PENGARUH MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN
T E S I S
Oleh
R. YULISE SIBARANI 097032185/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
R. YULISE SIBARANI 097032185/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN Nama Mahasiswa : R. Yulise Sibarani
Nomor Induk Mahasiswa : 097032185
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (
Ketua Anggota
Masnelly Lubis, S.Kp, M.A.R.S)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 10 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. Masnelly Lubis, S.Kp, M.A.R.S
2. dr. Heldy BZ, M.P.H
PERNYATAAN
PENGARUH MOTIVASI DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TINGKAT II MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2011
ABSTRAK
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan merupakan bagian integral sebagai pelaksana fungsi kesehatan kepada Polri dan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) selama tiga tahun terakhir belum maksimal, yakni 36,1% tahun 2007, 31,1% tahun 2008, 33,3% tahun 2009 dan dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. Diduga hal ini terkait dengan kinerja perawat pelaksana yang belum optimal.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana Medan sebanyak 71 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel motivasi intrinsik berpengaruh paling besar terhadap kinerja perawat pelaksana.
Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: Mengupayakan peningkatan motivasi perawat pelaksana dengan memberikan reward dan punishment melalui peningkatan gaji atau insentif, memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan melakukan evaluasi secara komprehensif serta menerapkan kegiatan pendisplinan korektif berupa pemberian sanksi.
ABSTRACT
Bhayangkara Hospital region II Medan is an integral part of the function executive to the Police and public health in North Sumatra Province. Bhayangkara Hospital region II Medan performance through the achievement of the BOR (Bed Occupancy Rate) over the last three years is not maximized, that is 36.1% in 2007, 31.1% in 2008, 33.3% in 2009 and dominant utilized by the member of the Police only. Allegedly it is related with the performance of the nurse is not yet optimal.
The purpose of this study was to analyze the influence of motivation and work environment on the performance of nurses in the Bhayangkara Hospital region II
Medan. Type of explanatory survey research. The population of this study were all of 71 nurses and all of them were selected to be sample. The data for this study were
obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed
through multiple regression test at α = 5%.
The result of this study showed that statistically the motivation and work environment significantly influence on the performance of nurses. The variable of intrinsic motivation was the dominant variable which influenced on the performance of nurses.
It is recommended to management Bhayangkara Hospital region II Medan to: Promoting nurses increased motivation by giving reward and punishment through increased salaries or incentives, providing opportunities for continuing education and conduct a comprehensive evaluation and implement corrective disciplin activities in the form of penalties.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan
Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera
4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Masnelly
Lubis, S.Kp, M.A.R.S, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. dr. Heldy BZ, M.P.H, dan Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si selaku penguji tesis
yang telah memberikan saran dan masukan serta arahan untuk kesempurnaan
proposal hingga penulisan tesis ini selesai.
6. Direktur Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan yang telah berkenan
memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin penelitian guna
menyelesaikan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda
Drs.Dj. Sibarani, Apt dan Ibunda Dra. S.B. Pasaribu atas segala jasanya sehingga
penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.
Teristimewa buat suami tercinta Kombes Pol drg. Hasrat Ginting, Sp.BM,
serta anakanda tercinta Yakob Ginting (+) dan Hansel Putra Ginting dan Kakak serta
Adik-adik tersayang yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan serta rasa cinta
yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan,
dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
R. Yulise Sibarani, lahir pada tanggal 01 Juli 1962 di Bandung, anak kedua
dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Dj. Sibarani, Apt dan Ibunda Dra. S.B
Pasaribu.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Imanuel Bandung, selesai Tahun 1974; Sekolah Menengah Pertama di SMP
Xaverius Jambi, selesai Tahun 1977; SMA Xaverius Jambi, selesai Tahun 1980;
FKG Universitas Sumatera Utara, selesai Tahun 1986.
Mulai bekerja sebagai staff di Mabes Polri, tahun 1986 sampai tahun 2001,
staff di RSJ. Sulawesi Tenggara, tahun 2001 sampai tahun 2003, Staff di Bidokkes
Sulawesi Utara, tahun 2003 sampai tahun 2007, Staff di Bidokkes Nusa Tenggara
Timur, tahun 2007 sampai tahun 2009, Staff di R.S Bhayangkara Polda Sumatera
Utara, tahun 2009 sampai dengan sekarang.
Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas
DAFTAR ISI
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 10
2.2.1 Unsur-unsur Penilaian Kinerja ... 10
2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja... 12
2.3 Motivasi ... 12
2.3.1 Pengertian Motivasi ... 12
2.3.2 Aspek-Aspek Motivasi ... 19
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 20
2.6 Perawat ... 29
2.6.1 Definisi Perawat ... 30
2.6.2 Sifat-sifat yang Mendasari Dedikasi Perawat ... 31
2.6.3 Peran Perawat ... 32
2.6.4 Fungsi Perawat ... 33
2.7 Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 37
2.7.1 Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 38
2.7.2 Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan ... 39
2.7.3 Tahap-tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan ... 40
2.8 Landasan Teori ... 43
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 47
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 50
3.6 Metode Pengukuran ... 52
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 52
3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 52
3.7 Metode Analisis Data ... 53
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 55
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 55
4.5 Kinerja Perawat Pelaksana Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II
Medan ... 76
4.5.1 Pengkajian ... 76
4.5.2 Diagnosis ... 77
4.5.3 Rencana Tindakan ... 78
4.5.4 Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ... 80
4.5.5 Evaluasi Tindakan Keperawatan ... 81
4.6 Analisis Bivariat ... 83
4.6.1 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan . 83 4.6.2 Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan 84 4.7 Analisis Multivariat ... 86
4.7.1 Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 86
BAB 5. PEMBAHASAN ... 89
5.1 Kinerja Perawat Pelaksana ... 89
5.2 Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 92
5.2.1 Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 92
5.2.2 Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 95
5.3 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 98
5.3.1 Pengaruh Uraian Tugas terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 99
5.3.2 Pengaruh Target Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 100
5.3.3 Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 101
5.3.4 Pengaruh Hubungan Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 103
5.3.5 Pengaruh Peluang Berkarier terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.. 104
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110
6.1Kesimpulan ... 110
6.2Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Validitas dan Reliabilitas Variabel Motivasi ... 48
3.2 Validitas dan Reliabilitas Variabel Lingkungan Kerja ... 48
3.3 Validitas dan Reliabilitas Variabel Kinerja... 49
3.4 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 52
3.5 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 53
4.1 Distribusi Jenis Tenaga di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan Tahun 2011 ... 57
4.2 Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 59
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 61
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Intrinsik Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 61
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Ekstrinsik Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 63
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 63
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 64
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Tugas Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 65
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Uraian Tugas Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 66
4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Target Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 68
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 69
4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Komunuikasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 69
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 71
4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Komunuikasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 71
4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Peluang Berkarier Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 72
4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Peluang Berkarier Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 73
4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 74
4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 75
4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Lingkungan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 75
4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 77
4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Diagnosis Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 78
4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Rencana Tindakan Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 79
4.24 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 81
4.26 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 83
4.27 Hubungan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan ... 84
4.28 Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dengan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan... 85
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 116
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 122
3. Uji Univariat dan Bivariat ... 135
4 Uji Multivariat ... 160
5. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 161
ABSTRAK
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan merupakan bagian integral sebagai pelaksana fungsi kesehatan kepada Polri dan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan melalui pencapaian BOR (Bed Occupancy Rate) selama tiga tahun terakhir belum maksimal, yakni 36,1% tahun 2007, 31,1% tahun 2008, 33,3% tahun 2009 dan dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. Diduga hal ini terkait dengan kinerja perawat pelaksana yang belum optimal.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana Medan sebanyak 71 orang dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat pelaksana. Variabel motivasi intrinsik berpengaruh paling besar terhadap kinerja perawat pelaksana.
Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan untuk: Mengupayakan peningkatan motivasi perawat pelaksana dengan memberikan reward dan punishment melalui peningkatan gaji atau insentif, memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan melakukan evaluasi secara komprehensif serta menerapkan kegiatan pendisplinan korektif berupa pemberian sanksi.
ABSTRACT
Bhayangkara Hospital region II Medan is an integral part of the function executive to the Police and public health in North Sumatra Province. Bhayangkara Hospital region II Medan performance through the achievement of the BOR (Bed Occupancy Rate) over the last three years is not maximized, that is 36.1% in 2007, 31.1% in 2008, 33.3% in 2009 and dominant utilized by the member of the Police only. Allegedly it is related with the performance of the nurse is not yet optimal.
The purpose of this study was to analyze the influence of motivation and work environment on the performance of nurses in the Bhayangkara Hospital region II
Medan. Type of explanatory survey research. The population of this study were all of 71 nurses and all of them were selected to be sample. The data for this study were
obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed
through multiple regression test at α = 5%.
The result of this study showed that statistically the motivation and work environment significantly influence on the performance of nurses. The variable of intrinsic motivation was the dominant variable which influenced on the performance of nurses.
It is recommended to management Bhayangkara Hospital region II Medan to: Promoting nurses increased motivation by giving reward and punishment through increased salaries or incentives, providing opportunities for continuing education and conduct a comprehensive evaluation and implement corrective disciplin activities in the form of penalties.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya
memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan yang berkualitas ini harus
dapat dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta. Dengan pelayanan kesehatan yang bermutu diharapkan masyarakat akan lebih
berminat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat
puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain.
Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi
dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Jangkauan dan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat tergantung pada kapasitas dan
kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan.
Tenaga kesehatan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjalankan
pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan sumber daya yang penting dan sangat
dibutuhkan untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, sumber daya manusia juga
mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi
seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
Manajemen rumah sakit harus bisa menciptakan suasana yang kondusif untuk
memotivasi dan memelihara lingkungan kerja yang kondusif untuk meningkatkan
kinerjanya. Oleh karena itu, manajemen perlu memberikan balas jasa yang sesuai
dengan kontribusi mereka. Pemberian rangsangan atau motivasi dan lingkungan kerja
yang kondusif merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja
karyawannya dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan sekaligus dapat
mempertahankan kelangsungan hidup industri jasa pelayanan rumah sakit.
Herzberg (dalam Munandar, 2001), menjelaskan bahwa motivasi pada
prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini
kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci
dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan
atau bawahan.
Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan sosial ekonomi masyarakat, maka
tingkat pengetahuan mereka terhadap penyakit, biaya, administrasi maupun upaya
penyembuhan semakin baik. Masyarakat akan menuntut penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak
terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah tenaga
perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan
kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya
berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam
secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat di rumah
jawab perawat tentu membutuhkan SDM yang profesional. Pelayanan keperawatan
yang dilakukan di rumah sakit merupakan sistem pengelolaan asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien agar menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Sistem
pengelolaan ini akan berhasil apabila seorang perawat yang memiliki tanggung
jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan
memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus
dikuasinya pula (Nurachmad, 2001). Dalam kondisi demikian maka terjadi interaksi
antara sifat seorang perawat yaitu motivasi yang ada pada dirinya dengan lingkungan
kerjanya.
Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan merupakan salah satu rumah
sakit Polri yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Jika dilihat dari angka
pemanfaatan tempat tidurnya, rumah sakit yang memiliki 120 tempat tidur ini
tergolong memiliki BOR (Bed Occupancy Rate) yang rendah selama tiga tahun
terakhir, yakni sejak 2007 berturut-turut 36,1%, 31,1% (2008), dan 33,3% pada 2009
(standar nasional 75-85%). Selain itu, dari data jumlah pasien yang datang pada 2009,
terlihat bahwa jumlah pasien umum yang memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara
untuk pelayanan kesehatan juga tergolong rendah. Rumah sakit ini masih dominan
dimanfaatkan oleh anggota Polri saja. Sebagai gambaran, pada 2009, pasien umum
yang memanfaatkan ini hanya 133 orang, sedangkan anggota Polri mencapai 1.569
orang.
Indikator kinerja Rumah Sakit Bhayangkara tersebut tentu saja terkait dengan
survei pendahuluan, dari surat yang masuk ke 21 kotak saran diambil secara acak
sebanyak 20 surat yang berisi dengan berbagai keluhan pasien tentang pelayanan
keperawatan dimana sebanyak 85,7% pasien menyatakan perawat tidak ramah, tidak
empati, pelayanan lambat, selalu marah tanpa alasan dan perawat tidak memberikan
asuhan keperawatan (Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2010).
Berdasarkan beberapa keluhan pasien yang masuk kekotak saran di RS.
Bhayangkara Medan tentu saja terkait dengan kinerja perawat dan kinerja RS.
