• Tidak ada hasil yang ditemukan

A Strategy for the Development of Rubberized Coir (Sebutret) Agro industry (A Case Study in Sambas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "A Strategy for the Development of Rubberized Coir (Sebutret) Agro industry (A Case Study in Sambas)"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

(STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)

JUNARDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang berjudul:

Strategi Pengembangan Agroidustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas)

merupakan hasil kerja saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis diperguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2012

(3)

ABSTRACT

Junardi. A Strategy for the Development of Rubberized Coir (Sebutret) Agro industry (A Case Study in Sambas). Supervised by Sukardi and Yandra Arkeman.

The combination of coconut coir and rubber can produce rubberized coir products (sebutret). The sebutret is very potential to be developed to gain value added and increase farmers and local government incomes. The research objectives were to assess internal and external factors that affect the product development and the implication of strengths, weaknesses, opportunities, and threats. The data obtained were analyzed descriptively and quantitatively in the form of weighted average scores and analysis strategies with SWOT analysis matrix, IFE, EFE and IE. The study shows that the main strength is the availability of sebutret product market and its main weakness is the low competitiveness, limited scope of local villages and districts. Meanwhile the main opportunity is sebutret manufacturing technology already exists and the main threat is the absence of a strong business partnership. The analysis shows the development of sebutret agro industry can be managed with market penetration strategy and product development. Implication of the analysis is formulated alternative strategy, namely: conduct accurate data collection, conduct a feasibility study, produce sebutret accordance with market demand, conduct the preparation of resources, establish processing industries, cooperate with the competent institutions, provide equipment and machinery, provide expert as facilitators, conduct promotion.

(4)

RINGKASAN

JUNARDI. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas). Dibimbing oleh SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN.

Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang bernilai seperti menjadi produk-produk yang dikenal dengan sebutan sebutret. Produk ini sangat potensial dalam rangka menciptakan nilai tambah pada produk. Kelapa dan karet merupakan komoditas yang dikembangkan menjadi produk sebutret dan merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan jumlah produksi sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena sabut kelapa hanya dianggap sebagai limbah, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bahan olahan karet. Kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dan menciptakan agroindustri sebutret. Oleh karena itu diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dan implikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas, serta merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan sebutret.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara kepada petani dan pedagang pengumpul karet dan kelapa di kecamatan yang paling tinggi produksinya, dinas-dinas yang terkait serta masyarakat umum untuk mendapatkan data primer. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan. Wawancara dilakukan kepada 70 responden dengan rincian20 responden dari petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa dan 20 responden dari masyarakat umum, serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk pembobotan dan rataan skor serta analisis strategi dengan analisis matriks Internal Factor Evaluation, matriks Eksternal Factor Evaluation, matriks Internal-Eksternal, serta matriksStrengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats

(5)

perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang semakin meningkat, teknologi pembuatan sebutret sudah ada, sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah: ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani, pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis, pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan, ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit, politik dan keamanan, perubahan cuaca, hama tanaman, belum adanya kemitraan usaha yang kuat, kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. Imflikasi secara teknis berpengaruh terhadap manajemen organisasi seperti dalam perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan rendahnya kreatifitas untuk mengembangkan produk. Secara non-teknis berpengaruh pada peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan nilai tambah pada produk.

(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

(STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)

JUNARDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Smabas)

Nama : Junardi NRP : F351090111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukardi, MM

Ketua

Dr. Ir.Yandra Arkeman M.Eng

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul Strategi Pengembangan Agroindusri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas) ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM dan Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam melakukan penelitian untuk tugas akhir ini. Di samping itu, penghargaan disampaikan kepada teman-teman Teknologi Industri Pertanian (TIP) angkatan 2009 semuanya yang telah memberikan saran sehingga penulisan tugas akhir ini selesai dibuat. Ungkapan terima juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Sambas, Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat pada 3 Desember 1981 dari ayah Hasan Basri dan ibu Sapunah. Penulis merupakan putra keenam dari 10 bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus SMU 1 Sambas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tanjungpura Pontianak melalui jalur SPMB pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2006 memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Pada tahun 2007 sampai 2009 penulis aktif dipemberdayaan masyarakat sebagai Pendamping lokal pada program PNPM-DTK (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus di Kecamatan Sajad Kabupaten Sambas. Sejak 2008 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Sambas.

(12)

DAFTAR ISI

Serat Sabut Kelapa Berkaret (Rubberized Coir) ..……….. Proses Pembuatan Sebutret ..……….. Analisis Lingkungan Internal ..………... Analisis Linkungan Eksternal ..……….. Analisis SWOT ..……….... Analisis Internal Eksternal (IE) ..……….. Konsep Pengembangan Agroindustri ..……….

MATODOLOGI PENELITIAN ……….. Kerangka pemikiran ………... Tempat dan Waktu Penelitian ……… Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data ………

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………. Letak Geografis ………. Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ………... Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) ……….. Implikasi Faktor Internal dan Ekstrenal ………. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret …………... Matriks SWOT ……….. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) ……….. Analisis Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix) ……...

(13)

Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix) …... Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret ……….

SIMPULAN DAN SARAN ………. Kesimpulan ……… Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA ……….. 66 68 69

93 93 94

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks …………. 6 2

3 4

Komposisi kimia lateks ……… Hasil pengolahan 1000 butir kelapa ………. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ………...

