• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Studi Kasus Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Studi Kasus Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta ditunjang inovasi di berbagai bidang kehidupan. Setelah era efisiensi pada tahun 1950 dan 1960, era kualitas pada tahun 1970 dan 1980, dan era fleksibilitas pada tahun 1980 dan 1990, sekarang dunia menghadapi era inovasi (Janszen, 2000). Era inovasi muncul karena situasi organisasi saat ini dipengaruhi oleh banyak sekali perubahan yang berjalan cepat dan sulit diramalkan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi menjadi kata kunci penting dalam era ini. Kumpulan informasi yang tersistemasi dengan teknologi yang baik akan membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan inilah yang pada akhirnya menjadi basis penting di dalam jantung organisasi modern saat ini. Pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah organisasi merupakan aset yang sangat berharga dan merupakan aset yang tak kasat mata atau dikenal dengan sebutan intangible asset.

Indonesia sebagai negara berkembang harus mengupayakan berbagai cara dan jalan yang dapat mentransformasikan dirinya ke dalam organisasi yang berbasis pengetahuan. Hal ini menjadi sangat penting karena perkembangan pesat perekonomian dunia didorong oleh organisasi yang berbasis pengetahuan (Setiarso, 2006). Saat ini perekonomian dunia menghadapi persaingan yang semakin berat, karenanya negara berkembang seperti Indonesia harus siap untuk melakukan perubahan paradigma dari yang semula mengandalkan sumber daya (resourced based) menjadi berbasis pengetahuan (knowledge based). Pergeseran paradigma tersebut memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memberikan nilai tambah serta peningkatan produktifitas yang signifikan.

(2)

2   

pengetahuan, dan motivasi individu untuk belajar. Nonaka dan Takeuchi (1995) menyampaikan bahwa mencipta dan memanfaatkan pengetahuan adalah sumber terpenting bagi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi dan interseksi antara pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Proses penciptaan pengetahuan (knowledge creation) melibatkan proses konversi pengetahuan. Proses konversi pengetahuan oleh Nonaka et al (2000) disebut sebagai proses yang menghasilkan pengetahuan melalui empat model, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat model tersebut dikenal sebagai model SECI. Model SECI berlangsung berulang-ulang membentuk suatu siklus sehingga proses konversi pengetahuan akan terus berputar dan berkembang. Elemen kunci yang memfasilitasi proses konversi pengetahuan adalah aset pengetahuan. Aset pengetahuan merupakan input, output, dan elemen moderator bagi proses penciptaan pengetahuan (Nonaka et al., 2000). Untuk memahami bagaimana aset pengetahuan diciptakan, diakuisisi, dan dieksploitasi, Nonaka et al (2000) mengusulkan aset pengetahuan dikelompokkan menjadi empat, yaitu aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin. Aset pengetahuan merupakan hal yang dinamis dimana aset pengetahuan yang baik dapat dibuat dari aset pengetahuan yang sudah ada. Untuk mengelola aset pengetahuan yang menjadi pilar organisasi dalam menciptakan nilai, maka diperlukan manajemen pengetahuan (knowledge management). Manajemen pengetahuan adalah manajemen kreativitas sosial untuk menghasilkan nilai bagi organisasi dengan memanfaatkan aset-aset intelektual dan pengetahuan yang melekat pada setiap individu, sekelompok individu, dan/atau yang sudah ada dalam bentuk artefak, produk atau fitur, dan praktik unggulan organisasi (Fontana, 2011).

(3)

hanya sebatas menyimpan, tetapi juga menciptakan budaya pembelajaran di lingkungan organisasi sehingga memudahkan anggota organisasi dalam melakukan pembelajaran secara mandiri dan memudahkan dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi. Alasan penting penerapan manajemen pengetahuan di suatu organisasi adalah perbedaan yang mendasar antara aset fisik dan aset pengetahuan. Aset fisik akan berkurang nilainya jika dipergunakan dan cenderung bertambah atau memiliki nilai tetap jika tidak dipergunakan. Sementara, aset pengetahuan nilainya akan bertambah jika dibagikan dan dipergunakan, tetapi sebaliknya nilainya akan berkurang jika tidak dibagikan dan tidak dipergunakan. Oleh karena itu, manajemen pengetahuan berperan penting dalam mengarahkan para individu bekerja dan berbagi pengetahuan menurut pengetahuan yang dimilikinya (knowledge worker).

Penelitian adalah bagian dari proses penciptaan pengetahuan. Di dalam kegiatan penelitian terkandung aspek dari ilmu pengetahuan, yaitu tingkat perkembangan dan isi intelektual (Cole, 1992). Aspek-aspek tersebut tercermin dalam sebuah lembaga penelitian. Keberadaan sebuah lembaga penelitian mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan riset keilmuan, pemantauan, evaluasi kemajuaan dan penelaahan kecenderungan ilmu pengetahuan, serta teknologi untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Hasil-hasil penelitian disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk informasi pengetahuan. Bagi suatu lembaga penelitian, aset pengetahuan bisa berupa individu peneliti beserta pengalamannya, hasil-hasil penelitian, dan infrastruktur seperti proses, organisasi, sistem, serta metode. Pengelolaan pengetahuan di sebuah lembaga penelitian difokuskan untuk mengumpulkan, mengorganisir, membagi, dan menganalisis pengetahuan yang mereka miliki untuk tujuan di masa yang akan datang.

(4)

4   

tersebut berkembang, dan (3) organisasi yang menjadi semacam katalis bagi komunitas untuk tumbuh kembang di dalam sistem.

Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI dituntut dapat menghadapi tantangan baru untuk menghasilkan karya unggulan yang mampu bersaing dan menjadi acuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI juga dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka meletakkan landasan yang kokoh dalam mencapai masyarakat adil, makmur, dan demokratis. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI merupakan salah satu unit kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, penelitian dan kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi praktis kebijakan, melainkan juga dalam rangka pengembangan konsep, model, dan teori-teori baru dalam bidang ilmu ekonomi. Selain itu, hasil-hasil penelitian dan pengkajian diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas terutama dalam memahami problematika ekonomi dan upaya pemecahannya berdasarkan perspektif ilmiah.

Kondisi P2E LIPI sebagai elemen organisasional yang memiliki karakteristik hubungan sosial tertentu merupakan salah satu titik kunci perkembangan penelitian. Hal ini disebabkan P2E LIPI sebagai kontributor penting yang menentukan arah dalam kebijakan ekonomi bangsa Indonesia bekerja sama dengan beberapa organisasi penting bidang ekonomi, seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lain-lain. Bagi P2E LIPI kondisi ini merupakan salah satu aset pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dalam upaya menciptakan pengetahuan bagi para peneliti di bidang industri dan perdagangan, pembangunan daerah, keuangan dan perbankan, serta ekonomi syariah.

