commit to user
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN
TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
IRA INDRIANINGRUM
NIM. E. 1106140
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
commit to user
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN
TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)
Disusun oleh :
IRA INDRIANINGRUM
NIM : E. 1106140
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
BAMBANG SANTOSO, S.H., M.Hum.
NIP. 196202091989031001
commit to user
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN
TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)
Disusun oleh :
IRA INDRIANINGRUM
NIM : E. 1106140
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 29 Juli 2010
TIM PENGUJI
1. Edy Herdyanto, S.H., M.H. ( ... ) NIP. 195706291985031002
Ketua
2. Kristiyadi, S.H., M.Hum. (………) NIP. 195812251986011001
Sekretaris
3. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum (………) NIP. 196202091989031001
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum.
NIP. 196109301986011001
commit to user
PERNYATAAN
Nama : Ira Indrianingrum
Nim : E. 1106140
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN
TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI
(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005) adalah
betul-betul karya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkn dalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2010
Yang membuat pernyataan
Ira Indrianingrum E. 1106140
commit to user
MOTTO
Ketahuilah! Hanya mengingat akan Allah SWT, maka hati merasa tenang
(Qs. Ar.Ra’du (petir) 13 : 18)
Tiada harta yang terpendam yang lebih bermanfaat daripada ilmu
pengetahuan.Tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur Tiada
teman yang lebih tinggi dari kesabaran Tiada kejahatan yang lebih
memalukan dari kesombongan
(Wahab bin Munabbih)
Kebahagiaan diri kita tidak tergantung pada apa yang orang lain pikirkan dan
cara mereka bertindak, tetapi sangat tergantung kepada apa yang kita pikirkan
dan cara kita bertindak. Sesungguhnya kita masing-masing bisa memerankan
peranan penting dalam menentukan masa depan kita sendiri.
(Daug Hooper)
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan
kepada :
· Allah SWT, Pencipta Langit dan Bumi, yang senantiasa memberikan
kenikmatan pada umat-Nya;
· Ayah dan Bunda yang telah memberi kasih sayang, serta kehangatan
dalam perjalanan penulis;
· Kakakku tersayang Nova, Yose, yang telah banyak membantu dan
yang telah memberi kasih sayang
dan dukungannya.
· Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu
memberikan keceriaan bagi penulis.
·
Teman-temanku seperjuangan, sealmamater, dan seangkatan 2006terima kasih atas persaudaraan dan
persahabatannya.
commit to user
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta
diiringi rasa syukur Alhamdulillah penulis panjatkan, penulisan hukum (Skripsi)
yang berjudul “ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA
PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN
OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN
KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762
K/PID/2005)” dapat penulis selesaikan.
Penulisan hukum ini membahas mengenai alasan pemohon dalam
mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta
bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan
kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara
praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan hukum ini, maka saran serta kritik dari semua pihak
sangat penulis harapkan untuk memperkaya karya tulis ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis
dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaikan terutama kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan hukum ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
3. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Negeri Surakarta yang telah memberikan nasehat, bimbingan dan
dorongan kepada penulis.
4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi yang
telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi
kemajuan Penulis, dan juga cerita-cerita serta pengalaman yang dapat
memberikan semangat bagi Penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis
sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga
dapat penulis amalkan.
6. Seluruh staf tata usaha dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang ada di bagian transit, perpustakaan,
pendidikan, pengajaran dan bagian-bagian yang lain, terima kasih atas
bantuannya.
7. Ayah dan Bunda terima kasih atas doa dan semangat yang kalian berikan
kepadaku. Semoga Ayah dan Bunda diberikan kesehatan, rezeki dan umur
panjang.
8. Kakakku tercinta Nova, Yose, Mari, Bambang, yang telah menemaniku,
memberikan kasih sayang, selalu menjagaku, dan memberikan semangat.
9. Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu memberikan
kecerian bagi penulis.
10.Sahabat-sahabatku Herin, Vindra, Anjar, Avid, Hanuring, Pak Api, Indra
Adi, Dewi, Susi, Anindya, Ucup, Ika, Eka, Dian, Indri, Mas Itut, Windha,
Sheny, Tyas, Adit yang selalu menemaniku dan selalu menjadi sahabat
baikku.
