• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN

TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh:

IRA INDRIANINGRUM

NIM. E. 1106140

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN

TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Disusun oleh :

IRA INDRIANINGRUM

NIM : E. 1106140

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing

BAMBANG SANTOSO, S.H., M.Hum.

NIP. 196202091989031001

(3)

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN

TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Disusun oleh :

IRA INDRIANINGRUM

NIM : E. 1106140

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 29 Juli 2010

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, S.H., M.H. ( ... ) NIP. 195706291985031002

Ketua

2. Kristiyadi, S.H., M.Hum. (………) NIP. 195812251986011001

Sekretaris

3. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum (………) NIP. 196202091989031001

Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum.

NIP. 196109301986011001

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Ira Indrianingrum

Nim : E. 1106140

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN

TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005) adalah

betul-betul karya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkn dalam daftar pustaka. Apabila di

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang

saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2010

Yang membuat pernyataan

Ira Indrianingrum E. 1106140

(5)

commit to user

MOTTO

Ketahuilah! Hanya mengingat akan Allah SWT, maka hati merasa tenang

(Qs. Ar.Ra’du (petir) 13 : 18)

Tiada harta yang terpendam yang lebih bermanfaat daripada ilmu

pengetahuan.Tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur Tiada

teman yang lebih tinggi dari kesabaran Tiada kejahatan yang lebih

memalukan dari kesombongan

(Wahab bin Munabbih)

Kebahagiaan diri kita tidak tergantung pada apa yang orang lain pikirkan dan

cara mereka bertindak, tetapi sangat tergantung kepada apa yang kita pikirkan

dan cara kita bertindak. Sesungguhnya kita masing-masing bisa memerankan

peranan penting dalam menentukan masa depan kita sendiri.

(Daug Hooper)

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan

kepada :

· Allah SWT, Pencipta Langit dan Bumi, yang senantiasa memberikan

kenikmatan pada umat-Nya;

· Ayah dan Bunda yang telah memberi kasih sayang, serta kehangatan

dalam perjalanan penulis;

· Kakakku tersayang Nova, Yose, yang telah banyak membantu dan

yang telah memberi kasih sayang

dan dukungannya.

· Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu

memberikan keceriaan bagi penulis.

·

Teman-temanku seperjuangan, sealmamater, dan seangkatan 2006

terima kasih atas persaudaraan dan

persahabatannya.

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta

diiringi rasa syukur Alhamdulillah penulis panjatkan, penulisan hukum (Skripsi)

yang berjudul “ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA

PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN

OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN

KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762

K/PID/2005)” dapat penulis selesaikan.

Penulisan hukum ini membahas mengenai alasan pemohon dalam

mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta

bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan

kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara

praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri

Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Penulis menyadari masih banyak

kekurangan dalam penulisan hukum ini, maka saran serta kritik dari semua pihak

sangat penulis harapkan untuk memperkaya karya tulis ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis

dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis

sampaikan terutama kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang

telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan

penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(8)

commit to user

3. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik

penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas

Negeri Surakarta yang telah memberikan nasehat, bimbingan dan

dorongan kepada penulis.

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi yang

telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi

kemajuan Penulis, dan juga cerita-cerita serta pengalaman yang dapat

memberikan semangat bagi Penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu

pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis

sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga

dapat penulis amalkan.

6. Seluruh staf tata usaha dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang ada di bagian transit, perpustakaan,

pendidikan, pengajaran dan bagian-bagian yang lain, terima kasih atas

bantuannya.

7. Ayah dan Bunda terima kasih atas doa dan semangat yang kalian berikan

kepadaku. Semoga Ayah dan Bunda diberikan kesehatan, rezeki dan umur

panjang.

8. Kakakku tercinta Nova, Yose, Mari, Bambang, yang telah menemaniku,

memberikan kasih sayang, selalu menjagaku, dan memberikan semangat.

9. Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu memberikan

kecerian bagi penulis.

10.Sahabat-sahabatku Herin, Vindra, Anjar, Avid, Hanuring, Pak Api, Indra

Adi, Dewi, Susi, Anindya, Ucup, Ika, Eka, Dian, Indri, Mas Itut, Windha,

Sheny, Tyas, Adit yang selalu menemaniku dan selalu menjadi sahabat

baikku.

11.Mas Peners, mbak Ari, yang selalu membantu penulis jika penulis dalam

kesulitan dan yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini.