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga penelitian terbesar di Indonesia yang memiliki berbagai pusat penelitian diharuskan membentuk perilaku inovatif. Salah satu pusat penelitian tersebut adalah Pusat Penelitian Ekonomi (P2E). Hal ini disebabkan karena seluruh kegiatan penelitian dan pengkajian serta aktivitas di P2E diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu ekonomi, perumusan rekomendasi kebijakan ekonomi bagi pemerintah, dan pencerahan kepada masyarakat luas (stakeholders) dalam memahami dinamika ekonomi Indonesia kini dan mendatang. Perilaku inovatif ini dapat terbentuk apabila terjadi proses penciptaan pengetahuan pada P2E LIPI. Proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka permasalahan pada penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Aset-aset pengetahuan apa saja yang dimiliki Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

2. Bagaimana proses penciptaan pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

3. Bagaimana peran aset-aset pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

2. Mengidentifikasi proses penciptaan pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

(6)

6   

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Membantu organisasi untuk mengkaji hubungan timbal balik antara aset pengetahuan dengan proses penciptaan pengetahuan sebagai upaya membentuk perilaku inovatif.

2. Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang ada di organisasi untuk memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun penelitian lanjut.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis peran aset-aset pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

2. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 65 orang pegawai P2E LIPI di Jakarta. Kuesioner yang disebarluaskan terdiri dari pertanyaan tentang identitas responden, pertanyaan mengenai aset pengetahuan yang terdiri dari aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin, serta pertanyaan tentang proses penciptaan pengetahuan melalui proses konversi pengetahuan yang terdiri dari empat model, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi.

(7)

2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan

Manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola pengetahuan. Kesadaran untuk menerapkan pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi organisasi diperlukan karena terbukti organisasi yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset utamanya senantiasa mampu mendorong organisasi lebih inovatif. Untuk memahami manajemen pengetahuan dengan baik, penting pula diketahui perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan, mengingat data, informasi, dan pengetahuan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Menurut Bergeron (2003) yang dimaksud dengan data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi. Informasi adalah data di dalam satu konteks tertentu. Informasi merupakan kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi, dan berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu. Sementara itu, pengetahuan adalah informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman

(8)

8   

berupa angka-angka, grafik, peta, narasi, atau audiovisual. Data bisa menjadi informasi apabila data tersebut diberi makna. Informasi tercipta ketika data dinilai melalui berbagai cara antara lain pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan menurut ASTHO, yaitu informasi yang telah diberi konteks. Informasi menjadi pengetahuan ketika informasi telah dievaluasi, disusun, atau dikelola untuk diterapkan dalam mendukung keputusan atau memahami suatu konsep.

+ Tujuan

+ Memaknai

Gambar 1. Dari Data ke Pengetahuan (Davidson & Voss, 2002)

Davenport dan Prusak (1998) mengatakan bahwa data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik, atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

Contextualized : memahami manfaat data yang dikumpulkan.

Categorized : memahami unit analisis atau komponen kunci dari data.  Calculated : menganalisis data secara matematik atau secara statistik.  Corrected : menghilangkan kesalahan (error) dari data.

Condensed : meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas. Pengetahuan

Ide-ide, pemikiran, dan keyakinan

Data

Simbol-simbol dan fakta-fakta Informasi

(9)

Sedangkan proses transformasi dari informasi menjadi pengetahuan melalui beberapa tahapan yang juga dimulai dengan huruf C, yaitu:

Comparison : membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-situasi yang lain yang telah diketahui.

Consequences : menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.  Connections : menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari

informasi dengan hal-hal lainnya.

Conversations : membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa data adalah simbol-simbol, angka-angka, fakta-fakta, grafik, peta atau hasil observasi. Sementara itu, informasi adalah data yang telah ditambahkan makna tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terkait dengan penjelasan, interpretasi, yang ada hubungannya dengan materi atau objek, peristiwa, atau proses tertentu. Data diubah menjadi informasi ketika data tersebut telah melalui pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan, yaitu informasi yang telah dievaluasi, disusun, dan dikelola serta telah diberi tujuan.

2.2 Manajemen Pengetahuan

(10)

10   

Knowldege Transfer International (KTI) yang dikutip Sangkala (2007) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif.

Manajemen pengetahuan adalah strategi dan proses pengidentifikasian, menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing (The American Productivity and Quality Centre) yang dikutip Tobing (2007). Definisi ini memperjelas bahwa manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan, bukan demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada suatu sarana untuk menemukan cara yang memungkinkan anggota perusahaan menjalankan proses bisnisnya lebih cepat, lebih baik, dan dengan biaya yang lebih efisien.

Para ahli lain juga mencoba memberikan pengertian tentang manajemen pengetahuan seperti Santosu dan Surmach (2001) yang dikutip Sangkala (2007) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari aset intelektual dan aset yang berbasiskan pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan seni untuk menciptakan nilai. Menurut Bergeron (2003), manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Sementara itu, menurut pandangan Sveiby (1998), manajemen pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari aset pengetahuan (intangible assets).

(11)

1. Manajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan, pemanfaatan dengan teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah manajemen pengetahuan.

2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik dapat memengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan.

3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain manajemen pengetahuan.

4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan manajemen pengetahuan karena dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan.

Selain mengusulkan suatu konsensus mengenai pengertian manajemen pengetahuan, Tannebaum juga memberikan penjelasan mengenai karakteristik berbagai aktivitas manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan menurut Tannebaum terdiri dari:

(12)

12   

2. Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci dan mengenali bagaimana menemukannya;

3. Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli tersebut untuk disebarkan ke yang lain;

4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi dalam suatu cara yang dapat diakses dan siap untuk diaplikasikan;

5. Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide, baik dalam bentuk tatap muka, berkomunikasi melalui internet, website, chatting room, email, dan lain-lain;

6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama dan mencatat informasi di dalam suatu domain pengetahuan yang telah dipilih;

7. Bertindak untuk mengenali dan mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlukan di dalam bidang kegiatan utama bisnis;

8. Mendesain pelatihan dan aktivitas pengembangan lainnya untuk menilai dan membangun pengetahuan internal;

9. Menerapkan praktik penghargaan, pengakuan, dan promosi yang mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antar anggota maupun antar unit dalam organisasi;

10. Membantu pekerjaan serta menyediakan alat-alat yang mendukung kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan;

11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi atau hasil dengan mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin;

12. Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan yang lebih baik;

(13)

personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap kecenderungan pelanggan.

2.3 Manfaat Manajemen Pengetahuan

Manfaat manajemen pengetahuan dapat dilihat dalam kaitannya dengan penggunaan pengetahuan sebagai basis untuk melahirkan inovasi, meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan stakeholders, meningkatkan produktivitas dan kompetensi karyawan yang telah diberi tugas dan tanggung jawab. Pengetahuan dan kapabilitas merupakan sumber daya yang berkelanjutan bagi organisasi. Adapun manfaat manajemen pengetahuan menurut Tobing (2007) berdampak kepada berbagai bidang berikut:

1. Bidang operasi dan pelayanan

Saat ini telah terjadi perubahan dari industri manufaktur ke industri jasa yang berimplikasi terhadap karakteristik dari pekerjaan (job characteristic). Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifitas yang sifatnya berulang sesuai dengan instruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Pekerjaan ini sering disebut knowledge work dan pekerjanya disebut knowledge worker.

