1
PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN BERKENAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
CHRISTI PRATAMI
110200218
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i ABSTRAK
PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 *Christi Pratami
**Bismar Nasution *** Windha
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Yang menjadi permsalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan pengurus perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,bagaimana perubahan pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan bagaimana tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian penelitian hukum normatif yang menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder ini berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik penelitan yang digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan
Kedudukan hukum pengurus perseroan merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Perubaahan pengurus pada anggaran dasar perseroan merupakan perubahan pengurus yang tetap melaksanakan tugas kepungurusan berdasarkan maksud dan tujuan yang terdapat di dalam anggaran dasar perusahaan. Pengurus mulai melaksanakan kepengurusannya sejak ditutupnya RUPS, hal ini diatur dalam Pasal 94 ayat (5) dan ayat (6) UUPT. Tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan kepada menteri adalah tanggung jawab pengurus sama yang diatur dalam Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUPT yaitu tanggung jawab secara pribadi dan tanggung jawab secara renteng. Pengurus yang tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan pelaporan sesuai dengan wajib daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaian menurut hukum pengurus telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty care). Namun apabila pengurus tidak melakukan kesalahan atau kelalaian maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab pengurus dengan membuktikan kerugian terjadi bukan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan pembelaan direksi sebagai pengurus berdasarkan prinsip business judgment rule. Katakunci: Anggaran Dasar. Pengurus. Perseroan
*Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai
dengan tahap penyelesaian skripsi yang pebuh tantangan dan rintangan.
Penulisan skripsi yang berjudul “PERUBAHAN PENGURUS PADA
ANGGARAN DASAR PERSEROAN BERKENAAN DENGAN
PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 40 TAHUN 2007” adalah guna memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H.,DFM, selaku Wakil Dekan II, dan Bapak
Dr. OK., S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Windha., S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku
Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Bismar Nasution,S.H.,M.H., selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam
penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang secara langsung maupun tidak langsung telah sangat membantu dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa untuk mama, bibi dan paman penulis yang sangat penulis sayangi
yaitu Mama Fitri, Bibi Erlinda, S.E., dan Paman Dumai yang luar biasa mendukung dalam doa dan perhatian kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman dekat Edy yang telah selalu memberikan dukungan, dan mendoakan penulis agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada kakak-kakak terbaik yaitu Kak Sumiaty, Kak Eva Simangungsong, Kak Noa Violen Simangungsong, Kak Agnes Andriani Halim., S.H., Kak Chyntia Stefany., S.H., yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.
10.Kepada teman-teman seperjuangan yang banyak membantu dari awal
menjalani perkuliahan hingga selesainya skripsi ini Abdul Rasyid Mustafa,
Happy Day Olivia Simanjuntak, Dayana Yoksi Rafika, Dian Julia Simangungsong, Rahmansyah Putra S, Marni Novita S, Febri A Hasibuan,
Miftahul Rahmah, S.H., Satria S Waruwu, S.H., dan lain-lainnya yang tidak bisa di sebutkan satu persatu yang selalu member dukungan dan doanya.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum.
Medan, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 4
C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 4
D. Keaslian Penulisan ... 5
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas ... 18
B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas ... 26
C. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Perusahaan ... 38
BAB III PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Penyebab Perubahan Anggaran Dasar Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ... 46
40 Tahun 2007 ... 57 C. Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenanaan
dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 ... 61
BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS BARU YANG
BELUM DIBERITAHUKAN KEPADA MENTERI DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN
A. Efektifitas Pengurus Perusahaan dalam Pengelolaan Perusahaan
yang Belum Diberitahukan kepada Menteri ... 70
B. Tanggung Jawab Pengurus Baru yang Belum Diberitahukan
kepada Menteri dalam Pengelolaan Perusahaan ... 74 C. Pembebasan Tanggung Jawab Pengurus Baru yang Belum
Diberitahukan kepada Menteri dalam Pengelolaan Perusahaan ... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
i ABSTRAK
PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN DASAR PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 *Christi Pratami
**Bismar Nasution *** Windha
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Perseroan terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Yang menjadi permsalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan pengurus perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,bagaimana perubahan pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan bagaimana tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian penelitian hukum normatif yang menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder ini berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik penelitan yang digunakan adalah teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan
Kedudukan hukum pengurus perseroan merupakan organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Perubaahan pengurus pada anggaran dasar perseroan merupakan perubahan pengurus yang tetap melaksanakan tugas kepungurusan berdasarkan maksud dan tujuan yang terdapat di dalam anggaran dasar perusahaan. Pengurus mulai melaksanakan kepengurusannya sejak ditutupnya RUPS, hal ini diatur dalam Pasal 94 ayat (5) dan ayat (6) UUPT. Tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan kepada menteri adalah tanggung jawab pengurus sama yang diatur dalam Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UUPT yaitu tanggung jawab secara pribadi dan tanggung jawab secara renteng. Pengurus yang tidak memenuhi kewajibannya untuk melakukan pelaporan sesuai dengan wajib daftar perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaian menurut hukum pengurus telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty care). Namun apabila pengurus tidak melakukan kesalahan atau kelalaian maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab pengurus dengan membuktikan kerugian terjadi bukan kesalahannya. Hal ini sejalan dengan pembelaan direksi sebagai pengurus berdasarkan prinsip business judgment rule. Katakunci: Anggaran Dasar. Pengurus. Perseroan
*Mahasiswa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan PT) memegang peran penting dan strategis dalam menggerakkan dan menggairahkan kegiatan pembangunan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditandai
dengan banyaknya orang yang mendirikan perusahaan yang berbentuk PT. Salah satu faktor yang memicu perkembangan dan pertumbuhan PT adalah karena dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal Asing. Undang-undang ini mengharuskan kegiatan penanaman modal, terutama kegiatan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk badan usaha
yang berbentuk PT.1
Mengenai pengertian perseroan terbatas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) Pasal 1 angka 1 undang-undang tersebut yang berbunyi :
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanannya.”
