PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA DUA
VARIETAS BENIH KEDELAI (
Glycine max
(L.) Merr.)
TERHADAP KANDUNGAN ANTOSIANIN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH
SOPHIA FITRIESA
A24070079
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sophia Fitriesa1, Maryati Sari2 , M.R. Suhartanto2 1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24070079) 2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract
The purpose of this research was to study the effect of N, P, and K fertilization on the content of anthocyanin and seed vigor on two soybean varieties in order to look for a correlation between them. The research was conducted at IPB Experiment Station in Leuwikopo and Seed Technology Laboratory AGH, IPB on Februari until July 2011. The design which used in this experiment is Split Plot Design. The first factor is soybean varieties (Anjasmoro and Detam 1). The second factor is NPK fertilization (no fertilizer, NPK, NP, NK, and PK). Observations included vegetative observations and production of seed, anthocyanin content of seed, seed viability, vigor of growth strength and storability vigor of the seeds. The result of this study showed that varieties effect on anthocyanin content of seed. Varieties Detam 1 shows the anthocyanin content is higher than Anjasmoro varieties.
Application of fertilizer effect on storability vigor of soybean seeds through controlled deterioration. Application of NPK and NK fertilizer give the highest value for storability vigor of the seeds (83.33% and 80.00%) higher than the lowest storability vigor of the seeds produced by no fertilizer treatment (61.33%). Electroconductivity is not affected by the provision of fertilizer and varieties but affected by the interaction of both. Correlation was not found between anthocyanin content and seed vigor.
RINGKASAN
SOPHIA FITRIESA. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Dua Varietas
Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) terhadap Kandungan Antosianin dan Hubungannya dengan Vigor Benih. (Dibimbing oleh MARYATI SARI
dan M. R. SUHARTANTO).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P, dan
K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih pada dua varietas kedelai serta
keeratan hubungan antara kandungan antosianin benih dengan vigor benih.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih, serta Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi,
Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari sampai Juli 2011.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design) yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT). Faktor pertama sebagai petak utama adalah varietas benih
kedelai yang terdiri atas benih kedelai Varietas Anjasmoro (V1) dan benih kedelai
Varietas Detam 1 (V2). Faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pemupukan
yang digunakan, yang terdiri dari tanpa pupuk (P0), pupuk N, P, dan K (P1),
pupuk N dan P (P2), pupuk N dan K (P3), serta pupuk P dan K (P4). Pupuk N
yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P menggunakan
SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, dan pupuk K menggunakan KCl dengan
dosis 100 kg KCl ha-1. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga
didapatkan sebanyak 30 satuan percobaan.
Penelitian ini terdiri atas dua tahap penelitian. Tahap pertama adalah
pelaksanaan produksi benih di lapang. Pengamatan pada tahap ini terdiri dari
komponen pertumbuhan vegetatif dan produksi benih. Tahap kedua merupakan
tahapan pengujian kandungan antosianin dan pengujian mutu benih di
laboratorium. Pengujian terhadap kandungan antosianin benih dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer yang menggunakan aseton dan tris sebagai
absorbannya. Pengujian mutu benih dilakukan untuk mengetahui viabilitas
(Controlled deterioration) dan pengujian Daya Hantar Listrik (DHL). Hasil
pengujian kandungan antosianin benih kemudian dikorelasikan dengan vigor daya
simpan benih.
Hasil pelaksanaan tahap I pada komponen vegetatif dan produksi benih
menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan interaksi antara varietas dengan
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah pengamatan.
Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (3 - 6 MST),
jumlah daun (2 - 3 MST), dan bobot benih per tanaman. Varietas Anjasmoro
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot benih per tanaman yang
nyata lebih baik dibandingkan dengan Varietas Detam 1.
Hasil pelaksanaan tahap II terhadap mutu dan kandungan antosianin benih
menunjukkan bahwa pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas
potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih tetapi berpengaruh nyata pada vigor
daya simpan melalui pengusangan cepat terkontrol. Pemupukan lengkap N, P, dan
K serta N dan K akan menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang nyata
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk, sedangkan pemupukan
N dan P serta P dan K tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk.
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan antosianin benih. Varietas
Detam 1 memiliki kandungan antosianin yang nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan Varietas Anjasmoro. Interaksi antara varietas dan pemupukan berpengaruh
nyata terhadap DHL. Pada Varietas Anjasmoro, kurangnya unsur K dalam
pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang menunjukkan tingginya
tingkat kebocoran elektrolit pada benih dan mengindikasikan vigor daya simpan
benih yang rendah. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui bahwa tidak ada
korelasi antara kandungan antosianin benih dengan vigor daya simpan benih baik
melalui metode pengusangan cepat terkontrol maupun dengan uji daya hantar
listrik.
VARIETAS BENIH KEDELAI (
Glycine max
(L.) Merr.)
TERHADAP KANDUNGAN ANTOSIANIN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SOPHIA FITRIESA
A24070079
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul :
PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA DUA
VARIETAS BENIH KEDELAI (
Glycine max
(L.) Merr.)
TERHADAP
KANDUNGAN
ANTOSIANIN
DAN
HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH
Nama :
SOPHIA FITRIESA
NIM :
A24070079
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Maryati Sari, SP, MSi Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi NIP. 19700918 200003 2 001 NIP. 19630923 198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1989 di Jakarta. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syamsuri dan Ibu
Tilawati. Penulis lulus dari SDN Serua 6 Tangerang Selatan pada tahun 2001,
kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan SMP di SMPN 2
Pamulang. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Tangerang Selatan pada tahun
2007. Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian pada tahun 2008 - 2009 sebagai staf Divisi Informasi dan
Komunikasi. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Dasar Ilmu dan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Dua Varietas Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) terhadap Kandungan Antosianin dan
Hubungannya dengan Vigor Benih”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih
pada dua varietas kedelai serta keeratan hubungan antara kandungan antosianin
benih dengan vigor benih. Penulis menyadari apa yang telah penulis peroleh tidak
terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Maryati Sari, SP, MSi dan Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MSi yang telah
membimbing penulis sejak awal penentuan topik hingga selesainya
penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Abdul Qadir, MS. selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji penulis
pada ujian skripsi dan telah memberikan banyak masukan yang bersifat
membangun atas perbaikan skripsi ini.
3. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, perhatian, dukungan moril dan
materil serta kasih sayang yang telah diberikan.
4. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan, masukan, dan saran atas kemajuan akademik penulis.
5. Vicky, Elizabet, Dini, Pitri, Wiwid, dan teman-teman di keluarga besar AGH
44 atas kebersamaan, semangat, motivasi, dan bantuan selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, penulis sampaikan terima kasih atas do’a, bantuan, dan persaudaraan yang telah terjalin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Produksi Benih Kedelai ... 4
Pemupukan ... 5
Antosianin ... 8
Vigor Daya Simpan Benih ... 9
BAHAN DAN METODE ... 12
Tempat dan Waktu ... 12
Bahan dan Alat ... 12
Metode Percobaan ... 12
Pelaksanaan Penelitian... 13
Pengamatan ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Benih ... 20
Viabilitas dan Vigor Benih yang Dihasilkan ... 23
Kandungan Antosianin ... 28
Hubungan antara Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
Kesimpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1... 14
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan
Vegetatif dan Produksi Benih... 20
3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan... 21
4. Bobot Benih per Tanaman dan Bobot Benih per Petak pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan... 22
5. Mutu Fisiologi Benih Kedelai pada Berbagai Perlakuan
Varietas dan Pemupukan... 24
6. Interaksi Perlakuan Pemupukan dan Varietas pada Daya Hantar Listrik Benih Kedelai... 28
7. Kandungan Antosianin Benih Kedelai... 29
8. Nilai Korelasi Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro... 39
2. Deskripsi Kedelai Varietas Detam 1... 40
3. Kadar Air Benih Kedelai... 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pangan
utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai industri pangan dan nonpangan. Industri pangan
berbahan baku kedelai berkembang pesat, beragam makanan hasil komoditi ini
sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan konsumsi kedelai untuk
bahan pangan masyarakat Indonesia dan pakan ternak meningkat setiap tahunnya.
