• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK

CTAB 5 % (100 ml)

- Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram.

- Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml aquades.

Tris HCl 1 M pH 8.0 (100 ml)

- Ditimbang Tris sebanyak 12.114 gram.

- Dimasukkan Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer.

- Diatur pH mencapai 8 dengan HCl (4.2 ml)

- Dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.

- Disterilisasi dengan autoklaf. Tris HCl 1 M pH 7.4 (50 m)

- Ditimbang Tris sebanyak 6.057 gram.

- Dimasukkan Tris ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 30 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer.

- Diatur pH mencapai 7.4 dengan NaOH 2.5 M.

- Dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 50 ml.

- Disterilisasi dengan autoklaf. EDTA O.5 M pH 8.0 (100 ml)

(2)

- Ditimbang NaOH sebanyak 2.0 gram.

- Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer.

- Diatur pH mencapai 8 dengan HCl.

- Dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.

- Disterilisasi dengan autoklaf. NaCl 5 M pH 7.7 (l00 ml)

- Ditimbang NaCl sebanyak 29.22 gram.

- Masukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades, diaduk di atas hot plate menggunakan stirrer.

- Dimasukkan ke dalam gelas ukur, , lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 100 ml.

- Disterilisasi dengan autoklaf. B. LARUTAN BUFFER

Buffer Ekstraksi/CTAB (100 ml)

- Dicampurkan 40 ml CTAB 5%, 25.1 ml NaCl 5 M, 4 ml EDTA 0.5 M pH 8.0, 10 ml Tris HCl 1 M pH 8.0 dan 20.8 ml aquades.

Buffer TAE 50 X (100 ml)

- Dicampurkan 24.2 ml Tris HCl 1 M pH 7.4, 5.7 ml Asam Asetat Glasial, 10 ml EDTA 0.5 M PH 8.0, dan aquades hingga volume larutan menjadi 100 ml.

Buffer TAE 1X (700 ml)

- Dilarutkankan 70 ml Buffer TAE 10 X dengan dan 630 ml aquades. Buffer TE (50 ml)

- Dicampurkan 0.5 ml Tris HCl 1 M pH 8.0, 0.1 ml EDTA 0.5 M pH 8.0 dan 49.4 ml aquades.

(3)

KIAA (Kloroform : Isoamilalkohol = 24 : 1 (50 ml) - Dicampurkan 48 ml Kloroform dan 2 ml Isoamilalkohol. Etanol 70 % (100 ml)

- Dicampurkan 70 ml Etanol dengan 30 ml aquades.

(4)

Lampiran 2. Alur Penelitian

Sampel Daun Bawang Merah

Isolasi DNA

Uji Kuantitas

PCR-RAPD

Elektroforesis

Analisis Hasil mplifikasi PCR

(5)

Lampiran 3. Proses Isolasi dan Purifikasi

Sterilisasi alat dan bahan dengan autoklaf (121 oC 1 atm)

Daun dibersihkan dan ditimbang sampel 3 gr

Daun digerus ditambahkan 0.1 g PVPP dan 0.5 ml b.e CTAB

Dimasukkan ke tabung mikro 2 ml yang diisi 1 ml b.e CTAB

Ditambahkan 10 µlβ-mercaptoetanol, lalu divortex hingga rata.

Tabung diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 650C, setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik dengan perlahan

Ditambahkan 1 ml larutan KIAA ke dalam tabung dan dikocok hingga homogen.

Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm

Fase atas dipindahkan ke tabung lain, ditambahkan 1 ml larutan KIAA. Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm

Fase atas dipindahkan ke tabung lain, ditambahkan 1 ml isopropanol dingin

Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Inkubasi suhu 4oC selama 30 menit.

Tabung disentrifugasi selama 10 menit kecepatan 13.000 rpm, lalu cairan isopropanol dibuang

Setelah cairan dibuang, kemudian pellet dicuci dengan etanol absolut lalu dikeringanginkan

(6)

Ditambahkan 30 µl buffer TE dan pellet DNA disuspensikan ke dalam buffer. Stok DNA yang diperoleh disimpan salam freezer pada

suhu ± 20 oC bila tidak digunakan.

(7)

Lampiran 4. Proses PCR-RAPD Komposisi Master Mix volume 25 µl

Go Taq PCR 12.5 µl Nuclease free wter 8.0 µl

Primer c.p 2.5 µl

DNA templak 2.0 µl

Tabel 1. Proses Amplifikasi PCR

No. Tahapan Suhu Jumlah Siklus Waktu

1 Denaturasi awal 94 oC 1 2 menit

2 Denaturasi 94 oC 45 1 menit

3 Annealing 36 oC 45 1 menit

4 Ekstension 72 oC 45 2 menit

5 Ekstension akhir 72 oC 1 10 menit 6 Kondisi akhir PCR 4 oC 1 Tak terbatas

Total waktu ± 3 jam 51 menit

(8)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1998. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.

Allard, R.W. 2005. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. New York.

Azrai, M. 2005. Pemanfaatan Markah Molekuler Dalam Proses Seleksi Pemuliaan Tanaman. Jurnal AgroBiogen 1:26-37.

Bardacki, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turki Jurnal Biol 25:185-196.

Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara (BRSPSU). 2015. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan Bawang Merah Tahun 2014. Medan.

Brewster. J.L. 2008. Onions and Other Vegetable Allium, 2nd Edition. CAB International. Oxfordshire.

Chen, H.A. 2000. PCR [online]. Chen'sown protocols: Chen’s protocol list: PCR. http://users. breathe.com/hachen/protocols/PCR.html.

Ebrahimi, R, Z., Zamani, A. Kashi. 2009. Genetic diversity evaluation of wild persial shallot (Allium hirtifolium Boiss.) using morphological and RAPD markers. Scientia Horticulturae 119:345-351.

Fatchiyah, Arumingtyas, E.L., Widyarti, S., dan Rahayu, S. 2011. Biologi Molecular: Prinsip Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta.

Ferreira, M.E dan D. Gratapaglia. 1998. Introducao Ao Uso De Marcadores Em Analise Genetic. Embrapa-Cenargen.Brasilia.

Hittalmani, S., M.R. Foolad, T. Mew, R.L. Rodriguez, dan N. Huang. 1995. Development of a PCR-Based Marker to Identify Rice Blast Resistance-Gene, Pi-2(t) in a Segregating Population. Theor. Appl. Gen. 91:9-14. Ishak. 1998. Identifikasi DNA Genom Mutan Padi Atomita-2 dan Tetuanya

Menggunakan RAPD Markers. Zuriat 9: 71-83.

Lee, G. A., Kwon, S. J., Park, Y. J., Lee, M. C., Kim, H. H., Lee, J. S., Young, S. Y., Gwag, J. G., Kim, C. K., Ma, K. H. 2011. Crossamplification of SSR markers developed from Allium sativum to other Allium species. Scientia Horticulturae 128:401-407.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI). 2010. Hasil Identifikasi Bawang Merah. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

(9)

loci from the genome of garlic (Allium sativum L.). Scientia Horticulturae 122:355-361.

Maftuchah dan A. Zainuddin. 2013. Studi Pendahuluan Variasi Genetik Jarak Pagar (Jatrpha curcas L.) Lokal Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (123-131).

Mahardika, I.G.N.K. 2003. Polymerase Chain Reaction. Laboratorium Virologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar.

Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W. 2006. Biokimia Harper. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Mullis, K., Faloona, F., Scharf, S., Saiki, R., Horn, G. and Erlich, H. 1986. Spesific Enzymatic Amplification of DNA Invitro: The Polymerase Chain Reaction. Cold Spring Harbor Symp. Quantit. Biol. 51:263–273.

Numba, S. 2010. Analisis Keragaman Genetic Kultivar Kentang Dan Kentang Spesies Liar. J. Agrivigor 9 (3):305-316, Mei-Agustus 2010; ISSN1412-2286.

Orozco-Castillo, Chalmers, K.J., Waugh, R., Powell, W. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene introgression on coffe using RAPD markers. Theor. Appl. Genest. 87.934-940.

Ovesna, J. L., Kucera, J., Hornickova, L., Svobodova, H., Stavelikova, J., Valisek, L., Milella. 2011. Diversity of S-alk(en)nyl cystein sulphoxide content with a collection of garlic (Allium sativum L.) and its association with the morphological and genetic background assessed by AFLP. Scientia Horticulturae 129:541-547.

Perrier, X dan J.P. Jacquemoud-Colled. 2006. DARwin Software. http://darwin.cirad.fr/darwin

Pitojo, S. 2003. Benih Bawang Merah. Kansius. Yogyakarta.

Prana KD, NS Hartati. 2003. Identifikasi Sidik Jari DNA Talas (Colocasia esculenta L. Schott) Indonesia dengan Teknik RAPD (RandomAmplified Polymorphic DNA). Skrining Primer dan Optimasi Kondisi PCR. J. Natur Indonesia Vol 5 (2): 107-112.

Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta.

, R. 1995. Bawang Merah Budidaya Dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jakarta.

(10)

morphological characterization and RAPD Markers. Plant Soil Environment49 (4): 176-182.

Sambrook, J, Fritsch E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning A Laboratory Manual. Second Edition. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr. Sianipar, J.F.2015. J. Agronom. (151) : 1962-1972. Desember 2015. E-ISSN No.

2337-6597.

Sinclair, P. 1988. The Botany of Onions. Australian Onion Grower. Vol 5:7-10.

Siregar,E. 2016. Bawang merah Impor Ada pada Tahun 2013 dan 2014. Antara Sumut. Diakses melalui

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sumarni, N. dan Hidayat, A. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang.

Sumarsono. 2000. Keanekaragaman Genetik Lima Populasi Kelapa Dalam Dari Jawa Berdasarkan Penanda RAPD. Tesis. PPS IPB. Bogor, hlm. 12-18.

Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.

Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Gadjah Mada University Press. Prosea Indonesia – Balai Penel. Hortikultura Lembang.

Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Williams, J.G.K., Kubaik, A.R., Livak, K.J., Rafalski, J.A., and Tinge,y S.V. 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acid Research 18:6531-6535.

Wilson, K. dan Walker, J. 2010. Principles and Techniques of Biochemistry and Molecular Biology. Cambridge University Press. Cambridge

Wirnas, D. 2005. Analisis Kuantitatif Dan Molekular dalam Rangka Mempercepat Perakitan Varietas Baru Kedelai Toleran Terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Falsafah Sains. PPS 702.

Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andi Offset. Yogyakarta.

(11)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan dimulai pada bulan Maret hingga Mei 2016

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah daun muda bawang

merah dari beberapa aksesi di Samosir, cetyl trimethyl ammonium bromide

(CTAB) 5%, polyvinilpolypyrolidone (PVPP), buffer ekstraksi CTAB, buffer

TAE, buffer TE, kloroform, isoamilalkohol, NaCl, NaOH, ethylenediamine

tetraacetic (EDTA), HCl, alkohol 70% an absolut, isopropanol, agarose, tris, asam asetat glacial, ethidium bromide (EtBr), DNA marker I00bp Ladder, Go Taq

Green Master Mix, nitrogen cair, loading dye, aquabidestila, primer (OPA-2,

OPA-4, OPA-19, dan OPA-20), label, dan tissue.

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah gunting, timbangan

digital, hot plate, mortar, centrifuge, tabung eppendorf 2 ml, freezer, vortex,

mikro pipet 1-50 µl, 100-500 µl, dan 200-1000 µl, sarung tangan karet, tips pipet

(kristal, kuning, biru), autoklaf, kamera, penangas air (water bath), oven, pH

meter, magnetic stirrer, alat-alat gelas (beaker gelas, erlenmeyer, dll), UV

Transluminator (UV Tec Cambridge 20 UV), elektroforesis (Power PAC 3000,

Biorad), PCR (Therma Cycler), Gel-Doc (UV Cambridge), power supply, spektrofotometri, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Metode RAPD (Random

(12)

Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel Daun

Daun bawang merah yang digunakan adalah daun dari enam aksesi di

Samosir yaitu aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi Simanindo,

dan Pangururan. Daun yang dipilih masih muda/lembut berwana hijau muda,

kemudian dicuci bersih, dilap dengan tissue lalu dibawa ke Laboratorium Terpadu

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Isolasi dan Pemurnian DNA

Daun bawang merah dicuci dan dikeringkan dengan tissue kemudian

ditimbang masing-masing 0,3 gram. Daun dipotong melintang dengan gunting.

Kemudian daun dimasukkan ke dalam mortar lalu digerus searah jarum jam untuk

membantu memecah dinding sel secara mekanik. Lalu ditambahkan 0,5 ml buffer

ekstraksi CTAB, dan 0,1 g PVPP sebagai antioksidan, lalu digerus lagi hingga

benar-benar halus, kemudian sampel dipindahkan ke dalam tabung eppendorf

2 ml yang telah diisi 1 ml buffer ekstraksi CTAB (bermuatan positif) untuk

memisahkan polisakarida dari DNA (bermuatan negatif). Kemudian ditambahkan

10 µl β-mercaptoetanol supaya menghambat enzim polifenol oksidase

mendegradasi rantai DNA dan senyawa fenol teroksidasi yang ditandai dengan

terbentuk warna coklat pada jaringan tanaman. Tabung divortex hingga rata.

Setelah itu tabung diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 650C,

setiap 10 menit sekali tabung dibolak balik dengan perlahan-lahan. Dimasukkan

1 ml larutan KIAA ke dalam tabung dan dikocok hingga homogen menghilangkan

kontaminasi akibat polisakarida. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan

13.000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit untuk memisahkan

molekul-molekul berdasarkan bobot molekul-molekulnya.

(13)

Bila ekstraksi berhasil maka supernatan akan terpisah. Supernatan yang

diperoleh dipindahkan pada tabung eppendorf 2 ml yang lain dan ditambahkan

lagi dengan KIAA lalu disentrifugasi 13.000 rpm lagi selama 10 menit. Setelah

itu, supernatant dipindahkan pada tabung lain dan ditambahkan isopropanol

dingin. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus

putih yang muncul. Benang yang muncul tampak jelas, tabung disimpan ke dalam

freezer pada suhu 4oC selama 30 menit. Setelah 30 menit, tabung disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit. Kemudian cairan isopropanol

dalam tabung dibuang sedangkan benang-benang halus yang telah mengendap di

dasar tabung ditinggalkan dan dikeringanginkan. Setelah kering, DNA dan

permukaan dalam tabung dicuci dengan etanol absolut kemudian

dikeringanginkan lagi. Setelah itu, dilarutkan dengan 30 µl buffer TE dan dispin

manual agar terbentuk suspensi antara pelet dengan buffer TE. Stok DNA yang

diperoleh disimpan dalam freezer pada suhu ± 20 oC bila tidak digunakan

(Orozco-Castillo dkk., 1994).

Meskipun demikian, dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan

suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa kontaminan yang dapat mengganggu

reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan

keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering

menyulitkan dalam isolasi asam nukleat (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Uji Kuantitas DNA

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat nanophotometer. Larutan

stok DNA diambil sebanyak 2 µl, kemudian alat dijalankan. Absorbansi (Å)

diukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Tingkat kemurnian DNA

ditentukan dengan nilai perbandingn Å260/Å280. Sampel DNA murni akan

(14)

menghasilkan rasio Å260/Å280 berkisar 1,8-2,0. Nilai kemurnian yang lebih dari

2,0 menunjukkan bahwa sampel mengandung kontaminan RNA, sedangkan nilai

kemurnian yang kurang dari 18,0 menunjukkan bahwa sampel mengandung

kontaminan protein (Wilson dan Walker, 2010).

Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut

sempurna. DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap

cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang

kontaminan protein atau phenol dapat menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan

adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat

diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai

absorbansi 280 (Å260/Å280) (Fatchiyah dkk., 2011).

Amplifikasi dan Genotyping

Persiapan awal PCR adalah mencairkan komponen untuk running PCR yaitu

paket PCR produksi Promega dalam kotak berisi pecahan es. Pembuatan larutan

master setiap sampel yang akan digunakan terdiri atas: ddH2O 8,0 µl, Go tag 12,5,

aliquot primer 2,5 µl. Dari tube diambil 21 µl ke tube yang lain sehingga

diperoleh 24 tube untuk PCR dan ditambahkan masing-masing DNA sebanyak 4

µl. Kemudian tabung diisi manual. Tabung berisi stok DNA dan campuran master

dimasukkan dalam block sampel dimesin PCR dengan suhu annealing 36ºC.

Reaksi amplifikasi Gene Amp PCR Applied Biosystem di desain waktu, suhu, dan

jumlah siklus termal 45 kali (3 jam 51 menit).

Keberhasilan teknik ini ditentukan oleh ada tidaknya situs penempelan

primer, kemurnian DNA dan keutuhan DNA cetakan (Bardakci, 2001).

(15)

Konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kontaminan yang

menggangu reaksi amplifikasi (Chen, 2000).

Meskipun demikian dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan

suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa kontaminan yang dapat mengganggu

reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan

keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering

menyulitkan dalam isolasi asam nukleat (Maftuchah dan Zainuddin, 2013).

Elektroforesis

Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5%

(b/v). Agarose ditimbang 1,95 g kemudian dilarutkan dengan menambahkan

130 ml buffer TAE 1x. Larutan tersebut dimasukan ke dalam erlenmeyer,

kemudian dipanaskan dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larutan

menjadi bening. Setelah larutan dipanaskan kemudian didingikan dan ditambah

larutan etidium bromide 3 µl kemudian dipanaskan kembali lalu didinginkan

dengan cara yang sama. Setelah larutan agak dingin (suhu ± 60º C) larutan

dimasukkan dalam cetakan agar yang telah dipasang sisir pembuat lubang (

well-forming combs) dan dibiarkan memadat selama ± 40 menit atau sampai gel mengeras. Well-forming combs dilepas secara perlahan dan gel agarose siap

digunakan untuk elektroforesis.

Untuk elektroforesis tray yang berisi gel agarose diletakkan dalam tank

elektroforesis dan larutan buffer TAE 1x dituang ke dalam tank tersebut ± 670 ml

(hingga terendam) hingga 1 mm diatas permukaan gel atau sampai batas yang

telah ditemukan. Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam sumur

pada gel.

(16)

Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam sumur (well), tank

elektroforesis ditutup dan dihubungkan dengan arus listrik. Kemudian proses

elektroforesis siap dijalankan. Running elektroforesis dilakukan pada kondisi

70 volt selama 80 menit. Setelah running elektroforesis selesai arus listrik

dimatikan dan tray diambil dengan menggunakan sarung tangan. Visualisasi DNA

yang telah dielektroforesis dilakukaan dengan UV transluminator dan jika

pita/band molekul DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.

Analisis Data

Penentuan Skoring Marka RAPD

Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-RAPD diskoring

berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan

sebagai alel RAPD. Keragaman alel RAPD ditentukan dari perbedaan migrasi alel

pada gel masing-masing individu sampel. Berdasarkan ada atau tidaknya pita,

profil pita diterjemahkan ke dalam data biner. Pita yang muncul diberi kode 1

(ada) dan 0 (tidak ada) ( Ferreira dan Grattapaglia, 1994).

Penentuan Ukuran Pasangan Basa

Ukuran fragmen basa (pasangan basa = bp) produk PCR ditentukan

dengan menggunakan software UVITEC Cambridge Fire Reader. Fragmen DNA

yang digunakan yaitu 1000 bp DNA ladder. Dengan menggunakan software

UVITEC Cambridge FireReader maka ukuran pita DNA hasil amplifikasi dapat

terukur pada gambar. Ukuran pita DNA (base pairs) ini akan berpacuan dari

ladder yang kita gunakan. Program ini akan mengukur pita yang muncul berdasarkan ukuran ladder yang digunakan. Pengukuran pola pita yang terbentuk

ini dengan pendar cahaya DNA yang terbentuk saat proses elektroforesis dengan

sinar UV.

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Geografis Enam Aksesi Bawang Merah di Samosir

Sampel diambil dari enam aksesi (Sianjur mula-mula, Harian,

Nainggolan, Palipi Simanindo, dan Pangururan) bawang

merah (Allium ascalonicum L.) di Samosir memiliki data nomor, aksesi,

ketinggian tempat, dan umur tanaman sebagai berikut pada Table 1.

Tabel 1. Data geografis enam aksesi bawang merah di Samosir

Nomor Aksesi Ketinggian

Tempat (mdpl)

Umur Tanaman (MST)

1 Sianjur mula-mula 1100 2

2 Harian 1000 4

3 Nainggolan 1100 3

4 Palipi 1200 2

5 Simanindo 1000 2

6 Pangururan 1000 3

Terlampir pada tabel 1. umur bawang merah yang dianalisis berkisar

2-4 minggu setelah tanam (MST). Karena pada saat pengambilan sampel, bawang

merah pada masing-msing aksesi ditanam dengan waktu tanam yang tidak

serentak dan petani di Samosir tidak menentukan waktu penanaman yang

bersamaan dengan petani lain. Umur tanaman 2-4 MST masih dalam masa

vegetatif dan memenuhi kriteria untuk isolasi DNA yaitu masih meristematik dan

tingkat polisakarida yang rendah. Ini akan membantu memidahkan isolasi dan

purifikasi DNA. Selain umur tanaman, ketinggian tempat asal tanaman (sampel)

bawang merah juga berbeda namun tidak signifikan hanya berkisar 1000-1200

(18)

Hasil Uji Kuantitas DNA

Tabel 2. Hasil uji kuantitatif DNA enam aksesi bawang merah di Samosir

Nomor Aksesi Konsentrasi DNA

(ng/µl)

Kemurnian Å260/Å280

1 Sianjur mula-mula 214 2,088

2 Harian 341 1,949

3 Nainggolan 135 2,077

4 Palipi 184 2,061

5 Simanindo 181 2,028

6 Pengururan 152 2,040

Nilai kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi diperoleh dengan Uji

kuantitatif DNA dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang

260 nm dan 280 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum

untuk asam nukleat sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan

maksimum untuk protein.

DNA yang berkualitas tinggi dengan tingkat kemurnian yang tepat

dibutuhkan untuk mendapatkan hasil amplifikasi yang baik dari reaksi PCR. Stok

DNA yang diperoleh dari hasil isolasi daun segar tanaman bawang merah

(Tabel. 2) rata-rata 2,040 dengan selang 1,949-2,088 menunjukkan tingkat

kemurnian yang sesuai dengan Sambrook dkk., (1989) yaitu 1,80-2,00. Apabila

tingkat kemurnian di luar batas selang tersebut berarti masih terdapat kontaminan

yang berupa fenolik, karbohidrat, protein, dan RNA. Kuantitas DNA yang

dihasilkan mempunyai kisaran 135-341 ng/ul. Jumlah ini relatif cukup banyak dan

dapat digunakan untuk reaksi PCR sampai ratusan kali.

Rata-rata konsentrasi DNA yang diperoleh hasil isolasi dan purifikasi

adalah 197 dengan selang 135-341. Tingkat kemurnian cukup baik dan sesuai,

terbukti dari amplifikasi dan genotyping DNA berhasil dilakukan. Salah satu

(19)

diisolasi masih muda. Penggunaan organ muda tanaman karena masih

meristematik dan daun bawang merah sendiri tidak mengandung polisakarida

yang tinggi. Sesuai dengan literatur Hittalmani et al. (1995) yang menyatakan

bahwa identifikasi dilakukan pada level DNA, tidak dipengaruhi oleh lingkungan

dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan tanaman.

Hasil PCR dengan marka RAPD

Hasil amplifikasi menggunakan empat primer yang digunakan yaitu

OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20 pada enam aksesi bawang merah yang

menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskoring, sehingga hasilnya

dapat dianalisis.

Gambar 1.Elektroforegram amplifikasi DNA enam aksesi bawang merah dengan primer OPA-2 dan OPA-4.

ket; M = marker ladder 100 bp, (1) Sianjur mula-mula, (2) Harian, (3) Nainggolan, (4) Palipi, (5) Simanino, dan (6) Pangururan.

Amplifikasi PCR dengan primer OPA-2 dan OPA-4 dari enam DNA sampel menghasilkan 12 pita 100 bp (Gambar 1).

Gambar 2. Elektroforegram amplifikasi 6 DNA Bawang merah dengan primer OPA-19 dan OPA-20. ket; M = marker ladder 100 bp, (1) Sianjur mula-mula, (2) Harian, (3) Nainggolan,

(4)Palipi, (5) Simanino, dan (6) Pangururan.

M 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp 1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp

M 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

(20)

Amplifikasi PCR dengan primer OPA-19 dan OPA-20 pada enam DNA

sampel menghasilkan 12 pita dengan ukuran 100 bp (Gambar 2).

Hasil amplifikasi DNA yang dihasilkan dengan teknik RAPD

menggunakan mesin PCR menunjukkankan bahwa pola pita yang dihasilkan

tidak bervariasi. Keempat primer ini dapat mengenali DNA bawang merah

sehingga primer ini dapat melakukan komplemen sekuen DNA. Ukuran pasangan

basa yang sama antar aksesi bawang merah menunjukkan sifat monomorfis dari

keseluruhan aksesi yang diidentifikasi.

Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dengan UV transluminator

menampilkan pita/band molekul DNA yang tampak terang. Hal ini membuktikan

bahwa kemurnian dan konsentrasi DNA memenuhi syarat dan cukup baik

sehingga primer dapat menempel (annealing) pada untaian DNA bawang merah,

akan tetapi intensitas pita hasil visualisasi sedikit berbeda satu sama lain.

Williams dkk., (1990) menyatakan bahwa bila pita yang muncul memiliki ukuran

basa dan intensitas yang bervariasi dipengaruhi oleh sebaran situs penempelan

primer pada genom, kemurnian DNA dan konsentrasi DNA dalam reaksi.

Tabel 3. Hasil amplifikasi empat primer yang digunakan

Primer Urutan Basa (5'-3')

Jumlah Aksesi yang Tidak Teramplifikasi

OPA-2 TGCCGAGCTG -

OPA-4 AATCGGGCTG -

OPA-19 CAAACGTCGG -

OPA-20 GTTGCGATCC -

Pola pita yang dihasilkan oleh empat primer yang digunakan

memperlihatkan pola pita yang tidak berbeda. Ukuran pita-pita yang dihasilkan

terletak pada 100 bp. Total pola pita dari keempat primer yang tampak sebanyak

empat dengan rata-rata satu pita per primer yang monomorfik 100%.

(21)

Penelitian ini menggunakan primer acak (random primer) lebih dari satu,

agar hasil analisis yang dilakukan lebih akurat. Masing-masing primer dengan

urutan basa yang berbeda. Sehingga peluang besar untuk mendeteksi perubahan

dan perbedaan pada gen tanaman bila ada. Menurut Ishak (1998), penggunaan

primer yang lebih dari satu dikarenakan semakin banyak jenis primer yang

digunakan akan menambah kemampuan mendeteksi perubahan yang kecil dan

pasangan yang kecil dan pasangan basa genom.

Kualitas DNA yang diperoleh cukup bagus karena keseluruhan DNA

contoh dapat teramplifikasi dengan PCR menggunakan primer acak (random

primer). Hal ini sesuai dengan pernyataan Numba (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan PCR adalah ukuran/panjang primer yang digunakan,

tingkat konsentrasi dan kemurnian DNA, komposisi primer acak (urutan

nukleotida) yang digunakan dan enzim Taq DNA polymerase.

Tabel 4. Jumlah fragmen DNA dan tingkat keinformatifan masing-masing primer

No Primer

Ukuran Pita (bp) Jumlah Total Pita DNA Pola Pita DNA Persentase Pita Monomorfik (%)

1 OPA-2 100 1 Monomorfik 100%

2 OPA-4 100 1 Monomorfik 100%

3 OPA-19 100 1 Monomorfik 100%

4 OPA-20 100 1 Monomorfik 100%

TOTAL 400%

Rata-rata 100%

Pola pita monomorfisme ini menggambarkan tidak adanya tingkat

keragaman genetik dari bawang merah yang dianalisis. Bila tingkat keragaman

genetik diantara aksesi bawang merah tinggi, seharusnya menunjukkan pita

polimormik, dimana jumlah dan pola pita yang bervariasi. Maka tidak perlu

(22)

tanaman yang dianalisis menggunakan software DARwin 5.05

(Perrier dan Jacquemoud-Collet, 2006).

Hasil analisis pola pita monomorfis 100% menunjukkan bahwa perbedaan

warna, panjang, dan ketebalan daun tersebut tidak disebabkan karena adanya

keragaman genetik bawang merah. Tetapi karena keadaan lingkungan yang tidak

sama di setiap areal pertanaman petani seperti kondisi tanah yang berbatu, air

tanah, intensitas cahaya matahari dan sumber air. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Allard (2010) yang menyatakan bahwa gen dari tanaman tidak dapat

menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada dalam

kondisi yang sesuai. Jika mereka berada dalam kondisi yang tidak sesuai maka

tidak ada pengaruh gen terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah

tingkat keadaan lingkungan.

(23)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil analisis dari enam aksesi (Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan,

Palipi Simanindo, dan Pangururan) bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Samosir berdasarkan empat primer (OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20)

menunjukkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 100 bp dan

persentase pita monomorfik 100%. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada

keragaman genetik dari enam aksesi bawang merah yang diamati di Samosir.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis bawang merah

dari aksesi di daerah lain dengan cangkupan yang lebih luas dengan menggunakan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai

berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

kelas Monocotyledonae, ordo Liliales, famili Liliaceae, genus Allium,

spesies Allium ascalonicumL.

Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil

memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna

hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya

relatif pendek (Rukmana, 1994).

Tanaman bawang merah memiliki batang sejati (discus), yang merupakan

bagian seperti kayu yang berada pada dasar umbi bawang merah, sebagai tempat

melekatnya perakaran dan mata tunas. Pangkal daun akan bersatu dan membentuk

batang semu. Yang kelihatan seperti batang pada tanaman bawang merah

sebenarnya merupakan batang semu yang akan berubah bentuk dan fungsinya

sebagai umbi lapis (Sinclair, 1988).

Bentuk daun bawang merah memanjang seperti pipa dan berbentuk bulat,

tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang

daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagiaan bawahnya melebar dan

membengkak. Daun berwarna hijau (Brewster, 2008).

Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna, memiliki benang sari

dan kepala putik. Tiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna

putih, enam benang sari yang berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah

putik. Kadang-kadang di antara kuntum bunga bawang merah ditemukan bunga

(25)

bunga banyak, namun bunga yang berhasil mengadakan persarian relatif sedikit

(Pitojo, 2003).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji

berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau

putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat

dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara generatif

(Rukmana, 1995).

Umbi bawang merah merupakan umbi ganda ini terdapat lapisan tipis yang

tampak jelas, dan umbi-umbinya tampak jelas juga sebagai benjolan kekanan dan

kekiri, dan mirip siung bawang putih. Lapisan pembungkus siung umbi bawang

merah tidak banyak, hanya sekitar 2 sampai 3 lapis dan tipis yang mudah kering.

Sedangkan lapisan dari setiap umbi berukuran lebih banyak dan tebal. Maka besar

kecilnya siung bawang merah tergantung oleh banyak dan tebalnya lapisan

pembungkus umbi (Suparman, 2010).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering.

Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang

tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang

maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32 °C, dan kelembapan nisbi

(RH) 50-70 % (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan

ketinggian tempat 10-250 meter diatas permukaan laut (mdpl). Pada ketinggian

(26)

yang berarti suhunya rendah pertumbuhan tanaman terhambat dan umbinya

kurang baik (Wibowo, 2007).

Tanah

Bawang merah menghendaki struktur tanah remah. Tanah remah memiliki

perbandingan bahan padat dan pori-pori yang seimbang. Bahan padat merupakan

tempat berpegang akar. Tanah remah lebih baik daripada tanah bergumpal

(AAK, 1998)

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur

sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup,

dan reaksi tanah tidak masam (pH tanah : 5,6-6,5). Tanah yang paling cocok

untuk tanaman bawang merah adalah tanah aluvial atau latosol

(Sutarya dan Grubben, 1995).

Keragaman Genetik

Untuk mempelajari keanekaragaman genetik pada tanaman dapat

dilakukan dengan cara analisis langsung terhadap sifat morfologi agronomi,

melalui penggunaan penanda tertentu baik pada tingkat sitologi maupun

molekuler, ataupun melalui analisis kimiawi jaringan tanaman. Penanda adalah

karakter yang dapat diturunkan dan berasosiasi dengan genotip tertentu.

Sedangkan penanda DNA dapat digunakan untuk menganalisis keanekaragaman

genetik dengan lebih baik karena penanda DNA mampu menampakkan

polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak, konsisten, dan tidak

dipengaruhi lingkungan (Sumarsono, 2000).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab

keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada

(27)

menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman

akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan

tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama

(Sitompul dan Guritno, 1995).

Lingkungan yang sering mempengaruhi tanaman adalah lingkungan yang

terdapat dekat di sekitar tanaman dan disebut lingkungan mikro. Faktor ini

tergantung dari gen tanaman menerima respon dari lingkungan tersebut. Gen dari

tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila

mereka berada dalam kondisi yang sesuai. Jika mereka berada dalam kondisi yang

tidak sesuai maka tidak ada pengaruh gen terhadap berkembangnya karakteristik

dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan (Allard, 2005).

Genetik molekuler memainkan peranan penting pada berbagai aspek

konservasi tanaman seperti untuk deteksi, karakterisasi yang dulu dilakukan

secara langsung dengan pengamatan fenotipik. Dengan kemajuan dibidang biologi

molekuler pengamatan dapat dilakukan dengan lebih teliti pada level DNA yaitu

dengan bantuan penanda DNA. Bila dibandingkan pengamatan fenotipik,

karakterisasi dengan bantuan penanda molekuler manjanjikan akurasi dan

efisiensi yang lebih tinggi. Identifikasi dilakukan pada level DNA, tidak

dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat dilakukan pada tahap awal pertumbuhan

tanaman (Hittalmani et al., 1995).

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction / PCR) adalah

metode amplifikasi suatu sekuen DNA tertentu. PCR merupakan cara yang

sensitif, selektif, dan sangat cepat untuk memperbanyak sekuen DNA yang

(28)

melipatkgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan

cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary

B. Mullis. Metode PCR tersebut sangat sensitive. Sensivitas tersebut menjadikan

PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Kelebihan lain

metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan

komponen dalam jumlah sangat sedikit (Yuwono, 2006).

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil PCR adalah: konsentrasi dan

kemurnian DNA contoh, ukuran/panjang primer, komposisi primer (urutan

nukleotida), konsentrasi ion magnesium, dan enzim Taq-DNA polymerase

(Numba, 2010).

Primer adalah suatu sekuen pendek DNA yang menunjukkan adanya

polimorfisme antara individu berbeda dalam satu spesies. Penanda molekuler

mempunyai tingkat polimorfisme yang sangat tinggi, jumlahnya tidak terbatas,

tidak dipengaruhi oleh lingkungan, dan tingkat heritabilitasnya hampir 100%.

Suatu penanda akan efektif jika dapat membedakan antara dua tetua yang berbeda

genotipenya dan dapat dideteksi dengan mudah dalam populasi yang diuji

(Wirnas, 2005).

Primer berupa untai DNA pendek yang menempel pada fragmen DNA

target serta sebagai tempat awal terjadinya replikasi. Reaksi PCR membutuhkan

suatu buffer yang mengandung MgCl2 karena aktivitas enzim polimerase

dipengaruhi oleh konsentrasi ion Mg2+. Ion Mg2+ akan menstimulasi aktivitas

enzim secara maksimal pada konsentrasi 2 mM. Jika konsentrasinya lebih tinggi,

maka dapat bersifat sebagai inhibitor (Sambrook, 1989).

Bila pita yang muncul memiliki ukuran basa dan intensitas yang

(29)

penempelan primer pada genom, kemurnian DNA, dan konsentrasi DNA dalam

reaksi. Banyaknya pita yang dihasilkan pada setiap primer tergantung pada

sebaran situs yang homolog pada genom (Williams dkk., 1990).

Keunggulan PCR yaitu Polimerase-DNA dapat diarahkan untuk sintesis

wilayah DNA tertentu. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat

alami replikasi DNA. Dalam proses tersebut, polimerase DNA menggunakan

DNA berserat tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis serat baru yang

komplementer. Cetakan berserat tunggal dapat diperoleh dengan mudah

dilaboratorium melalui pemanasan DNA berserat ganda pendek untuk memulai

(prime) proses sintesis. Posisi awal dan akhir sintesis DNA pada PCR dapat

ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang

menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti

dan PCR menghasilkan amplifikasi wilayah DNA tertentu. Serat DNA dapat

berfungsi sebagai cetakan untuk mensintesis bila primer oligonukleotida

disediakan untuk masing-masing serat (Mahardika, 2003).

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Penanda molekuler dapat dilakukan dengan RLFP (Ristriction Fragment

Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSR (Single

Sequence Repeat), dan RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA). (Ebrahimi

et al., 2009, Ovesna et.al., 2011, Ma et al., 2009, Lee et al., 2011). Penanda RAPD memiliki kelebihan yaitu lebih sederhana, DNA yang dibutuhkan sedikit,

mampu menghasilkan polimorfisme lebih cepat. Kekurangan metoda RAPD

adalah tingkat pengulangan yang rendah, tetapi dapat dijaga dengan konsistensi

kondisi PCR (Prana dan Hartati, 2003).

(30)

Salah satu pendekatan untuk mengetahui keragaman genetik dan hubungan

kekerabatan serta mendeteksi pohon induk yang berproduksi tinggi adalah

menggunakan RAPD. RAPD merupakan marka molekuler yang lebih cepat, lebih

murah dan lebih mudah dibandingkan AFLP dan RFLP dalam mempelajari

keragaman genetik, hubungan kekerabatan antar genotip dan identifikasi varietas.

Marka DNA hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai indikator seleksi tanpa

dipengaruhi lingkungan, juga dapat digunakan mengidentifikasi aksesi-aksesi,

koleksi plasma nutfah baik itu hasil persilangan atau yang berasal dari daerah lain

tanpa menunggu tanaman tersebut berproduksi dan materi-materi genetik hasil

persilangan diperlukan untuk evaluasi dalam upaya penemuan varietas unggul

produksi tinggi (Samal et al., 2003).

Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat

menempel pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang

homolog dengan spesifitas penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang

teramplifikasi berdasarkan pilihan penempelan yang bersifat acak dan tidak harus

berkaitan dengan gen tertentu. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan

mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat

dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu

menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat

membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak

diketahui latar belakang genomnya, baik organisme tingkat tinggi (eukariot)

maupun organisme tingkat rendah (prokariot) (Bardakci, 2001).

Keunggulan teknik RAPD antara lain kuantitas DNA yang dibutuhkan

sedikit, hemat biaya, mudah dipelajari dan primer yang diperlukan sudah banyak

(31)

RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi awal. Teknik RAPD telah banyak

diaplikasikan dalam kegiatan pemuliaan tanaman, antara lain analisis keragaman

genetik plasma nutfah tanaman (padi, kapas, dan jeruk mandarin), dan analisis

populasi genetik tanaman (kakao dan kelapa) (Azrai, 2005).

(32)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan satu dari berbagai tanaman hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan baik dari dataran

rendah sampai dataran tinggi di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Petani di

Samosir membudidayakan bawang merah dan menjadikan itu sebagai mata

pencaharian mereka. Namun sampai sekarang ini fluktuasi harga bawang merah

tergolong tinggi sehingga mempengaruhi perekonomian petani.

Hasil penelitian LIPI (2010), ternyata bawang merah mengandung

senyawa yang berkhasiat sebagai anti inflamasi dan antioksidan seperti kuersetin

untuk antikanker pada regulasi siklus sel. Kandungan lain dari bawang merah

diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat.

Potensi bawang merah yang berperan penting untuk keperluan medis, kosmetik,

dan bumbu yang tidak tergantikan menjadi alasan utama mengapa bawang merah

akan semakin diminati di masa mendatang. Maka perlu dilakukan upaya

pemuliaan tanaman agar diperoleh sumber bahan tanam yang unggul yang dapat

menghasilkan kualitas tinggi. Salah satu dasar pemuliaan tanaman adalah adanya

ketersediaan keragaman yang tinggi pada tanaman tersebut, sehingga

memungkinkan dapat dilakukan seleksi terhadap bibit yang diinginkan.

Prospek dan potensi bawang merah sangat besar, dapat dilihat dari

kebutuhan bawang merah yang semakin meningkat berbanding lurus dengan

pertambahan penduduk. Oleh karena itu pengusahaan bawang merah Sumatera

Utara perlu ditingkatkan dalam kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Data BRSPSU

(2015) menyatakan bahwa produksi bawang merah tahun 2014 sebesar 7.810 ton.

(33)

menurunnya produktivitas sebesar 0,14 ton per hektar (1,74%) dan luas panen

menurun sebesar 45 hektar (4,29%) dibandingkan tahun 2013. Sehingga

diperlukan impor bawang merah untuk menutupi kekurangan dari kebutuhan

bawang merah tersebut. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Sumatera Utara

mengimpor bawang merah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Terbukti

dari laporan Siregar (2016) di Antara Sumut, pada tahun 2014 pemerintah

Sumatera Utara mengimpor bawang merah 15.684 ton dari Thailand, India, dan

Vietnam.

Impor bawang merah dapat ditekan dengan pengembangan bawang merah

melalui kegiatan pemuliaan seperti karakterisasi dan evaluasi keragaman genetik

untuk menghasilkan klon berdaya hasil tinggi. Strategi penelitian dan

pengembangan bawang merah di Sumatera Utara diarahkan pada efisiensi usaha

tani dan peningkatan produktivitas melalui perbaikan dalam hal budidaya dan

genetik tanaman.

Dalam pengelolaan plasma nutfah, karakterisasi tanaman diperlukan

untuk mengidentifikasi jenis atau varietas bawang merah dalam menyusun

deskripsi varietas tetua sebagai substansi sifat keturunan yang diseleksi pada

program pemuliaan, dan menentukan kekerabatan atau hubungan genetik diantara

aksesi bawang merah tersebut. Informasi ini sebagai data bagi pemulia tanaman

seperti: membedakan genotip intra maupun inter spesies, perbaikan produktivitas,

ketahanan terhadap hama penyakit, toleran kekeringan, dan sebagainya.

Karakterisasi berdasarkan sejumlah karakter yang berbeda dari suatu spesies yang

sama dapat berupa analisis keragaman genetik. Tentunya hal ini dapat diterapkan

pada bawang merah dari beberapa aksesi di Samosir, Sumatera utara.

(34)

Namun kendalanya, sampai saat ini gambaran deskripsi bawang merah di

Sumatera Utara masih didasarkan pada karakter morfologi dan agronomi.

Keragaman secara fenotip (morfologi) ditunjukkan melalui perbedaan karakter

warna, bentuk, panjang jumlah anakan, diameter umbi, bentuk umbi, bobot umbi

dan produktivitas. Deskripsi ini dinilai kurang akurat dan tidak sepenuhnya

memenuhi syarat sebagai informasi dalam pengembangan bawang merah karena

karena sifat-sifat yang kelihatan merupakan interaksi genetik dan kondisi

lingkungan. Untuk mendukung pengembangan bawang merah di Sumatera Utara

diperlukan kegiatan pemuliaan yang dapat menghasilkan klon bawang merah

yang berdaya hasil tinggi, salah satunya adalah mengkarakterisasi dan

mengevaluasi keragamana genetik, maka dari itu diperlukan data tingkat

molekuler.

Identifikasi keragaman genetik dapat dilakukan melalui pendekatan

morfologi dan molekuler. Perbedaan karakter morfologi dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi pola diversitas genetik, namun sifat yang ditunjukkan hanya

dalam proporsi kecil dari karakter genetik dan cenderung dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan. Oleh karena itu identifikasi genetik secara molekuler diperlukan

untuk melengkapi keterbatasan data keragaman genetik menggunakan penanda

DNA (Deoxyribose Nucleid Acid / Asam Deoksiribosa Nukleat). Identifikasi

genetik lebih akurat karena bersifat stabil, tidak dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Pelaksanaannya juga dapat dilakukan tanpa menunggu tanaman

sampai berproduksi dengan bantuan alat penanda molekuler

Salah satu teknologi bidang biologi molekuler untuk mendeteksi

keragaman genetik adalah penanda RAPD (Random Amplified Polimorphic

(35)

keunggulan antara lain: kuantitas DNA yang dibutuhkan sedikit, hemat biaya,

mudah dipelajari dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan

sehingga mudah diperoleh dan cepat menunjukkan tingkat polimorfis. Lagi pula

selain tanaman musiman, analisis keragaman genetik pada tanaman tahunan juga

menggunakan teknologi RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi. Namun

metoda RAPD memiliki kurangan yaitu tingkat pengulangan yang rendah, tetapi

dapat diatasi dengan konsistensi kondisi PCR (Polymerase Chain Reaction).

Metode PCR sangat sensitif sehingga digunakan untuk melipatgandakan DNA

meskipun dalam jumlah yang sedikit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi keragaman genetik bawang merah

(Allium ascalonicum L.) pada beberapa aksesi di Samosir menggunakan Marka

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Hipotesis Penelitian

Ada keanekaragaman genetik pada enam aksesi bawang

merah (Allium ascalonicumL.) di Samosir yang diamati.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dan sebagai sumber

informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(36)

ABSTRAK

ROSLINA HULU: Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified PolymorphicDNA), dibimbing oleh MARIATI dan EDISON PURBA. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Sumatera Utara mengimpor bawang merah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Hal ini dapat ditekan dengan pengembangan bawang merah melalui kegiatan pemuliaan seperti karakterisasi dan evaluasi keragaman genetik untuk menghasilkan klon berdaya hasil tinggi. Namun sejauh ini, deskripsi bawang merah di Sumatera Utara masih terbatas pada morfologi dan agronomi. Data ini kurang akurat karena sifat-sifat yang kelihatan merupakan interaksi genetik dan lingkungan, sehingga diperlukan data tingkat molekuler. Identifikasi genetik dengan penanda molekuler akurat karena tidak dipengaruhi lingkungan. Salah satu teknologi bidang biologi molekuler untuk mendeteksi keragaman genetik adalah teknologi penanda RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis keragaman genetik bawang merah pada beberapa aksesi di Samosir menggunakan Marka RAPD. Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Maret hingga Mei 2016. Materi genetik yang dianalisis berasal dari enam aksesi yaitu: Aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi, Simanindo dan Pangururan menggunakan empat primer acak: OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20. Setiap sampel DNA diamplifikasi menurut metode elektroforesis. Amplifikasi empat primer tersebut menghasilkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 100 bp dan persentase pita monomorfik 100%. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada keragaman genetik dari enam aksesi bawang merah yang diamati di Samosir

(37)

ABSTRACT

ROSLINA HULU: Genetic Variability Analysis of accessions the shallot (Allium ascalonicum L.) in Samosir Based on the RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Markers, supervised by MARIATI and EDISON PURBA. In last few years, North Sumatera Provincial Government has been imported the shallot to meet the needs of the ever increasing population. It can be suppressed by the development of the shallot through breeding such as characterization and evaluation of genetic diversity to produce high yielding clones. But so far description of the shallot in Norh Sumatera still limited to morphological and agronomic. This data is less accurate because the properties that seem is interaction between genetic and environmental, so needed the molecular level data. Identification of genetic molecular markers is accurate because it is not influenced by the environment. One of the technologies of molecular biology to detect the genetic diversity is RAPD marker technology to improve the efficiency of selection. The aim of the research was to analyze genetic variability of accessions the shallot in Samosir based on the RAPD marker. The research was conducted in Integrated Laboratory, Medicines Faculty, Sumatera Utara University began from March up to May 2016. The genetic material that analized came from six accessions i.e.: Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi, Simanindo dan Pangururan by using four random primers i.e.: OPA-2, OPA-4, OPA-19, and OPA-20. Every DNA sample amplified by electrophoresis method. Amplification of four primers produces single fragment with same size about 100 bp and percentage of monomorpic band is 100%. The research shwoed no genetic variability by six accessions of shallot that observed in Samosir.

(38)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA AKSESI DI SAMOSIR MENGGUNAKAN MARKA

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI

Oleh:

ROSLINA HULU / 120301246 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(39)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA AKSESI DI SAMOSIR MENGGUNAKAN MARKA

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI

Oleh:

ROSLINA HULU / 120301246 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(40)

Judul Penelitian : Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Nama : Roslina Hulu

NIM : 120301246

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembibing

Ir. Mariati, M.Sc. Ketua Anggota

Mengetahui

Prof. Ir. T. Sabrina, MSc.

(41)

ABSTRAK

ROSLINA HULU: Analisis Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified PolymorphicDNA), dibimbing oleh MARIATI dan EDISON PURBA. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Sumatera Utara mengimpor bawang merah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Hal ini dapat ditekan dengan pengembangan bawang merah melalui kegiatan pemuliaan seperti karakterisasi dan evaluasi keragaman genetik untuk menghasilkan klon berdaya hasil tinggi. Namun sejauh ini, deskripsi bawang merah di Sumatera Utara masih terbatas pada morfologi dan agronomi. Data ini kurang akurat karena sifat-sifat yang kelihatan merupakan interaksi genetik dan lingkungan, sehingga diperlukan data tingkat molekuler. Identifikasi genetik dengan penanda molekuler akurat karena tidak dipengaruhi lingkungan. Salah satu teknologi bidang biologi molekuler untuk mendeteksi keragaman genetik adalah teknologi penanda RAPD untuk meningkatkan efisiensi seleksi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis keragaman genetik bawang merah pada beberapa aksesi di Samosir menggunakan Marka RAPD. Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Maret hingga Mei 2016. Materi genetik yang dianalisis berasal dari enam aksesi yaitu: Aksesi Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi, Simanindo dan Pangururan menggunakan empat primer acak: OPA-2, OPA-4, OPA-19, dan OPA-20. Setiap sampel DNA diamplifikasi menurut metode elektroforesis. Amplifikasi empat primer tersebut menghasilkan fragmen tunggal dengan ukuran sama besar sekitar 100 bp dan persentase pita monomorfik 100%. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada keragaman genetik dari enam aksesi bawang merah yang diamati di Samosir

(42)

ABSTRACT

ROSLINA HULU: Genetic Variability Analysis of accessions the shallot (Allium ascalonicum L.) in Samosir Based on the RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Markers, supervised by MARIATI and EDISON PURBA. In last few years, North Sumatera Provincial Government has been imported the shallot to meet the needs of the ever increasing population. It can be suppressed by the development of the shallot through breeding such as characterization and evaluation of genetic diversity to produce high yielding clones. But so far description of the shallot in Norh Sumatera still limited to morphological and agronomic. This data is less accurate because the properties that seem is interaction between genetic and environmental, so needed the molecular level data. Identification of genetic molecular markers is accurate because it is not influenced by the environment. One of the technologies of molecular biology to detect the genetic diversity is RAPD marker technology to improve the efficiency of selection. The aim of the research was to analyze genetic variability of accessions the shallot in Samosir based on the RAPD marker. The research was conducted in Integrated Laboratory, Medicines Faculty, Sumatera Utara University began from March up to May 2016. The genetic material that analized came from six accessions i.e.: Sianjur mula-mula, Harian, Nainggolan, Palipi, Simanindo dan Pangururan by using four random primers i.e.: OPA-2, OPA-4, OPA-19, and OPA-20. Every DNA sample amplified by electrophoresis method. Amplification of four primers produces single fragment with same size about 100 bp and percentage of monomorpic band is 100%. The research shwoed no genetic variability by six accessions of shallot that observed in Samosir.

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Malombu pada tanggal 04 September 1992

dari ayah Saredi Hulu dan ibu Yusniar Zebua. Penulis merupakan anak ketiga dari

delapan bersaudara.

Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tukka dan pada tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian

Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) dan aktif pada Unit Kegiatan

Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen (UKM-KMK). Penulis melaksanakan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN V Kebun Sei Buatan Afd. II Inti Riau

(44)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

dan tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Keragaman Genetik

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) pada Beberapa Aksesi di Samosir

Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua

penulis yang telah memberikan dukungan serta motivasi baik materil maupun

spiritual. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada komisi pembimbing

banyak saran, petunjuk, bimbingan, dan arahan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga skripsi ini

bermanfaat.

Medan, Maret 2016

(45)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Keragaman Genetik ... 7

Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 8

Random Amplified PolymorphicDNA (RAPD) ... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Pengambilan Sampel Daun ... 14

Isolasi dan Pemurnian DNA ... 14

Uji Kuantits DNA ... 15

Amplifikasi dan Genotiping ... 16

Elektroforesis ... 17

Analisis Data ... 18

Penentuan Skoring Marka RAPD ... 18

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 25 Saran ... 25 DAFTAR PUSTAKA

(47)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Data geografis enam aksesi bawang merah dari enam aksesi

di Samosi ... ... 19

2. Hasil uji kuantitatif DNA enam aksesi bawang merah di

Samosir ... 19

3. Hasil amplifikasi empat primer yang digunakan ... 22

4. Jumlah fragmen DNA dan tingkat keinformatifan

(48)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Elektroforegram amplifikasi enam DNA bawang merah dengan

primer OPA-2 dan OPA-4 ... 21

2. Elektroforegram amplifikasi enam DNA bawang merah dengan

primer OPA-19 dan OPA-20... 21

Gambar

Tabel 1. Proses Amplifikasi PCR
Tabel 1. Data geografis enam aksesi bawang merah di  Samosir
Tabel 2. Hasil uji kuantitatif  DNA enam aksesi bawang merah di Samosir
Gambar 2. Elektroforegram amplifikasi 6 DNA Bawang merah dengan primer OPA-19 dan OPA-20
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Kalimantan Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

2014 pada Satuan Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang Ulang) dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Kalimantan Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

Kepada masyarakat dan Penyedia Barang yang akan mengajukan pengaduan dan sanggahan kami tunggu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pengumuman ini diterbitkan. Bandung,

DAN PIK R/M TEGAR MODEL pada Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2014 telah mengadakan rapat sehubungan dengan hasil Pembukaan Penawaran, dibuat

PANI TI A PENGADAAN BARANG DAN JASA METODA LELANG SEDERHANA DI LI NGKUNGAN DI NAS PERTANI AN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KOTA BANDAR

[r]