• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja dan tidak bekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja dan tidak bekerja"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

BEKERJA

Skripsi Dipe1mhi Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gehu Sarja11a Psikologi

Oleh:

LINA A WALINA ZULFA

()iterin,. · ·- ··--...a11r *"" """''""""'-1

105070002225,.tari

: ...

2

...

\hPJ""""'''"

セセQN@

'. .. '.\. ...

L ...

セNエサZ@

..

:ztcC;s-. l:ztcC;s-. !mink ..

IQ.lJ,l ... .

FAKULTAS PSIKOLOGI'··· .. ·· .. ··· .. .

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SY ARIF HIDAYATULLAH

(2)

MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN TIDAi( BEKERJA

SKRIP SI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Sarjana Psikologi

Oleh:

LINA A WALINA ZULFA

Nll\1: 105070002225

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I

n・ッセ\[L@

M. SI,

p,;

NIP. 105 0300 679

Fakultas Psikologi

Pembimbing II

Y 1 Adriani, M.Psi, Psi

NIP. 1982 0918 2009 012006

U niversitas Islam N egeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(3)

セng@ BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah kultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta Pada Tanggal 3 :sember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar rjana Psikologi.

Dekan/

.etua Merangkap Anggota

ija Umar, Ph.D P. 130885522

Penguji I

Pembimbing I

nen Tati Sumi ati M.Psi Psi P. I 05 0300 679

Jakarta, 7 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Anggota

Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota

D . iana Mutiah, M.Si NIP. 150 277 469

PUit1bingn

(4)

/(,arena \;ara Jerli«if.ltntuf./(,efuar :f5art

セオ。エオ@

tfier.roaf

an Jllccafa!i' memeca!i'f.annya :f5ensan /(,ef.uatan

:ftu

PERSEMBAHAN:

Sripsi ini adalah ungbapan basih sayang

(5)

( C ) Lina A walina Zulfa

( D) Perbedaan Perilaku Coping Pada Wanita Menopause Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

( E ) 66 halaman + x

( F) Fox-Spencer dan Brown (2002) menegaskan bahwa menopause bukanlah 'perubahan hidup' yang tidak berarti apa-apa. Di usia berapapun seseorang

mengalaminya, ada implikasi-implikasi penting yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Beberapa wanita melewati menopause tanpa merasa terganggu dengan berakhirnya kehidupan reproduktifmereka. Northrup (2006) mengatakan bahwa menjadi tua memang hal yang sering ditakuti oleh para wanita, tetapi hal ini tidak berarti bahwa wanita kehilangan identitas kewanitaannya. Bahkan, seharusnya mereka sadar bahwa mereka memulai fase kehidupan barn sebagai wanita yang matang dalam berpikir. Namun, bagi ban yak wanita yang lain, terntama jika

menopause terjadi Jebih cepat dan tidak diharapkan, hal tersebut dapat menjadi suatu pengalaman yang traumatik dan tidak nyaman Fox-Spencer dan Brown (2002).

Selanjutnya, dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Mereka memiliki pilihan untuk dapat menghadapi masa krisisnya dan melanjutkan hidupnya dengan baik.

Safaria & Saputra (2009) menjelaskan bahwa setiap individu akan berbeda-beda dalam menggunakan coping-nya dalam menghadapi setiap masalah yang sama, semuanya tergantung seberapa baik individu tersebut dalam mengamati perbedaan antara situasi yang menekan dan sumber kekuatan dalam dirinya. Berat-ringannya ganguan pada masa menopause sangat tergantung pada penurnnan aktivitas indung telur, sosial budaya, dan lingkungan serta penerimaan psikologik seorang wanita tentang keadaannya (Lithfiah & Sri M. D, 2006). Berbicara mengenai masalah-masalah yang dialami wanita di usia dewasa madya dalam ha! ini menopause, Sadli

(I 984) memaparkan bahwa ahli-ahli yang memakai pendekatan bio-sosial mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan pengaruh yang

kompleks dari tiga faktor yang saling berpengarnh. Faktor tersebut adalah: Cara suatu lingkungan budaya menetapkan status wanita sebagai anggota masyarakat, Ciri-ciri khas pribadinya, dan Lingkungan khususnya

(6)

kuantitatif dengan metode penelitian komparatif. Penelitian dilakukan pada kelompok majlis ta'lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu dengan jumlah sampel 100 orang dengan mengguanakan teknik purposive sampling yang ditentukan dengan teknik uji beda Chi-Square, ha! ini dikarenakan sebaran data dalam penlitian ini tidak normal. Karakteristik sampel adalah wanita menoupause bekerja dan tidak bekerja yang tergabung dalam majlis ta' lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku coping model likert.

Basil uji beda dengan menggunakan teknik Chi-square dihasilkan nilai chi hitung sebesar 2.617. Sementara nilai chi tabel pada tarafsignifikansi 5% dengan df2 adalah sebesar 5.991.Karena nilai chi hitung yang didapat <chi tabel,. Maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku coping antara wanita menopause yang beke1ja dan tidak bekerja. dengan arah tidak signifikan. Berarti tidak ada

pengaruh antara perbedaan peran wanita (bekerja dan tidak bekerja) terhadap perilaku coping pada wanita menopause.

( G ) Bahan bacaan : 26 Buku, I Skripsi, dan 7 Pustaka Online (2002-2009)

(7)

I<ATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Illabi Rabb, Sang Pemillik Langit dan Bumi yang Maha

segalanya dan tidak ada yang mampu mengalahkan rasa kasih sayang - Nya kepada

seluruh umat manusia. Shalawat serta salam tercurahkan bagi Rasulullah SAW, suri

tauladan sepanjang masa.

Penulis bersyukur tel ah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "PERBEDAAN

PERILAKU COPING PADA WANITA MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN

TIDAK BEKERJA" sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan yang diberikan oleh

semua pihak. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jaltja Umar, Ph.D dekan Fakultas Psikologi besertajajararu1ya. 2. Thu Fadilah Suralaga, M.Si pembantu dekan Psikologi besertajajarannya.

3. Netty Hartati, M.Si atas bimbingan dan arahan yang diberikan sebelumnya.

4. Neneng Tati Sumiati, M.si, Psi Pembimbing I yang selalu memberikan arahan

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Thu Yufi Adriani. Psi, M.Psi Pembimbing II yang memberikan saran positif

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Psikologi untuk ilmu yang telah

diberikan.

7. Orang yang terpenting dalam hidupku Ayahku (H. Sofyan Tsauri), Kedua

Umiku (Hj. Muhshonah & Zuhroh), Kakakku (Muafiyah) dan Adik-adikku (Afa dan eva) serta seluruh keluarga besarku yang tak pemah letih

(8)

8. Wahyudi Iman, atas segala pengorbanan, kasih sayang, semangat dan doa

yang tulus.

9. Ninah Nurjanah dan Ida Isnani bese1ia keluarga mereka yang selalu

mengbibur dikala susab, terimakasih atas segalanya tentang kita, semoga

silatmTal1mi ini tetap terjaga.

10. Yudi Putra, Saifuddin Zuhri, Rohyat, dan Mahachala, terimakasih atas

kebersamaan kalian.

11. Ibu Sariah dan Ibu Nur terima kasih atas bantuan dan doanya.

12. Teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas A.

13. Dian, Rahmi, Wahyu dan Nurhayatunnisa teman-teman KKL terima kasih

atas ke1ja samanya.

14.Ibu-ibu Majlis Ta'lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu, terimakasih atas

jasanya karena dengan sukarela membantu proses penelitian ini.

15. Semua orang yang mengajarkan dan memberikan kekuatan melalui doa

tulusnya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda dan skripsi ini

dapat berrnanfaat bagi kita sernua. Amiin yaa Rabbal 'alamin.

Jakaiia, 3 Desernber 2009

(9)

Abstrak. ... .

