Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN MEDIA INFORMASI KESENIAN REAK MELALUI BUKU FOTO ESSAY
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2014-2015
Oleh:
Rudi Ginanjar 51911030
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iii KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit
sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat
menyelesaikan hasil laporan Tugas Akhir ini.
Dalam penyusunannya, saya mengucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang
begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik
lagi.
Meskipun saya berharap isi dari laporan saya ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar laporan ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan saya ini
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bandung, 1 Agustus 2015
vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
I.4 Batasan Perancangan ... 2
I.5 Tujuan Perancangan ... 3
II.5 Bentuk Penyajian Kesenain Reak ... 8
II.6 Nilai-Nilai Hidup Dalam Kesenian Reak ... 11
II.7 Nilai Filosofis Dalam Kesenian Reak ... 11
II.8 Persepsi masyarakat terhadap pelestaian kesenian Reak... 12
II.9 Resume dan Solusi ... 17
vii
III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 19
III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 19
III.1.3 Materi Pesan ... 20
III.1.4 Gaya Bahasa ... 20
III.2 Khalayak Sasaran (Target Audiens)... 21
III.3 Strategi Kreatif ... 22
III.4 Strategi Media ... 23
IV.1.1 Proses Perancangan Buku Esai Foto ... 31
IV.1.2 Konsep Visual Sampul Depan dan Belakang ... 35
1 BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kesenian helaran (arak-arakan) merupakan istilah yang biasa dipakai untuk
menamakan suatu peristiwa kesenian atau keramaian, yang terkait dengan suatu
pesta perayaan. Arak-arakan selalu mengandung aspek berjalan, pawai, atau
iring-iringan yang bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sesuatu yang diarak
adalah yang dibawa berjalan (keliling) dengan menonjolkan keramayan atau
kemeriahan.( Endo, 2011)
Kesenian helaran (arak-arakan) merupakan bagian dari ekspresi nonverbal,
mengungkapkan sesuatu bukan dengan kata-kata. Seseorang bisa menampilkan
dirinya yang biasa, bisa juga yang tidak biasa atau yang sebaliknya. Kesenian
helaran (arak-arakan) memiliki makna suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah
bagian dan saling berhubungan satu sama lain (kompleks). Kesenian helaran
(arak-arakan) selalu dikaitkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu,
diantaranya acara karnaval, upacara pesta panen, sekalipun untuk acara ritual.
Pada jaman dahulu kesenian helaran tumbuh dan berkembang di daerah agraris
dan pertanian. Salah satunya di daerah Jawa Barat. (Endo, 2011)
Dalam perkembangannya istilah helaran di Jawa Barat digunakan sebagai istilah
dalam perayaan individual atau keluarga seperti khitanan dan pernikahan,
diantaranya Kesenian Reak, Badawang, Bangbarongan, Kuda Renggong,
Sisingaan, Surak Ibra, Tanjidor, Topeng Benjang. Demikian pula untuk perayaan
upacara-upacara komunal, seperti bersih désa, sidekah bumi, pésta laut, ngarot,
sekaten, tabuik, hari kemerdekaan, hari-jadi kota dan lain-lain. Kesenian helaran
merupakan salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat pendukungnya serta sebagai salah satu warisan budaya bagi
masyarakat Jawa Barat. Salah satunya seperti kesenian Reak Cibiru. (Endo, 2011)
Dalam kelompoknya kesenian Reak merupakan Salah satu kesenian tradisional
2 berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 1 januari 2015 kepada Jafar seorang
seniman Reak kesenian Reak ini kurang direspon baik oleh masyarakat
dikarnakan adanya persepsi negatif masyarakat akan kebudayaan kesenian Reak,
yang menyebabkan pro dan kontra di masyarakat. Ini disebabkan adanya
pergeseran budaya yang terjadi di masyarakat. Seperti masuknya budaya modern
yang mulai memudarkan kearifan lokal yang ada, seperti munculnya kesenian
rakyat yang baru diantaranya dangdut, karaoke dan panggung terbuka. Serta
adanya kesenjangan di masyarakat terhadap persepsi kesenian Reak tersebut,
disebabkan adanya unsur mistis (magis) yang terjadi dalam kesenian Reak
tersebut yang di anggap musyrik oleh sebagian masyarakat, sehingga
berkurangnya apresiasi masyarakat terhadap kesenian Reak. Hal ini disebabkan
kurangnya edukasi terhadap masyarakat akan persepsi kesenian Reak itu sendiri.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat di identifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Adanya indikasi ancaman tergerusnya dan menghilangnya kebudayaan
kesenian lokal khususnya kesenian Reak, yang disebabkan adanya pergeseran
budaya yang terjadi di masyarakat.
2. Adanya kesenjangan yang terjadi dimasyarakat terhadap persepsi nilai-nilai
kesenian Reak, yang menyebabkan pro dan kontra di masyarakat.
3. Kurangnya edukasi masyarakat akan persepsi terhadap kesenian Reak.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana memperkenalkan kebudayaan kesenian Reak kepada masyarakat ?
2. Bagaimana agar masyarakat mengetahui nilai-nilai dalam kesenian Reak ?
1.4 Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih fokus dan tidak meluas, dari pembahasan yang dimaksud
3 Reak yang berkembang di Cibiru, Bandung, serta menyampaikan nilai-nilai hidup
yang ada dalam kesenian Reak kepada masyarakat khususnya generasi muda.
1.5 Tujuan Perancangan
Adapun tujuan dari perancangan adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan prosesi kesenian Reak kepada masyarakat khususnya
generasi muda agar mengetahui bagaimana acara prosesi kesenian Reak
berlangsung.
2. Memperkenalkan nilai-nilai hidup yang ada dalam kesenian Reak, Agar
masyarakat khususnya generasi muda, dapat mengetahui nilai-nilai hidup
4 BAB II
KESENIAN REAK
II.1 Sejarah Kesenian Reak
Kesenian Reak merupakan salah satu jenis kesenian helaran yang memadukan
beberapa jenis kesenian tradisional lainnya seperti: seni reog, seni angklung, seni
gendang pencak, seni tari dan seni topeng. Kesenian ini biasanya selalu
dimainkan oleh orang-orang tua atau orang dewasa. Dan memadukan berbagai
jenis kesenian yang menghasilkan suatu bentuk kesenian yang ramai, membuat
hiruk pikuk, sorak-sorai para penonton menjadi bagian dari pertunjukan Seni
Reak ini. Karena hiruk-pikuk dan sorak-sorai dari pemain dan penonton itulah
maka kesenian ini dinamakan kesenian Reak yang diambil dari kata hiruk-pikuk,
atau sorak-sorai gemuruh tetabuhan dalam bahasa Sunda yaitu: “susurakan atau
eak-eakan”, sehingga jadilah kesenian yang hiruk-pikuk dan bergemuruh karena
sorak-sorai ini menjadi kesenian Reak. (Ramdhani, 2014).