11.Mas Peners, mbak Ari, yang selalu membantu penulis jika penulis dalam
kesulitan dan yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
commit to user
12.Mas Bayu Noviyanto, terimakasih atas kesabaran, kesetiaan, doa dan
dukungannya kepada penulis.
13.Keluarga Besar angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah memberi warna baru dalam hidupku.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuannya bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam
penyelesaian penulisan hukum ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Surakarta, Juli 2010
Penulis
commit to user DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
ABSTRAK ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Metode Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Kerangka Teori ... 13
1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi……… ... 13
a. Pengertian Kasasi ... 13
b. Tujuan Upaya Kasasi ...……… 13
c. Putusan Yang Dapat Dikasasi ... 15
d. Tata Cara Permohonan Kasasi ... 16
e. Alasan Mengajukan Kasasi ... 18
f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi ... 18
2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan ... 19
commit to user
a. Putusan Bebas... 19
b. Putusan Pelepasan Dari Segala Tuntutan Hukum... . 19
c. Putusan Pemidanaan... . 20
d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili... 20
e. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima... . 20
f. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum... . 21
3. Tinjauan Tentang Praperadilan... 21
a. Pengertian Praperadilan... 21
b. Wewenang Praperadilan... 24
c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan.... 27
d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan... 29
4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan... 31
a. Pengertian Penyitaan... 31
b. Bentuk-bentuk Penyitaan... 31
c. Benda Yang Dapat Disita... 34
5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan.. 34
6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil... 35
B. Kerangka Pemikiran... 36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38
A. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Kasus Posisi ... 38
1. Uraian Singkat Kasus... . 38
2. Identitas Pemohonan Pra Peradilan……….... 39
3. Identitas Termohon………. 39
4. Alasan Permohonan Pra Peradilan……….. 39
commit to user
5. Isi Permohonan………... 45
6. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Utara………. 46
7. Alasan Pengajuan Kasasi………..…….. 46
8. Pembahasan………..….. 47
B. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan………... 50
1. Pertimbangan Hakim terhadap Pengajuan Kasasi….. 50
2. Pembahasan……… 51
BAB IV PENUTUP ... 54
A. Simpulan ... 54
B. Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA... 56
commit to user DAFTAR GAMBAR
Gambar I Kerangka Pemikiran
commit to user
ABSTRAK
IRA INDRIANINGRUM, E.1106140, ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai bagaimanakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima.
commit to user ABSTRACT
IRA INDRIANINGRUM, E1106140, AN ANALYSIS ON APPEAL TO THE SUPREME COURT (KASASI) OVER THE NORTH JAKARTA COURT’S DECISION IN THE PREJUDICIAL CASE ABOUT THE LEGALITY OF CONFISCATION ACTION BY THE CIVIL SERVANT INVESTIGATOR OF DKI’S AGRICULTURAL AND FORESTRY SERVICE (A STUDY ON THE SUPREME COURT’S DECISION NO. 1762 K/PID/2005). Law Faculty
of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.
This research aims to find out clearly how the accuser in filing the appeal to the Supreme Court (kasasi) over the North Jakarta First Instance Court’s decision is as well as how the Judge deliberation is in examining and deciding the kasasi application over the North Jakarta First Instance Court’s decision about the legality of confiscation action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service.
This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using the secondary data type. In the research, the technique of collecting data used was library research, that is, to collect the secondary data relevant to the problem studied. Furthermore, the data obtained was studied, classified, and analyzed further in line with the objective and problem of research.
Based on the research, it can be found that the Judge deliberation in Examining And Deciding the Kasasi Application over the North Jakarta First Instance Court’s decision in the Prejudicial Case about the Legality of Confiscation Action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service is Act No.5 of 2004 about the Supreme Court particularly in article 45 A clause 2 concerning the decision about prejudicial cannot be filed for the kasasi and it makes the prejudicial kasasi application in the confiscation legality case by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service not accepted.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia serta yang menjamin segala hak warga yang sama kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hal ini
dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menutut
Undang-Undang Dasar”. Oleh karena itu, peranan setiap warga negara sangat
berpengaruh dan diperlukan dalam penegakan hukum.
Indonesia sebagai negara hukum seyogyanya harus berperan di segala
bidang kehidupan, baik dalam kehidupan bangsa dan negara Republik
Indonesia maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan adanya keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar
hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun
tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun
oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disingkat
dengan istilah “KUHAP” merupakan dasar tata cara peradilan pidana yang
sudah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1981 hingga saat ini. KUHAP
telah meletakkan dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam dunia
peradilan di Indonesia. Dalam undang-undang ini tampaknya tujuan mencapai
ketertiban dan kepastian hukum tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan
yang diutamakan dan merupakan masalah besar adalah bagaimana mencapai
tujuan tersebut sedemikian rupa sehingga perkosaan terhadap harkat dan
martabat manusia sejauh mungkin dapat dihindarkan (Romli Atmasasmita,
1996: 28).
commit to user
Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi
seseorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah
melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam KUHAP. Praperadilan
merupakan lembaga baru yang sebelumya tidak diatur dalam Herziene
Inlandsch Reglement (HIR), lahirnya dari pemikiran untuk mengadakan
tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar dalam
melaksanakan kewenangannya tidak melakukan penyelewengan atau
penyalahgunaan wewenang. Untuk itu selain adanya pengawasan yang bersifat
internal dalam perangkat aparat itu sendiri (vertical), juga dibutuhkan suatu
pengawasan silang antara sesama penegak hukum (horizontal)
(www.pemantauperadilan.com).
Praperadilan dilakukan dengan maksud dan tujuan yakni tegaknya
hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan,
penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pemeriksaan
tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan
penuntut umum untuk melakukan upaya paksa berupa penangkapan,
penahanan, penyitaan, dan sebagainya. Tindakan upaya paksa yang dilakukan
tersebut bertentangan dengan hukum dan undang-undang (illegal) karena
merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka (Yahya Harahap, 2002: 3).
Untuk itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk
menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada
tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa yang
dilakukan penyidik atau penuntut umum yang dilimpahkan kewenangannya
kepada Praperadilan (Yahya Harahap, 2000: 4).
Fungsi lembaga praperadilan adalah untuk melaksanakan wewenang
Pengadilan Negeri dalam hal memeriksa dan memutus tentang sah atau
tidaknya suatu tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi
bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan dan atau tidak diajukan ke pengadilan sesuai dengan Pasal 1 butir
commit to user
melalui putusannya maka materi praperadilan selain yang disebutkan di atas
juga dapat memutuskan apakah benda yang disita masuk atau tidak masuk alat
bukti. Dalam menentukan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan,
pertama sekali harus dilihat atau dipertanyakan, apakah penahanan itu
dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, selanjutnya apakah
dilakukan sesuai dengan syarat matriil serta harus dilakukan menurut cara atau
prosedur yang ditentukan dalam KUHAP.
Apabila ditemukan suatu penangkapan dan atau penahanan yang tidak
sesuai dengan KUHAP, maka atas permintaan tersangka atau keluarganya atau
pihak lain atas kuasa tersangka, dapat menuntut ganti kerugian atau
rehabilitasi. Sebab pada dasarnya ganti kerugian adalah hak seorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang
karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Demikian
juga dengan rehabilitasi yang juga merupakan hak seseorang untuk mendapat
pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya
yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Pasal 38 ayat (1) KUHAP menegaskan “Bahwa penyidik dapat
melakukan penyitaan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dan
pada ayat (2) diterangkan bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan dalam
ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan
untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat
guna memperoleh persetujuannya”. Kewenangan penyitaan yang dilakukan
commit to user
peradilan. Tetapi tentu saja pelaksanaan kewenangan penyitaan tersebut harus
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP dengan jelas tersurat bahwa
permasalahan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan, yaitu “Dalam hal
putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus
segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita”. Alasan
lain yang mendukung tindakan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan
berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan terhadap barang milik pihak
ketiga, dan barang itu tidak termasuk sebagai alat atau barang bukti. Dalam
kasus yang seperti ini, pemilik barang harus diberi hak untuk mengajukan
ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 8).
Putusan yang diambil oleh hakim praperadilan harus sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku dan harus mewujudkan keadilan.
Putusan praperadilan ini bersifat deklarator yaitu putusan yang berisi
peryataan yang menyatakan sah atau tidaknya upaya paksa yang dilakukan
oleh penyidik atau penuntut umum.
Banyaknya permohonan pemeriksaan perkara melalui praperadilan
karena untuk mewujudkan keadilan sebelum perkara ini dilanjutkan ke
pengadilan negeri. Dalam hal permohonan praperadilan tentang penghentian
penyidikan, maka hakim praperadilan memeriksa dan memutus berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku. Putusan tidak sahnya penghentian penyidikan
dapat dilakukan upaya hukum banding oleh para pihak sesuai dengan Pasal 83
ayat (2) KUHAP.
Sampai sekarang ini masih banyak perbedaan pendapat tentang dapat
atau tidaknya putusan praperadilan dimintakan kasasi padahal dalam
Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, praperadilan merupakan
perkara yang dibatasi untuk pengajuan kasasinya, tetapi dalam praktek
penegakan hukum di Indonesia banyak perkara praperadilan yang sudah
diputuskan oleh pengadilan diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
commit to user
memperoleh rasa keadilan dan berpendapat bahwa pengajuan kasasi dapat
dilakukan. Sedangkan tujuan diajukannya kasasi tersebut adalah untuk
menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan
yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan
hukum (Andi Hamzah, 2008: 298).
Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal
tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan
kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang
berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS PENGAJUAN
KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA
UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG
KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762
K/PID/2005)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan oleh
penulis sebelumnya dan untuk mempermudah pemahaman terhadap
permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan,
maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Apakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang
keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas
Pertanian dan Kehutanan DKI ?
2. Apakah legal pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus
permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari
penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat
memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berpijak dari hal
tersebut maka penelitian mempunyai tujuan untuk menjawab masalah yang
telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat mencapai
tujuan dari penelitian. Begitu juga penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai alasan pemohon dalam
mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
b. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pertimbangan Hakim dalam
memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang
keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan
penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis
guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman
aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum
khususnya tentang pengajuan kasasi terhadap putusan perkara
praperadilan.
c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum agar dapat memberi manfaat
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut
memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dengan
adanya penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis :
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum
khususnya yang berkaitan dengan pengajuan kasasi terhadap putusan
perkara praperadilan.
b. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh
penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Manfaat Praktis :
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk
mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang terkait dengan masalah penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Penelitian hukum
adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,
maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi (Peter
Mahmud, 2006: 35).
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
commit to user
mementingkan pemahaman yang ada daripada kuantitas/banyaknya data.
(Lexy J. Moleong, 2003:3). Jadi dalam penelitian hukum normatif, peneliti
tidak perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga cukup dengan
mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan dalam suatu
rangkaian hasil penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha meneliti tentang pengajuan
kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara
praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.
Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma humum (Peter Mahmud
Marzuki, 2006: 22)
Dalam penelitian ini, penulis ingin memperoleh gambaran yang
jelas dan lengkap tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan
Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan
penyitaan oleh PPNS dinas pertanian dan kehutanan DKI.
3. Pendekatan Penelitian
Nilai ilmiah dalam suatu penyusunan karya ilmiah yang berisi
mengenai pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal issue yang
diteliti sangat tergantung pada cara pendekatan (aprroach) yang digunakan
(Jhonny Ibrahim, 2006: 299).
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan kasus (case aprroach).
4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak
langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan dokumenter, peraturan
commit to user
kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan
masalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
5. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian yang dapat
diperoleh dan yang akan digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu
sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat
berupa dokumen, buku-buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka
yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, adapun
yang penulis gunakan adalah:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
4) Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : buku-buku, karya
ilmiah, makalah, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan ini berupa pengertian- pengertian yang
diperoleh dari kamus hukum dan bahan dari internet.
6. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal
ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai
commit to user
penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh
data yang mendukung kegiatan pengumpilan data dalam penelitian ini
adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan
untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh dianalisa secara
kualitatif, yakni setelah data diperoleh maka data akan diolah berdasarkan
arti penting serta hubungannya dalam menjelaskan dan memberikan
keterangan lebih lanjut sehubungan dengan penelitian ini, sehingga
penelitian ini dapat terjawab. Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan logika deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang
diperoleh dalam penelitian ini dengan menggunakan inventarisasi
sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-
undangan beserta dokumen- dokumen yang dapat membantu menafsirkan
norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis
untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah
menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah sehingga pada
akhirnya dapat diketahui alasan pengajuan kasasi terhadap putusan
pengadilan Jakarta utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan
tindakan penyitaan oleh penyidik PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan
DKI.
Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
Aristoteles pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesipulan
atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Didalam logika
silogistik untuk penalaran umum yang bersifat premis mayor adalah aturan
commit to user
menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika
deduktif merupakan suatu tekhnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim,
2008:249)
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam
penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan
hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari bab-bab yang
tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang mempunyai hubungan satu
sama lain yang tidak dapat terpisahkan, dan dimaksudkan untuk
memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab,
yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini Penulis menguraikan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka
berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang
memberikan landasan atau kerangka teori. Teori-teori
kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung penulis
dalam menjawab perumusan masalah yang sudah
diangkat. Dalam bab ini terdiri dari : Tinjauan Tentang
Pengajuan Kasasi, Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan,
commit to user
Tindakan Penyitaan, Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap
Putusan Praperadilan, Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) dan juga mengenai kerangka
pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas dan menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu
bagaimana alasan pemohon dalam mengajukan kasasi
terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam
perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan
penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan
DKI, dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam
memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara
praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh
PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan
yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran yang
ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
permasalahan penelitian.
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi
a. Pengertian Kasasi
Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata asalnya
adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan
demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi
didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan
hukum atau kehakiman telah melampaui kekuasaan kehakimannya
(Andi Hamzah, 2008: 297).
Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa : “Terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan
lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum
dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah
Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Sehingga terhadap semua
putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan
Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan
kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum (Yahya Harahap, 2002:
535-536).
b. Tujuan Upaya Kasasi
Upaya kasasi adalah hak yang diberian kepada terdakwa
maupun kepada penuntut umum. Berbarengan dengan hak mengajukan
permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa
dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu
“kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan
kasasi, tidak ada alasan untuk menolak (Yahya Harahap, 2002: 537).
commit to user
Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi, antara lain sebagai
berikut :
1) Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan
Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan
kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan
sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara
benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang.
2) Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru
Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah
Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu
sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi.
Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam
bentuk judge making law, sering Mahkamah Agung menciptakan
hukum baru yang disebut “hukum kasus”, guna mengisi
kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna
dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas”
pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran
masyarakat. Apabila putusan kasasi baik yang berupa koreksi atas
kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan
hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan
dalam mengambil keputusan maka Mahkamah Agung akan
menjadi yurisprudensi tetap.
Kadang-kadang dalam upayanya menciptakan hukum baru,
adakalanya mengambil putusan yng bersifat contra legem,
maksudnya hukum baru yang diciptakan itu secara nyata
benar-benar “bertentangan dengan undang-undang”. Putusan Mahkamah
Agung dalam menciptakan hukum baru tidak hanya berdaya upaya
mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan ketentuan
undang-undang yang benar-benar senapas dengan bunyi undang-undang-undang-undang itu
sendiri. Jika dianggapnya perlu dan mendesak, sesuai dengan
commit to user
mengesampingkan ketentuan undang-undang, dan sekaligus
menciptakan hukum baru yang jelas-jelas betentangan dengan
rumusan ketentuan undang-undang.
3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum
Tujuan lain pemeriksaan kasasi yaitu untuk mewujudkan
kesadaran “keseragaman” penerapan hukum. Dengan adanya
putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, maka akan
mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan
hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar
dari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim
yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang
dimiliknya.
c. Putusan Yang Dapat Diajukan Kasasi
Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana
yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi yaitu semua
putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan, kecuali tehadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan
putusan bebas. Macam putusan yang dapat dikasasi, meliputi :
1) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat
Pertama dan Tingkat Terakhir
Jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang
dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama
dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan
permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat
pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah perkara-perkara
yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.
2) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya pada
Tingkat Banding
Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat diajukan
commit to user
permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah mengambil
putusan pada tingkat banding, terhadap putusan banding tersebut
dapat diajukan permohonan kasasi.
3) Tentang Putusan Bebas
Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau
dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari
pemidanaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap
putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi.
d. Tata Cara Permohonan kasasi
Dalam kenyataan praktek, sering ditemukan hambatan formal
yang dialami pencari keadilan. Akibatnya permohonan kasasi “tidak
dapat diterima”. Hambatan formal yang dimaksud yaitu kekurangan
pengertian dikalangan masyarakat pencari keadilan tentang tata cara
mengajukan permohonan kasasi. Adakalanya dijumpai permohonan
kasasi yang “terlambat” diajukan, sehingga permohonan itu melampaui
tenggang waktu yang ditentukan Pasal 245 ayat (1). Tata cara untuk
mengajukan kasasi adalah sebagai berikut :
1) Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan yang memutus
perkaranya dalam tingkat pertama;
2) Yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan
atau penuntut umum;
3) Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi yaitu 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan yang hendak
dikasasi diberitahukan kepada terdakwa;
4) Permintaan permohonan kasasi oleh panitera ditulis dalam sebuah
surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon,
dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara;
5) Panitera wajib memberitahukan permintaan kasasi yang
diterimanya kepada pihak yang lain, yaitu terdakwa dan penuntut
commit to user
6) Pemohon wajib mengajukan memori kasasi kepada panitera, hal ini
karena jika permohonan kasasi tidak dilengkapi dengan memori
kasasi, maka permohonan kasasi dianggap tidak memenuhi syarat
dan akibatnya permohonan kasasi dianggap “tidak sah” karena
tidak memenuhi syarat formal;
7) Tenggang waktu untuk menyerahkan memori kasasi adalah 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
diajukan;
8) Setelah panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera
memberikan surat tanda terima. Tujuan surat tanda terima pada
satu pihak merupakan “pertanggungjawaban” panitera atas
penerimaan dan pada pihak lain merupakan “bukti” bagi pemohon
tentang kebenaran penyerahan memori kasasi yang disampaikan;
9) Panitera berkewajiban memberi bantuan untuk membuat memori
kasasi, diatur dalam Pasal 248 ayat (2), yang berbunyi: “Dalam
pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,
panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib
menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut
dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya”;
10)Pengajuan kontra memori kasasi bertitik tolak dari ketentuan Pasal
248 ayat (6), berdasarkan ketentuan ini memberikan hak kepada
pihak lain untuk mengajukan “kontra memori kasasi” atas memori
kasasi yang diajukan pemohon kasasi;
11)Pemohon kasasi dapat menambah memori kasasi yang telah
diajukan. Demikian juga pihak yang lain dapat menambah kontra
memori kasasi. Tambahan memori atau kontra memori kasasi
bermaksud untuk menambah hal-hal yang dianggap perlu oleh
commit to user
e. Alasan Mengajukan Kasasi
Dalam perundang-undangan Belanda, ada 3 (tiga) alasan untuk
melakukan kasasi, yaitu :
1) Apabila terdapat kelalaian dalam acara;
2) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada
pelaksanaannya;
3) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara
yang ditentukan undang-undang.
Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan
yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu
putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui
jalur kelalaian dalam acara itu.
Pasal 253 ayat (1) KUHAP diatur secara singkat alasan
mengajukan kasasi sebagai berikut “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi
dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna
menentukan :
1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
2) Apakah benar cara merngadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undang-undang;
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi
Tata cara pemeriksaan kasasi diatur Pasal 253 ayat (2) dan (3).
Pasal 253 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan perkara pada
tingkat kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim
atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain daripada
Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari
commit to user
di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan
Pengadilan tingkat Pertama”.
Sedangkan Pasal 253 ayat (3) : “Jika dipandang perlu untuk
kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1),
Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau
saksi atau Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam
surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya
atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar keterangan
mereka, dengan cara pemanggilan yang sama”.
2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan
Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari
hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala
sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan
yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk
sebagai berikut :
a. Putusan Bebas
Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau
dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari
pemidanaan. Pasal 191 ayat (1) menjelaskan mengenai dasar putusan
yang berbentuk putusan bebas, yaitu apabila pengadilan berpendapat :
1) Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan;
2) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
“tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.
b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam
Pasal 191 ayat (2), yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa
commit to user
c. Putusan pemidanaan
Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai
dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang
didakwakan kepada terdakwa. Sesuai dengan pasal 193 ayat (1),
penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada
penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai
terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap
terdakwa.
d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili
Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara
dari penuntut umum, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah
mempelajari berkas perkara. Yang pertama dan utama adalah apakah
yang dilimpahkan penuntut umum tersebut termasuk wewenang
Pengadilan Negeri yang dipimpinnya. Seandainya Ketua Pengadilan
Negeri berpendapat perkara tersebut tidak termasuk wewenang seperti
yang ditentukan dalam Pasal 84 :
1) Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah
hukum pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau
2) Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir,
diketemukan atau ditahan berada di wilayah hukum Pengadilan
Negeri yang lain, sedang saksi-saksi yang dipanggil pun lebih
dekat dengan Pengadilan Negeri tempat dimana tindak pidana
dialakukan, dan sebagainya.
Maka dalam hal tersebut Pengadilan Negeri yang menerima
pelimpahan perkara tersebut, tidak berwenang mengadili. Pengadilan
Negeri yang lain lah yang berwenang mengadili.
e. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima
Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum
tidak dapat diterima, berpedoman pada Pasal 156 KUHAP: “Dalam hal
commit to user
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak
dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah
diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan
pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan”.
f. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum
Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan penuntut
umum batal demi hukum didasarkan pada surat dakwaan yang tidak
memenuhi ketentuan dan batal demi hukum. Alasan pokok yang dapat
dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum :
1) Apabila dakwaan tidak merumuskan sumua unsur dalih yang
didakwakan;
2) Atau tidak memerinci secara jelas peran dan perbuatan yang
dilakukan terdakwa dalam dakwaan;
3) Dakwaan kabur karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan
dilakukan.
3. Tinjauan Tentang Praperadilan
a. Pengertian Praperadilan
Istilah praperadilan yang dipergunakan oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengandung maksud dan arti secara
harafiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, sehingga
praperadilan diartikan dengan sebelum pemeriksaan di sidang
pengadilan. Ada beberapa definisi mengenai praperadilan yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan yang
dikemukakan oleh para ahli hukum.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri
terdapat beberapa pasal yang memberikan definisi tentang
praperadilan, antara lain Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang
commit to user
negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, tentang :
1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
Ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk
memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini tentang :
1) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan;
2) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Selanjutnya Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana berbunyi :
1) yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan;
2) praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.
Dari beberapa pasal dan penjelasan diatas yang menjelaskan
tentang praperadilan, diperoleh gambaran bahwa eksistensi
praperadilan merupakan salah satu wewenang yang diberikan oleh
undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan
memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
commit to user
seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan
penuntutan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam M. Yahya Harahap,
“praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada
Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus
perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan,
penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan,
penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik” (Yahya
Harahap, 2002: 2).
Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan pengawasan
horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap
tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau
penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum dan undang-undang (Yahya Harahap, 2002: 4).
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa praperadilan
dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum
dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang.
Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan
upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan
undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal inilah yang
membedakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan
masa berlakunya Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dimana pada
waktu itu tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik terhadap
seorang tersangka tidak terawasi dan tidak terkontrol sehingga dapat
menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penyidik. Untuk
itu dibentuk lembaga praperadilan yang berwenang melakukan
koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa
commit to user
b. Wewenang Praperadilan
Telah disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang
mengatur tentang wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memutus
sah tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan
penuntut umum terhadap seorang tersangka. Akan tetapi diatur juga
kewenangan praperadilan yang disebutkan dalam Pasal 95 dan 97
KUHAP yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti kerugian dan
rehabilitasi.
Wewenang Pengadilan Negeri dalam hal ini Praperadilan,
antara lain sebagai berikut :
1) Memeriksa Dan Memutus Sah Tidaknya Suatu Penangkapan Dan
Penahanan
Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP
yaitu memeriksa dan memutus sah tidaknya suatu penangkapan
atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal
penangkapan, seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada
praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan
terhadap dirinya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah:
a) Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak
menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk
diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat
penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya.
b) Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat
dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan (Yahya Harahap,
2002: 160).
Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan
dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat
dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan
fungsi praperadilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu
setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan
commit to user
kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi
dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP,
penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan
penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri
setempat.
Berdasarkan pasal tersebut diatas, telah menimbulkan
permasalahan dan perbedaan pendapat dalam penerapan fungsi
praperadilan karena adanya intervensi Ketua Pengadilan Negeri
terhadap penggeledahan dan penyitaan maka sangat tidak rasional
praperadilan menguji dan menilai sah tidaknya penggeledahan dan
penyitaan yang telah diberikan izin oleh pengadilan dalam hal ini
Ketua Pengadilan Negeri (Yahya Harahap, 2002: 7). Akan tetapi
jika dalam pelaksanaannya penggeledahan dan penyitaan telah
mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyimpang
diluar batas izin yang diberikan, kepada siapa pihak yang dirugikan
tersebut meminta perlindungan.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka terhadap penggeledahan
dan penyitaan pun dapat diajukan ke praperadilan baik yang
berkenaan dengan ganti kerugian maupun yang berkaitan dengan
sah tidaknya penyitaan dengan acuan penerapan:
a) Dalam hal penggeledahan atau penyitaan tanpa persetujuan
Ketua Pengadilan Negeri, tetap menjadi yurisdiksi praperadilan
untuk memeriksa keabsahannya;
b) Dalam hal penggeledahan dan penyitaan telah mendapat
persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap dapat diajukan ke
praperadilan dalam lingkup kewenangan yang lebih sempit
yaitu:
(1) Praperadilan tidak dibenarkan menilai surat izin atau surat
persetujuan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri;
(2) Yang dinilai oleh praperadilan terbatas pada masalah
commit to user
sesuai atau melampaui surat izin atau tidak (Yahya Harahap
2002: 7).
2) Memeriksa Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau
Penghentian Penuntutan.
Wewenang lain yang dimiliki oleh praperadilan adalah
memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan
yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang
dilakukan oleh penuntut umum. Alasan dilakukannya penghentian
penyidikan dan penghentian penuntutan:
a) Tidak terdapat cukup bukti;
b) Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran
tindak pidana;
c) Nebis in idem;
d) Kadaluarsa.
Tidak selamanya penghentian penyidikan dan penghentian
penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan yang sah, karena bisa
saja penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan
dilakukan karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh
karena itu penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang
berkepentingan dapat mengajukannya ke praperadilan untuk
diperiksa (Yahya Harahap, 2002: 5).
3) Memeriksa Tuntutan Ganti Kerugian
Menurut Pasal 1 ayat (22) KUHAP, ganti kerugian adalah
hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut
ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian
yang diajukan tersangka berdasarkan alasan :
commit to user
b) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang
bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;
c) Kerena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti
ditangkap, ditahan atau diperiksa.
4) Memeriksa Permintaan Rehabilitasi
Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus
permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau
penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar
hukum yang ditentukan undang-undang.
Sehubungan dengan itu dijelaskan tujuan dari rehabilitasi
yaitu : Sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama
baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat
menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan,
penahanan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan
tanpa alasan yang sah menurut undang-undang (Yahya Harahap,
2000: 64).
Dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa
seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan
diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum
yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama
baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya
di mata masyarakat.
c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan
Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah
tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada praperadilan,
tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang
memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja
yang berhak mengajukan permohonan kepada praperadilan serta
commit to user
1) Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya
Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka,
keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan
tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua
Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada
praperadilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan
sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak
disebutkan secara langsung.
2) Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik
menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh
undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang
berkepentingan berhak melaporkan kepada praperadilan. Hal ini
telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi
penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya
penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik
terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan
yang diberikan tidak sesuai undang. Untuk itu
undang-undang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang
berkepentingan untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum
(Yahya Harahap, 2002: 9).
3) Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya
Selain tersangka dan kuasa hukumnya, ahli waris dari
tersangka pun dapat mengajukan permohonan praperadilan dalam
hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan.
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat (2) KUHAP :
“Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam