• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Taman Rumah Sakit sebagai Healing Garden (Studi Kasus: Santosa Bandung International Hospital)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Taman Rumah Sakit sebagai Healing Garden (Studi Kasus: Santosa Bandung International Hospital)"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

RACHMA KANIA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RACHMA KANIA. A44051449. Evaluasi Taman Rumah Sakit sebagai Healing Garden (Studi Kasus: Santosa Bandung International Hospital).Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO.

Ruang terbuka hijau dirancang untuk beberapa fungsi. Salah satu dari fungsi ini adalah menyembuhkan atau mengandung nilai-nilai pengobatan bagi penggunanya (terapeutik). Namun, perhatian terhadap fungsi tersebut masih kurang. Penelitian yang lebih mendalam yang memperhitungkan taman sebagai elemen yang penting dalam proses penyembuhan terhadap penggunanya masih diabaikan. Pemanfaatan ruang terbuka hijau yang bersifat menyembuhkan tersebut sangatlah dibutuhkan khususnya di Indonesia dengan kondisi masyarakat sedang dihimpit oleh berbagai tekanan fisik, psikis, dan kebutuhan hidup. Salah satu area yang telah menerapkan konsep healing garden adalah Rumah Sakit Internasional Santosa yang berada di daerah pusat kota Bandung, Jawa Barat. Rumah sakit ini menyediakan healing garden sebagai bagian yang bersinergi dengan pelayanan perangkat klinik, dokter, dan paramedis serta fasilitas dalam mewujudkan fungsi “cure and care”.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi konsep dan desain berdasarkan fungsi healing garden di Santosa Bandung International Hospital, Bandung, Jawa Barat. Tujuan selanjutnya adalah mengamati pengaruh dari keberadaaan healing garden terhadap pengguna berdasarkan konsep dan fungsi healing garden tersebut, dan yang terakhir adalah menyusun suatu usulan pemecahan masalah berupa rekomendasi dan saran apabila ditemukan ketidaksesuaian. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memahami peran dari keberadaan suatu ruang terbuka hijau yang bersifat menyembuhkan yang diwujudkan dalam bentuk healing garden. Rekomendasi yang diajukan dalam studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan rancangan dari healing garden yang sejenis di tempat lainnya. Penelitian dilakukan di Bandung, Jawa Barat, tepatnya di Santosa Bandung International Hospital (SBIH) pada tiga tapak healing garden, dua tapakpada lantai empat dan satu tapak pada lantai sembilan. Waktu pengumpulan data dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2009.

(3)

dari fasilitas dan keberadaan program terapi yang dilakukan di taman. Pada tahap terakhir dikembangkan hasil analisis dan evaluasi mengenai kesesuaian desain taman dan bagaimana pengaruh healing garden terhadap penggunanya. Hasil yang didapatkan berupa kesimpulan apakah healing garden tersebut sesuai atau tidak secara desain dan apakah keberadaannya berpengaruh terhadap penggunanya. Jika terdapat ketidaksesuaian, diusulkan pemecahan masalah. Solusi berupa suatu usulan program mengenai pemanfaatan tapak secara maksimal, usulan perbaikan rancangan, atau tambahan rancangan pada healing garden.

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan, healing garden lantai sembilan SBIH memiliki nilai KPI 0,72, lantai empat utara memiliki nilai KPI 0,63, dan lantai empat selatan 0,67. Pengaruh yang dirasakan oleh pengguna setelah kedatangan mereka ke taman menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna merasakan efek kedatangan ke taman dengan hasil yang baik dan positif. Sebanyak 95,24% dari keseluruhan pengguna menyetujui bahwa dengan datang ke taman, stress-nya hilang dan 4,76% merasa tidak yakin; sebesar 90,48% berpendapat bahwa mereka merasakan efek positif dari kedatangan ke taman ini dan sisanya 9,52% merasa tidak yakin. Aktivitas pengguna taman yang dominan berupa berjalan mengelilingi taman, duduk-duduk, dan mencoba fasilitas refleksi. Hasil verifikasi melalui pengamatan perilaku diperoleh bahwa konsentrasi pergerakan pengguna dominan dilakukan pada jalur area tempat duduk atau area pasif.

Nilai KPI yang dihasilkan dari evaluasi ketiga healing garden, diperoleh nilai KPI<1. Berdasarkan konfirmasi terhadap nilai KPI tersebut melalui pendapat responden dan verifikasi pengamatan perilaku pengguna healing garden SBIH dapat disimpulkan bahwa healing garden SBIH kurang sesuai dengan kriteria desain fungsional taman terapeutik berdasarkan kriteria desain menurut Marcus (1999, 2000), McDowell & McDowell (1998), dan Stigsdotter & Grahn (2002). Beberapa usulan rekomendasi diajukan untuk menyempurnakan fungsi healing garden pada aspek-aspek yang kurang sesuai tersebut, yaitu pada aspek fisik dan desain, aspek kualitas, aspek ruang, dan aspek elemen.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

RACHMA KANIA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

(Studi Kasus: Santosa Bandung International Hospital)

Nama : Rachma Kania

NIM : A44051449

Disetujui, Pembimbing

Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si NIP. 19620214 198703 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(6)

dan karunia-Nya sehingga pembuatan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Evaluasi Taman Rumah Sakit sebagai Healing Garden (Studi Kasus: Santosa Bandung International Hospital)“ membahas tentang healing garden yang berada di Santosa Bandung International Hospital, Bandung, Jawa Barat.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan baik materi maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada

1. keluarga tercinta, kedua orang tua Ayah dan Bunda, serta adik atas segala dukungan dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis;

2. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas

bimbingan, arahan, dan nasihatnya dalam penyusunan skripsi ini;

3. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr. dan Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya untuk skripsi ini;

4. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, dukungan, dan nasihatnya dalam pengarahan akademik; 5. Dr. Danny Widjaja, yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian ini

dan membimbing selama pengambilan data berlangsung, serta Dr. Toto Tanumihardja, SpRM dan Dr. Kiki, SpPDJ atas kesediaannya untuk

diwawancara;

6. Ibu Panca, Ibu Naziyah, Bapak Adam, dan pihak SBIH lainnya yang telah membantu pencarian data dan tidak dapat disebutkan satu per satu;

7. keluarga di Cikutra (Opung Djalil, Nini Djuju, Om Fardin, dll.) yang telah

menerima penulis dengan tangan terbuka selama penulis tinggal di Bandung; 8. teman seperjuangan bimbingan (Handika, Dina, Nurina, dan Azi);

(7)

Handika, Hernando, Heru, Hudi, Ian, Jania, Kalla, Kartika, Kartika Sari, Lia, Lisa, Lya, M. Iqbal, M. Mudhofir, M. Rizki, M. Saepulloh, M. Zaini, Mega

A., Mega W., Munawir, Nanang, Nurina, Nur Farida, Puput, Rakhmat, Ramanda, Resa, Rina, Rindha, Rizka, Samuel, Uut, Vabianto, Vella, Yulianti, Yosep, Yolla dan Yuni) atas kebersamaannya dalam empat tahun terakhir, dan kakak kelas ARL 39, 40 dan 41, serta adik kelas ARL 43, 44, dan 45;

11. teman-teman kost Harmoni 2 (Astrid, Febriona, Megawati, Avissa, Santi, Atika, Mutiara, Anggi) atas suka, duka, dan cerita yang dibagi bersama; 12. Arief Rachman, atas doa, dukungan, dan inspirasinya.

Semoga dukungan dan kebaikan yang telah diberikan menjadi amal baik

dan mendapat balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2010

(8)

Rachma Kania, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Desember 1987 dari ayah Firman Rachman Masjhur dan ibu Andanti Roesli. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dengan adik Adinda Rahma Kirana.

Penulis menempuh pendidikan di TK Mutiara Indonesia Jakarta (1992-1993), kemudian melanjutkan pendidikan di SD Adik Irma Suryani Nasution Jakarta (1993-1999), selanjutnya penulis meneruskan pendidikan menengah

pertama di SLTPN 109 Jakarta (1999-2002), dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 81 Jakarta (2002-2005). Selama di SLTP, penulis aktif sebagai anggota di kegiatan ekstrakurikuler Tae Kwon Do dan PMR. Pada saat SMU, penulis aktif di keanggotaan Rohis dan ekstrakurikuler fotografi ZOOM 81.

Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006, penulis diterima di Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis

(9)

DAFTAR TABEL ... v

2.2. Taman dan Hubungannya dengan Kesehatan Manusia ... 5

2.3. Healing Garden ... 7

4.1.1. Santosa International Bandung Hospital ... 27

4.1.2. Sejarah dan Struktur Organisasi ... 28

4.1.3. Visi, Misi, dan Tujuan ... 29

4.2.2. Aspek Pengguna dan Pengelola ... 47

4.2.3. Aspek Terapi ... 61

4.2.4. Elemen Taman ... 62

4.2.5. Fasilitas ... 66

4.3. Evaluasi ... 67

4.3.1. Evaluasi Aspek Fisik ... 74

4.3.2. Evaluasi Aspek Kualitas Tapak ... 75

(10)

4.5. Rekomendasi ... 88

4.5.1. Rekomendasi Aspek Umum ... 94

4.5.2. Rekomendasi Aspek Konsep dan Desain ... 97

4.5.3. Rekomendasi Aspek Terapi ... 98

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1. Simpulan ... 101

5.2. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(11)

Halaman

Tabel 3.1 Jenis, Bentuk dan Sumber Data ... 18

Tabel 3.2 Kriteria Desain Fungsional Berdasarkan Para Ahli ... 19

Tabel 3.3 Kriteria Standar Healing Garden Modifikasi dari McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999), Marcus (2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002) ... 22

Tabel 4.1 Dominasi Taman yang Sering Didatangi ... 48

Tabel 4.2 Kondisi dan Aktivitas Pengunjung Healing Garden SBIH ... 50

Tabel 4.3 Kondisi Pengunjung Setelah Kunjungan ke Healing Garden SBIH 51 Tabel 4.4 Elemen Taman dan Permasalahan di Healing Garden SBIH ... 53

Tabel 4.5 Nilai Penting Taman ... 54

Tabel 4.6 Penjelasan Pasien tentang Nilai Penting Taman ... 54

Tabel 4.7 Persepsi terhadap Nilai Fungsi dan Elemen Taman... 55

Tabel 4.8 Kesan dan Pesan Pengunjung Taman ... 56

Tabel 4.9 Daftar Elemen Lunak di Ketiga Healing Garden ... 63

Tabel 4.10 Daftar Elemen Keras di Ketiga Healing Garden ... 66

Tabel 4.11 Penilaian Kondisi Aktual Healing Garden Lantai Empat Bagian Utara Berdasarkan Kriteria Standar ... 68

Tabel 4.12 Penilaian Kondisi Aktual Healing Garden Lantai Empat Bagian Selatan Berdasarkan Kriteria Standar ... 70

Tabel 4.13 Penilaian Kondisi Aktual Healing Garden Lantai Sembilan Berdasarkan Kriteria Standar ... 72

Tabel 4.14 Hasil Rekapitulasi Penilaian Aktual, Verifikasi Pengamatan Perilaku Pengguna, dan Konfirmasi Responden Taman Lantai Empat Bagian Utara ... 82

Tabel 4.14 Hasil Rekapitulasi Penilaian Aktual, Verifikasi Pengamatan Perilaku Pengguna, dan Konfirmasi Responden Taman Lantai Empat Bagian Selatan ... 84

(12)

Halaman

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 16

Gambar 3.2 Skema Tahapan Penelitian ... 26

Gambar 4.1 Peta dan Tampak Atas SBIH ... 27

Gambar 4.2 Struktur Organisasi SBIH yang Berhubungan dengan Taman 28

Gambar 4.3 Fasilitias dan Layanan Unggulan SBIH ... 29

Gambar 4.4 Denah Healing Garden Lantai Empat ... 31

Gambar 4.5 Denah Healing Garden Lantai Sembilan ... 32

Gambar 4.6 Aksesibilitas Healing Garden Lantai Empat ... 34

Gambar 4.7 Aksesibilitas Healing Garden Lantai Sembilan ... 35

Gambar 4.8 Lokasi dan Aksesibilitas ... 36

Gambar 4.9 Jalur Ramp Pada Taman ... 36

Gambar 4.10 Ruang dalam Taman ... 38

Gambar 4.11 Kualitas Visual Healing Garden Lantai Empat ... 40

Gambar 4.12 Kualitas Visual Healing Garden Lantai Sembilan ... 41

Gambar 4.13 Kualitas Audio Healing Garden Lantai Empat ... 43

Gambar 4.14 Kualitas Audio Healing Garden Lantai Sembilan ... 44

Gambar 4.15 Taman dengan Konsep Taman Cina ... 45

Gambar 4.16 Elemen Keras ... 46

Gambar 4.17 Elemen Lunak ... 47

Gambar 4.18 Spasial Pengamatan Pengguna Healing Garden Lantai Empat ... 59

Gambar 4.19 Spasial Pengamatan Pengguna Healing Garden Lantai Sembilan ... 60

Gambar 4.20 Fasilitas di Taman Lantai Sembilan ... 67

Gambar 4.21 Rekomendasi Healing Garden Lantai Empat Utara ... 91

Gambar 4.22 Rekomendasi Healing Garden Lantai Empat Selatan ... 92

Gambar 4.23 Rekomendasi Healing Garden Lantai Sembilan ... 93

Gambar 4.24 Rekomendasi Aspek Umum ... 94

Gambar 4.25 Rekomendasi Aspek Konsep dan Desain ... 97

(13)

Halaman

(14)

1.1. Latar Belakang

Simonds (1983) menjabarkan bahwa ruang terbuka hijau dikembangkan untuk beberapa fungsi. Fungsi tersebut antara lain dapat meluaskan fungsi dari

sebuah struktur, contohnya seperti area parkir kendaraan di bagian depan sebuah rumah atau halaman belakang yang memperluas ruang makan ataupun dapur. Salah satu dari fungsi yang berkaitan dengan kesehatan adalah terapeutik atau fungsi yang berkaitan dengan pengobatan bagi penggunanya.

Sejak hampir seribu tahun yang lalu, di kawasan Asia dan Barat sudah dipahami bahwa tanaman dan taman dapat bermanfaat dalam proses

penyembuhan pasien di lingkungan perawatan kesehatan (Ulrich, 2002). Namun, penerapan fungsi terapi yang memperhitungkan taman sebagai elemen yang penting dalam proses penyembuhan terhadap pasien di tempat perawatan kesehatan seperti di rumah sakit masih diabaikan.

Dalam beberapa dekade terakhir, telah timbul kesadaran tentang

pentingnya menciptakan lingkungan yang berfungsi efisien, higienis, dan juga menyenangkan serta dapat mengurangi stress. Hal ini didukung dengan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa kondisi psikologis seseorang memiliki pengaruh terhadap kondisi kesehatannya (Ulrich, 2002). Begitu pula dengan kondisi dan situasi yang menyehatkan dan dapat mengurangi stress untuk lebih dipertimbangkan ketika membangun sebuah fasilitas perawatan kesehatan.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang jelas dalam kesembuhan pasien yang cepat dari stress dan peningkatan kesehatan setelah melihat pemandangan alam atau berada di tempat alami (Marcus, 2000). Terdapat bukti ilmiah yang masih sedikit, tetapi berkembang mengenai pandangan

(15)

Kebutuhan penggunaan ruang terbuka hijau yang bersifat menyembuhkan tersebut sangatlah dibutuhkan, terutama di Indonesia, dengan kondisi masyarakat sekarang yang sedang dihimpit oleh berbagai tekanan fisik, psikis, dan kebutuhan hidup. Terdapat banyak rumah sakit yang memiliki potensi untuk menyediakan taman penyembuhan (healing garden)yang dapat membantu penyembuhan pasien yang ada. Salah satunya yang telah menyediakan healing garden adalah Santosa

Bandung International Hospital yang berada di daerah pusat kota Bandung, Jawa Barat. Rumah sakit ini menyediakan healing garden sebagai bagian yang bersinergi dengan pelayanan perangkat klinik, dokter, dan paramedis serta fasilitas dalam mewujudkan fungsi “cure and care”.

Healing garden atau dapat disebut juga taman penyembuhan merupakan suatu konsep perancangan suatu taman atau ruang yang mengaplikasikan ruang

luar sebagai bagian dari terapi terintegrasi dengan kesehatan. Konsep ruang pada taman ini bertujuan untuk meningkatkan daya penyembuhan pasien dengan melihat keindahan taman dan suasana alami sehingga stress selama sakit dapat terobati. Tidak hanya bagi pasien, healing garden ini juga dapat dinikmati dan dikunjungi oleh pengunjung pasien dan karyawan dari rumah sakit tersebut.

Beberapa kualitas dan elemen yang terdapat pada healing garden berdasarkan penelitian dan observasi lapangan telah dilakukan di lebih dari 70 fasilitas kesehatan di AS, Inggris, Canada dan Australia. Kualitas dan elemen tersebut antara lain, mencakup, kesempatan untuk membuat pilihan dan mencari ruang privasi, kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi, kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh, bersentuhan dengan alam, jarak

penglihatan taman, aksesibilitas, rasa aman, kenyamanan fisiologis, ketenangan, keakraban serta desain yang jelas dan tidak abstrak (Marcus, 2000).