1
Perseroan terbatas sebagai badan hukum merupakan subjek hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata, dapat digugat dan menggugat di depan hakim. Pasal 7 ayat (5) UUPT menentukan bahwa perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut dengan menteri) mengenai
pengesahan badan hukum perseroan. Dengan demikian status badan hukum PT diperoleh sejak akta pendirian badan hukum PT tersebut disahkan.
Kata “perseroan” menunjukkan kepada modalnya yang terdiri atas sero
(saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjukkan kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian
dan dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbekikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan
pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Perseroan sebagai badan hukum memiliki modal dasar yaitu jumlah
modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam akta pendirian atau anggaran dasar perseroan.
maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Untuk memberikan kesempatan kepada perseroan terbatas untuk tumbuh dan berkembang diperlukan
iklim usaha yang sehat dan efisien. Untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien salah satunya dapat dilakukan dengan perluasan atau ekspansi
perusahaan. Perluasaan atau ekspansi perusahaan ini dapat dilakukan melalui penggabungan, peleburan, atau pengambilahlian perusahaan akan tercipta persaingan yang sehat dan kompetitif.
Perusahaan yang melakukan perluasaan berupa penggabungan dan peleburan akan menimbulkan adanya perusahaan yang meleburkan diri atau membubarkan diri yang menyebabkan ada perusahaan yang lenyap dan ada
perusahaan baru yang terbentuk. Dengan terbentuknya perusahaan baru maka perlu dilakukan suatu pendaftaran atas perusahaan baru tersebut, sedangkan
apabila terjadinya penggabungan maka mengakibatkan perubahan pada anggaran dasar perusahaan yang melakukan penggabungan. Adanya tindakan penggabungan dan peleburan perusahaan itu harus diberitahukan kepada menteri.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik memilih judul Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan dengan
B. Permasalahan
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana kedudukan pengurus perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007?
2. Bagaimana perubahan pengurus pada anggaran dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007?
3. Bagaimana tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam pengelolaan perusahaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui kedudukan pengurus perseroan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
b. Untuk mengetahui perubahan anggaran dasar menyebabkan terjadinya perubahan susunan pada pengurus perseroan.
c. Untuk mengetahui tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukann kepada menteri dalam pengelolaan perusahaan.
2. Manfaat penulisan
Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan
pemahaman tentang perubahan anggaran dasar yang menyebabkan terjadinya perubahan pengurus perseroan.
b. Secara praktis
Secara praktis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya bagi para pelaku bisnis dalam
pengelolaan perusahaan dan juga sebagai kajian bagi para akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama dalam bidang hukum organisasi perusaahaan terutama tentang perseroan terbatas.
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian yang dimaksud.Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisn yang serupa mengenai
“Perubahan Pengurus pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenanaan dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007”. belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Adapun judul yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara lain :
Nim : 040200214
Judul : Aspek Hokum Pendirian Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 2. Nama : Sri Cipta
Nim : 030200087
Judul : Pembelaan Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
3. Nama : Nina Efrina
Nim : 050200109
Judul : Tinjauan Hukum Terhadap Lapangan Kepemilikan Saham
Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dan Atas Nama Orang Lain Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas 4. Nama : Asidoro S Parsaulian
Nim : 020200074
Judul : Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Pembagian Deviden Interim Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian
adalah karya ilmiah asli. Bila dikemudian hari ditemukan judul yang sama maka dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.2
Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, direksi dan komisaris.3 Dapat dilihat bahwa perseroan terbatas mempunyai organ yang terdiri
atas:4
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat umum pemegang saham (yang selanjutnya disebut RUPS) merupakan organ perseroan yang mempunysi wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT
dan/atau anggaran dasar.5
2
Pasal 1 angka 1 UUPT.
Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
Dengan demikian, antara direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi, sebab tindakan direksi
semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Wewenang
3
Pasal 1 angka 2 UUPT.
4
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009 ), hlm. 57- 77.
5
yang ada pada organ-organ dimaksudkan bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS, melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan
anggaran dasar.
Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam RUPS yang ditetapkan
dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan undang-undang sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui menteri yang dapat diubah melalui
perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.6
Rapat Umum Pemegang Saham memutuskan hal-hal penting mengenai
kebijakan suatu perseroan yang tidak terbatas pada pengangkatan atau pemberhentian komisaris dan direksi saja. Wewenang RUPS tersebut terwujud
dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan seperti, rencana penjualan asset dan pemberian jaminan utang, menyetujui laporan keuangan yang
disampaikan oleh direksi, pengambilahlian dan rencana pembubaran perseroan. 2. Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. 7
6
Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia (Yogyakarta: Genta Publising, 2014), hlm. 66.
Keberadaan komisaris dalam perseroan adalah
merupakan suatu keharusan. Komisaris dengan tugas sebagai pengawas kebijaksanaan direksi serta memberikan nasihat kepada direksi mengenai
7
pelaksanaan tugas kepengurusan, maka terjadi interaksi antara tugas direksi dan komisaris pada saat sebelum dan sesudah menjalankan aktivitas perusahaan.
Direksi tidak dapat menjalankan tugas sekehendak hatinya atau dengan sewenang-wenang karena ada komisaris mengawasinya. Sebaliknya, komisaris dapat
memberi nasihat kepada direksi, tetapi komisaris tidak dapat melakukan pengurusan. Nasihat yang diberikan komisaris itu harus diterima atu tidak oleh direksi, tergantung pada kepentingan dan tujuan perseroan. Keputusan yang
diambil direksi itu sepenuhnya merupakan tugas dan tanggung jawab direksi. Nasihat itu dapat saja tidak dituruti apabila bertentangan dengan tujuan dan kepentingan perseroan dalam batas-batas ketentun undang-undang dan anggaran
dasar.
