PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT
TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
TESIS
Oleh
SUHARTO 107032110/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL ERGONOMY ON STAFF NURSES’ WORK MOTIVATION AT THE INPATIENT WARDS OF
PUTRI HIJAU KESDAM I/BB LEVEL II HOSPITAL, MEDAN
THESIS
By
SUHARTO 107032110/ IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TK II
PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUHARTO 10703211O/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
Nama Mahasiswa : Suharto Nomor Induk Mahasiswa : 107032110
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Setiawan, S.Kp, M.N.S, Ph.D)
Ketua Anggota
(dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 14 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Setiawan, S.Kp, M.N.S, Ph.D
PERNYATAAN
PENGARUH ERGONOMI ORGANISASI TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TK II
PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar para pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research
yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik. Populasi penelitian adalah perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB berjumlah sebanyak I28 orang. Sampel
penelitian ini berjumlah 56 orang, metode stratified random sampling digunakan
untuk mengambil sampel pada tiap ruang rawat inap. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, ergonomi organisasi dan motivasi kerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis univariat dan bivariat (Chi Square). Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf
signifikansi 0,05 atau 95%.
Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh
terhadap motivasi kerja adalah pengembangan karier (ρ=0,000), reward dan
punishment (ρ=0,000), dan komunikasi (ρ=0,000); (2) Variabel yang tidak memiliki
pengaruh terhadap motivasi kerja adalah shift kerja (ρ=0,927). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana.
Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan agar membuat program perencanaan pola karier, memodifikasi penerapan
reward dan punishment dan membangun sistem komunikasi efektif sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana.
Kata Kunci : Ergonomi Organisasi, Motivasi Kerja, Perawat Pelaksana
ABSTRACT
The organization at workplace is a place where employees interact with others in doing their jobs. An ergonomic organizational design is needed to make the employees do their job properly. The aim of the research was to analyze the influence of organizational ergonomy on work motivation of the nurses on duty in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan.
The purpose of this explanatory study was to explain the influence of inter-variables through statistic analysis. The population of this study was all of the 128 staff nurses in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan. Number of samples were 56 and were selected using stratified random sampling technique. The data for this study were secondary and primary data. The primary data were obtained through questionnaires which consisted of demography data, organizational ergonomy and work motivation. The data obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis (Chi-square). The hypothesis was tested at the level of significance of 95% or 0.05.
The result of this study showed that (1) the variables of career development (p = 0.000), reward and punishment (p = 0.000) and communication (p = 0.000) had influence on work motivation, and (2) the variable of work shift (p = 0.927) did not have any influence on work motivation. The conclusion drawn is that organizational ergonomy has influenced on the staff nurses’ work motivation.
The management of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan is suggested to make career pattern planning program, to modify the reward and punishment implementation, and to build an effective communication system that can be used as a means to improve the staff nurses’ work motivation.
Keywords: Organizational Ergonomy, Work Motivation, Staff Nurses
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufiq,rahmat dan , hidayah serta anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul Pengaruh Ergonomi Organisasi terhadap Motivasi Kerja
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
Selama penelitian dan penyusunan tesis penulis telah banyak mendapat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terutama doa restu dan kedua orang tua
penulis dan juga semua pihak yang telah membantu oleh karena itu pada kesempatan
ini sudah selayaknya penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatam Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan Dr.
Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Setiawan, S.Kep, M.N.S, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Halinda
Sari Lubis, M.K.K.K selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing
dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini
5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku penguji tesis
yang telah meluangkan waktu untuk menguji penulis mulai dari proposal hingga
ujian komprehensif.
6. Kolonel Ckm dr. Dubel Meriyenes, Sp.B selaku Kakesdam I/BB Medan, Kolonel
Ckm dr. Mochamad Munif selaku Kepala Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam
I/BB Medan dan Mayor Ckm Zulfikar, SKM selaku Kepala Instaldik Rumah
Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan yang telah memberikan ijin dalam
melakukan penelitian.
7. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS dan Ferry Novliadi, S.Psi, M.Si yang telah bersedia
menjadi validator dalam uji validitas kuesioner penelitian penulis.
8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Teman-teman Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya
peminatan Kesehatan Kerja : Patar Lumbanraja, Muchti Yuda P, Melidar Dianita,
Sri Mindayani, Noni Desi Munthe, Nanda Novziransyah dan Budi Aswin yang
telah memberikan bantuan dan dorongan moril dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Istriku tercinta Yuslina dan anaku Haura Alifa Salsabila yang telah memberikan
dorongan dan pengorbanan serta kasih sayang yang diberikan selama
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis
yang tidak dapat sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan tesis ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna
kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin.
Medan, September 2012 Penulis
Suharto 107032110/IKM
RIWAYAT HIDUP
Suharto, lahir pada tanggal 7 April 1972 di Tangerang Kabupaten Tangerang,
anak pertama dari lima bersaudara dari Bapak (Almarhum) Sukriawinata dan Ibu
Ening Suhaeni.
Riwayat pendidikan umum. Pada tahun 1978-1984, sekolah di SD Negeri
Benda Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang dengan status berijazah. Tahun
1984-1987, sekolah di SMP PGRI Kaliasin Kecamatan Balaraja Kabupaten
Tangerang dengan status berijazah. Tahun 1987-1990, SMA Negeri Balaraja dengan
status berijazah. Tahun 1991-1994 Akademi Keperawatan RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta dengan status berijazah. Tahun 2002-2004 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(Stikes) Mutiara Indonesia Medan Sumatera Utara dengan status berijazah.
Riwayat pendidikan militer. Pada tahun 1995-1996 mengikuti pendidikan
Sekolah Perwira Prajurit Karier di Akademi Militer Magelang dengan status
berijazah. Tahun 1996 mengikuti pendidikan Kursus Dasar Kecabangan Kesehatan
(Sussarcabkes) di Pusat Pendidikan Kesehatan TNI AD Jakarta dengan status
berijazah. Pada tahun 2006 mengikuti pendidikan Kursus Perwira Kesehatan
Preventif di Pusat Pendidikan Kesehatan TNI AD Jakarta dengan status berijazah dan
pada tahun 2007 mengikuti pendidikan Sekolah Lanjutan Perwira Kesehatan dengan
status berijazah
Pada tahun 2010 melanjutkan pedidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
sejak tahun 1996 sampai sekarang sebagai anggota TNI AD, di luar tugas pokok
bekerja sejak tahun 2010 sampai sekarang sebagai dosen tidak tetap di STIKes Flora
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Hipotesis ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Ergonomi Organisasi ... 10
2.1.1 Pengertian ... 10
2.2. Variabel Ergonomi Organisasi ... 11
2.2.1 Pengembangan Karier ... 11
2.2.2 Reward dan Punishment... . 14
2.2.3 Shift Kerja... 16
2.2.4 Komunikasi... 18
2.3. Motivasi kerja... 24
2.3.1. Pengertian ... 24
2.3.2. Teori Motivasi ... 27
2.3.3. Unsur Penggerak Motivasi ... 35
2.3.4 Kaitan Motivasi Kerja dengan Kinerja ... ... 38
2.4. Perawat ... 40
2.4.1. Peran Perawat ... 41
2.4.2 Fungsi Perawat ... 41
2.4.3 Tanggungjawab Perawat ... 42
2.5. Landasan Teori ... 42
2.6 Kerangka Konsep... 45
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
3.3. Populasi dan Sampel ... 47
3.3.1. Populasi ... 47
3.3.2. Sampel ... 47
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48
3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 51
3.5.1 Variabel Bebas ... 51
3.5.2 Variabel Terikat ... 52
3.6. Metode Pegukuran ... 52
3.7. Metode Analisis Data ... 45
3.8 Pertimbangan Etik ... 55
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56
4.1.1. Visi, Misi dan Moto Rumah Sakit... 57
4.1.2. Organisasi Rumah Sakit ... 58
4.1.3. Kondisi dan Kemampuan Rumah Sakit ... 58
4.2. Karakteristik Responden ... 62
4.3. Ergonomi Organisasi Rumah Sakit ... 63
4.3.1. Pengembangan Karier ... 63
4.3.2. Reward dan Punishment ... 64
4.3.3. Shift Kerja ... 65
4.3.4. Komunikasi ... 65
4.4. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana ... 66
4.5. Hubungan Ergonomi Organisasi dengan Motivasi Kerja ... 67
BAB 5. PEMBAHASAN ... 69
5.1. Karakteristik Ergonomi Organisasi di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau ... 69
5.1.1. Pengaruh Variabel Pengembangan Karier terhadap Motivasi Kerja ... 69
5.1.2. Pengaruh Variabel Reward dan Punishment ... terhadap Motivasi Kerja ... 75
5.1.3. Pengaruh Variabel Shift Kerja terhadap Motivasi Kerja ... 80
5.1.4. Pengaruh Variabel Komunikasi terhadap Motivasi Kerja ... 81
5.2. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB ... 84
BAB 6 . KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
6.1. Kesimpulan ... 89
6.2. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
LAMPIRAN ... 95
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Proporsi Pengambilan Sampel ... 48
3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 53
4.1 Kualifikasi Tenaga Dokter ... 59
4.2 Kualifikasi Tenaga Perawat dan Non Perawat ... 60
4.3 Kualifikasi Tenaga Non Medis ... 60
4.4 Klasifikasi Ruangan Rawat Inap ... 61
4.5 Distribusi Karakteristik Responden ... 63
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengembangan Karier ... 64
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Reward dan Punishment ... 65
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja ... 65
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi ... 66
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja ... 66
4.11 Hubungan Faktor Ergonomi Organisasi dengan Motivasi Kerja ... 68
4.12 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 68
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Proses Motivasi ... 25
2.2. Katub Kepuasan Kerja dan Katub Ketidak Puasan Kerja ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 95
2. Master Data Penelitian ... 105
3. Uji Univariat ... 124
4. Uji Bivariat ... 128
5. Uji Validitas (CVI) ... 134
6. Uji Realibilitas ... 147
ABSTRAK
Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar para pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research
yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik. Populasi penelitian adalah perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB berjumlah sebanyak I28 orang. Sampel
penelitian ini berjumlah 56 orang, metode stratified random sampling digunakan
untuk mengambil sampel pada tiap ruang rawat inap. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, ergonomi organisasi dan motivasi kerja. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis univariat dan bivariat (Chi Square). Pengujian Hipotesis dilakukan pada taraf
signifikansi 0,05 atau 95%.
Penelitian ini menemukan bahwa (1) variabel yang memiliki pengaruh
terhadap motivasi kerja adalah pengembangan karier (ρ=0,000), reward dan
punishment (ρ=0,000), dan komunikasi (ρ=0,000); (2) Variabel yang tidak memiliki
pengaruh terhadap motivasi kerja adalah shift kerja (ρ=0,927). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana.
Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan agar membuat program perencanaan pola karier, memodifikasi penerapan
reward dan punishment dan membangun sistem komunikasi efektif sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja perawat pelaksana.
Kata Kunci : Ergonomi Organisasi, Motivasi Kerja, Perawat Pelaksana
ABSTRACT
The organization at workplace is a place where employees interact with others in doing their jobs. An ergonomic organizational design is needed to make the employees do their job properly. The aim of the research was to analyze the influence of organizational ergonomy on work motivation of the nurses on duty in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan.
The purpose of this explanatory study was to explain the influence of inter-variables through statistic analysis. The population of this study was all of the 128 staff nurses in the in-patient wards of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan. Number of samples were 56 and were selected using stratified random sampling technique. The data for this study were secondary and primary data. The primary data were obtained through questionnaires which consisted of demography data, organizational ergonomy and work motivation. The data obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis (Chi-square). The hypothesis was tested at the level of significance of 95% or 0.05.
The result of this study showed that (1) the variables of career development (p = 0.000), reward and punishment (p = 0.000) and communication (p = 0.000) had influence on work motivation, and (2) the variable of work shift (p = 0.927) did not have any influence on work motivation. The conclusion drawn is that organizational ergonomy has influenced on the staff nurses’ work motivation.
The management of Putri Hijau Kesdam I/BB Level II Hospital, Medan is suggested to make career pattern planning program, to modify the reward and punishment implementation, and to build an effective communication system that can be used as a means to improve the staff nurses’ work motivation.
Keywords: Organizational Ergonomy, Work Motivation, Staff Nurses
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan
terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan
organisasi. Organisasi itu hanya merupakan alat dan wadah saja (Hasibuan, 2007).
Organisasi tempat kerja merupakan wadah dimana para pegawai melakukan interaksi
dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan bersama, agar para
pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dalam suatu organisasi tempat
kerja dibutuhkan suatu perancangan organisasi yang ergonomis. Menurut Nurmianto
(2008) ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomis, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen
dan desain. Sedangkan menurut Harrianto (2009) ergonomi meliputi: ergonomi fisik,
ergonomi kognitif dan ergonomi organisasi.
