• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN NO.060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN NO.060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN NO.060813 KELURAHAN PASAR MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA

TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

FADHLAN MULIA A HRP NIM. 101000059

s

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FADHLAN MULIA A HRP NIM. 101000059

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ii

kurang dan gizi lebih, status gizi anak sekolah dasar merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Salah satu yang sering terjadi adalah masalah konsumsi zat besi dan seng, sehingga diperlukan perhatian dalam konsumsi makanan dan zat gizi adalah anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dengan jumlah sampel 69 siswa. Jenis Data yang dikumpulkan yaitu data primer, dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner recall 24 jam, food frequency dan pengukuran status gizi (TB/U dan IMT/U) dan Data sekunder diperoleh diinstansi yang terkait, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS, Nutrisurvey dan WHO antro plus 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 39 orang (56,5%), Konsumsi zat seng sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 52 orang (75,4%), Status gizi berdasarkan IMT/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%), Status gizi berdasarkan TB/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%)

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi arahan bagi siswa agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi, dan kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut pada variabel yang berbeda.

(5)

iii

Indonesia still faces major challenges in the field of nutrition, namely malnutrition and nutrition, nutritional status of primary school children is a picture of what is consumed in the long term. One problem that often occurs is the consumption of iron and zinc, so that the necessary attention in the consumption of foods and nutrients are school-age children. This study aims to describe the consumption of iron, zinc and nutritional status of primary school children in SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.

This type of research is a survey research using quantitative approach. Sampling was carried out with a total sampling method with a sample of 69 students. The type of data collected primary data, performed by using interviews, questionnaires 24 hour recall, food frequency and measurement of nutritional status (TB/U and IMT/U) and secondary data obtained diinstansi related, processing and analysis of data by using a computer program SPSS, Nutrisurvey and WHO antro plus 2007.

The results showed that the consumption of iron in school children in SDN 060 813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota largely on the category of less as many as 39 people (56.5%), consumption of zinc mostly in the category of less as many as 52 people (75 , 4%), nutritional status based on IMT/U mostly in the normal category as many as 57 people (82.6%), based on the nutritional status of TB/U mostly in the normal category as many as 44 people (63.8%)

The results of this study may be a referral for students to consume a varied diet and nutrition, and to other researchers to further explore the different variables.

(6)

iv

Nama : Fadhlan Mulia A Hrp

Tempat/Tanggal lahir : Medan/ 07 Agustus 1993

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua :

Ayah : (alm) Drs. H. Alimin Harahap Apt Msi

Ibu : (almh) Dra. Hj. Misra Gaffar MS, Apt

Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Pimpong No 23 Medan

Riwayat Pendidikan

1997-1998 : TK Busthanul Athfal 01 Medan

1998-2002 : SD Muhammadiyah 01 Medan

2002-2004 : SD AL-Ulum Medan

2004-2005 : SMP PMT Prof. Dr. Hamka Padang, Sumatera Barat

2005-2007 : SMP Muhammadiyah 01 Medan

2007-2010 : SMA NEGERI 6 Medan

2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(7)

v

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran

Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN

NO.060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014”.

Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Mayarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis yang

sudah dipanggil oleh sang khalik, (alm) Drs.H.Alimin Harahap Apt, Msi dan (almh) Dra. Hj. Misra Gaffar Ms, Apt karena tanpa perjuangan mereka selama hidup penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada kedua kakak penulis

dr. Mira Alhafiizah Harahap dan dr. Fadhlina Muharmi Harahap sebagai pengganti orang tua penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis

agar segera menyelesaikan skripisi ini. Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari berbagi pihak baik secara moriil maupun materiil.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin berterimakasih kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, Msi, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

sekaligus menjadi penguji dalam membantu penulis untuk menyelesaikan

(8)

vi

dengan sabar walaupun penulis banyak melakukan kesalahan dalam penulisan

skripsi.

4. Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku dosen pembimbing II yang juga banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Ernawati Nasution, SKM, M.kes selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

6. Dosen staf pengajar departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yamg

memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menjalani

perkuliahan di FKM USU.

7. Bang Marihot selaku asisten departemen gizi kesehatan masyarakat yang telah membantu penulis dalam membantu segala hal yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

8. dr. Heldy BZ, MPH selaku dosen pembimbing akademik yang sudah banyak memberikan bimbingan akademik kepada penulis dari semester I sampai

penulis menyelesaikan skripsi.

9. Pihak sekolah SDN 060813, ibu kepala sekolah Ramfauziati S.Pd dan

seluruh staf pengajar di sekolah SDN 060813 yang sudah memberikan

informasi dan data yang dibutuhkan oleh penulis.

10.Keluarga besar almarhum ayahku dan mamaku yang sudah memberikan

motivasi dan juga materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

(9)

vii

11.Sahabat seperjuangan penulis selama duduk dibangku perkuliahan Indra

Kurniawan, Mabruri Pratama, Imam Khusnan, Eko Pranata, dan kawan kawan

2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah bersama penulis

selama masa perkuliahan sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

12..Teman-teman di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010: Fitri

Maihana, Fitri Hayani, Hardianti Meliala, Ade Irma dan teman teman yang

lain yang banyak memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

13.Abang-abang senior yang sudah banyak membantu, memberikan motivasi dan

arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14.Adik-adik junior yang selalu memberikan bantuan dan semangat kepada

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan

dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam

rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Medan, Maret 2015

Penulis

(10)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 9

2.1 Zat Besi ... 9

2.1.1 Kebutuhan Zat Besi ... 10

2.1.2 Metabolisme zat besi ... 11

2.1.3 Kekurangan Zat Besi ... 15

2.1.4 Pencegahan Kekurangan Zat Besi ... 17

2.1.5 Besi dan Pertumbuhan Anak... 19

2.2 Seng ... 22

2.2.1 Kebutuhan Seng yang Dianjurkan ... 23

2.2.2 Metabolisme seng ... 24

2.2.3 Defisiensi Seng ... 26

2.2.4 Penentuan Status Seng ... 27

2.2.5 Seng dan Pertumbuhan Anak ... 28

2.3 Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Besi dan Seng ... 30

2.4 Interaksi Besi dan Seng ... 31

2.5 Status Gizi ... 32

2.6 Status Gizi Anak Sekolah dasar... 33

(11)

ix

2.8.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) ... 36

2.8.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) ... 37

2.8.3 Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) ... 38

2.8.4 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri ... 39

2.9 Kerangka Konsep ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... ` 42

3.1 Desain Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 42

3.3.1 Populasi ... 42

3.3.2 Sampel ... 42

3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 43

3.5 Definisi Operasional ... 43

3.6 Aspek Pengukuran ... 44

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 45

3.7.1 Pengolahan Data ... 45

3.7.2 Analisa Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... ` 47

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 47

4.2 Jenis Kelamin Anak Sekolah Dasar... 48

4.3 Sumber Bahan Makanan Pada Aanak Sekolah Dasar ... 48

4.3.1 Sumber Zat Besi dan Seng Anak Sekolah Dasar ... 50

4.3.2 Kecukupan Zat Besi dan Seng ... 51

4.3.3 Status Gizi ... 52

4.4 Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi ... 53

4.5 Kecukupan Konsumsi Seng dan Status Gizi ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... ` 55

5.1 Konsumsi Zat Besi ... 55

(12)

x

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ` 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

xi No Judul

1 Surat Permohonan Izin penelitian

2 Surat Keterangan Pelaksanaan penelitian

3 Formulir FOOD RECALL 24 Jam

4 Formulir FOOD FREQUENCY

5 Tabel Master Data Penelitian

6 Output Hasil Penelitian

(14)

xii

Tabel 2.2 Daftar Bahan Makanan Sumber Seng ... 23 Tabel 2.3 Kebutuhan Seng Menurut Umur berdasarkan Reference

Nutrient Intake (RNI-UK) dan Recommended Dietary

Allowances (RDA – USA) dalam mg/hari (Aggett PJ,

1994) ... 24 Tabel 2.4 Gejala Defisiensi Seng (Aggett PJ, 1994) ... 26 Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks TB/U Baku

Rujukan Antropometeri CDC 2000 ... 40 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Siswa/i berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Pada

Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.3 Variasi Sumber Makanan Pada Anak Sekolah Dasar di

SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan

Medan Kota Tahun 2014 ... 49 Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Sumber Zat Besi Pada

Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 50 Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Sumber Zat Seng Pada

Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan Konsumsi

Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.7 Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan Konsumsi

Zat Seng Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.8 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan IMT/U Pada

Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.9 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan TB/U Pada

Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar

Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.10 Distribusi Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi

(IMT/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

Tahun 2014 ... 53 Tabel 4.11 Distribusi Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi

(TB/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

(15)

xiii

(IMT/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.13 Distribusi Kecukupan Konsumsi Seng dan Status Gizi

(TB/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota

(16)

xiv

No Judul Halaman

(17)

ii

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam bidang gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih, status gizi anak sekolah dasar merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Salah satu yang sering terjadi adalah masalah konsumsi zat besi dan seng, sehingga diperlukan perhatian dalam konsumsi makanan dan zat gizi adalah anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dengan jumlah sampel 69 siswa. Jenis Data yang dikumpulkan yaitu data primer, dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner recall 24 jam, food frequency dan pengukuran status gizi (TB/U dan IMT/U) dan Data sekunder diperoleh diinstansi yang terkait, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS, Nutrisurvey dan WHO antro plus 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 39 orang (56,5%), Konsumsi zat seng sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 52 orang (75,4%), Status gizi berdasarkan IMT/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%), Status gizi berdasarkan TB/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%)

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi arahan bagi siswa agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi, dan kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut pada variabel yang berbeda.

(18)

iii

malnutrition and nutrition, nutritional status of primary school children is a picture of what is consumed in the long term. One problem that often occurs is the consumption of iron and zinc, so that the necessary attention in the consumption of foods and nutrients are school-age children. This study aims to describe the consumption of iron, zinc and nutritional status of primary school children in SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.

This type of research is a survey research using quantitative approach. Sampling was carried out with a total sampling method with a sample of 69 students. The type of data collected primary data, performed by using interviews, questionnaires 24 hour recall, food frequency and measurement of nutritional status (TB/U and IMT/U) and secondary data obtained diinstansi related, processing and analysis of data by using a computer program SPSS, Nutrisurvey and WHO antro plus 2007.

The results showed that the consumption of iron in school children in SDN 060 813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota largely on the category of less as many as 39 people (56.5%), consumption of zinc mostly in the category of less as many as 52 people (75 , 4%), nutritional status based on IMT/U mostly in the normal category as many as 57 people (82.6%), based on the nutritional status of TB/U mostly in the normal category as many as 44 people (63.8%)

The results of this study may be a referral for students to consume a varied diet and nutrition, and to other researchers to further explore the different variables.

(19)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di

samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Nursari, 2010).

Upaya untuk meningkatkan SDM adalah melalui program gizi yaitu

meningkatkan status gizi masyarakat. Salah satu indikator pengukur tinggi

rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Kualitas Hidup Manusia (Human

Development Indeks-HDI) (Manampiring, 2008).

Human Development Indeks Indonesia pada tahun 2013 masuk pada

peringkat ke-121 dari 186 negara dan 8 negara teritorial. Hal ini menunjukkan

masih rendahnya kesehatan di Indonesia terutama kesehatan ibu dan anak. Ibu dan

anak terutama ibu hamil, menyusui, bayi, balita dan anak usia sekolah merupakan

kelompok yang harus diperhatikan dengan serius.

Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian zat

gizi dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Selama masa pertumbuhan

tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan

sempurna (Judarwanto, 2006). Pada fase ini, tubuh dengan optimal menyimpan

cadangan nutrisi yang diperlukan anak pada fase pubertas nantinya. Selain itu,

anak usia sekolah merupakan fase dimana aktivitas anak berlangsung sangat

(20)

demikian kecukupan zat gizi menjadi hal utama yang harus dipenuhi oleh

keluarga (Akhmadi, 2009).

Anak usia sekolah dasar yaitu antara umur 6-12 tahun merupakan masa

saat mereka mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) yang kedua

setelah masa balita. Kelompok ini rentan terhadap anemia zat besi karena

kebutuhan zat besi selama masa ini meningkat dengan adanya pertumbuhan

jaringan yang cepat dan kenaikan massa sel darah merah (Zulaekah &

Widyaningsih, 2008).

Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan,

energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan

anak adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat,

protein, lemak serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Kebutuhan energi

golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar dari pada golongan umur 7-9 tahun,

karena pertumbuhan relatif cepat, terutama penambahan tinggi badan (Devi,

2012).

Gizi merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai kesehatan yang

prima dan optimal. Namun, masyarakat di Indonesia masih menghadapi beberapa

masalah gizi, salah satunya adalah anemia. Zat gizi mikro (miconutrienf) adalah

terminologi yang digunakan untuk menjelaskan elemen kelumit (trace element)

yang terdiri dari pelbagai vitamin dan mineral. Mineral yang termasuk zat gizi

mikro antara lain adalah besi, seng, tembaga, selenium, chromium, iodium,

fluorine, mangan, molybdenium, nikel, silikon, vanadium, arsenik dan cobalt.

Kesemua zat gizi mikro diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil dan harus

(21)

Anak sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan terhadap defisiensi

zat gizi mikro diantaranya adalah zat besi dan seng, hal ini disebabkan oleh

kurangnya zat besi dan seng dalam makanan. Pada kondisi ini, anak harus

mendapatkan asupan gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Cerminan

kecukupan gizi dapat dinilai dari status gizi anak dan merupakan salah satu tolak

ukur yang penting untuk menilai keadaan pertumbuhan dan status kesehatannya.

Besi dan seng merupakan mikronutrein esensial untuk pertumbuhan dan

perkembangan tubuh serta sistem imun manusia. Defisiensi mikronutrien tersebut

menyebabkan penurunan sistem imun, gangguan perkembangan psikomotor dan

menurunkan kemampuan kerja. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat

kesegaran jasmani, yang sangat penting dalam tercapainya perkembangan dan

pertumbuhan optimal pada masa anak-anak (Lestari, 2009).

Defisiensi besi dan seng sering terjadi pada populasi gizi kurang (Donald,

2000) terutama pada negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi masih

lemah. Defisiensi besi berpengaruh pada pertumbuhan anak. Salah satu akibatnya

adalah lemahnya peningkatan berat badan yang pada akhirnya akan memperburuk

status gizinya (Lonnerdal, 1998). Selain itu juga menyebabkan gangguan

perkembangan mental dan motorik anak, serta menyebabkan anemia yang

merupakan penyakit penyerta gizi buruk ataupun sebaliknya yaitu anemia

berlanjut yang menyebabkan gizi buruk (Nasution, 2004).

Kekurangan zat besi pada anak-anak dan orang dewasa dengan atau tanpa

anemia sangat erat berhubungan dengan kemampuan belajar, selain itu

berhubungan erat dengan pertumbuhan dan nafsu makan (Chwang, 1989;

(22)

prasekolah dan sekolah, anemia defisiensi besi dapat mengganggu proses tumbuh

kembang, menurunkan daya konsentrasi belajar, dan memudahkan anak terserang

penyakit. Hal ini terjadi oleh karena masukan zat besi melalui makanan

sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis atau menderita infeksi kronis yang

menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal, pertumbuhan fisik yang lemah,

daya tahan terhadap infeksi menurun dan penurunan kemampuan kognitif (Oski,

1993).

Kekurangan seng yang terjadi pada usia sekolah dapat berakibat gangguan

pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak. Menurut Groff (1998) defisiensi

seng dapat menurunkan kemampuan ekspresi gen dalam proses replikasi sel dan

pertumbuhan tulang (SKRT, 2001). Anak dengan gizi buruk juga mengalami

penurunan konsentrasi serum seng dan seng yang rendah pada hati dan otot.

Berdasarkan laporan Golden, meskipun anak gizi buruk mendapat rehabilitasi

berupa formula susu, mereka tetap memiliki konsentrasi seng rendah dan kenaikan

berat badan pada tingkat rendah pula. Setelah menerima suplementasi seng,

mengalami peningkatan berat badan pada tingkat baik (Lonnerdal, 1998).

Defisiensi seng dapat mengganggu pertumbuhan yang menyebabkan anak

menjadi gizi buruk dan meningkatkan risiko diare dan infeksi saluran nafas

(Nasution, 2004). Defisiensi seng terjadi karena kurangnya asupan makanan,

terutama yang mengandung protein tinggi, ketersediaan hayati seng rendah,

malabsorpsi dan meningkatnya ekskresi oleh tubuh melalui tinja dan air seni

(Linder, 1994). Defisiensi seng ringan kemungkinan lebih banyak prevalensinya

dibanding prevalensi defisiensi besi, baik di negara berkembang dan di negara

(23)

Seng merupakan zat yang sangat penting bagi tubuh, lebih dari 300

metaloenzim tubuh bergantung pada seng. Seng terlibat dalam berbagai

keseimbangan asam-basa, metabolisme asam amino, pembentukan protein sistem

kekebalan, reproduksi dan perkernbangan sistem syaraf (O'Dell, B, 1992).

Defisiensi seng menyebabkan beberapa gangguan pada sistem kekebalan tubuh,

berkurangnya fungsi indra perasa, anorexia, diare, memperlambat penyembuhan

luka, dermatitis, memperlambat pertumbuhan dan perkembangan selama

kehamilan, masa kanak-kanak dan masa remaja (Cousins, 1990).

Status gizi pada anak usia sekolah dapat dinilai dengan indeks

antropometri IMT/U yaitu proporsi tubuh antara berat badan menurut umur yang

seharusnya. Hasil RISKESDAS 2008 menunjukkan prevalensi status gizi anak

sekolah (6-I4 tahun) secara nasional dengan kategori kurus dan sangat kurus

menurut indeks IMT menurut umur pada laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan

10,9%. Status gizi berdasarkan indeks IMT rnenurut umur menggambarkan

kekurangan gizi pada saat ini. Gangguan gizi selain makro (energi dan protein),

dapat juga disebabkan kurang zat gizi mikro (zat besi,vitamin A dan seng) atau

kombinasi dari ketiganya. Saat ini status gizi secara antropometri lebih dikaitkan

dengan asupan zat gizi makro (karbohidrat, kalori, protein dan lemak), padahal

peranan zat gizi makro tidak akan optimal tanpa kehadiran zat gizi mikro.

Rata-rata konsumsi orang dewasa yang dianjurkan sebesar 2100 kalori per hari

merupakan patokan global dengan asumsi di dalamnya tersedia zat gizi mikro

yang memadai (RISKESDAS, 2008).

Status gizi anak usia sekolah dasar yaitu pada usia 5-12 tahun menurut

(24)

menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak

umur 5-12 tahun adalah 11,2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2

persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling

tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi

sangat kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah,

Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan,

Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi sumatera

utara merupakan salah satu provinsi dari 16 provinsi yang mempunyai prevalensi

sangat kurus diatas-rata-rata nasional yaitu sebesar 18% (RISKESDAS, 2013).

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wisesa (2013) untuk menilai

status gizi anak sekolah dasar di SDN 064977 melalui pengukuran antropometri

dan menggunakan grafik CDC-NCHS 2000 berdasarkan IMT/U. Hasil dari

penelitian ini memperlihatkan sebanyak 81,5% anak di SDN tersebut memiliki

gizi baik.

Survei awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 060813 bahwa jumlah

murid keseluruhan di sekolah tersebut berjumlah 158 anak, dimana ada 15 orang dari

20 siswa SD yang diukur memiliki badan yang kurus. Penilaian dilakukan dengan

menggunakan IMT/U dan juga dengan bantuan software WHO Antro dengan

klasifikasi menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun. Disamping itu,

dilakukan pula wawancara untuk melihat gambaran konsumsi makanan dalam waktu

24 jam. Hasil nya dalam sehari mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan

seperti disaat pagi sebelum sekolah hanya minum teh manis serta roti kering, disertai

(25)

bakso cilok, mi instan yang tidak dimasak, minuman buah seperti nutri jeruk, frutang,

dan minuman lain yang memiliki pewarna yang menarik. Dan saat siang juga hanya

mengonsumsi nasi putih dan lauk apa adanya seperti mie instan, telur, dan beberapa

potong ikan tanpa mengonsumsi sayuran. Pada saat malamnya hanya mengonsumsi

makanan kecil seperti roti dan snack. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan

anak-anak kurang mengonsumsi makanan seperti daging dan sayur-sayuran yang

memiliki kandungan zat besi dan seng.

Berdasarkan uraian yang diatas penulis sangat ingin meneliti lebih dalam

mengenai “Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak

Sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar Merah Barat

Tahun 2014”.

1.2. Perumusan masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

penelitian adalah bagaimana Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi

Pada Anak Sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar

Merah Barat Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi,

seng dan status gizi pada anak sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota

Kelurahan Pasar Merah Barat tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pengelola pendidikan SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan

(26)

untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah dalam rangka

program peningkatan gizi dan kesehatan berbasis sekolah. Terutama berkaitan

dengan masalah asupan zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian

lanjutan yang berkaitan dengan zat besi, seng dan status gizi pada anak

(27)

9

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Zat Besi

Zat besi sangat diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membantu kerja

berbagai macam enzim dalam tubuh, menanggulangi infeksi, membantu kerja

usus untuk menetralisir zat-zat toksin dan yang paling penting adalah untuk

pembentukan hemoglobin. Jumlah besi yang disimpan dalam tubuh manusia

adalah sekitar 4 g. Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh. Sebagian besar

zat besi yaitu kira-kira 2/3 dari total besi tubuh terikat dalam hemoglobin yang

berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme ke

jaringan-jaringan tubuh. Sebagian lagi dari zat besi terikat dalam sistem

retikuloendotelial di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi untuk cadangan.

Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transferin yang merupakan

transporting iron binding protein, sedangkan sebagian kecil lagi didapati dalam

enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator bagi proses metabolisme dalam

tubuh. Kira-kira 1 mg besi hilang melalui urin, feses, keringat dan jaringan yang

lepas dari kulit dan saluran cerna (Provan, 2004).

Zat besi (Fe) terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan,

dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami

sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe

nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan hewani

dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap

daripada Fe nabati (non heme). Sumber terbaik zat besi dari makanan ialah hati,

(28)

dan sayur yang dikeringkan adalah sumber iron yang baik daripada tumbuhan

Soekirman (2000). Berbagai bahan makanan yang merupakan sumber zat besi

dapat dilihat pada table 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Daftar Bahan Makanan Sumber Zat Besi

Jenis Makanan Kadar Zat Besi (mg)

Daging 2,2-5

Ikan 1,2-4

Telur 1,2-1,5

Kacang hijau 6

Kacang kedelai 15,7

Sumber : Soekirman (2000).

2.1.1.Kebutuhan Zat Besi

Zat besi terdapat dalam makanan dalam bentuk ferri hidroksida,

ferri-protein dan kompleks heme-ferri-protein.Kandungan zat besi dan proporsi besi yang

diabsorpsi adalah berbeda bagi setiap jenis makanan.Secara umumnya, daging

terutamanya hati adalah sumber zat besi yang lebih baik berbanding

sayur-sayuran, telur dan sumber tenusu. Kebutuhan zat besi melalui makanan setiap

harinya sangat berbeda bergantung pada umur, jenis kelamin dan keadaan

individu masing- masing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun

kehidupan pertama, selanjutnya selama periode pertumbuhan cepat dan kenaikan

berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa reproduksi wanita. Berdasarkan

Recommended Daily Allowance (RDA), laki-laki dewasa normal (19 tahun ke

atas) memerlukan zat besi sebanyak 8 mg/hari, sedangkan wanita pada usia

reproduktif (19-50 tahun) memerlukan zat besi sekitar 18 mg/hari. Pada wanita

hamil pula kebutuhan zat besi adalah sekitar 27 mg/hari dan tergantung pada usia

kehamilannya. Pada anak usia 4 hingga 8 tahun, zat besi yang dibutuhkan adalah

10 mg/hari manakala anak usia 9 hingga 13 tahun memerlukan zat besi sekitar 8

(29)

2.1.2. Metabolisme zat besi

Raspati (2010) menyatakan bahwa pada orang dewasa, perkembangan

metabolisme dalam hubungannya dengan homeostasis besi telah diketahui dan

dapat difahami dengan baik. Proses metabolisme tersebut diperkirakan sama

dengan yang terjadi pada anak-anak. Zat yang berperan penting dalam

pembentukan hemoglobin adalah zat besi dengan protein (globin) dan

protoporfirin. Selain zat tersebut, terdapat pula enzim-enzim yang berperan dalam

metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme.

Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi

dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh

mukosa usus. Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam

makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan

penyerapan besi non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat

dalam teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat,

dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi

penyerapan zat besi. Kandungan zat besi pada orang dewasa adalah 55 mg/kg BB

atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk

hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan

3% dalam bentuk mioglobin. Hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2%

sebagai enzim. Pada bayi yang baru lahir, kandungan zat besi dalam tubuhnya

adalah 0,5 gram.

Menurut Anwar (2009) zat besi dalam makanan ada dalam 2 bentuk, yaitu

besi heme dan besi non heme. Besi heme adalah senyawa besi yang berikatan

(30)

darah bahan makanan hewani. Sedangkan besi non heme adalah besi yang ada

dalam bentuk besi anorganik dan umumnya terdapat dalam bahan makanan dari

tumbuh-tumbuhan, seperti sayuran dan kacang-kacangan. Zat besi non heme

terdapat dalam bentuk kompleks inorganik Fe3+. Absorbsi besi non heme sangat

dipengaruhi oleh faktor yang mempermudah dan faktor yang menghambat, yang

terdapat di dalam bahan makanan yang dikonsumsi. Sementara itu, zat besi heme

tidak dipengaruhi oleh faktor penghambat. Karena itu, jumlah zat besi heme yang

dapat diabsorbsi lebih banyak daripada zat besi dalam bentuk non heme. Dari

berbagai penelitian, dibuktikan bahwa besi heme yang dapat diserap hamper 30%,

sedangkan besi non heme hanya dapat diserap sebesar 5%. Namun, tingkat

penyerapan zat besi non heme yang rendah itu dapat ditingkatkan dengan

penambahan faktor yang mempermudah, yaitu vitamin C.

Raspati (2010) menjelaskan bahwa untuk metabolisme, besi heme di

dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim

proteosa. Setelah itu besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan

masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian dipecah oleh enzim

hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin. Sedangkan besi non heme di

lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin

besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa, besi

akan dilepaskan dan apotransferin kembali ke dalam lumen usus. Selanjutnya

sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi

yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan

(31)

Selanjutnya Raspati (2010) menyatakan bahwa penyerapan besi oleh tubuh

berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai

pertengahan jejunum, makin ke arah distal usus penyerapannya semakin

berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi

non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (Feri/ Fe3+) yang oleh

pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi

bentuk fero (Fe2+). Bentuk fero ini kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus

dan di dalam sel usus bentuk fero ini mengalami oksidasi menjadi bentuk feri

yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Selanjutnya besi

feritin dilepaskan ke dalam peredaran darah setelah melalui reduksi menjadi

bentuk fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi kembali menjadi bentuk

feri yang kemudian berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Absorbsi

besi non heme akan meningkat pada penderita anemia defisiensi besi. Transferin

berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya didistribusikan ke dalam

jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai

cadangan besi tubuh.

Raspati (2010) juga menjelaskan bahwa di dalam sumsum tulang sebagian

besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa

dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan heme

membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian

menurun dan selanjutnya dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial.

Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya

(32)

plasma dan mengalami siklus metabolisme seperti di atas atau akan tetap disimpan

sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.

Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang

bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.

Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih

sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer

hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi

untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi

dari makanan tidak mencukupi, maka tubuh akan menggunakan cadangan zat besi

yang ada untuk mempertahankan kadar Hb (Raspati, 2010).

Anwar (2009) menjelaskan bahwa fungsi utama senyawa besi adalah

fungsi metabolik dan fungsi enzimatik. Adapun yang termasuk kategori fungsi

metabolik adalah hemoglobin (sel darah merah), mioglobin, dan sitokom. Darah

merah merupakan pengangkut dan penyimpan zat gizi dan oksigen. Berkurangnya

jumlah sel darah merah dalam tubuh akan mempengaruhi kemampuan darah

untuk membawa zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya, tubuh

kekurangan zat gizi dan oksigen. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya rasa

letih, lelah, lesu, dan lemah. Hal tersebut akan berlanjut pada aktivitas fisik

menurun, mudah lelah, dan sesak napas. Jika keadaan itu berlanjut, kegiatan

sehari-hari akan terganggu sehingga menurunkan produktifitas.

Anwar (2009) juga menjelaskan bahwa penurunan pemusatan perhatian

(atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat terjadi akibat anemia besi. Seorang

yang menderita anemia akan malas bergerak sehingga kegiatan motoriknya akan

(33)

energi. Akibatnya, daya pikir orang itu pun ikut menurun sehingga prestasi pun

ikut menurun. Anemia juga terbukti dapat menurunkan atau mengakibatkan

gangguan fungsi imunitas tubuh, seperti menurunnya kemampuan sel leukosit

dalam membunuh mikroba. Anemia juga berpengaruh terhadap metabolisme

karena besi juga berperan dalam beberapa enzim. Pada anak-anak, hal itu akan

menghambat pertumbuhan. Selain itu, anemia juga akan menyebabkan penurunan

nafsu makan yang akan menyebabkan seseorang kekurangan gizi.

2.1.3. Kekurangan Zat Besi

Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin,

dimana zat besi digunakan secara terus-menerus. Sebagian besar zat besi yang

bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian

kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.

Keseimbangan zat besi dalam tubuh diregulasi dengan sebaiknya untuk

memastikan bahwa zat besi yang diabsorpsi di usus cukup untuk mengkompensasi

zat besi yang hilang dari tubuh. Bila seseorang anak atau bayi sedang tumbuh

membutuhkan zat besi yang lebih banyak daripada cadangan zat besi yang ada,

maka anak atau bayi tersebut akan mengalami keseimbangan zat besi yang

negatif. Bila keadaan ini menetap, maka usaha yang pertama dari tubuh adalah

cadangan zat besi akan dipakai, bila cadangan zat besi habis, maka bagian zat besi

yang berfungsi akan dengan cepat pula berkurang (Provan, 2004).

Terdapat 3 tingkat dari kekurangan zat besi. Pada tingkat pertama atau

"Negative Iron Balance”, ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya

cadangan besi, sehingga kadar feritin plasma dan simpanan besi dalam sumsum

(34)

keadaan ini mudah dibedakan dengan keadaan normal, tetapi pada anak yang

sedang tumbuh agak sulit ditentukan, karena pada anak-anak yang sedang tumbuh

dalam keadaan normal pun bisa didapati kadar hemosiderin dalam sumsum tulang

yang sangat rendah. Pada tingkat kedua, bilamana keseimbangan zat besi yang

negatif menjadi lebih progresif, maka terjadilah keadaan yang dinamakan "Iron

deficiency erythropoesis” dengan tanda-tanda penurunan cadangan zat besi dalam

tubuh, penurunan kadar besi dalam serum, dan penurunan kadar jenuh transferin

sampai 15-20%. Sintesis hemoglobin terganggu dan konsentrasi hemoglobin

berkurang sehingga di bawah kadar optimal tapi belum ada tanda-tanda anemia

yang jelas. Pada tingkat ketiga atau dinamakan "Iron deficiency anemia”,

keseimbangan zat besi yang negatif yang berlama-lama akan menyebabkan

munculnya tanda-tanda anemia yang nyata, disertai dengan kelainan-kelainan

seperti pada tingkat kedua (Kasper, 2005).

Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis.

Kehilangan secara fisiologis terjadi pada wanita usia reproduktif melalui

menstruasi yaitu kira-kira 20 mg besi per bulan. Semasa kehamilan pula, kira-kira

500-1000 mg besi hilang dari ibukepada fetus, plasenta dan perdarahan sewaktu

partus (Provan, 2004).Kehilangan zat besi secara patologis pula paling sering

terjadi akibat perdarahan saluran cerna.Prosesnya sering tiba-tiba.Perdarahan

akibat cacing tambang dan Schistosoma merupakan penyebab tertinggi terjadinya

perdarahan saluran cerna dan seterusnya mengakibatkan anemia defisiensi besi

(Wijaya, 2007). Pada orang dewasa, penyebab lain yang mengakibatkan

perdarahan saluran cerna adalah tukak peptik, hernia hiatus, gastritis akibat

(35)

contohnya angiodisplasia, penyakit inflamasi usus dan neoplasma. Perdarahan

pada saluran urogenital juga boleh menyebabkan anemia defisiensi besi contohnya

neoplasma, proses inflamasi atau batu saluran kemih (Beutler, 2000).

Penurunan absorpsi zat besi juga dapat mengakibatkan terjadinya anemia

defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan komplikasi umum dari

gastrektomi parsial atau total karena penurunan dari keasaman lambung dan

peningkatan kecepatan transit usus mengganggu absorpsi dari zat besi (Greer,

2003). Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat

menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proksimal ikut

terlibat.Penyakit seperti enteropati diinduksi gluten dan gastritis atropik

disebabkan autoimun atau infeksi helicobacter pylori turut menjadi faktor

predisposisi kepada defisiensi besi akibat gangguan absorpsi (Hoffbrand, 2006).

Penyebab seterusnya adalah asupan zat besi yang tidak adekuat. Tetapi,

tanpa ada penyebab lain contohnya kehilangan darah yang signifikan atau

infestasi cacing tambang, etiologi ini jarang menimbulkan anemia defisiensi besi

kecuali pada anak yang sedang membesar dan orang yang sepanjang hidupnya

tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, hanya makan bijirin

dan sayuran sahaja. Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan

makanan yang berasal dari daging hewan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan

yang dapat mengganggu penyerapan zat besi secara bersamaan pada waktu makan

juga boleh menyebabkan absorpsi zat besi semakin berkurang (Warrell, 2003).

2.1.4. Pencegahan Kekurangan Zat Besi

Upaya pencegahan defisiensi besi haruslah melibatkan semua sektor dan

(36)

komunikasi. Sektor ini juga harus bekerjasama dengan organisasi masyarakat

untuk memastikan proses ini lebih efisien. Prinsip dari upaya pencegahan anemia

defisiensi besi adalah untuk membasmi kemiskinan, meningkatkan akses terhadap

diet yang bervariasi dan memperbaiki perkhidmatan kesehatan dan sanitasi.

Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pendekatan berbasis

medis dan pendekatan berbasis pangan. Pendekatan berbasis medis yang paling

sering dilakukan di negara berkembang adalah pemberian suplementasi besi atau

tablet besi. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan

dalam program suplementasi disamping anak usia pra sekolah, anak usia sekolah,

serta bayi. Dosis suplementasi besi yang harus diberikan adalah berdasarkan usia

dan kondisi seseorang. Bagi anak usia sekolah dimana prevalensi anemia melebihi

40%, dosis yang dianjurkan oleh WHO adalah 2 mg/kgBB/hari selama 3 bulan.

Salah satu masalah dari upaya ini adalah kesukaran untuk berhubungan dengan

kelompok berisiko melalui perkhidmatan kesehatan.Oleh itu, diperlukan usaha

yang lebih dari semua organisasi untuk menjangkau kelompok-kelompok ini

(Provan, 2004).

Pendekatan berbasis pangan pula bertujuan untuk memperbaiki dan

mengekalkan status zat besi suatu populasi yaitu meliputi perubahan perilaku dan

sikap untuk meningkatkan konsumsi mikronutrien melalui makanan.Upaya ini

bisa dilakukan dengan mempromosikan dan meningkatkan akses terhadap

makanan yang kaya zat besi contohnya daging dan organ dari sapi, ikan, dan

makanan laut serta sayur-sayuran hijau. Selain itu, dengan menambahkan

makanan yang merupakan perangsang bagi absorpsi besi contohnya buah-buahan

(37)

absorpsi dan utilisasi besi di usus halus dapat ditingkatkan. Edukasi mengenai

nutrisi yang efektif juga diperlukan dalam pendekatan ini.Informasi mengenai

kesehatan dan nutrisi perlu didedahkan kepada anggota masyarakat supaya

mereka lebih bijak dalam memilih makanan seterusnya dapat mencegah terjadinya

anemia defisiensi besi. Pengkayaan atau fortifikasi makanan juga merupakan

salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Program fortifikasi

yang efektif memerlukan kerjasama dari pihak kerajaan, industri makanan dan

pengguna.Strategi dalam program ini adalah dengan mengidentifikasi makanan

yang sering dikonsumsi dan mudah didapatkan oleh populasi target. Di negara

industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, roti,

makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu seperti susu

formula bayi dan makanan sapihan (WHO, 2001).

2.1.5. Besi Dan Pertumbuhan Anak

Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam memproduksi

hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan

tubuh, mengangkut elektron dalam sel, dan dalam mensintesis enzim yang

mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama

memproduksi energi selluler (Gillespie, 1998).

Keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi di dalam tubuh,

absorpsi besi, dan besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi dalam tubuh merupakan

besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. Selama

masa sirkulasi sel darah merah, beberapa sebagai mioglobin di dalam sel otot dan

sebagian ada di dalam enzim yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi

(38)

hemosiderin) yang berfungsi sebagai simpanan yang dapat digunakan bila

dibutuhkan. Anak-anak mempunyai simpanan besi yang rendah yang disebabkan

karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan pertambahan volume darah

(Gillespie, 1998).

Defisiensi besi merupakan kekurangan zat gizi yang biasa terjadi di negara

berkembang dan industri. Apabila tubuh mengalami kekurangan besi, dapat

menyebabkan anemi kurang besi. Anemia defisiensi besi adalah keadaan

penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar di bawah 11 g/dl.

Cut off point hemoglobin anak usia 6 bulan-6 tahun adalah 11 gr% (Hadisaputro,

1977).

Konsekuensi anemia defisiensi besi diakui memberi pengaruh terhadap

metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi

kognitif dan perkembangan motorik (Lonnerdal, 1998). Defisiensi besi juga

berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan yang diukur dengan

perubahan dalam beberapa komponen sistem kekebalan yang terjadi selama

defisiensi besi. Konsekuensi dari perubahan fungsi kekebalan adalah resistensi

terhadap penyakit infeksi. Pada anak-anak defisiensi besi berhubungan dengan

kelesuan, daya tangkap rendah, lekas marah dan menurunnya kemampuan belajar

(RDA, 1989).

Selama periode kehidupan di United State defisiensi besi diobservasi,

yaitu: (1) Pada usia 6 bulan-4 tahun, karena kandungan besi dalam susu rendah,

adanya pertumbuhan tubuh yang cepat, dan cadangan besi dalam tubuh sering

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di atas usia 6 bu1an. (2) Selama

(39)

darah merah dan kebutuhan simpanan besi dalam mioglobin. (3) Selama masa

reproduksi pada wanita karena kehilangan besi pada saat menstruas. (4) Selama

hamil, karena perkembangan volume darah ibu, kebutuhan dari janin dan plasenta,

dan kehilangan darah pada saat melahirkan (RDA, 1989).

Pada 3 bulan pertama kehidupan kebutuhan bayi terhadap besi dapat

dipenuhi dari air susu ibu (ASI). Pada bayi yang dari lahir sampai usia 3 tahun

tidak diberi ASI membutuhkan besi kira-kira 1 mg/kg per hari. Kebutuhan

sehari-hari yang dianjurkan untuk usia 6 bulan-3 tahun adalah 10 mg/sehari-hari yang

rnerupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan

anak pada saat itu (RDA, 1989).

Defisiensi besi umumnya terjadi pada usia 6–12 .bulan atau 1-2 tahun,

yaitu 70% kebutuhan besi pada usia 6-12 bu1an dan 50% kebutuhan besi pada

usia 1-2 tahun terjadi saat pertumbuhan jaringan yang cepat. Pada tahun pertama

kehidupan, kebutuhan seorang bayi untuk mengabsorpsi besi sama besarnya

dengan kebutuhan seorang laki-laki dewasa, yang mana hal ini sangat sulit untuk

dipenuhi.

Gillespie, 1998 juga menegaskan bahwa jika terjadi defisiensi besi pada

usia 6-24 bulan yaitu, pada saat terjadi pertumbuhan yang pesat, dengan

konsekuensi dapat mengganggu penggunaan energi dan pertumbuhan fisik.

Prevalensi tertinggi defisiensi besi terjadi bersamaan dengan saat terakhir

pertumbuhan otak anak (6-24 bulan), yaitu pada saat terbentuknya kemampuan

kognitif dan motorik. Kandungan besi dalam otak pada saat lahir hanya 10% dan

(40)

menderita defisiensi besi hasil tes psikomotornya kurang baik dibandingkan

anak-anak yang tidak anemia (Gillespie, 1998).

2.2. Seng

Salah satu fungsi seng yaitu berperan sebagai kofaktor yang penting untuk

lebih dari 70 enzim. Dalam fungsi ini, seng mengikat residu histin dan sistein dan

dalam waktu yang sama menstabilkan serta membuka tempat/sisi aktif dari

enzim-enzim ini sedemikian rupa sehingga katalis dari reaksi dapat berjalan (Berdanier,

1998).

Kadar seng normal dalam serum 80–110 mikrogram/dl, dalam darah

mengandung20 kali lipat karena adanya enzim karbonik anhidrase dalam eritorsit,

rambutmengandung 125–250 mikrogram/dl, muskulus 50 mikrogram/dl. Sumber

seng dalammakanan biasanya yang berhubungan dengan protein, kadar seng yang

tinggi terdapat dalam telur, daging unggas, daging sapi, tiram, kepiting, dan

kacang-kacangan (Bakri, 2003).

Seng juga terlibat pada keadaan–keadaan sebagai berikut : proses

pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, sintesa protein, kofaktor atau

metaloenzim, transportasi dan regulasi beberapa hormon kelenjar hipofise, tiroid,

timus, adrenal, ovarium, dan testis, antioksidan kuat sehingga seng melindungi

membran sel dari kerusakan oksidatif danberfungsi menstabilkan struktur dinding

sel, stimulator proliferasi dan migrasi keratinositdidaerah luka (Heidelise, 1997). Kebutuhan tubuh akan seng tergantung pada pengaturan diet yang adekuat

agar dapat menyediakan seng bagi keperluan berbagai proses metabolisme dalam

tubuh. Berbagai bahan makanan yang merupakan sumber seng dapat di lihat pada

(41)
[image:41.595.123.516.85.224.2]

Tabel 2.2. Daftar Bahan Makanan Sumber Seng

Jenis Makanan Kadar Seng (mg/kilogram Basah

Daging sapi 10-43

Daging ayam 7-16

Ikan laut (cod) 4

Susu 3,5

Keju 40

Beras 13

Kelapa 5

Kentang 3

Sumber : Sandström, Dietary pattern and zinc supply. Dalam Zinc in human

biology, CF Mills (ed). London : Springer Verlag, 1989.

Jenis dan cara pengolahan makanan dapat mempengaruhi total masukan

seng dan bioavailability-nya. Susu dan produknya merupakan sumber seng yang

penting bagi bayi dan anak-anak. Air susu ibu mengandung seng lebih sedikit

dibandingkan susu sapi, tetapi bioavailabilitynya lebih baik. Hal ini disebabkan

air susu ibu mengandung protein ligand yang spesifik untuk seng, disamping asam

sitrat, asam palmitat, dan asam picolinic yang dapat meningkatkan absorpsi seng.

Bahan pangan nabati banyak mengandung asam fitat dan serat (selulosa) yang

dapat menghambat absorpsi seng.

2.2.1 Kebutuhan Seng yang Dianjurkan

Kebutuhan tubuh akan seng bervariasi, tergantung usia, jenis kelamin,

bioavailabilitas seng dari makanan dan keadaan fisiologi tertentu seperti

kehamilan dan menyusui. Untuk anak usia 7-9 tahun angka kebutuhan seng yang

(42)
[image:42.595.113.517.95.268.2]

Tabel 2.3. Kebutuhan Seng Menurut Umur berdasarkan Reference Nutrient Intake (RNI-UK) dan Recommended Dietary Allowances (RDA

– USA) dalam mg/hari (Aggett PJ, 1994).

Umur RNI RDA

0 – 3 bulan 4 – 6 bulan

7 – 9 bulan

10 – 12 bulan 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 10 tahun

11 – 14 tahun dan Dewasa

4,0 5,0 5,0 5,0 6,5 7,0 9,0 / 9,0

5,0 5,0 5,0 5,0 10,0 10,0 10,0 15,2 / 12,0 Sumber : Aggett PJ, 1994

2.2.2. Metabolisme Seng

Metabolisme dan absorbs seng menyerupai metabolism zat besi. Absorbs

membutuhkan alat angkut dan terjadi dibagian atas usus halus (duodenum). Seng

diangkut oleh albumin dan tranferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati.

Kelebihan seng disimpan di hati dalam bentuk metalotionin selebihnya dibawa ke

pancreas dan jaringan tubuh lain. Seng di dalam pankreas dibuat untuk membuat

enzim pencernaan

Absorbsi seng diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel

dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan.,

sehingga absorbs berkurang. Bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel

dinding halus yang umurnya adalah 2-5 hari. Metalotionein di dalam hati

mengikat seng hingga dibutuhkan oleh tubuh. Distribusi seng antara cariran

ekstraseluler, jaringan dan organ dipengaruhi oleh keseimbangan hormone dan

situasi stres. Hati memegang peranan penting dalam redistribusi ini (Almatsier,

2002).

Selama proses pencernaan, enzim mengeluarkan seng dari makanan dan

(43)

membentuk kompleks koordinasi dengan beranekaragam ligan exogeus dan

endogeneous seperti asam amino, fosfat dan asam organic lainnya. Asam amino

ligan tersebut adalah histidin dan sistein (O'Dell, 1992). Kompleks Zn-histidin dan

Zn-Methionin menunjukkan absorbs yang lebih efisien dibandingkan Zn-sulfat.

Absorbs seng berlangsung cepat dan proses transportnya kemungkinan tergantung

energy yang dibentuk. Beberapa mineral lain merupakan pesaing dalam

penggunaan seng oleh tubuh seperti Fe, Cu, Ca, dan Mn. Khususnya besi, fitat dan

seng bersaing pada binding site di entrosit sehingga menghambat absorbs seng

(Cousins & Hempe, 1990).

Setelah seng diabsorbsi di usus halus selanjutnya di sirkulasi akan

berkaitan dengan albumin (80%), alfa-2 makroglobin (15%), protein molekul

rendah dan mungkin dengan tranferin dan histidin, kurang dari 100% berkaitan

dengan asam amino atau metaloenzim. Diperifer seng akan diambil sel perifer

yaitu hepatosit, fibroblast, dan sel-sel asini pankreas menggunakan seng untuk

membuat beberapa enzim pencernaannya. Sekresi pankreas adalah sumber seng

endogenous yang utama, sedangkan sumber lainnya yaitu dari empedu dan sekresi

dari gastro-duodenum (Agget, 1994).

Pengaturan homeostasis seng dilakukan dalam saluran pencernaan.

Mekanisme yang terlibat didalamnya adalah basorbsi seng dan sekresi

endogenous. Walaupun hepar memegang peranan penting dalam metabolisme

seng, namun belum diketahui secara jelas mekanisme yang terjadi dalam hepar

(Bakri, 2003).

Setelah masuk kedalam entrosit, seng diikat oleh suatu protein intestinal

(44)

memindahkan sengke metallothionin atau melintasi sisi basolateral entrosit untuk

berkaitan dengan albuminserta dibawa ke darah portal (Groff & Sareen, 1998).

2.2.3. Defisiensi Seng

Bila terjadi defisiensi seng maka akan membawa perubahan pada beberapa

sistim organ seperti sistim saraf pusat (malformasi permanen, pengaruh terhadap

neuromotor dan fungsi kognitif), saluran pencernaan, sistem reproduksi, dan

fungsi pertahanan tubuh baik pertahanan spesifik maupun non spesifik (Aggett,

1994). Gangguan pada sisitim pertahanan non spesifik seperti kerusakan sel–sel

epidermal, gangguan aktifitas sel natural killer, fagositosis dari makrofag dan

netrofil. Gejala-gejala tersebut akan terjadi bila terjadi defisiensi seng berat

[image:44.595.116.514.394.614.2]

(Hambidge, 2003).

Tabel 2.4 Gejala Defisiensi Seng (Aggett PJ, 1994). Masa timbul

Gejala

Bayi Anak

Gejala a. Anoreksia

b. Gagal tumbuh c. Tremor d. Dermatitis, vesikobulosa

e. Stomatitis, glossitis f. Distropi kuku, Alopesia

g. Diare, malabsorbsi h. Rentan terhadap infeksi karena gangguan sistim imun a. Pica,gangguan,pengecap dan penciuman

b. Kelambatan tinggi

badan

c. Depresi, mood yang labil, gangguan serebral (gangguan memori) d. Ataxia, dysartria e. Phtopobia, buta senja f. Kelambatan pubertas

Sumber : Aggett, 1994

Dikatakan defisiensi seng bila kadar seng rambut < 120 mikrogram/dl

(45)

Ada 4 faktor yang berperan dalam terjadinya defisiensi seng :

1. Absorbsi yang inadekuat : Keadaan malnutrisi, vegetarian, pemberian nutrisi

enteral dan parenteral / diet untuk mengatasi inborne error metabolism,

infestasi intestinal, interaksi zat gizi antara komponen diit dan obat – obatan.

2. Maldigesti dan malabsorbsi: mekanisme abosorbsi karena imaturitas,

akrodermatitis, enterohepatika, pembedahan lambung/ reseksi usus dan

enteropati.

3. Pembuangan yang meningkat: keadaan katabolisme, enteropati dengan loss

protein, gagal ginjal, renal dialysis, terapi diuretik, chelating agent (spesifik

dan nonspesifik), dermatosis eksfoliatif.

4. Kebutuhan yang meningkat : sintesa jaringan yang cepat, konvalesen paska

katabolik, penyakit neoplasma, dan resolving anaemias.

2.2.4. Penentuan Status Seng

Status seng pada tubuh dapat ditentukan dengan pengukuran konsentrasi

seng serum, konsentrasi seng eritrosit, leukosit, netrofil, dan konsentrasi seng

pada rambut. Sementara itu, penentuan status seng marjinal dapat dengan

mengukur metallothionin sel darah merah. Konsentrasi metallothionin sel darah

merah memiliki respon yang baik terhadap perubahan asupan seng, ketika seng

serum tidak menunjukkan perubahan(Hambidge, 2003).

Seng serum adalah indikator yang secara luas sering dipakai untuk

menentukan status seng saat ini, namun tidak selalu menggambarkan secara tepat

kadar seng dalam tubuh karena seng berikatan terutama dengan albumin, sehingga

akan berubah bila kadar albumin berubah. Kadar seng rambut yang rendah

(46)

maupun sedang. Hal ini disebabkan karena bila dalam tubuh terjadi defisiensi

seng maka seng rambut akan diambil sebagai seng endogen untuk mencukupi

kebutuhan seng, maka akan mempengaruhi pertumbuhan rambut. Sehingga

analisa terhadap seng rambut lebih tepat menggambarkan kecukupan seng pada

masa lampau. Pada seseorang dengan defisiensi seng berat, konsentrasi seng

rambut akan rendah. Konsentrasi seng akan kembali normal dalam serum bila

kembali bila diberi suplementasi seng (Hambidge, 2003).

2.2.5. Seng dan Pertumbuhan Anak

Seng merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang

cukup besar akhir-akhir ini. Seng berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10

macam enzim. Berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan

Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc

dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker

& Prasad, 1998).

Seng umumnya ada di dalam otak, dimana zat seng mengikat protein.

Kekurangan seng akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak,

fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998).

Menurut Eschlemen (1996), seng adalah suatu komponen dari beberapa sistem

enzim, yang berfungsi di dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di

dalam proses penggunaan vitamin A.

Prasad (1998) mengatakan bahwa defisiensi zat seng menyebabkan

stunting dan hypogonadism pada anak laki-laki petani Iranian. Mereka kemudian

menegaskan dalam hipotesis mereka pada remaja di Egyptian dan Iranian melalui

(47)

seng juga diketahui terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di beberapa negara,

dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting.

Suatu meta analisis dari 25 penelitian tentang pengaruh suplementasi seng

pada pertumbuhan anak yang dilakukan oleh Brown (1998), menunjukkan bahwa

pemberian suplementasi zinc secara statistik bermakna memberikan efek yang

lebih baik terhadap pertumbuhan secara linier dan pertambahan berat badan anak.

Umur juga merupakan faktor yang penting dalam hubungan antara

defisiensi zinc dengan perkembangan kognitif anak. Karena selama masa

pertumbuhan dan perkembangan cepat, seperti pada masa remaja jika konsumsi

makan tidak cukup dan seimbang, maka anak akan kekurangan zat-zat yang

dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut seperti

protein, vitamin dan mikronutrien tertentu. Anak-anak yang berasal dari pedesaan

dan dari keluarga dengan .penghasilan rendah ditemukan mempunyai konsentrasi

seng dalam plasma yang rendah selama masa pertumbuhan dan masa remaja dan

keadaan gizi anak yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan menengah

menderita defisiensi zat seng yang sedang selama masa pertumbuhan (Black,

1998).

Fakta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai seng

dalam jumlah yang lebih untuk memenuhi kebutuhan zat seng bayi dan anak

selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Penelitian yang dilakukan

oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa seng yang dibutuhkan dari makanan

tambahan berbeda dengan zat seng yang yang harus dipenuhi setiap hari

(diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6 -24 bulan) dan asupan seng dari air susu

(48)

pada usia 6 -24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan ASI di negara berkembang,

bayi yang berusia 6-9 bulan membutuhkan 50-70 gr hati atau daging yang tidak

berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan segar, untuk memenuhi tambahan

seng yang dianjurkan dari makanan padat disarankan untuk memberikan

suplementasi seng atau fortifikasi seng selama masa pertumbuhan karena bayi dan

anak di negara berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan seng mereka dari

makanan.

2.3. Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Besi dan Seng

Pemberian suplementasi besi (Fe) dan seng (Zn) juga dipengaruhi oleh

asupan makanan. zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan

susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan seng. Selain itu makanan

yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi zat seng

(Eschleman, 1996).

Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc dan

besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga,

semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam

malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam amino

sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan produk-produk

fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis).

Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan za

Gambar

Tabel 2.2.  Daftar Bahan Makanan Sumber Seng
Tabel 2.3. Kebutuhan Seng Menurut Umur berdasarkan Reference Nutrient
Tabel 2.4 Gejala Defisiensi Seng (Aggett PJ, 1994).
Tabel 2.4. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks TB/U Baku Rujukan Antropometeri CDC 2000
+6

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi zat gizi makro kaitannya dengan status gizi anak usia sekolah dasar pada keluarga penerima BLSM.. Skripsi, Fakultas Teknik Universitas Negeri

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi di sekolah dan di

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan kebiasaan konsumsi makanan sumber zat seng dan zat besi serta kejadian diare dengan kejadian stunting pada balita usia 1-3

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan status anemia de# siensi besi dan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, vitamin A dan zat besi) serta mengetahui

Beberapa interaksi zat besi dengan zat gizi mikro lain, seperti antara zat besi dengan zat seng ( zinc ), vitamin A, tembaga dan vitamin C yang sering dijumpai dalam

Beberapa interaksi zat besi dengan zat gizi mikro lain, seperti antara zat besi dengan zat seng (zinc), vitamin A, tembaga dan vitamin C yang sering dijumpai dalam

vi PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN Saya menyatakan dengan kesungguhannya bahwa skripsi dengan judul: HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN, ZAT GIZI BESI, VITAMIN C, KONSUMSI TEH, PENGETAHUAN GIZI

Untuk mengetahui Konsumsi Zat Gizi dan kebugaran fisik atlet sepak bola Konsumsi makanan dalam tubuh yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh sangat penting untuk menunjang