KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PREOPERASI DI RSUD DR. PIRNGADI
MEDAN
Bagian 1 : Identitas Responden Berikan tanda ceklist (√).
No. Responden (Isi oleh Peneliti) : 1. Nama Inisial :
2. Umur : …….. Tahun
3. Pengalaman Operasi :………Kali
4. Jenis Kelamin : ( ) Perempuan ( ) Laki-laki
5. Agama : ( ) Islam ( ) Kristen ( ) Hindu ( ) Budha
6. Pendidikan : ( ) Tidak Sekolah ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) PerguruanTinggi
7. Pekerjaan : ( ) PNS ( ) Wiraswasta ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Pensiun ( ) Tidak Bekerja ( ) Pelajar
8. Status Perkawinan : ( ) Menikah ( ) Belum Menikah
Bagian 2 : Pemberian Informasi
Isilah data di bawah ini dengan tepat dan benar. Berilah tanda ceklist (√ ) pada pilihan yang telah disediakan.
No. Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1. Perawat menginformasikan tentang masalah administrasi pra operasi.
2. Perawat menginformasikan hak untuk menolak dilakukan tindakan operasi.
3. Anda memperoleh informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh dokter?
4. Perawat memberikan surat pernyataan persetujuan (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
5. Perawat menjelaskan pentingnya surat pernyataan persetujuan dan manfaatnya.
6. Perawat memberikan kesempatan kepada anda dan keluarga untuk mengutarakan masalah/kesempatan untuk bertanya.
7. Anda memperoleh informasi tentang penyakit anda?
8. Dokter menjelaskan tentang manfaat operasi.
9. Perawat menjelaskan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sebelum dan sesudah operasi?
10. Perawat menjelaskan pasien harus puasa dan waktu pelaksanaannya.
11. Perawat menjelaskan tentang tujuan pelaksanaan puasa.
13. Anda sudah tahu pembiusan apa yang akan dilakukan.
14. Anda sudah tahu kapan anda diperbolehkan makan dan minum.
15. Anda sudah tahu resiko yang terjadi saat pembiusan.
16. Anda sudah tahu resiko terjadinya operasi.
17. Anda sudah tahu resiko tidak melakukan operasi.
18. Perawat memberitahu kepada anda mengenai pelayanan kerohanian yang tersedia di rumah sakit.
19. Perawat menyiapkan peralatan untuk pasien beribadah ketika pasien membutuhkan.
20. Perawat mengajak pasien untuk berdoa bersama untuk kesembuhan pasien.
21. Perawat memberikan informasi dengan bahasa yang mudah diterima pasien.
Bagian 3 : Kuesioner Tingkat Kecemasan
Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan tingkat kecemasan saudara, jawablah dengan memberi (√) pada kotak pilihan anda. Keterangan pilihan jawaban :
• Tidak pernah sama sekali : 1
• Kadang-kadang mengalami demikia : 2
• Sering mengalami demikian : 3
• Selalu mengalami demikian setiap hari : 4
No. Pernyataan Pilihan
1 2 3 4
1. Saya merasa lebih gugup dari biasanya.
3. Saya merasa tidak tenang.
4. Saya merasa sendirian.
5. Saya merasa kesulitan mengerjakan sesuatu.
6. Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar.