Ergonomi organisasi merupakan studi yang fokus pada optimalisasi sistem
sosioteknikal termasuk struktur organisasi, proses dan kebijakan. Ergonomi
organisasi meliputi komunikasi, desain pekerjaan, kerjasama tim, manajemen sumber
daya pegawai, teleworking, shift kerja, budaya keselamatan, kepuasan kerja dan
dorongan (Catherine, 2008). Sedangkan ergonomi organisasi menurut Harrianto
(2009) meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pegawai, perencanaan tugas,
ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak jauh, dan
manajemen kualitas kerja.
Ergonomi organisasi penting dalam suatu lingkungan kerja karena
organisasi merupakan tempat dimana para pegawai melakukan aktivitas pekerjaanya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan organisasi.
Oleh karena itu, organisasi tempat kerja harus didesain secara ergonomi sehingga
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, baik dalam hal
mempernyaman penggunaan, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan
produktivitas. Dengan demikian, ergonomi organisasi dapat menambah nilai-nilai
kemanusiaan yang diinginkan, seperti meningkatkan keselamatan kerja, mengurangi
kelelahan atau stres akibat pekerjaan, meningkatkan kepuasan kerja, dan
memperbaiki kualitas hidup.
Organisasi tempat kerja dapat menjadi pendorong atau penarik bagi pegawai
untuk melakukan tugas sesuai dengan uraian tugas yang diberikan kepada pegawai.
Untuk dapat melakukan tugas dengan baik setiap individu pegawai harus memiliki
motivasi kerja yang baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Menurut
Gray (1984) (dalam Winardi, 2001) motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang
bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya
sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Motivasi kerja merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk
melakukan atau berperilaku untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada
kepuasan. Motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi lebih merupakan hal
yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak (Sukanto &
Hani, 1997). Dalam suatu organisasi, motivasi merupakan masalah yang kompleks.
Hal ini akibat kebutuhan dan keinginan setiap pegawai berlainan. Perbedaan tersebut
disebabkan karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik, baik secara biologis
maupun psikologis. Untuk itu, agar organisasi dapat memelihara dan
mempertahankan semangat kerja pegawainya, bagaimana fenomena motivasi
tersebut, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya perlu dipelajari dan
dipahami. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) motivasi tenaga kerja akan ditentukan
oleh perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak
motivasi pegawai, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu pegawai yang
bersangkutan. Sagir (1985) (dalam Sastrohadiwiryo, 2003) mengemukakan
unsur-unsur penggerak motivasi antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung
jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.
Penelitian Hendiana (1999) menemukan 15 faktor motivasi yang berhubungan
dengan pemberdayaan pegawai. Dari 15 faktor motivasi tersebut, yang paling penting
pada kelompok bawahan adalah perhatian manajemen terhadap pegawai atau staf
terutama yang berkaitan dengan pujian atas keberhasilan pegawai tersebut dalam
menjalankan tugas, peluang dalam karier, hubungan antara pimpinan dan staf, kondisi
lingkungan kerja baik fisik maupun non fisik, pengelolaan konpensasi, kondisi
Keterkaitan ergonomi organisasi dengan motivasi kerja yaitu organisasi
sebagai wadah bagi para pegawai melakukan aktivitas pekerjaan dapat menjadi
pendorong atau penarik bagi para pegawai untuk melakukan suatu tugas atau bahkan
menjadi faktor penghambat bagi pegawai untuk menunjukan kinerja sehingga dapat
berpengaruh terhadap poduktivitas kerja.
Penelitian ini penting dilakukan karena dari tinjauan literatur masih sangat
sedikit penelitian-penelitian yang membahas tentang pengaruh ergonomi organisasi
terhadap motivasi kerja, terutama ergonomi organisasi dalam keperawatan. Selain itu
berbagai kebijakan dan peraturan organisasi dapat menarik atau mendorong motivasi
kerja seorang perawat.
Adapun fokus penelitian ini adalah rumah sakit yang menekankan pada kajian
motivasi kerja perawat pelaksana. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 983 tahun 1992 rumah sakit umum mempunyai tugas antara
lain melaksanakan upaya kesehatan secara efektif dan efisien, mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk
pemenuhan tugas tersebut, sumber daya manusia kesehatan yang sesuai dengan
kemampuan dan keahliannya sangat diperlukan. Salah satu sumber daya manusia
kesehatan yang melaksanakan tugas pelayanan di rumah sakit adalah perawat.
Perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan etika yang baik, juga harus mempunyai
sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi kerja perawat dalam melaksanakan tugasnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada pada organisasi rumah sakit tersebut.
Faktor-fakor tersebut antara lain faktor organisasi khususnya manajemen sumber
daya perawat. Motivasi kerja yang tinggi akan berdampak pada kinerja organisasi.
Begitu juga dengan tenaga perawat pelaksana di rumah sakit merupakan bagian
integral dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan asuhan keperawatan di
rumah sakit. Baik buruknya kinerja suatu rumah sakit dipengaruhi oleh kinerja dari
para perawat, sedangkan kinerja perawat dipengaruhi oleh motivasi kerjanya.
Survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I Bukit
Barisan (Kesdam I/BB) pada tanggal 6-7 Pebruari 2012 didapatkan data sebagai
berikut, parameter kinerja rumah sakit tahun 2011 Triwulan empat meliputi: BOR
(Bed Occupancy Rate) = 69,4% yaitu persentase pemakaian tempat tidur 69,4%,
standar efisiensi BOR 75% - 85%. BTO (Bed Turn Over) = 10,99 kali yaitu
produktivitas tempat tidur 10,99, Standar efiesiensi BTO adalah 30 kali. ALOS
(Average Length of Stay) = 5,91 hari yaitu rata-rata lama pasien dirawat 5,91 hari,
standar efisiensi ALOS 6-9 hari dan ALOS dianjurkan serendah mungkin tanpa
mempengaruhi kualitas pelayanan perawatan. TOI (Turn Over Interval) = 4,9 yaitu
rata-rata tempat tidur kosong 4,9 hari, standar TOI adalah 1-3 hari. GDR (Gross
Death Rate) = 32,5‰ yaitu jumlah pasien meninggal < 48 jam, standar ideal GDR
adalah < 45 ‰ dan NDR (Net Death Rate) = 23,3‰ yaitu jumlah pasien mati > 48
jam, angka ideal NDR adalah ≥ 25‰. Sebagai bahan perbandingan parameter kinerja
Menurut data rekam medis RSU Dr Pirngadi Medan Triwulan IV Tahun 2011 adalah
BOR (Bed Occupancy Rate) = 68,48%, BTO (Bed Turn Over) = 3,58 kali. ALOS
(Average Length of Stay) = 6,42 hari, TOI (Turn Over Interval) = 2,64, GDR (Gross
Death Rate) = 89,63‰, NDR (Net Death Rate) = 49,57‰. Jumlah perawat pelaksana
di ruang rawat inap adalah 128 orang, pengaturan shift kerja dibuat oleh
masing-masing kepala ruangan, tetapi pengaturan shiftnya belum sesuai dengan ketentuan
yaitu tidak menganut pola metropolitan (pola 2-2-2) atau pola continental (pola
2-2-3). Manajemen sumber daya pegawai untuk pengembangan karier belum ditemukan
pola karier yang bisa menjadi motivasi bagi perawat pelaksana. Sementara itu
pengembangan pegawai dilaksanakan melalui pelatihan internal dan eksternal secara
terbatas serta bimbingan belajar bagi pegawai yang akan naik golongan. Sedangkan
bagi perawat yang ingin melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi
hanya diberikan ijin belajar dengan biaya ditanggung oleh yang bersangkutan. Selain
itu penerapan sistem reward dan punishmet bagi perawat belum sesuai aturan baku.