Penggunaan kata Reak sebagai nama bagi kesenian ini memang banyak
penjelasannya. Sebagian mengatakan bahwa Reak berasal dari kata Reog, mirip
dengan nama bagi kesenian dari Jawa Timur, terutama Reog Ponorogo. Reak
maupun Reog, menurut sebagian pandangan berasal dari kata Arab riyyuq yang artinya “bagus atau sempurna di akhir” atau khusnul khatimah. Sebagian lagi menyatakan bahwa Reak berasal dari kata leak, yakni salah satu symbol kekuatan
jahat dalam tradisi Hindu-Bali, yang menyimbolkan Batara Kala atau ogoh-ogoh.
(Ramdhani. 2014).
Pada awal perkembangannya kesenian Reak sengaja diciptakan untuk menarik
simpati anak-anak yang belum dikhitan (sunat). Hal yang paling prinsip dari
pertunjukan ini adalah keramaian atau kemeriahan agar banyak masyarakat yang
menonton terutama anak-anak kecil. Oleh karena itu, memadukan beberapa jenis
kesenian seperti dikemukakan di atas mempunyai pengaruh agar pertunjukan Seni
5 Menurut cerita Abah Enjum seorang seniman Reak, Seni Reak lahir sekitar abad
ke-12 dimana pada saat itu Prabu Kiansantang, putera Prabu Siliwangi bermaksud
untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat. Seperti
kita ketahui bahwa dalam agama Islam setiap laki-laki wajib hukumnya untuk di
khitan (sunat). Namun demikian pelaksanaan khitanan bagi anak-anak ini
mendapat kendala karena si anak selalu merasa ketakutan untuk di khitan (sunat).
Oleh karena itu, para sesepuh (orang yang di tuakan) di Sumedang berpikir
bagaimana caranya agar anak-anak yang akan di khitan tidak takut, maka
diciptakanlah suatu jenis kesenian yang disebut kesenian Reak. Kesenian Reak
berasal dari Kabupaten Sumedang, tepatnya daerah Rancakalong dan berkembang
kedaerah lain seperti daerah Cileunyi, Cibiru, Ujungbrung dan daerah lainnya.
Yang pada mulanya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Kabupaten Sumedang
sekitar tahun 1958. (Putra Siliwangi, 2015).
Adapun prosesi acara dalam kesenian Reak yaitu, Kesenian Reak dipeartunjukan
dari halaman rumah dan berjalan hingga kembali kehalaman rumah. kesenian
Reak di awali dengan ritual sebagai ungkapan Reasa syukur terhadap tuhan Yang
Maha Esa, setelah selesainya ritual kesenian Reak diawali dengan tatabeuhan dan
atraksi kuda lumping serta tarian bangbabangrongan setelah itu Reak
dipertunjukan dengan mengarak anak yang di khitan dengan berjalan keliling
kampung samapai kembali lagi kehalaman rumah, selesai mengarak anak yang di
khitan Reak mempertunjukan tarian dan menyajikan bunyi-bunyian. Puncaknya
dari pertunjukan Reak pemain bangbarongan atau berokan dan kuda lumping
kerasukan roh atau kesurupan (trance). Yang bertujuan sebagai upacara tolak
bala, selesainya acara ditandai dengan berhentinya suara tabuahan instrumen
dalam Reak, dan pembagian sesajen terhadap para pemain Reak. Serta para
pemain Reak yang kesurupan pun mulai disadarkan. prosesi ini dinamakan
6 II.2 Fungsi Kesenian Reak
Menurut Abah Enjum,2014 , Kesenian Reak diadakan pada saat hajat lembur
sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas nikmat yang
diberikan dengan panen yang melimpah, tuturnya. Dikarenakan fungsi awalnya
itu juga, kesenian ini akhirnya dinamai reak. Seiring berjalannya waktu, kesenian
Reak ditampilkan dalam sejumlah hajatan. Seperti, khitanan menjadi pengiring
atau pengarak anak khitanan mengelilingi kampung menggunakan jampana atau
kursi yang bisa digotong. Usai diarak, ketika sampai di rumah anak khitanan
kesenian reak ini dimainkan sebagai hiburan masyarakat sekitar. Selain sebagai
bentuk arak-arakan, kesenian Reak pun merupakan hiburan yang berhubungan
dengan dua alam. Itu terlihat saat beberapa penari kerasukan atau dalam keadaan
tidak sadar. (Ramdhani, 2014).
Gambar II.1 Pengantin sunat yang sedang di arak Sumber: Dokumentasi pribadi (24 April 2015)
II.3 Pemain Dan Busana
Ciri khas kesenian yang disebut sebagai reak ini adalah untuk menciptakan
suasana keramaian, oleh karena itu, jumlah pemainnya minimal 20 orang sampai
30 orang. Yang terdiri atas: 4 orang pemegang alat reog, 4 orang penggendang
pencak, 4 orang pengangklung, 2 orang penari topeng, 6 orang penari, dan 4 orang
pengecrek. Adapun busana yang dikenakan adalah mengenakan pakain sehari-hari
7 Gambar II.2 Pemain dan busana kesenian Reak
sumber: Dokumentasi pribadi ( 26 Mei 2015)
II.4 Alat atau Waditra
Sementara itu alat atau waditra yang dipergunakan oleh pemain meliputi:
1. Dogdog dibuat dari kayu dan kulit
2. Angklung dari bambu
3. Gendang terbuat dari kayu dan kulit
4. Gong terbuat dari besi atau perunggu
5. Terompet dari kayu dan tempurung
6. Topeng terbuat dari kayu dan karung goni.
Gambar II.3 Waditra
8 II.5 Bentuk Penyajian Kesenian Reak
Gambar II.4 Penyajian kesenian Reak Sumber: Dokumentasi pribadi (24 april 2015)
Iring-iringan kesenian Reak, dengan berbagai komposisinya, biasanya diarak
berkeliling dari kampung ke kampung, menelusuri jalan raya. Dan seiring
perkembangngannya adapula inovasi lain dalam menampilkan kesenian Reak
yaitu dengan menampilkannya di lapangan terbuka yang disubut dengan Dog-cing
(dog-dog cicing) yang artinya dogdog diam, yang berarti bediam di tempat tanpa
diarak berkeliling.
Dalam prosesnya kesenian Reak dimulai dengan melakukan ritual seorang
pemimpin rombongan atau disebut malim membacakan doa sebagai bentuk
permintaan izin kepada Tuhan, sang pemimpin Reak (malim) biasanya melakukan
ritual tertentu, yang terdiri dari mujasmedi yakni berdo'a kepada hyang widi,
sambil membacakan doa-doa tertentu yang umumnya terdiri dari mantera-matera,
dan membakar kemenyan atau ngukus. Tujuannya adalah upaya untuk meminta
9 Gambar II.5 Ritual
sumber: Dokumentasi pribadi ( 26 Mei 2015)
Menurut penuturan sang pawang, mereka mengikatkan batin mereka pada “dunia
ruh”, terutama dengan ruh para leluhur untuk mendapatkan wangsit, uga, dan lain
sebagainya. Setelah ritual awal selesai, dimulailah membunyikan
instrumen-instrumen atau tabuh-tabuhan, dengan nada-nada ritmis pembukaan. Pengantin
sunat dan lainnya didudukkan di atas punggung kuda Renggong atau sisingaan.
Sedangkan, Reak penari bertopeng ikut bersama mengikuti keduanya, sambil
menarikan tarian-tarian. Beberapa penari menyebutkan bahwa tarian-tarian
mereka merupakan gerak otomatis atau natural (alami), tergantung pada bawaan “ruh” para leluhur yang merasuki badan dan jiwa mereka. Dengan kata lain, mereka kerasukan atau jiwanya dikendalikan oleh “roh” dari dunia lain.
Suara instrumen yang berirama mistis dan nyanyian para sinden sangat nyaring
dan dominan terdengar hingga jarak yang cukup jauh. Sinden, yang umumnya
terdiri dari dua atau tiga orang, melantunkan beberapa nyanyian sunda, secara
bergantian, terutama nyanyian yang biasa dilantunkan dalam tari jaipongan.
Selain itu nyanyian mereka juga diselingi dengan beberapa nyanyian kontemporer
10 Dengan tarian khas kesenian Reak dengan topeng bangbarongannya sesekali
terdapat orang yang ektase atau istilah lainnya “jadi”, yakni melebur antara
dirinya dengan jiwa atau ruh reak sendiri. Para pemain Reak umumnya dalam
keadaan tidak sadar karena disebabkan oleh suara mistis dari bunyi-bunyian
instrumen dan penghayatan terhadap tari-tari atau gerakan-gerakan tertentu yang
dimainkan.
Gambar II.6 Jadi atau kesurupan (Ektase ) Sumber: Dokumentasi pribadi (24 April 2015)
Disinilah, anomali (keanehan atau tidak seperti biasanya) terjadi. Satu sisi,
sebagian mereka menganggap bahwa kesenian Reak merupakan simbol dari
kejahatan, akan tetapi kerasukan atau melebur antara dirinya dengan ruh jahat,
dianggap sebagai puncak ritual, puncak penyatuan diri, dan puncak ekspresi dari
budaya reak. (Dadan Rusmana, 2011).
Dengan demikian, ektase (penyatuan dengan dunia lain) bagi pemain merupakan
keagungan dan kehebatan. Terlepas dari anomali semantis dan ontologis seperti
itu, fenomena ekstase atau istilah lain adalah “lebur”, merupakan fenomena yang
terus berulang dalam setiap pertunjukan kesenia Reak. Hanya saja, apabila ektase
tersebut mengarah pada ketidaksadaran perilaku yang destruktif atau tidak
terkontrol, maka seorang pawang akan berusaha menyadarkannya kembali.
11 II.6 Nilai-Nilai Hidup Dalam Kesenian Reak
Adapun nilai-nilai hidup dalam kesenian reak adalah sebagai berikut :
1. Nilai kerjasama terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan
budaya para pendahulunya.
2. Nilai kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang
dapat berjalan secara lancar.
3. Nilai kerja keras dan ketekunan tercermin dari penguasaan dan teknik
pemukulan perangkat reak.
4. Nilai kreativitas tercermin dari adanya usaha untuk menampilkan gerak yang
bisa membuat penonton terpingkal-pingkal.
5. Nilai kesadaran tercermin dari pengakuan bahwa manusia tidak lepas dari
kekhilafan sebagaimana yang disampaikan ketua Reak dalam sambutan
pembukaan dan penutupan. (Tim Seksi Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Cianjur, 2002).
II.7 Nilai Filosofis Dalam Kesenian Reak
Kesenian Reak ini mempunyai nilai filosofis yang sangat tinggi, nilai filosofis
tersebut terdapat pada bunyi waditra dogdog lima tersebut yaitu: tilingtit, tong,
brung, bangplak dan bedug. tilingtit biasa ditabuh pertama, mengapa dinamakan
tilingtit karena bunyi yang dihasilkan seperti suara “ tilingtingtit tilingtingtit “
begitupun dengan tong suara yang di hasilkan berbunyi “ tong tong tong “ tong
di bunyikan setelah tilingtit. Tidak jauh berbeda dengan brung, bangplak, Dan
bedug, apabila di tabuh waditra brung maka bunyi yang keluar adalah suara
seperti “ brung brung brung “, ketika bangplak dimainkan pun suaranya “bang”
apabila dilepas, dan apabila di tengkep menghasilkan suara plak, ketika menabuh
bedug pun yang keluar hasilnya suara “ dug dug dug” , maka pemeberian nama
waditra tersebut berdasarkan suara yang di hasilkannya. Susunan pola tabuhnya
yaitu pertama tilingtit. Lalu di ikuti oleh tong, brung, bangplak dan bedug .
Dari susunan tersebut mempunyai arti yakni tilingtit yang berarti gera indit gera
indit (cepat pergi cepat pergi), tong memiliki arti entong (jangan), suara dari
waditra brung yang mengartikan embung (tidak mau), bangplak memiliki arti
gera prak (cepat mulai) dan bedug memiliki artian dengan seruan atau perintah
12 emung ulah embung , prak gera gumamprak ka gusti Allah lamun waktuna geus
shalat” (cepatlah berangkat jangan sampai tidak mau untuk melakukan sahalat
jika telah masuk tanda waktunya untuk shalat). (www.sumedangonline.com, seni
reak)
Dengan demikin kesenian reak merupakan suatu kesenian yang menyimbolkan
pertarungan antara kebaikan dan keburukan, dan merupakan suatu pesan budaya
dari kalangan tua terhadap kalangan muda, agar bisa Kesenian Reak merupakan
media pendidikan budaya, yaitu untuk penanaman nilai-nilai dari kalangan tua
terhadap kalangan muda dan anak-anak. Berbagai instrumen dan komposisi Reak
menyimbolkan tentang pertarungan nilai-nilai kebaikan dan keburukan melalui
tradisi ini, sehingga penanaman nilai-nilai kebaikan tersebut perlu dijaga dan
disampaikan secara nyata (gamblang) maupun secara tertulis. Akantetapi adanya
indikasi ancaman tergerusnya dan menghilangnya kebudayaan kesenian Reak,
seperti apresiasi masyarakat khususnya generasi muda terhadap kesenian reak
cukup minim dan enggan terlibat langsung dalam upaya pelestrian kesenian Reak.
Disamping itu adanya pro dan kontra dimasyarakat antara yang mendukung
pelestariannya dan yang tidak mendukung karena berfikir bahwa seni tradisi ini
mengandung unsur magis dan dianggap musyrik.
