• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BERAS TIRUAN BERBASIS SORGUM

SKRIPSI

ANNISA KHARUNIA

F24080115

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SORGHUM BASE ARTIFICIAL RICE FORMULATION

Annisa Kharunia

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +6285659689810, E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Rice is a staple food for Indonesians which still can not be replaced by another source of carbohydrate. This phenomenon is risky for national food security. There for goverment has done several program in food diversification but seems none of them works really success. Regarding these issue, this research is conduct to make an artificiall rice made from sorghum as one of solution to food diversification. The best formulation regarding hedonik rating test is the artificial rice made from 80% of sorghum flour, 20% mokaf of total flour needed, 40% water from total flour, and 1% of GMS of total flour needed. the proksimat analysis showed the best formulation contain water 6,48% , ash 0,775%(bb), protein content 6,53% (bb), fat contain 1,39% (bb), and carbohydrate contain 84,81% (bb).

(3)

ANNISA KHARUNIA. F24080115. Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum. Di bawah bimbingan Eko Hari Purnomo dan Slamet Budijanto. 2012

RINGKASAN

Di dalam melakukan diversifikasi pangan, diperlukan pemilihan produk-produk diversifikasi yang dapat diterima secara baik oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan kebiasaan makan orang Indonesia. Salah satu adalah pembuatan beras tiruan dari sumber karbohidrat lokal seperti sorgum yang memiliki potensi besar di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk menentukan formulasi bahan baku terbaik

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari formulasi beras tiruan terbaik dengan menggunakan ekstruder ulir ganda yang dapat diterima konsumen secara sensori. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan air, CMC dan GMS pada beras tiruan berbasis sorgum jenis B-100 hasil pemuliaan yang dilakukan oleh BATAN.

Penelitian ini dimulai dengan tahapan formulasi bahan baku utama yaitu tepung sorgum, mokaf dan ubi. Formulasi yang akan diujikan adalah formula A 100% sorgum, formula B 80% sorgum: 20% mokaf, formula C 80% sorgum: 10% mokaf: 10% ubi, dan formula D 80% sorgum: 20% ubi. Kemudian pada nasi dari formulasi yang telah dibuat, dilakukan uji rating hedonik dengan kriteria atribut secara keseluruhan, formula dengan penilaian tertinggi dari panelis akan dijadikan sebagai formula bahan baku pada tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah memformulasikan air, GMS dan CMC. Pada tahap ini akan dibuat 16 formulasi dengan metode mixture experiment, kemudian dilakukan uji rating dan pembedaan dari kontrol terhadap nasi dari beras tiruan untuk menentukan formulasi terbaik. Formulasi terbaik akan dikarakterisasi lebih lanjut dengan analisis proksimat, analisis tekstur dan analisis derajat putih.

Pembuatan beras tiruan menggunakan metode ekstrusi panas (hot extrussion) dengan menggunakan ekstruder ulir ganda merk Berto BEX-DS-2256 (double screw extruder). Bahan baku kering berupa tepung-tepungan dan GMS juga CMC dicampurkan dengan menggunakan mixer, kemudian ditambahkan air sesuai dengan formulasi. Bahan baku yang telah tercampur kemudian dimasukan kedalam ekstruder melalui hopper. Bahan akan keluar dari ekstruder melalui dye yang telah dirancang khusus berbentuk beras. Kemudian, beras tiruan yang baru keluar dari ekstruder dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan tray dryer pada suhu 60oC selama 4 jam.

(4)

PENGEMBANGAN BERAS TIRUAN BERBASIS SORGUM

SKRIPSI

Sebagai salahsatu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANNISA KHARUNIA

F24080115

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum Nama : Annisa Kharunia

NIM : F24080115

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Eko Hari Purnoo,STP, M.Si.) (Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr) NIP. 19610502.198603.1002 NIP. 19610502. 198603.10

Mengetahui: Ketua Departemen,

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc NIP. 19680526.199303.1.004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum adalah hasil karya saya sendiri dengan araha Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Yang membuat pernyataan

(7)

© Hak cipta milik Annisa Kharunia, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor,

sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandung tanggal 15 November 1990 dari pasangan Alex Taufik dan Diah Banyuni. Penulis mempunyai seorang adik laki-laki bernama Fachrul Hilman Ramadhan. Penulis mengenyam pendidikan di SD Islam Salman Al-Farisi (1996-20020, SMP Istiqamah Bandung (2002-2005), SMA Negeri 3 Bandung (2005-2008). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertainian Bogor melalui jalur penerimaan SNMPTN.

Selama berkuliah di IPB, penulis sangat aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat lokal, nasional dan internasional. Penulis aktif menjadi pengurus di bagian eksternal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan selama dua tahun, dan bertanggug jawab sebagai ketua I-Visit 2010, Ketua Humas HACCP 2010, dan panitia berbagai kegiatan HIMITEPA lainnya. Penulis sejak 2009 bergabung dengan organisasi IAAS IPB ( International Association of Student in Agricultural and Related Sciences ), dan menjadi Ketua Divisi Eksternal IAAS IPB pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012 Penulis diangkat menjadi Vice Director of Communication IAAS Indonesia membawahi 8 Universitas di Indonesia. Sejak 2011 Penulis juga bergabung sebagai Communication board IAAS World untuk bekerja mempromosikan IAAS ke seluruh Asia.

Selain mengikuti berbagai organisasi penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai seminar dan kongres kemahasiswaan. Penulis pada tahun 2010 pernah mengikuti IAAS World Congress ke 53 yang diadakan di Indonesia sebagai presentator karya ilmiah yang berjudul “Papeda as Functional Carbohydrate to Support Food Diversification”, kemudian pada tahun 2011 penulis terpilih sebagai delegasi IAAS Indonesia untuk IAAS World Congress ke 54 di Republik Macedonia, Eropa Selatan.

Penulis memiliki ketertarikan yang tinggi dalam dunia bisnis, selama kuliah penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan dengan proyek yang didanai

D’Bloem jus rossela dan juga Pallete Tofu pada tahun 2009. Selain itu penulis juga pernah mengikuti berbagai pelatihan kewirausahaan diantaranya Social Entrepreunership Camp yang diadakan oleh Universitas Gadjah Mada (2011), dan pelatihan Program Mahasiswa Wirausaha yang diadakan oleh CDA IPB (2011). Pada program ini penulis mendapatkan bantuan modal untuk memulai usaha “Miristy Drink” sari buah pala. Selain mengikuti pelatihan dan terlibat diberbagai proyek kewirausahaan, penulis juga banyak menjuarai kompetisi Business Plan diantaranya juara 2 Business Plan Syariah “Season 7” yang diadakan oleh SES-C BEM FEM IPB (2011), juara 2 Inovasi Produk dan Business plan “UNIVATION” yang diadakan oleh Universitas Padjajaran Bandung (2011), dan juara 1 Business Plan pada “Festival Ekonomi Syariah” yang diadakan oleh Universitas Lampung (2011).

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan sejak bulan September 2011 sampai April 2012.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ibu Diah Banyuni dan Bapak Alex Taufik yang telah menyekolahkan penulis sampai menjadi sarjana. Terimakasih atas segala doa dan usaha agar penulis selalu mendapatkan yang terbaik. Terimakasih atas kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan kepada penulis. Terimakasih atas cinta dan kasih nya yang tidak pernah kurang.

2. Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi pertama dan dosen pembimbing akademik penulis sejak masuk ke departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih atas bimbingan moral, akademik dan segala dukungan yang diberikan kepada penulis. Terimakasih atas segala tantangan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi kedua sekaligus pembimbin

proyek beras analog. Terimakasih atas segala bimbingan Bapak dimulai ketika Bapak menjadi pembimbing PKM penulis. Terimakasih atas segala pelajaran hidup yang telah ditularkan,

terimakasih telah dengan bebas memberikan pengalaman ‘bermain-main’ di F-Technopark. Terimakasih untuk selalu menginspirasi dengan segala kebijaksanaan Bapak. Terimakasih selalu memberi semangat kepada penulis dan apresiasi yang baik. Terimakasih atas segala kepercayaan dan tantangan yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Budi Nurtama atas masukannya dalam perancangan penelitian

5. Bapak Aziz Boing Sitanggang atas saran dan masukannya selama penelitian dilaksanakan 6. Ibu Waysima atas saran dan masukannya mengenai uji sensori

7. Mang Zaenal, Mang Asep, Mang Ujang, Pak Hendra sebagai teknisi atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di F-Technopark. Terimakasih atas kekeluargaan yang diberikan selama penulis bekerja di F-Technopark.

8. Ibu Iin sebagai sekertaris F-Technopark “Ibu Direktur”, atas segala bantuan dan dukungan disaat penulis putus asa. Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan panelis pada beberapa kesempatan.

9. Pak Yadi, Mba Vera, Pak Wahid, Ibu Rub, Ibu Sri sebagai teknisi di lab ITP, terimakasih atas segala bantuan yang diberikan.

10. Suba Santika dan Yullianti sebagai teman satu tim dalam penelitian beras analog. Terimakasih atas bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian ini, terimakasih atas dukungan, dan kerjasama yang harmonis selama penelitian ini.

11. Handy Prawira Apritama atas sarannya untuk melakukan penelitian. Terimakasih atas dukungan dan sayang nya. Terimakasih telah selalu menyemangati dan menemani penulis dalam situasi apapun. Terimakasih atas cintanya yang luar biasa sehingga penulis dapat termotivasi untuk selalu melakukan yang terbaik.

(10)

13. Desy Ayu, Ranti Rizka, Arini Indraprasta, Cindi Firiera, Niken Sujono, Maulina Sendy dan Ade Ayu Sinta yang telah membuat hari-hari yang buruk menjadi indah. Terimakasih telah membuat kehidupan di ITP menjadi menyenangkan dan penuh dengan kenangan indah. Terimakasih atas persahabatannya. Terimakasih untuk para “partner in crime”.

14. Bangun Marlina, Suba Santika, Yullianti, Dody, Icem, Sendy, Desy, Dika atas koreksinya pada skripsi penulis.

15. Keluarga Besar “TACOS” ITP 45 atas persahabatan dan dukungannya.

16. Adi Indra Permana, Daniel Wiguna, Adinda Rizkita, Argya Syambarkah, Andry Prayogi, Cheris Imbalo, Vendryana, Widita Wimala, Sari, Vita Ayu Oktavia, terimakasih karena telah menjadi kakak yang baik, selalu membimbing penulis dalam kondisi apapun. Terimakasih karena telah menjadi inspirasi penulis. Terimakasih atas persahabatannya. Terimakasih untuk membuat perjalanan penulis di ITP menjadi menyenangkan.

17. Keluarga besar Bapak Dudi Suganda atas segala dukungan yang diberikan dan semangat yang ditularkan.

18. Fachrul Hilman Ramadhan, adik kandung penulis, yang telah menjadi salah satu alasan penulis untuk selalu melakukan yang terbaik. Terimakasih atas dukungannya.

19. Keluarga besar IAAS LC IPB atas dukungannya. Terimakasih telah memberikan pengalaman hidup, berorganisasi, bekerja, dan keluarga kedua kepada penulis. Terimakasih telah menjadi wadah pengembangan diri penulis

20. Keluarga besar HIMITEPA 2011 yang telah mewarnai kehidupan penulis selama di ITP menjadi indah.

21. Keluarga besar IAAS Indonesia dan IAAS World yang selalu menjadi semangat penulis dalam menjalani hari.

22. Bapak Dekan Fateta, Dr. Sam Herodian, atas kepercayaannya. Terimakasih telah mengapresiasi dengan sangat baik hasil kerja semua tim peneliti. Terimakasih atas tantangan yang diberikan. 23. Bapak Dahlan Iskan yang telah mengapresiasi hasil karya penulis dan tim peneliti beras analog.

Bogor, Mei 2012

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2Tujuan Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Beras Tiruan... 3

2.2 Sorgum... 3

2.3 MOCAF (Modified Cassava Flour)... 6

2.4 Ekstrusi ... 7

2.4.1 Hot Extrussion... 8

2.4.2 Cold Extrussion... 8

2.5 Ekstruder... 8

2.6 Carboxy Methyl Cellulose... 9

2.7 Glycerol Monostearat... 10

2.8 Mixture Experiment... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN... 13

3.1Bahan dan Alat ... 13

3.2Tahapan Penelitian... 13

3.2.1Pembuatan Beras Tiruan ... 13

3.2.2Formulasi Bahan Baku Utama... 15

3.2.3 Formulasi Air, CMC dan GMS pada Bahan Baku Terpilih ... 15

3.3Prosedur Analisis... 16

3.3.1Uji Sensori Pemilihan Bahan Baku dengan Rating Hedonik (Meilgard et al. 2007)... 16 3.3.2Uji Rating Hedonik Metode Balance Incomplete Block ... 16

3.3.3Analisis Regresi Linear Berganda... 16

3.3.4 Uji Beda dari Kontrol (Meilgard et. al, 2007)... 17

3.3.5Analisis Kimia ... 17

3.3.6Analisis Fisik... 19

3.3.7Pengolahan Data dan Analisis Statistika... 19

(12)

4.1 Pembuatan Beras Artifisial ... 21

4.2 Pemilihan Bahan Baku Utama... 21

4.3 Formulasi Air, CMC dan GMS... 22

4.3.1 Pengaruh Air, CMC dan GMS pada Atribut Warna, Aroma, Rasa, Tekstur dan Keseluruhan ... 23 4.3.2Penilaian panelis terhadap ke 16 Formula Optimasi GMS, CMCM dan Air... 25

4.4 Penetapan Formula Terbaik... 29

4.4.1Uji Rating Hedonik... 29

4.4.2Uji Sensori Beda dari Kontrol ... 30

4.5Analisis Kimia Beras Tiruan Terpilih... 31

4. 6 Analisis Fisik Beras Tiruan Terpilih... 32

4.6.1 Analisis Tekstur... 32

4.6.2Analisis Derajat Putih ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 34

5.1Kesimpulan ... 34

5.2Saran... 35

DAFTAR PUSTAKA... 36

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan kimia biji sorgum varietas B-100... 4

Tabel 2. Perbandingan gizi bahan pangan (per 100 gram bagian dapat dimakan)... 5

Tabel 3. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong... 6

Tabel 4. Perbedaan sifat fisik MOCAF dengan tepung singkong... 6

Tabel 5. Formulasi pemilihan bahan baku beras tiruan ... 15

Tabel 6. Kandungan kimia sorgum B-100 yang digunakan sebagai bahan baku... 21

Tabel 7. Formulasi air, GMS dan CMC pada berbagai formulasi beras tiruan... 23

Tabel 8. Rataan nilai uji rating hedonik atribut keseluruhan pada penilaian nasi tiruan... 30

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose (Anonim 2008)... 10 Gambar 2. Struktur Kimia Gliseril Mono Stearat (Anonim 2010)... 11 Gambar 3. Alur pembuatan beras tiruan (Budijanto et al . 2011)... 14 Gambar 4. Hasil analisis sensorri dengan parameter atribut sensori secara keseluruhan

pada tahap pemilihan bahan baku utama beras tiruan... 22 Gambar 5. Nilai respon panelis terhadap warna beras tiruan, error bar menunjukan

standar mean of error ...

25 Gambar 6. Nilai respon panelis terhadap rasa beras tiruan, error bar menunjukan standar

mean of error ...

27 Gambar 7. Nilai respon panelis terhadap tekstur beras tiruan, error bar menunjukan

standar mean of error ...

27 Gambar 8. Nilai respon panelis terhadap aroma beras tiruan , error bar menunjukan

standar mean of error ...

28 Gambar 9 . Nilai respon panelis terhadap atribut secara keseluruhan beras tiruan, error bar

menunjukan standar mean of error ...

28 Gambar 10. Beras tiruan formula 7 ... 29 Gambar 11. Beras tiruan formula 12... 29 Gambar 12. Beras tiruan formula 14... 29 Gambar 13. Rataan gaya pada puncak maksimum , error bar menunjukan standar mean

of error ...

32 Gambar 14. Nilai derajat putih nasi dari beras tiruan formula 14 dan nasi dari beras Rojo

Lele, error bar menunjukan standar mean of error ...

