• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis makna verba deru dalam kalimat Bahasa jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis makna verba deru dalam kalimat Bahasa jepang"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar A. 1993. Linguistik Suatu Pengantar, Bandung : Angkasa

Aminuddin. 1988. Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna). Bandung : Sinar Baru

Asih, Kurnia. 2010. Analisis Makna Verba Tatsu Sebagai Polisemi Dalam Bahasa Jepang, skripsi pada UPI Bandung Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta:Rineka Cipta

____________. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

____________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Dahidi, Ahmad dan Sudjianto. 2007. Pengantar Linguistik bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blank

Depdikbud.1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta

Hitoko Sasaki dkk. Nihongo So-matome N3. 2010. Tokyo : Ask Publishing.

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Koizumi dkk. 1989. Nihongo Kihon Doushi Youhou Jiten. Tokyo : Daishuukan Shoten.

Matsuura, Kenji. 1994. Nihongo-Indoneshiago Jiten (Kamus Bahasa Jepang-Indonesia). Jakarta: Gramedia

Nipponia No.21 (Majalah). 2002. Tokyo : Nihon Hakken

(2)

Parera J.D. 2004 . Teori Semantik (Edisi kedua). Jakarta : Erlangga

Sudjana, N dan Ibrahim. 2001. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press

Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang Edisi Revisi. Bandung : Humaniora Utama Press

The Monthly Nihongo No.1 (Jurnal).1999. Tokyo : Space ALC

The Monthly Nihongo No.2 (Jurnal).1999. Tokyo : Space ALC

The Monthly Nihongo No.3 (Jurnal).2000. Tokyo : Space ALC

Ulmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wochi Kochi No. 5 (Jurnal). 2005. Tokyo : Japan Foundation

(3)

BAB III

ANALISIS POLISEMI VERBA DERU DALAM

KALIMAT BAHASA JEPANG

Pada bab ini data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis. Adapun hal-hal yang akan dianalisis adalah kajian makna verba deru yang memiliki makna berbeda. Hal tersebut sebagai jawaban atas rumusan-rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab pendahuluan sebelumnya. Analisis data yang akan disajikan dalam penelitian ini terfokus pada analisis nuansa kandungan makna verba deru berdasarkan kontekstualnya atau keadaan pengguna bahasa.

[image:3.595.113.520.613.732.2]

Seperti yang kita ketahui bahwa verba deru memiliki beberapa makna yang berbeda satu dengan lainnya. Makna tersebut akan berubah dari makna aslinya jika diletakkan dalam suatu kalimat. Dengan mengetahui makna-makna verba deru akan mempermudah pembelajar dan pengajar bahasa Jepang untuk memahaminya. Sebelum memasuki pembahasan tentang analisis nuansa makna verba deru, terlebih dahulu akan disajikan pengklasifikasian data mengenai makna verba deru berdasarkan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Tabel 3.1 Klasifikasi Makna Deru

No Makna

Koizumi, dkk

Sakata Yukiko

1 中 外 移動

Keluar; berpindah dari dalam keluar

(4)

2 あ 目的 持 あ 場所

<(Memiliki maksud tertentu) meninggalkan suatu tempat>

 

3 あ 場所 行 着

<Pergi dan tiba disuatu tempat>

 

4

止 い 乗 物 発進

<Kendaraan yang sedang berhenti akan berangkat>

 

5

内部 あ 隠 い 外

部 現

<Sesuatu yang ada dibagian dalam. Barang yang tersembunyi muncul keluar>

 

6

会合 活動 参加

<Ikut serta dalam pertemuan / kegiatan >

 

7

人 目 触 公

<Telihat oleh mata seseorang dan meluas ke publik>

 

8

あ 物 新 あ い 結

<Memperbaharui suatu perkara, atau menemukan akhir>

(5)

9 食 金銭 命 え <Diberikan makanan/uang/perintah>  10 店 営業 始

<Memulai toko atau usaha>

11

あ 種 態度

<Mengambil suatu sikap>

12

商品 売

<Barang dagangan laku terjual>

  13 生 < Menghasilkan>   14 柄 由来 あ 起源 生 い

<Suatu perkara ada karena ada asal usulnya>

15

慣用句

Ungkapan / hal yang digunakan secara umum

 

(6)

Cuplikan 1 :

ういう日本 学校 状況 教え い 派遣先 い

C う 驚 人 少 い 教室 教師 机 あ 日本

職員室 教師 机 い 普通 休 時間 生

教室 外 出 ア

( The Monthly Nihongo No.2, 1999:12 ).

Souiu nihon no gakkou to onaji jyoukyuu wo oshieteite, hakensen ni ittekara C san no youni odoroku hito wa shukunai. Kyoushitsu ni kyoushi no tsukue ga aru no wa nihon to onaji da ga, shokuin shitsu ni wakyoushi no tsukue wa nai no ga futsuu da. Yasumi jikan, seito tachi wa kyoushitsu no soto ni denakutewa narazu, doa ni wa kagi ga kakerareru.

<Memberitahukan keadaan yang sama seperti sekolah di Jepang, menurut klien, orang yang terkejut seperti tuan C hanya sedikit. Meja pengajar ada di kelas sama seperti di Jepang, tetapi meja guru tidak ada di ruang pegawai itu adalah hal yang biasa. Waktu istirahat, para murid harus keluar kelas, kunci digantungkan di pintu>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 1 diatas diambil dari wacana yang berjudul “ 違う 学校生活 (Konna Ni Chigau, Gakkou Seikatsu )” yang berarti

(7)

Amerika ketika waktu istirahat tiba, murid diharuskan untuk keluar dari kelas, dan kelas dikunci agar murid tidak bisa masuk. Saat istirahat tersebut dimanfaantkan siswa untuk makan siang.

Makna verba deru yang berarti ‘keluar’ merupakan makna dasar atau makna asli dari verba deru. Makna dasar dapat diketahui dengan melihat makna yang muncul pertama kali pada kamus. Dapat dilihat dari berbagai kamus bahasa Jepang, makna yang muncul pertama kali dari verba deru adalah ‘keluar’. ‘Keluar’ dapat diartikan中 外 移動 (Naka kara

soto ni idousuru) yaitu ‘perpindahan dari dalam ke luar’. Jika kalimat diatas ditelaah, bahwa murid yang seharusnya berada didalam kelas, diharuskan untuk berpindah keluar dari kelas dan tidak berada dalam kelas lagi pada jam istirahat.

Cuplikan 2 :

2001 大 学校 1 期生 私 大 学校 出 20 い

う 当時大 学校 教鞭 い 日本人教師 材 中

央公論4月号 [大 学校] 思い起 いう 掲載

( Wochi Kochi No.6, 2005:15 ).

(8)

<Pada tahun 2001, sebagai kelompok siswa pertama sekolah Taihei, setelah saya tamat dari sekolah Taihei mewawancarai guru-guru Jepang yang telah bertugas selama 20 tahun pada saat itu, dan mempublikasikan laporan yang disebut “Mengingat Kembali Sekolah Taihei” pada Chuuoukoron edisi bulan april>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 2 diatas adalah salah satu kalimat dari tulisan yang diambil dari wacana yang berjudul 大 学校 存知 ?(Taihei

Gakkou Gozonji desuka?)” yang berarti ‘Tahukan Kamu Sekolah Taihei?’. Makna verba deru pada kalimat tersebut berarti ‘lulus atau tamat dari sekolah’. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa tuan Mou Banfu sebagai

penulis cerita yang merupakan kelompok siswa pertama alumni sekolah Taihei setelah keluar dari sekolah atau yang lebih tepatnya lulus dari sekolah Taihei mewanwancarai guru yang telah bertugas selama 20 tahun.