II.8 Persepsi masyarakat terhadap pelestarian kebudayaan kesenian Reak Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kesenian Reak maka dilakukan
penyebaran kuisioner pada tanggal 19 Desember 2014 kepada 30 orang
responden secara acak kepada pelajar SMA dan Mahasiswa yang berada di
daerah kota Bandung tepatnya di desa Pasirbiru, kecamatan Cibiru Bandung,
dikarnakan daerah tersebut merupakan salah satu daerah tempat berkembangnya
13 1. Masyarakat yang mengetahui dan tidaknya kesenian Reak.
Gambar II.7 Mayarakat yang mengenal dan tidaknya kesenian Reak
Masyarakat yang mengenal kesenian Reak berdasarkan jawaban kuisioner,
sebanyak 75% mengetahui kesenian reak, itu berarti kesenian Reak masih punya
eksistensi bagi para penikmatnya. Akan tetapi pada umumnya mereka hanya
mengetahui keberadaan kesenian Reak tersebut tanpa mengetahui nilai-nilai yang
ada dalam kesenian Reak tersebut, dengan kata lain mereka hanya mengetahui
hiburan yang disuguhkan dalam Kesenian Reak, oleh karena itu banyaknya
oknum yang mabuk dalam kesenian Reak dikarnakan kurangnya edukasi dan
pengenalan nilai-nilai dalam kesenian Reak. dan sebanyak 25% tidak
mengetahui ini merupakan angka yang lumayan cukup besar dikarnakan tidak
adanya suatu media yang dapat meng informasikan tentang kberadaan kesenian
Reak tersebut .
75% 25%
14 3. Setiap masyarakat yang mendukung pelestarian kesenian Reak sebagi salah
satu kesenian budaya Jawa Barat.
Gambar II.8 Dukungan masyarakat terhadap kesenian Reak
Dukungan masyarakat terhadap kebudayaan kesenian Reak berdasarkan jawaban
kuisioner, sebanyak 67% mendukung terhadap pelestarian kesenian Reak. Ini
merupakan angka yang sngat bagus bahawa pada adasarnya masyarakat masih
mempunyai rasa kecitaannya terhadap kebudayaan tradisi seperti kesenian Reak
pada khususnya. Sedangkan 33% tidak mendukung terhadap kesenian Reak, ini
disebabkan kurangnya informasi mengenai niliai-nilai yang ada dalam kesenian
Reak terhadap masyarakat dalam, sehingga perlu diadakannya suatu media yang
dapat menginformasikan keberadaan kesenian Reak serta nilai-nilai yang ada
dalam kesenian Reak,
67% 33%
15 5. Perlu dan tidak adanya media informasi untuk mengetahui kesenian Reak.
Gambar II.9 Perlu dan tidaknya media informasi terhadap kesenian Reak
Perlu atau tidaknya adanya pembelajaran terhadap kesenian Reak. Berdasarkan
jawaban kuisioner di atas, sebanyak 75% menjawab perlu jika adanya
pembelajaran atau edukasi kesenian Reak, ini terlihat bahwa masyarakat
memerlukan suatu media informasi sebagai sarana dan sumber edukasi untuk
mengetahui kesenian Reak lebih dalam. Sedangkan 25% menjewab tidak dengan
alasan mereka memandang kesenian Reak sebagai kesenian yang mereka anggap
musyrik dan adanya orang atau oknum yang menungganginya sebagai
ajimumpung untuk mencoba mengotorinya disetiap acara Reak berlangsung
seperti mabuk dan membuat keributan, dan tentunya menimbulkan persepsi
negatif dimasyarakat terhadap kesenian Reak. 75% 25%
16 7. Masyarakat yang menyetujui dan tidaknya jika kesenian Reak menghilang.
Gambar II.10 Setuju dan tidaknya kesenian Reak menghilang
Setuju atau tidaknya jika kesenian Reak menghilang atau punah, berdasarkan
analisa jawaban kuisioner di atas, sebanyak 27% menjawab setuju jika kesenian
Reak menghilang atau punah, dengan alasan masyarakat memandang kesenian
Reak sebagai kesenian yang mereka anggap musyrik dan adanya orang atau
oknum yang menungganginya sebagai ajimumpung untuk mencoba mengotorinya
disetiap acara Reak berlangsung seperti mabuk dan membuat keributan, dan
tentunya menimbulkan persepsi negativ dimasyarakat terhadap kesenian Reak.
Sedangkan 73% menjewab tidak setuju. dengan alasan bahwa kesenian Reak
merupakan salah satu warisan budaya yang perlu dijaga dan di lestarikan, karena
pada dasarnya kita berasal dari sejarah dengan berlatar belakang aneka ragam
kebudayanya.
8. Tanggapan masyarakat mengenai prosesi kesenian Reak
Dalam kuisioner ditemukan tanggapan yang beragam, dari semua tanggapan
masyarakat tersebut dapat di simpulkan bahwa sejatinya kesenian Reak
merupakan kesenian yang merupakan salah satu warisan budaya turun temurun
dari para pendahulu kita tentunya dengan berbagai fungsi dan nilai-nilainya, untuk
itu perlu dijaga dan dilestarikan, akan tetapi masih ada masyarakat yang belum 73%
27%
17 mengetahui kesenian Reak dan memandang kesenian Reak sebagai kesenian yang
mereka anggap musyrik dan adanya orang atau oknum yang menungganginya
sebagai ajimumpung untuk mencoba mengotorinya disetiap acara Reak
berlangsung seperti mabuk dan membuat keributan, dan tentunya menimbulkan
prsepsi negatif dimasyarakat terhadap kesenian Reak.
Perlu adanya media informasi yang dapat menginformasikan sehinga bisa
memberikan pemahaman baru yang lebih positif terhadap masyarakat khususnya
generasi muda, agar supaya tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap kesenian
Reak Serta Perlu adanya pembinaan atau edukasi terhadap pelaku kesenian Reak
maupun masyarakat penikmat kesenian reak khususnya generasi muda, agar tidak
adanya oknum yang mengotori Kesenian Reak, serta bisa lebih terarah dan
berbudaya dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan kesenian Reak. Sehingga
nilai-nilai yang ada dalam kesenian Reak bisa terjaga dan terealisasi dengan baik
dan kesenian Reakpun bisa diterima seluruh kalangan masyarakat.
II.9 Resume dan solusi a. Resume
1. Sulitnya dalam menemukan sumber media informasi yang menerangkan
tentang nilai-nilai yang terdapat pada kesenian Reak merupakan salah satu
kendala dalam memperkenalkan nilai-nilai yang ada dalam kesenian Reak.
2. Sulitnya sumber sebagai media informasi tentang nilai-nilai yang terkandung
dalam kesenian Reak, sehingnga menimbulkan persepsi yang berbeda
dimasyarakat dan menyebabkan pro dan kontra dimasyarakat.
3. Kurangnya edukasi dalam menghargai suatu kesenian tradisional khususnya
kesenian Reak, sehingga banyanknya oknum masyarakat yang berprilaku
negatif saat pelaksanaan kesenian Reak, dan secara tidak langsung memberikan
persepsi negatif terhadap kesenian Reak, sehingga perlu adanya median
informasi sebagai edukasi atau pembelajaran terhadap masyarakat.
4. Pada umumnya masyarakat mengetahui kesenian Reak akan tetapi hanya
sebatas mengetahui nama dan tampilannya saja, tanpa mengetahui nilai-nilai
18 b. Solusi
Untuk itu perlu dibuat media informasi yang bisa menerangkan nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian Reak sehingga masyarakat dapat mengetahui
kesenian Reak dan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Reak, dengan
mengetahui nilai-nilai tersebut sehingga dapat diharapkan bisa merubah cara
pandangan masyarakat terhadap kesenian Reak sehingga tidak terjadi pro dan
19 BAB III
STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI
III.1 Strategi Perancangan
Strategi perancangan media informasi ini adalah melalui buku foto essay, yang
bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai prosesi
kesenian Reak serta nilai-nilai dalam kesenian Reak dengan mengaplikasikan
informasi ilustrasi dalam buku melalui media esai foto. Karena media esai foto di
angap lebih efisien dan efektif dalam menyampaikan informasi dan gambaran
mengenai kegiatan-kegiatan acara prosesi kesenian Reak.
Seperti yang telah dikemukakan Arbain Rambey 2010foto essay bertujuan utama
untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta dan peristiwa
hanyalah pelengkapnya. Ia menganalisa dari pada melaporkan suatu gejala,
peristiwa atau isue tertentu. Ia adalah rangkaian argumen yang menyatakan sudut
pandang tertentu dari pewarta foto (dan/atau redaksi).
III.1.1 Tujuan Komunikasi
Dalam perancangan sebuah media informasi, tujuan berkomunikasi sangatlah
penting agar masyarakat yang menjadi khalayak sasaran mendapatkan informasi
yang tepat. Tujuan komunikasi dari perancangan media informasi ini adalah agar
masyarakat mendapatkan informasi dan wawasan serta lebih mengetahui
bagimana prosesi kesenian Reak serta nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian
Reak, sehingga diharapkan masyarakat terutama generasi muda sebagai khalayak
sasaran dapat mengatahui prosesi acara kesenian Reak serta nilai-nilai hidup yang
terkandung dalam kesenian Reak.
III.1.2 Pendekatan Komunikasi
Untuk menyampaikan sebuah infromasi kepada masyarakat dibutuhkan sebuah
komunikasi yang baik agar informasi yang disampaikan mampu diserap dan
20 Oleh karena itu dibutuhkan strategi pendekatan dalam berkomunikasi. Strategi
pendekatan komunikasi yang akan digunakan dalam media informasi ini dibagi
menjadi 2 bagian, diantaranya yaitu :
a. Pendekatan Visual
Strategi komunikasi yang dilakukan dalam perancangan media informasi
Kesenian Reak melalui media cetak. Pendekatan yang digunakan melalui teknik
fotografi. Teknik ini di pilih agar setiap tahapan acara dapat terlihat dengan jelas.
Foto-foto yang ada pada media informasi bersifat naratif dan sistematis sesuai
dengan tahapa-tahapan yang ada pada prosesi acara Kesenian Reak.
b. Pendekatan Verbal
Materi pesan yang akan disajikan dalam media informasi ini adalah mengenai
prosesi dan makna-makna serta nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Reak.
Teks pada buku digunakan untuk melengkapi foto yang berisi nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap tahapan prosesi kesenian Reak. Bahasa yang digunakan
ialah bahasa Indonesia dan bahasa Sunda untuk istilah-istilah yang terdapat
dalam kesenian Reak, agar sesuai dengan zaman dimana buku ini dibuat dan
mempunyai identitas dari asal kesenian Reak berada, sehingga mudah dicerna
oleh khalayak sasaran.
III.1.3 Materi Pesan
Materi pesan yang akan disampaikan melalui media informasi ini adalah
menyampaikan bagaimana prosesi acara pertunjukan dari kesenian Reak ini dari
awal hingga akhir acara serta memberikan informasi mengenai nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian Reak. Yang digambarkan memalui iustrasi foto
dengan teks sebagai pelengkap agar pembaca tidak bosan saat membaca.
III.1.4 Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Sunda untuk
istilah-istilah yang dipakai dalam Kesenian Reak. Agar materi pesan yang akan
21 III.2 Khalayak Sasaran
Adapun khalayak sasaran buku ini, ditujukan untuk generasi muda usia 17-20
tahun, menyesuaikan dengan usia dimana usia 17-20 merupakan usia pubertas,
masa usia tersebut mempunyai keingintahuan yang kuat. Dikarenkan adanya
masyarakat yang belum mengetahui keberadaan kesenian Reak dan nilai-nilai
dalam kesenian Reak, serta adanya masyarakat yang mempunnyai persepsi negetif
terhadap kesenian Reak. Oleh karena itu perlu adanya media pendukung sebagai
sarana untuk menginformasikan keberadaan kesenian Reak serta nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian Reak. Sehingga diharapkan dengan dibuatnya media
informasi ini, khalayak sasaran dapat mengetahui keberadaan kesenian Reak, serta
nilai-nilai yang terdapat dalam kesenian Reak. Untuk menentukan khalayak
sasaran, maka dibagi lagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok sasaran primer
dan kelompok sasaran sekunder. Kelompok sasaran primer terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu secara demografis, geografis, dan psikografis.
a. Kelompok Sasaran Primer
merupakan sasaran utama dalam menyampaikan media informasi ini. Kajian
kelompok sasaran primer meliputi:
Geografis
Secara geografis, media informasi ini ditujukan hanya untuk wilayah Bandung
dan sekitarnya khususnya Jawa Barat dikarnakan kesenian Reak merupakan salah
satu kesenian yang brasal dari jawa Barat dan berkembang di jawa Barat,serta
umumnya wilayah Indonesia.
Demografis
Secara demografis, target sasaran primer meliputi kedua jenis kelamin, yaitu
laki-laki dan perempuan atau generasi muda, dengan usia 17 – 20 tahun.
Psikografis
Secara psikografis, media informasi ini ditujukan untuk orang-orang yang ingin
menambah pengetahuan dan informasi tentang prosesi kesenian Reak serta
nilai-nilai hidup yang terkandung dalam kesenian Reak, Mempunyai keingintahuan
22 menyukai kesenian tradisioanl jawabarat pada khususnya dan kesenian tradisonal
Indonesia pada umumnya.
b. Kelompok Sasaran Sekunder
Kelompok sasaran sekunder merupakan target tambahan diluar kelompok sasaran
utama. Kelompok sasaran sekunder media informasi ini adalah orang-orang yang
tertarik mengetahui informasi tentang kesenian Reak, dengan usia tidak tergolong
pada usia yang menjadi khalayak sasaran.
III.3 Strategi Kreatif
Untuk memeperlancar tujuan komunikasi serta menarik minat masyarakat dalam
membaca buku, maka perlu adanya strategi kreatif dalam merancang buku yang
tepat dan berguna bagi masyarakat. Strategi kreatif yang akan di tampilkan pada
buku media informasi ini adalah lebih menonjolkan tampilan gambar pada
ilustrasi foto, dikarnakan foto merupakan media yang tepat memberi gambaran
visual yang baik dan dapat dipahami oleh pembaca. Serata dalam warna foto
diaplikasikan dengan warna hitam putih untuk memberikan kesan mistis, dramatis
dan tradisional serta untuk memberikan kesan yang kuat dalam ingatan pembaca.
Serta ilustrasi foto hitam putih sendiri mengacu kepada kesan yang di tampilkan
dalam kesenian Reak yaitu pertarungan antara kebaikan dan keburukn, hitam yang
di simbolkan sebagai keburukan dan putih yang disimbolkan dalam kebaikan. .
Dan dalam elemen bentuk visual sendiri ditambahkan aksen bentuk lingkaran
yang diambil dari bentuk alat musik dogdog yang berbentuk lingkaran. Serta
penambahan aksen teksture karaung goni sebagai yang di aplikasikan pada
sampul dan bentuk lingkaran untuk layout halaman, aksen tekstur kayu sendiri
dipilih dikarnakan mengikuti icon Reak yakni Bangbarongan yang bermaterialkan
23 III.4 Strategi Media
Media Utama
Media utama berupa buku mengenai prosesi kesenian Reak serta nilai-nilai yang
terkandung dalam kesenian Reak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), buku memiliki arti yaitu lembar kertas berjilid, berisi tulisan atau kosong.
Sedangkan menurut Oxford Dictionary, buku mempunyai arti sebagai hasil karya
yang ditulis atau dicetak dengan halaman-halaman yang dijilid pada satu sisi
ataupun juga merupakan suatu karya yang ditujukan untuk penerbitan. Media ini
dipilih karena buku merupakan sarana pengetahuan yang dalam penggunaannya
berisi akan informasi-informasi yang dapat di pertanggungjawabkan serta dapat
terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Selain itu buku juga mempunyai
nilai komersil dan dapat dikoleksi. Sedangkan dalam layout sampul buku media
infomasi ini, lebih cendrung di dominasi warna gelap untuk menimbulkan kesan
mistis dan klasik dikarnakan kesan mistis sendiri merupakan cirikhas yang ada
dalam kesenian Reak. Pengemasan informasi tidak hanya menggunakan satu
media saja, ada media pendukung yang menjadi pelengkap untuk
memperkenalkan kepada khalayak sasaran.
Media Pendukung
1. Poster
Poster digunakan sebagai informasi bahwa akan segera terbit buku tentang
Kesenian Reak
2. X-banner
X-banner berfungsi sebagai media promosi dan informasi bahwa buku ini sudah
terbit dan tersedia di toko buku. X-banner berukuran 160 cm x 60 cm. X-banner
ini diletakkan di luar dan di dalam toko buku.
3. Flyer
Flyer berfungsi sebagai media promosi yang disebarkan di dekat toko buku dan
tempat keramaian seperti taman kota. Berukuran 21 cm x 14,8 cm dan dicetak
24 4. Stiker
Stiker berfungsi sebagai media promosi yang di tempelkan di angkutan umum
atau tempat keramaian, berukuran 15 cm x 8 cm dan di cetak menggunakan kertas
stiker 180 gram.
5. Pembatas Buku
Pembatas buku merupakan salah satu bagian dari buku yang berguna untuk
pembaca sebagai pengingat halaman yang sudah di baca. Pembatas buku ini
berukuran 15 cm x 4 cm dan di cetak menggunakan kertas art paper 230 gram.
6. Tas kain spunbond
Tas kain spunbond bagian dari merchandise, yaitu sebuah tas untuk menyimpan
buku.
7. T-shirt
T-shirt bagian dari gimik yang akan di pakai saat mempromosikan buku.
III.5 Strategi Distribusi
Strategi distribusi ini dilakukan agar media informasi buku foto esai ini dapat
tersalurkan secara merata. Distribusi atau penjualannya akan dilakukan ke
toko-toko buku seperti Gramedia dan juga toko-toko buku lainnya. Itu dilakukan agar
masyarakat mudah mendapatkan buku ini. Dan juga khususnya bagi perpustakaan
yang ada disekolah dan perguruan tinggi akan diberikan secara gratis sebagai
sumbangan buku untuk menunjang wawasan dan ilmu pengetahuan dibidang
pendidikan budaya. Secara strategi geografisnya buku foto esai ini akan
disebarkan di Bandung dan sekitarnya. Adapun jadwal pendistribusian akan
dilakukan yaitu sebagai berikut :
25 III.6 Konsep Visual
Konsep visual yang digunakan buku ini adalah menggunakan bentuk-bentuk
persegi dan lingkaran dimana bentuk tersebut menjadi ciri khas dalam
perancangan media yang berasal dari Sunda, Dimana bentuk tersebut tidak
terlepas dari nilai filosopis hidup, seperti halnya keseian Reak yang tumbuh
berkembang di tatar sunda dengan bermacam nilai hidup yang terkandung di
dalamnya. Serta untuk aksen menambahkan tekstuk karung goni yang di ambil
dari salah satu bahan bangbarongan sebagai icon dalam kesenian Reak.
III.6.1 Format Desain
Adapun rincian dari format desain buku ini adalah sebagai berikut: 1. Buku ini
berukuran 21cm x 21cm ukuran ini di pilih untuk menyeimbangkan antara teks
dan gambar dengan posisi buku pertical. 2. Dengan menggunakan jenis kertas art
paper 150 gram. 3. Buku di hardcover. 4. Dan di dalam buku terdapat pembatas
buku, berukuran 15 cm x 4 cm yang di cetak menggunakan kertas art paper 230
gram.
26 III.6.2 Tata Letak (layout)
Tata letak atau yang juga sering disebut dengan layout pada dasarnya adalah
sebuah rancangan, secara fisik merupakan sket yang masih kasar untuk
mengorganisir unsur-unsur grafis. Layout adalah merangkai unsur-unsur grafis
tertentu menjadi suatu susunan yang enak dan menyenangkan untuk dilihat, tinggi
nilai estetisnya dan mencapai tujuan dengan cepat dan tepat. Layout sebagai
pengatur elemen-elemen dasar desain pada tempat yang sepatutnya untuk
mencapai terjadinya komunikasi yang efektif, menyenangkan, dan tercapai suatu
tujuan tertentu.
Konsep layout pada buku esai foto ini Mengacu kepada perinsip-prinsip layout
yang dikemukakan (Koskow, 2009 Merupa Buku, pp. 171-172).
1. Urutan menunjuk pada aliran membaca.
2. Penekanan (emphasis) menunjuk pada objek-objek penting dalam urutan
pembacaan.
3. Keseimbangan (balance) menunjuk pada pembagian berat ruang, termasuk
ruang isi dan kosong (ruang sela).
4. Kesatuan (unity) menunjuk pada usaha menciptakan kesatuan objek, termasuk
ruang secara keseluruhan.
5. Konsistensi menunjuk pada kontrolestetik tampilan keseluruhan. Konsistensi
menunjuk pada kontrol estetik tampilan keseluruhan
27 III.6.3 Tipografi
Menurut Danton Sihombing tipografi merupakan representasi visual dari sebuah
bentuk komunikasi verbal dan merupakan properti visual yang pokok dan efektif
(Sihombing, 2001: 58). Font yang akan digunakan pada perancangan media buku
ini adalah font yang umum, sederhana, dan akrab di baca oleh masyarakat serta
memberikan kesan ramah karena kemudahan dalam membaca huruf. Berdasarkan
fungsinya, huruf dapat dipilih menjadi dua jenis, yaitu huruf teks (text type) dan
huruf judul (display type). Tipografi adalah seni merancang, menyusun, dan
mengatur tata letak huruf dan jenis huruf dengan pengaturan penyebarannya pada
ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan khusus, sehingga akan
menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal
mungkin. Adapun jenis font yang akan di aplikasikan adalah sebagai berikut:
Font untuk judul menggunakan huruf Mistral, untuk menambah kesan dekoratif dan natural.
Gambar III.3 Font Mistral Sumber: Dokumen pribadi
Judul buku “Hitam Putih” sendiri mengacu kepada kesan yang di tampilkan
dalam kesenian Reak yaitu pertarungan antara kebaikan dan keburukn, hitam
yang di simbolkan sebagai keburukan dan putih yang disimbolkan dalam
kebaikan
28 Font untuk Sub judul menggunakan huruf SouthPacific untuk menambah kesan
dekoratif dan ornamentik.
Gambar III.5 Font South pacific Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar III.6 Font di aplikasikan pada sub judul Sumber: Dokumen Pribadi
Font untuk isi teks menggunakan huruf Helvetica Reguler, untuk menambah
kesan teratur dan mempunyai kertbacaan yang mudah .
Gambar III.7 Font di Aplikasikan Pada Teks Sumber: Dokumen Pribadi
III.6.4 Ilustrasi
Teknik ilustrasi pada perancangan media utama buku esai foto ini adalah melalui
teknik fotografi dengan jenis fotografi esai foto. Menurut Salman (2010), esai foto
bertujuan utama untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta
dan peristiwa hanyalah pelengkapnya. Ia menganalisa dari pada melaporkan suatu
gejala, peristiwa atau isue tertentu. Ia adalah rangkaian argumen yang menyatakan
sudut pandang tertentu dari si pewarta foto atau redaksi. Karena karakter dan
fungsinya itu, esai foto sangat mengandalkan keberadaan teks atau kata-kata yang
29 sangat kuat di dalam penyampaian opini atau pernyataan pendapat. Adapun motif
baju anak khitan yang di ambil sebagai identitas visual dalam perancangan media
buku foto esai yang akan di gunakan untuk corak dari kaper buku. Motif ini di
ambil berlandaskan dari fungsi kesenian Reak sendiri yang berfungsi untuk
mengarak anak khitan.
Gambar III.8 Motif baju anak khitan Sumber: Dokumen Pribadi
III.6.5 Warna
Menurut Lia A.S dan Kirana N (2014, h.37), warna merupakan unsur penting
dalam sebuah perancangan obyek desain. Warna merupakan identitas sebuah
obyek dan warna juga merupakan salah satu elemen yang dapat menarik perhatian
target audience. Menurut Russel (1992), salah satu unsur paling berguna dalam
sebuah desain adalah warna. Warna dapat mempengaruhi mood dalam sebuah
karya.
Fungsi sebuah warna adalah: Untuk menarik perhatian
Untuk menyoroti unsur-unsur khusus secara realistis
Warna memiliki bahasa psikologis yang dapat menyusun mood dalam suatu
karya desain.
Dalam penggunaan warna pada perancangan desain buku media informasi ini
menggunakan warna netral dan cendrung kearah gelap serta warna primer yaitu
warna merah untuk menimbulkan kesan mistis dalam kesenian Reak dikarnakan
dalam prosesi acara kesenian Reak sendiri syarat akan ritual dan mistis dan
30 Gambar III.9 Warna
31 BAB IV
TEKNIS PRODUKSI MEDIA
IV.1 Media Utama
IV.1.1 Proses Perancangan Buku Esai Foto
Permulaan proses dimulai dengan pembuatan dan pengembangan storyline atau
konsep isi dan informasi yang akan disampaikan di dalam buku esai foto. Lalu
dilakukan pencarian data-data yang berhubungan untuk mendukung isi buku.
Setelah data di dapat, proses selanjutnya adalah pembuatan storyboard, atau
sketsa kasar untuk menyusun konsep pemotretan foto-foto yang akan di ambil.
Setelah semua sketsa selesai, selanjutnya adalah proses pemotretan dilapangan
dengan mengunakan media kamera DSLR canon eos 600 D dengan lensa kit
18-55mm dan lensa tele 70-200mm. Tahap selanjutnya adalah proses editing di
komputer meliputi pengaturan gelap, terang, dan warna foto dengan software
Adobe Photoshop CS6. Setelah proses tersebut selesai, foto disimpan dalam
format JPEG dan memasuki tahap layout buku kembali menggunakan software
Adobe photoshop CS6. Proses dengan ini meliputi pengaturan tata letak dan
penambahan tipografi atau tulisan. Setelah semua proses editing dan penyusunan
tata letak selesai, tahap akhir dilakukan proses pencetakan. Adapun tahapan dari
proses perancangan buku esai foto adalah sebagai berikut:
1. Dimulai dengan pembuatan dan pengembangan storyline, dalam buku ini
terdapat enam tahapan dalam prosesi kesenian Reak pertama prosesi
ritual,prosesi tatabeuhan, prosesi tari bangbarongan, prosesi arak-arakan,
prosesi kesurupan reak dan prosesi pamitan. Pengembangan dari storyline ini
selanjutnya diaplikasikan pada storyboard, untuk membuat sketsa kasar
32 Gambar IV.1 Story Board
Sumber: Dokumen Pribadi
2. Tahap selanjutnya adalah proses pemotretan dilapangan denganmengunakan
media kamera DSLR:
Gambar IV.2 Hasil pemotretan Sumber: Dokumen pribadi (2014)
3. Tahap selanjutnya adalah proses editing di computer meliputi pengaturan
33 fungsinya untuk mengubah foto berwarna kedalam warna hitam putih dan
memberikan detail-detail serta kesan dramatis kedalam foto.
Gambar IV.3 Editing foto Sumber: Dokumen pribadi
4. Setelah proses tersebut selesai, foto disimpan dalam format JPEG dan
memasuki tahap layout buku kembali menggunakan software Adobe photoshop
CS6. Proses ini meliputi pengaturan tata letak dan penambahan tipografi atau
tulisan.
34 Gambar IV.5 Penambahan tipografi
Sumber: Dokumen pribadi
5. Setelah semua proses editing dan penyusunan tata letak selesai, tahap akhir
dilakukan proses pencetakan.
35 IV.1.2 Konsep Visual Sampul Depan dan Belakang
Pada bagian sampul depan terdapat visual Bangbarongan sedangkan judul “Hitam
Putih” dipilih sebagai presentasi dari Kesenian Reak yang dianggap sebagai
kesenian yang mengandung unsur mistis atau magis, dan putih menunjukan
bahwa di dalam kesenian Reak mempunyai nilai hidup dan nilai pilosifis yang
baik. Sedangkan sub judul “Reak” adalah untuk memperjelas maksud dari judul “Hitam Putih”. Pada bagian sampul belakang terdapat tulisan untuk memberikan gambaran tentang isi buku dan sedikit tulisan untuk mendefinisikan karakter
buku.
Ukuran : (21cm x 21 cm)
Material : Artpaper 150 gram + Hard Cover
Teknis Produksi : Cetak Offset
Gambar IV.7 Sampul depan dan belakang Sumber: Dokumen pribadi
IV.1.3 Isi Buku
Dalam buku ini, visual foto menjadi media utama dalam menyampaikan informasi
dan setiap visual foto disertai dengan teks atau tulisan yang berfungsi sebagai
penjelas.
Ukuran : (21cm x 21 cm)
Material : Artpaper 150 gram
36 Gambar IV.8 Isi buku
Sumber: Dokumen Pribadi
IV.2 Media Pendukung IV.2.1 Poster
Media poster dibuat sebagai media promosi dan informasi yang memberitahukan kepada khalayak bahwa buku “Hitam Putih” segera terbit. Poster akan diletakkan di dekat toko buku.
Ukuran : A2 (42 cm x 29,7 cm)
Material : Sinteticpaper 150 gram
Teknis Produksi : Cetak Offset
37 IV.2.2 Pembatas Buku
Pembatas buku merupakan bagian dari merchandise dan salah satu bagian dari
buku yang berguna untuk pembaca sebagai pengingat halaman yang sudah di
baca.
Ukuran : 4 cm x 14,5 cm
Material : Artpaper 250 gram
Teknis Produksi : Cetak Offset
Gambar IV.10 Pembatas Buku Sumber: Dokumen Pribadi
IV.2.3 Stiker
Stikerberfungsi sebagai media promosi yang ditempelkan di angkutan umum atau
tempat keramaian.
Ukuran : 15,5 cm x 8 cm
Material : Vinyl doof 150 gram
Teknis Produksi : Cetak Offset
38 IV.2.4 Flyer
Flyer berfungsi sebagai media promosi yang disebarkan di dekat toko buku dan
tempat keramaian seperti taman kota.
Ukuran : A5 (21 cm x 14,8 cm)
Material : Artpaper 150 gram
Teknis Produksi : Cetak Offset
Gambar IV.12 Flayer Sumber: Dokumen Pribadi
IV.2.5 X-banner
X-banner berfungsi sebagai media promosi dan informasi bahwa buku ini telah
terbit dan tersedia di toko buku.
Ukuran : 160 cm x 60 cm
Material : Flexi Korea
39 Gambar IV.13 X-banner
Sumber: Dokumen Pribadi
IV.2.6 Tas kain spunbond
Tas kain spunbond merupakan bagian dari merchandise, yaitu sebuah tas untuk
menyimpan buku.
Material : Polypropylene
40 Gambar IV.14 Tas kain spunbond
Sumber: Dokumen Pribadi
IV.2.7 T-shirt
T-shirt merupakan bagian dari Gimik yang akan dipakai saat mempromosikan
Buku.
Material : Cotton combed 20s
Proses produksi : Digital printing
41 DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ajip, Rosidi. 2009 Oyong-oyong Bangkong. Pabelan : PT Kiblat Buku Utama
Koskow. 2009 Merupa Buku. Yogyakarta : LkiS
Lia dan Kartika. (2014). Desain Komunikasi Visual : Dasar-dasar dan Panduan
untuk pemula. Bandung : Nuansa Cendikia.
Nurhakim, Moh. 2003. Islam Tradisi dan Refofmasi pragmatisme (Agama Dalam
Pemikaran Hasan Hanafi). Malang : Bayumedia Publising.
Rita G & Ratri RK. (2013). Jurnalistik Foto. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Bandung.
Sihombing, 2001 Tipografi Dalam Desain Grafis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Salman, 2010 Catatan Terbuka Arbain Rambey. Depok.
Sedyawati, Edi. 2014. Kebudayaan di Nusantara. Depok : Komunitas Bambu.
Website:
Anonim. pengertian seni budaya dan kesenian menurut para ahli. Diakses pada
24 september 2014. www. Dilihatnya.com
Ramdahani, Doni. 2014 jejek reak. http.//m.inilah.com/news/detail/2150153.
Rusmana, Dadan. reak. Bandung, 23 januari 2011. [online] http://medialogika.org
Sumedangonline. 2010 seni reak. www.sumedangonline.com
Suanda Endo. 2011 Kesenian helaran. www.disparbud.jabarprov.go.id
Tim Seksi Kebudayaan. 2002 Deskripsi Seni Tradisional Reak. Dinas
44
KUISIONER
JUDUL : Kesenian Reak Nama :
Pekerjaan :
No Tlp/Hp :
A. Petunjuk Pengisian
1. Sudilah kiranya Saudara mengisi/memberi jawaban Saudara sesuai
pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat Saudara.
2. Pilih Salah satu jawaban yang menurut Saudara benar dan berikan tanda
(X) pada salah satu jawaban dan kemukakan alasan saudara pada kolom
yang sudah tersedia.
3. Jawablah pertanyaan dengan jujur dan tidak terpengaruh oleh orang lain.
4. Atas kesediaan Saudara dalam menuliskan jawaban, penulis ucapkan
terima kasih.
B. Pertanyaan
1. Apakah saudara mengenal kesenian Reak?
a.Ya b. Tidak
2. Apakah suadara mengetahui sejarah kesenian Reak ?
a.Ya b. Tidak
3. Apakah saudara mendukung pelestarian kesenian Reak sebagi salah satu
kesenian budaya Jawa barat ?
45 4. Apakah anda mengetahui nilai-nilai budaya dan nilai-nilai hidup yang ada
dalam kesenian Reak ?
a.Ya b. Tidak
5. Apakah menurut saudara perlu atau tidak adanya media informasi untuk
mengetahui kesenian Reak?
a.Ya b. Tidak
6. Apakah menurut saudara perlu atau tidak, diadakannya media
pembelajaran kebudayaan kesenian Reak terhadap generasi muda?
a.Ya b. Tidak
7. Apakah Saudara setuju jika kebudayaan kesenian Reak menghilang?
a.Ya b. Tidak