• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Morfologi Sagital Skeletal Wajah Berdasarkan Analisis Steiner dan Jefferson

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Morfologi Sagital Skeletal Wajah Berdasarkan Analisis Steiner dan Jefferson"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN MORFOLOGI SAGITAL SKELETAL WAJAH

BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ADE MAYA SARI S

NIM: 090600006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2013

Ade Maya Sari S

Gambaran Morfologi Sagital Skeletal Wajah Berdasarkan Analisis Steiner dan

Jefferson

x + 38 halaman

Analisis sefalometri digunakan untuk menentukan morfologi skeletal fasial

seorang pasien. Ada beberapa analisis sefalometri yang dapat digunakan dokter gigi

antara lain analisis Steiner dan analisis Jefferson. Analisis Steiner menggunakan

parameter besar sudut, sedangkan analisis Jefferson menggunakan pengukuran linear.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah

berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

Jenis penelitian ini merupakan rancangan penelitian deskriptif untuk

mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner

dan Jefferson. Sampel dalam penelitian ini adalah foto sefalometri pasien yang datang

ke klinik spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU periode 2004-2008 dan

dari praktek swasta ortodontis yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

berjumlah 45 sefalogram.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis Steiner persentase

maloklusi skeletal Klas I sebanyak 40%, 40% Klas II, dan 20% Klas III. Berdasarkan

(3)

IIIB; 6,7% Klas IIIC; dan 51,1% Klas BR. Kesesuaian antara analisis Steiner dan

Jefferson menunjukkan hanya 34,5% prevalensi kesesuaian deskripsi antara analisis

Steiner dan Jefferson.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kesesuaian deskripsi

antara analisis Steiner dan Jefferson hanya bernilai 34,5% dari jumlah sampel.

Perbedaan yang diperoleh berdasarkan kedua analisis tersebut dapat disebabkan oleh

perbedaan parameter yang digunakan yaitu linear dan sudut.

(4)

GAMBARAN MORFOLOGI SAGITAL SKELETAL WAJAH

BERDASARKAN ANALISIS STEINER DAN JEFFERSON

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ADE MAYA SARI S

NIM: 090600006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 31 Januari 2013

Pembimbing Tanda Tangan

1. Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K) ... NIP : 19580828 198803 1 002

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 06 Januari 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K)

ANGGOTA : 1. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp. Ort

2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia atas waktu dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K) dan Hilda Fitria Lubis, drg., Sp. Ort selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, saran serta motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku dosen tim penguji yang telah menyediakan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.

5. Ucapan teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta

Darma Halim Siregar SE. M.Kes dan Hartini atas doa, nasihat, dukungan yang terus menerus sehingga skripsi ini dapat selesai. Juga pada kakak dan adik penulis yaitu

Fitri Nur Malini S,dr dan Auliya Doli Rizki S atas doa dan motivasi yang diberikan. 6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU di departemen Ortodonsia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

(8)

8. Teman-teman terbaik yaitu Ayu, Nadia, Sarah, Indy, Tri, Mimi, Ivo, Nina

yang selalu membantu dan memotivasi penulis.

9. Senior dan junior yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang selalu memotivasi penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti, fakultas, dan perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang Ortodonti.

Medan, Februari 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi ... 5

2.2 Radiografi Sefalometri ... 7

2.3 Analisis Skeletal Sefalometri... 9

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional... 20

3.5 Alat dan Bahan ... 21

3.6 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 24

(10)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 34 6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan analisis Steiner ... 25

2. Prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan analisis Jefferson ... 26

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sefalogram Frontal (A), Sefalogram Lateral (B) ... 8

2. Titik-titik sefalometri pada analisis jaringan keras... 11

3. Sudut SNA ... 12

4. Sudut SNB ... 13

5. Sudut ANB ... 13

6. Titik Referensi pada analisis Jefferson ... 15

7. Empat dataran pada analisis Jefferson dan tiga busur referensi . 17 8. Klas IIIB ... 18

9. Alat dan bahan yang digunakan ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kerangka teori

2. Kerangka Konsep

3. Uji Intraoperator

4. Hasil pengukuran morfologi skeletal sagital wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson

5. Hasil perhitungan statistik morfologi skeletal sagital wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson

6. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang

(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2013

Ade Maya Sari S

Gambaran Morfologi Sagital Skeletal Wajah Berdasarkan Analisis Steiner dan

Jefferson

x + 38 halaman

Analisis sefalometri digunakan untuk menentukan morfologi skeletal fasial

seorang pasien. Ada beberapa analisis sefalometri yang dapat digunakan dokter gigi

antara lain analisis Steiner dan analisis Jefferson. Analisis Steiner menggunakan

parameter besar sudut, sedangkan analisis Jefferson menggunakan pengukuran linear.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah

berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

Jenis penelitian ini merupakan rancangan penelitian deskriptif untuk

mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner

dan Jefferson. Sampel dalam penelitian ini adalah foto sefalometri pasien yang datang

ke klinik spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU periode 2004-2008 dan

dari praktek swasta ortodontis yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

berjumlah 45 sefalogram.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis Steiner persentase

maloklusi skeletal Klas I sebanyak 40%, 40% Klas II, dan 20% Klas III. Berdasarkan

(15)

IIIB; 6,7% Klas IIIC; dan 51,1% Klas BR. Kesesuaian antara analisis Steiner dan

Jefferson menunjukkan hanya 34,5% prevalensi kesesuaian deskripsi antara analisis

Steiner dan Jefferson.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kesesuaian deskripsi

antara analisis Steiner dan Jefferson hanya bernilai 34,5% dari jumlah sampel.

Perbedaan yang diperoleh berdasarkan kedua analisis tersebut dapat disebabkan oleh

perbedaan parameter yang digunakan yaitu linear dan sudut.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Maloklusi mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap kualitas hidup individual.1 Prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80% dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Seiring dengan pengetahuan

masyarakat dan keinginan untuk memperbaiki kualitas hidup, maka permintaan kebutuhan ortodonti di kalangan masyarakat meningkat.1,2

Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial yang

baik secara estetika.2 Pada dasarnya, perawatan ortodonti adalah usaha pengawasan untuk membimbing dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa.3 Pencapaian keharmonisan fungsional dan proporsi kraniofasial yang estetik merupakan tujuan dari perawatan ortodonti.1,4,5

Perawatan ortodonti mencakup perawatan terhadap gigi dan skeletal wajah. Pertumbuhan dan perkembangan wajah merupakan pertimbangan penting untuk perawatan ortodonti.6 Ricketts (cit, Jefferson 2004) menyatakan pentingnya meramalkan proporsi normal wajah dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Ricketts juga menyatakan bahwa manusia tidak hanya ingin terlihat menarik tetapi juga sehat.7,8

Seiring waktu, standard ideal kecantikan berubah. Pada zaman Yunani kuno profil datar dan retrusif lebih menarik. Ini dilihat dari hasil pahatan patung pada

zaman tersebut. Sekarang ini, persepsi profil wajah yang ideal adalah profil yang protrusif dan mempunyai bibir yang penuh. Dengan kata lain, masyarakat sekarang

(17)

menurut masyarakat. Hasilnya menunjukkan wanita yang menarik mempunyai profil

jaringan keras yang lebih cembung.9

Studi sebelumnya menemukan hubungan antara pola anteroposterior skeletal dengan pernafasan.5,10 Anak dengan maloklusi skeletal Klas II menunjukkan pernafasan yang sempit dibanding anak dengan maloklusi skeletal Klas I dan III.10 Perawatan ortodonti dilakukan untuk mencapai estetik wajah, memperbaiki kelainan temporomandibula serta nyeri kranio-mandibula sehingga mendapatkan keadaan maksila dan mandibula yang ideal.7 Struktur skeletal fasial mempunyai nilai estetik dan pengaruh psikologi yang lebih besar daripada kelainan morfologi gigi.11

Beberapa alat untuk mendukung diagnostik telah dipakai, termasuk radiografi sefalometri.12,13 Analisis sefalometri digunakan untuk menentukan posisi skeletal fasial yang ideal. Nilai sefalometri biasanya dibedakan berdasarkan ras

tertentu.14 Tidak ada garis panduan yang pasti untuk menentukan posisi ideal dari maksila dan mandibula dengan kriteria universal tanpa membedakan umur, ras,

jenis kelamin, dan variabel lain.12 Walaupun demikian, permintaan perawatan ortodonti yang meningkat mengharuskan dokter gigi mencari standar untuk

menentukan posisi maksila dan mandibula yang ideal.

Ada banyak analisis sefalometri yang dikenal di kedokteran gigi. Yaitu analisis Down, analisis Steiner, analisis Tweed, analisis McNamara, analisis Sassouni dll.1,15,16 Untuk mendiagnosa hubungan skeletal fasial secara akurat, analisis yang digunakan harus dapat menaksir posisi anteroposterior dari maksila dan mandibula. Analisis tersebut harus mampu menaksir hubungan anteroposterior dari maksila dan mandibula dengan basis kranial.7 Idealnya, analisis sefalometri harus mudah untuk ditracing, diagnosa, efisien, universal, dan akurat.7

Studi JCO (2002) menunjukkan prosedur diagnosis dan perawatan ortodonti yang digunakan oleh para dokter gigi di USA tahun 1986, 1990, dan 1996 menunjukan bahwa 45% dari dokter gigi menggunakan analisis Steiner dibanding analisis lain.13 58 % dokter gigi di Belanda menggunakan analisis Steiner, diikuti

(18)

dokter gigi menggunakan lebih dari satu analisis untuk menentukan diagnosis dan

rencana perawatan.13

Analisis Steiner menentukan hubungan skeletal maksila dan mandibula terhadap basis kranial.5 Sudut yang digunakan pada analisis ini adalah sudut SNA, SNB, dan ANB. Pada analisis Steiner, kelainan skeletal dibagi menjadi tiga Klas, yaitu Klas I, Klas II, dan Klas III.1,5,15

Selain analisis yang dikemukakan di atas, terdapat analisis lain, yaitu analisis Jefferson. Analisis Jefferson mempunyai semua persyaratan yang dibutuhkan untuk sebuah analisis sefalometri. Analisis Jefferson mengarahkan pasien menuju profil yang ideal, sendi temporomandibula yang normal, dan kesehatan psikologi.8 Batas yang digunakan hampir sama pada analisis Steiner.7

Analisis Jefferson menggunakan dataran kranial, palatal, oklusal dan mandibula sebagai patokan pengukuran. Keempat dataran ini akan digunakan untuk

menentukan titik Center “O”, busur anterior, busur age 4 vertical, dan busur age 18

vertical. Busur anterior ini merupakan patokan dalam menentukan tipe maloklusi

skeletal. Pada analisis Jefferson, kelainan skeletal dibagi menjadi sembilan Klas, yaitu Klas I, Klas II (IIA, IIB,IIC), Klas III (IIIA, IIIB, IIIC), BP (Biskeletal

Prognati) dan BR (Biskeletal Retrognati).7,8

Di Indonesia, analisis Steiner merupakan analisis yang umum digunakan, termasuk di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis di Medan. Berdasarkan perbedaan antara besar sudut dan linear yang digunakan pada analisis Steiner dan Jefferson, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis

(19)

2. Berapa prevalensi maloklusi skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan

Jefferson?

3. Bagaimana prevalensi kesesuaian deskripsi maloklusi skeletal wajah antara analisis Steiner dan Jefferson?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

Tujuan khusus dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi maloklusi skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

2. Untuk mengetahui prevalensi kesesuaian deskripsi maloklusi skeletal wajah

antara analisis Steiner dan Jefferson.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai penunjang di dalam diagnosis ortodonti.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MALOKLUSI

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi dalam lengkung gigi, ataupun hubungan geligi dalam suatu susunan lengkung gigi dengan gigi antagonis, yang tidak sesuai dengan morfologi normal pada kompleks maksilo dentofasial.

2.1.1 Jenis Maloklusi

Secara umum, maloklusi dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:

1. Maloklusi intra lengkung

Maloklusi intra lengkung adalah malposisi gigi dan hubungannya terhadap

lengkung. Yang dimaksud dengan malposisi gigi seperti inklinasi lebih ke distal/mesial/lingual/bukal, pergeseran ke mesial/distal/lingual/bukal, oklusi supra versi/infra versi, rotasi gigi, maupun transposisi. 17,18

2. Maloklusi inter lengkung

Maloklusi ini dikarakteristikkan ke dalam hubungan abnormal antara dua atau lebih gigi dari satu lengkung ke lengkung yang lain. Maloklusi ini dapat terjadi pada arah sagital, vertikal, maupun transversal.17,18 Maloklusi sagital berupa oklusi prenormal dan post normal. Oklusi prenormal yaitu lengkung bawah lebih ke depan ketika pasien melakukan oklusi sentrik. Oklusi post normal yaitu lengkung bawah lebih ke distal ketika pasien melakukan oklusi sentrik. 17,18

(21)

maloklusi transversal berupa crossbites dimana hubungan transversal abnormal antara

rahang atas dan bawah.17

3. Maloklusi skeletal

Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan antara rahang.18 Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital, vertikal, maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati ataupun retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal berupa rahang sempit ataupun lebar.17

2.1.2 Etiologi Maloklusi

Maloklusi disebabkan oleh beberapa faktor, bukan hanya satu faktor saja.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maloklusi, yaitu:1,5 1. Herediter.

Genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya maloklusi seperti, ukuran dan bentuk gigi, ukuran dan bentuk rahang, kelainan dental, gigi

berjejal,overjet dan lain-lain.17,18 2. Keadaan kongenital.

Keadaan ini dilihat setelah bayi lahir. Penyebabnya dapat berupa infeksi, faktor mekanik saat melahirkan, dampak radiologi, nutrisi dan kimia.17

3. Pengaruh lingkungan.

Tekanan berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial. Tekanan ini mungkin dapat menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dari jaringan lunak.5 Lingkungan dapat dibagi menjadi faktor prenatal dan post natal. Faktor prenatal dapat berupa nutrisi yang didapatkan ketika bayi masih dalam kandungan dan juga dapat berupa diet dan metabolisme ibu hamil.17 Faktor post natal dapat berupa tekanan forsep saat melahirkan, cerebral palsy, traumatik pada TMJ, dan lain-lain.17

(22)

Adaptasi fisiologi dapat menyebabkan basis skeletal mengalami diskrepansi.

Gigi erupsi mempunyai pengaruh terhadap tekanan jaringan lunak bibir, dagu, dan lidah. Pada bagian labial, menyebabkan proklinasi gigi dan lengkung gigi. Ini terlihat pada maloklusi skeletal Klas III.

5. Kebiasaan buruk.

Kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan otot menjadi lebih ke distal menghambat pertumbuhan dan rotasi mandibula sehingga mandibula mengalami retrognati.5

2.2 RADIOGRAFI SEFALOMETRI

Penemuan X-Ray oleh Roentgen pada tahun 1895 membawa revolusi terhadap kedokteran gigi. Radiografi yang digunakan pada kepala dapat diukur dengan dua dimensi yang memungkinkan untuk melihat pertumbuhan dan

perkembangan kraniofasial dengan akurat. Pengukuran kepala menunjukkan bayangan dari pandangan tulang dan jaringan lunak dan dikenal sebagai radiografi

sefalometri (Krogman dan Sassouni, 1957).16

Teknik teleroentgenografi untuk memproduksi film lateral dikenalkan oleh

Pacini pada tahun 1922. Dengan metode ini, ukuran dari gambar diturunkan dengan meningkatkan jarak fokus film. Tetapi terdapat distorsi karena pergerakan kepala selama waktu terpapar.16 Tahun 1934, Hofrath dari Jerman dan Broadbent dari US yang mengadakan penelitian penyediaan alat tentang peralatan klinik untuk mempelajari maloklusi dan disproporsi skeletal.5,15,16,19

Foto sefalometri (sefalogram) merupakan rekam ortodonti yang sangat berguna untuk menentukan kelainan skeletal, letak gigi, profil dan lain-lain.20 Tujuan awal dari radiografi sefalometri adalah meneliti pola pertumbuhan kraniofasial. Konsep pertumbuhan dan perkembangan yang normal juga diperolah dari studi sefalometri. Sefamometri dapat digunakan untuk mengevaluasi proporsi dentofasial dan menjelaskan anatomi dasar dari maloklusi.15 Pada diskrepansi skeletal secara transversal, posisi anteroposterior dapat dilihat dan dievaluasi menggunakan

(23)

Dokter gigi perlu mengetahui komponen fungsional dari wajah dan kaitannya

dengan bagian lain karena maloklusi merupakan interaksi antara posisi rahang dan posisi gigi yang mempunyai efek langsung terhadap hubungan rahang. Oleh karena itu, observasi melalui sefalometri mempunyai pengaruh yang besar terhadap perawatan.15,21

1.2.1 Jenis Sefalometri

Sefalometri dibagi menjadi dua menurut analisisnya :

1. Sefalogram frontal yaitu gambaran frontal atau posteroanterior dari tengkorak kepala. Sefalogram frontal dapat dilihat pada Gambar 1(A).

2. Sefalogram lateral yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala. Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisa profil jaringan lunak aspek lateral. Sefalogram lateral dapat dilihat pada Gambar 1(B).

( A ) ( B )

Gambar 1. ( A ) Sefalogram Frontal, ( B ) Sefalogram Lateral

1.2.2 Kegunaan Sefalometri

(24)

Sefalogram membantu menginformasikan tentang beragam pola pertumbuhan,

gambaran struktur kraniofasial, memprediksi pertumbuhan, dan memprediksi kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodonti.

2. Menegakkan diagnosa atau analisa kelainan kraniofasial.

Sefalogram digunakan dalam mengidentifikasi, menentukan gambaran, melihat kelainan dentokraniofasial, maupun malrelasi skeletal dan dental sehingga dapat ditegakkan diagnosa.

3. Mempelajari tipe wajah.

Sefalogram dapat digunakan untuk mengukur tinggi skeletal wajah pasien. Dengan melakukan pengukuran ini dokter gigi dapat mempelajari tipe wajah dan juga dapat mempengaruhi rencana perawatan.

4. Merencanakan suatu perawatan ortodonti.

Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan memprediksi morfologi

kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal tersebut diperoleh dengan menyusun rencana perawatan yang baik.

5. Mengevaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.

Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga akhir perawatan dapat digunakan

dokter gigi untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan yang dilakukan serta dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin dilakukan.

6. Melakukan penelitian.

Sefalogram dapat digunakan sebagai sumber untuk melakukan penelitian mengenai skeletal wajah dan juga hubungannya dengan jaringan lunak.