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan

1. mengevaluasi konsep dan desain taman berdasarkan fungsi healing garden di Santosa Bandung International Hospital, Bandung, Jawa Barat;

(16)

3. menyusun suatu usulan pemecahan masalah berupa rekomendasi dan saran apabila ditemukan ketidaksesuaian.

1.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah pemahaman mengenai peran ruang terbuka hijau untuk penyembuhan yang diwujudkan dalam bentuk healing garden. Rekomendasi yang diajukan dalam studi ini digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan rancangan healing garden yang sejenis di

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang Terbuka Hijau

Menurut Simonds (1983) ruang terbuka hijau mengasumsikan suatu

karakter arsitektural ketika ruang tersebut tertutup secara keseluruhan ataupun hanya sebagian saja oleh elemen struktural. Ruang terbuka hijau, terbuka ke arah langit, memiliki keuntungan seperti limpahan sinar matahari, pola-pola bayangan, banyaknya udara yang mengalir, warna langit, dan keindahan dari awan-awan yang bergerak.

Selanjutnya, Simonds (1983) juga menjabarkan bahwa ruang terbuka hijau umumnya dikembangkan untuk beberapa fungsi. Fungsi tersebut antara lain dapat meluaskan fungsi dari sebuah struktur, contohnya seperti area parkir kendaraan di bagian depan sebuah rumah atau halaman belakang yang memperluas ruang makan ataupun dapur. Ruang terbuka hijau juga memiliki beberapa fungsi yang

berbeda, seperti pada area rekreasi pada grup asrama atau tempat latihan militer yang diapit oleh barak tentara. Tetapi terlepas dari apakah ruang terbuka hijau tersebut berkaitan atau tidak dengan struktur yang digunakan, ruang tersebut haruslah berada dalam karakter struktur tersebut.

Salah satu bentuk ruang terbuka hijau adalah taman. Taman yang memiliki

fungsi terapeutik bagi penggunanya antara lain disebut dengan healing garden. Suatu konsep perancangan suatu taman atau ruang yang mengaplikasikan ruang luar sebagai bagian dari terapi terintegrasi dengan kesehatan. Konsep ruang pada taman ini bertujuan untuk meningkatkan daya penyembuhan pasien dengan melihat keindahan taman.

Beberapa kualitas dan elemen yang terdapat pada healing garden berdasarkan penelitian dan observasi lapangan telah dilakukan di lebih dari 70 fasilitas kesehatan di AS, Inggris, Canada dan Australia. Kualitas dan elemen tersebut antara lain, mencakup, kesempatan untuk membuat pilihan dan mencari ruang privasi, kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi, kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh, bersentuhan dengan alam, jarak

(18)

2.2. Taman dan Hubungannya dengan Kesehatan Manusia

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan alam yang tepat dapat bermanfaat positif bagi kesehatan manusia. Menurut Tyson, Lambert dan Beattie (2002), hal tersebut dapat mengurangi stress; menurut Parsons and

Hartig (2001) dan Ulrich (1999) dapat meningkatkan kesehatan; dan menurut Ulrich (1984) memandangi alam membantu dalam mengatasi rasa sakit (Smith, 2007). Hasil yang paling memungkinkan dari semua penelitian tersebut adalah keuntungan dalam mengurangi kegelisahan/stress dari pasien, karyawan dan pengunjung (Ulrich, 1984).

Dannenmaier (1995) menjabarkan sebuah studi terkenal dari Ulrich yang

mempelajari dua kelompok dari pasien rumah sakit yang sembuh dari operasi yang sama. Kelompok pasien dengan jendela kamar yang menghadap taman atau suasana alami menjalani rawat inap pasca operasi yang lebih pendek, berkurangnya evaluasi negatif dari perawat, dan mendapat asupan obat atau penahan sakit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan grup pasien dengan

ruang kamar yang sama namun dengan jendela kamar yang menghadapi tembok bata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya pengaruh dari nuansa dan suasana alam terhadap kemampuan seseorang dalam proses penyembuhan dirinya.

Selanjutnya Ulrich menyimpulkan bahwa penciptaan dari desain lanskap atau pemandangan yang natural dapat bermanfaat. Menurutnya, secara umum manusia memilih pemandangan yang alami dibandingkan dengan pemandangan

yang megah atau indah dari lingkungan terbangun perkotaan. Ulrich juga menambahkan bahwa desainer juga harus melihat yang disebut “desain yang mendukung”. Desain yang mendukung antara lain adalah desain yang menyediakan pasien rasa kendali terhadap lingkungan mereka, tempat untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman untuk dukungan sosial, dan pengalihan yang positif untuk pengurangan stress yaitu bersentuhan dengan alam.

(19)

lebih tidak gelisah dan penggunaan obat pengurang rasa sakit yang lebih sedikit (Ulrich, 2000).

Studi mengenai hasil medis lainnya yang dilakukan Ulrich pada tahun 1984 membandingkan catatan kesembuhan dari pasien operasi kandung empedu

yang memiliki akses pandangan keluar jendela yang memperlihatkan pepohonan dan yang menghadap dinding bata. Metode ini meyakinkan bahwa kelompok yang menghadap pepohonan dan yang menghadap dinding bata memiliki umur, berat badan, frekuensi merokok, dan riwayat medis yang serupa untuk menjaga agar factor lainnya tetap dalam keadaan konstan. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan akses pandang menghadap pepohonan memiliki jumlah

hari rawat inap yang lebih pendek dan mengalami komplikasi pasca operasi yang lebih ringan (seperti pusing dan sesak napas) dibandingkan dengan kelompok pasien yang menghadap dinding bata.

Selanjutnya, pasien yang menghadap pemandangan alam ini lebih sering menerima komentar positif dari karyawan mengenai kondisi dalam catatan

medisnya (contohnya, pasien dalam kondisi baik). Sementara itu, mereka yang termasuk dalam kelompok pasien yang kamarnya menghadap dinding bata mendapat komentar evaluasi yang negatif (contohnya, pasien butuh dukungan). Perbedaan signifikan lainnya adalah pasien yang menghadap ke pemandangan alam membutuhkan obat penahan rasa sakit yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasien yang menghadap ke dinding bata (Ulrich, 2002).

Selain itu, Dannenmaier (1995) juga menerangkan tentang Patrick Mooney, seorang profesor arsitektur lanskap di Universitas British Columbia, yang membangun taman di Cedarview Lodge, sebuah fasilitas tempat tinggal untuk pasien Alzheimer di Vancouver, Canada. Taman tersebut meliputi trellis sebagai orientasi pusat taman dan rimbunan pohon yang mengarahkan jalan yang berbelok dan kembali ke tempat masuk tanpa mengalami rintangan atau halangan.

(20)

1990. Pada fasilitas yang tidak memiliki taman, kekerasan tersebut meningkat sebesar 681 persen.

2.3 Healing Garden

Menurut Vapaa (2002), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kata health sebagai suatu kondisi atau keadaan dari fisik, mental dan sosial yang baik dan bukan hanya ketidakhadiran atas penyakit atau

kelemahan belaka. Penggunaan kata healing pada kasus “healing garden” membuat defenisi-defenisi yang telah ada pada umumnya tidak dapat dijadikan pedoman. Manfaatnya lebih berkaitan bahwa taman ini dapat menyembuhkan seseorang, pengurangan rasa stress dan kemampuannya untuk melegakan, menenangkan, meremajakan atau memperbaiki kesehatan mental dan emosi

seseorang. Peranan penting dari taman ini adalah untuk menyediakan perlindungan, memberikan tempat untuk bermeditasi atau untuk menimbulkan sifat yang diinginkan oleh pengguna taman.

Marcus dan Barnes (1999) menerangkan bahwa menurut seorang psikologi lingkungan, Ulrich, pada sebuah taman harus terdapat sejumlah kandungan alam yang dikenal antara lain seperti vegetasi hijau, bunga, dan air (Vapaa, 2002).

Selanjutnya Ulrich mengatakan bahwa memberikan nama pada sebuah taman seperti “healinggarden, taman tersebut harus memiliki unsur therapeutic (nilai pengobatan) atau efek yang bermanfaat pada mayoritas penggunanya. Defenisi Ulrich mengenai healing garden ini lebih sederhana dan membiarkan berbagai macam bentuk yang dapat digunakan garden tersebut sama seperti berbagai macam tingkatan yang dapat dicapai healing. Pemikiran bahwa sebuah taman

harus memiliki elemen seperti vegetasi hijau, tanaman berbunga dan air jadi terbuka untuk dibantah.

Menurut Ulrich (1984) taman terapeutik merupakan area taman yang didesain untuk menyediakan kebutuhan spesifik bagi kelompok pengguna dalam lingkungan perawatan. Taman sejenis ini digambarkan sebagai tempat untuk

(21)

Joanne Westphal, menjelaskan dan mengkategorikan taman terapeutik sebagai berikut:

1. Healing Garden

Taman yang menyediakan kesempatan untuk memulihkan fungsi tubuh.

Fokus utamanya adalah untuk mengembalikan kesehatan dari segi fisik, psikologis, dan spiritual.

2. Enabling Garden

Taman yang menyediakan kebutuhan psikologis bagi penggunanya agar dapat merawat dan meningkatkan kondisi fisik mereka. Taman ini juga meningkatkan sebagian tahap kehidupan dan memungkinkan para pengguna

untuk merawat dan meningkatkan kondisi fisik mereka melalui aktivitas dan membiarkan pertumbuhan dan perkembangan spiritual melalui aktivitas secara kognitif dan yang menenangkan.

3. Meditative Garden

Taman yang didesain secara khusus agar pengguna, baik individu atau

berkelompok, dapat bermeditasi dan berpikir tenang dalam batin. Fokus utamanya adalah merawat secara spiritual dan psikologis dengan penekanan sekunder terhadap kesehatan fisik.

4. Rehabilitative Garden

Taman yang dimaksudkan untuk melakukan secara bersamaan program perawatan terhadap populasi pasien yang ditargetkan dalam tujuan meraih

hasil kesehatan medis yang diharapkan. Fokus utamanya adalah rehabilitasi fisik, sedangkan manfaat sekundernya adalah psikologis dan emosi pasien. 5. Restorative Garden

Taman yang didesain untuk tujuan memperoleh kondisi tubuh yang stabil (homeostasis) dalam kelompok pasien atau pengguna. Fokusnya adalah pada sisi psikologis/emosi dari penggunanya. Tujuan utamanya adalah

(22)

Marcus dan Barnes (1999) menyatakan beberapa prinsip desain healing garden, yaitu sebagai berikut:

1. Menyediakan keragaman ruang

Ruang untuk berkumpul dan ruang untuk menyendiri. Dengan tersedianya

pilihan atas beberapa ruang, akan menciptakan rasa pengendalian pengguna terhadap sekelilingnya yang akan menurunkan tingkat stress. Ruang untuk menyendiri tersedia bagi mereka yang ingin menjauh dari lingkungan rumah sakit. Sedangkan ruang untuk kelompok kecil (seperti anggota keluarga atau penunjang) menyediakan dukungan sosial kepada pasien.

2. Meratanya tanaman

Material keras dikurangi dan material tanaman mendominasi taman. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi penggunaan dari material keras menjadi sepertiga dari keseluruhan taman. Melalui tanaman yang terdapat pada lanskap sekitarnya, pasien dapat merasakan kemajuan pada kesehatannya.

3. Mendukung aktivitas

Taman yang mendukung untuk aktivitas berjalan sebagai bentuk latihan yang berkaitan dengan penurunan tingkat depresi.

4. Menyediakan pengalihan yang positif

Pengalihan yang alami seperti tanaman, bunga, water features menurunkan tingkat stress. Kegiatan lainnya seperti bekerja dengan tanaman dan berkebun

juga dapat menyediakan pengalihan yang positif di taman. 5. Meminimalisasi gangguan

Faktor-faktor yang negatif seperti kebisingan kota, asap dan cahaya buatan diminimalisasi di taman. Pencahayaan yang alami dan bunyi merupakan tambahan dari efek positif pada taman.

6. Meminimalisasi ketidakjelasan (ambigu)

(23)

elemen taman yang dapat diidentifikasi haruslah terdapat pada desain taman. Seni yang abstrak pada fasilitas dan taman seringkali tidak tepat.

Menurut Stigsdotter dan Grahn (2002), sebuah healing garden memiliki kriteria sebagai berikut:

1. mempertimbangkan siapa pengguna utama dan tingkat kekuatan mentalnya; 2. menstimulasi kelima panca indra;

3. mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif;

4. memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pengguna melalui cara yang suportif dan positif;

5. memiliki akses yang mudah dicapai.

McDowwel dan McDowwel (1998) menyatakan bahwa elemen desain pada healing garden adalah

1. pembuatan pintu masuk khusus yang mengundang dan mengajak pengunjung ke taman;

2. penyediaan elemen air untuk efek psikologi, spiritual, dan fisik;

3. penggunaan warna dan pencahayaan yang kreatif (dapat dengan tanaman atau cahaya buatan) untuk mendatangkan emosi, ketenangan dan kekaguman kepada pengunjung;

4. penekanan (emphasis) terhadap aspek alami, seperti penggunaan material batu, kayu, pagar alami, atau angin, suara, dan lain-lain;

5. penggabungan dengan seni untuk meningkatkan keseluruhan nilai taman;

6. penggunaan elemen pada taman yang menarik binatang liar dan menyediakan habitat bagi keanekaragaman jenis binatang tersebut.

Penting untuk mengingat bahwa healing (penyembuhan) tidak sama dengan cure (menyembuhkan). Menurut Marcus (2007), sebuah taman tidak dapat memperbaiki kaki yang patah atau menyembuhkan kanker, tapi manfaat yang dapat diperoleh, antara lain, adalah

a. memfasilitasi pengurangan stress yang dapat membantu tubuh untuk meraih keadaan yang lebih seimbang;

b. membantu pasien membangkitkan daya sembuh yang berasal dari dalam diri; c. membantu pasien menenangkan diri dalam kondisi medis yang tidak dapat

(24)

d. menyediakan tempat bagi karyawan untuk melaksanakan terapi fisik, terapi holtikultur, dan lain-lain;

e. menyediakan tempat bagi karyawan untuk sejenak melepas stress dari pekerjaan;

f. menyediakan tempat yang nyaman bagi pasien dan pengunjung untuk berinteraksi terlepas dari suasana rumah sakit.

Istilah lainnya untuk menyebut taman yang memiliki fungsi-fungsi di atas adalah terapeutik, restoratif, rehabilitatif. Smith (2007) menyatakan bahwa beberapa tujuan desain pada lingkungan yang bersifat terapeutik termasuk:

a. meningkatkan kondisi kerja;

b. menyediakan aksesibilitas ke alam;

c. menenangkan dan ramah terhadap pengguna;

d. menggabungkan jarak penglihatan dan perhatian visual ke dalam/ke luar taman;

e. menyediakan keamanan dan perasaan aman;

f. meningkatkan perasaan untuk mengontrol lingkungan sekitar; g. menstimulasi kelima panca indera;

h. menekankan perbedaan yang jelas dengan keadaan ruang dalam (interior); i. menyeimbangkan variasi desain fungsional dan estetika.

Menurut Marcus (2007), aktivitas yang potensial, baik aktif atau pasif, untuk dilakukan pada healing garden antara lain melihat pemandangan dari

jendela, duduk-duduk di taman, beristirahat, meditasi, berdoa, latihan rehabilitasi yang ringan, berjalan menuju area tertentu, makan, membaca, mengerjakan sesuatu di ruang luar, berjalan-jalan mengelilingi taman, anak-anak bermain di taman, berkebun dengan semak berbunga, olahraga ringan. Pendapat ini berdasarkan pedoman yang menyatakan bahwa taman membantu mengurangi stress hingga pada tingkat bahwa taman

a. menciptakan kesempatan untuk pergerakan fisik dan latihan;

b. menciptakan kesempatan untuk menentukan pilihan, mencari privasi dan dukungan sosial;

(25)

d. menyediakan akses ke alam dan pengalihan yang positif lainnya.

Healing garden populer sekarang ini, tetapi konsep tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Menurut Gerlach-Spriggs, Kaufman, dan Warner (1998), healing garden bagi orang yang sakit telah menjadi bagian dari lanskap

penyembuhan sejak jaman Medieval. Taman-taman seperti itu telah menjadi bagian dari rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan akhir-akhir ini perawatan di rumah bagi orang cacat dan manula.

2.4. Taman Rumah Sakit

Taman merupakan sebuah hal fenomenal yang telah berusia beberapa ratus tahun, dan dianugerahi sebagai tempat untuk menyehatkan sejak dibentuk pada masa-masa awalnya (Stigsdotter dan Grahn, 2002). Hal tersebut mengawali

penggunaan taman pada fasilitas rumah sakit dan kesehatan lainnya dalam waktu yang cukup lama. Pemikiran tentang hubungan yang ada antara kesehatan dengan taman dapat ditelusuri sejak jaman Medieval, Kekaisaran Romawi, dan sejauh Kekaisaran Persia.

Penting untuk menunjukkan bahwa studi tentang healing garden yang telah dilakukan berkaitan dengan rumah sakit dan fasilitas perawatan kesehatan.

Marcus dan Barnes (1999) melakukan studi tentang ruang outdoor pada rumah sakit. Sebagai bagian dari studi ini, mereka mempelajari healing garden sebagai bagian dari tempat perawatan kesehatan. Marcus dan Barnes (1999) menggunakan perpaduan antara observasi perilaku dan metode interview dalam mengevaluasi empat taman rumah sakit di California. Mereka menemukan bahwa penyembuhan dari stress, termasuk perbaikan suasana hati, merupakan hasil terbanyak dari

keuntungan yang dirasakan oleh hampir semua pengguna taman baik pasien, keluarga, maupun karyawan (Ulrich, 2002).

Menurut Marcus dan Barnes (1999) terdapat tiga tipe taman yang terdapat pada rumah sakit, yaitu Healing Garden, Meditation Garden, dan Sanctuary

(26)

diberikan untuk menciptakan lingkungan yang memiliki unsur terapeutik (nilai pengobatan).

Selanjutnya, tipe taman yang kedua, meditation garden didefinisikan sebagai sebuah taman tertutup yang kecil, sangat tenang secara khusus diberi label

atau nama oleh pemilik dan/atau sang desainer. Taman-taman ini memiliki manfaatnya tersendiri pada tempat perawatan kesehatan. Meditation garden merupakan aset karena menyediakan ruang yang tenang dan bersifat kontemplasi di area rumah sakit. Istilah meditation mengindikasikan bahwa ruang tersebut memindahkan dari aktivitas yang mengalihkan perhatian, seperti makan, merokok, dan lain-lain. Bagaimanapun juga, pemikiran tentang meditation garden tidak

didesain secara utuh, membuat pengguna ruang tersebut memiliki kesadaran diri dikarenakan oleh ukuran dan lokasinya. Selain itu, dengan memberi label taman tersebut dengan meditation garden, beberapa pengguna potensial dari tapak dapat berkurang minatnya untuk menggunakan ruang tersebut jika mereka berpikir taman tersebut hanya digunakan untuk tujuan meditasi atau ibadah. Tetapi,

kerugian ini membantu menekankan fakta bahwa taman adalah ruang personal. Lokasi yang lebih baik bagi taman dengan tipe ini mungkin pada rumah pribadi dan fasilitas perawatan kesehatan alternatif karena tempat-tempat ini mendukung penggunaan terapi alternatif dan lengkap. Meditation garden pada area perumahan dapat membuat pengguna untuk memanfaatkan aspek yang bersifat meditasi dan kontemplasi pada tipe taman ini karena ini merupakan taman personal milik

penggunanya.

Tipe ketiga dari taman, sanctuary garden, apa yang disebut dengan perlindungan alam; secara umum sebagai perlindungan alami atau kehidupan liar yang dapat diakses yang menyediakan pengalaman outdoor, terutama bagi para karyawan pada jam makan siang mereka (Vapaa, 2002). Selanjutnya, manfaat memiliki perlindungan alam pada tapak sangat banyak, pada satu sisi, ruang

dengan tipe seperti ini

1. dapat mengambil manfaat dari lanskap alami di sekitar rumah sakit ketika berlokasi di luar kota;

(27)

3. dapat menyediakan rute latihan yang dapat menarik karyawan ke luar ruangan ketika beristirahat;

4. dapat menyediakan sumber pendidikan dan komunitas.

Selain itu, perlindungan alam tidak dapat digunakan secara bebas seperti

pada halaman. Tergantung pada iklim lokal, perlindungan alam tersebut mungkin tidak dapat digunakan sepanjang tahun. Hal ini dapat mengembangkan persoalan mengenai pengawasan pada unit keamanan. Lokasi dari tipe ruang outdoor ini dapat menjadi manfaat bagi rumah sakit walaupun pengunjung yang banyak dapat dicapai jika ruangnya tersedia untuk di luar fasilitas perawatan kesehatan, seperti perumahan dan tempat-tempat bisnis. Jika perhatian khusus pada detail dan desain

pada ruang-ruang ini di perumahan dipertimbangkan, maka ruang inipun dapat membuat semua orang untuk menikmati manfaat dengan berada di dalamnya (Vapaa, 2002).

Menurut Ulrich (1999), fakta yang menunjukkan stress merupakan permasalahan yang mendalam, tercatat secara resmi, dan masalah penting yang

terkait dengan kesehatan di rumah sakit mengimplikasikan penemuan utama bahwa penyembuhan adalah kunci dalam memotivasi seseorang untuk menggunakan taman pada fasilitas kesehatan.

Teori Ulrich mengenai taman yang suportif sebagai tempat pelepasan stress merupakan salah satu contoh tipe penelitian yang menggambarkan alam sebagai komponen penting pada lingkungan perawatan. Pasien yang kontak

langsung dengan alam telah menunjukkan tingkat ketahanan terhadap rasa sakit yang lebih tinggi menurut Smith (2007).

Selanjutnya, seorang administrator rumah sakit nasional di Amerika Serikat telah mengevaluasi peran taman dalam pasar persaingan yang tinggi dari manajemen perawatan dan keefektifan taman tersebut untuk meningkatkan kualitas perawatan dan kepuasan pasien atau konsumen. Kemudian, administrator

tersebut mendukung pembuatan taman sebagai fasilitas yang efektif dalam membantu rumah sakit untuk mencapai identitas pasar yang positif dan selanjutnya akan meningkatkan segi ekonomi dan finansialnya (Ulrich, 2002).

(28)

Pertimbangan juga harus mencantumkan misi dari institusi dan hubungan dengan komunitasnya, serta

1. memiliki area masuk yang mudah ditemukan dan sirkulasi yang jelas; 2. memiliki aksesibilitas yang baik;

3. memiliki akses ke area pribadi;

4. memiliki tempat duduk yang memfasilitasi interaksi social; 5. memiliki kesempatan untuk berlatih;

6. memiliki kontak dengan alam; 7. mendukung rasa akan bermasyarakat;

8. meningkatkan kesan yang baik terhadap institusi;

(29)

U

Tanpa Skala

Sumber gambar: Situs Indotravelers

dan situs SBIH, April (2009) 3.1. Tempat dan Wakt

Penelitian dilaku (CBD) Bandung, Jawa Hospital. Tapak berupa persiapan, pengumpulan

sampai Oktober 2009 da

G

Peta BAB III

METODOLOGI

ktu Penelitian

kukan di kawasan pusat kota atau Central Busine wa Barat, tepatnya di Santosa Bandung Int pa healing garden pada lantai empat dan sembil lan, dan pengolahan data dilakukan dari bulan

dan penyusunan skripsi dilakukan dari November

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

ness District nternational mbilan. Waktu lan Agustus

(30)

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan literatur dari studi pustaka dan data dari lokasi studi. Alat yang digunakan adalah kuesioner untuk survei, tabel kriteria standar untuk penilaian terhadap healing garden, alat tulis, alat gambar, kamera, dan perangkat komputer dengan program yang mendukung.

3.3. Metode dan Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi persiapan, inventarisasi data, analisis, evaluasi, dan sintesis untuk memformulasikan hasil analisis.

3.3.1. Persiapan

Pada tahap pertama ini, dilakukan desk study untuk menyusun konsep dan kriteria evaluasi berdasarkan studi pustaka seperti artikel, paper, skripsi, tesis,

jurnal, atau makalah yang terkait dengan permasalahan. Hasil studi yang diperoleh kemudian dianalisis. Melalui berbagai sumber-sumber tersebut, dicari berbagai pendapat baik yang sama maupun berbeda mengenai definisi dan konsep healing garden, perumusan kriteria desain fungsional healing garden menurut beberapa ahli yang dianggap mewakili, dan data lainnya yang terkait. Studi pustaka ini

berperan dalam mengumpulkan dan memilah berbagai sumber informasi yang didapatkan sebelum memulai penelitian. Selanjutnya, dilakukan pengenalan terhadap tapak dengan mendatangi langsung lokasi penelitian, serta mengenai data apa saja yang akan diambil. Selain itu, mempersiapkan masalah administrasi yang diperlukan untuk kepentingan penelitian, seperti surat perizinan penelitian, proposal dan lain-lain.

3.3.2. Inventarisasi

Tahap ini merupakan tahap pengambilan data di lapangan, yaitu peneliti pengumpulan data secara langsung di lokasi penelitian. Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui keadaan tapak sebenarnya sebagai acuan untuk dianalisis. Data

(31)

Tabel 3.1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data

a. Kondisi fisik tapak (letak, aksesibilitas, luas, dan batas tapak)

Observasi lapang dan lokasi studi

b. Konsep dan denah rancangan awal healing garden

Observasi lapang dan lokasi studi

c. Zonasi ruang dan area yang ada Observasi lapang

d. Kualitas pada tapak Observasi lapang, dan

studi pustaka

e. Elemen taman (cahaya, tanaman, warna,

wangi, suara)

Observasi lapang dan studi pustaka

2. Aspek

pengguna

a. Pengetahuan dan pendapat pengguna

mengenai healing garden

Wawancara dan survei sederhana

b. Identitas pengguna (nama, umur, pekerjaan)

Wawancara dan survei sederhana

c. Jumlah, jenis, dan kriteria pengguna Wawancara dan survei

sederhana d. Bentuk aktivitas dan tujuan pengguna yang

datang ke healing garden

Wawancara dan survei sederhana

e. Pengaruh adanya healing garden menurut pengguna

Wawancara dan survei sederhana

f. Pola perilaku pengguna Observasi lapang

3. Aspek

terapi

a. Program/aktivitas terapi yang telah ada Wawancara

b. Kriteria kondisi pasien dalam melaksanakan terapi

Wawancara c. Kriteria kegiatan terapi yang dapat

dilakukan di ruang luar

Wawancara

d. Fasilitas yang dibutuhkan dalam terapi Wawancara

e. Kriteria desain taman terapi Studi pustaka

Penjelasan mengenai data yang dikumpulkan dideskripsikan sebagai berikut.

1. Data mengenai denah rancangan fisik dan konsep awal healing garden seperti lokasi, aksesibilitas, luas, dan batas tapak diperoleh dari lokasi studi. Selanjutnya, dianalisis kesesuaiannya berdasarkan kriteria desain fungsional modifikasi dari McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000), serta Stigsdotter dan Grahn (2002) yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

2. Konsep dan denah rancangan awal dari healing garden diperoleh untuk mengetahui kesesuian konsep taman dengan konsep dari healing garden yang memiliki kriterianya tersendiri. Denah rancangan awal diperoleh untuk membandingkan perubahan yang terjadi antara rancangan awal dengan

(32)

Tabel 3.2 Kriteria Desain Fungsional Berdasarkan Para Ahli

Sumber: McDowwel dan McDowwel (1998), Marcus (1999, 2000), Stigsdotter dan Grahn (2002) 3. Data zonasi, ruang, kualitas, dan elemen pada tapak diamati dari observasi

lapang. Data tersebut memberi gambaran mengenai aspek desain tapak secara

keseluruhan agar dapat dievaluasi kesesuaiannya dengan konsep dari healing garden.

No Kriteria Healing Garden Aspek yang Dinilai di Tapak Aktual Menurut McDowwel dan McDowwel (1998)

1. Pintu masuk khusus yang mengundang

dan mengajak pengunjung ke taman

Fisik (aksesibilitas) 2. Elemen air untuk efek psikologi,

spiritual, dan fisik

Elemen taman (elemen pendukung)

3. Penggunaan warna dan pencahayaan

yang kreatif

Kualitas tapak (pencahayaan dan warna) 4. Penekanan (emphasis) terhadap aspek

alami

Fisik (area), kualitas tapak (pemandangan)

5. Penggabungan dengan seni Elemen taman (elemen pendukung)

Menurut Marcus (1999, 2000)

1. Keragaman ruang Ruang-ruang taman (jenis/macam )

2. Meratanya material hijau Fisik (area)

3. Mendukung aktivitas Sosial dan aktivitas (jenis aktivitas)

4. Menyediakan pengalihan yang positif Kualitas tapak (pemandangan, penciuman,

pendengaran, perabaan)

5. Meminimalisasi gangguan Kualitas tapak (keamanan)

6. Meminimalisasi ketidakjelasan(ambigu) Kualitas tapak (kenyamanan)

7. Kesempatan untuk membuat pilihan dan

mencari ruang privasi

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

8. Kesempatan yang mendukung untuk

bersosialisasi

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

9. Kesempatan untuk pergerakan fisik dan

gerak tubuh

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

10. Bersentuhan dengan alam Fisik (area)

11. Jarak penglihatan taman Fisik (luasan)

12. Aksesibilitas Fisik (aksesibilitas)

13. Rasa aman Kualitas tapak (keamanan)

14. Kenyamanan fisiologis Kualitas tapak (kenyamanan, keamanan)

15. Ketenangan Kualitas tapak (kenyamanan)

16. Keakraban Kualitas tapak (kenyamanan)

17. Desain yang jelas dan tidak abstrak Ruang taman (desain area dan ruang)

Menurut Stigsdotter dan Grahn (2002)

1. Mempertimbangkan siapa pengguna

utama dan tingkat kekuatan mentalnya

Sosial dan aktivitas (Jenis pengunjung)

2. Menstimulasi kelima panca indra Kualitas tapak (pemandangan, penciuman,

pendengaran, perabaan)

3. Mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif Ruang-ruang taman (jenis/macam)

4. Berkomunikasi dengan pengguna melalui

cara yang suportif dan positif

Ruang-ruang taman (desain area dan ruang), kualitas tapak (pemandangan, penciuman, pendengaran, warna, keamanan, kenyamanan)

(33)

4. Data mengenai pengguna adalah tentang pengetahuan dan pendapat pengguna mengenai healing garden¸ identitas pengguna, jumlah dan jenis pengguna, bentuk aktivitas dan tujuan pengguna, serta pendapat mereka dengan keberadaan healing garden dan pengaruh apa yang dirasakan. Data tersebut diperoleh dengan serangkaian pertanyaan sederhana pada survei yang dilakukan pada pengunjung taman. Hasilnya digunakan dalam analisis untuk

mengetahui seberapa jauh healing garden ini berpengaruh terhadap penggunanya.

5. Data mengenai pola perilaku pengguna healing garden diperoleh langsung dari observasi ke lapangan dengan mengamati pergerakan dan perilaku

pengguna serta pusat aktivitas selama berada di tapak. Pengamatan dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari untuk melihat pada waktu mana pengguna

paling banyak mengunjungi tapak. Pengamatan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan data yang sesuai.

6. Data mengenai aspek terapi meliputi program/aktivitas terapi yang telah ada,

kriteria kondisi pasien dalam melaksanakan terapi, kriteria kegiatan terapi yang dapat dilakukan di ruang luar, dan fasilitas yang dibutuhkan dalam

terapi. Data tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap dokter spesialis tertentu sebagai bahan rujukan dalam melakukan evaluasi.

7. Data mengenai kriteria desain taman terapi didapatkan dari studi pustaka berdasarkan teori Marcus McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002). Kriteria ini kemudian dimodifikasi dan dijadikan rujukan sebagai bahan pembanding dalam menentukan desain

healing garden yang tepat.

Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang berupa data fisik dan non fisik. Data primer diperoleh dengan observasi lapang, teknik wawancara, dan kuesioner sederhana. Data sekunder

sebagai data penunjang yang tidak didapatkan dari observasi lapang diperoleh melalui kepustakaan atau dokumen seperti profil instansi terkait.

(34)

untuk mendokumentasikan kegiatan lapang dan gambaran tapak, karakter lanskap dan lingkungan sekitarnya, serta mengamati aktivitas dan perilaku pengguna tapak. Situasi dan kondisi taman dan perilaku pengguna tapak yang diamati yaitu pada pada pagi, siang dan sore hari.

b. Wawancara dan kuesioner dilakukan untuk memperoleh data dan informasi dari pengguna tapak yaitu pasien dan pengunjung pasien, serta

pihak-pihak yang bersangkutan. Data yang didapatkan berkaitan dengan kondisi desain tapak aktual, kondisi sosial pengguna dan aspek terapi yang berpengaruh. Wawancara dilakukan terhadap dokter spesialis yang bersangkutan dalam menangani terapi yang dapat dilakukan di ruang luar,

sedangkan kuesioner ditanyakan kepada pengguna tapak. Pengguna tapak yaitu pasien dan pengunjung pasien yang menggunakan tapak sehari-hari.

Kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode sampling yang ditentukan secara sistematik, yaitu pengunjung yang datang ke taman pada urutan nomor ganjil. Jumlah responden yang disurvei berjumlah 42 orang.

3.3.3. Analisis

Pada tahap ini dilakukan pengamatan, penilaian, dan pencatatan terhadap desain healing garden aktual yang terdapat di tapak. Hasil tersebut kemudian dibandingkan kesesuaiannya dengan kualitas standar healing garden dan komponennya menurut kriteria McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999,

2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002). Analisis yang digunakan dalam penilaian kriteria desain fungsional healing garden ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis kondisi aktual taman dilakukan dengan format yang dimodifikasi dari penilaian Key Performance Index (KPI) menurut Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto, dan Damayanti (2008).

KPI didapatkan berdasarkan perbandingan nilai aktual (lapang) dengan nilai standar. Nilai aktual memiliki kisaran nilai dari 1 sampai 3. Sedangkan nilai standar adalah 3. Kisaran nilai dari hasil pembagian tersebut adalah 0,33 hingga 1. Kisaran tersebut memiliki kriteria kesesuaian standar, dimana 0,33 KPI < 0,67 berarti “Tidak sesuai kriteria standar”, dan kisaran KPI 0,67 berarti “Sesuai

(35)

kriteria”, nilai 2 berarti “Kurang sesuai menurut kriteria”, dan nilai 3 berarti “Sesuai menurut kriteria”.

Penilaian kriteria standar desain fungsional healing garden menggunakan tabel checklist (Tabel 3.3). Indikator dari komponen-komponen healing garden disusun berdasarkan kualitas standar yang ditetapkan menurut McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002).

Penilaian dilakukan berdasarkan interpretasi penulis terhadap setiap komponen indikator. Interpretasi tersebut dinyatakan berdasarkan acuan standar tersebut. Pada Tabel 3.3 terdapat contoh penilaian dan perhitungannya untuk komponen pertama (Fisik) dengan nilai KPI sebesar 0,6.

Tabel 3.3 Kriteria Standar Healing Garden Modifikasi dari McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000), Stigsdotter dan Grahn (2002)

No

Kompo-nen Indikator Kualitas Standar

Nilai

1. Fisik Aksesibilitas Akses yang mudah dicapai,

aksesibilitas 2 3

Area Penekanan (emphasis) terhadap

aspek alami, bersentuhan dengan alam dan meratanya material hijau

1 3

Luasan Tidak terlalu sempit, jarak

penglihatan pada taman 2 3

Penekanan (emphasis) terhadap aspek alami

Menyediakan pengalihan yang positif, menstimulasi kelima panca indra

Pencahayaan Tidak terlalu gelap/terang, bayangan alami dan sinar matahari cukup/tidak berlebihan Penggunaan warna dan

pencahayaan yang kreatif

Warna Tidak monoton, perpaduan yang

kreatif dengan kualitas lain

Penciuman Menimbulkan wangi yang

menenangkan

(36)

Lanjutan Tabel 3.3

No

Kompo-nen Indikator Kualitas Standar

Nilai

Pendengaran Tidak gaduh, suara alami Menyediakan pengalihan yang positif, menstimulasi kelima panca indra

Perabaan Tekstur dari material yang

beragam,

Menyediakan pengalihan yang positif, menstimulasi kelima panca indra

Keamanan Memberi rasa aman, tidak

membahayakan Bebas vandalisme Meminimalisasi gangguan

Kenyamanan Suhu nyaman, kenyamanan

fisiologis

Desain jelas dan tidak abstrak, meminimalisasi ketidakjelasan

Desain yang jelas dan tidak abstrak, tidak disorientasi

Jenis/macam Kesempatan untuk membuat

pilihan dan mencari ruang privasi Kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi

Keragaman ruang, kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh, mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif

Luasan Tidak sempit, nyaman

Sirkulasi Nyaman, tidak panas

Jumlah

4. Elemen

taman

Soft material Jenis tanaman lokal

Bentuk ornamental dan tidak abstrak

(37)

Lanjutan Tabel 3.3

Keterangan:

* Nilai 1 : tidak sesuai dengan kriteria standar Nilai 2 : kurang sesuai dengan kriteria standar Nilai 3 : sesuai dengan kriteria standar **KPI: Key Performance Index

*** Format tabel berdasarkan modifikasi dari Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto, dan Damayanti (2008)

3.3.4. Evaluasi

Setelah analisis dilakukan, selanjutnya adalah evaluasi desain healing garden dengan kriteria desain yang fungsional menurut McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000), serta Stigsdotter dan Grahn (2002). Evaluasi ini

dilakukan untuk mendapatkan nilai KPI yang menggambarkan perbedaan kualitas dari healing garden, bagian atau komponen tamannya antara kondisi aktual dengan kualitas standar bagi setiap indikator. Nilai KPI diperoleh dari perhitungan yang dilakukan, yaitu membagi jumlah nilai yang berada di kolom Nilai Lapang dengan jumlah nilai yang berada di kolom Nilai Standar (Tabel 3.3). Nilai lapang, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan nilai yang didapatkan melalui pengamatan kondisi aktual healing garden terhadap semua indikator.

No Kompo-nen Indikator Kualitas Standar Lapang* Nilai Standar Nilai KPI **

4. Elemen

taman Hard

material

Jenisnya berupa jalur jalan dan site furniture (bangku taman, tempat

Elemen air untuk efek psikologi, spiritual, dan fisik

Penggabungan dengan seni, benda seni yang tidak abstrak dan ambigu

Jumlah

(38)

Nilai standar adalah nilai maksimum yang terdapat pada setiap indikator. Hasil penilaian KPI berupa nilai selang antara nilai terendah 0,33 dan nilai tertinggi 1.

Konfirmasi atau verifikasi dilakukan terhadap fungsi yang berdasarkan ada atau tidaknya program aktivitas terapi yang dilakukan terhadap proses penyembuhan pasien, tinjauan pustaka terhadap kriteria desain taman yang seharusnya, dan konsultasi dengan dokter spesialis mengenai aspek terapi. Aspek

terapi yang dikonfirmasi adalah mengenai jenis terapi yang dapat dibawa ke ruang luar dan fasilitas yang dibutuhkannya. Hasil yang akan didapatkan berupa simpulan apakah healing garden tersebut sesuai atau tidak secara keseluruhan dan apakah terdapat pengaruh terhadap penggunanya dengan keberadaan healing

garden tersebut. 3.3.5. Sintesis

Tahapan ini dilakukan dengan mengembangkan hasil analisis dan evaluasi yang telah dilakukan mengenai kesesuaian desain taman menurut definisi dari healing garden menurut para ahli dan bagaimana pengaruh healing garden terhadap penggunanya. Simpulan diperoleh berdasarkan hasil analisis dan evaluasi terhadap penilaian kriteria standar desain fungsional healing garden, keadaan

sosial dari pengguna taman yang diperoleh dari hasil survei dengan kuesioner sederhana serta data dari aspek terapi, serta adanya potensi dan kendala dari healing garden yang mempengaruhi penggunanya. Hasil simpulan tersebut dapat berupa sesuai atau tidaknya healing garden tersebut dengan kriteria desain yang fungsional menurut McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002) dan peran healing garden tersebut dalam

keberadaannya di lingkungan rumah sakit.

Jika hasil yang didapatkan menyatakan bahwa healing garden tersebut sesuai menurut kriteria desain yang fungsional menurut para ahli dan adanya pengaruh yang positif dari keberadaan taman tersebut di lingkungan rumah sakit,

(39)

(1998), Marcus (1999, 2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002) serta tidak terdapatnya pengaruh positif yang didapatkan dari keberadaan tapak. Solusi dapat berupa suatu usulan program mengenai pemanfaatan tapak secara maksimal atau berupa usulan rancangan healing garden.

3.4 Alur Penelitian

Berikut adalah skema alur penelitian berlangsung yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Skema Tahapan Penelitian Verifikasi

D. Zonasi ruang yang ada E. Elemen taman (cahaya,

Kriteria desain fungsional (McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000) serta Stigsdotter dan Grahn (2002):

- Penggunaan warna dan pencahayaan yang kreatif

- Penekanan (emphasis) terhadap aspek alami - Kesempatan yang mendukung untuk

bersosialisasi

- Meminimalisasi gangguan - Menstimulasi kelima panca indra - dll.

Healing garden

Taman

Konfirmasi

Evaluasi

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum

4.1.1. Santosa International Bandung Hospital

Lokasi penelitian dilakukan di Santosa International Bandung Hospital (SBIH) di Jl. Kebonjati nomor 38 di kawasan Central Business District (CBD)

Bandung, Jawa Barat, dengan ketinggian berkisar 709 mdpl. Tapak berupa tiga healing garden: dua taman terletak di lantai empat dan satu taman di lantai sembilan. Curah hujan rata kota Bandung adalah 190,2 mm/bulan, suhu rata-rata adalah 27,8oC, dan Thermal Humidity Index (THI) adalah 26. Batas dari SBIH adalah sebagai berikut:

a. Utara : Jl. Stasiun Barat, rel kereta api (Perumka)

b. Selatan : Jl. Kebonjati, pertokoan dan perkantoran c. Barat : Pertokoan Pusat Tekstil Bandung

d. Timur : Pemukiman penduduk

Gambar 4.1 Peta dan Tampak Atas SBIH

Pusat

Tekstil

Bandung

Sumber: Situs SBIHdan Google Maps, April (2009)

Stasiun Bandung

U

Pemukiman

Penduduk

(41)

4.1.2. Sejarah dan Struktur Organisasi

Rumah sakit yang berdiri di atas lahan seluas 1.3 Ha dengan total luas bangunan 36.000 m2 ini dibangun mulai dari tahun 2002, dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) pada tanggal 4 November 2006, sedangkan healing garden yang ada di rumah sakit ini sudah

diselesaikan pelaksanaannya sejak 2004. Proses pembangunannya menggunakan bantuan konsultan dari Australia, Dr. Roger Boyd, dan konsultan mutu dari SES (Senior Experten Service) Germancentre. Pemilik sekaligus Presiden Direktur dari SBIH adalah Drs. Jahja Santoso, Apt. Struktur organisasi dapat dilihat pada

gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Struktur Organisasi SBIH yang berhubungan dengan taman

President Director

Chief Medical Officer Chief Operating Officer

IT

ISS Laundry Apartment Garden

Ambulatory

IT : Information Technology

K3RS : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Rumah Sakit SM : Senior Manager

HR-GA : Human Resources and General Affairs HRD : Human Resources Development

ISS : Integrated Service Solution (Outsource

(42)

4.1.3. Visi, Misi, dan Tujuan

Visi dari SBIH ini adalah untuk menjadi rumah sakit internasional unggulan di Indonesia. Misinya adalah memberikan pelayanan medis, keperawatan, dan perhotelan dengan standar profesional yang setinggi mungkin, ikut berpartisipasi dalam pendidikan dan riset di bidang kedokteran, serta

memberikan suasana pelayanan rumah sakit yang nyaman, aman, ramah, efisien, dan efektif. Tujuannya adalah menjadi rumah sakit unggulan dalam pelayanan medis khususnya bidang jantung dan saraf. Motto dari SBIH adalah “Friendly and Caring”.

4.1.4. Fasilitas

SBIH terdiri dari sembilan lantai dan dua basement untuk parkir.

Dilengkapi dengan peralatan medis yang canggih dan didukung oleh lebih dari 50 dokter full time dan 120 dokter spesialis part time, tenaga medis dan paramedis, serta 400 tempat tidur dengan standar internasional. Fasilitas lainnya yang tersedia di SBIH adalah studio apartment untuk keluarga pasien, healing garden (taman penyembuhan), dan helipad untuk evakuasi pasien melalui udara (Gambar 4.3).

Sumber: Survei, Agustus (2009) (a) Pintu masuk depan SBIH

Sumber: Survei, Agustus (2009) (b) Tampak depan SBIH

Sumber: Situs SBIH, April (2009) (c) Helipad

(43)

4.1.5. Layanan Unggulan

Terdapat banyak layanan spesialis atau sub-spesialis yang tersedia di SBIH dengan layanan unggulannya berupa Neuroscience Centre (Pusat Pengobatan Penyakit Saraf & Stroke), Cardiac Centre (Pusat Pengobatan Penyakit Jantung &

Pembuluh Darah), Minimally Invasive Surgery (Bedah Laparoskopi), dan Skin Health & Beauty Centre. SBIH telah mendapatkan sertifikat 'Penuh Tingkat Lengkap' dari Departemen Kesehatan RI.

4.1.6. Rekan Kerja dan Perusahaan

SBIH bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,

dan juga menjalin kolaborasi dengan institusi/rumah sakit di luar negeri seperti Singapore dan Australia. Selain itu, juga terdapat kerja sama dengan bank, rumah sakit dalam negeri, perusahaan asuransi, hotel, dan perusahaan-perusahaan lainnya.

4.2. Tapak HealingGarden

Terdapat tiga healing garden di SBIH yang menjadi tempat penelitian,

yaitu dua taman yang berada di lantai empat, pada bagian utara dan selatan gedung, serta healing garden yang berada di lantai sembilan atau lantai paling atas dari SBIH. Berikut akan dibahas mengenai aspek desain dan fisik dari ketiga taman tersebut, aspek pengguna dan pengelola dari taman, dan keberadaan aspek terapi berdasarkan masing-masing healing garden.

4.2.1. Aspek Fisik dan Desain a. Data fisik tapak

Luasan ketiga tapak adalah sebagai berikut: taman lantai empat bagian utara kurang lebih 857,03 m2, taman lantai empat bagian selatan kurang lebih 474,09 m2, dan taman lantai sembilan kurang lebih 823,64 m2. Letaknya yang berada di lantai atas membuat healing garden ini tergolong sebagai roof garden atau taman atap, dengan batas tapak sekelilingnya berupa dinding gedung atau

(44)
(45)
(46)

Berbeda dengan bagian utara, batas taman lantai empat bagian selatan sisi utara dan timurnya berbatasan dengan gedung rumah sakit yang merupakan area unit bersalin dan kamar bayi, serta sisi selatan dan baratnya merupakan ujung gedung. Pada taman lantai sembilan, sisi utara dan selatan berbatasan dengan

pintu darurat A dan B, serta ujung gedung, dan sisi timur dan sebagian dari sisi barat merupakan ujung dari gedung, serta sebagian sisi barat lainnya berbatasan dengan gedung rumah sakit.

Berdasarkan aksesibilitas dan lokasi tapaknya, pada taman lantai empat bagian utara dan selatan, pintu masuk hanya terdapat satu buah serta terdapat

pintu di dalam taman yang menuju area pekerja maintenance taman (Gambar 4.6 dan Gambar 4.7). Terdapat pintu darurat yang berada di dekat pintu masuk pada kedua taman tersebut, tetapi kedua taman ini berada di area khusus, yaitu bagian kamar bersalin untuk bagian selatan dan bagian kamar bayi untuk bagian utara. Akses dari tangga dan lift tidak langsung menuju taman, sehingga untuk mencapai

taman harus melalui bagian tersebut. Selain itu, pintu masuk pada kedua taman tersebut kurang mengundang minat pengunjung selain disebabkan oleh letaknya yang kurang strategis, pintu masuk ini tidak terlalu menarik pengguna untuk datang dan masuk ke area taman serta tidak semua pengguna mengetahui tentang taman di lantai empat karena dari media informasi yang ada hanya

(47)
(48)
(49)

Sumber: Survei, Agustus (2009) (a) Akses lift di lantai empat

Sumber: Survei, Agustus (2009) (b) Akses tangga di lantai empat

Sumber: Survei, Agustus (2009) (c) Akses lift di lantai sembilan

Sumber: Survei, Agustus (2009) (d) Akses tangga di lantai sembilan Gambar 4.8 Lokasi dan Aksesibilitas

Akses pada taman di lantai empat dan sembilan juga tersedia bagi pengguna taman yang handicap. Hal ini dapat tercapai dengan adanya ramp dari pintu masuk taman dan di area sekitar tempat duduk yang mengakomodasi pasien dengan keterbatasan fisik sehingga kenyamanan dan keamanannya dapat terjamin

(Gambar 4.9).

Sumber: Survei, Agustus (2009) (a) Jalur ramp di area tempat duduk

Sumber: Survei, Agustus (2009) (b) Jalur ramp di pintu masuk Gambar 4.9 Jalur ramp pada taman

Healing garden

Gambar

Tabel 3.1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data
Tabel 3.2 Kriteria Desain Fungsional Berdasarkan Para Ahli
Tabel 3.3 Kriteria Standar Healing Garden Modifikasi dari McDowell dan McDowell (1998), Marcus (1999, 2000), Stigsdotter dan Grahn (2002)
Gambar 4.1 Peta dan Tampak Atas SBIH
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya Wireless dengan LAN merupakan sama-sama jaringan komputer yang saling terhubung antara satu dengan lainnya, yang membedakan antara keduanya adalah media jalur

Parameter yang diamati yaitu: produksi per rumpun, kerapatan sel minyak, tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, jumlah daun per rumpun, jumlah cabang per

Dalam SPSS ada tiga metode korelasi sederhana (bivariate Pada bab ini akan dibahas analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson

Dalam kehidupan media masih didapti faham sosialis Pancasila dan media sebagai alat revolusi sehingga berimpak pada tidak lancamya komunikasi politik dalam masyarakat,

Radikal bebas merupakan senyawa yang bersifat sangat reaktif dan memiliki pasangan elektron bebas, oleh karena itu diperlukan antioksidan yang bertujuan untuk

(2) Besaran tarif pelayanan medik gigi dan mulut rawat jalan untuk tindakan kecil/ sederhana, sedang, besar, canggih dan khusus ditetapkan oleh Direksi Rumah Sakit sesuai

Dalam tesis ini metode TF-IDF digunakan untuk melakukan pembobotan kata di dalam sebuah dokumen dan kemudian dilakukan sentence scoring menggunakan nilai dari

Skripsi Potret Posyandu Purnama Kelompok II .... Lidya