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar beras tiruan dari berbagai formulasi... 39

Lampiran 2. Kuisioner uji rating hedonik formulasi pemilihan bahan baku ... 41

Lampiran 3. Data skor rating hedonik pada tahap pemilihan bahan baku utama... 42

Lampiran 4. Hasil uji statistik data uji rating hedonik pemilihan bahan baku utama ... 44

Lampiran. 5. Format Kuisioner Uji Rating Hedonik Formulasi Air, CMC, GMS... 45

Lampiran 6. Format susunan ke 16 Formulasi air, GMS dan CMC dengan Metode BIB (Balance Incomplete Block) uji rating hedonik... 46 Lampiran 7. Tabulasi respon panelis terhadap warna beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC... 47 Lampiran 8. Tabulasi respon panelis terhadap aroma beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC... 48 Lampiran 9. Tabulasi respon panelis terhadap rasa beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC... 49 Lampiran 10. Tabulasi respon panelis terhadap tekstur beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC... 50 Lampiran 11. Tabulasi respon panelis terhadap atribut keseluruhan beras artificiall tahap formulasi air, GMS dan CMC... 51 Lampiran 12. Hasil analisis regresi linear pada atribut warna uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan ... 53 Lampiran 13. Hasil analisis regresi linear pada atribut aroma uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan... 54 Lampiran 14 . Hasil analisis regresi linear pada atribut rasa rasa rating hedoni k nasi dari beras tiruan... 55 Lampiran 15. Hasil analisis regresi linear pada atribut tekstur uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan... 56 Lampiran 16. Hasil analisis regresi linear pada atribut secara keseluruhan uji rating hedoni k nasi dari beras tiruan... 57 Lampiran 17. Format kuisioner uji beda dari kontrol 3 formula terpilih... 58

Lampiran 18. Tabulasi nilai uji beda dari kontrol 3 Formula terpilih... 59

Lampiran 19. Perhitungan uji analisis varians dari uji beda dari kontrol nasi dari beras tiruan formula 7, 12 dan 12 dengan kontrol nasi dari beras rojo lele... 60 Lampiran 20. Tabulasi nilai uji rating hedonik terhadap atribut secara keseluruhan 3 Formula terpilih... 61 Lampiran 21. Data kadar air beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF... 62

Lampiran 22. Data kadar abu beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF... 62

Lampiran 23. Data kadar protein beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF... 62

Lampiran 24. Data kadar lemak beras dari formula 14, sorgum, dan MOCAF... 63

Lampiran 25. Gaya maksimum pada nasi hasil beras tiruan formula 14... 63

Lampiran 26. Gaya Maksimum pada nas dari beras rojo lele... 63

Lampiran 29. Data pengukuran derajat putih beras tiruan formula 14 dan Nasi Rojo Lele... 64

Lampiran 28. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi Rojo Lele... 64 Lampiran 27. Kurva Pengukuran Kekerasan dengan Texture Analyzer pada nasi hasil formula

(16)
(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras saat ini cukup memprihatinkan. Banyak orang Indonesia merasa belum kenyang jika belum makan nasi dari beras. Kebiasaan ini berdampak serius pada permasalahan pangan nasional karena masyarakat menjadi sangat ketergantungan terhadap satu jenis sumber karbohidrat utama yaitu beras. Segala cara telah dilakukan pemerintah demi meningkatkan pasokan beras nasional dan dilain pihak pemerintah juga terus berupaya untuk melakukan penganekaragaman pangan (diversifikasi) khususnya sumber karbohidrat lain seperti ubi, singkong, sagu, jagung, sorgum dan lain-lain. Namun usaha diversifikasi pangan ini masih banyak menemui kendala.

Kendala dalam upaya diversifikasi sumber karbohidrat berkaitan erat dengan budaya dan kebiasaan makan orang Indonesia yang sangat erat dengan nasi. Sulit bagi masyarakat untuk menggantikan nasi dengan makanan lain, misalnya jagung rebus, ubi goreng, atau singkong rebus misalnya. Oleh karena itu saat ini para ilmuan mencari cara bagaimana menciptakan suatu kendaraan diversifikasi pangan yang tidak bertentangan dengan budaya makan orang Indonesia. Salah satunya adalah menciptakan beras tiruan berbasis sumber karbohidrat selain beras.

Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumber karbohidrat seperti ubi, talas, singkong, sagu, jagung dan sorgum. Diantara semua sumber karbohidrat yang ada di Indonesia, sorgum memiliki keunggulan tersendiri. Sorgum adalah salah satu tanaman serealia yang termasuk dalam famili yang sama dengan padi, jagung dan gandum yaitu Graminae. Sorgum sangat cocok untuk diversifikasi pangan karena bijinya mengandung karbohidrat yang relatif tinggi sebagai sumber bahan pangan utama, dan memiliki protein, kalsium, mineral dan vitamin yang tidak kalah dibanding beras. Di dunia, sorgum adalah tanaman serealia kelima terpenting setelah beras, gandum, jagung, dan barley. Sorgum menjadi makanan utama lebih dari 750 juta orang yang tinggal di daerah tropis setengah kering seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Lat in (FSD 2003). Sorgum merupakan sumber pangan potensial bagi bangsa Indonesia karena memiliki berbagai keunggulan. Sorgum termasuk low-input crop yang dapat di budidayakan pada lahan kering dan dapat beradaptasi luas di lahan marginal. Biji sorgum dapat dimanfaatkan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri, sedangkan daunnya digunakan untuk pakan ternak. Sorgum dan produk-produk yang dihasilkannya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan makanan-makanan pokok yang lain seperti beras dan gandum (Arvi 2006).

(18)

1.2 Tujuan Penelitian

(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras Tiruan

Beras tiruan adalah beras yang dibuat dari sumber karbohidrat selain padi dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi beras (Samad 2003). Menurut Departemen Pertanian Republik Indonesia (2011), beras tiruan adalah pangan pokok yang berbentuk seperti butiran beras padi yang bahan bakunya dapat berasal dari kombinasi tepung pangan lokal dan atau padi.

Pembuatan beras tiruan telah dilakukan dengan berbagai teknik. Diantaranya yaitu pembuatan dengan teknik granulasi seperti membuat sagu mutiara dan juga dengan teknik ekstrusi. Lisnan (2008) menyatakan proses pembuatan beras tiruan berbasis ubi kayu dan ubi jalar dengan menggunakan teknik granulasi, meliputi pencampuran tepung, pati, dan air, dilanjutkan dengan proses penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh, proses pembutiran dengan mesin pembutir, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu 45-50°C, dan pengeringan menggunakan oven selama 60°C selama 72 jam. Hasil rendemen pembuatan beras tiruan dari ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati dalam rasio formula maka rendemen produk semakin meningkat. Perbandingan tepung dan pati yang terbaik adalah 70:30 untuk beras tiruan dari ubi kayu dan 80:20 untuk beras tiruan dari ubi jalar.

Menurut Hackiki (2012), beras tiruan dapat dibuat dari tepung ubi jalar dengan perbandingan terbaik sebanyak 65% tepung ubi jalar, 15% pati ubi jalar dan 20% tepung tempe. Semua bahan baku dimasukan kedalam ekstruder ulir tunggal dengan penambahan air sebanyak 70%. Parameter suhu yang digunakan pada ekstruder adalah 70oC pada zona 1, 80oC pada zona 2, dan 85oC zona 3 dan 85oC pada zona 4. Kemudian adonan yang keluar dari mesin ekstruder akan dipotong secara manual dengan menggunakan pisau, sampai sepanjang 3-5 mm yang kemudian hasilnya dikeringkan menggunakan oven pengering pada suhu 60oC selama 6 jam.

2.2 Sorgum

Sorgum adalah salah satu tanaman serealia yang termasuk dalam famili yang sama dengan padi, jagung dan gandum yaitu Graminae. Sorgum dengan nama spesies Sorghum bicolor (L.) Moench ini banyak tumbuh di Indonesia dan memiliki nama yang berbeda tiap daerahnya seperti ‘Cantel’ di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ‘Jagung Cantik’ di Jawa Barat dan

‘ Batara Tojeng’ di Sulawesi selatan (Suprapto dan Mudjisihene 1987).

Berdasarkan bentuk sekamnya, sorghum dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu sorghum biji, sorghum manis, sorghum rumput dan sorghum sapu. Pada umumnya biji sorghum berbentuk bulat agak lonjong atau bulat telur dan terdiri dari tiga bagian utama yaitu kulit luar, lembaga dan endosperm. Susunan dari bagian-bagian bijinya adalah kulit luar 7,9 %, lembaga 9,8 % dan endosperm 82,3 % (Hoseney 1998).

(20)

tanaman sorgum yang tahan akan kekeringan. Galur sorgum yang tahan kekeringan diantaranya adalah varietas; B-100, B-95, B-92, B-90, B-83 , B-76 , B-75 , B-72 , B-69 , Zh-30 dan Cty-33.

Sorgum memiliki potensi sangat besar dan prospektif untuk dikembangkan sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas lahan marginal karena sorgum memiliki daya adaptasi yang luas dan memerlukan jumlah air yang relatif sedikit dalam pertumbuhannya. Sorgum sangat tahan kondisi lahan kering karena domestikasinya memang berasal dari Afrika yang beriklim kering atau semi-arid (Toure et al. 2004; Borrell et al. 2005). Keunggulan lain, sorgum dapat ditanam dengan sistem ratun (ratooning system) yang memerlukan hanya sedikit tenaga kerja, karena tanaman dapat dipanen dua sampai tiga kali untuk sekali tanam. Daya adaptasi yang luas, kebutuhan air yang sedikit dan tahan terhadap kekeringan merupakan keunggulan utama sorgum untuk dapat dikembangkan di Indonesia. Lahan kering untuk pertanian di Indonesia tersedia seluas 144 juta hektar dan menutut Departemen Pertanian (2004) lahan pertanian yang potensial untuk sorgum ada seluas 19,91 juta hektar. Sorgum merupakan tanaman pilihan paling sesuai dalam upaya peningkatan produktivitas lahan-lahan kering marginal, lahan kosong atau lahan non-produktif lainnya. Oleh karena itu dengan menanam sorgum maka produktifitas lahan akan meningkat dan juga mendukung upaya pengembangan pertanian berkelanjutan dan peningkatan produksi pangan Indonesia.

Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian Sirrapa (2003) daerah penghasil sorgum utama di Indonesia adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri) dengan jumlah produksi 17.350 ton (1973-1983), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo) dengan produksi 1.813 ton (1974-1980), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo) dengan produksi 5.963 ton (1984-1988), sebagian Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan produksi 56 ton (1993-1994) .Menurut Beti et al. (1990), luas areal tanam sorgum di dunia mencapai sekitar 50 juta hektar dengan total produksi 68.40 juta ton dan rata-rata produktivitas 1.30 t/ha. Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan tanaman serealia lainnya. Kandungan kimia biji sorgum ditunjukan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan kimia biji sorgum varietas B-100

Kandungan Sorgum Jumlah (% b.k)

Protein 12.55%

lemak 2.56 %

Abu 1.38%

karbohidrat 73.59 %

Air 7.44%

Serat kasar 2.20%

Tanin (% polifenol) 0.03%

Sumber: (LIPI 2010 diacu dalam Wijaya 2010)

(21)

kalsium pada beras, jagung dan gandum. Selain itu, jumlah vitamin B1 pada sorgum lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras, jagung, dan gandum. Dari segi fosfor dan zat besi, kandungan kedua zat ini pada sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan pada beras, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan jagung.

Tabel 2. Perbandingan gizi bahan pangan (per 100 gram bagian dapat dimakan)

Komoditi Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin B1 (mg)

Beras 6 140 0.8 0.12

Jagung 9 380 4.6 0.27

Sorgum 28 287 4.4 0.38

Gandum 18 106 1.2 0.12

Sumber: (DEPKES 1992)

Semua varietas sorgum mengandung komponen fenolik, termasuk asam fenolat dan flavonoid. Beberapa varietas mengandung tanin dibagian testa, tetapi seringkali sorgum budidaya tidak mengandung tanin. Komponen ini dapat mempengaruhi warna, flavor, dan kualitas nutrisi produk. Meskipun demikian, tanin melindungi biji sorgum dari serangan serangga dan burung karena rasa pahit yang dikandungnya. Kandungan tanin pada biji menghambat aktivitas beberapa enzim sehingga menghambat pencernaan protein dan pemecahan selulosa. Uji coba pada hewan telah membuktikan bahwa tanin menghambat penyerapan protein, mengurangi pemanfaatan mineral dan menyebabkan penurunan pertumbuhan. Pemberian pakan pada babi yang mengandung 4.21% tanin menurunkan daya cerna protein sebesar 5.6%. Kandungan tanin sebelum biji matang (ripe) selalu lebih tinggi dibandingkan setelah biji matang. Kandungan tanin pada biji yang lebih gelap selalu lebih tinggi daripada biji yang lebih pucat. Beberapa tipe sorgum putih mengalami pigmentasi di bagian perikarp dan testa yang disebabkan oleh komponen fenolik (Leder 2004).

Dalam beberapa penelitian mengkonsumsi sorgum telah banyak dilaporkan berhubungan dengan penurunan resiko kanker saluran pencernaan (gastrointestinal tratc) terutama kanker esofagus (Chen et al. 1993; Isaacson 2005; Van Rensburg, 1981). Chen et al. (1993), menemukan di beberapa wilayah di Provinsi Saxchi China, bahwa orang yang banyak mengkonsumsi sorgum memiliki resiko terkena kanker esofagus 1,4-3,2 kali lebih rendah dari pada orang yang mengkonsumsi tepung gandum dan jagung sebagai makanan utamanya. Sorghum memiliki komposisi 3-deoxyflavanoids (Awika dan Rooney 2004), lemak (Huang et al. 2004) dan komponen lainnya yang berbeda dengan yang ditemukan pada serealia lainnya. Bukti menunjukan bahwa ekstrak sorgum dan berbagai produk berbasis sorgum memiliki kemampuan mengikat komponen radikal bebas yang sangat kuat secara in vitro (Awika et al. 2003).

Pemanfaatan sorgum saat ini masih lebih banyak untuk pakan ternak. Namun Suarni (2004), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sorgum dapat dimanfaatkan menjadi tepung sorgum yang dapat digunakan untuk mensubtitusi tepung terigu pada produk cookies,

(22)

2.3 MOCAF

(Modified Cassava Flour)

MOCAF adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. MOCAF adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz)

yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong.

MOCAF dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour berdasarkan Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 – 1995). Walaupun dari komposisi kimianya tidak jauh berbeda, MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya (Tabel 4). Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana protein ini dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong biasa ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Kadar Air (% b.k) Max. 13 Max. 13

Kadar protein (% b.k) Max. 1,0 Max. 1,2

Kadar abu (% b.k) Max. 0,2 Max. 0.2

Kadar pati (% b.k) 85 – 87 82 – 85

Kadar serat (% b.k) 1.9 – 3.4 1.0 – 4.2

Kadar lemak (% b.k) 0.4 – 0.8 0.4 – 0.8

Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi

Sumber: (GAKOPTRI 2009)

Tabel 4. Perbedaan sifat fisik MOCAF dengan tepung singkong

Parameter MOCAF Tepung Singkong

Besar Butiran (Mesh) Max. 80 Max. 80

Derajat Putih (%) 88 – 91 85-87

Kekentalan (mPa.s) 52 – 55 (2% pasta panas), 75 – 77 (2% pasta dingin)

20 – 40 (2% pasta panas), 30 – 50 (2% pasta dingin)

Sumber: (GAKOPTRI 2009)

(23)

yang bermutu optimal. Misalnya untuk pembuatan muffin, pembuatan dengan campuran air, margarin dan garam perlu dipanaskan sampai mendidih. Keunggulan dari penggunaan MOCAF ini adalah daya kembang muffin yang lebih tinggi dari muffin yang terbuat dari tepung terigu. Normasari (2009), menyatakan bahwa dalam pembuatan cookies dari tepung MOCAF, hasil analisa kimia, fisik dan sensoris, cookies yang dapat diterima oleh konsumen adalah cookies yang dibuat dengan subtitusi tepung terigu : tepung MOCAF 55%:45% yang difortifikasi dengan tepung kacang hijau 5%. Cookies tersebut mengandung kadar air (4.69%), abu (1.55%), lemak (12.98%) dan protein (12.11%), karbohidrat (68.66%).

2.4 Ekstrusi

Ekstrusi adalah suatu satuan proses yang memaksa suatu bahan untuk mengalir pada suatu ruangan yang sempit dan akhirnya memaksanya untuk keluar melalui sistem bukaan (die) yang sempit juga, sehingga bahan mengalami beberapa satuan proses sekaligus meliputi proses pencampuran, pengadukan, pemasakan, pengulian, pembentukan, pengembangan, atau pengeringan tergantung dari desain esktruder dan kondisi proses (Dziezak 1989). Proses ekstrusi digunakan untuk memproduksi beberapa produk seperti pasta, sereal sarapan, biskuit, crackers, makanan bayi, makanan ringan (snack), produk-produk konfeksioneri, dan lain-lain (Linko et al. dalam Dziezak 1989). Secara umum, Pontoh (1995) menyatakan bahwa proses ekstrusi memberi manfaat untuk merubah flavor, merubah protein (denaturasi) dan pati (gelatinisasi dan dekstrinisasi), menghasilkan makanan yang lebih mudah dicerna, merusak enzim yang merugikan, memperbaiki bentuk bahan dan menciptakan tekstur yang dikehendaki.

Pemasakan dengan ekstrusi mempunyai banyak keuntungan, antara lain parameter fisik (suhu, tekanan) dapat dirubah-rubah, sehingga dengan mesin yang sama dapat memasak dan mengolah produk yang mempunyai formula berbeda-beda. Keuntungan lainnya adalah memberi bentuk dan tekstur pada hasil produk, kemampuan produksi kontinyu, pengoperasian yang efisien dari segi tenaga, energi, dan luas pabrik, pasteurisasi produk akhir, dan proses dalam keadaan kering (Harper 1981). Lusas dan Llyod (2001) menambahkan bahwa di dalam proses ekstrusi, tindakan koreksi dapat dengan mudah dilakukan. Ekstrusi juga merupakan gabungan dari berbagai satuan operasi. Secara umum, satuan operasi yang terjadi pada proses ekstrusi antara lain pemanasan, pendinginan, pengaliran bahan, pemasukan bahan, penekanan, pencampuran, peleburan, pemasakan, pembentukan, teksturisasi, dan reaksi (Lusas dan Lloyd 2001).