Dewan komisaris dalam menjalankan fungsi kepengurusannya dapat
menggantikan kedudukan direksi, terutama pada saat perseroan tidak ada direksi atau jika seluruh anggota direksi perseroan berhalangan, maka komisaris bertindak menjadi direksi yang mengurus perseroan.
Wewenang komisaris yang terdapat dalam UUPT adalah sebagai berikut:8 a. Memberhentikan sementara anggota dewan direksi dengan menyebutkan
alasannya (Pasal 106 ayat (1) UUPT);
b. Mengawasai kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan dan memberikan nasihat kepada direksi ( Pasal 108 ayat (1) UUPT dan (2)
UUPT);
8
c. Memberikan persetujuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu, selama-sepanjang wewenang tersebut dalam anggaran
dasar perseroan (Pasal 117 ayat (1) UUPT);
d. Melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu (Pasal 118 UUPT). 3. Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.9
Direksi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan direksi-direksi, yang biasanya terbagi atas beberapa pengurus bidang tertentu dan seorang direksi
utama. Hubungan hukum antara masing-masing direksi tersebut biasanya terdapat dalam tata tertib direksi yang harus mendapatkan persetujuan RUPS sebab tata tertib direksi ini hakikatnya sebagai pelaksanaan Pasal 9 ayat (5) dan (6) UUPT
yang menyatakan bahwa dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi
Seorang anggota direksi
diangkat oleh RUPS berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUPT dan anggaran dasar perseroan. Kewenangan RUPS ini tidak dapat dilimpahkan kepada
organ perseroan yang lainnya atau pihak lain. Anggota direksi yang telah diangkat oleh RUPS, memiliki jangka waktu tertentu dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dan dapat diangkat kembali sebagai direksi.
9
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.10
Perseroan terbatas melakukan perbuatan hukum melalui pengurusnya yaitu
direksi, sehingga tanpa adanya direksi, perseroan terbatas itu tidak akan dapat berfungsi. Ketergantungan antara perseroan terbatas dan direksi menjadi sebab lahir hubungan fidusia (fiduciary duties)
Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS dan karena itu segala tugas pengurusan perseroan harus
dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
11
yang dipercaya bertindak dan
mengunakan wewenangnya hanya untuk kepentingan perseroan.12
Tanggung jawab direksi sebagai pengurus pada dasarnya beriringan dengan keberadaan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban yang melekat pada
dirinya. Suatu kewenangan adalah suatu hak yang diperoleh setelah memenuhi persyaratan tertentu. Suatu kewenangan tidak boleh berdiri sendiri, kewenangan
itu selalu berimbalan kewajiban yang merupakan tanggung jawabnya. Begitu juga dengan kewenangan dan kecakapan direksi perseroan, akan selalu beriringan dengan tanggung jawabnya selaku direksi, yang berwenang mengurus perseroan
sesuai dengan maksud dan tujuan yang terdapat dalam anggaran dasar dan ketentuan yang berlaku lainnya.13 Pengaturan pengurusan dan sampai di mana
tugas-tugas dari pengurusan, biasanya harus dilihat dari anggaran dasar/akta pendirian tiap-tiap perseroan.14
10
Agus Budiarto, Op.Cit.
11
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007), hlm. 36.
12
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab, Edisi Kedua (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 114-115.
13
Kurniawan, Op.Cit.
14
Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu:
a. Tugas yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty and confidence), Direksi harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkan
kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan sekelompok orang atau badan. Direksi tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang mengakibatkan terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan
kepentingan pribadi (conflict of interests) atau antara tugas dan kepentingannya. Direksi harus menggunakan wewenang dan aset yang dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan kepadanya
bukan untuk tujun lain.
b. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan (duty of
skill, care dan diligence).
c. Tugas yang berdasarkan ketentuan undang-undang (statutory duty).
F. Metode Penelitian
Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2 (dua) macam tipologi penelitian hukum yang lazim dipergunakan yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dalam penulisan skripsi ini, metode penulisan yang
1. Spesifikasi penelitian
Jenis merupakan penelitian hukum normatif yang dapat diartikan sebagai
penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.15
2. Data penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian hukum deskriptif yang bersifat pemaparan dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku pada suatu saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat. Pendekatan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.
Penelitian hukum normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data
utama. Data sekunder adalah data yang tidak didapat secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bahan-bahan hukum primer
Merupakan bahan-bahan yang mengikat, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilahlian Perseroan Terbatas.
15
4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar
dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. b. Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder maksudnya adalah bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan dan sebagainya yang diperoleh baik melalui cetak maupun media elektronik.
c. Bahan-bahan hukum tersier
Bahan-bahan hukum tersier maksudnya adalah bahan penunjang
yang memberikan informasi tentang bahan primer dan sekunder. Bahan hukum tersier lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang hukum atau bagan rujukan di bidang hukum, misalnya abstrak perundang-undangan,
biografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, kamus hukum, indeks kumulatif, dan lain-lain.
3. Teknik pengumpulan data
Penulisan skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian dengan mengumpulakan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan
Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan peraturan perundang-undangan maupun karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet maupun sumber
teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang diajukan. 4. Analisa data
Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.16 Metode analisis data yang dilakukan adalah analisa kualitatif,17
a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, tersier, yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.
yaitu dengan:
b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut
diatas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas. c. Mengelolah dan menginterprestasikan data guna mendapatkan kesimpulan
dari permasalahn.
d. Memaparkan kesimpulan, yang data hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang ditungkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar tercipta karya ilmiah yang baik. Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang saling
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Depok: Universitas Indonesia Press, 1994), hlm. 69.