Kata Pengantar... m

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... vm Daftar Gambar... ... . . . ... . . . .. . . .. . .. . .. .. . .. .. . ... ... . ... . .. . ... . ... . .. . .. . . .. . ... .. vm Daftar Lampiran... 1x

BABI

PENDAHULUAN

I. I. Latar Belakang... .. I 1.2. Identifikasi Permasalahan... 6

1.3. Rumusan Dan Batasan Masalah... ... .. . . .. 6

1.3.1. Rumusan Masalah... .. . . .. . . 6

1.3.2. Batasan Masalah... .. 6

1.4. Tujuan Penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian... .. . .. . . ... . . ... 8

(10)

BAB2

LANDASAN TEORI

2.1. Usia Dewasa Madya.. .. . . .. . . .. . . 10

2.1.1. Karakteristik Usia Dewasa Mad ya... 10

2.1.2. Tugas Perkembangan Usia Dewasa Mad ya... 13

2.1.2.1. Menopause... 13

A. Faktor Yang Mempengaruhi Menopause.... 15

B. Gejala Fisik Menopause... 16

C. Gejala Psikologis Menopause... 19

1) Ingatan Menurun.. ... . . 20

2) Kecemasan... 21

3) Mudah Tersinggung... .. 23

4) Stres... ... 23

5) Depresi... 24

2.2. Perilaku Coping... 27

2.2.1. Definisi Coping... 27

2.2.2. Komponen Dalam Coping... 30

2.2.3. Proses Terjadinya Coping... 30

(11)

2.2.5. Jenis-jenis dalam Coping... 32

2.3. Perilaku Coping Wanita Menopause yang Bekerja dan Tidak Bekerja... .. . . .. . . ... 35

2.4. Kerangka Berpikir... 40

2.5. Hipotesis Penelitian... .. . .. . . ... 40

BAB3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian... .. . . 42

3.2. Variabel Penelitian.. .. . ... ... .. .... .. . ... .. .... .. . . 42

3.2.1. Identifikasi Variabel ... 42

3.2.2. Definisi Variabel.. ... ... ... .. ... ... . .. . . 43

3.2.3. Operasional Variabel.. .. ... .... ... ... ... .. . . 43

3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel.. .. .... ... .. . . 44

3.3.1. Populasi Penelitian... .. . ... .. . .. . . 44

3.3.2. Sampel Penelitian... .. . ... . ... .. . .. . . .. . . 44

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel.. .. . .. . . .. . . 45

3.4. Data, Metode dan Instrumen Penelitian... 46

3.4.1. Metode dan Instrumen Penelitian... .. 46

(12)

3.4.3. Teknik Analisis Data... 51

3.4.4.Uji Validitas... 52

3.4.5.Uji Reliabilitas... .. . . .. .. . . .. . .. . .. .. .. .. . .. . . 53

3.5. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 53

3.6.1. Persiapan Penelitian... 53

3.6.2. Pelaksanaan Penelitian... 54

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Um um Subjek... 55

4.1.1. Gambaran Umum Wanita Menopause Berdasarkan Usia... 55

4.1.2. Gambaran Um um Wanita Berdasarkan Laman ya Menopause .. . . .. . . .. . . .. . .. .. .. . . .. .. . 56

4.1.4. Gambaran Umnm Wanita Menopause Berdasarkan Status Pernikahan . .. . . . .. . . .. .. . 58

4.1.5. Gambaran Umum Wanita Menopause Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 60

(13)

4.2.1. Uji Nonnalitas... .. . . .. . . .. . . .. . . 62

4.2.2. Uji Homogenitas... .. . . .. . . .. 64

4.3. Deskripsi Hasil Penelitian... 64

4.3.1. Kaiegorisasi Skor Skala Perilaku Coping... 64

4.3.2. Uji Hipotesis... ... 66

4.3.3. Hasil Utama Penelitian... .. . . ... 67

4.4. Uji Regresi... .. . . .. . . .. . . ... 70

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan... .. . . 75

5.2. Diskusi . . . .. . .. . . 76

5.3. Saran... 78

5.3.1. Saran Teoritis... .. . .. . . .. . . ... 78

5.3.2. Saran Praktis... .. . .. . . .. . . ... 79

Daftar Pustaka... .. . .. . ... 80

(14)

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

DAFTAR TABEL

Blue Print Try Out

[image:14.522.26.425.162.591.2]

Blue Print Field Study

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja Berdasarkan Usia

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja

Berdasarkan Usia

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja Berdasarkan

Laman ya Menopause

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja

Berdasarkan Laman ya Menopause

Gambaran Umum Wanita lvfenopause Yang Bekerja Berdasarkan

Status Pemikahan

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja

Berdasarkan Status Pemikahan

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja

Berdasarkan Pendidikan Terakbir

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja

Berdasarkan Pendidikan Terakbir

Tests Of Normality

(15)

Tabel 4.11

[image:15.522.76.416.171.495.2]

Tabel 4.12

Tabel 4.13

Kategori Coping Peran Wanita Crosstabulation

Chi-Square Tests

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Coping Try Out

Lampiran 2 Uji Reliabilitas Try Out

Lampiran 3 Skala Coping Field Study

Lampiran 4 Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Kategori Coping, Chi-Square Test

(17)

1.

1. Latar Belakang

Ditinjau dari siklus kehidupan seseorang, tahap usia dewasa madya atau usia setengah

baya di kenal sebagai masa terjadinya berbagai perubahan. Secara singkat disebut

juga sebagai masa peralihan ( dari dewasa awal ke tahap tua) yang memerlukan

berbagai penyesuaian diri karena dalam periode perkembangan ini terjadi perubahan

biologis dan psikologis dalam diri seseorang. Sebagaimana pertumbuhan dan

perkembangan manusia dari masa bayi sampai dewasa akan menunjukkan perbedaan

individual, maka proses menua dalam periode dewasa madyajuga akan menunjukkan

perbedaan-perbedaan antar individu, maupun dalam individu itu sendiri (Sadli, 1984).

Perkembangan akan dialami oleh setiap individu yang hidup, dan setiap

perkembangan mengandung pengertian adanya suatu proses menuju pada suatu

kematangan pada aspek fisik, psikis, maupun sosialnya. Bila seorang individu telah

mencapai periode kematangan, baik aspek fisik, psikis maupun sosial (yang

umumnya dapat dicapai pada usia remaja-dewasa) maka periode berikutnya adalah

usia lanjut yakni tahap kemantapan dan untuk selanjutnya disebut periode penurunan,

(18)

individu yang hidup. Salah satunya adalah peristiwa menopause yang terjadi pada

wanita (Noor, 2001 dalam pksm.mercubuana.ac.id).

Bagi masyarakat, istiah menopause sudah tidak asing lagi. Banyak sekali

pembicaraan mengenai menopause, dari pembahasan ilmiah sampai

pembicaraan-pembicaraan santai yang dilakukan oleh para suami/istri sendiri yang ingin

mengetahui pengertian menopause dan semua yang berkaitan dengan penuaan.

Menopause adalah proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat

menstruasi se!ama satu tahun (Sutanto & Luciana Sutanto, 2007).

Hawari ( 1997) menj elaskan bahwa menopause adalah masa yang terpenting dalam

kehidupan wanita. Menopause merupakan periode dalam kehidupan seorang wanita

yang ditandai dengan berhentinya masa subur (Northrup, 2006). Menurut

Llwellyn-Jones (2005), peristiwa ini terjadi pada usia antara 45 tahun dan 55 tahun.

Da!am sumber lain, fase menopause disebut pula sebagai periode klimakterium

( Climacte1) berarti tahun perubahan, pergantian tahun yang berbahaya). Pada saat

inilah terjadi banyak perubahan dalam fungsi-fungsi psikis dan fisik, sehingga

(19)

Hurlock (1996) menjelaskan bahwa menopause (Climacteric) selalu menjadi misteri

bagi kebanyakan wanita. Perubahan fisik yang disertai dengan berbagai kepercayaan

tradisional membuat wanita semakin merasa takut pada saat memasuki masa tersebut.