Verba deru pada kalimat tersebut memiliki makna ‘lulus atau tamat sekolah’. Sesuai dengan pendapat dari Koizumi dkk, bahwa makna kedua

dari verba deru adalah あ 目的 持 あ 場所 (( Aru

mokuteki o motte ) aru basho o hanareru ) yang artinya ‘meninggalkan suatu tempat (untuk maksud tertentu)’. Jika ditelaah, arti deru yang berarti

(9)

setelah melewati syarat kelulusan sehingga bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Verba deru dapat bermakna ‘lulus/tamat sekolah’ jika pada kalimat tersebut berpartikel ‘ (o)’ atau ‘ (ni)’.

Seperti pada kalimat ini :

私 大 学校 出

Watashi wa Taihei Gakkou o dete

Namun nuansa makna verba deru yang bermakna ‘lulus/tamat sekolah’ akan berbeda dan berubah jika partikelnya diganti dengan partikel ‘ (kara)’ dan ditambah keterangan waktu seperti pada kalimat berikut :

私 2午後 大 学校 出

Watashi wa 2 gogo ni Taihei Gakkou kara dete.

Kalimat diatas memiliki arti ‘saya keluar dari sekolah Taihei pada jam 2 siang’. Sesuai dengan makna dasar verba deru yaitu ‘keluar’. Makna ‘keluar’ disini bukan berarti ‘lulus atau tamat sekolah’ melainkan keluar karena jam pelajaran sudah habis dan waktunya untuk pulang kerumah dan kembali lagi untuk besekolah pada keesokan harinya.

Dalam kalimat bahasa Jepang, verba deru sesuai dengan kalimat diatas yang bermakna ‘lulus atau tamat sekolah’ dapat dipadankan dengan kata ‘

卒 業 (Sotsugyousuru)’ yang artinya ‘lulus atau tamat sekolah’.

Seperti berikut:

私 大 学校 卒業

(10)

Menurut Yukiko (2000:639) salah satu makna verba deru adalah卒業

karena itu, dalam suatu kalimat verba deru yang berarti lulus dapat

digantikan dengan kata ‘卒 業 (Sotsugyousuru)’ yang maknanya sama.

Cuplikan 3 :

私 日本人 顔 見 自然 日本語 出 ア

ア人 ア ア語 アメ 人 英語 自分 気

い 出 ( Wochi Kochi No. 6, 2005:25).

Nazenara, watashi wa nihon jin no kao miru to shizen ni nihongo ga deru no desu. Arabia jin da to Arabia go, Amerika jin da to eigo ga jibun de kibun ga tsukanai demo patto deru.

<Mengapa demikian, kalau saya melihat orang Jepang, secara alami akan keluar bahasa Jepang. Kalau orang Arab, bahasa Arab, kalau orang Amerika bahasa Inggris, walaupun diri sendiri tidak sadar, tetapi secara spontan akan keluar>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 3 diatas merupakan salah satu kalimat yang diambil dari wacana yang berjudul “日本語 世界 言葉 (Nihongo O Sekai

(11)

mono ga gaibu ni arawareru) yang artinya ‘sesuatu yang ada dibagian dalam, hal yang tersembunyi muncul keluar’ sesuai dengan pendapat

Koizumi dkk. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa penulis cerita yang merupakan warga negara Sudan bercerita tentang pengalamannya ketika ikut serta dalam pertemuan yang membicarakan tentang Sudan dengan bahasa Inggris. Orang yang berkumpul dalam pertemuan tersebut semuanya adalah orang Jepang. Namun meskipun kebanyakan orang Jepang, mereka berbicara satu sama lain dengan menggunakan bahasa Inggris. Penulis yang bingung kenapa ketika bertemu dengan orang Jepang, bahasa Jepang akan keluar secara alami.

Verba deru pada kalimat diatas memiliki makna yang hampir sama dengan makna dasar verba deru yang berarti ‘keluar’. Namun jika ditelaah lebih jelas, maknanya adalah ‘bahasa Jepang yang sebelumnya tersembunyi didalam, keluar begitu saja ketika bertemu dengan orang Jepang’.

Cuplikan 4 :

度 故郷 出 え 後 行 いい

いい メッ 巡礼 途中 死 善行 積

国 行 手 わ ( Wochi Kochi

No.5, 2005:12 ).

(12)

<Sekali, kalau sudah berangkat meninggalkan kampung halaman, selanjutnya pergi kemanapun boleh, tidak kembali pun boleh. Kalau meninggal ditengah perjalanan haji ke Mekkah, akan menumpuk kebaikan, dan berarti mendapatkan tiket ke surga>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 4 diatas diambil dari wacana yang berjudul “違い

あ 交 流 生 (Chigai ga aru kara, kouryuu ga umareru)” yang berarti ‘Karena Memiliki Perbedaan, Melahirkan Pertukaran Kebudayaan’. Makna verba deru pada cuplikan kalimat

tersebut adalah 出発や発射 (Shuppatsu ya hassha o suru) yang artinya ‘berangkat atau melakukan keberangkatan’. Pada wacana tersebut

dijelaskan bahwa bagi seorang muslim ketika akan melakukan keberangkatan dan meninggalkan kampung halaman kemudian pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji maka tidak kembali pun tidak apa-apa, dikarenakan jika meninggal dalam perjalanan menuju atau kembali dari Mekkah, maka akan membawa jalan menuju ke surga.

(13)

Cuplikan 5:

箱 中 何 入 い 状態動詞 導入後 練習

机 置い 箱 あ 振 見 う聞 い

い 答え 出 う 中身 見 後 今度 一人 学

生 見 え い う 何 い い ( The

Monthly Nihongo No.1, 1999:32 ).

(Kono hako no naka ni nani ga haitte imasuka) jyoutai doushi no dounyuu ato no renshuu de, tsukue no ue ni oita hako tori age, futtemisenagara kou kikimasu. Iroiro na kotae ga deru deshou. Nakami o miseta atode, kondo wa, hitori no gakusei ni, minna ni mienai youni nani ka irete moraimasu.

<(Apa yang terdapat didalam kotak ini?). Dilatihan setelah pengantar kata kerja situasi, saya mengangkat kotak yang terletak diatas meja, sambil menggucangkan dan mendengarkan kalimat seperti ini. Akan menghasilkan bermacam-macam jawabankan. Setelah melihat isinya, kali ini saya menyuruh seorang murid untuk memasukkan sesuatu agar tidak terlihat oleh yang lain>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 5 diatas diambil dari sebuah wacana yang berjudul “想 像 力 立 (Souzouryoku o kakitateru)” Membangun

kekuatan imajinasi). Makna verba deru pada cuplikan kalimat tersebut

adalah あ 物 新 あ い 結 生 (Aru

(14)

suatu perkara atau menghasilkan akhir’. Pada wacana tersebut dijelaskan

bahwa sang guru melakukan permainan sebagai selingan ketika belajar. Kemudian ia mengguncangkan kotak yang ada diatas meja dan menyuruh para murid untuk menebak isi yang dalam kotak untuk membangun kekuatan imajinasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan banyak jawaban yang berbeda-beda sesuai dengan pikiran yang ada pada masing-masing murid.

Jika ditelaah, verba deru diatas memiliki makna ‘menghasilkan’ artinya, jawaban yang sebelumnya tidak ada dipikiran murid dan masih ada di dalam otak, akhirnya keluar dari pikiran hingga menghasilkan beragam jawaban dari otak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Koizumi dkk bahwa salah satu makna verba deru adalah memperbaharui suatu perkara atau menghasilkan sebuah akhir’.

