• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TINTIN SUMIATI

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

TINTIN SUMIATI. Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Dibimbing Oleh FAISAL ANWAR.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dengan beberapa pengolahan yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan), (2) mengetahui kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak dan protein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan, (3) mengetahui retensi protein ikan pada pengolahan, (4) mengetahui mutu cerna protein ikan sebelum dan sesudah pengolahan.

Tahapan penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair, pengolahan yang dilakukan secara trial and error, serta analisa. Ikan mujair diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga Bogor dalam keadaan masih hidup di dalam kolam. Tidak semua bagian tubuh ikan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap bagian yang dapat dimakan pada ikan mujair. Sebelum pengolahan, ikan mujair ada yang diberi penambahan bumbu (larutan cuka dan garam) dan ada juga yang tidak diberi penambahan bumbu. Pengolahan meliputi penggorengan, pemanggangan, pengukusan, dan perebusan. Sampel yang dianalisis adalah ikan segar dan ikan yang berkategori matang setelah dilakukan pengolahan baik itu goreng, panggang, kukus maupun rebus. Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kandungan zat gizi (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), retensi protein, dan mutu cerna protein. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan. Dan diulang sebanyak dua kali. Data kandungan zat gizi, retensi protein, dan mutu cerna protein dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan dan penambahan bumbu mana yang menunjukkan perbedaan.

Berdasarkan hasil pengamatan, BDD ikan mujair sebesar 50%. Setelah dilakukan uji coba pada pengolahan ikan mujair, penggorengan pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F) dengan waktu 15 menit, pemanggangan dengan waktu 20 menit, perebusan dan pengukusan menggunakan suhu antara 990C – 1000C dengan waktu 15 menit menghasilkan ikan mujair berkategori matang.

Hasil analisis, kadar air pada ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 80.12% dan dengan bumbu sebesar 82.25%. Setelah pengolahan, kadar air berkisar antara 18.71% - 76.45% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 35.69% - 78.08%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air ikan segar, rebus, dan kukus berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar air ikan goreng dan panggang. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar air ikan mujair.

(3)

berkisar antara 4.22% - 5.61%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar abu. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar abu ikan segar berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan goreng, rebus, dan kukus; serta ikan panggang berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan rebus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar abu ikan mujair.

Kadar protein ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 62.97% dan dengan bumbu sebesar 67.55%. Setelah pengolahan, kadar protein berkisar antara 33.32% - 59.84% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 39.97% - 68.40%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar protein ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein ikan mujair.

Kadar lemak ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 11.27% dan dengan bumbu sebesar 6.13%. Setelah pengolahan, kadar lemak berkisar antara 12.36% - 45.79% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 4.81% - 31.64%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar lemak ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar lemak ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak ikan mujair.

Retensi protein ikan mujair berkisar antara 53.03% - 95.57% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 59.20% - 101.59%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa retensi protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan retensi protein ikan panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein ikan mujair.

(4)

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA

PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

TINTIN SUMIATI

A54103046

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

Nama : TINTIN SUMIATI NRP : A54103046

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS NIP. 130 934 378

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 17 Juli 1985 dari pasangan Musa dan Karningsih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Dewi Puspa. Dan pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Pangandaran. Tahun 1997 melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangandaran. Tahun 2003 penulis menamatkan pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran bagi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai pemandu seminar.

3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Keluarga terkasih atas semua doa, kasih sayang, kesabaran, cinta, dan dukungan moril maupun materil sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Pak Mashudi, Bu Nina dan Bu Riski atas saran-saran dan bantuannya selama ini.

6. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium: Anita, Ratna, Edo, Riska, Rika, Dewi 41, Pak Dian, dan Darmaning atas bantuan dan kebersamaannya. 7. Para Pembahas (Angelica Gabriel, Any Mulyani, Kartika Wandini, dan Yulia

Novika).

8. Teman-teman seperjuangan dari SMU sampai sekarang: Ani, Ela, Dwi Purnomo, Kuswan, dan Sutopo, atas dorongan, dukungan, mental dan spirit serta kebersamaannya.

9. Teman-teman satu kosan: Nining, Mei-mei, Mami Icha, Inna, Nono, Cepe, Dewi, Tari, Juli, Ka Wina, Ratih, Ririn, Gia, Mba Novi, Mba Lina, Mba Neni, Lili, Bunga, Micha, Vivin, Rahma, dan Sekar atas dukungan dan keceriaannya.

(8)

11. Teman-teman Bina Desa, GMSK 39, GMSK 41, atas semangat dan dukungannya.

12. Mba Wi, Sanya, Teh Mil, Ima serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Bogor, Agustus 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ikan... 4

Ikan Mujair (Tilapia mossambica) ... 5

Pengolahan ... 6

Penggorengan ... 7

Pemanggangan ... 7

Pengukusan dan Perebusan ... 8

Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein ... 8

Mutu Cerna Protein ... 9

METODOLOGI ... 12

Waktu dan Tempat ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Bahan ... 12

Alat ... 12

Tahapan Penelitian ... 12

Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ... 13

Proses Pengolahan Ikan Mujair ... 13

Penelitian Utama ... 14

Rancangan Percobaan ... 14

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Karakteristik Bahan ... 17

Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ... 17

Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar... 18

Pengolahan Ikan Mujair... 21

Penggorengan ... 21

Pemanggangan ... 22

Pengukusan... 22

Perebusan ... 23

Analisis Kandungan Zat Gizi ... 24

Kadar air ... 24

Kadar abu ... 27

Kadar protein ... 29

Kadar lemak ... 32

Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan ... 35

(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

TINTIN SUMIATI

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

TINTIN SUMIATI. Pengaruh Pengolahan terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Dibimbing Oleh FAISAL ANWAR.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai gizi pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dengan beberapa pengolahan yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan), (2) mengetahui kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak dan protein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan, (3) mengetahui retensi protein ikan pada pengolahan, (4) mengetahui mutu cerna protein ikan sebelum dan sesudah pengolahan.

Tahapan penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair, pengolahan yang dilakukan secara trial and error, serta analisa. Ikan mujair diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga Bogor dalam keadaan masih hidup di dalam kolam. Tidak semua bagian tubuh ikan dapat dimanfaatkan oleh tubuh, oleh karena itu dilakukan pengamatan terhadap bagian yang dapat dimakan pada ikan mujair. Sebelum pengolahan, ikan mujair ada yang diberi penambahan bumbu (larutan cuka dan garam) dan ada juga yang tidak diberi penambahan bumbu. Pengolahan meliputi penggorengan, pemanggangan, pengukusan, dan perebusan. Sampel yang dianalisis adalah ikan segar dan ikan yang berkategori matang setelah dilakukan pengolahan baik itu goreng, panggang, kukus maupun rebus. Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kandungan zat gizi (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak), retensi protein, dan mutu cerna protein. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan. Dan diulang sebanyak dua kali. Data kandungan zat gizi, retensi protein, dan mutu cerna protein dianalisis menggunakan General Linear Model (GLM) kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan dan penambahan bumbu mana yang menunjukkan perbedaan.

