1
PENGARUH MEDIA ANIMASI
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
PADA KONSEP ASAM-BASA TERINTEGRASI NILAI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
ABDUL RAHMAN
NIM: 104016200426
OLEH
M. IKHWANUDIN AL FATAKH NIM: 104016200442
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
M. Ikhwanudin Al Fatakh (104016200442) Pengaruh Media Animasi Asam-basa Terhadap Hasil Belajar (Kuasi Eksperimen di SMAN 1 Parung, Bogor), Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Media Animasi Asam Basa Terhadap Hasil Belajar. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Parung, Bogor pada bulan Maret hingga bulan Mei 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling dari 2 kelas yang berjumlah 32 dan 30 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya. Hasil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi (mean = 71,56 dan simpangan baku = 9,22) daripada kelompok kontrol (mean = 61,13 dan simpangan baku = 10,7) dan dari hasil perhitungan uji ”t” diperoleh nilai t hitung sebesar 4,18 sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,000 atau thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan menolak Ho yang menyatakan ada pengaruh antara pembelajaran media animasi asam basa terintegrasi nilai terhadap hasil belajar diterima atau disetujui. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media animasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian ini dilakukan juga integrasi nilai-nilai sains dalam konsep asam basa dan didapatkan hasil melalui angket dengan perolehan nilai-nilai sains siswa, yaitu nilai religius 75,2% atau kriteria baik.
ii
ABSTRACT
M. Ikhwanudin Al Fatakh (104016200442) Animation Media influences Acid basa on Students Learning Achievement (Quasy Experiment in SMAN 1 Parung Bogor). Chemical Education Studies Program, Department of Educational Sciences, Faculty of Tarbiya and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. This research aims to know Effect of Animations Media influence Acid Basa on Students Learning Achievement. This research was conducted at SMAN 1 Parung, Bogor on March until May 2009. The research method esed quasy experiment, by purposive sampling technique and there are 2 classes (30 and 32) students divided as 2 groups, which is experiment group and control group. The research instrument is students learning achievement. The research did not take a randomisation to entry subjek into experiment group and control group, but use a group whom already preexists. Students learning achievement of experiment group is higher (mean = 71,56 and standard deviations = 9,22) than control group (mean = 61,13 and standard deviations = 10,7 ) and “t” test was obtained that ”t” acquired appreciative tCount as big as 4,18 meanwhile ttables on significant level 0,05 as big as 2,000 or tCount > t table . The result is Ho is refused which told that influence among animations media learning acid base effect on students learning achievement has been accepted. It showed learning acid base used a animations media gave influence to students achievement. On this research did not only use animation media but also integrated sciencetifical point in acid base concept. The writer took it by questioner and the result is 75,2% or better criterion.
iii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis mempunyai kekuatan dan ketabahan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis menyadari skripsi ini yang berjudul: ”Pengaruh Media Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Asam-Basa Terintegrasi Nilai”, tidaklah mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan baik moral, material, dan spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta staf dan jajarannya.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA beserta staf dan jajarannya.
3. Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si., Dosen pembimbing I, atas motivasi dan pembelajarannya untuk menjadi guru dan peneliti yang baik.
4. Tonih Feronika, M. Pd., Dosen pembimbing II, atas motivasi dan pembelajarannya untuk menjadi guru dan peneliti yang baik.
5. Dedi Irwandi, M, Si, Ketua Program Studi Pendidikan Kimia, atas segala dukungan.
6. Drs. Ali Ghozali, M. Pd., Kepala SMAN 1 Parung, atas kesempatan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.
7. Atih Sri Niswati, S.Pd., Guru Bidang Studi Kimia SMAN 1 Parung, Atas saran dan bantuannya terhadap penulis dalam melakukan penelitian.
8. Kakanda tercinta Tanenji, MA., atas segala dukungan moral dan materi, selama kuliah.
9. Yudhi Munadhi, M. Ag., atas segala dukungan moral dan materi selama penulisan skripsi.
iv baik.
12. Seluruh Mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kimia, kawan-kawanku Achmad Syaefudin, Abdul Rahman, Priyo Agung Nugroho, Sadar, serta semua pihak yang telah memberikan sumbangan kritik, saran, dan kebersamaan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini.
Hanya doa dan harapan yang dapat penulis sampaikan. Semoga semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan pahala dan kesejahteraan dari Allah SWT. Aamiin
Akhirnya, besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.
Jakarta, 2010
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9
A. Kajian Teoretis ... 8
1. Media Animasi ... 8
2. Hasil Belajar Belajar Siswa... 13
3. Pengaruh Media Animasi dengan Hasil Belajar Siswa ... 19
4. Peranan Guru dalam Media Pembelajaran ... 20
5. Pentingnya Nilai dalam Pembelajaran Sains ... 22
B. Kerangka Berpikir ... 36
C. Hipotesis Penelitian ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
B. Metode dan Desain Penelitian ... 38
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
1. Populasi dan Sampel ... 39
vi
D. Prosedur Peneltian ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 41
F. Variabel Penelitian ... 42
G. Teknik Pengumpulan Data ... 42
1. Tes ... 42
2. Angket ... 43
H. Uji Coba Instrumen ... 44
1. Validitas Instrumen ... 44
2. Reliabilitas Instrumen ... 44
3. Tingkat Kesukaran ... 45
4. Daya Pembeda ... 46
I. Teknik Analisis Data ... 47
1. Uji Normalitas ... 47
2. Uji Homogenitas ... 49
3. Uji Hipotesis ... 50
4. Perhitungan Data Angket ... 51
BAB IV HASL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 52
A. Hasil Penelitian ... 52
1. Data Hasil Belajar a. Pretest Kelompok Eksperimen ... 52
b. Pretest Kelompok Kelompok Kontrol ... 52
c. Posttest Kelompok Eksperimen ... 53
d. Posttest Kelompok Kelompok Kontrol... 54
B. Analisis Data Tes Hasil Belajar ... 55
1. Hasil Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Kimia Siswa ... 55
2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Kimia Siswa ... 56
3. Pengujian Hipotesis ... 57
4. Uji Normal Gain ... 59
C. Analisis Data Angket ... 60
vii
E. Pembahasan ... 64
F. Keterbatasan Penelitian ... 67
BAB V KESIMPULAN SAN SARAN ... 68
DAFTAR PUSTAKA... 69
LEMBAR UJI REFERENSI ... 72
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 75
2. Modul Bahan Ajar... 93
3. Instrumen Penelitian ... 100
4. Lembar Jawab instrumen ... 108
5. Klasifikasi Validitas Butir Soal Instrumen Uji Coba... 109
6. Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 111
7. Klasifikasi Daya Pembeda ... 113
8. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrument ... 115
9. Perhitungan Validitas Butir Soal... 116
10. Kisi-kisi Angket ... 119
11. Angket ... 120
12. Analisis Data Angket ... 122
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian... 39
3.2 Interpretasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 45
3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 46
4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 52
4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 53
4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 55
4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 55
4.5 Hasil Uji Normalitas Pretest ... 57
4.6 Hasil Uji Normalitas Posttest ... 58
4.7 Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 58
4.8 Hasil Uji Homogenitas Posttest ... 59
4.9 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Pretest ... 60
4.10 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Hasil Posttest ... 61
4.11 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Normal Gain ... 62
4.12 Skor Perolehan Angket Siswa Angket Siswa ... 63
4.13 Kriteria Perolehan Angket Siswa ... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional yaitu pembangunan Indonesia seutuhnya. Dalam bidang pendidikan, pembangunan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia yang wujudnya adalah manusia yang beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional.