Cuplikan 6 :

送 い 半 あ 現在 職

場 [非常勤 募集 い 研究業績 送 う ]

連絡 本当 う 涙 出 う

( The Monthly Nihongo No. 1, 1999:8 )

(15)

<(Padahal mengirim seperti ini), ketika pertengahan ingin menyerah, saya menerima telepon dari tempat bekerja yang sekarang yang mengatakan (karena mendaftar pekerjaan sambilan, jadi kirimlah hasil penelitiannya). Saya benar-benar senang hingga ingin mengeluarkan air mata>.

Analisis :

Kalimat dari cuplikan 6 diatas diambil dari sebuah wacana yang berjudul 私 就職活動体験記 (Watashi No Shuushoku Katsudou Taikeiki) yang berarti ‘Cerita Pengalamanku Mendapatkan Pekerjaan’. Makna verba deru

pada cuplikan kalimat tersebut adalah ‘sesuatu yang ada di bagian dalam muncul keluar’. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa sang penulis cerita menceritakan tentang pengalamannya ketika mencari pekerjaan. Setelah ia tamat dari universitas di luar negeri, kemudian ia melamar pekerjaan menjadi seorang guru, sempat mengirimkan banyak surat tetapi tidak juga mendapatkan balasan. Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya ia dihubungi dan disuruh untuk segera mengirimkan hasil penelitiannya. Karena itu dia sangat senang hingga ingin menangis dan mengeluarkan air mata.

(16)

bahwa salah satu makna verba deru adalah ‘sesuatu yang tersembunyi akhirnya muncul keluar’.

Cuplikan 7 :

日本 翻訳者 多 出 本 読 い 空洞化

いう点 日本語 心 い い 思い ( Wochi Kochi

No.6, 2005:14 ).

Nihon de wa honyakusha mo ooku dete hon ga kanari yomareteimasukedo kuudouka toiu ten wa nihongo mo anshin shiteirarenai to omoimasu.

<Di Jepang, banyak keluar penerjemah, bukunya cukup banyak di baca, saya pikir, ruang untuk bahasa Jepangpun menjadi tidak aman>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 7 diatas adalah kalimat percakapan yang diambil

dari wacana yang berjudul 言葉 夢中 快楽 (kotoba ni muchuu ni naru kairaku)” yang berarti ‘kesenangan sampai jadi gila karena kata-kata’. Makna verba deru pada kalimat diatas adalah 生 (Shoujiru)

yang artinya ‘menghasilkan’. Ini merupakan percakapan antara 2 orang yang membahas tentang buku-buku bahasa asing di Jepang. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa, di Jepang, banyak penerjemah bahasa asing yang dihasilkan, dan bukunya banyak di baca.

(17)

makna dari verba deru adalah ‘memproduksi atau menghasilkan’. Jika kalimat tersebut diuraikan lebih jelas, Jepang menghasilkan penerjemah bahasa asing, yang sebelumnya tidak ada, menjadi ada.

Cuplikan 8:

養殖 海 出 ,体長 1cm ほ 稚魚 捕獲

始 稚魚用 い 育 600 g 越え

約 10 m 四方 大 い 移 ( Nipponia No. 21,

2002:17).

Hamachi no youshoku wa, mazu umi ni dete, taichou 1cm hodo no chigyo o hokaku suru tokoro kara hajimeru. Sore o chigyoyou no ikesu de sodate, taijyuu ga 600g o koeta koro, yaku 10 m shihou no ookina ikesu ni utsusu.

<Budidaya ikan hamachi, pertama-tama pergi ke laut, dimulai dari tempat menangkap anak ikan yang memiliki panjang badan 1cm. Kemudian memelihara anak ikan di tambak. Jika berat badan sudah melebihi 600gr, pindahkan ditambak besar segi empat berukuran 10 m>.

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 8 diambil dari wacana yang berjudul “養殖漁業

日 本 見 え (Youshoku Gyogyou Kara Nihon Ga Mieru)” yang berarti ‘Jepang Terlihat Dari Budidaya Perikanannya’. Makna verba deru pada cuplikan kalimat tersebut adalah ‘pergi dan tiba disuatu tempat’, dan

(18)

Ketika sudah sampai dilaut, mulai dengan menangkap anak ikan dan memelihara di tambak, ketika ukuran tubuhnya semakin besar, ikan harus dipindahkan ke tambak yang ukurannya lebih besar.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa makna verba deru dalam kalimat tersebut adalah あ 場所 行 着 (Aru basho ni ikitsuku) yang artinya ‘pergi dan tiba disuatu tempat’ hal ini dikarenakan, ketika

seseorang ingin pergi kesuatu tempat, berarti harus keluar dari tempat sebelumnya, misalnya rumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Koizumi dan Sakata Yukiko bahawa verba deru dapat digunakan untuk menyatakan ‘pergi dan tiba disuatu tempat’.

Cuplikan 9 :

就職 内定 出勤 う会社側 要求

授業 出 残 い 学生 精神 え

教室 雰囲気 悪 一方 あ ( The Monthly Nihongo No.

3, 2000:58 )

Mata shuusyoku ga naitei suru to sugu shukkin suru you kaisha gawa kara youkyuusareru no de, jugyou ni wa denakunari, sono koto ga nokotteiru gakusei ni mo atae, kyoushitsu no fun’iki wa waruku naru ippou dearu.

(19)

Analisis :

Kalimat pada cuplikan 1 diatas diambil dari wacana yang berjudul “会社

教育 日本語教育 (Kaisha Kyouiku to Nihongo Kyouiku) yang berarti ‘Pendidikan Kantor Dan Pendidikan Bahasa Jepang’. Makna verba deru

pada cuplikan kalimat tersebut adalah 会 合 活 動 参 加 (Kaigou / katsudou nado ni sanka suru) yang artinya ‘Ikut serta dalam pertemuan / kegiatan’. Pada wacana tersebut dijelaskan bahwa, ketika

penulis cerita telah mendapatkan pekerjaan baru. Pada awalnya dia adalah seorang guru sekolah, namun menjadi tidak bisa hadir dalam pelajaran karena disuruh bagian kantor untuk segera bekerja. Keadaan tersebut membuat keadaan kelas menjadi buruk.

(20)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Verba dalam bahasa Jepang adalah salah satu kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan, mengalami perubahan (katsuyou), bisa berdiri sendiri, dan menduduki jabatan predikat dalam suatu kalimat. 2. Verba dalam bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok

berdasarkan pada bentuk konjugasinya, yaitu kelompok I (五 段 動 詞 ‘godan-doushi), kelompok II (一段動詞 ‘ichidan-doushi’), dan kelompok III (変格 動詞 ‘henkaku-doushi’), yang dalam hal ini verba deru termasuk

dalam verba kelompok III.

(21)

4. Verba deru pada dasarnya memiliki makna perpindahan dari dalam keluar. Namun makna dasar tersebut dapat berubah ketika sudah berada dalam kalimat.

5. Dari 9 kalimat yang dianalisis pada bab sebelumnya, ada 9 makna yang berbeda dari verba deru yaitu, ‘keluar’, ‘lulus/tamat sekolah’, ‘sesuatu yang ada dibagian dalam, hal yang tersembunyi muncul keluar’, ‘berangkat atau melakukan keberangkatan’, ‘memperbaharui suatu perkara atau menghasilkan akhir’, ‘menghasilkan’, ‘pergi dan tiba disuatu tempat’, ‘Ikut serta dalam pertemuan / kegiatan’, ‘mengambil sikap’.

4.2 Saran

Bahasa bersifat dinamis dan mengalami perubahan, dalam hal verba deru pun tidak tertutup kemungkinan mengalami pergeseran atau perubahan makna dalam penggunaannya.

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA, POLISEMI DAN TEORI TENTANG MAKNA VERBA DERU

2.1 Semantik Dalam Linguistik

Dalam mempelajari sebuah bahasa, kita mengetahui linguistik sebagai bidang ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Semantik merupakan salah satu kajian dalam bidang studi linguistik yang membahas tentang makna.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) berasal dari bahasa yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semiano yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik (Perancis: signe linguistique). (Chaer, 2002:2).