Berdasarkan hasil pengamatan, BDD ikan mujair sebesar 50%. Setelah dilakukan uji coba pada pengolahan ikan mujair, penggorengan pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F) dengan waktu 15 menit, pemanggangan dengan waktu 20 menit, perebusan dan pengukusan menggunakan suhu antara 990C – 1000C dengan waktu 15 menit menghasilkan ikan mujair berkategori matang.

Hasil analisis, kadar air pada ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 80.12% dan dengan bumbu sebesar 82.25%. Setelah pengolahan, kadar air berkisar antara 18.71% - 76.45% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 35.69% - 78.08%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air ikan segar, rebus, dan kukus berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar air ikan goreng dan panggang. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar air ikan mujair.

(13)

berkisar antara 4.22% - 5.61%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar abu. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar abu ikan segar berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan goreng, rebus, dan kukus; serta ikan panggang berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar abu ikan rebus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi (P>0.05) kadar abu ikan mujair.

Kadar protein ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 62.97% dan dengan bumbu sebesar 67.55%. Setelah pengolahan, kadar protein berkisar antara 33.32% - 59.84% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 39.97% - 68.40%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar protein ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein ikan mujair.

Kadar lemak ikan mujair segar tanpa bumbu sebesar 11.27% dan dengan bumbu sebesar 6.13%. Setelah pengolahan, kadar lemak berkisar antara 12.36% - 45.79% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 4.81% - 31.64%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar lemak ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan kadar lemak ikan segar, panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak ikan mujair.

Retensi protein ikan mujair berkisar antara 53.03% - 95.57% pada pengolahan tanpa bumbu dan pada pengolahan dengan bumbu berkisar antara 59.20% - 101.59%. Hasil uji General Linear Model, pengolahan dan penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa retensi protein ikan goreng berbeda nyata (P<0.05) dengan retensi protein ikan panggang, rebus, dan kukus. Berdasarkan uji lanjut juga didapat bahwa adanya penambahan bumbu berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap retensi protein ikan mujair.

(14)

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA

PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Program Studi S1 Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

TINTIN SUMIATI

A54103046

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul : PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica)

Nama : TINTIN SUMIATI NRP : A54103046

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS NIP. 130 934 378

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangandaran pada tanggal 17 Juli 1985 dari pasangan Musa dan Karningsih. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Dewi Puspa. Dan pada tahun 1991 penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3 Pangandaran. Tahun 1997 melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangandaran. Tahun 2003 penulis menamatkan pendidikannya dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran bagi penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Eddy S. Mudjajanto sebagai pemandu seminar.

3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS sebagai dosen penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Keluarga terkasih atas semua doa, kasih sayang, kesabaran, cinta, dan dukungan moril maupun materil sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Pak Mashudi, Bu Nina dan Bu Riski atas saran-saran dan bantuannya selama ini.

6. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium: Anita, Ratna, Edo, Riska, Rika, Dewi 41, Pak Dian, dan Darmaning atas bantuan dan kebersamaannya. 7. Para Pembahas (Angelica Gabriel, Any Mulyani, Kartika Wandini, dan Yulia

Novika).

8. Teman-teman seperjuangan dari SMU sampai sekarang: Ani, Ela, Dwi Purnomo, Kuswan, dan Sutopo, atas dorongan, dukungan, mental dan spirit serta kebersamaannya.

9. Teman-teman satu kosan: Nining, Mei-mei, Mami Icha, Inna, Nono, Cepe, Dewi, Tari, Juli, Ka Wina, Ratih, Ririn, Gia, Mba Novi, Mba Lina, Mba Neni, Lili, Bunga, Micha, Vivin, Rahma, dan Sekar atas dukungan dan keceriaannya.

(18)

11. Teman-teman Bina Desa, GMSK 39, GMSK 41, atas semangat dan dukungannya.

12. Mba Wi, Sanya, Teh Mil, Ima serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Bogor, Agustus 2008

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ikan... 4

Ikan Mujair (Tilapia mossambica) ... 5

Pengolahan ... 6

Penggorengan ... 7

Pemanggangan ... 7

Pengukusan dan Perebusan ... 8

Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein ... 8

Mutu Cerna Protein ... 9

METODOLOGI ... 12

Waktu dan Tempat ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Bahan ... 12

Alat ... 12

Tahapan Penelitian ... 12

Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ... 13

Proses Pengolahan Ikan Mujair ... 13

Penelitian Utama ... 14

Rancangan Percobaan ... 14

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Karakteristik Bahan ... 17

Pengamatan terhadap BDD pada ikan mujair ... 17

Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar... 18

Pengolahan Ikan Mujair... 21

Penggorengan ... 21

Pemanggangan ... 22

Pengukusan... 22

Perebusan ... 23

Analisis Kandungan Zat Gizi ... 24

Kadar air ... 24

Kadar abu ... 27

Kadar protein ... 29

Kadar lemak ... 32

Retensi protein pada ikan mujair setelah pengolahan ... 35

(20)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

Kesimpulan ... 41

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Angka Kecukupan Protein ... 1

2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar... 6

3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia ... 10

4. Presentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan... 17

5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar ... 18

6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ... 24

7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) ... 27

8. Kadar Protein pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) . 30

9. Kadar Lemak pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk).. 33

10. Retensi Protein pada Ikan Mujair Setelah Pengolahan (bk)... 35

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Proses pengolahan Ikan Mujair ... 47 2. Prosedur Analisis Kimia... 48 3. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

tanpa penambahan bumbu ... 51 4. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

dengan penambahan bumbu... 52 5. Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu... 53 6. Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan

tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu... 54 7a. Hasil Uji Ragam Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa Jenis

Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan

bumbu ... 55 7b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan ... 55 7c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Air Ikan Mujair tanpa penambahan

bumbu dan dengan penambahan bumbu... 55 8a. Hasil Uji Ragam Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa Jenis

Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan penambahan

bumbu ... 56 8b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan ... 56 8c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Abu Ikan Mujair tanpa penambahan

bumbu dan dengan penambahan bumbu... 56 9a. Hasil Uji Ragam Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

penambahan bumbu ... 57 9b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan ... 57 9c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Protein Ikan Mujair tanpa penambahan

(24)

10a. Hasil Uji Ragam Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

penambahan bumbu ... 58 10b. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan ... 58 10c. Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Lemak Ikan Mujair tanpa

penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu... 58 11a. Hasil Uji Ragam Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

penambahan bumbu ... 59 11b. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan ... 59 11c. Hasil Uji Lanjut Duncan Retensi Protein Ikan Mujair tanpa

penambahan bumbu dan dengan penambahan bumbu... 59 12a. Hasil Uji Ragam Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa

Jenis Pengolahan tanpa penambahan bumbu dan dengan

penambahan bumbu ... 60 12b. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair dengan beberapa Jenis Pengolahan ... 60 12c. Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair tanpa

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak dahulu, manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan dapat diartikan sebagai pemberi zat gizi bagi tubuh yang dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Almatsier 2001). Salah satu unsur zat gizi yang terdapat dalam makanan adalah protein.

Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh, tersusun oleh asam-asam amino yang terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Di sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh; zat pengatur yang berperan sebagai hormon, enzim dan antibodi; serta bahan bakar karena mengandung karbon yang dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak (Muchtadi, Astawan, dan Palupi 2006).

Protein dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu protein hewani juga mutu cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (tersedia atau dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi (Muchtadi 1989b).

Semua jenis ikan merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Sebagai bahan makanan, ikan telah diidentifikasi sebagai pangan yang memiliki keunggulan tertentu. Di samping menyediakan protein hewani yang relatif tinggi jumlahnya, ikan juga memberikan asam-asam lemak tak jenuh, berbagai macam vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh (Muchtadi, Astawan, dan Palupi 2007).

Berdasarkan tempat hidupnya dikenal jenis ikan air tawar dan ikan laut. Ikan air tawar adalah ikan yang hidup di kolam, danau, sungai, dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah ikan mujair (Muchtadi, et al. 2007). Ikan mujair merupakan ikan budidaya sehingga dalam waktu yang singkat ikan ini dapat segera diproduksi. Ikan mujair juga mudah diperoleh dan banyak dipasaran.

(26)

caranya adalah pengolahan panas atau dikenal dengan pemasakan. Menurut Tarwotjo (1998), ada dua jenis masakan ikan yaitu masakan kering dan masakan basah. Masakan kering (dry heat) merupakan hidangan yang dimasak tanpa air, sebagai contoh adalah penggorengan dan pempanggangan. Masakan basah

(moist heat) merupakan hidangan yang dimasak menggunakan air, contohnya

adalah perebusan dan pengukusan.

Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi asam amino. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu cerna protein yaitu pengolahan yang menggunakan pemanasan; aseli/native pada kacang-kacangan; faktor antigizi seperti antitripsin, antikimotripsin/hemaglutinin; adanya reaksi antara protein/ asam amino dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak dan produksi oksidasi) dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida/ hidrogen peroksida) (Muchtadi 1989a).

Sedikitnya informasi yang diterima masyarakat mengenai kandungan zat gizi dan mutu cerna protein pada ikan yang telah diolah dengan berbagai macam teknik pengolahan seperti digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus menjadi latar belakang dilaksanakannya penelitian ini. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ikan mujair.

Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan gizi pada ikan mujair dengan perhatian khusus pada mutu cerna protein dari beberapa cara pengolahan, yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus. Tujuan Khusus

1. Mempelajari proses pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan) pada ikan mujair

2. Menganalisis kandungan gizi (kadar air, abu, lemak, dan protein) ikan mujair sebelum dan setelah pengolahan

3. Menganalisis retensi protein ikan mujair setelah pengolahan

(27)

Manfaat

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak mengandung protein. Sebagai protein hewani, ikan sangat diperlukan oleh manusia karena selain mudah dicerna juga mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan susunannya lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia. Dengan demikian, ikan mempunyai nilai biologis (NB) yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Afrianto dan Liviawaty 1989).

Badan ikan pada umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Tidak semua bagian tubuh ikan layak dikonsumsi manusia. Bagian yang dapat dimakan (BDD) dari ikan adalah 45% - 50% dari berat badan ikan. BDD ikan sangat bervariasi tergantung bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Muchtadi, et al. 2007).

Komposisi daging ikan secara umum adalah 15% - 24% protein, 0.1% - 22% lemak, 1% - 3% karbohidrat, 0.8% - 2% senyawa anorganik, dan 66% - 84% air. Komposisi daging ikan ini sangat bervariasi tergantung faktor biologis dan faktor alam. Faktor biologis merupakan faktor yang berasal dari ikan itu sendiri yang meliputi jenis ikan, umur, dan jenis kelamin. Faktor alam merupakan semua faktor luar yang tidak berasal dari ikan meliputi habitat (daerah kehidupan ikan), musim, dan jenis makanan yang tersedia (Muchtadi, et al. 2007).

Jenis ikan merupakan faktor yang besar sekali pengaruhnya dalam variabilitas komposisi daging ikan. Masing-masing jenis ikan bahkan masing-masing individu ikan meskipun termasuk dalam satu jenis, komposisi kimianya dapat berbeda. Peranan umur juga tampak nyata pada kandungan lemak daging ikan. Makin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin banyak. Sedangkan jenis kelamin erat hubungannya dengan kematangan seksualnya (Muchtadi dan Sugiyono 1992).

(29)

Kandungan lemak atau minyak ikan sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh jenis ikan, umur, musim, ketersediaan makanan dan kebiasaan makan. Kandungan lemak pada ikan dapat digolongkan menjadi ikan berlemak rendah (kadar lemak kurang dari 2%), ikan berlemak sedang/ medium (kadar lemak 2% - 5%), dan ikan berlemak tinggi (kadar lemak 6% - 22%) (Muchtadi, et al. 2007).

Ikan Mujair (Tilapia mossambica)

Ikan mujair ini merupakan ikan peliharaan. Indonesia mengenal ikan mujair sebagai ikan (makanan) yang paling murah bagi rakyat jelata. Ikan mujair pertama kali ditemukan di sebuah muara kali Serang di pantai selatan oleh seorang kontak tani (penghubung) desa papungan (Blitar) yaitu Pak Mujair. Pada tahun 1947, ikan tersebut ditetapkan nama ilmiahnya yaitu Tilapia mossambica dan nama daerahnya yaitu mujair (Soeseno 1982).

Ikan yang berordo Pecomorphi, famili ciclidae dan genus tilapia ini mempunyai ciri-ciri antara lain badan agak panjang dan pipih; sisik kecil-kecil; garis rusuk tidak sempurna terdiri dari 2 baris; jumlah sisik pada garis rusuk bagian atas antara 18 - 21 buah, bagian bawah antara 10 - 15 buah; hidup di air tawar, juga di air payau; mudah berkembang biak dalam semua tipe perairan; telur menetas di dalam mulut 3 - 5 hari; makanannya terdiri dari lumut-lumutan dan tumbuh-tumbuhan; dan badan berwarna kehijauan/ kecoklatan/ kehitaman (Djajadiredja, Hatimah, dan Arifin 1977). Soeseno (1982) menambahkan bahwa pada umur 3 bulan, ukuran ikan ini mencapai 8 - 10 cm, warna pada ikan betina lebih pucat keabu-abuan sedangkan yang jantan menjadi gelap hitam, rahang dan pipi bawahnya putih kuning, sedang sirip dada, punggung dan ekornya mempunyai tepi yang merah merona. Selain itu, pada umur 3 bulan ini ikan mujair betina sudah bisa dikawinkan dan selanjutnya setiap satu setengah bulan sekali ia bisa beranak lagi.

(30)
[image:30.595.117.510.85.194.2]

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar

Kandungan Zat Gizi Kandungan Zat Gizi

Energi 89 kal Besi 1.5 mg Protein 18.7 g Vitamin A 6 RE Lemak 1 g Vitamin C 0 mg Karbohidrat 0 g Vitamin B 0.03 mg Kalsium 96 mg Air 79.7 g

Fosfor 29 mg BDD 80 %

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)

Pengolahan

Pengolahan bahan makanan merupakan pengubahan bentuk asli bahan tersebut ke dalam bentuk yang mendekati bentuk untuk dapat segera dimakan (Hermana 1975). Salah satu proses pengolahan bahan makanan adalah dengan menggunakan pemanasan. Pemanasan merupakan pemberian energi panas dalam bentuk suhu lebih, dibiarkan merambat ke dalam jaringan bahan pangan sehingga perubahan yang diinginkan terjadi (Mudjajanto 1991).

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga diperlukan penanganan khusus untuk mempertahankan mutunya. Salah satu caranya adalah dengan penggunaan panas. Perlakuan dengan pemanasan dijumpai pada proses merebus, mengukus, memblansir (dengan air panas atau uap panas), menggoreng, pasteurisasi, sterilisasi, memanggang dan mengoven. Pengolahan pangan dengan pemanasan biasanya tidak berdiri sendiri tetapi merupakan rangkaian proses seperti pembersihan atau pencucian dan pemberian rempah-rempah (termasuk penambahan gula, garam dan cuka) (Mudjajanto 1991).

(31)

Penggorengan

Penggorengan merupakan salah satu proses pemasakan yang popular karena masakan hasil penggorengan menjadi lebih gurih, berwarna lebih menarik, nilai gizi meningkat dan waktu pemasakan yang lebih cepat (Damayanthi 1994). Pada umumnya sistem menggoreng bahan pangan ada dua macam yaitu sistem gangsa (pan frying) dan menggoreng biasa (deep frying). Ciri khas dari proses gangsa adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam minyak serta suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Pada proses penggorengan dengan sistem

deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu

minyak dapat mencapai 2000C - 2050C (Ketaren 1986).

Pada saat penggorengan terjadi perubahan kimiawi baik pada bahan makanannya maupun pada minyak gorengnya (Damayanthi 1994). Permukaan lapisan luar akan berwarna coklat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil (Ketaren 1986).

Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak oleh ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10% - 12%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak (bagian luar bahan pangan) dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih (Ketaren 1986).

Pemanggangan

(32)

memanggang menggunakan arang atau briket, maka letakkan bahan yang hendak dipanggang jika arang sudah membara dengan baik. Biasanya proses pembaraan berlangsung 30 – 60 menit, ia akan menunjukkan bara yang sudah menyala merah dengan beberapa bagian telah menjadi abu putih; hindari makanan yang dibakar/ dipanggang berlebihan, misalnya hingga menimbulkan kegosongan yang berlebihan. Lebih baik buanglah bagian yang sudah sangat gosong tersebut (sangat hitam); jangan memangggang produk-produk daging yang telah mengalami "curing" (pemberian garam pokel/sendawa) (Anonymous 2008b).

Pengukusan dan Perebusan

Proses perebusan merupakan salah satu cara pemasakan dimana bahan yang akan dimasak menerima panas melalui media air. Sedangkan pengukusan merupakan proses pemasakan dimana panas yang diterima bahan dari uap air. Perebusan dapat menyebabkan kehilangan zat gizi lebih besar pada bahan pangan dibandingkan dengan cara pengukusan. Hal ini dapat terjadi karena selama proses perebusan ikan terendam dalam air sehingga beberapa zat gizi larut air seperti protein ikut terlarut dalam air perebusan. Faktor yang mempengaruhi kehilangan zat gizi selama proses perebusan adalah luas permukaan bahan, konsentrasi zat terlarut dalam air perebusan dan adanya pengadukan air. Sedangkan proses pengukusan dapat memperkecil kehilangan zat gizi (Harris dan Karmas 1989).

Pengaruh Pemanasan terhadap Nilai Gizi Protein

Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan yang menggunakan suhu tinggi. Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging ikan dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Pada suhu 100oC, protein akan terkoagulasi dan air dalam daging akan keluar. Keluarnya cairan dari daging ikan disebabkan karena protein kehilangan daya ikat terhadap air sewaktu terjadi gumpalan. Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa dan terdenaturasi, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitsev et al 1969, diacu dalam Suwandi 1990).

(33)

secara berulang-ulang) dapat menyebabkan pembentukan H2S (Hidrogen

sulfida) yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan ketersediaan asam amino, terutama lisin (Anonymous 2008a).

Pada dasarnya, langkah awal dari pencernaan protein di dalam tubuh adalah denaturasi protein oleh enzim proteolitik yang terjadi di dalam lambung oleh enzim pepsin dan asam klorida. Denaturasi akibat panas pada protein di dalam bahan pangan mengakibatkan protein tersebut telah menjalani langkah awal pencernaan. Jadi denaturasi merupakan faktor yang menguntungkan dalam sistem pencernaan protein, walau hal ini tidak berlaku secara umum (Damayanthi 1994).

Mutu Cerna Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1992). Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (protease) dikenal dengan istilah mutu cerna protein atau

digestibility. Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah

asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sebaliknya suatu protein yang sukar dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap rendah, karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses (Muchtadi 1989a).

Protein yang terkandung dalam bahan pangan, setelah dikonsumsi kemudian mengalami pencernaan (pemecahan oleh enzim protease) menjadi unit-unit penyusunnya yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya diserap usus dan dialirkan ke seluruh tubuh (Layly 2002). Mutu cerna protein dari beberapa protein pangan pada manusia disajikan pada Tabel 3.

(34)
[image:34.595.114.512.198.409.2]

menggunakan pemanasan contohnya pemasakan. Protein merupakan senyawa reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi dengan komponen lain. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya mutu cerna protein dan ketersediaan asam-asam amino esensial.

Tabel 3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia Sumber protein Mutu cerna

(%)

Sumber protein Mutu cerna (%)

Telur 97 Susu, Keju 95

Daging, Ikan 94 Rice (Polished) 88 Kacang tanah 94 Tepung Kedelai 86 Jagung, Sereal 70 Beans 78 Millet 79 Isolat protein kedelai 95 Wheat, Whole 86 Oatmeal 86 Wheat flour, White 96 Gluten gandum 99 Rice cereal 75 Wheat, Cereal 77

Maize 85 Peas 88

Sumber: FAO/WHO/UNU (1985) diacu dalam Fennema (1996)

Reaksi antara protein dengan gula pereduksi (reaksi maillard) merupakan sumber utama kerusakan protein selama pengolahan dan penyimpanan. Protein yang telah mengalami reaksi maillard, mutu cerna proteinnya menurun. Pada suatu penelitian biologis menggunakan hewan percobaan (tikus) menunjukkan bahwa produk reaksi maillard awal dan lanjutan benar-benar tidak dapat dimanfaatkan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang telah mengalami reaksi maillard, daya cerna proteinnya menurun (Muchtadi 1989a). Menurut Anglemier & Montgomeri (1976), diacu dalam Homisah (1997), pemanasan suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi asam amino, perubahan beberapa ikatan diantara asam-asam amino sehingga pelepasan ikatan peptida tersebut pada waktu hidrolisa protein menjadi lambat, atau pembentukan ikatan-ikatan asam amino baru yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim.

(35)

dengan komponen lain (gula pereduksi, polifenol, lemak, dan produksi oksidasi) dan bahan kimia aditif (alkali, belerang oksida atau hidrogen peroksida) dapat mengakibatkan menurunnya daya cerna protein (Muchtadi 1989a).

(36)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Kimia Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2007 serta dilanjutkan pada bulan Februari sampai Mei 2008.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan baku utama dalam penelitian ini yaitu ikan mujair (Tilapia

mossambica). Bahan baku lainnya adalah minyak goreng, garam, asam cuka,

dan air. Ikan mujair diperoleh dari Pasar Darmaga Bogor. Minyak goreng yang digunakan yaitu minyak goreng bermerk ”tropical”, garam bermerk ”Refina” dan asam cuka yang diperoleh dari toko yang berada di daerah Babakan Raya Darmaga Bogor. Bahan yang dipakai untuk analisis kimia yakni H2SO4, NaOH

30%, asam borat 3%, dan H2O untuk analisis protein metode Mikro-Kjeldahl;

untuk analisis kadar lemak menggunakan heksana; dan untuk analisis mutu cerna protein secara in vitro dengan menggunakan HCl 0.1 N, NaOH 0.5 N, enzim pepsin (P7000, aktivitas enzim = 800 – 2.500 unit per mg) dan pankreatin (P1500, aktivitas enzim sama dengan U.S.P) dan larutan buffer fosfat pH 6.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair yakni timbangan, pisau, talenan, piring, penangas air atau kompor, wajan atau penggorengan, sodet, wadah plastik, termometer, dan gelas ukur. Sedangkan alat untuk analisis kimianya menggunakan cawan porselin, labu kjeldahl, oven, desikator, neraca, tanur, kondensor, kertas saring, alat-alat gelas, pipet, pH-meter, magnetic stirrer, seperangkat Soxhlet, inkubator ‘Shaking Water Bath’ dan peralatan analisa kimia lainnya.

Tahapan Penelitian

(37)

1. Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair

Bagian yang dapat dimakan (BDD) ikan dapat dilakukan dengan cara pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, sirip, isi perut, dan insang. Kemudian daging ikan di-fillet setelah itu daging ikan tersebut dicuci dan dilakukan penimbangan terhadap bagian yang dapat dimakan (BDD) pada ikan. Proses penghitungan BDD ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini.

Ikan

Dicuci dan ditiriskan

Ditimbang

Dibuang sisik, sirip, isi perut, dan insang

Daging ikan di-fillet

Daging ikan tersebut dicuci dan ditiriskan

Daging ikan ditimbang

[image:37.595.210.414.219.504.2]

Dihitung BDD ikan

Gambar 1. Proses Penghitungan BDD ikan mujair

2. Proses Pengolahan Ikan Mujair

(38)

3700F (185 – 1880C) dengan waktu 5 menit dan 10 menit, serta 15 menit pada suhu 130 – 1750C. Minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah berkisar antara 200-500 ml. Pemanggangan dilakukan langsung di atas api dengan menggunakan alat panggang dan dilakukan dengan waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Pengukusan dilakukan pada suhu 990C sampai 1000C dengan waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Serta perebusan dilakukan pada suhu 990C sampai 1000C dengan waktu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit dengan volume air 1L.

3. Penelitian Utama

Penelitian utama ini meliputi analisis kandungan zat gizi dan analisis mutu cerna protein secara in vitro. Zat gizi yang dianalisis antara lain kadar air (metode oven biasa), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar protein (metode semi mikro Kjeldahl), dan kadar lemak (metode Soxhlet). Sedangkan untuk analisis mutu cerna protein dilakukan secara in vitro dengan menggunakan enzim pepsin dan enzim pankreatin.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama adalah penambahan bumbu yang terdiri dari dua taraf yaitu dengan penambahan bumbu dan tanpa penambahan bumbu. Faktor yang kedua adalah pemasakan yang terdiri dari 4 taraf yaitu penggorengan, perebusan, pengukusan dan pemanggangan. Pengolahan dilakukan ulangan sebanyak dua kali. Model rancangannya adalah sebagai berikut:

ijk ij j

i

ijk

=

μ

+

A

+

B

+

AB

+

ε

Υ

(

)

Keterangan :

Υ

ijk : variabel respon hasil pengamatan yang terjadi karena pengaruh bersama penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j, dan ulangan ke-k.

μ

: pengaruh rata-rata sebenarnya

Ai

: pengaruh penambahan bumbu ke-i (i= tanpa pemakaian bumbu atau dengan pemakaian bumbu)
(39)

Data kandungan zat gizi (kadar air, abu, lemak, protein), retensi protein dan mutu cerna protein diolah dan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excell secara deskriptif. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan program SAS 6.12 for windows untuk analisis General Linear Model (GLM). Bila terdapat pengaruh analisis ragam maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Uji Duncan ini adalah untuk mengetahui jenis perlakuan mana (penambahan bumbu dan / atau jenis pengolahan) yang menunjukkan perbedaan.

ABij

ijk

ε

: Galat akibat faktor penambahan bumbu ke-i, jenis pengolahan ke-j, dan ulangan ke-k (k=1 atau 2)

Pengaruh interaksi antara faktor penambahan bumbu ke-i dan faktor jenis pengolahan ke-j

(40)

digoreng

T= 185-188 0C t= 5 & 10 menit

Ikan mujair panggang t= 15, 20& 25 menit T= 130-175 0C

t= 15 menit

Ikan mujair goreng

dipanggang dikukus

T= 99-100 0C

t= 10, 15 & 20 menit

Ikan mujair kukus Ikan mujair rebus T= 99-100 0C

t= 10, 15& 20 menit direndam dalam larutan garam (± 15g) dan cuka (± 30ml) selama 15 menit tidak direndam dalam larutan garam dan cuka

ditiriskan selama 15 menit

direbus dibuang bagian sisik, isi perut, dan insang kemudian dicuci

[image:40.842.81.756.86.457.2]

Ikan Mujair

(41)

Bahan yang digunakan dalam pengolahan ikan mujair adalah ikan mujair, garam, cuka, minyak goreng dan air. Ikan mujair ini diperoleh dari penjual ikan yang berada di pasar Darmaga. Ikan mujair yang digunakan adalah ikan mujair segar yang berukuran sedang, yaitu yang panjangnya berukuran 8 - 10 cm. Pada saat pengambilan, ikan mujair yang dipilih adalah ikan mujair yang masih hidup didalam kolam. Bahan baku lainnya yaitu minyak goreng, garam, dan cuka. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng bermerk “Tropical”, garam yang digunakan bermerk “Refina” dan cuka. Minyak goreng, garam, dan cuka ini diperoleh dari toko di sekitar Babakan Raya Darmaga.

Pengamatan terhadap BDD pada Ikan Mujair

Bagian yang dapat dimakan (BDD) dari ikan bervariasi tergantung bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Muchtadi et all. 2007). Bagian yang dapat dimakan dari ikan adalah jaringan skeletal atau

flank dari tubuhnya. Ikan umumnya mengandung sekitar 40 – 60 % daging

(Muchtadi 1989b). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan mujair mempunyai BDD sebesar 50%. Persentase BDD diperoleh setelah dilakukan pemfilletan terhadap daging ikan. Biasanya pada waktu pemfilletan masih ada daging yang tertinggal pada tulang ikannya. Dengan demikian sisa dari persentase BDD ikan adalah tulang, kepala, ekor, sirip, sisik, insang, dan isi perutnya atau jeroan.

[image:41.595.124.487.548.672.2]

Berat ikan mujair mengalami penurunan setelah pengolahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Persentase Pengurangan Berat Ikan Mujair setelah Pengolahan Berat Ikan (g)

Proses

Waktu Sebelum Setelah

Pengurangan Berat (%)

Penggorengan 86 – 115 34 – 50 52 – 65 Pemanggangan 81 – 111 35 – 61 46 – 50 Pengukusan 100 – 116 76 – 87 24 – 29 Perebusan 98 – 129 81 – 105 17 – 24

(42)

Semakin besar panas yang diberikan dan semakin lama pemanasan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada ikan dalam jumlah banyak.

Ikan mujair yang diberi perlakuan penggorengan beratnya mengalami penurunan. Berat ikan sebelum digoreng yaitu 86g – 115g dan setelah penggorengan adalah 34g – 50g. Dengan kata lain, penggorengan dapat menurunkan berat ikan segar sebanyak 52% – 65%. Begitu juga dengan pengolahan yang lain (pemanggangan, pengukusan, dan perebusan) dapat menurunkan berat ikan mujair segar. Pemanggangan dapat menurunkan berat ikan mujair segar sebanyak 46% – 50%, pengukusan menurunkan berat ikan segar sebanyak 24% – 29%, dan perebusan menurunkan berat ikan segar sebanyak 17% – 24%. Dari semua pengolahan, pengolahan yang dapat menurunkan berat ikan segar tertinggi yaitu pada penggorengan sedangkan terendah yaitu pada perebusan. Dan pada umumnya, pengolahan kering (penggorengan dan pemanggangan) dapat menurunkan berat ikan segar lebih banyak dibandingkan dengan pengolahan basah (pengukusan dan perebusan). Hal ini dikarenakan pada pengolahan basah, suhu yang digunakan yaitu 90oC - 100oC sedangkan pada pengolahan kering suhu yang digunakan yaitu lebih dari 100oC.

Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar

Kandungan zat gizi pada ikan mujair tergantung pada keadaan ikannya itu sendiri serta perlakuan yang menyertainya. Bila ikan tidak mendapat perlakuan apapun maka kandungan zat gizinya hanya ditentukan oleh keadaan ikan tersebut. Namun bila diberi perlakuan seperti pengolahan maka kandungan zat gizinya selain dipengaruhi oleh keadaan ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh perlakuan yang menyertainya. Hasil analisis kandungan zat gizi dan mutu cerna protein pada ikan mujair segar dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Kandungan Zat Gizi dan Mutu Cerna Protein Ikan Mujair Segar Kandungan Zat Gizi Tanpa Bumbu Dengan Bumbu

Kadar Air *) 80.12 82.25 Kadar Abu **) 6.33 7.34 Kadar Protein **) 62.97 67.55 Kadar Lemak **) 11.27 6.13 Mutu cerna protein **) 99.14 98.10 Keterangan:

(43)

Ikan mujair segar ada yang diberi perlakuan berupa penambahan bumbu juga ada yang tidak diberi perlakuan penambahan bumbu. Pada ikan mujair tanpa penambahan bumbu, kandungan zat gizinya ditentukan oleh keadaan ikan tersebut misalnya umur. Muchtadi, et al. (2007) menyatakan bahwa semakin bertambah umur ikan pada umumnya kandungan lemaknya makin meningkat. Sedangkan pada ikan segar dengan penambahan bumbu, kandungan zat gizinya selain dipengaruhi oleh ikan itu sendiri juga dipengaruhi oleh penambahan bumbu tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, kadar air ikan mujair segar mengalami peningkatan setelah ditambah dengan perendaman bumbu yang berupa larutan garam dan cuka begitu pun dengan kadar abu dan kadar protein. Kadar air pada ikan mujair segar meningkat menjadi 82.25% setelah perendaman bumbu dari 80.12% (tanpa bumbu). Kadar abu menjadi 7.34% setelah penambahan bumbu dari 6.33% (tanpa bumbu) serta kadar protein juga menjadi 67.55% setelah penambahan bumbu dari 62.97% (tanpa bumbu). Sedangkan kadar lemak menurun setelah diberi penambahan bumbu menjadi 6.13% dari 11.27% (tanpa bumbu). Begitu juga dengan mutu cerna protein, berkurang setelah diberi penambahan bumbu menjadi 98.10% dari 99.14% (tanpa bumbu).

Air merupakan komponen daging ikan yang terbanyak. Kadar air pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (82.25%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (80.12%). Hal ini diduga terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam yang menyebabkan air yang terdapat pada jaringan ikan tersebut terperangkap didalamnya. Kadar air pada ikan mujair segar baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran kadar air ikan segar yaitu 60% - 84% (Afrianto dan Liviawaty 1989).

Kadar abu pada suatu bahan pangan menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik pada bahan pangan tersebut. Kadar abu pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (7.34%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (6.33%). Hal ini diduga terjadinya penyerapan garam oleh ikan mujair yang mengakibatkan kadar abu pada ikan tersebut bertambah karena garam mempunyai kandungan mineral anorganik berupa natrium dan klorida.

(44)

lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah yang merupakan kebalikannya dari daging putih. Dengan demikian, kadar protein pada ikan mujair tergolong tinggi. Berdasarkan hasil analisis, kadar protein ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (67.55%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (62.97%). Hal ini diduga penambahan asam dan garam menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga protein lebih mudah dicerna. Menurut Winarno et al. (1980) menyatakan bahwa penambahan asam, basa atau enzim dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya unsur nitrogen dan asam amino.

Ikan mujair ini termasuk ke dalam ikan berlemak rendah. Hal ini dikarenakan daging pada ikan mujair adalah daging putih. Menurut Muchtadi, et al. (2007), daging ikan segar yang berwarna putih mempunyai kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah. Daging merah mengandung lemak yang lebih tinggi karena terdapat lateral line tempat urat syaraf yang dilindungi lemak.Kadar lemak ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu(11.27%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan perlakuan penambahan bumbu (6.13%). Hal ini diduga karena lemak terhidrolisis oleh larutan asam cuka dan garam yang mengakibatkan kadar lemak dalam ikan menurun. Winarno (1997), menyatakan bahwa dengan adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan asam dan basa. Namun kadar lemak pada ikan mujair segar baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu masih dalam kisaran kadar lemak ikan segar yaitu 2 – 25 % (Muchtadi, et al. 2007).

(45)

terbentuknya lisinolalanin dari lisin dan alanin. Kesemuanya ini dapat menyebabkan menurunnya nilai gizi protein akibat menurunnya mutu cerna protein.

Pengolahan Ikan Mujair

Pengolahan ikan mujair diawali dengan pembuangan bagian-bagian yang tidak diperlukan seperti sisik, isi perut, dan insang. Setelah itu dicuci dengan air hingga bersih dan selanjutnya ikan mujair tersebut terlebih dahulu diolah (digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus) secara trial and error untuk mendapatkan ikan yang berkategori matang. Pengolahan tersebut diuraikan dengan jelas dan terperinci berikut ini.

Penggorengan

[image:45.595.184.441.532.656.2]

Penggorengan dilakukan dengan cara deep fat frying yaitu proses penggorengan seluruh tubuh ikan mujair terendam dalam minyak goreng. Penggorengan dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu selama 7 menit pada suhu 1770C – 1850C (3500F – 3650F), 9 menit pada suhu 1710C – 1820C (3400F – 3600F), dan 15 menit pada suhu 1270C – 1770C (2600F – 3500F). Volume minyak goreng yang digunakan adalah 200 – 500 ml dan berat ikan mujair yang digunakan adalah 86-115 gram. Penggorengan pertama dan kedua relatif sama dengan metode penggorengan Niles (1976) yang menggunakan suhu 365-370 0F (185-188 0C) selama 5-10 menit sedangkan penggorengan ketiga relatif sama dengan metode penggorengan Susilawati (2002) dan Samsudin (2003) yaitu suhu 130_1750C selama 15 menit.

Gambar 3. Ikan mujair goreng

(46)

mujair yang dihasilkan berwarna coklat tua dan terlihat uap minyak yang berlebihan dari ketel. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan cukup tinggi dengan waktu yang lama sehingga panas yang dihantarkan kepada ikan mujair berlebihan. Ikan mujair yang digoreng dengan metode ketiga (selama 15 menit) dikategorikan mujair sudah matang dengan ciri-ciri bagian luar berwarna kuning kecoklatan dan daging ikan mujair sudah matang dan empuk. Selanjutnya ikan mujair yang digunakan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang berkategori matang atau ikan mujair yang digoreng selama 15 menit pada 1270C – 1770C.

Pemanggangan

[image:46.595.177.450.502.619.2]

Pemanggangan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu dengan waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit. Pemanggangan dilakukan dengan cara diletakkan di atas api dengan menggunakan alat panggang. Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dipanggang selama 15 menit dikategorikan mujair belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah. Ikan mujair yang dipanggang selama 20 menit dikategorikan mujair sudah matang karena daging ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan ikan mujair yang dipanggang selama 25 menit dikategorikan mujair terlalu matang karena sebagian daging ikan mujair menjadi arang atau gosong. Oleh karena itu, ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang dipanggang 20 menit.

Gambar 4. Ikan mujair panggang

Pengukusan

(47)
[image:47.595.181.447.86.194.2]

Gambar 5. Ikan mujair kukus

Berdasarkan hasil uji coba, ikan mujair yang dikukus selama 10 menit tergolong belum matang karena bagian dalam ikan mujair masih mentah. Ikan mujair yang dikukus selama 15 menit tergolong sudah matang karena daging ikan mujair sudah empuk semuanya. Sedangkan ikan mujair yang dikukus dengan waktu 20 menit dikategorikan terlalu matang karena sendi tulang belakang dan ekor mudah dipisahkan serta ada bagian tulang yang lunak. Dengan demikian ikan mujair yang dijadikan sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang dikukus dengan waktu 15 menit.

Perebusan

Proses perebusan ikan mujair dilakukan dengan tiga kali uji coba yaitu 10 menit, 15 menit, dan 20 menit pada suhu yang digunakan relatif sama yaitu antara 990C – 1000C. Proses perebusan ini relatif sama dengan metode perebusan Niles (1976) yaitu perebusan dapat dilakukan selama 6-20 menit.

Gambar 6. Ikan mujair rebus

Hasil uji coba pada ikan mujair rebus sama dengan ikan mujair kukus yaitu perebusan dengan waktu 10 menit berkategori belum matang, 15 menit dikategorikan mujair sudah matang, dan 20 menit dikategorikan mujair terlalu matang. Sehingga ikan mujair yang dijadikan mujair sebagai bahan pada penelitian utama adalah ikan mujair yang direbus dengan waktu 15 menit.

[image:47.595.183.443.477.617.2]
(48)

waktu 20 menit, Ikan yang dikukus dengan waktu 15 menit, ikan yang direbus dengan waktu 15 menit dikategorikan sebagai ikan berkategori matang. Setelah didapatkan pengolahan yang menghasilkan ikan berkategori matang maka ikan tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan perlakuan penambahan bumbu dan kelompok dengan perlakuan tanpa penambahan bumbu. Ikan mujair yang diberi perlakuan penambahan bumbu direndam dalam campuran 1 liter air, 3 sendok makan cuka (± 30 ml), dan 1.5 sendok makan garam (± 15 g) selama 15 menit. Setelah itu ditiriskan selama 15 menit. Selanjutnya ikan mujair diolah dengan metode hasil percobaan yang menghasilkan ikan berkategori matang.

Analisis Kandungan Zat Gizi

Pemasakan merupakan salah satu proses pemanfaatan perlakuan panas yang penting dalam pengolahan ikan. Perlakuan panas yang diupayakan pada ikan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, seperti mempertahankan mutu ikan, perbaikan terhadap cita rasa dan tekstur, nilai gizi dan mutu cerna (Harikedua 1992). Ikan mujair yang dianalisis adalah ikan mujair yang masuk dalam kategori matang untuk semua pengolahan.

Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati (Winarno 1997). Hasil analisis terhadap kadar air pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Kadar Air pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Kadar Air (%)

Perlakuan

Tanpa Bumbu Dengan Bumbu Segar 80.12 82.25 Goreng 18.71 35.69 Panggang 60.49 65.53

Kukus 75.91 78.08 Rebus 76.45 78.02

(49)

Begitu juga dengan ikan mujair goreng, panggang, kukus dan rebus, kadar airnya meningkat setelah penambahan bumbu berupa larutan garam dan asam cuka. Kadar air pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 18.71% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 35.69%. Kadar air pada ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 60.49% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 65.53%. Kadar air pada ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 75.91% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 78.08%. Serta kadar air pada ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 76.45% dan dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 78.02%. Hal ini diduga terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam sehingga air yang terdapat dalam ikan terjebak didalamnya.

Ikan mujair segar kadar airnya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair setelah dilakukan pemasakan. Hal ini dikarenakan pemasakan merupakan suatu proses pengolahan yang dapat menurunkan kandungan air dalam bahan pangan. Menurut Winarno, et al. (1980), Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan.

Kadar air pada ikan mujair goreng berkurang banyak sekali (18.71% tanpa penambahan bumbu dan 35.69% dengan penambahan bumbu) dari kadar air ikan mujair segar (80.12% dan 82.25% dengan penambahan bumbu). Hal ini diduga suhu yang digunakan dalam penggorengan sangat tinggi yaitu 127oC – 177oC dengan waktu 15 menit. Menurut Weiss (1970) diacu dalam Damayanthi (1994), suhu penggorengan yang normal berkisar antara 163oC – 169oC tergantung dari jenis makanan yang digoreng.

Menurut Ketaren (1986), jika bahan segar digoreng maka kulit bagian luar dapat mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya terjadi akibat panas dari lemak panas (diatas 3120F) sehingga terjadi penguapan air pada bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar bahan pangan kemudian mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air.

(50)

pada ikan panggang tanpa penambahan bumbu sebesar 60.49% dan dengan penambahan bumbu sebesar 65.53%. Penurunan kadar air pada ikan mujair panggang diduga oleh pemanasan dan penggunaan waktu yaitu sekitar 20 menit. Pemanggangan termasuk ke dalam proses pemasakan kering dan pemasakan kering biasanya menggunakan suhu sangat tinggi yaitu 110oC – 240oC (Fellows 2000).

76.45 75.91 60.49 80.12 18.71 78.02 78.08 65.53 82.25 35.69 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Segar Goreng Panggang Kukus Rebus

Perlakuan

(%

)

[image:50.595.126.503.242.356.2]

Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

Gambar 7. Kadar air ikan mujair

Kadar air pada ikan mujair yang mengalami pengukusan dan perebusan juga mengalami penurunan dari ikan mujair segar. Namun penurunan tersebut tidak banyak yaitu sekitar 4% dari ikan mujair segar dibandingkan dengan penurunan kadar air pada ikan mujair goreng dan ikan mujair panggang yaitu sekitar 16% - 60%. Hal ini diduga bahwa pada proses pengukusan dan perebusan menggunakan suhu 90oC – 100oC dengan waktu 15 menit.

Berdasarkan hasil uji General Linier Model, pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value 0.0018 (p<0.05) terhadap kadar air ikan mujair. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa adanya penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar air ikan mujair. Penggorengan berbeda nyata dengan pengolahan ikan mujair lainnya (segar, panggang, kukus, dan rebus). Begitu juga pemanggangan, pemanggangan berbeda nyata (p<0.05) dengan pengolahan ikan mujair lainnya (segar, goreng, kukus, dan rebus). Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

(51)

terdapat dalam bahan pangan yang mudah hilang dengan cara penguapan atau pengeringan disebut air bebas (Winarno, et al. 1980).

Kadar Abu

Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi. Namun, kadar abu tidak selalu eqivalen dengan bahan mineral, karena adanya beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstituen (Sulaeman dan Mudjajanto 1991). Hasil analisis terhadap kadar abu pada ikan mujair dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Kadar Abu pada Ikan Mujair Sebelum dan Setelah Pengolahan (bk) Kadar Abu (%)

Perlakuan

Tanpa Bumbu Dengan Bumbu Segar 6.33 7.34 Goreng 4.46 4.22

Panggang 5.80 5.61

Kukus 3.67 5.23 Rebus 3.39 4.42

Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (6.33%) lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Begitu juga pada ikan mujair kukus dan ikan mujair rebus. Kadar abu pada ikan mujair kukus mengalami peningkatan setelah diberi bumbu yaitu sebesar 5.23% dari ikan mujair kukus tanpa penambahan bumbu (3.67%). Dan juga pada ikan mujair rebus, kadar abunya meningkat pada ikan yang diberi penambahan bumbu yaitu sebesar 4.42% dari ikan mujair rebus tanpa penambahan bumbu (3.39%).

Kadar abu pada ikan mujair goreng dan panggang merupakan kebalikannya dari ikan mujair segar, kukus dan rebus. Kadar abu pada ikan mujair goreng tanpa penambahan bumbu (4.46%) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu ikan mujair goreng dengan penambahan bumbu (4.22%). Begitu juga dengan ikan mujair panggang, kadar abu pada ikan mujair panggang mengalami penurunan setelah diberi bumbu (5.61%) dari ikan mujair panggang tanpa penambahan bumbu (5.80%).

(52)

bahwa penggunaan garam dapat dalam proses pengolahan dapat meningkatkan kandungan mineral dalam makanan. Kandungan zat besi dalam ikan yaitu sekitar 5-248 mg dan zat besi ini dapat bertambah tinggi kandungannya dengan adanya bumbu.

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar abu ikan mujair segar lebih tinggi dibanding dengan ikan mujair setelah pengolahan. Kadar abu pada ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu yaitu sebesar 6.33% dan ikan mujair dengan perlakuan penambahan bumbu yaitu sebesar 7.34%. Setelah ikan mujair diolah yaitu digoreng, dipanggang, dikukus, dan direbus, kadar abunya mengalami penurunan baik itu tanpa penambahan bumbu maupun dengan penambahan bumbu dari kadar abu ikan mujair segar. Hal ini diduga penggunaan pemanasan atau suhu tinggi dapat mengakibatkan kadar abu dalam ikan berkurang. Apalagi pada saat pengolahan ditambah dengan media air seperti pada perebusan. Hal ini dapat menghilangkan kadar abu bahan pangan tersebut. Fennema (1996) menyatakan bahwa tingkat kelarutan dari suatu mineral sangat berbeda pada garam anorganik. Mineral natrium, kalium, klorida, dan phosphor merupakan mineral yang sangat larut dalam air.

6.33 7.34 4.46 4.22 5.80 5.61 3.67 5.23 3.39 4.42

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Segar Goreng Panggang Kukus Rebus

Perlakuan

(%

)

[image:52.595.124.505.439.600.2]

Ikan Mujair Tanpa bumbu Ikan Mujair Dengan bumbu

Gambar 8. Kadar abu ikan mujair

(53)

Hasil uji General Linier Model menunjukkan bahwa pengolahan dan penambahan bumbu secara bersamaan berpengaruh nyata karena p-value 0.0348 (p<0.05) terhadap kadar abu. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 8. Berdasarkan hasil uji lanjut, penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar abu. Kadar abu ikan mujair tanpa pengolahan (segar) berbeda nyata (p<0.05) dengan pengolahan kukus, goreng dan rebus. Dan kadar abu pengolahan panggang berbeda nyata dengan pengolahan rebus.

Kadar abu tanpa penambahan bumbu relatif sama dengan kadar abu ikan mujair dengan penambahan bumbu baik itu sebelum pengolahan (segar) maupun setelah pengolahan (goreng, panggang, kukus dan rebus). Dengan demikian penambahan bumbu tidak mempengaruhi kadar abu pada ikan mujair. Dan hal ini diperkuat dengan hasil uji lanjut yang menyatakan bahwa penambahan bumbu tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu ikan mujair.

Kadar abu pada ikan mujair walaupun mengalami penurunan setelah pengolahan baik itu digoreng, dipanggang, dikukus, maupun direbus. Kadar abu pada ikan mujair panggang walau mengalami penurunan dari kadar abu ikan mujair segar namun kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Sedangkan kadar abu pada ikan mujair rebus nyata lebih rendah dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Meskipun demikian kadar abu pada ikan mujair baik sebelum pengolahan (segar) maupun setelah pengolahan (goreng, panggang, kukus dan rebus) penurunannya tidak berbe

Gambar

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Ikan Mujair Segar
Tabel 3. Mutu Cerna Protein Beberapa Protein Pangan pada Manusia
Gambar 1. Proses Penghitungan BDD ikan mujair
Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengolahan Ikan Mujair
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah

Semakin lama perendaman maka semakin banyak bumbu yang meresap ke dalam daging ikan, sehingga dapat menimbulkan cita rasa serta aroma yang enak dan khas, sehingga naniura ikan

Pengaruh Perendaman Dalam Larutan Kitosan Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Kesegaran Fillet Ikan Mujair (Oreochromis mussambicus) Selama Penyimpanan Dingin.. (Tri

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana perlakuan pengolahan buah pisang dengan cara bakar dan pengolahan buah pisang dengan cara goreng mengalami penurunan

Data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji anava ganda ( two way anova ) dengan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukan Interaksi ikan mujair dengan

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 10 dapat dilihat bahwa interaksi penambahan cairan sauerkraut dan lama fermentasi memberikan pengaruh berbeda tidak

(A1) memiliki nilai uji hedonik lebih tinggi dibandingkan dengan sosis ikan bandeng tanpa penambahan bubur rumput laut Gracilaria sp.. Hal ini menunjukkan penambahan

JONATHAN ANUGERAH LASE, 2O14 : “Pengaruh Cara Pengolahan Tepung Ikan dari Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila Terhadap Energi Metabolisme Pada Ayam Kampung”.. Dibimbing oleh