2.3 ANALISIS SKELETAL SEFALOMETRI

Banyak analisis sefalometri yang telah ditemukan. Setiap analisis menjelaskan bagaimana seharusnya posisi skeletal dan fasial agar terlihat lebih estetis.1,16 Analisis sefalometri dipopulerkan sejak perang dunia kedua. Dimulai dari analisis Down dan berkembang menjadi analisis lain seperti analisis Steiner, Sassouni, Harvold, Wits, McNamara, Tweed, dan Jefferson.15,22 Tapi pada penulisan ini, kami hanya

(25)

Analisis terhadap jaringan keras dan lunak wajah dapat dilakukan pada

sefalogram lateral. Sefalogram lateral dapat ditracing menggunakan pensil dan kertas tracing. Regio periferal harus menggambarkan basis kranial dan fasial secara kompleks. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan keras dapat dilihat pada Gambar 2:1,7,15,20,23

a. Sella (S) : titik ditengah-tengah fossa pituitary

b. Nasion (N/Na) : titik perpotongan sutura frontonasalis

c. Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbital

d. Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion.

e. Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion. f. Pogonion (Pog) : titik paling depan dari tulang dagu

g. Gnathion (Gn) : titik di antara pogonion dan menton

h. Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu

i. Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan

permukaan posterior kondilus mandibula

j. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk

oleh bidang mandibula dan ramus mandibula

k. Porion (Po) : titik paling superior dari porus accusticus externus

l. Pterygomaxilary Fissure (PTM) : Bayangan radiolusen yang menyerupai tetes air mata,bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari tuber maksilaris

m.Spina Nasalis Anterior (ANS) : titik paling anterior dari maksila

n. Spina Nasalis Posterior (PNS) : /Titik paling posterior dari palatum durum o. Supra Orbital (SOr) : titik paling anterior dari dinding orbital dan merupakan

kontur lateral.7,8

(26)

Gambar 2. Titik-titik sefalometri pada analisis jaringan keras

2.3.1 Analisis Steiner

Analisis Steiner diperkenalkan pada tahun 1950, yang merupakan analisis sefalometri modern yang pertama karena tidak hanya menekankan pada ukuran individual saja tetapi juga hubungan dengan pola tersebut. Analisis ini menggunakan petunjuk spesifik sebagai ukuran sefalometri sebagai rencana perawatan.1,13,15,22

Analisis Steiner membedakan hubungan skeletal maksila dan mandibula terhadap basis kranial.5 Steiner memperhatikan posisi sagital dari insisivus atas dan bawah berdasarkan perkiraan perubahan dari sudut ANB dan posisi dari dagu (pogonion)8 Sudut yang digunakan pada analisis Steiner untuk menentukan hubungan

(27)

1. SNA menunjukkan relasi anteroposterior maksila terhadap basis kranial

dengan nilai normal SNA 820±20 (800-840). Bila SNA di atas nilai normal menunjukkan maksila mengalami prognasi dan bila SNA di bawah nilai normal menunjukkan maksila mengalami retrognati. 1,5,15 Sudut SNA dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Sudut SNA

(28)

Gambar 4. Sudut SNB

3. ANB menunjukkan relasi anteroposterior langsung dari maksila dan mandibula. Nilai ANB dapat diperoleh melalui pengukuran dan juga pengurangan antara sudut SNA dan SNB.1,5 Nilai normal ANB yaitu 20±20 (00-40). 1,5,15 Bila ANB bernilai positif menunjukkan posisi maksila lebih ke depan dari mandibula. Ini menunjukkan profil cembung. Sedangkan bila nilai ANB negatif menunjukkan posisi maksila lebih ke belakang dari mandibula. Ini menunjukkan profil cekung. Sudut ANB dapat dilihat pada Gambar 5.

(29)

Pada analisis ini, Steiner membagi maloklusi skeletal menjadi tiga kelas,

yaitu:

1. Klas I yang mempunyai nilai ANB normal (00-40) dan profil wajah cembung. Nilai ANB yang normal juga dapat diperoleh bila keadaan kedua skeletal rahang mengalami prognati ataupun retrognati.

2. Klas II yang mempunyai nilai ANB lebih besar dari nilai normal (ANB > 40) dan profil wajah cembung. Nilai ANB yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu maksila yang mengalami prognati, mandibula yang mengalami retrognati, dan kombinasi keduanya.

3. Klas III yang mempunyai nilai ANB lebih kecil dari nilai normal ( ANB < 00) dan profil wajah cekung. Nilai ANB yang lebih kecil ini dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu maksila yang mengalami retrognati, mandibula yang mengalami prognati, dan kombinasi keduanya.

Bila maksila kurang berkembang, mandibula akan berotasi dan mandibula mengalami prognati sehingga menyebabkan perubahan posisi dan ukuran

mandibula.24 Besarnya nilai ANB dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu tinggi vertikal wajah dan posisi anteroposterior skeletal. Semakin besar jarak antara titik A dan titik

B, maka semakin kecil nilai ANB. Bila nilai SNA dan SNB lebih besar, maka semakin besar nilai ANB.15

2.3.2 Analisis Jefferson

Analisis Jefferson ditemukan oleh Yosh Jefferson. Analisis Jefferson disebut juga analisis arkial skeletal.7,8 Analisis ini mudah untuk ditracing dan diagnosa, efisien, akurat, dan universal.7,8

Analisis ini menafsirkan posisi anteroposterior maksila dan mandibula dan juga tinggi vertikal wajah. Batas anatomi pada analisis ini hampir sama dengan analisis Steiner. Ada beberapa landmark yang digunakan, yaitu:

a. Clivus

b. Roof of orbit

(30)

d. Greater wing of sphenoid

e. Ethmoid cribiform plate

f. Lateral wall of orbit

Gambar 6. Titik referensi pada analisis Jefferson7

Interpretasi diagnostik sederhana. Titik referensi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6:

1. SOr ( Supra Orbitale ) : titik paling anterior dari perpotongan bayangan roof dengan kontur orbital lateralnya.

2. SI ( Sella Inferior ) : titik paling bawah dari sella tursica.

3. N ( Nasion ) : titik paling superior sutura frontonasal pada cekungan batang hidung.

4. ANS ( Anterior Nasal Spine ) : titik paling anterior dari maksila.

5. PNS ( Posterior Nasal Spine ) : titik paling posterior dari maksila pada dataran

sagital.

6. P ( Pogonion ) : bagian paling anterior dari dagu.

(31)

8. CG (Constracted Gonion) : perpotongan pada 2 garis, yaitu garis dari

articular sejajar tangen posterior ramus dan garis dari menton sejajar tangen batas bawah corpus.

Dalam analisisnya Jefferson menggunakan 4 dataran sebagai patokan pengukuran. 4 dataran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7:

1. Dataran Kranial : garis yang ditarik dari SOr menuju SI.

2. Dataran Palatal : garis yang ditarik dari ANS menuju PNS. 3. Dataran Oklusal : garis yang ditarik dari dataran oklusal fungsional

melalui premolar dan molar.

4. Dataran Mandibula : garis yang ditarik dari menton melalui tangen batas bawah korpus dan melalui konstruksi gonion.

Dari keempat dataran tersebut akan ditentukan lokasi titik center “O” yang merupakan perpanjangan keempat garis dataran tersebut dan juga dibentuk busur

anterior. Titik Center “O” diperoleh dengan menentukan jarak vertikal yang paling dekat antara garis superior dan inferior yang dibentuk dari keempat dataran tersebut.

Titik tengah dari jarak vertikal yang telah ditentukan tersebut adalah titik Center “O”.

Menggunakan jangka dengan meletakkan bagian tajam pada titik O dan pensil pada

nasion kemudian tarik jangka sampai melewati dagu. Garis melengkung tersebut disebut anterior arc. Age 4 vertical arc diperoleh dengan meletakkan bagian metal jangka pada titik ANS dan pensil jangka pada titik SOr, kemudian rotasikan jangka ke bagian menton dan buat garis arc. Age 18 vertical arc diperoleh dengan menambahkan jarak 10 mm dari age 4 vertical arc.

Analisis Jefferson menggunakan tiga busur referensi untuk menentukan disharmoni hubungan skeletal dan wajah. Tiga busur tesebut adalah anterior arc, age

4 vertical arc, dan age 18 vertical arc. Anterior arc digunakan untuk menilai posisi

(32)

Gambar 7. Empat dataran pada analisis Jefferson dan tiga busur referensi7

Pada analisis ini, posisi maksila dilihat dari titik ANS dan posisi mandibula dilihat dari titik pogonion (P). Idealnya, ANS dan pogonion berada tepat mengenai busur anterior ataupun berjarak kurang lebih 2 mm dari busur anterior.8 Sehingga maksila dan mandibula berada pada hubungan yang benar terhadap basis kranial.

Seperti analisis Steiner, analisis Jefferson juga membagi klasifikasi skeletal menjadi beberapa Klas. Posisi maksila dikenali dengan A, posisi mandibula dikenali dengan B, sedangkan kombinasi keduanya dikenali dengan C.7 Ada sembilan

klasifikasi skeletal, yaitu :7,8

1. Klas I yaitu bila titik ANS dan titik P menyentuh atau kurang lebih berjarak

2mm dari busur anterior. Ini menandakan maksila dan mandibula berada pada posisi anteroposterior yang ideal.

(33)

3. Klas IIB bila titik P berjarak kurang dari 2mm dari busur anterior. Ini

menunjukkan bahwa mandibula mengalami retrognati dan maksila berada pada posisi anteroposterior yang ideal.

4. Klas IIC adalah kombinasi dari klas IIA dan IIB yaitu menunjukkan maksila mengalami prognati dan mandibula mengalami retrognati.

5. Klas IIIA bila titik ANS berjarak kurang dari 2mm dari busur anterior. Ini menunjukkkan bahwa maksila mengalami retrognati dan mandibula berada pada posisi anteroposterior yang ideal.

6. Klas IIIB bila titik P berjarak lebih dari 2mm dari busur anterior. Ini menunjukkan bahwa mandibula mengalami prognati dan maksila berada pada posisi anteroposterior yang ideal. Klas IIIB dapat dilhat pada Gambar 8. 7. Klas IIIC adalah kombinasi dari klas IIIA dan IIIB yaitu maksila mengalami

retrognati dan mandibula mengalami prognati.

8. BR (Biskeletal Retrognati) bila titik ANS dan P berjarak kurang dari 2mm dari busur anterior. Ini menunjukkan bahwa maksila dan mandibula

mengalami retrognati.

9. BP (Biskeletal Prognati) bila titik ANS dan P berjarak lebih dari 2mm dari

busur anterior. Ini menunjukkan bahwa maksila dan mandibula mengalami prognati.

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Merupakan rancangan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat : 1. Klinik Spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU Jl. Alumni No. 2 Universitass Sumatera Utara

2. Praktek Swasta Ortodontis Waktu : Oktober – November 2012

3.3. Populasi dan Sampel

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus:

n = ( 2.p.q

d2

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimum

Zá = Confidence Level, untuk á = 95 %  Zá = 1,96 p = proporsi penelitian  0,5

q = 1 – p = 0,5 d = 15 %

(35)

n = 42.6844  43

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 43.

Pada penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Populasi dalam penelitian ini adalah foto sefalometri pasien yang datang ke klinik spesialis departemen ortodonti RSGMP FKG USU periode 2004-2008 dan pinjaman sefalometri dari praktek swasta ortodontis.

Kriteria inklusi sampel yaitu :

1. Foto sefalometri lateral pasien dari laboratorium yang sama. 2. Pasien memiliki oklusi gigi molar lengkap.

3. Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti. 4. Pasien berusia 18 tahun ke atas

Kriteria eksklusi yaitu :

Foto sefalometri lateral tidak dapat terbaca.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel terdiri atas :

- Variabel bebas untuk analisis Steiner yaitu: a. Sudut SNA

b. Sudut SNB c. Sudut ANB

- Variabel bebas untuk analisis Jefferson yaitu: a. Busur Anterior

b. Jarak ANS ke Busur Anterior c. Jarak Pogonion ke Busur Anterior

(36)

- Variabel terikat untuk analisis Jefferson yaitu pembagian kelainan skeletal

ke dalam Klas I, IIA, IIB, IIC, IIIA, IIIB, IIIC, BR, dan BP. - Variabel terkendali

a. Keterampilan operator dalam melakukan tracing dan pengukuran sudut a. Alat foto sefalometri lateral

b. Teknik pengambilan rontgen garis nasion ke titik A.

- Sudut SNB adalah besar sudut yang dibentuk dari garis sella ke nasion dan

garis nasion ke titik B.

- Sudut ANB adalah besar sudut yang dibentuk dari selisih sudut SNA dan

sudut SNB.

- Busur anterior adalah garis melengkung yang ditarik dari titik Center “O” ke

Nasion dan melewati dagu.

- Jarak ANS ke busur anterior adalah jarak titik ANS terhadap busur anterior. - Jarak Pogonion ke busur anterior adalah jarak titik Pogonion terhadap busur

anterior.

3.5 Alat dan Bahan

(37)

(A) (B) (C)

(D) (E)

Bahan penelitian yang digunakan :

a. Sefalogram lateral pasien yang datang ke klinik spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2004 – 2008 dan praktek swasta ortodontis

b. Kertas asetat

(38)

3.6 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran pada setiap sefalogram lateral dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data sefalogram lateral yang telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi di bagian klinik spesialis departemen ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis.

2. Sefalogram di tracing menggunakan kertas asetat dengan memakai tracing box.

3. Tracing titik-titik yang akan digunakan pada analisis Steiner dan analisis Jefferson.

4. Pada analisis Steiner, ukur sudut SNA, SNB, dan ANB

5. Klasifikasikan berdasarkan pembagian Klas pada analisis Steiner.

6. Pada analisis Jefferson, gambarkan dataran kranial (SOr-SI), dataran palatal

(ANS-PNS), dataran oklusal (premolar dan molar), dan dataran mandibula. 7. Tarik garis perpanjangan dari keempat dataran tersebut untuk ditentukan

lokasi titik center “O”. Titik Center “O” diperoleh dengan menentukan jarak

vertikal yang paling dekat antara garis superior dan inferior yang dibentuk

dari keempat dataran tersebut. Titik tengah dari jarak vertikal yang telah

ditentukan tersebut adalah titik Center “O”.

8. Menggunakan jangka dengan meletakkan bagian tajam pada titik O dan pensil pada nasion kemudian tarik jangka sampai melewati dagu. Garis melengkung tersebut disebut anterior arc.

(39)

Gambar 10. Penentuan titik dan pengklasifikasian berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah sefalogram pasien yang datang ke klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG USU periode 2004-2008 dan pinjaman sefalometri dari praktek swasta ortodontis di Medan yang berjumlah 45 orang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap sefalogram, dapat dilihat prevalensi maloklusi skeletal berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson dan juga kesesuaian antara analisis Steiner dan Jefferson pada tabel 1,2, dan 3.

Tabel 1. PREVALENSI MALOKLUSI SKELETAL BERDASARKAN

(41)

Tabel 1 menunjukkan bahwa secara deskriptif diperoleh hasil bahwa

berdasarkan analisis Steiner maloklusi skeletal Klas I dan Klas II mempunyai persentase sama besar (40%) dibanding Klas III (20%) dari seluruh sampel penelitian.

Tabel 2. PREVALENSI MALOKLUSI SKELETAL BERDASARKAN

ANALISIS JEFFERSON

Klas Jumlah Persentase

I 13 28,9%

IIA - -

IIB 2 4,4%

IIC - -

IIIA 3 6,7%

IIIB 1 2,2%

IIIC 3 6,7%

BR 23 51,1%

BP - -

Total 45 100%

(42)
(43)

28

Pada tabel 3 menunjukkan prevalensi kesesuaian deskripsi antara analisis

Steiner dan Jefferson. Hasilnya menunjukkan hanya 34,5% prevalensi kesesuaian deskripsi antara analisis Steiner dan Jefferson. 17,8% Klas I pada analisis Steiner yang mempunyai rentang nilai SNA dan SNB normal dikelompokkan menjadi 6,7% Klas BR dan 11,1% Klas I pada analisis Jefferson. 4,4% Klas I dengan nilai SNA dan SNB lebih besar dari normal (biskeletal prognati) mempunyai persentase 4,4% Klas I pada analisis Jefferson. 17,7% Klas I dengan nilai SNA dan SNB lebih kecil dari normal (biskeletal retrognati) mempunyai persentase 17,7% Klas BR pada analisis Jefferson.

18,9% Klas II pada analisis Steiner dengan nilai SNA lebih besar dari normal (maksila mengalami prognati) dikelompokkan menjadi 2,2% Klas BR; 4,4% Klas I dan 2,2% Klas IIB pada analisis Jefferson. 20% Klas II pada analisis Steiner dengan nilai SNB lebih kecil dari normal (mandibula mengalami retrognati) dikelompokkan

menjadi 11,1% Klas BR; 6,7% Klas I dan 2,2% Klas IIB pada analisis Jefferson. 11,1% Klas II pada analisis Steiner dengan nilai SNA lebih besar dari normal dan

SNB lebih kecil dari normal (maksila mengalami prognati dan mandibula mengalami retrognati) dikelompokkan menjadi 8,8% Klas BR dan 2,2% Klas I pada analisis

Jefferson.

(44)

29

BAB 5

PEMBAHASAN

Pertumbuhan dan perkembangan skeletal wajah merupakan pertimbangan penting dalam perawatan ortodonti.6 Perawatan ortodonti bertujuan untuk mengoreksi maloklusi agar diperoleh oklusi yang optimal, baik susunan gigi maupun fungsional serta bentuk wajah yang harmonis. Analisis sefalometri digunakan untuk menafsir hubungan posisi anteroposterior maksila dan mandibula. Ada banyak analisis sefalometri yang dapat menentukan analisis skeletal sagital wajah, namun dalam penelitian ini hanya menggunakan 2 analisis yakni analisis Steiner dan Jefferson. Alasan pemilihan analisis Steiner adalah dikarenakan analisis ini merupakan analisis yang paling umum dan sering digunakan oleh praktisi ortodionti untuk menentukan

hubungan skeletal sagital wajah sedangkan analisis Jefferson merupakan analisis yang lebih baru dikembangkan dan baru digunakan oleh kalangan tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan kesesuaian maloklusi skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson. Dengan

mengetahui hal tersebut, maka dapat digunakan sebagai informasi dalam bidang ortodonti dan sebagai penunjang dalam penegakan diagnosis ortodonti.

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 45 sampel sefalogram yang telah diklasifikasikan berdasarkan analisis Steiner, persentase maloklusi skeletal Klas I dan Klas II mempunyai persentase yang sama besar (40%). Sedangkan maloklusi skeletal Klas III mempunyai persentase terkecil (20%). Hasil ini menunjukkan bahwa kebanyakan profil skeletal sagital sampel adalah cembung. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ulfa Elfiah (2011) mengenai profil wajah berdasarkan sudut ANB, didapatkan profil skeletal sagital terbanyak adalah cembung. Profil skeletal cembung merupakan bentuk dari maloklusi skeletal Klas I maunpun Klas II.25

Pengklasifikasian kelainan skeletal pada analisis Steiner dibagi berdasarkan relasi antara maksila dan mandibula yang dapat dilihat dari nilai ANB. Walaupun

(45)

30

skeletal bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai SNA dan SNB yang

menggambarkan kedudukan maksila dan mandibula terhadap basis kranial. Pada 18 sampel yang termasuk ke dalam Klas I, hanya 8 sampel yang mempunyai nilai SNA dan SNB normal. Dua sampel mempunyai nilai SNA dan SNB yang lebih besar dari normal yang menunjukkan kedudukan maksila dan mandibula mengalami prognati terhadap basis kranial. Delapan sampel lainnya mempunyai nilai SNA dan SNB yang lebih kecil dari normal yang menunjukkan kedudukan maksila dan mandibula mengalami retrognati terhadap basis kranial. Hal ini disebabkan karena kelainan morfologi dan pola pertumbuhan tulang.26