Produksi kedelai di tahun 2010 sebesar 908 111 ton dan diperkirakan meningkat
pada tahun 2011 menjadi 934 003 ton, akan tetapi kenaikan produksi tersebut
masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang mencapai
2.2 juta ton per tahun (BPS, 2011). Hingga saat ini Indonesia masih tergantung
pada impor untuk pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri. Dalam rangka
mewujudkan swasembada kedelai yang ditargetkan tercapai pada tahun 2015
perlu adanya peningkatan produksi melalui upaya-upaya seperti peningkatan luas
areal pertanaman (ekstensifikasi) dan juga penerapan teknologi budidaya kedelai
yang dapat meningkatkan produktivitasnya (intensifikasi).
Ketersediaan benih bermutu menjadi bagian penting dalam rangka
intensifikasi kedelai. Kurang tersedianya benih bermutu menjadi salah satu sebab
rendahnya rata-rata produktivitas kedelai. Kini rata-rata produktivitas kedelai
nasional baru mencapai 1.37 ton ha-1 (BPS, 2011), sementara potensi produksi
beberapa varietas unggul sebenarnya cukup tinggi misalnya Varietas Detam 1
mempunyai potensi produksi sebesar 3.5 ton ha-1, Detam 2 sebesar 3 ton ha-1,
Wilis sebesar 1.6 ton ha-1, Cikuray sebesar 1.7 ton ha-1, dan Anjasmoro sebesar
2.3 ton ha-1 (Balitkabi, 2008).
Cepatnya kemunduran benih merupakan masalah utama dalam produksi
benih (Copeland dan McDonald, 2001). Penyimpanan benih kedelai dengan kadar
air awal 8% pada ruang biasa dapat disimpan hingga tiga tahun tanpa menurunkan
perkecambahannya, sedangkan benih kedelai dengan kadar air awal lebih dari
12% daya kecambah akan turun menjadi 60% setelah disimpan satu tahun dan
benih kedelai sangat rendah, sehingga BPSB hanya menerapkan masa berlaku
label selama tiga bulan (Deptan, 2010). Permasalahan mengenai rendahnya daya
simpan benih kedelai menjadi hambatan dalam pengadaan benih bermutu dari
varietas unggul.
Salah satu yang diduga dapat menunda kemunduran benih adalah
keberadaan antosianin. Hasil penelitian Mitrowihardjo (1997) menunjukkan
bahwa antioksidan yaitu α-tocopherol dan butylated hydroxytoluene (BHT)
berpengaruh nyata pada kemunduran buatan dan kemunduran alami pada benih
kedelai. Antosianin merupakan salah satu jenis antioksidan. Futura et al. (2002)
menyatakan bahwa kedelai berkulit hitam mengandung banyak antosianin.
Menurut Purwanti (2004) vigor kedelai hitam lebih tinggi dibandingkan dengan
vigor kedelai kuning. Hal ini menguatkan dugaan bahwa kandungan antosianin
yang tinggi pada kedelai hitam dapat meningkatkan vigor daya simpan benih.
Hasil penelitian Pavla dan Pokluda (2008) pada buah kubis dan
mentimun, menunjukkan bahwa perbedaan pemupukan akan mempengaruhi
tingkat kapasitas antioksidan total. Penelitian mengenai hubungan antara
antioksidan dengan pemupukan juga dilakukan Mualim et al. (2009). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi antosianin daun kolesom dipengaruhi
oleh pemupukan. Pemupukan N dan P (tanpa K) menghasilkan rata-rata produksi
antosianin daun kolesom terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Hal ini menunjukkan pada penelitian tersebut unsur K sebagai faktor pembatas
produksi antosianin daun kolesom. Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh
setiap unsur dalam pemupukan terhadap kandungan antioksidan, khususnya
antosianin serta melihat pengaruhnya terhadap vigor daya simpan benih kedelai.
Deteksi vigor dilakukan melalui metode pengusangan cepat terkontrol dan
pengujian daya hantar listrik. Metode pengusangan cepat terkontrol dipilih karena
menurut Powell dan Matthews (2005) dapat mengindikasikan vigor daya simpan
benih, sedangkan menurut Sadjad et al. (1999) pengujian daya hantar listrik juga
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P, dan
K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih pada dua varietas kedelai serta
keeratan hubungan antara kandungan antosianin benih dengan vigor benih.
Hipotesis
1. Terdapat variasi kandungan antosianin dan vigor benih pada kedua varietas
kedelai.
2. Terdapat variasi kandungan antosianin dan vigor benih pada perlakuan
pemupukan yang berbeda.
3. Terdapat interaksi antara pengaruh varietas dan pemupukan terhadap vigor
dan kandungan antosianin benih kedelai.
4. Terdapat korelasi positif antara kandungan antosianin dengan tingkat vigor
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Benih Kedelai
Tanaman kedelai sangat sesuai dan tumbuh optimal dengan produktivitas
maksimal (sekitar 2 ton ha-1 biji kering) jika ditanam di wilayah yang memiliki
ketinggian tempat 1 - 700 m di atas permukaan laut (Sumarno dan Manshuri,
2007). Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan bagi tanaman kedelai, curah hujan
rata-rata untuk kedelai adalah 1 000 – 1 500 mm tahun-1 (Arsyad dan Syam,
1998). Pertumbuhan kedelai optimal pada suhu antara 25 - 27oC, kelembaban
udara rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam hari-1 (Rukmana dan Yuniarsih,
1996). Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa faktor kesuburan tanah
(solum, tekstur, pH, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam
tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah) juga menjadi faktor
penentu.
Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan salah satu persyaratan
mutlak dalam budidaya tanaman kedelai terutama untuk mencapai populasi
tanaman yang optimal (350 000 – 500 000 tanaman ha-1), pertumbuhan yang
seragam, dan produksi yang tinggi. Kebutuhan benih kedelai yaitu 40 - 60 kg ha-1,
bergantung pada ukuran biji (Irawan dan Sunandar, 2009).
Pengolahan tanah dilakukan sekali hingga dua kali (tergantung kondisi
tanah). Pada lahan yang baru pertama kali ditanami kedelai, benih perlu
ditambahkan dengan rhizobium, apabila tidak tersedia inokulan rhizobium (seperti
Rhizoplus atau Legin) dapat digunakan tanah bekas tanaman kedelai yang
ditaburkan pada barisan tanaman. Saluran drainase diperlukan untuk mengalirkan
air ke areal pertanaman guna menjaga kelembaban tanah agar pertumbuhan
tanaman kedelai optimal (Irawan dan Sunandar, 2009). Tanaman kedelai
memerlukan air sekitar 300 - 450 mm selama masa pertumbuhannya. Bila air
tidak tersedia, pertumbuhan kedelai akan mengalami empat tahap fase kritis, yaitu
selama fase pertumbuhan awal, saat berbunga, pembentukan polong, dan
pengisian biji. Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 30 – 35 hari. Bila
kondisinya masih kurang baik, maka penyiangan dilakukan lagi pada umur
saat tanam dengan cara larikan di samping tanaman dengan jarak sekitar 5 - 7 cm
dengan dosis 25 kg urea ha-1, 150 kg SP-36 ha-1, dan 100 kg KCl ha-1, selain itu
juga diperlukan pupuk kandang sebanyak 2 - 5 ton ha-1 dan kaptan (kapur) pada
pra tanam sebanyak 1 000 kg ha-1 (Balai Penelitian Tanah, 2010).
Roguing yang merupakan teknik untuk menjaga kemurnian varietas
dilakukan sebanyak tiga kali yakni pertama pada fase juvenil (tanaman muda)
yang dilakukan pada saat tanaman berumur 15 – 20 HST dengan melakukan
pemeriksaan terhadap keseragaman warna hipokotil, kedua pada saat awal
berbunga dengan melakukan pemeriksaan terhadap warna bunga, warna batang,
bentuk percabangan, bulu pada batang, dan waktu berbunga, ketiga pada saat fase
masak fisiologi dengan melakukan pemeriksaan terhadap warna dan bentuk
polong (Rahayu et al., 2009).
Pemanenan dilakukan dengan kriteria panen yaitu sebagian daun telah
kering dan menguning, batang berwarna kuning sampai coklat, polong mengering
dengan warna kuning sampai coklat serta kadar air telah mencapai 18 – 20%.
Brangkasan kedelai yang baru dipanen dijemur di bawah matahari hingga kadar
airnya 15% selama 3 - 4 hari. Brangkasan yang telah kering dipukul hingga calon
benih terpisah dari batang dan kotoran lainnya (Wirawan dan Wahyuni, 2002).
Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama
6 - 10 bulan adalah tidak lebih dari 11% (Purwanti, 2004).
Pemupukan
Pupuk Nitrogen
Tanaman kedelai memerlukan 16 nutrisi untuk pertumbuhan dan produksi
benih. Tingkat nutrisi sangat membatasi pertumbuhan tanaman dan hasil biji yang
optimum. Kebutuhan N tanaman kedelai dapat mencapai 92 g (kg biji)-1 untuk
hasil biji yang optimum. Penggunaan N oleh tanaman kedelai dari berbagai
sumber, termasuk materi organik tanah termineralisasi, penambatan N secara
simbiosis, dan N dari jaringan tanaman. Sebagai tanaman musiman, kedelai
menyerap N, P, dan K dalam jumlah yang relatif besar, sehingga untuk setiap
hektar pertanaman kedelai jumlah N yang digunakan lebih besar daripada
Avivi (2005) menunjukkan bahwa pemupukan NPK dengan setengah kali dosis
pupuk normal atau 0.437 g per tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan
tinggi tanaman dan jumlah polong isi per tanaman, tetapi tidak untuk peubah
pertumbuhan dan produksi yang lain.
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang
pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan
bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Namun bila terlalu
banyak dapat menghambat tumbuhnya bunga dan pembuahan pada tanaman
(Anwar, 2008). Penambahan pupuk NPK dapat meningkatkan kandungan N total
tanah dalam berbagai bentuk anorganik seperti NH4+ atau NH3 atau NO3-
(Syukur dan Harsono, 2008). Pupuk, tumbuhan yang mati, mikroorganisme, dan
hewan, merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke tanah, tapi
sebagian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera tersedia bagi
tumbuhan. Hampir semua tanah mengandung sedikit asam amino yang dihasilkan
terutama dari perombakan bahan organik oleh mikroba, tapi juga dari pengeluaran
dari akar (Salisbury dan Ross, 1995).
Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik dari CO(NH2)2.
Pupuk ini merupakan pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil (diameter sekitar
1 mm), mempunyai kadar N 45 - 46%. Urea larut sempurna dalam air dan tidak
mengasamkan tanah (Hasibuan, 2008).
Pupuk Fosfor
Fosfor merupakan salah satu unsur yang esensial bagi tanaman yang
berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur fosfor
umumnya diserap tanaman sebagai orto fosfat primer (H2PO4) atau sekunder
(HPO4). Kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan kedua bentuk fosfor
tersebut (Salisbury dan Ross, 1995). Fungsi unsur fosfat antara lain merangsang
perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan,
mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi dari biji (Suprapto, 1999).
Salah satu fungsi P adalah mempercepat terjadinya pembelahan sel
(Hardjowigeno, 2003). Cepatnya pembelahan sel pada jaringan meristematik
pembentukan dan perkembangan akar tanaman. Selain itu, cepatnya pembelahan
sel pada jaringan meristematik bagian ke arah pembentukan batang (bagian atas
tanaman) akan menyebabkan pembentukan dan perkembangan batang dan daun
kecambah tanaman lebih cepat.
Pasaribu dan Suprapto (1983) menyatakan bahwa diantara tiga unsur hara
penting (N, P, dan K), pemberian unsur fosfor sering menunjukkan pengaruh yang
nyata pada tanaman kedelai. Hasil percobaan pemupukan fosfor terhadap tanaman
kedelai menunjukkan bahwa pemberian unsur fosfor nyata meningkatkan hasil
kedelai per hektar. Ketersediaan fosfor yang cukup menyebabkan aktivitas
metabolisme tanaman meningkat dan salah satu diantaranya adalah proses
fotosintesis. Polakitan et al. (2004) melaporkan bahwa jika tanaman kahat hara P,
maka gejala yang ditunjukkan yaitu daun mengalami klorosis, ujung daun
mengalami nekrosis, serta warna daun dan batang menjadi ungu pada
bagian-bagian tanaman.
Pupuk Kalium
Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+. Penambahan K ke
dalam tanah dilakukan dalam bentuk pupuk yang larut dalam air, yaitu KCl,
K2SO4, KNO3, dan K-Mg-Sulfat (Leiwakabessy, 1988). Peranan K dalam tanaman
adalah sebagai aktivator beberapa enzim, mentranslokasi hasil asimilasi, dan
berperan dalam pembentukan protein serta tepung (karbohidrat). Ketersediaan dan
penyerapan K yang cukup, menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap serangan
penyakit, merangsang pertumbuhan akar, sehingga akar tanaman dapat berpijak
dengan kuat ke tanah, meningkatkan penyerapan hara, air dan mineral yang
dibutuhkan oleh tanaman (Soepardi, 1983).
Pupuk KCl (Kalium Khlorida) mengandung 45% K2O dan khlor, bereaksi
agak asam, dan bersifat higroskopis, khlor berpengaruh negatif pada tanaman
yang tidak membutuhkannya, misalnya kentang, wortel, dan tembakau (Novizan,
2007). Unsur hara kalium merupakan agen katalis yang berperan dalam proses
metabolisme tanaman, seperti: (1) meningkatkan aktivasi enzim, (2) mengurangi
kehilangan air transpirasi melalui pengaturan stomata, (3) meningkatkan produksi
meningkatkan serapan N dan sintesis protein (Havlin et al., 1999). Bila
ketersediaan kalium tanah rendah maka pertumbuhan tanaman terganggu dan
tanaman akan memperlihatkan gejala kekahatan. Suyamto et al. (1994)
menyatakan bahwa pada tanaman kedelai gejala kekahatan kalium ditunjukkan
oleh adanya pertumbuhan tanaman yang terhambat. Mulai umur 21 - 25 hari daun
tua menguning selanjutnya gejala menguning meluas ke daun-daun muda
sehingga hasilnya sangat rendah.
Antosianin
Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, berwarna jingga,
merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok besar pigmen flavanoid
(Sudiatsa, 2001). Flavanoid biasanya terikat pada sel epidermis dan terhimpun
pada vakuola tengah maupun disintesis di luar vakuola (Salisbury dan Ross,
1995). Flavanoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavanoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
kelompok flavanoid yang dikenali. Flavanoid pada umumnya dapat larut dalam
air (Harbone, 1984). Flavanoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk
akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji. Menurut
Salisbury dan Ross (1995), flavanoid mampu menyerap cahaya tampak dan
membuatnya berwarna.
Fungsi antosianin dalam tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap
penyakit (Salisbury dan Ross, 1995), sedangkan bagi manusia antosianin mampu
menghambat pertumbuhan sel kanker diantaranya sel kanker perut, usus besar,
kanker payudara, dan kanker paru-paru (Zhang et al., 2005). Kemampuan
antosianin dalam mencegah reaksi oksidasi membuatnya sangat baik untuk
mencegah aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) dan sangat efektif dalam
penyembuhan penyakit diabetes dan komplikasinya. Antosianin juga
dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen nutrisi karena memiliki banyak dampak
positif bagi kesehatan manusia. Antosianin juga banyak digunakan di industri
Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih
karena memiliki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk
selama benih dalam penyimpanan. Hasil penelitian Agustin (2010) menyatakan
bahwa kandungan antosianin pada seed coat kedelai bervariasi dengan kisaran
kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga
terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2. Dalam penelitian
tersebut disimpulkan bahwa terdapat korelasi nyata antara kandungan antosianin
dengan daya hantar listrik yang menunjukkan korelasi negatif dan erat (r = -0.65),
artinya semakin besar kandungan antosianinnya maka semakin rendah daya hantar
listriknya atau sebaliknya. Semakin rendah daya hantar listrik mengindikasikan
vigor daya simpan yang makin baik. Menurut Agustin (2010) kandungan
antosianin yang bervariasi pada berbagai varietas kedelai tidak berkolerasi dengan
ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Sebaliknya, Purwanti (2004)
menyatakan bahwa pada tolok ukur daya tumbuh dan vigor, memiliki hubungan
dengan kulit benih kedelai yakni kedelai hitam lebih baik daya tumbuh dan
vigornya dibanding kedelai kuning. Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa
kedelai hitam diketahui mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Hal
tersebut menguatkan dugaan bahwa adanya antosianin menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi vigor benih.
Menurut hasil penelitian Jeppson (2000) pada Black chokeberry (Aronia
melanocarpa), peningkatan aplikasi pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan
vegetatif dan hasil sedangkan kandungan antosianin dan keasaman total menurun.
Korelasi positif ditemukan antara tinggi tanaman dan hasil, antara tinggi tanaman
dan indeks kematangan, dan antara kadar antosianin dan keasaman total. Korelasi
negatif ditemukan antara tinggi tanaman dengan kandungan antosianin dan
keasaman total. Produksi antosianin maksimum pertanaman diperoleh dengan
dosis 50 kg N ha-1, 44 kg P ha-1, dan 100 kg K ha-1.
Vigor Daya Simpan Benih
Vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan
dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan suboptimum pula
yang mempengaruhi umur simpannya (Justice dan Bass, 2002). Menurut
Copeland dan McDonald (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas
benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor
internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit, dan kadar
air benih awal sedangkan faktor eksternal mencakup kemasan benih, komposisi
gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan.
Uji vigor benih yang termasuk dalam metode pengusangan buatan adalah
metode Accelerated Ageing Test dan metode pengusangan cepat terkontrol (PCT).
Controlled Deterioration merupakan metode pengujian vigor yang dapat
menggambarkan daya simpan benih (Powell dan Matthews, 2005). Pada uji
pengusangan Controlled Deterioration kadar air benih ditingkatkan terlebih
dahulu sebelum dilakukan uji pengusangan dan selanjutnya dipertahankan selama
periode kemunduran (Wahyuni, 2011).
Menurut penelitian Wafiroh (2010) pada benih wijen, metode
pengusangan cepat terkontrol dengan kadar air benih 20% dan lama penderaan
24 jam merupakan kondisi yang sesuai untuk menguji vigor lot benih di
laboratorium. Metode pengusangan cepat terkontrol yang digunakan oleh
Wahyuni (2011) pada suhu 41oC dengan kadar air 22% menunjukkan bahwa lama
penderaan selama 48 jam merupakan perlakuan yang paling efektif untuk
membedakan vigor ketahanan benih kedelai terhadap deraan suhu dan kadar air
tinggi.
Hasil Penelitian Rodo dan Filho (2003) menyatakan bahwa penggunaan
PCT dengan tingkat kadar air benih 24% dan periode penderaan 24 jam pada suhu
45oC dapat digunakan untuk mengetahui potensi fisiologi benih bawang. Hasil
penelitian Demir dan Mavi (2008) pada benih mentimun (Cucumis sativus L.)
menunjukkan bahwa kadar air benih 20% dan periode penderaan selama 48 jam
pada suhu 45oC merupakan kondisi yang optimum untuk menguji vigor benih
mentimun.
Pengujian Daya Hantar Listrik (DHL) juga merupakan salah satu
parameter yang dapat mengindikasikan vigor daya simpan benih. Sadjad (1994)
mengemukakan adanya peningkatan daya hantar listrik menunjukkan telah terjadi
kebocoran elektrolit yang selanjutnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kemunduran benih. Hasil sebaliknya bila nilai DHL semakin rendah berarti
tingkat kemunduran benih semakin kecil. Salah satu penyebab perbedaan
permeabilitas kulit benih adalah adanya perbedaan karakter kandungan lignin
setiap kultivar. Benih yang daya hantar listrik dan tingkat kebocoran kalium lebih
rendah diduga mempunyai kandungan lignin lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Marwanto (2003) pada benih kedelai. Kultivar kedelai yang
kandungan lignin pada kulit benihnya lebih tinggi mempunyai daya simpan yang
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai Juli 2011.
Penanaman benih kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Bogor.
Pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Analisis kandungan antosianin
dilakukan di Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai kuning Varietas
Anjasmoro dan kedelai hitam Varietas Detam 1 yang diperoleh dari BB Biogen.
Bahan lainnya yang diperlukan yakni pupuk kandang, pupuk urea, KCl, SP-36,
kapur pertanian, Furadan 3G dengan bahan aktif karbofuron, plastik, substrat
kertas merang, dan bahan-bahan kimia untuk analisis antosianin seperti aseton dan
tris. Alat-alat yang digunakan meliputi alat-alat pertanian, water-bath, oven,
timbangan digital, spektrofotometer UV-Vis, germinator tipe IPB 72-1, dan
electric conductivity meter model 30.
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga
ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor. Faktor pertama sebagai petak utama
adalah varietas benih kedelai yang terdiri atas benih kedelai Varietas Anjasmoro
(V1) dan Detam 1 (V2). Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pemupukan yang digunakan,
yang terdiri dari tanpa pupuk (P0), pupuk N, P, dan K (P1), pupuk N dan P (P2),
pupuk N dan K (P3), dan pupuk P dan K (P4). Setiap perlakuan diulang sebanyak
Perlakuan pemupukan yang diberikan disusun menggunakan minus one
test. Tujuan dari pengaplikasian minus one test pada perlakuan pemupukan adalah
untuk mengetahui unsur yang menjadi faktor pembatas dalam pembentukan
kandungan antosianin benih. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat
kombinasi antara pemupukan N, P, dan K dengan menghilangkan salah satu unsur
dari ketiga unsur tersebut sehingga didapatkan perlakuan yang memberikan hasil
terendah. Perlakuan yang terdiri atas dua unsur yang memberikan hasil terendah
memberikan indikasi bahwa unsur yang hilang merupakan faktor pembatas
pembentukan kandungan antosianin benih.
Model statistik yang digunakan sebagai dasar analisis adalah sebagai
berikut: Yijk = µ + αi + βj + ij + τk + (ατ)ik + ijk
Keterangan :
Yijk = pengaruh perlakuan varietas ke-i, kelompok ke-j, dan jenis pemupukan
ke-k
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh perlakuan varietas ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j
τk = pengaruh jenis pemupukan ke-k
(ατ)ik = pengaruh interaksi perlakuan varietas ke-i dan jenis pemupukan ke-k
ij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan varietas ke-i dan kelompok ke-j
ijk = pengaruh galat percobaan perlakuan varietas ke-i, kelompok ke-j, dan
jenis pemupukan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F). Apabila
hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka pengujian
dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf kesalahan
5%. Uji korelasi juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan
antosianin dengan vigor benih.
Pelaksanaan Penelitian
Produksi Benih
Lahan diolah dan diberi pupuk kandang dengan dosis 3 ton ha-1 dan
pada petak berukuran 2 m x 4.5 m. Jarak antar petak adalah 0.75 m. Perlakuan P0
merupakan kontrol yakni perlakuan tanpa pemupukan N, P, dan K. Perlakuan P1
merupakan perlakuan pemupukan N, P, dan K. Perlakuan P2 merupakan
perlakuan pemupukan N dan P. Perlakuan P3 merupakan perlakuan pemupukan N
dan K, dan perlakuan P4 merupakan perlakuan pemupukan P dan K. Pupuk N
yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P yang
digunakan adalah SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, pupuk K yang
digunakan adalah KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1.
Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm dengan dua benih per
lubang dan diberikan Furadan 3G sebagai insektisida. Pemupukan dilakukan pada
saat penanaman. Perlakuan pemupukan diberikan pada alur yang dibuat 5 cm dari
sisi baris penanaman benih. Penyulaman tidak dilakukan untuk menghindari
tingkat kemasakan yang tidak seragam. Penyiangan dilakukan setiap minggu dan
dilakukan pencabutan pada tanaman yang terserang penyakit. Pemanenan
dilakukan saat masak fisiologi. Kriteria panen pada kedua varietas dapat dilihat
pada Tabel 1. Brangkasan kedelai yang telah dipanen dijemur di bawah matahari
hingga polong mudah pecah atau biji kering rontok sekitar 3 - 4 hari. Benih
dibersihkan dari kotoran dan sisa polong lainnya, kemudian dijemur kembali
hingga kadar air 9 - 10% (Lampiran 3).
Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1
Varietas Anjasmoro Varietas Detam 1
1. warna kulit polong coklat kekuningan
2. warna batang pada tanaman kuning keemasan
3. warna kulit benih kuning
1. warna kulit polong coklat gelap 2.warna batang pada tanaman kuning
kecoklatan
3. warna kulit benih hitam
Pengujian Kandungan Antosianin Benih
Pengujian kandungan antosianin benih dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer dengan menggunakan aseton dan tris sebagai absorbannya (Sims
dan Gamon, 2002). Sampel yang digunakan adalah benih hasil panen dengan
kadar air 9 - 10% yang diambil secara acak. Bahan kimia acetris (aseton dan tris
ekstraksinya adalah dengan melakukan penepungan pada sampel benih lalu setiap
3 g benih yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 5 ml acetris, kemudian
dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifugasi (14 000 rpm) selama
10 menit. Sebanyak 1 ml supernatan dimasukan ke dalam microtube dan
selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 537 nm,
647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon, 2002).
Pengujian Viabilitas Potensial dan Vigor Kekuatan Tumbuh
Pengujian mutu benih yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk
mengamati Viabilitas Potensial (VP) dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB)
dan Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dengan tolok ukur Kecepatan tumbuh (KCT)
dan Indeks Vigor (IV).
Pengujian Vigor Daya Simpan
Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT). Pengujian vigor daya simpan
dilakukan dengan pengusangan cepat terkontrol, dengan menaikkan kadar air
benih kedelai menjadi 22% melalui penambahan air. Benih kedelai sebanyak
100 butir benih untuk setiap satuan percobaan dan air yang telah ditentukan
volumenya dimasukkan dalam kantong aluminium foil. Kantong alumunium
ditutup rapat kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu 5oC agar tercapai
kadar air yang diinginkan. Benih kemudian diinkubasi dalam water-bath pada
suhu 41oC selama 48 jam (Wahyuni, 2011). Benih yang telah diusangkan lalu
dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp)
sebanyak 25 butir untuk setiap satuan percobaan pada germinator IPB 72-1,
kemudian dilakukan pengamatan terhadap VPCT. Nilai VPCT menunjukkan
persentase kecambah normal benih setelah didera dengan suhu dan kadar air
tinggi. Perhitungan jumlah air yang ditambahkan adalah sebagai berikut:
W2 =100−A
100−B × W1
Keterangan: A = Kadar air benih berdasarkan bobot basah (%)
B = Kadar air benih yang diinginkan berdasarkan bobot basah (%)
W1= Berat benih awal yang diketahui (g)
Pengujian Daya Hantar Listrik (DHL). Menurut Sadjad et al. (1999)
nilai DHL merupakan salah satu penduga vigor daya simpan benih. Pengujian ini
dilakukan dengan membilas terlebih dahulu benih yang akan diuji dengan
menggunakan aquabides, kemudian 50 butir benih ditimbang dan direndam pada
100 ml air bebas ion selama 24 jam. Air rendamannnya diukur dengan
menggunakan alat electric conductivity meter, sebagai blanko digunakan air bebas
ion yang juga telah disimpan di dalam glassjar selama 24 jam.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1) Pertumbuhan dan Produksi Benih
Peubah pertumbuhan diamati setiap minggu mulai dari 2 - 6 minggu
setelah tanam (MST). Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman dan
jumlah daun per tanaman, sedangkan peubah yang diamati untuk produksi
benih antara lain bobot benih per tanaman dan bobot benih per petak.
2) Kandungan Antosianin Benih
Kandungan antosianin diukur dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 537 nm, 647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon,
2002). Rumus perhitungan kandungan antosianin adalah sebagai berikut:
Antosianin= (0.08137 x A537) - (0.00697 x A647) – (0.002228 x A663)
Keterangan:
A537, A647, dan A663 : nilai absorban pada panjang gelombang masing-masing
537 nm, 647 nm, dan 663 nm.
3) Viabilitas Potensial Benih
Viabilitas potensial benih diukur dengan tolok ukur daya berkecambah.
Persentase daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah persentase
kecambah normal pada pengamatan pertama yang dilakukan pada hari ke-3
dan pengamatan kedua pada hari ke-5. Daya berkecambah (DB) diukur
DB % = KN I + KN II
benih yang ditanam× 100%
Keterangan:
∑ KN I : Jumlah kecambah normal pengamatan pertama (3 HST)
∑ KN II : Jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)
4) Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT)
Vigor Kekuatan Tumbuh yang diamati pada penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
a. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh merupakan tolok ukur untuk mengetahui vigor
kekuatan tumbuh. Pengamatan kecepatan tumbuh dilakukan setiap hari dan
dihitung dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal
pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Kecepatan
tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus:
KCT = di
5
i=0
Keterangan:
KCT : kecepatan tumbuh
i : kurun waktu perkecambahan (etmal)
di : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal= 24 jam)
b. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada
hitungan pertama.
IV % = KN hitungan I
benih yang ditanam× 100%
5) Vigor Daya Simpan (VDS)
Vigor daya simpan benih diamati dengan tolok ukur sebagai berikut:
a. Viabilitas setelah Pengusangan Cepat Terkontrol (VPCT)
VPCT adalah persentase kecambah normal pada hitungan pertama dan
metode pengusangan cepat terkontrol pada suhu 41oC, kadar air 22%, dan
lama penderaan 48 jam.
b. Daya Hantar Listrik (DHL)
Nilai DHL merupakan salah satu tolok ukur untuk menentukan vigor
daya simpan berdasarkan pada bocoran elektrolit dari benih, nilai ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB,
Darmaga, Bogor. Masa penelitian di lapang dilakukan selama tiga bulan mulai
dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2011. Benih kedelai yang ditanam
menggunakan benih kuning Varietas Anjasmoro dan benih hitam Varietas
Detam 1. Perlakuan pemupukan terdiri atas perlakuan tanpa pemupukan, N, P,
dan K, N dan P, N dan K, serta P dan K. Pupuk N yang digunakan adalah urea
dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P menggunakan SP-36 dengan dosis
150 kg SP-36 ha-1, dan pupuk K menggunakan KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1,
dosis ini didasarkan atas rekomendasi Balai Penelitian Tanah (2010). Musim
hujan berlangsung selama penelitian, sehingga di daerah penelitian masih
mendapatkan curah hujan yang tinggi. Penyiraman hanya dilakukan selama
beberapa hari setelah tanam.
Pengendalian gulma di lahan penelitian dilakukan secara manual. Gulma
yang banyak ditemui di lapang antara lain: (1) rumput: Axonopus compressus,
(2) gulma berdaun lebar: Mimosa pudica, Ageratum conyzoides, Caladium sp,
Oxalis barrelieri, dan Cleome rutidospermae. Hama yang menyerang tanaman
kedelai selama penelitian antara lain belalang (terutama dari jenis Valanga sp.),
kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik polong (Riptortus linearis). Selama
pertanaman ditemukan juga penyakit seperti karat daun dan virus mosaik kuning.
Serangan hama cukup sedikit dan tidak mengganggu pertanaman secara luas
sehingga tidak dilakukan penyemprotan hama sedangkan untuk penyakit
dilakukan pencabutan pada tanaman yang terserang.
Pengamatan keadaan vegetatif tanaman di lahan dimulai saat 2 MST dan
pengamatan berakhir saat tanaman memasuki masa generatif (6 MST). Tanaman
kedelai mulai berbunga pada 35 HST, hal ini sesuai dengan deskripsi varietas
(Balitkabi, 2005). Panen dilakukan ketika telah mencapai masak fisiologi
berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1). Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali
karena tingkat kemasakan antar petak tidak sama, panen pertama dilakukan pada
85 HST sedangkan panen kedua dilakukan pada 91 HST. Pada Varietas
varietas (Balitkabi, 2005), yakni 82.5 - 92.5 HST, akan tetapi pada Varietas
Detam 1 hal ini melebihi umur panen yang seharusnya 82 HST. Pengamatan
dilakukan terhadap komponen pertumbuhan vegetatif dan produksi benih serta
mutu benih yang dihasilkan, termasuk kandungan antosianin yang diduga
berkorelasi dengan vigor daya simpan benih.
Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Benih
Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi benih
dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan
dan interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap
seluruh peubah pengamatan. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman (3 - 6 MST), jumlah daun (2 - 3 MST), dan bobot benih per tanaman.
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif dan Produksi Benih
Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)
V P V * P
Tinggi tanaman
2 MST tn tn tn 4.67
3 MST * tn tn 5.78
4 MST * tn tn 10.63
5 MST * tn tn 10.02
6 MST * tn tn 10.78
Jumlah daun
2 MST * tn tn 15.17
3 MST ** tn tn 9.08
4 MST tn tn tn 12.21
5 MST tn tn tn 18.22
6 MST tn tn tn 17.34
Bobot benih per tanaman * tn tn 11.72
Bobot benih per petak tn tn tn 24.61
Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% * = nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%
V = Varietas; P= Pemupukan; V*P=Interaksi antar faktor KK= Koefisien keragaman
Perbedaan yang terdapat antara Varietas Anjasmoro dan Detam 1 dalam
penelitian ini terkait dengan sifat genetik antar varietas yang berbeda-beda dan
varietasnya masing-masing (Lampiran 1 dan 2). Perbedaan varietas dimaksudkan
terutama untuk mengetahui faktor-faktor yang belum ada pada deskripsi terkait
vigor daya simpan benih dan kandungan antosianin serta ada atau tidaknya
interaksi perlakuan pemupukan dengan varietas terhadap peubah-peubah yang
diamati.
Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel
dan pemanjangan sel. Proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam
jumlah besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil
suatu tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Salah satu faktor
lingkungan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan
unsur hara dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengaruh
perlakuan pemupukan terhadap komponen pertumbuhan kedelai disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan
Perlakuan pemupukan
Umur tanaman (minggu setelah tanam)
2 3 4 5 6
---Tinggi tanaman (cm)---
Tanpa pupuk 10.63 15.28 29.65 39.91 51.75
N, P, dan K 10.89 15.44 30.77 41.89 54.46
N dan P 10.46 15.66 30.75 41.45 52.04
N dan K 10.60 15.10 28.66 38.97 51.36
P dan K 10.40 15.03 26.89 36.53 47.64
---Jumlah daun (helai)---
Tanpa pupuk 1.40 2.98 5.84 9.17 13.77
N, P, dan K 1.53 2.99 5.91 9.96 14.54
N dan P 1.54 3.08 6.12 9.88 13.65
N dan K 1.36 2.93 5.78 8.92 12.71
P dan K 1.57 2.96 5.72 8.85 13.12
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada komponen pengamatan
vegetatif yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun mulai dari awal pertumbuhan
sampai dengan akhir masa vegetatif secara umum meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa semua perlakuan pemupukan pada petak perlakuan mampu
mendukung masa vegetatif tanaman kedelai. Perlakuan pemupukan tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini diduga
tanaman, terutama untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman dan
penambahan jumlah daun. Ketersediaan hara yang cukup di dalam tanah sebelum
penanaman diduga menjadi penyebab tidak adanya respon yang cukup nyata pada
perlakuan pemupukan yang berbeda.
Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung
pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang penting untuk
proses metabolisme dan membangun struktur anatomi tanaman, Fosfor berperan
mempercepat terjadinya pembelahan sel yang menyebabkan pembentukan dan
perkembangan batang dan daun kecambah tanaman lebih cepat (Hardjowigeno,
2003), sedangkan kalium berperan penting dalam fotosintesis, meningkatkan
pertumbuhan tanaman, indeks luas daun, dan meningkatkan translokasi hasil
fotosintesis keluar daun (Gardner et al., 1991).
Berdasarkan Tabel 4 bobot benih per petak Varietas Anjasmoro tidak
berbeda nyata dengan Varietas Detam 1 tetapi memiliki bobot benih per tanaman
yang nyata lebih tinggi dibandingkan Varietas Detam 1. Varietas Anjasmoro
memiliki bobot benih per tanaman sebesar 11.42 g sedangkan Varietas Detam 1
hanya 9.09 g.
Tabel 4. Bobot Benih per Tanaman dan Bobot Benih per Petak pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan
Perlakuan Bobot benih per
tanaman (g)
Bobot benih per petak (g)
Varietas
Anjasmoro 11.42a 1612.85
Detam 1 9.09b 1598.29
Pemupukan
Tanpa pupuk 10.36 1537.9
N, P, dan K 10.79 1652.2
N dan P 10.82 1912.4
N dan K 10.04 1434.2
P dan K 9.29 1491.1
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Pertumbuhan organ vegetatif akan mempengaruhi hasil tanaman. Semakin
besar pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat
(source) akan meningkatkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang akhirnya
penelitian yang menunjukkan bahwa keragaan agronomis pada Varietas
Anjasmoro (tinggi tanaman dan jumlah daun) relatif lebih baik pertumbuhannya
dibandingkan dengan Varietas Detam 1 sehingga menyebabkan produksi (bobot
benih per tanaman) yang lebih baik pada Varietas Anjasmoro dibandingkan
dengan Varietas Detam 1.
Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa P sangat berperan dalam
pembentukan komponen produksi, seperti pembentukan bunga, buah, dan biji.
Akan tetapi perlakuan pemupukan pada penelitian ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada kedua komponen produksi, baik bobot benih per
tanaman maupun bobot benih per petak (Tabel 4). Pemberian hara diduga sudah
melebihi batas kritis sehingga tanaman tidak memberikan respon terhadap
perlakuan pemupukan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa
pemupukan pun sudah dapat menghasilkan produksi sebesar 10.36 g tan-1 atau
sebesar 2.5 ton ha-1.
Viabilitas dan Vigor Benih yang Dihasilkan
Viabilitas Potensial
Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa perlakuan varietas,
pemupukan maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB.
Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang memperkirakan
parameter viabilitas potensial benih dari lot benih. Pada Tabel 5 terlihat bahwa
secara keseluruhan viabilitas potensial benih cukup bagus karena seluruhnya
memiliki nilai DB lebih dari 80%.
Vigor Kekuatan Tumbuh
Indeks vigor dan kecepatan tumbuh menggambarkan vigor kekuatan
tumbuh benih. Benih yang memiliki vigor yang tinggi akan tahan terhadap deraan
sehingga tetap mampu menghasilkan kecambah normal sedangkan benih yang
memiliki vigor rendah tidak tahan terhadap deraan suhu dan kadar air tinggi
sehingga banyak menghasilkan kecambah abnormal atau mati.
Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah
vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih yang tinggi pula, sedangkan
kecepatan tumbuh digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di
lapangan yang suboptimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
varietas maupun pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai IV dan KCT.
Tidak ada pengaruh interaksi antara kedua perlakuan tersebut baik terhadap IV
maupun KCT. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan pada benih
kedelai menghasilkan variasi IV berkisar antara 67.33 - 78.67% dan variasi
[image:35.595.104.517.296.529.2]kecepatan tumbuh berkisar antara 27.72 - 30.30% etmal-1.
Tabel 5. Mutu Fisiologi Benih Kedelai pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan
Perlakuan
Viabilitas Potensial
(VP)
Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT)
Vigor Daya Simpan (VDS)
DB (%)
KCT
(% etmal-1) IV (%) VPCT (%)
Varietas
Anjasmoro 80.00 28.64 69.07 74.13
Detam 1 86.93 28.44 77.33 72.53
Pemupukan
Tanpa pupuk 85.33 27.78 78.00 61.33 b
N, P, dan K 88.67 28.86 78.67 83.33 a
N dan P 81.33 30.30 71.33 70.00 ab
N dan K 82.00 27.72 70.67 80.00 a
P dan K 80.00 28.07 67.33 72.00 ab
Interaksi tn tn tn tn
KK (%) 9.20 9.73 14.68 16.51
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
Vigor Daya Simpan berdasarkan Metode Pengusangan Cepat Terkontrol
Kondisi tanah tidak hanya mampu mendukung pertumbuhan vegetatif
yang optimal tetapi juga produksi benih serta mutu benih saat panen, baik
viabilitas potensial maupun vigor kekuatan tumbuhnya. Benih yang diproduksi
tidak selalu segera ditanam tetapi seringkali harus disimpan sehingga vigor daya
simpan benih menjadi hal yang penting diperhatikan dalam produksi benih.
Pada penelitian ini untuk menggambarkan vigor daya simpan benih
dilakukan dengan menggunakan metode Controlled Deterioration sehingga hal ini
penyimpanan. Pengusangan cepat terkontrol atau Controlled Deterioration
dilakukan dengan menggunakan waterbath dengan menggunakan suhu 41oC
selama 48 jam pada benih yang telah ditingkatkan kadar airnya hingga 22%. Nilai
pengukuran kadar air selama penderaan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
Harrington (1972) menyatakan bahwa suhu dan kadar air tinggi merupakan faktor
penyebab menurunnya daya berkecambah dan vigor. Benih yang memiliki vigor
daya simpan yang tinggi akan tetap memiliki peformansi yang baik dibandingkan
benih yang bervigor rendah meskipun didera pada suhu dan kadar air yang tinggi.
Metode pengusangan cepat terkontrol sudah banyak digunakan pada
berbagai penelitian dan terbukti mampu membedakan benih yang memiliki vigor
tinggi dengan benih yang bervigor rendah. Penelitian Wahyuni (2011)
membuktikan bahwa metode ini dapat menunjukkan adanya variasi ketahanan
terhadap pengusangan cepat diantara lot benih yang diuji baik berdasarkan tolok
ukur DB, IV maupun KCT. Pengujian setelah pengusangan menunjukkan bahwa
lot yang satu mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.
Hanafiah (2005) menyatakan bahwa saat tanaman berkecambah dan mulai
membentuk perakaran, semua hara yang dibutuhkan untuk aktivitas disuplai oleh
biji, kemudian begitu akar mulai berpenetrasi ke dalam tanah, sebagian hara yang
dibutuhkan diserap dari tanah dan sekeliling akar (rhizosfer). Persentase
penyerapan hara ini makin meningkat selaras dengan habisnya cadangan hara di
biji. Selanjutnya tanaman bergantung pada unsur hara tanah dan udara. Pada tahap
ini dan selanjutnya maka pengaruh pemupukan dapat dilihat.
Mutu benih tidak berpengaruh nyata dalam hal viabilitas potensial yang
ditunjukkan dengan tolok ukur DB, maupun vigor kekuatan tumbuh yang
ditunjukkan dengan tolok ukur KCT dan IV, walaupun demikian pemupukan
ternyata berpengaruh nyata terhadap VPCT yang mengindikasikan vigor daya
simpan benih (VDS). Berdasarkan Tabel 5, pemupukan lengkap N, P, dan K
(83.33%) serta N dan K (80.00%) menghasilkan benih dengan vigor daya simpan
yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk (61.33%),
sedangkan pemupukan N dan P serta P dan K tidak berbeda nyata dengan
Tercukupinya kebutuhan hara di dalam tanah untuk mendukung
pertumbuhan vegetatif bahkan produksi benih hingga viabilitas potensial dan
vigor kekuatan tumbuh benih, belum cukup untuk menghasilkan benih yang tahan
terhadap deraan, khususnya deraan terhadap pengusangan cepat terkontrol.
Penambahan hara N dan K dapat meningkatkan VPCT secara nyata. N dan K
adalah unsur yang paling perlu ditambahkan pada tanah. Pada penelitian ini
ketersediaan P pada tanah diduga sudah cukup dan mampu menyuplai kebutuhan
hara P bagi tanaman, karena penambahan N dan K (tanpa P) (VPCT = 80.00%)
sudah mampu memberikan peningkatan yang nyata dibandingkan dengan kontrol
(VPCT = 61.33%) dan tidak berbeda nyata dengan pemupukan N, P, dan K
(VPCT = 83.33%).
Sesuai dengan mekanisme dan proses pertumbuhan tanaman, secara
fisiologis tumbuhnya benih memiliki keeratan hubungan dengan aspek
tersedianya hara di dalam tanah. Sumarna (2008) menjelaskan bahwa pada awal
pertumbuhan tersedianya hara untuk tumbuhnya benih didukung oleh kandungan
hara pada keping lembaga (cotyledone) yang sangat terbatas hingga benih
menghasilkan organ tanaman dan anakan tingkat semai, pertumbuhan selanjutnya
akan sangat ditentukan oleh tersedianya energi hara dari lahan.
Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung
terbentuknya benih yang bermutu baik. Ketersediaan P berperan dalam
pembelahan inti sel untuk membentuk sel-sel baru dan memperbesar sel itu
sendiri (Yamin, 1986), sedangkan menurut Sirappa (2002), nitrogen juga
merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun komponen inti
sel. Unsur kalium sendiri menurut Havlin et al. (1999) dapat meningkatkan
produksi adenosine triphosphate (ATP). Menurut Akil (2009), kandungan ATP
dalam benih berkaitan dengan vigor benih, apabila kandungan ATP menurun,
maka vigor juga semakin menurun. ATP diperlukan untuk biosintesis sel-sel baru,
berkurangnya ATP ditunjukkan oleh daya berkecambah dan vigor rendah.
Vigor Daya Simpan berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)
Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit
merupakan perkiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Benih yang
mempunyai daya simpan lama berarti mampu melampaui periode simpan yang
panjang dan benih yang setelah penyimpanan masih memiliki kekuatan tumbuh
yang tinggi dikatakan memiliki vigor daya simpan (VDS) yang tinggi (Sadjad et al.
1999). Pengujian DHL merupakan salah satu parameter yang dapat
mengindikasikan vigor daya simpan benih. Menurut ISTA (2007) semakin tinggi
nilai daya hantar listriknya maka viabilitas benih semakin menurun, hal ini
diakibatkan karena makin besar pula kebocoran elektrolit pada benih.
Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung
permeabilitas benih. Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan pentingnya
unsur K dalam meningkatkan kadar lignin. Dalam hal ini Marwanto (2003)
menyatakan bahwa benih kedelai yang memiliki kandungan lignin lebih tinggi
mempunyai vigor daya simpan yang lebih baik. Menurut Hartawan et al. (2011)
kandungan protein berkorelasi negatif dengan nilai DHL. Kandungan protein yang
tinggi pada membran sel akan meningkatkan integritas membran sel sehingga
tidak banyak mengalami kebocoran. Peningkatan protein pada benih kedelai
dipengaruhi oleh serapan nitrogen oleh bakteri rhizobium dan fiksasi nitrogen.
Dalam hal ini, unsur P berperan penting sebagai komponen ATP yang merupakan
sumber energi dalam fiksasi nitrogen dan sebagai komponen penyusun protein.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas maupun pemupukan
tidak berpengaruh nyata terhadap DHL akan tetapi terdapat interaksi antara
varietas dengan pemupukan yang berpengaruh nyata terhadap DHL. Tabel 6
menunjukkan adanya interaksi antara varietas dan perlakuan pemupukan.
Berdasarkan nilai rataan yang diperoleh, Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL
yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. Perbedaan
nyata antara kedua varietas terlihat pada perlakuan pemupukan N dan P yang
menunjukkan bahwa Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang lebih rendah
dengan 108.68 μmhos cm-1 g-1 berbeda nyata dengan Varietas Anjasmoro yang
memiliki nilai DHδ 172.88 μmhos cm-1
g-1. Hal ini menunjukkan bahwa Varietas
Detam 1 (kedelai hitam) cenderung memiliki nilai DHL yang lebih rendah
membran dan vigor daya simpan pada kedelai hitam khususnya pada perlakuan N
dan P lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning.
Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa Varietas Anjasmoro pada perlakuan
pemupukan N dan P memiliki nilai DHL paling tinggi (172.88 μmhos cm-1 g-1)
dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada Varietas Anjasmoro,
kurangnya unsur K dalam pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang
menunjukkan tingginya tingkat kebocoran elektrolit pada benih dan
mengindikasikan vigor daya simpan benih yang rendah. Hal ini diduga sebab
makin banyak kandungan K pada benih makin banyak pula kandungan lignin
yang merupakan komponen penyusun dinding sel yang berfungsi melindungi
cadangan makanan dan embrio sehingga vigor daya simpan semakin baik.
Tabel 6. Interaksi Perlakuan Pemupukan dan Varietas pada Daya Hantar Listrik Benih Kedelai
Perlakuan Daya Hantar δistrik (μmhos cm
-1
g-1)
Rataan
Anjasmoro Detam 1
Tanpa pupuk 139.34 b 127.93 b 133.64 ab
N, P, dan K 134.28 b 139.51 b 136.90 a
N dan P 172.88 a 108.68 b 140.78 a
N dan K 107.57 b 118.01 b 112.79 b
P dan K 126.44 b 125.31 b 125.88 ab
Rataan 136.10 a 123.89 a
Keterangan: Angka pada kolom dan baris yang berbeda dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Kandungan Antosianin
Antosianin merupakan salah satu antioksidan. Antioksidan diduga berguna
untuk mempertahankan viabilitas benih karena memiliki kemampuan untuk
mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Berdasarkan
Tabel 7 diketahui bahwa kandungan antosianin berbeda sangat nyata pada varietas
yang diuji. Kandungan antosianin pada varietas kedelai hitam yaitu Detam 1
(1.308 μmol 100g-1 ) nyata lebih tinggi dibandingkan pada kedelai kuning yaitu
Anjasmoro (0.418 μmol 100g-1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Futura et al.
(2002) yang menyatakan bahwa kedelai hitam mengandung banyak antosianin.
pada benih kedelai oleh warna kulit benihnya. Hasil tersebut juga sejalan dengan
hasil penelitian Agustin (2010) yang menyatakan bahwa kandungan antosianin
pada kedelai hitam Varietas Detam 1 nyata lebih tinggi dibandingkan kedelai
kuning Varietas Anjasmoro.
Tabel 7. Kandungan Antosianin Benih Kedelai
Perlakuan Kandungan antosianin (μmol 100g
-1
) Rata-rata ± standar deviasi Uji DMRT Anjasmoro
Tanpa pupuk 0.519 ± 0.0963
0.418b N, P, dan K 0.566 ± 0.5658
N dan P 0.371 ± 0.1380
N dan K 0.282 ± 0.0992
P dan K 0.354 ± 0.1014
Rata-rata 0.418 ± 0.1196
Detam 1
Tanpa pupuk 1.151 ± 0.4110
1.308a N, P, dan K 1.373 ± 0.1656
N dan P 1.225 ± 0.2106
N dan K 1.779 ± 0.6979
P dan K 1.011 ± 0.1138
Rata-rata 1.308 ± 0.2939
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Berdasarkan analisis statistik perlakuan pemupukan maupun interaksi
antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
antosianin benih. Penelitian lain pada tanaman Aglaonema menyebutkan bahwa
perlakuan pemberian nutrien memberikan hasil bahwa peningkatan konsentrasi
nitrogen atau fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kadar klorofil
daun, tetapi menurunkan kadar antosianin pada d