• Tidak ada hasil yang ditemukan

Conservation Of The Asiatic Soft-Shell Turtle Amyda Cartilaginea (Boddaert, 1770) In The Belawa Village, Lemah Abang District, Cirebon, West Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Conservation Of The Asiatic Soft-Shell Turtle Amyda Cartilaginea (Boddaert, 1770) In The Belawa Village, Lemah Abang District, Cirebon, West Java"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI LABI-LABI

Amyda cartilaginea

(Boddaert, 1770)

DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG,

KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT

SUNYOTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konservasi Labi-labi Amyda

cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2012

(3)

ABSTRACT

SUNYOTO. Conservation of The Asiatic Soft-Shell Turtle Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) in The Belawa Village, Lemah Abang District, Cirebon, West Java. Under direction of AGUS PRIYONO KARTONO and MIRZA DIKARI KUSRINI.

Asian soft-shell turtle (Amyda cartilaginea Boddaert,1770) has been considered as sacred turtle by the community of Belawa Village. In the village, they are found in the irrigation channels and fish ponds, as well as in special holding ponds in Cikuya recreation area built by the community. In 2010 a disease outbreak caused by bacteria had caused mass deaths of turtles in the holding ponds. Two years has passed since the outbreaks, and the number of the survived

A. cartilaginea is not known. This study aimed to obtain data on recent population of A. cartilaginea, activity patterns and time allocation and management efforts and public perception of the existence A. cartilaginea in the Belawa Village. The study was conducted on March-May 2012, by inventory of turtles population occuring in water bodies in the village. Management efforts and public perception information was obtained by interview and questionnaires. Result of census found 177 A. cartilaginea in Belawa Village mostly concentrated at the holding pond at Cikuya recreation area with a complete structure of the hatchlings, adolescents, young adults and adults. Sex ratio of adults was 1:2,22 and young adults was 1:0,67. A. cartilaginea is usually stay inside mud in the mud and rest at night until noon and will actively breathe and swim in the afternoon. They allocated more time to stay in the mud as much as 54.196%. Missmanagement of A. cartilaginea

by holding almost all population in the community’s pond has threathened the population of A. cartilaginea in Belawa Village. Fortunately, the people of Belawa Village have positive perception that A. cartilaginea is a sacred animal and know that is existence in an alarming situation.

(4)

RINGKASAN

SUNYOTO. Konservasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan MIRZA DIKARI KUSRINI.

Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas menuju ambang kepunahan. Kerusakan habitat dan fragmentasi habitat merupakan faktor utama menurunnya keragaman amfibi dan reptil di Indonesia. Efek urbanisasi terhadap populasi satwa sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok taksonomi. Pengaruh urbanisasi pada populasi kura-kura air tawar sedikit sekali informasinya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kura-kura dapat bertahan dan lebih melimpah di daerah urban dibandingkan di kawasan yang terganggu. Salah satu jenis kura-kura yang dapat bartahan hidup di daerah urban adalah labi-labi (A. cartilaginea).

Salah satu lokasi yang menjadi tempat berkembangnya labi-labi adalah di Desa Belawa Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Labi-labi yang ada di desa ini berjumlah 226 individu yang hidup di kolam-kolam dan parit milik masyarakat lokal. Tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi Belawa dan menyebabkan penurunan populasi secara tajam. Labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan dalam satu kolam yang terletak di Kawasan Obyek Wisata Cikuya. Kawasan tersebut dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengawas binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Data populasi labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang populasi labi-labi, meliputi jumlah individu, nisbah kelamin, struktur umur, pola aktivitas dan alokasi penggunaan waktu serta upaya pengelolaan yang telah dilakukan dan persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan labi-labi di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon serta penetapan kebijakan-kebijakan terkait Amyda cartilaginea. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana satwa liar dapat hidup bersama dengan kehidupan manusia di daerah urban.

Pengumpulan data dilaksanakan di Desa Belawa pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012, diawali dengan observasi lapangan pada Februari 2012. Keadaan populasi diketahui dengan melakukan inventarisasi secara sensus. Inventarisasi dilakukan dengan menangkap labi-labi, mengukur panjang dan lebar lengkung kerapas serta jenis kelaminnya. Analisis jumlah individu, sek rasio dan struktur umur dilakukan terhadap seluruh individu yang tertangkap.

(5)

Informasi terkait upaya pengelolaan dilakukan dengan wawancara terhadap pengelola, perangkat desa, dinas terkait serta tokoh masyarakat yang ada di Desa Belawa. Data persepsi masyarakat terhadap keberadaan labi-labi dikumpulkan melalui pengisian kuisioner yang dibagikan kepada 97 responden. Responden dipilih secara acak yang menyebar di seluruh wilayah desa. Responden merupakan kepala keluarga atau yang mewakili.

Pada penelitian ini ditemukan 177 individu labi-labi yang sebagian besar terkonsentrasi di kolam-kolam obyek wisata Cikuya yaitu kolam penetasan, kolam pembesaran 1-3 dan kolam Cikuya. Jumlah labi-labi di kawasan obyek wisata Cikuya berjumlah 166 individu, sedangkan yang ditemukan di habitat alami yakni kolam-kolam masyarakat dan parit sebanyak 11 individu yang tersebar dalam 6 lokasi. Keenam lokasi tersebut yaitu di kolam masyarakat, Sungai Cikuya 1, Sungai Cikuya 2 (Curug/jumbleng), Sungai Cipinang, Sungai Legon Bulan dan Sungai Kopo.

Nisbah kelamin labi-labi dewasa di Desa Belawa 1:2,22 dan dewasa muda 1:0,67. Nisbah kelamin dewasa menunjukkan bahwa jumlah labi-labi betina lebih banyak dibandingkan dengan labi-labi jantan. Perbandingan ini menunjukkan kondisi yang baik karena labi-labi jantan tidak perlu melakukan perkelahian untuk mendapat pasangannya. Perkelahian dapat menyebabkan terjadinya luka dan kematian pada labi-labi. Struktur umur labi-labi di Desa Belawa dibedakan atas kelas umur tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa dengan jumlah labi-labi di setiap kelas umur tersebut secara berurutan 88, 54, 7 dan 28 individu.

Labi-labi tidak banyak melakukan aktivitas. Labi-labi lebih banyak berdiam diri dalam lumpur dan istirahat pada waktu malam hingga siang hari dan akan bernafas dan berenang pada sore hari. Labi-labi lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk berdiam diri dalam lumpur yaitu sebanyak 54,20%.

Pengelolaan labi-labi belum dilakukan secara optimal dan upaya pengumpulan labi-labi dari berbagai habitat untuk dijadikan satu dalam kolam Cikuya mengancam populasi labi-labi di Desa Belawa. Masyarakat Desa Belawa memiliki persepsi bahwa labi-labi merupakan hewan yang dikeramatkan dan saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Hal ini menjadi asset untuk konservasi labi-labi di masa datang.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KONSERVASI LABI-LABI

Amyda cartilaginea

(Boddaert, 1770)

DI DESA BELAWA, KECAMATAN LEMAH ABANG,

KABUPATEN CIREBON, PROVINSI JAWA BARAT

SUNYOTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi

Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada:

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

tesis yang berjudul ” Konservasi labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati dari Institut Pertanian Bogor.

Tesis ini ditulis dengan susunan yang terdiri atas beberapa bab, yakni Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan serta Simpulan dan Saran. Penulis berharap dengan susunan tersebut keterkaitan antara latar belakang, tujuan, metode, dan hasil yang diperoleh dapat lebih mudah dipahami. Topik penelitian ini penting untuk dikaji karena hasilnya dapat diaplikasikan dalam pengambilan kebijakan pengelolaan labi-labi khususnya di Desa Belawa guna mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

(PHKA) Kementerian Kehutanan, yang telah memberikan kesempatan dan sekaligus sebagai sponsor penulis mengikuti pendidikan pada Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku ketua komisi dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku Anggota Komisi atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.

3. Istri tercinta Samkhah Azizah dan sepasang anakku Muhammad Kharis Wiro Khuseno dan Humairoh Stylosa Sunyoto atas dukungan, pengertian, dan pengorbanan selama ini. Kepada kedua orang tua Bapak H. Giman Wirodihardjo dan Hj. Ngadinah serta kedua mertua Bapak H. Dasimanudin Harahap dan Ibu Hj. Marchamah diucapkan terima kasih atas motivasi,

dukungan dan do’a yang diberikan.

4. Ir. Mangaraja Gunung Nababan dan Ir. Kurung, MM, selaku kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa atas rekomendasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengikuti beasiswa program pendidikan S2 yang disediakan oleh Kementerian Kehutanan.

5. Asosiasi Pengusaha Eksportir Kura-kura dan Labi-labi (APEKLI) atas dukungan dana dalam penelitian yang penulis lakukan.

6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon berserta stafnya atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama penelitian.

7. Ibu Yuli selaku Kepala Seksi pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon atas bantuan dan arahannya.

8. Bapak Zuhud selaku kepala Desa Belawa beserta perangkatnya yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Pengurus Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri khususnya

(12)

10. Riki, Toto, Pak Kusna dan segenap masyarakat Turtle Bodast atas bantuannya dalam pengambilan data di lapangan.

11. Seluruh teman-teman mahasiswa KKH-2010 atas suasana kekeluargaan, kekompakan, kerjasama dan kebersamaan yang tak terlupakan.

12. Kepada Pak Sofwan, Bi Umi dan Pak Udin atas segala bantuan dan pelayanan yang diberikan.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya demi kelancaran penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari, bahwa manusia tidak pernah luput dari kekhilafan, begitu pula dalam tulisan ini. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan atas kekurangan, kekeliruan dan kelemahan yang terdapat dalam tesis ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Kiranya hanya Allah SWT yang mampu memberi balasan berkah kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Amin.

Bogor, 2012

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1974 di kota Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Giman Wirodihardjo dan Hj. Ngadinah.

Pada tahun 1987 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Bajing VIII, Kroya, Cilacap. Penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Kroya Cilacap pada tahun 1990 dan pada tahun 1993 penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri Banyumas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang ditamatkan pada tahun 1998. Pada saat ini penulis masih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Kementerian Kehutanan sejak tahun 2000 sebagai pejabat fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Ahli di Balai Taman Nasional Karimunjawa.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi, penulis melakukan penelitian tentang Konservasi labi-labi

Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang,

(14)

(i)

1.4. Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.4.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian ... 13

3.4.3. Pengelolaan Populasi Labi-labi ... 15

3.4.4. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Labi-labi ... 15

3.5. Metode Analisis Data ... 16

3.5.1. Populasi Labi-labi ... ... 16

3.5.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian ... 17

3.5.3. Pengelolaan Populasi Labi-labi ... 18

3.5.4. Persepsi Masyarakat ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 19

4.1.1. Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur ... 19

4.1.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian ... 21

4.1.3. Pengelolaan Populasi ... 33

4.1.4. Persepsi Masyarakat ... 43

4.2. Pembahasan ... 45

4.2.1. Jumlah Individu, Nisbah kelamin dan Struktur Umur ... 45

4.2.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian ... 49

4.2.3. Pengelolaan Populasi ... 50

4.2.4. Persepsi Masyarakat ... 57

(15)

(ii) V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ... 63

5.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(16)

(iii)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik satwa strategi-r dan strategi-K ... 7

2. Ukuran labi-labi yang menjadi obyek penelitian perilaku ... 13

3. Klasifikasi kelas ukuran labi-labi ... 17

4. Komposisi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur ... 21

5. Penggunaan waktu aktivitas harian berdasarkan kelas umur ... 22

(17)

(iv)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Skema Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ... 4

2. Peta lokasi penelitian ... 9

3. Mekanisme penandaan pada karapas labi-labi yang sekaligus sebagai penomoran individu ... 12

4. Perbedaan bentuk dan panjang ekor labi-labi Belawa jantan dan betina ... 12

5. Penandaan obyek pengamatan perilaku labi-labi ... 14

6. Sebaran populasi labi-labi pada setiap lokasi di Desa Belawa ... 19

7. Penyebaran labi-labi di Desa Belawa ... 20

8. Persentase labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur ... 21

9. Pola aktivitas labi-labi di Desa Belawa ... 22

10. Persentase waktu yang digunakan labi-labi untuk setiap perilaku ... 23

11. Persentase waktu yang digunakan setiap kelas umur labi-labi untuk setiap jenis perilaku ... 23

12. Beberapa posisi labi-labi beristirahat di tempat yang panas ... 25

13. Tahapan labi-labi dewasa kawin ... 29

14. Rata-rata waktu bernafas labi-labi ... 30

15. Posisi tukik bernafas ... 31

16. Tahapan kegiatan labi-labi membersihkan tubuhnya ... 32

17. Persentase sumber informasi keberadaan labi-labi di Desa Belawa... 33

18. Struktur organisasi Kelompok Masyarakat Pengawas Kuya Asih Mandiri ... 37

19. Rancangan kolam indukan labi-labi di Cikuya Desa Belawa ... 39

20. Rancangan kolam penangkaran tukik umur 0-1 tahun ... 40

21. Gejala kematian tukik ... 41

22. Tempat penetasan telur labi-labi di Desa Belawa ... 42

23. Piramida umur labi-labi di Desa Belawa tahun 2007 dan 2012 ... 48

(18)

(v)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Sebaran populasi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan lokasi

pengamatan ... 69 2. Komposisi umur dan nisbah kelamin labi-labi dewasa muda dan

dewasa di setiap lokasi pengamatan ... 70 3. Jumlah labi-labi berdasarkan kelas umur di setiap lokasi

pengamatan ... 71 4. Persentase alokasi waktu pada setiap jenis perilaku ... 72 5. Kebutuhan pakan labi-labi di kawasan Cikuya ... 73 6. Panjang lebar lengkung karapas (PLK) dan lebar lengkung

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas hidupan liar menuju ambang kepunahan (Indrawan et al. 2007). Ancaman utama keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies berlebihan, invasi spesies-spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit (Indrawan et al. 2007). Hal tersebut mengakibatkan ekosistem alamiah menjadi habitat yang lebih kecil dan terpecah-pecah. Daerah urban yang banyak dihuni oleh manusia dilihat sebagai area buatan dan bukan area yang alami (Collins et al. 2000). Kerusakan habitat dan fragmentasi habitat merupakan faktor utama menurunnya keragaman amfibi dan reptil di Indonesia (Iskandar & Walter 2006).

Kelangsungan hidup spesies dalam berbagai lingkungan tergantung pada kemampuan adaptasinya yang mencirikan sejarah hidupnya (Stearns 1977). Adaptasi ini termasuk usia dan ukuran kedewasaan, fekunditas, ketahanan hidup dan mortalitas (Williams 1966). Efek urbanisasi terhadap populasi satwa sangat bervariasi diantara kelompok-kelompok taksonomi (Plummer & Nathan 2008).

Pengaruh urbanisasi pada populasi kura-kura air tawar sedikit sekali informasinya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kura-kura dapat bertahan dan lebih melimpah di daerah urban dibandingkan di kawasan yang terganggu (Plummer et al. 2008). Menurut Kusrini et al. (2007), salah satu jenis kura-kura yang dapat hidup di daerah urban adalah labi-labi (Amyda cartilaginea).

Salah satu lokasi yang menjadi tempat berkembangnya labi-labi adalah di Desa Belawa Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat (Kusrini et al. 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Kusrini et al. (2007) menemukan 226 individu labi-labi yang hidup di kolam-kolam dan parit milik masyarakat lokal. Keberadaan labi-labi semakin terancam dengan adanya pengambilan telur oleh masyarakat dan pengurangan habitat labi-labi (Kusrini et

(20)

Pada tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi dan menyebabkan terjadinya penurunan populasi secara tajam (Antaranews 2010). Labi-labi yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan dalam satu kolam yang berada di Kawasan Obyek Wisata Cikuya. Kawasan tersebut dikelola oleh Kelompok Masyarakat Pengawas binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Data populasi labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada.

Keberadaan labi-labi di Desa Belawa yang ada di obyek wisata Cikuya dan lahan masyarakat merupakan dua habitat labi-labi yang potensial untuk pengembangan labi-labi. Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan satu kajian mengenai populasi labi-labi dan upaya pengelolaannya di Desa Belawa sehingga dapat memprediksi kelestarian A. cartilaginea di tempat tersebut.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendapatkan data dan informasi tentang populasi labi-labi (Amida cartilaginea) setelah kasus kematian masal tahun 2010 yang meliputi jumlah individu, nisbah kelamin dan struktur umur.

b. Memperoleh data dan informasi tentang pola aktivitas dan alokasi waktu harian yang digunakan oleh labi-labi.

c. Mengidentifikasi upaya pengelolaan yang telah dilakukan serta persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi.

1.3. Manfaat Penelitian

(21)

1.4. Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Penelitian

Ancaman utama keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat, perubahan iklim global, pemanfaatan spesies berlebihan, invasi spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit (Indrawan et al. 2007). Fragmentasi habitat mengakibatkan ekosistem alamiah terbagi menjadi habitat yang lebih kecil dan terpecah-pecah. Salah satu penyebab fragmentasi adalah pembangunan perumahan dan perkotaan. Daerah urban yang banyak dihuni oleh manusia dilihat sebagai area buatan dan bukan area yang alami (Collins et al. 2000). Keberadaan daerah urban tidak selalu bersifat negatif bagi satwa liar yang mampu hidup berdampingan dengan manusia, salah satunya labi-labi di Desa Belawa (Kusrini et al. 2007).

Pada tahun 2010, terjadi wabah penyakit yang menyerang labi-labi Belawa dan menyebabkan terjadinya penurunan populasi secara tajam. Data populasi labi-labi di Desa Belawa pasca terjadinya wabah penyakit hingga saat ini belum ada.

Perhatian dan pengelolaan labi-labi pasca terjadinya wabah penyakit semakin intensif agar populasi labi-labi di Desa Belawa dapat pulih kembali. Salah satu bentuk keseriusan tersebut adalah adanya pembangunan sarana penetasan telur dan renovasi kolam obyek wisata Cikuya serta upaya pengelolaannya. Kebijakan pengelolaan labi-labi di kawasan Cikuya dan Desa Belawa merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pemulihan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan guna menjawab hal-hal sebagai berikut :

a. Bagaimanakah parameter populasi labi-labi yang meliputi jumlah individu, nisbah kelamin dan struktur umur labi-labi di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon.

b. Bagaimanakah pola aktivitas dan alokasi waktu harian yang digunakan labi-labi

c. Bagaimanakah upaya pengelolaan yang telah dilakukan serta persepsi masyarakat Desa Belawa terhadap keberadaan labi-labi.

(22)

(mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi). Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari nisbah kelamin, distribusi kelas umur, tingkat kepadatan dan kondisi fisik. Kerangka pemikiran penelitan ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran yang melandasi penelitian. Daerah Urban

Desa Belawa

Fragmentasi Habitat Habitat Labi-labi

Populasi Perilaku Kondisi Habitat Persepsi

Masyarakat

Inventarisasi, Observasi, dan

Wawancara Pengelolaan

Populasi Labi-labi

Pemanfaatan Jasa Wisata

Analisis Kuantitatif dan Deskriptif Kelestarian Populasi Labi-labi

di Desa Belawa

Lingkungan Fisik Pola Aktivitas

Harian Ukuran Populasi,

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Habitat Labi-labi

Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan produktivitas satwa liar. Habitat yang mempunyai kualitas yang tinggi nilainya akan menghasilkan kehidupan satwa liar yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, habitat yang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwaliar yang rapuh dengan daya reproduksi rendah dan mudah terserang penyakit (Alikodra 2010).

Menurut Iskandar (2000), labi-labi umumnya dijumpai di daerah yang tenang dan berarus lambat. Selain itu hewan ini banyak ditemukan di kolam yang berhubungan dengan sungai atau danau. Menurut Amri & Khairuman (2002), labi-labi lebih menyukai perairan yang tergenang dengan dasar perairan berpasir dan sedikit berlumpur. Sungai yang menjadi habitat labi-labi adalah sungi-sungai kecil dan sungai-sungai besar. Labi-labi hidup di sungai yang memiliki lebar hingga 25 meter dengan kedalaman hingga 10 meter (Kusrini et al. 2009).

Pada beberapa tempat di Jawa dijumpai labi-labi di kolam alami dengan jumlah yang besar dan dianggap keramat. Labi-labi selalu bersembunyi di dalam lumpur atau di dalam pasir di dasar kolam atau sungai sehingga sulit ditemukan (Iskandar 2000). Di sisi lain, labi-labi kadang-kadang menampakkan diri di atas batu-batuan atau bagian yang tidak terendam air untuk berjemur (Amri & Toguan 2007).

Menurut Liat & Das (1999), makanan labi-labi terdiri atas serangga air, kepiting, udang, ikan, bangkai, serta buah dan biji. Selain itu ada pula yang makan siput (Dijk 2000). Iskandar (2000) menambahkan bahwa makanan utama labi-labi adalah ikan tetapi tidak menolak sisa makanan manusia.

(24)

Derajat keasaman atau pH (puisanche of the Hidrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Pada siang hari, pH air akan lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari karena adanya proses respirasi fitoplankton. Nilai pH air yang ideal untuk kehidupan labi-labi adalah 7-8 (Amri & Khairuman 2002).

Kekeruhan merupakan suatu ukuran kisaran biasan cahaya dalam perairan. Kekeruhan tidak langsung membahayakan kehidupan labi-labi tetapi dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air. Kekeruhan yang baik untuk labi-labi berkisar antara 20 cm hingga 40 cm (Amri & Khairuman 2002).

Kualitas habitat diduga akan mempengaruhi penyebaran kura-kura jenis

Graptemys geographica (Conner et al. 2005). Dalam penelitiannya dijumpai perbedaan komposisi satwa tersebut di berbagai lokasi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya distribusi yang tidak merata dari moluska air yang merupakan mangsa utama satwa tersebut.

2.2. Strategi Perkembangbiakan Satwa

Menurut Tarumingkeng (1994), pada dasarnya populasi dibatasi oleh dua faktor. Faktor tersebut adalah faktor fisik lingkungan yang bekerja tidak tergantung kerapatan seperti adanya perubahan cuaca yang mematikan sebagian populasi. Faktor lainnya adalah pengaturan oleh kerapatan populasi itu sendiri.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan populasi antara lain adalah adanya kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), imigrasi dan emigrasi (Krebs 2005). Emigrasi dan kematian merupakan faktor yang menyebabkan penurunan populasi, sedangkan imigrasi dan kelahiran berdampak pada peningkatan populasi.

(25)

Tabel 1 Karakteristik satwa strategi-r dan strategi-K

Seleksi-r Seleksi-K Iklim Beragam, tak menentu Konstan, dapat diramalkan Kerapatan

e. reproduksi per generasi satu kali

Lamanya hidup Pendek, kurang dari satu tahun Lebih dari satu tahun Strategi Produktivitas Efisiensi

Sumber: Pianka (1970, diacu dalam Krebs 1978) 2.3. Manajemen Labi-labi di Daerah Urban

Pengelolaan kura-kura di beberapa wilayah telah dilakukan terutama di daerah urban. Hal itu ditujukan untuk memperbaiki populasi kura-kura di habitat yang dekat dengan kehidupan manusia. Salah satu strategi untuk meningkatkan ukuran populasi adalah dengan introduksi satwa (Spink et al. 2002). Salah satu contoh yang dilakukan Spink et al. (2002) adalah introduksi kura-kura muda jenis

Emys marmorata yang sebagian dapat bertahan dan telah berubah morfologisnya

menjadi individu dewasa yang siap bereproduksi. Hal ini dibuktikan dengan membedah dua kura-kura yang mati dan menemukan folikel yang telah berkembang pada indung telur mereka.

(26)

terhadap populasi kura-kura yang mungkin merupakan langkah penting dalam melindungi E. marmorata. Kontrol tersebut dapat berupa aturan pelarangan penjualan kura-kura hidup untuk bahan makanan, penyadaran masyarakat dan pelarangan pelepasan hewan peliharaan yang tidak diinginkan.

(27)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai Juni 2012, diawali dengan observasi lapangan pada bulan Februari 2012. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di sekitar wilayah Desa Belawa yang terdiri dari perairan mengalir (parit/sungai) dan kolam-kolam milik masyarakat serta kolam pengelolaan labi-labi di Desa Belawa, Cirebon, Jawa Barat. Analisis data hasil penelitian dan penyusunan tesis dilaksanakan dari Mei sampai Juni 2012 di Kampus IPB Dramaga Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. Desa Belawa

(28)

3.2. Alat dan Bahan

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta Desa Belawa, peralatan inventarisasi populasi labi-labi dan peralatan pengukuran morfometri (pita meter, benang bangunan, penggaris, seser, Global Positioning

System (GPS), kamera digital, tongkat bambu, lampu senter, stop watch dan kutek untuk tagging). Peralatan wawancara berupa alat perekam dan alat tulis menulis. Peralatan pengolahan dan analisis data terdiri atas note book, kalkulator, serta perlengkapan alat tulis menulis.

3.3. Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil antara lain:

a. Parameter populasi yang meliputi jumlah individu, jenis kelamin, panjang dan lebar karapas labi-labi.

b. Jumlah waktu yang digunakan labi-labi dalam setiap aktivitasnya.

c. Manajemen pengelolaan labi-labi meliputi sarana dan prasarana pengelolaan labi-labi (meliputi luas dan bentuk kolam, luas dan kapasitas tempat peneluran), pengelolaan pakan, penanganan telur, aturan-aturan yang terkait pengelolaan labi-labi.

d. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan labi-labi. Data sekunder yang diambil berupa:

a. Data dan informasi hasil penelitian sebelumnya b. Peta kawasan dan kondisi umum lokasi

(29)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Keadaan Populasi Labi-labi

3.4.1.1. Jumlah Individu Labi-labi

Pengambilan data populasi dilakukan secara sensus pada seluruh habitat labi-labi di Desa Belawa yakni: kolam milik masyarakat, kolam wisata Cikuya dan parit atau sungai. Data yang diambil meliputi panjang dan lebar karapas serta jenis kelamin labi-labi.

Inventarisasi dilakukan dengan cara menangkap labi-labi Belawa yang ada di kolam dan parit. Penangkapan individu di kolam Cikuya dengan membuang air kolam dan penangkap masuk ke kolam untuk mencari keberadaan labi-labi. Labi-labi yang ditemukan ditangkap dengan menggunakan seser. Pencarian di kolam masyarakat dilakukan dengan pengamatan dan menunggu munculnya labi-labi ke permukaan air. Inventarisasi di parit dilakukan dengan cara menyisir parit dan menggunakan batang bambu untuk menakut-nakuti sehingga labi-labi keluar dari lumpur atau tempat persembunyiannya. Labi-labi yang terlihat diambil dengan menggunakan seser, diukur karapasnya, ditandai dan dilepaskan kembali di tempat ditemukan labi-labi tersebut.

(30)

Gambar 3 Mekanisme penandaan pada karapas labi-labi yang sekaligus sebagai penomoran individu.

3.4.1.2. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin diperoleh dari perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin labi-labi didasarkan atas bentuk dan ukuran ekor (Kusrini

et al. 2007). Individu jantan memiliki ekor yang lebih panjang dan ramping sedangkan labi-labi betina memiliki ekor yang lebih pendek dan tebal. Menurut Oktaviani (2007), perbedaan bentuk dan ukuran ekor antara jantan dan betina lebih jelas pada individu dewasa yakni yang mempunyai Panjang Lingkar Karapas

(PLK) ≥ 25 cm. Penentuan jenis kelamin labi-labi seperti disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Perbedaan bentuk dan panjang ekor labi-labi Belawa jantan dan betina (Diambil dari Kusrini et al. 2007).

200 1

2

3

4

5 10

20 40

30 100

(31)

3.4.1.3. Struktur Umur

Panjang karapas merupakan indikator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan dengan lebar karapas (Prey 1981, diacu dalam Alviola 2003). Pengukuran panjang dan lebar karapas labi-labi dilakukan dengan metode

curveline (Nuitja 1992). Pada metode ini pengukuran dilakukan mengikuti lekung karapas labi-labi. Untuk memudahkan dalam pengukuran karapas maka kepala labi-labi dimasukkan kedalam karapasnya (theca) agar tidak menggigit. Pengukuran karapas menggunakan benang yang kemudian dikonversi pada penggaris.

3.4.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian

Pengambilan data aktivitas harian dan distribusi waktu labi-labi dengan menggunakan metode focal animal sampling (Colgan 1978). Metode ini merupakan metode pengamatan perilaku satwa dengan cara mengamati satu individu untuk mewakili kelompoknya. Satwa yang menjadi obyek pengamatan adalah empat individu labi-labi yang terdiri dari tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa yang mewakili setiap kelas umur labi-labi. Ukuran Panjang Lengkung Karapas (PLK) dan Lebar Lengkung Karapas (LLK) untuk setiap obyek pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ukuran labi-labi yang menjadi obyek penelitian perilaku

Kelas Umur PLK (cm) LLK (cm) Jenis Kelamin

Dewasa 37,3 28,8 Betina

Dewasa Muda 22,3 17,4 Jantan

Remaja 13,7 11,6 Belum diketahui

Tukik 5,8 4,7 Belum diketahui

(32)

labi-labi untuk melakukan aktivitas makan, berendam di lumpur, berenang, bernafas, membersihkan tubuh, kawin, berkelahi dan istirahat.

Aktivitas makan didasarkan pada aktivitas mengambil makanan pertama kali hingga kegiatan mengambil makanan berhenti. Aktivitas berendam di lumpur adalah aktivitas labi-labi di dasar kolam dimana labi-labi tidak berada di darat maupun permukaan air. Aktivitas berenang adalah aktivitas di dalam air tanpa mengeluarkan hidungnya ke udara untuk bernafas. Aktivitas bernafas adalah aktivitas labi-labi di permukaan air atau di dalam lumpur dengan cara mengeluarkan hidungnya ke luar air dimana perhitungan lama waktu bernafas dimulai dari labi-labi mengeluarkan hidung hingga memasukakan hidungnya kembali ke air. Aktivitas istirahat didefinisikan sebagai aktivitas labi-labi di dalam air tanpa mengeluarkan hidung atau berlumpur.

Gambar 5 Penandaan obyek pengamatan perilaku labi-labi a) tukik, b) remaja, c) dewasa muda dan d) dewasa.

Aktivitas membersihkan tubuh adalah aktivitas labi-labi untuk membuang lumpur di karapas dengan cara membalikan tubuhnya sehingga bagian karapas atas berada di bawah. Aktivitas kawin yaitu aktivitas labi-labi jantan naik ke karapas betina untuk melakukan perkawinan hingga keduanya terpisah. Aktivitas berkelahi adalah aktivitas menggigit atau mengejar labi-labi lain untuk menggigitnya.

Dalam pengamatan perilaku labi-labi, diamati pula lokasi dimana labi-labi beraktivitas. Lokasi tersebut dikelompokkan menjadi empat tipe yaitu daratan dekat taman kolam, pinggir tembok, permukaan air dan dasar kolam. Pengamatan pola aktivitas harian dan distribusi penggunaan waktu dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari 5 orang. Hal ini dilakukan agar semua lokasi dapat teramati sehingga tidak terjadi keadaan dimana labi-labi target tidak terpantau keberadaannya.

b)

(33)

3.4.3. Pengelolaan Populasi Labi-labi

Data dan informasi pengelolaan labi-labi di Desa Belawa dan obyek wisata Cikuya diperoleh dari wawancara mendalam dengan para informan dan observasi lapangan. Didalam pelaksanaan wawancara peneliti tidak terlampau terikat pada aturan-aturan yang ketat seperti adanya kuisioner. Peneliti hanya menggunakan alat berupa pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok yang ditanyakan (Ashshofa 2007).

Wawancara dimulai dari informan pangkal dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap informan dari orang-orang yang menurut informan sebelumnya merupakan orang yang mengetahui informasi yang dibutuhkan (snowball sampling). Beberapa informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Kuwu/Kepala Desa Belawa, perangkat Desa Belawa (5 orang), sesepuh desa (5 orang) dan pengelola obyek wisata Cikuya (5 orang).

Observasi di lapangan dilakukan terhadap sarana dan prasarana seperti kolam pemeliharaan dan penetasan telur labi-labi di kawasan Cikuya. Pengamatan bentuk kolam dilakukan dengan cara pengamatan bentuk luar dan dalam kolam. Luas kolam dilakukan dengan mengukur sisi-sisi kolam yang berbentuk

heksagonal. Selain itu juga diukur luas daratan di dalam kolam tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen hasil penelitian, laporan serta data pendukung lainnya yang berkaitan dengan populasi labi-labi Belawa.

3.4.4. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Labi-labi

(34)

n =

2

1 Ne

N

Notasi n = Jumlah responden, N = ukuran populasi (kepala keluarga) dalam waktu

tertentu, e = nilai kritis (batas ketelitian 0,1).

Jumlah responden mengacu pada data Desa Belawa tahun 2010 yaitu terdapat 1700 kepala keluarga (kk) yang dikompilasi dengan rumus di atas. Berdasarkan rumus di atas sampel yang harus diambil minimal sebanyak:

n =

Jumlah responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 responden dimana satu kuisioner diisi oleh kepala keluarga atau yang mewakilinya.

3.5. Metode Analisis Data

Notasi � = jumlah populasi (individu), k =jumlah kolam yang terdapat labi-labi,

xi = jumlah labi-labi pada kolam ke- i (individu).

3.5.1.2. Perbandingan Jenis Kelamin (Nisbah kelamin)

Nisbah kelamin yang diperoleh kemudian dianalisis dari perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Untuk memperoleh nisbah kelamin menggunakan persamaan sebagai berikut (Kartono 2000):

Notasi R = jumlah jantan:jumlah betina, x = rata-rata jumlah betina, yi = jumlah

(35)

3.5.1.3. Struktur Umur

Struktur umur labi-labi diklasifikasikan berdasarkan kelas ukuran panjang karapas labi-labi. Menurut Kusrini et al. (2007), labi-labi (Amyda cartilaginea) dapat diklasifikasikan kedalam empat kelas umur yakni tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi kelas ukuran labi-labi

Kelasa Umur Panjang Lengkung Karapas (cm)

Tukik ≤ 5,9

Remaja 6 -19,9

Dewasa Muda 20 - 24,9

Dewasa ≥ 25

3.5.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian

Analisis data dilakukan dengan cara menyusun tabulasi data hasil pengamatan. Hal ini untuk menghitung persentase aktivitas harian dan alokasi waktu yang digunakan untuk aktivitas harian labi-labi. Persentase masing-masing aktivitas dihitung dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1993, Johnson & Gouri 1987):

jumlah waktu untuk seluruh aktivitas (menit). Persentase setiap aktivitas pada setiap individu target, selanjutnya dihitung persentase waktu rata-rata aktivitas labi-labi dengan menggunakan rumus:

(36)

3.5.3. Pengelolaan Populasi Labi-labi

Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan pengelolaan populasi labi-labi di Desa Belawa dan Taman Wisata Cikuya. Hasil observasi dan wawancara dengan informan dibandingkan dengan literatur yang ada. Perhitungan luas kolam dengan menggunakan rumus:

L= 6

   

2

AxT

Notasi L = luas segi enam (m²), A = panjang alas / sisi heksagonal (m), t = jarak sisi dari pusat heksagonal (m). Luas daratan di dalam kolam yang berbentuk lingkaran diperoleh dengan menggunakan rumus :

�=��2

Notasi A = luas lingkaran/daratan (m²), = 3,14, r = jarak tepi daratan ke pusat lingkaran (m).

3.5.4. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Labi-labi

Analisis data kuisioner tentang persepsi masyarakat dilakukan dengan cara menyusun tabulasi data hasil pengamatan. Hal ini untuk menghitung persentase masyarakat dari pertanyaan-pertanyaan kuisioner yang dibagikan dengan rumus sebagai berikut (Walpole 1993, Johnson & Gouri 1987):

i

F = x100%

N n

Notasi Fi = persentase masyarakat yang menjawab pertanyaan ke-i (%), n =

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Jumlah Individu, Nisbah Kelamin dan Struktur Umur

Pada penelitian ini ditemukan 177 individu labi-labi yang sebagian besar terkonsentrasi pada kolam-kolam di obyek wisata Cikuya yaitu pada kolam penetasan, kolam pembesaran 1-3 dan kolam Cikuya. Jumlah labi-labi di kawasan obyek wisata Cikuya berjumlah 166 individu, sedangkan yang ditemukan di habitat alami yakni kolam-kolam masyarakat dan parit sebanyak 11 individu yang tersebar dalam 6 lokasi. Keenam lokasi tersebut yaitu di kolam masyarakat, Sungai Cikuya 1, Sungai Cikuya 2 (Curug/jumbleng), Sungai Cipinang, Sungai Legon Bulan dan Sungai Kopo (Gambar 6).

19

(38)

Obyek Wisata Cikuya yang iumlahnya berkisar 19-50 individu. Kolam-kolam yang terdapat di dalam Obyek Wisata Cikuya telah dibuat permanen dengan dikelilingi tembok yang tidak dapat dinaiki oleh labi-labi, demikian juga sebagian besar dari kolam-kolam ikan masyarakat.

Legon Bulan

Gambar 7 Penyebaran labi-labi di Desa Belawa.

(39)

Struktur umur labi-labi di Desa Belawa dibedakan atas kelas umur tukik, remaja, dewasa muda dan dewasa. Jumlah labi-labi di setiap kelas umur tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umur Kelas Umur PLK (cm) Jumlah Labi-labi di (ind.)

Kolam Penangkaran Alam Total

Tukik ≤ 5,9 87 1 88

Remaja 6 -19,9 48 6 54

Dewasa Muda 20 - 24,9 6 1 7

Dewasa ≥ 25 25 3 28

Jumlah: 166 11 177

Jumlah labi-labi pada kelas umur tukik sebanyak 88 individu, remaja 54 individu, dewasa muda 7 individu dan labi-labi dewasa sebanyak 28 individu. Persentase labi-labi didominasi oleh kelas umur tukik dan remaja yakni sebanyak 49,72% dan 30,51% (Gambar 8). Tukik yang ada sebagian besar berada di kolam penangkaran, sedangkan di alam hanya satu individu saja. Labi-labi dewasa muda mempunyai jumlah yang paling sedikit dibandingkan dengan kelas umur lainnya yakni hanya sebanyak 3,95%. Kelas umur dewasa muda merupakan kelas umur terganggu.

49,72%

30,51% 3,95%

15,82%

Tukik Remaja Dewasa Muda Dewasa

Gambar 8 Persentase labi-labi di Desa Belawa berdasarkan kelas umurnya. 4.1.2. Pola Aktivitas dan Penggunaan Waktu Harian

(40)

umur labi-labi. Pola aktivitas labi-labi di keempat obyek pengamatan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Pola aktivitas labi-labi di Desa Belawa.

Aktivitas labi-labi cenderung lebih banyak berdiam diri dalam lumpur serta istirahat pada waktu malam hingga siang hari. Ketika sore hari, labi-labi mulai beraktivitas untuk mencari makan. Labi-labi dewasa dan dewasa muda lebih banyak melakukan kegiatan istirahat dan berdiam diri dalam lumpur pada malam hingga pagi hari yakni pukul 22:00 hingga 15:00 WIB. Ketika labi-labi dewasa berdiam diri dalam lumpur, labi-labi remaja banyak melakukan istirahat di tempat yang panas pada siang hingga sore hari. Pada saat labi-labi dewasa mulai beraktivitas dengan melakukan perpindahan dari tempat satu ke tempat lainnya, labi-labi remaja cenderung berdiam diri di dalam lumpur.

Tabel 5 Penggunaan waktu aktivitas harian berdasarkan kelas umur

KU

Lama Perilaku (detik)

Istirahat Berlumpur Makan Berenang Kawin Bernafas Berkelahi Bersih

Tubuh

Tukik 0 56729 0 0 0 29671 0 0

Remaja 15385 67132 0 3135 0 748 0 0

Dewasa Muda

47563 32028 41 2384 0 4384 0 0

Dewasa 39977 31414 242 3680 889 10173 11 14

Jumlah 102925 187303 283 9199 889 44976 11 14

Berenang

Bernafas

Istirahat

(41)

Distribusi waktu yang digunakan labi-labi selama satu hari pada setiap kelas umur di setiap jenis perilaku berbeda-beda (Tabel 5). Aktivitas labi-labi bisa dikelompokkan dalam delapan jenis perilaku yaitu berlumpur, istirahat, makan, berenang, kawin, bernafas, berkelahi dan bersih tubuh. Satwa ini mengalokasikan waktunya secara tidak merata. Jenis perilaku dominan adalah berlumpur, istirahat, bernafas dan berenang. Alokasi waktu yang digunakan labi-labi untuk masing-masing jenis aktivitas disajikan pada Gambar 10.

29,782%

54,196% 0,257%

13,014% 0,003%0,004%

0,082% 2,662%

Istirahat Berlumpur Makan Berenang Kawin Bernafas Berkelahi Bersih Tubuh

Gambar 10 Persentase waktu yang digunakan labi-labi untuk setiap perilaku. Labi-labi dewasa, dewasa muda dan remaja lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk aktivitas istirahat, berlumpur berenang dan bernafas (Gambar 11), sedangkan tukik hanya mengalokasikan waktunya untuk dua jenis kegiatan yaitu berlumpur dan bernafas. Kegiatan berlumpur mencapai 65,66%, sedangkan perilaku bernafas hanya 34,34%.

(42)

Labi-labi remaja melakukan aktivitas hariannya sebanyak empat jenis perilaku. Perilaku tersebut yaitu berlumpur, berenang, bernafas dan istirahat. Di sisi lain labi-labi dewasa muda melakukan lima jenis perilaku. Kelima jenis perilaku tersebut yaitu berlumpur, istirahat, makan, berenang dan bernafas.

Perilaku yang ditunjukkan oleh labi-labi dewasa merupakan perilaku yang lengkap yakni terdiri dari delapan jenis perilaku. Perilaku-perilaku tersebut yaitu, istirahat, berlumpur, makan, berenang, kawin, bernafas dan berkelahi. Jenis perilaku yang dominan yaitu istirahat, berlumpur, bernafas dan berenang dengan alokasi waktu 98,66%. Keempat perilaku lainnya yakni kawin, makan, berkelahi dan bersih tubuh dilakukan hanya sebanyak 1,34%.

4.1.2.1. Perilaku Istirahat

Labi-labi dewasa muda lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk beristirahat yaitu berdiam diri di dalam air dibandingkan dengan labi-labi dewasa, remaja dan tukik. Labi-labi dewasa muda dan dewasa mengalokasikan lebih dari 40% waktunya untuk beristirahat. Di sisi lain, labi-labi kelas umur tukik tidak mengalokasikan waktunya untuk beristirahat. Tukik lebih banyak berdiam diri dalam lumpur sambil bernafas.

Labi-labi remaja dan dewasa muda cenderung istirahat di dinding tembok dan pinggir taman kolam pada waktu pagi hari. Diduga hal ini dilakukan untuk menghindari labi-labi dewasa yang berukuran lebih besar. Labi-labi remaja beristirahat selama 83 hingga 6.058 detik. Di sisi lain, kegiatan istirahat merupakan kegiatan yang paling dominan dilakukan oleh labi-labi dewasa muda yaitu selama 47.563 detik dalam sehari atau sebesar 55,05%. Kegiatan ini dilakukan di dinding kolam dengan cara mencengkeramkan kakinya di dinding kolam. Pada saat pagi hingga sore hari labi-labi dewasa cenderung untuk berlumpur. Labi-labi tersebut berada di tempat yang dangkal dengan kedalaman air 12,8-13,1 cm sehingga tubuhnya mendapat cahaya yang lebih banyak guna menghangatkan tubuhnya.

(43)

02:41 sampai pukul 05:00. Labi-labi dewasa lebih banyak istirahat pada waktu siang hari yakni pukul 14:04 hingga pagi hari pukul 05:00 labi-labi. Kegiatan beristirahat disertai kegiatan berenang dan bernafas.

Perilaku beristirahat juga ditunjukkan oleh labi-labi remaja yang hidup di parit (habitat alami). Labi-labi remaja pada pagi hari jam 09:00 terlihat berada di tempat dangkal. Labi-labi berada di atas batu atau daratan yang dangkal agar mudah bernafas (Gambar 12).

Terdapat 2 ekor labi-labi dewasa yang dan 1 ekor labi-labi remaja yang lebih sering menghangatkan tubuhnya dengan naik ke daratan taman kolam. Satwa tersebut naik dan mencari lokasi yang kering. Labi-labi terkadang juga hanya naik ke daratan dan langsung turun ke air lagi. Selain itu, kegiatan beristirahat juga dilakukan di pinggir daratan taman yang ada di dalam kolam. Hal ini dilakukan agar labi-labi mudah untuk bernafas dan menghindari labi-labi yang lebih besar.

Gambar 12 Beberapa posisi labi beristirahat di tempat yang panas; a) labi-labi remaja di kolam Cikuya, b) labi-labi-labi-labi remaja di parit, c) & d) labi-labi di kolam Cikuya yang beristirahat di darat.

4.1.2.2. Perilaku Berdiam Diri Dalam Lumpur

Labi-labi banyak mengalokasikan waktunya untuk berdiam diri dalam lumpur. Alokasi waktu yang digunakan labi-labi sebanyak 54,196%. Ini menunjukkan bahwa labi-labi banyak berdiam diri, bahkan labi-labi remaja lebih dari 70% waktunya untuk berlumpur. Labi-labi dewasa berlumpur dari pagi hari hingga sore hari.

b) a)

(44)

Labi-labi remaja berlumpur di tempat yang dangkal, sementara labi-labi dewasa berlumpur di tempat yang lebih dalam. Pemilihan lokasi tersebut diduga untuk kenyamanan labi-labi dalam berlumpur. Saat labi-labi berlumpur tidak hanya menenggelamkan tubuhnya ke lumpur, namun sesekali harus bernafas dengan mengeluarkan hidungnya ke udara atau keluar dari lumpur dan air. Diduga ukuran panjang leher labi-labi menjadi faktor penentu pemilihan kedalaman air tertentu untuk berlumpur.

Tanda-tanda awal ketika labi-labi berlumpur terlihat dari masuknya labi-labi ke lumpur. Kegiatan ini menciptakan adanya gelembung-gelembung udara yang cukup besar hingga labi-labi tidak melakukan pergerakan lagi untuk menenggelamkan diri di lumpur. Semakin besar ukuran labi-labi, maka gelembung udara juga makin banyak dan besar. Labi-labi tukik dan remaja dalam berlumpur sedikit mengeluarkan gelembung.

Kegiatan berlumpur labi-labi berfungsi pula untuk perlindungan labi-labi dari bahaya. Labi-labi remaja berlumpur lebih lama dibandingkan dengan labi dewasa dan dewasa muda. Hal ini untuk menghindari dari penyerangan labi-labi lebih tua. Fungsi berlumpur untuk menyembunyikan diri, juga terlihat ketika kolam dikuras dimana tidak terlihat satu indvidupun labi-labi karena menenggelamkan diri ke dalam lumpur sehingga seolah-olah dalam kolam tersebut tidak ada labi-labi.

Labi-labi akan keluar dari lumpur bila merasa terancam, atau jika lumpur mengering dan tidak ada airnya lagi. Hal ini disebabkan labi-labi membutuhkan air untuk menjaga kelembabannya. Pemilihan lokasi berlumpur diduga untuk menjaga keamanan dari labi-labi yang lebih besar.

Tukik dalam melakukan kegiatan sekali berlumpur tanpa bernafas selama 25 hingga 5.254 detik. Rata-rata waktu yang digunakan tukik untuk melakukan kegiatan berlumpur adalah 766,6 detik. Lama waktu tukik untuk melakukan sekali perilaku bernafas adalah 4 hingga 3.985 detik dengan lama waktu rata-rata 406,45 detik.

(45)

sampai pukul 11:12. Labi-labi dalam berlumpur diselingi dengan kegiatan bernafas, kecuali pada pukul 23:43 hingga 05:05 labi-labi tidak bernafas. Hal ini diduga labi-labi tidur dimana kepala labi-labi disandarkan ke lumpur dan badannya masuk ke dalam lumpur.

Kegiatan berlumpur labi-labi remaja lebih banyak dilakukan di tempat yang dangkal yaitu di lumpur yang digenangi sedikit air dengan ketinggian air 5 cm. Hal ini dengan tujuan agar labi-labi akan mudah untuk bernafas. Lokasi berlumpur labi-labi remaja terlindungi oleh bebatuan yang diduga untuk melindungi tubuhnya dari serangan labi-labi yang lebih besar.

Kegiatan berlumpur labi-labi dewasa muda dilakukan selama 32.028 detik atau sebanyak 37,07%. Kegiatan ini dicirikan dengan keluarnya gelembung udara saat labi-labi masuk ke dasar kolam. Labi-labi dewasa muda berlumpur dua kali yaitu pada pagi sampai siang hari yaitu pada pukul 05:00 sampai 11:48 dan pukul 18:10 sampai 21:48.

Labi-labi dewasa berlumpur sebanyak dua kali yaitu pagi dari pukul 05:00 sampai 14:02 dan malam hari pada pukul 19:49 sampai 19:57. Kegiatan berlumpur dilakukan dengan memasukkan badannya ke dalam lumpur dan sesekali menjulurkan lehernya ke atas agar hidungnya keluar air untuk bernafas. Setelah berlumpur, tubuh labi-labi dewasa banyak dipenuhi lumpur terutama pada karapas bagian atas sehingga labi-labi melakukan kegiatan bersih tubuh.

4.1.2.3. Perilaku Makan

Labi-labi di kolam Cikuya makan pada waktu sore hari yaitu sekitar pukul 17.00 karena pada jam ini pengelola memberi makanan berupa ayam mentah sebanyak 0,5 kg. Secara serentak labi-labi datang ke lokasi tempat makanan. Labi-labi dewasa lebih berani untuk datang mendekati tempat makanan dibandingkan dengan labi-labi dewasa muda dan remaja. Labi-labi dewasa mendekati makanan walaupun masih ada orang yang sedang memotong-motong makanan tersebut. Pengamatan menunjukkan pada sore hari yakni pada pukul 17:49 labi-labi makan selama 242 detik.

(46)

makan labi-labi istirahat diselingi dengan aktivitas berenang dan bernafas. Makanan diambil labi-labi dengan mulutnya secara cepat lalu dibawa ke air atau tempat lain yang aman sebelum ditelan utuh. Hal ini dikarenakan untuk menghindari makanan direbut oleh labi-labi lainnya.

Labi-labi dewasa mengambil lebih banyak makanan daripada labi-labi dewasa muda. Labi-labi remaja tidak makan bersamaan dengan labi-labi dewasa, namun terlihat makan sisa-sisa makanan yang jatuh ke air dan sela-sela batu yang tidak dimakan oleh labi-labi dewasa dan dewasa muda. Hal ini diduga karena labi-labi remaja takut kepada labi-labi yang lebih besar. Walaupun demikian, labi-labi remaja lainnya yang bukan menjadi obyek pengamatan terlihat berani untuk berebut makanan bersama labi-labi dewasa. Perilaku makan tukik tidak teramati dan makanan yang diberikan masih banyak hingga pengamatan berakhir. Satu hari setelah pengamatan makanan tersebut habis dan diduga tukik makan pada waktu malam hari.

4.1.2.4. Perilaku Berenang

Labi-labi berenang dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas. Labi-labi akan berenang ke tempat yang lebih dangkal dan terkena sinar matahari untuk berjemur atau berenang ke pinggir taman kolam dan dinding pagar kolam untuk beristirahat.

Labi-labi berenang selain untuk memilih tempat tertentu, juga untuk menghindari dari ancaman atau bahaya dari labi-labi yang lebih besar. Labi-labi remaja dan dewasa muda bahkan labi-labi dewasa akan berenang dengan cepat untuk menghindari labi-labi yang lebih besar. Hal ini ditunjukkan oleh labi-labi remaja yang mengubah aktivitas beristirahat menjadi berenang saat didekati labi-labi yang lebih besar. Labi-labi-labi dewasa yang sedang berlumpur, tiba-tiba berenang karena ada labi-labi besar yang mau menggigit lehernya.

(47)

Labi-labi remaja lebih aktif pada waktu siang hingga sore hari yaitu pada pukul 11:12 hingga pukul 16:19. Labi-labi melakukan kegiatan pergerakan yakni berenang dan kegiatan istirahat yang disertai dengan bernafas dengan mengeluarkan hidungnya ke udara.

4.1.2.5. Perilaku Kawin

Labi-labi akan melakukan perkawinan di saat memasuki musim kawin. Labi-labi di Desa Belawa kawin pada bulan April dan Mei. Tiga obyek pengamatan yaitu labi-labi tukik, remaja dan dewasa muda tidak melakukan kegiatan perkawinan, hanya satu obyek pengamatan yaitu labi-labi dewasa yang melakukan perkawinan.

Perilaku kawin labi-labi yang teramati sebanyak 3 kali, namun dari tiga kali pengamatan perilaku kawin hanya satu kali saja sang jantan berhasil mengawini labi-labi betina. Labi-labi betina menghindar atau berlari saat labi-labi jantan sudah menaiki karapas betinanya sebanyak dua kali. Perilaku kawin terkadang didahului dengan pengejaran labi-labi betina oleh labi-labi jantan jika sang betina menghindar.

Perilaku kawin diawali dengan naiknya labi jantan ke atas karapas labi-labi betina. Labi-labi-labi jantan sesekali menggigit karapas atas labi-labi-labi-labi betina untuk pegangan. Labi-labi betina sebelum dinaiki oleh labi-labi jantan menyandarkan tubuhnya ke di dinding kolam. Perilaku ini diamati pada pukul 15:49 hingga 16:03. Aktivitas ini diakhiri dengan lepasnya gigitan labi-labi jantan dan memasukkan kepalanya ke lehernya yang disertai dengan kegiatan berputar-putar. Akibat gigitan ini maka pada karapas akan terdapat bekas-bekas gigitan berwarna putih. Tahapan labi-labi kawin disajikan pada Gambar 13.

(48)

Lama waktu labi-labi untuk melakukan aktivitas kawin yaitu 836 detik. Selama waktu pengamatan, labi-labi menunjukkan aktivitas kawin sebanyak 3 kali namun pada pukul 14:25 dan 17:31, labi-labi jantan tidak berhasil mengawini labi-labi betina karena labi-labi betina lari menghindari labi-labi jantan walaupun labi-labi jantan telah naik ke karapas labi-labi betina.

4.1.2.6. Perilaku Bernafas

Labi-labi bernafas dengan cara mengeluarkan hidungmya ke luar permukaan air. Labi-labi akan lebih lama bernafas ketika tidak ada gangguan. Hal ini ditunjukkan oleh labi-labi tukik yang berada dalam kolam pembesaran dimana dalam satu kolam berisi hanya satu kelas ukuran saja. Rata-rata waktu bernafas tukik adalah 106,45 detik.

Labi-labi dewasa bernafas sebanyak 101 kali, dewasa muda 68 kali dan remaja 44 kali. Rata-rata waktu yang digunakan labi-labi dewasa, dewasa muda dan remaja disajikan pada Gambar 14. Rata-rata waktu yang digunakan labi-labi dewasa lebih banyak dibandingkan labi-labi dewasa muda dan remaja. Semakin besar ukuran labi-labi maka akan semakin merasa tidak takut untuk bernafas. Hal ini disebabkan dalam bernafas labi-labi mengeluarkan lehernya yang terkadang digigit oleh labi-labi yang lebih besar.

406,45

(49)

Waktu yang digunakan labi-labi dalam sekali bernafas selama beberapa detik hingga ribuan detik bahkan labi-labi dewasa bernafas hingga 2408 detik. Lama waktu bernafas dipengaruhi juga oleh keadaan sekeliling labi-labi. Jika terdapat gangguan seperti keberadaan orang maka labi-labi akan bernafas dalam beberapa detik saja.

Selama pengamatan perilaku, tukik tidak melakukan perpindahan tempat. Tukik berlumpur dengan menenggelamkan tubuhnya ke pasir dan membuat lubang untuk mengeluarkan hidungnya ke air. Diantara waktu berlumpur, tukik melakukan kegiatan bernafas yaitu dengan mengeluarkan hidungnya ke udara. Cara ini lebih banyak dilakukan oleh beberapa tukik, namun terdapat tukik yang mengeluarkan hidung dan kepalanya saat bernafas (Gambar 15).

Gambar 15 Posisi tukik bernafas; (a) mengeluarkan kepala, (b) hanya mengeluarkan hidung, labi-labi dewasa bernafas; (c) dalam posisi berlumpur, (d) istirahat.

4.1.2.7. Perilaku Berkelahi

Labi-labi di kolam Cikuya akan melakukan perkelahian jika bertemu dengan labi-labi yang lain yang hampir sama ukurannya. Perilaku ini ditujukan untuk merebut tempat yang dikehendaki oleh labi-labi secara bersamaan. Mereka saling bersaing untuk memperebutkan atau memperoleh ruang yang dibutuhkan.

(a) (b)

(50)

Perilaku berkelahi lebih ditunjukkan oleh labi-labi dewasa. Hal ini dikarenakan labi-labi dewasa hampir memiliki ukuran karapas yang sama. Labi-labi remaja dan dewasa muda yang ukurannya lebih kecil akan memilih menghindar bila datang labi-labi dewasa sehingga tidak digigit oleh labi-labi yang lebih besar.

4.1.2.8. Perilaku Membersihkan Tubuh

Perilaku membersihkan tubuh adalah perilaku labi-labi untuk menghilangkan lumpur yang ada di karapasnya. Labi-labi setelah berlumpur dan keluar ke air dipenuhi oleh lumpur yang banyak. Lumpur-lumpur tersebut bahkan menempel di karapas labi-labi terutama di karapas bagian atas. Lumpur yang menempel tersebut tentunya mengganggu pergerakan labi-labi dan labi-labi merasa lebih berat sehingga perlu dibuang.

Labi-labi dewasa muda, remaja dan tukik tidak melakukan kegiatan membersihkan diri. Di sisi lain, labi-labi dewasa melakukan aktivitas ini. Labi-labi dewasa muda, remaja dan tukik setelah berlumpur terdapat lumpur yang menempel, namun ketika keluar dari lumpur dan berenang dalam air lumpur-lumpur tersebut terkikis oleh air sehingga lumpur-lumpur tersebut jatuh ke air. Lumpur yang menempel dan terbawa oleh labi-labi dewasa jumlahnya banyak sehingga sebelum melakukan aktivitas lainnya labi-labi membuang lumpur tersebut dengan membalikan tubuhnya sehingga lumpur tersebut jatuh ke air. Kegiatan bersih tubuh dilakukan labi-labi dewasa selama 14 detik. Kegiatan membersihkan tubuh dilakukan dengan membalikan badan labi-labi dimana karapas bagian atas terletak dibawah dan ventralnya (plastron) di bawah, sehingga lumpur-lumpur yang berada di karapas labi-labi berjatuhan ke dalam air (Gambar 16).

Gambar 16 Tahapan kegiatan labi-labi membersihkan tubuhnya; (a) labi-labi dipenuhi lumpur, (b) Labi-labi memiringkan tubuhnya, (c) Labi-labi membalikan tubuhnya.

(51)

4.1.3. Pengelolaan Populasi

4.1.3.1. Sejarah Keberadaan Labi-labi di Desa Belawa

Awal mula keberadaan labi-labi di Desa Belawa banyak dipercaya masyarakat merupakan jelmaan dari Alquran yang disobek-sobek oleh santri yang sedang kecewa. Pada awalnya mitos ini menceritakan adanya seseorang yang memiliki wajah dengan dua warna yaitu hitam dan merah sehingga pemuda tersebut berguru di pesantren di desa ini. Oleh gurunya agar wajahnya dapat normal maka diperintahkan untuk banyak membaca Alquran. Pada saat gurunya pergi santri tersebut membaca di atas batu yang sebelahnya terdapat sumur. Setelah lama membaca ternyata wajah santri tersebut tidak berubah dan akhirnya Alquran tersebut disobek-sobek dan dibuang ke air. Menurut mitos sobekan Alquran tersebut berubah menjadi labi-labi kecil yang banyak dan wajah santri tersebut telah berubah menjadi normal.

55,74% 31,15%

1,64% 6,56%

3,28% 1,64%

Orang Tua

Kakek/Nenek

Paman

Teman

Sesepuh Desa

Internet

(52)

Keberadaan labi-labi di Desa Belawa dipercaya merupakan jelmaan dari Alquran yang disobek-sobek. Cerita ini diketahui oleh sebanyak 62,89% masyarakat desa. Di sisi lain, terdapat 37,11% masyarakat desa yang tidak mengetahuinya. Cerita adanya labi-labi di Desa Belawa diketahui masyarakat dari orang tua, teman, sesepuh desa, kakek/nenek, paman dan internet. Persentase sumber informasi penyebaran cerita adanya labi-labi di Desa Belawa disajikan pada Gambar 17 .

Masyarakat tidak mengetahui secara pasti kapan mulai adanya labi-labi di Desa Belawa. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat dan sesepuh desa bahwa sejak mereka kecil sudah terdapat labi-labi di desa tersebut. Menurut informasi dari kepala desa Belawa yang bertanya kepada orang yang paling tua di desa tersebut sejak lahirnya yakni pada tahun 1900-an sudah ada labi-labi di Desa Belawa. Kepercayaan bahwa labi-labi keramat membuat labi-labi tidak dimanfaatkan dan banyak pengunjung yang mencari berkah dengan minum air sumur yang dipercaya keberadaan labi-labi putih.

Labi-labi hidup di daerah Cikuya baik di kolam Cikuya, kolam-kolam masyarakat atau sungai. Labi-labi yang berada di kolam masyarakat hidup berdampingan dengan ikan-ikan peliharaan masyarakat sedangkan yang di sungai hidup dan makan dari sisa-sisa makanan orang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung, labi-labi hidup di kolam-kolam ikan masyarakat dan tidak memakan ikan yang dipelihara. Labi-labi makan makanan yang diberikan pemilik kolam untuk ikannya seperti pellet, nasi sisa makanan orang, limbah manusia serta ikan-ikan yang hampir mati ataupun sudah mati.

(53)

tahun. Jumlah labi-labi pada masa tersebut sangat banyak dan bertelur di lahan-lahan penduduk. Diinformasikan pula bahwa karena terlalu banyaknya jumlah labi-labi di Desa Belawa, satwa ini berpindah-pindah hingga ke jalan raya dan banyak labi-labi yang tertabrak mobil.

Labi-labi yang kini masih hidup di kolam masyarakat serta sungai-sungai di Desa Belawa merupakan sisa-sisa labi-labi yang dulu hidup secara alami di kolam-kolam masyarakat. Pada tahun 2008 kuya-kuya yang ada di kolam-kolam masyarakat dikumpulkan di satu kolam Cikuya. Kolam ini merupakan kolam yang dikeramatkan sehingga masyarakat tidak akan berani mengambilnya. Labi-labi yang terkumpul berjumlah 117 ekor. Selain Labi-labi-Labi-labi lokal, pada kolam ini dimasukkan juga kura-kura Brasil (Trachemys scripta elegans) dan labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis).

Keberadaan labi-labi di kolam Cikuya dijadikan sebagai obyek wisata yang banyak dikunjungi pengunjung. Para pengunjung sering member makanan berupa kerupuk dan ikan asin kepada labi-labi. Kios-kios makanan banyak dibangun di dekat kolam untuk melayani pengunjung. Untuk menambah ramainya obyek wisata maka didekat kolam Cikuya dibangun kandang-kandang satwa lainnya seperti beruk, monyet, ular dan beberapa jenis burung.

Berdasarkan data yang ada di POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Kuya Asih Mandiri, pada bulan Pebruari 2010 terjadi kematian labi-labi sebanyak 212 individu yang disebabkan oleh serangan jamur dan bakteri (Tabel 6). Kematian massal tersebut diduga disebabkan oleh bakteri Aeromonas

(54)

kolam-kolam masyarakat dan 14 ekor tukik sehat yang saat ini berada di kolam pembesaran 3.

Berdasarkan keterangan dari pengelola bahwa pada tahun 2011, labi-labi yang bertelur di kolam cikuya sedikit dan hanya ada 9 ekor tukik. Tukik-tukik tersebut dilepas ke kolam-kolam masyarakat karena ada indikasi terserang jamur. Labi-labi remaja yang ditemukan di sungai-sungai diduga merupakan labi-labi yang dulu dilepas pada tahun 2010 dan 2011.

Tabel 6 Kematian labi-labi akibat wabah penyakit pada tahun 2010 Kelas Umur Labi-labi Perkiraan Umur

(tahun)

*Data diambil dari catatan Dadan Hendrawan (Pengurus POKMASWAS)

Selain labi-labi lokal (Amyda cartilaginea) ditemukan juga labi-labi jenis lain yakni labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis) sebanyak satu individu. Labi-labi ini memiliki Panjang Lengkung Karapas (PLK) 22,9 cm dan Lebar Lengkung Karapas (LLK) 19,9 cm. Labi-labi Cina ditemukan di salah satu kolam masyarakat yang berdekatan dengan kolam Cikuya. Berdasarkan informasi dari masyarakat labi-labi Cina tersebut merupakan labi-labi yang dulu pernah dipelihara oleh pengelola namun telah dibuang ke parit.

4.1.3.2. Struktur Organisasi Pengelola

Gambar

Gambar 1  Skema kerangka pemikiran yang melandasi penelitian.
Tabel 1 Karakteristik satwa strategi-r dan strategi-K
Gambar 2  Peta lokasi penelitian.
Gambar 3 Mekanisme penandaan pada karapas labi-labi yang sekaligus sebagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana membuat sistem uji agar spektrometer digital ini dapat digunakan untuk mengukur panjang gelombang laser HeNe, lampu LED dan mencari hubungan linier antara pergeseran

Setiap latihan yang membutuhkan pasokan energi melebihi kebutuhan normal- fisiologis tubuh, bahkan menguras cadangan energi otot, sangat memerlukan waktu untuk pulih

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan uji statistik, ternyata secara empirik terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan menggunakan media gambar

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) secara keseluruhan keteram- pilan bolavoli kelompok siswa yang dilatih dengan latihan distribusi terbukti

Kasus disini adala ran$ dalam situasi menerima atau men8ari ,ertln$an.. F arena selama

Pada peternakan KJT, pola penurunan diare dan mortalitas anak babi lahir dari induk yang divaksinasi dengan vaksin ETEC dapat dilihat pada Gambar 4.. Penggunaan 2 dosis vaksin

Dari kelima parameter di atas menunjukkan indikasi bahwa proses elektrokoagulasi akan memberikan hasil yang optimum terhadap efisiensi pemisahan polutan dari limbah RPH pada

Sumber : Restuputri, et al (2015).. Sedangkan objek penelitian adalah para pekerja proyek di lapangan yang melakukan interaksi langsung dengan memperhatikan sistem