Proses ekstruksi lebih mudah diprediksi dan memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan proses pemasakan batch. Pemasakan dengan ekstruksi mempunyai beberapa keuntungan meliputi keluaran produk yang tinggi, efisiensi energi, kontrol suhu yang mudah, dan mampu menyesuaikan varietas bahan untuk menghasilkan produk akhir yang sesuai dengan keinginan (Eastman et al 2001).

(24)

keluar dari cetakan tetapi menyusut sebelum dingin, memadat dan menjadi produk dengan tekstur yang tidak disukai (Muchtadi et al 1988).

Pada pembuatan beras ekstrusi ada dua teknologi ekstrusi yang dapat digunakan, yaitu teknik ekstrusi panas (hot exstrussion) dan teknik ekstrusi dingin (cold extrussion).

2.4.1

Hot Extrussion

Hot extrussion atau Ekstrusi panas dilakukan dengan cara melewatkan adonan tepung beras, campuran bahan untuk fortifikasi, dan air melewati ekstruder ulir ganda atau ulir tunggal dan dipotong oleh pisau pada ekstruder menjadi butiran yang mirip butiran beras. Pada proses ini suhu yang digunakan adalah 70-110oC yang didapat dengan transfer panas yang melewati jaket pemanas. Pada suhu ini terjadi pemasakan sempurna atau pemasakan sebagian yang akan memicu butiran beras tiruan yang penampakannya (kilau dan transparansinya) seperti beras asli. Ekstrusi jenis ini saat ini telah di aplikasikan oleh Wuxi NutriRice Co. (DSM/Buhler) dan COFCO di China. Teknik pembuatan beras ekstrusi ini uga telah diaplikasikan di Philippina oleh perusahaan Superlative Snack Inc. Di Philipina peralatan lain yang digunakan dalam pembuatan beras fortifikasi selain ekstruder ulir ganda atau tunggal adalah hammer mill untuk menepungkan beras, mixer, dan mesin pengering. Sementara di Cina sendiri, menggunakan alat yang hampir sama yaitu double screw ekstruder yang dilengkapi dengan mesin uap dan sistem

preconditioning udara yang diproduksi oleh Buhler yaitu sebuah perusahaan ternama yang memproduksi alat-alat penggilingan di Asia (USAID 2008).

2.4.2

Cold Extrussion

Proses pembuatan beras dengan menggunakan teknologi ekstrusi dingin hampir mirip dengan teknologi ekstrusi yang digunakan dalam memproduksi pasta dengan teknologi cold extrussion. Adonan tepung beras, fortifican dan air dilewatkan pada ekstruder tanpa pemanasan kecuali panas yang dihasilkan dari proses itu sendiri yang biasanya dibawah suhu 70oC. Dengan suhu ini adonan yang keluar dari ekstruder belum masak sempurna. Teknologi ini telah diaplikasikan di Costa Rica. Alat-alat lain yang digunakan adalah hammer mill, pasta press ,

perforated pre dried belt, dan mesin pengeringan akhir. Bahan baku yang digunakan sama dengan pada teknologi hot extrussion kecuali air yang ditambahkan lebih sedikit yaitu hanya 35% basis basah. Adonan yang basah itu kemudian dimasukan kedalam mesin pengepress pasta, dimana adonan akan melewati screw, die dan pisau yang berputar. Adonan yang sudah terpotong menjadi bulir kemudian akan didiamkan pada perforated belt (9 passes) dengan sistem kontinu menggunakan udara pada suhu 70oC selama 2-2.5 jam. Kemudian bulir ini akan memasuki tahap pengeringan akhir dengan menggunakan oven pengering selama 8 jam pada suhu 60-70oC. Berbeda dengan hasil yang didapat jika menggunaan teknologi hot extrussion,

bulir yang keluar dari proses ekstrusi dingin masih berbeda dari bulir nasi alami (USAID 2008).

2.5 Ekstruder

Ekstruder adalah alat untuk melakukan proses ekstrusi (Harper 1981). Menurut Muchtadi et al. (1988), fungsi pengekstrusi meliputi gelatinisasi, pemotongan molekuler, pencampuran, sterilisasi, pembentukan dan penggelembungan atau pengeringan. Kombinasi satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam proses ekstrusi.

(25)

memiliki satu buah ulir silinder yang berputar pada barel. Ekstruder berulir tunggal banyak digunakan dalam menghasilkan produk pasta, permen, cookies dan pengembangan produk baru seperti snack, makanan bayi dan produk modifikasi pati. Ekstruder berulir ganda memiliki dua ulir silinder yang dapat bergerak searah, berlawanan arah, baik berkaitan atau tidak. Bersarkan suhu yang digunakan, proses ektrusi dapat digolongkan menjadi cold extrution dan hot extrution.

Terdapat empat komponen dasar di dalam ekstruder. Komponen pertama adalah sistem pengumpan (feeding system). Sistem pengumpan berfungsi untuk tempat bahan yang akan diekstrusi. Komponen kedua berupa sistem preconditioner, yaitu sistem yang berfungsi untuk menyeragamkan atau memodifikasi kondisi bahan sebelum masuk ke dalam laras ekstruder. Sistem ini dapat berupa injeksi uap, maupun pencampuran dengan air. Komponen ketiga adalah ekstruder. Komponen terakhir berupa die pada ujung keluaran ekstruder. Die inilah yang berperan membentuk produk sesuai yang diinginkan (Lusas dan Lloyd 2001). Penggunaan motor berkekuatan tinggi akan membuat screw terus berputar, sehingga menimbulkan panas yang tinggi akibat gesekan antar bahan. Perputaran screw memaksa produk bergerak sepanjang laras (barrel) dan membangkitkan tekanan yang akhirnya digunakan untuk pembentukan produk (Miller 1993).

Ekstruder terdiri dari ulir putar (screw), yang terpasang dalam laras tertutup rapat (barrel), dan sering kali dikelilingi oleh jaket pemanas (heating mantle). Dalam banyak kasus, pemasukan panas utama sering dihasilkan dari perputaran screw (friksi internal) atau disebut konversi energi mekanik. Sumber panas lain dapat berupa konduksi dari jaket pemanas, atau secara konveksi dari uap panas (steam) (Lusas dan Lloyd 2001). Maltz (1984) membagi ekstruder berdasarkan jumlah ulir yang digunakan dalam proses ekstusi, yaitu ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda. Menurut Bhattacharva dan Padmanabhan (1992), ekstruder ulir ganda memiliki kelebihan daripada ekstruder ulir tungal yaitu kontrol dan keseragaman produk yang lebih baik, namun penggunaannya memerlukan investasi yang lebih besar dengan kapasitas produksi yang sama. Dengan dua ulir yang bekerja, pemotongan (shear) akan lebih merata dan lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap partikel bahan akan diproses dengan lebih konsisten sehingga diperoleh struktur dan tekstur yang lebih homogen.

Ekstruder ulir ganda memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstruder ulir tunggal. Pada ekstruder ulir tunggal, rancangan ulir, sistem pemasukan bahan (feeding), dan pola suhu di dalam ekstruder merupakan tiga faktor yang berkaitan erat. Pada ekstruder berulir ganda, ketiga faktor ini tidak berkaitan erat, sehingga operator dapat mengendalikan kondisi-kondisi tersebut untuk mengahasilkan tekstur produk akhir yang diinginkan (Muchtadi et al. 1987).

Proses ektrusi yang terjadi pada ektruder terdiri dari tiga tahap yaitu pra ekstrusi, ekstrusi dan tahap setelah ekstrusi. Pada tahap pre ekterusi terjadi proses pencampuran, dan penambahan air. Pada tahap ekstrusi terjadi perlakuan shear dan stress pada adonan. Tahap terakhir adalah proses pemberian tekanan ke arah dye dan proses pencetakkan melalui dye. Setelah produk keluar dari dye, alat pemotong otomatis akan berputar dan memotong produk sehingga produk akhir akan memiliki bentuk seperti beras. Ekstruder yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ektruder berulir ganda (double screw extruder).

