BEKERJA
Skripsi Dipe1mhi Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gehu Sarja11a Psikologi
Oleh:
LINA A WALINA ZULFA
()iterin,. · ·- ··--...a11r *"" """''""""'-1
105070002225,.tari
: ...
2
...
\hPJ""""'''"セセQN@
'. .. '.\. ...L ...
セNエサZ@
..
:ztcC;s-. l:ztcC;s-. !mink ..
IQ.lJ,l ... .
FAKULTAS PSIKOLOGI'··· .. ·· .. ··· .. .
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDAYATULLAH
MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN TIDAi( BEKERJA
SKRIP SI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Psikologi
Oleh:
LINA A WALINA ZULFA
Nll\1: 105070002225
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
n・ッセ\[L@
M. SI,p,;
NIP. 105 0300 679Fakultas Psikologi
Pembimbing II
Y 1 Adriani, M.Psi, Psi
NIP. 1982 0918 2009 012006
U niversitas Islam N egeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
セng@ BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah kultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta Pada Tanggal 3 :sember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar rjana Psikologi.
Dekan/
.etua Merangkap Anggota
ija Umar, Ph.D P. 130885522
Penguji I
Pembimbing I
nen Tati Sumi ati M.Psi Psi P. I 05 0300 679
Jakarta, 7 Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Anggota
Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota
D . iana Mutiah, M.Si NIP. 150 277 469
PUit1bingn
/(,arena \;ara Jerli«if.ltntuf./(,efuar :f5art
セオ。エオ@
tfier.roaf
an Jllccafa!i' memeca!i'f.annya :f5ensan /(,ef.uatan
:ftu
PERSEMBAHAN:
Sripsi ini adalah ungbapan basih sayang
( C ) Lina A walina Zulfa
( D) Perbedaan Perilaku Coping Pada Wanita Menopause Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja
( E ) 66 halaman + x
( F) Fox-Spencer dan Brown (2002) menegaskan bahwa menopause bukanlah 'perubahan hidup' yang tidak berarti apa-apa. Di usia berapapun seseorang
mengalaminya, ada implikasi-implikasi penting yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Beberapa wanita melewati menopause tanpa merasa terganggu dengan berakhirnya kehidupan reproduktifmereka. Northrup (2006) mengatakan bahwa menjadi tua memang hal yang sering ditakuti oleh para wanita, tetapi hal ini tidak berarti bahwa wanita kehilangan identitas kewanitaannya. Bahkan, seharusnya mereka sadar bahwa mereka memulai fase kehidupan barn sebagai wanita yang matang dalam berpikir. Namun, bagi ban yak wanita yang lain, terntama jika
menopause terjadi Jebih cepat dan tidak diharapkan, hal tersebut dapat menjadi suatu pengalaman yang traumatik dan tidak nyaman Fox-Spencer dan Brown (2002).
Selanjutnya, dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Mereka memiliki pilihan untuk dapat menghadapi masa krisisnya dan melanjutkan hidupnya dengan baik.
Safaria & Saputra (2009) menjelaskan bahwa setiap individu akan berbeda-beda dalam menggunakan coping-nya dalam menghadapi setiap masalah yang sama, semuanya tergantung seberapa baik individu tersebut dalam mengamati perbedaan antara situasi yang menekan dan sumber kekuatan dalam dirinya. Berat-ringannya ganguan pada masa menopause sangat tergantung pada penurnnan aktivitas indung telur, sosial budaya, dan lingkungan serta penerimaan psikologik seorang wanita tentang keadaannya (Lithfiah & Sri M. D, 2006). Berbicara mengenai masalah-masalah yang dialami wanita di usia dewasa madya dalam ha! ini menopause, Sadli
(I 984) memaparkan bahwa ahli-ahli yang memakai pendekatan bio-sosial mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan pengaruh yang
kompleks dari tiga faktor yang saling berpengarnh. Faktor tersebut adalah: Cara suatu lingkungan budaya menetapkan status wanita sebagai anggota masyarakat, Ciri-ciri khas pribadinya, dan Lingkungan khususnya
kuantitatif dengan metode penelitian komparatif. Penelitian dilakukan pada kelompok majlis ta'lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu dengan jumlah sampel 100 orang dengan mengguanakan teknik purposive sampling yang ditentukan dengan teknik uji beda Chi-Square, ha! ini dikarenakan sebaran data dalam penlitian ini tidak normal. Karakteristik sampel adalah wanita menoupause bekerja dan tidak bekerja yang tergabung dalam majlis ta' lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku coping model likert.
Basil uji beda dengan menggunakan teknik Chi-square dihasilkan nilai chi hitung sebesar 2.617. Sementara nilai chi tabel pada tarafsignifikansi 5% dengan df2 adalah sebesar 5.991.Karena nilai chi hitung yang didapat <chi tabel,. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku coping antara wanita menopause yang beke1ja dan tidak bekerja. dengan arah tidak signifikan. Berarti tidak ada
pengaruh antara perbedaan peran wanita (bekerja dan tidak bekerja) terhadap perilaku coping pada wanita menopause.
( G ) Bahan bacaan : 26 Buku, I Skripsi, dan 7 Pustaka Online (2002-2009)
I<ATA PENGANTAR
Segala puja dan puji bagi Illabi Rabb, Sang Pemillik Langit dan Bumi yang Maha
segalanya dan tidak ada yang mampu mengalahkan rasa kasih sayang - Nya kepada
seluruh umat manusia. Shalawat serta salam tercurahkan bagi Rasulullah SAW, suri
tauladan sepanjang masa.
Penulis bersyukur tel ah dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "PERBEDAAN
PERILAKU COPING PADA WANITA MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN
TIDAK BEKERJA" sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kelancaran dalam pembuatan skripsi ini tidak luput dari bantuan yang diberikan oleh
semua pihak. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Jaltja Umar, Ph.D dekan Fakultas Psikologi besertajajararu1ya. 2. Thu Fadilah Suralaga, M.Si pembantu dekan Psikologi besertajajarannya.
3. Netty Hartati, M.Si atas bimbingan dan arahan yang diberikan sebelumnya.
4. Neneng Tati Sumiati, M.si, Psi Pembimbing I yang selalu memberikan arahan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Thu Yufi Adriani. Psi, M.Psi Pembimbing II yang memberikan saran positif
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Psikologi untuk ilmu yang telah
diberikan.
7. Orang yang terpenting dalam hidupku Ayahku (H. Sofyan Tsauri), Kedua
Umiku (Hj. Muhshonah & Zuhroh), Kakakku (Muafiyah) dan Adik-adikku (Afa dan eva) serta seluruh keluarga besarku yang tak pemah letih
8. Wahyudi Iman, atas segala pengorbanan, kasih sayang, semangat dan doa
yang tulus.
9. Ninah Nurjanah dan Ida Isnani bese1ia keluarga mereka yang selalu
mengbibur dikala susab, terimakasih atas segalanya tentang kita, semoga
silatmTal1mi ini tetap terjaga.
10. Yudi Putra, Saifuddin Zuhri, Rohyat, dan Mahachala, terimakasih atas
kebersamaan kalian.
11. Ibu Sariah dan Ibu Nur terima kasih atas bantuan dan doanya.
12. Teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas A.
13. Dian, Rahmi, Wahyu dan Nurhayatunnisa teman-teman KKL terima kasih
atas ke1ja samanya.
14.Ibu-ibu Majlis Ta'lim Al-Barakah di Desa Dukuh Indramayu, terimakasih atas
jasanya karena dengan sukarela membantu proses penelitian ini.
15. Semua orang yang mengajarkan dan memberikan kekuatan melalui doa
tulusnya.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan berlipat ganda dan skripsi ini
dapat berrnanfaat bagi kita sernua. Amiin yaa Rabbal 'alamin.