17
berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan anatara bab yang satu dengan bab lainnya.
Penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang disusun dengan sistematis untuk menguraikan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini diuraikan secara ringkas mengenai latar belakang
penulisan skripsi, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, yang
kemudian diakhiri oleh sistem penulisan.
BAB II KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT
UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Bab ini diuraikan mengenai ketentuan umum tentang perseroan terbatas, direksi sebagai pengurus perseroan
terbatas, pertanggungjawaban pengurus dalam pengelolaan perusahaan.
BAB III PERUBAHAN PENGURUS PADA ANGGARAN
DASAR PERSEROAN BERKENANAAN DENGAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
Bab ini diuraikan mengenai penyebab perubahan anggaran
dasar perseroan berkenanaan dengan pengelolaan perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007.
BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS BARU YANG
BELUM DIBERITAHUKAN KEPADA MENTERI DALAM PENGELOLAAN PERUSAHAAN
Bab ini di dalamnya diuraikan mengenai efektifitas
pengurus perusahaan dalampengelolaan perusahaan yang belum diberitahukan kepada menteri, tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan kepadamenteri
dalam pengelolaan perusahaan, pembebasan tanggung jawab pengurus baru yang belum diberitahukan kepada
menteri dalam pengelolaan perusahaan.
BAB V PENUTUP
Merupakan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi pihak-pihak dalam mengelola perusahaan dan juga bagi
BAB II
KEDUDUKAN PENGURUS PERSEROAN MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007
A. Ketentuan Umum tentang Perseroan Terbatas
1. Istilah dan pengertian perseroan terbatas
Istilah PT berasal dari istilah Hukum Dagang Belanda Wetbook van
Koophandel (Wvk) yaitu Naamloze Vennootschap dengan singkatan NV. 18 Hukum perusahaan Inggris, PT dikenal dengan istilah Limited Company. Company memberikan makna bahwa lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan itu tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggung jawab
pemegang saham, dalam arti bertanggung jawab tidak lebih dan semata-mata dengan harta kekayaanyang terhimpun dalam badan hukum tersebut. Dengan kata lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggung jawabnya.19
Adapun pada hukum perusahaan Jerman. PT dikenal dengan istilah aktein gesellschaft. Aktein adalah saham, sedangkan gesellschaft adalah himpunan. Hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk usaha ini.20
Isitilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu perseroan dan
terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau
18
Kurniawan, Op.Cit., hlm. 57.
19
Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya Bakti,1996), hlm. 43.
20
saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang
dimilikinya.21
Perseroan terbatas merupakan persekutuan untuk menjalankan perusahaan
tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ilah jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian perseroan
terbatas, akta mana wajib dimintakan pengesahannya oleh menteri, sedangkan untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah nominal dari sehelai saham atau lebih.22
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disingkat KUHD) tidak mengatur rumusan defenisi atau pengertian tentang perseroan terbatas secara
lengkap, tetapi hanya memberikan sedikit gambaran tentang perseroan terbatas, terutama dari segi penamaan, dan bila ditafsirkan lebih jauh, akan menyentuh persoalan tanggung jawab terbatas dari perseroanya (pemegang saham).23
“Perseroan Terbatas tak mempunyai sesuatu firma, dan tak memakai nama
salah seorang atau lebih dari para perseronya, namun diambil nama perseroan itu dari tujuan perusahaannya semata-mata”.
Hal itu
diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHD yang berbunyi :
Rasio dari ketentuan Pasal 36 KUHD adalah bahwa persero dalam
perseroan terbatas masing-masing memiliki tanggung jawab terbatas sesuai
21
Ibid.
22
Ibid., hlm. 58.
23
dengan nilai saham yang dimilikinya. Bila nama persero yang ditonjolkan atau dipakai sebagai nama perseroan terbatas, maka tidak ada bedanya dengan firma,
dimana masing-masing sekutu (perseronya) memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas (tanggung renteng). Karena firma (nama bersama) mencerminkan
tanggung jawab di antara sekutu (perseronya) adalah sama. Tindakan hukum yang dilakukan oleh salah seorang sekutu firma akan mengikat sekutu lainnya terhadap pihak ketiga.24
Pengertian tentang perseroan terbatas secara tegas dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas maupun dalam ketentuan UUPT. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perseroan
Terbatas 1995 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang didirkan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaanya”.
Defenisi perseroan terbatas di atas kemudian mengalami sedikit penyempurnaan dalam UUPT dengan adanya penambahan frase baru, yakni
“persekutuan modal”, sehingga defenisinya secara lengkap dalam Pasal 1 angka 1 UUPT berbunyi:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirkan berdasarkan
24
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaanya”. 2. Peraturan hukum mengenai perseroan terbatas
Sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan UUPT lahir, peraturan yang berlaku terhadap suatu PT adalah peraturan yang berasal dari jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam KUHD (Wetboek
van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan
Penambahan Atas Ketentuan Pasal 54 KUHD.
Kedua peraturan ini dalam perkembangannya dirasakan sudah tidak sesuai
dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum batu yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi. Kemudian lahirlah undang-undang perseroan terbatas yang merupakan produk
negara Indonesia sendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan dengan UUPT.
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan perkembangan hukum yang mengatur tentang hukum perusahaan di Indonesia, yaitu:25
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23), Pasal 36 KUHD sampai dengan Pasal
25
56 KUHD, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang Perubahan dan Penambahan Atas Ketentuan Pasal
54 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (yang
selanjutnya disebut KUH Perdata). Buku Ketiga tentang Perikatan, khususnya mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:
“Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang
atau lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.”
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang
diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan perundangan yang ada di dalam KUH Perdata, dan inilah undang-undang tentang PT yang merupakan produk pemerintah bangsa Indonesia untuk
pertama kalinya.
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
3. Pendirian perseroan terbatas
Pasal 7 ayat (1) UUPT, menjelaskan bahwa perseroan terbatas didirikan
Indonesia. Terdapat penegasan kata “sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang”. Hal ini disebabkan karena dalam mendirikan perseroan harus didasarkan pada
perjanjian, atau yang disebut asas kontraktual sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata, yang menyebutkan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
satu orang atau lebih mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian perseroan terbatas hanya dibuat oleh satu orang saja.
Kata “orang” di sini harus dapat dibedakan antara “orang” atau “manusia” yang dapat mendirikan perseroan terbatas. Ternyata dalam undang-undang perseroan terbatas, kata “orang” harus dipandang sebagai subyek hukum dalam
arti luas. “Orang” adalah orang perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam mendirikan perseroan terbatas, badan hukum dapat melakukan perjanjian
sehingga tampil sebagai pendiri perseroan.26
Perjanjian pendirian perseroan terbatas diperlukan akta notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik
dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna.27
Setelah membuat akta pendirian di depan notaris, yang menjadi keharusan selanjutnya adalah akta pendirian PT tersebut dimintakan pengesahan pada
Hal ini berarti bahwa yang tertulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan
tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan akta pendirian PT dapat ditolak oleh menteri, sehingga akan berakibat perseroan terbatas tidak berbadan hukum.
26
Ibid., hlm. 60.
27
menteri guna suatu PT memperoleh status badan hukum. Untuk memperoleh pengesahan tersebut, Pasal 9 ayat (1) UUPT menjelaskan prosedur yang harus
ditempuh oleh para pendiri perseroan terbatas tersebut. Pendiri secara bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi
informasi Sistematika Administrasi Badan Hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. Jangka waktu berdirinya perseroan;
c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Alamat lengkap perseroan.
Setelah diperolehnya pengesahan oleh menteri, ini berarti berlakunya
anggaran dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseroan, sehingga praktis anggaran dasar perseroan telah menjadi “undang-undang” bagi
semua pihak.28
Status badan hukum perseroan akan mempengaruhi tanggung jawab PT
dalam tindakannya terhadap kerugian yang diderita PT. Akibatnya para pemegang saham bertanggung jawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya ketentuan dalam KUHD, UUPT juga mewajibkan dilaksanakannya
pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan pengumuman tersebut diselenggarakan oleh meteri, hal ini sesuai yang diatur
28
dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPT. Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia adalah :
a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri;
b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri;
c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri.
Pengumuman oleh menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan.Setelah mendapatkan pengesahan, selanjutnya akta pendirian dan surat pengesahan dari menteri tersebut wajib didaftarkan dalam
daftar perusahaan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan. Daftar perusahaan yang dimaksud di atas adalah daftar catatan resmi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.29
4. Status badan hukum perseroan terbatas
Perseroan terbatas setelah mendapatkan pengesahan dari menteri, maka PT telah sah sebagai badan hukum dan menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian dan kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Sejak PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus (direksi) terpisah dari PT itu
sendiri dikenal dengan isitilah : “separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Dengan demikian pemegang saham yang tidak
29
mempunyai kepentingan dalam kekayaan PT, juga tidak bertanggung jawab atas utang-utang PT.30 Perseroan terbatas sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT
dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang hanya
mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan tertentu dengan PT.
B. Direksi Sebagai Pengurus Perseroan Terbatas
1. Direksi sebagai pengurus perseroan terbatas Direksi adalah :31
a. Organ perseroan,
Organ perseroan terdiri dari RUPS, direksi dan komisaris.32
b. Bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan
Tiap-tiap organ perseroan tersebut memiliki fungsi masing-masing,mempunyai
kedudukan paralel dan satu tidak berada di bawah yang lainnya. Apabila anggota direksi terdiri lebih dari satu orang maka mereka merupakan dewan pengurus atau dewan pimpinan perusahaan yang disebut the Board
of Directors, yang apabila diterjemahkan berarti dewan direksi. Namun perlu diketahui bahwa ini hanya penamaan saja dan bukan dalam arti
tanggung jawab menurut sistem Anglo Saxon atau Amerika karena dalam sistem ini anggota direksi dipilih dan diangkat oleh para pemegang saham.
30
Kurniawan , Op.Cit., hlm. 64.
31
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas yang Baru (Jakarta: Djambatan, 1996) hlm. 73-77.
32
Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroa. 33
Terdapat confidential relation antara perseroan sebagai badan hukum
dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan kewajiban berdasarkan fiduciary, yang dilaksanakan untuk kepentingan
dan tujuan perseroan. Oleh karena itu, direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill dan care) yang diperlukan untuk mewujudkan
kepentingan dan tujuan perseoan. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena
kepentingan perseroan adalah identik dengan kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan pihak kreditur perseroan. Kewenangan pengurusan perseroan diberikan oleh
undang-undang kepada direksi untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang diperlukan atau kewenangan pengurus dipercayakan kepada direksi agar Direksi
bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan yang diatur dalam Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan, setiap pengurus wajib dengan
itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.Tanggung jawab penuh tersebut menurut Pasal 98 UUPT berupa tanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
33
direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyalty).
Ada kalanya dalam pengurusan terdapat pertentangan/benturan kepentingan antara direksi secara pribadi dengan perseroan, antara lain
sebagai berikut :
1) Direksi tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.
Apabila terjadi demikian, dia tidak hanya melanggar tugasnya (breach of his duty), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik perseroan. Direksi yang menyalahgunakan kekayaan perseroan untuk
keuntungan sendiri bisa dituntut secara pribadi karena harat perseroan hanya boleh digunakan utnuk tujuan yang telah ditentukan.
2) Direksi tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk membuat keuntungan bagi dirinya.
Maksudnya adalah menggunakan informasi tersebut guna memperoleh
keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain yangn mengakibatkan kerugian pada perseroan. Direksi mengetahui bahwa
perusahaannya mendapat risiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lain yang dia juga sebagai direksi dari konsekuensi likuidasi tersebut, terhadap kerugian
para kreditur yang bertindak secara tidak wajar.
3) Direksi tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatlan
Apabila direksi menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, dia bertanggungjawab kepada perusahaan. Jadi
apabila direksi menerima suap karena jabatan, dan secara jelas melanggar fiduciary duty.
4) Direksi tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan didalam fiduciary relationship-nya dengan perusahaan.
Peraturan terhadap direksi making a secret profit sangat keras.
Keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui. Bila tidak direksi harus bertanggung jawab.
Selain itu ada yang disebut dengan corporate opportunity doctrine
yaitu suatu doktrin yang mencegah adanya pengalihan atau penyelewengan oleh direksi atas business opportunities yang
seharusnya dimiliki oleh perusahaan. Direksi terikat untuk tidak mengambil keuntungan pribadi (no secret profit rule) atas opportunity yang seharusnya menjadi milik perseroan.
c. Melakukan tindakan berdasarkan kepentingan dan tujuan perseroan, serta d. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
2. Kewajiban direksi/anggota dalam pengelolaan perseroan terbatas a. Direksi wajib :34
1) Membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi; dan
34
2) Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan.
Atas permohonan tertulis dari pemegang saham. Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan
salinan daftar pemegang saham, risalah dan pembukuan seperti tersebut pada huruf a dan b di atas.
3) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau
menjadikan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam surat kabar paling lambat tiga puluh hari
sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling
sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
4) Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan:
a) Akta pendirian beserta surat pengesahan menteri (yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum);
b) Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan menteri atas perubahan tertentu yang sifatnya mendasar seperti
c) Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada menteri atas perubahan selain dimaksud Pasal 15 ayat (2) UUPT.
Jangka waktu yang dimiliki direksi untuk melakukan permohonan adalah paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak pendaftaran, direksi melakukan permohonan pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman
tersebut belum dilakukan, maka anggota direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota direksi
juga bertanggungjawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik,
yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) UUPT.
b. Anggota direksi wajib melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut
dan perseroan lain.
c. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang
saham atau daftar khusus.
d. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang
mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal
keputusan.
e. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada
akuntan untuk diperiksa apabila :
1) Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengarahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan reksa dana);
2) Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau 3) Perseroan merupakan perseroan terbuka.
f. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan
perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban direksi.
3. Tugas direksi dalam mengurus perseroan terbatas
Tugas direksi secara umum dilaksanakan dengan prinsip fiduciary duty adalah untuk mengurus dan menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan serta usaha perseroan. Oleh karena itu, implementasi prinsip tersebut dalam UUPT yang dikemukakan di atas masih bersifat umum.
Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengurus kepadanya dibebankan kewajiban fiduciary duty. Dikatakan oleh Gower, dalam common law principles, fiduciary duty direksi terdiri atas dua jenis duty berikut:35
a. Fiduciary duties of loyalty and good faith
35
Direksi yang dibebankan oleh kewajiban harus mempunyai itikad baik dan dianggap setia sampai dibuktikan sebaliknya. Direksi harus selalu
dianggap tidak akan menyalahgunakan kesempatan dan kewenanagn, melakukan perbuatan hukum atau transaksi yang merugikan kepentingan
atau usaha perseroan demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini kesetiaan dan itikad baik seorang direksi dikelompokkan menjadi hal-hal sebagai berikut:
1) Direksi diwajibkan untuk melakukan pengurusan perseroan hanya untuk kepentingan perseroan semata. Untuk membuktikan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh direksi untuk
kepentingan perseroan, maka hal tersebut harus dipulangkan kembali pada direksi. Direksi harus mengetahui dan memiliki penilaian sendiri
tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk kepentingan perseroan.
2) Direksi diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan manfaat
yang optimum bagi perseroan dengan menjalankan tujuan dari perseroan. Direksi tidak dapat melakukan tindakan di luar dari tujuan
perseroan, walaupun menurut pertimbangannya tindakan tersebut baik bagi perseroan.
3) Direksi tidak boleh melakukan pembatasan dini untuk bertindak sesuai
dengan tujuan dan kepentingan perseroan. Direksi dalam menjalankan tugasnya harus tetap bebas dalam mengambil keputusan atau membuat
kegiatan sesuai dengan jalan pikiranny sendiri. Keputusan diambil dengan itikad baik dan tujuan yang benar dan melaksanakannya
berdasarkan pertimbangan praktis yang terbaik bagi perseroan.
Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari terjadinya suatu
keadaan yang tidak memungkinkan direksi untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kewajiban ini melarang direksi menempatkan diri pada suatu keadaan yang memungkinkan
direksi bertindak untuk kepentingan direksi sendiri. Sedangkan pada saat yang bersamaan direksi harus bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan.
b. Duty to exercise care and diligence ( duty of skill and care)
Direksi dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan rajin
(diligently), penuh kehati-hatian (carefull) dan pintar serta terampil (skillfully), hal ini biasanya disebut dengan standart of conduct. Secara hukum, direksi tidak diharapkan memiliki tingkat keahlian lebih, kecuali
hanya setingkat dapat diharapkan secara wajar dari orang yang sama pengetahuan dan sama pengalamannya. Namun apabila direksi tidak
meminta pendapat ahli dalam suatu pengambilan keputusan yang komples, maka direksi tersebut telah melanggar duties of care. Pelanggaran duty of care oleh satu orang direksi dapat mengakibatkan bertanggungjawabnya seluruh anggota direksi. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa semua anggota direksi sudah seharusnya memiliki pemahaman yang sama
Direksi berkewajiban dalam menjalankan pengurusan perseroan harus sangat berhati-hati. Namun di sisi lain, direksi juga dituntut untuk
mengambil keputusan secara tepat dan cepat dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi perseroan. Keputusan yang diambil direksi tersebut
bukan tanpa ada resiko bisnis yang mengikuti. Karena itu, keberadaan prinsip duty of care biasanya diimbangi dengan prinsip business judgement rule untuk melindungi direksi dari pertanggungjawaban atas setiap keputusan yang diambil direksi yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Namun, perlindungan tersebut berlaku sepanjang keputusan yang diambil direksi tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan
direksi dengan dasar kehati-hatian dan itikad baik (duty of loyalty).36
Tugas direksi sebagai pengurus perseroan yang terdapat dalam UUPT,
antara lain sebagai berikut:37
a. Tugas untuk melakukan pemenuhan persyaratan perseroan menjadi badan hukum, meminta pengesahan, persetujuan, pelaporan, dan pengumuman,
baik pada akta pendirian maupun dalam akta perubahan diatur dalam Pasal 8 UUPT.
b. Tugas untuk melakukan pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan sesuai prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1),(2), (3) dan (4) UUPT.
36
Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Op.Cit., hlm. 57.
37
c. Tugas untuk membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS, risalah rapat direksi, dan menyelenggarakan pembukuan perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf a dan c UUPT. d. Tugas untuk menyerahkan perhitungan tahunan perseroan yang benar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf b UUPT.
e. Tugas untuk melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain
Pasal 101 UUPT.
f. Tugas untuk meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan
dengan prosedur dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 UUPT.
g. Tugas yang secara khusus harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
h. Tugas-tugas lain yang secara rinci terdapat dalam anggaran dasar
perseroan.
Tugas dan kewenangan yang terdapat dalam anggaran dasar harus
diletakkan pada prinsip bahwa anggaran dasar mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Sebab, dalam UUPT tidak secara formal disebutkan bahwa direksi harus menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu,
secara formal juga tidak disebutkan bahwa pembuatan anggaran dasar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak berarti
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat banyak alasan mengenai hal ini, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:38
a. Pasal 2 UUPT menyatakan :
“Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan”.
b. Pasal 4 UUPT menyatakan :
“Terhadap perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
c. Peraturan perundang-undangan lain yang harus diikuti adalah hukum
publik yang bersifat memaksa siapa saja, baik disebutkan atau tidak baik mengetahui atau tidak berdasarkan adagium bahwa semua orang
mengetahui tentang hukum.
d. Pengangkatan direksi perseroan oleh RUPS adalah timbul dan mengikat berdasarkan perikatan yang timbul oleh karena perundang-undangan,
yakni UUPT. Oleh karena sebagai perikatan, maka tindakan direksi dalam mengurus perseroan harus dilakukan secara “halal”, yaitu tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.
e. Semua anggaran dasar perseroan yang mengatur tugas dan kewenanangan direksi, selalu terdapat klausula bahwa tindakan dan kewenangan direksi
38
tersebut harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan direksi yang tercantum dalam anggaran dasar tidak dapat dijalankan secara mutlak oleh karena adanya ketentuan perundang-undangan yang
mengatur dan membatasi kewenangan tersebut. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah sanksi yang diberikan jika peraturan perundang-undangan tersebut dilanggar. Sebab, tidak sedikit peraturan perundang-undangan yang tidak
memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaranya dan dengan demikian, norma itu menjadi kehilangan makna.39
C. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Pengelolaan Perusahaan
Berdasarkan Pasal 97 ayat (1) yang menyatakan bahwa direksi
bertanggung jawab atas pengurusan perseroan. Pengurus diwajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroanyang telah ditetapkan dalam anggaran dasar termasuk pelaksanaan
pengurusan sehari-hari. Selain itu pengurus wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dipandang tepat. Menurut penjelasan Pasal 92 ayat (1), yang
dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” antara lain:
1. Berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
39
2. Berdasar peluang yang tersedia berupa kebijakan pengurusan yan diambil dan dilaksanakan harus benar-benar mendatangkan keuntungan, dan kebijakan itu
diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok.
3. Kebijakan yang diambil, harus berdasar kelaziman dunia usaha.
Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab berpedoman pada penjelasan Pasal 97 ayat (2) yang kewajiban pengurusan dengan penuh tanggung jawab sebagai berikut:40
1. Wajib saksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan
Anggota pengurus dalam melaksanakan pengurusan wajib berhati-hati dalam mengurus perseroan, anggota pengurus tidak boleh sembrono dan lalai.
Apabila pengurus sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan, menurut hukum pengurus telah melanggar kewajiban berhati-hati (duty care). Patokan
kehati-hatian yang diterapkan secara umum dalam praktik adalah standar kehati-kehati-hatian yang lazim dilakukan orang biasa dalam posisi dan kondisi yang sama.41
Oleh karena itu, yang layak diangkat menjadi anggota pengurus adalah orang yang tidak diragukan kehati-hatiannya. Namun memang sulit untuk mengukur patokan mengenai kehati-hatian. Akan tetapi yang umum dipegang,
anggota pengurus tersebut mampu memperhatikan tingkat kehati-hatian yang wajar atau yang layak bagi seorang sesuai dengan pengalaman dan kualifikasinya
Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota pengurus dalam menjalankan
pengurusan perseroan, pengurus dianggap bersalah melanggar kewajiban mesti melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab.
40
M.Yahya Harahap Op.Cit., hlm.377-382.
41
sebagai anggota pengurus. Setiap tindakan pengurusan perseroan hendak dilaksanakan, harus dipertimbangkan dengan wajar.
Pengurus dalam mengambil pertimbangan, tidak boleh mengabaikan dan masa bodoh terhadap ketentuan hukum dan anggaran dasar perseroan. Setiap
pelanggaran hukum yang dilakukan anggota pengurus dalam pengurusan perseroan, tidak dapat dimaafkan dan ditoleransi meskipun hal itu diambil berdasarkan pertimbangan yang hati-hati, apabila pengurus itu sendiri mengetahui
dasar pertimbangan itu bertentangan dengan ketentuan hukum atau anggaran dasar perseroan.
Pengurus dalam hal hendak mendelegasikan atau memberi kuasa kepada
orang lain, wajib hati-hati memilih atau menunjuk orang yang benar-benar layak untuk melaksanakan delegasi atau kuasa itu. Penerima delegasi atau yang
menerima kuasa mewakili perseroan, harus orang yang jujur dan dapat dipercaya. Pengurus tidak hanya dikategori melakukan kelalaian, tetapi menjadi risikonya sendiri apabila pengurus mendelegasikan atau mewakilkan suatu
pengurusan perseroan kepada sesorang yang tidak berkompeten. Jika anggota pengurus itu ditipu oleh yang dipercayainya padahal orang dari awal pengurus
tahu orang itu tidak berkompeten, maka segala risiko yang timbul dari pendelegasian atau pemberian kuasa itu, dipikul sepenuhnya oleh anggota pengurus tersebut. Sebaliknya jika penerima delegasi atau kuasa memastikan
sungguh-sungguh, pengurus tidak memikul risiko dan tanggung jawab atas kerugian yang timbuk dari pendelegasian yang dimaksud.42
Berkenaan dengan penerapan kewajiban berhati-hati dalam pelaksanaan pengurusan perseroan perlu dikemukakan prinsip yang berlaku umum yaitu
disebut “risiko pertimbangan bisnis” (business judgment rule) artinya apabila anggota direksi benar-benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang
komprehensif secara wajar (reasonable judgment) sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan serta kelaziman praktik bisnis, namun pertimbangan itu salah dan keliru maka dalam hal terjadi error judgment, anggota pengurus tersebut tidak
dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan pertimbangan yang dilakukan secara jujur. Peristiwa yang demikian termasuk kategori prinsip risiko pertimbangan
bisnis.
2. Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun dan cakap
Kewajiban melaksanakan pengurusan perseroan dengan tekun dalam
doktrin hukum korporasi disebut dengan duty to be diligent atau disebut wajib tekun dan ulet. Pada umumnya aspek wajib tekun dan ulet, selalu dikaitkan
dengan keahlian. Dengan demikian pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib mempertunjukkan kecakapan. Patokannya, kecakapan atau keahlian yang wajib sesuai dengan jabatan pengurus yang dipangkunya.
Kecakapan dan keahlian yang wajib ditunjukkannya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.
42
Patokan ketekunan dan keuletan anggota pengurus yang dituntut dari segi hukum dan bisnis adalah ketekunan dan keuletan yang wajar dalam segala
keadaan. Namun perlu diingat, tidak ada ditemukan defenisi yang lengkap tentang duty to be diligent. Hal ini sama dengan duty of care, sulit untuk membangun suatu defenisi yang komplet untuk itu. Namun, pengertian tekun dan ulet yang sering dikemukakan, antara lain:
a. Anggota pengurus wajib terikat terus-menerus secara wajar dan layak
menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan; b. Pengurus wajib terikat secara wajar menghadiri semua rapat pengurus;
Pengurus wajib atau mesti melaksanakan pengurusan perseroan dengan
ketekunan dan keuletan yang wajar. Anggota pengurus tidak cukup hanya cakap dan jujur akan tetapi harus cakap, jujur dan tekun, serta ulet secara wajar dalam
semua keadaan dan kondisi yang dihadapi perseroan.
Pasal 97 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), mengatur tanggung jawab pengurus atas kerugian perseroan yang timbul karena kelalaian menjalankan tugas
pengurusan perseroan, yang dapat diklafikasi sebagai berikut:43 1. Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi
Pengurus bertanggung jawab penuh secara peribadi atas kerugian yang dialami perseroan diatur dalam Pasal 97 ayat (3) UUPT, apabila:
a. Bersalah, atau
b. Lalai menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.
43
Pengurus dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melakukannya dengan itikad baik yang meliputi aspek:
1) Wajib dipercaya yakni selamanya dapat dipercaya dan selamanya harus jujur;
2) Wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar atau layak; 3) Wajib menaati peraturan perundang-undangan;
4) Wajib loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan asset
perseroan untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi perseroan;
5) Wajib menghindari terjadinya benturan kepentingan pribadi dengan
kepentingan perseroan, dilarang mempergunakan harta kekayaan perseroan, dilarang mempergunakan informasi perseroan, tidak
mempergunakan posisi untuk keuntungan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan perseroan, tidak melakukan
persaingan dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan pebuh tanggung jawab meliputi aspek:
a) Wajib saksama dan hati-hati melakukan pengurusan, yakni berhati-hati yang biasa dilakukan orang dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan yang wajar yang
b) Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun, yakni terus-menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang
menimpa perseroan;
c) Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian
sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian di atas apabila direksi lalai melaksanakan kewajiban itu
atau melanggar larangan yang telah disebut di atas mengenai pengurusan, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap perseroan, maka pengurus itu bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan
tersebut.
2. Pengurus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian perseroan
Pengurus yang terdiri dari 2 orang atau lebih, berlaku Pasal 97