2.6

Carboxy Methyl Cellulose

(26)

tidak kurang dari 99.5% dengan substitusi maksimum 0.95% carboxy methyl grup setiap satu unit anhydroglucose-nya. CMC komersial dibuat dari mereaksikan alkali cellulose dengan sodium monochloracetate. Pada makanan CMC digunakan sebagai stabilizer pada es krim,

sherbet, dan produk bakery. CMC juga ditambahkan pada pudding untuk mencegah sineresis. Pada produk kue dan produk yang di bakar lainnya CMC ditambahkan untuk meningkatkan volume dan menjaga kelembaban produk. Pada adonan roti CMC ditambahkan sebagai anti staling agent dan sebagai stabilizer dan texture modifier. CMC dilaporkan dapat meningkatkan

water retaining capacity (Schuurink 1947 dalam Lund 1968). CMC juga dapat mempengaruhi perilaku dari adonan, memperbaiki retensi air dan kehalusan roti selama penyimpanan (Lund 1968). Nussinovitch (1997), kemampuan mengentalkan bahan, kemampuan megikat air, kemampuan berdisosiasi dan kemampuan membentuk tekstur-lah yang membuat CMC digunakan secara bervariasi dalam banyak produk pangan seperti produk ekstrudat, emulsi,

dessert, dan lain-lain. CMC biasa digunakan sebagai bahan tambahan pangan sebagai

stabilizer, thickener, extender, dan zat pengikat (Lewis, 1989). Pada penelitian yang dilakukan oleh Choy et al.( 2008), penambahan viariabel CMC dapat meningkatkan kekerasan dan adesivitas dari mi instan yang telah dimasak. Hasil electron microscopy juga menunjukan bahwa ada perkembangan struktur jaringan di dalam mi. Penambahan CMC dapat melemahkan struktur dalam mi dan memperkecil adesivitas mi instan yang telah dimasak. Peraturan penggunaan CMC sebagai bahan tambahan pangan termasuk kedalam GRASS (Generally Recognize as Safe) menurut FDA nomor 121.101. Gambar 1 menunjukan struktur kimia CMC.

Gambar 1. Struktur kimia Carboxy Methyl Cellulose (Anonim 2008)

2.7 Glycerol Monostearat

(27)

GMS bersifat tidak larut pada air, dan larut pada ethanol, benzena, dan kloroform. Struktur kimia GMS ditunjukan pada Gambar 2, terlihat bahwa GMS mempunyai gugus yang bersifat hidrofobik dan gugus hidrofilik. Dengan adanya gugus hidrofilik ini diharapkan GMS dapat mengikat air pada adonan sehingga adonan tetap lembab dan cooking loss bisa dihindari. Penelitian yang dilakukan oleh Kaur (2004) pada pembuatan mi berbasis tepung kentang dan jagung, GMS dapat menyebabkan penurunan cooking loss.

Gambar 2. Struktur Kimia Gliseril Mono Stearat (Anonim 2010)

2.8

Mixture Experiment

Metode mixture experiment sering sekali diterapkan dalam mengoptimasi formula produk. Mixture experiment seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk.

Mixture experiment merupakan suatu kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah mengoptimalkan respon tersebut. Respon yang digunakan dalam

mixture experiment adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell 1990).

Rancangan mixture design ini berfungsi menentukan formula optimum yang diinginkan formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut harus ditentukan respon atau parameter produk yang menjadi input data yang kemudian selanjutnya diproses menjadi rancangan mixture design melalui optimasi dari setiap respon sehingga diperoleh gambaran dan kondisi yang optimal.

Menurut Cornell (1990), mixture experiment terdiri dari enam tahap, yaitu menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen dari campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon dan memilih desain percobaan yang sesuai. Mixture experiment digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.

Penggabungan beberapa bahan baku untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmat, dimana hasil akhir dari produk tersebut dipengaruhi oleh presentasi atau proporsi relatif masing-masing bahan baku yang ada didalam formulasi. Penggabungan beberapa bahan baku di dalam mixture experiment bertujuan untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih dapat menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan bahan baku tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell 1990).

(28)
(29)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah sorgum varietas B100 yang didapatkan dari BATAN. Selain itu bahan baku utama lainnya adalah MOCAF yang didapatkan dari koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi, Trenggalek, CMC, dan GMS, serta bahan-bahan untuk analisis kimia.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan antara lain: ekstruder ulir ganda (Berto Industry BEX-DS-2256), alat sosoh, pin disc mill (type Y2112M-2 merk Bartex Electric Motor), alat bantu (baskom, mixer, sendok pengaduk), serta alat-alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia. Alat-alat tersebut antara lain penggaris, mangkuk, oven, tanur, cawan alumunium, cawan porselen, desikator, neraca analitik, mortar, penyaring vakum, pendingin balik, sudip, gegep, penangas, sentrifuse, Whiteness Meter model C-100 dan texture analizer (Stabel Micro Systems LTD

).

3.2

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan tahapan formulasi bahan baku utama yaitu tepung sorgum, MOCAF dan ubi. Kemudian pada nasi dari formulasi yang telah dibuat, dilakukan uji rating hedonik dengan kriteria atribut secara keseluruhan, formula dengan penilaian tertinggi dari panelis akan dijadikan sebagai formula bahan baku pada tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah memformulasikan air, GMS dan CMC. Pada tahap ini akan dibuat 16 formulasi dengan metode mixture experiment, kemudian dilakukan uji rating dan pembedaan dari kontrol terhadap nasi dari beras tiruan untuk menentukan formulasi terbaik. Formulasi terbaik akan dikarakterisasi lebih lanjut dengan analisis proksimat, analisis tekstur dan analisis derajat putih.

3.2.1

Pembuatan Beras Tiruan

Pembuatan beras tiruan ini menggunakan teknologi hot extrussion dimana semua bahan baku akan di proses dengan mesin ekstrusi pada suhu diatas 70oC. Sorgum yang digunakan berupa tepung sorgum dengan ukuran 60 mesh. Oleh karena itu sebelum pembuatan beras tiruan dilakukan persiapan pada sorgum yaitu penyosohan sorghum, dan penggilingan sorgum dengan menggunakan pin discmill dengan ukuran ayakan 60 mesh.

Pembuatan beras tiruan mengacu pada formulasi pemilihan bahan baku dan formulasi air, CMC dan GMS. Semua bahan ditimbang sesuai formula. kemudian semua bahan baku di mixer selama 10 menit. Setelah itu bahan baku yang sudah tercampur, dimasukan kedalam ekstruder. Ekstruder yang digunakan adalah double screw ekstruder dengan spesifikasi sebagai berikut:

 Nama Alat : Ekstruder Ulir ganda Berto BEX-DS-2256

 Tipe : Twin screw co-rotating intermeshing

(30)

GMS Tepung

Sorghum Tepung Lain Air CMC

Timbang Sesuai Formulasi

Campurkan dengan

menggunakan Mixer GMS dengan menggunakan Campurkan air, CMC dan blender

Timbang Sesuai Formulasi

Campuran air, CMC dan GMS Campuran tepung

Pencampuran campuran tepung dan campuran CMC, GMS dan air

menggunakan mixer

Pemasukan adonan ke dalam extruder

Pengeringan hasil ekstrusi 60oC, 4 Jam

Beras tiruan

 Motor utama :

 Daya : 36 KW

 Voltase : 380 VAC

 Frekuensi : 50-60 Hz

Parameter proses yang digunakan untuk setiap formula adalah sama karena proses pada penelitian ini dijadikan sebagai variabel tetap. Parameter-parameter pada ekstruder diset sebagai berikut :

 Suhu laras bagian I (feed) : 80oC

 Suhu laras bagian II (compression) : 80oC

 Suhu laras bagian III (metering) : 80oC

 Kecepatan putar ulir : 15,5 Hz

 Kecepatan putar auger (feeding screw) : 18 Hz

 Kecepatan putar pisau : 59,8 Hz

[image:30.595.82.527.287.730.2]

Hasil dari ekstruder dikeringkan dengan menggunakan oven dryer dengan suhu 60oC selama 4 jam sampai kering. Gambar 3 menunjukan alur pembuatan beras tiruan

(31)

3.2.2 Formulasi Bahan Baku Utama

Pada tahapan awal formulasi akan dilakukan pemilihan bahan baku utama pembuat beras tiruan yaitu sorgum, tepung MOCAF, dan tepung ubi. Tepung-tepungan selain sorghum ini dibatasi jumlahnya sebanyak 20%. Total tepung yang digunakan berjumlah 100%. Sedangkan air yang digunakan adalah sama untuk semua formulasi yaitu 45% dari berat total tepung yang digunakan. Beras tiruan hasil formulasi akan dipilih satu yang terbaik berdasarkan parameter atribut secara keseluruhan dinilai dengan menggunakan Uji Rating Hedonik oleh 75 Panelis. Hasil terbaik dari formulasi pemilihan bahan baku akan digunakan sebagai bahan baku dari tahapan selanjutnya yaitu formulasi Air, CMC dan GMS. Formulasi yang ditetapkan ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi pemilihan bahan baku beras tiruan

Bahan Jumlah %

A B C D

Sorghum 100% 80% 80% 80%

Tepung MOCAF 20% 10%

Tepung Ubi 10% 20%

Air 45%* 45%* 45%* 45%*

* dari berat bahan baku utama

3.2.3 Formulasi Air, CMC dan GMS pada Bahan Baku Terpilih

Tahapan ini bertujuan untuk memformulasikan komposisi Air, CMC, GMS pada bahan baku terpilih. Parameter yang akan dinilai yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan atribut yang diukur dengan menggunakan uji rating hedonik.