Secara fakta pendidikan di Indonesia belum seratus persen mentuntaskan semua peserta didiknya. Pada tahun ajaran 2008/2009 tingkat kelulusan baru mencapai secara nasional 93,74%.1 Hal ini dikarenakan berbagai persoalan dan kendala yang dihadapi. Minimnya anggaran pendidikan, kurangnya kontrol pendidik terhadap peserta didik, kurangnya sarana dan prasarana, dan integritas moral peserta didik.
Pendidikan di Indonesia dalam perkembangan pengetahuan, sikap dan perilaku pelaku pendidikan di dalam dan di luar kelas/sekolah belum mencetak pribadi manusia yang mengusung nilai-nilai kemanusiaan untuk dirinya sendiri dan orang lain yang ada di sekitarnya. Hal ini ditunjukkan pada fenomena-fenomena perilaku insan pendidikan, seperti siswa dan guru dengan perilaku suka membolos, berkelahi atau tawuran, mencuri, penyimpangan wewenang yang merugikan, hingga mengkonsumsi dan menjadi pengedar minuman keras dan narkotika di sekolah, bahkan hal ini juga diperparah dengan sudah adanya gejala peredaran adegan pornoaksi yang diperankan oleh pelajar atau para pendidiknya.
Kultur non-edukatif ini disebabkan oleh perhatian yang diberikan oleh dunia pendidikan nasional dalam pengembangan nilai-nilai masih kurang dan
1
masih terbengkalai dengan kenyataan pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah lebih menekankan kecerdasan otak atau dimensi pengetahuan (cognitive oriented) daripada moral sehingga menyebabkan peserta didik, bahkan guru berupaya untuk mendapatkan prestasi maksimal dengan berbagai macam cara dan tidak mempedulikan nilai-nilai moral. Misalnya, dengan melakukan perbuatan mencontek dalam pelaksanaan ujian, melakukan kecurangan dengan cara membiarkan peserta didik mencontek, dan membocorkan soal serta memberikan jawaban yang seharusnya tidak boleh untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan yang berlangsung di sekolah, seyogyanya menyediakan suatu wadah terjadinya proses transformasi nilai dan norma-norma sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa secara seutuhnya, yaitu manusia yang tidak hanya pandai secara akademik, sehingga menjadi orang yang mempunyai keahlian, keterampilan dan kemampuan intelektual, tetapi juga mempunyai integritas moral yang baik.
Sekolah sebagai institusi yang berperan aktif menanamkan nilai-nilai kepada para peserta didik harus memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan dengan pembelajaran yang bermuatan nilai. Penerapan pendidikan dengan pembelajaran yang bermuatan nilai di sekolah harus melibatkan semua unsur yang terlibat di sekolah. Iklim sekolah harus memberi peluang terjadinya interaksi positif antara peserta didik dengan nilai-nilai yang diinternalisasikan, baik melalui keteladanan personal, diskusi, maupun proses belajar mengajar yang bermakna. Komunikasi pendidik dan peserta didik harus baik yang didasari pada adanya penerimaan kedua pelah pihak.
UNESCO menyatakan bahwa pembelajaran sains seharusnya diasosiasikan dengan nilai-nilai dalam membangun intelektual yang didasari sikap jujur, tepat dan akurat, keterbukaan pemikiran, dan sikap kritis.2 Penjelasan demikian, menegaskan bahwa pola pembelajaran sains mengandung sikap ilmiah yang harus dibangun dan didasari dengan sikap keilmiahan yang positif, sehingga pembelajaran sains yang diasosiasikan dengan nilai tersebut memberikan suatu pemahaman dan penghayatan bagi peserta didik mengenai kandungan nilai-nilai yang terdapat di dalam sains dan dapat menerapkan hasil pembelajaran sains yang bertujuan untuk menata kehidupan menjadi lebih baik dengan menghargai dan bersikap toleransi terhadap lingkungan secara positif.
Hal yang sama diungkapkan oleh Sumaji, bahwa pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA di sekolah harus bertujuan dan memiliki orientasi agar siswa memahami/menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih manyadari kebesaran dan kekuasaan PenciptaNya.3 Pemberian yang memfokuskan tentang makna mendalam kandungan nilai dalam mata pelajaran IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan ini akan memberikan, meningkatkan kesadaran dan membangun pemahaman peserta didik untuk menghargai lingkungan alam sekitar secara lebih bijak, humanis, dan jiwa religius yang tinggi. Sehingga proses pemecahan suatu masalah dapat ditanggapi dengan cara atau metode yang tepat dan bertanggung jawab.
Diah dalam jurnalnya mengatakan bahwa di dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) juga terdapat nilai-nilai kehidupan yang ingin ditanamkan, antara lain keyakinan terhadap kebesaran Tuhan dan meningkatkan kesadaran untuk berperan serta memelihara, menjaga, dan melestarikan
2
Mary Ratcliffe, Values in The Classroom-The ‘Enacted’ Curriculum, Available at: http://www.fremtidensnaturfag.dk/web2006/artikler/MR_Values_chap_nov_05.pdf. Accessed on Nov 12, 2008, 1.30 pm, p. 2
3
lingkungan alam.4
Bertitik tolak dari hal tersebut, Peran guru sebagai pendidik sangat penting, oleh sebab itu pendidik harus menggunakan pendekatan dan metode pengajaran yang tepat untuk mencapai hasil belajar anak didik yang optimal, maka penerapan suatu strategi dan metode dalam proses pembelajaran IPA-kimia merupakan hal yang sangat penting dalam upaya membangun, menghayati dan mengamalkan kandungan nilai-nilai sains yang terdapat dalam pembelajaran kimia dengan meningkatkan kemampuan peserta didik secara konstruktif, yaitu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar secara aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran, seperti untuk menemukan ide pokok, memecahkan persoalan atau pengaplikasiannya dalam kehidupan. Dengan pembelajaran ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Selain integrasi nilai-nilai yang diperlukan dalam pembelajaran, di zaman yang serba modern ini, semakin ketatnya persaingan global, semakin majunya teknologi, dan mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin maju dengan ditemukannya teknologi-teknologi baru yang dapat menunjang proses belajar mengajar, maka masyarakat Indonesia diharapkan lebih kreatif lagi dalam persaingan globalisasi menghadapi negara-negara tetangga yang semakin hari, semakin maju meninggalkan Indonesia.
Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan teknologi pendidikan di Indonesia. Salah satunya dibentuknya PUSTEKKOM (Pusat Teknologi dan Komunikasi) yang bertempat di Cipayung Ciputat. PUSTEKKOM ini diharapkan dapat memajukan pendidikan Indonesia dalam hal teknologi Informasi pendidikan. Teknologi Informasi sebagai media yang menunjang terciptanya perangkat ajar. Dengan teknologi informasi maka manusia dipermudah dalam memperoleh hal-hal yang dibutuhkan.
4
Tingkat daya serap dalam belajar setiap manusia berbeda satu dengan yang lain. Hal tersebut tergantung dari kemampuan setiap manusia untuk dapat merekam informasi ke dalam media pengingat atau penyimpan data dalam hal ini otak. Otak akan mudah menyimpan dan mengingat data menjadikannya informasi jika dirawat dan dilatih terus menerus untuk mampu menyerap informasi.
Masa kanak-kanak adalah masa yang baik untuk melatih otak untuk dapat mengolah data menjadi informasi. Pendidikan di masa kanak-kanak akan menentukan masa depan anak, sehingga berkembanglah pendidikan khusus. Film anak-anak seperti Dora the Explorer, The Wild thornberry, dan lainnya merupakan film yang dapat dengan mudah mempengaruhi anak-anak. Film tersebut membawa misi untuk mempelajari sesuatu dengan mengajak anak-anak untuk menikmati cerita.
Lembaga riset dan penerbitan komputer, yaitu Computer technologi Research (CTR), menyatakan bahwa orang yang mampu mengingat 20% dari yang dilihat dan 30% dari yang didengar. Tetapi orang dapat mengingat 50% dari yang dilihat dan didengar dan 80% dari yang dilihat, didengar dan dilakukan sekaligus.5 Dalam hal ini yang dapat mencakup penglihatan, pendengaran dan sekaligus melakukan adalah pembelajaran melalui media multimedia animasi.
Sebuah gambar akan lebih berarti dari pada seribu kata.6 Belajar akan lebih menyenangkan dan mudah diingat jika langsung diaplikasikan. Melalui praktikum siswa dapat secara langsung memahami dan mengapliasikan teori-teori yang disampaikan oleh pendidik. Melalui praktikum atau penggunaan media animasi akan sangat menarik perhatian siswa, siswa akan lebih konsentrasi memperhatikan proses yang terjadinya suatu proses melalui penggunaan media animasi.
Melalui media animasi kegiatan pembelajaran yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam rangka mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan
5
Agus Suheri, Animasi Multimedia Pembelajaran, hal.27.
6
abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah dipahami.7 Yang paling utama dari media adalah mendatangkan sesuatu yang besar menjadi kecil (sederhana). Dalam pembelajaran kimia terdapat materi pokok tentang elektron, tentang reaksi kimia yang pada dasarnya membutuhkan visualisasi bukan hanya konsep semata yang abstrak, dengan demikian siswa dapat mengetahui bagaimana setiap benda mempunyai elektron yang selalu bergerak, siswa juga mengetahui bagaimana proses terjadi reaksi kimia dan hal lain yang abstrak.
Bertolak pada pengembangan media dalam pembelajaran yang menggembirakan, menyenangkan, mudah dipahami, kreatif, sederhana, dinamis, dan murah. Berdasarkan penjabaran di atas terdapat kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar yang dikaitkan dengan materi IPA, khususnya kimia, yaitu adanya kesulitan untuk mempelajari aspek kimia, baik yang bersifat konkrit maupun abstrak. Oleh karena itu, diupayakan untuk meningkatkan peranan pembelajaran kimia melalui suatu media yaitu animasi. Tujuan dari media animasi yang digunakan adalah untuk memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan materi yang diberikan lebih mudah ditangkap dan tidak membosankan, lebih menarik, menggembirakan, menyenangkan, mudah dipahami, sederhana, kreatif, dinamis, murah, dan mengandung nilai. Salah satu media animasi yang diperkenalkan dalam penelitian ini adalah Animasi komputer.
Animasi merupakan media komputasi multimedia berbentuk software dimana terdapat penggabungan antara teks, audio, gambar dan video. Prof. Dr. Yucel gursac, menyatakan bahwa “animation is to create many stable images which show an object in a movement and to direct us to think as if it moves by the
help of playing these images one after the other”.8 Animasi komputer dalam pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang lebih menarik.
Animasi komputer juga dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium digital yang mini. Selayaknya laboratorium yang kita kenal, dalam laboratorium bisa mencoba berbagai percobaan reaksi kimia. Diharapkan dari media Animasi ini
7
Asnawir, M. Basyrudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 21.
8
dapat membantu meningkatkan peranan pembelajaran asam-basa, sehingga membuat pelajaran asam-basa menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Animasi komputer mempunyai aspek kesederhanaan, dinamis, lebih menarik, tidak membosankan, mengandung nilai, mudah dipahami dan siswa juga dapat menerapkan ide-ide cemerlangnya untuk langsung dipraktekkan, sehingga siswa lebih kreatif, inovatif, disamping itu juga ketika ide-ide itu gagal maka dalam animasi komputer tidak mebahayakan, tidak seperti laboratorium nyata. Kerja tim bisa diaplikasikan dalam animasi komputer ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, kiranya perlu dilakukan penelitian tentang penerapan pendidikan nilai dalam pembelajaran IPA khususnya media animasi pembelajaran kimia. Dengan adanya penelitian ini diharapkan siswa dapat menyadari dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran kimia sehingga nilai-nilai tersebut tertanam dalam diri siswa dan siswa lebih tertarik lagi untuk mempelajari pelajaran kimia di sekolah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:
1. Penerapan pembelajaran sains yang belum diintegrasikan dengan nilai-nilai secara optimal.
2. Pengembangan pembelajaran kurang mengkaitkan adanya hubungan antara konsep pembelajaran dengan aplikasi dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
3. Perangkat bantu pembelajaran berbasis teknologi informasi yang masih kurang..
C. Pembatasan Masalah
asam-basa). Nilai-nilai sains yang dikembangkan adalah nilai religius.
D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan identifikasi masalah dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
“Apakah penggunaan media animasi yang terintergasi nilai dapat mempengaruhi hasil belajar siswa?.”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media animasi yang terintegrasi nilai terhadap hasil belajar.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi peneliti, menambah pengalaman tentang tata cara mengajar di sekolah, untuk perbaikan dan pengembangan profesi dimana kelak peneliti akan terjun secara langsung ke lapangan.
2. Bagi pendidik, memberikan gambaran informasi tentang penerapan media animasi yang terintegrasi nilai dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Memberi umpan balik kepada pendidik dalam menyusun suatu rancangan pembelajaran kimia yang lebih bervariasi dan bermakna.
BAB II
KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR,
DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Kajian Teoritis
1. Media Animasi
a. Pengertian Media
Ditinjau dari prosesnya pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses pendidikan terdapat komunikator, komunikan dan pesan (message). Dalam berkomunikasi ada pesan yang disampaikan, pesan ini dapat disampaikan melalui berbagai cara agar pesan yang dimaksud sampai atau dimengerti oleh penerima pesan. Cara-cara menyampaikan pesan ada bermacam-macam, ada yang melalui berbicara langsung, melalui tulisan, dan lain sebagainya. Dalam pendidikan guru sebagai penyampai pesan dan anak didik sebagai penerima pesan. Agar pesan tersampaikan dengan baik, maka guru perlu media agar pesan dapat diterima baik oleh anak didik.
Vernon S. Gerlach dalam bukunya menuliskan:
Instructional media play a key role in the design and use of systematic intruction. A medium, broadly concieved, is any person, material, or event that establishes condition which enable the leaner to acquire knowledge, skills, and attitudes. In this sense, the teacher, the textbook, and the school environment are media. In the context of this book, however, media will be defined as “the graphic, photographic, electronic, or mecanical means for aresting, processing, and reconstituting visual or verbal information.9
Jadi jelas diungkapkan bahwa media merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan itu sendiri, contoh dari media adalah grafik, photo, dan alat elektronik. Kata “media” berasal dari bahasa latin medius
9
Vernon S. Gerlach and Donald P. Ely, Teaching & Media Asystematic approach, (New Jersey : Prentice –Hall), hal. 241.
yang secara harfiyah berarti tengah, perantara atau pengantar.10 Media adalah sesuatu yang mengantar atau meneruskan informasi atau pesan antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Menurut Blake dan Horalsen: “Media adalah saluran komunikasi atau medium yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan pesan, dimana medium ini merupakan suatu jalan/ lalu lintas suatu pesan antara komunikator dan komunikan.” Dari pernyataan di atas, sudah jelas bahwa media merupakan suatu alat dimana alat tersebut dapat menyampaikan isi pesan.
Pakar media pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Yudhi Munadi, mengungkapkan media dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif.11 Sementara itu, menurut Briggs, “Media pembelajaran adalah segala alat fisik yang dapat menyediakan pesan serta dapat merangsang siswa untuk belajar seperti buku, film kaset, film bingkai.” Manfaat dari media pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi yang disampaikan oleh pendidik, secara efektif dan efiseien, tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyampaikan pelajaran, dan materi yang dipelajari relatif banyak.
Dari berbagai tokoh yang mengartikan media pembelajaran, maka dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.
10
Azhar Arsyad, Media Pembelajara, Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2005, hal. 3.
11
b. Fungsi Media 1) Sumber Belajar
Media sebagai penyalur, penyampai dan penghubung, yang memudahkan terjadi proses belajar.
2) Fungsi Semantik
Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik).
3) Fungsi manipulatif
Media mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan indrawi. Media dapat menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya, seperti peristiwa bencana alam, ikan paus melahirkan anak, dan lainlain. 4) Fungsi Psikologis
a) Fungsi Atensi, media dapat meningkatkan perhatian anak didik. b) Fungsi Afektif, menggugah perasaan dan emosi, yang dapat berwujud pencurahan perasaan minat, sikap penghargaan, dan nilai-nilai.
c) Fungsi Kognitif, dapat memberikan gambaran yang repsentatif dari sebuah peristiwa, atau objek.
d) Fungsi Imajinatif, media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi anak didik.
e) Fungsi Motivasi, dengan media pembelajaran anak didik temotivasi dalam belajarnya.
c. Animasi
menggantikan fungsi guru, terutama sebagai sumber belajar. Salah satu media yang dapat menjalankan fungsi demikian tersebut adalah program multimedia dalam hal ini adalah animasi komputer.
Animasi merupakan salah satu multimedia interaktif dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan multimedia cocok untuk mengajarkan suatu proses atau tahapan, misalnya penyerbukan pada tumbuhan, pembelahan sel, proses orbit tata surya, reaksi kimia, asam basa, dan lain sebagainya.
Pemanfaatan multimedia dalam pendidikan biasanya menggunakan perangkat lunak atau software yang paling tersohor adalah Macromedia Flash, power point, dream weaver, adobe image ready dan software animasi lainnya. Dengan berbagai perkembangan pada software dan sejumlah hardware penunjangnya telah menyebabkan terjadinya perubahan besar pada trend metode cara mengajar dengan multimedia saat ini.
Ada beberapa kelebihan dari multimedia animasi ini, yakni:12 1) Mampu menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada
secara fisik atau disitilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran.
2) Memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi.
3) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai dengan modalitas belajarnya, terutama bagi mereka yang memiliki visual, auditif, kinestetik atau yang lainnya.
4) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan secara mudah.
12
Untuk merancang dan memproduksi program animasi atau multimedia, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1) Kriteria kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga siswa tidak perlu belajar komputer terlebih dahulu.
2) Kriteria kandungan kognisi. Kandungan isi program harus memberikan pengalaman kognitif yang dibutuhkan siswa.
3) Kriteria integrasi media, di mana media harus mengintegrasikan beberapa aspek keterampilan lainnya yang harus dipelajari. Pembelajaran integratif memberi penekanan pada pengintegrasian berbagai keterampilan berbahasa, mendengarkan, berbicara, menulis dan membaca.
4) Untuk menarik minat pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria.
5) Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan siswa secara utuh. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan program power point, yang mana program ini telah dirancang sedemikian sehingga program ini layak menjadi media pembelajaran animasi multimedia. Pemanfaatan power point dalam penelitian menyebabkan kegiatan pembelajaran menjadi sangat mudah, dinamis dan sangat menarik.
2. Hasil Belajar siswa
a. Konsep Belajar
terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar.
Menurut pendapat yang tradisional, belajar hanyalah dianggap sebagai pengumpul sejumlah ilmu saja. Ratna Willis dalam bukunya Teori-teori Belajar menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan dimana terjadi hubungan-hubungan antara simulasi-stimulus dan respon-respon.13
Menurut H.C Witherington, belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian. Sedangkan Gagne menyatakan “learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or
purposeful instruction”.
Dari pengertian Gagne dapat digambarkan bahwa belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Adanya kemampuan atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai atau sikap (afektif).
2) Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3) Perubahan tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. 4) Perubahan adalah hasil dari suatu pengalaman atau terjadi akibat
interaksi dengan lingkungan.
Dari penjelasan-penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya dengan tujuan untuk mengumpulkan ilmu yang pada akhirnya menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat kognitif, psikomotor, dan afektif serta perubahan ini bersifat tetap.
13
b. Konsep Hasil Belajar
Seseorang dikatakan belajar ketika terjadi perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. Maka kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu hasil belajar. Hasil merupakan peristiwa yang bersifat internal, dalam arti sesuatu yang terjadi diri seseorang. Peristiwa tersebut dimulai dari adanya perubahan kognitif untuk kemudian berpengaruh pada tingkah laku.
Gagne menyatakan hasil belajar merupakan kemampuan internal (capability) yang meliputi keterampilan, intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motoris dan sikap yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan seseorang itu melakukan sesuatu.