Komunikasi dalam organisasi yaitu kotak saran untuk menampung saran dari perawat
dan pasien serta keluarganya sudah ada disetiap ruang perawatan namun belum
berfungsi secara optimal. Dalam setiap pertemuan, apel dan jam komandan pimpinan
rumah sakit selalu memberikan himbauan dan dorongan kepada semua pegawai
termasuk perawat pelaksana untuk melaksanakan tugas dengan baik dalam rangka
mencapai tujuan organisasi tetapi aplikasinya di lapangan belum seperti harapan dari
Sedangkan data yang berkaitan dengan tanda-tanda rendahnya motivasi kerja
antara lain dalam pergantian shift kerja masih ditemukan ada yang tidak sesuai
dengan ketentuan, tingkat kehadiran apel belum optimal, masih ditemukan waktu
penyelesaian tugas yang lamban, masih adanya keluhan dari pasien dan keluarganya
tentang lambatnya respon perawat terhadap keluhan pasien.
Berdasarkan data tersebut diatas dan pengalaman peneliti selama berdinas di
Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan dari seluruh variabel ergonomi
organisasi yang menonjol adalah masalah manajemen sumber daya pegawai yaitu
pengembangan karier dan reward dan punishment, shift kerja dan komunikasi
sehingga penulis hanya memilih empat variabel ini.
Mengingat pentingnya ergonomi organisasi dalam lingkungan kerja termasuk
juga di rumah sakit maka peneliti berkeinginan untuk meneliti bagaimana pengaruh
ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka masalah penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat
pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh ergonomi organisasi terhadap motivasi kerja perawat pelaksana
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.
1.5. Manfaat Penelitan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit Tk II Putri
Hijau dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5.1. Manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau
Bagi manajemen Rumah Sakit Tk II Putri Hijau hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan mengenai:
1. Pentingnya ergonomi organisasi dalam meningkatkan motivasi kerja
perawat pelaksana yang hasil outputnya dapat meningkatkan produktivitas
kerja.
2. Pentingnya menerapkan sistem manajemen sumber daya pegawai yang
dapat membangkitkan motivasi kerja pegawai, sehingga dapat
meningkatkan kinerja pegawai khusunya para perawat pelaksana.
1.5.2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Khususnya Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manfaat bagi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU
keselamatan dan kesehatan kerja yang berhubungan dengan ergonomi organisasi
terhadap motivasi kerja perawat pelaksana, dan sebagai bahan masukan bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka akan diuraikan berbagai teori atau konsep yang berkaitan dengan ergonomi organisasi, motivasi kerja dan perawat.
2.1. Ergonomi Organisasi
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan variabel-variabel
dari ergonomi organisasi yang berkaitan dengan penelitian ini.
2.1.1. Pengertian
Menurut Nurmianto (2008) ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomis, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan desain. Sedangkan pegertian organisasi
menurut Hasibuan (2007) Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal,
berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam
mencapai tujuan organisasi. Organisasi itu hanya merupakan alat dan wadah saja.
Harrianto (2009) menyatakan ergonomi meliputi: ergonomi fisik, ergonomi kognitif
dan ergonomi organisasi.
Ergonomi organisasi merupakan studi yang fokus pada optimalisasi sistem
sosioteknikal termasuk struktur organisasi, proses dan kebijakan (Catherine, 2008).
Ergonomi Organisasi meliputi komunikasi, desain pekerjaan, kerjasama tim,
manajemen sumber pegawai, teleworking, shift kerja, budaya keselamatan, kepuasan
Harrianto (2009) meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pegawai,
perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim kerja, perencanaan
partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak
jauh, dan manajemen kualitas kerja.
2.2.Variabel Ergonomi Oragnisasi
Dari semua variabel ergonomi organisasi yang ada hanya akan diuraikan
beberapa variabel yang berkaitan dengan penelitian ini, meliputi pengembangan
karier, reward dan punishment,shift kerja dan komunikasi.
2.2.1. Pengembangan Karier
Menurut Siagian (2009) kerier adalah semua jabatan yang dipangku oleh
seseorang dalam kekaryaannya. Dan pengembangan karier adalah peningkatan
kemampuan pribadi untuk mewujudkan rencana karier seseorang. Sedangkan
Nawawi (2005) menyatakan pengembangan karier adalah suatu rangkaian (urutan)
posisi atau jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu.
Pengertian ini menempatkan posisi/jabatan seseorang pegawai di lingkungan suatu
organisasi atau perusahaan, sebagai bagian rangkaian dari posisi jabatan yang
ditempatinya selama masa kehidupannya.
Siagian (2009) menyatakan bahwa cara-cara yang mungkin ditempuh dengan
menggunakan jalur karier ialah:
1. Promosi dalam suatu organisasi yang sesungguhnya, merupakan penghargaan
2. Transfer yang bisa berarti alih tugas atau alih wilayah dalam lingkungan satu
organisasi, akan tetapi mendapat tugas pekerjaan yang dianggap lebih
menantang.
3. Mengambil cuti panjang yang dimanfaatkan oleh pegawai yang bersangkutan
untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mungkin dengan meraih
gelar akademis tambahan.
4. Selesai mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pegawai yang
bersangkutan mungkin memutuskan pindah ke organisasi lain, karena ditempat
baru kesempatan mengembangkan karier dianggapnya terbuka lebih lebar.
5. Promosi tempat baru dengan segala manfaatnya.
6. Memasuki masa usia pensiun. Jalur itulah yang akan ditempuh sejak seseorang
mulai bekerja hingga mencapai usia pensiun.
Pihak yang paling berkepentingan dalam perencanaan karier adalah pegawai
yang bersangkutan itu sendiri, karena hal itu dipandang sebagai salah satu bukti
keberhasilannya. Akan tetapi telah dimaklumi pula, bahwa atasan langsungnya
seyogianya ikut berperan.
Siagian (2009) menyatakan manajer sumber daya manusia diharapkan turut
berperan, paling sedikit dalam dua segi, yaitu menerapkan prinsip keadilan dalam
pemberian kesempatan kepada para anggota organisasi untuk berkembang, jika perlu
melalui persaingan dan kedua, menumbuhkan kesadaran dalam diri para karyawan
tentang terbukanya kesempatan meniti karier yang lebih tinggi. Untuk itu, baik atasan
belakang pendidikan, pelatihan, pengalaman, bakat, minat, dan potensi setiap orang
dalam jajaran organisasi agar dapat ditawarkan kesempatan yang lebih baik, dan
menunjukan jalur yang paling tepat untuk ditempuh. Jika bantuan ini dapat diberikan
dengan baik, dan para pegawai dapat berhasil meraih kemajuan dalam kariernya,
berarti tingkat kepuasan para pegawai akan meningkat. Hal tersebut akan menjadi
pendorong yang kuat dalam meningkatkan produktivitas kerja guna meraih
keberhasilan yang lebih besar di masa depan.
Ada banyak manfaat dari pengembangan karier. Siagian (2009) menyatakan
manfaat yang dapat dipetik dari pengembangaan karier:
1. Menyelaraskan strategi organisasi dengan tuntutan dibidang sumber daya
manusia.
2. Berkembangnya pegawai yang potensial dapat dipromosikan.
3. Mempermudah manajemen sumber daya manusia yang semakin beraneka
ragam, karena misalnya makin banyak kaum wanita yang memasuki lapangan
kerja.
4. Menurunkan persentase pegawai yang pindah karena puas dengan keadaan
yang dihadapinya dalam organisasi tempatnya bekerja sekarang,
5. Teridentifikasinya potensi para pegawai yang masih dapat digali dan
dikembangkan,
6. Mendorong pertumbuhan pribadi para pegawai,
7. Tidak terjadinya ’pengumpulan’ tenaga-tenaga yang baik dalam satu satuan
8. Terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri para pegawai.
Perkembangan karier yang mantap sangat penting dalam meningkatkan
kepuasan kerja, meredam keinginan pindah, dan meningkatkan produktivitas kerja
Siagian (2009). Manajemen mutlak perlu menyusun program yang sistematik untuk
pengembangan para bawahannya, baik melalui jalur-jalur yang sifatnya informal,
maupun yang sifatnya formal. Pengembangan yang sifatnya informal adalah semua
cara yang ditempuh untuk meningkatkan kemampuan kerja para bawahan seperti
pemberian petunjuk, menunjukan cara kerja yang benar, perbaikan kesalahan yang
diperbuat tanpa sanksi yang bersifat punitif dan lain sebagainya.
2.2.2. Penghargaan dan Hukuman (Reward dan Punishment) 1. Penghargaan
Kreitner dan Kinicki (2001) (dalam Wibowo, 2007) membagi reward menjadi
extrinsic reward dan intrinsic reward.
a. Penghargaan Ekstrinsik (Extrinsic Reward)
Menurut Gibson dkk (2000) dalam Wibowo (2007) penghargaan ekstrinsik
adalah penghargaan eksternal terhadap pekerjaan, seperti gaji, promosi, atau jaminan
sosial. Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2007) menyatakan sebagai
penghargaan finansial, materiil atau sosial dari lingkungan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa penghargaan ekstrinsik merupakan penghargaan yang bersifat
eksternal yang diberikan terhadap kinerja yang telah diberikan oleh pegawai.
1) Penghargaan finansial
Uang merupakan penghargaan ekstrinsik utama namun cara bekerjanya
sering kurang dipahami. Keberhasilan memerlukan perhatian dan observasi secara
berhati-hati terhadap pegawai. Uang tidak akan menjadi motivator apabila pegawai
tidak melihat hubungan antara kinerja dan peningkatan konpensasi.
b) Jaminan sosial
Jaminan sosial finansial utama dalam banyak organisasi adalah program
pensiun, asuransi kesehatan, dan liburan biasanya tidak tergantung pada kinerja.
2) Penghargaan interpersonal
Menurut Wibowo (2007) penghargaan interpersonal adalah penghargaan
ekstrinsik seperti menerima pengakuan atau menjadi mampu berinteraksi sosial
tentang pekerjaan. Manajer berperan dalam memberikan status pekerjaan sedangkan
pengakuan merupakan pernyataan manajemen bahwa pekerjaan telah dilakukan
dengan baik dan dapat memperbaiki status.
3) Promosi
Manajer membuat keputusan penghargaan promosi sebagai usaha untuk
mencocokan orang yang tepat dengan pekerjaannya. Kriteria yang sering
dipergunakan untuk mencapai keputusan promosi adalah kinerja dan senioritas.
b. Penghargaan Instrinsik
Menurut Gibson dkk (2000) (dalam Wibowo, 2007) penghargaan instrinsik
adalah merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri, seperti tangung jawab, tantangan
2. Hukuman (Punishment)
Menurut Azouly (1999) punishment mempunyai definisi spesifik yang lazim digunakan dalam psikologi: sebagai penolakan stimulus yang terjadi setelah beberapa
respon spesifik dan sebagai bentuk respon tekanan yang diharapkan (Grusec dkk,
1990). Punishment dapat menjadi sesuatu yang menurunkan peristiwa dari perilaku:
perasaan sakit fisik, menarik diri dari perhatian, kehilangan aktivitas yang nyata,
teguran atau segala sesuatu yang sama ditemukan pada reward tetapi tidak sisukai
individu.
2.2.3. Shift Kerja
1. Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja
Menurut Nurmianto (2008) Shift kerja mempunyai dua macam bentuk, yaitu
shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perputaran
shift ada dua macam yang harus diperhatikan:
a. Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga
dapat meminimumkan kelelahan.
b. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak
sosial.
Knauth (1988) (dalam Nurmianto, 2008) dalam jurnalnya yang berjudul The
Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat lima faktor utama yang harus
diperhatikan dalam shift kerja, antara lain jenis shift (pagi, siang, malam), panjang
waktu tiap shift, waktu dimulai dan diakhiri satu shift, distribusi waktu istirahat dan
Nurmianto (2008) menyatakan ada lima kriteria dalam mendesain suatu shift
kerja, antara lain:
a. Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan
b. Seseorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari berturut-turut
(seharusnya lima hari kerja, dua hari libur)
c. Sediakan libur akhir pekan (setidaknya dua hari)
d. Rotasi shift mengikuti matahari
e. Buat jadwal sederhana dan mudah diingat.
2. Sistem Shift Kerja
Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Merancang
perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus
diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) (dalam
Nurmianto, 2008) yaitu:
a. Kekurangan tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga
dapat meminimumkan kelelahan.
b. Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak
sosial.
Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang
mempengaruhinya. Granjean (1986) (dalam Nurmianto, 2008) mengemukakan teori
Schwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam
penyusunan shift kerja, yaitu:
b. Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya
emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam.
c. Yang tinggal jauh ditempat kerja atau yang berada di lingkungan yang ramai
tidak dapat bekerja malam.
d. Sistem shift tiga rotasi biasanya berganti pada pukul 6 – 14 – 22, lebih baik
diganti pada pukul 7 – 15 – 23 atau 8 – 16 – 24.
e. Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja
malam secara terus menerus.
f. Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental
pola).
g. Kerja malam tiga hari berturut-turut harus segera diikuti istirahat paling
sedikit 24 jam.
h. Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan dua hari libur berurutan.
i. Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan.
2.2.4. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Menurut Sopiah (2008) komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian atau
pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis
maupun menggunakan alat komunikasi. Sedangkan menurut Winnett (2004) (dalam
Liliweri, 2006) komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat
human relationships disertai dengan peralihan sejumlah fakta. Definisi lain tentang
interaksi antar pribadi yang menggunakan simbol linguistik, seperti sistem simbol
verbal (kata-kata), verbal dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara
langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).
Pentingnya komunikasi dalam hubungannya dengan pekerjaan ditujukan oleh
banyaknya waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam pekerjaan. Suatu
studi menemukan bahwa pekerja bagian produksi melakukan komunikasi antara 16
sampai 46 kali dalam satu jam. Hal ini berarti mereka berkomunikasi setiap satu
sampai empat menit. Manajer tingkat bawah menggunakan waktu berkisar antara 20
sampai 50 persen untuk berkomunikasi secara verbal atau lisan, sedangkan waktu
yang dipergunakan manajer tingkat menengah dan atas untuk berkomunikasi lebih
banyak lagi, yaitu berkisar antara 29 sampai 64 persen. Dan 84 persen komunikasi
dilakukan dalam bentuk verbal, baik berhadapan langsung maupun melalui telpon.
2. Fungsi Komunikasi
Menurut Sopiah (2008), ada empat fungsi komunikasi yaitu:
a. Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi ini berjalan
jika pegawai diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan
pelaksanaan tugas kewajiban pegawai itu dalam perusahaan.
b. Komunikasi berfungsi untuk membangkitkan motivasi pegawai. Fungsi ini
berjalan ketika manajer ingin meningkatkan kinerja pegawainya, misalnya
manajer menjelaskan atau menginformasikan seberapa baik pegawai telah bekerja
c. Komunikasi berperan sebagai pengungkapan emosi. Fungsi ini berperan ketika
kelompok kerja karyawan menjadi sumber pertama dalam interaksi sosial.
Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok ini merupakan mekanisme
fundamental di mana masing-masing anggota dapat menunjukan kekecewaan
ataupun rasa puas mereka.
d. Komunikasi berperan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Dimana komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan
kelompok untuk mengambil keputusan dengan penyajian data guna mengenali
dan menilai berbagai alternatif keputusan.
3. Proses dan Unsur-Unsur Komunikasi
Menurut Sopiah (2008) proses komunikasi terdiri dari tujuh unsur utama,
yaitu:
a. Pengirim
Pengirim adalah orang yang memiliki informasi dan kehendak untuk
menyampaikannya kepada orang lain. Pengirim atau komunikator dalam organisasi
bisa karyawan atau bisa juga pimpinan.
b. Penyandian (Encoding)
Penyandian merupakan proses mengubah informasi ke dalam isyarat-isyarat
atau simbol-simbol tertentu untuk ditransmisikan. Proses penyandian ini dilakukan
c. Pesan
Pesan adalah informasi yang hendak disampaikan pengirim kepada penerima.
Sebagian besar pesan dalam bentuk kata, baik berupa ucapan maupun tulisan. Akan
tetapi beraneka ragam perilaku non-verbal dapat juga digunakan untuk
menyampaikan pesan, seperti gerakan tubuh, raut muka, dan lain sebagainya.
d. Saluran
Saluran atau sering disebut juga dengan media adalah alat dengan mana pesan
berpindah dari pengirim ke penerima. Saluran merupakan jalan yang dilalui informasi
secara fisik. Saluran yang paling mendasar dari komunikasi antar pribadi adalah
komunikasi berhadapan muka secara langsung. Beberapa saluran media utama seperti
televisi, radio, jaringan komputer, surat kabar, majalah, buku dan lain sebagainya.
e. Penerima
Penerima adalah orang yang menerima informasi dari pengirim. Penerima
melakukan proses penafsiran atas informasi yang diterima dari pengirim.
f. Penafsiran
Penafsiran (decoding) adalah proses menerjemahkan (menguraikan
sandi-sandi) pesan dari pengirim, seperti mengartikan huruf morse dan lain sebagainya.
Sebagian besar proses decoding dilakukan dalam bentuk menafsirkan isi pesan oleh
penerima.
g. Umpan balik
informasi yang disampaikan pengirim. Umpan balik hanya terjadi pada komunikasi
dua arah.
h. Gangguan
Gangguan (noise) adalah setiap faktor yang mengganggu penyampaian atau
penerimaan pesan dari pengirim kepada penerima. Gangguan dapat terjadi pada setiap
elemen komunikasi.
4. Aliran Komunikasi Formal dalam Organisasi
Menurut Sopiah (2008), aliran komunikasi formal dalam organisasi dapat
dibedakan menjadi empat, yaitu komunikasi dari atas ke bawah, dari bawah ke atas,
horizontal dan diagonal.
a. Komunikasi dari atas ke bawah
Komunikasi dari atas ke bawah merupakan aliran komunikasi dari tingkat atas
ke tingkat bawah melalui hierarki organisasi. Bentuk aliran komunikasi dari atas ke
bawah berupa prosedur organisasi, instruksi, tentang bagaimana melakukan tugas,
umpan balik prestasi bawahan, penjelasan tentang tujuan organisasi dan lain
sebagainya. Salah satu kelemahan komunikasi dari atas ke bawah adalah
ketidak-akuratan informasi karena harus melalui beberapa tingkatan. Pesan yang disampaikan
dengan suatu bahasa yang tepat untuk suatu tingkat, tetapi tidak tepat untuk tingkat
paling bawah yang menjadi sasaran informasi tersebut.
b. Komunikasi dari bawah ke atas
Komunikasi dari bawah ke atas dirancang untuk menyediakan umpan balik
informasi tentang prestasinya, praktek serta kebijakan organisasi. Komunikasi dari
bawah ke atas dapat berbentuk laporan tertulis maupun lisan, kotak saran, pertemuan
kelompok dan lain sebagainya.
Permasalahan utama yang terjadi dalam komunikasi dari bawah ke atas adalah
bias dan penyaringan atas informasi yang disampaikan oleh bawahan. Komunikasi
dari bawah ke atas digunakan untuk memonitor prestasi organisasi. Bawahan sering
kali memberikan informasi yang kurang benar kepada atasannya, terutama untuk
informasi yang tidak mengenakan. Akibatnya, komunikasi dari bawah ke atas sering
kali dikatakan sebagai informasi yang menyenangkan atasan dan bukan informasi
yang perlu diketahui atasan.
c. Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal merupakan aliran komunikasi kepada orang-orang
yang memiliki hierarki yang sama dalam suatu organisasi, misalnya komunikasi yang
terjadi antara manajer bagian pemasaran dengan manajer bagian produksi atau antara
karyawan bagian produksi dengan karyawan bagian keuangan.
d. Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal merupakan aliran komunikasi dari orang-orang yang
memiliki hierarki yang berbeda dan tidak memiliki hubungan kewewenangan secara
langsung. Misalnya komunikasi antar manajer pemasaran dengan kepala bagian sub
1.3. Motivasi Kerja 2.3.1 Pengertian
Motivasi (Motivation) berasal dari perkataan bahasa latin, yakni Movere, yang
berarti “menggerakan” (To Move). Pengertian motivasi menurut Mithcell (1982)
(dalam Winardi, 2001) adalah motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang
menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan
sukarela (Volunter) yang diarahkan kearah tujuan tertentu.
Menurut Gray (1984) (dalam Winardi, 2001) bahwa motivasi merupakan hasil
sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang
menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu.
Menurut Munandar (2008) motivasi adalah suatu proses dimana
kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan
yang mengarah ketercapainya tujuan tertentu. Tujuan yang, jika berhasil dicapai, akan
memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan kebutuhan
dimaksudkan suatu keadaan (internal state) yang menyebabkan hasil-hasil atau
keluaran-keluaran tertentu menjadi menarik. Misalnya, rasa haus (kebutuhan untuk
minum) menyebabkan tertarik pada air segar. Jika tidak haus maka akan bersikap
netral terhadap air.
Pendapat lain tentang definisi motivasi dari Machrany (1985) (dalam
Siswanto, 2003) bahwa motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap
mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi
kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Secara singkat, motivasi dapat
diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuhan dalam rangka proses
pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia dalam suatu
perusahaan. Sedangkan pengertian motivasi menurut Robbins (2003) (dalam
Wibowo, 2011) menyatakan motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas
(intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju
pencapaian tujuan.
Menurut Munandar (2008), berlangsungnya motivasi bisa dilihat pada gambar
2.1.
Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan
yang menimbulkan dorongan-dorongan untuk melakukan serangkaian kegiatan
(berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang
akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya
ketegangan.
Kelompok kebutuhan
yang belum dipuaskan
Dorongan-dorongan Ketegangan
Melakukan
serangkaian kegiatan
(perilaku mencari) Tujuan telah
tercapai
(kebutuhan
yang telah Reduksi dari
ketegangan
Munandar (2008) menyatakan perilaku mencari dapat merupakan perilaku
yang aktif atau proaktif, mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula
merupakan perilaku yang lebih reaktif. Lingkungan yang menyodorkan sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhan. Contoh, kita mencari pekerjaan yang sesuai dengan
keahlian dan minat kita. Pada kesempatan lain, sewaktu kita lagi bekerja, datang
orang menawarkan pekerjaan yang kita rasakan lebih sesuai dengan minat dan
keahlian kita. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara aktif, motivasi
“didorong keluar”. Pada waktu perilaku mencari lebih reaktif, motivasi “ditarik
keluar”.
Pada tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’
individu berada dalam situasi pilihan: tujuan-tujuan apa saja yang ingin dan
diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan
apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat (valence) yang berbeda-beda bagi
individu.
Munandar (2008) menyatakan pada akhir tahap ‘melakukan serangkaian
kegiatan’ individu telah mengambil keputusan, apa saja yang telah dipilih, sehingga
memasuki situasi masalah. Dalam menghadapi berbagai rintangan untuk dapat
mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok kebutuhannya. Tidak semua
kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok kebutuhan
dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan
2.3.2. Teori Motivasi
Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori-teori motivasi
yang ada, ada yang lebih menekankan pada ‘apa’ yang memotivasi pegawai, yaitu
teori motivasi isi, dan ada yang memusatkan perhatiannya pada ‘bagaimana’ proses
memotivasi berlangsung, yatu teori proses. Teori motivasi isi berkeyakinan tentang
adanya kondisi internal dalam individu yang dinamakan kebutuhan atau motif. Teori
proses menemukenali dan mempelajari proses-proses yang memprakarsai,
mempertahankan dan mengakhiri perilaku.
1. Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat Kebutuhan (Teori Abraham Maslow)
Menurut Maslow, (dalam Munandar, 2008) individu dimotivasi oleh
kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata
tingkat. Begitu tingkat kebutuhan ini dipuaskan, tidak akan lagi memotivasi
perilaku. Kebutuhan pada tingkat berikutnya pada tingkat yang lebih tinggi
menjadi dominan.
1) Kebutuhan fisiologikal
Kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisiologikal badan,
seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan akan udara segar
(oksigen). Kebutuhan fisiologikal merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu
2) Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan ini masih sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik. Dalam
pekerjaan, dapat jumpai kebutuhan ini dalam bentuk ‘rasa asing’ sewaktu menjadi
pegawai baru, atau sewaktu waktu pindah ke kota baru.
3) Kebutuhan sosial
Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan, cinta kasih,
rasa memiliki (belonging). Setiap orang ingin menjadi kelompok sosial, ingin
mempunyai teman, kekasih. Dalam pekerjaan kita jumpai kelompok informal yang
merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sosial tenaga kerja.
4) Kebutuhan harga diri (esteem needs)
Kebutuhan harga diri meliputi dua jenis : pertama, yang mencakup
faktor-faktor internal, seperti kebutuhan harga diri, otonomi dan kompetensi. Kedua, yang
mencakup faktor-faktor eksternal, kebutuhan yang mencakup reputasi seperti
kebutuhan untuk dikenali dan diakui (recognition), dan status. Kebutuhan harga diri
ini dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi
kerjanya, keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang
dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif,
kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini
b. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi. Faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja dinamakan
faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan,
yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan itu:
1) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang pegawai;
2) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat
maju dalam pekerjaannya;
3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan pegawai dari
pekerjaannya;
4) Pencapaian (achievement) besar kecilnya kemungkinan pegawai mencapai
prestasi kerja yang tinggi;
5) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
pegawai atas unjuk-kerjanya;
Jika faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, pegawai menurut Herzberg,
merasa not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
Tidak lagi puas Puas
Tidak puas Tidak lagi tidak puas
Kelompok faktor lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan
konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, dan meliputi
faktor-faktor:
1) Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan
pegawai dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan;
2) Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh
pegawai;
3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan
unjuk-kerjanya;
4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi
dengan pegawai lainnya;
5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan
tugas pekerjaannya.
2. Teori Motivasi Proses
a. Teori Pengharapan (Expectation)
Menurut Lawler (1983) (dalam Munandar, 2008) Model teori harapan dari
Lawler mengajukan empat asumsi:
1) `Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara
potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran
alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi
seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal
makanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi
kerjanya lebih bercorak reaktif.
2) Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort =
E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini
diungkapkan sebagai harapan E-P.
3) Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil
keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini
diungkapkan dalam rumusan P-O.
4) Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan
tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan
oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada
saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi
seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P (kemungkinan besarnya
upaya menyebabkan tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau
kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang
aktual, komunikasi (informasi dan persepsi) dari orang lain.
Besar kecilnya harapan P-O (sebesar apa kemungkinannya untuk
ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: pengalaman yang lalu dalam situasi yang
serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal melawan
eksternal, harapan-harapan E-P, situasi aktual dan komunikasi dari orang lain.
Tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan tidak menyebabkan adanya kebutuhan yang
dipenuhi. Tetapi dengan tercapainya unjuk-kerja tersebut akan terkait kemungkinan
diperolehnya hasil-keluaran yang memenuhi atau gagal memenuhi
kebutuhan-kebutuhan.
Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang
mencerminkan bagaimana perasaan anda terhadap berbagai hasil-keluaran.
Hasil-keluaran adalah positif, jika anda lebih ingin mencapainya dari pada tidak ingin
mencapainya. Negatif, jika tidak ingin mencapainya dan netral, jika tidak
mempedulikan hasil-keluarannya. Harkat diungkapkan dalam angka dan berkisar
antara +1 sampai -1. Misalnya mendapat promosi jabatan mendapat harkat +0,9
sedangkan menimbulkan iri hati pada rekan seangkatan mungkin harkatnya -0,5.
b. Teori Keadilan
Teori keadilan, yang dikembangkan oleh Adam bersibuk diri dengan memberi
batasan tentang apa yang diangap adil atau wajar oleh orang dalam kebudayaan ini,
dan dengan reaksi-reaksi mereka kalau berada dalam situasi-situasi yang
dipersepsikan sebagai tidak adil/wajar.
Salah satu asumsi dari Adam adalah bahwa jika orang melakukan pekerjaanya
dengan imbalan gaji, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan kepada
adalah segala sesuatu yang dianggap oleh tenaga kerja sebagai yang patut menerima
imbalan. Misalnya, macam pendidikan, jumlah jam kerja, pengalaman kerja
sebelumnya. Keluaran adalah segala jenis hal yang dipersepsikan orang sebagai
imbalan terhadap upaya yang diberikan, seperti, gaji, tunjangan kemaslahatan (fringe
benefits) dan penghargaan/pengakuan. Menurut Munandar (2008) teori keadilan
mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
1) Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan;
2) Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan
ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau
menghilangkannya;
3) Makin besar pesepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk
bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu;
4) Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan
(misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidak- adilan
yang menyenangkan (misalnya, mendapat gaji terlalu besar).
Menurut teori kondisi keadilan dapat diungkapkan kedalam rumusan sebagai
berikut:
Hasil-keluaran seseorang Hasil-keluaran orang lain =
Masukan seseorang Masukan orang lain
Keadilan dirasakan ada jika orang merasa bahwa perbandingan antara
hasil-keluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil-keluaran orang
ketidakadilan timbul jika perbandingan antara hasil-keluaran kita dengan masukan
kita tidak sama besarnya (lebih besar atau lebih kecil) daripada perbandingan
hasil-keluaran orang lain dengan masukannya. Misalnya perawat disalah satu ruang
perawatan merasa (tidak perlu berarti benar) bahwa berdasarkan kesibukannya
sehari-hari bekerja jauh lebih keras (sampai sering harus lembur) daripada perawat di
ruangan lain, sehingga mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar daripada
rekannya. Akan merasa tidak adil jka ternyata gaji yang diterima sama besarnya
dengan gaji yang diterima oleh rekannya.
Jika terjadi persepsi tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan
dapat melakukan tindakan-tindakan berikut (Howell & Dipboye, 1986).
1) Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya untuk
bekerja;
2) Bertindak untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan;
3) Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya sendiri,
mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil-keluarannya
sendiri;
4) Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau
hasil-keluarannya;
5) Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan;
6) Berhenti membandingkan masukan dan hasil-keluaran dengan orang lain dan
Menurut Lawler, teori keadilan dan teori harapan cenderung membuat
perkiraan-perkiraan yang sama dan sebagai hasilnya ada usaha untuk memasukan
aspek-aspek yang diperhatikan oleh teori keadilan ke dalam kerangka teori harapan.
Corak motivasi kerja pada teori keadilan ini termasuk proaktif.
2.3.3. Unsur Penggerak Motivasi
Menurut Sastrohadiwiryo (2003) motivasi tenaga kerja akan ditentukan oleh
perangsangnya. Perangsang yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi
pegawai, sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu pegawai yang
bersangkutan. Sagir (1985) (dalam Sastrohadiwiryo, 2003) mengemukakan
unsur-unsur penggerak motivasi antara lain kinerja, penghargaan, tantangan, tanggung
jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.
a. Kinerja (Achievement)
Seseorang yang memiliki keinginan bekerja sebagai suatu “kebutuhan” atau
needs dapat mendorongnya mencapai sasaran. McCleland menjelaskan bahwa tingkat
needs of Acheivment (n – Ach) yang telah menjadi naluri kedua (Second nature),
merupakan kunci keberhasilan seseorang, n – Ach biasanya juga dikaitkan dengan
sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan (bukan gambling,
calculated risk) untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan.
b. Penghargaan (Recognition)
Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah
dicapai seseorang akan merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu
bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam
penghargaan atau medali