k K K v vK
1 41 4 2 1 2 4 2 4 2 1 1 1 1 1 4 2 3 1 4
2 36 3 2 1 1 4 2 2 2 2 1 1 1 1 4 2 3 1 4
3 51 5 2 1 2 2 1 5 2 2 2 1 1 1 1 2 3 2 1
4 47 4 2 2 4 3 1 7 1 2 1 1 1 1 4 2 2 2 1
5 26 2 1 1 1 4 2 4 2 1 1 1 1 2 6 1 4 1 4
6 31 3 2 1 1 4 2 4 2 2 2 1 1 1 4 2 3 1 4
7 54 5 2 1 2 1 1 9 1 2 1 1 1 1 2 1 3 2 3
8 20 2 1 1 1 4 2 9 1 1 1 5 2 1 4 2 3 2 1
9 44 4 2 1 1 4 2 4 2 2 1 1 1 1 2 1 4 1 4
10 31 3 2 1 1 5 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1 4 1 4
11 38 3 2 1 5 5 2 4 2 2 1 5 2 1 2 2 3 2 1
12 41 4 2 2 1 4 2 5 2 2 1 1 1 2 6 2 1 2 1
13 39 3 2 1 4 5 2 3 2 2 1 1 1 2 6 2 1 2 1
14 5 1 1 1 3 1 1 9 1 1 2 4 2 1 4 2 2 2 1
15 30 3 2 1 1 4 2 4 2 1 1 1 1 1 4 1 4 1 4
16 31 3 2 2 1 4 2 4 2 2 1 1 1 2 6 1 4 1 4
17 29 2 1 1 1 5 2 4 2 2 1 2 1 1 4 2 3 2 2
18 39 3 2 2 1 4 2 1 2 3 2 1 1 2 6 2 2 2 3
19 45 4 2 1 4 4 2 6 2 2 1 1 1 1 4 1 4 2 1
20 27 2 1 2 1 4 2 9 1 2 2 1 1 1 1 2 3 2 2
21 32 3 2 2 1 5 2 4 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 1
28 35 3 2 1 1 4 2 4 2 2 1 1 1 1 4 2 2 2 3
29 32 3 2 1 1 4 2 4 2 3 1 6 2 1 3 2 1 2 1
30 36 3 2 1 1 5 2 4 2 1 1 1 1 2 6 2 1 2 1
31 27 2 1 1 1 3 1 4 2 1 1 1 1 1 4 2 2 2 2
32 44 4 2 1 6 4 2 4 2 2 1 5 2 1 1 1 4 1 4
33 35 3 2 1 1 4 2 4 2 1 1 6 2 1 4 2 3 2 1
34 23 2 1 2 1 5 2 4 2 1 2 5 2 2 6 2 2 2 1
35 21 2 1 2 4 4 2 4 2 1 1 1 1 2 6 2 2 2 1
36 33 3 2 1 1 4 2 4 2 1 1 1 1 1 4 2 3 2 1
37 35 3 2 1 1 4 2 4 2 2 1 1 1 1 4 2 3 2 1
38 34 3 2 1 1 5 2 1 2 2 1 1 1 2 6 2 2 1 4
39 36 3 2 1 2 4 2 9 1 1 1 2 1 1 4 2 3 1 4
40 32 3 2 1 2 4 2 4 2 1 1 2 1 1 5 2 3 2 3
41 21 2 1 2 7 4 2 4 2 1 1 1 1 1 2 2 3 2 1
42 44 4 2 1 1 4 2 4 2 2 1 6 2 1 4 2 3 2 2
43 31 3 2 1 1 4 2 3 2 1 1 5 2 1 4 2 2 2 1
44 26 2 1 1 1 4 2 4 2 1 1 2 1 2 6 2 3 2 1
45 29 2 1 1 2 4 2 4 2 1 2 5 2 2 6 2 2 2 3
46 41 4 2 1 8 4 2 4 2 1 1 1 1 1 4 2 3 1 4
47 34 3 2 1 1 3 1 4 2 1 1 5 2 2 6 2 3 2 2
48 38 3 2 2 6 2 1 7 1 2 1 1 1 1 4 2 2 1 4
49 29 2 1 1 1 4 2 4 2 1 1 5 2 1 3 2 3 2 2
50 44 4 2 1 4 5 2 3 2 1 1 2 1 2 6 2 1 2 3
57 28 2 1 1 1 4 2 9 1 1 1 2 1 1 4 2 3 2 3
58 33 3 2 2 6 4 2 7 1 2 1 6 2 2 6 1 4 1 4
59 26 2 1 1 1 5 2 3 2 1 1 2 1 2 6 2 2 2 1
60 22 2 1 1 1 4 2 9 1 1 1 1 1 1 4 1 4 1 4
61 32 3 2 2 1 4 2 7 1 3 1 1 1 1 4 2 3 2 1
62 4 1 1 1 4 1 1 9 1 1 2 4 2 1 2 2 2 2 1
63 28 2 1 1 4 5 2 3 2 1 1 1 1 2 6 2 2 2 1
64 25 2 1 1 2 4 2 3 2 1 1 1 1 1 4 2 2 2 2
65 47 4 2 1 6 2 1 4 2 2 1 5 2 1 3 2 3 1 4
66 37 3 2 1 1 4 2 5 2 1 1 1 1 1 4 1 4 2 1
67 39 3 2 1 1 3 1 4 2 2 1 1 1 1 1 2 3 2 2
68 31 3 2 1 1 4 2 2 2 2 2 1 1 1 5 2 3 2 3
69 46 4 2 2 6 5 2 7 1 3 1 1 1 1 4 2 2 2 1
70 25 2 1 1 4 4 2 3 2 1 1 1 1 2 6 2 2 2 1
71 32 3 2 1 2 4 2 3 2 1 1 2 1 2 6 2 2 1 4
72 18 1 1 1 4 3 1 8 1 1 1 6 2 2 6 2 2 2 1
73 37 3 2 2 3 4 2 7 1 3 2 1 1 2 6 1 4 1 4
74 31 3 2 1 1 3 1 4 2 2 1 1 1 1 4 2 2 2 1
75 27 2 1 1 1 4 2 4 2 1 1 1 1 1 4 2 3 2 1
76 34 3 2 2 2 4 2 7 1 2 1 1 1 1 5 2 3 2 1
77 39 3 2 1 2 4 2 3 2 2 2 3 1 2 6 2 2 2 1
78 32 3 2 1 1 4 2 3 2 2 1 1 1 2 6 2 2 2 1
79 37 3 2 2 1 4 2 3 2 2 1 1 1 1 4 1 3 1 4
86 23 2 1 1 1 4 2 9 1 1 1 1 1 1 4 2 3 2 2
87 30 3 2 2 1 4 2 7 1 2 1 1 1 1 5 2 3 2 3
88 31 3 2 1 1 5 2 3 2 1 1 1 1 2 6 2 2 2 1
89 31 3 2 1 3 5 2 4 2 2 1 1 1 1 4 2 1 2 3
90 28 2 1 1 2 3 1 4 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1
91 34 3 2 2 3 4 2 3 2 2 1 1 1 1 4 2 3 2 1
92 33 3 2 1 2 4 2 4 2 3 1 5 2 1 3 2 2 2 3
93 36 3 2 2 3 5 2 7 1 2 1 1 1 1 5 2 3 1 4
94 55 5 2 1 1 4 2 1 2 2 1 1 1 1 4 2 3 1 4
95 38 3 2 1 6 4 2 4 2 2 2 5 2 1 3 2 2 2 1
96 21 2 1 1 1 4 2 4 2 1 1 2 1 1 4 2 2 2 1
97 36 3 2 1 2 4 2 5 2 1 1 1 1 1 4 2 3 1 4
98 42 4 2 1 1 4 2 4 2 2 1 1 1 1 5 2 2 2 1
99 29 2 1 1 2 4 2 4 2 1 1 2 1 2 6 2 3 2 1
100 27 2 1 2 1 4 2 7 1 2 2 1 1 1 5 2 3 2 2
101 23 2 1 1 2 4 2 5 2 1 2 1 1 2 6 2 2 2 1
102 4 1 1 2 1 1 1 9 1 1 2 4 2 1 2 2 2 2 1
103 28 2 1 2 2 4 2 7 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 4
104 31 3 2 1 2 3 1 5 2 1 1 5 2 1 4 2 2 2 3
105 53 5 2 1 6 4 2 4 2 2 1 1 1 1 4 2 2 2 1
106 35 3 2 1 1 4 2 4 2 3 1 5 2 1 2 2 2 2 3
107 30 3 2 1 1 2 1 9 1 1 1 5 2 1 4 1 4 1 4
108 35 3 2 1 2 4 2 6 2 2 2 1 1 1 4 1 4 1 4
Valid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Valid
Menikah 51 46.7 46.7 91.7
Janda/Duda 9 8.3 8.3 100.0
Total 109 100.0 100.0
Daerah Tempat Tinggal
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak ada infeksi oportunsitik 32 29.4 29.4 29.4
Ada infeksi oportunistik 77 70.6 70.6 100.0
Valid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Tidak tercatat 24 22.0 22.0 22.0
Tercatat 85 78.0 78.0 100.0
Total 109 100.0 100.0
Jumlah CD4 Kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Tidak tercatat 35 32.1 32.1 32.1
Tercatat 74 67.9 67.9 100.0
Total 109 100.0 100.0
Tahap Terapi ARV Kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Lini 1 48 64.9 64.9 64.9
Llini 2 12 16.2 16.2 81.1
Stop 14 18.9 18.9 100.0
Laki-laki Perempuan
Continuity Correctionb 1.936 1 .164
Likelihood Ratio 3.069 1 .080 .117 .078
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.12.
Faktor Risiko
Continuity Correctionb 4.666 1 .031
Likelihood Ratio 5.368 1 .021 .026 .019
Faktor Risiko
Continuity Correctionb .008 1 .929
Likelihood Ratio .122 1 .727 .794 .455
Lower
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.90.
b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 126474071.
Infeksi oportunistik * Umur kategorik 2 Crosstabulation
Continuity Correctionb .173 1 .677
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.57.
b. Computed only for a 2x2 table
c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
d. The standardized statistic is -.637.
Pearson Chi-Square .054 1 .817 1.000 .496
Continuity
Correctionb
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .053 1 .818 1.000 .496
Fisher's Exact Test .816 .496
Linear-by-Linear
Association
.053d 1 .818 1.000 .496 .181
N of Valid Cases 109
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.51.
b. Computed only for a 2x2 table
c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
Butarbutar, J. T., 2015. Karakteristik penderita HIV/AIDS di RSUD DR.Djasamen Saragih Pematangsiantartahun 2013-2014. Skripsi FKM USU. Medan
BPS SUMUT., 2015. http://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/500. Diakses pada 2 Juni 2016
Djoerban, Z. dan Samsuridjal D., 2010.HIV/AIDS di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jilid III. Aru W. Sudoyo. dkk (editor). Edisi ketiga. Cetakan Kedua, Interna Publishing : Jakarta
Ditjen PP&PL, Kemenkes RI., 2014. Situasi dan Analisis HIV/AIDS. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin %20AIDS.pdf. Diakses 2 Maret 206
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara., 2016. Laporan Program HIV/AIDS dan IMS Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015. Medan
Duarsa, N.W., 2011. Infeksi HIV& AIDS. Dalam: Daili,dkk. Infeksi Menular Seksual. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal.146-158
Dinkes Sumut., 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan
., 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2013. Medan
Elona, U., 2010. Proporsi Infeksi Opportunistik pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2010. Skripsi FK USU. Medan
Irianto, K., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Cetakan Pertama. Bandung : Alfabeta
., 2015. Data HIV AIDS Triwulan IV (Oktober-Desember)
http://www.aidsindonesia.or.id/list/7/Laporan-Menkes. Diakses 23 Maret 2016
KPA., 2009. Analisis Situasi HIV dan AIDS di Indonesia. Jakarta
Kementrian Kesehatan RI., 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta.
., 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta
., 2013. Pedoman Nasional dan Konseling HIV dan AIDS. Jakarta
.., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta
Linuwih, Sri., 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lubis, Z. D., 2012. Gambaran Karakteristik Individu dan Faktor Risiko terhadap Terjadinya Infeksi Oportunistik pada Penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Suliati Suroso Tahun 2011. Skripsi FKM UI. Jakarta
Sidebang, P., 2010. Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Puskemas Tanjung Morawa Agustus 2006 – Mei 2010. Skripsi FKM USU. Medan
RSUD Dr. Pirngadi., 2015. Profil RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015 http://rsudpirngadi.pemkomedan.go.id/statis-1-profil.html.
Diakses 1 Juni 2016
Rustamadji, A. N., 2000. Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta : Penerbit Galang Press Yogyakarta dan Yayasan Memajukan Ilmu Penyakit Dalam.
Rangkuti, A.Y., 2013. Karakteristik Penderita HIV AIDS dan Infeksi Opurtunistik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan Tahun 2012. Skripsi FKM USU. Medan
Scorviani, Vera. 2012. Mengungkap Tuntas 9 Jenis PMS. Yogyakarta : Nuha Medika
Subowo. 2010. Imunologi Klinik. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto
Sidebang, P., 2010. Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 - Mei. Skripsi FKM USU. Medan
Siregar, M.S., 2016. Karakteristik ODHA Yang Berkunjung Ke Klinik VCT Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014. Skripsi FKM USU. Medan
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga
WHO., 2015.TheFactofHIV/AIDS
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/. Diakses 2 Maret 2016
UNAIDS., 2015.TheFactofHIV/AIDS
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain
case series.
3.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, Sumatera Utara. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 yang berjumlah 109 orang. Sampel adalah
semua penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun
2015. Besar sampel sama dengan total populasi (total sampling).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam
medik pasien penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan
3.5 Defenisi Operasional
3.5.1 Penderita HIV/AIDS adalah pasien yang datang berkunjung dan dinyatakan
menderita HIV/AIDS dan tercatat pada kartu status penderita di RSUD
Dr. Pingadi Medan.
3.5.2 Umur adalah rentang waktu antara tanggal lahir penderita dengan pertama kali
didiagnosa menderita HIV/AIDS yang tercatat di kartu status penderita yang
dikelompokkan menurut KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Dinas
Kesehatan Sumatera Utara (2009), dikategorikan atas:
1. < 20 tahun 2. 21-29 tahun 3. 30-39 tahun 4. 40-49 tahun
5. ≥ 50 tahun
Untuk analisis statistik, umur dikategorikan atas:
1. < 30 tahun
2. ≥ 30 tahun
3.5.3 Jenis Kelamin adalah ciri biologis yang dimiliki penderita untuk membedakan
satu penderita dengan penderita lainnya yang tercatat dalam kartu status
penderita, dibedakan atas:
3.5.4 Suku/Etnik adalah jenis suatu kebudayaan yang dimiliki oleh penderita sejak
lahir yang tercatat di kartu status penderita, dibedakan atas:
1. Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing) 2. Jawa
3.5.5 Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
dilalui oleh penderita pada saat didiagnosa menderita HIV/AIDS yang tercatat
di kartu status penderita yang dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tidak/Belum sekolah 2. SD/Sederajat
3. SLTP/Sederajat 4. SLTA/Sederajat 5. Akademi/Sarjana
Untuk analisis statistik, tingkat pendidikan dikategorikan atas:
1. Pendidikan Rendah (Tidak/Belum sekolah, SD/Sederajat, dan SLTP/Sederajat)
2. Pendidikan Tinggi (SLTA/Sederajat, Akademi/Sarjana)
3.5.6 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penderita yang bertujuan untuk
menghasilkan pendapatan untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya,
7. IRT
8. Pelajar/Mahasiswa 9. Tidak Bekerja
Untuk analisis statistik, pekerjaan dikategorikan atas:
1. Bekerja (PNS, POLRI, Pegawai swasta, Wiraswasta, Buruh, Sopir) 2. Tidak bekerja (IRT, Pelajar/Mahasiswa, Tidak bekerja)
3.5.7 Status Pernikahan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan
penderita saat pertama kali didiagnosa dokter menderita HIV/AIDS dan
tercatat di kartu status penderita, yang dibedakan atas:
1. Belum Menikah 2. Menikah
3. Janda/Duda
3.5.8 Daerah tempat tinggal adalah tempat dimana penderita tinggal dan menetap
sesuai dengan yang tercatat di kartu status penderita, yang dibedakan atas:
1. Wilayah Kota Medan 2. Luar Kota Medan
3.5.9 Faktor risiko penularan adalah faktor yang mempermudah masuknya virus HIV
dan menginfeksi seseorang sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status
penderita, dengan pengelompokan sebagai berikut :
Untuk analisis statistik, faktor risiko penularan dikategorikan atas :
1. Seksual yaitu faktor risiko yang berasal dari perilaku penderita melalui hubungan intim/seks, terdiri dari :Heteroseksual, Homoseksual, dan Biseksual
2. Non seksual yaitu faktor risiko yang berasal dari perilaku penderita diluar hubungan seksual, terdiri dari :Perinatal, pengguna Napza Suntikan (IDU), dan Tato
3.5.10 Infeksi oportunistik adalah infeksi sekunder pada penderita HIV/AIDS yang
muncul akibat penurunan imunitas, yang dikelompokkan atas:
1. Ada infeksi oportunistik 2. Tidak ada infeksi oportunistik
Jenis infeksi oportunistik :
memeriksakan jumlah CD4nya dalam tahun 2015 yang tercatat dalam kartu
status penderita, yang dikelompokkan atas:
1. ≥ 500 sel/µl
2. 200-499 sel/µl 3. < 200 sel/µl
3.5.12 Tahap Terapi Antiretroviral (ARV) adalah tahap pemberian obat ARV yang
sedang diterima penderita yang mengikuti terapi antiretroviral dan tercatat
dalam kartu status penderita, yang dikelompokkan atas:
3.6 Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah menggunakan komputer. Data
univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dianalisis dengan uji
Chi-Square dan Exact Fisher kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi
4.1.1 Sejarah RSUD Dr. Pirngadi Medan
Rumah Sakit Pirngadi didirikan tanggal 11 Agustus 1928 oleh Pemerintah
Kolonial Belanda dengan nama “GEMENTA ZIEKEN HUIS” yang peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh seorang bocah berumur 10 tahun bernama Maria
Constantia Macky anak dari Walikota Medan saat itu dan diangkat sebagai Direktur
Dr. W. Bays. Selanjutnya dengan masuknya Jepang ke Indonesia Rumah Sakit ini
diambil dan berganti nama dengan “SYURITSU BYUSONO INCE” dan sebagai
direktur dipercayakan kepada putra Indonesia “Dr. RADEN PIRNGADI GONGGO
PUTRO” yang akhirnya ditabalkan menjadi nama Rumah Sakit ini. Setelah bangsa
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaannya, Rumah Sakit
Umum Pirngadi diambil alih dan diurus oleh Pemerintah Pusat/Kementerian
Kesehatan di Jakarta.
Dalam priode Tahun 1950 s/d 1952 Rumah Sakit Pirngadi mempunyai peran
yang sangat penting dalam sejarah proses pendirian Fakultas Kedokteran USU,
karena salah satu syarat pendirian Fakultas Kedokteran tersebut harus ada Rumah
Sakit sebagai pendukung disamping harus adanya dosen pengajar yang saat itu pada
umumnya adalah para dokter yang berkerja di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi ini,
Sejak ditetapkan oleh Pemerintah berdirinya Fakultas Kedokteran USU
tanggal 20 Agustus 1952, maka Rumah Sakit Pirngadi secara otomatis sebagai
Teaching Hospital (Rumah Sakit Pendidikan) dipakai sebagai tempat kepaniteraan
Klinik para Mahasiswa Kedokteran USU, juga membuka diri untuk mendidik para
calon dokter dari fakultas lain baik yang ada di provinsi Sumatera Utara maupun
Sumatera Barat dan Lampung.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan. Pada tanggal
10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi
menjadi Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007. RSUD Dr. Pirngadi berlokasi di jalan Prof. H. M.
Yamin SH No. 47 Medan (Profil RSUD Dr. Pirngadi Medan, 2015).
4.2.1 Motto, Visi dan Misi RSUD Dr. Pirngadi Medan a. Motto
Aegroti Salus Lex Suprema artinya adalah”Kepentingan Penderita adalah
yang utama.”
b. Visi dan Misi
Visi dari RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah “ Menjadi Rumah Sakit Pusat
Adapun Misi dari RSUD Dr. Pirngadi Medan:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu,professional,dan terjangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat.
2. Meningkatkan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran
serta tenaga kesehatan lain
3. Mengembangkan manajemen RS yang professional
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi proporsi
penderita HIV/AIDS berdasarkan variable yang diteliti yaitu karakteristik
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
dan daerah tempat tinggal), faktor risiko penularan, infeksi oportunistik, jumlah CD4
4.2.1 Sosiodemografi
Distribusi proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan
sosiodemografi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel
(34,8%) dan perempuan (12,0%), pada kelompok umur 40-49 tahun proporsi laki-laki
(9,2%) dan perempuan (5,5%), dan untuk kelompok umur ≥ 50 tahun proporsi
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan suku/etnik, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan daerah tempat tinggal di RSUD Dr. Pirngadi
yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 adalah sebagai berikut:
sebanyak 54 orang (49,6%) dan paling sedikit suku Nias, Ngalum, dan Banjar
masing-masing 1 orang (0,9%). Berdasarkan tingkat pendidikan, penderita
HIV/AIDS paling banyak tingkat pendidikan SLTA/Sederajat 74 orang (67,8%) dan
paling sedikit pada tingkat pendidikan tidak/belum sekolah yang hanya 4 orang
(3,75). Pekerjaan penderita HIV/AIDS yang paling banyak adalah wiraswasta
sebanyak 46 orang (42,1%) dan paling sedikit adalah POLRI yang hanya 2 orang
(1,8%). Status pernikahan penderita HIV/AIDS paling banyak penderita sudah
menikah sebanyak 51 orang (46,7%) dan paling sedikit janda/duda sebanyak 9 orang
(8,3%). Daerah tempat tinggal penderita lebih banyak yang bertempat tinggal di
wilayah kota Medan sebanyak 92 orang (84,4%) sedangkan penderita yang bertempat
tinggal di luar wilayah kota Medan sebanyak 17 orang (15,6%).
4.2.2 Faktor Risiko Penularan
Distribusi proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan
faktor risiko penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Dari tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa, distribusi proporsi penderita
HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan faktor risiko penularan yang tertinggi
adalah heteroseksual 70 orang (64,3%) dan faktor risiko penularan terendah adalah
biseksual 2 orang (1,8%) dan perinatal 3 orang (2,8%).
4.2.3 Infeksi Oportunistik
Distribusi proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan
infeksi oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Infeksi Oportunistik f %
Ada infeksi oportunistik 77 70,6
Tidak Ada infeksi oportunistik 32 29,4
Total 109 100
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 109 penderita HIV/AIDS yang
berobat jalan hanya 77 orang (70,6%) penderita yang mempunyai infeksi
oportunistik.
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Jenis Infeksi Oportunistik f %
Dari tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa distribusi proporsi penderita
HIV/AIDS yang berobat jalan jenis infeksi oportunistik yang paling banyak adalah
TB Paru/Kelenjar 47 orang (61,0%), dan yang paling sedikit adalah pneumonia 6
orang (7,8%) dari 77 orang yang mempunyai Infeksi oportunistik.
4.2.4 Jumlah CD4 terakhir penderita
Distribusi proporsi jumlah CD4 terakhir penderita HIV/AIDS yang berobat
jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi jumlah CD4 terakhir penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Jumlah CD4 (µl) f %
≥500 6 7,1
200-499 40 47,1
<200 39 45,8
Total 85 100
Dari tabel 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 orang penderita
HIV/AIDS hanya 85 orang penderita yang tercatat jumlah CD4 terakhirnya, dan dari
85 orang tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita dengan jumlah CD4
terakhir tertinggi adalah penderita yang memiliki CD4 200-499 sel/µl yaitu 40 orang
4.2.5 Tahap Terapi Antireroviral (ARV)
Distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan tahap terapi antiretroviral
(ARV) di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan
berdasarkan Tahap Terapi Antiretroviral (ARV) di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Tahap Terapi Antiretroviral f %
Lini 1 48 64,9
Lini 2 12 16,2
Stop 14 18,9
Total 74 100
Dari tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 orang penderita
HIV/AIDS hanya 74 orang yang tercatat mengikuti tahap terapi antiretroviral, dan
dari 74 orang tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita berdasarkan tahap
terapi ARV tertinggi adalah tahap Lini 1 sebanyak 48 orang (64,9%), dan terendah
4.3 Analisis Statistik
4.3.1 Jenis Kelamin berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor
risiko penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Faktor Risiko Penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Faktor risiko penularan
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
f % f % f %
Seksual 60 69,8 26 30,2 86 100,0
Non Seksual 20 87,0 3 13,0 23 100,0
p=0,098
Dari tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 penderita HIV/AIDS
dengan faktor risiko penularan melalui hubungan seksual 60 orang (69,8%) adalah
laki-laki dan 26 orang (30,2%) adalah perempuan. Faktor risiko penularan non
seksual, 20 orang (87,0%) adalah laki-laki dan 3 orang (13,0%) adalah perempuan.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05
(p=0,098). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin
4.3.2 Tingkat Pendidikan berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Distribusi proporsi tingkat pendidikan penderita HIV/AIDS yang berobat
jalan berdasarkan faktor risiko penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Tingkat Pendidikan Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Faktor Risiko Penularan di RSUD
Berdasarkan hasil analisis statistik, dengan uji Chi-Square terdapat 1 sel
(25%) yang nilai harapannya kurang dari 5 sehingga analisis ini tidak dapat
digunakan. Maka, sebagai alternatif dilakukan uji Exact Fisher diperoleh nilai p<0,05
(p=0,026) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan proporsi pendidikan berdasarkan
4.3.3 Pekerjaan berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Distribusi proporsi pekerjaan penderita HIV/AIDS yang berobat jalan
berdasarkan faktor risiko penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Faktor Risiko Penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Faktor risiko penularan
Pekerjaan Total
Tidak Bekerja Bekerja
f % f % f %
Seksual 23 26,7 63 73,3 86 100,0
Non Seksual 7 30,4 16 69,6 23 100,0
p=0,725
Dari tabel 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 penderita HIV/AIDS
yang berobat jalan dengan faktor risiko penularan melalui hubungan seksual 63 orang
(73,3%) adalah bekerja dan 23 orang (26,7%) tidak bekerja. Faktor risiko penularan
non seksual, 16 orang (69,6%) adalah bekerja dan 7 orang (30,4%) tidak bekerja.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05
(p=0,725). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi pekerjaan berdasarkan
4.3.4 Status Pernikahan berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Distribusi proporsi status pernikahan penderita HIV/AIDS yang berobat jalan
berdasarkan faktor risiko penularan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Status Pernikahan Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Faktor Risiko Penularan di RSUD
Belum Menikah Menikah Janda/Duda
f % f % f % f %
Dari tabel 4.11 di atas, dapat diketahui bahwa dari 109 penderita HIV/AIDS
yang berobat jalan dengan faktor risiko penularan melalui hubungan seksual 44 orang
(51,2%) menikah, 36 orang (41,9%) belum menikah, dan 6 orang (7,0%) adalah
janda/duda. Sedangkan untuk faktor risiko penularan non seksual, 7 orang (30,4%)
menikah,13 orang (56,5%) belum menikah dan janda/duda sebanyak 3 orang
(13,0%).
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05
(p=0,188). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi status pernikahan
4.3.5 Umur berdasarkan Infeksi Oportunistik
Distribusi proporsi umur penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan
jenis infeksi oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Umur Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Infeksi Oportunistik Umur Total
< 30 tahun ≥ 30 tahun
oportunistik dan penderita yang tidak ada infeksi oportunistik paling banyak pada
umur ≥ 30 tahun yaitu 53 orang (68,8%) dan 20 orang (62,5%).
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05
(p=0,522). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan
infeksi oportunistik.
4.3.6 Jenis Kelamin berdasarkan Infeksi Oportunistik
Distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS yang berobat jalan
berdasarkan jenis infeksi oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan berdasarkan Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Infeksi Oportunistik Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
f % f % f %
Ada infeksi oportunistik
57 74,0 20 26,0 77 100,0
Tidak ada infeksi oportunistik
23 71,9 9 28,1 32 100,0
p=0,817
Dari tabel di atas, diketahui bahwa penderita HIV/AIDS yang ada infeksi
oportunistik dan penderita yang tidak ada infeksi oportunistik paling banyak pada
pada laki-laki 57 orang (74,4%) dan 23 orang (71,9%). Berdasarkan hasil analisis
statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05 (p=0,817). Hal ini menunjukkan tidak
5.1.1 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Sosiodemografi
a. Umur dan Jenis Kelamin
Gambar 5.1 Diagram Batang Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Dari gambar 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa distribusi penderita HIV/AIDS
berdasarkan umur dan jenis kelamin tidak berbeda hanya terdapat perbedaan jumlah
saja. Proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan umur dan jenis kelamin paling
Tingginya proporsi penderita HIV/AIDS pada kelompok umur 30-39 tahun
menunjukkan bahwa penderita pada kelompok umur tersebut masuk ke dalam
kelompok usia produktif yang aktif secara seksual dan termasuk kelompok umur
yang menggunakan Napza suntik. Kasus HIV tinggi pada kelompok umur 25-49
tahun dan untuk kasus AIDS tinggi pada kelompok umur 30-39 tahun
(Kemenkes RI, 2015).
Proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan lebih banyak pada laki-laki.
Rasio antara jenis kelamin, ditemukan bahwa perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah sekitar 2,7:1. Kasus HIV/AIDS pada laki-laki lebih tinggi karena
perilaku seksual yang lebih berisiko, malas memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan, dan penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif)
yang lebih sering dilakukan laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2016) di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2014 kasus HIV/AIDS tertinggi berada pada kelompok umur 30-39
b. Suku/Etnik
Gambar 5.2 Diagram Batang Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Suku di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.2 di atas, dapat dilihat bahwa suku penderita terbanyak
adalah Batak dengan proporsi 49,6% diikuti Jawa sebanyak 22,9%. Adapun terendah
adalah Nias, Ngalum dan Banjar. Provinsi Sumatera Utara memiliki heterogenitas
yang tinggi dalam hal suku. Dalam hal ini, suku bukanlah faktor yang menentukan
kejadian HIV/AIDS, namun hanya karena jumlah populasinya terbesar di Medan
sehingga proporsinya lebih tinggi dibandingkan yang lain.
Data BPS Sumatera Utara (2015) bahwa jumlah penduduk di Kota Medan
sekitar 2,3 juta jiwa dan suku Batak merupakan salah satu suku yang banyak dijumpai
di Medan (68,34%). Sementara itu, suku Nias, Ngalum, dan Banjar yang terdaftar
sebagai penderita di RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan penderita rujukan. 49,6%
c. Tingkat Pendidikan
Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.3 di atas, proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat
jalan tertinggi adalah SLTA/Sederajat yaitu 67,8% dan terendah adalah Tidak/Belum
sekolah yaitu 3,7%. Dari gambar diatas, juga dapat dilihat bahwa penderita
HIV/AIDS juga terjadi pada semua tingkat pendidikan. Hal ini dapat disebabkan
karena pendidikan yang tinggi walaupun telah memiliki pengetahuan yang benar
tentang HIV/AIDS, tidak dengan sendirinya akan diikuti dengan tindakan positif
berupa upaya konkrit mencegah HIV/AIDS (Rustamaji, A.N., 2000). 67,8%
14,7% 8,3%
5,5%3,7%
SLTA/Sederajat
Akademi/Sarjana
SLTP/Sederajat
SD/Sederajat
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Butar-butar (2015) di
RSUD Dr. Djasemen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 yang menyatakan
proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi adalah
SLTA/Sederajat (55%).
d. Pekerjaan
Gambar 5.4 Diagram Batang Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.4 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah Wiraswasta (42,1%) sedangkan yang
terendah adalah POLRI (1,8%). Dalam pencatatan di tempat penelitian, jenis
pekerjaan wiraswasta tidak dijelaskan secara rinci.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sidebang (2010) di Puskesmas
Tanjung Morawa bahwa proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan pekerjaan yang
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Siregar (2016) di RSUP H. Adam
Malik Medan diperoleh bahwa proporsi penderita HIV/AIDS menurut pekerjaan
paling banyak adalah Pegawai Swasta sebanyak 52%.
e. Status Pernikahan
Gambar 5.5 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Status Pernikahan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.5 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
berdasarkan status pernikahan yang tertinggi adalah Menikah (46,7%) dan yang
terendah adalah janda/duda (8,3%). Menurut data STBP (2011) sebanyak 72% pria
potensial risti sudah menikah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis (2012) di
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Suliati Suroso Tahun 2011 diperoleh bahwa proporsi
penderita HIV/AIDS menurut status pernikahan paling banyak adalah menikah
(59,6%).
46,7%
45,0%
8,3%
Menikah
Belum Menikah
f. Daerah Tempat Tinggal
Gambar 5.6 Diagram Pie Proporsi Daerah Tempat Tinggal Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.6 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
berdasarkan tempat tinggal yang lebih banyak berada di wilayah Kota Medan yaitu
84,4%. Tingginya jumlah penderita yang berasal dari dalam wilayah Kota Medan
dikarenakan RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit daerah milik
pemerintah di kota Medan dan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau karena
lokasi rumah sakit yang berada di pusat kota.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rangkuti (2013) di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2012 bahwa proporsi penderita AIDS dengan Infeksi
Oportunistik berdasarkan daerah tempat tinggal yang tertinggi adalah penderita yang
bertempat tinggal di wilayah Kota Medan (52,0%). 84,4%
15,6%
Wilayah Kota Medan
5.1.2 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Gambar 5.7 Diagram Batang Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Faktor Risiko Penularan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.7 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi faktor risiko
penularan tertinggi adalah melalui heteroseksual yaitu 64,3%, dan terendah biseksual
1,8%. Tingginya penderita dengan faktor risiko penularan heteroseksual
berganti-ganti pasangan menunjukkan perilaku yang buruk baik pada laki-laki maupun
perempuan.
Menurut data Kemenkes RI tahun 2015 jumlah kumulatif penderita
HIV/AIDS berdasarkan transmisi penularan, heteroseksual menempati urutan
pertama (81,3%), sedangkan Homoseksual berada pada urutan kedua (5,5%).
Hubungan seksual baik vaginal maupun oral merupakan cara transmisi yang paling
Risiko penularan HIV dapat terjadi dari pria-wanita maupun sebaliknya. Data
yang ada menunjukkan bahwa risiko dari pria pengidap HIV/AIDS kepada wanita
pasangannya lebih sering terjadi dibandingkan dari wanita pengidap HIV kepada pria
pasangannya (Irianto, 2014). Tingginya faktor risiko penularan dengan heteroseksual
mempunyai dampak pada risiko penularan dari ibu ke bayi (perinatal). Penularan
darsi ibu ke bayi terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar
berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa
terjadi pada saat kehamilan (Nursalam, 2011).
Oleh karena itu, dalam Permenkes No. 21 tahun 2013 pasal 17, ibu hamil
yang memeriksakan diri harus dilakukan promosi kesehatan dan pencegahan
penularan HIV melalui pemeriksaan diagnotis HIV dengan tes dan konseling yang
dianjurkan sebagai bagian dari asuhan antenatal care atau menjelang persalinan
khususnya untuk ibu hamil yang tinggal di daerah dengan epidemi meluas dan
terkonsentrasi atau ibu hamil dengan keluhan IMS dan tuberkulosis di daerah epidemi
rendah. Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2014, pola penularan HIV tidak
mengalami perubahan dalam 5 tahun terakhir. Infeksi HIV dominan pada
Heteroseksual, diikuti kelompok LSL (Lelaki berhubungan seks dengan lelaki).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siregar (2016) di RSUP
H. Adam Malik Tahun 2014 diperoleh bahwa proporsi penderita HIV/AIDS menurut
5.1.3 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Infeksi Oportunistik
a.Infeksi Oportunistik
Gambar 5.8 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.8 di atas, dapat dilihat bahwa distribusi proporsi
penderita HIV/AIDS yang berobat jalan sebanyak 70,6% penderita mempunyai
infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik merupakan kondisi timbulnya berbagai
gejala penyakit ringan atau lebih berat yang dapat sembuh spontan atau hanya sengan
pengobatan biasa, tergantung tingkat imunitas penderita. Penderita yang tidak
mempunyai infeksi oportunistik mungkin masih dalam kondisi asimtomatik
(tanpa gejala).
70,6% 29,4%
Ada Infeksi Oportunistik
Kondisi ini berlangsung sekitar 5 tahun, dimana keadaan penderita tampak
baik meskipun telah terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya
kekebalan tubuh penderita , tetapi masih berada pada tingkat ≥500 sel/μl
(Duarsa, N. W, 2011). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Elano (2011) di RSUP Haji Adam Malik yang menyatakan bahwa penderita
HIV/AIDS lebih banyak yang tidak memiliki infeksi opurtunistik (51,63%).
b. Jenis Infeksi Oportunistik
Gambar 5.9 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.9 di atas, dapat dilihat bahwa distribusi penderita
berdasakan jenis infeksi oportunistik tertinggi adalah TB Paru/Kelenjar yaitu 61,0%
dan yang terendah Pneumonia yaitu 7,8%. Tingginya penyakit Tuberkulosis
dikarenakan oleh infeksi tuberkulosis berkaitan erat dengan HIV. 61,0%
11,7% 10,4%
9,1% 7,8%
TB Paru/Kelenjar
Diare Kronis
Kandidiasis Oral
Hepatitis B
Hal ini terjadi karena orang dengan HIV, imunitas selulernya rusak, sedangkan
infeksi tuberkulosis berhubungan dengan kerusakan sistem kekebalan seluler.
(Djoerban, 2001). Selain itu, Indonesia berada di urutan ketiga negara endemis TB
Paru setelah India dan China. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis (2012) di
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Suliati Suroso Tahun 2011 diperoleh bahwa proporsi
penderita HIV/AIDS menurut jenis infeksi opurtunistik yang tertinggi adalah
Tuberkulosis (67,4%).
5.1.4 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jumlah CD4 terakhir
Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jumlah CD4 terakhir di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
47,0%
45,9% 7,1%
200-499
< 200
Dari 109 orang penderita hanya 85 orang penderita yang memeriksa jumlah
CD4nya pada tahun 2015.
Hal ini mungkin terjadi karena penderita HIV/AIDS tidak mengontrol jumlah CD4
nya dikarenakan biaya pemeriksaan yang mahal, atau jumlah CD4 penderita tidak
tercatat.
Pada gambar 5.10 dapat dilihat distribusi penderita berdasarkan jumlah CD4
tertinggi adalah CD4 200-499 sel/μl (47,0%) dan terendah CD4 ≥500 sel/μl (7,1%).
Pemeriksaan CD4 berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV
yang diberikan. Selain itu, pemeriksaan CD4 dilakukan untuk melihat apakah
terdapat perubahan jumlah CD4 setelah mendapatkan ARV. Jika jumlah CD4 tidak
dikontrol maka akan menyebabkan munculnya berbagai jenis infeksi oportunistik
karena sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun yang berpengaruh pada
semakin banyaknya pengobatan yang diterima penderita.
Dengan mengetahui jumlah CD4 sebelum dan selama menjalani terapi ARV
maka dapat dilihat keberhasilan atau kegagalan dari terapi tersebut (Murtiastutik,
2008). Oleh karena itu, pemeriksaan CD4 seharusnya dilakukan sebelum dan setelah
menerima terapi ARV. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Lubis (2013) di RSUP Haji Adam Malik, menyatakan bahwa distribusi jumlah CD4
5.1.5 Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Tahap Terapi Antiretroviral (ARV)
Gambar 5.11 Diagram Pie Proporsi Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan Berdasarkan Tahap Terapi ARV di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Tidak semua penderita mengikuti terapi ARV. Dari 109 orang penderita hanya
74 orang yang yang tercatat mengikuti terapi ARV. Hal ini disebabkan masih
kurangnya pemahaman penderita akan pentingnya ARV. Berdasarkan gambar 5.11 di
atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan tahap terapi ARV tinggi
adalah pada tahap Lini 1 (64,9%) dan terendah Lini 2 (16,2%). Pemerintah
menetapkan aspek yang harus diperhatikan sebelum menjalani terapi ARV yaitu:
Efektivitas, Efek samping, Interaksi obat, Kepatuhan, dan Harga obat. Saat terapi
Lini 1 kemungkinan satu atau lebih obat dalam rejimen harus diganti (substitusi)
karena masalah efek samping.
64,9% 16,2%
18,9%
Lini 1
Lini 2
Kepatuhan atau adherence merupakan salah satu aspek yang paling penting
karena terapi ARV akan gagal jika penderita sering tidak minum obat yang
berdampak pada munculnya virus yang resisten yang mengakibatkan toksisitas,
sehingga saat terapi Lini 2 sedikitnya dua rejimen dalam kombinasi obat harus diganti
(switch) dengan obat baru. Sebelum memulai terapi ARV, sebaiknya penderita harus
memahami program terapi ARV yang akan meminum obat seumur hidupnya berserta
konsekuensinya.
Sedangkan Stop merupakan keadaan saat penderita berhenti memakai ARV
karena berbagai alasan, salah satunya merupakan efek samping yang terlalu
menyulitkan penderita sehingga pasien berhenti minum obat. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya peningkatan risiko penularan (Kemenkes RI, 2011) dimana
virus telah resisten. Oleh karena itu kegiatan pemantauan pasien oleh petugas klinik
CST (Care Support Treatment) harus semakin ditingkatkan untuk mendukung
keberhasilan program terapi ARV yang bertugas melakukan perawatan secara
komprehensif dan berkesinambungan berupa dukungan sosial bagi penderita dan
keluarganya, kegiatan pencegahan salah satunya berupa pencegahan penularan dari
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Butar-butar
(2015) di RSUD Dr. Djasemen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 yang
menyatakan proporsi penderita HIV/AIDS yang mengikuti terapi ARV yang paling
banyak adalah Stop (64,1%) karena penderita meninggal, gagal follow up, dan pindah
dari poliklinik pelayanan RSUD Dr. Djasemen Saragih Pematangsiantar.
5.2 Analisis Statistik
5.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Gambar 5.12 Diagram Batang Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor risiko penularan pada Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.12 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
dengan faktor risiko penularan secara seksual pada jenis kelamin laki-laki (69,8%),
dan perempuan (30,2%). Proporsi penderita dengan faktor risiko penularan
Seperti diketahui bahwa faktor risiko penularan penularan non seksual lebih
tinggi pada laki-laki dibanding perempuan, hal ini sesuai dengan laporan Kemenkes
RI (2014) bahwa presentase kumulatif pengguna narkoba suntikan tertinggi adalah
laki-laki.
Tingginya proporsi laki-laki pada penularan seksual dikarenakan perilaku
seksual yang tidak baik. Hal ini dapat dilihat dari 80 orang laki-laki dengan faktor
risiko penularan seksual terdapat sebanyak 60 orang (69,8%) telah melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square nilai p>0,05
(p=0,098). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin
5.2.2 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Gambar 5.13 Diagram Batang Proporsi Tingkat Pendidikan Berdasarkan Faktor risiko penularan pada Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Berdasarkan gambar 5.13 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
HIV/AIDS yang berobat jalan dengan faktor risiko penularan seksual pada penderita
yang mempunyai pendidikan tinggi (87,2%) dan yang mempunyai pendidikan rendah
(12,8%), sedangkan proporsi penderita HIV/AIDS yang berobat jalan dengan faktor
risiko penularan non-seksual yang mempunyai pendidikan tinggi (65,2%) dan
pendidikan rendah (34,8%).
Tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan tingkat pengetahuan.
Pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS akan sia-sia jika tidak didukung dengan
Karena seksualitas tidak mengenal tingkat pendidikan melainkan berpengaruh pada
perilaku yang harus dikendalikan khususnya jika tersedia uang, kesempatan dan niat
yang tidak baik.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Exact Fisher diperoleh nilai
p<0,05 (p=0,026). Hal ini menunjukkan ada perbedaan proporsi tingkat pendidikan
berdasarkan faktor risiko penularan.
5.2.3 Pekerjaan Berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Berdasarkan gambar 5.14 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita
HIV/AIDS dengan faktor risiko penularan secara seksual pada penderita yang bekerja
(73,3%) dan yang tidak bekerja (26,7%), sedangkan proporsi penderita HIV/AIDS
dengan faktor risiko penularan non-seksual yang bekerja (69,6%) dan tidak bekerja
(30,4%).
Dalam penelitian ini diperoleh bahwa jenis pekerjaan tertinggi adalah
wiraswasta namun tidak dapat dipastikan bahwa pekerjaan tersebut lebih berisiko
untuk tertular HIV/AIDS. Selain itu, banyaknya penderita HIV/AIDS yang berstatus
bekerja berkaitan dengan kelompok umur produktif, yaitu kelompok umur
20-49 tahun.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square diperoleh nilai
p>0,05 (p=0,725). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi pekerjaan
5.2.4 Status Pernikahan Berdasarkan Faktor Risiko Penularan
Gambar 5.15 Diagram Batang Proporsi Status Pernikahan Berdasarkan Faktor risiko penularan Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Dari gambar 5.15 di atas, dapat dilihat bahwa pada penderita HIV/AIDS yang
berobat jalan berdasarkan faktor risiko penularan secara seksual pada berstatus
menikah (51,1%), belum menikah (41,9%), dan janda/duda (7,0%), sedangkan faktor
risiko penularan non seksual penderita yang menikah (30,4%), belum menikah
(56,6%) dan janda/duda (13,0%).
Tingginya proporsi hubungan seksual pada kelompok menikah dapat
dijelaskan melalui jenis kelamin. Laki-laki yang sudah menikah dan menderita
Sedangkan perempuan yang sudah menikah dan menderita HIV/AIDS karena tertular
dari suami mereka. Sedangkan tingginya proporsi non seksual dapat dijelaskan
karena terdapat penderita yang risiko penularannya dari Napza suntik (IDU) yang
belum menikah dan risiko penularan perinatal.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square diperoleh nilai
p>0,05 (p=0,188). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi status
pernikahan berdasarkan faktor risiko penularan.
5.2.5 Umur Berdasarkan Infeksi Oportunistik
Gambar 5.16 Diagram Batang Proporsi Umur Berdasarkan Infeksi Oportunistik Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
31,2%
Ada infeksi oportunistik Tidak ada infeksi oportunistik
<30 tahun
Dari gambar 5.16 di atas, dapat dilihat bahwa pada penderita HIV/AIDS yang
ada infeksi oportunistik paling banyak pada umur ≥ 30 tahun (68,8%), dan penderita
yang tidak ada infeksi oportunistik juga paling banyak terdapat pada umur ≥ 30 tahun
(62,5%).
Hal ini terjadi karena lebih banyak penderita HIV/AIDS yang berumur ≥ 30
tahun yang datang berobat. Virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh
menyebabkan adanya interaksi antara infeksi HIV dengan infeksi penyakit lainnya
sehingga muncul infeksi oportunistik. Penderita yang tidak ada infeksi oportunistik
mungkin masih dalam kondisi asimtomatik (tanpa gejala).
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square diperoleh nilai
p>0,05 (p=0,522). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi umur
5.2.6 Jenis Kelamin Berdasarkan Infeksi Oportunistik
Gambar 5.17 Diagram Batang Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Infeksi Oportunistik Penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015
Dari gambar 5.17 di atas, dapat dilihat bahwa pada penderita HIV/AIDS
yang ada infeksi oportunistik paling banyak pada laki-laki (74,0%)
dan penderita yang tidak ada infeksi oportunistik juga paling banyak terdapat pada
laki-laki (71,9%).
Hal ini disebabkan karena lebih banyak penderita HIV/AIDS laki-laki yang
datang berobat daripada penderita perempuan. Berdasarkan hasil analisis statistik
dengan uji Chi-Square diperoleh nilai p>0,05 (p=0,817). Hal ini menunjukkan tidak
ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan infeksi oportunistik.
74,0% 71,9%
Ada infeksi oportunistik Tidak ada infeksi oportunistik
Laki-laki
1. Berdasarkan karakteristik sosiodemografi, diperoleh bahwa distribusi proporsi
penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun
2015 tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku
batak, pendidikan SLTA/Sederajat, pekerjaan wiraswasta, status pernikahan
menikah, dan daerah tempat tinggal di wilayah kota Medan.
2. Distribusi proporsi faktor risiko penularan tertinggi adalah melalui hubungan
seksual yaitu, heteroseksual
3. Distribusi proporsi infeksi oportunistik penderita terbanyak adalah penderita yang
mempunyai infeksi oportunistik,
4. Distribusi proporsi jenis infeksi oportunistik tertinggi adalah TB Paru/Kelenjar
5. Distribusi proporsi jumlah CD4 terakhir penderita tertinggi adalah 200-499 sel/μl 6. Distribusi proporsi tahap terapi antiretroviral (ARV) tertinggi adalah lini 1
7. Tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan faktor risiko penularan.
9. Tidak ada perbedaan proporsi pekerjaan berdasarkan faktor risiko penularan
10. Tidak ada perbedaan proporsi status pernikahan berdasarkan faktor risiko
penularan.
11. Tidak ada perbedaan proporsi umur berdasarkan infeksi oportunistik
12. Tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan infeksi oportunistik
6.2 Saran
1. Diharapkan masyarakat tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah,
berganti ganti pasangan dan khusus usia produktif menjauhi NAPZA dan Tato
yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS.
2. Diharapkan wanita yang sudah menikah yang berisiko tertular HIV dari suaminya,
khususnya wanita yang sedang hamil melakukan test HIV untuk mencegah
terjadinya risiko penularan dari ibu ke bayi.
3. Kepada pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan khususnya bagian VCT (Voluntary
Counselling and Testing) lebih menekankan pemahaman penderita tentang terapi
ARV dan petugas klinik CST (Care Support Treatment) diharapkan lebih giat
memberikan dukungan sosial dan konseling kepada penderita dan keluarganya
4. Kepada pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan agar meningkatkan kelengkapan
pencatatan data mengenai infeksi opurtunistik, jumlah CD4 terakhir, tahap terapi
ARV yang diikuti penderita, dan mencatat jenis wiraswasta apa yang dimaksud
AIDS atau Acquirred Immune Deficiency Syndrome adalah suatu sindrom
penyakit defisiensi imunitas selular yang didapat, yang pada penderitanya tidak dapat
ditemukan penyebab defisiensi tersebut (Linuwih, 2015). Kerusakan progresif pada
sistem kekebalan tubuh akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi virus
HIV atau Human Immunodefciency Virus menyebabkan ODHA (Orang dengan
HIV-AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan
penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan
pasien sakit parah bahkan meninggal.
2.2 Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Virus ini ditemukan oleh
Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983) yang
mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada
waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National
Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTLV-III (Human T Lymphotropic
Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan
bahwa kedua virus ini sama dan ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah
penyelidikan pada 200 monyet hijau Afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus
Sehingga berdasarkan hasil penemuan International Committee on Taxonomy of
Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat
terhadap limfosit T (Duarsa,W.N, 2011).
2.3Epidemiologi
2.3.1 Distribusi dan Frekuensi
Sejak tahun 1980 jumlah penderita terus meningkat dan melanda seluruh
negara. Bahkan tidak terbatas di benua Amerika saja melainkan telah meluas pula ke
daratan Eropa, Inggris, Asia Selatan, Asia Tengah, Cina, Jepang, dan Hongkong.
Berdasarkan data WHO, proporsi kasus HIV tertinggi berada di wilayah Sub-Sahara
Afrika yaitu 70% dari seluruh kasus baru di dunia. Walaupun jumlah penderita di
Afrika paling buruk, namun jumlah orang terinfeksi oleh HIV meningkat di sebagian
besar beberapa wilayah, khususnya Eropa Timur, dan Asia Tengah. Di India dan Cina
terjadi peningkatan epidemik dengan prevalensi 1-2 % pada wanita hamil. Namun,
walaupun demikian terdapat perbedaan jumlah penderita laki-laki dan perempuan di
Amerika Serikat (Subowo, 2010). Distribusi penderita HIV/AIDS menurut umur di
Amerika Serikat, Eropa, Afrika dan ASIA tidak berbeda jauh. Kelompok terbesar
adalah golongan umur 30-39 tahun, 40-49 tahun dan golongan umur 20-29 tahun
Berdasarkan data UNAIDS jumlah orang yang hidup dengan HIV meningkat
tiap tahunnya walaupun kematian akibat AIDS menurun. Tahun 2012 terdapat
35,6 juta penderita HIV dengan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,4 juta
(3,93%) dan tahun 2013 terjadi peningkatan penderita HIV menjadi 36,2 juta dengan
jumlah kematian akibat AIDS 1,3 juta ( 3,59%).
Menurut Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2015, sejak tahun 2008 – 2013 kasus AIDS di Indonesia mengalami peningkatan.
Angka kematian (CFR) HIV/AIDS menurun dari 3,79% pada tahun 2012 menjadi
0,46% pada bulan September tahun 2014. AIDS case rate nasional atau angka
kejadian kasus AIDS tahun 2015 sebesar 26,42%. Tahun 2014 Sumatera utara
merupakan salah satu provinsi dengan jumlah kasus HIV terbanyak di Indonesia
setelah provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali. Dari 11
Provinsi di Indonesia, Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
dilaksanakannya Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011
dengan lokasi pelaksanaan survei di Kota Medan dan Deli Serdang. Menurut data
Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah
kasus HIV/AIDS tinggi tahun 2013 adalah adalah Kota Medan yaitu 421 kasus
(37,79%), Kabupaten Deli Serdang sebanyak 189 kasus (16,96%) dan Kota Pematang
Siantar sebanyak 100 kasus (8,97%) dari total seluruh penderita baru (Profil
2.3.2 Determinan
a. Host
Kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku risiko tinggi tertular HIV
adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas atau mereka yang sering
berganti-ganti pasangan seks, yaitu pelacur dan pelanggannya,
homoseksual/biseksual, waria, pengguna NAPZA suntik, wanita pekerja di panti
pijat/klab malam /diskotik, penerima transfusi darah/produk darah berulang dan anak
yang lahir dari ibu pengidap HIV. Distribusi penderita AIDS di negara-negara barat
menunjukkan kelompok homo/biseksual merupakan penderita terbesar, diikuti oleh
kelompok pengguna obat narkotika suntik. Di Afrika, AIDS banyak terjadi pada
kelompok heteroseksual. Di Amerika Serikat/Eropa Barat penderita kelompok ini
cenderung meningkat sejajar dengan makin banyaknya ‘reservoir’ HIV di masyarakat
seperti pada kelompok biseksual, IDU, dan pelacur (Irianto, 2014).
b. Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel CD4.
Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu sel-sel efektor imun
yang lainnya, serta daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV
akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut. Selama infeksi primer jumlah limfosit
CD4 dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4 pada
opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan
jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam
tubuh. Untuk penderita AIDS yang sudah didiagnosa 3 tahun sebelumnya
menunjukkan CFR 75% dan CFR yang sudah menderita AIDS selama 5 tahun adalah
100% (Irianto, 2014).
c. Environment
Lingkungan fisik, kimia, biologis berpengaruh terhadap HIV. HIV tidak tahan
hidup lama di lingkungan luar seperti panas, zat kimia (desinfektan), dan sebagainya.
Oleh karena itu, HIV relatif tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang lain jika
tidak melalui cairan tubuh penderita yang masuk ke dalam tubuh orang lain (Irianto,
2014). Faktor ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan norma-norma dalam
masyarakat dapat mempengaruhi perilaku kelompok individu, baik perilaku seksual
maupun perilaku yang berhubungan dengan kebiasaan tertentu. Bila lingkungan
memberikan peluang pada perilaku seksual yang “permisiveness” maka kelompok
masyarakat yang seksual aktif akan cenderung melakukan promiskuitas, sehingga
akan meningkatkan penyebaran HIV dalam masyarakat (Irianto, 2014).
2.4 Transmisi HIV/AIDS
Pola transmisi yang berhubungan dengan unsur tempat ke luar dan masuknya