PERGESERAN BENTUK MODALITAS
PADA FILM THE RAID
TESIS
Oleh
DIAN MARISHA PUTRI
127009037/LNG
117009008/LN
TESIS
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERGESERAN BENTUK MODALITAS
PADA FILM THE RAID
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh:
DIAN MARISHA PUTRI
127009037/LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERGESERAN BENTUK MODALITAS PADA FILM THE RAID
Nama Mahasiswa : Dian Marisha Putri Nomor Pokok : 127009037
Program Studi : Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Syahron Lubis, M.A.)
Ketua Anggota
(Dr. Muhizar Muchtar, M.S.)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Dr. Syahron Lubis, M.A.)
Telah diuji pada
Tanggal: 22 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A. Anggota : 1. Dr. Muhizar Muchtar, M.S.
PERNYATAAN
Judul Tesis
PERGESERAN BENTUK MODALITAS
PADA FILM
THE RAID
Dengan ini Penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
teertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan
ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan
hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Januari 2015 Penulis,
PERGESERAN BENTUK MODALITAS SUBTITLE FILM THE RAID
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan realisasi pergeseran bentuk modalitas pada ujaran dan subtitle film The Raid serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bentuk tersebut. Penelitian ini mengaplikasikan 3 teori yaitu LFS Halliday, Catford dan Newmark. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah ujaran dalam bahasa Indonesia
dan subtitle dalam bahasa Inggris pada film The Raid. Analisis modalitas
dilakukan dengan membaginya menjadi dua yaitu modalisasi dan modulasi. Modalisasi terbagi dua yaitu probabilitas dan keseringan sedangkan modulasi terbagi menjadi dua yaitu keharusan dan kecenderungan. Setelah itu peneliti menganalisis pergeseran bentuk yang terjadi dengan mengidentifikasinya ke pada tipe-tipe pergeseran bentuk seperti level shifts dan category shifts dimana category shifts terbagi lagi menjadi structure shifts, unit shifts, class shifts dan intra-system
shifts.Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan dari 489 ujaran yang
terdapat di dalam dialog film tersebut yang jika digabungkan dengan subtitlenya menjadi 978 ujaran, 238 ujaran pada BSu dan BSa ditemukan mengandung unsur modalitas dimana jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalah jenis modalitas Modalisasi yang menggunakan pengungkap atau realisasi modalitas sebesar 100 atau (55,5%) dibanding jenis modalitas Modulasi sebesar 80 atau (44,5%). Sedangkan persentasi pergeseran bentuk yang dominan terjadi pada jenis modalitas yang ditemukan adalah Intra-system Shifts dengan pemerolehan nilai 110 (61,8%), disusul oleh Unit Shifts dengan nilai 32 (18%), Structure Shifts
(11,8%), Level Shifts 15 (8,4%) dan Class Shifts 0 (0%). Fakor-faktor penyebab pergeseran bentuk yang terjadi didominasi oleh faktor instrinstik yang merupakan perubahan yang terjadi akibat penyesuaian tata bahasa atau struktur gramatikal pada masing-masing bahasa agar teks yang dihasilkan sesuai dengan gaya bahasa dan konteks budaya dari BSa.
AN ANALYSIS OF SHIFT OF MODALITY FORM IN SUBTITLE OF THE MOVIE, THE RAID
ABSTRACT
The objective of the study is to describe the realization of shift form on modalities found in utterances and subtitle of the movie, The Raid and thetrigerring factors of shift form. The method used in this research is descriptive qualitative. The research data is utterances in Indonesian and subtitles in English on the movie, The Raid. Modality analysis is done by dividing it into two types - Modalization and Modulation. Modalization is divided into two types - Probability and Usuality; while Modulation is divided into two types -Obligation and Inclination. The researcher then analyzed the shift that occurs with form to identify a shift in the types of form such as level shift and category shiftin which category shift is divided into stucture shift, unit shift, class shift and intra-system shift. Based on the result of analysis, it was found that of 489 utterances contained in the dialogue of the film which were combined with the subtitle became 978 utterances, 238 utterances at both of BSu and BSa were found to contain elements of the modalities in which the most dominant type of modality used was the type of Modality that used a whistleblower or Modalization modality realization of 100 or (55.5%) compared with the type of modality Modulation of 80 or (44.5%). Meanwhile the percentage of the dominant shift form occurred in the variation type of modality found are Intra-system with the acquisition value of 110 (61.8%), followed by Unit Shifts with a value of 32 (18%), Structure Shifts (11.8%), level Shifts 15 (8.4%) and Class Shifts 0 (0%). The trigerring factorsof shift form is dominated by Intrinsic factors which were a change that occured as a result of adjustments to grammar or grammatical structure of each language the text produced in accordance with the style of language and cultural context of BSa.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah kesehatan, rezeki, dan kesempatan kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh dukungan maupun bantuan baik moril dan materil dari beberapa pihak yang telah berbaik hati dan selalu memotivasi. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarny kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&h, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selalu Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing I yang sangat membantu penulis dengan memberikan bimbingan, dukungan, saran dan kritikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku penguji yang telah memberikan banyak arahan, masukan, kritikan serta ide cerdas dan cemerlang yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan isi tesis ini.
5. Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., Ibu Dr. Roswita Silalahi, M.Hum. selaku penguji tesis ini yang telah memberikan banyak arahan, masukan, kritikan serta ide cerdas dan cemerlang yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan isi tesis ini.
7. Seluruh staf pegawai Program Studi Linguistik yang telah melayani dengan sangat baik dalam urusan administrasi penulis sehingga tesis ini dapat terealisasi.
8. Untuk ayah dan bunda tercinta yang telah mendukung secara moril dan materil serta memberikan kasih sayang untuk terus bersemangat dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Untuk keluarga tercinta, abang Dolly Prima, SE dan adik M. Abdalla SE yang telah membantu doa dalam penyelesaian tesis ini.
10. Seluruh teman seangkatan tahun 2012, S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara khususnya teman-teman dari kelas terjemahan yang saling menyemangati dan saling mendukung satu dengan yang lainnya selama proses penyelesaian tesis ini.
11. Untuk sahabat penulis, Mayasari S.Pd., M.Si yang sudah
menyemangati dan mendukung untuk menyelesaikan tesis ini.
Sebagai akhirul kalam, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaar yang berguna bagi seluruh pembacanya terutama bagi orang-orang yang tertarik untuk membahas metafora gramatikal. Penulis juga menerima saran dan kritikan membangun demi kesempurnaan isi tesis ini. Semoga Allah SWT memberkahi dan meridhoi segala usaha dan kerja keras penulis selama ini. Amin ya robbal alamin.
Medan, Januari 2015 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. DATA PRIBADI
Nama : Dian Marisha Putri
Tempat/Tgl lahir : Medan, 29 Oktober 1990
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Jl. Ismailiyah No. 63 Medan
Alamat Email
Telepon Rumah/Hp : 085763334320
Status : Belum menikah
2. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pascasarjana : Linguistik USU Medan
2. S1 : Sastra Inggris FIB USU
3. SMA : SMA AL-ULUM Medan
4. SMP : SMP AL-ULUM Medan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
ABSTRACT ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...v
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR BAGAN ...ix
1.5 Manfaat Penelitian ...6
1.6 Manfaat Teoritis ...6
2.1.3.3 Orientasi Modalitas ...33
2.1.3.4 Cakupan Modalitas ...36
2.2 Pergeseran dalam Penerjemahan ...36
2.2.1 Pergeseran Bentuk ...36
2.2.1.1 Pergeseran Berjenjang ...40
2.2.1.2 Pergeseran Kategori ...41
2.2.2 Pergeseran Makna ...44
2.3 Subtitle ...45
2.4 Kajian Penelitian Terdahulu ...47
BAB IV: ANALISIS DATA, TEMUAN DAN PEMBAHASAN ...61
4.1 Analisis Data ...61
4.2 Temuan ...121
4.3 Pembahasan ...124
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN...128
5.1 Simpulan ...128
5.2 Saran ...130
DAFTAR TABEL
No. Tabel Hal.
1. Protoaksi Dalam Bahasa 19
2. Aksi pada Strata Semantik dan Tata Bahasa 20
3. Modalization dan Modulation 27
4. Jenis Modalitas dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris 28
5. Modal Operator 30
6. Modal Adjunct 30
7. Three ‘values’ of Modality 33
8. Modality: Examples of ‘type’ and orientation combined 35
9. Persentase Jenis Modalitas 122
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Hal.
1. Dinamika Teks Terjemahan 16
2. Arena Modalitas 24
3. System of Types of Modality 29
PERGESERAN BENTUK MODALITAS SUBTITLE FILM THE RAID
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan realisasi pergeseran bentuk modalitas pada ujaran dan subtitle film The Raid serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bentuk tersebut. Penelitian ini mengaplikasikan 3 teori yaitu LFS Halliday, Catford dan Newmark. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data penelitian adalah ujaran dalam bahasa Indonesia
dan subtitle dalam bahasa Inggris pada film The Raid. Analisis modalitas
dilakukan dengan membaginya menjadi dua yaitu modalisasi dan modulasi. Modalisasi terbagi dua yaitu probabilitas dan keseringan sedangkan modulasi terbagi menjadi dua yaitu keharusan dan kecenderungan. Setelah itu peneliti menganalisis pergeseran bentuk yang terjadi dengan mengidentifikasinya ke pada tipe-tipe pergeseran bentuk seperti level shifts dan category shifts dimana category shifts terbagi lagi menjadi structure shifts, unit shifts, class shifts dan intra-system
shifts.Berdasarkan hasil analisis, peneliti menemukan dari 489 ujaran yang
terdapat di dalam dialog film tersebut yang jika digabungkan dengan subtitlenya menjadi 978 ujaran, 238 ujaran pada BSu dan BSa ditemukan mengandung unsur modalitas dimana jenis modalitas yang paling dominan digunakan adalah jenis modalitas Modalisasi yang menggunakan pengungkap atau realisasi modalitas sebesar 100 atau (55,5%) dibanding jenis modalitas Modulasi sebesar 80 atau (44,5%). Sedangkan persentasi pergeseran bentuk yang dominan terjadi pada jenis modalitas yang ditemukan adalah Intra-system Shifts dengan pemerolehan nilai 110 (61,8%), disusul oleh Unit Shifts dengan nilai 32 (18%), Structure Shifts
(11,8%), Level Shifts 15 (8,4%) dan Class Shifts 0 (0%). Fakor-faktor penyebab pergeseran bentuk yang terjadi didominasi oleh faktor instrinstik yang merupakan perubahan yang terjadi akibat penyesuaian tata bahasa atau struktur gramatikal pada masing-masing bahasa agar teks yang dihasilkan sesuai dengan gaya bahasa dan konteks budaya dari BSa.
AN ANALYSIS OF SHIFT OF MODALITY FORM IN SUBTITLE OF THE MOVIE, THE RAID
ABSTRACT
The objective of the study is to describe the realization of shift form on modalities found in utterances and subtitle of the movie, The Raid and thetrigerring factors of shift form. The method used in this research is descriptive qualitative. The research data is utterances in Indonesian and subtitles in English on the movie, The Raid. Modality analysis is done by dividing it into two types - Modalization and Modulation. Modalization is divided into two types - Probability and Usuality; while Modulation is divided into two types -Obligation and Inclination. The researcher then analyzed the shift that occurs with form to identify a shift in the types of form such as level shift and category shiftin which category shift is divided into stucture shift, unit shift, class shift and intra-system shift. Based on the result of analysis, it was found that of 489 utterances contained in the dialogue of the film which were combined with the subtitle became 978 utterances, 238 utterances at both of BSu and BSa were found to contain elements of the modalities in which the most dominant type of modality used was the type of Modality that used a whistleblower or Modalization modality realization of 100 or (55.5%) compared with the type of modality Modulation of 80 or (44.5%). Meanwhile the percentage of the dominant shift form occurred in the variation type of modality found are Intra-system with the acquisition value of 110 (61.8%), followed by Unit Shifts with a value of 32 (18%), Structure Shifts (11.8%), level Shifts 15 (8.4%) and Class Shifts 0 (0%). The trigerring factorsof shift form is dominated by Intrinsic factors which were a change that occured as a result of adjustments to grammar or grammatical structure of each language the text produced in accordance with the style of language and cultural context of BSa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan
bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan
mengatasi sejumlah masalah yang tidak didapati dalam penulisan teks secara
umum. Bingkai pembatas itu terkait dengan keharusan untuk menyelaraskan kode
bahasa, nilai budaya, dunia dan persepsi tentangnya, gaya dan estetika, dan
sebagainya (Hatim dan Munday, 2004: 46).
Hal ini menegaskan bahwa aspek yang harus diperhatikan dalam proses
penerjemahan adalah aspek kode bahasa seperti tata bahasa atau struktur bahasa,
nilai budaya yaitu unsur-unsur budaya yang terkandung pada teks sumber dan
harus disepadankan pada teks sasaran. Jika seorang penerjemah tidak memiliki
pengetahuan tentang tata bahasa dan kebudayaan dari kedua bahasa tersebut maka
akan sulit baginya untuk mendapatkan keberterimaan pada produk terjemahannya.
Selain itu disebutkan gaya dan estetika, yaitu bagaimana polesan akhir si
penerjemah dalam memperindah tata bahasanya sehingga teks tersebut dapat
dengan mudah dipahami oleh pembaca dan pengguna bahasa tersebut.
Ujaran dan subtitle pada film The Raid dijadikan data penelitian yang
menganalisis modalitas dan pergeseran bentuk. Data dapat dikategorikan sebagai
bahasa Inggris dan dua bentuk penyampaian teks yaitu antara lisan dan tulisan.
Dalam penelitian ini, subtitle dianggap penting untuk diteliti karena ujaran yang
terdapat pada film yang diubah dalam bentuk tulisan harus jelas penulisannya
karenaketerbatasan waktu tetapi tidak menghilangkan pesan pada dialog aslinya.
Peneliti juga ingin mengembangkan penelitian terhadap kajian modalitas yang
umumnya dilakukan pada teks terjemahan biasa yaitu antara teks tertulis bahasa
yang satu menjadi teks tertulis bahasa lainnya. Setelah menemukan kalimat yang
mengandung cakupan modalitas di dalamnya, peneliti menemukan banyak
terjadinya pergeseran yang terjadi. Hal ini memberikan keterkaitan erat pada
analisis data antar linguistik dan penerjemahan. Selain itu penelitian ini juga
dianggap menarik karena ujaran-ujaran pada filmnya merupakan ujaran yang tidak
baku. Selain itu dalam penelitiannya, peneliti menemukan bahwa terdapat
pergeseran padadata yang mengandung modalitas. Hal ini dijadikan peneliti
sebagai pengembangan analisis yang diharapkan menambah pengetahuan
mengenai penerjemahan dalam subtitle film ini dan juga terhadap bidang ilmu
yang berkaitan.
Analisis subtitle mencakup analisis pemakaian bahasa pada metode analisis
wacana (discourse analysis) dalam menganalisis unit semantik pada data. Kajian
analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa, hubungan bahasa atau teks
dengan konteks sosial yang konstrual, artinya konteks sosial menentukan dan
ditentukan oleh teks. Dalam penelitian ini, analisis wacana dikombinasikan oleh
analisis penerjemahan dalam mengolah data.
Ujaran dan subtitle film The Raid dianalisis dengan menggunakan teori dan
yang mendukungnya (yakni sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti
tersebut. Kajian ini didasari atas dua hal yang membedakan LFS dengan aliran
linguistik lain yaitu (a) bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai
semiotik sosial dan (b) bahasa merupakan teks yang berkonstrual (saling
menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial. Hal inilah yang menyebabkan
bahasa itu bersifat dinamis, selalu terpengaruh dengan keadaan, situasi dan
kondisi dimana bahasa tersebut digunakan.
Di dalam penelitian ini, Linguistik Sistemik Fungsional (LFS) memokuskan
kajiannya pada ujaran dan subtitle film The Raid. Teks atau wacana menurut LFS
dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial (Halliday,
1994). Bahasa yang fungsional memberi arti kepada pemakai bahasa. Demikian
subtitle juga adalah bahasa yang fungsional yang merupakan unit arti atau unit
semantik yang mempunyai kata, frase, klausa, sebagai teks bahasa yang berfungsi
dan melaksanakan tugas tertentu dalam konteksnya. Hal yang penting mengenai
sifat subtitle ialah bahwa teks itu bila tertulis dengan kata-kata dan kalimat
sekaligus membawa makna. Makna-makna tersebut diungkapkan atau dikodekan
dalam kata-kata dan struktur dan lambang-lambang grofem. Subtitle tersebut
dikodekan untuk dapat dikominukasikan sebagai teks yang mandiri.
Penelitian ini mengaplikasikan teori modalitas Halliday dan teori pergeseran
Catford yang difokuskan pada pergeseran bentuk untuk menganalisis ujaran dan
subtitle film The Raid. Hal ini dilakukan karena dalam penerjemahan subtitle film
ini harus sangat berkaitan dengan konteks situasi yang terdapat pada film ini
dari bahasa Indonesia yang terkadang memiliki makna khusus. Selain itu film ini
sangat diminati bukan hanya di dalam negeri tetapi sudah lebih dulu terkenal di
luar negeri. Hal ini terbukti dari lolosnya film ini ke XYZ Films di Los Angles
hanya dalam waktu satu bulan setelah The Raid memasuki proses produksi. XYZ
adalah perusahaan yang memiliki koneksi ke pasar film internasional. Perusahaan
ini juga berkontribusi dalam memamerkan karya-karya terbaik ke sejumlah
distributor film di Amerika Serikat. Lewat perusahaan ini, The Raid memiliki
kesempatan masuk ke pasar perfilman Hollywood.
The Raid berhasil memikat distributor bergengsi: Sonny Picture Classics.
"Mereka melihat film ini original dan eksotik, unsur silat menjadi daya tarik
tersendiri," kata produser film The Raid, Ario Sagantoro. Nilai-nilai alami
kehidupan khas Indonesia benar-benar ditampilkan dalam film ini sehingga film
ini terasa begitu alami. Kesuksesan yang diraih film ini membuat The Raid
ditayangkan perdana di Amerika Serikat pada tanggal 23 Maret. Awalnya The
Raid hanya diputar di 14 layar bioskop lalu kemudian bertambah menjadi 176
layar di minggu kedua, lalu 875 layar di minggu ketiga hingga akhirnya mencapai
881 layar.
Film garapan Gareth Evans ini mendapatkan banyak pujian. Rotten Tomatoes
memberi rating 87 dengan kepuasan penonton mencapai 94 persen. Selain itu situs
pengamat film lain, IMDb, memberi rating 8.5 dan tidak banyak film Hollywood
yang bisa meraih rating setinggi ini. Menurut sang sutradara sekaligus penulis
naskah film The Raid, Gareth Evans : "The Raid bukan sekadar sebuah film Laga,
namun ada sesuatu yang mengajarkan kita semua sebuah kekuatan sebuah
1.2Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya fokus pada pergeseran bentuk modalitas dengan rincian
topik sebagai berikut:
1. Jenis modalitas pada ujaran dan subtitle film The Raid.
2. Pergeseran bentuk pada jenis modalitas yang ditemukan pada ujaran dan
subtitle film The Raid.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran bentuk antara ujaran dan
subtitle film The Raid.
1.3Rumusan Masalah
Penelitian ini fokus pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Jenis modalitas apakah yang terdapat pada ujaran dan subtitle film The
Raid?
2. Jenis pergeseran bentuk apa yang dominan pada modalitas yang
ditemukan pada uajran dan subtitle film The Raid?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pergeseran bentuk antara ujaran
dan subtitle film The Raid?
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan jenis modalitas pada ujaran dan subtitle film The Raid.
2. Mendeskripsikan jenis pergeseran bentuk yang dominan pada modalitas
3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran bentuk pada
ujaran dan subtitle film The Raid.
1.5Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, temuan penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat baik pada tataran teoritis maupun praktis, terutama di
bidang pengkajian dan praktik penerjemahan. Selain itu, penelitian ini diharapkan
rujukan pada penelitian sistemik selanjutnya terutama yang berhubungan dengan
modalitas.
1.6Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pemahaman teori-teori
mengenai teori LFS Halliday dan aplikasinya dalam pengkajian
terjemahan, dalam hal ini yang berhubungan dengan modalitas.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah rujukan mengenai pergesaeran
bentuk di dalam proses penerjemahan yang berkaitan dengan modalitas.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk
penelitian sistemik selanjutnya yang berhubungan dengan metafungsi
bahasa.
4. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah kepustakaan dalam bidang
1.7Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi
dalam materi pengajaran terjemahan Bahasa Indonesia – Bahasa Inggris terutama
yang mencakup bagian pergeseran bentuk. Selain itu, hasil penelitian ini juga
memiliki hubungan yang erat dengan linguistik karena menjadikan salah satu
unsur makna antarpersona yaitu modalitas. Oleh karena itu penelitian ini
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Definisi Penerjemahan dan Translasi
Penerjemahan merupakan proses pergantian bahasa pada sebuah teks, dari
teks sumber ke teks sasaran dengan tidak mengubah makna. Catford dalam
Machali (2009: 25) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan
penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai “the replacement of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another
languange (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks
yang sepadan dalam bahasa sasaran). Newmark dalam Machali (2009: 25) juga
memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi: “rendaring the meaning of a
text into another language in the way that the author intended the text”
(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang
dimaksudkan pengarang).
Dari beberapa definisi di atas seyogianya di dalam proses penerjemahan,
seorang penerjemah harus memperhatikan beberapa aspek yang terdapat bahasa
sumber dan bahasa sasaran seperti aspek tata bahasa, situasi dan budaya. Hal ini
bertujuan agar tidak ada kesalahan arti ataupun penyimpangan makna yang terjadi
Selain itu, Nida dan Taber (1982: 12) mendefinisikan penerjemahan
“reproducing in the receptor languange that natural equivalent of the source
languange massage, first in term of meaning and second in term of style”,
(penerjemahan adalah mengungkapkan kembali pesan yang terkandung pada BSu
ke dalam BSa dengan menggunakan padanan kata yang wajar yang terdekat baik
dari segi makna maupun gaya bahasa.
Newmark (1988: 5) mendefenisikan terjemahan “Translation is the
superordinate term for converting the meaning of any source languange utterance
to the target languange”. Maksudnya adalah bahwa terjemahan merupakan
sebuah proses konversi makna ujar dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang
bertujuan untuk mendapatkan kesepadanan kata, keterbacaan dan penyampaian
informasi yang utuh. Berarti seorang penerjemah harus bisa membaca teks
sebagai sesuatu yang bukan sekedar memiliki unsur statis tetapi juga memiliki
unsur dinamika yang kuat.
Pada hakikatnya seorang penerjemah harus sadar bahwa dalam
menerjemahkan sebuah teks, dia harus mampu memindahkan makna beserta
nilai-nilai yang terkandung dalam makna tersebut. Maksudnya adalah, setiap bahasa
memiliki nilai atau unsur-unsur tersendiri baik unsur tata bahasa maupun unsur
budaya. Dalam hal ini, penerjemah harus mampu mengadaptasi unsur-unsur yang
terkandung di dalam teks tersebut lalu mencari kesepadanan yang paling tepat
pada bahasa sasaran. Hal ini bertujuan untuk menjaga nilai dan pesan yang ingin
disampaikan pengarang agar pembaca dapat mengerti isi dan maksud teks
menambahkan ataupun mengurangi kata sebagai cara untuk memperoleh hasil
terjemahan yang bermutu.
Machali (2001: 26) menyatakan bahwa melalui kegiatan penerjemahan,
seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain.
Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian, karena penerjemah dalam
hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi
yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks), tetapi dengan memperhatikan
aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam
kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun
“jembatan makna” antara produsen teks sumber dan pembaca teks sasaran.
Catford (1965: 49) menyebut padanan tekstual dengan kriteria,
“interchangeable in a given situation”. Artinya, kedua bentuk lingual sebuah teks
(dalam SL dan TL) secara umum dapat saling menggantikan dalam situasi tertentu
sebagai konteks. Kategori padanan ini berkaitan pada prosedur adaptasi yang
menghasilkan “situated equivalence” (Hatim dan Munday: 2004). Penerjemah
harus mampu menyeimbangkan situasi yang mempengaruhi sebuah teks agar hasil
terjemahan yang diperoleh juga memiliki senyawa yang sama.
Selanjutnya, Larson (1984: 17) menyatakan bahwa ketika seorang
penerjemah ingin menerjemahkan sebuah teks bahasa, maka tujuan utama nya
adalah untuk mencapai translasi idiomatik dan berusaha memadankan makna teks
yang terdapat pada bahasa sumber ke dalam bentuk yang lebih alami pada bahasa
leksikon, struktur tata bahasa, situasi komunikasi dan konteks budaya teks bahasa
sumber yang dianalisis guna menemukan makna sepadan.
Koller dalam Hatim (2001: 27) memandang padanan sebagai proses yang
dibatasi oleh pengaruh perbedaan bahasa, non-bahasa serta lingkungan/situasi
antara SL/TL dan juga peran kondisi sejarah – budaya yang menjadi konteks
penciptaan teks dan terjemahannya sekaligus kondisi ketika dua teks itu sampai ke
pembaca. Relasi-relasi yang sepadan (equivalen) bersifat relatif terhadap ‘ikatan
ganda’, pertama pada teks sumber, dan kedua pada situasi komunikasi bagi pihak
penerima. Satuan-satuan teks sumber dilihat dari ‘kerangka-kerangka padanan’.
Sejalan dengan konsep tersebut, Koller dalam Hatim (2001: 28)
merumuskan “kerangka padanan” dan menyatakan bahwa padanan terjemahan
dapat dicapai melalui salah satu tataran berikut:
a. Kata-kata BSu dan BSa memiliki fitur ortografis dan fonologis yang serupa
(padanan formal)
b. Kata-kata BSu dan BSa mengacu pada entitas atau konsep yang sama
(padanan referensial/denotatif)
c. Kata-kata BSu dan BSa mengandung asosiasi yang sama atau mirip dalam
pikiran para penutur kedua bahasa itu (padanan konotatif).
d. Kata-kata BSu dan BSa digunakan dalam konteks yang sama atau serupa
pada masing-masing bahasa (padanan tekstual-normatif).
e. Kata-kata BSu dan BSa memiliki efek yang sama terhadap masing-masing
Rumusan akhir yang dapat ditarik dari sebuah penerjemahan berdasarkan
semua penjelasan di atas adalah seorang penerjemah harus mampu memilih
makna yag sepadan yang dapat mengimbangi bobot makna sebuah kata pada teks
sumber ke dalam teks sasaran. Oleh karena itu nilai-nilai yang terdapat pada teks
sumber harus benar-benar diperhatikan. Setiap daerah memiliki bahasa
masing-masing yang dimana setiap bahasa juga memiliki bentu tata bahasa dan nilainya
masing-masing.
Dalam penelitian ini, peneliti mengaplikasikan teori LFS untuk mengkaji
modalitas dan teori pergeseran Catford untuk menganalisis pergeseran bentuk
penerjemahannya. Dalam pengkajian teori LFS, bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan untuk memaparkan pengalaman (ideational function),
mempertukarkan pengalaman (interpersonal function), dan merangkai
pengalaman(textual function). Ketiga fungsi bahasa tersebut dikenal dengan
Metafungsi bahasa.
Metafungsi bahasa yaitu saat seorang pemakai bahasa merealisasikan
pengalamannya (pengalaman bukan linguistik) menjadi pengalaman linguistik.
Pengalaman bukan linguistik dapat berupa kenyataan dalam kehidupan manusia
atau kejadian sehari-hari, seperti pohon tumbang, angin berhembus, matahari
terbit, burung terbang, dan orang berjalan. Pengalaman bukan linguistik itu
direalisasikan ke dalam pengalaman linguistik yang terdiri atas tiga unsur, yaitu
proses, partisipan, dan sirkumstan. Realisasi ini harus dilakukan pemakai bahasa
Dalam proses memaparkan informasi/pengalaman, seorang penutur bahasa
harus merangkai dahulu informasinya, lalu menyusunnya, dan menyampaikannya
pada orang lain. Jadi setiap informasi yang diterima oleh seseorang jika ingin
disampaikan kembali pada orang lain, maka dia harus menyusun kembali
informasi itu sesuai dengan pengalaman nya dan cara pandang orang tersebut. Hal
ini menyebabkan terkadang informasi yang sederhana dapat menjadi kompleks
jika diterima dari mulut ke mulut.
Pada penelitian ini, peneliti menjadikan ujaran dan subtitle sebuah film
sebagai data penelitiannya. Sumber data awal yang berupa ujaran berubah menjadi
sebuah teks dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Peristiwa seperti ini
disebut dengan translasi. Menurut Munday translasi merupakan peralihan bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. “...as changing of an
original written text in the original verbal language into a written text in a
different verbal language’’ (Munday, 2001: 5). Dalam prosesnya, biasanya
penekanan-penekanan yang terjadi pada bahasa sumber dijelaskan oleh
markah-markah atau tanda baca pada bahasa sasaran yang merupakan teks tertulis.
Istilah translasi sering dikaitkan dengan proses penerjemahan. Namun
seyogiyanya, translasi dan penerjemahan memiliki makna yang berbeda.
Penerjemahan merupakan proses alih pesan antara BSu kepada BSa, sedangkan
Translasi sebagai padanan kata ‘translation’ merupakan hasil dari suatu
penerjemahan dalam bentuk teks tertulis. Jadi dengan kata lain, penerjemahan
sering terjadi pada sebuah teks suatu bahasa yang akan diterjemahkan kepada
bukan hanya peralihan bahasa dari BSu kepada BSa namun juga peralihan bentuk
teks bahasa tersebut yaitu dari teks lisan menjadi teks tulisan.
Jacobson dalam artikelnya “On Linguistic Aspect of Translation” (1959)
dalam Shuttlewarth dan Cowie (1997:82-88), mengelompokkan translasi menjadi
tiga jenis yaitu:
• Intralingual Translation (Translasi Intralingual) yaitu penerjemahan yang
hanya melibatkan satu bahasa (bahasa yang sama) saja dalam prosesnya.
• Interlingual Translation (Translasi Interlingual) yaitu penerjemahan yang
melibatkan dua bahasa yang berbeda.
• Intersemiotic Translation (Translasi Intersemiotik) yaitu penerjemahan suatu
simbol yang mempunyai makna ke dalam simbol lain yang juga mempunyai
makna yang sama.
Oleh karena itu di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah
translasi untuk hasil penerjemahan dan istilah penerjemahan untuk proses alih
pesan dalam translasi. Jenis translasi yang sangat mewakili penelitian ini
merupakan jenis kedua yaitu Interlingual Translation karena melibatkan dua
bahasa yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa sumber dalam bentuk lisan (ujaran)
dan bahasa Inggris sebagai bahasa sasaran dalam bentuk tulisan (subtitle).
Dalam prosesnya, translasi memiliki tahapan yang serupa dengan proses
penerjemahan. Menurut Larson ada tiga hal yang harus diperhatikan seorang
• Mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan konteks
budaya pada teks sumber.
• Menganalisis teks bahasa sumber untuk mencari kesepadanan makna.
• Mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan
leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai pada bahasa sasaran.
Menurut Larson, dalam proses penerjemahan seorang penerjemah harus dapat
menemukan kesepadanan makna pada sebuah kata untuk mencapai translasi
idiomatik dan berusaha untuk mengubah bahasa sebuah teks dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran dengan bentuk yang sesuai dan alami sehingga tidak terasa
kaku oleh pembaca dari kedua bahasa tanpa mengubah informasi pada teks
sumber. Selanjutnya Larson juga mengklasifikasikan translasi menjadi dua tipe
yaitu translasi berdasarkan bentuk dan translasi berdasarkan makna. Translasi
bentuk lebih condong pada bentuk dari bahasa sumber sedangkan translasi makna
lebih condong pada makna yang tekandung pada bahasa sumber dan bahasa
sasaran.
Dalam teori translasinya, Larson membagi jenis translasi ke dalam empat jenis
yang memiliki kesamaan pada teori pergeseran (shift) milik Catford yaitu: 1)
pergeseran struktural, 2) Pergeseran kelas, 3) Pergeseran unit, dan 4) pergeseran
intra-sistem. Pergeseran dalam penerjemahan memiliki kaitan yang sangat erat
karena pergeseran diperlukan seorang penerjemah untuk menyesuaikan teks ke
dalam konteks situasi, budaya dan struktur gramatikal dari setiap bahasa agar teks
yang dihasilkan dapat berterima pada pembacanya. Hoed (2006:80) menyatakan
BSu antara lain (1) faktor penulis (biasanya mempunyai maksud dan tujuan
tertentu), (2) norma BSu (kaidah grammatikal, tesktual, dan sosial bahasa yang
bersangkutan), (3) kebudayaan yang melatari BSu, serta (4) setting (tempat, waktu
dan format teks yang tertulis/terbaca. Dari sisi BSa, teks tersebut dipengaruhi oleh
(1) faktor hubungan makna (cara tersendiri memaknai teks berbeda dengan yang
dimaksudkan oleh penulis (2) norma BSa (kaidah-kaidah pasti berbeda dengan
BSu) (3) kebudayaaan yang melatari Bsa, serta (4) setting (tempat, waktu dan
format teks yang terbaca). Dua faktor lainnya adalah penerjemah dan pemahaman
(Newmark, 1998:5). Newmark (1988:4) menggambarkan faktor-faktor tersebut
sebagai berikut:
9. Kebenaran
1. Penulis BSu 5. Hubungan BSa
2. Norma BSu 6. Norma BSa
3. Budaya BSu 7. Budaya BSa
4. Tempat dan 8. Tempat dan Tradisi BSu 10. Penerjemah Tradisi BSa
Bagan 1: Dinamika Teks Terjemahan(Newmark, 1988:4)
Pergeseran yang terjadi pada penerjemahan sebenarnya dilakukan untuk
membuat agar pembaca dari masing-masing bahasa dapat mengerti dan
memahami maksud dan tujuan dari teks tersebut. Pemahaman sebuah teks
memiliki keterkaitan dengan kedudukan teks pada sebuah wacana yang berada
dalam lingkungan sosial budaya dan waktu tertentu. Oleh karena itu, ketika
menerjemahkan suatu teks, seorang penerjemah harus memperhatikan faktor
intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor bahasa yang
berkaitan pada teks itu sendiri seperti tata bahasa. Setiap bahasa memiliki sistem
dan strukturnya sendiri. Hal ini senada dengan kebudayaan. Tidak ada
kebudayaan yang sama.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang terkait pada teks, tetapi berasal
dari luar teks tersebut berupa interstesktual, situasional, kultural dan ideologis.
Faktor intrinsik dan ekstrinsik dipengaruhi oleh budaya dan ideologi yang dianut
oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks. Secara intrinsik, nilai dan kualitas
yang dimiliki teks secara alami muncul dari dalam teks, sedangkan secara
ekstrinsik nilai atau kualitas berasal dari luar teks. Penerjemah mengungkapkan
pesan melalui teks dalam proses terjemahannya yang ditandai oleh perbedaan
budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Secara langsung hal ini menjadi faktor
intrinsik dan ekstrinsik yang berperan penting dalam menerjemahkan suatu teks
dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran.
2.1.2 Unit Tata Bahasa
Pada konteks pemakaian bahasa, ada dua unsur yang dilibatkan yaitu konteks
linguistik dan konteks sosial. Konteks linguistik mengacu kepada unit linguistik
lain yang sedang dibicarakan. Unit linguistik lain tersebut sering juga disebut
konteks internal. Dikatakan konteks internal karena konteks ini berada di dalam
mengacu kepada segala sesuatu di luar teks yang tertulis atau terucap, yang
mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi
sosial.Konteks seperti ini disebut juga dengan konteks eksternal. Konteks sosial
terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks budaya dan konteks
ideologi.
Dengan adanya kemampuan interaksi sosial, manusia mampu
mempertukarkan pengalaman untuk memenuhi kebutuhannya. Bersamaan dengan
melakukan aksi dalam pertukaran pengalaman, pemakai bahasa mungkin atau
dapat memberi pertimbangan, pendapat pribadi, komentar atau ‘bumbu penyedap’
dalam komoditas yang di sampaikan. Semua unsur pertimbangan pribadi ini
disebut modalitas (modality), yang bersama dengan aksi direalisasikan oleh mood atau modus.
Dalam berbahasa penutur atau pengguna bahasa hanya melakukan dua peran
yaitu meminta dan memberi. Dalam membawakan kedua peran itu dua jenis
komoditas terkait, yaitu informasi dan barang dan jasa. Jika kedua variabel peran
dan komoditas tersebut diklasifikasi silang, empat jenis aksi didapat seperti
teringkas di dalam bagan berikut. Keempat variabel tersebut disebut protoaksi
karena keempat aksi tersebut menjadi sumber dari semua aksi yang dilakukan
pemakai bahasa.
Tabel 1. Protoaksi Dalam Bahasa
Peran Komoditas
Informasi Barang dan Jasa
Memberi Pernyataan Tawaran
Secara sistemik, keempat protoaksi itu dapat diurai sebagai berikut.
Memberi/informasi = ‘pernyataan’ (statement)
Meminta/informasi = ‘pertanyaan’ (question)
Memberi/barang dan jasa = ‘tawaran’ (offer)
Meminta/barang dan jasa = ‘perintah’ (command)
Keempat protoaksi yang telah dikemukakan terdahulu merupakan realisasi
makna atau fungsi antarpersona pada tingkat, strata, atau level semantik. Protoaksi
tersebut direalisasikan oleh tiga nada percakapan pada tingkat tata bahasa yang
secara teknis linguistik disebut mood. Mood atau modus terdiri atas modus
deklaratif, interogatif, dan imperatif.
Berikut ini adalah bagan aksi pada strata semantik dan tata bahasa:
Tabel 2. Bagan Aksi pada Strata Semantik dan Tata Bahasa
Semantik Tata Bahasa Modus
Klausa
Pernyataan
Pertanyaan
Perintah
Tawaran
Deklaratif
Interogatif
Imperatif
-
Anaknya bekerja di Australia
Adakan anaknya bekerja di Australia?
Kerjakan tugas itu sekrang!
Dari penjabaran tentang tata bahasa di atas, dapat diketahui bahwa modalitas
berkaitan erat dengan makna antarpersona. Halliday (1994: 75) menyatakan
bahwa modality means the speaker’s judgement of the probabilities, or the
obligations, involved in what he is saying. Selanjutnya Halliday (1994: 356)
menyatakan bahwa: Modality refers to the area of meaning that lies between yes
and no, the intermediate ground between positive and negative polarity. Hal ini
maksudnya adalah modalitas merupakan pertimbangan pribadi dari penutur
bahasa yang berada di arena antara polar positif dan polar negatif. Dalam setiap
pertimbangan atau pendapat yang ikut disampaikan seseorang dalam penyampaian
informasi yang akan dilakukannya banyak aspek yang akan menyertainya seperti
pandangan pribadi, gaya hidup, nilai budaya dan banyak lagi lainnya.
Di dalam struktur ketatabahasaan LFS, terdapat empat perspektif tata bahasa
yang tersusun dalam sebuah kalimat yaitu klausa, frase, kata, dan morfem. Unit
tata bahasa tertinggi dan yang paling sempurna adalah klausa karena klausa dapat
membawa ketiga metafungsi bahasa sekaligus yaitu fungsi ideasional,
interpersona, dan textual. Hubungan antar peringkat unit tata bahasa ini adalah
hubungan konstituen yang berarti bahwa unit tata bahasa yang lebih tinggi
peringkatnya dibangun dari unit (yang lebih kecil) yang berada di bawahnya.
Klausa merupakan unit tata bahasa yang memiliki peranan penting di dalam
membangun modalitas. Hal itu disebabkan oleh ketiga unit tata bahasa lainnya
yaitu morfem, kata dan frase tidak bisa membangun sebuah modalitas karena
belum memiliki makna yang utuh. Maksudnya adalah, modalitas harus memiliki
sebuah makna yang utuh yang tidak dapat diperoleh hanya dari
klausa dapat berperan sebagai penyampai informasi karena telah memiliki struktur
tata bahasa yang lengkap.
Klausa merupakan unit tata bahasa yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (1)
proses (setara dengan verba dalam tata bahasa tradisional), (2) partisipan (setara
dengan subjek atau objek dalam tata bahasa tradisional), dan (3) sirkumstan
(setara dengan keterangan dalam tata bahasa tradisional). Berarti struktur
pembentuk klausa adalah subjek, verba dan keterangan yang telah mampu berdiri
sendiri dan menghasilkan informasi dan makna yang utuh.
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahawa klausa merupakan satuan unit
tata bahasa yang paling sempurna karena memiliki unsur metafungsi bahasa yang
utuh sehingga dapat membentuk satuan makna yang jelas.
2.1.3 Modalitas
Halliday (1985: 88) menyatakan bahwa “There are intermediate degrees;
various kinds of indeterminacy that fall in between, like ‘sometimes’ or ‘maybe’.
These intermediate degrees, between the positive and negative poles, are known
collectively as Modality.” Selanjutnya Halliday menambahkan (1994: 75)
“modality means the speaker’s judgement of the probabilities or the obligations,
involved in what he is saying”. Hal ini maksudnya modalitas adalah pandangan,
pertimbangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap makna paparan
pengalaman dalam klausa yang disampaikannya dalam interaksi. Dalam interaksi,
berupa pertimbangan pribadi, komentar, sikap, pandangan, atau pendapat pribadi
terhadap pengalaman yang disampaikan. Modalitas merupakan ‘bumbu penyedap’
kepada isi pengalaman yang disampaikan.
Definisi di atas bermaksud bahwa dalam setiap ucapan yang diucapkan
oleh seseorang, pasti dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, serta pengalaman
pribadinya. Oleh sebab itulah jika ada satu cerita yang disampaikan kepada dua
orang, lalu jika kedua orang tersebut diminta untuk menceritakannya kembali,
maka cerita tersebut pastilah terdengar sedikit berbeda, seperti perbedaan dalam
pemilihan kata ataupun terdapat banyak pernyataan tambahan yang disebabkan
oleh pencampuran pikiran, pandangan ataupun pengalaman pribadi dari si
penutur.
Selain itu, Chaer (1994: 262) mengatakan bahwa modalitas adalah
keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang
dibicarakan yaitu mengenai perbuatan, keadaan dan peristiwa atau juga sikap
terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan,
keinginan atau juga keizinan yang dinyatakan secara leksikal seperti mungkin,
barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, seyogyanya.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang berbicara denganversi mereka
masing-masing. Hal itu sangat dipengaruhi dengan pendapat pribadi seseorang
tentang kemungkinan, keinginan ataupun keizinan pendapatnya terhadap hal yang
dibicarakan.
Selanjutnya, menurut pandangan LFS, Halliday (1994: 75) menyatakan
involved in what he is saying”. Maksudnya bahwa modalitas merupakan
pertimbangan pemakai bahasa berupa kemungkinan atau keharusan terhadap apa
yang disampaikannya.
Matthiessan (1992: 420) menyatakan bahwa “that the speaker can
introduce with various interpersonal attitudes and comment, assessing the
proposition or proposal itself or further specifying its speech function value. The
scalar path may be through probability, usuality, obligation, or readiness”.
Maksudnya bahwa pemakai bahasa bisa menggunakan berbagai macam komentar
dan sikap melalui penetapan proposisi atau proposal dalam interaksi. Komentar
dan sikap yang beraneka ragam tersebut dapat berupa kemungkinan, keseringan,
keharusan, atau kecenderungan.
Selain itu, Thompson (1996: 57) juga menyatakan “modality is the space
between ‘yes and no’”. Maksudnya adalah modalitas berada diantara batas ‘ya’
dan batas ‘tidak’. Selanjutnya Eggins (2004: 172) menyatakan bahwa “In between
these two extremes are a number of choices of degree of certainty, or of usuality:
something is perhaps, something isn’t for sure. Something is sometimes or
something isn’t always. Hal ini berarti bahwa selalu ada senyawa pada sebuah
modalitas, seperti tingkat kepastian atau sebuah kebiasaan, dan juga tingkat
keseringan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menjabarkan
bahwa modalitas mencakup arena atau area makna yang terdapat pada aksi polar
positif dan polar negatif. Polar positif dan polar negatif itu dapat berupa tingkat
arti itu secara rinci dapat mencakup pertimbangan, perspektif, sikap atau pendapat
pribadi pembicaraan berkenaan dengan informasi serta barang dan jasa yang
dipertikarkan. Dengan kata lain, modalitas merupakan pertimbangan pribadi
pemakai bahasa yang terletak antara batas positif (positive polar) dan batas negatif
(negative polar) suatu aksi yang digambarkan pada figura berikut.
Dia pergi (+) Dia tidak pergi (-)
Pergi! (+) Jangan pergi! (-)
Bagan 2. Arena Modalitas
Seperti pemaparan di atas bahwa modalitas memiliki tingkat kepastian,
kebiasaan dan keseringan dan lazimnya variasi tingkatan tersebut direalisasikan
oleh kata seperti akan, harus, sering, mau, ingin, dan pasti yang memodifikasi
predikator. Dengan sifatnya yang demikian, modalitas dapat digolongkan
berdasarkan beberapa kriteria antara lain jenis, nilai, cakupan dan orientasi
modalitas.
Thompson (1996: 57) menyatakan bahwa “polarity is a message is either
positive or negative”. Artinya adalah bahwa polaritas merupakan arena modalitas
2.1.3.1Jenis Modalitas
Berdasarkan jenisnya, Halliday (1994: 89) menyatakan bahwa pada
dasarnya ada dua jenis modalitas yaitu modalization dan modulation.
Modulization direalisasikan oleh i) probability: ‘possibly, probably dan certainly’
dan ii) usuality: ‘sometimes, usually dan always’ sedangkan modulation
direalisasikan oleh i) obligation: ‘allowed to, supposed to, required to’ dan ii)
inclination: ‘willing to, anxious to dan determined to’.
Selanjutnya Halliday (1994: 356) kembali menyatakan bahwa ada dua
jenis modalitas secara garis besar yaitu modalization dan modulation.
Modalization direalisasikan oleh i) probability dan ii) usuality sedangkan
modulation direalisasikan oleh i) obligation dan ii) inclination.Maksudnya adalah
modalitas terbagi ke dalam dua jenis yaitu Modalisasi dan Modulasi dimana
dalam perealisasiannya pada kalimat, kedua jenis modalitas ini menggunakan kata
probability: ‘possibly, probably dan certainly’ dan usuality: ‘sometimes, usually
dan always’ untuk modalisasi; dan obligation: ‘allowed to, supposed to, required
to’ dan inclination: ‘willing to, anxious to dan determined to’ untuk modulasi.
Tabel 3. Modalization & Modulation
Commodity Exchanged
Speech Function Type of Intermediacy Typical
Realization
Example
information proposition statement,
Tabel 4. Jenis Modalitas Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Jenis Modalitas Modalisasi (Modalization) Modulasi (Modulation)
Probabilitas (probability) Keseringan (usuality) Keharusan (obligation) Kecenderungan (inclination)
Nilai (value) T
pasti mungkin barangkali selalu biasa Kadang-kadang
wajib diharapkan boleh ditetapkan mau ingin
Realitas
Modalitas
Bahasa Inggris
Berikut ini adalah figura sistem jenis modalitas menurut Halliday (1994: 357)
Modalization Modulation
‘Indicative type’ ‘Imperative type’
Positive
(Probability) (Usuality) (Obligation) (Inclination)
It is do!
Certainly always required determined
Probably usually supposed keen
Possibly sometimes allowed willing
It isn’t don’t
Negative
Bagan 3. System of types of modality
Menurut pandangan Halliday (1994: 89) probability dan usuality dapat
diekspresikan dengan tiga cara yaitu: 1) dengan finite modal operator, 2) modal
adjunct, 3) atau dengan menggambungkan keduanya. Sedangkan obligation dan
inclination dapat diekspresikan dengan dua cara yaitu: 1) dengan finite modal
operator, 2) dengan pengembangan predikator yaitu khususnya passive verb dan
adjective.
Berikut ini adalah bagan Modal operator dan bagan Modal Adjunct
menurut Halliday (1994: 76 dan 49).
It must be
It will be
It may be
Must do
Will do
Tabel 5. Modal Operator
Low Median High
Positive Can, may, could, might
Will, would, should Must, ought to, need, has/had to
Negative Needn’t Won’t, wouldn’t, shouldn’t
Musn’t oughn’t to, can’t, couldn’t, mayn’t, mighn’t
Tabel 6. Modal Adjunct
Type Meaning Examples
I Probability
Probably, possibly, certainly, perhaps, maybe
Usually, sometimes, always, (n) ever, often, seldom
Occasionally, generally, regularly
Of course, surely, obviously, clearly
II Opinion
In my opinion, personally
Frankly, to be honest
Honestly, really, believe me, seriously
Please, kindly
Evidently, apparently, no doubt
(un) fortunately, hopefully, regrettably
Broadly speaking, in general, on the whole, in principle
(un) wisely, understandably, mistakenly, foolishly
Dari paparan di atas, modalitas terbagi dua berdasarkan jenisnya yaitu
modalisasi dan modulasi. Modalisasi merupakan pendapat atau pertimbangan
pribadi pemakai bahasa terhadap proposisi yaitu informasi yang dinyatakan atau
ditanyakan. Sementara modulasi merupakan pendapat atau pertimbangan pribadi
terhadap proposal yaitu barang dan jasa yang ditawarkan atau diminta. Keduanya
jenis modalitas ini terletak antara polar positif ‘ya’ dan polar negatif ‘tidak’ dari
setiap aksi.
Modalisasi (atau dalam filsafat semantik disebut epistemic modality)
terdiri atas probabilitas dan keseringan. Probabilitas yakni adanya pilihan antara
konsep polar ‘ya’ atau konsep polar ‘tidak’ seperti mungkin. Keseringan yakni
adanya panduan konsep polar ‘ya’ dan polar ‘tidak’ seperti kadang-kadang.
Sedangkan modulasi yang terletak antara melakukan ‘do’ dan tidak melakukan
‘don’t’ yang terdiri atas keharusan dan kecenderungan. Keharusan yaitu aksi yang
lazim diarahkan kepada orang kedua seperti diminta. Kecenderungan yaitu aksi
tawaran yang lazim diarahkan kepada orang pertama seperti mau.
Selanjutnya, Thompson (1996: 58) menyatakan bahwa modalitas memiliki
dua bentuk yaitu modalization dan modulation. Modalization terdiri atas
probability dan usuality sedangkan modulation terdiri atas obligation dan
inclination. Hal ini tentu sama dengan pendapat Halliday mengenai pembagian
2.1.3.2Nilai Modalitas
Halliday (1994: 358) memaparkan mengenai nilai modalitas yaitu “the third
variable in modality is the value that is set on the modal judgement: high, median
or low”. Hal ini berarti bahwa berdasarkan nilainya, modalitas dapat digolongkan
ke dalam tiga tingkat tinggi (high), yakni aksi yang paling dekat ke polar ‘ya’ dan paling mungkin terjadi, tingkat rendah (low) yang paling dekat ke polar ‘tidak’ dan paling mungkin tidak terjadi, dan tingkat menengah (medium) antara tingkat tinggi dan rendah.
Sebagai contoh, klausa berikut menunjukkan pemakaian
modalitas/probabilitas dengan tiga nilai (rendah, menengah, dan tinggi), polar
positif dan polar negatif.
Saya tidak hadir pada acara pelantikan itu. (Polar/negatif)
Saya barang kali hadir ke acara pelantikannya besok.
(Modalitas/Probabilitas/rendah)
Saya mungkin hadir ke acara pelantikannya besok.
(Modalitas/Probabilitas/menengah)
Saya pasti hadir ke acaranya besok. (Modalitas/Probabilitas/tinggi)
Saya hadir ke acara itu. (Polar/positif)
Aksi dalam polar positif atau negatif telah meletakkan aksi dalam kategori
‘ya’ (dilakukan) atau ‘tidak’ (tidak dilakukan). Pemakaian modalitas dalam klausa
yang dilakukan. Aksi ‘pernyataan’ Dia hadir ke acara itu lebih pasti dari pada
aksi ‘pernyataan’ Dia pasti hadir ke acara itu.
Berikut ini merupakan bagan nilai modalitas menurut pernyataan Halliday
(1994: 358)
Tabel 7.Tiga Nilai Modalitas
Probability Usuality Obligation Inclination Highcertain always required determined
Median probable usually supposed keen
Low possible sometimes allowed willing
Selain itu, Thompson (1996: 59) menyatakan “It is possible to formalise this
to some extent and to establish three basic values or points on the scale: high,
median, and low”.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga
tingkatan dalam penilaian sebuah modalitas yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dari
ketiga nilai tersebut, terdapat pembagian tingkat dari tiga penilaian modalitas
tersebut yaitu probabilitas, keseringan, keharusan, dan kecenderungan.
2.1.3.3Orientasi Modalitas
Ada beberapa pendapat ahli yang berkaitan dengan orientasi modalitas.
Halliday (1994: 357) menyatakan pendapatnya tentang orientasi modalitas bahwa
“orientation: that is the distinction between subjective and objective modality, and
bersifat subjektif dan objektif dimana dalam sifat-sifatnya itu terdapat
pembahagian antara eksplisit dan implisit.
Orientasi modalitas LFS terbagi tiga yaitu modalitas subjektif, objektif dan
eksplisit. Modalitas subjektif menunjukkan bahwa pendapat dan pertimbangan
pribadi terhadap pengalaman yang disampaikan dilakukan oleh pemakai bahasa
yang langsung terlibat dalam interaksi atau interakta seperti pada klausa Saya
pasti hadir ke acaranya besok. Berbeda dengan itu, modalitas objektif
menunjukkan bahwa pendapat atau pertimbangan pribadi berasal dari orang ketiga
atau noninteraktan yang tidak terlibat dalam interaksi seperti pada klausa Adith
pasti datang ke acara itu. Dalam klausa itu, Adith adalah orang ketiga.
Modalitas eksplisit adalah modalitas yang wujudnya nyata dalam ucapan atau
tulisan. Yang dimaksud dengan wujud nyata adalah bahwa modalitas itu jelas
dinyatakan, diucapkan, atau dituliskan seperti dalam klausa Kami mungkin
membelimobil itu, Kami harus pulang sekarang, dengan mungkin dan harus
dinyatakan dengan ekspresi lain, seperti saya kira..., saya pikir..., saya
berpendapat..., diwajibkan..., diragukan..., ada kemungkinan..., ada
kehawatiran..., dan ucapan lain sejenisnya yang pada dasarnya mengisyaratkan
modalitas. Dalam klausa kompleks Saya kira dia akan hadirdan Saya
berpendapat dia akan hadirdan Saya berpendapat menunjukkan keraguan.
Sesungguhnya kedua klausa itu berkaitan dengan probabilitas. Klausa Saya kira
dan Saya berpendapat mengisyaratkan makna barangkali sehingga makna kedua
klausa itu adalah ‘barangkali dia datang’. Demikian juga halnya dalam klausa
modalitas Saya ragu dia setia kepada negara yang bertaut dengan probabilitas.
Pemakaian modalitas seperti ini disebut modalitas implisit.
Tabel 8. Modality: examples of ‘type’ and orientation combined
Subjective:
Mary’ll know Mary probably knows (in all
I want John go John should go John’s supposed to go
It’s expected that john goes
Modulation:
Inclination
Jane’ll help Jane’s keen to help
Selain itu, Thompson (1992: 62) menyatakan bahwa ada empat cara dalam
penyampaian modalitas yaitu subjektif, objektif, implisit dan eksplisit.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang orientasi dari sebuah modalitas,
dapat dirumuskan bahwa modalitas bersifat subjektif dan objektif. Dalam ketegori
tersebut, subjektif dan objektif memiliki kandungan antara eksplisit dan emplisit,
yang berarti orientasi tersebut dapat dengan mudah dilihat dalam sebuah kalimat
2.1.3.4Cakupan Modalitas
Hodge & Kress, Fairclough (1992: 159) menyatakan bahwa berdasarkan
cakupannya, modalitas melingkupi makna lain yang terkait dengan keempat jenis
makna yang dikemukakan terdahulu (probabilitas, keseringan, keharusan, dan
kecenderungan) dengan variasi tingkat kedekatan atau kemungkinan
berlangsungnya (atau tidak berlangsungnya) satu aksi. Dengan pengertian ini
modalitas mencakup beberapa makna lain, seperti kausalitas (causality),
pemunculan (appearence), dan kisaran (hedging).
2.2 Pergeseran dalam Penerjemahan
Pergeseran merupakan salah satu masalah yang menjadi perhatian dalam
bidang penerjemahan. Hal ini disebabkan pergerseran sangat sering terjadi pada
sebuah penerjemahan dan dapat mempengaruhi kualitas penerjemahan.
Pergeseran terbagi ke dalam dua jenis yaitu pergeseran bentuk (form-based) dan
pergeseran makna (meaning-based).
2.2.1 Pergeseran Bentuk
Pergeseran bentuk sering kali ditemukan pada sebuah teks hasil
terjemahan. Hal ini merupakan salah satu metode seorang penerjemah untuk
mempertahankan makna asli dari BSu sehingga struktur kalimat atau bentuk
kalimat berubah. Hal ini berarti kesesuaian makna dari BSu ke BSa adalah hal
yang paling penting yang harus diperhatikan seorang penerjemah dan oleh karena
itu perubahan bentuk atau struktur kalimat dapat dilakukan. Seperti yang
penerjemahan, yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan
makna dari BSu ke BSa.
Selanjutnya Catrford (1965: 20) mendefinisikan bahwa penerjemahan
merupakan proses mentransfer makna dari BSu ke BSa dengan mengubah materi
tekstual pada BSu ke BSa. Dapat diketahui bahwa dalam proses penerjemahan,
seorang penerjemah dituntut harus memahami dengan baik apa maksud dan tujuan
dari teks BSu sebelum dia melakukan proses penerjemahan. Jika penerjemah tidak
membaca dan memahami makna dari BSu terlebih dahulu,tidak jarangakan
menimbulkan makna yang ambigu, tidak jelas, dan tidak sesuai dengan apa yang
dimaksud BSu dan hal ini juga dapat diperburuk dengan tingkat pengetahuan
penerjemah yang rendah.
Selain itu, Newmark (1988: 85) menyatakan bahwa “A translation
procedure involving a change in the grammar from source languange to target
language”. Dalam proses penerjemahan penerjemah pasti melibatkan perubahan
gramatikal dari BSu ke BSa untuk mempertahankan makna yang ingin
disampaikan. Dalam hal ini, Newmark memberi batasan pergeseran dalam hal tata
bahasa yang diklasifikasikan ke dalam tiga tipe yaitu:
1. Pergeseran dari bentuk tunggal ke jamak.
2. Perubahan yang diakibatkan ketidaktersediaan struktur pada BSa (SL
grammatical structure does not exist in the TL).
3. Pergeseran yang diakibatkan memungkinkannya proses penerjemahan literal
secara gramatikal namun tidak selaras dengan penggunaan secara natural
pada BSa (Literal translation is grammatically possible but may not accord
Pergeseran (shifts) merupakan suatu proses formal dalam penerjemahan
yang menghubungkan dua konsep dari dua bahasa yang berbeda untuk
mendapatkan hasil penerjemahan yang sepadan. “.... ‘departures’ from formal
correspondence in the process of going from the source language to the target
language; a translation shifts is deemed to have occured” Catford (1965: 73).
Dengan kata lain, pergeseran unsur gramatikal suatu teks dapat mengatasi
masalah dalam penerjemahan sehingga makna yang asli dapat dipertahankan.
Nama aslinya adalah John Cunnison Catford, tapi para murid memanggilnya
dengan panggilan akrab Ian Catfordseorang bahasawan dan ahli fonetik yang
terkenal dengan teori “translation shift”-nya. Definisi terjemahan yang diajukan
oleh Catford adalah bahwa menerjemahkan bukanlah mengalihkan makna, tetapi
mengganti teks dari bahasa satu ke bahasa lainnya sehingga kajian terjemahan
berada di dalam wilayah linguistik perbandingan.
Catford menghubungkan jenis terjemahan dengan level linguistik, seperti
fonologi, tata bahasa, leksikon dan juga dengan tingkat gramatikal, misalnya
kalimat, klausa, grup, kata dan morfem. Lihat contoh berikut:
Kalimat: Dia baru saja datang, kakaknya meninggalkan rumah itu.
Klausa: Dia baru saja datang, & kakaknya meninggalkan rumah itu
Grup: grup verba => baru saja datang; grup nomina => rumah itu)
Kata (Dia, baru, saja, datang, dll.)
Morfem (dia, baru, saja datang, kakak, -nya, me-, tinggal, -kan, rumah,