Hasil belajar yang diakibatkan karena adanya kegiatan belajar untuk memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku ke arah tercapainya hasil belajar. Baik atau buruknya hasil belajar tergantung pada pengetahuan dan perubahan perilaku dari individu yang bersangkutan terhadap sesuatu yang dipelajarinya.
Hasil belajar seseorang siswa dapat diketahui melalui tes dan akhirnya memunculkan hasil belajar dalam bentuk nilai real atau non-real. Seperti yang diungkapkan oleh Briggs yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecapakan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai yang diukur dengan tes hasil belajar. Seseorang siswa dikatakan telah memiliki hasil belajar yang baik ketika nilai yang diperoleh siswa tersebut tinggi, atau sebaliknya.
Bloom, mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah (domain) yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.14 Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori, yaitu pangetahuan, pamahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
14
Hasil belajar tiap siswa berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan hasil belajar ditentukan oleh kondisi belajar. Kondisi belajar tersebut dapat berhasil dari dalam ataupun luar diri siswa. Kondisi dari dalam diri siswa antara lain: keadaan fisik (Misalnya sakit, sehat, lelah), keadaan psikis (misalnya senang, sedih, tertekan) dan motivasi (tertarik atau tidak tertarik terhadap apa yang sedang dihadapinya).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam mencapai hasil belajar. Syah secara umum menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:15
1) Faktor internal, meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis, yaitu: a). Aspek Fisiologis, yakni aspek yang berhubungan dengan fisik
seseorang, seperti kondisi umum jasmanai dan tegangan otot yang menandai tingkat kebugaran organ tubuh dan sendinya dapat mempengaruhi semangat dan instensitas peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
b). Aspek Psikologis, yakni aspek yang berhubungan dengan struktur kejiwaan peserta didik. Aspek ini terdidi dari 5 faktor, yaitu
1) Inteligensi, yaitu kemampuan psiko-fisik untuk memberikan reaksi terhadap rangsangan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
2) Sikap, yaitu gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
3) Bakat, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
15
4) Minat, berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
5) Motivasi, yaitu keadaan internal organisme baik manusia maupun hewn yang mendorong untuk berbuat sesuatu.
2) Faktor eksternal, terdiri atas dua macam, yaitu:
a). Lingkungan sosial, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
b). Lingkungan non sosial, yaitu gedung sekolah dan letaknya. Letak rumah tinggal keluarga siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa.
3) Faktor pendekatan belajar, media pembelajaran, yaitu jenis upaya belajar siswa meliputi strategi, media dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang disoroti dalam penelitian ini adalah faktor pendekatan belajar, yaitu dengan mengembangkan model pembelarajan dengan media animasi sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara keseluruhan, yaitu aspek kognitif, afektif.
d. Pengukuran Hasil Belajar
Efektivitas pengalaman proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai hasil belajar diharapkan adalah memiliki kemampuan lulusan yang utuh dan mencakup kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif atau perilaku. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir secara hierarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan psikomotor berkaitan dengan kemampuan gerak dan banyak terdapat dalam kegiatan praktek. Kemampuan afektif berkaitan dengan perilaku sosial, sikap, minat, disiplin dan sejenisnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar ini diperlukan indikator hasil belajar yang dapat mengungkapkan kualitas pemahaman yang dimiliki oleh siswa, yakni ketercapaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik adalah berupa penilaian.
Penilaian dalam pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian ini berfungsi untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, mendiagnosis kesulitan belajar, memberikan umpan balik, melakukan perbaikan, memotivasi guru dan siswa agar melaksanakan pembelajaran dengan lebih baik dan bermakna. Penilaian untuk mengukur hasil belajar ini adalah dapat menggunakan suatu alat ukur yang berbentuk tes atau non tes. Tes adalah kumpulan pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh siswa dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan serta kemampuan penalarannya. Sedangkan, alat ukur yang berbentuk non tes mencakup angket, skala sikap dan sebagainya.16
A test is a seto f tasks or question that usually is administered to a group of classroom students in a specific time period. Tests typically address the cognitive capabilities learned in a particular course, subject area, or discipline. Included are recalling definitions and important term,
16
interpreting concepts and ideaa, and solving problem.17
Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi (kognitif) bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemiliha konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Penilaian untuk mengukur hasil belajar dalam ranah kognitif ini adalah berbentuk tes, yang dapat mengukur kemampuan hierarkis berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Penilaian terhadap hasil belajar afektif. Hasil belajar afektif adalah berkaitan dengan aspek sikap, minat, disiplin dan nilai. Oleh karena itu, pengukuran hasil belajar afektif ini lebih tepat dan sesuai bila menggunakan pengukuran hasil belajar berupa non tes, misalnya angket, skala sikap, kuisioner dan observasi.
3. Pengaruh Media Animasi dengan Hasil Belajar Siswa
Barbara Gross Davis dalam bukunya dituliskan:
“Increasingly, faculty members are using computer and interactive multimedia to make their teaching more efficient, effective, powerful, and flexible. Faculty members are also finding that computers and multimedia tools can provide students with individualized activities that accomodate differences in students’ levels of preparation. Computer can help you transform course notes in overheads, create high-quality complex illustration, do real-time calculation and processing, engage students in interactive collaborations, and bring text, graphics, animation, sound, and video into the calssroom.18
Sangat bermanfaat sekali media animasi bagi mahasiswa, pembelajaran menjadi efektif, efisien, dan fleksible. Hal ini menunjukkan bahwa media animasi dapat diterapkan diberbagai disiplin ilmu. Dalam pembelajaran dengan media animasi peserta didik akan mengalami dan
17
Margaret E. Gredler, Classroom Assesment and Learning, (university of South Carolina:2001). The McGill Indonesia IAIN Development Project. p.21.
18
mengkonstruksi pemahaman belajar mereka dalam bentuk kerja sama dalam kelompok kecil untuk memutuskan kesimpulan penyelesaian masalah yang diajukan. Dalam pembelajaran dengan media animasi akan memahami pembelajaran secara lebih efektif dan bermakna, karena masing-masing anggota kelompok memiliki kontribusi yang sama dalam membangun kesuksesan kelompok. Karena dalam pembelajaran ini yang ditekankan adalah kerjasama.
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok akan mencoba eksperimen dikomputer yang membutuhkan kontribusi dari anggota kelompok. Setiap kelompok akan praktek titrasi asam basa menggunakan satu komputer. Dengan permasalahan yang telah ditentukan oleh guru. Dalam pembelajaran ini dapat mengembangkan pengolahan informasi, komunikasi, pengembangan kemampuan berpikir, menjawab pertanyaan, dan membangun kesimpulan pembelajaran yang tepat dalam kelompok.
Pembelajaran media animasi ini dapat menunjukkan aktivitas total masing-masing anggota kelompok, dikarenakan setiap anggota kelompok mendapatkan tanggung jawab permasalahan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran anggota kelompok untuk ikut berpartisipasi dalam kelompoknya. Pembelajaran dengan animasi memberikan siswa banyak kesempatan untuk dapat memberikan dan meningkatkan kemampuan mereka dalam mendemonstrasikan permasalahan, mengaplikasikan ide-ide cemerlang siswa dan penyusunan serta pengaturan dalam penentuan suatu kesimpulan.
4. Peranan Guru dalam Media Pembelajaran
Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental, dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasana hati yang gembira tanpa tekanan, maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat merupakan langkah yang efektif untuk memaksimalkan proses belajar sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
Maka, dalam pelaksanaan pembelajaran dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan media pembelajaran ini guru bukannya bertambah pasif, tetapi harus menjadi lebih aktif terutama saat menyusun rencana pembelajaran secara matang, penggunaan media yang tepat, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.
Peranan guru dalam pembelajaran memiliki kedudukan yang strategis, dikarenakan guru selain berfungsi untuk mentransfer ilmu pengetahuan juga memandu dan membimbing siswa untuk menemukan solusi penyelesaian masalah, sehingga diperlukan adanya komunikasi dan penerimaan kedua belah pihak, yaitu guru dan siswa dalam proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.19 Sebagai fasilitator, seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagi berikut:
a. Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, b. Membantu dan mendorong siswa untuk menggungkapkan dan
menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok,
c. Membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan (media pembelajaran) serta membantu kelancaran mereka,
19
d. Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan
e. Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.
Guru berperan sebagai mediator, penghubung dalam menjembatani, mengaitkan materi pelajaran yang sedang dibahas dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Di samping itu, guru juga berperan dalam menyediakan saran pembelajaran yang berupa media pembelajaran, agar suasana kelas tidak monoton dan membosankan. Dengan kretifitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Guru juga berperan sebagai director-motivator, berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Lalu, sebagai motivator, guru berperan memberikan semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ni tidak hanya pada hasil, tetapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas.
5. Pentingnya Nilai dalam Pembelajaran Sains
a. Konsep Nilai dalam Pembelajaran Sains
Trihastuti dan Remy menjelaskan pengertian sains diartikan sebagai berikut:20
1) Sains merupakan kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun secara logis dan sistematis.
2) Sains diperoleh melalui proses ilmiah. Proses ilmiah, yaitu berupa langkah-langkah ilmiah berdasarkan metode ilmiah. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.
3) Sains dapat mengembangkan sikap dan nilai-nilai.
Hal yang sama diungkapkan oleh Shambaeh Usman, beliau menambahkan dan menyatakan bahwa program pembelajaran sains adalah bertujuan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang fungsional tentang konsep dan prinsip secara ilmiah yang dihubungkan dengan situasi kehidupan nyata siswa dan memperoleh kemampuan ilmu pengetahuan, sikap, dan nilai yang dibutuhkan untuk menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan. 21
Berdasarkan dengan hal tersebut, pembelajaran sains yang terkandung di dalamnya tidak hanya tertuju pada produk IPTEK yang dihasilkan, akan tetapi terkandung pula aspek pengetahuan lainnya yang lebih bermakna, misalnya kepribadian diri, bertaqwa, berbudi pekerti luhur atau sikap mencintai kebenaran, sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, sikap ketelitian, dan sikap tidak putus asa, sehingga tujuan pembelajaran sains dapat diwujudkan secara nyata, yaitu menata kehidupan sekitar menjadi lebih baik.
Levinson dan Turner dalam Ratcliffe mengungkapkan hal yang sama, bahwa pembelajaran sains sesungguhnya mengandung implikasi
20
Singgih Trihastuti dan Yoko Rimy, Filosofi Sains, Tersedia: lpmpjogja.diknas.go.id. Diakses 21 Agustus 2008 jam. 15.10 WIB
21
yang berhubungan dengan masalah sosial dan etika. 22 Dalam konteks demikian, pembelajaran yang seharusnya diberikan kepada siswa adalah membangun pemahaman dan pengetahuan mengenai keterjalinan pembelajaran sains dengan nilai-nilai sosial dan etika yang ada di lingkungan sekitarnya.
Pemahaman tentang nilai yang terkandung dalam sains ini menunjukkan pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan yang relatif konstan tentang suatu perilaku. Seseorang yang melakukan tindakan terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh seperangkat nilai-nilai yang telah dimiliki, dipelihara, dan diyakininya itu dengan memberikan suatu pedoman atau acuan bagi dirinya dalam memberikan sikap, menentukan keputusan, menghubungkan pikiran dan perasaan dengan tindakan yang ditampilkannya.
Konsep nilai menurut J.R. Fraenkel dalam Lamijan, nilai adalah a value is an idea concept about what someone thinks is important in life
(gagasan atau suatu konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang yang penting dalam kehidupan). Pengertian ini menunjukkan bahwa, hubungan antara subjek dengan objek memiliki arti yang penting dalam kehidupan subjek. Sebagai contoh, segenggam garam di masyarakat Dayak lebih berarti dari segumpal emas, karena garam sangat berarti bagi hidup dan matinya orang Dayak; sedangkan bagi masyarakat Yogyakarta sekarung garam tidak ada artinya bila dibandingkan dengan dengan satu ons emas, karena emas memiliki arti yang lebih penting dalam kehidupan orang kota.23
Dalam jurnal, Hill menyatakan “those beliefs held by individuals to which they attach special priority or worth, and by which they tend to
order their lives”, bahwa nilai adalah suatu keyakinan seseorang tentang
22
Mary Ratcliffe, Values in The Classroom-The ‘Enacted’ Curriculum, Available at: http://www.fremtidensnaturfag.dk/web2006/artikler/MR_Values_chap_nov_05.pdf. Accessed on Nov 12, 2008, 1.30 pm, p. 1
23
sesuatu yang sangat berharga atau memiliki prioritas utama dalam kehidupannya.24 Keyakinan seseorang mengenai hal tersebut, akan membawa seseorang untuk tetap menjaga dan memelihara serta berupaya untuk mendapatkan nilai tersebut. Misalnya, sebagai umat Muslim diperintahkan untuk melaksanakan dan menunaikan kewajiban shalat lima waktu sehari, maka secara naluriah berdasarkan pedoman nilai dalam diri seseorang tersebut akan melaksanakan shalat dengan menggiatkan diri untuk selalu beribadah dengan harapan mendapatkan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda.
BP-7 dalam Maman Rachman menyatakan bahwa nilai adalah suatu pengertian atau pensifatan yang digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda.25 Pensifatan yang diberikan terhadap nilai tersebut berhubungan erat dengan manusia/seseorang sebagai subyek pemberi pengertian nilai yang dianggapnya pantas untuk dikejar dan dimiliki. Nilai berkaitan dengan baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupannya di masyarakat.
Tan berpendapat bahwa nilai merupakan refleksi interaksi antara individu dan masyarakat. Nilai akan muncul dalam bentuk konseptual atau pedoman dan emosional untuk mengevaluasi sesuatu yang sangat berharga dalam tindakan atau tujuan. Nilai memiliki aspek moral yang didasarkan pada perbuatan dan tingkah laku manusia yang baik atau buruk dan menjadi panduan bagi seseorang dan masyarakat dalam melakukan perbuatan dan menentukan sikap terhadap lingkungan yang lebih luas.26
Sjarkawi dalam Koesoema menyatakan bahwa nilai merupakan
24
Seah dan Bishop, Values in Mathematics Textbooks: A View Through Two Australasian Regions, Presented at 81st Annual Meeting of The American Educational Research Assosiation, New Orleans, LA, 2000, p. 4
25
Maman Rachman, Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.028, Tahun ke-7, Maret 2001, hal. 3
26
kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang memberi makna dalam hidup, yang memberikan dalam hidup ini titik tolak, isi dan tujuan.27
Konsep nilai terhadap diri seseorang dan masyarakat memberikan prioritas terhadap keyakinan tertentu, pengalaman, dan tujuan, dalam menyimpulkan bagaimana masa depan mereka, dan apa saja yang mereka miliki.Dalam pengertian ini, ditegaskan bahwa nilai memiliki arti manfaat bagi seseorang yang telah menghayati, mengamalkan, dan memeliharanya dalam kehidupan yang dialaminya, sehingga seseorang tersebut memiliki standar acuan dalam bagaimana menentukan sikapnya terhadap problematika yang ada dihadapannya, serta memiliki keyakinan terhadap nilai yang dianutnya tersebut ada kebahagiaan yang cukup besar di kehidupan kini dan masa depannya.
Nik Azis dalam seminarnya menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian nilai ini bukan saja melibatkan aspek kepercayaan tetapi juga aspek pemahaman, perasaan, dan tingkah laku manusia. Definisi bagi istilah nilai adalah sejumlah hal yang dianggap penting, berharga, berguna atau mustahak. Secara lebih abstrak nilai seringkali merujuk pada prinsip, standar, atau pegangan yang melibatkan hal yang dianggap penting atau berharga.28
Pengertian nilai menurut Milton Roceach dan James Bank dalam Kartawisastra adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, di mana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak
27
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 198
28
pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercaya.29 Pengertian ini menunjukkan bahwa nilai itu merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang telah berhubungan dengan manusia yang memberikan nilai tersebut. Oleh karena itu, terkait mengenai kandungan nilai dalam pembelajaran sains membutuhkan suatu proses pembelajaran yang harus melibatkan pengalaman-pengalaman dari kedua belah pihak, yaitu guru sebagai pendidik perlu menempatkan diri sebagai fasilitator dengan menyediakan suatu wadah bagi siswa dalam memberikan gagasan atau ide yang dimilikinya terkait dengan proses pembelajaran yang berhubungan dengan situasi kehidupan nyata siswa, sehingga siswa dapat merealisasikan pembelajaran sains dengan memiliki ilmu pengetahuan, sikap, dan nilai dalam memahami dan memecahkan suatu permasalahan secara positif dan menghargai lingkungan alam secara arif dan bijaksana serta memiliki rasa keyakinan dan kesadaran yang tinggi mengenai kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat diartikan dan dikembangkan bahwa nilai dalam pembelajaran sains merupakan pedoman yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat dalam menentukan tingkat kebaikan, harga, dan keindahan terhadap sesuatu yang penting bagi kehidupannya berdasarkan aspek pengetahuan dan perasaan yang dimilikinya dan terealisasi dalam tindakan yang memiliki manfaat. Nilai dalam pembelajaran sains bertujuan untuk menata kehidupan menjadi lebih baik, yaitu dengan mengembangkan pemahaman tentang gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini dikembangkan untuk memberikan filter dalam menghubungkan pikiran dan perasaan dengan tindakan disamping mencakup mengenai sistem pengaturannya. Sehingga akan membangun dan meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya
29
alam serta keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
Istilah nilai dikelompokkan dalam berbagai kategori yang berbeda seperti nilai kerohanian, moral, sosial, etika, estetika ekonomi, budaya, intelektual, persekitaran, undang-undang, ideologi, profesionalisme, kepemimpinan pribadi, prodiktivitas dan agama. Nilai etika merujuk nilai yang digunakan untuk membedakan antara baik dengan jahat, betul dengan salah, dan moral dan tak bermoral. Seterusnya, nilai moral merujuk tindakan atau nilai yang mempunyai implikasi langsung kepada kebajikan dan hak orang lain atau kepada isu keadilan dan persamaan30
b. Tahapan Proses Pembentukkan Nilai
Nilai-nilai yang telah dimiliki, dipelihara dan diamalkan oleh siswa/seseorang secara konsinten dan berkelanjutan terus-menerus akan sangat bisa mempengaruhi lingkungan yang berada di sekitarnya. Hal ini disebabkan bahwa nilai berfungsi sebagai pedoman yang memungkinkan siswa menentukan setiap perilaku yang benar dan menentukan setiap penyimpangan yang terjadi.
Pembentukkan dan penghayatan nilai-nilai dalam pribadi seseorang tidak terjadi begitu saja, melainkan memerlukan proses yang tidak mudah dan waktu yang singkat. Proses ini bisa terjadi setelah siswa menghadapi suatu konflik atau peristiwa yang mengandung nilai dan dengan pengetahuan yang dimilikinya terjadi pemahaman yang mungkin saja membekas di dalam dirinya.
Menurut krathwohl dalam Lamijan, proses pembentukkan nilai pada anak dapat dikelompokkan dalam 5 tahap, yakni:31
1) Tahapan receiving (menyimak). Pada tahap ini seseorang secara aktif dan selektif dalam memilih fenomena. Pada tahap ini nilai belum
30
Nik Azis Nik Pa, loc. cit..hal.4.
31
terbentuk melainkan baru menerima adanya nilai-nilai yang berada di luar dirinya dan memilih mana yang paling menarik bagi dirinya. 2) Tahapan Responding (menanggapi). Seseorang selain menerima
stimulus secara aktif, juga melakukan tanggapan secara aktif rangsangan yang berada di luar dirinya dalam bentuk respon yang nyata.
3) Tahapan valuing (memberi nilai). Pada tahap ini seseorang sudah mampu menangkap stimulus atas dasar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ia mulai mampu menyusun persepsi tentang obyek. Dalam hal ini terdiri dari tiga tahapan, yakni percaya terhadap nilai yang ia terima; merasa terikat dengan nilai yang dipercayainya (dipilihnya); dan memiliki keterikatan batin (commitment) untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diterima dan diyakininya itu.
4) Tahapan organization (mengorganisasikan nilai). Pada tahap ini, seseorang mulai mengatur sistem nilai yang ia terima dari luar untuk ditata dalam dirinya, sehingga sistem nilai itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam dirinya. Pada tahap ini terdiri dari dua tahapan untuk mengorganisasikan nilai, yaitu mengkonsepsikan nilai dalam dirinya; dan mengorganisasikan nilai dalam dirinya seperti cara hidup dan tata perilakunya sudah didasarkan atas nilai-nilai yang diyakininya.
5) Tahapan karakterisasi nilai. Pada tahap ini, seseorang telah mampu mengorganisir sistem nilai yang diyakininya dalam hidup secara mapan, ajeg dan konsisten.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bukhori dalam Lubis menyatakan bahwa proses pembentukkan nilai belangsung secara bertahap. Ada lima fase yang harus dilalui siswa, yakni:32
1) Knowing, yaitu mengetahui nilai-nilai 2) Comprehending, yaitu memahami nilai-nilai
3) Accepting, yaitu menerima nilai-nilai
32
4) Internalizing, yaitu menjadikan nilai sebagai sikap dan keyakinan
5) Implementing, yaitu mengamalkan nilai-nilai
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Nilai Dalam Sains
Model pembelajaran yang menggunakan kegiatan materi pelajaran yang ketat dan monoton serta didominasi oleh guru (teacher’s centered) dirasakan tidak memberikan pola pembelajaran yang bermakna bagi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa di dalam perkembangannya di zaman global menuntut adanya pengalaman-pengalaman yang bersifat konkrit dan dapat diterapkan olehnya sebagai interaksi pribadi dan masyarakat di dalam lingkungannya.
Menurut Ratcliffe, lima dimensi pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains yang bermuatan nilai sebagai upaya untuk memfasilitasi siswa mengalami, memilih, mengahayati, dan mengamalkan suatu nilai-nilai adalah sebagai berikut:33
1) Guru memiliki dan memahami pengetahuan yang memadai tentang sains secara percaya diri di dalam pembelajaran.
2) Guru bukan hanya mentransfer dan memberikan ilmu pengetahuan, akan tetapi sebagai fasilitator siswa dalam pembelajaran.
3) Guru memiliki sikap keterbukaan dan bermusyawarah terhadap siswa. 4) Guru memberikan pengetahuan seluas-luasnya kepada siswa dengan
mengembangkan kemampuan berpikirnya. 5) Siswa mengalami aktivitas pembelajarannya.
Prinsip pembelajaran sains yang terintegrasi nilai sebagaimana dijelaskan oleh Ratcliffe menunjukkan bahwa pola pembelajaran yang efektif adalah siswa mengalami pembelajaran secara aktif di dalam kelas dan guru memfasilitasi siswa dan lingkungan kelas yang kondusif sehingga siswa dapat menyatakan minat/ketertarikan, keterbukaan dan perhatian serta dapat menentukan pilihan/sikap dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus mampu mendengarkan pendapat
33
siswa dalam menyampaikan sikap dengan rasa hormat dan dukungan.
d. Macam-macam Nilai dalam Pembelajaran Sains
Pembelajaran sains selama ini belum dipahami secara keseluruhan memiliki kandungan nilai-nilai sains yang terkait dengan kehidupan. Hal ini disebabkan pola-pola pembelajaran sains yang diterapkan masih menggunakan taraf pembelajaran fakta dan konsep saja, sehingga nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya tidak memiliki kebermaknaan yang mendalam untuk dipahami oleh siswa dan aplikasi nilai-nilai ini menjadi nihil diterapkan oleh siswa sebagai warga negara yang memiliki kecerdasaan dan keberagamaan.
Menurut Bukhori menyatakan bahwa setiap pelajaran tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai dasar yang harus diketahui oleh siswa.34 Sebagai contoh, yaitu dalam pembelajaran kimia mengajarkan kecermatan, ketelitian, dan kejujuran dalam perhitungan dan pengamatan.
Menurut Herlanti menjelaskan bahwa nilai-nilai yang harus diintegrasikan dalam pembelajaran sains adalah sebagai berikut: 35
1) Nilai ilmiah/intelektual, yaitu berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, menyelidiki (inkuiri).
2) Nilai sosial, yaitu memecahkan masalah, kemanusiaan (humanis), kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan berkompetisi.
3) Nilai religius, yaitu keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaaan-Nya. Kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara dan
34
Mawardi Lubis, op. cit, hal. xxi
35
menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Macam-macam nilai yang dikembangkan Bishop terhadap kandungan nilai di dalam pembelajaran sains adalah36
1) Rationalism, yaitu berkaitan dengan suatu penjelasan hipotesis, teori dan logika yang dapat diterima dengan akal pikiran atau pemikiran terhadap sesuatu secara deduktif-logis.
2) Objectism, yaitu berdasarkan data empirik, berpikir analogis terhadap data yang tepat dan dapat diukur, memiliki hubungan dengan keakuratan atau ketepatan serta mengidentifikasi permasalahan secara spesifik.
3) Control, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk menguasai, merencanakan dan memprediksi berbagai macam permasalahan. Nilai control ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains dapat diaplikasikan serta dapat dimanfaatkan sebagai solusi penyelesaian masalah-masalah sosial.
4) Progress, yaitu berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan secara terus-menerus dan pemahaman secara mendalam terhadap ilmu pengetahuan.
5) Openness, yaitu berkaitan dengan kemampuan mengartikulasikan permasalahan dengan sikap keterbukaan secara bersama-sama dalam membangun rasa kemanusiaan. Nilai oppeness ini menunjukkan kemampuan untuk berdiskusi dan menganalisa teori, ide, hasil dan argumentasi.
6) Mystery, yaitu berkaitan dengan rasa ingin tahu, rasa terpesona, dan dugaan terhadap sesuatu berdasarkan intuisi (gerak hati).
Kohlberg mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat intrinsik, yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang
36
masa secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah memiliki warna, isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan budaya kelompok masyarakat tertentu.37 e. Integrasi Nilai-nilai Sains yang Terkandung dalam Konsep Titrasi
Asam Basa
Dalam pembelajaran kimia terdapat banyak hal yang dapat mengklarifikasi atau mengungkapkan nilai-nilai, sebab kimia menyentuh banyak segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, proses pembelajaran kimia dalam upaya mengungkapkan nilai-nilai tergantung pada pengetahuan tentang fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipelajari siswa, yang kemudian saling terhubung sehingga didapatkan nilai-nilai yang terkandung di dalam pembelajaran kimia.
Dalam Seminar Internasional “Integrating Value and Local Wisdom: New Perpective Teaching and Learning in Mathematics and
Science Education” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 28-29 Oktober 2008, Shambae Usman Menjelaskan bahwa:
“Integrasi nilai melibatkan pengembangan sistem nilai dari siswa sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan siswa. Proses pembelajaran tidak hanya memberikan pembelajaran pada kemampuan konsep dan keterampilan saja akan tetapi harus pula disertai dengan nilai”38(Shambaeh Usman: 2008).
Dalam taraf fakta, proses pembelajarannya disampaikan informasi, data, peristiwa, dan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah hafalan, pengulangan materi-materi yang sudah diajarkan guru secara lisan dan tertulis.
Selanjutnya dalam taraf konsep. Pendidik mengajak siswa untuk mencari, mengungkapkan, dan memahami konsep-konsep tertentu dari
37
Sulaiman Zein, Metode Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia Dini, diakses dari http://smpnbilahulu.wordpress.com, sabtu, 23 Februari 2008.15.10.
38