Michael Breal dalam Ullman (2007:6) menyatakan:

(23)

Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2002:2) mengatakan bahwa tanda linguitik terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambangi adalah sesuatu yang berada diluar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda lingistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik ( Chaer, 2002:2).

2.2 Tinjauan Terhadap Makna

2.2.1 Pengertian Makna

Setiap jenis penelitian yang berkaitan dengan kebahasaan atau linguitik seperti struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyian bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari konsep tentang makna. Dalam komunikasi, kata yang diucapkan harus mengandung makna agar maksud yang ingin disampaikan tercapai.

(24)

defenisi yang berbeda-bahkan menjadi 23 batasan makna jika tiap bagian dipisahkan. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk memahami makna kata tertentu dapat melihat artinya didalam kamus sebab didalam kamus terdapat makna yang disebut dengan makna leksikal atau makna sebenarnya. Namun, bagi orang awam sulit menerapkan makna yang terdapat dalam kamus karena terkadang makna sebuah kata sering bergeser dari makna aslinya jika berada dalam satuan kalimat. Dengan kata lain sebuah kata terkadang memiliki makna yang luas atau lebih dari satu seperti ketika berhadapan dengan idiom, gaya bahasa, ungkapan, peribahasa dan lainnya.

Karena begitu banyaknya pendapat mengenai arti kata makna, perlu dibuat batasan tentang pengertian makna tersebut.

Kata makna di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1993:619), diartikan (1) ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (2) maksud pembicara atau penulis, (3) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

(25)

Sutedi (2008:123) berpendapat bahwa dalam bahasa Jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata imi (意味) dan igi(意義). Kata imi digunakan untuk

menyatakan makna hatsuwa (tuturan) yang merupakan wujud satuan dari parole, sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun (kalimat) sebagai wujud satuan dari langue. Dalam tata bahasa Jepang, makna sebagai objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei), antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam suatu idiom (ka no imi) dan makna kalimat (bun no imi).

2.2.2 Jenis-Jenis Makna

Menurut Chaer (2002:289) karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat maka makna bahasa itupun menjadi bermacam-macam bila dilihat dari segi dan pandangan yang berbeda. Awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, dan makna konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata akan menjadi bermacam-macam dan baru jelas kalau sudah berada dalam kalimatnya atau konteks situasinya.

Chaer (2002:289) mengungkapkan, pembagian tipe makna berdasarkan beberapa kriteria, antara lain:

a. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna non referensial.

(26)

c. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah.

d. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.

2.2.2.1 Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual

Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem air bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’. Dengan contoh tersebut dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi indera kita, atau makna apa adanya.

Makna gramatikal muncul ketika terjadi proses gramatikal, sepeti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Contohnya, dalam proses afiksasi, prefiks ber- dengan kata dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‘mengendarai kuda’.

Sedangkan makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya makna jatuh pada kalimat, ‘adik jatuh dari sepeda’ dengan ‘dia jatuh cinta kepada adikku’, terdapat perbedaan

(27)

2.2.2.2 Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial apabila terdapat acuannya. Kata-kata seperti meja, bangku, hitam dan gambar adalah kata-kata bermakna referensial karena terdapat acuannya dalam dunia nyata.

Kata bermakna non-referensial apabila tidak bermakna referensial atau tidak mempunyai acuan. Kata-kata seperti dan, atau, karena termasuk kedalam kelompok tersebut.

2.2.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Sebenarnya, makna denotatif sama dengan makna leksikal.

Sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada

makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata gerombolan bersinonim dengan kelompok. Tetapi kata gerombolan memiliki konotasi yang lebih negatif atau rasa yang tidak mengenakkan.

2.2.2.4 Makna Kata Konseptual dan Makna asosiatif

(28)

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata tersebut dengan sesuatu yang berada diluar bahasa. Misalnya, kata merah berasosiasi dengan ‘berani’ atau juga ‘paham komunis’. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambang

yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan atau ciri yang ada pada konsep asal kata tersebut. Jadi, kata merah yang bermakna konseptual ‘sejenis warna

terang menyolok’ digunakan untuk perlambang ‘keberanian’ atau di dunia politik

untuk melambangkan ‘paham atau golongan komunis’.

2.2.2.5 Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun dalam penggunaannya, makna kata itu baru menjadi jelas apabila kata itu sudah berada didalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas.

Berbeda dengan makna kata, makna istilah mempunyai makna yang pasti, jelas dan tidak meragukan meski tanpa konteks kalimat sekalipun. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa makna istilah itu bebas konteks, sedangkan makna kata tidak bebas konteks. Sebuah istilah hanya dipergunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.

(29)

Idiom adalah suatu makna yang ujarannya tidak dapat “diramalkan” dari

makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah bermakna ‘yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima rumahnya’. Tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi tidaklah berarti seperti itu, melainkan bermakna ‘tertawa keras -keras’. Jadi makna seperti itulah yang disebut makna idiomatikal.

Idiom biasanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan. Sehingga makna yang dimiliki berasal dari satu kesatuan tersebut. Contohnya, adalah membanting tulang. Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri, misalnya daftar hitam.

Peribahasa memiliki makna yang masih bisa di telusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya, tong kosong nyaring bunyinya yang bermakna ‘orang yang banyak bicara biasanya tidak berilmu’. Makna ini dapat

ditarik dari asosiasi; tong yang berisi jika dipukul tidak mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang keras dan nyaring.

2.2.3 Relasi Makna

(30)

dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya.

2.2.3.1 Sinonim

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. (Chaer, 2007:297)

Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ’nama’ dan syn yang berarti ’dengan’. Maka arti harfiah dari sinonim berarti ’nama lain untuk benda atau hal yang sama’.

Pada definisi di atas ada dikatakan ”maknanya kurang lebih sama” Ini

berarti, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja, kesamaannya tidak bersifat mutlak (Ullman dalam Chaer, 2003:297). Ada prinsip umum semantik yang mengatakan apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Demikian juga kata-kata yang bersinonim; karena bentuknya berbeda maka maknanya pun tidak persis sama.

2.2.3.2 Antonim

(31)

’nama lain untuk benda lain pula’. Secara semantik didefinisikan sebagai:

ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain.

Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah. Jadi, kalau kata bagus berantonim dengan kata buruk, maka kata buruk juga berantonim dengan kata bagus. Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Verhaar menyatakan ”...yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain”. Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak

berlawanan.

2.2.3.3. Homonim, Homofon dan Homografi

Homonim adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama, maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan (Chaer, 2007:302).

Kata homonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang artinya ’nama’ dan homo yang artinya sama. Secara harfiah homonim dapat diartikan

sebagai ‘nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara semantik, homonim didefinisikan sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Misalnya antara kata bisa yang berarti ’racun ular’ dan kata bisa yang berarti ’sanggup, dapat’.

(32)

Misalnya kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur kelapa di dapur adalah berhomonim dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agraria itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata kukur (me+kukur=mengukur); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata ukur (me+ukur=mengukur). Sama halnya dengan sinonim dan antonim, homonim ini pun dapat terjadi pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.

Disamping homonim ada pula istilah homofon dan homograf. Ketiga istilah ini biasanya dibicarakan bersama karena adanya kesamaan objek pembicaraan. Kalau istilah homonim yang dijelaskan diatas dilihat dari segi bentuk satuan bahasanya itu, maka homofon dilihat dari segi bunyi (homo=sama, fon=bunyi), sedangkan homograf dilihat dari segi penulisan dan ejaannya (homo=sama, grafi=tulisan).

