• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dan Serat Serta Aktivitas Fisik Wanita Obese Pekerja Garmen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Sumber Lemak Dan Serat Serta Aktivitas Fisik Wanita Obese Pekerja Garmen"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN SUMBER

LEMAK DAN SERAT SERTA AKTIVITAS FISIK

WANITA OBESE PEKERJA GARMEN

DIAN WIDYA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Serat serta Aktivitas Fisik Wanita Obese Pekerja Garmen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DIAN WIDYA PUTRI. Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Serat serta Aktivitas Fisik Wanita Obese Pekerja Garmen. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber lemak dan serat, dan aktivitas fisik wanita obese pekerja garmen di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan purposive sampling dan melibatkan 32 subjek berusia rata-rata dibawah 40 tahun. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 59.4% subjek memiliki status gizi obese II (IMT >30.0 kg/m2). Sebagian besar subjek (47%) memiliki tingkat pengetahuan gizi terkait obesitas dalam kategori sedang (60-80% jawaban benar). Tingkat aktivitas fisik subjek dalam kategori sedang (1.70<PAL<1.99). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi protein, lemak, karbohidrat, dan serat (p<0.05), akan tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan aktivitas fisik (p>0.05). Kata kunci: aktivitas fisik, lemak, pengetahuan gizi, serat, wanita obese.

ABSTRACT

DIAN WIDYA PUTRI. Nutrition Knowledge, Consumption of Fat and Fiber Food Sources, and Physical Activity of Obese Women Working at Garment Factory. Supervised by DODIK BRIAWAN.

This study aimed to identified nutrition knowledge, consumption of fat and fiber food sources, and physical activity of obese women working at PT Citra Abadi Sejati Garment Factory, Bogor. The design of this study was a cross sectional with purposive sampling, and involved 32 subjects with an average of age was less than 40 years old. The result showed that 59.4% of subject had nutritional status of obesity tipe II (BMI >30.0 kg/m2). Nutrition knowledge about obesity in the majority of subjects (47%) was categorized as moderate (60-80% correct answer). Physical activity of subject was categorized as moderate (1.70<PAL<1.99). The Pearson correlation showed a significant association between nutrition knowledge an obesity and adequacy level of energy, protein, fat, carbohydrate, and fiber (p<0.05), but there was no significant association between nutrition knowledge and physical activity (p>0.05).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN SUMBER

LEMAK DAN SERAT SERTA AKTIVITAS FISIK

WANITA OBESE PEKERJA GARMEN

DIAN WIDYA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam skripsi ini ialah Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan Sumber Lemak dan Serat serta Aktivitas Fisik Wanita Obese Pekerja Garmen. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran, memberikan arahan, saran, kritik, serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Reisi Nurdiani, SP., M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan, saran, dan kritik kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Mira Solihati selaku staf HRD (Human Research and Development) PT Citra Abadi Sejati yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan pengumpulan data penelitian.

4. Bapak Budi Riyanto, S.Pd (Ayah), Ibu Dra. Wiwik Srini Ganiwati, M.Pd (Ibu), Dimas Yunianto Putro (Adik), dan Widyanto Hadi Nugroho (Adik) tercinta serta keluarga besar lainnya atas kasih sayang yang luar biasa, dukungan dan doa yang tak ada hentinya diberikan kepada penulis di setiap perjalanan kehidupan.

5. Sahabat tim penelitian skripsi di pabrik garmen: Nadia Kholila, Ardika Tri Muliani M, Cynthia, Mesa Shelviani, dan Regi Meiliani yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

6. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih besar serta semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 6

Teknik Penarikan Subjek 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Obesitas Pekerja Garmen Wanita 14

Pengetahuan Gizi 16

Kebiasaan Konsumsi Pangan 20

Konsumsi Pangan Sumber Lemak 20

Konsumsi Pangan Sumber Serat 24

Asupan Energi dan Zat Gizi 28

(13)

Asupan Protein 30

Asupan Lemak 30

Asupan Karbohidrat 31

Asupan Serat 31

Aktivitas Fisik 32

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Zat Gizi 37

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Aktivitas Fisik 40

SIMPULAN DAN SARAN 41

Simpulan 41

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 49

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

2 Penggolongan status gizi menurut IMT, LP dan RLPP 8

3 Kategori variabel penelitian 9

4 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas 12

5 Distribusi subjek berdasarkan status gizi 14

6 Jawaban seputar pengetahuan gizi terkait obesitas 16

7 Distribusi subjek berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan pengetahuan gizi seputar obesitas 17

8 Distribusi subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi 19

9 Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak 21

10 Rata-rata konsumsi buah 25

11 Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi buah 26

12 Rata-rata konsumsi sayur 27

13 Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi sayur 28

14 Distribusi subjek berdasarkan aktivitas fisik 33

15 Rata-rata alokasi waktu subjek pada hari kerja dan hari libur 35

16 Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan olahraga 36

17 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi menurut pengetahuan gizi 38

18 Rata-rata nilai PAL menurut tingkat pengetahuan gizi 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber lemak dan serat, serta aktivitas fisik wanita obese pekerja garmen 5

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji korelasi Pearson hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) 49 2 Uji korelasi Pearson hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan lingkar pinggang 49

3 Uji korelasi Pearson hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan lingkar pinggul 49

4 Uji beda-t berpasangan antara aktivitas fisik hari kerja dan hari

libur 50

5 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat

kecukupan energi 50

6 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

tingkat kecukupan energi 50

7 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat

kecukupan protein 51

8 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

tingkat kecukupan protein 51

9 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat

kecukupan lemak 51

10 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

tingkat kecukupan lemak 52

11 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat

kecukupan karbohidrat 52

12 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

tingkat kecukupan karbohidrat 52

13 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat

kecukupan serat 53

14 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

tingkat kecukupan serat 53

15 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan gizi dengan aktivitas

fisik 53

16 Uji korelasi Pearson hubungan antara pengetahuan gizi dengan

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi bukan merupakan fenomena yang baru di Indonesia. Banyak wanita, terutama dari golongan bawah sudah berpartisipasi dalam berbagai lapangan pekerjaan. Selain perannya sebagai istri atau ibu dalam keluarga, wanita juga berperan sebagai tenaga kerja untuk pembangunan. Jumlah pekerja wanita di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan data BPS (2011), persentase tenaga kerja perempuan terus meningkat dari 48.68% pada tahun 2009 menjadi 57.60% pada tahun 2011. Selain itu, menurut BPS (2010), pola perkembangan angkatan kerja perempuan selama periode 2003-2010 menunjukkan peningkatan relatif lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja laki-laki. Peningkatan ini dilihat dari segi positif bertambahnya tenaga produktif, dan dari segi negatif status kesehatan maupun gizi pekerja umumnya belum mendapat perhatian yang baik. Terdapat bukti adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh sebagian pekerja wanita, salah satunya adalah obesitas. Hal itu yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang mengakibatkan ongkos produksi menjadi tidak efisien.

Produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas. Produktivitas kerja setiap orang tidak sama, salah satunya tergantung dari tersedianya zat gizi di dalam tubuh. Kekurangan dan kelebihan konsumsi zat gizi bagi seseorang dari standar minimum umumnya akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, dan produktivitas kerja. Kekurangan dan kelebihan gizi pekerja dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, dan intelektual yang akan berdampak pada penurunan produktivitas tenaga kerja. Menurut Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2013), industri tekstil dan garmen merupakan salah satu industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar yaitu 400 ribu tenaga kerja setiap tahun.