Jakaiia, 3 Desernber 2009
Abstrak. ... .
Kata Pengantar... m
Daftar Isi... v
Daftar Tabel... vm Daftar Gambar... ... . . . ... . . . .. . . .. . .. . .. .. . .. .. . ... ... . ... . .. . ... . ... . .. . .. . . .. . ... .. vm Daftar Lampiran... 1x
BABI
PENDAHULUAN
I. I. Latar Belakang... .. I 1.2. Identifikasi Permasalahan... 61.3. Rumusan Dan Batasan Masalah... ... .. . . .. 6
1.3.1. Rumusan Masalah... .. . . .. . . 6
1.3.2. Batasan Masalah... .. 6
1.4. Tujuan Penelitian... 7
1.5. Manfaat Penelitian... .. . .. . . ... . . ... 8
BAB2
LANDASAN TEORI
2.1. Usia Dewasa Madya.. .. . . .. . . .. . . 10
2.1.1. Karakteristik Usia Dewasa Mad ya... 10
2.1.2. Tugas Perkembangan Usia Dewasa Mad ya... 13
2.1.2.1. Menopause... 13
A. Faktor Yang Mempengaruhi Menopause.... 15
B. Gejala Fisik Menopause... 16
C. Gejala Psikologis Menopause... 19
1) Ingatan Menurun.. ... . . 20
2) Kecemasan... 21
3) Mudah Tersinggung... .. 23
4) Stres... ... 23
5) Depresi... 24
2.2. Perilaku Coping... 27
2.2.1. Definisi Coping... 27
2.2.2. Komponen Dalam Coping... 30
2.2.3. Proses Terjadinya Coping... 30
2.2.5. Jenis-jenis dalam Coping... 32
2.3. Perilaku Coping Wanita Menopause yang Bekerja dan Tidak Bekerja... .. . . .. . . ... 35
2.4. Kerangka Berpikir... 40
2.5. Hipotesis Penelitian... .. . .. . . ... 40
BAB3
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian... .. . . 423.2. Variabel Penelitian.. .. . ... ... .. .... .. . ... .. .... .. . . 42
3.2.1. Identifikasi Variabel ... 42
3.2.2. Definisi Variabel.. ... ... ... .. ... ... . .. . . 43
3.2.3. Operasional Variabel.. .. ... .... ... ... ... .. . . 43
3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel.. .. .... ... .. . . 44
3.3.1. Populasi Penelitian... .. . ... .. . .. . . 44
3.3.2. Sampel Penelitian... .. . ... . ... .. . .. . . .. . . 44
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel.. .. . .. . . .. . . 45
3.4. Data, Metode dan Instrumen Penelitian... 46
3.4.1. Metode dan Instrumen Penelitian... .. 46
3.4.3. Teknik Analisis Data... 51
3.4.4.Uji Validitas... 52
3.4.5.Uji Reliabilitas... .. . . .. .. . . .. . .. . .. .. .. .. . .. . . 53
3.5. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 53
3.6.1. Persiapan Penelitian... 53
3.6.2. Pelaksanaan Penelitian... 54
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Um um Subjek... 554.1.1. Gambaran Umum Wanita Menopause Berdasarkan Usia... 55
4.1.2. Gambaran Um um Wanita Berdasarkan Laman ya Menopause .. . . .. . . .. . . .. . .. .. .. . . .. .. . 56
4.1.4. Gambaran Umnm Wanita Menopause Berdasarkan Status Pernikahan . .. . . . .. . . .. .. . 58
4.1.5. Gambaran Umum Wanita Menopause Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 60
4.2.1. Uji Nonnalitas... .. . . .. . . .. . . .. . . 62
4.2.2. Uji Homogenitas... .. . . .. . . .. 64
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian... 64
4.3.1. Kaiegorisasi Skor Skala Perilaku Coping... 64
4.3.2. Uji Hipotesis... ... 66
4.3.3. Hasil Utama Penelitian... .. . . ... 67
4.4. Uji Regresi... .. . . .. . . .. . . ... 70
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan... .. . . 755.2. Diskusi . . . .. . .. . . 76
5.3. Saran... 78
5.3.1. Saran Teoritis... .. . .. . . .. . . ... 78
5.3.2. Saran Praktis... .. . .. . . .. . . ... 79
Daftar Pustaka... .. . .. . ... 80
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
DAFTAR TABEL
Blue Print Try Out
[image:14.522.26.425.162.591.2]Blue Print Field Study
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja Berdasarkan Usia
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja
Berdasarkan Usia
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja Berdasarkan
Laman ya Menopause
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja
Berdasarkan Laman ya Menopause
Gambaran Umum Wanita lvfenopause Yang Bekerja Berdasarkan
Status Pemikahan
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja
Berdasarkan Status Pemikahan
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Bekerja
Berdasarkan Pendidikan Terakbir
Gambaran Umum Wanita Menopause Yang Tidak Bekerja
Berdasarkan Pendidikan Terakbir
Tests Of Normality
Tabel 4.11
[image:15.522.76.416.171.495.2]Tabel 4.12
Tabel 4.13
Kategori Coping Peran Wanita Crosstabulation
Chi-Square Tests
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Coping Try Out
Lampiran 2 Uji Reliabilitas Try Out
Lampiran 3 Skala Coping Field Study
Lampiran 4 Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Kategori Coping, Chi-Square Test
1.
1. Latar Belakang
Ditinjau dari siklus kehidupan seseorang, tahap usia dewasa madya atau usia setengah
baya di kenal sebagai masa terjadinya berbagai perubahan. Secara singkat disebut
juga sebagai masa peralihan ( dari dewasa awal ke tahap tua) yang memerlukan
berbagai penyesuaian diri karena dalam periode perkembangan ini terjadi perubahan
biologis dan psikologis dalam diri seseorang. Sebagaimana pertumbuhan dan
perkembangan manusia dari masa bayi sampai dewasa akan menunjukkan perbedaan
individual, maka proses menua dalam periode dewasa madyajuga akan menunjukkan
perbedaan-perbedaan antar individu, maupun dalam individu itu sendiri (Sadli, 1984).
Perkembangan akan dialami oleh setiap individu yang hidup, dan setiap
perkembangan mengandung pengertian adanya suatu proses menuju pada suatu
kematangan pada aspek fisik, psikis, maupun sosialnya. Bila seorang individu telah
mencapai periode kematangan, baik aspek fisik, psikis maupun sosial (yang
umumnya dapat dicapai pada usia remaja-dewasa) maka periode berikutnya adalah
usia lanjut yakni tahap kemantapan dan untuk selanjutnya disebut periode penurunan,
individu yang hidup. Salah satunya adalah peristiwa menopause yang terjadi pada
wanita (Noor, 2001 dalam pksm.mercubuana.ac.id).
Bagi masyarakat, istiah menopause sudah tidak asing lagi. Banyak sekali
pembicaraan mengenai menopause, dari pembahasan ilmiah sampai
pembicaraan-pembicaraan santai yang dilakukan oleh para suami/istri sendiri yang ingin
mengetahui pengertian menopause dan semua yang berkaitan dengan penuaan.
Menopause adalah proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat
menstruasi se!ama satu tahun (Sutanto & Luciana Sutanto, 2007).
Hawari ( 1997) menj elaskan bahwa menopause adalah masa yang terpenting dalam
kehidupan wanita. Menopause merupakan periode dalam kehidupan seorang wanita
yang ditandai dengan berhentinya masa subur (Northrup, 2006). Menurut
Llwellyn-Jones (2005), peristiwa ini terjadi pada usia antara 45 tahun dan 55 tahun.
Da!am sumber lain, fase menopause disebut pula sebagai periode klimakterium
( Climacte1) berarti tahun perubahan, pergantian tahun yang berbahaya). Pada saat
inilah terjadi banyak perubahan dalam fungsi-fungsi psikis dan fisik, sehingga
Hurlock (1996) menjelaskan bahwa menopause (Climacteric) selalu menjadi misteri
bagi kebanyakan wanita. Perubahan fisik yang disertai dengan berbagai kepercayaan
tradisional membuat wanita semakin merasa takut pada saat memasuki masa tersebut.
Fox-Spencer dan Brown (2002) menegaskan bahwa menopause bukanlah 'perubahan
hid up' yang tidak berarti apa-apa. Di usia berapapun seseorang mengalaminya, ada
implikasi-implikasi penting yang akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Beberapa wanita melewati menopause tanpa merasa terganggu dengan berakhirnya
kehidupan reproduktif mereka. Northrup (2006) mengatakan bahwa menjadi tua
memang ha! yang sering ditakuti oleh para wanita, tetapi ha! ini tidak berarti bahwa
wanita kehilangan identitas kewanitaannya. Bahkan, seharusnya mereka sadar bahwa
mereka memulai fase kehidupan baru sebagai wanita yang matang dalam berpikir.
Namun, bagi ban yak wanita yang Jain, terutama jika menopause terjadi lebih cepat
dan tidak diharapkan, ha! tersebut dapat menjadi suatu pengalaman yang traumatik
dan tidak nyaman Fox-Spencer dan Brown (2002). Deutsch menyatakan bahwa sikap
inilah yang menyebabkan wanita dalam usia dewasa madya mempunyai kesulitan
untuk menerima dan menyesuaikan diri terhadap keadaan baru yang berhubungan
Neugarten ( dalam indiegost.blogspot.com) menemukan bahwa yang paling dirasa
mengganggu menopause adalah jika menopause dikaitkan dengan berakhimya daya
tarik, ketidakbergunaan, dan kemampuan seksualitas.
Kekhawatiran yang mereka kemukakan sehubungan dengan usia dewasa madya di
antaranya takut alas keadaan kesehatannya seperti penyakit kanker, anak-anak yang
akan meninggalkan rumah karena menikah, dan hal-hal umum yang berkaitan dengan
proses penuaan. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa faktor-faktor
kebiasaan yang berlaku mengenai wanita, sikap yang ada terhadap kegiatan wanita
sebagai anggota masyarakat dalam suatu lingkungan budaya, tersedianya
peranan-peranan lain selain sebagai ibu, intensitas perasaan yang dianggap penting oleh
wanita yang bersangkutan, keterlibatan emosional yang mendalam dan total dalam
peranannya sebagai ibu akari. ban yak menentukan kesanggupan seseorang untuk
menyesuaikan diri untuk memasuki masa perubahan dalam hidupnya (Sadli, 1984).
Jika kita ingin melihat bagaimana respon individu terhadap tekanan yang berkaitan
dengan tugas perkembangan, Sadli (1984) mengungkapkan bahwa wanita yang
bekerja (apapunjenis pekerjaannya) yang telah dipilih cenderung tidak mudah
terserang gangguan depresi karena ada perasaan lain dalam diri mereka yang secara
aktifikut terlibat dalam suatu kegiatan. Wanita yang bekerja sudah biasa menghargai
peke1jaannya sehingga pada saat menghadapi perubahan dalam dirinya, mereka sudah
terbiasa untuk penyesuaian diri termasuk dalam tugas perkembangan hidupnya.
Berbeda dengan wanita karir, Sadli (1984) menyatakan bahwa wanita yang berperan
sebagai ibu rumah tangga memiliki angka gangguan depresi yang lebih tinggi. Hal ini
dihubungkan dengan keadaan bahwa ibu rumah tangga merasa kehilangan
peranannya sebagai ibu setelah anak-anaknya dewasa, seiring dengan tugas-tugasnya
sebagai ibu rumah tangga yang semakin berkurang.
Oleh karena itu, Priyono ( dalam Hartati, 1997) mengatakan bahwa pada umumnya
wanita yang bekerja mempunyai cara berpikir yang tidak terlalu sempit, dapat
bertukar pikiran dengan teman seprofesinya atau dengan orang lain dapat Jebih bebas
dan merasa senang, lebih santai dan Jebih produktif dalam pekerjaannya serta lebih
bahagia sebagai ibu dan istri, selain itu secara finansial wanita dengan peran ini
mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hubungan dengan anak-anak
juga lebih intim karena waktu yang begitu langka akan dimanfaatkan dengan baik.
Selanjutnya, dalam proses penuaan sendiri mereka sering menemukan cara-cara yang
tepat dan bijaksana dalam mengatasi tantangan yang dihadapi baik yang bekerja
maupun tidak bekerja. Mereka memiliki pilihan untuk dapat menghadapi masa
Dalam penelitian ini, kita akan melihat perbedaan perilaku coping pada wanita
menopause yang beke1ja dan tidak beke1ja.
1.
2. ldentifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitin ini adalah :
1. Bagaimana perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja?
2. Bagaimana perilaku coping pada wanita menopause yang tidak bekerja?
3. Apakah ada perbedaan perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja
dan tidak bekerja?
1.3.
Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1.3.1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan perilaku
coping yang signifikan antara wanita menopause yang bekerja dengan yang tidak
bekerja.
1.3.2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini akan diteliti tentang perbedaan prilaku coping pada wanita
menoupause yang bekerja dan tidak bekerja untuk lebih lanjutnya variabel-variabel
1. 5. Manfaat Penelitian
• Memberikan infom1asi dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya bidang
psikologi klinis.
• Membantu pembaca, khususnya para wanita yang memasuki tahap
menopause untuk mendapatkan gambaran mengenai coping, sesuai dengan
perannya dalam kehidupan baik wanita yang bekerja maupun tidak. Sehingga
diharapkan pada para wanita mampu dan siap menghadapi masa menopause
serta dapat menerapkan pola hidup yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut.
1.6. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun berdasarkan prosedur penulisan yang telah baku dan
untuk lebih jelasnya berikut ini gambaran isi skripsi, yang terbagi menjadi lima bab.
Bab I
Bab II
Pendahuluan yang mencakup : Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Pernmusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Kajian Teori yang terdiri dari : Dewasa Madya, Krakteristik Usia
Dewasa Mad ya, Tugas Perkembangan Usia Dewasa Mad ya,
Bab III
Bab IV
Bab V
Menopause, Gejala Fisik menopause, Gejala Psikologis Menopause,
Dampak Menopause, Definisi Coping, Fungsi Coping, Jenis-jenis
Coping, Perbedaan Perilaku Coping Pada Wanita Menopause yang
Bekerja dan Tidak Bekerja.
Metodologi Penelitian yang mencakup: Metodologi Penelitian
meliputi bagian: Jenis Penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan
Metode Penelitian, Devinisi Operasioanal Variabel. Pengambilan
Sampel yang terdiri dari Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
Sampel. Pengambilan data yang terdiri dari: Metode dan Instrumen
Penelitian, Hasil Uji Instrumen Penelitian. Teknik Pengolahan dan
Analisis Data, Prosedur Penelitian.
Hasil Penelitian: gambaran umum objek penelitian, dan analisis data.
BAB II
l{AJIAN TEORI
2.1. Dewasa Madya
Pada umumnya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia
antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut pada akhirnya ditandai oleh adanya
perubahan-perubahanjasmani dan mental. Oleh karena usia madya merupakan
ー・イゥッ、セ@ yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut
dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu; usia mad ya dini yang membentang dari usia 40
hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 sampai 60
tahun (Hurlock, 1980).
2.1.1. Karakteristik Usia Dewasa madya
Hurlock (1980) menjelaskan beberapa karakteristik usia dewasa madya yang
dianggap sangat penting. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan uraian
berikut ini.
1. Usia Dewasa Madya Merupakan Periode Yang Sangat Ditakuti
Semakin mendekati usia tua, periode dewasa madya semakin terasa lebih
menakutkanjika dilihat dari keseluruhan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
mereka telah mencapai usia tersebut. Beberapa alasan yang berlaku bagi mereka
adalah banyaknya stereotype yang tidak menyenangkan tentang usia dewasa
madya, yaitu kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang
diduga disertai dengan berhentinya reproduksi. Semua itu member pengaruh yang
kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia
dewasa mad ya, kebanyakan orang dewasa mad ya menjadi rindu pada masa muda
mereka dan berharap dapat kembali ke masa-masa itu.
2. Usia dewasa Mad ya Merupakan Masa Transisi
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa usia ini merupakan masa transisi di mana pria
dan wanita meninggalkan cirri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan
memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh cirri-ciri
j asmani dan perilaku yang barn.
3. Usia Madya Adalah Masa Stres
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah
khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung
merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres,
suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus di!akukan di rumah,
bisnis dan aspek sosial kehidupan mereka.
4. Usia Dewasa Mad ya Adalah Usia Yang Berbahaya
Usia dewasa madya dapat berbahaya dalam beberapa ha!, seperti kesusahan fisik
akibat terlalu banyak bekerja rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang
mengalami kebingungan ketika istrinya mengalami menopause. Hal ini tidak
hanya mengganggu hubungan suami istri, tetapi dapat berakibat pada perpisahan
atau perceraian.
5. Usia Dewasa Madya Adalah Usia Canggung
Sama seperti remaja, bukan anak-anak dan bukanjuga dewasa, demikianjuga
wanita dewasa mad ya bukan muda lagi tetapi bukan juga tua.
6. Ericson (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa selama usia madya, orang
akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak
mengerj akan apapun lagi.
7. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Evaluasi
Karena pada saat usia dewasa mad ya pada umumnya merupakan saat pria dan
wanita mencapai puncak prestasinya, maka logislah apabila masa ini juga
merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka
semula dan harapan-harapan orang lain.
8. Usia Dewasa Madya Dievaluasi Dengan Standar Ganda
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yang pertama adalah aspek yang
berkaitan dengan perubahanjasmani, dan bagaimana para pria dan wanita
menyatakan sikap terhadap usia tua. Meskipun arah perkembangannya menuju
9. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Sepi
Masa sepi disebut juga empty nest, yaitu masa ketika anak-anak tidak lama langi
tinggal bersama orang tua, kecuali peristiwa kasuistik seperti terlambat menikah
sehingga pada usia dewasa madya mereka masih harus mengurus anak-anak.
10. Usia Dewasa Madya Merupakan Masa Jenuh
Hurlock (1980) mengemukakan bahwa banyak pria dan wanita mengalami
kejenuhan pada akhir usia tigapuluhan dan empatpuluhan yang disebabkan karena
menipisnya kegiatan dan minimnya hiburan.
2.1.2.
Tugas Perkembangan Usia Dewasa Madya
Salah satu tugas perkembangan usia dewasa lanjut (wanita), menopause merupakan
penyesuaian fisik yang paling sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan terdapat
perubahan-perubahan pada kemampuan seksual di mana pada wanita terjadi peristiwa
berhentinya menstruasi, dan kehilangan peran dalam memelihara anak. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai menopause secara lebih rinci.
2.1.2.1.
M.enopause
Fox-spencer & Brown (2007) menjelaskan bahwa menopause adalah masa transisi dari kehidupan produktif ke kehidupan tidak reproduktif. Selanjutnya Heffner &
sebagai sindrom menghilangnya estrogen. Keadaan ini diketahui dengan berhentinya
menstruasi pada mayoritas wanita.
Dalam kamus psikologi Chaplin (2006) Menopause didefinisikan sebagai periode
kehidupan peada seorang wanita dengan terhentinya menstruasi. Baziad (2003)
menyebutkan bahwa menopause (klimakterik) merupakan periode peralihan dari fase
reproduksi menu ju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi
generatif ataupun endokrinologik dari ovarium.
Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha ( dalam Northrup, 2006) secara klinis, menopause
didefinisikan sebagai waktu di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi
selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode menstruasi dan
diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah,
karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.
Menurut Marsetio & Tjokronegoro (1991), menopause adalah peristiwa biologik yang merupakan tanda suatu peralihan ke masa tua. Woods (dalam Matlin,1987)
menjelaskan bahwa menopause adalah periode berhentinya menstruasi. Peristiwa ini
adalah sesuatu yang khas dan wanita dapat dikatakan menopause apabila tidak
Beberapa wanita bahkan mengalami penghentian siklus menstruasi secara tiba-tiba.
Bahkan Jebih sering mereka melewati satu atau dua periode kemudian mendapatkan
menstruasi normal kemudian berhenti lagi. Secara khas, masa atau hari berlangsung
selama periode menstruasi akan berkurang sampai masa menstruasi berhenti
(Neugarten dalam Matlin, 1987).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa menopause adalah peristiwa yang khas
ditandai dengan berhentinya siklus menstruasi sebagai tanda berakhirnya masa
reproduksi, seseorang dapat dikatakan menopause apabila seorang wanita tidak
mendapatkan menstruasi selama satu tahun. Umumnya menopause terjadi pada usia
50-an tahun, namnn ada juga wanita yang mengalami peristiwa ini lebih awal.
Sebagaimana awai haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu
dengan perempuan yang lainnya.
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Menopause
Baziad (2003) menyebutkan bahwa masuknya fase menopause dalam hidup
seseorang sangat berbeda-beda. Wanita di Eropa tidak akan sama usia
menopause-nya dengan wanita di Asia. Menurut Baziad, faktor genetik memiliki peran terhadap
usia menopause. Usia pertama menstruasi, melahirkan pada usia muda, maupun berat
badan tidak terbukti mempercepat datangnya menopause. Wanita kembar dizigot atau
dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus menstruasi nonual. Baziad juga
menambahkan bahwa usia menopause lebih awal juga dijumpai pada wanita nulipara
(wanita yang, wanita dengan wanita diabetes militus, perokok berat, kurang gizi,
vegetarian, wanita dengan sosio-ekonomi rendah, dan wanita yang tinggal di
ketinggian > 4000m. sedangan pada wanita yang banyak mengkonsumsi daging akan mengalami menopause lebih lambat.
B. Gejala Fisik Menopanse
Baziad (2003) menyebutkan keluhan pada wanita menopause meliputi:
•
Gejolak panas (hot flushes) 70%•
Jantung berdebar-debar 40%•
Gangguan tidur 50%•
Depresi 70%•
Mudah tersinggung, merasa takut, dan lain-lain 90%•
Sakit kepala 70%•
Cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa 65%•
Berkunang-kunang 20%•
Kesemutan 25%•
Gangguan libido 30%•
Opstipasi 40%• Nyeri tulang dan otot 50%
Semua perubahan yang terjadi dalam masa menopause disebabkan oleh perubahan
hormon dalam tub uh, hilangnya estrogen dan tidak adanya progesterone serta
meningkatnya honnon pituitary. Estrogen adalah hormon yang aktif pada jaringan
pembentuk saluran alat kelamin wanita dan pada payudara, sehingga bagian tubuh
inilah yang dipengaruhi (Llwellyn-Jones, 2005). Pada saat inilah terjadi perubahan
fungsi fisik dan vitalitasnya jadi semakin mundur dan berkurang (Kartono, 2007).
Dalam Manuaba (1998) disebutkan bahwa perubahan fisik meliputi perubahan kulit,
lemak di bawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor dan keriput. Kulit
mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam (pada
kulit tumbuh bintik hi tam). Perubahan juga terjadi pada proses metabolisme yang
ditandai dengan menurunnya pengeluaran hormon tiroksin dan insulin, pembakaran
dan keperluan tubuh menjadi menurun. Bila porsi makan tetap seperti pada usia 30
tahun, maka kelebihan bahan nutrisi akan disimpan dalam bentuk lemak dan gula,
akibatnya akan terjadi kegemukan, di mana lemak akan tersimpan pada bagian
bokong, payudara, dan perut. Sedangkan perubahan yang terjadi pada alat genital
meliputi liang senggama terasa leering sehingga saat berhubungan seksual dapat
Ketika seseorang memasuki masa menopause, fisik mengalami ketidaknyamanan
seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh,
misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang--kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah,
dan berdebar-debar (Hurlock, 1980).
Hawari (1997) menggambarkan perubahan fisik yang terjadi pada wanita menopause
sebagai berikut:
1. Perasaannya sebaga wanita relatifberubah menjadi seperti pria.
2. Payudara mulai mengendor, jaringan lemak pada daerah perut, paha, pinggul dan
bokong mulai menyusut.
3. Kulit dan rambut dirasakan mulai kering dan mengendur.
4. Tubuh terasa panas (hot flush), ha] ini dikarenakan pada masa menopause
pembuluh-pembuluh darah di bawah kulit melebar. Heffuer & Schust(2006)
menyebutkan bahwa sekitar 75 % wanita menopause mengalami perasaan panas. Lebih lanjut Heffuer & Schust menambahkan bahwa Hot flushes nocturnal sering membangunkan wanita dari tidumya dan dapat menyebabkan gangguan tidur
yang berat atau insomnia. Menurut Baziad (2003), semburan panas dirasakan
mulai dari daerah dada dan menjalar ke leher dan kepala, kulit di daerah tersebut
terlihat kemerahan meskipun rasa panas, suhu badan tetap normal. Semburan
panas ini akan diikuti dengan sakit kepala, perasaan kurang nyaman, dan
Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut, wanita akan menunjukkan respon
yang berbeda-beda, apaka11 mereka mampu dan siap untuk menghadapinya atau akan
menimbulkan kegelisahan sehingga menimbulkan gejala gangguan psikologis.
C.
Gejala Psikologis Menopause
Menurnt Fox-Spencer & Brown (2007), terdapat kemungkinan yang besar bahwa seseorang akan mengalami gejala psikologis yang luas selama menopause.
Llwellyn-Jones (2005) menyebutkan bahwa seperti halnya masa pubertas yang menyebabkan
seseorang harus beradaptasi, gangguan gelombang hormon pada masa menopause
menjadikan kedua periode tersebut sebagai masa yang sulit.
Sehubungan dengan pernbahan-perubahan fisik di atas, terjadi pula pergeseran atau
erosi dalarn kehidupan psikis pada wanita yang mengalami menopause. Pergeseran
dan perubahan-pernbahan psikis ini mengakibatkan timbulnya satu !crisis, dan
memanifestasikan diri dalam simtom-simtom psikologis, antara lain depresi, mudah
tersinggung dan mudahjadi marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan,
insomnia (tidak bisa tidur) karena sangat bingung dan gelisah, dan lain-lain (Kartono,
2007).
Hawari ( l 997) menyebutkan bahwa gejala-gejala psikis yang mewarnai menopause
Saal wanita mengalami menopause, sering kali kondisi jiwanya Jabil. Artinya, mereka
jadi tidak percaya diri dan perasaan yang sering berubah-ubah.
(lifestyle.okezone.com).
Kuntjoro ( 2002) dalam www.e-psikologi.com menjelaskan bahwa aspek psikologis
yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting peranan dalam
kehidupan sosial Iansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan
dengan pensiun; hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi
kebanggaan sang lansia tersebut.
Lebih lanjut Kuntjoro menjelaskan bahwa beberapa gejala psikologis yang menonjol
ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian,
tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Adajuga lansia yang kehilangan
harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak
dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas
karena fungsi reproduksi yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan
tanda dan gejala dari menopause yaitu:
1) Ingatan Menurnn
Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com mengatakan bahwa, gejala ini terlihat
mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa
pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.
2) Kecemasan
Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause merasa menjadi pencemas.
Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam
menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pemah dikhawatirkan. Misalnya kalau
dulu biasa pergi sendirian ke !uar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan
khawatir, ha! itu seringjuga diperkuat oleh larangan dari anak-anaknya. Kecemasan
pada Ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang
yang cemas dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari
orang di sekitamya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun
orang-orang disekitamya telah memberi dukungan. Menopause rupanya mirip atau sama
juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya
alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada
juga yang biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak (Kuntjoro, 2002 dalam
www.e-psikologi.com).
Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa
• Suasana hati, yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis,
seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang.
• Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar
konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri
sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.
• Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari
situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.
• Perilaku gelisah, yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup,
kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
• Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Selanjutnya Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com menjelaskan bahwa
gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang
dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam
dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat
kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk
menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon
berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, ha! itu dianggap sebagai
hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.
3) Mudah Tersinggung
Kuntjoro (2002) dalam www.e-psikologi.com mengatakan bahwa gejala ini lebih
mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita Jebih mudah tersinggung dan marah
terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin
disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari
proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat
sensitifterhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitamya, terutamajika sikap
dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang
sedang terjadi dalam dirinya.
4) Stres
Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk
para lansia dan menopause. Ketegangan perasaan atau stres selalu beredar dalam
lingkungan peke1jaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan
menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stres dapat menyita energi,
mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya
kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam (Kuntjoro, 2002 dalam
Da!am kamus Psikologi (Chaplin, 2005) stres merupakan suatu keadaan tertekan,
baik secara fisik maupun psikologis. Wangsa (2009) menyebutkan bahwa stres
berasal dari bahasa latin yaitu "stringere" yang mempunya arti ketegangan, dan
tekanan. Stres merupakan reaksi yang tidak diharapkan yang disebabkan oleh
tingginya tuntutan lingkungan kepada seseorang di mana keseimbangan antara
kekuatan dan kemampuannya terganggu.
5) Depresi
Menurut Lubis (2009) Depresi adalah gangguan mood. Kata "mood"
menggambarkan emosi seseorang, serangkaian perasaan yang menggambarkan
kenyamanan atau ketidaknyamanan emosi. Depresi merupakan gangguan mental
yang sering terjadi di tengah masyarakat yang berawal dari stres yang tidak di atasi,
maka seseorang akan jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena
dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.
Data yang dihimpun oleh World Bank menyebutkan prevalensi terjadinya depresi
sekitar 30% terjadi pada wanita dan 12,6% dialami oleh pria (Desjarlais dalam Lubis
2009). Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih
besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria.
Sedangkan depresi dalam konteks menopause diinterpretasikan sebagai kajadian
mudah dialami oleh wanita usia dewasa mad ya yang berada dalam lingkungan
budaya di mana sejak usia gadia ia harus belajar untuk selalu menampilkan dirinya
menarik (bagi lawanjenis), bersikap meladeni (orang lain), pada usia tertentu harus
dapat menemukan jodoh (menikah) dan menjadi ibu. Bila yang bersangkutan sejak
usia gadis tersebut mengikuti budaya ini secara total, maka ia akan mudah
menganggap kejadian proses menua sebagai peristiwa kehilangan kecantikan, harus
melepaskan anak-anak yang dicintai (karena telah dewasa), kehilangan rasa
dibutuhkan orang lain (anggota keluarganya) karena masing-masing sudah
mempunyai kesibnkan sendiri. Sehubungan dengan ini, ia akan dapat dengan mudah
merasa bahwa hidupnya tidak berguna lagi karena peranan-peranan yang telah ia
persiapkan sewaktu muda tidak lagi relevan (Sadli, 1984).
Berat-ringannya ganguan ini sangat tergantung pada penurunan aktivitas indung telur,
sosial budaya, dan lingkungan serta penerimaan psikologik seorang wanita tentang
keadaannya (Lithfiah & Sri M. D, 2006).
Menurut Greenwood (1986) kekalutan emosi selama menopause disebabkan oleh
perubahan penting yang secara kebetulan bersamaan waktunya, yakni budaya yang
ada pada lingkungan dan perubahan yang disebabkan oleh hormon. Dua faktor ini
sebenamya telah menjadi perdebatan penting di lingkungan psikologi, karena
persoalan ini selain kompleks (rumit) juga saling berhubungan. Kedua faktor ini akan
b. Faktor Budaya
Dal am budaya masyarakat kita, wanita identik dengan penampilan lahiriab, mode,
bentuk tub uh dan kemudaan. Hal ini menyulitkan wanita saat mencapai usia
paruh baya. Terutama bagi mereka yang memanfaatkan kesan glamour dan seksi
untuk menarik perhatian kaum pria dan meningkatkan rasa penghargaan terhadap
diri sendiri. Bagi wanita-wanita seperti ini akan menganggap bahwa ha! ini adalah
bencana jika suaminya meninggalkan dirinya untuk mendapatkan teman hidup
yang muda. Wanita dengan karakter demikian akan merasa bahwa dirinya sudah
tidak diinginkan lagi. Semua perasaan ini dapat menyebabkan kegelisahan serta
tekananjiwa dan membutuhkan pertolongan medis.
b. Faktor Hormon
Honn on adalah suatu zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar tertentu
dalam tubuh (tidak semua kelenjar menghasilkan hormon), yang efeknya
mempengaruhi kerja alat-alat tubuh yang lain. Estrogen dan progesterone pada
wanita disebut honnon kelamin (sex hormone). Estrogen pada wanita
menampilkan tanda-tanda kewanitaan seperti kulit halus, suara lemab lembut,
payudara membesar, dan lain-lain. Saat menopause, produksi hormon estrogen
dihentikan. Selanjutnya problem psikologis akan timbul jika wanita tersebut
terlalu mengagungkan fungsi kembang biak dan datangnya menstruasi sebagai
lambing kewanitaan. Secara biologik, menurunnya produksi estrogen memang
mempengaruhi beberapa bagian tubh yang lainnya. Terhadap DNA, estrogen
estrogen berarti juga menurunnya kemampuan sintesa protein oleh DNA (Sadli,
1984).
Selain itu, tekananjiwa dan kegelisahan dapat ditelaah dari segi pandangan
biokimia. Otak menghasilkan zat-zat tertentu yang membuat diri kita merasa puas
dan bahagia, sebagai tanggapan atas latihan olahraga, makanan, cinta, meditasi
dan rangsangan lainnya. Senyawa lainnya dalam otak dapat membuat kita merasa
kesal dan mengalami tekanan jiwa.
2.2.
Perilaku
Coping
Secara teoritis, usaha yang dilakukan inividu untuk mencari jalan keluar dari masalah
agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dapat dikatakan Coping
Strategy (Safaria & saputra, 2009).
2.2.1. Definisi
Coping
" To cope with" adalah ungkapan sehari-hari di Inggris. Secara harafiah "to cope
with" adalah untuk menghadapi suatu musuh atau rintangan (Webster, 1979 dalam
Rice, 1998). Istilah ini cocok untuk pembahasan mengenai tekanan, karena tekanan
pada unmmnya dipandang sebagai suatu musuh atau sesuatu yang mengancam
Lazanus dalam Safari a & Saputra (2009) mengungkapkan bahwa coping merupakan strategi untuk manajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling
sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata
maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku
untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan.
MacArthur & MacArthur (1999) dalam d-tarsidi.blogspot.com (2008) mendefinisikan strategi coping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis,
yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres.
Coping behavior didefinisikan sebagai tingkah laku atau tindakan penanggulangan, di
mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitamya, dengan tujuan
menyelesaikan sesuatu (stressor) dalam bentuk tugas atau masalah (Chaplin, 2006).
Dodds (1993) dalam d-tarsidi.blogspot.com (2008) mengemukakan bahwa pada
esensinya, strategi coping adalah strategi yang dipergunakan individu untuk
melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan
yang dibebankan lingkungan kepadanya.
Ahli lain yang mengemukakan tentang coping Matheny, dkk (dalam Safaria &
sehat, positifmaupun negatif, usaha kesadaran dan ketidaksadaran untuk mencegah,
menghilangkan, atau melemahkan stressor, atau untuk meberikan ketahanan terhadap
dampak stres. Murphy (Safaria & Saputra, 2009) mengatakan bahwa tingkah laku coping sebagai segala usaha untuk mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial
dapat mengancam, menimbulkan frustasi dan tantangan.
Menurut Fleming, dick ( dalam Uyun, 2007), coping dapat diartikan sebagai upaya
kognitif dan perilaku yang digunakan individu untuk mengurangi efek stres.
Selanjutnya Moos (dalam Uyun, 2007) mengatakan bahwa coping adalah
kecendrungan respon yang menetap dalam menghadapi stres dengan cara yang
khusus.
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa coping menghasilkan
dua tujuan, pertama individu mencoba untuk mengubah hubungan antara dirinya
dengan lingkungannya agar mendapatkan basil yang baik. Kedua, individu biasanya
2.2.2.
Komponen dalam Coping
Rudolph, Dennig, dan Weisz (1995) dalam Rice, 1998 memperkenalkan tiga
komponen dalarn coping, yang terdiri dari coping response, coping goal, dan coping
outcome.
1. Coping response, adalah tindakan yang disengaja baik mental atau fisik yang
merupakan respon atas kejadian menekan (stressor).
2. Coping goal, digambarkan sebagai sasaran atau tujuan yang dicapai oleh coping
response yakni untuk menghapuskan atau mengurangi tingkatan tekanan.
3. Coping outcome, yaitu konsekuensi atau basil yang diterima apakah itu baik atau
tidak.
2.2.3.
Proses Terjadinya
Coping
Lazarrus (Safaria & Saputra, 2009) mengatakan bahwa ketika individu berhadapan dengan lingkungan yang baru atau perubahan lingkungan (situasi yang penuh
tekanan), maka akan melakukan penilaian awal (primary appraisal) untuk
menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian tersebut dapat ditafsirkan sebagai
ha! yang positif, netral, atau negatif.
Setelah penilaian awal, maka selanjutnya penilaian sekunder akan muncul (secondmy
appraisal). Penilaian sekunder ialah pengukuran terhadap kemampuan individu
akan melakukan penilaian ulang (re-appraisal) yang akhimya mengarah pada
pemilihan strategi coping untuk penyelesaian rnasalah yang sesuai dengan situasi
yang dihadapinya.
Dalarn memilih strategi coping yang akan dipakai, individu dipengaruhi oleh dua
faktor, yakni faktor ekstemal yakni rneliputi ingatan pengalarnan dan berbagai situasi
yang penting dalarn kehidupan, dan faktor internal meliputi gaya coping yang biasa
dipakai seseorang dalam kehidupan sehari-hari dan kepribadian dari individu
tersebut. Setelah keputusan dibuat untuk rnenentukan strategi coping yang dipakai,
dengan mempertimbangkan faktor ekstemal dan internal, individu akan melakukan
pemilihan strategi coping yang sesuai dengan situasi tekanan yang dihadapinya.
2.2.4. Fungsi
Coping
Lazarrus (Safaria & saputra, 2009) mengernukakan dua fungsi coping, di antaranya: • Yakni untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang sangat menekan.
Beberapa cara untuk mengatur respon emosi, antara lain:
a. mencari dukungan sosial dari sahabat atau keluarga
b. melakukan aktivitas yang disukai; olahraga, menonton film untuk
mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dihadapi.
c. Penggunaan alkohol atau obat-obatan.
• Mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan-keterampilan yang baru digunakan untuk mengubah situasi, keadaan, atau pokok
permasalahan. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini apabila dirinya
yakin akan dapat mengubah situasi (Smet dalam Safaria & Saputra, 2009)
2.2.5.
Jenis-jenis
Coping
1. Emotional Focused Coping
Strategi emotion-focused coping adalah upaya untuk mengontrol konsekuensi
emosional dari peristiwa yang menimbulkan ketegangan. Strategi ini biasanya
dipergunakan untuk menghadapi stressor yang dipersepsi sebagai knrang dapat
dikendalikan (Tarsidi, 2008 dalam d-tarsidi.blogspot.com).
Folkman & Lazarrus (dalam Safaria & Saputra, 2009) mengungkapkan beberapa
aspek emotional focused coping yang merupakan hasil dari penelitian yang
dilakukannya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Seeking social emotional support, yakni mencoba memperoleh dukungan secara
emosional maupun sosial dari orang lain.
b. Distancing, yaitu mengelnarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari
masalah dan membuat harapan positif.
c. Escape avoidance, yaitu menghayal mengenai situasi atau melakukan tindakan
membayangkan bahwa pennasalahannya akan segera pergi dan mencoba untuk
tidak memikirkan mengenai masalah dengan tidur, merokok atau menggunakan
alkohol secara berlebihan.
d. Self control, yakni mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan
sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
e. Accepting responsibility, yaitu menerima masalah yang dihadapi serta mencoba
memikirkan solusi yang terbaik bagi pemrnsalahan tersebut.
f
Positifreappraisal, yaitu memberi nilai positif dari situasi pada masaperkembangan kepribadian dengan pendekatan religius.
2. Problem Focused Coping
Strategi problem focused-solving adalah upaya untuk melakukan suatu aktivitas
untuk menghilangkan keadaan yang menimbulkan tekanan. Strategi ini biasanya
dipergunakan untuk menghadapi masalah-masalah yang cenderung dapat
dikendalikan (Tarsidi, 2008 dalam d-tarsidi.blogspot.com).
Berikut ini adalah aspek-aspek problem focused coping yang diidentifikasikan
oleh Folkman & LazaiTus (dalam Safaria & Saputra, 2009) yang merupakan hasil
penelitian-penelitiannya. Aspek tersebut adalah:
a. Seeking informational support, yaitu mencoba untuk memperoleh infonnasi
dari orang lain, seperti dokter, psikolog atau guru tentang pennasalahan yang
b. Confrontive coping, yakni melakukan penyelesaian masalah secara konkret.
c. Planful problem-solving, yaitu menganalisis setiap situasi yang menimbulkan
masalah serta barusaha mancari solusi secara langsung terhadap masalah yang
sedang dihadapi.
Penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya orang menggunakan keduajenis
strategi coping tersebut untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang menimbulkan
stres. Lebih menonjolnya penggunaan satujenis strategi dibandingjenis lainnya
sebagian ditentukan oleh gaya personal (misalnya ada orang yang lebih aktif daripada
yang laim1ya) dan juga oleh jenis peristiwa yang menimbulkan stres itu.
Coping juga dapat diklasifikasikan sebagai active coping strategies dan avoidant
coping strategies (MacArthur & MacArthur, 1999 dalam d-tarsidi.blogspot.com).
Active coping strategies adalah upaya behavioral atau psikologis yang dirancang
untuk mengubah hakikat stressor itu sendiri atau mengubah earn berpikir tentang
penyebab stres itu, sedangkan avoidant coping strategies adalah upaya untuk
menghindari berhubungan langsung dengan peristiwa penyebab stres dengan
melakukan aktivitas seperti penggunaan alkohol atau secara psikologis menjauhkan
2.3.
Perilaku
Coping
Wanita
Menopause
yang Bekerja dan
Tidak Bekerja
Coping merupakan strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan
masalah yang paling sederhana dan realistis, serta berfungsi untuk membebaskan diri
dari masalah yang nyata maupun tidak nyata dan coping merupakan semua usaha
secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi dan tahan terhadap
tuntutan-tuntutan (Safaria & Saputra, 2009).
Ada perbedaan yang menarik, bagaimana budaya dan gender mempengaruhi tipe
coping yang digunakan. Chang (2000) dalam wangmuba.com, menemukan kesamaan
memandang pentingnya coping yang berfokus pada emosi yang digunakan oleh
kelompok Asia Amerika dengan coping yang berfokus pada problem yang digunakan
oleh kelompok Kaukasian Amerika. Seiffge-Krenke dan Shulman (1990) dalam
wangmuba.com, menemukan bahwa perbedaan budaya dalam coping antara remaja
Jennan dan Istrael. Remaja Jerman cenderung menggunakan perilaku coping yang
aktif seperti mencari nasehat dan dukungan sosial, sedangkan remaja Israel cenderung
untuk menggunakan perilaku yang lebih internal seperti mencari pemecahan sendiri
(Price & Crapo, 2002 dalam wangmnba.com). Mereka jnga menemukan bahwa gadis Jerman dan Israel cenderung untuk mencari dukungan sosial dibandingkan laki-laki,
gadis jerman yang paling condong untuk menarik diri sebagai perilaku untuk
Safaria & Saputra (2009) menambahkan bahwa setiap individu akan berbeda-beda dalam menggunakan coping-nya dalam menghadapi setiap masalah yang sama,
semuanya tergantung seberapa baik individu tersebut dalam mengamati perbedaan
antara situasi yang menekan dan sumber kekuatan dalam dirinya.
Berbicara mengenai masalah-masalah yang dialami wanita di usia dewasa madya
dalam ha! ini menopause, Sadli (1984) memaparkan bahwa ahli-ahli yang memakai
pendekatan bio-sosial mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut merupakan
suatu pengaruh yang kompleks dari tiga faktor yang saling berpengaruh. Faktor
tersebut adalah:
1. Cara suatu lingkungan budaya menetapkan status wanita sebagai anggota
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam aturan-aturan mengenai apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan oleh wanita, dan apa yang diharapkan darinya dalam
mengisi peranannya.
2. Ciri-ciri lchas pribadinya. Hal ini merupakan hasil perpaduan dari aspek heriditer
dan pengalaman-pengalamannya.
3. Lingkungan lchususnya. Hal ini berhubungan dengan suammya, besamya
keluarga, status sosial-ekonominya, dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan menopause dan perbedaan perilaku coping antara wanita
yang bekerja dan tidak bekerja, Priyono (dalam Hartati, 1997) mengatakan bahwa
bertukar pikiran dengan teman seprofesinya atau dengan orang lain dapat lebih bebas
dan merasa senang, lebih santai dan lebih produktif dalam pekerjaannya serta lebih
bahagia sebagai ibu dan istri, selain itu secara finansial wanita dengan peran ini
mempunyai kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hubungan dengan anak-anak
juga lebih intim karena waktu yang begitu langka akan dimanfaatkan dengan baik.
Jika selama ini ada anggapan yang menyebutkan wanita karir susah membagi waktu
antara pekerjaan dan keluarga ada baiknya mulai berpikir Jagi. Ilmuwan di Inggris
menyebutkan berkutat dengan karir, menjadi istri sekaligus ibu akan membuat wanita
tetap sehat. Dal am sebuah penelitian terhadap wanita Inggris yang lahir pada 1946,
ilmuwan menemukan mereka yang memiliki sejumlah peran, seperti sebagai wanita
karir dan ibu rumah tangga, atau menjadi single parent sambil bekerja cenderung
memiliki kondisi kesehatan yang jauh Jebih baik dibanding mereka yang melulu
hanya sebagai ibu rumah tangga. Dalam laporan tersebut tertulis wanita yang
memiliki dua atau lebih peran dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki kondisi
kesehatannya tetap baik pada saat ia mencapai usia 54 tahun. Wanita karir cenderung
memiliki kondisi kesehatan yang umumnya baik karena mereka mengkombinasikan
karir dan keluarga dalam menjalani kehidupan (Antz, 2006 dalam
menginjak usia dewasa, selain aktivitas sebagai ibu rumah tangga yangjuga mulai
berkurang (Sadli, 1984).
Antz (2006) dalam www.doktertomi.com mengatakan bahwa wanita yang memiliki
satu peran saja dalam kehidupannya misalnya hanya menjadi ibu rumah tangga atau
wanita berkerja yang tetap melajang umumnya mengalami penurunan kondisi
kesehatan yang cukup nyata setelah mencapai usia paruh baya.
Namun, Kartono (2007) mengatakan bahwa para wanita yang pada masa mudanya
diserap oleh fungsi reproduksi dengan melahirkan banyak anak secara berturut-turut,
pada masa menopause bias menyalurkan aktivitasnya ke dalam macam-macam
kegiatan, seperti kegiatan sosial, dengan semangat tinggi terjun di bidang politik,
menggali bakat-bakat masa mudanya yang ditinggalkan ketika ia menjelang usia
adolesen atau sesudah menikah misalnya; melukis, memahat, menyanyi, memainkan
musik, dan lain-lain. Ada juga ibu-ibu setengah baya yang mengembangkan suatu
seni, keterampilan, hobi, dan lain-lain.
Banyak wanitafeminin ketika masa mudanya bersediadengan ikhlas menyisihkan
kegiatan dan interest pribadinya demi kebahagiaan anak dan suaminya, juga demi
kesempurnaan fungsi keibuannya. Oleh karena fungsi reproduksinya yang <lulu
sudah selesai, maka pada periode klimakteris, wanita ini mulai menggali lagi semua
kemampuan melukis, bakat intelektual, dan bakat artistiknya. Misalnya melukis,
menulis novel, menyanyi, memainkan alat music, bergiat di bidang sosial, politik, dan
lain-lain. Dengan meningkatnya aktivitas tersebut pada hakekatnya merupakan
bentuk protes, yaitu sebagai bukti penguatan, bahwa wanita itu bukan hanya untuk
melahirkan saja, akan tetapi wanita juga mempunyai kemampuan intelektual yang
berkualitas tinggi.
2.3.
Kerangka Berpikir
Emotional Focused Coping
Problem Focused Coping
2.4.
Hipotesis Penelitian
Menopause
Wanita Bekerja
Wanita Tidak Bekerja
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di
mana rumusan masalah peneliian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
relevan, belum didasarkan pada fakta empiris yang dperoleh melalui pengumpulan
data (Sugiyono, 2007).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara wanita menopause yang bekerj a dan tidak
bekerj a dalam mengatasi stres
Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita menopause yang bekerja dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yakui
penelitian yang berupa angka-angka dan analisa penggunaan statistik dan
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian (Sugiyono,
2007). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan dua fenomena atau lebih.
Penelitian ini mencari permasalahan dan perbedaan fenomena yang selanjutnya
mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang ada (Arikunto,
2002).
3.2.
Variabel Penelitian
3.2.1. Identifikasi Variabel
Variabel yang menjadi objek penelitian ini adalah:
I. Variabel bebas (Independent Variable): Wanita Menopause yang bekerja dan
tidak bekerja.
3.2.1. Definisi Variabel
Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha (dalam Northrup, 2006) secara klinis, menopause
didefinisikan sebagai waktu di mana seorang wanita tidak mengalami menstruasi
selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode menstruasi dan
diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah,
karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.
Sedangkan coping menurut Lazarus dalam Safaria & Saputra (2009) adalah
merupakan strategi untuk manajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang
paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang
nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan
perilaku untuk mengatasi, mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap
tuntutan-tuntutan.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
Operasional variabel perilaku coping adalah skor yang diperoleh dari skala yang
mengungkapkan tentang strategi pemecahan masalah melalui Emotional Focused
Coping dan Problem Focused Coping. Indikator coping emotional focused adalah
Seeking social emotional support, Distancing, Escape avoidance, Self control,
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling,
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dala populasi itu (Sugiyono, 2007)
Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah:
I. Wanita menopause, yakni waktu di mana seorang wanita tidak mengalami
menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan tidak teratumya periode
menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa menstruasi. Menopause adalah
gej ala alamiah, karena merupakan tanda dan proses berhentinya masa reproduksi.
2. Wanita menopause yang bekerja adalah wanita yang memperoleh/mengalami
perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lain-lain yang sudah
tidak mengalami menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan tidak
teratumya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa menstruasi.
Menopause adalah gejala alamiah, karena merupakan tanda dan proses
berhentinya masa reproduksi.
3. Wanita menopause yang tidak bekerja adalah wanita sebagai ibu rumah tangga
dengan tugas pokoknya adalah merawat, mengasuh, dan membesarkan anak-anak
yang sudah tidak mengalami menstruasi selama satu tahun yang diawali dengan
tidak teratumya periode menstruasi dan diikuti dengan berhentinya masa
menstruasi. Menopause adalah gejala alamiah, karena merupakan tanda dan
3.4.
Pengumpulan Data, Metode dan Instrumen Penelitian
3.4.1. Metode dan Instrumen Penelitian
Penelitan ini menggunakan instrumen pengumpulan data yaitu skala pengukuran
perilaku coping pada wanita menopause yang bekerja dan tidak bekerja.
Skala perilaku coping dirancang peneliti berdasarkan teori menggunakan skala model
Liker/. Skala Liker/ digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007)
Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku coping disusun berdasarkan teori
Lazarus (1983) dalam Safaria & Saputra (2009) yang mengelompokkan coping menjadi dua jenis yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Dalam
penelitan ini memiliki 4 altematif jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak
Sesuai (TS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS) Skoring untuk respon jawaban pada
skala adalah seperti terlihat dibawah ini :
• skor untuk item favorable adalah: SS=4, S=3, TS=2,STS=l
Tabel 3.1
Blue Print Skala Perilaku Coping
No Apek Yang lndikator Favorable Unfavorable Total
Diuknr
I. Emotional
Focused Coping
a. Seeking social Mencari 1,7 4,11 4
emotional dukungan secara
support emosional
n1aupun sosial
dari orang lain.
b. Distancing Mengeluarkan 16,20 8,23 3
upaya kognitif untuk
melepaskan diri dari masalah atau membuat suatu harapan positif.
c. Escape Menghayal 26,33 30,42 4
avoidance mengenai situasi
atau melakukan tindakan atau menghindar dari situasi yang tidak menyenangkan.
d. Self control Mencoba untuk 37,43 40, 18 4
mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah
e. Accepting Menerima atau 45,9 5,39 4
responsibility menjalankan
sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya
f. Posit
if
Mencoba untuk 14, 24,35 28,41 5reappraisal membuat suatu
arti positif dari situasi dalam mas a
perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat religius.
2. Problem Focused Coping
a. Seeking