Bhayangkara secara organisasi. Fenomena rendahnya kinerja perawat ini diduga
terkait dengan kombinasi antara motivasi dan lingkungan kerja yang berdampak
terhadap kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan.
Ilyas (2001), menyatakan kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang
kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi Kinerja
merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok.
Gibson et.al. (1996), menyatakan kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Banyak faktor yang memengaruhi kinerja individu dengan mengelompokkan
variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja, yaitu (a) variabel individual, (2)
variabel psikologi, dan (3) variabel organisasi.
Menurut Answari (2000), secara filosofis besarnya motivasi yang dimiliki
seseorang kemudian menghantarkan orang tersebut melakukan sesuatu yang baik dan
memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Sehingga
berbagai pola dan desain yang secara khusus dirancang untuk memberikan motivasi
kepada karyawan dalam sebuah organisasi, sepenuhnya dilandaskan pada upaya
sungguh-sungguh untuk menghargai sumber daya manusia dalam organisasi yang
lazim kita sebut sebagai karyawan atau pegawai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasnita dan Sanusi (2005) tentang
ciri-ciri, iklim organisasi dan kinerja tenaga perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Dr. Achmad Muchtar Bukit Tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
namun lemah antara iklim organisasi dengan kinerja tenaga perawat. Diduga ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja perawat, seperti komunikasi perawat
yang tidak terlaksana dengan baik, uraian tugas yang sebagian besar tidak
dilaksanakan, serta target kerja yang tak jelas.
Hasil penelitian Westerman dan Simmons (2007), tentang efek lingkungan
kerja terhadap hubungan kinerja dan kepribadian di Amerika Serikat bagian barat
terhadap karyawan dari delapan organisasi perusahaan menunjukkan bahwa
lingkungan kerja organisasi yang makin efektif akan meningkatkan kinerja karyawan.
Penelitian ini menduga bahwa situasi lingkungan kerja dalam suatu organisasi yang
tidak efektif secara langsung membebani kinerja karyawan tanpa predisposisi
kepribadian.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Prawitasari (2007) tentang
Utara menunjukkan adanya hubungan antara kinerja pegawai dengan fasilitas kerja,
adanya hubungan antara kinerja pegawai dengan hubungan kerja pegawai.
Berbagai upaya telah dilakukan RS Bhayangkara Medan untuk meningkatkan
kinerja perawat, seperti memberikan insentif secara berkala kepada perawat,
memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan secara
bergantian, dan menambah fasilitas rumah sakit dan ruang Unit Gawat Darurat
(UGD), namun kinerja perawat masih rendah.
Upaya lain yang telah direncanakan oleh Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat
II Medan terkait dengan lingkungan kerja adalah dengan merencanakan mencari
lokasi baru bagi Ruamah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.
Memerhatikan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas,
dan permasalahan yang ditemui pada Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan
saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Pengaruh Motivasi dan Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II
Medan”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh motivasi dan lingkungan kerja terhadap
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh motivasi dan lingkungan kerja terhadap
kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.
1.4 Hipotesis
Motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Bhayangkara
Tingkat II Medan dalam pengambilan kebijakan tentang kinerja perawat di
rumah sakit.
2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Definisi Kinerja
Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang
karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi.
Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini
menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan
berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan
dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang
berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan,
kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable
adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan
organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan
dengan sekerja dan pemberian imbalan.
Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja
merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan
dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
Menurut Simamora (1997), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja
memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam
menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.
2.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Simamora (1997), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam
tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan.
a. Tujuan Evaluasi.
Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang
karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif.
Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan
mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja
karyawan.
b. Tujuan Pengembangan.
Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan
di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor Kemampuan (ability).
Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk
mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Faktor Motivasi (motivation).
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau
organisasi.
2.2.1 Unsur-unsur Penilaian Kinerja
Unsur-unsur kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap
perusahaan tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut
mencakup hal-hal sebagai berikut (Fahmi, 2004):
a. Efisiensi Kinerja
Efisiensi kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja
yang lengkap dan tidak melakukan kesalahan.
b. Efektifitas Kinerja
Efektivitas kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan
c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas
tepat waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur
jika pekerjaan yang ditugaskannya belum selesai, karyawan berusaha mempelajari
hal-hal baru yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu
mencari jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu
meneliti hasil pekerjaannya.
d. Kerjasama
Kerjasama karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling
bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e. Loyalitas.
Loyalitas karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan, setiap
karyawan merasa memiliki perusahaan (sense of belonging) yang tinggi sehingga
bagaimanapun kondisi perusahaan karyawan tersebut akan selalu setia bekerja di
perusahaan.
f. Komunikasi
Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan dan
sesama rekan kerja.
g. Suasana Kerja
Suasana kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang
h. Disiplin
Disiplin adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh
perusahaan, disiplin akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.
2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja
Ada lima manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997),
yaitu:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksiraum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, sepcrti
promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan faktor inti dalam usaha melahirkan suatu kemajuan serta
karya-karya kreatif dalam suatu kelompok kerja (Anoraga, 2001). Motivasi
merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan
suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas
dasar proses belajar yang berbeda pula (Soeprihantono, 1998).
Istilah motivasi (motivation) berasal dari kata bahasa latin, yaitu ” movere”
yang berarti menggerakkan (to move). Kata dasar motivasi adalah ”motive’ yang
berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu (Winardi, 2001).
Gibson (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut :
1. Teori kepuasan terdiri dari :
a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow
b.Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer
d.Teori prestasi dari McClelland
2. Teori Proses terdiri dari :
a. Teori harapan
b.Teori pembentukan perilaku
c. Teori keadilan
Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di
atas sebagai berikut :
a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah
disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya
faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia
menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai
salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya :
a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan
paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun,
asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa
memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status,
titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan
kemampuan, skill, dan potensi.
Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun,
tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat
kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala
kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan
oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan
pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg
Herzberg (dalam Munandar, 2001), menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya
berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini kepuasan kerja
atau perasaan positif disebut sebagai hygien.. Kepuasan disini terutama tidak
dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang
diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan
hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003).
Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai
untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan
dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan,
faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor
intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang
lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih
memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih
rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor
motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali
dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari
pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer
Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok
manusia yaitu: a). Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan
keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b). Relatednes
(keterhubungan) ; Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi
(kebutuhan sosial dan penghargaan). c). Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan
d. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam
Hasibuan (2005), adalah :
a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement).
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan
semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang
tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power )
Kebutuhan akan Kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta
mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang
terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat
bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.
c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation)
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat
bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja
seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain,
e. Teori Harapan (Expectancy Theory)
Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan
merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa
orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu
jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan
besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya
suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi
perangsang seseorang dalam bekerja giat.
f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning)
Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan
kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut
dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement
dan skinerian conditioning.
Pendekatan pembentukan perilaku ini didasarkan atas pengaruh hukum (law
of effect), yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan sering diulang
sedangkan perilaku konsekuensi hukuman tidak diulang. Perlaku pegawai dimasa
yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman dimasa
lalu.
Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi
kejadian-kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka
konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya
untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.
g. Teori Keadilan (Equity Theory)
Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam
pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan
adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai
akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut
diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya.
Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang
menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok,
malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha
mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang
relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang
diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka
termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan
oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan
motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya
diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan
kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi definisi motivasi sebagai suatu
kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang
Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang
mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang
mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya
mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemmapuan usaha untuk memuaskan
beberapa kebutuhan individu.
2.3.2 Aspek-Aspek Motivasi
Hasibuan (1996), menyatakan bahwa motivasi memliki dua aspek yang
dikenal dengan aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis.
1) Aspek aktif atau dinamis
Aspek aktif merupakan suatu usaha positif dari seseorang dalam menggerakkan
kemampuannya agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan
organisasi atau perusahaan. Seseorang akan berusaha untuk mencari, menemukan,
atau menciptakan peluang agar dapat menggunakan kemampuannya untuk
memiliki unjuk kerja yang tinggi. Misalnya : prestasi kerja, karyawan yang
produktif yang mengerahkan kemampuannya untuk menunjukkan unjuk kerja
yang tinggi, akan menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik dari karyawan yang
lain.
2) Aspek statis atau pasif
Aspek statis merupakan aspek dari motivasi yang mengarahkan dan
perusahaan karena adanya kebutuhan individu tersebut. Individu cenderung
menunggu upaya atau tawanan dari lingkungannya.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi
Herzberg (dalam Munandar, 2001), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.
Faktor yang bersifat internal (motivator factor), antara lain:
a. Tanggung jawab
Merupakan derajat besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan karyawan yang
akan menunjukkan bagaimana karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.
b. Pekerjaan itu sendiri
Merupakan derajat besar kecilnya tantangan yang dirasakan karyawan dari
pekerjaannya. Dengan adanya tantangan maka akan memengaruhi kinerja
karyawan.
c. Prestasi yang diraih
Merupakan derajat besar kecilnya kemungkinan seseorang karyawan mencapai
prestasi kerja yag tinggi. Dengan adanya kesempatan untuk meraih prestasi yang
tinggi maka akan semakin memotivasi para karyawan dalam bekerja.
d. Pengakuan orang lain
Merupakan derajat besar kecilnya pengakuan yang diterima karyawan atas
prestasi kerjanya. Karyawan akan semakin termotivasi apabila mendapat
e. Kemungkinan Pengembangan
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
f. Kemajuan
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Faktor-faktor eksternal yang memengaruhi motivasi seseorang seringkali
disebut hygiene factors, antara lain:
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan
Merupakan derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan
dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
b. Gaji
Merupakan derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk
c. Hubungan antar pribadi
Merupakan derajat kesesuaian yang dirasa dalam berinteraksi dengan tenaga kerja
lainnya.
d. Kondisi kerja
Merupakan derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas
pekerjaannya.
Penelitian Anggraini (2007), tentang hubungan motivasi dengan kinerja
petugas rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih
Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
motivasi intrinsik (peluang untuk maju dan kepuasan kerja) dan ekstrinsik (keamanan
dan keselamatan kerja, kondisi kerja dan prosedur kerja) dengan kinerja petugas
rekam medik.
Penelitian Juliani (2007), tentang pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja
perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan menyimpulkan
perlunya penataan dan pengembangan sumber daya keperawatan serta diperlukan
adanya imbalan (reward) untuk menimbulkan motivasi intrinsik yang disertai dengan
implementasi motivasi ekstrinsik
Penelitian Muhammad (2005), tentang analisis motivasi dan hubungannya
dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,
menyimpulkan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang berhubungan secara
signifikan dengan kinerja perawat adalah lingkungan kerja terdekat dengan perawat
2.4 Lingkungan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002), faktor lingkungan kerja dalam suatu
organisasi yang memengaruhi kinerja adalah uraian tugas, otonomi, target kerja,
komunikasi, hubungan kerja, iklim kerja, peluang berkarier dan fasilitas kerja.
2.4.1 Uraian Tugas
Uraian tugas adalah uraian tertulis dari apa yang diperlukan oleh suatu
pekerjaan. Uraian Tugas dapat diasumsikan sebagai keseluruhan kajian ringkas
informasi pekerjaan dan syarat-syarat pelaksanaannya sebagai hasil dari analisis yang
biasanya berisi tugas pokok, pekerjaan, wewenang dan kewajiban, tanggung jawab,
kriteria penilaian dan hasilnya (Rivai, 2003).
2.4.2 Otonomi
Menurut Hackman dan Oldham (Robbins, 2002), otonomi adalah sampai
sejauh mana karyawan berhak memberikan pendapatnya dalam menjadwal pekerjaan
mereka, memilih perlengkapan yang akan mereka pergunakan, dan memutuskan
prosedur yang harus diikuti.
Suatu profesi disebut mempunyai otonomi jika profesi tersebut mengatur
profesinya sendiri dan menetapkan standar untuk anggotanya. Jika keperawatan ingin
mendapatkan status professional, keperawatan harus berfungsi secara otonomi dalam
merumuskan kebijakan dan dalam mengontrol aktivitasnya.
2.4.3 Target Kerja
Target adalah sasaran kerja yang telah ditetapkan untuk dicapai. Sasaran
yang direncanakan haruslah sesuai pada masing-masing tingkat organisasi, divisi atau
kelompok, unit, per orangan. Dengan memiliki sasaran, karyawan akan lebih fokus
melakukan pekerjaannya. Pencapaian sasaran dari suatu pekerjaan haruslah
berdasarkan uraian tugas yang mencakup standar dari pekerjaan tersebut.