7. Saya terganggu dengan rasa sakit di tubuh saya misalnya di kepala, leher, dan nyeri punggung.
8. Saya merasa mudah lemah.
9. Saya tidak dapat istirahat dengan tenang.
10. Saya merasa jantung saya berdebar-debar dengan cepat.
11. Saya mengalami pusing tiba-tiba.
12. Saya merasa seperti pingsan.
13. Saya merasa dada saya sesak atau tertekan.
14. Saya merasa kaki dan jari-jari kaki saya kebas atau mati rasa.
15. Saya merasa sakit perut atau gangguan pencernaan.
16. Frekuensi buang air kecil lebih sering dari biasanya
17. Tangan saya dingin dan basah oleh keringat
18. Wajah saya terasa panas dan kemerahan
19. Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam
Daftar Riawayat Hidup
Nama : Ainun Sari
Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 07 Oktober 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bilal Ujung Gg. Dwikunti No. 68F
Orang Tua (Ayah) : Abdul Hamid
Orang Tua (Ibu) : Elfi Khairoza Lubis
Riwayat Pendidikan
1. TK Nusa Bangsa Medan, Tahun 1999-2000
2. SD Negeri 064965 Medan, Tahun 2000-2006
3. SLTP Negeri 11 Medan, Tahun 2006-2009
4. SMA Negeri 3 Medan, Tahun 2009-2012
Descriptive Statistics
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pemberian_informasi *
tingkat_kecemasan 68 100.0% 0 .0% 68 100.0%
pemberian_informasi * tingkat_kecemasan Crosstabulation
Count
tingkat_kecemasan
Total
ringan sedang
pemberian_informasi tidak adekuat 3 1 4
Adekuat 28 36 64
Continuity Correctionb .490 1 .484
Likelihood Ratio 1.519 1 .218
Fisher's Exact Test .324 .243
Linear-by-Linear Association 1.460 1 .227
N of Valid Casesb 68
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,82.
Roymond 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3
Lo : Angka penilaian validitas terendah (1)
N : Jumlah penilai (1)
C : Angka penilaian validitas tertinggi (4)
No. p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 Total
Berikut ini merupakan hasil perhitungan reliabilitas menggunakan KR 21
11 k = jumlah pertanyaan
DAFTAR PUSTAKA
Adikusumo. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan. Jurnal Kesehatan Mental
Baradero, dkk. 2008. Keperawatan Preoperatif : Prinsip dan Praktik. Jakarta : EGC
Budianto. 2009. Panduan Praktis Etika Profesi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.
Budikasi, dkk. 2015. Hubungan Pemberian Informed Consent dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Kategori Status Fisik I-II Emergency ASA di IGD RSUP Prof. Dr. R. D Kandou. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi. Manado
Dahlan, S. 2000. Hukum Kesehatan. Semarang : FK UNDIP.
Diyono, dkk. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pra Bedah terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Bedah di RS Dr. Oen Surakarta.
Elya, A, R. 2014. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Dilakukan Tindakan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Rawat Inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso. Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Fadilla. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan. Jakarta. Depkes RI.
Fiest, J & Feist, G. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta : EGC
Fyfe, A, D. 1999. Anxiety and The Preoperative Patient. British Journal of Theatre Nursing, vol 9, No 10.
Gallo, H. 1995. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI. Jakarta : EGC
Guwandi. 2005. Informed Consent& Informed Refusal. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Guwandi. 2007. Rahasia Medis. Edisi 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
Gruendemann, B, J & Fernsebner, B. 2006.Buku Ajar Keperawatan Perioperatif.Vol II. Jakarta : EGC.
Gunarso, DS. 1995. Psikologis Perawatan. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
Harahap, I. A., & Erniyati. 2014. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Edisi 2.Medan
Lapian, dkk. 2016. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Tindakan Operasi dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. PSIK FK Universitas Sam Ratulangi
Long, B. C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan BTPK Padjajaran.
Long, B. C. 2001.Perawatan Medikal Bedah 8. IAPK
Luckmann.,& Sorensen. 1993. Medical Surgical Nursing: A Psychopatologic Approach. Philadelphia.
Manuaba. 2005. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : Salemba Medika.
Mubarak.,& Cahyatin.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.
Nadeak, R, J. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di Ruangan RB2 RSUP HAM. Fakultas Keperawatan USU
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitiian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineke Cipta.
Paramastri. 2008. Komunikasi dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien Terhadap Kecemasan Pra Bedah Mayor. Berita Kedokteran Masyarakat Vol 24 Nomor 3.
Potter, P.A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Vol. 1. Edisi 4.Jakarta : EGC.
Potter, P.A., & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Vol. 2. Edisi 4.Jakarta : EGC.
Roper.2002 Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medika.
Sari, A. P. 2014.Hubungan Pemberian Infomasi Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor Ortopedi di RSUDZA Banda Aceh. FK Unsyiah. Darussalam Banda Aceh
Sawitri, E., & Sudaryanto, A. 2004.Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Ortopedi RSUI Kustati Surakarta. FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setiadi. 2007. Konsep & Penelitian Riset Keperawatan. Yogyakarta : Garaha Ilmu.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Edisi8.Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta : EGC
Stuart, G.W. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.
Stuart, G.W. 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.
Stuart & Laraia. 1998. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. USA : Mosby Company.
Suharto. 2008. Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
Suwandi, G. 2005. Rahasia Medis. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Taylor. 1997. Fundamentals of Nursing 3rd Ed. Philadephia : Lippincott.
Wilkinson & Nancy. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi IX. Alih Bahasa Esty Wahyuningsih. Jakarta. EGC.
Zung, W, W, K. 1971. A Rating Instrument For Anxiety Disorders.
Psychomatics.Avaliable at
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal
khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidakdapat
langsung diamati dan diukur, konsep hanya dapat diamati atau diukurmelalui
konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel adalah
simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel
adalah sesuatu yang bervariasi. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah
kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui
penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005).
Pada penelitian ini mengenai hubungan pemberian informasi dengan tingkat
kecemasan pada pasien preoperasi. Dalam hal ini pemberian informasi pada
pasien preoperasi merupakan variabel bebas (independen) dan tingkat kecemasan
merupakan variabel terikat (dependen). Kerangka konsep pada penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Tentang Hubungan Pemberian Informasi
Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi. Pemberian informasi pada
2. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang
lain (Notoatmodjo, 2005).
Variabel pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independen variabel) dissebut juga variabel prediktor, stimulus, input atau variabel yang mempengaruhi, variabel bebas
merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya
variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian adalah
pemberian informasi pada pasien preoperasi.
2. Variabel terikat (dependen variabel) sering disebut variabel kriteria, respon, dan output (hasil), variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen
(bebas). Variabel terikat dalam penelitian adalah tingkat kecemasan.
3. Hipotesis
Ha : ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi di RS Dr. Pirngadi Medan.
Ho : tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada
4. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, yaitu rancangan
penelitian yang menelah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau
sekelompok objek (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada
pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan.
2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti
(Notoatmodjo,2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dari data yang
diperoleh, klien yang melakukan operasi pada bulan April 2016 yang
berjumlah 219 orang.
2.2Sampel
Sampel adalah sebagian dari seluruh obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini
adalah pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan.
Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin
� = N
1+N(d)2
� = 219
1 + 219(0,1)2
�= 219
3,19= 68,65
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)
Dengan demikian total sampel penelitian adalah 68 responden.
2.3Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling
dengan cara mengambil subyek bukan berdasarkan random atau teknik daerah
tetapi didasarkan atas tujuan tertentu, yaitu hanya mengambil pasien
praoperasi. Sampel yang di ambil adalah yang memenuhi kriteria yang
digunakan yaitu :
1. Pasien sebelum operasi yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan
2. Pasien preoperasi mayor
3. Dalam keadaan sadar atau dapat berkomunikasi
4. Berusia dari 15-60 tahun
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada bulan Mei 2016
sampai dengan selesai.
4. Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitianya setelah
mendapat persetujuan dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti
meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab
Rumah Sakit. Untuk melindungi hak-hak subjektif dan menjamin kerahasiaan
identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden namun
pada lembar pengumpulan data yang diisi namun hanya mencantumkan kode pada
data oleh peneliti. Apabila calon responden bersedia, maka responden
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent tetapi jika calon responden
tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan
diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak
menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik
maupun psikologis. Data-data yang telah diperoleh dari responden hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini telah
mendapat persetujuan oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan
5. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri dari tiga bagian
yaitu: pertama kuesioner data demografi responden, kuesioner pemberian
informasi, kuesioner tingkat kecemasan.
Kuesioner data demografi responden meliputi inisial nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman
operasi.
Kuesioner pemberian informasi, peneliti menggunakan alat pengumpulan data
berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri dengan berpedoman pada
tinjauan pustaka. Pada kuesioner pemberian informasi berisi 21 pertanyaan
dimana setiap pertanyaan dijawab “Ya” diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0.
Penilaian total skor adalah adekuat diberi skor > 11 dan tidak adekuat diberi skor
< 11.
Kuesioner tingkat kecemasan, peneliti menggunakan kuesioner yang diadopsi
dari kuesioner dengan metode Zung Self-Rating Anxiety Scale yaitu penilaian
kecemasan yang dirancang oleh William W.K Zung. Pada kuesioner tingkat
kecemasan ini berisi 20 pernyataan dimana setiap pernyataan dinilai 1-4 dimana
skor 4 menggambarkan hal negatif (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sering,
4: selalu). Penilaian total skor adalah ringan diberi nilai skor 20-40, sedang diberi
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005). Reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur yang dapat dipercaya atau dapat
diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, kuesioner pemberian
informasi disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori sehingga
akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas yang dilakukan
adalah uji validitas isi (content validity), dilakukan dengan konsultasikan kepada
pakar yaitu dosen yang ahli di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan uji validasi tersebut, kuesioner disusun kembali dengan bahasa yang
efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin
diukur sesuai dengan teori atau konsep. Uji validitas menggunakan rumus Aiken’s
V dengan nilai 1. Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa
intrument penelitan yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya. Uji reliabilitas kuesioner pemberian informasi dilakukan
kepada 10 pasien praoperasi di Rumah Sakit Haji Medan, dilakukan dengan
menggunakan rumus KR-21. Instrument dikatakan reliabel jika nilainya >0,7.
Kemudian hasil yang didapatkan yaitu 0,928417.
Sedangkan kuesioner tingkat kecemasan diadopsi dari kuesioner baku yaitu
Zung Self-Rating Anxiety Scale yang memiliki konsistensi internal (alpha
chronbach 0,803). Selanjutnya peneliti menterjemahkan kuesioner baku Zung
Self-Rating Anxiety Scale dari bahasa inggris ke bahasa Indonesia dibantu staf
validitas dan reliabilitas lagi karena kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
yang diadobsi dan telah di uji valid dan didapatkan nilai 0.92 dan uji reliabilitas
didapatkan nilai 0,808.
7. Pengumpulan Data
Prosedur awal peneliti adalah dengan mengajukan permohonan izin
pelaksanaan penelitian institusi pendidikan Fakultas Keperawatan dan Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan USU, kemudian peneliti
meminta izin dari Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan selaku penanggung jawab
Rumah Sakit. Setelah dapat izin, kemudian peneliti minta izin kepada Kepala
Instalasi Rawat Inap. Dan setelah itu, peneliti dapat izin ke ruang pasien, sebelum
ke ruang pasien izin dulu kepada Kepala Ruangannya. Kemudian Karu yang
memberikan pasien elektif yang dijadikan responden peneliti. Dan setelah peneliti
dapat responden, peneliti memperkenal diri dan menjelaskan tujuan penelitian
kepada reponden. Dan peneliti mengajukan ke pasien untuk menjadi responden.
Apabila responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk
menandatangani informed consent dan peneliti memberikan kuesioner/wawancara
kepada responden tetapi jika responden tidak bersedia maka responden berhak
untuk menolak. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti mengecek
kembali kuesioner bahwa responden mengisi dengan lengkap sebelum dianalisis
8. Analisa Data
Langkah-langkah pengelolaan data sebagai berikut :
a. Editing
Melengkapi, memperjelas, mengecek dan memperbaiki jawaban
responden pada kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti mengecek
jawaban responden pada kuesioner dan semua pertanyaan pada kuesioner
telah dijawab oleh responden.
b. Coding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan
analisis data menggunakan komputer.
c. Processing
Proses mengelola data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat tabel
rekapitulasi data dan memindahkan skor yang jawaban responden pada
tabel rekapitulasi data. Peneliti kemudian melakukan pengolahan data
secara komputerisasi.
d. Clearing
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diproses apakah ada
kesalahan atau tidak. Peneliti memeriksa hasil pengelolaan dan mengolah
kembali hasil penelitian dan tidak ditemukan kesalahan dalam
Adapun tahap-tahap analisa data sebagai berikut :
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian, pada
umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari
tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat terdiri dari variable
pemberian informasi prabedah dan tingkat kecemasan pasien preoperasi.
b. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005).
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dua variabel dengan
menggunakan chi square, dimana derajat kemaknaan α = 0,05. Apabila
nilai p value < 0,05, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan dua variabel
dan apabila p value > 0.05 maka Ho diterima berarti tidak ada hubungan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pengumpulan data yang telah dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan pada
bulan Mei sampai Juli 2016 yang berjudul “Hubungan Pemberian Informasi
dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan”
dengan responden sebanyak 68 pasien preoperasi. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk analisis univariat dan bivariat sebagai berikut.
1.1 Analisis Univariat
Hasil dari analisis univariat menampilkan tabel distribusi frekuensi dan
persentase dari karakteristik responden, pemberian informasi, tingkat kecemasan
pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi.
1.1.1 Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan pengalaman operasi. Dari 68
responden yang terkumpul menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada
pada usia 15-30 tahun sebanyak 25 orang (36,76%) dan usia 46-60 tahun
sebanyak 25 orang (36,76%). Jenis kelamin responden paling banyak adalah
perempuan sebanyak 38 orang (55,88%). Berdasarkan agama responden lebih
dominan beragama Islam sebanyak 43 orang (63,24%). Berdasarkan pendidikan
responden terbanyak adalah SMA sebanyak 43 orang (63,24%). Pekerjaan
perkawinan responden lebih banyak pada status menikah sebanyak 37 orang
(54,11%). Serta pengalaman operasi mayoritas 1 kali sebanyak 65 orang
(95,59%).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
1.1.2 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi
Pemberian informasi pada pasien preoperasi dibagi 3 kategori yaitu baik,
cukup, kurang. Dari 68 responden, mayoritas pasien preoperasi mendapatkan
pemberian informasi adekuat sebanyak 64 orang (94,1%) dan pemberian
informasi tidak adekuat terdapat 4 orang (5,9%).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pringadi Medan
Pemberian Informasi Frekuensi Persentase
Adekuat 64 94.1
Tidak Adekuat 4 5.9
1.1.3 Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi
Tingkat kecemasan pasien preoperasi menjadi 3 tingkatan yaitu ringan, sedang
dan berat. Dari 68 responden, lebih banyak responden mengalami tingkat
kecemasan sedang sebanyak 37 orang (54,51%), pada tingkat kecemasan ringan
sebanyak 31 orang (45,59%), dan untuk tingkat kecemasan berat tidak ada.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD dr Pringadi Medan
Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase
Ringan 31 45,59
1.2 Analisis Bivariat
1.2.1 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan
Hasil dari analisis bivariat ini menampilkan Tabel 4. Yaitu hubungan kedua
variabel yaitu pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan analisis sebagai berikut :
Tabel 5.4 Hasil Analisa Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan
Berdasarkan Tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa penggunaan Chi Square
menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang
menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan
pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi. Artinya,
tingkat kecemasan pada pasien preoperasi masih banyak mengalami kecemasan
sedang dikarenakan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat
kecemasan pasien preoperasi
Variabel 1 Variabel 2 p-value Keterangan
Pemberian Informasi
Tingkat
Kecemasan 0,223
Tidak terdapat hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan
2. Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, pembahasan digunakan untuk
menjelaskan hasil penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian tentang
hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di
RSUD dr Pringadi Medan.
2.1 Pemberian Informasi pada Pasien Preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pemberian informasi pada pasien
preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan paling banyak mendapatkan pemberian
informasi adekuat yaitu 64 orang (94,1%) dan pemberian informasi tidak adekuat
yaitu 4 orang (5,1%).
Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana
kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu. Perawat
sebaiknya mengingat bahwa pada kemampuan untuk memahami atau mengingat
informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut
beberapa kali kepada pasien (Fyfe, 1999)
2.2 Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 68 pasien praoperasi di RSUD dr.
Pirngadi Medan sebahagian pada tingkat kecemasan sedang 54,51% sedangkan
pada tingkat kecemasan ringan 45,59%, dan untuk tingkat kecemasan tinggi tidak
tingkat kecemasan pasien prabedah paling banyak mengalami kecemasan sedang
yaitu 60%, dimana kecemasan terjadi pula pada pasien prabedah dengan tingkatan
tertentu ringan, sedang, maupun berat. Hal ini yang disebabkan karena pasien
merasa takut dan kurangnya pengetahuan tentang operasi yang akan dilakukan
(Wilkinson & Nancy, 2011)
Menurut Kaplan & Sadock (1997) faktor yang mempengaruhi kecemasan
pasien anatara lain : usia dan jenis kelamin yaitu lebih banyak pada wanita.
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang berusia 15-30 tahun dan 46-60 tahun mengalami kecemasan sedang 36.76%,
dimana semakin bertambahnya usia, kematangan psikologi individu semakin baik.
Artinya semakin matang psikologis seseorang, semakin baik pula adaptasi
terhadap kecemasan (Feist, 2010)
Berdasarkan jenis kelamin hasil yang didapatkan responden terbanyak berjenis
kelamin perempuan 55,88%, dimana perempuan lebih cenderung mengalami
kecemasan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan dirasa lebih
sensitif terhadap permasalahan, sehingga mekanisme koping perempuan lebih
kurang baik dibandingkan laki-laki (Gunarso, 1995)
Menurut Adikusumo (2003) faktor eksternal mempengaruhi tingkat
kecemasan diantaranya yaitu pendidikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas
tingkat pendidikan pada pasien preoperasi sebagian besar responden dengan
pendidikan SMA yaitu 63,24% dan perguruan tinggi 7,35%, ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pendidikan semakin rendah respon kecemasannya. Hal ini
tingkat pendidikan lebih banyak SMA yaitu 69,2%, dimana tingkat pendidikan
yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif selama respon
kecemasan berlangsung. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk
mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah (Gallo, 1995)
Berdasarkan pekerjaan hasil yang diperoleh diatas pekerjaan responden
terbanyak adalah tidak bekerja 60,3%. Notoatmodjo (2007) bekerja umumnya
adalah kegiatan yang menyita waktu sehingga dengan bekerja kecemasan dapat
menjadi lebih ringan dibandingkan orang yang tidak bekerja.
2.3 Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan
Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan Chi Square
menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,223. Nilai tersebut p-value > 0,05 yang
menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dismpulkan bahwa tidak ada hubungan
pemberian informasi dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr.
Pirngadi Medan.
Menurut Baradero, dkk (2008) mengatakan bahwa sebelum melakukan
aktivitas pemberian informasi terlebih dahulu dikaji tentang kesiapan dan
kemampuan pasien karena pasien yang mengalami kecemasan yang tinggi akan
sulit menangkap apa yang dijelaskan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Elya, A, R. (2014) yang meneliti
tentang hubungan pemberian informasi sebelum dilakukan tindakan dengan
tingkat kecemasan pasien rawat inap di RSU dr. H. Koesnadi Kab. Bondowoso.
menunjukkan bahwa nilai p-value yaitu 0,074 lebih besar dari nilai signifikan
0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan pemberian
informasi sebelum dilakukan tindakan dengan tingkat kecemasan pasien rawat
inap.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Budikasi, dkk (2015) yang
meneliti tentang hubungan pemberian informed consent dengan tingkat
kecemasan pasien preoperasi di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dengan
menggunakan uji statistik chi square. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
nilai p-value : 0,03 < 0,05, dapat disimpulkan ada hubungan pemberian informed
consent dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi.
Penelitian ini juga tidak sejalan dilakukan oleh Lapian, dkk (2016) tentang
hubungan pemberian informasi sebelum tindakan operasi dengan tingkat kepuasan
pasien di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Metode pengujian yang
digunakan adalah metode nonparametric test chi-square. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai p-value berada pada nilai 0,000 lebih kecil dari tingkat
signifikansi 0,05, bahwa terdapat hubungan pemberian informasi sebelum
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan pemberian informasi
dengan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan”
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemberian informasi pada pasien preoperasi hasil yang diperoleh yaitu
pemberian informasi adekuat
2. Kecemasan pada pasien preoperasi lebih banyak berada pada kategori
kecemasan sedang.
3. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai p-value lebih kecil dari nilai
signifikan yang menunjukkan bahwa H0 diterima, maka disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan pemberian informasi dengan tingkat kecemasan
pasien preoperasi.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak
antara lain :
1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
pengembangan keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah
sehingga perlu diberi penekanan materi tentang pemberian informasi
2. Pelayanan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien preoperasi yang
dirawat di rumah sakit, hendaknya perawat memberikan informasi dalam
mengenai operasi pasien guna mengurangi tingkat kecemasan pasien
preoperasi.
3. Peneliti Keperawatan
Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya diharapkan dapat meneliti lebih lanjut
mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat kecemasan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Teori Kecemasan 1.1Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan
menyebar sert tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart, 2007)
1.2Penyebab Kecemasan
Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam
dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya
terlihat jelas di dalam pikiran.
Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan
dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang
mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya
1.3Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Preoperasi
Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:
1. Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung
yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat
penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga
terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada
tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat
meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari
mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku
cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun
kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.
Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu
berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama
perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat
membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi
stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam
membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan
mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.
2. Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang
diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari
masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa
komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas
kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.
Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan/keyakinan klien
sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam
perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila
klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien
akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun
tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan
kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan
menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.
Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan
penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang
ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang
tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan
ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan
berlangsung serta proses berlangsungnya operasi. Dengan demikian,
keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif
terhadap tenaga kesehatan.
3. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut
terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang
dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan
dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini
adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang
potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat
Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada
latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara
yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui
mengenai operasi yang akan berlangsung. Informasi yang dapat membantu
pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan–pemeriksaan
sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi,
alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu,
mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan
pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).
Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan
merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan Dengan mengetahui
prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat
mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi
kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan
memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari
pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan
berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan
perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya
dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya,
arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud
4. Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani
operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat
subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan
dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang
akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca
pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap
nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.
5. Persepsi pasien terhadap hasil bedah
Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri
mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien
mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan,
terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas
kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan
kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan.
Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan
yang realistik terhadap pembedahan.
Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber
internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan,
yaituancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman
terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang
atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti
kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau
bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat
kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh
secara keseluruhan. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa
kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua,
teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius
seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap
sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan
menghasilkan suatu kecemasan.
1.4 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat
antara lain:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari, kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis
ditandai dengan jarang nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gelaja
ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon
perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan,suara kadang-kadang meningkat.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang membuat seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi
menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa
yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan,
bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang
terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua
perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan
kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologis : nafas pendek,
nadi dan tekanan darah menigkatkan, berkeringat, ketegangan dan sakit
kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya
kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit
dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif :lapang
persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan
emosi :mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.
2. Hubungan Kecemasan terhadap Praoperasi
Kecemasan pra operasi pada umumnya disebabkan karena pasien tidak
mengetahui konsekuensi pembedahan itu sendiri. Pasien yang cemas sering
mengalami ketakutan atau perasaan yang tidak tenang. Kecemasan dapat yang
dialami pasien akan menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun
psikologis. Berdasarkan psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor
yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi yang terjadi
melalui serangkaian yang diperantai oleh HPA-axis (hipotamulus, pituitary dan
adrenal). Stres dan kecemasan akan merangsang hipotamulus untuk meningkatkan
produksi Corticotropin Releasing Hormon (CRF). CRF ini selanjutnya akan
merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi
Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan meningkatkan
sekresi kortisol dan aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Hal ini yang
akan merespon adanya stres dan kecemasan. Pelepasan hormon tersebut
merangsang peningkatan kerja sistem simpatis dan parasimpatis susunan saraf
air kecil atau susah buang air kecil, mulas, mencret, keringat dingin, jantung
berdebar-debar, hipotensi atau hipertensi, sakit kepala dan sesak nafas. Pada
pasien operasi maka sebelum pembedahan kita dapat membantu pasien dalam
menghilangkan ketegangan atau kecemasan dengan cara memberikan latihan
relaksasi dalam membantu mengontrol kecemasan.
3. Pre Operasi
3.1 Pengertian Operasi
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat
memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas
dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon
fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif.
Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra
bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah.
3.2 Pengertian Pre Operatif
Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu
tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum
dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan
untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien
3.3 Gambaran Pasien Pre Operatif
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental
aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres
fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi
akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang
dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi
pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal.
c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi
g. Takut operasi gagal
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat
mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatkan frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu
menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.
Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen
(1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang
meliputi :
a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik
ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan
setelah tindakan operasi.
c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh
anastesi.
e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah
tindakan operasi.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup.
g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta
menandatangani inform consent.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.
4. Tindakan Keperawatan Preoperatif
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang
dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting
sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek
1992) yang dikutip Barbara J. G (2008).
Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang
dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada
tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,
yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis
dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi.
4.1Persiapan Pasien Preoperasi a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi.
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di
antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut,
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan Lambung dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric
tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut
yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa
lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis
operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat
kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha.Misalnya :apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan
hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain: latihan nafas dalam, batuk efektif dan gerak sendi.
b. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang,
maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang
adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan
untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai
pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa
menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan
untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk
itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan
laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan
masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto
thoraks dan EKG.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien
preoperasi antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks,
abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi),
CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah
:hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),
jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit
(kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN,
dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika
penyakit terkait dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) dilakukan untuk
mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal
atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam
(puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
c. Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi
sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan
menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun
mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat
dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam
kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi
yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali
ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera
setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor
seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan
terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama
dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika
petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya
berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini
sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan
dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e. Persiapan Mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil
dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa
muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.
Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapa operasi, antara lain :
pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan atau alasan tindakan operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga
pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas
kamar operasi dan juga tentang prosedur. Pengetahuan tentang
latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setelah
operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-lain.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan
mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum
operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor
(1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara : membantu pasien
mengetahui tentang tindakan yang dialami pasien sebelum opersi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang
akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat
kamar operasi, dan lain-lain.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun
demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang
berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya,
pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang
dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan
dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada
pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien sampai
ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang
Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan
dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan
stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan
kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal
yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional
ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor,
1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai
peran perawat perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien
untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana
operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan
perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama
Sehari sebelum operasi :
a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan
memberikan dukungan spiritual bila diperlukan
b. Melakukan pembatasan diet pre operasi
c. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan
d. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari pembedahan :
a. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
b. Mengecek tanda – tanda vital
c. Mengecek inform consent
d. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
e. Melepaskan protese dan kosmetik
f. Melakukan perawatan mulut
g. Mengosongkan blas dan bowel
h. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
i. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order
dokter)
5. Informed Consent
Peraturan Menkes No. 290 tahun 2008 istilah informed consent ini
diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM), peraturan ini berlaku