Fox-Spencer dan Brown (2002) menegaskan bahwa menopause bukanlah 'perubahan

hid up' yang tidak berarti apa-apa. Di usia berapapun seseorang mengalaminya, ada

implikasi-implikasi penting yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Beberapa wanita melewati menopause tanpa merasa terganggu dengan berakhirnya

kehidupan reproduktif mereka. Northrup (2006) mengatakan bahwa menjadi tua

memang ha! yang sering ditakuti oleh para wanita, tetapi ha! ini tidak berarti bahwa

wanita kehilangan identitas kewanitaannya. Bahkan, seharusnya mereka sadar bahwa

mereka memulai fase kehidupan baru sebagai wanita yang matang dalam berpikir.

Namun, bagi ban yak wanita yang Jain, terutama jika menopause terjadi lebih cepat

dan tidak diharapkan, ha! tersebut dapat menjadi suatu pengalaman yang traumatik

dan tidak nyaman Fox-Spencer dan Brown (2002). Deutsch menyatakan bahwa sikap

inilah yang menyebabkan wanita dalam usia dewasa madya mempunyai kesulitan

untuk menerima dan menyesuaikan diri terhadap keadaan baru yang berhubungan

(20)

Neugarten ( dalam indiegost.blogspot.com) menemukan bahwa yang paling dirasa

mengganggu menopause adalah jika menopause dikaitkan dengan berakhimya daya

tarik, ketidakbergunaan, dan kemampuan seksualitas.

Kekhawatiran yang mereka kemukakan sehubungan dengan usia dewasa madya di

antaranya takut alas keadaan kesehatannya seperti penyakit kanker, anak-anak yang

akan meninggalkan rumah karena menikah, dan hal-hal umum yang berkaitan dengan

proses penuaan. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa faktor-faktor

kebiasaan yang berlaku mengenai wanita, sikap yang ada terhadap kegiatan wanita

sebagai anggota masyarakat dalam suatu lingkungan budaya, tersedianya

peranan-peranan lain selain sebagai ibu, intensitas perasaan yang dianggap penting oleh

wanita yang bersangkutan, keterlibatan emosional yang mendalam dan total dalam

peranannya sebagai ibu akari. ban yak menentukan kesanggupan seseorang untuk

menyesuaikan diri untuk memasuki masa perubahan dalam hidupnya (Sadli, 1984).

Jika kita ingin melihat bagaimana respon individu terhadap tekanan yang berkaitan

dengan tugas perkembangan, Sadli (1984) mengungkapkan bahwa wanita yang

bekerja (apapunjenis pekerjaannya) yang telah dipilih cenderung tidak mudah

terserang gangguan depresi karena ada perasaan lain dalam diri mereka yang secara

aktifikut terlibat dalam suatu kegiatan. Wanita yang bekerja sudah biasa menghargai

(21)

peke1jaannya sehingga pada saat menghadapi perubahan dalam dirinya, mereka sudah

terbiasa untuk penyesuaian diri termasuk dalam tugas perkembangan hidupnya.

Berbeda dengan wanita karir, Sadli (1984) menyatakan bahwa wanita yang berperan

sebagai ibu rumah tangga memiliki angka gangguan depresi yang lebih tinggi. Hal ini

dihubungkan dengan keadaan bahwa ibu rumah tangga merasa kehilangan

peranannya sebagai ibu setelah anak-anaknya dewasa, seiring dengan tugas-tugasnya

sebagai ibu rumah tangga yang semakin berkurang.

Oleh karena itu, Priyono ( dalam Hartati, 1997) mengatakan bahwa pada umumnya

wanita yang bekerja mempunyai cara berpikir yang tidak terlalu sempit, dapat

bertukar pikiran dengan teman seprofesinya atau dengan orang lain dapat Jebih bebas

dan merasa senang, lebih santai dan Jebih produktif dalam pekerjaannya serta lebih

bahagia sebagai ibu dan istri, selain itu secara finansial wanita dengan peran ini

mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hubungan dengan anak-anak

juga lebih intim karena waktu yang begitu langka akan dimanfaatkan dengan baik.

Selanjutnya, dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang

tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi baik yang bekerja

maupun tidak bekerja. Mereka memiliki pilihan untuk dapat menghadapi masa

(22)

Dalam penelitian ini, kita akan melihat perbedaan perilaku coping pada wanita

menopause yang beke1ja dan tidak beke1ja.

1.

2. ldentifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitin ini adalah :

1. Bagaimana perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja?

2. Bagaimana perilaku coping pada wanita menopause yang tidak bekerja?

3. Apakah ada perbedaan perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja

dan tidak bekerja?

1.3.

Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

1.3.1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan perilaku

coping yang signifikan antara wanita menopause yang bekerja dengan yang tidak

bekerja.

1.3.2. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini akan diteliti tentang perbedaan prilaku coping pada wanita

menoupause yang bekerja dan tidak bekerja untuk lebih lanjutnya variabel-variabel

(23)

1. 5. Manfaat Penelitian

• Memberikan infom1asi dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya bidang

psikologi klinis.

• Membantu pembaca, khususnya para wanita yang memasuki tahap

menopause untuk mendapatkan gambaran mengenai coping, sesuai dengan

perannya dalam kehidupan baik wanita yang bekerja maupun tidak. Sehingga

diharapkan pada para wanita mampu dan siap menghadapi masa menopause

serta dapat menerapkan pola hidup yang tepat untuk mengatasi masalah

tersebut.

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun berdasarkan prosedur penulisan yang telah baku dan

untuk lebih jelasnya berikut ini gambaran isi skripsi, yang terbagi menjadi lima bab.

Bab I

Bab II

Pendahuluan yang mencakup : Latar Belakang Masalah, Identifikasi

Masalah, Pernmusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Kajian Teori yang terdiri dari : Dewasa Madya, Krakteristik Usia

Dewasa Mad ya, Tugas Perkembangan Usia Dewasa Mad ya,

(24)

Bab III

Bab IV

Bab V

Menopause, Gejala Fisik menopause, Gejala Psikologis Menopause,

Dampak Menopause, Definisi Coping, Fungsi Coping, Jenis-jenis

Coping, Perbedaan Perilaku Coping Pada Wanita Menopause yang

Bekerja dan Tidak Bekerja.

Metodologi Penelitian yang mencakup: Metodologi Penelitian

meliputi bagian: Jenis Penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan

Metode Penelitian, Devinisi Operasioanal Variabel. Pengambilan

Sampel yang terdiri dari Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan

Sampel. Pengambilan data yang terdiri dari: Metode dan Instrumen

Penelitian, Hasil Uji Instrumen Penelitian. Teknik Pengolahan dan

Analisis Data, Prosedur Penelitian.

Hasil Penelitian: gambaran umum objek penelitian, dan analisis data.

(25)

BAB II

l{AJIAN TEORI

2.1. Dewasa Madya

Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia

antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya

perubahan-perubahanjasmani dan mental. Oleh karena usia madya merupakan

ー・イゥッ、セ@ yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut

dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu; usia mad ya dini yang membentang dari usia 40

hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 sampai 60

tahun (Hurlock, 1980).

2.1.1. Karakteristik Usia Dewasa madya

Hurlock (1980) menjelaskan beberapa karakteristik usia dewasa madya yang

dianggap sangat penting. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan uraian

berikut ini.

1. Usia Dewasa Madya Merupakan Periode Yang Sangat Ditakuti

Semakin mendekati usia tua, periode dewasa madya semakin terasa lebih

menakutkanjika dilihat dari keseluruhan kehidupan manusia. Oleh karena itu,

(26)

mereka telah mencapai usia tersebut. Beberapa alasan yang berlaku bagi mereka

adalah banyaknya stereotype yang tidak menyenangkan tentang usia dewasa

madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang

diduga disertai dengan berhentinya reproduksi. Semua itu member pengaruh yang

kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia

dewasa mad ya, kebanyakan orang dewasa mad ya menjadi rindu pada masa muda

mereka dan berharap dapat kembali ke masa-masa itu.

2. Usia dewasa Mad ya Merupakan Masa Transisi

Hurlock (1980) menjelaskan bahwa usia ini merupakan masa transisi di mana pria

dan wanita meninggalkan cirri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan

memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh cirri-ciri

j asmani dan perilaku yang barn.

3. Usia Madya Adalah Masa Stres

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah

khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung

merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres,

suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus di!akukan di rumah,

bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka.

4. Usia Dewasa Mad ya Adalah Usia Yang Berbahaya

Usia dewasa madya dapat berbahaya dalam beberapa ha!, seperti kesusahan fisik

akibat terlalu banyak bekerja rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang

(27)

mengalami kebingungan ketika istrinya mengalami menopause. Hal ini tidak

hanya mengganggu hubungan suami istri, tetapi dapat berakibat pada perpisahan

atau perceraian.

5. Usia Dewasa Madya Adalah Usia Canggung

Sama seperti remaja, bukan anak-anak dan bukanjuga dewasa, demikianjuga

wanita dewasa mad ya bukan muda lagi tetapi bukan juga tua.

6. Ericson (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa selama usia madya, orang

akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak

mengerj akan apapun lagi.

7. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Evaluasi

Karena pada saat usia dewasa mad ya pada umumnya merupakan saat pria dan

wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga

merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka

semula dan harapan-harapan orang lain.

8. Usia Dewasa Madya Dievaluasi Dengan Standar Ganda

Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yang pertama adalah aspek yang

berkaitan dengan perubahanjasmani, dan bagaimana para pria dan wanita

menyatakan sikap terhadap usia tua. Meskipun arah perkembangannya menuju

(28)

9. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Sepi

Masa sepi disebut juga empty nest, yaitu masa ketika anak-anak tidak lama langi

tinggal bersama orang tua, kecuali peristiwa kasuistik seperti terlambat menikah

sehingga pada usia dewasa madya mereka masih harus mengurus anak-anak.

10. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Jenuh

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa banyak pria dan wanita mengalami

kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan dan empatpuluhan yang disebabkan karena

menipisnya kegiatan dan minimnya hiburan.

2.1.2.

Tugas Perkembangan Usia Dewasa Madya

Salah satu tugas perkembangan usia dewasa lanjut (wanita), menopause merupakan

penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan terdapat

perubahan-perubahan pada kemampuan seksual di mana pada wanita terjadi peristiwa

berhentinya menstruasi, dan kehilangan peran dalam memelihara anak. Berikut ini

akan dijelaskan mengenai menopause secara lebih rinci.

2.1.2.1.

M.enopause

Fox-spencer & Brown (2007) menjelaskan bahwa menopause adalah masa transisi dari kehidupan produktif ke kehidupan tidak reproduktif. Selanjutnya Heffner &

(29)

sebagai sindrom menghilangnya estrogen. Keadaan ini diketahui dengan berhentinya

menstruasi pada mayoritas wanita.

Dalam kamus psikologi Chaplin (2006) Menopause didefinisikan sebagai periode

kehidupan peada seorang wanita dengan terhentinya menstruasi. Baziad (2003)

menyebutkan bahwa menopause (klimakterik) merupakan periode peralihan dari fase

reproduksi menu ju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi

generatif ataupun endokrinologik dari ovarium.

Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha ( dalam Northrup, 2006) secara klinis, menopause

didefinisikan sebagai waktu di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi

selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode menstruasi dan

diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah,

karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.

Menurut Marsetio & Tjokronegoro (1991), menopause adalah peristiwa biologik yang merupakan tanda suatu peralihan ke masa tua. Woods (dalam Matlin,1987)

menjelaskan bahwa menopause adalah periode berhentinya menstruasi. Peristiwa ini

adalah sesuatu yang khas dan wanita dapat dikatakan menopause apabila tidak

(30)

Beberapa wanita bahkan mengalami penghentian siklus menstruasi secara tiba-tiba.

Bahkan Jebih sering mereka melewati satu atau dua periode kemudian mendapatkan

menstruasi normal kemudian berhenti lagi. Secara khas, masa atau hari berlangsung

selama periode menstruasi akan berkurang sampai masa menstruasi berhenti

(Neugarten dalam Matlin, 1987).

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa menopause adalah peristiwa yang khas

ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi sebagai tanda berakhirnya masa

reproduksi, seseorang dapat dikatakan menopause apabila seorang wanita tidak

mendapatkan menstruasi selama satu tahun. Umumnya menopause terjadi pada usia

50-an tahun, namnn ada juga wanita yang mengalami peristiwa ini lebih awal.

Sebagaimana awai haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu

dengan perempuan yang lainnya.

A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Menopause

Baziad (2003) menyebutkan bahwa masuknya fase menopause dalam hidup

seseorang sangat berbeda-beda. Wanita di Eropa tidak akan sama usia

menopause-nya dengan wanita di Asia. Menurut Baziad, faktor genetik memiliki peran terhadap

usia menopause. Usia pertama menstruasi, melahirkan pada usia muda, maupun berat

badan tidak terbukti mempercepat datangnya menopause. Wanita kembar dizigot atau

(31)

dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus menstruasi nonual. Baziad juga

menambahkan bahwa usia menopause lebih awal juga dijumpai pada wanita nulipara

(wanita yang, wanita dengan wanita diabetes militus, perokok berat, kurang gizi,

vegetarian, wanita dengan sosio-ekonomi rendah, dan wanita yang tinggal di

ketinggian > 4000m. sedangan pada wanita yang banyak mengkonsumsi daging akan mengalami menopause lebih lambat.

B. Gejala Fisik Menopanse

Baziad (2003) menyebutkan keluhan pada wanita menopause meliputi:

Gejolak panas (hot flushes) 70%

Jantung berdebar-debar 40%

Gangguan tidur 50%

Depresi 70%

Mudah tersinggung, merasa takut, dan lain-lain 90%

Sakit kepala 70%

Cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa 65%

Berkunang-kunang 20%

Kesemutan 25%

Gangguan libido 30%

Opstipasi 40%
(32)

• Nyeri tulang dan otot 50%

Semua perubahan yang terjadi dalam masa menopause disebabkan oleh perubahan

hormon dalam tub uh, hilangnya estrogen dan tidak adanya progesterone serta

meningkatnya honnon pituitary. Estrogen adalah hormon yang aktif pada jaringan

pembentuk saluran alat kelamin wanita dan pada payudara, sehingga bagian tubuh

inilah yang dipengaruhi (Llwellyn-Jones, 2005). Pada saat inilah terjadi perubahan

fungsi fisik dan vitalitasnya jadi semakin mundur dan berkurang (Kartono, 2007).

Dalam Manuaba (1998) disebutkan bahwa perubahan fisik meliputi perubahan kulit,

lemak di bawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor dan keriput. Kulit

mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam (pada

kulit tumbuh bintik hi tam). Perubahan juga terjadi pada proses metabolisme yang

ditandai dengan menurunnya pengeluaran hormon tiroksin dan insulin, pembakaran

dan keperluan tubuh menjadi menurun. Bila porsi makan tetap seperti pada usia 30

tahun, maka kelebihan bahan nutrisi akan disimpan dalam bentuk lemak dan gula,

akibatnya akan terjadi kegemukan, di mana lemak akan tersimpan pada bagian

bokong, payudara, dan perut. Sedangkan perubahan yang terjadi pada alat genital

meliputi liang senggama terasa leering sehingga saat berhubungan seksual dapat

(33)

Ketika seseorang memasuki masa menopause, fisik mengalami ketidaknyamanan

seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh,

misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang--kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah,

dan berdebar-debar (Hurlock, 1980).

Hawari (1997) menggambarkan perubahan fisik yang terjadi pada wanita menopause

sebagai berikut:

1. Perasaannya sebaga wanita relatifberubah menjadi seperti pria.

2. Payudara mulai mengendor, jaringan lemak pada daerah perut, paha, pinggul dan

bokong mulai menyusut.

3. Kulit dan rambut dirasakan mulai kering dan mengendur.

4. Tubuh terasa panas (hot flush), ha] ini dikarenakan pada masa menopause

pembuluh-pembuluh darah di bawah kulit melebar. Heffuer & Schust(2006)

menyebutkan bahwa sekitar 75 % wanita menopause mengalami perasaan panas. Lebih lanjut Heffuer & Schust menambahkan bahwa Hot flushes nocturnal sering membangunkan wanita dari tidumya dan dapat menyebabkan gangguan tidur

yang berat atau insomnia. Menurut Baziad (2003), semburan panas dirasakan

mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan kepala, kulit di daerah tersebut

terlihat kemerahan meskipun rasa panas, suhu badan tetap normal. Semburan

panas ini akan diikuti dengan sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan

(34)

Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut, wanita akan menunjukkan respon

yang berbeda-beda, apaka11 mereka mampu dan siap untuk menghadapinya atau akan

menimbulkan kegelisahan sehingga menimbulkan gejala gangguan psikologis.

C.

Gejala Psikologis Menopause

Menurnt Fox-Spencer & Brown (2007), terdapat kemungkinan yang besar bahwa seseorang akan mengalami gejala psikologis yang luas selama menopause.

Llwellyn-Jones (2005) menyebutkan bahwa seperti halnya masa pubertas yang menyebabkan

seseorang harus beradaptasi, gangguan gelombang hormon pada masa menopause

menjadikan kedua periode tersebut sebagai masa yang sulit.

Sehubungan dengan pernbahan-perubahan fisik di atas, terjadi pula pergeseran atau

erosi dalarn kehidupan psikis pada wanita yang mengalami menopause. Pergeseran

dan perubahan-pernbahan psikis ini mengakibatkan timbulnya satu !crisis, dan

memanifestasikan diri dalam simtom-simtom psikologis, antara lain depresi, mudah

tersinggung dan mudahjadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan,

insomnia (tidak bisa tidur) karena sangat bingung dan gelisah, dan lain-lain (Kartono,

2007).

Hawari ( l 997) menyebutkan bahwa gejala-gejala psikis yang mewarnai menopause

(35)

Saal wanita mengalami menopause, sering kali kondisi jiwanya Jabil. Artinya, mereka

jadi tidak percaya diri dan perasaan yang sering berubah-ubah.

(lifestyle.okezone.com).

Kuntjoro ( 2002) dalam www.e-psikologi.com menjelaskan bahwa aspek psikologis

yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting peranan dalam

kehidupan sosial Iansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan

dengan pensiun; hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi

kebanggaan sang lansia tersebut.

Lebih lanjut Kuntjoro menjelaskan bahwa beberapa gejala psikologis yang menonjol

ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian,

tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Adajuga lansia yang kehilangan

harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak

dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas

karena fungsi reproduksi yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan

tanda dan gejala dari menopause yaitu:

1) Ingatan Menurnn

Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com mengatakan bahwa, gejala ini terlihat

(36)

mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa

pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.

2) Kecemasan

Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause merasa menjadi pencemas.

Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam

menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pemah dikhawatirkan. Misalnya kalau

dulu biasa pergi sendirian ke !uar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan

khawatir, ha! itu seringjuga diperkuat oleh larangan dari anak-anaknya. Kecemasan

pada Ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang

yang cemas dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari

orang di sekitamya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun

orang-orang disekitamya telah memberi dukungan. Menopause rupanya mirip atau sama

juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya

alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada

juga yang biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak (Kuntjoro, 2002 dalam

www.e-psikologi.com).

Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa

(37)

• Suasana hati, yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis,

seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.

• Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar

konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri

sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.

• Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari

situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.

• Perilaku gelisah, yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup,

kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.

• Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar,

pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

Selanjutnya Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com menjelaskan bahwa

gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang

dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam

dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat

kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk

menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.

Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon

(38)

berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, ha! itu dianggap sebagai

hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.

3) Mudah Tersinggung

Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com mengatakan bahwa gejala ini lebih

mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita Jebih mudah tersinggung dan marah

terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin

disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari

proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat

sensitifterhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitamya, terutamajika sikap

dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang

sedang terjadi dalam dirinya.

4) Stres

Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk

para lansia dan menopause. Ketegangan perasaan atau stres selalu beredar dalam

lingkungan peke1jaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan

menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stres dapat menyita energi,

mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya

kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam (Kuntjoro, 2002 dalam

(39)

Da!am kamus Psikologi (Chaplin, 2005) stres merupakan suatu keadaan tertekan,

baik secara fisik maupun psikologis. Wangsa (2009) menyebutkan bahwa stres

berasal dari bahasa latin yaitu "stringere" yang mempunya arti ketegangan, dan

tekanan. Stres merupakan reaksi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh

tingginya tuntutan lingkungan kepada seseorang di mana keseimbangan antara

kekuatan dan kemampuannya terganggu.

5) Depresi

Menurut Lubis (2009) Depresi adalah gangguan mood. Kata "mood"

menggambarkan emosi seseorang, serangkaian perasaan yang menggambarkan

kenyamanan atau ketidaknyamanan emosi. Depresi merupakan gangguan mental

yang sering terjadi di tengah masyarakat yang berawal dari stres yang tidak di atasi,

maka seseorang akan jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena

dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.

Data yang dihimpun oleh World Bank menyebutkan prevalensi terjadinya depresi

sekitar 30% terjadi pada wanita dan 12,6% dialami oleh pria (Desjarlais dalam Lubis

2009). Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih

besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria.

Sedangkan depresi dalam konteks menopause diinterpretasikan sebagai kajadian

(40)

mudah dialami oleh wanita usia dewasa mad ya yang berada dalam lingkungan

budaya di mana sejak usia gadia ia harus belajar untuk selalu menampilkan dirinya

menarik (bagi lawanjenis), bersikap meladeni (orang lain), pada usia tertentu harus

dapat menemukan jodoh (menikah) dan menjadi ibu. Bila yang bersangkutan sejak

usia gadis tersebut mengikuti budaya ini secara total, maka ia akan mudah

menganggap kejadian proses menua sebagai peristiwa kehilangan kecantikan, harus

melepaskan anak-anak yang dicintai (karena telah dewasa), kehilangan rasa

dibutuhkan orang lain (anggota keluarganya) karena masing-masing sudah

mempunyai kesibnkan sendiri. Sehubungan dengan ini, ia akan dapat dengan mudah

merasa bahwa hidupnya tidak berguna lagi karena peranan-peranan yang telah ia

persiapkan sewaktu muda tidak lagi relevan (Sadli, 1984).

Berat-ringannya ganguan ini sangat tergantung pada penurunan aktivitas indung telur,

sosial budaya, dan lingkungan serta penerimaan psikologik seorang wanita tentang

keadaannya (Lithfiah & Sri M. D, 2006).

Menurut Greenwood (1986) kekalutan emosi selama menopause disebabkan oleh

perubahan penting yang secara kebetulan bersamaan waktunya, yakni budaya yang

ada pada lingkungan dan perubahan yang disebabkan oleh hormon. Dua faktor ini

sebenamya telah menjadi perdebatan penting di lingkungan psikologi, karena

persoalan ini selain kompleks (rumit) juga saling berhubungan. Kedua faktor ini akan

(41)

b. Faktor Budaya

Dal am budaya masyarakat kita, wanita identik dengan penampilan lahiriab, mode,

bentuk tub uh dan kemudaan. Hal ini menyulitkan wanita saat mencapai usia

paruh baya. Terutama bagi mereka yang memanfaatkan kesan glamour dan seksi

untuk menarik perhatian kaum pria dan meningkatkan rasa penghargaan terhadap

diri sendiri. Bagi wanita-wanita seperti ini akan menganggap bahwa ha! ini adalah

bencana jika suaminya meninggalkan dirinya untuk mendapatkan teman hidup

yang muda. Wanita dengan karakter demikian akan merasa bahwa dirinya sudah

tidak diinginkan lagi. Semua perasaan ini dapat menyebabkan kegelisahan serta

tekananjiwa dan membutuhkan pertolongan medis.

b. Faktor Hormon

Honn on adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar tertentu

dalam tubuh (tidak semua kelenjar menghasilkan hormon), yang efeknya

mempengaruhi kerja alat-alat tubuh yang lain. Estrogen dan progesterone pada

wanita disebut honnon kelamin (sex hormone). Estrogen pada wanita

menampilkan tanda-tanda kewanitaan seperti kulit halus, suara lemab lembut,

payudara membesar, dan lain-lain. Saat menopause, produksi hormon estrogen

dihentikan. Selanjutnya problem psikologis akan timbul jika wanita tersebut

terlalu mengagungkan fungsi kembang biak dan datangnya menstruasi sebagai

lambing kewanitaan. Secara biologik, menurunnya produksi estrogen memang

mempengaruhi beberapa bagian tubh yang lainnya. Terhadap DNA, estrogen

(42)

estrogen berarti juga menurunnya kemampuan sintesa protein oleh DNA (Sadli,

1984).

Selain itu, tekananjiwa dan kegelisahan dapat ditelaah dari segi pandangan

biokimia. Otak menghasilkan zat-zat tertentu yang membuat diri kita merasa puas

dan bahagia, sebagai tanggapan atas latihan olahraga, makanan, cinta, meditasi

dan rangsangan lainnya. Senyawa lainnya dalam otak dapat membuat kita merasa

kesal dan mengalami tekanan jiwa.

2.2.

Perilaku

Coping

Secara teoritis, usaha yang dilakukan inividu untuk mencari jalan keluar dari masalah

agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dapat dikatakan Coping

Strategy (Safaria & saputra, 2009).

2.2.1. Definisi

Coping

" To cope with" adalah ungkapan sehari-hari di Inggris. Secara harafiah "to cope

with" adalah untuk menghadapi suatu musuh atau rintangan (Webster, 1979 dalam

Rice, 1998). Istilah ini cocok untuk pembahasan mengenai tekanan, karena tekanan

pada unmmnya dipandang sebagai suatu musuh atau sesuatu yang mengancam

(43)

Lazanus dalam Safari a & Saputra (2009) mengungkapkan bahwa coping merupakan strategi untuk manajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling

sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata

maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku

untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan.

MacArthur & MacArthur (1999) dalam d-tarsidi.blogspot.com (2008) mendefinisikan strategi coping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis,

yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau

meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres.

Coping behavior didefinisikan sebagai tingkah laku atau tindakan penanggulangan, di

mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitamya, dengan tujuan

menyelesaikan sesuatu (stressor) dalam bentuk tugas atau masalah (Chaplin, 2006).

Dodds (1993) dalam d-tarsidi.blogspot.com (2008) mengemukakan bahwa pada

esensinya, strategi coping adalah strategi yang dipergunakan individu untuk

melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan

yang dibebankan lingkungan kepadanya.

Ahli lain yang mengemukakan tentang coping Matheny, dkk (dalam Safaria &

(44)

sehat, positifmaupun negatif, usaha kesadaran dan ketidaksadaran untuk mencegah,

menghilangkan, atau melemahkan stressor, atau untuk meberikan ketahanan terhadap

dampak stres. Murphy (Safaria & Saputra, 2009) mengatakan bahwa tingkah laku coping sebagai segala usaha untuk mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial

dapat mengancam, menimbulkan frustasi dan tantangan.

Menurut Fleming, dick ( dalam Uyun, 2007), coping dapat diartikan sebagai upaya

kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengurangi efek stres.

Selanjutnya Moos (dalam Uyun, 2007) mengatakan bahwa coping adalah

kecendrungan respon yang menetap dalam menghadapi stres dengan cara yang

khusus.

Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa coping menghasilkan

dua tujuan, pertama individu mencoba untuk mengubah hubungan antara dirinya

dengan lingkungannya agar mendapatkan basil yang baik. Kedua, individu biasanya

(45)

2.2.2.

Komponen dalam Coping

Rudolph, Dennig, dan Weisz (1995) dalam Rice, 1998 memperkenalkan tiga

komponen dalarn coping, yang terdiri dari coping response, coping goal, dan coping

outcome.

1. Coping response, adalah tindakan yang disengaja baik mental atau fisik yang

merupakan respon atas kejadian menekan (stressor).

2. Coping goal, digambarkan sebagai sasaran atau tujuan yang dicapai oleh coping

response yakni untuk menghapuskan atau mengurangi tingkatan tekanan.

3. Coping outcome, yaitu konsekuensi atau basil yang diterima apakah itu baik atau

tidak.

2.2.3.

Proses Terjadinya

Coping

Lazarrus (Safaria & Saputra, 2009) mengatakan bahwa ketika individu berhadapan dengan lingkungan yang baru atau perubahan lingkungan (situasi yang penuh

tekanan), maka akan melakukan penilaian awal (primary appraisal) untuk

menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian tersebut dapat ditafsirkan sebagai

ha! yang positif, netral, atau negatif.

Setelah penilaian awal, maka selanjutnya penilaian sekunder akan muncul (secondmy

appraisal). Penilaian sekunder ialah pengukuran terhadap kemampuan individu

(46)

akan melakukan penilaian ulang (re-appraisal) yang akhimya mengarah pada

pemilihan strategi coping untuk penyelesaian rnasalah yang sesuai dengan situasi

yang dihadapinya.

Dalarn memilih strategi coping yang akan dipakai, individu dipengaruhi oleh dua

faktor, yakni faktor ekstemal yakni rneliputi ingatan pengalarnan dan berbagai situasi

yang penting dalarn kehidupan, dan faktor internal meliputi gaya coping yang biasa

dipakai seseorang dalam kehidupan sehari-hari dan kepribadian dari individu

tersebut. Setelah keputusan dibuat untuk rnenentukan strategi coping yang dipakai,

dengan mempertimbangkan faktor ekstemal dan internal, individu akan melakukan

pemilihan strategi coping yang sesuai dengan situasi tekanan yang dihadapinya.

2.2.4. Fungsi

Coping

Lazarrus (Safaria & saputra, 2009) mengernukakan dua fungsi coping, di antaranya: • Yakni untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan.

Beberapa cara untuk mengatur respon emosi, antara lain:

a. mencari dukungan sosial dari sahabat atau keluarga

b. melakukan aktivitas yang disukai; olahraga, menonton film untuk

mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dihadapi.

c. Penggunaan alkohol atau obat-obatan.

(47)

• Mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau

keterampilan-keterampilan yang baru digunakan untuk mengubah situasi, keadaan, atau pokok

permasalahan. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini apabila dirinya

yakin akan dapat mengubah situasi (Smet dalam Safaria & Saputra, 2009)

2.2.5.

Jenis-jenis

Coping

1. Emotional Focused Coping

Strategi emotion-focused coping adalah upaya untuk mengontrol konsekuensi

emosional dari peristiwa yang menimbulkan ketegangan. Strategi ini biasanya

dipergunakan untuk menghadapi stressor yang dipersepsi sebagai knrang dapat

dikendalikan (Tarsidi, 2008 dalam d-tarsidi.blogspot.com).

Folkman & Lazarrus (dalam Safaria & Saputra, 2009) mengungkapkan beberapa

aspek emotional focused coping yang merupakan hasil dari penelitian yang

dilakukannya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Seeking social emotional support, yakni mencoba memperoleh dukungan secara

emosional maupun sosial dari orang lain.

b. Distancing, yaitu mengelnarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari

masalah dan membuat harapan positif.

c. Escape avoidance, yaitu menghayal mengenai situasi atau melakukan tindakan

(48)

membayangkan bahwa pennasalahannya akan segera pergi dan mencoba untuk

tidak memikirkan mengenai masalah dengan tidur, merokok atau menggunakan

alkohol secara berlebihan.

d. Self control, yakni mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan

sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

e. Accepting responsibility, yaitu menerima masalah yang dihadapi serta mencoba

memikirkan solusi yang terbaik bagi pemrnsalahan tersebut.

f

Positifreappraisal, yaitu memberi nilai positif dari situasi pada masa

perkembangan kepribadian dengan pendekatan religius.

2. Problem Focused Coping

Strategi problem focused-solving adalah upaya untuk melakukan suatu aktivitas

untuk menghilangkan keadaan yang menimbulkan tekanan. Strategi ini biasanya

dipergunakan untuk menghadapi masalah-masalah yang cenderung dapat

dikendalikan (Tarsidi, 2008 dalam d-tarsidi.blogspot.com).

Berikut ini adalah aspek-aspek problem focused coping yang diidentifikasikan

oleh Folkman & LazaiTus (dalam Safaria & Saputra, 2009) yang merupakan hasil

penelitian-penelitiannya. Aspek tersebut adalah:

a. Seeking informational support, yaitu mencoba untuk memperoleh infonnasi

dari orang lain, seperti dokter, psikolog atau guru tentang pennasalahan yang

(49)

b. Confrontive coping, yakni melakukan penyelesaian masalah secara konkret.

c. Planful problem-solving, yaitu menganalisis setiap situasi yang menimbulkan

masalah serta barusaha mancari solusi secara langsung terhadap masalah yang

sedang dihadapi.

Penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya orang menggunakan keduajenis

strategi coping tersebut untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan

stres. Lebih menonjolnya penggunaan satujenis strategi dibandingjenis lainnya

sebagian ditentukan oleh gaya personal (misalnya ada orang yang lebih aktif daripada

yang laim1ya) dan juga oleh jenis peristiwa yang menimbulkan stres itu.

Coping juga dapat diklasifikasikan sebagai active coping strategies dan avoidant

coping strategies (MacArthur & MacArthur, 1999 dalam d-tarsidi.blogspot.com).

Active coping strategies adalah upaya behavioral atau psikologis yang dirancang

untuk mengubah hakikat stressor itu sendiri atau mengubah earn berpikir tentang

penyebab stres itu, sedangkan avoidant coping strategies adalah upaya untuk

menghindari berhubungan langsung dengan peristiwa penyebab stres dengan

melakukan aktivitas seperti penggunaan alkohol atau secara psikologis menjauhkan

(50)

2.3.

Perilaku

Coping

Wanita

Menopause

yang Bekerja dan

Tidak Bekerja

Coping merupakan strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan

masalah yang paling sederhana dan realistis, serta berfungsi untuk membebaskan diri

dari masalah yang nyata maupun tidak nyata dan coping merupakan semua usaha

secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi dan tahan terhadap

tuntutan-tuntutan (Safaria & Saputra, 2009).

Ada perbedaan yang menarik, bagaimana budaya dan gender mempengaruhi tipe

coping yang digunakan. Chang (2000) dalam wangmuba.com, menemukan kesamaan

memandang pentingnya coping yang berfokus pada emosi yang digunakan oleh

kelompok Asia Amerika dengan coping yang berfokus pada problem yang digunakan

oleh kelompok Kaukasian Amerika. Seiffge-Krenke dan Shulman (1990) dalam

wangmuba.com, menemukan bahwa perbedaan budaya dalam coping antara remaja

Jennan dan Istrael. Remaja Jerman cenderung menggunakan perilaku coping yang

aktif seperti mencari nasehat dan dukungan sosial, sedangkan remaja Israel cenderung

untuk menggunakan perilaku yang lebih internal seperti mencari pemecahan sendiri

(Price & Crapo, 2002 dalam wangmnba.com). Mereka jnga menemukan bahwa gadis Jerman dan Israel cenderung untuk mencari dukungan sosial dibandingkan laki-laki,

gadis jerman yang paling condong untuk menarik diri sebagai perilaku untuk

(51)

Safaria & Saputra (2009) menambahkan bahwa setiap individu akan berbeda-beda dalam menggunakan coping-nya dalam menghadapi setiap masalah yang sama,

semuanya tergantung seberapa baik individu tersebut dalam mengamati perbedaan

antara situasi yang menekan dan sumber kekuatan dalam dirinya.

Berbicara mengenai masalah-masalah yang dialami wanita di usia dewasa madya

dalam ha! ini menopause, Sadli (1984) memaparkan bahwa ahli-ahli yang memakai

pendekatan bio-sosial mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan

suatu pengaruh yang kompleks dari tiga faktor yang saling berpengaruh. Faktor

tersebut adalah:

1. Cara suatu lingkungan budaya menetapkan status wanita sebagai anggota

masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam aturan-aturan mengenai apa yang boleh dan

tidak boleh dilakukan oleh wanita, dan apa yang diharapkan darinya dalam

mengisi peranannya.

2. Ciri-ciri lchas pribadinya. Hal ini merupakan hasil perpaduan dari aspek heriditer

dan pengalaman-pengalamannya.

3. Lingkungan lchususnya. Hal ini berhubungan dengan suammya, besamya

keluarga, status sosial-ekonominya, dan lain sebagainya.

Dalam kaitannya dengan menopause dan perbedaan perilaku coping antara wanita

yang bekerja dan tidak bekerja, Priyono (dalam Hartati, 1997) mengatakan bahwa

(52)

bertukar pikiran dengan teman seprofesinya atau dengan orang lain dapat lebih bebas

dan merasa senang, lebih santai dan lebih produktif dalam pekerjaannya serta lebih

bahagia sebagai ibu dan istri, selain itu secara finansial wanita dengan peran ini

mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hubungan dengan anak-anak

juga lebih intim karena waktu yang begitu langka akan dimanfaatkan dengan baik.

Jika selama ini ada anggapan yang menyebutkan wanita karir susah membagi waktu

antara pekerjaan dan keluarga ada baiknya mulai berpikir Jagi. Ilmuwan di Inggris

menyebutkan berkutat dengan karir, menjadi istri sekaligus ibu akan membuat wanita

tetap sehat. Dal am sebuah penelitian terhadap wanita Inggris yang lahir pada 1946,

ilmuwan menemukan mereka yang memiliki sejumlah peran, seperti sebagai wanita

karir dan ibu rumah tangga, atau menjadi single parent sambil bekerja cenderung

memiliki kondisi kesehatan yang jauh Jebih baik dibanding mereka yang melulu

hanya sebagai ibu rumah tangga. Dalam laporan tersebut tertulis wanita yang

memiliki dua atau lebih peran dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki kondisi

kesehatannya tetap baik pada saat ia mencapai usia 54 tahun. Wanita karir cenderung

memiliki kondisi kesehatan yang umumnya baik karena mereka mengkombinasikan

karir dan keluarga dalam menjalani kehidupan (Antz, 2006 dalam

(53)

menginjak usia dewasa, selain aktivitas sebagai ibu rumah tangga yangjuga mulai

berkurang (Sadli, 1984).

Antz (2006) dalam www.doktertomi.com mengatakan bahwa wanita yang memiliki

satu peran saja dalam kehidupannya misalnya hanya menjadi ibu rumah tangga atau

wanita berkerja yang tetap melajang umumnya mengalami penurunan kondisi

kesehatan yang cukup nyata setelah mencapai usia paruh baya.

Namun, Kartono (2007) mengatakan bahwa para wanita yang pada masa mudanya

diserap oleh fungsi reproduksi dengan melahirkan banyak anak secara berturut-turut,

pada masa menopause bias menyalurkan aktivitasnya ke dalam macam-macam

kegiatan, seperti kegiatan sosial, dengan semangat tinggi terjun di bidang politik,

menggali bakat-bakat masa mudanya yang ditinggalkan ketika ia menjelang usia

adolesen atau sesudah menikah misalnya; melukis, memahat, menyanyi, memainkan

musik, dan lain-lain. Ada juga ibu-ibu setengah baya yang mengembangkan suatu

seni, keterampilan, hobi, dan lain-lain.

Banyak wanitafeminin ketika masa mudanya bersediadengan ikhlas menyisihkan

kegiatan dan interest pribadinya demi kebahagiaan anak dan suaminya, juga demi

kesempurnaan fungsi keibuannya. Oleh karena fungsi reproduksinya yang <lulu

(54)

sudah selesai, maka pada periode klimakteris, wanita ini mulai menggali lagi semua

kemampuan melukis, bakat intelektual, dan bakat artistiknya. Misalnya melukis,

menulis novel, menyanyi, memainkan alat music, bergiat di bidang sosial, politik, dan

lain-lain. Dengan meningkatnya aktivitas tersebut pada hakekatnya merupakan

bentuk protes, yaitu sebagai bukti penguatan, bahwa wanita itu bukan hanya untuk

melahirkan saja, akan tetapi wanita juga mempunyai kemampuan intelektual yang

berkualitas tinggi.

2.3.

Kerangka Berpikir

Emotional Focused Coping

Problem Focused Coping

2.4.

Hipotesis Penelitian

Menopause

Wanita Bekerja

Wanita Tidak Bekerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di

mana rumusan masalah peneliian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

(55)

relevan, belum didasarkan pada fakta empiris yang dperoleh melalui pengumpulan

data (Sugiyono, 2007).

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara wanita menopause yang bekerj a dan tidak

bekerj a dalam mengatasi stres

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita menopause yang bekerja dan

(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yakui

penelitian yang berupa angka-angka dan analisa penggunaan statistik dan

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian (Sugiyono,

2007). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan dua fenomena atau lebih.

Penelitian ini mencari permasalahan dan perbedaan fenomena yang selanjutnya

mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang ada (Arikunto,

2002).

3.2.

Variabel Penelitian

3.2.1. Identifikasi Variabel

Variabel yang menjadi objek penelitian ini adalah:

I. Variabel bebas (Independent Variable): Wanita Menopause yang bekerja dan

tidak bekerja.

(57)

3.2.1. Definisi Variabel

Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha (dalam Northrup, 2006) secara klinis, menopause

didefinisikan sebagai waktu di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi

selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode menstruasi dan

diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah,

karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.

Sedangkan coping menurut Lazarus dalam Safaria & Saputra (2009) adalah

merupakan strategi untuk manajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang

paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang

nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan

perilaku untuk mengatasi, mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap

tuntutan-tuntutan.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel perilaku coping adalah skor yang diperoleh dari skala yang

mengungkapkan tentang strategi pemecahan masalah melalui Emotional Focused

Coping dan Problem Focused Coping. Indikator coping emotional focused adalah

Seeking social emotional support, Distancing, Escape avoidance, Self control,

(58)

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling,

karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dala populasi itu (Sugiyono, 2007)

Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah:

I. Wanita menopause, yakni waktu di mana seorang wanita tidak mengalami

menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode

menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah

gej ala alamiah, karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.

2. Wanita menopause yang bekerja adalah wanita yang memperoleh/mengalami

perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lain-lain yang sudah

tidak mengalami menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan tidak

teratumya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa menstruasi.

Menopause adalah gejala alamiah, karena merupakan tanda dan proses

berhentinya masa reproduksi.

3. Wanita menopause yang tidak bekerja adalah wanita sebagai ibu rumah tangga

dengan tugas pokoknya adalah merawat, mengasuh, dan membesarkan anak-anak

yang sudah tidak mengalami menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan

tidak teratumya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa

menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah, karena merupakan tanda dan

(59)

3.4.

Pengumpulan Data, Metode dan Instrumen Penelitian

3.4.1. Metode dan Instrumen Penelitian

Penelitan ini menggunakan instrumen pengumpulan data yaitu skala pengukuran

perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja dan tidak bekerja.

Skala perilaku coping dirancang peneliti berdasarkan teori menggunakan skala model

Liker/. Skala Liker/ digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007)

Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku coping disusun berdasarkan teori

Lazarus (1983) dalam Safaria & Saputra (2009) yang mengelompokkan coping menjadi dua jenis yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Dalam

penelitan ini memiliki 4 altematif jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak

Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS) Skoring untuk respon jawaban pada

skala adalah seperti terlihat dibawah ini :

• skor untuk item favorable adalah: SS=4, S=3, TS=2,STS=l

(60)
[image:60.524.37.434.111.671.2]

Tabel 3.1

Blue Print Skala Perilaku Coping

No Apek Yang lndikator Favorable Unfavorable Total

Diuknr

I. Emotional

Focused Coping

a. Seeking social Mencari 1,7 4,11 4

emotional dukungan secara

support emosional

n1aupun sosial

dari orang lain.

b. Distancing Mengeluarkan 16,20 8,23 3

upaya kognitif untuk

melepaskan diri dari masalah atau membuat suatu harapan positif.

c. Escape Menghayal 26,33 30,42 4

avoidance mengenai situasi

atau melakukan tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan.

d. Self control Mencoba untuk 37,43 40, 18 4

mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah

e. Accepting Menerima atau 45,9 5,39 4

responsibility menjalankan

(61)

sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya

f. Posit

if

Mencoba untuk 14, 24,35 28,41 5

reappraisal membuat suatu

arti positif dari situasi dalam mas a

perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat religius.

2. Problem Focused Coping

a. Seeking

Gambar

Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja
Tabel 4.13
Tabel 3.1 Blue Print Skala Perilaku Coping
Tabel 4.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa prinsip dalam hal pembiayaan pada bank syariah sebagaimana disebutkan al- Ma’some (2004: 7) adalah sebagai berikut. 1) character, yaitu penilaian terhadap karakter

KERETA API INDONESIA DIVISI REGIONAL II DI SUMATERA BARAT TAHUN 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak

Pada jam ke 48 sampai jam ke 72 rata-rata pertumbuhannya lebih tinggi di kultur ganda dari pada di kultur tunggal karena sudah terjadi kontak dengan cendawan patogen sehingga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan ada pengaruh konsumsi teh hitam kemasan cup terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa semester

dengan Zulaikha. Burhan itu adalah cinta ilahi yang memenuhi seluruh totalitas wujudnya. Cinta ilahi itu telah menjadi perhatian.. penuh hatinya sehingga tidak

yang satu dengan yang lainnya sehingga sering terjadi deferensiasi produk, Biasanya pembeli baru mendlihnya setelah mengadakan pertimbang- an yang masak, dan setelah harga

Penelitian menemukan bahwa tidak ada masalah berarti yang mengganggu kehidupan seksual pada pasutri setelah pasca operasi vasektomi, kehidupan seksual tetap

Dari sekian banyak langkah yang telah ditempuh seperti, perbaikan infrastruktur jalan, perbaikan fasilitas (kendaraan umum), merperketat pemberian izin (Surat Izin Mengemudi), serta