Target kerja sebaiknya ditetapkan oleh karyawan dan penyelia untuk periode
waktu tertentu. Pada akhir periode, karyawan dievaluasi tentang seberapa baik
pencapaian sasaran tertentu dan faktor-faktor apa saja yang dialami dalam
menyelesaikan pekerjaan mereka (Rivai, 2003).
2.4.4 Komunikasi
Menurut Rivai (2003), terdapat empat arus komunikasi dalam suatu
perusahaan:
a. Komunikasi vertikal ke bawah. Komunikasi model ini dimana merupakan wahana
bagi manajemen untuk menyampaikan berbagai informasi kepada bawahannya
seperti perintah, instruksi, kebijakan baru, pengarahan, pedoman kerja, nasihat
dan teguran.
b. Komunikasi vertikal ke atas. Komunikasi model ini dimana para anggota dalam
perusahaan ingin selalu di dengar keluhan-keluhan atau inspirasi mereka oleh
para atasannya.
c. Komunikasi horizontal. Komunikasi model ini berlangsung antara orang-orang
d. Komunikasi diagonal. Komunikasi model ini dimana berlangsung antara dua
satuan kerja yang berada pada jenjang perusahaan yang berbeda, tetapi pada
perusahaan yang sejenis.
Dalam melaksanakan kegiatan keperawatan komunikasi horizontal terjadi
antar sesama perawat pelaksana, ketua tim, kepala ruangan. Komunikasi vertikal
terjadi antara kepala ruangan dengan ketua tim, kepala ruangan dengan perawat
pelaksana, ketua tim dengan perawat pelaksana. Komunikasi diagonal dilakukan
antara perawat dan profesi lain misalnya dokter (Blaisk, 2006).
2.4.5 Hubungan Kerja
Dalam melaksanakan pekerjaannya ada dua jenis hubungan kerja di bidang
keperawatan yaitu hubungan internal dan hubungan eksternal. Hubungan internal
adalah hubungan kerja yang terjadi antara perawat dan perawat, perawat dan profesi
kesehatan lain. Kegiatan-kegiatan dalam hubungan internal berupa; rapat perawat
ruangan, konferensi, rapat tim kesehatan dan visite dokter. Hubungan eksternal terjadi
antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan (Nursalam, 2002).
Hubungan kerja yang harmonis dapat menciptakan suasana kerja yang
nyaman baik antara sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan atasan (Rivai,
2003).
2.4.6 Iklim Kerja
Gilley dan Maycomich (2000), menggunakan istilah iklim kerja yang
menggambarkan situasi dan kondisi yang terjadi dalam organisasi. Iklim dapat
kehidupan berorganisasi. Pada level analisis individu, iklim dimaksud disebut iklim
psikologis. Konsep iklim dipahami sebagai persepsi individu terhadap pola perilaku
orang. Ketika konsep iklim diagregasi maka disebut iklim organisasi.
2.4.7 Peluang Berkarier
Karier terdiri dari semua pekerjaan yang ada selama seseorang bekerja, atau
dapat pula dikatakan bahwa karier adalah seluruh jabatan yang diduduki sesorang
dalam kehidupan pekerjaannya. Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk
meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan, kursus-kursus dan
melanjutkan jenjang pendidikannya oleh pimpinannya. Hal ini memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai rencana
kariernya. Pimpinan dapat memberikan bimbingan dan informasi tentang karier yang
ada dan juga di dalam perencanaan karyawan tersebut (Rivai, 2003).
Faktor pengembangan karier perawat di rumah sakit perlu diperhatikan dan
bisa menjadi masalah karena peluang berkarier yang “mentah” tentu akan
memengaruhi mutu kerja seorang perawat. Jenjang karier yang ada dalam bidang
keperawatan adalah perawat pelaksana, pimpinan ruangan/bangsal dan wakilnya,
pimpinan perawat di tingkat instalasi, kepala seksi serta kepala bidang keperawatan.
Selain jenjang struktural di atas ada pula Clinical nurse spesialis yang kemudian
dapat pula menjadi Clinical specialist Consultant (Aditama, 2004).