(9)

commit to user

12.Mas Bayu Noviyanto, terimakasih atas kesabaran, kesetiaan, doa dan

dukungannya kepada penulis.

13.Keluarga Besar angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah memberi warna baru dalam hidupku.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuannya bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam

penyelesaian penulisan hukum ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis

harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Surakarta, Juli 2010

Penulis

(10)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi……… ... 13

a. Pengertian Kasasi ... 13

b. Tujuan Upaya Kasasi ...……… 13

c. Putusan Yang Dapat Dikasasi ... 15

d. Tata Cara Permohonan Kasasi ... 16

e. Alasan Mengajukan Kasasi ... 18

f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi ... 18

2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan ... 19

(11)

commit to user

a. Putusan Bebas... 19

b. Putusan Pelepasan Dari Segala Tuntutan Hukum... . 19

c. Putusan Pemidanaan... . 20

d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili... 20

e. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima... . 20

f. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum... . 21

3. Tinjauan Tentang Praperadilan... 21

a. Pengertian Praperadilan... 21

b. Wewenang Praperadilan... 24

c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan.... 27

d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan... 29

4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan... 31

a. Pengertian Penyitaan... 31

b. Bentuk-bentuk Penyitaan... 31

c. Benda Yang Dapat Disita... 34

5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan.. 34

6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil... 35

B. Kerangka Pemikiran... 36

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38

A. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Kasus Posisi ... 38

1. Uraian Singkat Kasus... . 38

2. Identitas Pemohonan Pra Peradilan……….... 39

3. Identitas Termohon………. 39

4. Alasan Permohonan Pra Peradilan……….. 39

(12)

commit to user

5. Isi Permohonan………... 45

6. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Utara………. 46

7. Alasan Pengajuan Kasasi………..…….. 46

8. Pembahasan………..….. 47

B. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan………... 50

1. Pertimbangan Hakim terhadap Pengajuan Kasasi….. 50

2. Pembahasan……… 51

BAB IV PENUTUP ... 54

A. Simpulan ... 54

B. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

(13)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar I Kerangka Pemikiran

(14)

commit to user

ABSTRAK

IRA INDRIANINGRUM, E.1106140, ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai bagaimanakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima.

(15)

commit to user ABSTRACT

IRA INDRIANINGRUM, E1106140, AN ANALYSIS ON APPEAL TO THE SUPREME COURT (KASASI) OVER THE NORTH JAKARTA COURT’S DECISION IN THE PREJUDICIAL CASE ABOUT THE LEGALITY OF CONFISCATION ACTION BY THE CIVIL SERVANT INVESTIGATOR OF DKI’S AGRICULTURAL AND FORESTRY SERVICE (A STUDY ON THE SUPREME COURT’S DECISION NO. 1762 K/PID/2005). Law Faculty

of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.

This research aims to find out clearly how the accuser in filing the appeal to the Supreme Court (kasasi) over the North Jakarta First Instance Court’s decision is as well as how the Judge deliberation is in examining and deciding the kasasi application over the North Jakarta First Instance Court’s decision about the legality of confiscation action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using the secondary data type. In the research, the technique of collecting data used was library research, that is, to collect the secondary data relevant to the problem studied. Furthermore, the data obtained was studied, classified, and analyzed further in line with the objective and problem of research.

Based on the research, it can be found that the Judge deliberation in Examining And Deciding the Kasasi Application over the North Jakarta First Instance Court’s decision in the Prejudicial Case about the Legality of Confiscation Action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service is Act No.5 of 2004 about the Supreme Court particularly in article 45 A clause 2 concerning the decision about prejudicial cannot be filed for the kasasi and it makes the prejudicial kasasi application in the confiscation legality case by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service not accepted.

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi

Manusia serta yang menjamin segala hak warga yang sama kedudukannya di

dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hal ini

dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menutut

Undang-Undang Dasar”. Oleh karena itu, peranan setiap warga negara sangat

berpengaruh dan diperlukan dalam penegakan hukum.

Indonesia sebagai negara hukum seyogyanya harus berperan di segala

bidang kehidupan, baik dalam kehidupan bangsa dan negara Republik

Indonesia maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal ini bertujuan untuk

menciptakan adanya keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar

hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun

tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun

oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disingkat

dengan istilah “KUHAP” merupakan dasar tata cara peradilan pidana yang

sudah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1981 hingga saat ini. KUHAP

telah meletakkan dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam dunia

peradilan di Indonesia. Dalam undang-undang ini tampaknya tujuan mencapai

ketertiban dan kepastian hukum tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan

yang diutamakan dan merupakan masalah besar adalah bagaimana mencapai

tujuan tersebut sedemikian rupa sehingga perkosaan terhadap harkat dan

martabat manusia sejauh mungkin dapat dihindarkan (Romli Atmasasmita,

1996: 28).

(17)

commit to user

Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi

seseorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah

melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam KUHAP. Praperadilan

merupakan lembaga baru yang sebelumya tidak diatur dalam Herziene

Inlandsch Reglement (HIR), lahirnya dari pemikiran untuk mengadakan

tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar dalam

melaksanakan kewenangannya tidak melakukan penyelewengan atau

penyalahgunaan wewenang. Untuk itu selain adanya pengawasan yang bersifat

internal dalam perangkat aparat itu sendiri (vertical), juga dibutuhkan suatu

pengawasan silang antara sesama penegak hukum (horizontal)

(www.pemantauperadilan.com).

Praperadilan dilakukan dengan maksud dan tujuan yakni tegaknya

hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan,

penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pemeriksaan

tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan

penuntut umum untuk melakukan upaya paksa berupa penangkapan,

penahanan, penyitaan, dan sebagainya. Tindakan upaya paksa yang dilakukan

tersebut bertentangan dengan hukum dan undang-undang (illegal) karena

merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka (Yahya Harahap, 2002: 3).

Untuk itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk

menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada

tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa yang

dilakukan penyidik atau penuntut umum yang dilimpahkan kewenangannya

kepada Praperadilan (Yahya Harahap, 2000: 4).

Fungsi lembaga praperadilan adalah untuk melaksanakan wewenang

Pengadilan Negeri dalam hal memeriksa dan memutus tentang sah atau

tidaknya suatu tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan

atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi

bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau

penuntutan dan atau tidak diajukan ke pengadilan sesuai dengan Pasal 1 butir

(18)

commit to user

melalui putusannya maka materi praperadilan selain yang disebutkan di atas

juga dapat memutuskan apakah benda yang disita masuk atau tidak masuk alat

bukti. Dalam menentukan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan,

pertama sekali harus dilihat atau dipertanyakan, apakah penahanan itu

dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, selanjutnya apakah

dilakukan sesuai dengan syarat matriil serta harus dilakukan menurut cara atau

prosedur yang ditentukan dalam KUHAP.

Apabila ditemukan suatu penangkapan dan atau penahanan yang tidak

sesuai dengan KUHAP, maka atas permintaan tersangka atau keluarganya atau

pihak lain atas kuasa tersangka, dapat menuntut ganti kerugian atau

rehabilitasi. Sebab pada dasarnya ganti kerugian adalah hak seorang untuk

mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang

karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang

berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau

hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Demikian

juga dengan rehabilitasi yang juga merupakan hak seseorang untuk mendapat

pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya

yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena

ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan

undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang

diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Pasal 38 ayat (1) KUHAP menegaskan “Bahwa penyidik dapat

melakukan penyitaan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dan

pada ayat (2) diterangkan bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dan

mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk

mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan dalam

ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan

untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat

guna memperoleh persetujuannya”. Kewenangan penyitaan yang dilakukan

(19)

commit to user

peradilan. Tetapi tentu saja pelaksanaan kewenangan penyitaan tersebut harus

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP dengan jelas tersurat bahwa

permasalahan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan, yaitu “Dalam hal

putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat

pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus

segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita”. Alasan

lain yang mendukung tindakan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan

berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan terhadap barang milik pihak

ketiga, dan barang itu tidak termasuk sebagai alat atau barang bukti. Dalam

kasus yang seperti ini, pemilik barang harus diberi hak untuk mengajukan

ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 8).

Putusan yang diambil oleh hakim praperadilan harus sesuai dengan

ketentuan undang-undang yang berlaku dan harus mewujudkan keadilan.

Putusan praperadilan ini bersifat deklarator yaitu putusan yang berisi

peryataan yang menyatakan sah atau tidaknya upaya paksa yang dilakukan

oleh penyidik atau penuntut umum.

Banyaknya permohonan pemeriksaan perkara melalui praperadilan

karena untuk mewujudkan keadilan sebelum perkara ini dilanjutkan ke

pengadilan negeri. Dalam hal permohonan praperadilan tentang penghentian

penyidikan, maka hakim praperadilan memeriksa dan memutus berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku. Putusan tidak sahnya penghentian penyidikan

dapat dilakukan upaya hukum banding oleh para pihak sesuai dengan Pasal 83

ayat (2) KUHAP.

Sampai sekarang ini masih banyak perbedaan pendapat tentang dapat

atau tidaknya putusan praperadilan dimintakan kasasi padahal dalam

Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, praperadilan merupakan

perkara yang dibatasi untuk pengajuan kasasinya, tetapi dalam praktek

penegakan hukum di Indonesia banyak perkara praperadilan yang sudah

diputuskan oleh pengadilan diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung

(20)

commit to user

memperoleh rasa keadilan dan berpendapat bahwa pengajuan kasasi dapat

dilakukan. Sedangkan tujuan diajukannya kasasi tersebut adalah untuk

menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan

yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan

hukum (Andi Hamzah, 2008: 298).

Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal

tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan

kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang

berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS PENGAJUAN

KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA

UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG

KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN

DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762

K/PID/2005)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan oleh

penulis sebelumnya dan untuk mempermudah pemahaman terhadap

permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan,

maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Apakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang

keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas

Pertanian dan Kehutanan DKI ?

2. Apakah legal pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus

permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh

(21)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari

penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat

memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berpijak dari hal

tersebut maka penelitian mempunyai tujuan untuk menjawab masalah yang

telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat mencapai

tujuan dari penelitian. Begitu juga penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu :

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai alasan pemohon dalam

mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

b. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pertimbangan Hakim dalam

memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang

keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

2. Tujuan Subyektif :

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan

penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis

guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman

aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum

khususnya tentang pengajuan kasasi terhadap putusan perkara

praperadilan.

c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum agar dapat memberi manfaat

(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut

memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dengan

adanya penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis :

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum

khususnya yang berkaitan dengan pengajuan kasasi terhadap putusan

perkara praperadilan.

b. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh

penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Manfaat Praktis :

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk

mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang

diperoleh.

b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak

yang terkait dengan masalah penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Penelitian hukum

adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi (Peter

Mahmud, 2006: 35).

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(23)

commit to user

mementingkan pemahaman yang ada daripada kuantitas/banyaknya data.

(Lexy J. Moleong, 2003:3). Jadi dalam penelitian hukum normatif, peneliti

tidak perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga cukup dengan

mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan dalam suatu

rangkaian hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha meneliti tentang pengajuan

kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara

praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.

Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum dan norma-norma humum (Peter Mahmud

Marzuki, 2006: 22)

Dalam penelitian ini, penulis ingin memperoleh gambaran yang

jelas dan lengkap tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan

Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan

penyitaan oleh PPNS dinas pertanian dan kehutanan DKI.

3. Pendekatan Penelitian

Nilai ilmiah dalam suatu penyusunan karya ilmiah yang berisi

mengenai pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal issue yang

diteliti sangat tergantung pada cara pendekatan (aprroach) yang digunakan

(Jhonny Ibrahim, 2006: 299).

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan

pendekatan kasus (case aprroach).

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak

langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan dokumenter, peraturan

(24)

commit to user

kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan

masalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian yang dapat

diperoleh dan yang akan digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu

sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat

berupa dokumen, buku-buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka

yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, adapun

yang penulis gunakan adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

4) Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : buku-buku, karya

ilmiah, makalah, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan ini berupa pengertian- pengertian yang

diperoleh dari kamus hukum dan bahan dari internet.

6. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal

ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai

(25)

commit to user

penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh

data yang mendukung kegiatan pengumpilan data dalam penelitian ini

adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan

untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh dianalisa secara

kualitatif, yakni setelah data diperoleh maka data akan diolah berdasarkan

arti penting serta hubungannya dalam menjelaskan dan memberikan

keterangan lebih lanjut sehubungan dengan penelitian ini, sehingga

penelitian ini dapat terjawab. Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan

menggunakan logika deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang

diperoleh dalam penelitian ini dengan menggunakan inventarisasi

sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-

undangan beserta dokumen- dokumen yang dapat membantu menafsirkan

norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis

untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah

menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah sehingga pada

akhirnya dapat diketahui alasan pengajuan kasasi terhadap putusan

pengadilan Jakarta utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan

tindakan penyitaan oleh penyidik PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan

DKI.

Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter

Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

Aristoteles pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor

(bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesipulan

atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Didalam logika

silogistik untuk penalaran umum yang bersifat premis mayor adalah aturan

(26)

commit to user

menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika

deduktif merupakan suatu tekhnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang

bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim,

2008:249)

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai

sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam

penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan

hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari bab-bab yang

tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang mempunyai hubungan satu

sama lain yang tidak dapat terpisahkan, dan dimaksudkan untuk

memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.

Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab,

yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini Penulis menguraikan latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika

penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka

berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang

memberikan landasan atau kerangka teori. Teori-teori

kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung penulis

dalam menjawab perumusan masalah yang sudah

diangkat. Dalam bab ini terdiri dari : Tinjauan Tentang

Pengajuan Kasasi, Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan,

(27)

commit to user

Tindakan Penyitaan, Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap

Putusan Praperadilan, Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai

Negeri Sipil (PPNS) dan juga mengenai kerangka

pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas dan menjawab

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu

bagaimana alasan pemohon dalam mengajukan kasasi

terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam

perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan

penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan

DKI, dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam

memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap

putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara

praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh

PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan

yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran yang

ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan

permasalahan penelitian.

(28)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi

a. Pengertian Kasasi

Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata asalnya

adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan

demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi

didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan

hukum atau kehakiman telah melampaui kekuasaan kehakimannya

(Andi Hamzah, 2008: 297).

Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa : “Terhadap putusan

perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan

lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum

dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah

Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Sehingga terhadap semua

putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan

Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan

kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum (Yahya Harahap, 2002:

535-536).

b. Tujuan Upaya Kasasi

Upaya kasasi adalah hak yang diberian kepada terdakwa

maupun kepada penuntut umum. Berbarengan dengan hak mengajukan

permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa

dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu

“kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan

kasasi, tidak ada alasan untuk menolak (Yahya Harahap, 2002: 537).

(29)

commit to user

Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi, antara lain sebagai

berikut :

1) Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan

Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan

kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan

sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara

benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang.

2) Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru

Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah

Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu

sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi.

Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam

bentuk judge making law, sering Mahkamah Agung menciptakan

hukum baru yang disebut “hukum kasus”, guna mengisi

kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna

dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas”

pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran

masyarakat. Apabila putusan kasasi baik yang berupa koreksi atas

kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan

hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan

dalam mengambil keputusan maka Mahkamah Agung akan

menjadi yurisprudensi tetap.

Kadang-kadang dalam upayanya menciptakan hukum baru,

adakalanya mengambil putusan yng bersifat contra legem,

maksudnya hukum baru yang diciptakan itu secara nyata

benar-benar “bertentangan dengan undang-undang”. Putusan Mahkamah

Agung dalam menciptakan hukum baru tidak hanya berdaya upaya

mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan ketentuan

undang-undang yang benar-benar senapas dengan bunyi undang-undang-undang-undang itu

sendiri. Jika dianggapnya perlu dan mendesak, sesuai dengan

(30)

commit to user

mengesampingkan ketentuan undang-undang, dan sekaligus

menciptakan hukum baru yang jelas-jelas betentangan dengan

rumusan ketentuan undang-undang.

3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum

Tujuan lain pemeriksaan kasasi yaitu untuk mewujudkan

kesadaran “keseragaman” penerapan hukum. Dengan adanya

putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, maka akan

mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan

hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar

dari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim

yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang

dimiliknya.

c. Putusan Yang Dapat Diajukan Kasasi

Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana

yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi yaitu semua

putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh

pengadilan, kecuali tehadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan

putusan bebas. Macam putusan yang dapat dikasasi, meliputi :

1) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat

Pertama dan Tingkat Terakhir

Jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang

dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama

dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan

permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat

pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah perkara-perkara

yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.

2) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya pada

Tingkat Banding

Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat diajukan

(31)

commit to user

permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah mengambil

putusan pada tingkat banding, terhadap putusan banding tersebut

dapat diajukan permohonan kasasi.

3) Tentang Putusan Bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau

dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari

pemidanaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap

putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi.

d. Tata Cara Permohonan kasasi

Dalam kenyataan praktek, sering ditemukan hambatan formal

yang dialami pencari keadilan. Akibatnya permohonan kasasi “tidak

dapat diterima”. Hambatan formal yang dimaksud yaitu kekurangan

pengertian dikalangan masyarakat pencari keadilan tentang tata cara

mengajukan permohonan kasasi. Adakalanya dijumpai permohonan

kasasi yang “terlambat” diajukan, sehingga permohonan itu melampaui

tenggang waktu yang ditentukan Pasal 245 ayat (1). Tata cara untuk

mengajukan kasasi adalah sebagai berikut :

1) Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan yang memutus

perkaranya dalam tingkat pertama;

2) Yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan

atau penuntut umum;

3) Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi yaitu 14 (empat

belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan yang hendak

dikasasi diberitahukan kepada terdakwa;

4) Permintaan permohonan kasasi oleh panitera ditulis dalam sebuah

surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon,

dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara;

5) Panitera wajib memberitahukan permintaan kasasi yang

diterimanya kepada pihak yang lain, yaitu terdakwa dan penuntut

(32)

commit to user

6) Pemohon wajib mengajukan memori kasasi kepada panitera, hal ini

karena jika permohonan kasasi tidak dilengkapi dengan memori

kasasi, maka permohonan kasasi dianggap tidak memenuhi syarat

dan akibatnya permohonan kasasi dianggap “tidak sah” karena

tidak memenuhi syarat formal;

7) Tenggang waktu untuk menyerahkan memori kasasi adalah 14

(empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi

diajukan;

8) Setelah panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera

memberikan surat tanda terima. Tujuan surat tanda terima pada

satu pihak merupakan “pertanggungjawaban” panitera atas

penerimaan dan pada pihak lain merupakan “bukti” bagi pemohon

tentang kebenaran penyerahan memori kasasi yang disampaikan;

9) Panitera berkewajiban memberi bantuan untuk membuat memori

kasasi, diatur dalam Pasal 248 ayat (2), yang berbunyi: “Dalam

pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,

panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib

menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut

dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya”;

10)Pengajuan kontra memori kasasi bertitik tolak dari ketentuan Pasal

248 ayat (6), berdasarkan ketentuan ini memberikan hak kepada

pihak lain untuk mengajukan “kontra memori kasasi” atas memori

kasasi yang diajukan pemohon kasasi;

11)Pemohon kasasi dapat menambah memori kasasi yang telah

diajukan. Demikian juga pihak yang lain dapat menambah kontra

memori kasasi. Tambahan memori atau kontra memori kasasi

bermaksud untuk menambah hal-hal yang dianggap perlu oleh

(33)

commit to user

e. Alasan Mengajukan Kasasi

Dalam perundang-undangan Belanda, ada 3 (tiga) alasan untuk

melakukan kasasi, yaitu :

1) Apabila terdapat kelalaian dalam acara;

2) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada

pelaksanaannya;

3) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara

yang ditentukan undang-undang.

Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan

yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu

putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui

jalur kelalaian dalam acara itu.

Pasal 253 ayat (1) KUHAP diatur secara singkat alasan

mengajukan kasasi sebagai berikut “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi

dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna

menentukan :

1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

2) Apakah benar cara merngadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undang;

3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi

Tata cara pemeriksaan kasasi diatur Pasal 253 ayat (2) dan (3).

Pasal 253 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan perkara pada

tingkat kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim

atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain daripada

Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari

(34)

commit to user

di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan

Pengadilan tingkat Pertama”.

Sedangkan Pasal 253 ayat (3) : “Jika dipandang perlu untuk

kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1),

Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau

saksi atau Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam

surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya

atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar keterangan

mereka, dengan cara pemanggilan yang sama”.

2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari

hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala

sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan

yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk

sebagai berikut :

a. Putusan Bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau

dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari

pemidanaan. Pasal 191 ayat (1) menjelaskan mengenai dasar putusan

yang berbentuk putusan bebas, yaitu apabila pengadilan berpendapat :

1) Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan;

2) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya

“tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam

Pasal 191 ayat (2), yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat

bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi

perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa

(35)

commit to user

c. Putusan pemidanaan

Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai

dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang

didakwakan kepada terdakwa. Sesuai dengan pasal 193 ayat (1),

penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada

penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai

terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap

terdakwa.

d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili

Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara

dari penuntut umum, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah

mempelajari berkas perkara. Yang pertama dan utama adalah apakah

yang dilimpahkan penuntut umum tersebut termasuk wewenang

Pengadilan Negeri yang dipimpinnya. Seandainya Ketua Pengadilan

Negeri berpendapat perkara tersebut tidak termasuk wewenang seperti

yang ditentukan dalam Pasal 84 :

1) Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah

hukum pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau

2) Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir,

diketemukan atau ditahan berada di wilayah hukum Pengadilan

Negeri yang lain, sedang saksi-saksi yang dipanggil pun lebih

dekat dengan Pengadilan Negeri tempat dimana tindak pidana

dialakukan, dan sebagainya.