2.2.3.4 Hiponimi

Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain (Chaer, 2007:305). Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma bararti ’nama’ dan hypo berarti ’di bawah’. Jadi, secara harfiah berarti ’nama yang termasuk di bawah

nama lain’.

(33)

Misalnya kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan sebab makna tongkol berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Tongkol memang ikan tetapi ikan bukan hanya tongkol melainkan juga termasuk bandeng, tenggiri, teri, mujair, cakalang, dan sebagainya.

Kalau relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka relasi antara dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah. Jadi kata tongkol berhiponim terhadap kata ikan; tetapi kata ikan tidak berhiponim terhadap kata tongkol, sebab makna ikan meliputi seluruh jenis ikan. Dalam hal ini relasi antara ikan dengan tongkol (atau jenis ikan lainnya) disebut hipernim. Jadi, kalau tongkol berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap tongkol.

2.2.3.5 Polisemi

Polisemi diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer, 2007:301).

Misalnya, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan; (2) bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal penting seperti pada kepala meja dan kepala kereta api; (3) bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah dan kepala kantor; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat, setiap kepala menerima bantuan Rp 50.000; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, badannya besar tetapi kepalanya kosong.

(34)

(lazim disebut orang makna asal, atau makna sebenarnya) mempunyai banyak unsur atau komponen makna. Kata kepala di atas, antara lain memiliki komponen makna: (1)Terletak di sebelah atas atau depan, (2)Merupakan bagian yang penting (tanpa kepala manusia tidak bisa hidup, tetapi tanpa kaki atau lengan masih bisa hidup), (3) Berbentuk bulat.

2.2.3.6 Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaan diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti (Chaer, 2007:308).

Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar dari kata, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang yang berbeda. Misalnya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat saja, tidak dapat terjadi pada semua satuan gramatikal.

2.2.3.7 Redundansi

Redundansi diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’ (Chaer, 2007:310).

Misalnya kalimat Bola ditendang Si Udin, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan, dan yang sebenarnya tidak perlu.

(35)

ditendang Oleh Si Udin. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua akan lebih menonjolkan makna pelaku (agentif) daripada kalimat pertama yang tanpa kata oleh.

Sesungguhnya pernyataan yang mengatakan pemakaian kata oleh pada kalimat kedua adalah sesuatu yang redundans, karena makna kalimat itu tidak berbeda dengan kalimat yang pertama, adalah pernyataan yang mengelirukan atau mengacaukan pengertian makna dan informasi. Makna adalah suatu fenomena dalam ujaran (utterance-internal) sedangkan informasi adalah sesuatu yang luar ujaran (utterence-external). Jadi yang sama antara kalimat pertama dan kalimat kedua di atas bukan maknanya melainkan informasinya.

2.2.4 Perubahan Makna Dalam Bahasa Jepang

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia selalu dan akan terus berkembang mengikuti zaman sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan penuturnya. Tentunya, pemakaian bahasa diwujudkan dalam bentuk kata. Kata juga akan mengalami perubahan terus, seiring dengan perubahan kata tersebut makna pun akan turut berubah.

Seperti bahasa pada umumnya, dalam bahasa Jepang juga mengalami perubahan makna. Dibawah ini merupakan jenis perubahan yang terjadi dalam bahasa Jepang seperti yang dikatakan oleh Sutedi (2008:116) :

1. Dari yang Konkrit ke abstrak

Misalnya kata atama <kepala>, ude <lengan>, dan michi <jalan> yang merupakan benda konkrit berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini:

(36)

ude ga agaru <kemampuan>

日本語教師 道 nihongo kyoushi e no michi <cara/petunjuk>

2. Dari ruang ke waktu

Misalnya kata mae <depan> dan nagai <panjang> yang menyatakan arti <ruang>, berubah menjadi <waktu> seperti contoh berikut:

sannen mae <yang lalu>

長い時間 nagai jikan <lama>

3. Perubahan bentuk indera

Misalnya kata ookii <besar> semula diamati dengan indera pendengaran (telinga), seperti pada ookii koe <suara keras>, kata amai <manis> dari indera perasa menjadi karakter seperti dalam amai ko <anak manja>.

4. Dari yang khusus ke umum/ generalisasi

Misalnya kata kimono yang semula berarti <pakaian tradisional Jepang> digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum, fuku dan sebagainya.

5. Dari yang umum ke khusus

Misalnya kata hana <bunga secara umum> dan tamago <telur secara umum> digunakan untuk menunjukkan hasil yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut:

花見 hanami <sakura>

(37)

Misalnya kata kisama <kamu> dulu sering digunakan untuk menunjukkan kata anata <anda>, tetapi sekarang digunakan hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dari yang baik menjadi kurang baik.

7. Perubahan nilai positif

Misalnya kata boku <saya> digunakan untuk budak atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai dari yang kurang baik menjadi baik. 2.3 Pengertian Polisemi

Pengertian polisemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kata yang memiliki makna lebih dari satu (KBBI 2008:1200)

Parera (2004:81) mendefinisikan bahwa polisemi ialah suatu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda tetapi masih ada hubungan dan kaitan antar makna-makna yang berlainan tersebut.

Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu (Chaer,2007:301)

(38)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia kata kepala setidaknya mengacu kepada enam buah konsep/makna. Padahal menurut pembicaraan terdahulu setiap kata hanya memiliki satu makna, yakni yang disebut makna leksikal atau makna yang sesuai dengan referennya.

Kunihiro dalam Sutedi (2003:135) mengungkapkan Polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan setiap makna tersebut ada pertautannya, sedangkan yang dimaksudkan dengan homonim (dou-on-igigo), yaitu beberapa kata yang bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali tidak ada pertautannya.

Satu persoalan lagi yang berkenaan dengan polisemi ini adalah bagaimana perbedaannya dengan bentuk-bentuk yang disebut dengan homonim. Perbedaannya yang jelas adalah bahwa homonim bukanlah sebuah kata, melainkan dua buah kata atau lebih yang kebetulan bentuknya sama. Tentu saja karena homonim bukan sebuah kata, maka maknanya pun berbeda. Oleh karena itu, didalam kamus, bentuk-bentuk yang berhomonim, didaftarkan dalam entri yang berbeda-beda. Sebaliknya, bentuk-bentuk polisemi adalah sebuah kata memiliki makna lebih dari satu. Lalu, karena polisemi ini hanyalah satu kata, didalam kamus didaftarkan dalam satu entri.

2.4 Verba Deru

2.4.1 Pengertian Verba

(39)

mengenai verba itu sendiri. Dibawah ini akan dikemukakan definisi verba beserta klasifikasinya yang diambil dari beberapa sumber.

Terdapat banyak pengertian verba tentang ahli bahasa, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:1260), disebutkan bahwa verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan yang disebut juga kata kerja.

2. Dalam buku Linguistik Suatu Pengantar karya Chaedar (1993:48) verba menurut Nesfield adalah kata yang dipakai untuk menyatakan sesuatu tentang seseorang atau sesuatu.

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Makna doushi bila dilihat dari kanjinya yaitu :

: ugoku, dou : bergerak

: kotoba, shi : kata

動詞 : doushi : kata yang bermakna bergerak

Doushi adalah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003:42).

(40)

dipakai untuk menyatakan aktifitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan, dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat.

Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa verba (doushi) adalah salah satu kelas kata dan termasuk salah satu yougen yang menyatakan aktifitas, keberadaan atau keadaan, mengalami perubahan (katsuyou), dapat berdiri sendiri dan bisa menjadi predikat dalam suatu kalimat dan biasanya selalu diakhiri dengan suara /u/.

Demikian pula halnya dengan verba deru. Verba ini menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas dari manusia. Seperti halnya verba lain, verba deru pun berakhiran dengan suara /u/.