Tahap ini diawali dengan penetapan komponen bahan baku yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap tidak dimasukan ke dalam pengaturan rancangan formula. Hal ini dikarenakan variabel tetap nilai nya tidak berubah pada setiap formula. Dalam hal ini yang dijadikan variabel tetap adalah formula bahan baku terpilih yang ditentukan pada tahapan pertama dan juga variabel proses. Variabel berubah adalah bahan baku yang akan berubah-berubah dan dicari responnya dari berbagai kombinasi. Variabel berubah akan dimasukan ke dalam pengaturan rancangan formula karena nilainya yang berubah-ubah pada setiap formula. Variabel berubah adalah komponen yang akan diasumsikan memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan pada masing-maising formula beras tiruan. Dalam penelitian ini variabel berubah adalah air, CMC, dan GMS.

Penentuan variabel berubah kemudian diikuti dengan penentuan kisaran minimum dan maksimum dari penggunaan setiap bahan baku. Penentuan kisaran maksimum dan minimum ini dilakukan berdasarkan riset pra penelitian dan penelitian terdahulu. Nilai minimum maksimum air yang digunakan adalah 30-50% dari bahan baku tepung. Nilai ini diambil karena jika air yang digunakan dalam bahan baku kurang dari 30% akan menyebabkan puffing

(32)

penetuan variabel respon yang dinginkan. Respon yang akan digunakan adalah respon sensori kesukaan panelis terhadap beragam formula yang dibuat. Atribut yang dinilai adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan atribut secara keseluruhan dari setiap formulasi.

3.3

Prosedur Analisis

3.3.1

Uji Sensori Pemilihan Bahan Baku dengan Rating Hedonik (Meilgard

et

al.

2007).

Pengujian sensori dalam pemilihan bahan baku ini dilakukan dengan uji rating hedonik pada atribut keseluruhan, dengan skala angka1-5: sangat suka(1), suka (2), moderat (3), tidak suka (4) dan sangat tidak suka (5) Atribut sensori yang diuji adalah atribut secara keseluruhan. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 75 orang yang terdiri dari mahasiswa dan pegawai Institut Pertanian Bogor. Kuisioner pada uji ini ditampilkan pada Lampiran 2. Beras tiruan yang dihasilkan dari pemilihan bahan baku, di tanak dengan rice cooker dengan perbandingan beras dan air sebanyak 2:1. Uji sensori ini dilakukan di laboratorium evaluasi sensori PAU, Seafast IPB.

3.3.2

Uji Rating Hedonik Metode

Balance Incomplete Block

Pengujian sensori menggunakan uji rating hedonik dengan skala kategori (Meilgard et al. 2007). Teknik penyajian sampel akan menggunakan teknik BIB (Balance Incomplete Block) (Cochran 1950) . Setiap panelis menerima 6 sampel dari 16 sampel formula yang akan diuji. Urutan dari ke-enam sampel diacak sedemikian rupa sehingga pada satu blok lengkap dari pengujian, setiap sampel akan diuji dengan jumlah yang sama yaitu 9 kali (Lampiran 6). Kombinasi sampel antara panelis yang satu dengan panelis lainnya berbeda pada satu blok lengkap yang sama. Kombinasi akan mengalami pengulangan pada blok selanjutnya hingga didapat minimal 24 panelis.

Atribut sensori yang akan diujikan ke panelis adalah rasa, aroma, tekstur, warna dan keseluruhan (over all), kusioner pengujian ditunjukan pada Lampiran 5. Keenam belas formula beras tiruan ditanak secara bersamaan dengan perbandingan 2:1 beras dengan air, menggunakan rice cooker. Kemudian sampel disajikan kepada panelis dengan porsi kecil. Panelis yang digunakan adalah civitas akademi Institut Pertanian Bogor.

3.3.3

Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi adalah persamaan matematik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variebel. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal, sedangkan jika lebih dari satu variabel disebut analisis regresi berganda (Usman 2003). Manfaat analisis regresi linear berganda adalah:

1. Dapat untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap variabel bebas (yang tercakup dalam persamaan) terhadap variabel tak bebas

(33)

(1.1) Keterangan:

Df= degree of freedom = n-(K+1) = banyaknya sampel observasi (elemen sampel) dikurangi banyaknya variabel dalam persamaan

Bj = koefisien regresi parsial untuk mengukur besarnya perubahan nilai Y kalau Xj naik satu unit dan nilai X lainnya tetap (bj juga disebut besarnya pengaruh Xj terhadap Y kalau Xj naik 1 unit.

3.3.4

Uji Beda dari Kontrol (Meilgard et. al, 2007)

Uji ini dilakukan untuk melihat adakah perbedaan antar sampel dengan kontrol dan juga untuk mengukur seberapa besar perbedaan itu antara sampel dan kontrol. Pada uji ini, panelis disuguhkan 4 sampel beras tiruan yang telah ditanak, dengan kode acak yang berbeda-beda. Ke empat sampel ini terdiri dari tiga formulasi terpilih dan satu blind control yaitu nasi Rojo Lele. Kemudian ke empat sampel itu harus dibandingkan dengan kontrol yang ada dengan skala kategori. Hasil dari uji ini kemudian diolah dengan uji ANOVA dan Dunnet’s

Multiple Comparison. Uji ini menggunakan 35 orang sebagai panelis yang berasal dari civitas IPB. Kuisioner yang digunakan pada uji ini ditunjukan pada Lampiran 17.

3.3.5

Analisis Kimia

a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 930.15)

Analisis kadar air bahan baku tepung sorgum dan beras tiruan sorgum dilakukan dengan metode oven metode. Prinsip metode ini yaitu pengeringan dalam oven pada suhu 130oC selama satu jam.

Penetapan kadar air dengan metode oven diawali dengan pengeringan cawan alumunium pada suhu 130oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sekitar 1-2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 130oC selama kurang lebih satu jam. Kemudian cawan berisi sampel yang telah dikeringkan tersebut didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Cawan tersebut dikeringkan kembali dalam oven sehingga diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan (2.1) untuk basis kering dan (2.2) untuk basis basah .

(2.1)

(2.2) Keterangan:

W : Bobot sampel (gram)

W1: Bobot cawan+ sampel kering (gram) W2: Bobot cawan (gram)

b. Analisis Kadar Abu

(34)

sempurna (berat konstan). Setelah pengabuan selesai, cawan berisi contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan ( 3.1).

% 100 W W2 -W1 (%bb) Abu

Kadar  x

(3.1) Keterangan:

W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot cawan+ abu (gram) W2: Bobot cawan (gram)

c. Analis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 960.52)

Sebanyak 0,1-0.25 gram contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 + 0.1 gram K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh didihkan

sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4

tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian

dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan (4.1) dilanjutkan dengan persamaan (4.2).

(4.1) (4.2)

d. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Untuk produk beras kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih dahulu karena matriks bahan yang cukup komplek. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji. Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C hingga kering.

(35)

% 100 W

W2 -W1 (%bb) Lemak

Kadar  x

(5.1) Keterangan:

W : Bobot sampel (gram) W1: Bobot labu+ lemak (gram) W2: Bobot labu (gram)

e. Analisis Karbohidrat by difference

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan (6.1).

Kadar karbohidrat = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak) (6.1)

3.3.6

Analisis Fisik

a. Analisis Tekstur Nasi (Stabel Micro Systems LTD 1995)

Analisis tekstur pada beras tiruan dilakukan pada beras tiruan yang telah ditanak menjadi nasi. Analisisi ini dilakukan dengan menggunakan alat TA-TXT2 Texture Analyzer , setting yang digunakan pada alat texture analyzer adalah sebagai berikut:

Mode : measure force compression

Option :return to start

Pre-Test Speed :0,5 mm/s

Test Speed :0,5 mm/s

Post-Test Speed :10,0 mm/s

Strain :90%

Trigger Type :auto- 3g

Data Acquisittion Rate :400 pps

Probe :35 mm cylinder probe (p/35) using 5 kg load cell

b. Pengukuran Derajat Putih

Pengukuran derajat putih dilakukan dengan Whiteness Meter Model C-100. Standar yang digunakan dalam pengukuran derajat putih adalah MgO. Sampel dimasukan kedalam cawan contoh sampai merata, kemudian di tutup dan dimasukan ke dalam tempat pengukuran kemudian alat dinyalakan dengan menekan tombol ON. Hasil yang muncul pada alat belum merupakan angka derajat putih namun harus di konversi dengan menggunakan persamaan (7.1).

(7.1)

3.3.7

Pengolahan Data dan Analisis Statistika

(36)

(kategori/kelompok) (Supranto 2004). Jika hasil uji ANOVA menyatakan bahwa sampel yang diujikan berbeda nyata terhadap nilai kesukaan pada taraf kepercayaan 0.05, maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji lanjutan untuk skala hedonik menggunakan uji Duncan. Uji duncan digunakan untuk menentukan variabel mana yang memiliki perbedaan cukup berarti terhadap variabel lainnya. Dari beberapa kelompok sampel eksperimen yang berukuran ni, untuk

mengukur ada tidaknya perbedaan antara kelompok sampel eksperimen dapat dilihat harga Rp (Rest Significance Range) dengan menggunaan persamaan (8.1)

(8.1)

Kriteria pengujian:

(37)

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Beras Artifisial

[image:37.595.230.412.427.531.2]

Pembuatan beras tiruan ini menggunakan teknologi ekstrusi panas dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Bahan yang digunakan adalah tepung sorgum yang disubtitusi dengan MOCAF dan/atau tepung ubi. Sorgum yang didapatkan oleh peneliti masih berbentuk butiran dengan kulit. Oleh karena itu, sorgum sebelum ditepungkan disosoh terlebih dahulu untuk menghilangkan kulitnya. Tabel 6 menunjukan hasil analisis proksimat tepung sorgum yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini. Berdasarkan hasil uji proksimat, diketahui bahwa sorgum yang digunakan sebagai bahan baku memiliki karbohidrat yang sangat tinggi yang mencapai 82.04%, angka ini berbeda dengan literatur kandungan kimia sorgum pada Tabel 2. Kadar air, kadar abu, dan proteinnya lebih rendah dari pada yang ditunjukan pada literatur di Tabel 2. Hal ini kemungkinan dikarenakan sorgum yang diteliti berasal dari sumber yang berbeda. Hasil uji kimia ini mengindikasikan bahwa sorgum yang digunakan sangat baik sebagai bahan baku pembuatan beras tiruan karena memiliki karbohidrat yang tinggi.

Tabel 6. Kandungan kimia sorgum B-100 yang digunakan sebagai bahan baku

Kandungan Sorgum Jumlah (% b.k)

Kadar Air 4.05

Kadar Abu 0.87

Kadar Protein 7.61

Kadar Lemak 9.48

Kadar Karbohidrat 82.04

Sorgum yang telah disosoh kemudian ditepungkan dengan menggunakan pin disc mill

guna mengecilkan ukuran sampai 60 mesh sehingga mudah bercampur dengan bahan baku tepung lain. Kemudian semua bahan baku di campurkan dengan menggunakan mixer. Ketika proses pencampuran ini lah dilakukan penambahan air sesuai dengan formula. Mixer yang digunakan adalah mixer yang biasa digunakan dalam pembuatan mi, karena keterbatasan alat yang ada. Kemudian setelah semua bahan tercampur, bahan dimasukan kedalam ekstruder melalui hoper. Adonan kemudian akan keluar melewati die pada ekstruder. Die yang digunakan didesain khusus agar hasil keluaran adonan menyerupai beras. Kemudian, butiran adonan ini dikeringkan dengan menggunakan oven dryer dengan suhu 60oC selama 4 jam.

4.2 Pemilihan Bahan Baku Utama

(38)

bahan baku utama. Bahan baku utama yaitu tepung sorgum, tepung MOCAF, dan tepung ubi jalar dijadikan sebagai variabel bebas.

[image:38.595.113.538.196.427.2]

Pemilihan bahan baku utama untuk beras tiruan dilakukan berdasarkan nilai tertinggi pada uji rating hedonik dengan 75 panelis. Parameter yang dinilai oleh panelis adalah atribut sensori secara keseluruhan. Hasil dari uji rating hedonik oleh panelis ditunjukan pada

Gambar 4.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada uji Duncan (p>0.05)

Gambar 4. Hasil analisis sensorri dengan parameter atribut sensori secara keseluruhan pada tahap pemilihan bahan baku utama beras tiruan

Analisis sidik ragam menunjukan terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada atribut sensori keseluruhan, kecuali antara formula A dengan formula C (Lampiran 4). Dari keempat formula yang diujikan, formula D yaitu kombinasi antara tepung sorgum, tepung ubi jalar mendapatkan nilai yang paling rendah yaitu 2,53 yang berarti sebagian besar panelis menyatakan tidak suka menuju moderat. Sementara penilaian tertinggi yaitu 3,33 yaitu moderat menuju suka terhadap atribut keseluruhan didapatkan oleh formula B yaitu kombinasi 80% sorgum dan 20% tepung MOCAF. Atas dasar ini, formula B selanjutnya dijadikan sebagai bahan baku utama pembuatan beras tiruan. Kemudian dengan formula B sebagai bahan baku, dilakukan formulasi air, CMC dan GMS pada tahapan selanjutnya.

4.3 Formulasi Air, CMC dan GMS

Tahapan selanjutnya adalah menentukan penambahan air, CMC dan GMS. Kisaran air yang digunakan adalah 30-50% dari bahan baku tepung. Nilai ini diambil karena apabila air yang digunakan dalam bahan baku kurang dari 30%, akan menyebabkan puffing ketika di proses dalam ekstruder. Sedangkan jika lebih dari 50% bahan akan terlalu lembek dan tidak membentuk adonan yang solid ketika keluar dari ekstruder. Kadar air memegang peranan

3,16q 3,33 r 2,84q 2,53p 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

A B C D

Rat aan Uj i rat in g Hedon ik Formula Keterangan Nilai:

(39)

penting terhadap pengembangan dalam proses ekstruksi. Harper (1981) mengatakan bahwa kadar air sangat mempengaruhi derajat gelatinisasi.

GMS yang digunakan adalah 0-2% dari bahan baku tepung. Pada tahap ini akan dilihat apakah penggunaan dibawah 1% dan diatas 1% meberikan efek yang diinginkan. Batas minimum penggunaan CMC yang ditetapkan adalah 0% dan maksimum 0.1%. Selanjutnya batas-batas ini digunakan sebagai input pada optimasi formula yang akan dilakukan dengan menggunakan metode mixture experiment.

Rancangan mixture experiment terdapat di dalam peranti lunak (software) program design Minitab. Hasil dari penyusunan formulasi dengan menggunakan mixture experiment

[image:39.595.201.433.296.555.2]

ditunjukan pada Tabel 7. Beras tiruan yang dihasilkan dari formulasi air, CMC dan GMS ditunjukan pada lampiran 1.

Tabel 7. Formulasi air,

Gambar

Gambar 3. Alur pembuatan beras tiruan  (Budijanto et al . 2011)
Tabel 6. Kandungan kimia sorgum B-100 yang digunakan sebagai bahan baku
Gambar 4.
Tabel 7. Formulasi air, GMS dan CMC pada berbagai formulasi beras tiruan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sistem pemutuan biji kopi beras berbasis pengolahan citra dan JST yang dapat mengidentifikasi kelas mutu kopi

Hasil uji hedonik keseluruhan yaitu warna, tekstur, aroma, rasa menunjukkan bahwa rata-rata kesukaan konsumen bernilai 4 yang artinya konsu- men beranggapan kesukaan dari

pembelajaran IPS diperoleh jumlah skor keseluruhan yaitu 251. Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan menggunakan acuan konversi data kriteria penilaian, dan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah rancangan kebutuhan sistem manajemen risiko berupa atribut, kriteria dampak, kriteria kemungkinan, nilai keefektifan kontrol saat

Tes hasil belajar di SMPN 2 Sooko dengan secara keseluruhan diperoleh hasil presentase sebesar 87% dari 31 siswa kelas VIII mencapai KKM, maka berdasarkan kriteria yang

pembelajaran IPS diperoleh jumlah skor keseluruhan yaitu 251. Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan menggunakan acuan konversi data kriteria penilaian, dan

Berdasarkan Lampiran 12 dan 13, dapat diketahui bahwa r hitung korelasi pernyataan dari setiap atribut lebih besar daripada nilai kritis (r tabel) sebesar 0,2787 pada

Hasil uji hedonik dari keseluruhan aspek menunjukkan bahwa produk formula 3 adalah hasil tertinggi dengan nilai rata-rata 3,75 penelis menyatakan suka terhadap choux paste dengan