Maka dalam hal tersebut Pengadilan Negeri yang menerima

pelimpahan perkara tersebut, tidak berwenang mengadili. Pengadilan

Negeri yang lain lah yang berwenang mengadili.

e. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima

Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum

tidak dapat diterima, berpedoman pada Pasal 156 KUHAP: “Dalam hal

(36)

commit to user

Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak

dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah

diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan

pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk

selanjutnya mengambil keputusan”.

f. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum

Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan penuntut

umum batal demi hukum didasarkan pada surat dakwaan yang tidak

memenuhi ketentuan dan batal demi hukum. Alasan pokok yang dapat

dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum :

1) Apabila dakwaan tidak merumuskan sumua unsur dalih yang

didakwakan;

2) Atau tidak memerinci secara jelas peran dan perbuatan yang

dilakukan terdakwa dalam dakwaan;

3) Dakwaan kabur karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan

dilakukan.

3. Tinjauan Tentang Praperadilan

a. Pengertian Praperadilan

Istilah praperadilan yang dipergunakan oleh Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengandung maksud dan arti secara

harafiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, sehingga

praperadilan diartikan dengan sebelum pemeriksaan di sidang

pengadilan. Ada beberapa definisi mengenai praperadilan yang diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan yang

dikemukakan oleh para ahli hukum.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri

terdapat beberapa pasal yang memberikan definisi tentang

praperadilan, antara lain Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang

(37)

commit to user

negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini, tentang :

1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

tersangka;

2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan.

Ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk

memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

undang-undang ini tentang :

1) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan;

2) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara

pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Selanjutnya Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana berbunyi :

1) yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan;

2) praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh

Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

Dari beberapa pasal dan penjelasan diatas yang menjelaskan

tentang praperadilan, diperoleh gambaran bahwa eksistensi

praperadilan merupakan salah satu wewenang yang diberikan oleh

undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan

memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

(38)

commit to user

seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan

penuntutan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam M. Yahya Harahap,

“praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada

Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus

perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan,

penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan,

penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik” (Yahya

Harahap, 2002: 2).

Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan pengawasan

horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap

tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau

penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum dan undang-undang (Yahya Harahap, 2002: 4).

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa praperadilan

dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum

dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang.

Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan

upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan

undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal inilah yang

membedakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan

masa berlakunya Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dimana pada

waktu itu tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik terhadap

seorang tersangka tidak terawasi dan tidak terkontrol sehingga dapat

menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penyidik. Untuk

itu dibentuk lembaga praperadilan yang berwenang melakukan

koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa

(39)

commit to user

b. Wewenang Praperadilan

Telah disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang

mengatur tentang wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memutus

sah tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan

penuntut umum terhadap seorang tersangka. Akan tetapi diatur juga

kewenangan praperadilan yang disebutkan dalam Pasal 95 dan 97

KUHAP yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti kerugian dan

rehabilitasi.

Wewenang Pengadilan Negeri dalam hal ini Praperadilan,

antara lain sebagai berikut :

1) Memeriksa Dan Memutus Sah Tidaknya Suatu Penangkapan Dan

Penahanan

Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP

yaitu memeriksa dan memutus sah tidaknya suatu penangkapan

atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal

penangkapan, seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada

praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan

terhadap dirinya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah:

a) Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak

menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk

diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat

penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya.

b) Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat

dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan (Yahya Harahap,

2002: 160).

Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan

dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat

dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan

fungsi praperadilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu

setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan

(40)

commit to user

kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi

dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP,

penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan

penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri

setempat.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, telah menimbulkan

permasalahan dan perbedaan pendapat dalam penerapan fungsi

praperadilan karena adanya intervensi Ketua Pengadilan Negeri

terhadap penggeledahan dan penyitaan maka sangat tidak rasional

praperadilan menguji dan menilai sah tidaknya penggeledahan dan

penyitaan yang telah diberikan izin oleh pengadilan dalam hal ini

Ketua Pengadilan Negeri (Yahya Harahap, 2002: 7). Akan tetapi

jika dalam pelaksanaannya penggeledahan dan penyitaan telah

mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyimpang

diluar batas izin yang diberikan, kepada siapa pihak yang dirugikan

tersebut meminta perlindungan.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka terhadap penggeledahan

dan penyitaan pun dapat diajukan ke praperadilan baik yang

berkenaan dengan ganti kerugian maupun yang berkaitan dengan

sah tidaknya penyitaan dengan acuan penerapan:

a) Dalam hal penggeledahan atau penyitaan tanpa persetujuan

Ketua Pengadilan Negeri, tetap menjadi yurisdiksi praperadilan

untuk memeriksa keabsahannya;

b) Dalam hal penggeledahan dan penyitaan telah mendapat

persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap dapat diajukan ke

praperadilan dalam lingkup kewenangan yang lebih sempit

yaitu:

(1) Praperadilan tidak dibenarkan menilai surat izin atau surat

persetujuan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri;

(2) Yang dinilai oleh praperadilan terbatas pada masalah

(41)

commit to user

sesuai atau melampaui surat izin atau tidak (Yahya Harahap

2002: 7).

2) Memeriksa Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau

Penghentian Penuntutan.

Wewenang lain yang dimiliki oleh praperadilan adalah

memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan

yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang

dilakukan oleh penuntut umum. Alasan dilakukannya penghentian

penyidikan dan penghentian penuntutan:

a) Tidak terdapat cukup bukti;

b) Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran

tindak pidana;

c) Nebis in idem;

d) Kadaluarsa.

Tidak selamanya penghentian penyidikan dan penghentian

penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan yang sah, karena bisa

saja penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan

dilakukan karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh

karena itu penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang

berkepentingan dapat mengajukannya ke praperadilan untuk

diperiksa (Yahya Harahap, 2002: 5).

3) Memeriksa Tuntutan Ganti Kerugian

Menurut Pasal 1 ayat (22) KUHAP, ganti kerugian adalah

hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang

berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut

ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau

karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian

yang diajukan tersangka berdasarkan alasan :

(42)

commit to user

b) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang

bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;

c) Kerena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti

ditangkap, ditahan atau diperiksa.

4) Memeriksa Permintaan Rehabilitasi

Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus

permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau

penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar

hukum yang ditentukan undang-undang.

Sehubungan dengan itu dijelaskan tujuan dari rehabilitasi

yaitu : Sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama

baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat

menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan,

penahanan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan

tanpa alasan yang sah menurut undang-undang (Yahya Harahap,

2000: 64).

Dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa

seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan

diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum

yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama

baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya

di mata masyarakat.

c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan

Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah

tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada praperadilan,

tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang

memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja

yang berhak mengajukan permohonan kepada praperadilan serta

(43)

commit to user

1) Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya

Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka,

keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan

tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua

Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada

praperadilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan

sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak

disebutkan secara langsung.

2) Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan

Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik

menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh

undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang

berkepentingan berhak melaporkan kepada praperadilan. Hal ini

telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi

penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya

penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik

terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan

yang diberikan tidak sesuai undang. Untuk itu

undang-undang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang

berkepentingan untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum

(Yahya Harahap, 2002: 9).

3) Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya

Selain tersangka dan kuasa hukumnya, ahli waris dari

tersangka pun dapat mengajukan permohonan praperadilan dalam

hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan.

Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat (2) KUHAP :

“Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas

penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang

berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai

orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam

Gambar

Gambar I
gambaran secara
gambaran bahwa

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian pertama, kedalaman makan 15mm dari 10 kali pengujian, pengujian 1 sampai dengan 4 belum ada perubahan keausan, hal ini disebabkan karena struktur logam mata pahat

Selain itu juga memberikan bantuan kepada warga negara Jerman termasuk badan hukum Jerman di wilayah konsulernya.Namun pemberian kewenangan untuk melakukan

Subtitusi tepung ikan dengan tepung cangkang kepiting pada larva udang windu tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik (SGR),

Ladder drill digunakan pemain atau atlet ketika melakukan latihan, alat ini untuk membantu dalam improvisasi berbagai aspek gerakan, meningkatkan keseimbangan, daya tahan

selaku ketua Program Studi Magister Sains Psikologi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menulis tesis

Gita Ardy Putri. “Analisis Trust, Website Quality dan Orientasi Belanja terhadap Minat Beli Online Shop pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti

Berdasarkan tabel tersebut, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ini dikatakan valid apabila mendapatkan persentase ≥61%. Analisis Data Hasil Angket Respon Siswa Analisis ini

Model kurikulum berbasis multikultur di STAI Al-Khairat menerapkan Model Salad Bowl, yang memandang setiap individu atau kelompok dalam suatu masyarakat harus