2.4.2 Jenis-Jenis Verba

Menurut Sutedi (2003:47), verba dalam bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan bentuk konjugasinya.

1. Kelompok I

Kelompok ini disebut dengan 五段動詞 (godan-doushi), karena kelompok

ini mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu ( あ, い, う, え, , ‘a-i-u-e-o’). Ciri-cirinya yaitu verba yang berakhiran (

う, , , , , , , , , ‘u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-gu-su’).

Contoh :

(41)

c. kae-ru (pulang)

d. 飛 to-bu (terbang)

e. 死 shi-nu (mati)

f. 飲 no-mu (minum)

g. 書 ka-ku (menulis)

h. 急 iso-gu (bergegas)

i. 話 hana-su (berbicara)

2. Kelompok II

Kelompok ini disebut dengan 一 段 動 詞 (ichidan-doushi), karena

perubahannya hanya pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini adalah verba yang berakhiran (え- ‘e-ru’) yang disebut kami

ichidan-doushi, dan verba yang berakhiran (い- ‘i-ru’) yang disebut shimo

ichidan-doushi.

Contoh :

a. 出 d-eru (keluar)

食 tab-eru (makan)

b. 見 m-iru (melihat)

(42)

3. Kelompok III

Verba kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut 変格 動詞 (henkaku-doushi) dan hanya terdiri dari dua

verba berikut.

a. 変動詞 (kahendoushi)

Contoh : 来 kuru (datang)

b. 変動詞 (sahendoushi)

Contoh : suru (melakukan)

Verba kelompok ini juga merupakan verba yang terbentuk dari kata benda

+ verba suru, 詞 ‘meishi’ + ‘suru’ , namun meishi yang

dapat ditambahkan dengan verba suru disini hanyalah terbatas pada kata-kata yang bermakna gerak atau terdapat gerakan di dalamnya.

Contoh :

a. 勉強 benkyou suru (belajar)

b. 食 shokuji suru (makan)

c. 買い物 kaimono suru (belanja)

(43)

menunjukkan jenis doushi seperti yang diterangkan oleh Shimizu dalam Sudjianto (2007:150), yaitu:

1. Tadoushi

Tadoushi atau verba transitif adalah verba yang memerlukan objek dalam kalimatnya. Dengan kata lain verba ini memerlukan partikel “o( )”.

Contoh:

郎 窓 開

Tarou ga mado o aketa

<Tarou membuka jendela>

2. Jidoushi

Jidoushi adalah verba intransitif yang tidak memerlukan objek dalam kalimatnya. Dengan kata lain verba ini memerlukan partikel “wa”, “ga”,

“ni”. Contoh:

窓 開い

Mado ga aita

<Jendela terbuka>

3. Shodoushi

(44)

Contoh:

見え mieru ‘terlihat’

聞 え kikoeru ‘terdengar’

似合う niau ‘sesuai’

ikeru ‘dapat pergi’

Dari pengertian yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa verba deru termasuk ke dalam kelompok verba intransitif (jidoushi).

Sedangkan verba transitif dari verba deru adalah verba dasu 出 yang

berarti mengeluarkan. Hal ini disebabkan karena verba deru bisa berdiri sendiri dan tidak memerlukan pelengkap ataupun objek dalam kalimatnya. Selain itu verba deru juga dapat berfungsi sebagai fukugou doushi (kata kerja majemuk) maupun hojo doushi (kata kerja pelengkap).

2.5 Teori Tentang Makna Verba Deru

(45)

Dalam kamus yang berjudul Nihongo No Kihon Doushi Youhou Jiten tahun 1989 (hal.345-347), Koizumi dkk menjabarkan makna verba deru sebagai berikut:

1. 中 外 移動 (Koizumi, 1989:345)

Naka kara soto ni idousuru

<Berpindah dari dalam keluar>

(1) 私 部屋 廊

Watashi wa heya kara rouka ni deta <Saya keluar dari kamar ke koridor>

(2) 風呂

Ofuro kara deta <Keluar dari ofuro> (3)

Kotatsu kara deru <Keluar dari kotatsu>

(4) 私 午前8 裏口 家 出

Watashi wa gozen 8 ni uraguchi kara ie o deta

<Saya keluar dari rumah pada jam 8 pagi lewat pintu belakang>

(5) 部屋 出

Heya o deru <Keluar kamar>

(6) 舟 港 出

Fune ga minato o deru

<Kapal meninggalkan pelabuhan>

(46)

( Aru mokuteki o motte ) aru basho o hanareru

<(Memiliki maksud tertentu) meninggalkan suatu tempat>

(7) 大学 出 =卒業

Daigaku o deru = sotsugyousuru <Tamat sekolah>

(8) 宿 出 =引越

Geshuku o deru = Hikkoshi suru <Pindah kos>

3. あ 場所 行 着 (Koizumi, 1989:345)

Aru basho ni ikitsuku

<Pergi dan tiba disuatu tempat>

(9) 私 海岸 出

Watashi tachi wa kaigan ni deta <Kami tiba di pantai>

(10) シ 裏通 表通 出

Takushi wa uradoori kara omotedoori e deta

<Taksi keluar dari jalan gang(kecil) ke jalan utama>

(11) 道 駅前 出

Kono toori wa ekimae ni deru <Jalan ini sampai ke depan stasiun>

(12) 川 日本海 出

Kono kawa wa nihonkai ni deru <Sungai ini sampai kelaut Jepang>

(47)

<Kendaraan yang sedang berhenti akan berangkat>

(13) 次 列車 20分後 5番線 出

Tsugi no ressha wa 20 bun ato ni 5 bansen kara demasu

<Kereta api selanjutnya akan berangkat setelah 20 menit dari garis ke 5>

(14) 舟 出 Fune ga deru

<Kapal akan berangkat>

5. 内部 あ 隠 い 外部 現 (Koizumi,

1989:345)

Naibu ni atta mono. Kakureteita mono ga gaibu ni arawareru

<Sesuatu yang ada dibagian dalam. Barang yang tersembunyi muncul keluar>

(15) 月 東 方

Tsuki wa higashi no hou ni deru <Bulan muncul dari arah timur>

(16) 思 財布 出

Nakushita to omotta saifu ga dete kita

<Dompet yang saya kira menghilang datang lagi>

(17) 木 出

Ki no eda ga deta

<Cabang pohon telah keluar>

(18) 布団 足 出

Futon kara ashi ga deru <Kaki keluar dari futon>

(19) 優子 汗 出 い

(48)

<Keringat Yuuko keluar dari dahi>

(20) あ 先生 感情[喜び 悲 満] 顔 出

Ano sensei wa kanjyou [ yorokobi/kanashimi/fuman ] ga sugu kao ni deru

<Perasaan sensei itu [senang/sedih/tidak puas] langsung terpancar dari wajahnya>

(21) 非 言葉 口 出

Hinan no kotoba ga kuchi ni deru <Kata-kata kritikan keluar dari mulut>

6 会合 活動 参加 (Koizumi, 1989:345)

Kaigou / katsudou nado ni sanka suru

<Ikut serta dalam pertemuan / kegiatan >

(22) 係員 窓口 出

Kakari’in ga mado guchi ni deta <Petugas keluar ke loket>

(23) [試合 会議 選挙 社会] 出

Shiai / kaigi / senkyo / kaisha ni deru

<Ikut serta/hadir dalam perlombaan/rapat/pemilihan/kantor>

7. 人 目 触 公 (Koizumi, 1989:345)

Hito no me ni furetari, kou ni sareru

<Telihat oleh mata seseorang dan meluas ke publik>

(24) 件 新聞 大 出

Kono jiken wa shinbun ni ookiku deta <Kejadian ini tersebar luas dikoran>

(49)

8. あ 物 新 , あ い 結 生 (Koizumi, 1989:345)

