ANAK SEKOLAH DASAR DI SDN NO.060813 KELURAHAN PASAR MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA
TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh :
FADHLAN MULIA A HRP NIM. 101000059
s
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MERAH BARAT KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
FADHLAN MULIA A HRP NIM. 101000059
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
kurang dan gizi lebih, status gizi anak sekolah dasar merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Salah satu yang sering terjadi adalah masalah konsumsi zat besi dan seng, sehingga diperlukan perhatian dalam konsumsi makanan dan zat gizi adalah anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dengan jumlah sampel 69 siswa. Jenis Data yang dikumpulkan yaitu data primer, dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner recall 24 jam, food frequency dan pengukuran status gizi (TB/U dan IMT/U) dan Data sekunder diperoleh diinstansi yang terkait, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS, Nutrisurvey dan WHO antro plus 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 39 orang (56,5%), Konsumsi zat seng sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 52 orang (75,4%), Status gizi berdasarkan IMT/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%), Status gizi berdasarkan TB/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%)
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi arahan bagi siswa agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi, dan kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut pada variabel yang berbeda.
iii
Indonesia still faces major challenges in the field of nutrition, namely malnutrition and nutrition, nutritional status of primary school children is a picture of what is consumed in the long term. One problem that often occurs is the consumption of iron and zinc, so that the necessary attention in the consumption of foods and nutrients are school-age children. This study aims to describe the consumption of iron, zinc and nutritional status of primary school children in SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.
This type of research is a survey research using quantitative approach. Sampling was carried out with a total sampling method with a sample of 69 students. The type of data collected primary data, performed by using interviews, questionnaires 24 hour recall, food frequency and measurement of nutritional status (TB/U and IMT/U) and secondary data obtained diinstansi related, processing and analysis of data by using a computer program SPSS, Nutrisurvey and WHO antro plus 2007.
The results showed that the consumption of iron in school children in SDN 060 813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota largely on the category of less as many as 39 people (56.5%), consumption of zinc mostly in the category of less as many as 52 people (75 , 4%), nutritional status based on IMT/U mostly in the normal category as many as 57 people (82.6%), based on the nutritional status of TB/U mostly in the normal category as many as 44 people (63.8%)
The results of this study may be a referral for students to consume a varied diet and nutrition, and to other researchers to further explore the different variables.
iv
Nama : Fadhlan Mulia A Hrp
Tempat/Tanggal lahir : Medan/ 07 Agustus 1993
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua :
Ayah : (alm) Drs. H. Alimin Harahap Apt Msi
Ibu : (almh) Dra. Hj. Misra Gaffar MS, Apt
Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara
Alamat Rumah : Jalan Pimpong No 23 Medan
Riwayat Pendidikan
1997-1998 : TK Busthanul Athfal 01 Medan
1998-2002 : SD Muhammadiyah 01 Medan
2002-2004 : SD AL-Ulum Medan
2004-2005 : SMP PMT Prof. Dr. Hamka Padang, Sumatera Barat
2005-2007 : SMP Muhammadiyah 01 Medan
2007-2010 : SMA NEGERI 6 Medan
2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
v
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran
Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN
NO.060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014”.
Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Mayarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis yang
sudah dipanggil oleh sang khalik, (alm) Drs.H.Alimin Harahap Apt, Msi dan (almh) Dra. Hj. Misra Gaffar Ms, Apt karena tanpa perjuangan mereka selama hidup penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada kedua kakak penulis
dr. Mira Alhafiizah Harahap dan dr. Fadhlina Muharmi Harahap sebagai pengganti orang tua penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis
agar segera menyelesaikan skripisi ini. Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagi pihak baik secara moriil maupun materiil.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin berterimakasih kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, Msi, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
sekaligus menjadi penguji dalam membantu penulis untuk menyelesaikan
vi
dengan sabar walaupun penulis banyak melakukan kesalahan dalam penulisan
skripsi.
4. Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku dosen pembimbing II yang juga banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Ernawati Nasution, SKM, M.kes selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan arahan kepada penulis.
6. Dosen staf pengajar departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yamg
memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menjalani
perkuliahan di FKM USU.
7. Bang Marihot selaku asisten departemen gizi kesehatan masyarakat yang telah membantu penulis dalam membantu segala hal yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
8. dr. Heldy BZ, MPH selaku dosen pembimbing akademik yang sudah banyak memberikan bimbingan akademik kepada penulis dari semester I sampai
penulis menyelesaikan skripsi.
9. Pihak sekolah SDN 060813, ibu kepala sekolah Ramfauziati S.Pd dan
seluruh staf pengajar di sekolah SDN 060813 yang sudah memberikan
informasi dan data yang dibutuhkan oleh penulis.
10.Keluarga besar almarhum ayahku dan mamaku yang sudah memberikan
motivasi dan juga materil kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
vii
11.Sahabat seperjuangan penulis selama duduk dibangku perkuliahan Indra
Kurniawan, Mabruri Pratama, Imam Khusnan, Eko Pranata, dan kawan kawan
2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah bersama penulis
selama masa perkuliahan sampai penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
12..Teman-teman di Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat angkatan 2010: Fitri
Maihana, Fitri Hayani, Hardianti Meliala, Ade Irma dan teman teman yang
lain yang banyak memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.
13.Abang-abang senior yang sudah banyak membantu, memberikan motivasi dan
arahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14.Adik-adik junior yang selalu memberikan bantuan dan semangat kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
Medan, Maret 2015
Penulis
viii
HALAMAN PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 9
2.1 Zat Besi ... 9
2.1.1 Kebutuhan Zat Besi ... 10
2.1.2 Metabolisme zat besi ... 11
2.1.3 Kekurangan Zat Besi ... 15
2.1.4 Pencegahan Kekurangan Zat Besi ... 17
2.1.5 Besi dan Pertumbuhan Anak... 19
2.2 Seng ... 22
2.2.1 Kebutuhan Seng yang Dianjurkan ... 23
2.2.2 Metabolisme seng ... 24
2.2.3 Defisiensi Seng ... 26
2.2.4 Penentuan Status Seng ... 27
2.2.5 Seng dan Pertumbuhan Anak ... 28
2.3 Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Besi dan Seng ... 30
2.4 Interaksi Besi dan Seng ... 31
2.5 Status Gizi ... 32
2.6 Status Gizi Anak Sekolah dasar... 33
ix
2.8.1 Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) ... 36
2.8.2 Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) ... 37
2.8.3 Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) ... 38
2.8.4 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri ... 39
2.9 Kerangka Konsep ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... ` 42
3.1 Desain Penelitian ... 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
3.2.1 Lokasi Penelitian... 42
3.2.2 Waktu Penelitian ... 42
3.3 Populasi dan Sampel ... 42
3.3.1 Populasi ... 42
3.3.2 Sampel ... 42
3.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 43
3.5 Definisi Operasional ... 43
3.6 Aspek Pengukuran ... 44
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 45
3.7.1 Pengolahan Data ... 45
3.7.2 Analisa Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN ... ` 47
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 47
4.2 Jenis Kelamin Anak Sekolah Dasar... 48
4.3 Sumber Bahan Makanan Pada Aanak Sekolah Dasar ... 48
4.3.1 Sumber Zat Besi dan Seng Anak Sekolah Dasar ... 50
4.3.2 Kecukupan Zat Besi dan Seng ... 51
4.3.3 Status Gizi ... 52
4.4 Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi ... 53
4.5 Kecukupan Konsumsi Seng dan Status Gizi ... 54
BAB V PEMBAHASAN ... ` 55
5.1 Konsumsi Zat Besi ... 55
x
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ` 69
6.1 Kesimpulan ... 69
6.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi No Judul
1 Surat Permohonan Izin penelitian
2 Surat Keterangan Pelaksanaan penelitian
3 Formulir FOOD RECALL 24 Jam
4 Formulir FOOD FREQUENCY
5 Tabel Master Data Penelitian
6 Output Hasil Penelitian
xii
Tabel 2.2 Daftar Bahan Makanan Sumber Seng ... 23 Tabel 2.3 Kebutuhan Seng Menurut Umur berdasarkan Reference
Nutrient Intake (RNI-UK) dan Recommended Dietary
Allowances (RDA – USA) dalam mg/hari (Aggett PJ,
1994) ... 24 Tabel 2.4 Gejala Defisiensi Seng (Aggett PJ, 1994) ... 26 Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks TB/U Baku
Rujukan Antropometeri CDC 2000 ... 40 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Siswa/i berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Pada
Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 48 Tabel 4.3 Variasi Sumber Makanan Pada Anak Sekolah Dasar di
SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan
Medan Kota Tahun 2014 ... 49 Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Sumber Zat Besi Pada
Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 50 Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Sumber Zat Seng Pada
Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan Konsumsi
Zat Besi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.7 Distribusi Responden berdasarkan Kecukupan Konsumsi
Zat Seng Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
Tahun 2014 ... 51 Tabel 4.8 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan IMT/U Pada
Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.9 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan TB/U Pada
Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar
Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014 ... 52 Tabel 4.10 Distribusi Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi
(IMT/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
Tahun 2014 ... 53 Tabel 4.11 Distribusi Kecukupan Konsumsi Zat Besi dan Status Gizi
(TB/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
xiii
(IMT/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.13 Distribusi Kecukupan Konsumsi Seng dan Status Gizi
(TB/U) Pada Anak Sekolah Dasar di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota
xiv
No Judul Halaman
ii
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam bidang gizi yaitu gizi kurang dan gizi lebih, status gizi anak sekolah dasar merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Salah satu yang sering terjadi adalah masalah konsumsi zat besi dan seng, sehingga diperlukan perhatian dalam konsumsi makanan dan zat gizi adalah anak usia sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah dasar di SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dengan jumlah sampel 69 siswa. Jenis Data yang dikumpulkan yaitu data primer, dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner recall 24 jam, food frequency dan pengukuran status gizi (TB/U dan IMT/U) dan Data sekunder diperoleh diinstansi yang terkait, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS, Nutrisurvey dan WHO antro plus 2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zat besi pada anak sekolah di SDN 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 39 orang (56,5%), Konsumsi zat seng sebagian besar pada kategori kurang yaitu sebanyak 52 orang (75,4%), Status gizi berdasarkan IMT/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 57 orang (82,6%), Status gizi berdasarkan TB/U sebagian besar pada kategori normal yaitu sebanyak 44 orang (63,8%)
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi arahan bagi siswa agar mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan bergizi, dan kepada peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut pada variabel yang berbeda.
iii
malnutrition and nutrition, nutritional status of primary school children is a picture of what is consumed in the long term. One problem that often occurs is the consumption of iron and zinc, so that the necessary attention in the consumption of foods and nutrients are school-age children. This study aims to describe the consumption of iron, zinc and nutritional status of primary school children in SDN No. 060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota.
This type of research is a survey research using quantitative approach. Sampling was carried out with a total sampling method with a sample of 69 students. The type of data collected primary data, performed by using interviews, questionnaires 24 hour recall, food frequency and measurement of nutritional status (TB/U and IMT/U) and secondary data obtained diinstansi related, processing and analysis of data by using a computer program SPSS, Nutrisurvey and WHO antro plus 2007.
The results showed that the consumption of iron in school children in SDN 060 813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota largely on the category of less as many as 39 people (56.5%), consumption of zinc mostly in the category of less as many as 52 people (75 , 4%), nutritional status based on IMT/U mostly in the normal category as many as 57 people (82.6%), based on the nutritional status of TB/U mostly in the normal category as many as 44 people (63.8%)
The results of this study may be a referral for students to consume a varied diet and nutrition, and to other researchers to further explore the different variables.
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang
memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di
samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Nursari, 2010).
Upaya untuk meningkatkan SDM adalah melalui program gizi yaitu
meningkatkan status gizi masyarakat. Salah satu indikator pengukur tinggi
rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Kualitas Hidup Manusia (Human
Development Indeks-HDI) (Manampiring, 2008).
Human Development Indeks Indonesia pada tahun 2013 masuk pada
peringkat ke-121 dari 186 negara dan 8 negara teritorial. Hal ini menunjukkan
masih rendahnya kesehatan di Indonesia terutama kesehatan ibu dan anak. Ibu dan
anak terutama ibu hamil, menyusui, bayi, balita dan anak usia sekolah merupakan
kelompok yang harus diperhatikan dengan serius.
Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian zat
gizi dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Selama masa pertumbuhan
tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan
sempurna (Judarwanto, 2006). Pada fase ini, tubuh dengan optimal menyimpan
cadangan nutrisi yang diperlukan anak pada fase pubertas nantinya. Selain itu,
anak usia sekolah merupakan fase dimana aktivitas anak berlangsung sangat
demikian kecukupan zat gizi menjadi hal utama yang harus dipenuhi oleh
keluarga (Akhmadi, 2009).
Anak usia sekolah dasar yaitu antara umur 6-12 tahun merupakan masa
saat mereka mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) yang kedua
setelah masa balita. Kelompok ini rentan terhadap anemia zat besi karena
kebutuhan zat besi selama masa ini meningkat dengan adanya pertumbuhan
jaringan yang cepat dan kenaikan massa sel darah merah (Zulaekah &
Widyaningsih, 2008).
Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan,
energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan
anak adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat,
protein, lemak serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Kebutuhan energi
golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar dari pada golongan umur 7-9 tahun,
karena pertumbuhan relatif cepat, terutama penambahan tinggi badan (Devi,
2012).
Gizi merupakan salah satu faktor penentu untuk mencapai kesehatan yang
prima dan optimal. Namun, masyarakat di Indonesia masih menghadapi beberapa
masalah gizi, salah satunya adalah anemia. Zat gizi mikro (miconutrienf) adalah
terminologi yang digunakan untuk menjelaskan elemen kelumit (trace element)
yang terdiri dari pelbagai vitamin dan mineral. Mineral yang termasuk zat gizi
mikro antara lain adalah besi, seng, tembaga, selenium, chromium, iodium,
fluorine, mangan, molybdenium, nikel, silikon, vanadium, arsenik dan cobalt.
Kesemua zat gizi mikro diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil dan harus
Anak sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan terhadap defisiensi
zat gizi mikro diantaranya adalah zat besi dan seng, hal ini disebabkan oleh
kurangnya zat besi dan seng dalam makanan. Pada kondisi ini, anak harus
mendapatkan asupan gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Cerminan
kecukupan gizi dapat dinilai dari status gizi anak dan merupakan salah satu tolak
ukur yang penting untuk menilai keadaan pertumbuhan dan status kesehatannya.
Besi dan seng merupakan mikronutrein esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh serta sistem imun manusia. Defisiensi mikronutrien tersebut
menyebabkan penurunan sistem imun, gangguan perkembangan psikomotor dan
menurunkan kemampuan kerja. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat
kesegaran jasmani, yang sangat penting dalam tercapainya perkembangan dan
pertumbuhan optimal pada masa anak-anak (Lestari, 2009).
Defisiensi besi dan seng sering terjadi pada populasi gizi kurang (Donald,
2000) terutama pada negara-negara berkembang dengan tingkat ekonomi masih
lemah. Defisiensi besi berpengaruh pada pertumbuhan anak. Salah satu akibatnya
adalah lemahnya peningkatan berat badan yang pada akhirnya akan memperburuk
status gizinya (Lonnerdal, 1998). Selain itu juga menyebabkan gangguan
perkembangan mental dan motorik anak, serta menyebabkan anemia yang
merupakan penyakit penyerta gizi buruk ataupun sebaliknya yaitu anemia
berlanjut yang menyebabkan gizi buruk (Nasution, 2004).
Kekurangan zat besi pada anak-anak dan orang dewasa dengan atau tanpa
anemia sangat erat berhubungan dengan kemampuan belajar, selain itu
berhubungan erat dengan pertumbuhan dan nafsu makan (Chwang, 1989;
prasekolah dan sekolah, anemia defisiensi besi dapat mengganggu proses tumbuh
kembang, menurunkan daya konsentrasi belajar, dan memudahkan anak terserang
penyakit. Hal ini terjadi oleh karena masukan zat besi melalui makanan
sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis atau menderita infeksi kronis yang
menyebabkan pertumbuhan otak tidak optimal, pertumbuhan fisik yang lemah,
daya tahan terhadap infeksi menurun dan penurunan kemampuan kognitif (Oski,
1993).
Kekurangan seng yang terjadi pada usia sekolah dapat berakibat gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan sel otak. Menurut Groff (1998) defisiensi
seng dapat menurunkan kemampuan ekspresi gen dalam proses replikasi sel dan
pertumbuhan tulang (SKRT, 2001). Anak dengan gizi buruk juga mengalami
penurunan konsentrasi serum seng dan seng yang rendah pada hati dan otot.
Berdasarkan laporan Golden, meskipun anak gizi buruk mendapat rehabilitasi
berupa formula susu, mereka tetap memiliki konsentrasi seng rendah dan kenaikan
berat badan pada tingkat rendah pula. Setelah menerima suplementasi seng,
mengalami peningkatan berat badan pada tingkat baik (Lonnerdal, 1998).
Defisiensi seng dapat mengganggu pertumbuhan yang menyebabkan anak
menjadi gizi buruk dan meningkatkan risiko diare dan infeksi saluran nafas
(Nasution, 2004). Defisiensi seng terjadi karena kurangnya asupan makanan,
terutama yang mengandung protein tinggi, ketersediaan hayati seng rendah,
malabsorpsi dan meningkatnya ekskresi oleh tubuh melalui tinja dan air seni
(Linder, 1994). Defisiensi seng ringan kemungkinan lebih banyak prevalensinya
dibanding prevalensi defisiensi besi, baik di negara berkembang dan di negara
Seng merupakan zat yang sangat penting bagi tubuh, lebih dari 300
metaloenzim tubuh bergantung pada seng. Seng terlibat dalam berbagai
keseimbangan asam-basa, metabolisme asam amino, pembentukan protein sistem
kekebalan, reproduksi dan perkernbangan sistem syaraf (O'Dell, B, 1992).
Defisiensi seng menyebabkan beberapa gangguan pada sistem kekebalan tubuh,
berkurangnya fungsi indra perasa, anorexia, diare, memperlambat penyembuhan
luka, dermatitis, memperlambat pertumbuhan dan perkembangan selama
kehamilan, masa kanak-kanak dan masa remaja (Cousins, 1990).
Status gizi pada anak usia sekolah dapat dinilai dengan indeks
antropometri IMT/U yaitu proporsi tubuh antara berat badan menurut umur yang
seharusnya. Hasil RISKESDAS 2008 menunjukkan prevalensi status gizi anak
sekolah (6-I4 tahun) secara nasional dengan kategori kurus dan sangat kurus
menurut indeks IMT menurut umur pada laki-laki sebesar 13,3% dan perempuan
10,9%. Status gizi berdasarkan indeks IMT rnenurut umur menggambarkan
kekurangan gizi pada saat ini. Gangguan gizi selain makro (energi dan protein),
dapat juga disebabkan kurang zat gizi mikro (zat besi,vitamin A dan seng) atau
kombinasi dari ketiganya. Saat ini status gizi secara antropometri lebih dikaitkan
dengan asupan zat gizi makro (karbohidrat, kalori, protein dan lemak), padahal
peranan zat gizi makro tidak akan optimal tanpa kehadiran zat gizi mikro.
Rata-rata konsumsi orang dewasa yang dianjurkan sebesar 2100 kalori per hari
merupakan patokan global dengan asumsi di dalamnya tersedia zat gizi mikro
yang memadai (RISKESDAS, 2008).
Status gizi anak usia sekolah dasar yaitu pada usia 5-12 tahun menurut
menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak
umur 5-12 tahun adalah 11,2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2
persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling
tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi
sangat kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah,
Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan,
Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi sumatera
utara merupakan salah satu provinsi dari 16 provinsi yang mempunyai prevalensi
sangat kurus diatas-rata-rata nasional yaitu sebesar 18% (RISKESDAS, 2013).
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wisesa (2013) untuk menilai
status gizi anak sekolah dasar di SDN 064977 melalui pengukuran antropometri
dan menggunakan grafik CDC-NCHS 2000 berdasarkan IMT/U. Hasil dari
penelitian ini memperlihatkan sebanyak 81,5% anak di SDN tersebut memiliki
gizi baik.
Survei awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri 060813 bahwa jumlah
murid keseluruhan di sekolah tersebut berjumlah 158 anak, dimana ada 15 orang dari
20 siswa SD yang diukur memiliki badan yang kurus. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan IMT/U dan juga dengan bantuan software WHO Antro dengan
klasifikasi menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun. Disamping itu,
dilakukan pula wawancara untuk melihat gambaran konsumsi makanan dalam waktu
24 jam. Hasil nya dalam sehari mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan
seperti disaat pagi sebelum sekolah hanya minum teh manis serta roti kering, disertai
bakso cilok, mi instan yang tidak dimasak, minuman buah seperti nutri jeruk, frutang,
dan minuman lain yang memiliki pewarna yang menarik. Dan saat siang juga hanya
mengonsumsi nasi putih dan lauk apa adanya seperti mie instan, telur, dan beberapa
potong ikan tanpa mengonsumsi sayuran. Pada saat malamnya hanya mengonsumsi
makanan kecil seperti roti dan snack. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan
anak-anak kurang mengonsumsi makanan seperti daging dan sayur-sayuran yang
memiliki kandungan zat besi dan seng.
Berdasarkan uraian yang diatas penulis sangat ingin meneliti lebih dalam
mengenai “Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak
Sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar Merah Barat
Tahun 2014”.
1.2. Perumusan masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian adalah bagaimana Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi
Pada Anak Sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan Pasar
Merah Barat Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran konsumsi zat besi,
seng dan status gizi pada anak sekolah di SD Negeri 060813 Kecamatan Kota
Kelurahan Pasar Merah Barat tahun 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi pengelola pendidikan SD Negeri 060813 Kecamatan Kota Kelurahan
untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah dalam rangka
program peningkatan gizi dan kesehatan berbasis sekolah. Terutama berkaitan
dengan masalah asupan zat besi, seng dan status gizi pada anak sekolah.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian
lanjutan yang berkaitan dengan zat besi, seng dan status gizi pada anak
9
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Zat Besi
Zat besi sangat diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membantu kerja
berbagai macam enzim dalam tubuh, menanggulangi infeksi, membantu kerja
usus untuk menetralisir zat-zat toksin dan yang paling penting adalah untuk
pembentukan hemoglobin. Jumlah besi yang disimpan dalam tubuh manusia
adalah sekitar 4 g. Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh. Sebagian besar
zat besi yaitu kira-kira 2/3 dari total besi tubuh terikat dalam hemoglobin yang
berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme ke
jaringan-jaringan tubuh. Sebagian lagi dari zat besi terikat dalam sistem
retikuloendotelial di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi untuk cadangan.
Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transferin yang merupakan
transporting iron binding protein, sedangkan sebagian kecil lagi didapati dalam
enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator bagi proses metabolisme dalam
tubuh. Kira-kira 1 mg besi hilang melalui urin, feses, keringat dan jaringan yang
lepas dari kulit dan saluran cerna (Provan, 2004).
Zat besi (Fe) terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan,
dan sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami
sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber Fe
nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan hewani
dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih mudah diserap
daripada Fe nabati (non heme). Sumber terbaik zat besi dari makanan ialah hati,
dan sayur yang dikeringkan adalah sumber iron yang baik daripada tumbuhan
Soekirman (2000). Berbagai bahan makanan yang merupakan sumber zat besi
dapat dilihat pada table 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Daftar Bahan Makanan Sumber Zat Besi
Jenis Makanan Kadar Zat Besi (mg)
Daging 2,2-5
Ikan 1,2-4
Telur 1,2-1,5
Kacang hijau 6
Kacang kedelai 15,7
Sumber : Soekirman (2000).
2.1.1.Kebutuhan Zat Besi
Zat besi terdapat dalam makanan dalam bentuk ferri hidroksida,
ferri-protein dan kompleks heme-ferri-protein.Kandungan zat besi dan proporsi besi yang
diabsorpsi adalah berbeda bagi setiap jenis makanan.Secara umumnya, daging
terutamanya hati adalah sumber zat besi yang lebih baik berbanding
sayur-sayuran, telur dan sumber tenusu. Kebutuhan zat besi melalui makanan setiap
harinya sangat berbeda bergantung pada umur, jenis kelamin dan keadaan
individu masing- masing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun
kehidupan pertama, selanjutnya selama periode pertumbuhan cepat dan kenaikan
berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa reproduksi wanita. Berdasarkan
Recommended Daily Allowance (RDA), laki-laki dewasa normal (19 tahun ke
atas) memerlukan zat besi sebanyak 8 mg/hari, sedangkan wanita pada usia
reproduktif (19-50 tahun) memerlukan zat besi sekitar 18 mg/hari. Pada wanita
hamil pula kebutuhan zat besi adalah sekitar 27 mg/hari dan tergantung pada usia
kehamilannya. Pada anak usia 4 hingga 8 tahun, zat besi yang dibutuhkan adalah
10 mg/hari manakala anak usia 9 hingga 13 tahun memerlukan zat besi sekitar 8
2.1.2. Metabolisme zat besi
Raspati (2010) menyatakan bahwa pada orang dewasa, perkembangan
metabolisme dalam hubungannya dengan homeostasis besi telah diketahui dan
dapat difahami dengan baik. Proses metabolisme tersebut diperkirakan sama
dengan yang terjadi pada anak-anak. Zat yang berperan penting dalam
pembentukan hemoglobin adalah zat besi dengan protein (globin) dan
protoporfirin. Selain zat tersebut, terdapat pula enzim-enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme.
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi
dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh
mukosa usus. Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam
makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan
penyerapan besi non heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat
dalam teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat,
dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi
penyerapan zat besi. Kandungan zat besi pada orang dewasa adalah 55 mg/kg BB
atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk
hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan
3% dalam bentuk mioglobin. Hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2%
sebagai enzim. Pada bayi yang baru lahir, kandungan zat besi dalam tubuhnya
adalah 0,5 gram.
Menurut Anwar (2009) zat besi dalam makanan ada dalam 2 bentuk, yaitu
besi heme dan besi non heme. Besi heme adalah senyawa besi yang berikatan
darah bahan makanan hewani. Sedangkan besi non heme adalah besi yang ada
dalam bentuk besi anorganik dan umumnya terdapat dalam bahan makanan dari
tumbuh-tumbuhan, seperti sayuran dan kacang-kacangan. Zat besi non heme
terdapat dalam bentuk kompleks inorganik Fe3+. Absorbsi besi non heme sangat
dipengaruhi oleh faktor yang mempermudah dan faktor yang menghambat, yang
terdapat di dalam bahan makanan yang dikonsumsi. Sementara itu, zat besi heme
tidak dipengaruhi oleh faktor penghambat. Karena itu, jumlah zat besi heme yang
dapat diabsorbsi lebih banyak daripada zat besi dalam bentuk non heme. Dari
berbagai penelitian, dibuktikan bahwa besi heme yang dapat diserap hamper 30%,
sedangkan besi non heme hanya dapat diserap sebesar 5%. Namun, tingkat
penyerapan zat besi non heme yang rendah itu dapat ditingkatkan dengan
penambahan faktor yang mempermudah, yaitu vitamin C.
Raspati (2010) menjelaskan bahwa untuk metabolisme, besi heme di
dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung dan enzim
proteosa. Setelah itu besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin yang akan
masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian dipecah oleh enzim
hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin. Sedangkan besi non heme di
lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin
besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam sel mukosa, besi
akan dilepaskan dan apotransferin kembali ke dalam lumen usus. Selanjutnya
sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi
yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke peredaran darah dan berikatan
Selanjutnya Raspati (2010) menyatakan bahwa penyerapan besi oleh tubuh
berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai
pertengahan jejunum, makin ke arah distal usus penyerapannya semakin
berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi
non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (Feri/ Fe3+) yang oleh
pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi menjadi
bentuk fero (Fe2+). Bentuk fero ini kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus
dan di dalam sel usus bentuk fero ini mengalami oksidasi menjadi bentuk feri
yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Selanjutnya besi
feritin dilepaskan ke dalam peredaran darah setelah melalui reduksi menjadi
bentuk fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi kembali menjadi bentuk
feri yang kemudian berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Absorbsi
besi non heme akan meningkat pada penderita anemia defisiensi besi. Transferin
berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya didistribusikan ke dalam
jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai
cadangan besi tubuh.
Raspati (2010) juga menjelaskan bahwa di dalam sumsum tulang sebagian
besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa
dengan porfirin membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan heme
membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian
menurun dan selanjutnya dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial.
Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya
plasma dan mengalami siklus metabolisme seperti di atas atau akan tetap disimpan
sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.
Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.
Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih
sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer
hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi
dari makanan tidak mencukupi, maka tubuh akan menggunakan cadangan zat besi
yang ada untuk mempertahankan kadar Hb (Raspati, 2010).
Anwar (2009) menjelaskan bahwa fungsi utama senyawa besi adalah
fungsi metabolik dan fungsi enzimatik. Adapun yang termasuk kategori fungsi
metabolik adalah hemoglobin (sel darah merah), mioglobin, dan sitokom. Darah
merah merupakan pengangkut dan penyimpan zat gizi dan oksigen. Berkurangnya
jumlah sel darah merah dalam tubuh akan mempengaruhi kemampuan darah
untuk membawa zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya, tubuh
kekurangan zat gizi dan oksigen. Hal itulah yang menyebabkan timbulnya rasa
letih, lelah, lesu, dan lemah. Hal tersebut akan berlanjut pada aktivitas fisik
menurun, mudah lelah, dan sesak napas. Jika keadaan itu berlanjut, kegiatan
sehari-hari akan terganggu sehingga menurunkan produktifitas.
Anwar (2009) juga menjelaskan bahwa penurunan pemusatan perhatian
(atensi), kecerdasan, dan prestasi belajar dapat terjadi akibat anemia besi. Seorang
yang menderita anemia akan malas bergerak sehingga kegiatan motoriknya akan
energi. Akibatnya, daya pikir orang itu pun ikut menurun sehingga prestasi pun
ikut menurun. Anemia juga terbukti dapat menurunkan atau mengakibatkan
gangguan fungsi imunitas tubuh, seperti menurunnya kemampuan sel leukosit
dalam membunuh mikroba. Anemia juga berpengaruh terhadap metabolisme
karena besi juga berperan dalam beberapa enzim. Pada anak-anak, hal itu akan
menghambat pertumbuhan. Selain itu, anemia juga akan menyebabkan penurunan
nafsu makan yang akan menyebabkan seseorang kekurangan gizi.
2.1.3. Kekurangan Zat Besi
Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin,
dimana zat besi digunakan secara terus-menerus. Sebagian besar zat besi yang
bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan hanya sebagian
kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan keringat.
Keseimbangan zat besi dalam tubuh diregulasi dengan sebaiknya untuk
memastikan bahwa zat besi yang diabsorpsi di usus cukup untuk mengkompensasi
zat besi yang hilang dari tubuh. Bila seseorang anak atau bayi sedang tumbuh
membutuhkan zat besi yang lebih banyak daripada cadangan zat besi yang ada,
maka anak atau bayi tersebut akan mengalami keseimbangan zat besi yang
negatif. Bila keadaan ini menetap, maka usaha yang pertama dari tubuh adalah
cadangan zat besi akan dipakai, bila cadangan zat besi habis, maka bagian zat besi
yang berfungsi akan dengan cepat pula berkurang (Provan, 2004).
Terdapat 3 tingkat dari kekurangan zat besi. Pada tingkat pertama atau
"Negative Iron Balance”, ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya
cadangan besi, sehingga kadar feritin plasma dan simpanan besi dalam sumsum
keadaan ini mudah dibedakan dengan keadaan normal, tetapi pada anak yang
sedang tumbuh agak sulit ditentukan, karena pada anak-anak yang sedang tumbuh
dalam keadaan normal pun bisa didapati kadar hemosiderin dalam sumsum tulang
yang sangat rendah. Pada tingkat kedua, bilamana keseimbangan zat besi yang
negatif menjadi lebih progresif, maka terjadilah keadaan yang dinamakan "Iron
deficiency erythropoesis” dengan tanda-tanda penurunan cadangan zat besi dalam
tubuh, penurunan kadar besi dalam serum, dan penurunan kadar jenuh transferin
sampai 15-20%. Sintesis hemoglobin terganggu dan konsentrasi hemoglobin
berkurang sehingga di bawah kadar optimal tapi belum ada tanda-tanda anemia
yang jelas. Pada tingkat ketiga atau dinamakan "Iron deficiency anemia”,
keseimbangan zat besi yang negatif yang berlama-lama akan menyebabkan
munculnya tanda-tanda anemia yang nyata, disertai dengan kelainan-kelainan
seperti pada tingkat kedua (Kasper, 2005).
Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis.
Kehilangan secara fisiologis terjadi pada wanita usia reproduktif melalui
menstruasi yaitu kira-kira 20 mg besi per bulan. Semasa kehamilan pula, kira-kira
500-1000 mg besi hilang dari ibukepada fetus, plasenta dan perdarahan sewaktu
partus (Provan, 2004).Kehilangan zat besi secara patologis pula paling sering
terjadi akibat perdarahan saluran cerna.Prosesnya sering tiba-tiba.Perdarahan
akibat cacing tambang dan Schistosoma merupakan penyebab tertinggi terjadinya
perdarahan saluran cerna dan seterusnya mengakibatkan anemia defisiensi besi
(Wijaya, 2007). Pada orang dewasa, penyebab lain yang mengakibatkan
perdarahan saluran cerna adalah tukak peptik, hernia hiatus, gastritis akibat
contohnya angiodisplasia, penyakit inflamasi usus dan neoplasma. Perdarahan
pada saluran urogenital juga boleh menyebabkan anemia defisiensi besi contohnya
neoplasma, proses inflamasi atau batu saluran kemih (Beutler, 2000).
Penurunan absorpsi zat besi juga dapat mengakibatkan terjadinya anemia
defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan komplikasi umum dari
gastrektomi parsial atau total karena penurunan dari keasaman lambung dan
peningkatan kecepatan transit usus mengganggu absorpsi dari zat besi (Greer,
2003). Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat
menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proksimal ikut
terlibat.Penyakit seperti enteropati diinduksi gluten dan gastritis atropik
disebabkan autoimun atau infeksi helicobacter pylori turut menjadi faktor
predisposisi kepada defisiensi besi akibat gangguan absorpsi (Hoffbrand, 2006).
Penyebab seterusnya adalah asupan zat besi yang tidak adekuat. Tetapi,
tanpa ada penyebab lain contohnya kehilangan darah yang signifikan atau
infestasi cacing tambang, etiologi ini jarang menimbulkan anemia defisiensi besi
kecuali pada anak yang sedang membesar dan orang yang sepanjang hidupnya
tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, hanya makan bijirin
dan sayuran sahaja. Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan
makanan yang berasal dari daging hewan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan
yang dapat mengganggu penyerapan zat besi secara bersamaan pada waktu makan
juga boleh menyebabkan absorpsi zat besi semakin berkurang (Warrell, 2003).
2.1.4. Pencegahan Kekurangan Zat Besi
Upaya pencegahan defisiensi besi haruslah melibatkan semua sektor dan
komunikasi. Sektor ini juga harus bekerjasama dengan organisasi masyarakat
untuk memastikan proses ini lebih efisien. Prinsip dari upaya pencegahan anemia
defisiensi besi adalah untuk membasmi kemiskinan, meningkatkan akses terhadap
diet yang bervariasi dan memperbaiki perkhidmatan kesehatan dan sanitasi.
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pendekatan berbasis
medis dan pendekatan berbasis pangan. Pendekatan berbasis medis yang paling
sering dilakukan di negara berkembang adalah pemberian suplementasi besi atau
tablet besi. Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan
dalam program suplementasi disamping anak usia pra sekolah, anak usia sekolah,
serta bayi. Dosis suplementasi besi yang harus diberikan adalah berdasarkan usia
dan kondisi seseorang. Bagi anak usia sekolah dimana prevalensi anemia melebihi
40%, dosis yang dianjurkan oleh WHO adalah 2 mg/kgBB/hari selama 3 bulan.
Salah satu masalah dari upaya ini adalah kesukaran untuk berhubungan dengan
kelompok berisiko melalui perkhidmatan kesehatan.Oleh itu, diperlukan usaha
yang lebih dari semua organisasi untuk menjangkau kelompok-kelompok ini
(Provan, 2004).
Pendekatan berbasis pangan pula bertujuan untuk memperbaiki dan
mengekalkan status zat besi suatu populasi yaitu meliputi perubahan perilaku dan
sikap untuk meningkatkan konsumsi mikronutrien melalui makanan.Upaya ini
bisa dilakukan dengan mempromosikan dan meningkatkan akses terhadap
makanan yang kaya zat besi contohnya daging dan organ dari sapi, ikan, dan
makanan laut serta sayur-sayuran hijau. Selain itu, dengan menambahkan
makanan yang merupakan perangsang bagi absorpsi besi contohnya buah-buahan
absorpsi dan utilisasi besi di usus halus dapat ditingkatkan. Edukasi mengenai
nutrisi yang efektif juga diperlukan dalam pendekatan ini.Informasi mengenai
kesehatan dan nutrisi perlu didedahkan kepada anggota masyarakat supaya
mereka lebih bijak dalam memilih makanan seterusnya dapat mencegah terjadinya
anemia defisiensi besi. Pengkayaan atau fortifikasi makanan juga merupakan
salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Program fortifikasi
yang efektif memerlukan kerjasama dari pihak kerajaan, industri makanan dan
pengguna.Strategi dalam program ini adalah dengan mengidentifikasi makanan
yang sering dikonsumsi dan mudah didapatkan oleh populasi target. Di negara
industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, roti,
makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu seperti susu
formula bayi dan makanan sapihan (WHO, 2001).
2.1.5. Besi Dan Pertumbuhan Anak
Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam memproduksi
hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh, mengangkut elektron dalam sel, dan dalam mensintesis enzim yang
mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama
memproduksi energi selluler (Gillespie, 1998).
Keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi di dalam tubuh,
absorpsi besi, dan besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi dalam tubuh merupakan
besi yang bersifat fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. Selama
masa sirkulasi sel darah merah, beberapa sebagai mioglobin di dalam sel otot dan
sebagian ada di dalam enzim yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi
hemosiderin) yang berfungsi sebagai simpanan yang dapat digunakan bila
dibutuhkan. Anak-anak mempunyai simpanan besi yang rendah yang disebabkan
karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan pertambahan volume darah
(Gillespie, 1998).
Defisiensi besi merupakan kekurangan zat gizi yang biasa terjadi di negara
berkembang dan industri. Apabila tubuh mengalami kekurangan besi, dapat
menyebabkan anemi kurang besi. Anemia defisiensi besi adalah keadaan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar di bawah 11 g/dl.
Cut off point hemoglobin anak usia 6 bulan-6 tahun adalah 11 gr% (Hadisaputro,
1977).
Konsekuensi anemia defisiensi besi diakui memberi pengaruh terhadap
metabolisme energi dan fungsi kekebalan yang akan berpengaruh pada fungsi
kognitif dan perkembangan motorik (Lonnerdal, 1998). Defisiensi besi juga
berhubungan dengan menurunnya fungsi kekebalan yang diukur dengan
perubahan dalam beberapa komponen sistem kekebalan yang terjadi selama
defisiensi besi. Konsekuensi dari perubahan fungsi kekebalan adalah resistensi
terhadap penyakit infeksi. Pada anak-anak defisiensi besi berhubungan dengan
kelesuan, daya tangkap rendah, lekas marah dan menurunnya kemampuan belajar
(RDA, 1989).
Selama periode kehidupan di United State defisiensi besi diobservasi,
yaitu: (1) Pada usia 6 bulan-4 tahun, karena kandungan besi dalam susu rendah,
adanya pertumbuhan tubuh yang cepat, dan cadangan besi dalam tubuh sering
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di atas usia 6 bu1an. (2) Selama
darah merah dan kebutuhan simpanan besi dalam mioglobin. (3) Selama masa
reproduksi pada wanita karena kehilangan besi pada saat menstruas. (4) Selama
hamil, karena perkembangan volume darah ibu, kebutuhan dari janin dan plasenta,
dan kehilangan darah pada saat melahirkan (RDA, 1989).
Pada 3 bulan pertama kehidupan kebutuhan bayi terhadap besi dapat
dipenuhi dari air susu ibu (ASI). Pada bayi yang dari lahir sampai usia 3 tahun
tidak diberi ASI membutuhkan besi kira-kira 1 mg/kg per hari. Kebutuhan
sehari-hari yang dianjurkan untuk usia 6 bulan-3 tahun adalah 10 mg/sehari-hari yang
rnerupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan
anak pada saat itu (RDA, 1989).
Defisiensi besi umumnya terjadi pada usia 6–12 .bulan atau 1-2 tahun,
yaitu 70% kebutuhan besi pada usia 6-12 bu1an dan 50% kebutuhan besi pada
usia 1-2 tahun terjadi saat pertumbuhan jaringan yang cepat. Pada tahun pertama
kehidupan, kebutuhan seorang bayi untuk mengabsorpsi besi sama besarnya
dengan kebutuhan seorang laki-laki dewasa, yang mana hal ini sangat sulit untuk
dipenuhi.
Gillespie, 1998 juga menegaskan bahwa jika terjadi defisiensi besi pada
usia 6-24 bulan yaitu, pada saat terjadi pertumbuhan yang pesat, dengan
konsekuensi dapat mengganggu penggunaan energi dan pertumbuhan fisik.
Prevalensi tertinggi defisiensi besi terjadi bersamaan dengan saat terakhir
pertumbuhan otak anak (6-24 bulan), yaitu pada saat terbentuknya kemampuan
kognitif dan motorik. Kandungan besi dalam otak pada saat lahir hanya 10% dan
menderita defisiensi besi hasil tes psikomotornya kurang baik dibandingkan
anak-anak yang tidak anemia (Gillespie, 1998).
2.2. Seng
Salah satu fungsi seng yaitu berperan sebagai kofaktor yang penting untuk
lebih dari 70 enzim. Dalam fungsi ini, seng mengikat residu histin dan sistein dan
dalam waktu yang sama menstabilkan serta membuka tempat/sisi aktif dari
enzim-enzim ini sedemikian rupa sehingga katalis dari reaksi dapat berjalan (Berdanier,
1998).
Kadar seng normal dalam serum 80–110 mikrogram/dl, dalam darah
mengandung20 kali lipat karena adanya enzim karbonik anhidrase dalam eritorsit,
rambutmengandung 125–250 mikrogram/dl, muskulus 50 mikrogram/dl. Sumber
seng dalammakanan biasanya yang berhubungan dengan protein, kadar seng yang
tinggi terdapat dalam telur, daging unggas, daging sapi, tiram, kepiting, dan
kacang-kacangan (Bakri, 2003).
Seng juga terlibat pada keadaan–keadaan sebagai berikut : proses
pembelahan sel, metabolisme asam nukleat, sintesa protein, kofaktor atau
metaloenzim, transportasi dan regulasi beberapa hormon kelenjar hipofise, tiroid,
timus, adrenal, ovarium, dan testis, antioksidan kuat sehingga seng melindungi
membran sel dari kerusakan oksidatif danberfungsi menstabilkan struktur dinding
sel, stimulator proliferasi dan migrasi keratinositdidaerah luka (Heidelise, 1997). Kebutuhan tubuh akan seng tergantung pada pengaturan diet yang adekuat
agar dapat menyediakan seng bagi keperluan berbagai proses metabolisme dalam
tubuh. Berbagai bahan makanan yang merupakan sumber seng dapat di lihat pada
Tabel 2.2. Daftar Bahan Makanan Sumber Seng
Jenis Makanan Kadar Seng (mg/kilogram Basah
Daging sapi 10-43
Daging ayam 7-16
Ikan laut (cod) 4
Susu 3,5
Keju 40
Beras 13
Kelapa 5
Kentang 3
Sumber : Sandström, Dietary pattern and zinc supply. Dalam Zinc in human
biology, CF Mills (ed). London : Springer Verlag, 1989.
Jenis dan cara pengolahan makanan dapat mempengaruhi total masukan
seng dan bioavailability-nya. Susu dan produknya merupakan sumber seng yang
penting bagi bayi dan anak-anak. Air susu ibu mengandung seng lebih sedikit
dibandingkan susu sapi, tetapi bioavailabilitynya lebih baik. Hal ini disebabkan
air susu ibu mengandung protein ligand yang spesifik untuk seng, disamping asam
sitrat, asam palmitat, dan asam picolinic yang dapat meningkatkan absorpsi seng.
Bahan pangan nabati banyak mengandung asam fitat dan serat (selulosa) yang
dapat menghambat absorpsi seng.
2.2.1 Kebutuhan Seng yang Dianjurkan
Kebutuhan tubuh akan seng bervariasi, tergantung usia, jenis kelamin,
bioavailabilitas seng dari makanan dan keadaan fisiologi tertentu seperti
kehamilan dan menyusui. Untuk anak usia 7-9 tahun angka kebutuhan seng yang
Tabel 2.3. Kebutuhan Seng Menurut Umur berdasarkan Reference Nutrient Intake (RNI-UK) dan Recommended Dietary Allowances (RDA
– USA) dalam mg/hari (Aggett PJ, 1994).
Umur RNI RDA
0 – 3 bulan 4 – 6 bulan
7 – 9 bulan
10 – 12 bulan 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 10 tahun
11 – 14 tahun dan Dewasa
4,0 5,0 5,0 5,0 6,5 7,0 9,0 / 9,0
5,0 5,0 5,0 5,0 10,0 10,0 10,0 15,2 / 12,0 Sumber : Aggett PJ, 1994
2.2.2. Metabolisme Seng
Metabolisme dan absorbs seng menyerupai metabolism zat besi. Absorbs
membutuhkan alat angkut dan terjadi dibagian atas usus halus (duodenum). Seng
diangkut oleh albumin dan tranferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati.
Kelebihan seng disimpan di hati dalam bentuk metalotionin selebihnya dibawa ke
pancreas dan jaringan tubuh lain. Seng di dalam pankreas dibuat untuk membuat
enzim pencernaan
Absorbsi seng diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel
dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan.,
sehingga absorbs berkurang. Bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel
dinding halus yang umurnya adalah 2-5 hari. Metalotionein di dalam hati
mengikat seng hingga dibutuhkan oleh tubuh. Distribusi seng antara cariran
ekstraseluler, jaringan dan organ dipengaruhi oleh keseimbangan hormone dan
situasi stres. Hati memegang peranan penting dalam redistribusi ini (Almatsier,
2002).
Selama proses pencernaan, enzim mengeluarkan seng dari makanan dan
membentuk kompleks koordinasi dengan beranekaragam ligan exogeus dan
endogeneous seperti asam amino, fosfat dan asam organic lainnya. Asam amino
ligan tersebut adalah histidin dan sistein (O'Dell, 1992). Kompleks Zn-histidin dan
Zn-Methionin menunjukkan absorbs yang lebih efisien dibandingkan Zn-sulfat.
Absorbs seng berlangsung cepat dan proses transportnya kemungkinan tergantung
energy yang dibentuk. Beberapa mineral lain merupakan pesaing dalam
penggunaan seng oleh tubuh seperti Fe, Cu, Ca, dan Mn. Khususnya besi, fitat dan
seng bersaing pada binding site di entrosit sehingga menghambat absorbs seng
(Cousins & Hempe, 1990).
Setelah seng diabsorbsi di usus halus selanjutnya di sirkulasi akan
berkaitan dengan albumin (80%), alfa-2 makroglobin (15%), protein molekul
rendah dan mungkin dengan tranferin dan histidin, kurang dari 100% berkaitan
dengan asam amino atau metaloenzim. Diperifer seng akan diambil sel perifer
yaitu hepatosit, fibroblast, dan sel-sel asini pankreas menggunakan seng untuk
membuat beberapa enzim pencernaannya. Sekresi pankreas adalah sumber seng
endogenous yang utama, sedangkan sumber lainnya yaitu dari empedu dan sekresi
dari gastro-duodenum (Agget, 1994).
Pengaturan homeostasis seng dilakukan dalam saluran pencernaan.
Mekanisme yang terlibat didalamnya adalah basorbsi seng dan sekresi
endogenous. Walaupun hepar memegang peranan penting dalam metabolisme
seng, namun belum diketahui secara jelas mekanisme yang terjadi dalam hepar
(Bakri, 2003).
Setelah masuk kedalam entrosit, seng diikat oleh suatu protein intestinal
memindahkan sengke metallothionin atau melintasi sisi basolateral entrosit untuk
berkaitan dengan albuminserta dibawa ke darah portal (Groff & Sareen, 1998).
2.2.3. Defisiensi Seng
Bila terjadi defisiensi seng maka akan membawa perubahan pada beberapa
sistim organ seperti sistim saraf pusat (malformasi permanen, pengaruh terhadap
neuromotor dan fungsi kognitif), saluran pencernaan, sistem reproduksi, dan
fungsi pertahanan tubuh baik pertahanan spesifik maupun non spesifik (Aggett,
1994). Gangguan pada sisitim pertahanan non spesifik seperti kerusakan sel–sel
epidermal, gangguan aktifitas sel natural killer, fagositosis dari makrofag dan
netrofil. Gejala-gejala tersebut akan terjadi bila terjadi defisiensi seng berat
[image:44.595.116.514.394.614.2](Hambidge, 2003).
Tabel 2.4 Gejala Defisiensi Seng (Aggett PJ, 1994). Masa timbul
Gejala
Bayi Anak
Gejala a. Anoreksia
b. Gagal tumbuh c. Tremor d. Dermatitis, vesikobulosa
e. Stomatitis, glossitis f. Distropi kuku, Alopesia
g. Diare, malabsorbsi h. Rentan terhadap infeksi karena gangguan sistim imun a. Pica,gangguan,pengecap dan penciuman
b. Kelambatan tinggi
badan
c. Depresi, mood yang labil, gangguan serebral (gangguan memori) d. Ataxia, dysartria e. Phtopobia, buta senja f. Kelambatan pubertas
Sumber : Aggett, 1994
Dikatakan defisiensi seng bila kadar seng rambut < 120 mikrogram/dl
Ada 4 faktor yang berperan dalam terjadinya defisiensi seng :
1. Absorbsi yang inadekuat : Keadaan malnutrisi, vegetarian, pemberian nutrisi
enteral dan parenteral / diet untuk mengatasi inborne error metabolism,
infestasi intestinal, interaksi zat gizi antara komponen diit dan obat – obatan.
2. Maldigesti dan malabsorbsi: mekanisme abosorbsi karena imaturitas,
akrodermatitis, enterohepatika, pembedahan lambung/ reseksi usus dan
enteropati.
3. Pembuangan yang meningkat: keadaan katabolisme, enteropati dengan loss
protein, gagal ginjal, renal dialysis, terapi diuretik, chelating agent (spesifik
dan nonspesifik), dermatosis eksfoliatif.
4. Kebutuhan yang meningkat : sintesa jaringan yang cepat, konvalesen paska
katabolik, penyakit neoplasma, dan resolving anaemias.
2.2.4. Penentuan Status Seng
Status seng pada tubuh dapat ditentukan dengan pengukuran konsentrasi
seng serum, konsentrasi seng eritrosit, leukosit, netrofil, dan konsentrasi seng
pada rambut. Sementara itu, penentuan status seng marjinal dapat dengan
mengukur metallothionin sel darah merah. Konsentrasi metallothionin sel darah
merah memiliki respon yang baik terhadap perubahan asupan seng, ketika seng
serum tidak menunjukkan perubahan(Hambidge, 2003).
Seng serum adalah indikator yang secara luas sering dipakai untuk
menentukan status seng saat ini, namun tidak selalu menggambarkan secara tepat
kadar seng dalam tubuh karena seng berikatan terutama dengan albumin, sehingga
akan berubah bila kadar albumin berubah. Kadar seng rambut yang rendah
maupun sedang. Hal ini disebabkan karena bila dalam tubuh terjadi defisiensi
seng maka seng rambut akan diambil sebagai seng endogen untuk mencukupi
kebutuhan seng, maka akan mempengaruhi pertumbuhan rambut. Sehingga
analisa terhadap seng rambut lebih tepat menggambarkan kecukupan seng pada
masa lampau. Pada seseorang dengan defisiensi seng berat, konsentrasi seng
rambut akan rendah. Konsentrasi seng akan kembali normal dalam serum bila
kembali bila diberi suplementasi seng (Hambidge, 2003).
2.2.5. Seng dan Pertumbuhan Anak
Seng merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang
cukup besar akhir-akhir ini. Seng berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10
macam enzim. Berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan
Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc
dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker
& Prasad, 1998).
Seng umumnya ada di dalam otak, dimana zat seng mengikat protein.
Kekurangan seng akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak,
fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998).
Menurut Eschlemen (1996), seng adalah suatu komponen dari beberapa sistem
enzim, yang berfungsi di dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di
dalam proses penggunaan vitamin A.
Prasad (1998) mengatakan bahwa defisiensi zat seng menyebabkan
stunting dan hypogonadism pada anak laki-laki petani Iranian. Mereka kemudian
menegaskan dalam hipotesis mereka pada remaja di Egyptian dan Iranian melalui
seng juga diketahui terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di beberapa negara,
dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting.
Suatu meta analisis dari 25 penelitian tentang pengaruh suplementasi seng
pada pertumbuhan anak yang dilakukan oleh Brown (1998), menunjukkan bahwa
pemberian suplementasi zinc secara statistik bermakna memberikan efek yang
lebih baik terhadap pertumbuhan secara linier dan pertambahan berat badan anak.
Umur juga merupakan faktor yang penting dalam hubungan antara
defisiensi zinc dengan perkembangan kognitif anak. Karena selama masa
pertumbuhan dan perkembangan cepat, seperti pada masa remaja jika konsumsi
makan tidak cukup dan seimbang, maka anak akan kekurangan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut seperti
protein, vitamin dan mikronutrien tertentu. Anak-anak yang berasal dari pedesaan
dan dari keluarga dengan .penghasilan rendah ditemukan mempunyai konsentrasi
seng dalam plasma yang rendah selama masa pertumbuhan dan masa remaja dan
keadaan gizi anak yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan menengah
menderita defisiensi zat seng yang sedang selama masa pertumbuhan (Black,
1998).
Fakta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai seng
dalam jumlah yang lebih untuk memenuhi kebutuhan zat seng bayi dan anak
selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Penelitian yang dilakukan
oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa seng yang dibutuhkan dari makanan
tambahan berbeda dengan zat seng yang yang harus dipenuhi setiap hari
(diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6 -24 bulan) dan asupan seng dari air susu
pada usia 6 -24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan ASI di negara berkembang,
bayi yang berusia 6-9 bulan membutuhkan 50-70 gr hati atau daging yang tidak
berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan segar, untuk memenuhi tambahan
seng yang dianjurkan dari makanan padat disarankan untuk memberikan
suplementasi seng atau fortifikasi seng selama masa pertumbuhan karena bayi dan
anak di negara berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan seng mereka dari
makanan.
2.3. Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Besi dan Seng
Pemberian suplementasi besi (Fe) dan seng (Zn) juga dipengaruhi oleh
asupan makanan. zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan
susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan seng. Selain itu makanan
yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi zat seng
(Eschleman, 1996).
Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc dan
besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga,
semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam
malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam amino
sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan produk-produk
fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis).
Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan za