonesia dari tahun
1997 sampai tahun 2003 sebesar 57,093%. Karena jumlah pasar modern pada
tahun 2003 sebesar 738 dan berubah menjadi sebesar 1720 berarti terjadi
penambahan sebanyak 982 buah. Dan untuk perkembangan setiap tahunnya dapat
dilihat pada Tabel 7b. Pada tahun pertama terjadi penurunan pada supermarket
dari 442 buah menjadi 335 buah atau sebesar 31,94%. Setelah itu terjadi
perkembangan yang cukup signifikan di tahun-tahun berikutnya, dan untuk
perkembangan terbesar ada pada tahun ke III, yaitu sebesar 28,64% , dan pada
tahun ke IV terjadi perkembangan yang sangat besar untuk Hypermarket di
Indonesia, yaitu sebesar 57,89%.
Perubahan ini muncul sebagai konsekuensi dari berbagai perubahan di
masyarakat. Sebagai konsumen, masyarakat menuntut hal yang berbeda di dalam
aktifitas berbelanja. Konsumen menuntut peritel untuk memberikan ’nilai lebih’
dari setiap sen uang yang dibelanjakannya. Peritel harus mampu mengakomodasi
bisa dipungkiri bahwa keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi
tuntutan dan konsekuensi dari gaya hidup modern yang berkembang di
masyarakat kita. Tidak hanya di kota metropolitan tetapi sudah merambah sampai
kota kecil di tanah air. Sangat mudah menjumpai Minimarket, Supermarket
bahkan hipermarket di sekitar tempat tinggal kita. Tempat-tempat tersebut
menjanjikan tempat belanja yang nyaman dengan harga yang tidak kalah
menariknya. dan ini juga menunjukkan perubahan trend pada masyarakat
Indonesia. Dengan demikian tidah heran jika pasar modern di pulau Jawa telah
banyak mengakibatkan kehancuran dan kematian pasar tradisional
Gambar 3. Penyebaran pasar modern berdasarkan kota di indonesia
Sumber: AC Nielsen (2004),
Dari Gambar 3. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 pasar modern
diikuti kota Surabaya yang menempati posisi kedua, yaitu sebesar 11,8%. Posisi
ketiga dan keempat ditempati oleh kota Bandung dan Botabek, yaitu sebesar
11,8% dan 10,2%. Semua 4 besar kota yang menjadi pusat penyebaran pasar
modern itu terdapat di pulau Jawa, sehingga sudah perlu pengawasan dan
perlindungan yang ekstra terhadap pasar tradisional di kota tersebut. Untuk posisi
terkecil terdapat pada kota Padang sebesar 1,6%. Sedangkan kota Medan
menempati posisi ke-5, dengan persentase sebesar 6,5%. Dengan demikian
perubahan ini wajib diwaspadai karena dapat mengakibatkan kehancuran pasar
tradisional yang berada disekitar pasar modern tersebut.
Perkembangan Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kota Medan
Gambar 4. Perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam jumlah (unit)
Pasar modern di kota Medan telah mulai berkembang sejak tahun 1979.
pasar modern yang pertama berdiri saat itu adalah pasar modern Saudara
Swalayan yang hingga sampai saat ini telah berumur 30 tahun. Setelah itu
muncullah pasar-pasar modern yang lain, seperti Medan Plaza tahun 1980, Gelora
Plaza pada tahun 1985, kemudian Perisai Plaza tahun 1988 dan disusul
pasar-0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
pasar modern lainnya. Ada 4 jenis pasar modern yang berkembang di kota Medan
yaitu : Hypermarket, Departemen Store, Supermarket dan Pasar Swalayan. Untuk
perkembangan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 8a. Data perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam jumlah (unit)
Tahun Hypermarket Departemen
Store Supermarket
Sumber : Lampiran 34 Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009
Tabel 8b. Perkembangan pasar modern di kota Medan tahun 2000 s/d 2009 dalam pesen (%)
Tahun Hypermarket Departemen
Store Supermarket
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 34)
Dari Tabel.8a, Tabel.8b dan Gambar.2 diatas dapat dilihat perkembangan
pasar modern (Hypermarket, Supermarket pasar Swalayan dan Departemen Store)
pasar modern pada tahun 2000 sebesar 40 dan berubah menjadi sebesar 77, berarti
terjadi penambahan sebanyak 37 buah. Dan untuk perkembangan setiap tahunnya
dapat dilihat pada Tabel 7b. Pada tahun pertama terjadi peningkatan pada pasar
modern sebesar 2,5%. Setelah itu terjadi perkembangan yang cukup signifikan di
tahun ke-5, yaitu sebesar 12,24%, dan untuk perkembangan terbesar ada pada
tahun ke IX, yaitu sebesar 20,31% perkembangan yang cukup besar ini
disebabkan oleh pasar swalayan yang meningkat sebesar 18,75%. Hal ini
menunjukkan dominasi pasar modern yang semakin besar. Ini menunjukkan tern
dan gaya hidup masyarakat yang mulai berubah, dan semakin banyak yang beralih
ke pasar modern. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu muncullah pasar-pasar
modern yang baru, yang menyajikan menawarkan tempat lebih luas, banyak jenis
barang yang dijual, manajemen lebih terkelola, harga pun sudah menjadi harga
tetap. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut
swalayan.
Kondisi ini benar telah menyulitkan para pedagang tradisional kita, karena
dengan banyaknya pasar modern itu tidak banyak alasan lagi untuk pelanggan
tetap mempertahankan berbelanja di pasar tradisional. Apalagi yang selama ini
menjadi keunggulan pasar tradisional yaitu harga yang cukup murah juga
ditawarkan pada pasar modern seperti pasar Swalayan ataupun Departemen Store.
Tabel 9. Data pasar pasar tradisional tahun 2005-2009
No Jenis Pasar Jumlah (Unit)
1 Pasar Lingkungan / Malam Hari 31
2 Pasar Non Inpres 24
3 Pasar Inpres 14
Total 69
Dari Tabel 9. dapat dlihat bahwa pada pasar tradisional tidak terdapat
perubahan dalam jumlah sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, yaitu
sebanyak 69 buah pasar tradisional yang terdapat di kota Medan ini. Yang
berubah hanyalah jumlah pedagangnya. Sebagian besar pedagang tradisional
yang ada saat ini merupakan turunan dari pedagang pasar tradisional terdahulu,
maksudnya adalah bahwa sebagian besar pedagang tradisional yang ada saat ini
merupakan keturunan ataupun keluarga dari pedagang terdahulu, sedangkan
sisanya adalah para pedagang pendatang baru.
Jumlah pedagang sayur dan buah-buahan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket
Tabel 10. Jumlah pedagang sayur dan buah-buahan sebelum dan sesudah berdirinya pasar modern Brastagi Supermarket
Komoditi Sebelum Sesudah % Perubahan
Sayur-Sayuran 83 89 6,74
Buah-Buahan 50 50 0
Sumber: P.D. Pasar Sei Sikambing
Dari Tabel 10. terlihat bahwa terjadi penambahan pedagang di pasar
tradisional dalam 3 tahun terakhir, yaitu sebesar 6,74% (6 orang) untuk pedagang
sayuran dan sebesar 0% untuk pedagang buah-buahan. Penambahan yang terjadi
pada pedagang sayuran tersebut terjadi karena semakin banyak penduduk kota
Medan yang tidak memiliki pekerjaan dan berusaha mencari nafkah dengan
berdagang sayuran, walaupun sebenarnya kondisi para pedagang tradisional saat
ini sedang dalam ancaman, sebagian pedagang memang tidak menyadari hal itu,
dan sebagian lagi sudah menyadarinya tetapi demi untuk tetap bertahan hidup
maka mereka tetap melakoni pekerjaan tersebut dengan segala resikonya.
belum sebesar dampak yang dihasilkan oleh pasar modern di kota-kota besar
seperti di pulau Jawa, sehingga sampai saat ini para pedagang tradisional di kota
Medan masih bisa bertahan.
Kondisi Usaha Pedagang Responden
Kondisi usaha pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing
Tabel 11. Kondisi usaha pedagang buah-buahan di pasar Sei Sikambing
Sampel
Jam Buka (WIB) Jam Tutup (WIB) Sirkulasi Barang/ Bulan Sebelum
Keterangan BS : Brastagi Swlayan
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 2)
Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan jam buka
sebelum adanya Brastagi Supermarket dengan jam buka setelah adanya Brastagi
Supermarket. Demikian juga halnya dengan jam tutup sebelum dan sesudah
adanya Brastagi Supermarket tidak terdapat perbedaan. Selanjutnya pada jumlah
sirkulasi barang sebelum dan sesudah adanya Brastagi Supermarket juga tidak
berbeda sebelum dengan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket, karena
sebelum berdirinya pasar Brastagi Supermarket jumlah barang yang dipasok lebih
besar daripada setelah berdirinya pasar Brastagi Supermarket, hal itu dapat
diketahui dari jumlah penjualan sebelum dan sesudah berdirinya Brastagi
Supermarket setiap bulannya.
Hal ini sedikit berbeda berbeda pada pernyataan sebelumnya pada latar
belakang dan kerangka pemikiran yang menyatakan bahwa kondisi usaha dan
kinerja pasar tradisional di pulau Jawa menunjukkan penurunan setelah
beroperasinya pasar modern, ini diantaranya menyangkut kinerja : aset, omset,
perputaran barang dagangan dan margin harga. Dan kondisi usaha yang meliputi
jumlah jam buka, dan jumlah pembeli. Yang memiliki persamaan hanyalah pada
penurunan omset, jumlah rata-rata barang yang dipasok setiap bulannya.
Dari Tabel 11. di dapat rata-rata jam buka adalah pukul 6.60 WIB dan jam
tutup adalah pukul 20.67 WIB dengan demikian didapat rata-rata jumlah jam buka
dalam satu hari adalah 10.07 jam. Sedangkan rata-rata jumlah sirkulasi barang dalam
satu bulan adalah sebanyak 19.47 x 1 Bulan.
Kondisi usaha pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing
Demikian juga halnya pada karakteristik pedagang komoditi sayur-sayuran
(Tabel 12), dimana jam buka dan jam tutup sebelum berdirinya pasar Brastagi
Supermarket sama dengan setelah berdirinya pasar Brastagi Supermarket.
Rata-rata jam buka adalah pukul 05.00 WIB dan jam tutup adalah pukul 15.00 WIB
dengan demikian di dapat rata-rata jumlah jam buka dalam satu hari adalah 10. 00
jam. Dengan rata-rata jumlah sirkulasi barang setiap bulannya sebanyak 30 x 1
buah-buahan maka komoditi ini harus diganti setiap harinya walaupun sekiranya ada
barang yang tidak habis dalam satu hari tersebut maka barang tersebut akan
dipakai sendiri atau secara tidak langsung menjadi sampah atau jadi pakan ternak.
Tabel 12. Kondisi usaha pedagang sayur-sayuran di pasar Sei Sikambing
Sampel
Jam Buka (WIB) Jam Tutup (WIB) Sirkulasi Barang/ Bulan
Sebelum
Keteranga B S : Brastagi Swlayan
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 9)
Laba kotor Pedagang Sebelum dan Sesudah Berdrinya Pasar Brastagi Supermarket.
Laba kotor pedagang buah-buahan
Dari Tabel 13. dapat dilihat bahwa penurunan yang cukup signifikan
terjadi dalam jumlah rata-rata laba kotor pedagang buah-buahan antara sebelum
dan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket. Dengan rata-rata persentase
penurunan sebesar 23%. Dengan kisaran penurunan laba kotor terendah pada 13%
Tabel 13. Total laba kotor pedagang buah-buahan sebelum dan sesudah
Jumlah 225.440.000 185.880.000 344
Rataan 15.029.333 12.392.000 23
Keterangan : BS = Brastagi Supermarket
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 15-16)
Penurunan ini disebabkan oleh jumlah pedagang yang tetap dan jumlah
pembeli yang berkurang karena sebagian telah beralih ke pasar modern khususnya
Brastagi Supermarket, hal ini dapat diketahui dari pengakuan yang dikemukakan
oleh para pedagang buah yang ada di pasar Sei Sikambing. Dari 15 pedagang
responden yang diwawancarai oleh penulis hanya 2 pedagang yang mengatakan
bahwa Brastagi Supermarket tidak begitu berpengaruh untuk dagangannya karena
pedagang tersebut beranggapan bahwa yang menyebabkan penurunan laba kotor
tersebut adalah semakin meningkatnya persaingan antar pedagang, baik dari segi
kualitas dan harga. Sehingga yang bertahan menjadi pelanggan di pasar Sei
rumahnya dengan pasar Sei Sikambing dan sebagian lagi adalah para pelanggan
tetap yang dimiliki oleh setiap pedagang.
Sedangkan penyebab terjadinya perbedaan penurunan diantara setiap
pedagang tersebut adalah dilatarbelakangi oleh masalah perbedaan jumlah
pelanggan tetap yang dimiliki, harga beli dan harga jual masing-masing pedagang
serta keberuntungan dari setiap pedagang.
Total laba kotor pedagang sayur-sayuran
Tabel 14. Total laba kotor pedagang sayuran sebelum dan sesudah berdrinya pasar Brastagi Supermarket
Keterangan : BS = Brastagi Supermarket
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 17-18)
Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa terdapat pernurunan yang cukup
signifikan dalam jumlah rata-rata laba kotor pedagang sayuran antara sebelum dan
penurunan sebesar 27,17%. Dengan kisaran penurunan laba kotor terendah pada
21% dan tertinggi pada 37 %.
Penurunan ini sama saja dengan yang dialami oleh pedagang buah-buahan,
yaitu disebabkan oleh jumlah pedagang yang semakin bertambah dan jumlah
pembeli yang berkurang karena sebagian telah beralih ke pasar modern. Sehingga
yang bertahan menjadi pelanggan di Pasar Sei Sikambing ini adalah penduduk
yang memilki jarak yang cukup dekat antara rumahnya dengan pasar Sei
Sikambing dan sebagian lagi adalah para pelanggan tetap yang dimiliki oleh setiap
pedagang.
Total Biaya Pengeluaran dari Setiap Pedagang
Total biaya pengeluaran pedagang buah-buahan
Biaya variabel adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang dan
habis dalam satu kali pakai. Biaya-biaya variabel yang dibutuhkan pedagang
dalam berdagang buah-buahan adalah biaya pengangkutan, plastik, sewa, parkir,
jaga malam, ongkos, kebersihan.
Tabel 15. Biaya variabel pedagang buah setiap bulan (Rp)
Jenis Biaya Jumlah Rataan Persentase (%)
Pengangkutan 5.468.000 364.533 34,1 Plastik 7.890.000 526.000 49,21 Sewa 550.000 275.000 3,43 Parkir 180.000 45.000 1,12 Jaga Malam 205.000 41.000 1,28 Ongkos 1.290.000 107.500 8,05 Kebersihan 450.000 30.000 2,81
Total 16.033.000 1.068.867 100
Dari Tabel 15. dapat diketahui bahwa total biaya biaya variabel yang
dibutuhkan oleh ke-15 pedagang sampel tersebut adalah sebesar Rp. 16.033.000.
Biaya variabel terbesar adalah pada biaya plastik, yaitu sebesar Rp. 7.890.000 atau
sebesar 49,21%, kemudian diikuti dengan biaya pengangkutan barang dari Centra
Produksi ke pasar Sei Sikambing, yaitu sebesar Rp 5.468.000 atau 34,1% dari total
biaya variabel. Biaya variabel terkecil ada pada biaya parkir, yaitu sebesar
Rp. 180.000 atau 1,12% dari total biaya variabel.
Dalam penelitian ini rata–rata total biaya variabel setiap bulannya sebelum
dan sesudah berdirinya pasar Brastagi Supermarket masih dalam jumlah yang
sama. Hal ini disebabkan oleh biaya variabel dalam 2 tahun terakhir ini masih
tergolong sama. Hal ini seperti penjelasan dari setiap pedagang sampel yang
diteliti oleh penulis.
Tabel 16. Biaya penyusutan peralatan pedagang buah–buahan per bulan
Jenis Biaya Jumlah (Rp) Rataan (Rp) Persentase (%)
Timbangan 2Kg 3.229 819 0,83
Timbangan 10 Kg 26.146 1.743 6,71
Timbangan 15 Kg 12.292 819 3,15
Timbangan 20Kg 21.875 1.458 5,61
Timbangan 100 Kg 12.500 833 3,21 Tenda alas Berdagang 10.500 700 2,69
Wayar 13.125 875 3,37
Meja 27.083 1.806 6,95
Lampu 41.250 2.750 10,59
Payung 221.625 14.775 56,88
Total 389.625 25.975 100
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 21)
Demikian halnya dengan biaya penyusutan (terlihat pada Tabel 16.) yang
dihitung dari biaya yang dikeluarkan dari pembelian peralatan-peralatan yang
memiliki daya pakai minimal 2 tahun. Kecuali alas berdagang yang diganti setiap
tahun. Setelah dihitung biaya penyusutan yang terjadi setiap bulannya ditambah
dengan biaya variabel setiap bulannya maka didapat total biaya setiap bulannya.
Dari Tabel 16. Dapat dilihat bahwa total biaya penyusutan untuk semua
pedagang buah-buahan adalah sebesar Rp. 389.625 dengan rataan sebesar Rp.
25.975. Biaya penyusutan terbesar ada pada biaya penyusutan payung, yaitu
sebesar Rp.221.625 atau sebesar 56,88%, dan untuk biaya penyusutan terkecil
adalah pada biaya penyusutan timbangan 2Kg, yaitu sebesar Rp. 3.229 atau
0,83%.
Tabel 17. Total biaya pengeluaran pedagang buah-buahan
Sampel Biaya Penyusutan Biaya variabel Total Biaya
1 8.666,67 720.000 728.667
2 17.458,33 1.470.000 1.487.458
3 3.125,00 610.000 613.125
4 8.125,00 760.000 768.125
5 38.333,33 1.410.000 1.448.333
6 7.500,00 355.000 362.500
7 28.750,00 1.778.000 1.806.750 8 47.083,33 1.080.000 1.127.083 9 45.312,50 1.305.000 1.350.313 10 29.583,33 1.830.000 1.859.583 11 69.020,83 1.080.000 1.149.021 12 18.375,00 1.020.000 1.038.375
13 25.208,33 970.000 995.208
14 20.166,67 915.000 935.167
15 22.916,67 730.000 752.917
Jumlah 389.625 16.033.000 16.422.625
Rataan 25.975 1.068.867 1.094.842
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 23)
Dari Tabel 17. Dapat dilihat bahwa total biaya pengeluaran setiap
pedagang adalah sebesar Rp. 16.422.625dengan rataan sebesar Rp.1.094.842dan
Rp. 1.859.583 dan biaya pengeluaran terkecil terdapat pada pedagang 6 yaitu
sebesar Rp. 362.500.
Setiap pedagang memiliki total biaya pengeluaran yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan oleh setiap pedagang memiliki jumlah peralatan yang berbeda-beda
dengan harga yang berbeda-beda pula. Demikian juga dengan biaya sewa, pajak,
ongkos dan lainnnya yang berbeda disetiap pedagang. Belum lagi biaya pembelian
barang dagangan yang berbeda dalam jumlah dan harga. Sehingga kombinasi dari
setiap biaya tersebut membuat total biaya pengeluaran yang berbeda dari setiap
pedagang.
Total biaya pengeluaran setiap pedagang sayur-sayuran
Biaya-biaya variabel yang dibutuhkan pedagang dalam berdagang
sayur-sayuran meliputi : biaya pengangkutan, plastik, tali pisang, parkir, ongkos,
kebersihan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel. 18. Biaya variabel pedagang sayuran setiap bulan
Jenis biaya Jumlah Rataan Persentasen (%)
Pengangkutan 4.920.000 447.273 42,27 Plastik 4.110.000 274.000 35,31 Tali Pisang 75.000 15.000 0,64 Parkir 300.000 42.857 2,58 Ongkos 1.860.000 169.091 15,98 Kebersihan 375.000 25.000 3,22
Total 11.640.000 776.000 100,00
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 11)
Dari Tabel 18. dapat diketahui bahwa total biaya variabel yang dibutuhkan
oleh ke-15 pedagang sampel tersebut adalah sebesar Rp. 11. 640.000. Biaya
variabel terbesar adalah pada biaya pengangkutan barang dari Centra Produksi ke
variabel. Biaya variabel terkecil ada pada biaya tali pisang, yaitu sebesar
Rp. 75.000 atau 0,64% dari total biaya variabel. Biaya tali pisang ini tidak
terdapat pada pedagang buah-buahan karena tali pisang ini digunakan untuk
mengikat sayur-sayuran yang satuannya adalah per ikat.
Tabel 19. Biaya penyusutan peralatan berdagang sayuran untuk per bulan
Peralatan Jumlah (Rp) Rataan Rp) Pesesntase (%)
2Kg 30.104 2.007 17,47
10 Kg 10.417 694 6,04
15 Kg 15.208 1.014 8,82
Sayur 1.708 114 0,99
Cabai 1.250 83 0,73
Tenda alas Berdagang 16.000 1.067 9,28
Meja 4.167 278 2,42
Tampi 10.583 706 6,14
Payung 82.917 5.528 48,11
Total 172.354 11.491 100
Sumber : Analisis Data Primer2009 (lampiran 22)
Dari Tabel 19. Terlihat bahwa total biaya penyusutan seluruh pedagang
adalah sebesar Rp. 172.354 dengan rataan sebesar Rp. 11.491. dan biaya
penyusutan terbesar ada pada peralatan payung yaitu sebesar Rp. 82.917 dengan
pesentase sebesar 48,11%. Dan biaya penyusutan terkecil ada pada peralatan
keranjang cabai yaitu sebesar Rp. 1.250 dengan pesentase sebesar 0,73%.
Pada Tabel 20. total biaya pengeluaran seluruh pedagang diperoleh dari
penjumlahan antara biaya penyusutan peralatan dengan biaya variabel sehingga
diperoleh total biaya penegeluaran seluruh pedagang adalah sebesar
Rp. 11.812.354, dengan rataan sebesar Rp. 787.490. Biaya pengeluaran pedagang
terbesar terdapat pada pedagang 2, yaitu sebesar Rp. 1.390.750 dengan persentase
sebesar 11,77%. Sedangkan untuk biaya pengeluaran terkecil ada pada pedagang