7

Penilaian bobot faktor strategis internal ……….. Penilaian bobot faktor strategis eksternal ……… Penilaian rating pada faktor kekuatan ………...………... Penilaian rating pada faktor kelemahan ………..………. Penilaian rating pada faktor peluang ……….……….……. Penilaian rating pada faktor ancaman ……….…..………... Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kabupaten Sambas tahun 2010 ………... Jumlah produksi karet di Kalimantan …….………. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat ….………... Jumlah produksi kelapa di Kalimantan ………... Jumlah produksi kelapa dan sabut kelapa di Kalimantan Barat . Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas ….………… Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas ………. Ketenagakerjaan ……….. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa ……….. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret ………….. Fungsi dasar manajemen ………..……… Fungsi dasar manajemen produksi ……..………. Matriks SWOT ………. Matriks IFE ……….. Matriks EFE ………. Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah ………… Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret ………...…………

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting ... 12 2 Produk yang berasal dari sabut kelapa ..……… 13 3 Diagram alir proses pembuatan sebutret ...……… 15 4

5

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

2

3 4 5 6 7 8

Perhitungan bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret .…..……….…….. Rekapitulasi rating internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret .……..……….……….. Kuesioner untuk petani karet …..………... Kuesioner untuk petani kelapa ……….………. Kuesioner untuk pedagang pengumpul karet ………...………. Kuesioner untuk pedagang pengumpul kelapa ...………… Kuesioner untuk konsumen .……...……….……..… Kuesioner untuk akademisi dan stakeholdersterkait ….…...…

101

(17)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang bernilai komersial (Tejano, 1985). Potensi dari serat sabut kelapa (mattress fibre ataucoir fibre) yang merupakan hasil dari pengolahan sabut kelapa sebenarnya dapat digunakan menjadi a) penahan panas pada industri pesawat terbang, b) bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil, c) bahan geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan, d) bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed, e) bahan untuk membuat berbagai kebutuhan rumah tangga seperti tali atau tambang, sapu, sikat, keset, pot bunga, gantungan bunga, isolator, karpet, gumpalan benang ikat, filter air, dan bahan pewarna batik, f) selain itu kemampuan sabut kelapa ditambah dengan karet daur

ulang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara (Mahzan et al, 2010), dan g)

meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur jalan apabila digunakan sebagai bahan pencampur dalam pengaspalan (Thulasirajan dan Narasimha, 2011).

Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat dikembangkan menjadi produk yang dikenal dengan sebutan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat sabut kelapa dengan karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret ini telah diproduksi dan dimanfaatkan oleh negara lain seperti India, Srilanka, Philipina dan Thailand menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan hasil produksi tersebut telah diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia, penelitian, pengembangan dan pemanfaatan produk sebutret mulai dilakukan pada tahun 2000 di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor.

Produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama untuk bahan baku pembuatan kasur. Simon George (2006) mengatakan bahwa kasur yang berasal dari serat sabut kelapa berkaret

merupakan sebuah evolusi darikasur tradisional yang berasal atau terbuat dari kapas.

Selain itu, produk sebutret dapat dikembangkan untuk pembuatan jok, kursi, tas

(18)

Selain menciptakan nilai tambah, serat sabut kelapa berkaret mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku busa sintetis yang ada sekarang ini di pasaran. Adapun keunggulan dari produk serat sabut kelapa berkaret ini adalah relatif lebih ringan, bersifat lebih sejuk dan dingin, lebih tahan terhadap bakteri, lebih sedikit menampung debu, tidak berisik karena mampu meredam bunyi, mempunyai elastisitas atau kepegasan yang baik, dan kerapatan atau densitasnya dapat divariasi karena bentuknya dapat disesuaikan dengan kemauan konsumen, lebih ramah terhadap lingkungan dan kesehatan (Sinurat, 2003, Maspanger et al, 2005 dan Pujiastuti, 2007).

Untuk mengembangkan agroindustri sebutret diperlukan ketersediaan sumber bahan baku dari tanaman kelapa dan karet. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun, sehingga sebutret sangat berpotensi untuk dikembangkan untuk agroindustri yang dapat menopang perekonomian masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Komoditas kelapa dan karet ini tersebar di 19 Kecamatan, yaitu Kecamatan Semparuk, Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Selakau, Pemangkat, Tebas, Tekarang, Paloh, Sajingan, Galing, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Sebawi, Sajad, Tangaran, Selakau Timur, dan Salatiga, kecuali Kecamatan Jawai Selatan dan Pemangkat untuk komoditas karet dan Kecamatan Galing, Sambas, Sajad dan Teluk Keramat untuk komoditas Kelapa. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan minyak kelapa, dan sabutnya dianggap limbah yang dibuang, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bokar (bahan olahan karet) sehingga daya tawar petani sangat rendah.

(19)

meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan sebutret ini dapat dianggap sebagai alternatif pengganti bagi komoditas unggul jeruk yang mengalami kegagalan dalam budidayanya karena penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration

(CVPD) yang menyerang tanaman jeruk petani.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan suatu strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Secara rinci tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Mengkaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh, dan implikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya terhadap pengembangan agroindustri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. (2) Merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan serat sabut

kelapa berkaret.

1.3. Manfaat Penelitian

(20)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet Alam

Karet (Hevea brasiliensis) adalah suatu tanaman yang termasuk dalam divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo

Geraniles, family Euphorbiaceae, dan genus Hevea (Webster dan Baulkwill, 1989 dan Pujiastuti, 2007). Karet termasuk jenis tanaman dataran rendah, yang dapat tumbuh dengan baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu antara 25-30 oC. Adapun curah hujannya berkisar antara 2.000-2.500 mm/tahun dan dengan keperluan sinar mataharinya antara 5-7 jam/harinya (Andoko dan Heru, 2005).

Adapun getah yang dihasilkan oleh karet disebut dengan lateks. Menurut Menurut Martini (2007), lateks merupakan dispersi partikel karet dalam cairan serum yang mengandung substansi organik dan anorganik (Honggokusumo, 1985). Lateks mengandung 25-40 persen bahan karet mentah dan 60-75 persen serum (air dan zat terlarut) (Goutara et al, 1985). Lateks pada tanaman karet terdapat pada bagian daun, biji dan sebagian besar terletak pada kulit batang. Karet merupakan komoditas pertanian yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama untuk peralatan rumah tangga yang menggunakan bahan baku karet seperti untuk sol sepatu, kursi, slang, sekat, penahan getaran, pelapis kaca mobil, ban,oil seals, dan lain-lain (Siswoputranto, 1981 dan Yuprin, 2009). Produksi lateks persatuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bibit karet yang digunakan, kesesuaian lahan, pemeliharaan tanaman, sistem penyadapan, dan lainnya. Menurut Anwar (2001) estimasi produksi perhektar pertahunnya apabila dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah dapat dilihat seperti pada Tabel 1.

Masa sadap karet secara teoritis dan apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet dikatakan telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5-6 tahun untuk tanaman karet jenis

(21)

tanaman dengan bibit lokal untuk masa penyadapannya rata-rata mulai dilakukan pada umur 7-8 tahun.

Tabel 1. Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks Tahun Estimasi produksi

Pada dasarnya, produk-produk yang berbahan baku karet tidak semuanya berasal dari karet alam, tetapi juga dari karet sintetis. Walaupun jumlah produksi karet alam tidak sebanyak karet sintetis, tetapi karet alam memiliki lebih banyak keunggulan dari pada karet sintetis. Adapun keunggulan karet alam (Sumarmadji

et al, 2003; Patimah, 2006) adalah:

a. Mempunyai daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna

b. Mempunyai plastisitas yang baik sehingga pengolahannya lebih mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi

(22)

e. Mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance).

Menurut Martini (2007) lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah dan 60-75% serum. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2-0,5% garam dari Na, K, Mg, Ca, P, Cu, Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet permililiter lateks. Bentuk partikel lonjong sampai bulat. Berat jenis lateks 0,945 kg/m3, serum 1,02 kg/m3dan karet 0,91 kg/m3. Adanya perbedaan berat jenis tersebut menyebabkan pemisahan pada permukaan lateks (Goutara et al, 1985). Adapun menurut Martini (2007) komposisi kimia lateksHevea brasiliensis(Suparto, 2002), seperti yang tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis

Komponen Persentase

Karet 30-35

Resin 0,5-1,5

Protein 1,5-2,0

Abu 0,3-0,7

Gula 0,3-0,5

Air 55-60

Sumber: Suparto, 2002

Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan dengan metode pemekatan tertentu hingga mengalami peningkatan pekat. Proses pemekatan lateks dapat dilakukan dengan empat cara. Menurut Sumarmadji et al (2003) proses pemekatan lateks dengan kadar karet kering sama dengan 60-65% dapat diproduksi dengan cara pemusingan, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi, namun berdasarkan kemudahan secara teknis dan konsistensi mutunya untuk memproduksi lateks pekat umumnya dilakukan dengan cara pemusingan.

(23)

dan kemantapan karet (Pujiastuti, 2007). Bahan yang biasa digunakan dalam proses vulkanisasi di industri pengolahan karet adalah belerang yang fungsinya untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lainnya yang biasanya juga digunakan adalah peroksida organik dan damar fenolik (Sumarmadji et al, 2003).

Selain itu, bahan-bahan kimia yang juga biasa digunakan dalam proses pemekatan lateks dilakukan melalui proses dispersi. Adapun fungsi bahan pendispersi adalah untuk membantu dalam proses pembasahan dari bahan yang terdispersi, mengurangi atau mencegah pembentukan busa serta mencegah terjadinya penggabungan kembali partikel. Secara khusus bahan kimia yang ditambahkan ke dalam lateks adalah stabilizer, accelerator, activator, antioxidant

dan curing agent. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kompon lateks menurut Abednego (1990) dan Martini (2007) adalah:

1. Bahan Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang.

2. Bahan Pencepat (accelerator)

Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat digolongkan sebagai berikut.

a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin. b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin. c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol. d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida. e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat. 3. Bahan Penggiat (activator)

Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat. Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO).

(24)

Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat, Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya.

5. Antioksidan

Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan turunan fenol.

6. Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan carbon filler (karbon hitam).

2.2. Serat Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian terluar dari buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa, mempunyai ketebalan berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan luar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium), serta memiliki komposisi kimia seperti selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium (Rindengan et al, 1995, Ferry dan Mahmud, 2005). Kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan serat sabut. Umur produktif tanaman kelapa berada pada usia tanaman 15-50 tahun. Lokasi penanaman sangat menentukan produksi atau buah kelapa yang dihasilkan dalam satu pohon. Pada lokasi dataran rendah atau pesisir dapat menghasilkan buah antara 35-50 biji permusim panen. Hasil panen pada daerah perbukitan dan daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah seperti di beberapa wilayah kepulauan hanya menghasilkan 15-35 biji kelapa permusim. Musim panen dilakukan setiap tiga bulan dengan produksi rara-rata 30 biji per-pohon, sehingga dalam satu hektar dapat menghasilkan biji kelapa sebanyak 4.140 perpanen.

(25)

2010). Adapun klasifikasi dari serat alami, yaitu serat hewan, seperti: rambut/bulu hewan, serat sutera dan serat avian; serat mineral, seperti: asbes, serat keramik dan serat logam; dan serat tanama, seperti: serat biji, serat daun, serat kulit, serat buah dan serat tangkai. Serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama, yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses polimerisasi lanjutan seperti: viskosa, asetat, kuproamonium, dan lain-lain. Kedua, yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya: polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dan lain-lain. Ketiga yaitu yang berbahan dasar anorganik misalnya serat logam, gelas, dan lain-lain.

Serat sabut kelapa merupakan serat alami yang dihasilkan dari sabut kelapa. Rendemen serat kelapa adalah berkisar antara 80-90 gram serat per-butir (Van Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30 cm, bahkan bisa mencapai 40 cm. Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas 35,3% serat panjang dan sedang, 6,9% serat pendek, 49% gabus (serbuk sabut), dan 16,8% bagian yang hilang (Van-Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Menurut Martini (2007) serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm dengan diameter serat sekitar 0,1-1,5 mm (Djatmiko et al, 1990). Hasil pengolahan sabut kelapa dari 1000 butir kelapa yang setara dengan 227,8 kg kg sabut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut

Komposisi Bobot (kg) Rendemen (%)

1. Bristle fibre 62,6 27,5

2. Mattress fibre 38,2 16,8

3. Coir fibre

a. Epicarp 42,6 18,7

b.Fibrous dust (serat yang sangat pendek) 6,2 2,7

c. Pith(gabus) 78,2 34,3

Jumlah 227,8 100,0

(26)

Serat kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainya (anonym, 2005; Martini, 2007). Serat sabut kelapa sangat elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991; Martini, 2007). Adapun komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa adalah seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa

Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)

Air 26,00 5,25

Pektin 14,25 3,00

Hemiselulosa 8,50 0,25

Lignin 29,23 45,84

Selulosa 21,07 43,44

Sumber : Joseph dan Kindangen (1993); Martini (2007)

Menurut Wildan (2010) rasio antara serat panjang, serat medium dan serat pendek yang dihasilkan berkisar antara 60% serat panjang, 30% serat medium dan 10% serat pendek. Panjang serat panjang adalah lebih dari 150 mm (dapat mencapai 350 mm), panjang serat medium antara 50 sampai 150 mm dan panjang serat pendek adalah kurang dari 50 mm. Ukuran diameter serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 μm. Serat kelapa terdiri dari sel serat kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 μm (Van Daam, 2002).

Serat sabut tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan perendaman pada sabut. Menurut Awang (1991) dan Pujiastuti (2007), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam pembuatan serat, yaitu:

1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa.

2. Perendaman dalam bak berisi air, diusahakan di dalam air yang mengalir supaya terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud perendaman adalah untuk melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi pemisahan serat-serat dari gabus dalam sabut kelapa. Apabila lapisan epicarpium dihilangkan, maka lama proses perendaman hanya 3-5 hari dan bila tidak dihilangkan maka proses perendaman antara 3-6 minggu.

(27)

4. Tahap kedua adalah tahap membersihkan serat kasar melalui proses penggilingan dengan rol pembersih yang permukaannya terpasang paku-paku yang lebih halus dari rol pemecah. Tahap ini menghasilkan serat yang lebih halus yang disebut matress fiber.

Selain itu proses pengolahan serat sabut kelapa dilakukan dengan cara sabut kelapa digiling dengan menggunakan mesin pemecah kulit kelapa untuk memperoleh serat. Setelah itu coco fiber dipisahkan dari debu sehingga benar-benar bersih. Kemudian serat sabut yang sudah bersih dipuntir atau dipintal baik secara manual ataupun dengan mesin. Setelah itu pintalan tersebut digiling, digilas dan dioven selama 2-3 jam dengan suhu 80 0C, lalu pintalan hasil pemanasan akan didinginkan atau diperam selama 1-2 hari. Kemudian tambang serat dibuka kembali, sehingga diperoleh serat sabut kelapa berbentuk keriting, selanjutnya serat sabut yang sudah dalam bentuk keriting (coir) kemudian ditebar rata di dalam kotak cetakan kayu yang beralas ram kawat. Proses pengolahan serat sabut kelapa menurut Sinurat (2003) dan Pujiastuti (2007) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting (Awang, 1991 dan Pujiastuti, 2007)

Serat dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan ataupun industri rumah tangga lainnya. Matras dan serat

Serat kelapa lurus

Pembersihan serat

Pemintalan

Pengeringan & pemintalan serat

Pintalan kering

Penguraian pintalan

(28)

berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Debu sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan particle board atau

hardboard. Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah menjadi hardboard. Produk dari serat secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Produk yang berasal dari sabut kelapa

2.3. Serat Sabut Kelapa Berkaret(Rubberized Coir)

Serat sabut kelapa berkaret merupakan produk kombinasi dari bahan baku serat sabut kelapa dengan karet alam yang telah divulkanisasi. Proses Vulkanisasi merupakan reaksi kimia antara karet dengan belerang, sehingga membentuk ikatan silang dan menghasilkan struktur tiga dimensi (Bhuana, 1990 dan Pujiastuti, 2007). Selain itu, menurut Meilani (2006) serat sabut kelapa berkaret merupakan serat keriting dari sabut kelapa yang dibalut dan diikat dengan karet dari lateks pekat.

BPTK (2003) mengatakan bahwa sebutret memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih ringan jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), hal ini disebabkan oleh serat sabut kelapa berkaret terdiri atas karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki pori-pori (rongga) yang besar. Produk sebutret dapat dibuat dengan kerapatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga berat tiap

Serat berkaret

Matras

Kerajinan: keset, karpet, tali, dll Serat panjang

Geotekstil

Genteng Sabut

Serat pendek

Hardboard

Isolator listrik

Cocopeat

Hardboar

Debu sabut

(29)

volume (densitas) sebutret juga berbeda-beda. Sebutret mempunyai kepegasan yang baik, sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam dan memiliki rongga yang besar, tahan terhadap air dan bakteri karena serat telah dibalut oleh karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk dan pemakainnya tidak berisik karena mampu meredam bunyi (Sinurat, 2003 dan Meilani, 2006).

2.4. Proses Pembuatan Sebutret

Menurut BPTK Bogor (2003), pembuatan serat sabut kelapa berkaret secara umum meliputi beberapa proses yakni proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses pengolahan lateks dan proses pembuatan sebutret. Proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting, pada tahap ini kulit kelapa yang telah keringkan digiling dengan menggunakan mesin pemecah sabut untuk diambil seratnya. Selanjutnya serat gilingan tersebut dipisahkan antara serat kasar dan serat halus. Setelah dipisah, serat kasar digiling ulang, sedangkan serat halus dikeritingkan. Hasil pintalan serat dioven selama 4 jam dalam suhu 800C atau dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa hari sampai serat tersebut kering. Setelah dioven, pintalan yang telah dikeringkan dan diperam selama sehari semalam. Kemudian pintalan yang telah diperam dibongkar atau diurai kembali untuk menjadi serat keriting.

Proses pengolahan disperse kimia, pada proses ini bahan kimia ditimbang sesuai formula. Selanjutnya kedalam guci keramik berpeluru, dituangkan satuan padatan kimia sesuai ukuran yang dibakukan dan ditambah air. Setelah itu keramik berisi padatan kimia dan air diputar selama 24 jam pada mesin pengocok

(ball mill disperse) supaya cairan senyawa kimia tersebut menyatu. Kemudian senyawa cairan kimia dituang atau disimpan dalam keadaan tertutup dalam bejana plastik dan siap digunakan untuk proses pengolahan lateks karet alam.

(30)

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sebutret (BPTK Bogor 2003 dan Meilani (2006)

Proses pembuatan serat sabut kelapa berkaret, pada proses ini serat sabut kelapa yang sudah dikeritingkan, sesuai ukuran dan densitasnya kemudian dicetak dalam cetakan secara manual sesuai dengan keperluan. Setelah serat keriting dalam cetakan kemudian disemprot dalam tahap I (penyemprotan awal) dengan kompon menggunakan kompresor. Penyemprotan pada tahap ini dilakukan secara tipis pada seluruh bagian serat sabut kelapa. Setelah terlapisi kompon kemudian divulkasisasi dalam oven untuk dikeringkan (tahap I), kemudian dikeluarkan dari oven dan disemprot untuk tahap II (penyemprotan lanjutan), setelah itu lapisan-lapisan tipis tadi dikumpulkan menjadi lapisan-lapisan tebal akan dikempa dalam cetakan. Setelah itu divulkanisasi di dalam oven selama 60-75 menit dengan suhu 100-110

0

C. Setelah kering, lapisan-lapisan tersebut dipotong-potong dan jadilah sebutret yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Secara umum proses pembuatan serat

Serat keriting

Kompon lateks Lapisan tipis serat di dalam cetakan

Pengadukan 2-3 menit Penyemprotan tipis pada seluruh

bagian serat sabut kelapa (tahap I)

Pengeringan

Penyemprotan sheettipis (tahap II)

Penumpukan lapisan tipis

Lapisan tebal

Pengempaan dalam cetakan

Vulkanisasi dalam oven dengan suhu 100-110 0C selama 60-75 menit

Pemotongan

(31)

sabut kelapa berkaret (sebutret) menurut BPTK Bogor (2003) dan Meilani (2006)

Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi. Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan mutu sumber daya manusia, fisik, finansial dan juga dapat memperkirakan kelemahan dan kekuatan struktur organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce and Robinson, 1997).

(32)

Ada beberapa unsur yang perlu untuk dianalsis dalam lingkungan internal organisasi menurut Pearce and Robinson (1997) dan Saputrayadi (2004), yaitu: a. Struktur organisasi perusahaan yang merupakan pola hubungan, bentuk formal

peraturan dan hubungan antar orang dalam perusahaan.

b. Budaya perusahaan merupakan sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai yang dipahami, serta dilaksanakan oleh setiap anggota perusahaan yang akan membentuk suatu perilaku.

c. Sumber daya perusahaan, diantaranya SDM, sumber daya produksi, sumber daya keuangan, pemasaran, penelitian dan pengembangan.

Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) menyebutkan ada beberapa faktor internal yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu: a. Manajemen

b. Pemasaran

c. Sumber Daya Manusia d. Produksi dan operasi e. Keuangan

2.6. Analisis Linkungan Eksternal

Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari. Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang berkaitan langsung dengan perusahaan yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melayani pasar. Lingkungan makro terdiri dari pesaing, pemasok, pendatang baru, produk substitusi dan konsumen.

Ada beberapa faktor eksternal menurut David (2006) dan Hubeis (2011) yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu:

a. Ekonomi

b. Kebijakan Pemerintah dan Politik c. Teknologi

d. Pesaing

(33)

f. Kekuatan tawar menawar konsumen g. Kekuatan tawar menawar pemasok h. Ancaman produk substitusi

2.7. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths)dan peluang (Opportunities),namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusanstratgeis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganlisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang, kelemahan dan Ancaman) (Rangkuti, 2006).

Analisis situasi internal-eksternal adalah untuk mengidentifikasi situasi secara internal yang mencakup faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman untuk pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Untuk menganalisis situasi internal dan eksternal dalam pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret akan menggunakan metode analisis SWOT. Menurut David (2003) dan Caska (2009) analisis SWOT adalah suatu analisis yang dimulai dengan melakukan evaluasi diri sehingga diperoleh faktor-faktor kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret dan peluang dan ancaman tersebut diidentifikasi meliputi masukan, proses, dan keluaran sebagai akibat dari yang telah dimiliki. Proses pengambilan keputusan yang strategis sangat berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan pengembangan daerah yang bersangkutan. Perencanaan strategi harus mempertimbangkan dan menganalisis faktor-faktor strategis yang dimiliki pada saat sekarang.

(34)

1) Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikitan perusahaan yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang dengan sebesar-besarnya.

2) Strategi ST

Strategi ini dilakukan untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada.

3) Strategi WO

Strategi ini dilaksanakan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4) Strategi WT

Strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta untuk menghindari ancaman.

2.8. Analisis Internal Eksternal (IE)

Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi Sembilan sel strategi perusahaan. Menurut David (2009) kesembilan sel tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu:

a. Growth Strategy merupakan pertumbuhan dan pembangunan perusahaan itu

sendiri (sel I, II dan IV). Strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) dan integrasi.

b. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah (menjaga dan mempertahankan) strategi yang sudah ditetapkan (sel III, V dan VII). Strategi yang cocok adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

c. Retrenchment Strategy adalah usaha memperkecil (penciutan) atau

(35)

2.9. Konsep Pengembangan Agroindustri

Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah proses pascapanen. Dengan kata lain bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian yang diikuti oleh pembangunan agroindustri dan kemudian pembangunan industri. Menurut Soekartawi (2005) mendefinisikan bahwa agroindustri adalah sebagai pengolahan sumber bahan baku yang bersumber dari tanaman ataupun hewan. Dengan demikian bahwa kegiatan atau proses agroindustri merupakan upaya: 1) untuk meningkatkan nilai tambah produk, 2) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, dapat digunakan atau dapat dimakan, 3) meningkatkan daya simpan, 4) menambah pendapatan dan keuntungan bagi produsen (petani).

Dengan adanya proses pengolahan hasil pertanian (agroindustri) diharapkan dapat meningkatkan daya saing dibidang industri terutama pada produk-produk yang menjadi komoditas unggulan (karet dan kelapa). Selain itu, diharapkan dapat menimbulkan multiplier efek dari pengembangan agroindustri meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dari industri hulunya sampai ke industri hilirnya, (b) menggunakan sumberdaya alam yang ada (lokal) dan dapat diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik (Bantacut, 2002).

(36)
(37)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan ini merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam lokal yang dimiliki terutama komoditas karet dan kelapa agar tercipta suatu nilai tambah yang bernilai jual. Tujuan yang paling mendasar dari pengembangan agroindustri sebutret ini adalah untuk menciptakan nilai tambah produk sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peningkatan pendapatan asli daerah yang ramah akan lingkungan, khususnya di kabupaten Sambas. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu perencanaan pengembangan agroidustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) agar semua yang menjadi harapan dapat terarah dan terlaksana dengan baik. Olehkarena itu. terlebih dahulu perlu diketahui potensi sumber daya alam yang dimiliki, baik dari kondisi ketersediaan bahan baku untuk mendukung kontinyuitasnya.

Dalam proses penyusunan perencanaan strategi pengembangan agroidustri serat sabut kelapa berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap perumusan strategi. Data yang diperoleh akan dikelompokkan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan

(Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman

(Threats). Setelah itu dirangkum dalam matriks SWOT untuk mengetahui bentuk

strateginya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan dibobot dan dirating dan hasilnya dirangkum dalam matrkis EFE (Eksternal Matrix Evaluation) dan matriks IFE (Internal Matrix Evaluation). Nilai-nilai pada matriks EFE dan IFE diolah untuk menentukan strategi pengembangan.

(38)

dilakukan dengan observasi di lapangan dan melalui wawancara terstruktur dengan kuisioner.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat dengan waktu penelitian di lapangan kurang lebih selama 4 bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2011.

3.3. Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data

Proses perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap pengumpulan data, 2) tahap analisis data, 3) tahap pengambilan keputusan.

3.3.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat dari penelusuran berupa dokumen dari instansi yang terkait, internet dan sumber pustaka-pustaka lainnya yang relevan dengan tofik penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan, wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden. Target responden meliputi petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon konsumen dari produk sebutret.

(39)

konsumen) adalah sebanyak 70 responden dengan rincian 20 responden dari petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa, 20 responden dari masyarakat umum. Serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Responden ahli tersebut berasal dari dari lingkup pemerintahan daerah kabupaten Sambas seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan 1 orang, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Perindustrian dan Perdagangan 1 orang, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1 orang, serta dari kalangan akademisi 2 orang. Pengambilan jumlah sampel untuk petani ini didasarkan bahwa karakteristik dari jumlah lahan yang diusahakan oleh petani sebagian besar relatif sama (bersifat homogen) yaitu berkisar di bawah 1 hektar, serta didasarkan pada keterbatasan waktu, dana dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti.

Fokus pembicaraan pada responden petani dan pedagang pengumpul (karet dan kelapa) dalam penelitian ini adalah mengenai potensi sumber daya alam yang dimiliki dalam upaya untuk mendukung ketersediaan atau keberlanjutan bahan baku, jenis bahan baku yang diperjualbelikan dan tingkat harga yang berlaku. Adapun pada masyarakat umum adalah tingkat penggunaan peralatan rumah tangga terhadap barang-barang seperti kasur, bantal, kursi dan barang-barang lainnya yang produknya dapat disubstitusi dengan produk-produk sebutret.

Data internal dan eksternal yang telah didapat, ditetapkan dan teridentifikasi dirangkum dalam suatu tabel matriks SWOT. Matriks SWOT digunakan untuk mengetahui bentuk strategi yang dijabarkan dalam bentuk strategi S-O, strategi W-O, strategi S-Tdan strategi W-T.

3.3.2. Analisis Data

a. Analisis data Internal dan Eksternal

(40)

keuangan. Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari. Faktor lingkungan eksternal yang berpengruh terhadap perusahaan adalah: ekonomi, kebijakan pemerintah dan politik, teknologi, pesaing, ancaman dari pendatang baru, kekuatan tawar-menawar konsumen, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan ancaman dari produk pengganti atau produk substitusi.

b. Matriks SWOT.

Setelah mengumpulkan semua informasi (faktor internal dan eksternal) dimasukan ke dalam model kuantitatif untuk menganalisis perumusan strategi. Perumusan strategi tersebut menggunakan matriks SWOT (Strengths,

Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Matriks SWOT yang dibuat akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal digabungkan dengan kekuatan dan kelemahan pada industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). yang diperlukan dalam analisis data, sehingga akan menghasilkan suatu rumusan strategi pengembangan usaha sebutret. Rumusan strategi ini akan menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu strategi kekuatan dan peluang (strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman (strategi S-T), serta strategi kelemahan dan ancaman (strategi W-T).

Matriks SWOT digunakan untuk menetapkan atau mementukan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) di Kabupaten sambas berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sebelum perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret dimasukan dalam analisis SWOT, terlebih dahulu dimasukan ke dalam diagram SWOT. Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi perusahaan untuk kondisi sekarang berada pada kuadran sebelah mana sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan saat ini.

(41)

Tabel 5. Matrik SWOT

Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O Tentukan faktor-Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T Tentukan

faktor-Ada delapan tahap dalam merumuskan strategi pengembangan agroindustri melalui matriks SWOT (Rangkuti, 2006):

a. Meletakkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dan 3, faktor-faktor peluang dan ancaman masing-masing pada baris 2 dan 3 matriks SWOT (Tabel 5).

b. Merumuskan strategi S-Oyang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatan-peluang yang diletakkan dalam sel strategi S-O.

c. Merumuskan strategi W-O yang merupakan kombinasi faktor-faktor kelemahan-peluang yang diletakkan dalam sel strategi W-O.

d. Merumuskan strategi S-Tyang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatan-ancaman yang diletakkan dalam sel strategi S-T.

e. Merumuskan strategi W-T yang merupakan kombinasi faktor-faktor kelemahan-ancaman yang diletakkan dalam sel strategi W-T.

- Strategi S-O (Strength – Opportunity)

Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil dan memanfaatkan peluang yang ada.

- StrategiS-T (Strength–Threat)

Menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman. - Strategi W-O (Weakness–Opportuniy)

(42)

- Strategi W-T (Weakness–Threat)

Berupaya meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

3.3.3.Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini dilakukan pengembangan sejumlah alternatif strategi dan pemilihan strategi terbaik yang sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal. a. Matriks EFE dan Matriks IFE

Matriks EFE digunakan untuk manganalisis faktor-faktor eksternal, mengklasifikannya menjadi peluang dan ancaman bagi usaha agroindustri yang akan dijalankan, kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 6). Begitu juga dengan matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan mengklasifikannya menjadi kekuatan dan kelemahan usaha yang akan dijalankan (Tabel 7). Berikut adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFE) menurut Rangkuti (2004) adalah:

1. Memasukan data atau informasi dalam kolom 1 faktor yang menjadi peluang dan ancaman.

2. Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya adalah 4.

(43)

5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternal.

Tabel 6. Matriks EFE

Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating A. Peluang

1. 2.

………… Jumlah (A) B. Ancaman

1. 2. ………… Jumlah (B) Total (A+B) Sumber: David, 1997

Adapun cara-cara penentuan Faktor Strategi Internal (IFE) menurut Rangkuti (2004) adalah:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam kolom 1.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidah boleh melebihi skor total 1,00

3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan), diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik). Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya, jika kelemahan besar sekali nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahannya kecil nilainya adalah 4. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

(44)

5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.

Tabel 7. Matriks IFE

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor = Bobot x Rating A. Kekuatan

1. 2. …………. Jumlah (A) B. Kelemahan

1. 2.

…………. Jumlah (B) Total (A+B) Sumber: David, 1997

Dalam matriks EFE, total skor untuk pembobotan adalah 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan yang telah diberikan berada di bawah 2,5 maka kondisi eksternal organisasi lemah. Jika total skor berada di atas 2,5 maka posisi eksternal organisasi kuat. Total skor 4,0 menunjukan bahwa organisasi merespon peluang maupun acaman yang dihadapi dengan baik. Total skor 1,0 berarti organisasi tidak bisa memanfaatkan peluang dan menghindari amcaman yang dihadapi. Dalam matrik IFE, total skor untuk pembobotan berkisar antara 1-4, dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan yang diberikan di bawah 2,5 maka kondisi internal organisasi lemah, dan jika total skor berada di atas 2,5 maka posisi internal organisasi sangat kuat.

b. Teknik Pembobotan.

Teknik yang digunakan dalam menentukan nilai bobot baik dari faktor internal maupun eksternal adalah dengan teknik Pairwise Comparison. Teknik ini akan membandingkan setiap variabel pada baris (baris horizontal) denga variabel pada kolom (vertikal). Penentuan bobot pada setiap variabel yang dibandingkan akan menggunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan akan menunjukan: 1 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal kurang

(45)

2 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal sama penting dengan faktor internal dan eksternal pada kolom/vertikal.

3 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal lebih penting daripada faktor strategis internal dan eksternal pada kolom/vertikal.

Adapun bentuk dari penilaian bobot/pembobotan dengan metode Pairwise Comparison dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 (Kinnear dan Taylor, 1991) berikut ini:

Tabel 8. Penilaian bobot faktor strategis internal

Faktor Strategis Internal A B ……. Total Bobot A.

B. ………. Total

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategis eksternal

Faktor Strategis Ekssternal A B ……. Total Bobot A.

B. ………. Total

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

c. Teknik Peratingan

Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan), dapat dilihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11 dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:

1. Pemberian nilai rating menunjukan tingkat faktor strategis sebagai kekuatan atau kelemahan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan seperti berikut:

- Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan utama. - Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan kecil. - Nilai 2, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan kecil. - Nilai 1, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan utama. 2. Pengisian kolom penilaian rating dapat menggunakan tanda check list (√)atau

(46)

Tabel 10. Penilaian rating pada faktor kekuatan

Kekuatan 4 3 2 1

1. 2. ……..

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Tabel 11. Penilaian rating pada faktor kelemahan

Kelemahan 4 3 2 1

1. 2. ……..

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) dapat dilihat dalam Tabel 12 dan Tabel 13 dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:

1. Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan seperti berikut:

- Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “sangat baik” dalam meraih peluang.

- Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang ”baik” dalam meraih peluang.

- Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “cukup baik” dalam meraih peluang.

- Nilai 1, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “tidak baik” dalam meraih peluang.

2. Pemberian nilai rating yang didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam menghindari ancaman yang ada. Pemberian nilai tersebut seperti di bawah ini: - Nilai 4, jika ancaman tersebut kecil.

- Nilai 3, jika ancaman tersebut sedang. - Nilai 2, jika ancaman tersebut besar. - Nilai 1, jika ancaman tersebut sangat besar.

(47)

Tabel 12. Penilaian rating pada faktor peluang

Peluang 4 3 2 1

1. 2. ……..

Tabel 13. Penilaian rating pada faktor ancaman

Ancaman 4 3 2 1

1. 2. ……..

d. Matriks IE

Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi perusahaan. Gambar kesembilan sel tersebut, yaitu seperti pada Gambar 5.

Secara jelasnya, mengenai metodologi atau tata urutan yang dilakukan dalam penelitian ini akan disajikan dalam Gambar 6.

(48)

Gambar 6. Metodologi Penelitian Permasalahan

Pengumpulan Data

Data primer Data sekunder

Analisis Data

Analisis Lingkungan Internal Analisis Lingkungan Eksternal

Internal Factor Evaluation (IFE)

External Factor Evaluation (EFE)

Diagram IE Strategi SO Strategi WO

Analisis SWOT

Strategi ST Strategi WT

Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa

Berkaret (Sebutret)

Rating Pairwise

Comparison

Pembobotan Kelemahan Kekuatan

(49)

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai seluas ±128,5 Km dan panjang perbatasan negara berjumlah ± 97 Km. Dilihat dari letak geografisnya, kabupaten Sambas terletak diantara 10 081 Lintang Utara sampai 00 331 Lintang Utara dan 1080391Bujur Timur sampai 1100041 Bujur Timur, dengan batas wilayah :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna dan Serawak (Malaysia Timur).

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kota Singkawang dan kabupaten Bengkayang.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur) dan kabupaten Bengkayang.

Kecamatan Teluk Keramat sebagai daerah sampel untuk komditas karet secara administratif terletak pada Lintang Utara antara 10 18113” - 10 361 29” dan Bujur timur 1090031 55” - 1090181 12”, dengan batas wilayah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Paloh dan kecamatan Tangaran. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sambas.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Sejangkung.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Jawai dan kecamatan Tekarang. Secara administratif, kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel untuk komoditas kelapa terletak pada Lintang Utara 10 11133” - 10 321 15” dan Bujur timur 1080571 25” - 1090081 21”, dengan batas wilayah yaitu:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Tangaran. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Jawai Selatan. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna.

(50)

4.2. Wilayah Administrasi Pemerintahan

Kabupaten Sambas terdiri dari 19 kecamatan dan 184 desa, seperti dalam Tabel 7, yaitu kecamatan Selakau berjumlah 9 desa, kecamatan Pemangkat berjumlah 5 desa, kecamatan Jawai berjumlah 11 desa, kecamatan Tebas berjmlah 23 desa, kecamatan Sambas berjumlah 18 desa, kecamatan Teluk keramat berjumlah 24 desa, kecamatan Paloh berjumlah 8 desa, kecamatan Sejangkung berjumlah 12 desa, kecamatan Sajingan Besar berjumlah 5 desa, kecamatan Galing berjumlah 10 desa, kecamatan Subah berjumlah 11 desa, kecamatan Tekarang berjumlah 7 desa, kecamatan Semparuk berjumlah 5 desa, kecamatan Sajad berjumlah 4 desa, kecamatan Sebawi berjumlah 7 desa, kecamatan Jawai Selatan berjumlah 9 desa, kecamatan Tangaran berjumlah 7 desa, kecamatan Selakau Timur berjumlah 4 desa dan kecamatan Salatiga berjumlah 5 desa. Dari 19 kecamatan tersebut terdapat 2 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia (Serawak) yaitu kecamatan Paloh dan Sajingan Besar.

Kecamatan Teluk Keramat yang merupakan daerah sampel untuk komoditas karet terdiri dari 24 desa, dengan jumlah 75 dusun dan 16.879 kepala keluarga. Sedangkan kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel untuk komoditas kelapa teridiri dari 11 desa, dengan jumlah 44 dusun dan 10.937 kepala keluarga. Mengenai wilayah administrasi Kabupaten Sambas di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 7.

4.3. Jumlah Penduduk

Penduduk kabupaten Sambas berdasarkan data Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas tahun 2010, jumlah penduduk kabupaten Sambas berjumlah 546.088 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan penduduk perempuan 267.340 jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2, dengan kepala keluarga sebanyak 146.904 kepala keluarga. Jumlah penduduk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

4.4. Perekonomian

(51)

2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Sedangkan berdasarkan harga konstan yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 % dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %.

Gambar 7. Peta Provinsi Kalimantan Barat

(52)

Tabel 14. Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kabupaten Sambas tahun 2010

Jumlah

No Kecamatan Penduduk

Desa Laki-laki Perempuan L + P KK

1 Sambas 18 25.145 24.471 49.616 13.145

2 Teluk Keramat 24 31.302 29.546 60.848 16.879

3 Jawai 11 21.418 19.779 41.197 10.937

4 Tebas 23 39.348 36.525 75.873 20.112

5 Pemangkat 5 26.756 25.946 52.702 12.536

6 Sejangkng 12 12.756 12.372 25.128 6.259

7 Selakau 9 16.021 14.954 30.975 8.612

Jumlah 184 278.748 267.340 546.088 146.904

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas 2010

Struktur perekonomian didominsai oleh sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 42,48 % terhadap keseluruhan perekonomian, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29,05 %, sektor industri sebesar 10,57 % dan sektor lainnya sebesar 17,90 %. Perekonomian ini sangat tergantung pada sumber daya alam. Komoditas unggulan yang menopang perekonomian masyarakat adalah padi, karet, jeruk siam dan kelapa.

4.5. Jumlah Produksi

4.5.1. Jumlah produksi Karet

(53)

Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan jumlah produksi karet pada tahun 2010 seperti dalam Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah produksi karet di Kalimantan

No Nama Provinsi Produksi (ton/tahun)

1 Kalimantan Barat 248.272

2 Kalimantan Tengah 258.641

3 Kalimantan Timur 24.403

4 Kalimantan Selatan 103.563

Jumlah 634.879

Sumber: Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, 2011

Berdasarkan data jumlah produksi karet di Kalimantan Barat, Kabupaten Sambas menempati urutan kelima terbanyak dari 14 kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Sanggau, kabupaten Sintang, Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang. Adapun mengenai jumlah produksi karet di Kalimanta Barat seperti yang tercantum dalam Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat No Nama Kabupaten/Kota Produksi (ton/tahun)

Gambar

Tabel 1. Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks Tahun Estimasi produksi
Tabel 2. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis
Tabel 4.  Komposisi  kimia sabut dan serat sabut kelapa
Gambar 2. Produk yang berasal dari sabut kelapa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk perluasan ke arah individu berpendapatan tinggi disebabkan oleh, perilaku pelanggan potensial yang berupa individu berpenghasilan tinggi, biasanya telah sering bepergian

Pada antena folded dipole frekuensi kerja 7,070 MHz terletak pada Band frekuensi resmi radio amatir Indonesia pada 40 meter band, dengan range frekuensi 7,000 sampai

Energization (E), energi yaitu penguatan akibat emosi dan perilaku dari argument yang telah dibuat (D). Pelatihan berpikir optimis adalah usaha berencana dalam waktu singkat yang

Keberadaan hidrogen sulfida atau hidogren sulfat di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida

Secara umum potensi bahan galian unggulan di Kabupaten Karawang yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut adalah Batu Gamping, Batu Andesit dan Sirtu. Hal ini didasarkan atas

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, stategi SO adalah strategi yang dipilih untuk melakukan pengembangan bisnis selama 3 (tiga) tahun ke depan dalam fase

Benih mentimun yang dipanen pada saat ter-capainya masak fisiologis kemudian diikuti pengeringan matahari (alami) atau buatan, memiliki viabilitas benih maksimum

Pada tahap review soal, narasumber mengingatkan kembali agar dalam mereview soal para peserta melihat esensi dan relevansi dari soal dengan mengacu pada standar kompetensi Bidan,