Perusahaan yang memiliki knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge yang terkelola dengan baik. Customer knowledge ini dapat diakses oleh pekerjanya serta dapat membantu mereka dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya. Knowledge worker sangat mengenal pelanggannya, mereka mengetahui permasalahan yang dihadapi pelanggan dan solusi yang sudah terbukti efektifitasnya serta mengetahui secara proaktif kebutuhan pelanggannya karena semuanya itu tersaji dalam basis customer knowledge perusahaan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan.

(14)

14   

2. Bidang pengembangan kompetensi personil

Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang berkesinambungan (kontinyu). Proses ini berawal dari akuisisi pengetahuan yang kemudian diaplikasikan dalam proses bisnis organisasi. Pengetahuan yang diaplikasikan potensial memunculkan pengetahuan yang baru melalui proses penciptaan pengetahuan. Pengetahuan ini kemudian dipelihara dan dibagikan kembali untuk dapat diakuisisi dan dimanfaatkan secara luas. Siklus inilah yang menjadi proses utama dalam manajemen pengetahuan, yaitu knowledge creation, knowledge retention, knowledge sharing, dan knowledge utilisation.

Knowledge sharing sebagai salah satu proses utama dalam manajemen pengetahuan, pada hakikatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Namun demikian, tersedianya bahan ajar atau pengetahuan dalam manajemen pengetahuan yang disimpan dalam memori perusahaan, belum tentu akan mendorong minat belajar karyawan. Hal ini dapat terjadi karena dua faktor, pertama, pengetahuan yang tersedia kurang relevan dengan tugas sehari-hari dari para pekerja. Kedua, para pekerja memang tidak memiliki motivasi dan daya yang memadai untuk belajar secara mandiri.

3. Bidang pemeliharaan ketersediaan pengetahuan

(15)

mengikuti pekerja tersebut menjadi pelanggan dari perusahaan yang baru dimasukinya.

4. Bidang inovasi dan pengembangan produk

Salah satu produk dari manajemen pengetahuan adalah proses pembelajaran yang berimplikasi terhadap peningkatan kemampuan inovasi, yaitu dengan terciptanya pengetahuan baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan.

Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif dan lintas fungsi. Artinya produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan, tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekedar baru, tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan semestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit marketing melakukan pengujian apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi. Manajemen pengetahuan mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena manajemen pengetahuan sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik virtual maupun tatap muka) dan knowledge sharing.

Semua manfaat manajemen pengetahuan yang telah dijelaskan akan bermuara pada peningkatan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai organisasi.

2.4 Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi

Polanyi seorang ahli Kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa pengetahuan terdiri dari dua jenis, yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge (Sangkala, 2007).

1. Tacit knowledge (pengetahuan tacit)

(16)

16   

dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk. Selain itu, juga sulit dikomunikasikan atau dibagi kepada orang lain.

Tacit knowledge memiliki dua dimensi. Pertama, yang disebut dengan dimensi teknis, yang mencakup berbagai macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformalkan. Elemen dimensi teknis ini sering kali diistilahkan dengan terminologi “know-how, keahlian dan keterampilan”. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan, dan inspirasi yang muncul dari pengalaman. Oleh karena itu, dimensi ini lebih berdimensi pengalaman. Kedua, yang disebut dengan dimensi kognitif. Dimensi ini terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi, dan mental model sehingga dimensi ini tidak mudah diartikulasikan. Dimensi ini membentuk cara individu menerima dunia sekelilingnya serta menunjuk kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas.

2. Explicit knowledge (pengetahuan eksplisit)

Explicit knowledge sangat berbeda dengan tacit knowledge karena explicit knowledge dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlahkan serta dapat dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manual-manual, dan prinsip-prinsip universal. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematik.

(17)

Berbagai pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat diperbesar atau diperluas dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah (Nonaka, 2000). Proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)

1. Memperluas dan Mengembangkan Pengetahuan Pribadi

Penggerak utama proses penciptaan pengetahuan di dalam organisasi adalah individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi pengetahuan tacit melalui pengalaman yang mereka miliki. Kualitas pengalaman tacit dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu faktor keragaman pengalaman individu dan kualitas pengetahuan terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri.

2. Berbagi Pengetahuan Tacit

Salah satu cara mengimplementasi penciptaan pengetahuan dalam organisasi adalah dengan menciptakan self-organizing team, dimana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru. Self-organizing team yang dibentuk merupakan tim yang anggota-anggotanya berasal dari berbagai fungsi. Keragaman asal anggota tim sangat penting bagi organisasi dalam rangka memutuskan kapan dan bagaimana menentukan bidang interaksi, dimana dan kapan individu dapat berinteraksi. Self-organizing team dapat memicu penciptaan pengetahuan organisasi melalui dua proses, yaitu pertama, organisasi

Enabling Condition Intention Chaos/Fluctuation

Autonomy Redundancy Requisite Variety

Conceptualization Networking

Knowledge Justification

Enlaring Individual Knowledge

Sharing Tacit Knowledge

(18)

18   

memfasilitasi tumbuhnya saling percaya diantara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal dengan pengetahuan tacit. Kedua, berbagi perspektif implisit yang dikonseptualisasikan melalui dialog yang kontinyu diantara anggota organisasi. Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai bagian dari pengetahuan tacit masing-masing.

3. Pengonseptualisasian

Setelah tercipta saling percaya diantara anggota organisasi dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui berbagi pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui dialog yang kontinyu. Mode yang dominan dalam pengubahan pengetahuan dalam tahap ini adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak memberikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena hal ini memberikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun hipotesisnya. Agar dialog tersebut produktif, dialog harus dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga ada ruang untuk perbaikan dan negosiasi serta para peserta dalam dialog harus dapat mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur.

Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertikal berorientasi kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara lateral dari alasan dimana berpusat kepada penggunaan metafora-metafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan ketika sebuah pemikiran atau image direvisi atau memberi makna terhadap sebuah konsep baru.

4. Pengkristalisasian

(19)

konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini biasanya difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial dimana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika hubungan kerja sama atau sinergis antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi. Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang cukup. Jika tidak tersedia informasi yang cukup biasanya inisiatif dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih.

Penciptaan pengetahuan berlangsung dalam interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi dalam bentuk yang lebih konkrit, misalnya berupa produk, konsep, atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terealisasi melalui apa yang disebut “dynamic cooperative relation or synergetics” diantara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.

5. Penilaian Pengetahuan

(20)

20   

6. Menjejaringkan Pengetahuan

Selama tahap penciptaan pengetahuan organisasi, konsep yang telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai dalam organisasi dan diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan organisasi untuk disebarkan ke seluruh jaringan organisasi. Pengetahuan organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep baru yang telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep yang baru tercipta diperlukan suatu konsep menengah (middle range concept). Jadi konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan, kecuali konsep menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi yang merupakan dinamika lain aktivitas self-organizing team untuk menjejaringkan pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru.

Hal yang perlu dicatat bahwa proses penciptaan pengetahuan tidak pernah berakhir dan merupakan proses yang berputar baik yang terjadi dalam organisasi maupun dengan lingkungannya, karena lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan pengetahuan yang digambarkan dengan reaksi produk oleh pelanggan, pesaing, dan pemasok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan pengetahuan dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, berbagi pengetahuan tacit dan konseptual, membangun tim mengelola dirinya sendiri, berbagi pengalaman, menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai kualitasnya, menjaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi.

(21)

empat jenis proses konversi, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat jenis proses konversi ini disebut proses SECI seperti yang dilukiskan pada Gambar 3.

Tacit Knowledge ke Explicit Knowledge  

Tacit Knowledge

dari

Explicit Knowledge

Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)

1. Sosialisasi (socialization)

Sosialisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit memungkinkan pengetahuan tacit diubah melalui interaksi antar individu. Kunci untuk mendapatkan pengetahuan tacit, yaitu dengan pengalaman. Tanpa melalui cara berbagi pengalaman akan sulit bagi orang yang memiliki pengetahuan tacit tersebut ditransfer ke orang lain. Hal ini sangat terkait dengan adanya unsur-unsur emosional dan konteks maupun nuansa.

2. Eksternalisasi (externalization)

Eksternalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Melalui cara ini pengetahuan terkristalisasikan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Pada tahap ini, pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain.

3. Kombinasi (combination)

Kombinasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan eksplisit terjadi melalui proses pengombinasian beragam pengetahuan eksplisit yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang mempertukarkan

Sosialisasi

Internalisasi

Eksternalisasi

(22)

22   

dan mengombinasikan pengetahuan melalui semacam satu mekanisme pertukaran seperti pertemuan dan percakapan. Rekonfigurasi informasi yang ada tersebut selanjutnya disortir, dikategorisasi, dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru.

4. Internalisasi (internalization)

Internalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tacit. Proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan ekplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi terhadap pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan tacit anggota organisasi.

Berdasarkan teori Nonaka & Takeuchi (2000), proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan. Adapun tipe-tipe aset pengetahuan, yaitu:

1. Aset Pengetahuan Eksperiensial (experiential asset)

Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Aset pengetahuan eksperiensial dibagi lagi menjadi empat tipe pengetahuan, yaitu pengetahuan emosional, pengetahuan fisik, pengetahuan energetik, dan pengetahuan ritmik.

2. Aset Pengetahuan Konseptual (conceptual asset)

Aset pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol, dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Aset konseptual biasanya mempunyai bentuk tanwujud dan lebih mudah diartikulasikan dibanding aset eksperiensial, tetapi masih sulit dipahami apa yang dirasakan oleh pelanggan atau anggota organisasi. 3. Aset Pengetahuan Sistemik (systemic asset)

(23)

4. Aset Pengetahuan Rutin (routine asset)

Aset pengetahuan rutin merupakan pengetahuan tacit yang sudah rutin menyatu dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktik organisasi. Keterampilan, kegiatan rutin, dan budaya organisasi yang dilakukan sehari-hari. Melalui praktik berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan dan dilakukan bersama oleh anggota organisasi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Purwanto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pendukung Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi di Koperasi Susu” meneliti enam koperasi susu, yaitu KPSBU, SAE, KUD Warga Mulya, KUD Jatinom, KUD Cepogo, dan KUD Musuk. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi pada koperasi susu di Indonesia dan (2) menganalisis faktor-faktor pendukung bagi proses penciptaan pengetahuan koperasi susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data primer, yaitu berasal dari kuesioner dan wawancara dengan karyawan di enam koperasi serta data sekunder berasal dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Selain itu data sekunder berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan bahasan penelitian seperti buku, jurnal, dan internet. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (visi bersama, pengelolaan percakapan, penyebaran pengetahuan internal, dan variabel dummy) terhadap variabel dependen (pengetahuan organisasi koperasi susu).

(24)

24   

responden yang dilihat dari jenis kelamin, pengalaman, pendidikan, dan gaji tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan organisasi koperasi susu. Untuk ukuran kebaikan model masih kurang bagus karena nilai koefisien determinasi (R2) = 29,7 persen yang artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor X dalam model regresi di atas hanya 29,7 persen, sedangkan sisanya 70,3 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Sukmawati et al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Model Kontribusi Aset Pengetahuan dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu” bertujuan untuk (1) mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki Koperasi Susu dan (2) menganalisis peran aset-aset pengetahuan tersebut dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia. Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer berupa pendapat peternak, karyawan koperasi, dan pengurus koperasi dilakukan di tiga koperasi primer yang merupakan anggota Gabungan Koperasi Susu di Indonesia (GKSI), yaitu Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Bogor di Bogor, Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi (SAE) Pujon di Malang, dan Koperasi Sukamulya, Wates di Kediri. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan meminta 105 orang responden mengisi kuesioner. Sampel diambil secara acak sederhana (random sampling). Data sekunder meliputi anggota koperasi, data produksi, dan data penunjang lain. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk mengetahui hubungan timbal balik antara empat kategori aset pengetahuan (aset pengetahuan eksperiensial, aset pengetahuan konseptual, aset pengetahuan sistemik, dan aset pengetahuan rutin) dengan empat model proses penciptaan pengetahuan (sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi).

(25)

kombinasi. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan dan pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Dibandingkan aset pengetahuan lainnya, pengetahuan sistemik terbukti memiliki korelasi paling lemah terhadap proses penciptaan pengetahuan. Aset pengetahuan sistemik merupakan aset pengetahuan yang bersifat pengetahuan eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok, termasuk juga proteksi, dan hak kekayaan intelektual secara legal.

Raras (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)” bertujuan untuk (1) mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan (2) menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut, yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah digunakan organizational profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar, yaitu penciptaan budaya yang mendukung, pengumpulan pengalaman internal, pengaksesan pembelajaran eksternal, sistem komunikasi, mekanisme untuk menarik kesimpulan, pengembangan memori organisasi, pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan, serta penerapan pembelajaran.

(26)

26   

(27)

3.1 Kerangka Pemikiran

Arti penting manajemen pengetahuan telah disadari oleh organisasi sebagai sumber daya utama dalam bersaing. Bukti-bukti menunjukkan bahwa pergeseran orientasi para pelaku organisasi telah terjadi selama beberapa dekade dimana pada tahun 1929 rasio penggunaan antara aset tak berwujud/aset pengetahuan (intangible assets) dengan modal yang berwujud/aset fisik (tangible assets) masih berkisar antara 30 banding 70 persen, tetapi pada tahun 1990 sudah terjadi pergeseran yang cukup signifikan, yakni antara 37 banding 63 persen. Demikian pula pada penelitian lain terungkap bahwa pada tahun 1978 nilai dari aset pengetahuan masih didominasi oleh aset yang bersifat fisik atau 80 persen dan hanya sekitar 20 persen terkait dengan aset pengetahuan. Pada tahun 1988 keadaan tersebut berubah menjadi 45 persen terkait dengan aset berbentuk fisik dan 55 persen terkait dengan aset pengetahuan. Setelah sepuluh tahun kemudian, titik beratnya justru berbalik dimana 70 persen modal perusahaan terkait dengan aset pengetahuan dan hanya 30 persen terkait dengan aset berbentuk fisik (Sangkala, 2007). Bukti-bukti tersebut semakin menujukkan bahwa aset pengetahuan perlu dikelola dengan baik untuk menghasilkan nilai dalam praktik-praktik unggulan organisasi yang akan ditawarkan kepada konsumen atau masyarakat.

(28)

28   

Pada penelitian ini, diteliti tentang bagaimana peran aset-aset pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada P2E LIPI. Perilaku inovatif yang dilakukan P2E LIPI dapat terbentuk apabila terjadi proses penciptaan pengetahuan pada organisasi tersebut. Berdasarkan teori Nonaka et al (2000) proses penciptaan pengetahuan melibatkan proses konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat model tersebut dikenal sebagai model SECI. Proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan. Aset pengetahuan dikelompokkan menjadi empat, yaitu aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti hubungan timbal balik antara keempat model SECI dengan keempat jenis aset pengetahuan. Dengan demikian, penelitian ini mampu memberikan suatu model kontribusi aset pengetahuan dalam memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan pada organisasi. Adapun bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terletak di Gedung Widya Graha LIPI Lantai IV dan V, Jalan Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan 12710. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Januari 2012. 3.3 Metode Pengumpulan Data

(29)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Visi dan Misi

P2E LIPI

Aset Pengetahuan: 1. Eksperiensial 2. Konseptual 3. Sistemik 4. Rutin

Proses

Penciptaan Pengetahuan: 1. Sosialisasi

2. Eksternalisasi 3. Kombinasi 4. Internalisasi

Analisis Korelasi Kanonikal

Hubungan Aset Pengetahuan Terhadap Proses Konversi Pengetahuan Organisasi

Perilaku Inovatif

Model Kontribusi Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi

(30)

30   

Sedangkan data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya (Suliyanto, 2006). Data sekunder diperoleh melalui studi literatur baik dari buku, jurnal, dan sksipsi serta data penunjang lain yang berasal dari P2E LIPI.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling atau sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu populasi merangkap sebagai sampel penelitian (Suliyanto, 2006). Teknik ini digunakan oleh peneliti karena terbatasnya populasi di P2E LIPI yang berjumlah 65 orang. Oleh karena itu, kuesioner dibagikan kepada seluruh pegawai P2E LIPI yang terdiri dari 42 orang peneliti dan 23 orang staf administrasi.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert untuk memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu. Format yang digunakan adalah lima interval, yaitu:

a. Sangat Setuju skor 5

b. Setuju skor 4

c. Kurang Setuju skor 3 d. Tidak Setuju skor 2 e. Sangat Tidak Setuju skor 1

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah agar data tersebut memiliki makna yang berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Dalam melaksanakan pengolahan data diusahakan agar kesalahan yang terjadi dalam penelitian sekecil mungkin. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan kode (coding) terhadap data yang diperoleh untuk memudahkan serta meningkatkan efisiensi data entry processing ke sistem program komputer (Suliyanto, 2006).

3.4.1 Uji Validitas

(31)

akan diukur oleh kuesioner tersebut (Suliyanto, 2006). Tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan uji validitas adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur yaitu dengan cara:

a. Mencari definisi dan rumusan konsep serta literatur, jika sekiranya sudah ada rumusan yang cukup rasional maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Tetapi apabila rumusan tersebut belum operasional, maka peneliti harus merumuskannya seoperasional mungkin.

b. Jika dalam literatur tidak diperoleh definisi atau rumusan konsep yang akan diukur, peneliti harus mendefinisikan dengan para ahli lain. Pendapat para ahli kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional.

c. Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang menyusun pertanyaan yang operasional.

2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden. Jumlah responden untuk uji coba minimal adalah 30 orang karena distribusi skor atau nilai akan lebih mendekati normal. Asumsi kurva normal sangat dibutuhkan dalam perhitungan statistik.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total. Signifikan < 0,05.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas kuesioner adalah:

r

∑ ∑ ... (1)

Dimana:

n = Jumlah responden x = Skor pertanyaan ke-n y = Skor total

xy = Skor pertanyaan ke-n dikalikan skor total r = Koefisien korelasi

(32)

32   

Artinya pertanyaan tersebut memenuhi syarat sah untuk diolah lebih lanjut. Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran dalam suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan daftar-daftar pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Repeated Measure atau pengukuran ulang. Disini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, kemudian dilihat apakah tetap konsisten dengan jawabannya.

2. One Shot atau pengukuran sekali saja. Pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

Uji realibilitas digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

r

∑ ... (2)

Dimana:

r = Koefisien reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan

= Total varian ∑ = Total varian butir

Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai 1. Tingkat reliabilitas tersebut dapat diinterpretasikan pada Tabel 1.

Dari hasil perhitungan didapatkan 0,82 untuk aset pengetahuan yang artinya sangat reliabel dan 0,83 untuk proses penciptaan pengetahuan yang artinya sangat reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 1. Tingkat Reliabilitas Alpha Cronbach

Alpha Tingkat Reliabilitas

(33)

3.4.3 Korelasi Kanonikal

Terdapat dua hal utama yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan model analisis. Pertama, proses pembentukan inovasi melalui pendayagunaan pengetahuan melibatkan banyak variabel yang konstelasi hubungannya kompleks dan bekerja secara simultan. Kedua, sebagian besar dari variabel tersebut adalah variabel kualitatif. Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini akan digunakan analisis korelasi kanonikal.

Analisis korelasi kanonikal merupakan suatu analisis atau teknik yang digunakan untuk menentukan tingkat hubungan antara dua kelompok variabel yang masing-masing terdiri dari beberapa variabel. Pemilihan metode korelasi kanonikal dengan justifikasi sebagai berikut (Hair et al, 1998):

1. Korelasi kanonikal merupakan perluasan yang logis dari regresi berganda yang mampu mengkorelasikan secara simultan beberapa variabel tak bebas Y dengan beberapa variabel bebas X;

2. Korelasi kanonikal dapat digunakan untuk mencari suatu set bobot untuk variabel tak bebas Y dan variabel bebas X yang dapat menghasilkan korelasi sederhana yang maksimum (sekuat mungkin) antara suatu set variabel tak bebas Y dan suatu set variabel bebas X.

Menurut Hair et al (1998) tahap analisis korelasi kanonikal mencakup enam langkah yang bersifat sekuensial ditampilkan pada Gambar 5, yaitu:

1. Masalah penelitian a. Tentukan tujuan

b. Menspesifikasikan variabel dependen c. Menspesifikasikan variabel independen 2. Masalah desain penelitian

a. Jumlah observasi per variabel b. Keseluruhan ukuran sampel 3. Asumsi-asumsi

(34)

34   

4. Pemilihan dan estimasi fungsi kanonikal a. Menurunkan fungsi kanonikal b. Memilih fungsi untuk interpretasi c. Signifikansi secara statistik d. Besaran hubungan

5. Interpretasi variabel dan fungsi kanonikal a. Berat kanonikal

b. Beban kanonikal c. Bobot silang kanonikal 6. Validasi hasil

a. Sampel berganda

b. Analisis sensitivitas komposisi ragam

Dalam penelitian ini yang menjadi gugus peubah dependen (Y) adalah proses penciptaan pengetahuan dan yang menjadi gugus peubah independen (X) adalah aset-aset pengetahuan. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi peran aset-aset pengetahuan yang dimiliki organisasi terhadap proses penciptaan pengetahuan sehingga membentuk perilaku inovatif, yang diamati yaitu aset pengetahuan eksperiensial, aset pengetahuan konseptual, aset pengetahuan sistemik, dan aset pengetahuan rutin. Peubah proses penciptaan pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat variabel, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi.

Prinsip dari metode ini yaitu membentuk kombinasi linear dari setiap gugus peubah (dependen dan independen) sedemikian sehingga korelasi diantara kedua gugus peubah tersebut menjadi maksimum. Nilai korelasi kanonikal didapat dari operasi aritmatika matriks korelasi kedua himpunan variabel (variabel kanonikal).

(35)
[image:35.612.116.457.73.666.2]

Gambar 5. Tahap Analisis Korelasi Kanonikal Masalah Penelitian

 Tentukan Tujuan:

o Menentukan hubungan antar variabel o Memperoleh korelasi maksimal

o Menjelaskan asas hubungan antar variabel  Menspesifikasikan variabel dependen

 Menspesifikasikan variabel independen

Masalah Desain Penelitian  Jumlah observasi per variabel  Keseluruhan ukuran sampel

Asumsi-asumsi  Korelasi linier

 Hubungan linier  Kenormalan ragam

Pemilihan dan Estimasi Fungsi Kanonikal  Menurunkan fungsi kanonikal

 Memilih fungsi untuk interpretasi  Signifikansi secara statistik  Besaran hubungan

Interpretasi Variabel dan Fungsi Kanonikal  Berat kanonikal

 Beban kanonikal  Bobot silang kanonikal

Validasi hasil  Sampel berganda

(36)

36   

Semakin besar nilai koefisien ini menyatakan semakin besar kontribusi variabel yang bersangkutan terhadap variat kanonikal. Muatan kanonikal dapat dihitung dari korelasi antara variabel asal dengan masing-masing variabel kanoniknya. Semakin besar nilai loading atau muatan mencerminkan semakin dekat hubungan fungsi kanonik yang bersangkutan dengan variabel asal.

Prosedur korelasi kanonikal ini akan menghasilkan diagram jalur yang disajikan pada Gambar 5.

   

[image:36.612.117.503.221.410.2]

     

Gambar 6. Diagram Jalur Analisis Korelasi Kanonikal

Variabel independen mempunyai indikator yang dinotasikan dengan Xi, meliputi:

X1 = Eksperiensial X2 = Konseptual X3 = Sistemik X4 = Rutin

Variabel dependen mempunyai indikator yang dinotasikan dengan Yi, meliputi:

Y1 = Sosialisasi Y2 = Eksternalisasi Y3 = Kombinasi Y4 = Internalisasi

Eksperiensial

Konseptual

Sistemik

Rutin

Sosialisasi

Eksternalisasi

Kombinasi

Internalisasi

1

2

1

(37)

Canonical loadings variabel independen diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

RXW = RXX AZ ... (3)

Canonical loadings variabel dependen diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

RVY = RYY BZ ... (4)

Fungsi kanonik yang dianggap cukup dalam menerangkan struktur hubungan Y dan X dilihat dari koefisien R-square. Nilai ini didapat dengan mengkuadratkan korelasi kanonik atau dinotasikan sebagai berikut:

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) merupakan lembaga penelitian keilmuan di bidang ekonomi yang berkedudukan di Jakarta. Bersama pusat penelitian lainnya di lingkungan Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemasyarakatan (IPSK), lembaga yang semula bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan Pembangunan (PEP) LIPI ini kemudian dengan Surat Keputusan Presiden No. 178 Tahun 2000 tertanggal 15 Desember 2000 tentang Reorganisasi LIPI dan Surat Keputusan Kepala LIPI No:1151/M/2001 tertanggal 5 Juni 2001 Tentang Reorganisasi dan Tata Kerja LIPI, berubah nama menjadi Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

Sebagai salah satu dari lima pusat penelitian di bawah Kedeputian Bidang IPSK LIPI, P2E LIPI dituntut dapat menghadapi tantangan baru untuk menghasilkan karya unggulan yang mampu bersaing dan menjadi acuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional. P2E LIPI juga dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka meletakkan landasan yang kokoh dalam mencapai masyarakat adil, makmur, dan demokratis.

Dalam melaksanakan program-program penelitian, P2E LIPI membentuk empat kompetensi inti (core competence) yaitu:

a. Industri dan Perdagangan b. Pembangunan Daerah c. Keuangan dan Perbankan d. Ekonomi Syariah.

(39)

pemecahannya berdasarkan perspektif ilmiah. Dengan demikian seluruh kegiatan penelitian dan pengkajian serta aktivitas lainnya diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu ekonomi, perumusan rekomendasi kebijakan ekonomi bagi pemerintah, dan pencerahan kepada masyarakat luas (stakeholders) dalam memahami dinamika ekonomi Indonesia.

4.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi

Pusat Penelitian Ekonomi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI) berdasarkan Keputusan Kepala LIPI Nomor: 1151/M/2001 tertanggal 5 Juni 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI, bertugas “melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian bidang ekonomi serta evaluasi, dan penyusunan laporan”.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut (Pasal 247), Keputusan Kepala LIPI Nomor: 1151/M/2001 tersebut, P2E LIPI menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis penelitian bidang ekonomi;

b. Penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis penelitian bidang ekonomi;

c. Penyusunan rencana dan program, serta pelaksanaan penelitian bidang ekonomi;

d. Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang ekonomi; e. Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi bidang ekonomi; f. Evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bidang ekonomi; g. Pelaksanaan urusan tata usaha.

Adapun penjabaran tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang yang terdapat dalam struktur organisasi P2E LIPI adalah sebagai berikut:

1. Bidang Industri dan Perdagangan

(40)

40   

2. Bidang Pembangunan Daerah

Bidang Pembangunan Daerah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan dan penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis penelitian, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian, pemantauan pemanfaatan, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil penelitian bidang pembangunan daerah, serta kegiatan ilmiah lainnya.

3. Bidang Keuangan dan Perbankan

Bidang Keuangan dan Perbankan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan dan penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis penelitian, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian, pemantauan, pemanfaatan, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil penelitian bidang keuangan dan perbankan, serta kegiatan ilmiah lainnya.

4. Bidang Tata Operasional

Bidang Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan kerjasama, dokumentasi, dan informasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bidang Tata Operasional menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan program kerja sama penelitian bidang ekonomi.

b. Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi, penyebarluasan hasil penelitian bidang ekonomi, serta dokumentasi dan pengelolaan perpustakaan.

Kepala Bidang Tata Operasional membawahi:

 Sub Bidang Kerjasama Penelitian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan, dan pelaksanaan program kerjasama penelitian bidang ekonomi.

(41)

5. Sub Bagian Tata Usaha

Sub-Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan dan kearsipan, perlengkapan serta rumah tangga. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas tugas dan fungsi P2E LIPI, utamanya untuk kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dilakukan oleh para koordinator, yang meliputi koordinator kepegawaian dan koordinator umum. 4.1.2 Visi dan Misi

Visi

Menjadi centre of excellence dan think tank dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Misi

Memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu ekonomi dan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia kini dan mendatang.

4.1.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi P2E LIPI sesuai dengan Surat Keputusan Kepala LIPI Nomor: 1151/M/2001 tertanggal 5 Juni 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI, dipimpin oleh Kepala Pusat Penelitian yang dibantu oleh:

a. Kepala Bidang Industri dan Perdagangan b. Kepala Bidang Pembangunan Daerah c. Kepala Bidang Keuangan dan Perbankan d. Kepala Bidang Tata Operasional

e. Kepala Sub Bidang Kerjasama Penelitian f. Kepala Sub Bidang Dokumentasi dan Informasi g. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Dalam bentuk bagan, struktur organisasi P2E-LIPI dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2. Karakeristik Responden

(42)

42   

[image:42.612.134.514.117.295.2]

kandidat peneliti, 2 orang pustakawan, 8 orang pranata humas, 2 orang analis kepegawaian, dan 11 orang administrasi umum.

Tabel 2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional

Tingkat Jabatan Jumlah Pegawai Persentase (%)

Peneliti Utama 11 orang 16,9

Peneliti Madya 12 orang 18,4

Peneliti Muda 15 orang 23,1

Peneliti Pertama 1 orang 1,5

Kandidat Peneliti 3 orang 4,7

Pustakawan 2 orang 3,1

Pranata Humas 8 orang 12,3

Analis Kepegawaian 2 orang 3,1

Administrasi Umum 11 orang 16,9

Jumlah 65 orang 100

Sumber: Pusat Penelitian Ekonomi – LIPI (2012)

Responden dari penelitian ini berjumlah hampir sama dari segi jenis kelamin, dimana persentase jumlah responden pria sebesar 52,3 persen dan responden wanita 47,7 persen. Hal ini disebabkan karena sebaran jenis kelamin tidak mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan kesempatan menjadi pegawai di P2E LIPI. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Pegawai Persentase (%)

Pria 34 orang 52,3

Wanita 31 orang 47,7

Jumlah 65 orang 100

[image:42.612.130.515.424.486.2]
(43)
[image:43.612.170.456.72.246.2]

Gambar 7. Distribusi Umur Responden

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpendidikan pascasarjana dengan persentase 65 persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. Hal tersebut terkait dengan rata-rata usia responden yang berada di usia 47 – 57 tahun, juga dikarenakan P2E LIPI lebih banyak membutuhkan peneliti yang ahli untuk menganalisis problematika ekonomi dan mengupayakan pemecahannya berdasarkan perspektif ilmiah. Sedangkan urutan terendah berada pada tingkat pendidikan Diploma 3, yaitu sebesar 3 persen.

Gambar 8. Distribusi Pendidikan Responden

Masa kerja responden rata-rata sekitar 5 – 15 tahun sebesar 46 persen. Masa kerja responden tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Manajemen pengetahuan dalam mendukung kegiatan organisasi membutuhkan proses dan waktu sehingga responden dengan masa kerja di atas lima tahun dapat merasakan

26%

34%

40%

25 - 35

tahun 36 - 46 tahun 47 - 57 tahun

17%

3%

15%

65%

[image:43.612.168.455.412.579.2]
(44)

44   

[image:44.612.161.450.114.291.2]

pengelolaan pengetahuan. Masa kerja responden yang kurang dari 5 tahun menduduki posisi terendah sebesar 8 persen.

Gambar 9. Masa Kerja Responden

4.3 Aset Pengetahuan pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI

Profil pengetahuan yang dimiliki P2E LIPI ditelusuri melalui kepemilikan aset pengetahuan yang ditampilkan pada Tabel 4. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI memiliki aset pengetahuan sistemik dengan persentase tertinggi, yaitu sebesar 84 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa responden menyatakan setuju memiliki aset pengetahuan yang tersistemasi dan terkemas.

Aset pengetahuan sistemik bagi P2E LIPI merupakan informasi terdokumentasi tentang hasil penelitian bidang ekonomi. Hasil penelitian dilaksanakan melalui tahap pengumpulan, pengolahan dan penyajian data serta informasi, penyebarluasan hasil penelitian, dokumentasi, sampai pengelolaan perpustakaan. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI melakukan pemeliharaan dan penyimpanan hasil penelitian, terutama bila ada pengetahuan yang keluar dari organisasi, seluruh soft copy dokumen di backup ke dalam cakram optik untuk kemudian disimpan dan dicatat sehingga mudah mencarinya jika pegawai membutuhkannya. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI telah memiliki infrastruktur yang sudah dijalankan hingga saat ini untuk menyimpan data, informasi, pengetahuan, maupun penyebarluasan hasil penelitian. Infrastruktur tersebut berupa intranet dan internet yang selalu dikelola.

Kepemilikan aset pengetahuan konseptual yang dimiliki P2E LIPI menempati urutan kedua dengan persentase sebesar 83,25 persen. Aset

8%

46%

28%

18%

(45)

pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol, dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi masyarakat (stakeholders), organisasi lain, dan pegawai. Aset pengetahuan konseptual bagi P2E LIPI antara lain, lambang atau simbol organisasi yang dikenal oleh masyarakat dan organisasi lain, serta desain atau konsep penelitian yang dipahami oleh pegawai.

Selanjutnya pada urutan ketiga adalah aset pengetahuan rutin dengan persentase sebesar 80,15 persen. Aset pengetahuan rutin adalah pengetahuan tacit yang sudah menyatu dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktik organisasi. Aset pengetahuan rutin bagi P2E LIPI antara lain, penyiapan bahan dan penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis penelitian, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian, pemantauan pemanfaatan, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil penelitian bidang ekonomi. Aset ini telah dipraktikan secara berkesinambungan oleh P2E LIPI sehingga menjadi tindakan kuat dalam membentuk budaya organisasi.

Aset pengetahuan eksperiensial P2E LIPI menunjukkan hasil terendah, yaitu 71,38 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa P2E LIPI belum membangun pengalaman bersama atau pengalaman bekerja sama diantara para pegawai dan organisasi lain. Pegawai cenderung kurang setuju dalam membantu rekan kerja melalui pengalaman yang mereka miliki. Selain itu pegawai juga kurang senang untuk melakukan inovasi terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Tabel 4. Aset Pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI

Aset Pengetahuan Sangat

Tidak Setuju (1) Tidak Setuju (2) Kurang Setuju (3) Setuju (4) Sangat Setuju (5) Jumlah A. Aset Eksperiensial 1) Berbagi pengalaman

0 0 0 48 17 65

2) Membantu rekan kerja

0 0 0 30 25 65

3) Mengekspresikan emosional

0 0 8 50 7 65

4) Mempercayai orang lain

(46)

46   

Lanjutan Tabel 4 5) Menambah

pengetahuan melalui pengalaman

0 0 0 53 12 65

6) Menunjukkan antusiasme

0 3 13 43 6 65

7) Senang melakukan improvisasi

0 0 14 47 4 65

8) Eksistensi pegawai

0 0 20 45 0 65

9) Melindungi pengalaman

0 0 9 56 0 65

10) Senang melakukan inovasi

0 0 0 33 32 65

Sub Total 0 3 78 464 105 650 Persentase (%) 0 0,47 12 71,38 16,15 100

B. Aset Konseptual 1) Karakteristik produk melalui pencitraan, simbol, dan bahasa

0 2 12 51 0 65

2) Ekuitas merek melalui pencitraan, simbol, dan bahasa

0 2 11 52 0 65

3) Berinteraksi dengan organisasi lain membangun persepsi

0 0 4 50 6 65

4) Berinteraksi dengan organisasi lain menetapkan karakteristik produk

0 0 2 59 4 65

5) Berinteraksi dengan organisasi lain menetapkan ekuitas merek

(47)

Lanjutan Tabel 4 6) Senang

melakukan inovasi

0 0 0 51 14 65

7) Belajar dari kegagalan

0 0 0 48 17 65

8) Tim khusus untuk mem

promosikan ekuitas merek

0 0 8 56 1 65

9) Tim khusus untuk mem promosikan

konsep/ desain

0 0 2 63 0 65

Sub Total 0 4 41 487 53 585

Persentase (%) 0 0,75 7 83,25 9 100

C.Aset Sistemik

1) Mudah mengakses informasi

0 0 4 59 2 65

2) Proteksi hak intelektual secara legal

0 0 2 60 3 65

3) Proteksi pengetahun terhadap penyalah gunaan pihak internal

0 0 0 59 6 65

4) Proteksi penge- tahuan terhadap penyalahgunaan pihak eksternal

0 0 0 54 11 65

5) Proteksi pengetahuan terhadap pencurian pihak internal

0 0 0 58 7 65

6) Proteksi pengetahuan terhadap pencurian pihak eksternal

0 0 0 54 11 65

7) Hak paten melindungi pengetahuan

(48)

48   

Lanjutan Tabel 4 8) Pembatasan akses

ke beberapa sumber pengetahuan

0 9 20 34 2 65

9) Rasa menghargai pengetahuan

0 0 0 56 9 65

10) Paham pentingnya proteksi

pengetahuan

0 0 0 63 2 65

Sub Total 0 9 10 546 85 650

Persentase (%) 0 1,40 1,53 84 13,07 100

D.Aset Rutin

1) Tersedianya pengetahuan untuk kegiatan sehari-hari

0 0 2 61 2 65

2) Paham pentingnya pengetahuan dalam praktik rutin

0 0 0 52 13 65

3) Senang menemukan pengetahuan baru

0 0 0 41 24 65

4) Pola pikir

dikuatkan praktik berkesinambungan

0 0 0 48 17 65

5) Partisipasi dalam transfer

pengetahuan

0 0 0 50 10 65

6) Paham pentingnya pelatihan

0 0 0 61 4 65

7) Organisasi menilai keahlian pegawai

0 0 15 44 6 65

8) Senang berdiskusi dengan orang lain

0 0 2 51 12 65

9) Organisasi memfasilitasi transfer pengetahuan

0 0 6 57 2 65

10) Paham budaya organisasi

0 0 1 56 8 65

Sub Total 0 0 24 521 105 650

Persentase (%) 0 0 3,7 80,15 16,15 100 Total Aset

Pengetahuan

0 16 153 2018 348 2535

(49)

4.4 Proses Penciptaan Pengetahuan pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Proses eksternalisasi merupakan proses yang paling sering dipraktikkan di P2E LIPI. Hal ini ditunjukkan dengan responden yang menyatakan setuju sebesar 83,85 persen. Eksternalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Melalui cara ini pengetahuan terkristalisasikan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Distribusi dan berbagi pengetahuan dilakukan P2E LIPI dengan cara mengeksplisitkan pengetahuan tacit yang ada di masing-masing individu jika melakukan kegiatan di luar organisasi baik itu penelitian, pelatihan, workshop ataupun rapat dalam bentuk dokumen. Kemudian dokumen tersebut disebarluaskan ke pegawai lain dan disimpan ke dalam infrastruktur. Selain itu juga, P2E LIPI mengumpulkan informasi dan pengetahuan yang didapatkannya dari luar organisasi kemudian diakuisisi dengan pengetahuan yang ada dalam organisasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang dibutuhkan organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mendapatkan cara yang inovatif. Pusat Penelitian Ekonomi LIPI juga membagikan pengetahuannya kepada masyarakat sebagai stakeholders dengan menulis artikel yang bersifat ilmiah, jur

Gambar

Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)
Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
Gambar 5. Tahap Analisis Korelasi Kanonikal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain buahnya, minyak yang dihasilkan oleh buah alpukat sangat baik untuk kulit diantaranya adalah untuk melembabkan kulit, menangkal radikal bebas, memelihara

Untuk mendapatkan efektifitas pengukuran gayaberat pada lubang bor, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan program untuk pemodelan ke depan gayaberat lubang bor

Sedangkan persentase pengaruh yang paling rendah adalah di Pasar Siborongborong sebesar 45,50 persen yang mengindikasikan bahwa sumber penghasilan utama selain dari kopi seperti

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya akibat penggunaan obat tradisional yang dicemari bahan kimia obat tersebut, Badan POM RI telah memberikan peringatan keras kepada produsen

Malindo Feedmill (MAIN) mengalokasikan 15% dari total perolehan laba bersih tahun 2013 yang sebesar Rp 241,25 miliar untuk dividen atau senilai total dividen Rp 35,8 miliar

Pendidikan oleh staf Puskesmas diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu keputusan dalam proses pelayanan.. Pendidikan yang diberikan sebagai bagian

[r]

[0012] Namun lain perwujudan dari penemuan ini adalah proses untuk membuat Ethylbenzene dan / atau stirena yang mencakup bereaksi toluena dan metana dalam satu atau lebih reaktor