(18)

2

Menurut WHO (2000), kegemukan atau obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), obesitas dibagi menjadi tiga kategori, yakni: Obesitas I, Obesitas II dan Obesitas III. Adapun berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu obesitas sentral dan obesitas umum. Untuk penduduk barat, seseorang dikatakan obesitas apabila IMT-nya >30 kg/m2 atau lingkar perut >102 cm pada pria dan > 88 cm pada wanita, sedangkan untuk penduduk Asia, IMT-nya >25 kg/m2 atau lingkar perut >90 cm pada pria dan >80 cm pada wanita (WHO 2008). Obesitas sentral adalah kondisi kelebihan lemak perut atau lemak pusat. Obesitas sentral lebih berhubungan dengan risiko kesehatan dibandingkan dengan obesitas umum (Shen et al. 2006; Wittchen et al. 2006).

Dilihat dari faktor-faktor penyebab obesitas, salah satunya berhubungan dengan pola makan atau jenis makanan yang dikonsumsi dan jenis kegiatan yang dilakukannya. Ini berarti, jika individu dapat mengatur pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsinya, serta jenis kegiatan yang dilakukannya, maka dirinya dapat menanggulangi obesitas atau paling tidak dapat mengurangi dampak negatifnya. Selain itu, tingkat pengetahuan seseorang mengenai pangan dan gizi pun sangat mempengaruhi kejadian obesitas dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian pada kelompok pekerja wanita di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati untuk menganalisis pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber lemak dan serat, aktivitas fisik serta menganalisis apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan aktivitas fisik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada pekerja wanita yang berstatus gizi obese.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengetahuan gizi pada wanita obese pekerja garmen?

2. Bagaimana kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak dan serat pada wanita obese pekerja garmen?

3. Bagaimana asupan zat gizi pada wanita obese pekerja garmen? 4. Bagaimana aktivitas fisik pada wanita obese pekerja garmen?

5. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan gizi pada wanita obese pekerja garmen dengan aktivitas fisik serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan serat?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

(19)

3 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengetahuan gizi wanita obese pekerja garmen.

2. Menganalisis kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak dan serat pada wanita obese pekerja garmen.

3. Menganalisis asupan energi dan zat gizi lainnya yaitu protein, lemak, karbohidrat dan serat.

4. Menganalisis aktivitas fisik wanita obese pekerja garmen.

5. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan aktivitas fisik dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serta serat pada wanita obese pekerja garmen.

Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan aktivitas fisik serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan serat pada wanita obese pekerja garmen.

Manfaat Penelitian

(20)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Pekerja wanita di industri garmen merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami obesitas. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pekerja garmen memiliki aktivitas yang cenderung pasif yaitu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi diam atau duduk (sedenter), misalnya sewing dan operator sehingga tidak banyak kalori yang terbakar. Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kesehatan para pekerja garmen. Pekerja garmen, khususnya wanita, cenderung mengonsumsi jajanan yang tidak sehat seperti makanan berlemak, makanan manis dan asin. Selain itu, status kesehatan dan gizi para pekerja pada umumnya masih belum mendapat perhatian yang cukup baik. Padahal hal ini dapat mempengaruhi produktivitas kerja para pekerja garmen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas yaitu karakteristik individu (umur, pendapatan, tingkat pendidikan, besar keluarga), perubahan gaya hidup, tingkat pengetahuan gizi, kebiasaan konsumsi, asupan energi dan zat gizi, serta faktor herediter (riwayat obesitas keluarga). Perubahan gaya hidup yang dimaksudkan adalah kebiasaan olahraga dan aktivitas fisik harian.

Seiring dengan bertambahnya umur, prevalensi obesitas mengalami peningkatan. Peningkatan umur akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat. Hal ini diduga karena lambatnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Selain itu, orang tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran tubuhnya. Penurunan masa otot yang terjadi seiring bertambahnya umur berpengaruh pada peningkatan masa lemak.

Tingkat pengetahuan gizi pun mempengaruhi seseorang terhadap pemilihan pangan untuk dikonsumsi. Pengetahuan gizi juga dapat memberikan informasi untuk memilih pangan yang baik untuk kesehatan. Oleh karena itu, tingkat pengetahuan gizi yang dimiliki seseorang memiliki hubungan yang cukup erat terhadap asupan energi dan zat gizi. Selain itu, tingkat pengetahuan gizi pun berimplikasi pada aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Akan tetapi, seseorang yang berpengetahuan baik masih saja melakukan gaya hidup sedentary yaitu kurang aktivitas fisik (kurang gerak).

Perubahan kebiasaan makan yaitu dari kebiasaan makan secara tradisional dengan kandungan serat tinggi dan lemak yang rendah menjadi kebiasaan makan secara modern yang serba instant (siap saji) dengan kandungan serat rendah serta lemak dan karbohidrat yang tinggi. Jika konsumsi pangan individu mampu tercukupi baik energi dan zat gizi lainnya, diharapkan dapat menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari masalah kesehatan kurang gizi. Sebaliknya, apabila konsumsi pangan individu melebihi kebutuhannya maka akan menghasilkan status gizi lebih atau bahkan obese.

(21)

5 jika aktivitasnya kurang namun asupan makanan lebih banyak masuk, maka akan menyebabkan penimbunan lemak yang akan mengakibatkan obesitas terjadi. Kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan berat tubuh dan lingkar perut. Konsumsi makanan/minuman manis dan makanan berlemak yang berlebihan, juga dapat memberikan kontribusi energi yang dapat disimpan sebagai lemak dalam tubuh sehingga meningkatkan risiko obesitas. Peningkatan konsumsi sayuran dan buah dapat menggantikan kelebihan densitas energi dari diet dan mengurangi asupan lemak.

Keterangan :

: Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber lemak dan serat, serta aktivitas fisik pada wanita obese pekerja garmen

Pengetahuan gizi terkait

obesitas

Kebiasaan konsumsi

Pangan

 Pangan sumber serat: buah dan sayur (g per hari)

 Pangan sumber lemak (g per hari)

Aktivitas Fisik

 Aktivitas fisik harian

 Olahraga

Obesitas

Asupan energi dan zat gizi lain

 Protein

 Lemak

 Karbohidrat

 Serat

Riwayat Penyakit Keturunan (obesitas dalam

(22)

6

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan sebagian data baseline penelitian “Efikasi Suplementasi Vitamin D, Kalsium, dan Susu Terhadap Perbaikan Serum 25(OH)

dan Sindrom Metabolik Pekerja Wanita Usia Subur” (Briawan et al. 2014).

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014, sedangkan pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan November 2014 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati yang berlokasi di Kedunghalang Bogor.

Teknik Penarikan Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja wanita yang memiliki usia antara 30-50 tahun sebanyak 32 subjek yang merupakan data baseline penelitian

mengenai “Efikasi Suplementasi Vitamin D, Kalsium, dan Susu Terhadap Perbaikan Serum 25(OH) dan Sindrom Metabolik Pekerja Wanita Usia Subur”

(Briawan et al. 2014). Sampel penelitian ini dipilih secara purposive sampling dengan kriteria inklusi, seperti sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak hamil, tidak sedang menyusui, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, memiliki gejala sindrom metabolik (obesitas), serta bersedia menandatangani formulir persetujuan etik.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(23)

7 Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis data Cara pengumpulan data 1. Status gizi subjek

Data sekunder Kuesioner dengan teknik wawancara

Data primer Kuesioner dengan teknik wawancara

Pengolahan dan Analisis Data

(24)

8

tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan di dalam kuisioner, sehingga memudahkan pada saat memasukkan data ke komputer. Entry adalah memasukkan data jawaban kuisioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan kembali terhadap isian data diluar pilihan jawaban yang disediakan didalam kuisioner atau isian data diluar kewajaran.

Data hasil pemeriksaan status gizi yang dikumpulkan kemudian dihitung menurut kelompoknya yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP). Pengkategorian tersebut disesuaikan dengan standar (cut off point) status gizi untuk orang Indonesia berdasarkan WHO-Asia Pasifik (Inoue et al. 2000). Secara umum, subjek dikatakan obesitas jika IMT >25.0 kg/m2 atau memiliki lingkar pinggang >80 cm, sedangkan untuk RLPP subjek dikatakan berisiko obesitas jika rasio antara lingkar pinggang dan pinggul >0.85 cm. Berikut disajikan tabel penggolongan status gizi menurut IMT, lingkar pinggang, dan RLPP.

Tabel 2 Penggolongan status gizi menurut IMT, lingkar pinggang dan RLPP

Cut off point Kategori

IMT (kg/m2) < 18.5 18.5-22.9 23.0-24.9 25.0-29.9 > 30.0

Underweight Normal Overweight

Obesitas I Obesitas II Lingkar Pinggang (cm)

< 80 > 80

Normal Obesitas RLPP

< 0.85 > 0.85

Normal Obesitas

Status gizi subjek dihitung berdasarkan status gizi antropometri dengan menghitung IMT subjek berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Nilai IMT diperoleh dari nilai berat badan dan tinggi badan, dengan rumus:

Keterangan:

IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat badan aktual TB = Tinggi badan aktual

(25)

9 Tabel 3 Kategori variabel penelitian

No. Variabel Kategori Skala

(26)

10

dan penatalaksanaan diet untuk mencegah obesitas. Penilaian pengetahuan gizi dilakukan dengan cara memberikan skor, apabila responden menjawab benar dan lengkap diberi skor 2, sedangkan bila jawaban benar tetapi kurang lengkap diberi skor 1 dan untuk jawaban salah diberi skor 0. Penilaian jawaban subjek dikategorikan menjadi 3 jenis menurut Khomsan (2000) yaitu rendah apabila jawaban <60%, sedang apabila jawaban berkisar antara 60% sampai 80%, dan tinggi apabila jawaban benar >80%.

Kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak dan serat diperoleh dari data konsumsi pangan hasil Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire melalui proses wawancara langsung kepada subjek menggunakan kuisioner. Kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak dan serat diolah menjadi frekuensi (kali/minggu). Frekuensi dihitung dengan cara menghitung rata-rata frekuensi masing-masing kelompok pangan sumber lemak dan serat yang dikonsumsi subjek per minggu.

Data asupan energi dan zat gizi subjek diperoleh dari data konsumsi pangan hasil food recall 1x24 jam berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT kemudian dikonversikan dalam ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), lemak (g), karbohidrat (g) dan serat (g) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Hardinsyah & Briawan 1994). Nilai kandungan zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat) dapat diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi-i dalam pangan-j yang dikonsumsi Bj = Berat bahan pangan -j yang dikonsumsi (gram) Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram bahan pangan-j BDDj = Persen bahan pangan-j yang dapat dimakan (% BDD)

Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dilakukan dengan cara mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga setelah itu dikonversikan ke dalam satuan berat. Pada metode ini subjek diminta untuk mengingat semua makanan yang telah dimakan dalam 24 jam atau sehari yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).

Food Frequency Questionnaire merupakan kuisioner yang menggambarkan frekuensi dan URT (Ukuran Rumah Tangga) dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Makanan dan minuman tersebut terdiri dari makanan sumber lemak, seperti ikan, daging dan olahannya, jeroan, telur, gorengan, kue manis, susu dan olahannya serta lainnya, seperti mentega, margarin, santan, selai, meses, kerupuk dan emping. Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode waktu tertentu seperti dalam hitungan hari, minggu, bulan, atau tahun. Metode frekuensi makanan juga dapat memberikan gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif. Bahan makanan yang terdapat dalam daftar tersebut adalah yang dikonsumsi cukup sering oleh subjek. Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire subjek diperoleh melalui wawancara pangan yang dikonsumsi pada 1 bulan terakhir.

(27)

11 Pengukuran tingkat kecukupan energi dan zat gizi merupakan tahap lanjutan dari perhitungan konsumsi pangan. Perhitungan kecukupan energi dan zat gizi subjek menggunakan angka kecukupan gizi berdasarkan tabel AKG yang dianjurkan oleh Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan (Menkes) tahun 2013 tanpa perlu koreksi berat badan dikarenakan semua subjek memliki berat badan berlebih dengan status gizi obese. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dihitung berdasarkan kelompok usia subjek. Setelah didapatkan zat-zat gizi dari sejumlah pangan yang dikonsumsi oleh subjek, selanjutnya dilakukan perhitungan Tingkat Kecukupan Gizi (%TKG) dengan membandingkan kandungan zat gizi dari semua makanan yang dikonsumsi oleh pekerja wanita dengan tabel Angka Kecukupan Gizi 2013 dalam persen. Tingkat kecukupan gizi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994):

Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Angka kecukupan zat gizi i

Perhitungan tingkat konsumsi energi dan zat gizi lainnya, seperti protein, lemak, karbohirat, dan serat yaitu dibandingkan dengan AKG. Menurut WNPG VIII tahun 2004, tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kategori kurang (<80% AKG), baik (80-110% AKG), dan lebih (>110% AKG) (Muhilal & Hardinsyah 2004), sedangkan untuk tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dikategorikan menjadi tiga yaitu kurang (<55% total energi), normal (55-75% total energi) dan lebih (>75% total energi) (WHO 2003). Berdasarkan modifikasi WNPG X tahun 2012, tingkat kecukupan serat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori kurang (<30 g/hari) dan kategori cukup (>30 g/hari) (Hardinsyah et al. 2012).

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan responden dan durasi waktu dalam melakukan aktivitas fisik dalam sehari. Berdasarkan FAO (2001), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal/kap/hari) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Adapun tingkat aktivitas fisik dikategorikan menjadi tiga tingkatan yang mengacu pada FAO (2001), yaitu aktivitas ringan (1.40≤PAL≤1.69), aktivitas

sedang (1.70≤PAL≤1.99), dan aktivitas berat (2.00≤PAL≤2.40).

TKGi = (Ki/AKGi) x 100%

(28)

12

Tabel 4 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas

Aktivitas Physical Activity

Ratio/satuan waktu

Tidur 1.0

Mandi/berpakaian/berdandan 2.3

Makan 1.4

Memasak 2.1

Ibadah/sholat 1.5

Mengerjakan tugas/belajar 1.5

PekerjaanRT umum 2.8

Mengepel 4.4

Menyetrika 1.7

Mencuci baju 2.8

Mencuci piring 1.7

Menyapu 2.3

Naik mobil/bus/angkot 1.2

Mengendarai mobil 2.0

Mengendarai motor 2.4

Berjalan tanpa beban 3.2

Aktivitas di waktu luang 1.4

Browsing internet 1.8

Mengobrol/diskusi/rapat 1.4

Nonton tv/film 1.72

Shopping 4.6

Aerobic intensitas rendah 4.2

Berdiri/bawa beban 2.4

Menjahit 2.5

Mendengarkan radio/musik 1.43

Bermain game 1.75

(29)

13 Definisi Operasional

Subjek adalah pekerja garmen wanita di PT Citra Abadi Sejati yang memenuhi kriteria inklusi.

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan (IMT) yang meningkat.

Obese adalah subjek (orang) yang mengalami obesitas.

Umur adalah bilangan yang dinyatakan dalam tahun, dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun saat penelitian dilakukan.

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah alat ukur atau indikator status gizi yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan sampel subjek.

Kebiasaan konsumsi adalah kebiasaan makan subjek yang meliputi kebiasaan konsumsi buah dan sayur, serta makanan berlemak

Konsumsi pangan sumber serat adalah kebiasaan makan buah dan sayur pada subjek yang dinilai berdasar frekuensi dan porsinya selama satu minggu. Subjek dikatakan cukup dalam mengonsumsi sayur dan buah adalah subjek yang mengkonsumsi buah dan sayur kurang dari 2-3 porsi/hari selama 7 kali dalam seminggu.

Konsumsi makanan berlemak adalah kebiasaan seseorang makan makanan berlemak yang dinilai berdasar frekuensinya selama satu hari, satu minggu dan satu bulan.

Aktivitas fisik adalah kegiatan tubuh setiap harinya yang terkait dengan pekerjaan, waktu senggang, dan transportasi pada subjek.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan subjek melakukan olahraga yang meliputi jenis olahraga, lama olahraga dan frekuensi olahraga.

Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan yang meliputi kebiasaan konsumsi sayur dan buah, kebiasaan makan makanan berlemak, frekuensi konsumsi pangan sumber lemak dan serat.

Status gizi adalah keadaan gizi subjek yang dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP).

Pengetahuan gizi adalah kemampuan subjek dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan gizi dan obesitas, meliputi gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas dan dampak obesitas. Asupan energi dan zat gizi adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi per

hari termasuk asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat dengan metode recall 1x24 jam atau banyaknya zat gizi yang masuk kedalam tubuh sehingga dapat menjaga atau menentukan kesehatan tubuh.

Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP) adalah hasil pembagian antara lingkar

(30)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Obesitas Pekerja Garmen Wanita

Kisaran umur subjek yaitu antara 29 hingga 46 tahun dengan rata-rata umur 38+4.8 tahun. Sebanyak 65.6% subjek berumur <40 tahun dan 34.4% subjek berumur >40 tahun. Menurut UU RI No. 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa syarat umur pekerja dewasa adalah di atas 18 tahun sehingga subjek termasuk dalam kategori pekerja dewasa sesuai dengan UU RI No. 13 tahun 2003 (Kemenakertrans RI 2013). Selain itu, dapat diketahui bahwa PT Citra Abadi Sejati tidak mempekerjakan buruh dengan kategori di bawah umur.

Pengukuran sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi obesitas sentral yaitu rasio lingkar pinggang pinggul (waist to hip ratio) dan lingkar pinggang (waist of circumference). Pengukuran lingkar pinggang merupakan suatu parameter yang menyediakan perkiraan ukuran lemak tubuh yang mengumpul di perut. Pengukuran lingkar pinggang menyediakan pengukuran distribusi lemak yang tidak dapat menggunakan pengukuran IMT (Klein et al. 2007). IMT tidak dapat membedakan antara berat yang berhubungan dengan otot dan lemak (WHO 2000). Lingkar pinggang lebih akurat untuk mencerminkan obesitas sentral (Sonmez et al. 2003). Lingkar pinggang dapat digunakan sebagai indikator pelengkap untuk mendeteksi risiko kesehatan pada berat normal dan kelebihan berat (Wannamethee et al. 2005). Diagnosis menggunakan IMT lebih lemah jika dibandingkan dengan lingkar pinggang dan WHR. Lingkar pinggang merupakan pengukuran yang lebih mudah daripada WHR (Sonmez et al. 2003).

Tabel 5 Distribusi subjek berdasarkan status gizi

Cut Off Kategori Jumlah (n) Presentase (%)

IMT (kg/m2)

<18.5 Underweight 0 0.0

18.5 – 22.9 Normal 0 0.0

23.0 – 24.9 Overweight 0 0.0

25.0 – 29.9 Obese I 13 40.6

≥30.0 Obese II 19 59.4

Total 32 100.0

Lingkar Pinggang (cm)

<80 Normal 3 9.4

>80 Obese 29 90.6

Total 32 100.0

RLPP

<0.85 Normal 9 28.1

>0.85 Obese 23 71.9

Total 32 100.0

(31)

15 kategori obese II. Ukuran lingkar pinggang subjek berkisar antara 74.0-110.6 cm dengan rata-rata 93.4+9.3 cm. Berdasarkan RLPP, lebih dari setengah subjek (71.9%) termasuk ke dalam kategori obese dan sebagian kecil termasuk kategori normal dengan kisaran rata-rata RLPP sebesar 0.88+0.07 cm. Jumlah subjek yang mengalami obesitas abdominal (lingkar pinggang >80 cm) yaitu sebesar 90.6%. Hal yang sama dijelaskan dalam penelitian Purba (2005) bahwa rata-rata wanita dewasa cenderung rentan untuk mengalami obesitas abdominal. Selain itu, menurut penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) pada karyawan di sebuah perusahaan Thailand menunjukkan bahwa wanita usia dewasa cenderung mengalami kenaikan berat badan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor beberapa diantaranya frekuensi konsumsi pangan yang sering dan aktivitas yang kurang. Aekplakorn et al. (2007) menemukan bahwa prevalensi obesitas meningkat sampai dengan umur 44 tahun dan menurun kembali pada umur 45-54 tahun. Seiring dengan bertambahnya umur, prevalensi obesitas mengalami peningkatan (Martins & Marinho 2003; Erem et al. 2004). Peningkatan umur akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat (Chang et al. 2000; Demerath et al. 2007).

Arambepola (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa obesitas abdominal 33% lebih banyak pada kelompok orang yang memiliki pekerjaan cenderung pasif (profesional, tata usaha, dan buruh pabrik) dan hanya 6% pada mereka yang memiliki pekerjaan aktif yang tinggi (petani, nelayan dan tukang kayu). Menurut Westertrep (2000), orang obes berada pada kategori jenis aktivitas fisik ringan yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik, tidak banyak berjalan kaki jarak jauh, menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi, dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi diam atau duduk (sedenter), misalnya staf pekerja kantor atau penjahit (pekerja garmen) sehingga tidak banyak kalori yang terbakar.

(32)

16

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan suatu pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat berpengaruh terhadap pemilihan pangan untuk dikonsumsi. Pengetahuan gizi juga dapat memberikan informasi untuk memilih pangan yang baik untuk kesehatan. Individu yang berpengetahuan baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan pangan (Suhardjo 2003). Oleh karena itu, salah satu strategi untuk mengubah kebiasaan konsumsi pangan dalam upaya memperbaiki kualitas gizi dan kesehatan masyarakat yaitu dengan meningkatkan pengetahuan gizi (Frazao & Allshouse 2003).

Tingkat pengetahuan gizi subjek diukur berdasarkan atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan obesitas serta perilaku dalam pemilihan pangan dan gizi. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada subjek terdiri atas 7 pertanyaan terbuka, meliputi tanda-tanda obesitas, penyakit yang disebabkan oleh obesitas, dampak obesitas, faktor penyebab obesitas, upaya pencegahan obesitas dan penatalaksanaan diet untuk mencegah obesitas. Tabel 6 menunjukkan jawaban yang sebenarnya (kunci jawaban) dari pertanyaan yang diajukan pada subjek seputar pengetahuan gizi terkait obesitas.

Tabel 6 Jawaban seputar pengetahuan gizi terkait obesitas

No. Jawaban Pengetahuan Gizi

1. Tanda-tanda seseorang mengalami obesitas adalah kelebihan BB akibat penimbunan lemak dan lingkar pinggang melebihi normal.

2. Faktor yang menyebabkan obesitas adalah gaya hidup kurang sehat, faktor genetik/ keturunan, faktor psikis/emosional, faktor demografi (jenis kelamin, sosio-ekonomi, usia, pendidikan/tingkat pengetahuan), status gizi, pola makan/diet yang kurang sehat (makanan tinggi lemak dan manis)/rendah serat. 3. Penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas adalah penyakit degeneratif (diabetes,

penyakit jantung, hipertensi), kolesterol/dislipidemia.

4. Dampak yang ditimbulkan akibat obesitas selain dampak terhadap kesehatan adalah menurunya produktivitas kerja (malas, susah gerak, sulit berpikir, dll) dan kurangnya rasa percaya diri.

5. Pangan yang perlu dikonsumsi untuk menghindari obesitas adalah semua jenis buah dan sayur (makanan sumber serat), misal: mangga, apel, jeruk, bayam, kangkung, dan sebagainya.

6. Pangan yang perlu dihindari/dibatasi untuk menghindari obesitas adalah makanan sumber lemak, misal: daging, gajih, margarine, gorengan, fast-food (fried chiken, sosis goreng), makanan sumber karbohidrat dan gula (makanan manis), misal:

soft-drink, cokelat, cake, kue manis, dan sebagainya.

7. Upaya yang perlu dilakukan selain mengatur pola makan untuk menghindari obesitas adalah rajin berolahraga dan meningkatkan aktivitas fisik.

(33)

17 telah ditentukan. Berikut ini distribusi subjek berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan seputar obesitas (Tabel 7).

Tabel 7 Distribusi subjek berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan pengetahuan gizi seputar obesitas 2. Sebutkan 4 faktor penyebab

obesitas !

100.0 0.0 0.0 Banyak makan,

ngemil 3. Sebutkan 2 penyakit akibat

obesitas !

37.5 43.8 18.8 Jantung, DM,

kolesterol

4. Sebutkan 2 dampak obesitas ! 75.0 9.4 15.6 Malas, cepat lelah

5. Sebutkan 2 pangan yang perlu dikonsumsi!

18.8 71.9 9.4 Buah dan sayur

6. Sebutkan 2 pangan yang perlu dihindari/dibatasi !

71.9 28.1 0.0 Daging, cokelat

7. Upaya pencegahan obesitas ? 0.0 100.0 0.0 Olahraga

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek (56.3%) menjawab pertanyaan mengenai tanda-tanda obesitas dengan jawaban yang tidak lengkap dan tidak tahu (25.0%). Mayoritas jawaban subjek atas pertanyaan tersebut yaitu perut besar, pipi tembam (chubby), dan tubuh berlemak. Menurut Sonmez et al. (2003) bahwa obesitas merupakan suatu kondisi seseorang dengan berat badan berlebih yang terjadi akibat akumulasi lemak dalam tubuh. Berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) merupakan metode primer untuk menentukan obesitas. IMT berkaitan dengan obesitas umum, lingkar perut dan RLPP berkaitan dengan obesitas sentral, dimana lemak tubuh memusat di bagian perut. Hal serupa dinyatakan bahwa obesitas merupakan kondisi terakumulasinya lemak tubuh sehingga menimbulkan kelebihan berat badan pada seseorang yang ditandai dengan pengukuran IMT yang tergolong obese dan ukuran lingkar perut yang melebihi normal (Rexrode 1998; Reader et al. 1992; Lean et al. 1998).

(34)

18

berhubungan dengan kepercayaan dan tingkat pengetahuan (Yoon et al. 2006). Oleh karena itu, pendidikan yang rendah dapat meningkatkan risiko obesitas sentral (Wolff et al. 2006; Pei et al. 2015; Conklin et al. 2013). Dalam penelitian Conklin et al. (2013) menunjukkan bahwa wanita yang melaporkan tidak memiliki kualifikasi pendidikan terbukti lebih banyak yang memiliki status gizi obese sentral (OR: 1.59; 95% CI; RR: 1.27-1.99) dan obesitas umum (OR: 1.38; 95% CI; RR: 1.14-1.67). Disamping itu, pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian berpikir seseorang. Akan tetapi, menurut Wolff et al. (2006), pada perempuan, prevalensi obesitas meningkat pada semua tingkatan pendidikan, khususnya pada pendidikan rendah.

(35)

19 yang lebih baik. Secara keseluruhan dalam penelitian ini dijelaskan bahwa ketertarikan terhadap gizi akan memicu peningkatan pengetahuan gizi yang nantinya akan mempengaruhi kebiasaan makan subjek (Worsley 2002; Abood et al. 2004). Khomsan (2000) mengkategorikan tingkat pengetahuan gizi menjadi 3 bagian, yaitu kategori tingkat pengetahuan rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (>80%). Berikut ini sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi (Tabel 8).

Tabel 8 Distribusi subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

Tingkat Pengetahuan Gizi Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (< 60 %) 14 44

Sedang (60%-80%) 15 47

Tinggi (>80%) 3 9

(36)

20

harus dilakukan untuk mencapai status gizi yang seimbang pada masyarakat dan meningkatkan aktivitas fisik.

Kebiasaan Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Tujuan mengonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Obesitas berhubungan dengan pola makan, terutama bila makan makanan yang mengandung tinggi kalori, tinggi garam, dan rendah serat. Secara umum tujuan survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Hardinsyah et al. 2002).

Kebiasaan adalah pola perilaku yang diperoleh dari pola yang terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Kebiasaan makan juga dikaitkan dengan cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengonsumsi, dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasarkan pada faktor-faktor psikologi, fisiologi, sosial, dan budaya dimana ia hidup (Suhardjo 2003). Kebiasaan konsumsi pangan sumber lemak dan serat subjek diperoleh melalui metode Semi Quantitative Food Frequency Questionaire untuk mengetahui kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Kebiasaan konsumsi pangan yang disajikan dalam tabel ditentukan berdasarkan frekuensi konsumsi jenis pangan per hari dan per minggu untuk melihat perbandingan di antara keduanya.

Konsumsi Pangan Sumber Lemak

Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain. Satu gram lemak menyumbang 9 kkal. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak (WHO 2000).

(37)

21 Tabel 9 Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak

Kelompok Pangan Frekuensi Jumlah

kali/minggu g/hari g/minggu

Ikan

Ikan Tongkol 1.4+1.5 13.1+13.8 91.5+96.9

Ikan Sarden 0.9+0.6 11.0+6.9 76.7+48.1

Ikan Tuna 0.9+0.6 8.4+4.5 58.9+31.2

Ikan Kembung 0.9+0.7 24.1+22.5 168.7+157.3

Udang 1.0+0.8 3.0+2.1 20.7+14.4

Ikan Asin Teri 1.4+1.4 4.3+5.3 30.0+36.9

Ikan Asin Gabus 3.6+4.8 31.9+44.0 223.0+308.3

Ikan Asin Japu 0.9+0.5 1.6+1.6 10.9+11.5

Ikan Peda 1.1+1.3 5.9+8.7 41.3+61.0

Ikan Sepat 1.0 2.6 18.2

Ikan Patin 0.5 2.1 14.7

Ikan Gabus 0.3 2.0 14.0

Daging dan olahannya

Ayam 2.2+1.6 34.5+39.8 241.5+278.9

Daging Sapi 0.8+0.8 9.5+10.8 66.8+75.3

Daging Kambing 0.3+0.2 5.1+6.4 35.5+44.6

Bakso 1.1+0.9 18.9+24.5 132.4+171.3

Sosis 1.6+2.0 13.3+11.2 93.1+78.6

Nugget 1.7+2.2 10.2+17.2 71.6+120.7

Hamburger 0.3 4.9 34.3

Rolade 1.1+1.1 6.9+5.9 48.4+41.2

Corned Beef 0.4+0.3 3.9+3.7 27.0+26.2

Jeroan dan lainnya

Hati 1.3+1.5 4.7+5.6 32.6+39.0

Ampela 1.3+1.5 2.6+2.8 17.9+19.4

Usus 0.8+0.4 7.3+5.8 51.0+40.7

Kikil 1.0 2.3 16.1

Telur

Telur Ayam 4.4+4.9 38.0+41.8 265.7+292.6

Telur Bebek 0.7+0.4 10.2+12.2 71.5+85.5

Telur Puyuh 1.3+2.1 6.4+9.2 45.0+64.7

Telur Asin 2.9+5.4 22.9+42.8 160.4+299.3

Susu dan olahannya

Susu sapi 6.3+4.3 49.5+63.6 346.3+445.2

Susu Kemasan 4.3+2.6 105.1+87.5 576.0+212.4

Keju 0.6+0.4 1.9+1.3 13.1+8.9

(38)

22

Tabel 9 Rata-rata konsumsi pangan sumber lemak (lanjutan)

Kelompok Pangan Frekuensi Jumlah

kali/minggu g/hari g/minggu

Tabel 9 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber lemak yang biasa dikonsumsi subjek pada kelompok ikan memiliki rata-rata jumlah konsumsi paling banyak yaitu ikan asin gabus dengan frekuensi 3.6+4.8 kali/minggu sebanyak 223.0+308.3 g, sedangkan konsumsi ikan tongkol dan ikan asin teri masing-masing 1.4+1.5 kali/minggu sebanyak 91.5+96.9 g dan 1.4+1.4 kali/minggu sebanyak 30.0+36.9 g. Kelompok pangan daging dan olahannya memiliki rata-rata jumlah konsumsi paling banyak yaitu pada daging ayam dengan frekuensi 2.2+1.6 kali/minggu sebanyak 241.5+278.9 gram, sedangkan nugget dan sosis masing-masing 1.7+2.2 kali/minggu sebanyak 71.6+120.7 gram dan 1.6+2.0 kali/minggu sebanyak 93.1+78.6 gram. Menurut WHO (2000), perkembangan food industry yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR=11.0). lni berarti mengonsumsi fast food akan berisiko 11 kali mengalami obesitas jika dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsinya. Khomsan (2005) meyatakan bahwa pada hakekatnya fast food (makanan siap saji) tidak sama dengan junk food (makanan sampah yang hanya padat kalori). Bahan penyusun Kue Manis

Donat Cokelat 2.2+2.3 37.2+80.3 260.7+562.3

Martabak Manis 0.4+0.3 2.6+3.8 18.3+26.7

Bolu 1.9+2.1 15.0+17.8 104.8+124.3

Bolu Pisang 0.3 1.5 10.8

Bolu Karamel 0.3 1.5 10.3

Gorengan

Bakwan 4.8+2.5 69.3+52.0 485.4+364.1

Pisang Goreng 3.5+2.5 42.0+40.2 294.0+281.2

Tahu Goreng 4.0+3.2 19.5+20.4 136.3+142.8

Singkong Goreng 3.0+2.8 27.8+29.6 194.3+207.3

Tempe Goreng 4.5+3.6 49.4+49.1 345.9+343.4

Risoles 4.0+4.2 42.3+53.3 296.0+373.4

Kroket 7.0 78.0 546.0

Combro 5.3+2.9 68.7+76.9 481.0+538.0

Cireng 2.0 7.4 52.0

Lainnya

Mentega 1.1+1.4 2.5+4.0 17.5+28.3

Margarin 1.0+0.9 1.5+1.4 10.6+9.8

Santan 1.3+0.9 27.1+47.0 189.6+329.0

Selai 0.8+0.8 3.6+7.1 25.0+49.6

Meses 1.8+2.0 5.9+12.1 41.1+84.7

Kerupuk 8.4+10.0 55.7+88.2 389.9+617.7

(39)

23 fast food termasuk golongan pangan bergizi. Hal yang paling penting adalah pengaturan frekuensi makannya agar tidak mengonsumsinya secara berlebihan. Menurut Riskesdas 2013, perilaku mengonsumsi makanan asin dan cepat saji merupakan perilaku konsumsi makanan berisiko penyakit degeneratif (Kemenkes RI 2013). Mengonsumsi makanan cepat saji dan jajanan saat ini sudah menjadi kebiasaan terutama oleh masyarakat perkotaan. Sebagian besar makanan cepat saji adalah makanan yang tinggi gula, garam dan lemak yang tidak baik bagi kesehatan. Oleh karena itu mengonsumsi makanan cepat saji dan makanan jajanan harus dibatasi. Penelitian menurut Newby (2003) menunjukkan bahwa penurunan konsumsi pangan turunan lemak, daging olahan, fast food, dan soda berhubungan dengan penurunan nilai IMT dan lingkar perut.

Kelompok pangan jeroan memiliki rata-rata jumlah konsumsi paling banyak yaitu pada olahan hati dan ampela masing-masing sebanyak 32.6+39.0 g dan 17.9+19.4 g dengan frekuensi 1.3+1.5 kali/minggu. Berdasarkan Riskesdas 2007,

penduduk yang “sering” makan makanan berlemak dan jeroan dianggap sebagai

berperilaku konsumsi makanan berisiko. Perilaku konsumsi makanan berisiko

dikelompokkan “sering” apabila penduduk mengonsumsi makanan tersebut satu

kali atau lebih setiap hari (Kemenkes RI 2008). Menurut tingkat pendidikan, pola prevalensi sering mengonsumsi makanan berlemak dan jeroan cenderung meningkat sesuai dengan meningkatnya pendidikan. Menurut tipe daerah, pola prevalensi sering mengonsumsi makanan berlemak ditemukan lebih tinggi di perkotaan dibanding pedesaan. Menurut tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, pola prevalensi sering mengonsumsi makanan berlemak dan jeroan cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan ekonomi.

Kelompok olahan telur yang paling banyak dikonsumsi yaitu telur ayam dengan frekuensi 4.4+4.9 kali/minggu sebanyak 265.7+292.6 g. Kelompok susu dan olahannya yang paling banyak dikonsumsi yaitu susu sapi murni dan susu kemasan (cair dan bubuk) dengan frekuensi masing-masing 6.3+4.3 kali/minggu sebanyak 346.3+445.2 g dan 4.3+2.6 kali/minggu sebanyak 576.0+212.4 g, sedangkan kelompok kue manis yaitu donat cokelat dan bolu masing-masing 2.2+2.3 kali/minggu sebanyak 260.7+562.3 g dan 1.9+2.1 kali/minggu sebanyak 104.8+124.3 g. Menurut Beck (2011), peningkatan konsumsi makanan tinggi gula dan lemak merupakan penyebab obesitas yang lebih penting daripada penurunan konsumsi serat. Menurut data Riskesdas 2013, Provinsi Jawa Barat memiliki proporsi penduduk yang cukup tinggi dalam konsumsi makanan manis dan makanan berlemak. Proporsi penduduk Jawa Barat umur di atas 10 tahun yang mengonsumsi makanan manis dan makanan berlemak lebih dari satu kali per hari adalah sebanyak 50.1% (Kemenkes RI 2013).

(40)

24

dengan cara digoreng dapat meningkatkan food palatability sehingga makanan lebih crunchy dan beraroma. Akan tetapi konsumsi makanan yang digoreng dapat memicu obesitas melalui tingginya asupan lemak (Astrup et al. 2002) dan densitas energi (Bell et al. 1998). Di negara-negara Mediterrania, makanan yang digoreng dikonsumsi baik di rumah maupun di luar rumah dengan frekuensi yang sama dan biasanya digoreng menggunakan pan-frying dan deep-frying (Rohrmann et al. 2002). Lauk pangan hewani dan sumber lemak yang lainnya sebagian besar merupakan makanan yang sering disajikan di warung makan dan kantin yang biasa dibeli subjek ketika sedang istirahat makan siang ataupun setelah pulang dari bekerja.

Konsumsi Pangan Sumber Serat

Konsumsi tinggi sayuran dan buah-buahan berhubungan dengan penurunan IMT dan lingkar perut terhadap 459 subjek pria dan wanita dewasa usia 27-88 tahun di daerah Baltimore (Newby et al. 2003). Demikian halnya yang dinyatakan oleh Drapeau et al. (2004) bahwa konsumsi sayuran dan buah dapat menurunkan lingkar perut dan berat tubuh. Peningkatan konsumsi sayuran dan buah dapat menggantikan kelebihan densitas energi dari diet dan mengurangi asupan lemak. Penelitian menurut De Sa & Lock (2008) pada orang Eropa menunjukkan bahwa peningkatan jumlah asupan buah dan sayur pada generasi muda akan mendukung penurunan angka kejadian obesitas. Berdasarkan Almatsier (2006) anjuran konsumsi buah dan sayur yaitu 200-300 g atau 2-3 porsi/hari untuk konsumsi buah dan 150-200 g atau 1½-2 porsi/hari untuk konsumsi sayur. Menurut Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g/orang/hari, yang terdiri dari 250 g sayur dan 150 g buah. Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan sebanyak 400-600 g/orang/hari bagi remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan tersebut adalah porsi sayur (Kemenkes RI 2014).

(41)

25 rendah lemak dan tinggi serat (3.4 kg dalam 6 bulan) dibandingkan dengan subjek dengan diet rendah lemak saja (1.0 kg dalam 6 bulan).

Mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sangat perlu dilakukan untuk meraih tingkat kesehatan yang optimal. Pentingnya sayuran dan buah-buahan, sehingga WHO dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar paling sedikit mengonsumsi tiga porsi sayuran dan dua porsi buah-buahan setiap harinya (Astawan & Wresdiyati 2004). Konsumsi buah dan sayur sangat penting dalam pola makan seimbang. Hal ini disebabkan buah dan sayur mengandung vitamin dan mineral, serat makanan, dan zat-zat phytochemical yang diperlukan tubuh. Kandungan serat makanan pada sayuran lebih banyak dibandingkan pada buah-buahan (Sekarindah & Rozaline 2006). Jenis kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek dengan frekuensi terbesar per minggu dari pangan sumber serat yaitu kelompok buah, seperti jeruk, pisang dan pepaya (Tabel 10), sedangkan kelompok sayur-sayuran, seperti tauge, sawi putih dan jamur kuping (Tabel 12).

Konsumsi buah–buahan yang cukup dapat mengurangi resiko terjadinya kegemukan pada seseorang bila dibandingkan dengan sumber serat pangan (dietary fiber) lainnya, buah–buahan merupakan sumber yang sangat baik. Serat pangan bermanfaat mencegah berbagai penyakit degeneratif (Sekarindah & Rozaline 2006). Berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, semakin matang buah yang mengandung karbohidrat, semakin tinggi kandungan fruktosa dan glukosanya, yang dicirikan oleh rasa yang semakin manis (Kemenkes RI 2014). Komponen terbesar buah-buahan adalah air. Oleh karena itu, kandungan serat pangan dalam buah-buahan lebih rendah dibandingkan dalam sayuran. Komponen terbesar dari serat pangan pada buah-buahan adalah senyawa pektin dan lignin. Selain sebagai sumber serat pangan, buah-buahan juga merupakan sumber vitamin yang sangat baik (khususnya vitamin B dan C) dan mineral (Astawan & Wresdiyati 2004). Konsumsi buah subjek berkisar antara 21.1-355.0 g/hari. Rata-rata konsumsi buah subjek sebesar 133.2±87.7 g/hari dengan total asupan serat yaitu sebesar 5.6 g/hari.

Tabel 10 Rata-rata konsumsi buah

Kelompok Buah Frekuensi Jumlah

kali/minggu g/hari g/minggu

Jeruk 2.7+2.5 24.0+25.5 168.1+178.7

Semangka 1.7+1.6 54.5+54.3 381.2+379.9

Pisang 2.1+3.0 22.0+43.5 154.3+304.7

Melon 1.5+1.2 21.1+17.6 147.9+123.2

Duku 0.6+0.5 3.5+0.4 24.4+3.1

Kelengkeng 0.7+0.3 8.0+9.7 56.1+68.1

Apel 1.0+0.7 13.2+16.0 92.4+111.8

Salak 1.4+1.0 13.0+13.2 91.3+92.3

Pepaya 1.8+1.8 31.1+34.9 218.0+244.0

Jambu Biji 0.7+0.4 20.1+20.2 140.4+141.5

Nanas 1.5+2.3 17.9+21.5 125.0+150.6

(42)

26

Tabel 10 menunjukkan bahwa jenis kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh subjek dengan frekuensi terbesar per minggu dari pangan sumber serat yaitu kelompok buah, seperti jeruk, pisang dan pepaya. Menurut Riskesdas

(2007), penduduk dikategorikan ’kurang’ konsumsi sayur dan buah apabila

konsumsi sayur dan buah kurang dari 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu (Kemenkes RI 2008). Konsumsi pangan sumber serat yang biasa dikonsumsi subjek pada kelompok buah memiliki rata-rata jumlah konsumsi paling banyak secara berturut-turut yaitu jeruk dengan frekuensi 2.7+2.5 kali/minggu sebanyak 168.1+178.7 g, pisang 2.1+3.0 kali/minggu sebanyak 154.3+304.7 g, dan pepaya 1.8+1.8 kali/minggu sebanyak 218.0+244.0g.

Tingginya konsumsi buah jeruk, pisang, dan pepaya dikarenakan ketersediaan buah-buahan tersebut tidak bergantung pada musim atau dengan kata

lain bukan tergolong “buah musiman”, sehingga subjek dapat mengonsumsi buah

-buahan tersebut setiap saat dari pasar tradisional, swalayan ataupun yang diperdagangkan di pinggir jalan. Menurut Almatsier (2006), kandungan serat buah jeruk sebesar 0.275 g untuk 2 buah jeruk berukuran sedang atau 110 g. Kandungan serat pada buah pisang sebesar 1.4 g untuk 2 buah pisang berukuran kecil atau 50 g. Kandungan serat pada buah pepaya sebesar 4.75 g untuk 1 potong berukuran sedang atau 110 g. Berikut ini tabel kebiasaan konsumsi buah pada subjek (Tabel 11).

Tabel 11 Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi buah

Kebiasaan konsumsi buah Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (< 150 g/hari) 22 68.8

Tinggi (> 150 g/hari) 10 31.3

(43)

27 pengaturan berat badan dibandingkan dengan jus buah. Buah mengandung serat yang menimbulkan efek mempercepat rasa kenyang.

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan. Seseorang yang mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan mendapatkan kecukupan sebagian besar mineral mikro dan serat yang dapat mencegah terjadinya kegemukan (Khomsan 2007). Konsumsi sayur subjek berkisar antara 3.8-290.1 g/hari. Rata-rata konsumsi sayur subjek per hari sebesar 92.1±77.1 g, sedangkan total asupan serat dari konsumsi sayur subjek yaitu sebesar 2.5 g/hari. Penelitian yang dilakukan Story (2002) ditemukan bahwa konsumsi buah dan sayur pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor individu (pengetahuan dan alasan seseorang mengonsumsi buah dan sayur), faktor lingkungan sosial (keluarga dan teman sebaya), faktor lingkungan fisik dan faktor media massa (pemasaran).

Tabel 12 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber serat yang biasa dikonsumsi subjek pada kelompok sayur memiliki rata-rata jumlah konsumsi paling banyak secara berturut-turut yaitu tauge dengan frekuensi 3.0+0.0 kali/minggu sebanyak 231.0+0.0 g, sawi putih 2.7+2.6 kali/minggu sebanyak 44.6+17.5 g, dan jamur kuping 2.5+3.9 kali/minggu sebanyak 19.8+25.3 g. Kemudahan akses dan ketersediaan pada ketiga kelompok sayur-sayuran tersebut menjadi penyebab tingginya rata-rata frekuensi konsumsi sayuran subjek. Subjek biasa membeli pangan olahan sayur tauge, sawi putih, dan jamur kuping dari kantin yang terletak di lingkungan pabrik dan warung nasi dekat rumah. Selain itu, subjek juga seringkali memasak olahan sayur-sayuran tersebut di rumah masing-masing selagi sempat atau ketika hari libur (weekend). Berikut adalah tabel distribusi berdasarkan rata-rata frekuensi konsumsi sayur (Tabel 12).

Tabel 12 Rata-rata konsumsi sayur

Kelompok Sayur Frekuensi Jumlah

kali/minggu g/hari g/minggu

Kacang panjang 1.4+1.4 6.4+5.8 44.8+40.5

Bayam 1.7+1.8 17.0+22.6 119.1+158.4

Kangkung 1.4+1.4 12.6+17.9 88.4+125.2

Labu siam 1.7+2.0 22.8+22.3 159.4+156.3

Jamur Tiram 1.6+1.9 28.3+43.6 197.8+305.2

Wortel 2.2+1.8 18.9+39.4 132.0+275.5

Buncis 1.9+1.8 10.3+10.5 72.0+73.3

Timun 1.9+1.4 40.7+42.6 285.2+298.5

Jamur Kuping 2.5+3.9 2.8+3.6 19.8+25.3

Sawi putih 2.7+2.6 6.4+2.5 44.6+17.5

Sawi hijau 0.9+0.2 32.5+27.3 227.4+190.9

Tauge 3.0+0.0 33.0+0.0 231.0+0.0

(44)

28

gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) (Kemenkes RI 2014). Berikut ini tabel kebiasaan konsumsi sayur pada subjek (Tabel 13).

Tabel 13 Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan konsumsi sayur

Kebiasaan konsumsi sayur Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah (< 250 g/hari) 29 90.6

Tinggi (> 250 g/hari) 3 9.4

Subjek yang mengonsumsi sayur sesuai anjuran Pedoman Gizi Seimbang 2014 hanya 9.4%. Menurut data Riskesdas 2013, konsumsi sayur dan buah penduduk Jawa Barat umur di atas 10 tahun, sebanyak 96.5% kurang mengonsumsi sayur dan buah (<5 porsi/hari dalam seminggu) (Kemenkes RI 2013). WHO (2005) menjelaskan bahwa kurangnya kemampuan dalam menyiapkan buah dan sayur untuk dikonsumsi menjadi faktor lain yang menghambat konsumsinya. Hal tersebut membentuk kebiasaan makan seseorang yang sulit untuk diubah meskipun telah dilakukan peningkatan pengetahuan gizi.

Kandungan serat makanan pada sayuran lebih tinggi dibandingkan buah-buahan. Kadar serat makanan pada sayuran berkisar antara 2-3 g/100 g (Sekarindah & Rozaline 2006). Selain itu, berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014, anjuran konsumsi sayuran agar lebih ditingkatkan daripada buah karena buah mengandung gula (sukrosa dan fruktosa) sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah sedangkan sayuran tidak (Kemenkes RI 2014).

Asupan Energi dan Zat Gizi

Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat. Kebutuhan gizi antarindividu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis (hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal, pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lanjut usia (Hardinsyah et al. 2002).

(45)

29

Gambar 2 Distribusi subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat.

Asupan Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Energi yang diperlukan diperoleh dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori (Karsin 2004).

Kisaran asupan energi subjek adalah 772-2735 kkal/hari dengan rata-rata asupan energi sebesar 1744±495 kkal/hari. Sebanyak 46.9% subjek memiliki tingkat kecukupan energi kategori kurang dan sisanya termasuk kategori baik (40.6%), dan kategori lebih (12.5%). Adapun rata-rata tingkat kecukupan energi subjek sebesar 81±23%. Rata-rata angka kecukupan energi (AKE) nasional pada tingkat konsumsi adalah sebesar 2150 kkal untuk kelompok umur 30−49 tahun, sementara AKE pada tingkat persediaan adalah 2400 kkal.

(46)

30

yang berlebihan (underestimate high intakes). Selain itu, Flegal (1999) juga menyatakan bahwa flat-slope syndrome, dimana responden yang gemuk memiliki sindrom ketika menceritakan recall akan cenderung lebih sedikit dalam hal konsumsi, sedangkan yang kurus cenderung akan berlebihan ketika di recall. Subjek penelitian pada orang obese juga akan cenderung melakukan underreport dan undereating sebagai akibat kesadaran mereka untuk mengurangi berat badan dalam masa penelitian (Gibson 2005). Metode food recall yang digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi Ukuran Rumah Tangga (URT) kedalam satuan berat, serta adanya variasi intepretasi besarnya ukuran antarsubjek.

Asupan Protein

Menurut Almatsier (2006) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.

Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein nabati dan protein hewani. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tahu dan tempe serta kacang-kacangan lainnya. Sumber protein hewani antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan. Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi. ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik karena mengandung sedikit lemak (Nilawati et al. 2008). Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier 2006).

Asupan protein subjek berkisar antara 15.1-86.5 g/hari. Rata-rata asupan subjek sebesar 47.5±17.9 g/hari. Sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan protein kategori kurang (43.8%) dan hanya 18.8% yang memiliki tingkat kecukupan protein kategori lebih, sedangkan sisanya termasuk dalam kategori baik (37.5%). Secara keseluruhan rata-rata tingkat kecukupan protein subjek sebesar 83.5±31.4%. Menurut AKG 2013 bahwa kecukupan protein untuk perempuan dengan kelompok umur 30-49 tahun sebesar 57 g/hari, dengan demikian asupan protein subjek masih rendah dibawah anjuran AKG.

Asupan Lemak

Lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi. Lemak berfungsi sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun di tempat-tempat tertentu dalam tubuh (Sediaoetama 2008). Selain itu, lemak juga menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat yaitu 9 kkal/g lemak yang dikonsumsi. Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-hari akan berakibat gangguan metabolisme lemak.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengetahuan gizi, konsumsi pangan sumber lemak
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2  Penggolongan status gizi menurut IMT, lingkar pinggang dan RLPP
Tabel 3  Kategori variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan khususnya adalah: (1) mengidentifikasi penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan, (2) menghitung tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh,

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa karang lunak hasil fragmentasi di kedalaman 10m memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan

Penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat akademik, untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas

1) Kapasitas penangkapan (fishing capacity) purse seine di Kabupaten Aceh Besar dengan penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan berdasarkan bulan diperoleh 17 kapal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kewirausahaan pada kelompok eksperimen 1 yaitu 72,95 sedangkan rata-rata hasil belajar

Bagaimanapun pelanggan merupakan tujuan utama perusahaan, jadi usaha yang dilakukan perusahaan selain mengatur perusahaannya adalah mencari strategi manajemen yang tepat

(percobaan) dan kegiatan pembuatan suatu karya. Siswa yang biasanya membuat gaduh sudah mulai tenang karena teguran dari guru. Kemampuan siswa untuk melaksanakan tugas

Untuk memahami akibat dari perilaku seks pranikah di kalangan pelajar SMA. Untuk memahami upaya dalam pencegahan kehamilan terhadap perilaku seks