Variasi kelainan skeletal juga ditunjukkan pada Klas II dan Klas III. Pada 18 sampel yang diklasifikasikan ke dalam Klas II, terdapat 4 sampel yang mempunyai nilai SNA yang lebih besar dari normal (maksila prognati) sedangkan nilai SNB termasuk dalam rentang normal. Sembilan sampel mempunyai nilai SNA yang

normal sedangkan nilai SNB lebih kecil dari normal (mandibula retrognati). Lima sampel lainnya mempunyai nilai SNA lebih besar dari normal (maksila prognati) dan

nilai SNB yang lebih kecil dari normal (mandibula retrognati). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Toma dan Al-Mothaffar (2011) mengenai kelainan

morfologi dan pola kelainan skeletal pada Klas II. Hasilnya menunjukkan bahwa 19% subjek menunjukkan maksila mengalami prognati, 20% menunjukkan mandibula mengalami retrognati, dan 21% menunjukkan maksila mengalami prognati dan mandibula mengalami retrognati.27

(46)

31

pada mandibula, 33% menunjukkan maksila mengalami retrognati, dan 9,5%

menunjukkan maksila mengalami retrognati dan mandibula mengalami prognati.28 Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 45 sampel yang telah diklasifikasikan berdasarkan analisis Jefferson, pengklasifikasian Klas menjadi lebih banyak dan lebih spesifik. Pada tabel menunjukkan Klas BR mempunyai persentase tertinggi (51,1%), dan Klas IIIB mempunyai persentase terkecil (4,4%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar sampel mengalami retrognasi pada rahang atas maupun pada rahang bawah. Hal ini dimungkinkan karena parameter yang digunakan dalam analisis Jefferson merupakan pengukuran linear dengan rentang -/+ 2mm. Sperber (cit, Iwa 2003) menyatakan bahwa pertumbuhan skeletal wajah dibagi menjadi pertumbuhan sagital, vertikal dan transversal dimana ketiganya memiliki kecepatan pertumbuhan yang berbeda. Dari ketiga arah pertumbuhan ini, arah sagital mempunyai arah pertumbuhan yang paling cepat. Hagg dan Tarager (cit, Iwa 2003)

mengatakan bahwa kelainan skeletal terjadi pada masa tumbuh kembang dan hal ini disebabkan adanya proses interaksi antar variabel eksternal dan internal. Frankel dan

Frankel (cit, Iwa 2003) mengatakan pertumbuhan mandibula dalam arah sagital dan vertikal selalu mengalami hambatan fungsional dari tulang maksila sehingga akhirnya

maksila lebih besar daripada mandibula. Jika pertumbuhan mandibula berjalan seimbang dalam arah sagital dan vertikal, maka akan menghasilkan pertumbuhan yang harmonis.29

Tabel 3 menunjukkan prevalensi kesesuaian deskripsi maloklusi skeletal berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson. Hasilnya menunjukkan hanya 34,5% kesesuaian deskripsi antara analisis Steiner dan Jefferson. Berdasarkan analisis Steiner, 8 sampel diklasifikasikan ke dalam maloklusi Klas I normal. Tetapi berdasarkan analisis Jefferson, 8 sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 3 sampel maloklusi Klas BR dan 5 sampel mengalami maloklusi Klas I. Pada 2 sampel Klas I yang mengalami prognati pada analisis Steiner, diperoleh 2 sampel tersebut termasuk dalam Klas I pada analisis Jefferson. Delapan sampel Klas I yang mengalami retrognati pada analisis Steiner, diperoleh 8 sampel tersebut juga termasuk dalam

(47)

32

Klas I pada analisis Steiner mempunyai 72,2% prevalensi kesesuaian deskripsi

dengan analisis Jefferson.

Berdasarkan analisis Steiner, 4 sampel diklasifikasikan ke dalam maloklusi Klas II dengan kelainan maksila mengalami prognati. Tetapi berdasarkan analisis Jefferson, 4 sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 1 sampel maloklusi Klas BR, 2 sampel maloklusi Klas I dan 1 sampel maloklusi Klas IIB. Pada 9 sampel Klas II dengan kelainan mandibula mengalami retrognati pada analisis Steiner, diperoleh 5 sampel tersebut termasuk dalam Klas BR, 3 sampel Klas I dan 1 sampel Klas IIB pada analisis Jefferson. Lima sampel Klas II dengan kelainan maksila mengalami prognati dan mandibula mengalami retrognati pada analisis Steiner, diperoleh 4 sampel tersebut termasuk dalam Klas BR dan 1 sampel Klas I pada analisis Jefferson. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kelainan skeletal Klas II pada analisis Steiner hanya mempunyai 5,5% prevalensi kesesuaian deskripsi dengan analisis Jefferson.

Berdasarkan analisis Steiner, 5 sampel diklasifikasikan ke dalam maloklusi Klas III dengan kelainan maksila mengalami retrognati. Tetapi berdasarkan analisis

Jefferson, 5 sampel tersebut diklasifikasikan menjadi 1 sampel maloklusi Klas BR, 2 sampel maloklusi Klas IIIA dan 2 sampel maloklusi Klas IIIC. Pada 1 sampel Klas III

dengan kelainan mandibula yang mengalami prognati pada analisis Steiner, diperoleh 1 sampel tersebut termasuk dalam Klas IIIC pada analisis Jefferson. 3 sampel Klas III dengan kelainan maksila mengalami retrognati dan mandibula mengalami prognati pada analisis Steiner, diperoleh 1 sampel tersebut termasuk dalam Klas BR, 1 sampel Klas IIIA dan 1 sampel Klas IIIB pada analisis Jefferson. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kelainan skeletal Klas III pada analisis Steiner hanya mempunyai 22,2% prevalensi kesesuaian deskripsi dengan analisis Jefferson.

Prevalensi kesesuaian deskripsi morfologi skeletal sagital wajah antara analisis Steiner dan Jefferson terlihat kurang sesuai. Kesesuaian tertinggi terlihat pada Klas I dan kesesuaian terkecil terlihat pada Klas II dengan rentang kesesuaian 5,5% - 72,5%. Perbedaan yang diperoleh berdasarkan kedua analisis tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan parameter yang digunakan yaitu linear dan sudut. Steiner

(48)

33

ANB sedangkan Jefferson menggunakan jarak busur anterior terhadap ANS dan

(49)

34

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Gambaran morfologi sagital skeletal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson mempunyai metode pengukuran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Pada analisis Steiner, pengukuran dilakukan berdasarkan besar sudut yang dihasilkan oleh titik SNA, SNB, dan ANB yang merupakan patokan dalam menentukan pengklasifikasian Klas skeletal. Pada analisis Jefferson, pengukuran dilakukan berdasarkan besar nilai linear yang dihasilkan jarak dari ANS dan pogonion terhadap busur anterior.

Gambaran morfologi sagital skeletal wajah terlihat lebih mudah menggunakan

analisis Steiner dibandingkan analisis Jefferson. Hal ini disebabkan pada analisis Jefferson menggunakan titik center “O” yang merupakan referensi dari 4 bidang. Titik center “O” akan digunakan untuk menetapkan busur anterior yang akan mempengaruhi hasil analisa skeletal sagital wajah pasien.

Berdasarkan analisis Steiner 40% pasien termasuk ke dalam kelainan skeletal Klas I; 40% Klas II; dan 20% Klas III. Sedangkan berdasarkan analisis Jefferson 51,1% pasien termasuk ke dalam kelainan skeletal Klas BR; 28,9% Klas I; 6,7% Klas IIIA dan IIIB; 4,4% Klas IIB; dan 4,4% Klas IIIB.

(50)

35

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang lebih tinggi dan lebih spesifik.

2. Perlu dilakukan penelitian terhadap hubungan antara tinggi vertikal wajah terhadap kecembungan sagital skeletal wajah.

(51)

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Cobourne MT, Dibiase AT. Handbook of orthodontics. 1 st ed., Philadelphia: Elvesier., 2010: 133, 153, 157, 167-8.

2. Dika DD, Hamid T, Sylvia M. Penggunaan index of orthodontic treatment (IOTN) sebagai evaluasi hasil perawatan dengan piranti lepas. Orthodontic Dental Journal 2011; 2: 45-8.

3. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti perkembangan dan pertumbuhan kraniodentofasial. Ed 1., Jakarta: IDI., 1998.

4. Loi H, Nakata S, Nakasima A, Counts A. Effect of facial convexity on antero-posterior lip positions of the most favored japanese facial profiles. Angle Orthod 2005; 75: 326-31.

5. English JD, Peltomaki T, Litschel KP. Mosby’s orthodontic review.

Philadelphia: elvasier., 2010: 27-8, 37-7, 57-8.

6. Arat ZM, Rubenduz M, Akgul AA. The displacement of craniofacial reference landmarks during puberty: a comparison of three superimposition methods.

Angle Orthod 2003; 73: 374-9.

7. Jefferson Y. Skeletal types: key to unraveling yhe mystery of facial beauty and its biologic signifience. JGO 1996; 7: 7-23.

8. Jefferson Y. Facial beauty-establishing a universal standard. IJO 2004; 15: 9-20.

9. Matoula S, Pancherz H. Skeletofacial morphology of attractive and

nonattractive faces. Angle Orthod 2006; 76: 204-9.

10.Oh KM, Hong JS, Kim YJ, Cevidanes LSH, Park YH. Three- dimensional analysis of pharyngeal airway form in children with anteroposterior facial patterns. Angle Orthod 2011; 81: 1075-81.

(52)

37

12.Al-Jasser NM. Cephalometric evaluation for saudi population using the downs

and steiner analysis. J Contemp Dent Pract 2005; 6: 1-7.

13.Abdullah RTH, Kuijpers MAR, Berge SJ, atsaros C. Steiner cephalometric analysis: predicted and actual treatment outcome compared. Orthod Craniofac Res 2006; 9: 77-83.

14.Al-Jasser NM. Cephalometric evaluation of craniofacial variation in normal saudi population according to steiner analysis. Saudi Med J 2000; 21: 746-50. 15.Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics. 4 th ed.,

Philadelphia; Elvisier., 2007: 201-4.

16.Athanasiou AE. Orthodontic cephalometry. 1 st ed., Philadelphia; Mosby-Wolfe., 1995: 9-10, 73, 240, 280.

17.Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 3 rd ed., New Delhi; Arya (MEDI) Publishing House., 2004: 63-9, 82.

18.Singh G. Textbook of orthodontics. 2 nd ed., New Delhi; Jaypee., 2007: 159-63,

175-7.

19.Allen D, Rebellato J, Sheats R, Ceron AM. Skeletal and dental contributions to

posterior crossbites. Angle Orthod 2003; 73: 515-7.

20.Rahardjo P. Diagnosis ortodontik. Ed 1., Surabaya; Airlangga University Press., 2008: 71-3

21.Altemus LA. A comparison of cephalofacial relationships. Thesis: Pennyslvania: Howard University, 1960: 30: 223-39.

22.Wahl N. Orthodontics in 3 millenia. Chapter 8: the cephalometer takes its place in the orthodontic armamenterium. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2006; 129: 574-80.

(53)

38

24.Kanno Z, Kim Y, Soma K. Early correction of a developing skeletal class III

malocclusion. Angle Orthod 2007; 77: 549-56.

25.Elfiah U. Variasi antropometri, wajah indonesia dan sefalometri sebagai data dasar pada rekonstruksi trauma maksilofasial. Journal of Emergency 2011; 1: 6-12.

26.Premkumar S. Orthodontics prep manual for undergraduates. New Delhi, Elsevier: Mosby., 2008: 523.

27.Toma RR, Al-Mothaffar A. The morphology and texture of iraqi skeletal class II young adults (cephalometric study). J Bagh College Dentistry 2011; 23: 137-40.

28.Emral E, Oz U, Altug AT. Comparison of class III malocclusion subgroup with different skeletal components. Cdr 2012; 36: 22-8.

29.Sudarso IWR. Masalah dan solusi kedokteran gigi anak dalam tindak ortodonti

(54)

39

KERANGKA TEORI

Sefalometri Lateral

Evaluasi Skeletal dalam arah sagital

Analisis Steiner Analisis Jefferson

SNA SNB ANB

Busur Anterior ANS Pogonion

Prevalensi

Kesesuaian

(55)

40 IIIA,IIIB, IIIC, BR, dan BP

Gambar

Gambar
Gambar 2. Titik-titik sefalometri pada analisis jaringan keras
Gambar 3. Sudut SNA
Gambar 4. Sudut SNB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi tipe vertikal wajah pasien Suku Batak berdasarkan analisis

Untuk mengetahui perbedaan pola morfologi vertikal skeletal wajah pada tiap-tiap. maloklusi Klas I, II dan III dengan ketebalan

persentase tipe morfologi vertikal skeletal wajah pada pasien Suku Batak di RSGMP. FKG USU berdasarkan

Individu dengan sudut MP- SN yang lebih besar akan cenderung memiliki wajah panjang karena rotasi mandibula menjauhi maksila sehingga menghasilkan pertambahan panjang

Distribusi tipe vertikal wajah suku Batak Klas III skeletal adalah 100% tipe pendek/ hypodivergent , 0% tipe normal/ normodivergent , dan 0% tipe panjang/

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk menghitung persentase tipe vertikal skeletal wajah dengan relasi rahang Klas I, II, III pada pasien Suku Batak

Pengukuran linear yaitu jarak antara Age 18 Vertical Arc.. terhadap menton menurut

Analisis skeletal berkaitan dengan maksila dan mandibula, analisis gigi melibatkan kaitan gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah, sedangkan analisis jaringan lunak untuk