Aru monogoto ga atarata ni, arui wa kekka to shite shoujiru

<Memperbaharui suatu perkara, atau menemukan akhir>

(26) 200キ 出

200 kiro no supiido ga deru

<Menghasilkan kecepatan 200 kilometer>

(27) 地方 石油[温泉] 出

Kono chihou ni seiyuu ga deru

<Di daerah ini menghasilkan minyak>

(28) 会議 結論 出

Kaigi no ketsuron ga deru

<Menghasilkan kesimpulan rapat>

(29) 故 人 出

Jiko de kega hito ga deru

<Kecelakaan mengakibatkan orang luka>

9. 食 金銭 命 え (Koizumi, 1989:346)

Shokuji / kinsen / meirei nado ga ataerareru

<Diberikan makanan/uang/perintah>

(30) 全員 出

Zen’in ni kohi ga deta

<Menyuguhkan kopi pada semua anggota> (31) 数学 宿

Suugaku no shukudai ga deru <Mendapatkan PR matematika>

(32) 全社員 出

(50)

<Memberikan bonus untuk seluruh karyawan>

10. 店 営業 始 (Koizumi, 1989:346)

Mise nado ga eigyou o hajimeru

<Memulai toko atau usaha>

(33) 新聞 広告 載 い 店 駅前 出

Shinbun no koukoku ni otteita mise ga ekimae ni deta

<Toko yang tertulis di iklan koran telah dibuka di depan stasiun>

(34) 今度表通 喫茶店 出

Kondo omotedoori ni kissaten ga deta

<Di jalan utama setelah ini telah dibuka kissaten >

(35) 神社 境内 屋台 店 出 い

Jinja no keidai ni yatai no mise ga takusan deteiru <Dipekarangan kuil banyak dibuka warung> 11. あ 種 態度 (Koizumi, 1989:346)

Aru shu no taido o toru

<Mengambil suatu sikap>

(36) 日本 相手国 強い態度 出

Nihon wa aite koku ni tsuyoi taido ni deta

<Jepang mengambil sikap yang tegas kepada negara lawannya>

(37) 相手 う出 見 う

Aite ga dou deru mimarou

<Ayo kita perhatikan bagaimana sikap lawan> 12. 商品 売 (Koizumi, 1989:346)

(51)

(38) 本 出

Kono hon wa yoku demasu <Buku ini terjual dengan baik>

(39) 夏場 製品 飛 う 出

Natsuba ni wa kono seihin ga tobu youni deru

<Pada musim panas, produk ini terjual seperti terbang>

13. 柄 由来 あ 起源 生 い (Koizumi, 1989:346)

Kotogara no yuurai ga aru kigen kara shoujiteiru

<Suatu perkara ada karena ada asal usulnya>

(40) 言葉 ン 語

Kono kotoba wa oranda go kara deta

<Kosa kata ini berasal dari bahasa Belanda>

(41) 行 昔 遊郭 習わ 出

Kono gyouji wa mukashi no yuukaku no narawashi kara deta monoda

<Upacara ini diajarkan dari distrik lampu merah di zaman dulu>

2.5.2 Sakata Yukiko (2000)

Pengertian verba deru dalam buku berjudul Nihongo O Manabu Hito No Jiten Tahun 2000 (638-639) memiliki banyak makna dan dijabarkan sebagai berikut:

1. 中 外 移 ( Sakata Yukiko, 2000:638)

Naka kara soto o utsuru < Berpindah dari dalam keluar >

(42) 五時 会社 出

(52)

<Keluar dari kantor pada pukul 5> (43) 庭 出

Niwa ni deru

<Keluar ke halaman>

2. 出発や発射 ( Sakata Yukiko, 2000:638)

Shuppatsu ya hassha o suru <Berangkat, atau melakukan keberangkatan>

(44) 汽車 駅 出

Kisha wa Ueno eki o deta

<Kereta api sudah berangkat dari stasiun Ueno> (45) 旅 出

Tabi ni deru

<Berangkat jalan-jalan> 3. 卒業 ( Yukiko, 2000:639)

Sotsugyou suru < Tamat dari >

(46) 大学 出 10

Daigaku o dete 10 nen ni naru

<Sudah 10 tahun sejak lulus universitas> 4. 行 着 ( Yukiko, 2000:639)

Ikitsuku < Pergi dan tiba>

(47) 次 角 左 行 公園 出

Tsugi no kado o hidari ni ikeba kouen ni deru

<Kalau pergi ke sebelah kiri simpang selanjutnya, akan tiba di taman>

(53)

(48) 喜び 顔 出

Yorokobi ga kao ni deru

<Rasa senang terlihat dari wajahnya>

6. や活動 あ 場所 現 ( Yukiko, 2000:639)

Shigoto ya katsudou wo suru tame ni, aru basho ni arawareru <Muncul disuatu tempat demi pekerjaan atau kegiatan>

(49) 会社 出 Kaisha ni deru

<Menghadiri rapat>

(50) 会 出

Kurasu kai ni deru

<Menghadiri pertemuan kelas>

7. 出版 出版物 載 ( Yukiko, 2000:639)

Shuppansaretari shuppanbutsu ni nottari suru < Terbit, dimuat, muncul dipenerbitan/surat kabar>

(51) 雑誌 月号 出

Zasshi no ichi gatsu gou ga deru

<Majalah terbitan bulan 1 akan keluar>

(52) 新聞 出 公告

Shinbun ni deta koukoku

<Iklan yang dimuat di surat kabar> 8. 産出 ( Yukiko, 2000:639)

Sanshutsu suru < Memproduksi , dihasilkan >

(53) 地 石油 出

(54)

9. 生 ( Yukiko, 2000:639)

Shoujiru < Menghasilkan>

(54) 風

Kaze ga deru

<Menghasilkan angin (demam)> 10. 売 ( Yukiko, 2000:639)

Ureru < Terjual >

(55) 出 品物 入

Yoku deru shina mono o takusan shiireru

(55)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia didunia dianugrahi kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, pikiran, perasaan kepada orang lain.“ Bahasa berfungsi sebagai lem perekat dalam menyatukan keluarga, masyarakat dan bangsa dalam kegiatan bersosialisasi. Tanpa bahasa, suatu masyarakat tak dapat terbayangkan”

(Alwasilah, 1993:89). Namun, mempelajari bahasa bukan hanya sekedar untuk berbicara dengan menggunakan suatu bahasa dengan lancar, tapi kita juga harus mengetahui aspek-aspek bahasa didalamnya. Oleh karena itu, agar komunikasi dapat berfungsi dengan baik, maka bahasa yang digunakan harus dapat dimengerti maksud dan tujuan dari informasi yang ingin disampaikan kepada orang lain.

Komunikasi melalui bahasa memungkinkan setiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar belakang masing-masing. Dalam berkomunikasi bisa saja terjadi kesalahpahaman pada pihak lawan bicara, yang disebabkan oleh kekeliruan si pembicara dalam mengungkapkan sesuatu hal yang ingin disampaikan. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman ketika berbicara, maka dalam berbahasa kita harus memperhatikan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Kaidah-kaidah penggunaan bahasa ini dalam bahasa Indonesia disebut dengan tata bahasa,

(56)

Bahasa Jepang memiliki karakteristik yang berbeda dengan bahasa Indonesia maupun bahasa asing lainnya, baik itu huruf, kosakata, partikel, maupun struktur kalimat. Hal ini tentunya menjadi kesulitan tersendiri bagi para pembelajar dan berdampak pada kesalahan berbahasa. Salah satu jenis kesalahan berbahasa Jepang yang sering muncul pada pembelajar adalah tentang penggunaan kosakata. Kosa kata merupakan unsur mendasar yang terdapat dalam suatu bahasa. Tanpa mengetahui kosakata, seseorang tidak akan dapat berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan menggunakan bahasa tersebut. Oleh karena itu, memahami kosakata merupakan hal yang sangat penting dan mendasar dalam mempelajari suatu bahasa. Kunihiro (1994 : 166) yang dikutip dari makalah Sutedi menegaskan bahwa penelitian tentang kosakata tidak ada habisnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penelitian mengenai kosakata, seperti Miyajima (1972), Tokugawa (1972), Shibata dkk (1976), dan yang lainnya yang merupakan tokoh peneliti kosakata baik dari sudut semantik maupun sintaksis.