2.4.8 Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja adalah sesuatu yang dapat membantu memudahkan pekerjaan,
diperlukan mencakup sarana, prasarana dan peralatan. Sarana adalah bangunan
gedung. Prasarana adalah mendukung bangunan gedung seperti listrik, air, dan
lain-lain. Peralatan keperawatan termasuk alat keperawatan (tensimeter, stetoskop,
thermometer, fixer (alat untuk memfiksasi pasien), alat rumah tangga (tempat tidur,
bantal, sprei, sapu, dan lain-lain), dan alat tulis kantor (buku pencatatan dan
pelaporan, dan lain-lain) (Sekretariat KARS Depkes RI, 2007).
2.5 Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan
upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah
sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis,
maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem
Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :
1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang
profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.
2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis
terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap
pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan
lain-lain.
4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah
satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan
kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya
rawat jalan dan rawat inap pasien.
Sesuai dengan Depkes RI (1992), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut
kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan
peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan
menjadi :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan
subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
2.6 Perawat
Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang
menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar
mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan
kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara
psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat.
Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga
kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan
kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian
dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu
mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya
dimana pelayanan tersebut dilaksanakan.
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang paramedis, menyatakan bahwa
profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari
disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memerhatikan
pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan
penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh.
Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati (1997), melaporkan
penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurse’s Association) bahwa 60 %
sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya
dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan
Melihat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh perawat maka
sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan orang yang paling
banyak berhubungan dengan pasien dibandingkan dengan petugas lain di rumah sakit,
maka pelayanan perawat sangat diperlukan dalam memenuhi kepuasan pasien yang
sedang dirawat di rumah sakit.
2.6.1 Definisi Perawat
Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang
merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan
rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal
(Hadjam, 2001).
Gunarsa dan Gunarsa (1995), menyatakan bahwa perawat adalah seorang
yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan
menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang
dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster
kepala.
Lokakarya Keperawatan Nasional (1983), mendefinisikan keperawatan
sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan
Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang
berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang
pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004).
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang
yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien.
2.6.2 Sifat-sifat yang Mendasari Dedikasi Perawat
Seorang perawat harus memiliki sifat kepribadian tertentu yang turut
menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas-tugasnya, termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Gunarsa (1995) menyebutkan sifat-sifat yang
mendasari dedikasi seorang perawat, antara lain :
a. Minat terhadap orang lain
Perawatan yang efektif hanya mungkin bilamana seorang perawat menaruh
minat terhadap orang lain, tanpa menghiraukan umur, jenis kelamin, latar
belakang dan status sosial ekonomi.
b. Derajat sensitivitas
Seorang perawat tentunya akan menghadapi pasien dengan beraneka ragam
kepribadian, sehingga seorang perawat perlu memiliki kepekaan, dapat
membedakan setiap orang yang dihadapinya. Sebab tidak semua pasien dapat
dihadapi dan ditangani dengan cara dan sikap yang sama.
c. Menghargai hubungan-hubungan.
Keberhasilan dalam perawatan, disamping oleh pengetahuan yang luas, juga
hubungan dan ikatan-ikatan kemanusiaan yang diperlukan dalam menangani
orang sehat dan yang sakit.
2.6.3 Peran Perawat
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan
yang bersifat menetap.
Peran perawat menurut Hidayat (2004) terdiri dari :
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memerhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan.
b. Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan
dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
e. Peran kolaborator
Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran konsultan
Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.
g. Peran pembaharu
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
2.6.4 Fungsi Perawat
Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional tahun 1983 (dalam Hidayat,
2004) disebutkan bahwa fungsi perawat adalah :
a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber
yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasikan proses keperawatan.
f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan
studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan
praktek keperawatan.
g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,
keluarga, kelompok serta masyarakat.
h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan
Hadjam (2001) mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam
melaksanakan pelayanan prima, antara lain :
a. Profesional dalam bidang tugasnya
Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan
perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai
pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan.
b. Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi
Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang
baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain,
berkomunikasi dan bekerja sama.
c. Memegang teguh etika profesi
Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana perawat
dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha
memegang teguh etika profesi.
d. Mempunyai emosi yang stabil
Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil dalam menjalankan
profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan
ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang
besar pada diri pasien.
e. Percaya diri
Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut
untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi