• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PREOPERASI DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN

Bagian 1 : Identitas Responden Berikan tanda ceklist (√).

No. Responden (Isi oleh Peneliti) : 1. Nama Inisial :

2. Umur : …….. Tahun

3. Pengalaman Operasi :………Kali

4. Jenis Kelamin : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki

5. Agama : ( ) Islam ( ) Kristen ( ) Hindu ( ) Budha

6. Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) PerguruanTinggi

7. Pekerjaan : ( ) PNS ( ) Wiraswasta ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Pensiun ( ) Tidak Bekerja ( ) Pelajar

8. Status Perkawinan : ( ) Menikah ( ) Belum Menikah

(2)

Bagian 2 : Pemberian Informasi

Isilah data di bawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda ceklist (√ ) pada pilihan yang telah disediakan.

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

1. Perawat menginformasikan tentang masalah administrasi pra operasi.

2. Perawat menginformasikan hak untuk menolak dilakukan tindakan operasi.

3. Anda memperoleh informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh dokter?

4. Perawat memberikan surat pernyataan persetujuan (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.

5. Perawat menjelaskan pentingnya surat pernyataan persetujuan dan manfaatnya.

6. Perawat memberikan kesempatan kepada anda dan keluarga untuk mengutarakan masalah/kesempatan untuk bertanya.

7. Anda memperoleh informasi tentang penyakit anda?

8. Dokter menjelaskan tentang manfaat operasi.

9. Perawat menjelaskan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sebelum dan sesudah operasi?

10. Perawat menjelaskan pasien harus puasa dan waktu pelaksanaannya.

11. Perawat menjelaskan tentang tujuan pelaksanaan puasa.

(3)

13. Anda sudah tahu pembiusan apa yang akan dilakukan.

14. Anda sudah tahu kapan anda diperbolehkan makan dan minum.

15. Anda sudah tahu resiko yang terjadi saat pembiusan.

16. Anda sudah tahu resiko terjadinya operasi.

17. Anda sudah tahu resiko tidak melakukan operasi.

18. Perawat memberitahu kepada anda mengenai pelayanan kerohanian yang tersedia di rumah sakit.

19. Perawat menyiapkan peralatan untuk pasien beribadah ketika pasien membutuhkan.

20. Perawat mengajak pasien untuk berdoa bersama untuk kesembuhan pasien.

21. Perawat memberikan informasi dengan bahasa yang mudah diterima pasien.

Bagian 3 : Kuesioner Tingkat Kecemasan

Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan tingkat kecemasan saudara, jawablah dengan memberi (√) pada kotak pilihan anda. Keterangan pilihan jawaban :

• Tidak pernah sama sekali : 1

• Kadang-kadang mengalami demikia : 2

• Sering mengalami demikian : 3

• Selalu mengalami demikian setiap hari : 4

No. Pernyataan Pilihan

1 2 3 4

1. Saya merasa lebih gugup dari biasanya.

(4)

3. Saya merasa tidak tenang.

4. Saya merasa sendirian.

5. Saya merasa kesulitan mengerjakan sesuatu.

6. Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar.

7. Saya terganggu dengan rasa sakit di tubuh saya misalnya di kepala, leher, dan nyeri punggung.

8. Saya merasa mudah lemah.

9. Saya tidak dapat istirahat dengan tenang.

10. Saya merasa jantung saya berdebar-debar dengan cepat.

11. Saya mengalami pusing tiba-tiba.

12. Saya merasa seperti pingsan.

13. Saya merasa dada saya sesak atau tertekan.

14. Saya merasa kaki dan jari-jari kaki saya kebas atau mati rasa.

15. Saya merasa sakit perut atau gangguan pencernaan.

16. Frekuensi buang air kecil lebih sering dari biasanya

17. Tangan saya dingin dan basah oleh keringat

18. Wajah saya terasa panas dan kemerahan

19. Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam

(5)
(6)
(7)

Daftar Riawayat Hidup

Nama : Ainun Sari

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 07 Oktober 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bilal Ujung Gg. Dwikunti No. 68F

Orang Tua (Ayah) : Abdul Hamid

Orang Tua (Ibu) : Elfi Khairoza Lubis

Riwayat Pendidikan

1. TK Nusa Bangsa Medan, Tahun 1999-2000

2. SD Negeri 064965 Medan, Tahun 2000-2006

3. SLTP Negeri 11 Medan, Tahun 2006-2009

4. SMA Negeri 3 Medan, Tahun 2009-2012

(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Descriptive Statistics

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(17)

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pemberian_informasi *

tingkat_kecemasan 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%

pemberian_informasi * tingkat_kecemasan Crosstabulation

Count

tingkat_kecemasan

Total

ringan sedang

pemberian_informasi tidak adekuat 3 1 4

Adekuat 28 36 64

Continuity Correctionb .490 1 .484

Likelihood Ratio 1.519 1 .218

Fisher's Exact Test .324 .243

Linear-by-Linear Association 1.460 1 .227

N of Valid Casesb 68

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,82.

(18)
(19)

Roymond 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3

Lo : Angka penilaian validitas terendah (1)

N : Jumlah penilai (1)

C : Angka penilaian validitas tertinggi (4)

(20)

No. p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 Total

Berikut ini merupakan hasil perhitungan reliabilitas menggunakan KR 21



11 k = jumlah pertanyaan

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adikusumo. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan. Jurnal Kesehatan Mental

Baradero, dkk. 2008. Keperawatan Preoperatif : Prinsip dan Praktik. Jakarta : EGC

Budianto. 2009. Panduan Praktis Etika Profesi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.

Budikasi, dkk. 2015. Hubungan Pemberian Informed Consent dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Kategori Status Fisik I-II Emergency ASA di IGD RSUP Prof. Dr. R. D Kandou. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi. Manado

Dahlan, S. 2000. Hukum Kesehatan. Semarang : FK UNDIP.

Diyono, dkk. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Bedah di RS Dr. Oen Surakarta.

Elya, A, R. 2014. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Dilakukan Tindakan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso. Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Jember

Fadilla. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan. Jakarta. Depkes RI.

Fiest, J & Feist, G. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta : EGC

Fyfe, A, D. 1999. Anxiety and The Preoperative Patient. British Journal of Theatre Nursing, vol 9, No 10.

Gallo, H. 1995. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI. Jakarta : EGC

Guwandi. 2005. Informed Consent& Informed Refusal. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Guwandi. 2007. Rahasia Medis. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Gruendemann, B, J & Fernsebner, B. 2006.Buku Ajar Keperawatan Perioperatif.Vol II. Jakarta : EGC.

Gunarso, DS. 1995. Psikologis Perawatan. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Harahap, I. A., & Erniyati. 2014. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Edisi 2.Medan

(22)

Lapian, dkk. 2016. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Tindakan Operasi dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi

Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan BTPK Padjajaran.

Long, B. C. 2001.Perawatan Medikal Bedah 8. IAPK

Luckmann.,& Sorensen. 1993. Medical Surgical Nursing: A Psychopatologic Approach. Philadelphia.

Manuaba. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : Salemba Medika.

Mubarak.,& Cahyatin.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.

Nadeak, R, J. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di Ruangan RB2 RSUP HAM. Fakultas Keperawatan USU

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitiian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineke Cipta.

Paramastri. 2008. Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 24 Nomor 3.

Potter, P.A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Vol. 1. Edisi 4.Jakarta : EGC.

Potter, P.A., & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Vol. 2. Edisi 4.Jakarta : EGC.

Roper.2002 Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika.

Sari, A. P. 2014.Hubungan Pemberian Infomasi Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor Ortopedi di RSUDZA Banda Aceh. FK Unsyiah. Darussalam Banda Aceh

Sawitri, E., & Sudaryanto, A. 2004.Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Ortopedi RSUI Kustati Surakarta. FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setiadi. 2007. Konsep & Penelitian Riset Keperawatan. Yogyakarta : Garaha Ilmu.

(23)

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Edisi8.Jakarta : EGC

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta : EGC

Stuart, G.W. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.

Stuart, G.W. 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.

Stuart & Laraia. 1998. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. USA : Mosby Company.

Suharto. 2008. Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta.

Suwandi, G. 2005. Rahasia Medis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Taylor. 1997. Fundamentals of Nursing 3rd Ed. Philadephia : Lippincott.

Wilkinson & Nancy. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi IX. Alih Bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta. EGC.

Zung, W, W, K. 1971. A Rating Instrument For Anxiety Disorders.

Psychomatics.Avaliable at

(24)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal

khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidakdapat

langsung diamati dan diukur, konsep hanya dapat diamati atau diukurmelalui

konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah

simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel

adalah sesuatu yang bervariasi. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah

kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui

penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).

Pada penelitian ini mengenai hubungan pemberian informasi dengan tingkat

kecemasan pada pasien preoperasi. Dalam hal ini pemberian informasi pada

pasien preoperasi merupakan variabel bebas (independen) dan tingkat kecemasan

merupakan variabel terikat (dependen). Kerangka konsep pada penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Tentang Hubungan Pemberian Informasi

Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi. Pemberian informasi pada

(25)

2. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang

lain (Notoatmodjo, 2005).

Variabel pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Variabel bebas (independen variabel) dissebut juga variabel prediktor, stimulus, input atau variabel yang mempengaruhi, variabel bebas

merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian adalah

pemberian informasi pada pasien preoperasi.

2. Variabel terikat (dependen variabel) sering disebut variabel kriteria, respon, dan output (hasil), variabel dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen

(bebas). Variabel terikat dalam penelitian adalah tingkat kecemasan.

3. Hipotesis

Ha : ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien

preoperasi di RS Dr. Pirngadi Medan.

Ho : tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada

(26)

4. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(27)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, yaitu rancangan

penelitian yang menelah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau

sekelompok objek (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada

pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti

(Notoatmodjo,2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien

sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dari data yang

diperoleh, klien yang melakukan operasi pada bulan April 2016 yang

berjumlah 219 orang.

2.2Sampel

Sampel adalah sebagian dari seluruh obyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini

adalah pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin

(28)

� = N

1+N(d)2

� = 219

1 + 219(0,1)2

�= 219

3,19= 68,65

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)

Dengan demikian total sampel penelitian adalah 68 responden.

2.3Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling

dengan cara mengambil subyek bukan berdasarkan random atau teknik daerah

tetapi didasarkan atas tujuan tertentu, yaitu hanya mengambil pasien

praoperasi. Sampel yang di ambil adalah yang memenuhi kriteria yang

digunakan yaitu :

1. Pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan

2. Pasien preoperasi mayor

3. Dalam keadaan sadar atau dapat berkomunikasi

4. Berusia dari 15-60 tahun

(29)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei 2016

sampai dengan selesai.

4. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitianya setelah

mendapat persetujuan dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti

meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab

Rumah Sakit. Untuk melindungi hak-hak subjektif dan menjamin kerahasiaan

identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden namun

pada lembar pengumpulan data yang diisi namun hanya mencantumkan kode pada

data oleh peneliti. Apabila calon responden bersedia, maka responden

dipersilahkan untuk menandatangani informed consent tetapi jika calon responden

tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan

diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak

menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik

maupun psikologis. Data-data yang telah diperoleh dari responden hanya akan

digunakan untuk kepentingan penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini telah

mendapat persetujuan oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan

(30)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri dari tiga bagian

yaitu: pertama kuesioner data demografi responden, kuesioner pemberian

informasi, kuesioner tingkat kecemasan.

Kuesioner data demografi responden meliputi inisial nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman

operasi.

Kuesioner pemberian informasi, peneliti menggunakan alat pengumpulan data

berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri dengan berpedoman pada

tinjauan pustaka. Pada kuesioner pemberian informasi berisi 21 pertanyaan

dimana setiap pertanyaan dijawab “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0.

Penilaian total skor adalah adekuat diberi skor > 11 dan tidak adekuat diberi skor

< 11.

Kuesioner tingkat kecemasan, peneliti menggunakan kuesioner yang diadopsi

dari kuesioner dengan metode Zung Self-Rating Anxiety Scale yaitu penilaian

kecemasan yang dirancang oleh William W.K Zung. Pada kuesioner tingkat

kecemasan ini berisi 20 pernyataan dimana setiap pernyataan dinilai 1-4 dimana

skor 4 menggambarkan hal negatif (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sering,

4: selalu). Penilaian total skor adalah ringan diberi nilai skor 20-40, sedang diberi

(31)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Reliabilitas adalah indeks yang

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang dapat dipercaya atau dapat

diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, kuesioner pemberian

informasi disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori sehingga

akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas yang dilakukan

adalah uji validitas isi (content validity), dilakukan dengan konsultasikan kepada

pakar yaitu dosen yang ahli di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan uji validasi tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang

efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin

diukur sesuai dengan teori atau konsep. Uji validitas menggunakan rumus Aiken’s

V dengan nilai 1. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa

intrument penelitan yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk

penelitian selanjutnya. Uji reliabilitas kuesioner pemberian informasi dilakukan

kepada 10 pasien praoperasi di Rumah Sakit Haji Medan, dilakukan dengan

menggunakan rumus KR-21. Instrument dikatakan reliabel jika nilainya >0,7.

Kemudian hasil yang didapatkan yaitu 0,928417.

Sedangkan kuesioner tingkat kecemasan diadopsi dari kuesioner baku yaitu

Zung Self-Rating Anxiety Scale yang memiliki konsistensi internal (alpha

chronbach 0,803). Selanjutnya peneliti menterjemahkan kuesioner baku Zung

Self-Rating Anxiety Scale dari bahasa inggris ke bahasa Indonesia dibantu staf

(32)

validitas dan reliabilitas lagi karena kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

yang diadobsi dan telah di uji valid dan didapatkan nilai 0.92 dan uji reliabilitas

didapatkan nilai 0,808.

7. Pengumpulan Data

Prosedur awal peneliti adalah dengan mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti

meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab

Rumah Sakit. Setelah dapat izin, kemudian peneliti minta izin kepada Kepala

Instalasi Rawat Inap. Dan setelah itu, peneliti dapat izin ke ruang pasien, sebelum

ke ruang pasien izin dulu kepada Kepala Ruangannya. Kemudian Karu yang

memberikan pasien elektif yang dijadikan responden peneliti. Dan setelah peneliti

dapat responden, peneliti memperkenal diri dan menjelaskan tujuan penelitian

kepada reponden. Dan peneliti mengajukan ke pasien untuk menjadi responden.

Apabila responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk

menandatangani informed consent dan peneliti memberikan kuesioner/wawancara

kepada responden tetapi jika responden tidak bersedia maka responden berhak

untuk menolak. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti mengecek

kembali kuesioner bahwa responden mengisi dengan lengkap sebelum dianalisis

(33)

8. Analisa Data

Langkah-langkah pengelolaan data sebagai berikut :

a. Editing

Melengkapi, memperjelas, mengecek dan memperbaiki jawaban

responden pada kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti mengecek

jawaban responden pada kuesioner dan semua pertanyaan pada kuesioner

telah dijawab oleh responden.

b. Coding

Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan

analisis data menggunakan komputer.

c. Processing

Proses mengelola data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat tabel

rekapitulasi data dan memindahkan skor yang jawaban responden pada

tabel rekapitulasi data. Peneliti kemudian melakukan pengolahan data

secara komputerisasi.

d. Clearing

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah ada

kesalahan atau tidak. Peneliti memeriksa hasil pengelolaan dan mengolah

kembali hasil penelitian dan tidak ditemukan kesalahan dalam

(34)

Adapun tahap-tahap analisa data sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian, pada

umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari

tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat terdiri dari variable

pemberian informasi prabedah dan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

b. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005).

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel dengan

menggunakan chi square, dimana derajat kemaknaan α = 0,05. Apabila

nilai p value < 0,05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan dua variabel

dan apabila p value > 0.05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan

(35)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pengumpulan data yang telah dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada

bulan Mei sampai Juli 2016 yang berjudul “Hubungan Pemberian Informasi

dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan”

dengan responden sebanyak 68 pasien preoperasi. Hasil penelitian disajikan

dalam bentuk analisis univariat dan bivariat sebagai berikut.

1.1 Analisis Univariat

Hasil dari analisis univariat menampilkan tabel distribusi frekuensi dan

persentase dari karakteristik responden, pemberian informasi, tingkat kecemasan

pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi.

1.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman operasi. Dari 68

responden yang terkumpul menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada

pada usia 15-30 tahun sebanyak 25 orang (36,76%) dan usia 46-60 tahun

sebanyak 25 orang (36,76%). Jenis kelamin responden paling banyak adalah

perempuan sebanyak 38 orang (55,88%). Berdasarkan agama responden lebih

dominan beragama Islam sebanyak 43 orang (63,24%). Berdasarkan pendidikan

responden terbanyak adalah SMA sebanyak 43 orang (63,24%). Pekerjaan

(36)

perkawinan responden lebih banyak pada status menikah sebanyak 37 orang

(54,11%). Serta pengalaman operasi mayoritas 1 kali sebanyak 65 orang

(95,59%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

(37)

1.1.2 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi

Pemberian informasi pada pasien preoperasi dibagi 3 kategori yaitu baik,

cukup, kurang. Dari 68 responden, mayoritas pasien preoperasi mendapatkan

pemberian informasi adekuat sebanyak 64 orang (94,1%) dan pemberian

informasi tidak adekuat terdapat 4 orang (5,9%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan

Pemberian Informasi Frekuensi Persentase

Adekuat 64 94.1

Tidak Adekuat 4 5.9

1.1.3 Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi

Tingkat kecemasan pasien preoperasi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang

dan berat. Dari 68 responden, lebih banyak responden mengalami tingkat

kecemasan sedang sebanyak 37 orang (54,51%), pada tingkat kecemasan ringan

sebanyak 31 orang (45,59%), dan untuk tingkat kecemasan berat tidak ada.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD dr Pringadi Medan

Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase

Ringan 31 45,59

(38)

1.2 Analisis Bivariat

1.2.1 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Hasil dari analisis bivariat ini menampilkan Tabel 4. Yaitu hubungan kedua

variabel yaitu pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien

preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan analisis sebagai berikut :

Tabel 5.4 Hasil Analisa Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa penggunaan Chi Square

menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang

menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan

pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi. Artinya,

tingkat kecemasan pada pasien preoperasi masih banyak mengalami kecemasan

sedang dikarenakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat

kecemasan pasien preoperasi

Variabel 1 Variabel 2 p-value Keterangan

Pemberian Informasi

Tingkat

Kecemasan 0,223

Tidak terdapat hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan

(39)

2. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, pembahasan digunakan untuk

menjelaskan hasil penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian tentang

hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di

RSUD dr Pringadi Medan.

2.1 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pemberian informasi pada pasien

preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan paling banyak mendapatkan pemberian

informasi adekuat yaitu 64 orang (94,1%) dan pemberian informasi tidak adekuat

yaitu 4 orang (5,1%).

Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana

kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu. Perawat

sebaiknya mengingat bahwa pada kemampuan untuk memahami atau mengingat

informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut

beberapa kali kepada pasien (Fyfe, 1999)

2.2 Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 68 pasien praoperasi di RSUD dr.

Pirngadi Medan sebahagian pada tingkat kecemasan sedang 54,51% sedangkan

pada tingkat kecemasan ringan 45,59%, dan untuk tingkat kecemasan tinggi tidak

(40)

tingkat kecemasan pasien prabedah paling banyak mengalami kecemasan sedang

yaitu 60%, dimana kecemasan terjadi pula pada pasien prabedah dengan tingkatan

tertentu ringan, sedang, maupun berat. Hal ini yang disebabkan karena pasien

merasa takut dan kurangnya pengetahuan tentang operasi yang akan dilakukan

(Wilkinson & Nancy, 2011)

Menurut Kaplan & Sadock (1997) faktor yang mempengaruhi kecemasan

pasien anatara lain : usia dan jenis kelamin yaitu lebih banyak pada wanita.

Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang berusia 15-30 tahun dan 46-60 tahun mengalami kecemasan sedang 36.76%,

dimana semakin bertambahnya usia, kematangan psikologi individu semakin baik.

Artinya semakin matang psikologis seseorang, semakin baik pula adaptasi

terhadap kecemasan (Feist, 2010)

Berdasarkan jenis kelamin hasil yang didapatkan responden terbanyak berjenis

kelamin perempuan 55,88%, dimana perempuan lebih cenderung mengalami

kecemasan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan dirasa lebih

sensitif terhadap permasalahan, sehingga mekanisme koping perempuan lebih

kurang baik dibandingkan laki-laki (Gunarso, 1995)

Menurut Adikusumo (2003) faktor eksternal mempengaruhi tingkat

kecemasan diantaranya yaitu pendidikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas

tingkat pendidikan pada pasien preoperasi sebagian besar responden dengan

pendidikan SMA yaitu 63,24% dan perguruan tinggi 7,35%, ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi pendidikan semakin rendah respon kecemasannya. Hal ini

(41)

tingkat pendidikan lebih banyak SMA yaitu 69,2%, dimana tingkat pendidikan

yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif selama respon

kecemasan berlangsung. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk

mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah (Gallo, 1995)

Berdasarkan pekerjaan hasil yang diperoleh diatas pekerjaan responden

terbanyak adalah tidak bekerja 60,3%. Notoatmodjo (2007) bekerja umumnya

adalah kegiatan yang menyita waktu sehingga dengan bekerja kecemasan dapat

menjadi lebih ringan dibandingkan orang yang tidak bekerja.

2.3 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan Chi Square

menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang

menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan

pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr.

Pirngadi Medan.

Menurut Baradero, dkk (2008) mengatakan bahwa sebelum melakukan

aktivitas pemberian informasi terlebih dahulu dikaji tentang kesiapan dan

kemampuan pasien karena pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi akan

sulit menangkap apa yang dijelaskan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Elya, A, R. (2014) yang meneliti

tentang hubungan pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan dengan

tingkat kecemasan pasien rawat inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso.

(42)

menunjukkan bahwa nilai p-value yaitu 0,074 lebih besar dari nilai signifikan

0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan pemberian

informasi sebelum dilakukan tindakan dengan tingkat kecemasan pasien rawat

inap.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Budikasi, dkk (2015) yang

meneliti tentang hubungan pemberian informed consent dengan tingkat

kecemasan pasien preoperasi di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dengan

menggunakan uji statistik chi square. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

nilai p-value : 0,03 < 0,05, dapat disimpulkan ada hubungan pemberian informed

consent dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi.

Penelitian ini juga tidak sejalan dilakukan oleh Lapian, dkk (2016) tentang

hubungan pemberian informasi sebelum tindakan operasi dengan tingkat kepuasan

pasien di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Metode pengujian yang

digunakan adalah metode nonparametric test chi-square. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa nilai p-value berada pada nilai 0,000 lebih kecil dari tingkat

signifikansi 0,05, bahwa terdapat hubungan pemberian informasi sebelum

(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan pemberian informasi

dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan”

maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian informasi pada pasien preoperasi hasil yang diperoleh yaitu

pemberian informasi adekuat

2. Kecemasan pada pasien preoperasi lebih banyak berada pada kategori

kecemasan sedang.

3. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai p-value lebih kecil dari nilai

signifikan yang menunjukkan bahwa H0 diterima, maka disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan

pasien preoperasi.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak

antara lain :

1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam

pengembangan keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah

sehingga perlu diberi penekanan materi tentang pemberian informasi

(44)

2. Pelayanan Keperawatan

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien preoperasi yang

dirawat di rumah sakit, hendaknya perawat memberikan informasi dalam

mengenai operasi pasien guna mengurangi tingkat kecemasan pasien

preoperasi.

3. Peneliti Keperawatan

Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut

mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kecemasan

(45)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori Kecemasan 1.1Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan

menyebar sert tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang

spesifik (Stuart, 2007)

1.2Penyebab Kecemasan

Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam

dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya

terlihat jelas di dalam pikiran.

Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.

Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan

dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang

mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya

1.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Preoperasi

Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1. Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung

(46)

yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat

penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga

terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada

tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat

meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari

mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku

cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun

kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.

Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu

berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama

perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat

membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi

stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam

membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan

mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.

2. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang

diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari

masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa

komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas

kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.

Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan/keyakinan klien

(47)

sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam

perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila

klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien

akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun

tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan

kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan

menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.

Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan

penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang

ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang

tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan

ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan

berlangsung serta proses berlangsungnya operasi. Dengan demikian,

keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif

terhadap tenaga kesehatan.

3. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut

terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang

dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan

dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini

adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang

potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat

(48)

Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada

latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara

yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui

mengenai operasi yang akan berlangsung. Informasi yang dapat membantu

pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan–pemeriksaan

sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi,

alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu,

mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan

pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan

merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan Dengan mengetahui

prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat

mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi

kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan

memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari

pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan

berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan

perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya

dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya,

arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud

(49)

4. Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani

operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat

subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan

dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang

akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca

pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap

nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.

5. Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri

mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien

mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan,

terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas

kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan

kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan.

Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan

yang realistik terhadap pembedahan.

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber

internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan,

yaituancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman

terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang

atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

(50)

sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti

kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau

bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat

kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh

secara keseluruhan. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan

identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa

kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di

masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,

teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius

seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap

sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan

menghasilkan suatu kecemasan.

1.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat

antara lain:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis

ditandai dengan jarang nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gelaja

ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif

(51)

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon

perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada

tangan,suara kadang-kadang meningkat.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang membuat seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang

terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi

menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa

yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan,

bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang

terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua

perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan

kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologis : nafas pendek,

nadi dan tekanan darah menigkatkan, berkeringat, ketegangan dan sakit

kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu

menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman

(52)

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya

kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun

dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit

dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif :lapang

persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan

emosi :mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.

2. Hubungan Kecemasan terhadap Praoperasi

Kecemasan pra operasi pada umumnya disebabkan karena pasien tidak

mengetahui konsekuensi pembedahan itu sendiri. Pasien yang cemas sering

mengalami ketakutan atau perasaan yang tidak tenang. Kecemasan dapat yang

dialami pasien akan menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun

psikologis. Berdasarkan psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor

yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi yang terjadi

melalui serangkaian yang diperantai oleh HPA-axis (hipotamulus, pituitary dan

adrenal). Stres dan kecemasan akan merangsang hipotamulus untuk meningkatkan

produksi Corticotropin Releasing Hormon (CRF). CRF ini selanjutnya akan

merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi

Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan meningkatkan

sekresi kortisol dan aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Hal ini yang

akan merespon adanya stres dan kecemasan. Pelepasan hormon tersebut

merangsang peningkatan kerja sistem simpatis dan parasimpatis susunan saraf

(53)

air kecil atau susah buang air kecil, mulas, mencret, keringat dingin, jantung

berdebar-debar, hipotensi atau hipertensi, sakit kepala dan sesak nafas. Pada

pasien operasi maka sebelum pembedahan kita dapat membantu pasien dalam

menghilangkan ketegangan atau kecemasan dengan cara memberikan latihan

relaksasi dalam membantu mengontrol kecemasan.

3. Pre Operasi

3.1 Pengertian Operasi

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat

memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas

dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon

fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif.

Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra

bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah.

3.2 Pengertian Pre Operatif

Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu

tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum

dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan

untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien

(54)

3.3 Gambaran Pasien Pre Operatif

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental

aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres

fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi

akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang

dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi

pembedahan antara lain:

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi

normal.

c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)

d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama.

e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan

petugas.

f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi

g. Takut operasi gagal

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat

mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya

perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan frekuensi nadi dan

pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang

(55)

dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu

menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.

Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen

(1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang

meliputi :

a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik

ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)

b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan

setelah tindakan operasi.

c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh

anastesi.

e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah

tindakan operasi.

f. Mendapatkan istirahat yang cukup.

g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta

menandatangani inform consent.

h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

4. Tindakan Keperawatan Preoperatif

Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang

dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang

(56)

dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting

sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek

1992) yang dikutip Barbara J. G (2008).

Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh

perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan

pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.

Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat

diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari

kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang

dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada

tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara

masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,

yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999).

Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis

dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu

operasi.

4.1Persiapan Pasien Preoperasi a. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2

tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum

(57)

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status

kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik

lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status

pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,

dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan

istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,

tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,

tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu

terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat

badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin

dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi

harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang

cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan

pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan

pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling

sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan

sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang

lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa

(58)

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan

output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam

rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di

antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar

kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –

1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi

ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan

ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka

operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami

gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut,

maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali

pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

4) Kebersihan Lambung dan Kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi

keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan

dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan

enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya

puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan

lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan

lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area

pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca

(59)

(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan

lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric

tube).

5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari

terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut

yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga

mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.

Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan

pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada

lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati

jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali

pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa

lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis

operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat

kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada

daerah sekitar perut dan paha.Misalnya :apendiktomi, herniotomi,

uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan

hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada

(60)

6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi

karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat

mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang

kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan

daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu

memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan

memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan

pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan

kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

8) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal

ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi

pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada

tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara

lain: latihan nafas dalam, batuk efektif dan gerak sendi.

b. Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang,

maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang

(61)

adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan

lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan

untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai

pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa

menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah

memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan

untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk

itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan

laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan

masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,

Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto

thoraks dan EKG.

Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada

pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap

pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani

oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien

preoperasi antara lain :

1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,

abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi),

CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic

Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,

Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio

(62)

2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah

:hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),

jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit

(kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN,

dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika

penyakit terkait dengan kelainan darah.

3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan

jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.

Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor

ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.

4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) dilakukan untuk

mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal

atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam

(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga

dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).

c. Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk

keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi

kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik

yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri

pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan

(63)

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya

akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

d. Informed Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan

tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien

maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi

sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan

menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan

dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun

mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat

dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam

kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi

yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali

ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera

setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor

seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan

terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama

dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit

menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang

bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat

pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan

(64)

tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun

keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan

mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur

pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika

petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya

berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini

sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan

dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan

ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

e. Persiapan Mental

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam

proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil

dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa

muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus

mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu

mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam

menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya

orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.

Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat

menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapa operasi, antara lain :

pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga tentang

tujuan atau alasan tindakan operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga

(65)

pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas

kamar operasi dan juga tentang prosedur. Pengetahuan tentang

latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setelah

operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-lain.

Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau

perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan

mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum

operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang

menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk

menjalani operasi.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor

(1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara : membantu pasien

mengetahui tentang tindakan yang dialami pasien sebelum opersi,

memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang

akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat

kamar operasi, dan lain-lain.

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka

diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun

demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang

berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.

a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan

persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan

(66)

dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya,

pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang

dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang

lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan

dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.

b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan

tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada

pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di

antar ke kamar operasi.

c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan

hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan

kecemasan pada pasien.

d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,

seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk

menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan

istirahatnya terpenuhi.

Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar

operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga

membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada

pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien sampai

ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang

(67)

Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan

dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan

stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan

kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal

yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional

ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor,

1997 ).

Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai

peran perawat perioperatif antara lain :

a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien

untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana

operasi

b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan

perhatian

c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi

d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan

g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi

h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama

(68)

Sehari sebelum operasi :

a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan

memberikan dukungan spiritual bila diperlukan

b. Melakukan pembatasan diet pre operasi

c. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan

d. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi

Hari pembedahan :

a. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap

b. Mengecek tanda – tanda vital

c. Mengecek inform consent

d. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi

e. Melepaskan protese dan kosmetik

f. Melakukan perawatan mulut

g. Mengosongkan blas dan bowel

h. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi

i. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order

dokter)

5. Informed Consent

Peraturan Menkes No. 290 tahun 2008 istilah informed consent ini

diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM), peraturan ini berlaku

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Tentang Hubungan Pemberian Informasi
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pemberian Informasi pada
Tabel 5.4 Hasil Analisa Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat

Referensi

Dokumen terkait

According to results observed that the adsorption capacity of silica 65% is greatest, the increase of ratio of chitosan in adsorbent increasing ability to adsorbent to adsorb Cd 2+

1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

[r]

Buku besar, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD untuk memposting

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Buku yang digunakan dalam mencatat transaksi dalam prosedur akuntansi aset mencakup:.. Buku Jurnal Umum, Buku Besar, dan Buku

[r]

Getaran tanah hasil peledakan dilakukan untuk mendapatkan jumlah isian maksimal setiap lubang ledak yang berhubungan dengan jarak pengukuran dekat kawasan