Menurut Alwasilah (1993:160), “makna itu ada dibalik kata”. Namun,

terkadang dalam suatu kata, tidak hanya memiliki satu makna saja tetapi memiliki beberapa makna, inilah yang disebut dengan polisemi. “ Satu kata mempunyai

makna lebih dari satu, atau lebih tepat kita katakan satu leksem mempunyai beberapa makna (arti). Relasi ini disebut polisemi yang bermakna banyak.” (Alwasilah, 1993:164).

(57)

yaitu dalam satu kata memiliki banyak makna. Begitu pula dengan homonim (dou-on-igigo).

Untuk membedakan antara polisemi dengan homonim, menurut Kunihiro dalam Sutedi (2003:135), memberikan batasan yang jelas antara kedua istilah tersebut.

Polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan setiap makna tersebut ada pertautannya, sedangkan yang dimaksudkan dengan homonim (dou-on-igigo), yaitu beberapa kata yang bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali tidak ada pertautannya.

Tidak seperti homonim, walaupun bunyinya sama, maknanya dapat diketahui berbeda karena hurufnya berbeda. Pada polisemi, huruf dan bunyinya sama, sehingga sulit untuk mengetahui makna yang terkandung pada verba tersebut dalam suatu kalimat.

Pada penggunaan bahasa seringkali terjadi kesalahpahaman dalam hal pemahaman suatu makna. Salah satu penyebab kesalahpahaman tersebut terletak pada pengguna bahasa yang kurang memahami dengan baik makna dari salah satu unsur bahasa yaitu kata.

(58)

Salah satu verba dalam bahasa Jepang yang memiliki makna lebih dari satu yang menarik perhatian penulis adalah verba deru (出 ). Seorang

pembelajar bahasa Jepang tidak akan heran ketika menemukan suatu kalimat :

部屋 出 ‘heya o deru’ yang dapat diterjemahkan <keluar kamar>. Namun

terkadang makna kata berbeda sesuai dengan kondisi serta situasi. Seperti contoh dibawah ini :

(1). 会議 出 (Nihongo So-Matome, 2010:100)

‘Kaigi ni deru’

(2). キ 出 (Nihongo So-Matome, 2010:100)

‘Gokiburi ga deru’

Pada kalimat pertama, jika diartikan secara leksikal maka berarti ‘keluar

ke rapat’ padahal maknanya dalam bahasa Indonesia adalah ‘mengahadiri rapat’.

Kata ‘hadir’ dalam bahasa Jepang dapat diartikan shussekisuru. Maka, bila kita

substitusikan, verba deru dapat menjadi sinonim dengan shussekisuru. Sedangkan pada kalimat kedua, verba deru menyatakan makna ‘keluar’. Namun jika

diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi ‘muncul’. Verba deru tersebut dapat

(59)

‘Kare wa chuugaku o deta dake da’

(4). 試合 出 (Matsuura kenji, 1994:144)

‘shiai ni deru’

Dari dua kalimat diatas terdapat perbedaan makna deru dari kalimat (1) dan (2). Pada kalimat (3), verba deru diartikan sebagai ‘tamat sekolah’ dan dapat dipadankan dengan kata pengganti sotsugyousuru yang memiliki arti sama. Begitu juga dengan kalimat ke (4) bermakna ‘ikut serta’. Sehingga dapat dipadankan dengan kata sankasuru.

Dilihat dari beberapa contoh kalimat diatas dapat kita temukan beberapa arti dari verba deru. Dan dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa verba deru apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki banyak makna dan apabila di telaah makna tersebut terdapat sinonim yang dapat ditempatkan sebagai pengganti verba deru tersebut dalam kalimat.

Kata yang mengandung arti yang sama disebut dengan sinonim. Menurut Abdul Chaer (2007:297), Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang lebih sama. Abdul Chaer mengatakan ‘kurang lebih’ dikarenakan tidak ada dua buah kata berlainan yang maknanya sama persis. Yang sama hanyalah informasinya saja, sedangkan maknanya tidak sama persis. Meskipun verba deru dapat disubstitusikan dengan verba lain tentunya akan menghasilkan suasana/nuansa yang berbeda jika dipergunakan dalam kalimat.

(60)

pada pembelajar bahasa Jepang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat penelitian berjudul Analisis Polisemi Verba Deru Dalam Kalimat Bahasa Jepang”.

1.2. Perumusan masalah

Di dalam bahasa Jepang terdapat banyak verba yang memiliki makna banyak atau lebih dari satu. Makna tersebut memiliki arti yang berbeda-beda sesuai dengan kontekstualnya. Seorang pembelajar bahasa asing tidak akan kesulitan ketika menemukan kalimat seperti berikut:

5時 会社 出

Go ji ni kaisha o deru’

Namun pembelajar bahasa Jepang akan kesulitan ketika menemukan kalimat seperti berikut:

試合 出

Shiai ni deru’

Kata yang memiliki arti lebih dari satu disebut dengan polisemi (tagigo). Seseorang harus mengerti makna dari kosa kata yang digunakan. Karena jika tidak, maka akan menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja makna-makna yang terkandung dalam verba deru ?

(61)

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis menganggap perlu adanya ruang lingkup pembahasan agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukakan lebih terarah dan mendapatkan tujuan yang diinginkan dalam penulisan ini.

Kata yang memiliki makna lebih dari satu dapat disebut dengan polisemi dan homonim. Perbedaan antara polisemi dan homonim dapat dilihat dari pernyataan Kunihiro dalam Sutedi (2003:135).

Polisemi (tagigo) adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan setiap makna tersebut ada pertautannya, sedangkan yang dimaksudkan dengan homonim (dou-on-igigo), yaitu beberapa kata yang bunyinya sama, tetapi maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali tidak ada pertautannya.

(62)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Ada yang berpendapat bahwa polisemi adalah dalam satu bunyi (kata) terdapat makna lebih dari satu. Tetapi batasan seperti ini masih belum cukup, sebab dalam bahasa Jepang, kata yang merupakan satuan bunyi dan memiliki makna lebih dari satu banyak sekali, serta didalamnya ada yang termasuk polisemi (tagigo) dan ada juga yang termasuk homonim (dou-on-igigo). Oleh karena itu, kedua hal tersebut perlu dibuat batasan yang jelas. Ku

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Makna Deru

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang mudah dilakukan bagi pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia dalam menentukan makna dasar, yaitu dengan menggunakan hasil penelitian

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata mou dan ato memiliki makna yang sama yaitu lagi, akan tetapi penggunaan kedua kata tersebut berbeda situasinya. Pada kalimat

Lebih jelasnya langkah-langkah yang penulis lakukan dalam menganalisis data, yaitu (1) menentukan makna dasar dan makna perluasan verba ukeru; (2) mengklasifikasikan

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi

Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama (mirip) dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi

Tahap selanjutnya yang akan penulis lakukan adalah pengolahan data dengan langkah-langkah melakukan studi pendahuluan mengenai makna verba tomeru sebagai polisemi,

persamaan arti, kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda jika digunakan.

sumimasen tidak dapat menggantikan kata gomen nasai karena walaupun kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, nuansa makna kata gomen nasai memiliki makna maaf